39
II- 1 BAB. II DESKRIPSI KAWASAN KPH BALI TIMUR 2.1 Aspek Pemerintahan ( Letak dan Luas) Wilayah KPH Bali Timur seluas 22.977,69 Ha, merupakan gabungan kelompok kawasan hutan di wilayah timur Provinsi Bali, didominasi kawasan hutan lindung seluas 21.891,03 Ha dan hutan produksi terbatas seluas 1.086,66 Ha dan meliputi 4 wilayah kabupaten. Keempat wilayah kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bangli, Buleleng, Karangasem dan Klungkung dan tersebar dalam 12 RTK. Luasan RTK di KPH Bali Timur ke dalam setiap wilayah administrasi kabupaten terdapat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Letak dan Luas KPH Bali Timur Berdasarkan Kabupaten dan RTK Kelompok Hutan (RTK) Kabupaten dalam Ha Bangli Buleleng Karangasem Klungkung Total RTK 7 / Gunung Batur Bukit Payang 453.00 0.00 0.00 0.00 453.00 RTK 8 / Gunung Abang Agung 1.406,71 0.00 12.836.03 0.00 14.242.74 RTK 9 / Gunung Seraya 0.00 0.00 1.111.00 0.00 1.111.00 RTK 20 / Penulisan Kintamani 4.219.30 1629.95 0.00 0.00 5.849,25 RTK 22 / Nusa Lembongan 0.00 0.00 0.00 202.00 202.00 RTK 23 / Bunutan 0.00 0.00 126.70 0.00 126.70 RTK 24 / Bukit Gumang 0.00 0.00 22.00 0.00 22.00 RTK 25 / Bukit Pawon 0.00 0.00 35.00 0.00 35.00 RTK 26 / Kondangdia 0.00 0.00 89.50 0.00 89.50 RTK 27 / Tanjung Bakung 0.00 0.00 0.00 244.00 244.00 RTK 28 / Suana 0.00 0.00 0.00 329.50 329.50 RTK 29 / Sakti 0.00 0.00 0.00 273.00 273.00 Grand Total 6.079.01 1629.95 14.220.23 1.048.50 22.977.69 Sumber : Dinas Kehutanan Prov Bali 2009 Di Kabupaten Karangasem terdapat lebih dari separuh (62 %) kawasaan hutan yang dikelola KPH Bali Timur dan di Kab. Bangli sebesar 26 %, sedangkan sisanya 10 % terdapat di Kab. Buleleng dan Klungkung. Pembagian wilayah administrasi tersebut terdapat dalam gambar 2.1.

Tabel 2.1 Letak dan Luas KPH Bali Timur Berdasarkan ...103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Profil_91_V1_59795996afc55.pdf · Tabel 2.1 Letak dan Luas KPH Bali Timur Berdasarkan Kabupaten

  • Upload
    votuyen

  • View
    231

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

II- 1

BAB. II DESKRIPSI KAWASAN KPH BALI TIMUR 2.1 Aspek Pemerintahan ( Letak dan Luas)

Wilayah KPH Bali Timur seluas 22.977,69 Ha, merupakan gabungan kelompok kawasan hutan di wilayah timur Provinsi Bali, didominasi kawasan hutan lindung seluas 21.891,03 Ha dan hutan produksi terbatas seluas 1.086,66 Ha dan meliputi 4 wilayah kabupaten. Keempat wilayah kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bangli, Buleleng, Karangasem dan Klungkung dan tersebar dalam 12 RTK. Luasan RTK di KPH Bali Timur ke dalam setiap wilayah administrasi kabupaten terdapat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Letak dan Luas KPH Bali Timur Berdasarkan Kabupaten dan RTK

Kelompok Hutan (RTK)

Kabupaten dalam Ha Bangli Buleleng Karangasem Klungkung Total

RTK 7 / Gunung Batur Bukit Payang

453.00 0.00 0.00 0.00 453.00

RTK 8 / Gunung Abang Agung

1.406,71 0.00 12.836.03 0.00 14.242.74

RTK 9 / Gunung Seraya

0.00 0.00 1.111.00 0.00 1.111.00

RTK 20 / Penulisan Kintamani

4.219.30 1629.95 0.00 0.00 5.849,25

RTK 22 / Nusa Lembongan

0.00 0.00 0.00 202.00 202.00

RTK 23 / Bunutan 0.00 0.00 126.70 0.00 126.70 RTK 24 / Bukit Gumang

0.00 0.00 22.00 0.00 22.00

RTK 25 / Bukit Pawon 0.00 0.00 35.00 0.00 35.00 RTK 26 / Kondangdia 0.00 0.00 89.50 0.00 89.50 RTK 27 / Tanjung Bakung

0.00 0.00 0.00 244.00 244.00

RTK 28 / Suana 0.00 0.00 0.00 329.50 329.50 RTK 29 / Sakti 0.00 0.00 0.00 273.00 273.00

Grand Total 6.079.01 1629.95 14.220.23 1.048.50 22.977.69 Sumber : Dinas Kehutanan Prov Bali 2009 Di Kabupaten Karangasem terdapat lebih dari separuh (62 %) kawasaan hutan yang dikelola KPH Bali Timur dan di Kab. Bangli sebesar 26 %, sedangkan sisanya 10 % terdapat di Kab. Buleleng dan Klungkung. Pembagian wilayah administrasi tersebut terdapat dalam gambar 2.1.

II- 2

Gambar 2.1 Prosentase Pembagian KPH Bali Timur Berdasarkan Kabupaten Aspek pemerintahan yang berpengaruh terhadap pengelolaan KPH Bali Timur tidak dapat dilepaskan dari karakteristik dari Provinsi Bali itu sendiri, dimana Bali merupakan satu kesatuan ekosistem pulau dalam satu kesatuan wilayah, ekologi, sosial dan budaya. Provinsi Bali mempunyai luas 563.666 Ha atau 5.636,66 Km2, terdiri dari 1 (satu) pulau besar dan beberapa pulau kecil dalam gugusan kepulauan Nusa Tenggara, yakni P. Bali, P. Nusa Penida, P. Nusa Lembongan, P. Nusa Ceningan, P. Serangan, P. Menjangan, P. Nusa Dua dan lainnya. Secara geografis, wilayah Provinsi Bali terletak pada 114 26’ – 115 43’ BT dan 7 54’ – 8 50’ LS, dengan batas sebagai berikut :

1). Sebelah utara : Laut Jawa 2). Sebelah Timur : Selat Lombok 3). Sebelah Selatan : Samudra Indonesia 4). Sebelah Barat : Selat Bali

Sedangkan secara administrasi pemerintahan, Provinsi Bali terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten, yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung dan Karangasem serta 1 (satu) Kota Denpasar dengan 56 Kecamatan dengan 616 Desa dan 79 Kelurahan seperti pada gambar 2.2.

Bangli 27%

Karangasem 63%

Klungkung 3%

Bangli 26 %

Karangasem 62 % Buleleng 7 %

II- 3

Gambar 2.2 Posisi KPH Bali Timur di Provinsi Bali

2.2 Aspek Kawasan 2.2.1 Pengelolaan KPH Bali Timur

KPH Bali Timur seluas 22.977,69 Ha, didominasi kawasan hutan lindung seluas 21.891,03 Ha dan hutan produksi terbatas seluas 1.086,66 Ha dan meliputi wilayah kabupaten, DAS, kelompok kawasan hutan, RTK, RPH dan fungsi kawasan hutan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Dari aspek kawasan lokasi KPH Bali Timur terletak menyebar dalam RTK-RTK termasuk beberapa RTK yang berada diluar Pulau Bali yaitu berada di Pulau Nusa Penida dan sekitarnya. Hal tersebut akan berpengaruh dalam pengelolaan KPH itu sendiri dimana posisi dan letak akan menentukan efektifitas dan efisiensi KPH Bali Timur dan akan di review pada bab selanjutnya. Gambaran umum KPH Bali Timur dirangkum dalam Tabel 2.2 berikut ini.

II- 4

Tabel 2.2 Rekapitulasi Wilayah Pengelolaan KPH Bali Timur

NO RTK RPH KABUPATEN FUNGSI HUTAN 1 Gunung Batur Bukit

Payang (RTK.7) Penelokan Bangli Produksi Terbatas

Panjang batas kaw.Hutan 44,20 Km (batas alam: 5,60 Km dan batas buatan: 33,60 Km), jumlah pal batas 390 buah.

2 Gunung Abang Agung (RTK 8)

Penelokan, Rendang, Selat, Karangasem/ Manggis, Abang, Kubu, Daya

Bangli, Karangasem

Lindung dan Produksi Terbatas

Panjang batas kawasan hutan 322,42 km (batas alam : 9,54 km dan batas buatan : 312,88 km), jumlah pal batas 3.465 buah.

3 Gunung Seraya (RTK 9) Karangasem/ Manggis Karangasem Lindung Panjang batas kawasan hutan 30,10 km (batas alam : - km dan batas buatan : 30,10 km), jumlah pal batas 212 buah.

4 Penulisan Kintamani (RTK 20)

Tejakula, Kintamani Barat, Kintamani Timur

Buleleng, Bangli Lindung dan Produksi Terbatas

Panjang batas kawasan hutan 223,73 km (batas alam : 18,03 km dan batas buatan : 205,70 km), jumlah pal batas 2.577 buah.

5 Nusa Lembongan (RTK 22)

Klungkung/ Nusa Penida

Klungkung Lindung

Panjang batas kawasan hutan 12,80 km (batas alam : 6,50 km dan batas buatan : 6,30 km), jumlah pal batas 76 buah.

6 Bunutan (RTK 23) Karangasem/ Manggis Karangasem Lindung Panjang batas kawasan hutan 15,28 km (batas alam : - km dan batas buatan : 15,28 km), jumlah pal batas 247 buah.

7 Bukit Gumang (RTK 24) Karangasem/ Manggis Karangasem Lindung Panjang batas kawasan hutan 3,80 km (batas alam : - km dan batas buatan : 3,80 km), jumlah pal batas 60 buah.

8 Bukit Pawon (RTK 25) Karangsem/ Manggis Karangsem Lindung Panjang batas kawasan hutan 2,40 km (batas alam : - km dan batas buatan : 2,40 km), jumlah pal batas 32 buah.

9 Kondangdia (RTK 26) Klungkung/ Nusa Penida

Klungkung Lindung

Panjang batas kawasan hutan 12,43 km (batas alam : - km dan batas buatan : 12,43 km), jumlah pal batas 131 buah.

10 Tanjung Bakung (RTK 27)

Klungkung/ Nusa Penida

Klungkung Produksi Terbatas

Panjang batas kawasan hutan 29,59 km (batas alam : - km dan batas buatan : 29,59 km), jumlah pal batas 250 buah.

Suana (RTK 28) Klungkung/ Nusa Penida

Klungkung Lindung

Panjang batas kawasan hutan 31,15 km (batas alam : - km dan batas buatan : 31,15 km), jumlah pal batas 280 buah.

11 Sakti (RTK 29) Klungkung/ Nusa Penida

Klungkung Lindung

Panjang batas kawasan hutan 39,20 km (batas alam : - km dan batas buatan : 39,20 km), jumlah pal batas 401 buah.

Luas Wilayah 22.977,69 Ha terdiri dari Hutan Lindung 21.891,03 Ha dan Hutan Produksi terbatas 1.086,66 Ha, tersebar di 12 RPH dan 3 kabupaten

Sumber :Dinas Kehutanan Prov Bali, 2009

(SK 800/Menhut-II/2009) KPH Bali Timur yang tersebar dalam 12 RTK dan 11 RPH didominasi oleh fungsi lindung sedangkan fungsi yang lain digunakan sebagai hutan produksi terbatas. Sebaran luas dan fungsi tiap-tiap RTK terdapat dalam Tabel 2.3. Sedangkan prosentasenya yang didominasi

II- 5

oleh fungsi lindung sebesar 95 % dan sisanya sekitar 5 % dari luas KPH Bali Timur diperuntukan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) ada dalam Gambar 2.3.

