35

Click here to load reader

T1_802008022_Full Text.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

download

Citation preview

Page 1: T1_802008022_Full Text.pdf

1

Pendahuluan

Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, individu

dituntut untuk mengembangkan potensi dirinya agar dapat

menunjang kehidupannya kelak. Dalam rangka mengembangkan

potensi diri ini, salah satunya adalah dengan menuntut ilmu di

lembaga pendidikan. Setelah berhasil menempuh studi dari

sekolah dasar hingga menengah atas, individu dapat memilih

bidang yang ingin ditekuninya dalam jenjang perguruan tinggi.

Orang yang belajar dalam perguruan tinggi disebut dengan

mahasiswa (Alwi, 2003). Dengan bekal ilmunya, diharapkan agar

individu dapat menjadi tenaga profesional guna meningkatkan

pembangunan negeri ini.

Dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi, tak dapat

dipungkiri bahwa terkadang mahasiswa mengalami beberapa

kesulitan dalam menempuh pendidikannya. Hal tersebut

seringkali tercermin dari fenomena bottleneck yang terjadi.

Gunawinata, Nanik, & Lasmono (2008, h. 256) mengatakan

bahwa fenomena bottleneck terlihat dari jumlah mahasiswa yang

lulus dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya lulus. Itu

artinya, jumlah mahasiswa yang lulus sesuai dengan harapan

terkait masa studi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

mahasiswa yang terlambat lulus. Fenomena bottleneck ini juga

terjadi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

(UKSW). Berdasarkan wawancara dengan pimpinan Fakultas

Psikologi UKSW, mahasiswa diharapkan dapat menempuh studi

selama jangka waktu 8 semester untuk dwimester dan 12

semester untuk trimester yang setara dengan 4 tahun ajaran atau

Page 2: T1_802008022_Full Text.pdf

2

bahkan kurang dari jangka waktu tersebut. Melalui data alumni

Fakultas Psikologi UKSW dalam database bagian nilai UKSW

24 April 2012, prosentase jumlah mahasiswa yang terlambat lulus

semenjak angkatan tahun 2001 hingga 2007 mengalami fluktuasi.

Dari angkatan 2001 hingga 2003, fenomena bottleneck menurun

dari 67% pada angkatan tahun 2001 hingga 35% pada angkatan

tahun 2003. Namun pada tahun 2003 hingga 2006 prosentase

bottleneck mengalami peningkatan yang tajam dari 35% pada

angkatan tahun 2003 hingga 87% pada angkatan tahun 2006.

Pada tahun 2007 prosentase bottleneck pengalami penurunan

hingga 82% pada angkatan tahun 2007.

Terkait masalah lamanya mahasiswa dalam menjalani proses

pembelajaran di perguruan tinggi, Semb, Dlick, & Spencer

(dalam Solomon & Rothblum, 1984, h. 503) mengadakan

penelitian yang mengindikasikan bahwa semakin lama

mahasiswa menjalani kuliah di Perguruan Tinggi maka semakin

tinggi tingkat prokrastinasinya. Hal tersebut dinyatakan dalam

kalimat “freshmen procrastinate the least; seniors, the most”

yang berarti bahwa mahasiswa tingkat awal menunjukkan

kecenderungan prokrastinasi yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan mahasiswa tingkat akhir / senior. Kata prokrastinasi

sebagaimana dikemukakan oleh DeSimone (dalam Ferrari,

Johnson, & McCown, 1995) berasal dari bahasa Latin

procrastinare yang secara semantik terdiri dari dua kata yaitu pro

dan cratinus. Istilah pro berarti “bergerak ke depan (moving

forward)” sedangkan cratinus berarti “milik hari esok (belonging

to tomorrow)”. Sehingga istilah procrastinare atau yang disebut

Page 3: T1_802008022_Full Text.pdf

3

dengan prokrastinasi mempunyai makna menunda sampai kepada

hari berikutnya. Menilik fenomena bottleneck yang terjadi, maka

dapat dilihat bahwa begitu banyak mahasiswa yang melakukan

prokrastinasi padahal mahasiswa merupakan penerus bangsa yang

diharapkan kelak dapat memajukan bangsa.

Menurut Mage & Priyowidodo (dalam Catrunada &

Puspitawati, 2008, h. 4) untuk dapat menyelesaikan studi di

perguruan tinggi dan mendapat gelar sarjana, salah satu

persyaratan yang wajib untuk dipenuhi oleh mahasiswa senior

adalah dengan menyelesaikan tugas karya ilmiah yang disebut

dengan skripsi. Menyusun skripsi bagi sebagian mahasiswa

nampaknya merupakan hal yang menakutkan yang mau tidak

mau wajib dijalani. Hal tersebut menyebabkan munculnya

permasalahan yang dialami mahasiswa berkaitan dengan proses

pengerjaan skripsi. Lutfin (dalam Catrunada & Puspitawati, 2008,

h. 4) memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan

ketidakmampuan seorang mahasiswa menulis skripsi terkait

masalah penguasaan teknik penulisan, penguasaan bahasa

Indonesia, kurangnya membaca, dan tidak terbiasa menulis.

Kesulitan lain yang seringkali dialami di antaranya kesulitan

mencari permasalahan untuk diteliti, kesulitan mencari literatur /

bahan bacaan, dana yang terbatas, atau rasa takut menemui dosen

pembimbing. Mahasiswa yang merasa tidak berdaya menghadapi

hambatan tersebut, akhirnya berusaha untuk menghindar dari

pengerjaan skripsi (melakukan prokrastinasi akademik) dengan

berbagai alasan (Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2008, h. 256).

Page 4: T1_802008022_Full Text.pdf

4

Menurut Bernard (dalam Catrunada & Puspitawati, 2008, h.

4) hasil penelitian menunjukkan adanya karakteristik kepribadian

tertentu yang berhubungan dengan prokrastinasi. Hal tersebut

didukung oleh penelitian Díaz-Moralez, Cohen, & Ferrari (2008)

bahwa prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan kepribadian, dalam

pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku

penundaan akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu kebiasaan

yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur

mental lainnya yang saling terkait yang dapat diketahui secara

langsung maupun tidak langsung. Kepribadian sebagai faktor

yang memegang peranan penting dalam perilaku sehari-hari dan

merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan

dimana individu tinggal. Hal ini sejalan dengan Chu & Choi

(2005) yang menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk

mengangkat variabel kepribadian khususnya kepribadian tipe A

dan tipe B terhadap kecenderungan prokrastinasi.

Pada tahun 1988, studi yang dilakukan oleh Milgram, Sroloff,

& Rosenbaum mengenai regulasi diri, pola perilaku kepribadian

tipe A, dan kepuasan hidup dengan prokrastinasi pada 314

mahasiswa Universitas Tel-Aviv mengin-dikasikan bahwa

prokrastinasi berhubungan negatif dengan pola perilaku

kepribadian tipe A (r = -0.57 untuk karakteristik compe-titiveness

dan r = -0.31 untuk karakteristik time urgency). Milgram, Sroloff,

& Rosenbaum (1988) juga menegaskan bahwa hal tesebut

disebabkan oleh adanya kecenderungan individu berkepribadian

tipe A yang suka mengerjakan sesuatu dengan cepat sehingga

tugas-tugasnya dapat terselesaikan dengan segera tanpa perlu

Page 5: T1_802008022_Full Text.pdf

5

menundanya. Rasa kompetitif yang tinggi dan usaha yang keras

(hard-driving) untuk mendapatkan suatu penghargaan juga

memaksa individu berkepribadian tipe A untuk mengerjakan

tugasnya lebih baik dan lebih cepat dari orang lain meskipun

beberapa tugas tidak disukainya.

