52
Vol. 5, No.2, 2015 ISSN: 2252-5343 A Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19 K M L Cerita Nabi Muhammad Berhempas dengan Abu Jahil Karya Buya Abdus Salam: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam M A Fatḥul ‘Ārifīn dan Tasawuf yang Terpinggirkan: Suluk Bait Duabelas Syekh Kemuning dan Perlawanan terhadap Islam Mainstream di Jember Awal Abad XX | I F Naskah Shahadat Sekarat: Konstruksi Nalar Suëstik atas Kematian dan Eskatologi Islam di Jawa | S Mulḥaq fī Bayān Al-Fawā’id Al- Nāí’ah fī Al-Jihād fī Sabīlillāh: Aktualisasi Jihad dan Puriëkasi Azimat | M A Sejarah Cirebon: Ekperimen Pribumisasi Islam-Suëstik Syekh Nurjati | M N’ F Naskah Kuno untuk Kawula Muda

Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Vol. 5, No.2, 2015ISSN: 2252-5343

A

Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19

K M L

Cerita Nabi Muhammad Berhempasdengan Abu Jahil Karya Buya Abdus Salam:

Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam

M A Fatḥul ‘Ārifīn dan Tasawuf yang Terpinggirkan: Suluk Bait Duabelas Syekh Kemuning

dan Perlawanan terhadap Islam Mainstream di Jember Awal Abad XX | I F Naskah Shahadat Sekarat:

Konstruksi Nalar Su stik atas Kematian dan Eskatologi Islam di Jawa | S Mulḥaq fī Bayān Al-Fawā’id Al-

Nā ’ah fī Al-Jihād fī Sabīlillāh: Aktualisasi Jihad dan Puri kasi Azimat | M A Sejarah Cirebon: Ekperimen

Pribumisasi Islam-Su stik Syekh Nurjati | M N’ F Naskah Kuno untuk Kawula Muda

2

Page 2: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di
Page 3: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di
Page 4: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Jurnal ManassaVolume 5, Nomor 2, 2015

PENANGGUNG JAWABKetua Umum Manassa

DEWAN EDITORAchadiati, Al Azhar, Annabel Teh Gallop, Dick van der Meij, Ding Choo Ming,

Edwin Wieringa, Henri Chambert-Loir, Jan van der Putten, Mujizah, Lili Manus, Nabilah Lubis, Roger Tol, Siti Chamamah Soeratno, Titik Pudjiastuti,Tjiptaningrum Fuad Hasan, Yumi Sugahara, Willem van der Molen

EDITOR EKSEKUTIFOman Fathurahman, Tommy Christomy

SEKRETARISMunawar Holil, Pitria Dara

STAF EDITORAsep Saefullah, Asep Yudha Wirajaya, Elmustian Rahman, Hasaruddin, I Nyoman Weda Kusuma,

Latifah, M. Adib Misbachul Islam, Muhammad Abdullah, Mukhlis Hadrawi, Pramono, Saefuddin, Sarwit Sarwono, Sudibyo, Titin Nurhayati Makmun, Trisna Kumala Satya Dewi

TATA USAHAAmyrna Leandra Saleh

TATA LETAK & DESAIN SAMPULMuhammad Nida’ Fadlan

ALAMAT REDAKSISekretariat Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA)

Gedung VIII, Lantai 1, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424Telp/Faks. (021) 7870623, Website. www.manassa.org atau http://situs.opi.lipi.go.id/manassa/,

Email. [email protected]

MANUSKRIPTA (ISSN 2252-5343 ) adalah jurnal ilmiah yang dikelola oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), asosiasi profesi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memperhatikan preservasi naskah nusantara. Jurnal ini dimaksudkan sebagai media pembahasan ilmiah dan penyebarluasan hasil penelitian di bidang lologi, kodikologi, dan paleogra . Terbit dua kali dalam setahun.

Page 5: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di
Page 6: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Daftar Isi

Artikel

197 Al da Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19

237 Khabibi Muhammad Lut Cerita Nabi Muhammad Berhempas dengan Abu Jahil Karya Buya Abdus Salam: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam 273 Muhammad Ardiansyah Fatḥul ‘Ārifīn dan Tasawuf yang Terpinggirkan: Suluk Bait Duabelas Syekh Kemuning dan Perlawanan terhadap Islam Mainstream di Jember Awal Abad XX 303 Ibnu Fikri Naskah Shahadat Sekarat: Konstruksi Nalar Su stik atas Kematian dan Eskatologi Islam di Jawa 327 Sidik

Mulḥaq fī Bayān Al-Fawā’id Al-Nā ’ah fī Al-Jihād fī Sabīlillāh: Aktualisasi Jihad dan Puri kasi Azimat