Tabel 2.3 Luas dan Sebaran Fungsi KPH Bali Timur per RTK

Kelompok Hutan (RTK) Fungsi Hutan dalam Ha Hutan

lindung Htn Prod Terbatas

Grand Total

RTK 7 / Gunung Batur Bukit Payang 0.00 453.00 453.00 RTK 8 / Gunung Abang Agung 14.038.63 204.11 14.242.74 RTK 9 / Gunung Seraya 1.111.00 0.00 1.111.00 RTK 20 / Penulisan Kintamani 5.663.70 185.55 5.849.25 RTK 22 / Nusa Lembongan 202.00 0.00 202.00 RTK 23 / Bunutan 126.70 0.00 126.70 RTK 24 / Bukit Gumang 22.00 0.00 22.00 RTK 25 / Bukit Pawon 35.00 0.00 35.00 RTK 26 / Kondangdia 89.50 0.00 89.50 RTK 27 / Tanjung Bakung 0.00 244.00 244.00 RTK 28 / Suana 329.50 0.00 329.50 RTK 29 / Sakti 23.00 0.00 23.00 Grand Total 21.891.03 1.086.66 22.977.69

Sumber : Dinas Kehutanan Prov Bali, 2009

Gambar 2.3 Prosentase Pembagian KPH Bali Tengah Berdasarkan Fungsi

Sebaran fungsi dari KPH Bali Timur yang tersebar ke dalam tiap-tiap RTK dapat dilihat dalam gambar 2.4. RTK KPH Bali Timur sendiri memiliki luasan yang sangat beragam dimana terdiri dari satu RTK yang dominan yaitu RTK 8 / Gunung Abang Agung dengan luas 14.242.74 Ha (lebih dari 60 %) sedangkan sisanya tersebar dalam 11 RTK yang lain. Sedangkan RTK 8 sendiri didominasi oleh fungsi lindung meskipun ada sebagian yang berfungsi sebagai hutan produksi terbatas. KPH Bali Timur juga memiliki RTK – RTK yang

Hutan lindung

95%

Htn Prod Terbatas

5%

II- 6

luasannya sangat kecil dan tidak lebih dari 100 Ha seperti RTK 24, RTK 25, RTK 26 dan RTK 29.

Gambar. 2.4. Sebaran Fungsi KPH Bali Timur

2.3 Sejarah Wilayah KPH dan Ijin Pemanfaatan Hutan

Pengelolaan hutan di KPH Bali Timur terkait dengan sejarah dan pengelolaan hutan di setiap RTK yang ada. Berikut gambaran pengelolaan hutan pada masing-masing RTK : 1). Kelompok Hutan Gn. Batur-Bukit Payang (RTK 7)

Sejarah penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini barsamaan dangan RTK 1 tahun 1927, tetapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 9 Agustus 1923 dan pengesahan penetapan batas hutan pada tanggal 30 Juli 1941, dengan panjang batas luar keliling 44,20 Km, luas 2528,00 ha dan fungsi pokok hutan terdiri dari hutan produksi terbatas ( 453,00 Ha) dan Hutan Wisata/Taman Wisata AIam.(2.075,00 Ha). Kelompok hutan Gunung Batur-Bukit Payang (RTK 7) secara administratif terletak di desa Kintamani (kaldera Penelokan), desa Kedisan, Toya Bungkah, Songan, kec. Kintamani, Bangli, secara pembagian kepemangkuan hutan terletak dl RPH Penelokan.

II- 7

2). Kelompok Hutan Gunung Abang Agung (RTK 8) Sejarah penunjukan bersamaan dengan RTK 1 pada tahun 1927, tetapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 31 Juli 1941 dan pengesahan penetapan batas hutan pada tanggal 9 Pebruari 1948, surat penetapan terakhir adalah SK. Menhut N0.28/Kpts-ll/1990, tanggal 19 Januari 1990, dangan panjang batas keliling 322,42 Km, luas 14.817,01 Ha, dangan fungsi pokok sebagian besar hutan Lindung (14.038,63 ha) dan sebagian kecil hutan produksi terbatas (204,11 Ha) dan Taman Wisata Alam (574,27 Ha). Sebelumnya berdasarkan SK Menteri Pertanian tanggal 25 Oktober 1978 No. 655/Kpts/Um/10/1978 sebagian kelompok hutan Abang-Agung seluas 540 ha disekitar Penelokan ditunjuk sebagai hutan wisata cq. Taman Wisata Alam Penelokan. Kemudian sejak keluarnya SK 800/Menhut-II/2009 maka kelompok hutan RTK 8 yang dikelola oleh KPH Bali Timur tinggal kawasan hutan yang berfungsi sebagai kawasan hutan lindung. Kelompok hutan Gunung Abang-Agung (RTK 8) secara administratif terletak di kec. Rendang, Selat, Bebandem, Karangasem Manggis, Abang dan Kubu, Karangasem, dan di kec. Kintamani, Bangli. Secara kepemangkuan hutan terletak di RPH Rendang, Selat, Manggis, Abang, Kubu, Daya (Karangasem),dan RPH Penelokan (Bangli). Aksesibilitas hutan ini tinggi, banyak lokasi dapat dijangkau dengan roda empat (Suter, Rendang, Besakih, Sebudi, Daya, Juntal).

3). Kelompok Hutan Gunung Seraya (RTK 9) Sejarah penunjukan dan penatapan bersamaan dangan RTK 1 pada tahun 1927, tetapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 17 April 1935 dan pengesahan penetapan batas hutan pada tahun 1937, kemudian dilakukan lagi pengukuran dan disahkan pada tanggal 3 Nopambar 1980, dan juga ditunjuk dangan SK Mentari Pertanian No. 821/Kpts/Um/II/82 tanggal 10 Nopember 1982, dangan batas keliling temu gelang 30,10 Km, luas 1.111 ha dan fungsi pokok hutan Lindung. Kelompok hutan Gunung Seraya (RTK 9) secara administratif terletak di Kec. Abang, Karangasem, secara pembagian kepemangkuan hutan terletak di RPH Abang. Akesibilitas hutan ini cukup mudah dicapai, bisa dengan kandaraan roda empat dari Karangasem menuju desa Tista sampai naik ke pura Penataran Lempuyang, dan masuk menuju pura Telagamas.

II- 8

4). Kelompok Hutan Penulisan Kintamani (RTK 20) Sejarah penunjukan bersamaan dengan RTK 1, kemudian digabung dengan kelompok hutan Kintamani yang diukur difinitif pada tahun 1979/1980. Penetapannya dengan SK.No.821/Kpts/Um-II/82 dengan panjang batas keliling 223,73 Km, luas 5.849,25 ha dan terdiri dari fungsi hutan Lindung (5.663,70 Ha) dan hutan produksi terbatas (185,55 Ha). Kelompok hutan Penulisan-Kintamani (RTK 20) secara administratif terletak di Kab. Bangli (kec. Kintamani) dan Buleleng (kec. Tejakula), secara kepemangkuan hutan terletak di RPH Kintamani Timur dan RPH Tejakula.

5). Kelompok Hutan Nusa Lembongan (RTK 22)

Sejarah penunjukan hutan ini berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.1013/kpts/Wn/12/1981, tanggal 10 Desamber 1981, kemudian ditetapkan bersamaan dengan RTK 20 dan 21, dengan panjang batas 12,80 Km, luas 202 ha, dan fungsinya sabagai hutan lindung. Kelompok hutan Nusa Lembongan (RTK 22) secara administrative terletak di Kec.Nusa Penida / pulau Lembongan, Kabupatan Klungkung. Secara pembagian kepemangkuan hutan terlatak di RPH Klungkung/Nusa Penida.

6). Kelompok Hutan Bunutan (RTK 23)

Kelompok hutan Bunutan ini merupakan program perluasan menurut Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), dangan Sk Penunjukan No.821/Kpts-Um/II/82 tanggal 10 Nopembar 1982, kemudian disahkan penetapannya dangan Sk No.389/Kpts/II/1988 tanggal 29 Nopembar 1988, dengan panjang batas 15,80 Km, luasnya 126,70 ha, dan fungsi pokok hutannya adalah hutan lindung. Kelompok hutan Bunutan (RTK 23) terdiri dari tiga bagian yaitu Bukit Balang (88,10 Ha), Bukit Pengelengan (37,10 ha) dan Yeh Mesong (3,5 Ha). secara administratif terletak di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, secara pembagian kepemangkuan hutan terletak di RPH Abang.

7). Kelompok Hutan Bukit Gumang (RTK 24)

Sejarah penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini karena adanya tukar-menukar kawasan hutan dengan pengelola Bandara Ngurah Rai, hutan Prapat Benoa dikeluarkan 11 hektar, kemudian diganti dengan Kawasan Gumang yang tadinya statusnya tanah nagara bebas (GG). Kawasan ini ditunjuk dengan SK Menteri Kehutanan No.396/Menhut -II/1987 tanggal 26 oktober 1987, dan pengesahan Berita

II- 9

acaranya pada tanggal 22 Pebruari 1988. Surat penetapannya berdasarkan keputusan No. 136/Kpts-Um/II/1989 tanggal 23 Maret 1989 dengan panjang batas 3,8 Km, dan luasnya 22,0 Ha. Fungsi pokoknya adalah hutan lindung. Kelompok hutan Bukit Gumang (RTK 24) secara administratif terletak di Kec. Manggis, Karangasem, menurut pembagian administrasi pengalolaan hutan kepemangkuan hutan terletak di RPH Manggis. Kelompok hutan ini mudah dicapai dari poros jalan Klungkung-Karangasem, setelah melewati Candidasa menuju bukit Gumang, dari jalan raya ka Selatan hanya berjarak 200 meter.

8). Kelompok Hutan Bukit Pawon (RTK 25)

Kawasan hutan ini merupakan program perluasan hutan berdasarkan TGHK, untuk memperluas kawasan hutan di Bali. Penunjukan hutan ini ditetapkan bersamaan dengan kelompok hutan Bunutan (RTK 23), dengan Sk Penunjukan No.821/Kpts Um/II/82 tanggal 10 Nopembar 1982, kemudian pengukuhannya disahkan/ditetapkan dengan SK. No.247/Kpts II/1991 tanggal 6 Mei 1991, dengan panjang batas keliling 2,4 Km , luasnya 35 Ha, dan fungsi pokoknya adalah hutan lindung. Kelompok hutan Bukit Pawon (RTK 25) secara administratif terletak di Kec. Bebandem, Karangasem secara kepemangkuan hutan terletak di RPH Manggis. Lokasinya dicapai dari poros jalan Karangasem-Buleleng, kemudian ke desa Pidpid, barjalan kaki berkisar 500 meter.

9). Kelompok Hutan Kondangdia (RTK 26) .

Sejarah penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini sama halnya dangan RTK 25 (Bunutan), dengan Sk Penunjukan No.821/Kpts Um/II/82 tanggal 10 Nopember 1982, kemudian merupakan perluasan hutan TGHK, dan telah disahkan/ditetapkan hasil pengukuhannya dengan SK. No. 535/Kpts-II/1995, tanggal 5 Oktober 1995, dengan panjang batas Iuar 12,43 Km, dan luasnya 89,50 Ha. serta fungsinya sabagai hutan Lindung. Kelompok hutan Kondangdia (RTK 26) secara administratif terletak di kec. Abang, Karangasem, secara kepemangkuan hutan terletak di RPH Abang. Hutan ini dapat dicapai dangan roda 4, melalui ruas jalan Karangasem Abang - Datah.