Sebaliknya, semakin rendah kecenderungan pola perilaku

kepribadian tipe A atau yang disebut dengan pola perilaku

kepribadian tipe B maka semakin tinggi prokrastinasinya. Hal

tersebut disebabkan pola perilaku kepri-badian tipe B yang

cenderung santai dalam hal waktu, tidak menyukai kesukaran

serta tidak berorientasi pada penghargaan sehingga membuat

individu tersebut menghindarkan diri pada tugas-tugas yang

menyulitkannya atau tidak disukainya dan melakukan suatu

tindakan penundaan. Dalam hal ini, studi yang dilakukan oleh

Milgram, Sroloff, & Rosenbaum (1988) mengindikasikan bahwa

prokrastinasi tidak berkaitan dengan ciri individu kepribadian tipe

A. Hal tersebut diperkuat oleh studi yang dilakukan Watson

(dalam Díaz-Moralez, Cohen, & Ferrari, 2008) yang menjelaskan

bahwa prokrastinasi memang berkaitan dengan ciri individu

kepribadian tipe B.

Namun lain halnya dengan Aristia (2010) yang meneliti 99

siswa SMA Regina Pacis Ursulin Solo dan didapatkan hasil

bahwa tidak ada perbedaan tingkat prokrastinasi akademik antara

siswa dengan kepribadian tipe A dan tipe B yaitu berada pada

kategori prokrastinasi yang sama-sama sedang. Oleh sebab itu,

untuk mendukung kebenaran dari penelitian yang bertentangan

tersebut disertai dengan fenomena yang terjadi, maka peneliti

Page 6: T1_802008022_Full Text.pdf

6

berkeinginan untuk meneliti perbedaan tingkat prokrastinasi

akademik dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa Fakultas

Psikologi UKSW ditinjau dari kepribadian tipe A dan tipe B.

Tinjauan Pustaka

Definisi Prokrastinasi Akademik

Kata prokrastinasi sebagaimana dikemukakan oleh DeSimone

(dalam Ferrari, Johnson, & McCown, 1995) berasal bahasa Latin

procrastinare yang secara semantik terdiri dari dua kata yaitu pro

dan cratinus. Istilah pro berarti “bergerak ke depan (moving

forward)” sedangkan cratinus berarti “milik hari esok (belonging

to tomorrow)”. Sehingga istilah procrastinare mempunyai makna

“menunda sampai kepada hari berikutnya”. Ferrari, Johnson, &

McCown (1995, h. 4) menyatakan bahwa kombinasi kedua istilah

tersebut digunakan berkali-kali dalam naskah-naskah Latin dalam

pengertian yang lebih positif yaitu memutuskan untuk menunggu

musuh keluar dan menunjukkan kesabaran dalam konflik politik.

Masyarakat Mesir kuno memandang prokrastinasi sebagai

sebuah perilaku yang mempunyai sisi kegunaan sekaligus sisi

membahayakan. Sisi kegunaannya adalah dalam hal prioritas

yaitu mengutamakan tugas-tugas yang lebih penting dan

mendesak, serta dalam pengambilan keputusan rumit tentang saat

yang tepat untuk tidak bergerak sebagai lawan kata dari

impulsivitas yaitu bertindak tanpa pertimbangan matang.

Sedangkan sisi bahayanya adalah sebagai suatu bentuk perilaku

kemalasan (laziness) seperti halnya petani yang malas untuk

mengolah ladang pada saat yang tepat dari siklus banjir sungai

Page 7: T1_802008022_Full Text.pdf

7

Nil. Prokrastinasi baru dimaknai negatif sejak industrialisasi /

revolusi industri pada pertengahan abad 18. Sejak saat itu, istilah

tenggat waktu menjadi semakin sering muncul (DeSimone dalam

Ferrari, Johnson, & McCown, 1995)

Adapun Tuckman (1990, h. 4) menjelaskan bahwa prokras-

tinasi termasuk dalam permasalahan regulasi diri yaitu merupa-

kan kecenderungan untuk menangguhkan atau menghindari

aktivitas atau tugas yang harus diselesaikan. Menurut Schou-

weburg, Lay, Phycyl, & Ferrari (dalam Díaz-Moralez, Cohen &

Ferrari 2008, h. 554) prokrastinasi merupakan penundaan

terhadap hal yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan.

Prokrastinasi bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja.

Burka & Yuen (dalam Ferrari & Tice, 2000) mengemukakan

bahwa prokrastinasi bisa dilakukan pada berbagai macam tugas

dan dalam berbagai konteks. Ely & Hampton, Hill et.al dan

Rosati sebagaimana disitat dalam Milgram, Sroloff, &

Rosenbaum (1988) mengemukakan bahwa prokrastinasi

merupakan suatu fenomena terkenal yang yang banyak diteliti

dalam dua wilayah diantaranya prokrastinasi akademik dan non-

akademik. Wilayah yang pertama yaitu prokrastinasi akademik

mengacu pada penundaan secara sengaja dalam menyelesaikan

tugas-tugas dalam lingkup akademik. Secara lebih terperinci,

Solomon & Rothblum (1984) memberikan beberapa jenis tugas

yang diprokrastinasi oleh pelajar dalam lingkup akademis yaitu

tugas menulis makalah (writing a term paper), tugas belajar

untuk menghadapi ujian (studying for exams), tugas membaca

(reading assignments), tugas administratif seperti mencatat dan

Page 8: T1_802008022_Full Text.pdf

8

meringkas materi (administrative tasks), kehadiran dalam

pertemuan kelas (attendance tasks) dan aktivitas-aktivitas sekolah

lainnya secara umum (activities in general). Sedangkan wilayah

yang kedua yaitu non-akademik mengacu pada penundaan yang

dilakukan dalam membuat suatu keputusan dalam permasalahan

kehidupan lainnya seperti halnya dalam lingkup pekerjaan, sosial.

rumah tangga, mencari pasangan hidup dan lain sebagainya.

Akademik yaitu mengenai (berhubungan dengan) akademi;

soal-soal; bersifat ilmiah; bersifat ilmu pengetahuan; bersifat teori

(Alwi, 2003). Berdasarkan uraian diatas, bisa disimpulkan bahwa

prokrastinasi akademik merupakan tindakan penundaan yang

dilakukan secara sengaja terhadap tugas-tugas dalam lingkup

akademik yang berguna untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Definisi Skripsi

Skripsi adalah karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian

dari persyaratan akademis di perguruan tinggi (Poerwadarminto,

1986, h.957). Semua mahasiswa jenjang strata-1 wajib

mengambil matakuliah skripsi karena skripsi digunakan sebagai

salah satu prasyarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar

sarjana. Istilah skripsi sebagai tugas akhir sarjana hanya

digunakan di Indonesia. Negara lain menggunakan isti-

lah thesis dan dissertation untuk penyebutan tugas akhir

dengan riset untuk jenjang undergraduate (S1), postgraduate

(S2), Philosophy Doctor / Ph.D (S3). Sedangkan di Indonesia

disebut skripsi untuk jenjang S1, tesis untuk jenjang (S2) dan

Page 9: T1_802008022_Full Text.pdf

9

disertasi untuk jenjang (S3) (http://id.wikipedia.org/wiki/Skripsi

diakses tanggal 13 Juni 2012 pukul 21.34).