349 Mukti Ali Sejarah Cirebon: Ekperimen Pribumisasi Islam-Su stik Syekh Nurjati

Page 7: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Review Buku

379 Muhammad Nida’ Fadlan Naskah Kuno untuk Kawula Muda

Page 8: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

197

Al da

Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19

Abstract: is article examines the digital manuscript entitled Syair Fakih Saghir of Surau Calau collection, Sijunjung City, West Sumatra. is manuscript has been digitized by Tim Kajian Poetika of Andalas University in collaboration with the Indonesian Association of Nusantara Manuscripts (Manassa) and Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Japan, with code CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir contains an overview about the gure of the charismatic shaykh and greatly admired by his murid. In the context of this text, the murid is Fakih Saghir who admired his shaykh, Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. is admiration was shown in a homage ritual that is celebrated by the society when the shaykh has died. erefore, this text has shown the importance of the social status of ulama among the society symbolized by the cult at the time of their death ritual celebration. rough such depictions, the text shows the identity, integrity, and text functions in society.

Keywords: Syair Fakih Saghir, Minangkabau, Social status, Death ritual, e text function.

Abstrak: Artikel ini mengkaji naskah digital yang berjudul Syair Fakih Saghir koleksi Surau Calau, Sijunjung, di Sumatera Barat. Naskah ini didigitalkan oleh Tim Kajian Poetika Universitas Andalas bekerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Jepang, dengan kode CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir berisi gambaran sosok syekh yang kharismatik dan sangat dikagumi oleh muridnya. Dalam konteks teks ini, murid yang dimaksud adalah Fakih Saghir yang mengagumi gurunya yaitu Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. Ungkapan kekaguman ini diperlihatkan melalui ritual penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat saat sang guru meninggal dunia. Oleh karena itu, teks ini telah memperlihatkan pentingnya status sosial ulama di kalangan masyarakat yang disimbolkan dengan pemujaan pada saat perayaan ritual kematian terhadap ulama. Melalui penggambaran tersebut teks ini memperlihatkan identitas, integritas, serta fungsi teks dalam masyarakat.

Kata Kunci: Syair Fakih Saghir, Minangkabau, Status Sosial, Ritual Kematian, Fungsi Teks.

Page 9: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

198 Kematian adalah suatu transisi sakral yang memerlukan ritual-ritual khusus untuk menghormati atau mengenang jenazah.1 Selain dilihat sebagai unsur formal dalam eksistensi manusia,

ritual kematian dapat dilihat sebagai pemanfaatan bentuk keyakinan yang mengekspresikan materi dan sebagai perwujudan hubungan ideal antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan berbagai jenis bahan sebagai persembahan dalam berbagai ritual, cara-cara digunakan dalam persembahan jenazah, dan pilihan lokasi pemakaman dan seremoni yan dilakukan.

Studi-studi yang dilakukan oleh beberapa sarjana tentang ritual kematian menegaskan bahwa penyelenggaraan prosesi kematian dalam kehidupan individu atau kelompok dalam masyarakat berhubungan erat dengan status sosial jenazah saat berada dalam dunia kehidupan. Di Melanesia, Wedgwood2 mencatat bahwa perbedaan status sosial seseorang atau kelompok sangat terlihat pada saat kematian. kekayaan, keberanian, magis, kekuasaan sekuler, keanggotaan kelompok merupakan hal-hal penting dalam ritual. Peter Metcalf3 menyoroti hubungan strata ekonomi dan ritual kematian. Frank Reynolds mengilustrasikan bagaimana hirarki sosial telah mempengaruhi upacara kematian.4 Saunders juga menganalisa strati kasi sosial yang bersangkutan untuk memahami bagaimana ketidaksetaraan ini berdampak dalam ritual kematian seseorang.5 Pearson menyebutkan bahwa ritual kematian di Inggris pada abad ke-19 memperlihatkan perlakuan terhadap yang mati berdasarkan hubungan antara budaya materi terkait dengan praktek kematian dan bentuk organisasi sosial.6 Sedangkan Bennet menganggap bahwa representasi simbolisme dalam kematian dalam suatu masyarakat tidak selamanya menjelaskan tingkat ekonomi yang terjadi di masyarakat sama. Peran agama dan sejarah telah menempatkan suatu masyarakat tertentu untuk bertindak sama agar dapat mempertahankan kontrol lokal.7

Status sosial sering dilihat dari kekuasaan, keberanian, ekonomi, keanggotaan dalam kelompok, dan prestasi individu. Hubungan antara nilai sosial individu dan perlakuan kepada seseorang pada saat dan setelah kematian seseorang adalah sangat erat. Sehingga, ada kalanya masyarakat merasa sangat berduka atau tidak berduka atas wafatnya seseorang, karena faktor kekerabatan dalam keanggotaan kelompok akan menjadi faktor penentu. Di Indonesia kita banyak menemukan beberapa suku atau adat yang memiliki perbedaan hirarki sosial yang

Page 10: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

199tercermin dalam ritual kematian yang sangat khas. Ada kelompok yang bisa memanfaatkan materi karena ketergapaiannya dengan aspek ekonomi, ada yang mampu meraup perhatian banyak orang, karena memiliki posisi elit. Akadalanya pula, hanya menampakkan tontonan yang biasa saja.