10). Kelompok Hutan Tanjung Bakung (RTK 27)

Sejarah penunjukan kelompok hutan ini sama halnya dangan RTK 25, 27, dengan Sk Penunjukan N0.821/Kpts-Um/II/82 tanggal 10 Nopember 1982, merupakan perluasan TGHK. Hasil pengukuhannya sudah disahkan/ditetapkan berdasarkan SK.

II- 10

N0.191/Kpts-II/1993 tanggal 27 Pebruari 1993, dengan panjang batas keliling 29,59 Km, luasnya 244 Ha dan fungsi pokoknya adalah hutan produksi terbatas. Kelompok Hutan Tanjung Bakung (RTK 27) secara administratif terletak di kec. Nusa Penida, Klungkung, secara pembagian kepemangkuan hutan terletak di RPH Klungkung/Nusa Penida.

11). Kelompok Hutan Suana (RTK 28) Sejarah penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini ditunjuk berdasarkan Sk. Gubernur Bali No.694 tahun 1992, tanggal 19 Nopember 1992, dan Keputusan Menteri Kehutanan N0. 781/Kpts-II/1993 tanggal 18 Nopember 1993, telah ditata batas pada tahun 1993 dengan berita acara tanggal 24 Mei 1993, dan telah disahkan tanggal 24 Maret 1994, dengan panjang batas keliling 31,15 Km, luasnya 329,5 Ha terdiri dan 4 lokasi yaitu hutan Suana I di dusun Karangsari dan Jurangaya (103 ha), Suana II di dusun Calagilan (29,3 ha), Suana III di dusun Suana (157,7 ha) dan Suana IV di dusun Karang Gada (39,5 ha). Fungsi pokoknya sebagai hutan Lindung. Kelompok hutan Suana (RTK 28) secara administratif terletak di desa Suana, Kec. Nusa Penida, Klungkung, secara pembagian kepemangkuan hutan terletak di RPH Klungkung.

12). Kelompok Hutan Sakti (RTK 29)

Sejarah penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini berdasarkan TGHK, penunjukannya berdasarkan SK. N0.78/Kpts-II/1995 tanggal 8 Pebruari 1995, dangan panjang batas kaliling 39,20 Km, luasnya 273 ha., terdiri dari 3 lokasi, yaitu RTK 29 A, 29 B dan 29 C. dan fungsi pokoknya hutan Lindung. Kelompok hutan Sakti (RTK 29) secara administratif terletak di desa Sakti, kec. Nusa Penida, Klungkung, sedangkan menurut pembagian wilayah administrasi kepemangkuan hutan terletak di RPH Klungkung/Nusa Penida. Sementara dari segi pengelolaan hutan, kawasan hutan KPH Bali Timur terdiri 11 RPH yang sangat bervariasi luasannya. Luas RPH bervariasi dari yang terendah di RPH Kintamani Barat seluas 705.50 Ha dan terluas di RPH Rendang 4767.72 Ha. Tabel 2.4 dan Gambar 2.5 menunjukan sebaran dan prosentase luasan RPH yang ada di KPH Bali Timur.

II- 11

Tabel 2.4 Sebaran Luasan Kawasan Hutan per RPH di KPH Bali Timur

RPH Luas (Ha) Abang 1.376.26 Daya 3.336.90 Karangasem / Manggis 1.523.70 Kintamani Barat 706.50 Kintamani Timur 3.512.80 Klungkung / Nusa Penida 1.048.50 Kubu 2.213.34 Penelokan 1.859.71 Rendang 4.767.72 Selat 1.002.31 Tejakula 1.629.95

Grand Total 22.977.69 Sumber. Dinas Kehutanan Prov Bali, 2009

Gambar 2.5 Prosentase Pembagian wilayah perRPH KPH Bali Timur

Abang 6%

Daya 14%

Karangasem / Manggis

7%

Kintamani Barat

3%

Kintamani Timur 15% Klungkung /

Nusa Penida 5%

Kubu 10%

Penelokan 8%

Rendang 21%

Selat 4%

Tejakula 7%

II- 12

Sedangkan posisi dari tiap-tiap RPH dalam KPH Bali Timur disajikan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. RPH di kawasan KPH Bali Timur

2.4 Kondisi Biofisik KPH Bali Timur

1). Daerah Aliran Sungai (DAS) Wilayah KPH Bali Timur berada pada Sub DAS Blingkang Anyar, Oos Jinah, Pangi Ayung, Penida dan Unda. RTK 7 hampir seluruh areal hutan ini, DAS nya mengumpul pada Danau Batur. Di RTK 8 sungai yang mengalir ke Selatan terdiri dari tukad Nyuling, T.Bangke, T.Unda, T.Jinah, dan T. Belok. Sedang yang mengalir ke Utara Tukad Sumbung, T.Daya (Tianyar), T. Tulamben, T. Linggah, T. Nansang, dan T.Klontong. RTK 9 merupakan DAS Tukad Nyuling, T. Bangka, T. Saraya dan T. Base. Hutan di RTK 20 merupakan DAS hulu yang mengalir ke Selatan adalah Tukad Ayung, Tukad Angas, sedangkan yang mengalir ke Utara adalah Tukad Batumeyeh, sedangkan di RTK 23 hutan merupakan DAS Tukad Base, T. Bunut, T. Karat, T. Kosambi, dan T. Dalam. RTK 24 memiliki hutan yang terletak dipinggir pantai sebelah Timur Teluk Labuan Amuk dan RTK 25 merupakan DAS tukad Nyuling dan T. Jangga. Sementara hutan di RTK 26 merupakan DAS tukad Paluh dan T. Klontong dan RTK 28 adalah Tukad Pulagan, T. Jurangaya, T. Angkal, T.CaIagi Landan, T. Jurang Batu, dan T.Calagi yang pada musim kamarau umumnya kering. Demikian juga dengan RTK 29 dimana hutan ini merupakan DAS Tukad Penida yang memiliki mata air, T.

II- 13

Gamat, T. Pikat, sungai ini umumnya kering saat kemarau. Tabel 2.5 menunjukan sebaran DAS ke dalam RTK di KPH Bali Timur. Jika dilihat dari Gambar 2.7 tentang prosentase DAS terlihat dominasi DAS Blingkang Anyar sekitar 88 %.

Tabel 2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS) di KPH Bali Timur

Kelompok Hutan (RTK)

Daerah Aliran Sungai dalam Ha

Blingkang Anyar

Oos Jinah

Pangi Ayung Penida Unda Grand

Total RTK 7 / Gunung Batur Bukit Payang 453.00 0.00 0.00 0.00 0.00 453..00

RTK 8 / Gunung Abang Agung 491.76 0.00 0.00 0.00 13.750.00 12836.03

RTK 9 / Gunung Seraya 0.00 0.00 0.00 0.00 1111.00 1111.00

RTK 20 / Penulisan Kintamani 4.987.70 55,67 519,67 0.00 286.21 7254.96

RTK 22 / Nusa Lembongan 0.00 0.00 0.00 202.00 0.00 202.00

RTK 23 / Bunutan 0.00 0.00 0.00 0.00 126.70 126.70 RTK 24 / Bukit Gumang 0.00 0.00 0.00 0.00 22.00 22.00

RTK 25 / Bukit Pawon 0.00 0.00 0.00 0.00 35.00 35.00 RTK 26 / Kondangdia 0.00 0.00 0.00 0.00 89.50 89.50 RTK 27 / Tanjung Bakung 0.00 0.00 0.00 244.00 0.00 244.00

RTK 28 / Suana 0.00 0.00 0.00 329.50 0.00 329.50 RTK 29 / Sakti 0.00 0.00 0.00 273.00 0.00 273.00 Grand Total 5.932,46 55.67 519,67 1048.50 15.421.39 22.977.69

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali, 2009

Gambar 2.7. Prosentase Luas DAS di KPH Bali Timur

Blingkang Anyar 25,82%

Oos Jinah 0,24%

Pangi Ayung 2,26%

Penida 4,56%

Unda 67,11%

II- 14

Gambar 2.8. DAS di KPH Bali Timur

2) Morfologi dan Geologi

Morfologi pada wilayah KPH Bali Timur sangatlah komplek dan beragam. hampir seluruh karakteristik morfologi Provinsi Bali terdapat di KPH Bali Timur, mulai dari pegunungan vulkanik di Gunung Agung sampai pada perbukitan Karst di Nusa Penida serta morfologi pantai terdapat di KPH Bali Timur. Morfologi pada wilayah Provinsi Bali, tersusun dari bentang alam sebagai berikut : a) Dataran rendah pantai (bentuk lapangan datar dengan ketinggian 0 – 50 m dpl),

antara lain di Tianyar, Kusamba, Amlapura, Rendang, Tejakula sebelah Tengah, jalur sempit pantai Utara sekitar Sampalan, Ped, Toyapakeh, Jungutbatu, Nusa Lembongan.

b) Dataran tinggi (bentuk lapangan berombak sampai bergelombang dengan ketinggian 50 – 300 m dpl), antara lain di Dawan.

c) Daerah perbukitan (bentuk lapangan berbukit kecil sampai berbukit dengan ketinggian 100 – 1.000 m dpl), perbukitan Kintamani sebelah Tengah sampai Kubutambahan, perbukitan di Kubu sebelah Barat dan Rendang sebelah Utara sampai Padang Bai serta bukit – bukit lainnya seperti bukit Bisbis.

d) Daerah perbukitan dan pegunungan / landform karst (bentuk lapangan berbukit kecil sampai berbukit dengan ketinggian 500 – 1.000 m dpl), antara lain di

II- 15

semenanjung Prapat Agung serta bukit – bukit lainnya seperti bukit Jurangaya, Pandan, Gunungsari, Bingin, Sekartaji dan sekitar Desa Tanglad. Pada puncak pegunungan karst ini yang sebelumnya berupa topografi karst (jenjang satu), berkembang menjadi karst plato dengan bekas tebing yang sudah berkembang menjadi lereng dan perbukitan karst, sekaligus menjadi pemisah dengan daerah perbukitan karst jenjang yang lebih rendah (jenjang kedua, dengan ketinggian 300 – 520 m dpl), antara lain bukit Padangsari dan bukit lainnya seperti bukit Celagi, perkampungan di Desa Batumadeg, Klumpu, Cemukil. Landform karst dicirikan oleh banyaknya timbulan bukit – bukit kecil (gumuk) yang berbentuk kerucut, adanya sungai bawah tanah, lubang larian, lapis, lembah – lembah dan gua – gua. Fenomena ini, berguna terhadap pembentukan air tanah yang tersimpan dalam celahan, rekahan dan saluran pelarutan. Pada proses pembentukannya, pernah mengalami pengangkatan sekurang – kurangnya tiga kali. Bekas pantai lama membentuk lereng terjal (cliff) dan diikuti oleh adanya bekas perataan gelombang (flat form) di bagian bawahnya. Oleh karena batuan penyusunnya adalah batu gamping terumbu, maka proses pelarutannya juga berlangsung sejak terangkatnya batuan ini ke permukaan dan menghasilkan topografi karst.

e) Daerah kerucut gunung api (bentuk lapangan bergunung dengan ketinggian 800 – 3.142 m dpl), antara lain pada kaki tubuh dan puncak Gunung Agung dan gunung – gunung lainnya seperti Gunung Seraya, Abang, Bratan, Batur, Penulisan, Batukau dan Patas. Tersusunnya bentang alam akibat dari proses volkanisme (membentuk landform volkanik : volkanik lereng tengah, lereng bawah / kaki volkan dan kipas volkan), pelipatan dan pengangkatan (membentuk fisiografi perbukitan), pengangkatan (membentuk landform karst : lereng dan perbukitan karst terkikis, bukit sisa batu gamping terisolasi, doline, uvala, kagelkarst dan lapies) dan denudasional (membentuk landform denudasional : perbukitan sisa, bukit terisolasi, nyaris dataran, lereng kaki, pediment, gawir / lereng terjal, kipas rombakan lereng, lahan rusak dll). Tatanan geologi dari bentukan bentang alam, antara lain ditutupi oleh batuan sedimen dari batuan gunung api tua formasi Ulakan, gunung api Seraya, gunung api muda Agung, gunung api muda Pawon, gunung api muda Batur dan kelompok gunung Batur, formasi Selatan, formasi Prapat Agung, formasi Sorga, formasi Asah, batuan gunung api tua Pulaki dan endapan alluvium dari batuan sediment

II- 16

kuarter. Sedangkan komposisi batuan sedimen antara lain terdiri dari breksi volkanik, lava, tufa, sisipan batuan sedimen gampingan, aglomerat, laharik, ignimbrit, lava andesit – basal, batu gamping terumbu, napal, batu pasir gampingan, konglomerat, kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung yang merupakan endapan dari sungai dan pantai. Struktur geologi KPH Bali Timur dilihat dari struktur regional Bali, struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda. Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin ke barat pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen terangkat dan tersesarkan. Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang menghasilkan gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua kaldera, yaitu mula-mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara.