Tujuan skripsi khususnya dalam konteks ilmu psikologi

adalah supaya mahasiswa mampu melaksanakan penelitian

dengan berbagai persyaratannya, sehingga menunjukkan

penguasaan suatu cabang / bidang psikologi yang meliputi latar

belakang, teori, perumusan hipotesis, metode penelitian yang

tepat serta analisis yang sesuai, serta mewujudkan dalam suatu

laporan penelitian berupa karya tulis ilmiah. Skripsi merupakan

persyaratan untuk mendapatkan status sarjana (S1) di setiap

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi

Swasta (PTS) yang ada di Indonesia (Fibrianti, 2009).

Berdasarkan Gaftar Alir terbaru Fakultas Psikologi UKSW

yang diterbitkan sejak semester ganjil tahun ajaran 2009/2010,

mahasiswa diperkenankan mendaftar dalam matakuliah skripsi

setelah berhasil menempuh minimal sejumlah 110 Sistem Kredit

Semester (SKS) bersamaan dengan itu telah lulus dalam

matakuliah pra-syarat skripsi yaitu Statistika I dan II serta

matakuliah Metodologi Penelitian I dan II. Sedangkan ko-syarat

dalam mendaftar matakuliah skripsi adalah matakuliah

Konstruksi Tes dan Rancangan Analisis Eksperimen yaitu bahwa

kedua matakuliah tersebut harus pernah ditempuh dengan nilai

diatas E sebelum mahasiswa mendaftar matakuliah skripsi,

maupun diambil bersamaan dalam satu semester yang sama

ketika mahasiswa mendaftar dalam matakuliah skripsi.

Mahasiswa dapat terjun dalam penyusunan skripsi dan menjalani

proses pembimbingan dengan dosen pembimbing setelah

Page 10: T1_802008022_Full Text.pdf

10

mahasiswa tersebut mendaftar dalam matakuliah skripsi maupun

skripsi lanjut dan tentunya setelah pengajuan proposal

penelitiannya lolos.

Definisi Prokrastinasi Akademik Dalam Menyelesaikan Skripsi

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan

skripsi adalah tindakan penundaan yang dilakukan secara sengaja

oleh mahasiswa terhadap skripsi yang merupakan tugas akademik

guna mencapai gelar kesarjanaan.

Aspek Prokrastinasi

Tuckman (1990) menjelaskan mengenai 3 aspek prokrastinasi

yaitu: (1) tendency to delay or put off doing things / pembuang

waktu. Merupakan kecenderungan untuk membuang waktu secara

sia-sia dalam menyelesaikan tugas yang perlu diprioritaskan demi

melakukan hal-hal lain yang kurang penting. (2) tendency to have

difficulty doing unpleasant things and when possible to avoid or

circumvent the unpleasantness / kesulitan & penghindaran dalam

melakukan sesuatu yang tidak disukai. Merupakan

kecenderungan untuk merasa berkeberatan mengerjakan hal-hal

yang tidak disukai dalam tugas yang harus dikerjakannya tersebut

atau jika memungkinkan akan menghindari hal-hal yang dianggap

mendatangkan perasaan tidak menyenangkan. (3) tendency to

blame others for one’s own plight / menyalahkan orang lain.

Merupakan kecenderungan untuk menyalahkan pihak lain atas

Page 11: T1_802008022_Full Text.pdf

11

penderitaan yang dialami diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu

yang ditundanya.

Faktor-Faktor Prokrastinasi

Menurut Burka & Yuen (2008) faktor-faktor yang

mempengaruhi prokrastinasi dapat berasal dari luar diri individu

(eksternal), dan juga berasal dari dalam diri individu (internal).

Faktor eksternal meliputi (1) Pemberontakan terhadap kontrol

dari figur otoritas. (2) Pengalaman dalam suatu kelompok. (3)

Model-model sukses maupun kegagalan. Faktor internal meliputi

(1) Fear of failure atau adanya ketakutan terhadap kemungkinan

terjadinya kegagalan. (2) Fear of success atau adanya ketakutan

akan akibat yang mungkin didapat dari keberhasilan yang dicapai.

(3) Fear of losing the battle atau adanya ketakutan akan

kehilangan kontrol terhadap dirinya. (4) Fear of attachment atau

adanya ketakutan akan menjadi terkungkung, terbatasi apabila

individu membiarkan orang lain menjalin hubungan yang dekat

dengannya. (5) Fear of separation adalah pada saat seorang

individu merasa ketakutan akan menjadi sendirian.

Sedangkan Bernard (dalam Catrunada & Puspitawati, 2008)

mengungkapkan sepuluh wilayah magnetis yang menjadi faktor-

faktor dilakukannya prokrastinasi, diantaranya: (1) Anxiety atau

yang disebut dengan kecemasan. (2) Self-depreciation /

pencelaan terhadap diri sendiri. (3) Low discomfort tolerance /

rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan. (4) Pleasure-

seeking / pencari kesenangan atau kenyamanan. (5) Time

dizorganization / kurang mampu mengatur waktu. (6) Environ-

Page 12: T1_802008022_Full Text.pdf

12

mental disorganization / lingkungan yang kurang teratur dan

kurang mendukung. (7) Poor task approach / pendekatan yang le-

mah terhadap tugas. (8) Lack of assertion / kurang mampu mem-

beri pernyataan tegas. (9) Hostility with others / permusuhan de-

ngan orang lain. (10) Stress and fatigue / kondisi tertekan dan

kelelahan.

Definisi Kepribadian

Kata “kepribadian” sesungguhnya berasal dari kata Latin:

persona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng

yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara pada jaman

Romawi dalam memainkan peranan-peranannya dengan topeng

yang dikenakannya. Lambat laun kata persona berubah menjadi

satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang

diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya,

kemudian individu diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau

sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang diterimanya

(Koswara, 1991, h.10).

Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat

menimbulkan perbedaan individu dan seringkali dirumuskan

berbeda oleh banyak ahli. Sebagaimana dikutip dalam Sobur

(2003, h. 300), G.W Allport mengemukakan bahwa tidak kurang

dari lima puluh definisi kepribadian dari para ahli yang berbeda-

beda dan jumlahnya kian bertambah banyak. Allport sendiri

berpendapat bahwa personality is the dynamic organization

within the individual of those psychophysical system, that

determines his unique adjustment to his environtment, artinya

Page 13: T1_802008022_Full Text.pdf

13

kepribadian adalah suatu organisasi dinamis dari sistem-sistem

psikofisis dalam individu yang turut menentukan cara-caranya

yang unik / khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan

totalitas psikofisis yang kompleks yang dapat menjadikan

individu itu unik dalam lingkungannya.

Definisi Kepribadian Tipe A dan Tipe B

Rumusan yang dikemukakan oleh Bortner (dalam Edwards,

Baglioni, & Cooper, 1990) mengenai kepribadian tipe A dan tipe

B menjelaskan bahwa ciri yang dapat dilihat dari tipe A adalah

individu yang mengerjakan tugas dengan cepat, mempunyai

sikap kompetitif yang tinggi, berusaha mati-matian untuk

mencapai hasil yang lebih baik, tidak sabar dengan cara apapun

untuk mencapai tujuan yang diinginkannya atau menyelesaikan

tugas kurang dari waktu yang ditentukan, berorientasi pada

prestasi, ambisius, agresif, tergesa-gesa. Secara umum

kepribadian tipe A dirumuskan menjadi 3 kesimpulan sebagai-

mana dikutip dalam Edwards, Baglioni, & Cooper (1990, h. 315)

yaitu cenderung kompetitif dalam kebutuhannya untuk mencapai

penghargaan (competitive need for achievement), merasa diburu

oleh waktu (sense of time urgency) serta kecenderungan agresif

dan rasa permusuhan (aggressive and hostility).

Lawan dari tipe tersebut adalah kepribadian tipe B yang

mempunyai ciri-ciri rileks, tidak suka kesulitan, jarang marah,

menggu-nakan banyak waktunya untuk kegiatan yang disenangi,

tidak mudah stres, tidak mudah iri, jarang kekurangan waktu dan

Page 14: T1_802008022_Full Text.pdf

14

berbicara dengan nada suara pelan dan bergeraknya lamban. Dari

perbedaan karakteristik tersebut, menunjukkan bahwa indi-vidu

dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stres yang lebih

tinggi yang berhubungan dengan sakit jantung koroner,

dibandingkan dengan individu yang mempunyai kepribadian tipe

B (Friedman & Rosenman, 1974).

Prokrastinasi dan Kepribadian Tipe A & B

Waldron, Zyzanski, Shekelle, Jenkins & Tanenbaum

sebagaimana disitat dalam Milgram, Sroloff & Rosenbaum

(1988) menge-mukakan bahwa pola perilaku kepribadian tipe A

mempunyai satu karakteristik yang umum dengan prokrastinasi

yaitu dalam hal orientasi terhadap tekanan waktu dan usaha yang

diberikan dalam melakukan aktivitas tertentu. Meski berada

dalam satu karakteristik, namun individu berkepribadian tipe A

mempunyai perilaku yang berkebalikan dengan seorang

prokrastinator yaitu bahwa individu berkepribadian tipe A

menyadari adanya tekanan dalam hal waktu sehingga berusaha

mengerjakan hal-hal dengan cepat sedangkan seorang

prokrastinator masih tetap duduk diam meski ia menyadari

adanya tekanan dalam hal waktu.

Hal tersebut juga didukung oleh studi yang dilakukan oleh

Milgram, Sroloff, & Rosenbaum (1988) pada 314 mahasiswa

Universitas Tel-Aviv yang mengindikasikan bahwa prokrastinasi

berhubungan negatif dengan pola perilaku kepribadian tipe A (r =

-0.57 untuk karakteristik competitiveness dan r = -0.31 untuk

karakteris-tik time urgency). Milgram, Sroloff, & Rosenbaum

Page 15: T1_802008022_Full Text.pdf

15

(1988) juga menegaskan bahwa hal tesebut disebabkan oleh

adanya kecenderungan individu berkepribadian tipe A yang suka

mengerjakan sesuatu dengan cepat sehingga tugas-tugasnya dapat

terselesaikan dengan segera tanpa perlu menundanya. Rasa

kompetitif yang tinggi dan usaha yang keras (hard-driving) untuk

mendapatkan suatu penghargaan juga memaksa individu

berkepribadian tipe A untuk mengerjakan tugasnya lebih baik dan

lebih cepat dari orang lain meski beberapa tugas tak disukainya.

Sebaliknya semakin rendah kecenderungan pola perilaku

kepribadian tipe A atau yang disebut dengan pola perilaku

kepribadian tipe B maka semakin tinggi prokrastinasinya. Hal

tersebut disebabkan pola perilaku kepribadian tipe B yang

cenderung santai dalam hal waktu, tidak menyukai kesukaran

serta tidak berorientasi pada penghargaan sehingga membuat

individu tersebut menghindarkan diri pada tugas-tugas yang

menyulitkannya atau tidak disukainya dan melakukan suatu

tindakan penun-daan. Dalam hal ini, studi yang dilakukan oleh

Milgram, Sroloff, & Rosenbaum (1988) mengindikasikan pro-

krastinasi tidak berkaitan dengan ciri individu kepribadian tipe A.

Hal tersebut juga diperkuat oleh studi yang dilakukan Watson

(dalam Díaz-Moralez, Cohen, & Ferrari, 2008) yang menjelaskan

bahwa prokrastinasi memang berkaitan dengan ciri individu

kepribadian tipe B. Namun lain halnya dengan Aristia (2010)

yang meneliti 99 siswa SMA Regina Pacis Ursulin Solo dan

didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan tingkat prokrastinasi

akademik ditinjau dari kepribadian tipe A dan tipe B.

Page 16: T1_802008022_Full Text.pdf

16

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat

ex post facto. Kerlinger (1993) mendefinisikan penelitian ex post

facto adalah penemuan empiris yang dilakukan secara sistematis,

peneliti tidak melakukan kontrol terhadap variabel-variabel

bebas karena manifestasinya sudah terjadi atau variabel-variabel

tersebut secara inheren tidak dapat dimanipulasi. Penelitian ex

post facto merupakan penelitian yang bertujuan menemukan

penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau

fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau

hal-hal yang menyebabkan perubahan pada variabel bebas yang

secara keseluruhan sudah terjadi.

Adapun kriteria subjek dalam populasi penelitian ini adalah

(1) mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya

Wacana (UKSW) yang sedang menjalani proses pengerjaan

skripsi. (2) terdaftar dalam matakuliah skripsi dan matakuliah

skripsi lanjut pada semester genap 2011/2012.

Pada semester genap 2011/2012 mahasiswa yang terdaftar

dalam matakuliah skripsi sejumlah 59 mahasiswa sedangkan

yang terdaftar pada matakuliah skripsi lanjut sejumlah 116

mahasiswa sehingga jumlah keseluruhan mahasiswa yang

terdaftar dalam matakuliah skripsi dan skripsi lanjut adalah 175

mahasiswa. Namun terdapat 15 mahasiswa yang terdaftar dalam

matakuliah skripsi dan 1 mahasiswa yang terdaftar dalam

matakuliah skripsi lanjut semester genap 2011/2012 yang masih

dalam tahap penyusunan proposal skripsi maupun sedang dalam

tahap penetapan dosen pembimbing setelah lulus dari ujian

Page 17: T1_802008022_Full Text.pdf

17

proposal skripsi (belum menjalani proses pengerjaan skripsi serta

belum menjalani proses bimbingan) sehingga sejumlah 16

mahasiswa tersebut tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan

peneliti. Oleh karena itu, dari sejumlah 175 mahasiswa kemudian

jumlahnya menurun menjadi sebanyak 159 mahasiswa yang

benar-benar memenuhi kriteria dalam populasi akibat

berkurangnya 16 mahasiswa yang tidak memenuhi kriteria.

Pengambilan sampel dari populasi yang sesuai dengan

kebutuhan penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

incidental sampling. Teknik incidental sampling adalah sampel

yang pengambilan subjek penelitiannya dilakukan pada sampel

yang secara kebetulan ditemui oleh peneliti dan yang memenuhi

kriteria hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Azwar,

2008).

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

angket / kuisioner. Prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan

skripsi diukur dengan menggunakan modifikasi Tuckman

Procrastination Scale (TPS) sedangkan kepribadian tipe A dan B

diukur dengan menggunakan modifikasi skala Bortner. Pada

modifikas TPS TPS dibuat dengan menurunkan 3 aspek

prokrastinasi yang dikemukakan oleh Tuckman (1990): (1)

Tendency to delay or put off doing things atau dikenal dengan

istilah “time waster”yaitu pembuang waktu. (2) Tendency to have

difficulty doing unpleasant things and when possible to avoid or

circumvent the unpleasantness atau dikenal dengan istilah “task

avoidance” yaitu kesulitan & penghindaran dalam melakukan

sesuatu yang tidak disukai. (3) Tendency to blame others for

Page 18: T1_802008022_Full Text.pdf

18

one’s own plight atau dikenal dengan istilah “blaming others”

yaitu mempersalahkan orang lain. Pada aitem-aitem favorable,

skor 4 diberikan untuk pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), skor 3

untuk pilihan jawaban setuju (S), skor 2 untuk pilihan jawaban

Tidak Setuju (TS) dan skor 1 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak

Setuju (STS). Sedangkan pada aitem-aitem unfavorable, skor 4

diberikan untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), skor

3 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (TS), skor 2 untuk pilihan

jawaban Setuju (S), dan skor 1 untuk pilihan jawaban Sangat

Setuju (SS).