3) Tanah

Jenis tanah pada wilayah Provinsi Bali, tersusun dari proses pelapukan bahan induk dengan sebaran dominan berupa Latosol (46,05 %), selebihnya secara berurutan adalah Regosol (32,35 %), Alluvial (7,53 %), Mediteran (6,55 %), Asosiasi Latosol dan Litosol (4,21 %) serta Andosol (3,30 %), dengan penyebaran sebagai berikut : a. Latosol, tersebar memanjang dari bagian Utara (Buleleng) ke bagian Tengah

(Pupuan) ke bagian Timur (Bangli, Klungkung dan Karangasem) ke bagian Selatan (Badung dan Denpasar) hingga ke bagian Barat (Tabanan sampai Gilimanuk di Jembrana).

II- 17

b. Regosol, tersebar memanjang dari bagian Utara (Buleleng), ke bagian Tengah (Petang, Badung dan Denpasar) ke bagian Barat (Tabanan dan Jembrana) hingga ke bagian Timur (Gianyar, Bangli, Klungkung dan Karangasem).

c. Alluvial, tersebar pada daerah dataran rendah dan muara sungai di Jembrana, Buleleng, Karangasem, Bangli, Badung dan Denpasar.

d. Mediteran, tersebar di Nusa Penida Klungkung, Bukit Jimbaran di Badung, Prapat Agung di Buleleng, Jembrana dan Karangasem.

e. Asosiasi Latosol dan Litosol, tersebar di dataran rendah Jembrana dan Buleleng. f. Andosol, tersebar di dataran rendah Badung, Tabanan dan Buleleng.

Secara khusus di KPH Bali Timur memiliki karakteristik jenis tanah sebagai berikut. RTK 7, RTK 8, RTK 20 memiliki jenis tanah Regosol yang sangat peka terhadap erosi sedangkan RTK 9 jenis tanahnya Latosol dan Lithosol. RTK 22 memiliki jenis tanah mediteran, sedangkan RTK 23 jenis tanahnya terdiri dari Regosol kekuningan yang juga peka terhadap erosi. RTK 24 dengan jenis tanahnya gray Brown aluvial dan gray Regosol yang peka terhadap erosi dan RTK 25 dan RTK 26 jenis tanahnya regosol kelabu, regosol coklat yang sifatnya sangat peka terhadap erosi. Jenis tanah di RTK 27 terdiri dari jenis tanah Regosol kelabu, Andosol dan latosol, sedangkan di RTK 28 dan RTK 29 jenis tanahnya Mediteranian, dangan permukaan tanah berupa batu kapur/gamping, dengan lapisan tanah yang sangat tipis. Sebaran lokasi jenis tanah di Provinsi Bali disajikan dari Gambar 2. 9 yang bersumber dari Dinas Kehutanan Prov. Bali dan Balai Perbenihan Tanaman Hutan Bali dan Nusa Tenggara.

Gambar 2.9. Jenis Tanah di Prov. Bali

II- 18

4).Topografi Secara umum keadaan topografi wilayah Provinsi Bali cukup komplek, dengan kelas kelerengan : datar (35,08 %), landai (10,93 %), agak curam (18,96 %), curam (15,17 %) sampai sangat curam (19,86 %) dan secara topografi, terletak pada ketinggian antara 1 – 3.142 m di atas permukaan air laut. Bentuk wilayah berbukit dan bergunung mendominasi Provinsi Bali, dengan deretan memanjang dari Barat ke arah Timur dan puncak tertinggi adalah Gunung Agung (3.142 m dpl), sedangkan pada bagian Selatan berupa dataran yang landai sampai datar dan pada bagian Utara yang sejajar garis pantai terdapat dataran rendah pantai dengan luasan sempit. Citra SRTM (Shuttle Radar for Topographic Mission) memberikan kenampakan tiga dimensi dari wilayah KPH Bali Timur. Kelas kelerengan di KPH Bali Timur yang diturunkan dari citra SRTM memberikan kelas lereng yang beragam mulai dari landai dengan kelas lereng landai (0 - 8 %) sampai dengan kelas lereng terjal (>40 %) seperti pada Gambar 2.10

.

Gambar 2. 10. Keadaan Topografi KPH Bali Timur

Topografinya datar sampai cukup berat, ketinggiannya dari 1.032 m sampai puncak tertinggi Gunung Batur (1.717 m) DPL. Kelerangannya dari 0 sampai lebih dari 45 %. Bukit Payang tingginya (1360 m), Bukit Sampaan Wani (1165 m), dan bukit Dalam (1073 m) terdapat di RTK 7. RTK 8 topografinya pada lereng Barat yang menghadap Danau Batur, cukup berat mencapai lebih dari 100 %, namun dibeberapa lokasi

II- 19

seperti di T Rendang datar sampai bergelombang, dan menuju puncak Gunung Agung sangat curam, ketinggiannya dari 600 m sampai puncak Gunung Agung 3142 m DPL. Topografi RTK 9 sangat barat/sangat curam, dengan kelas lereng 15 % sampai lebih dari 45 %. ketinggiannya dari 100 m sampai puncak Gunung Saraya 1.175 m DPL. Selain itu juga ada bukit Bisbis (1.058 m), dan Gunung Nampu (820 m). Di RTK 20 topografinya bervariasi mulai datar di bagian atas, berbentuk sadel, kemudian hampir 90 % curam sampai sangat curam. Lereng Selatan dan Utara ketinggiannya dari 100 m sampai puncak Gunung Panulisan (1745 m) DPL. Di RTK 22 topografinya datar merupakan habitat mangrove yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. RTK 23 topografinya landai sampai sangat barat/sangat curam (5-50%), merupakan bukit gundul/sangat kritis. Ketinggiannya dari 200 m sampai 600 m DPL. RTK 24 topografinya untuk lereng Utara landai, daerah pegunungan yang bergelombang, namun lereng Selatan sangat curam yang menghadap ke Laut. Ketinggiannya 80 meter sampai puncak Bukit Gumang 299 m DPL. RTK 25 topografinya bergelombang ringan, kelas lerang 0-15%, dengan ketinggian tempat berkisar antara 750 - 900 m DPL. Bentuk wilayah di RTK 26 bergelombang sampai berbukit, kelas A lerengnya 8-25 % dengan ketinggian antara 300 meter sampai puncak Bukit Kondangdia setinggi 575 meter DPL. Topografi hutan RTK 27 merupakan daerah perbukitan dangan kelerengan datar sampai landai, kelas lereng (0 - 15) %, ketinggiannya mulai dari 0 sampai bukit tertinggi adalah Bukit Bingin (436), disamping itu juga terdapat bukit Sakartaji (322 m) dan bukit Calagi (219 m) DPL. Topografi RTK 28 datar sampai berbukit, dengan kelas lereng (8 - 25 )%. Ketinggian mulai dari 0 sampai puncak tertinggi Bukit Jurangaya (505 m), bukit lainnya Bukit Pandan (354 m), Bukit Gunungsari (329 ha), Bukit Padangsei (242 m) dan Bukit Celagi (219 m) DPL, sementara RTK 29 topografinya landai sampai curam (8-15%) ketinggiannya dari 200 sampai 250 meter m DPL.

5). Iklim dan Curah Hujan

Curah hujan setahun rerata pada wilayah Provinsi Bali antara 1.000 – 3.200 mm / tahun, dengan curah hujan tertinggi berada di Baturiti Tabanan dan terendah berada di Grokgak Buleleng, Kubu dan Seraya Karangasem. Bulan kering berkisar antara 5 - 9 bulan, sedangkan musim hujan terjadi antara bulan Nopember sampai Maret. Sifat hujan suatu musim ditetapkan berdasarkan persentase nilai perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama musim berlangsung (musim hujan atau kemarau) dengan curah hujan rata – rata atau normalnya sifat hujan. Mengingat sifat

II- 20

hujan pada wilayah Provinsi Bali mempunyai jumlah nilai kurang 85 %, 85 – 115 % dan lebih 115 %, maka secara rerata termasuk dalam katagori di bawah normal – normal – lebih dari normal, dengan besaran rendah - sedang (kurang 1.500,0 – lebih 2.500,0 mm / tahun) dan tipe iklim B – F (Smith dan Ferguson). Tipe iklim RTK – RTK yang berada di daerah selatan di Nusa Penida menurut klasifikasi Schimdth dan Ferguson mempunyai tipe E, musim hujan sangat pendek. Semetara yang berda di daerah utara di dekat Gunung Agung seperti RTK 8 memiliki tipe iklim bervariasi C, D dan E dengan curah hujan yang lebih banyak dari pada di daerah Selatan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap penutupan vegetasi damn kondisi flora dan fauna tiap RTK.

6). Potensi tegakan dan flora/fauna

Kawasan hutan lindung dan hutan produksi di wilayah KPH Bali Timur, sebagian berupa lahan kritis akibat dari berbagai sebab, antara lain perencekan, pencurian kayu, kebakaran hutan, perambahan untuk penanaman tanaman pisang, tanaman semusim, rumput gajah, galian C dan lainnya. Keadaan lahan sangat kritis dan kritis dalam kawasan hutan masing-masing 3933 Ha dan 6793 Ha antara lain dapat dilihat RPH Rendang, Kintamani Timur, Penelokan, Daya, Kubu dan di beberapa lokasi lain. Lahan kritis selengkapnya pada KPH Bali Timur disajikan pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan KPH Bali Timur Tahun 2004

No.