Skala pengukuran pola perilaku kepribadian tipe A & tipe B

disusun berdasarkan skala Bortner (dalam Edwards, Baglioni, &

Cooper, 1990) yang telah dimodifikasi ke dalam konteks

perkuliahan. Modifikasi skala ini terdiri dari 14 pasang aitem

pernyataan. Sistem penilaian modifikasi skala Bortner adalah

dengan memberikan skor pada setiap interval dalam jangkauan

kontinum yang terdiri dari 5 interval. Pada setiap pasangan, ciri

kepribadian tipe A terletak di kolom sebelah kiri sedangkan ciri

kepribadian tipe B terletak di kolom yang berlawanan yaitu di

kolom sebelah kanan.

Uji validitas yang digunakan menggunakan teknik korelasi

Product Moment dari Pearson Acuan yang dipakai dalam

penelitian ini adalah r > 0.20. Anastasi & Urbina (1997)

menyatakan bahkan validitas item serendah 0.20 atau 0.30 bisa

membenarkan dimasukkannya tes ke dalam program seleksi.

Sedangkan uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan teknik

penghitungan Alpha Cronbach. Analisa deskriptif statistik, uji

Page 19: T1_802008022_Full Text.pdf

19

homogenitas, uji normalitas dan uji hipotesis digunakan dalam

penelitian ini. Metode analisis data menggunakan uji-t.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penyebaran angket penelitian dilaksanakan selama 35 hari

atau setara dengan 5 minggu yaitu mulai pada tanggal 19 Maret

2012 sampai dengan tanggal 22 April 2012. Penelitian dilakukan

dengan teknik incidental sampling yaitu mahasiswa Fakultas

Psikologi UKSW yang sedang menjalani proses pengerjaan

skripsi pada semester genap 2011/2012 yang kebetulan ditemui

diberikan angket untuk diisi. Sebanyak 5 subjek mengisi angket

melalui attachment dalam jejaring sosial Facebook dan hanya 3

yang kembali sedangkan 2 yang lainnya tidak kembali. Sebanyak

41 subjek tidak dapat terjangkau oleh peneliti, oleh karena itu dari

159 mahasiswa yang merupakan jumlah populasi, sejumlah 116

angket digunakan peneliti untuk dianalisis.

Berdasarkan uji validitas modifikasi Skala Bortner, koefisien

korelasi pada 14 aitem yang valid bergerak antara r = 0.207

sampai dengan r = 0.610. Oleh sebab itu diperoleh aitem yang

valid sejumlah 14 aitem berdasarkan standar koefisien korelasi r

> 0.20. Dinyatakan tidak ada aitem yang gugur dalam skala ini

dan semua aitem dapat dipertahankan untuk analisa selanjutnya.

Berdasarkan uji validitas modi-fikasi TPS, diperoleh aitem-aitem

yang valid sejumlah 30 item dari 35 item awal sehingga diketahui

aitem-aitem yang gugur dengan koefisien korelasi dibawah

standar yang ditentukan adalah sebanyak 5 item yaitu aitem

nomor 19, 26, 27, 30 dan 31. Sejumlah 5 aitem yang gugur ini

Page 20: T1_802008022_Full Text.pdf

20

tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya sehingga

koefisien korelasi aitem totalnya setelah membuang 5 item yang

gugur bergerak antara r = 0.301 sampai dengan r = 0.809.

Pada modifikasi Skala Bortner memperoleh koefisien

reliabilitas sebesar 0.759. Sesuai dengan standar reliabilitas

menurut George & Mallery (dalam Silviana, 2012), maka skala

Bortner yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan reliabel

dengan kategori dapat diterima. Sedangkan pada modifikasi TPS

memperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.953. Sesuai dengan

standar reliabilitas menurut George & Mallery (dalam Silviana,

2012), maka modifikasi TPS yang digunakan dalam penelitian ini

dinyatakan reliabel dengan kategori baik sekali.

Untuk mendapatkan indikasi mengenai jenis kepribadian

subjek maka peneliti hanya menganalisis sejumlah 28 subjek

yang termasuk ke dalam kategori kepribadian tipe A sangat tinggi

dan kategori kepribadian tipe A tinggi yang kedua kategori

tersebut secara umum diindikasikan sebagai kepribadian tipe A,

serta sejumlah 35 subjek yang termasuk ke dalam kategori

kepribadian Tipe B sangat tinggi dan kategori kepribadian tipe B

tinggi yang kedua kategori tersebut secara umum diindikasikan

sebagai kepribadian tipe B. Subjek diindikasikan berkepribadian

tipe A apabila jumlah skor totalnya berkisar antara 47.6 hingga 70

sedangkan subjek diindikasikan berkepribadian tipe B apabila

jumlah skor totalnya berkisar antara 14 hingga 36.4. Dalam hal

ini, subjek yang termasuk ke dalam kategori kepribadian tipe A

sedang dan kategori kepribadian tipe B sedang (sejumlah 53

mahasiswa) tidak diikut-sertakan ke dalam analisis selanjutnya.

Page 21: T1_802008022_Full Text.pdf

21

subjek dengan skor 36.4 < x < 47.6 (kategori tipe A sedang dan tipe B sedang)

tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.

Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai perbedaan

tingkat prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi

ditinjau dari kepribadian tipe A dan tipe B dengan menggunakan

bantuan program SPSS for Windows version 16.00, dihasilkan

nilai t-hitung adalah sebesar -4.571 dan sig (1-tailed) p = 0.000 <

0.05 yang artinya hipotesis nihil ditolak dan hipotesis penelitian

diterima. Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa perbedaan tersebut

signifikan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima

yaitu ada perbedaan signifikan tingkat prokrastinasi akademik

dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa Fakultas Psikologi

UKSW ditinjau dari kepribadian tipe A dan tipe B. Hasil yang

diperoleh adalah kelompok mahasiswa dengan kepribadian tipe A

memperoleh mean dari skor prokrastinasi sebesar 65.9643 yang

berada pada kategori rendah. Sedangkan kelompok mahasiswa

dengan kepribadian tipe B memperoleh mean dari skor

prokrastinasi sebesar 82.3429 yang berada pada kategori sedang.

Dalam hal ini, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat

prokrastinasi mahasiswa dengan kepribadian tipe B lebih tinggi

dibandingkan mahasiswa dengan kepribadian tipe A.