Kabupaten/ RPH

No. RTK

Luas Hutan (Ha)

Kawasan Lindung dalam Kawasan Hutan Kawasan Hutan dalam Kawasan Budidaya

Jumlah

(Ha) Tingkat Kekritisan (Ha) Tingkat Kekritisan (Ha)

I II III IV Jml I II III IV Jml

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 A 1 2 3 4 5 6

Karangasem Rendang Selat Karangasem /Mangis Abang Kubu Daya

8 8 8 9 24 25 8 9 23 26 8 8

4.767,72 1.002,31 1.020,14 446,56 22,00 35,00 495,62 664,44 126,70 89,50 2.213,34 3.36,90

- - - - - - 125 - - - 403 350

1.015 510 90 225 22 35,00 300 - 105 89 1.182 838

1.590 330 650 25 - - - 141 21 - - 1.933

2.162 162 280 196 - - 70 523 - - 424 215

4.767,72 1.002,31 1.020,14 446,56 22,00 35,00 495,62 664,44 126,70 89,50 2.009 3.336

- - - - - - - - - - - -

- - - - - - - - - - 204 -

- - - - - - - - - - - -

- - - - - - - - - - - -

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 204 0

4.767,72 1.002,31 1.002,14 446,56 22,00 35,00 495,62 664,44 126,70 89,50 2.213,34 3.336,90

Jumlah 14.220,23 878 4.411 4.690 4.032 14.011 0 204 0 0 204 14.215

B 1

Buleleng Tejakula

20

1.629,95

605

730

110

-

1.445

-

185

-

-

185

1.629

Jumlah 20 1.629,95 605 730 110 - 1.445 - 185 - - 185 1.629 C 1 2

Bangli Kintamani Barat

20 5 20

706,50 613,00 3.512,80

- - 375

- - 925

- 75 1.345

706 538 868

706 613 3.513

- - -

- - -

- - -

- - -

0 0 0

706 613 3.513

II- 21

3 Kintamani Timur Penelokan

7 19

2.528 1.980,98

2075 -

- 125

- 1.280

- 575

2.075 1.980

- -

303 -

150 -

- -

453 0

2.528 1.980

Jumlah 6.079,01 2.450 1.050 2.700 2.687 8.887 0 303 150 0 453 9.340

D 1

Klungkung Ns Penida

22 27 28 29

202,00 244,00 329,50 273,00

- - - -

- - 329 273

202 - - -

- - - -

202 0 329 273

- - - -

- 244 - -

- - - -

- - - -

0 244 0 0

202,00 244 329 273

Jumlah 1.048,50 0 602 202 0 804 0 244 0 0 244 1048,50 Jumlah 26239,96 3933 6793 7702 6719 25147 0 936 150 0 1086 26239,96

Keterangan : I : Sangat Kritis, II: Kritis, III : Agak Kritis IV : Potensial Kritis RTK 5 Munduk pengajaran masuk KPH Bali tengah,

TWA di Penelokan Luasnya 2075,00 Ha

Kondisi vegetasi di daerah utara KPH Bali Timur seperti di RTK 8 memiliki karakteristik flora dan fauna tertentu. Sebagai akibat dari meletusnya Gunung Agung pada tanggaI 18 Pebruari 1963 ditambah meletusnya Gunung Batur pada tanggal 5 September 1963, maka banyak vegetasi dalam kawasan ini menjadi musnah baik hutan tua maupun tanaman seluas 3.705 ha yang terdiri dari Tusam/Pinus, Ampupu, Puspa (Shima noronhae) dan Sonokeling. Tanaman Puspa dan Ampupu sudah bisa merehabilitasi kembali dengan permudaan alamnya yang menggembirakan, beberapa tahun sesudah terjadinya bencana. Tanaman yang ada sekarang seluas 4298, 21 ha terdiri dari jenis – jenis seperti diatas. Vegetasi hutan tua yang terdapat dilereng Gunung Agung dan di jurang-jurang terdiri dari seming, tengsek (Dodonia viscosa), keduduk, belantih, alang-alang (Imperata cylindrica), tembelekan, dan tekik (Albizzia leuophloea). Pada ketinggian lebih dari 2000 m DPL terdapat hutan cemara geseng. Pada ketinggian di atas 2500 m tidak ada tumbuhan sama sekali. Di bagian utara kelompok hutan ini iklimnya relatif sangat kering vegetasinya jarang terdiri dari hutan musim dengan geIagah (Saccharum spontanium) dan semak belukar. Sebagian dari kelompok hutan ini terdiri dari lahan kosong bekas aliran lahar dan timbunan effata. Satwa yang dijumpai jenis kijang, ayam hutan, trengiling, babi hutan, landak, puyuh, enang, kera dan tekukur. Dengan kondisi vegetasi semacam ini sangat sulit bagi penduduk disekitar kelompok hutan untuk memproleh air, terutama di musim kemarau. Tanahnya muda dan sangat kaya akan mineral – mineral tetapi masih cerai berai. Tanahnya sangat labil/goyang, sehingga terbentuk jurang – jurang sampai berpuluh-puIuh meter dalamnya.

Sedangkan di daerah Selatan di Pulau Nusa Penida seperti di RTK 28 dan 29, potensi vegetasinya sangat jarang yang didominasi rumput, semak dan belukar, ditemukan jenis tanaman juwet manting, gamal, bakul (Ziziphus cucuba), santan,

II- 22

kesambi, kepuh (Sterculia poatida) dengan penyebaran yang sangat jarang. Sedangkan satwa yang ditemukan adalah ayam hutan, burung tekukur dan kera. Sementara di RTK 22 terdapat hutan mangrove.

2.5 Sosial Budaya masyarakat di dalam dan Sekitar Hutan

1. Sistem dan struktur Masyarakat

Masyarakat di sekitar kawasan KPH Bali timur memiliki system dan struktur masyarakat yang homogen. Hal tersebut dapat dilihat dari kesamaan etnis yaitu etnis Bali yang beragama Hindu. Bahasa yang digunakan seharihari adalah bahsasa Bali yang dalam pelaksanaannya mengenal tiga tingkatan pemakaian bahasa, yaitu halus, lumrah (madya) dan bahasa bali kasar. Pada masa sekarang bahasa Bali halus digunakan secara resmi oleh hamper semua golongan dalam pergaulan di daerah Bali.

Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan penduduk masyarakat di sekitar hutan masih berpegang pada pinsip patrilineal (purusa) yang sangat dipengaruhi oleh sistem keluarga luar patrilineal yang mereka sebut dadia. Penduduk disekitar kawasan hutan terbagi dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem nilai, utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan Brahmana, kasta madya adalah golongan Ksatrya, dan kasta nista adalah golongan Waisya. Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta yaitu golongan Sudra, sering juga disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek, bujangga dan sebagainya.

Kehidupan sosial budaya sehari-hari penduduk di sekitar hutan hampir semuanya dipengaruhi oleh keyakinan/kepercayaan kepada agama Hindu yang mereka anut, oleh karena itu adat istiadat dan kebudayaan penduduk tidak dapat dilepas dari pengaruh sistem religi agama Hindu. Tata kehidupan masyarakat disekitar /di dalam hutan umumnya terbagi menjadi 2 yaitu :sistem kekerabatan dan sistem kemasyarakatan.

Sistem kekerabatan terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhioleh adanya klen klen keluarga, seperti kelompok kekerabatan disebut dadia (keturunan), pekurenan yaitu kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari anak anak yang berasal dari suatu keluarga inti.

Sistem kemasyarakatan merupakan satu kesatuan social yang didasarkan atas kesatuan wilayah/territorial administrasi (perbekelan/kelurahan) yang pada umumnya

II- 23

terpecah lagi menjadi kesatuan social yang lebih kecil yaitu banjar dan territorial adat yang mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat dan masyarakat lainnya.

Dari system kemasyarakatan yang ada tersebut maka warga desa dapat masuk menjadi dua keanggotaan warga desa ataupun satu keanggotaan, yaitu system pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administrative dan atau desa pakraman yang kehidupan masyarakat setempat terdapat banyak kelompok-kelompok adat.

2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Kondisi soaial ekonomi masyarakat di sekitar/dalam kawasan dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya, hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bahkan sudah ada yang melanjutkan hingga perguruan tinggi. Selain kesadaran dari masyarakat, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai juga menjadi factor keberhasilan dari pendidikan. Bidang pendidikan, dan kesehatan masyarakat di sekitar/dalam kawasan juga sudah baik, hal tersebut dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki cukup memadai dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Masyarakat di sekitar/dalam kawasan pada umumnya sudah memahami tentang pelestarian kawasan hutan bahkan terdapat kebijakan bahwa penduduk desa dilarang menguasai/menyerobot kawasan hutan, menebang pohon bahkan mengambil kayu dari kawasan hutan, hal ini sudah disiratkan dalam awig-awig desa. Masyarakat yang menetap di sekitar kawasan hutan masih memanfaatkan kawasan hutan.

Dilihat dari interaksinya dengan hutan, kondisi desa hutan dapat dikelompokkan menjadi desa enklave dan desa bukan enklave tetapi berbatasan langsung dengan kawasan hutan negara. Jumlah desa enklave di KPH Bali Timur ada 59 buah dengan luas desa total adalah 1.617,77 ha. Desa enklave tersebut terletak di tengah-tengah kawasan hutan dan berbatasan langsung dengan hutan terutama di RPH Kintamani Timur, Kintamani Barat, Klungkung/Nusa Penida, Panelokan, dan Rendang. Desa tersebut terletak di tiga kabupaten, yaitu Bangli, Klungkung, dan Karangasem. Berdasarkan wilayah administrasi, jumlah desa yang berada di sekitar KPH Bali Timur sebanyak 59 desa. Proyeksi ke depan perlu data sosial ekonami dan budaya masyarakat yang berbatasan dengan kawasan hutan Bali Timur.

II- 24

Masyarakat Bali yang mayoritas pemeluk agama Hindu dikenal sangat menjaga dan menghormati hutan yang dibuktikan dengan banyaknya tempat ibadah Pura yang didirikan di dalam hutan. DI KPH Bali Timur, terdapat beberapa pura dengan berbagai statusnya yang didirikan di dalam kawasan hutan dan dimasukan sebagai enklave. Jumlah pura seluruhnya adalah 60 buah dengan luas total mencapai 63,93 ha yang tersebar di tiga RTK dan 9 RPH. Pura tersebut terbagi menjadi status Dang Kahyangan (3 pura), Sad Kahyangan (11 pura), dan Kahyangan Jagat (7 pura), kahyangan desa 914 pura), Dadia (19 pura), Tri Kahyangan (1 pura).

Tabel .2.7 Jumlah Desa Enklave di KPH Bali Timur

RPH Kabupaten/kecamatan Jumlah Luas (ha)

Kintamani Timur

Kintamani Barat

Penelokan

Nusa Penida

Abang

Karangasem Manggis

Selat

Rendang

Bangli/Kintamani

Bangli/Kintamani

Bangli/Kintamani

Klungkung/Klungkung Karangasem/Abang

Karangasem/Bebandem

Karangasem/Selat

Karangasem/Rendang

5

7

6

6

2

1

1

31

655,50

62,21

363,23

5,60

7,99

2,41

16,00

526,82

Jumlah 59 1.617,77

II- 25

2.6 Aspek Pemanfaatan dan Pembangunan Kehutanan 2.6.1 Ijin-ijin Pemanfaatan Hutan

Sampai saat ini ijin-ijin pemanfaatan hutan masih belum ada, tetapi untuk ke depan direncanakan akan dilakukan penataan pemanfaatan hutan dan akan dilakukan pengajuan ijin-ijinnya, seperti ijin pemanfaatan hutan desa, sebagian sudah ada yang dalam proses perijinannya.

2.6.2 Ijin-Ijin Penggunaan Kawasan Hutan

Ijin-ijin penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Di wilayah KPH Bali Timur ijin-ijin penggunaan kawasan hutan berjumlah 9 (Sembilan) meliputi : 1 (satu) pengguna di klompok hutan Gunung Batur Bukit Payang (RTK 7), 5 (lima) pengguna di klompok hutan Gunung Abang Agung (RTK8), dan 3(tiga) pengguna di klompok hutan Penulisan Kintamani (RTK 20). Adapun jenis ijin penggunaanya adalah sebagai berikut:

a. Pengguna Bupati Bangli, pengembangan jalan Kedisan-Toya Bungkah di hutan taman wisata alam seluas 2,01 ha dengan persetujuan Dirjen Kehutanan No. 3820/07/I/1978,tanggal 18 Desember 1978. Perjanjian pinjam pakai, tanpa nomor dan berlaku dari tanggal 17-7-1979 s/d17-7-2004

b. Pengguna Bupati Bangli, peruntukan Pasar Seni Penelokan lokasinya hutan taman wisata alam seluas 0,04 ha dengan persetujuan prinsip Dirjen Kehutanan No. 4293/DJ/I/1980 tanggal 10 Desember 1980. Perjanjian pinjam pakai No.22/TGH-132/1981, berlaku dari tanggal 10-1-1981s/d10-1-1991. Persetujuan perpanjangan pinjam pakai oleh Kakanwil Dephut Prop. Bali No. 1347/Kwl-5/1996, tanggal 25 September 1996.

c. Pengguna PT. Adi Murti, untuk Galian Golongan C di hutan lindung Kabupaten Karangasem seluas pm ha, persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 177/Menhut-II/1996, tanggal 12 Februari 1996, perjanjian pinjam pakai No. 1284/Kwl-5/1996 dan No. A.3/336/AM/IX/1996, berlaku dari tanggal 16-9-1996 s/d 16-9-2001 dengan jaminan Garansi Bank.

d. Pengguna Dirjen Vulkanologi, untuk Pos Pengamatan Gunung Api, hutan taman wisata alam Kabupaten Bangli seluas pm ha, Surat persetujuan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.731/DJ/VI/Prog/1986, tanggal 30 Mei 1986.

II- 26

e. Pengguna Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Kabupaten Bangli, untuk tempat parkir Penelokan, hutan taman wisata alam Kabupaten Bangli seluas pm ha, Surat Bupati Bangli No. 661/282/Bappeda, tanggal 30 Juli 2008.

f. Pengguna Pemerintah Propinsi Bali dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli, peruntukan Musium Gunung Api Batur, di hutan taman wisata alam Kabupaten Bangli seluas 1,09 ha, Perjanjian Kerja sama antara Dirjen Geologi Sumber Daya Mineral dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli No. 323/07.00/DJG/2004 dengan No. 432.I/1184/Sekret dan No. 323/1059/Umum, tanggal 10 Pebruari 2004.

g. Pengguna PT. PLN Wilayah XI Denpasar, untuk Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) 20 KV, di Hutan Lindung Kabupaten Bangli,seluas 1,03 ha , persetujuan prinsip Menteri Kehutanan, No. 382/Menhut-VI/1991, 14 Maret 1991. Perjanjian pinjam pakai No. 702/Kwl-5/1992/M, berlaku dari tanggal 19-3-1993 s/d 19-3-2003.

h. Pengguna PT. Telkom (Kantor Daerah Telekomonikasi Bali di Denpasar), untuk Station Repeater UHF, di Hutan Lindung Kabupaten Bangli seluas 0,14 ha, Surat Kakanwil Kehutanan Provinsi Bali No. 1777/Kwl-5/1996, tanggal 12 Desember 1996. Perjanjian pinjam pakai No. 2641/Kwl-5/2000 dan No. Tel .105/HK. 810/Re/DPR.06//2000 berlaku dari tahun 2000 s/d 2005.

i. Pengguna Direktorat Jendral Cipta Karya, untuk Bronkaptering Bak Pengumpul dan Sumur Bor Air Bersih, di Hutan Lindung Kabupaten Bangli seluas 0,0115 ha, Persetujuan prinsip Direktur Jenderal Kehutanan No.572/DJ/I/1977, tanggal 7 Maret 1977, Perjanjian pinjam pakai No. 8/TGH.132/1980 berlaku dari tanggal 15-9-1980 s/d 15-9-2005.

2.6.3 Tata Batas Kawasan

Seluruh kawasan hutan di Wilayah KPH Bali Timur telah di tata batas dan dikukuhkan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.8.

II- 27

Tabel 2.8 : Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan di KPH Bali Timur

No.

Rincian Tata Batas dan

Pengukuhan

Kelompok Kawasan Hutan / RTK

Penulisan Kintamani / 20

Gunung Abang Agung / 8

Gunung Batur Bukit Payang / 7 Gunung Seraya / 9 Bunutan / 23 Bukuit Gumang / 24 Bukit Pawon /25 Kondangdia / 26 Nusa Lembongan / 22

Tanjung Bakung / 27

Suana / 28

Sakti / 29

a. Kabupaten Buleleng dan

Bangli Bangli dan Karangasem

Bangli Karangasem Karangasem Karangasem Karangasem Karangasem Klungkung Klungkung Klungkung Klungkung

b. Fungsi Hutan a. Hutan lindung b. Hutan

produksi terbatas

c. TWA

a. Hutan lindung b. Hutan produksi

terbatas

a. Hutan produksi terbatas

b. TWA

a. Hutan lindung

b. Hutan lindung

c. Hutan lindung d. Hutan lindung e. Hutan lindung

Hutan lindung Hutan produksi terbatas

Hutan lindung

Hutan lindung

c. Luas (Ha.) 5.663,70 185,55 574,27

14.038,63 204,11

453,00 2.075,00

1.111,00 126,70 22,00 35,00 89,50 202,00 244,00 329,50 273,00

d. Panjang Batas Luar Kawasan Hutan (Km.)

223,73 322,42 44,20 30,72 15,28 3,80 2,40 12,43 12,80 29,59 31,15 39,20

e. Jumlah Pal Batas (Buah)

2.577 3.465 390 212 247 60 32 131 76 250 280 401

f. Batas Fungsi (Km.)

5,68 - 28,80 - - - - - - - - -

g. Tahun Anggaran Tata Batas

a. 1988/1989 Lks : Pm Luas : 26,60

Ha. (Perluasan)

BL : Pm BF : Pm

1. Pm a. Pm a. 1989/1990 Lks : Pm

Perluasan Luas : 0,32

Ha. BL : Pm BF : Pm

b. 1992/1993 Lks : Pm

perluasan Luas :

51,00Ha. BL : 5,10 Km BF : Pm

c. 1978/1979

a. 1937 Lks : Pm Luas : 44,05

Ha. BL : 44,05

km BF : Pm

3. 1979/1980 Lks : Pm Luas : 202,00

Ha. BL : 11,80 km BF : Pm

4. 1791/1992 Lks : Pm Luas :

244,00 Ha. BL : 29,59

km BF : Pm

5. 1992/1993 Lks : Pm Luas :

329,50 Ha. BL : 30,828

km BF : Pm

a. 1979/1980 Lks : Pm Luas : 202,00

Ha. BL : 11,80 km BF : Pm

a. 1791/1992 Lks : Pm Luas : 244,00

Ha. BL : 29,59 km BF : Pm

a. 1992/1993 Lks : Pm Luas :

329,50 Ha.

BL : 30,828 km

BF : Pm

a. 1993/1994 Lks :

Pm Luas :

273,00 Ha.

BL : 39,20 km

BF : Pm

h. Tanggal Berita Acara Tata Batas

a. Pm a. Pm a. Pm b. 13-03-1993 c. 31-07-79

a. 1 a. 0-2 a. 2 a. 23-03-95 a. 06-02-82 a. 25-03-92 a. 23-03-95 b. 23-03-95

i. Tanggal Pengesahan Tata Batas

a. 18-10-90 a. Pm a. Pm a. Pm b. 22-08-93 c. 03-12-79

a. Pm a. Pm a. 24-02-93 a. 10-12-96 a. 02-04-84 a. 24-02-93 a. 10-12-96 a. 06-02-96

j. No. Penetapan Tata Batas

b. 611/Kpts-II/90 a. Pm a. Pm a. Pm b. 355/Kpts-II/94 c. Pm

b. 8 a. Pm a. Pm 1. 7 a. Pm a. 191/Kpts-II/93 a. 759/Kpts-II/96

a. 49/Kpts-II/96

k. Tgl. Penetapan Tata Batas

b. 23-10-90 a. Pm a. Pm a. Pm b. 24-08-94 c. Pm

c. 1 a. Pm a. 27-02-93 12-12-96 a. Pm a. 27-02-93 a. 12-12-96 a. 06-02-96

l. Jumlah Buku Tata Batas (Buah)

b. 2 a. Pm a. Pm b. – c. 1 d. 6

a. Pm a. 4 a. 1 1 a. 4 a. 1 b. 1 a. 1

m. Jumlah Peta Tata Batas (Lembar)

a. 1 a. Pm a. Pm b. – c. 7

a. Pm a. 1 a. 1 1 a. 1 a. 1 b. 1 a. 1

n. File Tata Batas a. 142,014 a. Pm a. Pm b. – c. 142.021 d. 142.026

a. Pm a. 142.004 a. 142.018 142.029 a. 142.004 a. 142.018 b. 142.029 a. 142.027

II- 28

2.6.4 Perlindungan Hutan

Keberadaan pura dan perkiraan luasan dalam kawasan hutan di wilayah KPH Bali Timur sebagai berikut : a) RPH Tejakula sebanyak 5 unit seluas 2,190 Ha b) RPH Kintamani Timur sebanyak 16 unit seluas 0,507 Ha c) RPH Penelokan sebanyak 7 unit seluas 3,650 Ha d) RPH Klungkung / Nusa Penida sebanyak 1 unit seluas 10,0 Ha e) RPH Daya sebanyak 6 unit seluas 2,0 Ha f) RPH Abang sebanyak 3 unit seluas 0,70 Ha g) RPH Karangasem/Manggis sebanyak 15 unit seluas 0,026 Ha h) RPH Selat sebanyak 4 unit seluas 2,0 Ha i) RPH Rendang sebanyak 22 unit seluas 1,10 Ha

Sedangkan keberadaan pura dalam kawasan hutan di wilayah KPH Bali Timur yang telah diidentifikasi tersebar pada kelompok hutan, sebagai berikut : a). Gunung Abang – Agung (RTK 8) sebanyak 34 unit seluas 4,71710 Ha b). Gunung Seraya (RTK 9) sebanyak 12 unit seluas 0,491520 Ha c). Penulisan – Kintamani (RTK 20) sebanyak 14 unit seluas 0,98470 Ha

Masih ditemukan pendudukan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Timur seperti pensertifikatan kawasan hutan, juga secara sporadis masih terjadi perencekan, pencurian kayu, perambahan untuk penanaman tanaman kopi, pisang, tanaman semusim, rumput gajah, galian C dan lainnya di RPH Penelokan, Rendang, Daya dan Kubu. Berdasarkan fakta sebagaimana tersebut di atas, maka dalam rangka perlindungan hutan lebih difokuskan terhadap pengamanan hutan berupa patroli, penyuluhan, sosialisasi peraturan perundang – undangan di bidang kehutanan, penegakan hukum terhadap pencuri kayu hutan dan perambah hutan serta upaya percepatan penyelesaian masalah pensertifikatan tanah. 2.6.5 Rehabilitasi Hutan

Berdasarkan data Land Citra Satelit Tahun 2004, luas lahan yang sangat kritis dan kritis seluas : 10.726,81 Ha. Untuk meningkatkan penutupannya perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi. Pada beberapa tahun terakhir ini, pada lokasi lahan kritis dalam kawasan hutan telah dilakukan kegiatan reboisasi / rehabilitasi melalui berbagai program dan

II- 29

kegiatan serta berbagai sumber anggaran.Sejak tahun 2004 sampai 2011 telah dilakukan penanaman dengan dana APBD dan APBN (Tabel 2.9). Beberapa jenis flora di wilayah UPT KPH Bali Timur yang ada dan merupakan hasil kegiatan reboisasi / rehabilitasi, antara lain tanaman Buni, Bungur, Bayur, Kesambi, Kemiri, Kepuh, Pulai, Panggal Buaya, Akasia, Mahoni, Bentawas, Gempinis, Teep, Blalu, Dap – Dap, Tangi, Duren – Duren, Balang, Juwet dan Kresek.