Page 22: T1_802008022_Full Text.pdf

22

Sementara itu hasil penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Milgram, Sroloff, & Rosenbaum (1988) bahwa

semakin individu mempunyai pola perilaku kepribadian tipe A

yang tinggi maka semakin rendah prokrastinasinya, sebaliknya

semakin individu mempunyai pola perilaku kepribadian tipe A

yang rendah, dalam hal ini individu tersebut mempunyai pola

perilaku kepribadian tipe B maka semakin tinggi prokras-

tinasinya. Selain itu, penelitian ini juga mendukung pendapat

Watson (dalam Diaz-Moralez, Cohen, & Ferrari, 2008) yang

mengemukakan bahwa prokrastinasi memang cenderung ditun-

jukkan oleh individu dengan kepribadian tipe B. Hasil penelitian

ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Aristia

(2010) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat

prokrastinasi antara individu dengan kepribadian tipe A dan tipe

B pada 99 siswa SMA Ursulin Solo.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat

prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi yang

signifikan antara mahasiswa yang mempunyai kepribadian tipe A

dengan mahasiswa yang mempunyai kepribadian tipe B di

Fakultas Psikologi UKSW. Sesuai rumusan yang dikemukakan

oleh Milgram, Sroloff & Rosenbaum (1988) bahwa hal tersebut

disebabkan oleh adanya kecenderungan individu berkepribadian

tipe A yang suka mengerjakan mengerjakan beberapa pekerjaan

sekaligus dalam satu waktu yang sama dan bergerak cepat

sehingga dapat terselesaikan dengan segera tanpa perlu

menundanya. Dalam hal ini mahasiswa Fakultas Psikologi

UKSW yang sedang menjalani proses pengerjaan skripsi di

Page 23: T1_802008022_Full Text.pdf

23

semester genap 2011/2012 dengan kepribadian tipe A cenderung

suka mengerjakan tugas dengan cepat dan mengerjakan beberapa

pekerjaan / tugas-tugas perkuliahan sekaligus dalam waktu yang

bersamaan sebagaimana ditunjukkan oleh respon kelompok

mahasiswa dengan kepribadian tipe A dalam modifikasi skala

Bortner pada aitem nomor 7 yang menyatakan “mengerjakan

beberapa tugas kuliah dalam waktu bersamaan” dengan

prosentase sebesar 75% serta aitem nomor 10 yang menyatakan

“bergerak cepat dalam mengerjakan hal-hal yang berkaitan

dengan perkuliahan” dengan prosentase sebesar 57.15%.

Kecenderungan tersebut diasumsikan menyebabkan kelom-

pok mahasiswa dengan kepribadian tipe A dapat menyelesaikan

bagian-bagian dalam skripsi yang merupakan tugas perkuliahan

dengan lebih cepat serta secara lebih lanjut dapat memenuhi

jadwal-jadwal yang telah ditentukan sebelumnya dengan tepat

seperti ditunjukkan oleh respon kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe A dalam modifikasi TPS pada aitem yang

menyatakan “saya memenuhi janji dengan pembimbing atau

subjek skripsi tepat waktu” dengan prosentase sebesar 42.85%

pada pilihan jawaban sangat setuju dan 35.71% pada pilihan

jawaban setuju atau sebanyak 78.56% mahasiswa tipe A

mendukung aitem tersebut; aitem yang menyatakan “apapun

yang terjadi, saya akan tetap mengerjakan skripsi sesuai jadwal /

rencana yang saya buat” dengan prosentase sebesar 35.14% pada

pilihan jawaban sangat setuju dan 53.58% pada pilihan jawaban

setuju atau sebanyak 88.72% mahasiswa tipe A mendukung aitem

tersebut; aitem yang menyatakan “saya adalah seorang

Page 24: T1_802008022_Full Text.pdf

24

pembuang waktu yang tak tersembuhkan dalam mengerjakan

skripsi” dengan prosentase sebesar 57.14% pada pilihan jawaban

tidak setuju dan 7.14% pada pilihan jawaban sangat tidak setuju

atau sebanyak 64.28% mahasiswa tipe A tidak mendukung aitem

tersebut; aitem yang menyatakan “saya tidak berbuat apa-apa

meskipun saya sadar suka membuang waktu dalam hal

pengerjaan skripsi” dengan prosentase sebesar 53.58% pada

pilihan jawaban tidak setuju dan 17.86% pada pilihan jawaban

sangat tidak setuju atau sebanyak 71.44% mahasiswa tipe A tidak

mendukung aitem tersebut; aitem yang menyatakan “jika saya

membuat jadwal mengerjakan skripsi, maka saya menepatinya”

dengan prosentase sebesar 25% pada pilihan jawaban sangat

setuju dan 42.85% pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak

67.85% mahasiswa tipe A mendukung aitem tersebut; aitem yang

menyatakan “saya selalu bisa mengurus keperluan-keperluan

skripsi dengan waktu yang tersedia” dengan prosentase sebesar

21.42% pada pilihan jawaban sangat setuju dan 64.29% pada

pilihan jawaban setuju atau sebanyak 85.71% mahasiswa tipe A

mendukung aitem tersebut; serta aitem yang menyatakan “saya

masih diam saja meski saya tahu pentingnya memulai

mengerjakan skripsi” dengan prosentase sebesar 57.14% pada

pilihan jawaban tidak setuju dan 10.71% pada pilihan jawaban

sangat tidak setuju atau sebanyak 67.85% mahasiswa tipe A tidak

mendukung aitem tersebut.

Selain itu, mahasiswa dengan kepribadian tipe A cenderung

memiliki rasa kompetitif yang tinggi dan usaha yang keras untuk

mendapatkan suatu penghargaan sebagaimana ditunjukkan oleh

Page 25: T1_802008022_Full Text.pdf

25

respon kelompok mahasiswa dengan kepribadian tipe A dalam

modifikasi skala Bortner pada aitem yang menyatakan “suka

bersaing” dengan prosentase 64.29%; aitem yang menyatakan

“ingin agar prestasi belajar untuk dihargai orang lain” dengan

prosentase sebesar 75%; serta aitem yang menyatakan “berjuang

mati-matian dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah” dengan

prosentase sebesar 78.57%. Kecenderungan kompetitif dan

berdaya juang tinggi tersebut diasumsikan menyebabkan

mahasiswa berkepribadian tipe A untuk mengerjakan tugasnya

lebih baik dan lebih cepat dari orang lain meskipun beberapa

tugas dirasakan sulit maupun tidak disukainya, seperti

ditunjukkan oleh respon kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe A dalam modifikasi TPS pada aitem yang

menyatakan “saya menunda dalam memulai bagian-bagian yang

tidak saya sukai pada skripsi saya” dengan prosentase sebesar

60.71% pada pilihan jawaban tidak setuju dan 0% pada pilihan

jawaban sangat tidak setuju atau sebanyak 60.71% mahasiswa

tipe A tidak mendukung aitem tersebut; aitem yang menyatakan

“meski ada bagian-bagian dalam skripsi yang tidak

menyenangkan, tapi saya tetap mengerjakannya sesuai jadwal”

dengan prosentase sebesar 21.24% pada pilihan jawaban sangat

setuju dan 57.14% pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak

78.38% mahasiswa tipe A mendukung aitem tersebut; serta aitem

yang menyatakan “saya berencana mengerjakan skripsi dan

memaksa diri mewujudkan rencana itu meski merasa malas”

dengan prosentase sebesar 25% pada pilihan jawaban sangat

Page 26: T1_802008022_Full Text.pdf

26

setuju dan 57.15% pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak

82.15% mahasiswa tipe A mendukung aitem tersebut.