Tabel 2.9. Kegiatan Penanaman yang bersumber dari Dana APBN dan APBD tahun 2004 S/d 2011 pada Dinas Kehutanan Provinsi Bali

No Kab. /RPH Lokasi Volume (Ha)

Kegiatan Sumber Dana

Jenis Tanaman

1 Tahun 2004 a Karangasem -Abang Munduk Kedampal 50 Rehabilitasi APBD Gmelina, Johar, Ampupu dan

Mahoni b Klungkung -Nusa Penida Desa Tanglad 5 Demplot APBD Cendana c Bangli -Kintamani Timur Munduk Jali 50 Reboisasi APBD Ampupu Jumlah tahun 2004 55 2 Tahun 2005 a Karangasem -Abang Mndk Seraya 25 Rehabilitasi APBD Ampupu, Gmelina, Mahoni,

intaran, Suar Johar dan Bayur -Selat Dsn Lebih 25 Rehabilitasi APBD Ampupu, Puspa dan Salam -Rendang Mdk Samuh 50 Reboisasi APBD Ampupu, Puspa dan Salam RTK 8 Gn. Abang-

Agung 10 Penanaman batas

kawasan APBD Bambu

Jumlah tahun 2005 110 3 Tahun 2006 a Bangli - Kintamani Timur Mnd Mekelem 25 Reboisasi APBD Ampupu - Kintamani Barat Desa Batur Selatan 25 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar dan

Gmelina b Buleleng - Tejakula Desa Penuktukan 25 Bali Hijau APBD Mahoni dan Gmelina Desa Pacung 25 Bali Hijau APBD Mahoni dan Gmelina c Klungkung -Nuda Penida Bukit Abah-Dawan 25 Bali Hijau APBD Mahoni , Gmelina dan Suar d Karangasem -RPH Abang Ds. Bunutan 25 Bali Hijau APBD Mahoni , Gmelina dan Suar -RPH Kubu DS Tianyar Timur 25 Bali Hijau APBD Albizia dan Gmelina -RPH Rendang Dalam Kawasan

Hutan 10 Penanaman Batas

Kawasan Hutan APBD Bambu

Jumlah tahun 2006 185

II- 30

No Kab. /RPH Lokasi Volume (Ha)

Kegiatan Sumber Dana

Jenis Tanaman

4 Tahun 2007 a Karangasem -Rendang Mndk Penyungsung/

Pemuteran 30 Reboisasi APBD Ampupu dan salam

Ds Menanga 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Gmelina dan Suar Kawasan Hutan 10 Penanaman batas

kawasan APBD bambu

-Abang Mndk Pengelengan Hutan Bunutan

10 Rehabilitasi APBD Mahoni, Johar, Gmelina dan Suar

Ds, Pidpid 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Gmelina dan Suar -Karangasem

Manggis Ds. Bukit 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Gmelina dan Suar

b Buleleng - Tejakula Ds Penuktukan 20 Bali hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, Gmelina

dan Intaran c Klungkung -Nusa Penida Ds. Pesinggahan 10 Bali hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, Gmelina

dan Intaran Jumlah Tahun 2007 110 5 Tahun 2008 a Karangasem -Karangasem

Manggis Ds. Bukit 10 Bali hijau APBD Mahoni, Albizia dan Gmelina

-Rendang Dlm Kws hutan 60 Bali Hijau APBD Salam dan Ampupu -Daya Dlm Kws hutan 50 Bali hijau APBD Salam dan Ampupu b Bangli -Penelokan Ds, Abang Songan 10 Bali hijau APBD Albisia dan Ampupu -Kintamani

Timur 60 Bali Hijau APBD Ampupu

-Kintamani Barat

50 Bali Hijau APBD Ampupu

c Klungkung -Nusa penida Ds. Akah 10 Bali hijau APBD Mahoni. Albesia, Suar, Gmelina

dan Intaran Jumlah Tahun 2008 250 APBD 6 Tahun 2009 a Buleleng -Tejakula Desa

Sambirenteng 50 Bali Hijau APBD Mahoni dan Gmelina

b Bangli -Bangli Dusun Serai,

Panglumbaran 10 Perempuan

Menanam APBD P Sukun, Kemiri dan Melinjo

-Kintamani Kws Hutan Munduk Combang

50 Bali Hijau APBD Ampupu

c Karangasem -Abang Kws Hutan

Munduk Kedampal

100 Bali Hijau APBD Mahoni, Suar dan Gmelina

Jumlah Tahun 2009 210

II- 31

No Kab. /RPH Lokasi Volume (Ha)

Kegiatan Sumber Dana

Jenis Tanaman

7 Tahun 2010 a Buleleng -RPH Tejakula Mndk Mendeh 75 Rehabilitasi HL

(Pengkayaan) APBN Suar, Intaran, Gmelina,

Sonokeling, salam dan kemiri

Mndk Yanghudi Batu Payung, Desa Les

125 Rehabilitasi HL (Pengkayaan)

APBN Suar, Intaran, Gmelina, Sonokeling, salam dan kemiri

Mndk Buhu Tinggangan Desa Penuktukan

50 Rehabilitasi HL (Pengkayaan)

APBN Suar, Intaran, Gmelina, Sonokeling, salam dan kemiri

b Karangasem RPH Rendang Mndk Jungul, Ds

Besakih 30 Rehabilitasi HL

(Pengkayaan) APBD Ampupu dan Gmelina

c Bangli KSDA

Penelokan Mndk Puyung Monyet dan Waru Ds. Bulian Kec. Kintamani

50 Rehabilitasi Kawasan Konservasi (Pengkayaan)

APBN Ampupu, Suar, Jempinis dan Kemiri

Mndk Kidang Ds Kedisan Kec. Kintamani

50 Rehabilitasi Kawasan Konservasi (Pengkayaan)

APBN Ampupu, Suar, dan Jempinis

Jumlah tahun 2010 380 8 Tahun 2011 a Karangasem Desa Sukadana

Kec. Kubu 10 Gerakan Bali

Hijau APBD Mahoni, Gmelina dan

Suar Desa Kubu Kec.

Kubu 10 Gerakan Bali

Hijau APBD Mahoni, Gmelina dan

Suar b Bangli Kubu 45 RHL APBN Kemiri, Ampupu Mnd

Penyungsung Pemuteran

30 RHL APBN Ampupu

Jumlah Tahun 2011 95 Jumlah total 2004 s/d 2011 1.395

II- 32

2.6.6 Pengembangan Obyek Wisata Alam Potensi dari pengembangan wisata di kawasan hutan di wilayah KPH Bali Timur

sangatlah besar ini mengingat Bali sebagai daerah tujuan wisata utama baik dunia maupun domestik, tentunya memberikan suatu peluang yang besar, namun dalam pengelolaannya diperlukan suatu perencanaan pengelolaan kawasan yang menyeluruh dan mempertimbangkan berbagai aspek , guna menghindari kerusakan lingkungan yang tidak kita harapkan, karena pengembangan wisata di dalam kawasan hutan harus tetap mempertimbangkan fungsi pokok, kondisi biofisik dari kawasan hutan tersebut juga keberadaan masyarakat disekitarnya. Pengembangan objek wisata alam di dalam kawasan hutan adalah untuk menunjang program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan pengusahaan pariwisata alam sebagai obyek wisata alam, disamping meningkatkan identitas pengelolaan, pengamanan dan pelestarian hutan wisata , maka potensi wisata alam yang cocok untuk dikembangkan meliputi wisata alam, wisata budaya, tracking, bersepeda gunung, wisata pendidikan dan penelitian yang dapat melibatkan potensi masyarakat sekitarnya.

2.7 Aspek Organisasi Pengelolaan Hutan

2.7.1 Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi

Sebagaimana organisasi Dinas pada umumnya, departemenisasi Dinas Kehutanan yang ada sekarang hanya berdasarkan fungsi, yakni dengan cara pembagian ke dalam Sekretariat, Bidang, Kelompok Jabatan Fungsional dan Unit Pelaksana Teknis (UPT). Berdasarkan Perda Provinsi Bali No. 4 tahun 2011 ( pengganti Perda No 2 Tahun 2008) tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Propinsi Bali, struktur organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Bali secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Sekretariat, membawahi Sub-Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub-Bagian Penyusunan Program dan Sub-Bagian Keuangan dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas.

b. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, membawahi Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data, Seksi Pengembangan Tata Hutan dan Tanah dan Seksi Evaluasi dan Pelaporan.

c. Bidang Bina Produksi dan Pemanfaatan Hutan, membawahi Seksi Pemanfaatan Hutan, Seksi Pengolahan Hasil Hutan dan Seksi Peredaran dan Pemasaran Hasil Hutan.

II- 33

d. Bidang Perlindungan dan Konservasi Alam, membawahi Seksi Perlindungan Hutan, Seksi Konservasi Sumber Daya Alam dan Seksi Pembinaan dan Penyuluhan.

e. Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, membawahi Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Seksi Perbenihan dan Perhutanan Sosial dan Seksi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

f. Kelompok Jabatan Fungsional

g. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur, UPT KPH Bali Tengah, UPT KPH Bali Barat, dan UPT Taman Hutan Raya Ngurah Rai.

2.7.2 Struktur organisasi UPT KPH Bali Timur

Menurut PERDA Provinsi Bali No. 4 Tahun 2011 (pengganti Perda No. 2/2008), dan PERGUB Bali No. 102/2011 (pengganti PERGUB 48/2008) kelembagaan unit pelaksana teknis (UPT) KPH Bali Timur adalah setingkat eselon III dan bertanggung jawab kepada eselon II yaitu Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Bali. Struktur organisasi KPH Bali Timur terdiri dari seorang kepala UPT KPH yang membawahi sub-bagian tata usaha, seksi rencana pengelolaan dan statistik, dan seksi pengelolaan kawasan hutan yang ketiganya merupakan eselon IV. Di samping itu, seorang kepala UPT KPH juga mengendalikan staf polisi hutan (polhut) yang diwadahi dalam organisasi Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Meskipun organisasi RPH diakui keberadaanya di lapangan, namun jabatan seorang kepala RPH tidak mempunyai dasar hukum dalam Perda tersebut, sehingga mereka dianggap seperti staf biasa tanpa ada jabatan struktural. Struktur organisasi KPH Bali Timur ditampilkan seperti pada gambar 2.11.

II- 34

Setelah KPH terbentuk sebagai unit pelaksana teknis, organisasi RPH tidak lagi di bawah koordinasi bidang –bidang pada Dinas Kehutanan Provinsi, tetapi diserahkan kepada KPH. KPH Bali Timur mengkoordinasikan 12 RPH yang terdiri dari 11 RPH yang mempunyai wilayah kelompok hutan yang disebut register tanah kehutanan (RTK) dan 2 Pos Pengawas dan pemantauan Peredaran Hasil Hutan yang tidak membawahi wilayah hutan.

Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, RPH yang terdapat di KPH Bali Timur berada di empat wilayah kabupaten, yaitu Buleleng, Bangli, Karangasem, dan Klungkung. Wilayah KPH Bali Timur seluas 22.977,69 ha masuk Kabupaten Buleleng terbagi menjadi 1 RPH seluas 1.629,95 ha (7,09%), Kabupaten Bangli 4 RPH seluas 6.079,01 ha (26,46%), dan Kabupaten Karangasem 6 RPH seluas 14.220,23ha (61,89%), dan Kabupaten Klungkung 1 RPH seluas 1.048,50 ha (4,56%).

Berdasarkan data kepegawaian, secara umum jumlah tenaga lapangan masih belum ideal, yakni rata-rata berjumlah 1 – 5 orang tiap RPH dengan tenaga Polisi Kehutanan (Polhut) rata-rata 0 – 4 orang per RPH. Untuk mengevaluasi efektifitas kegiatan

Gambar 2.11. Struktur Organisasi KPH Bali Timur

RPH:

1. Tejakula 2. Kintamani Timur 3. Kintamani Barat 4. Penelokan 5. Daya 6. Kubu 7. Abang 8. Karangasem/Manggis 9. Selat 10. Rendang 11. Klungkung/Nusa Penida 12. Pos Pemantau Hasil Hutan

Kab. Bangli 13. Pos Pemantau dan Pemeriksa

Hasil Hutan Pel. Padang Bai

Sub Bagian Tata Usaha

Seksi Pengelolaan Kawasan Hutan

Seksi Rencana Pengelolaan & Statistik

Kepala KPH Bali Timur

Kepala Dinas Kehutanan

Provinsi Bali

II- 35

perlindungan dan pengamanan dapat dilakukan dengan menghitung rasio antara luas kawasan hutan dengan jumlah polhut yang bertugas di wilayah yang bersangkutan. Rasio ini menunjukkan seberapa luas wilayah pengamanan hutan saat ini yang diawasi oleh seorang polhut.

Tabel 2. 10 Jumlah pegawai dan rasio luas kawasan hutan dengan polisi hutan di KPH Bali Timur

No RPH Luas (Ha) Jumlah tenaga

Jumlah Polhut

Rasio Luas/Polhut

1 Tejakula 1.629,95 3 3 543

2 Kintamani Timur 3.512,80 4 4 878

3 Kintamani Barat 706,50 2 2 353

4 Penelokan 1.859,71 3 2 930

5 Daya 3.336,90 2 2 1668

6 Kubu 2.213,34 2 2 1107

7 Abang 1.376,26 3 1 1376

8 Karangasem/Manggis 1.523,70 3 1 1524

9 Selat 1.002,31 4 2 501

10 Rendang 4.767,72 6 3 1589

11 Klungkung/Nusa Penida

1.048,50 3 2 524

JUMLAH 22.977,69 38 25 919

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali Tahun 2012 Catatan : Luas Panelokan setelah TWA keluar dari wilayah KPH sesuai SK Menhut No 800/Kpts-II/2009 tanggal 7 Desember 2009

Tabel 2.10 menunjukkan bahwa satu polhut mempunyai wilayah kerja berkisar antara 353 – 1668 ha. Rasio terkecil ada pada RPH Kintamani Barat sedangkan rasio terbesar ada pada RPH Daya. Rasio di RPH Kintamani Barat kecil karena luas wilayahnya kecil dan polhutnya 2 orang. Dari Tabel tersebut nampak jumlah polhut yang ditempatkan pada suatu RPH tidaklah mengikuti jumlah luas wilayah hutan RPH yang harus diawasi. Hal tersebut dapat dilihat pada RPH Tejakula dan RPH Rendang atau Kubu. Angka rasio yang ditunjukkan selain masih terlalu tinggi, variasi luas pengawasannya juga terlalu lebar. Tanpa memperhatikan kondisi fisik wilayah dan aspek sosial ekonomi yang mungkin

II- 36

sangat beragam, keragaman angka rasio ini menandakan belum adanya struktur dan hirarki pengorganisasian kawasan yang ideal dan efektif dengan standar yang rasional. Dengan demikian, pembenahan organisasi RPH menjadi mutlak diperlukan dengan memperhatikan berbagai aspek manajemen hutan.

2.8 Permasalahan Pembangunan Wilayah KPH

Berdasarkan kondisi umum wilayah pengelolaan KPH Bali Timur, baik menyangkut kawasan hutan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan, berikut ini adalah beberapa permasalahan yang menyangkut pembangunan wilayah KPH Bali Timur, sebagai berikut:

2.8.1 Permasalahan Pembangunan Wilayah di KPH Bali Timur yang Berkaitan dengan Pembangunan Kehutanan.

a. Kebutuhan lahan garapan masyarakat desa hutan cukup tinggi yang diindikasikan dengan adanya beberapa lokasi lahan hutan yang dijadikan lahan pertanian secara terbatas seperti untuk penanaman kopi, pisang, mangga, jeruk, dan lain-lain.

b. Kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT) di desa– desa sekitar hutan cukup besar yang diindikasikan dengan banyaknya lahan hutan yang ditanami rumput gajah di bawah tegakan. Indikasi lain adanya tanaman tahunan yang dipangkas daunnya sebagai pakan ternak (misalnya jenis sono/ Dalbergia ceura dan Bunut).

c. Pemenuhan kayu selama ini berasal dari hutan rakyat dan luar pulau Bali, sehingga gangguan keamanan berupa pencurian kayu masih terjadi di beberapa tempat.

d. Di dalam kawasan hutan banyak terdapat bangunan suci (pura) yang keberadaannya perlu dilindungi, sehingga perlu ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK).

e. Pemanfaatan lahan APL (Areal Penggunaan Lain) yang perlu ditertibkan dan diatur melalui Peraturan Daerah (Perda), karena sebagian besar lokasi APL berbatasan dengan daerah tangkapan air (catchment area), seperti danau.

f. Masih ditemuinya pelanggaran berupa upaya-upaya pensertifikatan kawasan hutan untuk kepentingan pribadi, sehingga perlu pengawasan terhadap kawasan hutan dan penegakan hukum.

II- 37

2.8.2 Gangguan Keamanan Hutan dan Paradigma Pengelolaan Hutan

a. Gangguan keamanan hutan yang paling menonjol di kawasan hutan KPH

Bali Timur adalah perambahan / pembibrikan lahan hutan, penambangan pasir, kebakaran hutan, pencurian atau penebangan liar, dan perencekan

kayu bakar / pakan ternak. Di lain pihak tuntutan masyarakat terhadap peran dan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan (fungsi ekologi /

konservasi) semakin tinggi.

b. Dalam Pengelolaan hutan lestari Dinas Kehutanan Provinsi Bali dalam melaksanakan program kegiatan sampai saat ini masih bertumpu pada anggaran keproyekan / kegiatan, sehingga belum tercermin adanya kemandirian dalam pengelolaan hutan lestari.

2.9 Isu-isu Strategis

Isu – isu strategis di UPT KPH Bali Timur khususnya yang terkait dengan permasalahan pembangunan wilayah KPH, berdasarkan tugas pokok dan fungsi secara umum merupakan isu isu yang terjadi di Dinas Kehutanan Provinsi Bali, menguraikan analisis faktor lingkungan internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan serta faktor lingkungan eksternal yang terdiri dari peluang dan tantangan.

2.9.1 Faktor Lingkungan Internal

2.9.1.1 Kekuatan

a. Tersedianya perangkat peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang terkait dengan kehutanan, antara lain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Perda Provinsi Bali Nomor 16 tahun 2009 tentang RTRWP, serta Perda Provinsi Bali Nomor. 4 tahun 2011 tentang Organisasi dan Perangkat Daerah Provinsi Bali.

b. Kawasan Hutan sebagai kawasan strategis, dimana perencanaan pembangunan kehutanan daerah berada di Provinsi/Gubernur.

c. Adanya dukungan kelembagaan pusat, provinsi dan kabupaten / kota yang mengurus bidang kehutanan.

d. Adanya dukungan partisipasi positif dari instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat daerah.

II- 38

e. Tersedianya dukungan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

f. Tersedianya keadaan sosial budaya masyarakat Bali (tumpek bubuh dan lainnya).

g. Adanya paradigma baru kehutanan (beri kesempatan hutan bernafas)

2.9.1.2 Kelemahan

a. Belum optimalnya fungsi kawasan hutan. Peruntukan kawasan hutan belum berfungsi optimal, karena masih adanya lahan

kritis dan luas kawasan hutan produksi (HP) relatif sempit dan sporadis serta di arahkan berfungsi hidroorologis.

b. Belum diakuinya keberadaan dan kepentingan hutan secara luas. c. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan

kawasan lainnya. Masih adanya lahan di sekitar kawasan hutan konservasi yang belum dimanfaatkan, sehingga tekanan terhadap kawasan hutan terus meningkat dan di sisi lain pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan belum optimal.

d. Masih lemahnya penegakan hukum dan penerapan peraturan perundangan bidang kehutanan.

e. Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan. f. Belum mantapnya data dan potensi hutan. g. Belum optimalnya pemberian peran masyarakat dalam rangka pengelolaan

hutan.

2.9.2 Faktor Lingkungan Eksternal

2.9.2.1 Peluang

a. Adanya komitmen pemerintah untuk melakukan perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat guna pengentasan kemiskinan.

b. Tersedianya RTRWP, RPJP / RPJM, Renstra Pusat / Daerah, Perda – Perda yang terkait dengan kehutanan.

c. Terbentuknya kecenderungan / komitmen masyarakat luas baik domestik maupun mancanegara untuk kembali ke alam (back to nature), serta berkembangnya wisata budaya yang berwawasan lingkungan.

d. Adanya falsafah Tri Hita Karana / Tri Mandala.

II- 39

Landasan pembangunan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, didasari variasi kekayaan konsepsi, seperti falsafah Tri Hita Karana dan Tri Mandala.

e. Berdasarkan ajaran agama Hindu Kawasan hutan sebagai daerah hulu yang disucikan.

f. Adanya kebudayaan Bali yang memiliki akar dan daya dukung dari partisipasi masyarakat.

Kearifan lokal sebagai pengejawantahan dari keadaan dan potensi sosial budaya masyarakat Bali, telah berakar kuat dalam ikatan sosial budaya dan adanya dukungan dari lembaga - lembaga tradisional yang ada, seperti Desa Pekraman / Adat, Banjar Adat, Subak, Subak Abian. serta penetapan awig – awig, perarem dan lainnya sebagai pengikat masyarakat setempat.

Selain itu, adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan seperti organisasi pemerhati lingkungan / kehutanan (LSM) dan organisasi lainnya.

g. Ditetapkannya Bali sebagai daerah tujuan wisata (DTW), sehingga dapat menjadikan Bali sebagai show window kehutanan.

Bali sebagai daerah tujuan wisata dan dianggap telah menjadi milik dunia, sehingga dapat dijadikan show widows bagi pembangunan kehutanan.

2.9.2.2 Tantangan

a. Masih rendahnya pendidikan, luas pemilikan lahan dan kesejahteraan masyarakjat sekitar hutan.

b. Masih besarnya ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Ketergantungan penduduk di sekitar kawasan hutan terhadap hutan cukup

tinggi, termasuk keperluan pembangunan untuk sektor di luar kehutanan. c. Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu. Kebutuhan bahan baku kayu / bukan kayu dan hasil hutan lainnya terus

meningkat, di sisi lain pemenuhan bahan baku terbatas. d. Masih tingginya degradasi dan alih fungsi kawasan hutan. e. Masih lemahnya pemahaman masyarakat dan aparat tentang arti penting

fungsi hidroorologis hutan. f. Masih tingginya tingkat kerawanan / gangguan terhadap hutan. g. Belum maksimalnya penyerapan tenaga kerja. h. Belum maksimalnya kontribusi yang diberikan atas keberadaan kawasan

hutan terhadap pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.