Sebaliknya Milgram, Sroloff, dan Rosenbaum (1988) juga

mengutarakan bahwa individu dengan kepribadian tipe B

cenderung santai dalam hal waktu, mengerjakan tugasnya satu per

satu, tidak menyukai kesukaran serta tidak berorientasi pada

penghargaan sehingga membuat individu tersebut cenderung

meng-hindarkan diri pada tugas-tugas yang menyulitkannya atau

tidak disukainya yang berakibat pada suatu tindakan penundaan

atau yang disebut prokrastinasi terhadap tugas-tugasnya. Dalam

hal ini, mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang sedang

menjalankan proses pengerjaan skripsi pada semester genap

2011/2012 dengan kepribadian tipe B cenderung santai dalam

mengerjakan skripsinya yang merupakan tugas perkuliahan

meskipun dikejar oleh jadwal-jadwal tertentu sebagaimana

ditunjukkan oleh respon kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe B dalam modifikasi skala Bortner pada aitem

yang menyatakan “santai mengerjakan tugas-tugas kuliah meski

diburu oleh batas waktu yang sudah dekat” dengan prosentase

sebesar 77.16% serta aitem yang menyatakan “mengerjakan

tugas-tugas kuliah dengan santai, yang penting selesai” dengan

prosentase sebesar 68.58%. Kecenderungan tersebut sepertinya

berdampak pada perilaku penundaan atau prokrastinasi skripsi

yang juga merupakan tugas perkuliahan yaitu tercermin pada

mahasiswa dengan kepribadian tipe B yang kurang dapat

memenuhi jadwal-jadwal tertentu seperti ditunjukkan oleh respon

kelompok mahasiswa dengan kepribadian tipe B dalam

Page 27: T1_802008022_Full Text.pdf

27

modifikasi TPS pada aitem yang menyatakan “saya mengerjakan

skripsi di saat-saat terakhir ketika harus diserahkan pada

pembimbing” dengan prosentase sebesar 20% pada pilihan

jawaban sangat setuju dan 34.28% pada pilihan jawaban setuju

atau sebanyak 54.28% mahasiswa tipe B mendukung aitem

tersebut, sedangkan pada respon kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe A terhadap aitem ini memperoleh prosentase

sebesar 39.29% pada pilihan jawaban tidak setuju dan 32.14%

pada pilihan jawaban sangat tidak setuju atau sebanyak 71.43%

mahasiswa tipe A tidak mendukung aitem tersebut. Selain itu

juga ditunjukkan pada aitem yang menyatakan “saya memenuhi

janji dengan pembimbing atau subjek skripsi tepat waktu” dengan

prosentase sebesar 40% pada pilihan jawaban tidak setuju dan

22.85% pada pilihan jawaban sangat tidak setuju atau sebanyak

62.85% mahasiswa tipe B tidak mendukung aitem tersebut yang

berkebalikan dengan mahasiswa tipe A dimana sebanyak 78.56%

mendukung aitem tersebut.

Mahasiswa dengan kepribadian tipe B juga cenderung tidak

menyukai kerepotan dalam mengerjakan tugas sebagaimana

ditunjukkan oleh respon dalam modifikasi skala Bortner pada

aitem yang menyatakan “tidak suka repot-repot dalam

mengerjakan tugas-tugas kuliah” dengan prosentase sebesar

77.14%, cenderung tidak berorientasi pada penghargaan dari

orang lain seperti ditunjukkan pada aitem yang menyatakan

“ingin agar prestasi belajar untuk menyenangkan diri sendiri”

dengan prosentase sebesar 57.15%; serta aitem yang menyatakan

“bisa terpuaskan dengan prestasi belajar yang telah dicapai”

Page 28: T1_802008022_Full Text.pdf

28

dengan prosentase sebesar 74.29%. Kecenderungan tersebut

sepertinya membuat mahasiswa dengan kepribadian tipe B

kurang berminat kepada bagian-bagian sulit dalam skripsinya

untuk diselesaikan bahkan menghindarinya akibat tidak menyukai

kerepotan dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan dalam

skripsinya. Selain itu, kurangnya keinginan akan penghargaan

dari orang lain yang tampaknya membuat mahasiswa tipe B

kurang tertantang untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam

skripsinya. Hal tersebut ditunjukkan oleh respon kelompok

mahasiswa dengan kepribadian tipe B dalam modifikasi TPS

pada aitem yang menyatakan “meski ada bagian-bagian dalam

skripsi yang tidak menyenangkan, tapi saya tetap

mengerjakannya sesuai jadwal” dengan prosentase sebesar 40%

pada pilihan jawaban tidak setuju dan 20% pada pilihan jawaban

sangat tidak setuju atau sebanyak 60% mahasiswa tipe B tidak

mendukung aitem tersebut yang berkebalikan dengan mahasiswa

tipe A dimana sebanyak 78.38% mendukung aitem tersebut;

aitem yang menyatakan “jika bosan ditengah pengerjaan bagian

skripsi yang tidak menyenangkan, maka saya memilih berhenti

mengerjakan-nya” dengan prosentase sebesar 54.29% pada

pilihan jawaban sangat setuju dan 31.42% pada pilihan jawaban

setuju atau sebanyak 85.71% mahasiswa tipe B mendukung aitem

tersebut yang berkebalikan dengan mahasiswa tipe A dimana

sebanyak 60.72% tidak mendukung aitem tersebut; aitem yang

menyatakan “mengerjakan skripsi membuat saya sengsara”

dengan prosentase sebesar 8.58% pada pilihan jawaban sangat

setuju dan 51.42% pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak

Page 29: T1_802008022_Full Text.pdf

29

60% mendukung aitem tersebut yang berkebalikan dengan

mahasiswa tipe A dimana sebanyak 60.71% tidak mendukung

aitem tersebut; aitem yang menyatakan “saat ada bagian skripsi

yang sulit dikerjakan, saya percaya lebih baik menundanya”

dengan prosentase sebesar 37.14% pada pilihan jawaban sangat

setuju dan 37.14% pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak

74.28% mahasiswa tipe B mendukung aitem tersebut, lain halnya

dengan mahasiswa tipe A, pada aitem tersebut dalam modifikasi

TPS ini mempunyai prosentase yang hamper seimbang yaitu

sebanyak 42.86% mendukung aitem tersebut dan sebanyak

57.14% tidak mendukung aitem tersebut. Selain itu juga

ditunjukkan pada aitem yang menyatakan “saya berencana

mengerjakan skripsi dan memaksa diri mewujudkan rencana itu

meski merasa malas” dengan prosentase sebesar 51.42% pada

pilihan jawaban tidak setuju dan 8.58% pada pilihan jawaban

sangat tidak setuju atau sebanyak 60% mahasiswa tipe B tidak

mendukung aitem tersebut; aitem yang menyatakan “saya merasa

mengerjakan skripsi itu melelahkan saya” dengan prosentase

sebesar 48.57% pada pilihan jawaban sangat setuju dan 34.29%

pada pilihan jawaban setuju atau sebanyak 82.86% mahasiswa

tipe B mendukung aitem tersebut yang berkebalikan dengan

mahasiswa tipe A sebanyak 60.71% tidak mendukung aitem.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat prokrastinasi

kelompok mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW dengan

kepribadian tipe A berada pada kategori rendah sedangkan

kelompok mahasiswa dengan kepribadian tipe B berada pada

kategori sedang. Meski tingkat prokrastinasi dalam menyele-

Page 30: T1_802008022_Full Text.pdf

30

saikan skripsi pada kedua kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B sama-sama berada di

bawah kategori tinggi, namun hal tersebut belum sepenuhnya

menjawab peristiwa bottleneck yang terjadi di Fakultas Psikologi

UKSW. Maka peristiwa bottleneck di Fakultas Psikologi UKSW

tersebut mungkin bukan disebabkan oleh prokrastinasi dalam

menyelesaikan skripsi oleh mahasiswa namun mungkin juga

dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor lain yang tidak

diikutsertakan dalam penelitian ini.

Simpulan

Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan tingkat

prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi ditinjau dari

kepribadian tipe A dan tipe B diperoleh kesimpulan: (1) Ada

perbedaan yang signifikan antara tingkat prokrastinasi akademik

dalam menyelesaikan skripsi ditinjau dari kepribadian tipe A dan

tipe B. Hal ini ditunjukkan dari nilai t-hitung sebesar -4.571 dan

nilai p sebesar 0.000 < 0.05. (2) Kelompok mahasiswa dengan

kepribadian tipe A tingkat prokrastinasinya lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok mahasiswa dengan kepribadian

tipe B. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingkat prokrastinasi pada

kelompok mahasiswa dengan kepribadian tipe A berada pada

kategori rendah dengan mean 65.9643 sedangkan pada kelompok

mahasiswa dengan kepribadian tipe B tingkat prokrastinasinya

berada pada kategori sedang dengan mean 82.3429.

Page 31: T1_802008022_Full Text.pdf

31

Saran

Bagi para mahasiswa agar dapat meminimalkan terjadinya

prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi dengan cara

manajemen waktu sebagai berikut membuat daftar harian tentang

kegiatan-kegiatan yang harus diselesaikan, membuat jadwal

mengerjakan skripsi dengan teratur dan menepatinya, mengetahui

siklus bioritmik diri sendiri dalam mengerjakan skripsi yang

menuntut tenaga dan pikiran pada saat bioritmik sedang tinggi.

Dianjurkan kepada para dosen pembimbing dan wali studi

untuk lebih memperhatikan jenis kepribadian mahasiswa

didiknya terutama bagi mereka mahasiswa yang berkepribadian

tipe B agar dapat diadakan tindakan preventif dan kuratif guna

menghindarkan mahasiswa didiknya tersebut dari prokrastinasi

dalam menyelesaikan skripsi maupun tugas-tugas kuliah lainnya.

Tindakan preventif dan kuratif ini bisa berupa konseling kecil dan

pemberian motivasi agar mahasiswa didiknya dapat berkembang

dan menyelesaikan studinya sesuai harapan.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tingkat

prokrastinasi pada mahasiswa berkepribadian tipe B yang berada

pada kategori sedang. Oleh karena itu dianjurkan kepada pihak

Fakultas Psikologi UKSW untuk mengadakan program pelatihan

bagi mahasiswa yang bertujuan untuk mencegah dan

menanggulangi prokrastinasi sejak dini sehingga kebiasaan

menunda pada mahasiswa dapat diatasi. Apabila dana

memungkinkan maka program pelatihan ini dapat dicanangkan

bagi seluruh mahasiswa yang berkepribadian tipe A maupun yang

berkepribadian tipe B. Namun apabila ada keterbatasan dalam hal

Page 32: T1_802008022_Full Text.pdf

32

dana maupun tenaga & waktu maka program pelatihan ini dapat

dicanangkan hanya bagi mahasiswa berkepribadian tipe B saja.

Peneliti selanjutnya yang berminat dalam kajian mengenai

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi, perlu mempertim-

bangkan adanya faktor-faktor lain seperti tahun angkatan,

dukungan sosial, stress, keaktifan dalam organisasi diluar

perkuliahan, dan jenis kelamin. Oleh karena itu, disarankan bagi

peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor tersebut.

Page 33: T1_802008022_Full Text.pdf

33

DAFTAR PUSTAKA:

Alwi, H. (2003). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.

Anastasi, A. & Urbina, S. (1997). Tes psikologi jilid 1. Jakarta:

Prenhallindo. Aristia, A. (2010). Perbedaan prokrastinasi akademik di antara

kepribadian tipe A dan tipe B. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Arikunto, S. (2003). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta:

Penerbit Pelajar. Azwar, S. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta:

Pustaka Belajar Offset. Azwar, S. (2009). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka

Belajar Offset. Burka, J. B., & Yuen, L. M. (2008). Procrastinatiom: why you do

it, what to do with it now. New York: Da Capo Press A Member of The Perseus Book Groups.

Catrunada, L., & Puspitawati, I. (2008). Perbedaan

kecenderungan prokrastinasi tugas skripsi berdasarkan tipe kepribadian introvert dan ekstrovert. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Chu, A. H. C., & Choi, J. N. (2005). Rethinking procrastination:

Positive effects of “active” procrastination behavior on attitudes and performance. Journal of Social Psychology, 145(3), 245-264.

Diaz-Moralez, J. F., Cohen, J. R., & Ferrari, J. R. (2008). An

integrated view of personality styles related to avoidant procrastination. Journal of Personality And Individual Differences, 45, 554-558.

Page 34: T1_802008022_Full Text.pdf

34

Edwards, J. R., Baglioni, A. J., & Cooper, C. L. (1990). The psychometric properties of the Bortner Type A Scale. British Journal of Psychology, 81, 315-333.

Ferrari, J. R., & Tice, D. M. (2000). Procrastination as a self-

handicap for men and women: A task-avoidance strategy in a laboratory setting. Journal of Research in Personality, 34, 73–83.

Ferrari, J. R., Johnson, J., & McCown, W. (1995).

Procrastination and task avoidance: Theory, research and treatment. New York: Plenum Press.

Fibrianti, D. (2009). Hubungan antara dukungan sosial orangtua

dengan prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Friedman, M., & Rosenman, R. H. (1974). Type A Behavior and

Your Heart. New York: Knopf. Gunawinata, V. A. R., Nanik, & Lasmono, H. K. (2008).

Perfeksionisme, prokrastinasi akademik, dan penyelesaian skripsi mahasiswa. Anima - Indonesian Psychology Journal, 22(3), 256-276.

Hadi, S. (2002). Metodologi research jilid I. Yogyakarta: Andi

Offset. http://id.wikipedia.org/wiki/Skripsi Kerlinger, F. N. (1993). Asas-asas penelitian behavioral.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koswara, E. (1991). Teori-teori kepribadian. Bandung: Eresco. Milgram, N. A., Sroloff, B., & Rosenbaum, M. (1988). The

procrastination of everyday life. Journal of Research in Personality, 22, 197-212.

Page 35: T1_802008022_Full Text.pdf

35

Muszynski, S. Y., & Akamatsu, T. J. (1991). Delay in completion of doctoral dissertations in clinical psychology. Proffesional Psychology: Research and Practice, 22(2), 119-123.

Ossebaard, M. E., Oost, H. A., Van-Heuvel, S., & Ossebaard, C.

A. (2006). The effect of positive psychological intervention of academic procrastination. Diakses dari http://www.i2l.nl/pdf/4ArticleMHS.pdf pada tanggal 16 Februari 2012 pukul 20:33.

Poerwadarminta, W. J. S. (1986). Kamus umum bahasa

Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Sia, T. D. (2006). Apakah prokrastinasi menurunkan prestasi?

Sebuah meta-analisis. Anima - Indonesian Psychology Journal, 22(1), 17-27.

Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic

procrastination: Frequency and cognitive – behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, 31(4), 503-509.

Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T. (1991), Psikologi kepribadian.

Jakarta: Bumi Aksara. Suryabrata, S. (1982). Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Tuckman, B. W. (1990). Measuring procrastination atitudinally

and behaviorally. Paper Presented at the Annual Meeting of The American Educational Research Association.

Wijono, S. (1997). Hubungan di antara motivasi kerja dan

personaliti dengan prestasi kerja di sebuah organisasi. Thesis (Tidak Diterbitkan). Universiti Kebangsaan Malaysia.