Sejarah membuktikan bahwa ulama memiliki kedudukan yang penting dalam pemerintahan atau kerajaan. Karena mereka adalah gur yang secara simbolis merupakan perpanjangan tangan dari kepentingan Tuhan kepada manusia dalam penyampai ajaran-ajaran wahyu. Selain dianggap sebagai pewaris para nabi dalam membimbing, mendidik, dan memberikan teladan kepada umat manusia, mereka pun memiliki status dan pengaruh sosial yang sangat tinggi karena mereka memiliki pengetahuan agama dan kecakapan dalam hubungan sosial. Oleh karena itu, penghormatan dan pengkultusan kepada seorang ulama bukanlah hal yang aneh

Dalam tradisi tarekat, penghormatan karena status sosial ulama lebih mencolok. Syekh, terlebih dimata muridnya memiliki banyak kekuatan. Sebagaimana wali atau ulama, syekh adalah sosok yang sangat berpengaruh terutama dalam kehidupan orang-orang yang tera liasi dengannya. Oleh karena itu, penghormatan kepada mereka pun terjadi pada saat mereka hidup, dalam proses kematian, dan sering sekali setelah mereka mati yang terwujud dalam bentuk ziarah kubur. Keberkahan dan karamah orang-orang semacam ini membuat mereka berada pada posisi yang lebih elit dari yang lain.

Minangkabau adalah suatu suku yang sering dikaji karena pola matrilinealnya. Tak banyak perhatian tentang bagaimana prosesi kematian seseorang diungkap sebagaimana hal itu terjadi di daerah Toraja dan Bali. Namun, masih ada bukti bahwa ritual kematian dari seorang elite agama yang terjadi pada abad ke 19, mencerminkan status sosial yang berbeda. Dengan pendekatan simbolik ritual kematian, tulisan ini membahas tentang pengaruh status sosial terhadap pelaksanaan ritual kematian di wilayah Minangkabau. Tulisan ini akan menekankan pada peran syeikh dalam tradisi tarekat.

Status Sosial, Karamah dan Barakah

Fenomena kewalian baik dari kajian-kajian sejarah, sosial dan politik telah menarik perhatian banyak peneliti. Hal ini ditengarai karena wali atau ulama sebagai elite agama telah memberikan warna yang khas pada

Page 11: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

200dunia Islam. Kekhasan tersebut tampak pada strategi yang mereka, sebagai orang-orang suci berdamai dengan pengaruh agama-agama sebelum Islam yang datang ke suatu wilayah. Sehingga mereka mampu menciptakan suasana untuk berdialog antara tradisi masyarakat dan agama yang terkadang berseberangan satu dengan lainnya.

Teori komprehensif tentang ulama dan suci serta kesucian dikembangkan pada beberapa abad setelah kematian Nabi. Doktrin Islam tentang konsep kesucian itu adanya kepercayaan bahwa sejak masa Nabi, sahabat, orang-orang suci dan saleh sebagai orang-orang yang paling dekat dan dicintai Tuhan. Kebanyakan muslim meyakini bahwa orang-orang semacam ini memiliki kekuatan supranatural, atau kekuatan yang luar biasa karena keintimannya dengan Sang Pencipta. Istilah ini pun dianggap sebagai sifat yang dilekatkan kepada seorang suci yang mampu memindahkan pertolongan Allah kepada orang yang membutuhkannya. Mereka dianggap menjembatani kesenjangan besar antara orang-orang beriman dan Allah.

Pemujaan orang-orang suci dalam Islam sering dikaitkan dengan su sme. Dalam kaitan ini makna dan tur yang menonjol dari su sme diilustrasikan dengan berbagai cara. Trimingham mende nisikan bahwa mistisisme merupakan pendekatan terhadap realitas dengan memanfaatkan bagian intuisi dan emosi spiritual yang dapat dilakukan melalui pelatihan melalui bentuk bimbingan.8 Schimmel 9menambahkan bahwa su sme merupakan arus spiritual dalam arti yang lebih luas dan menganggap bahwa ini merupakan kesadaran realitas yang sering disebut dengan kebijaksanaan, cahaya, cinta. J. Arberry berpendapat bahwa tasawuf adalah gerakan mistik dalam Islam, dan su adalah orang yang tera liasi dalam kelompok ini dengan upaya pencarian batin agar terjadi persatuan mistis dengan Allah.

Dalam tradisi tarekat, keterhubungan antara salik 10dan sederet nama yang ada dalam daftar silsilah tarekat sebagai orang-orang dengan status tinggi, martabat, dan kehormatan di mata Allah menjadi hal yang penting. Orang-orang yang ada dalam silsilah tarekat memiliki kekuatan spiritual sebagai bentuk pewarisan satu sama lainnya sampai ke nabi dan sampai pula ke Allah. Maka dapat dikatakan bahwa kehidupan tarekat dipenuhi dengan suasana hirarkis. Sang syeikh dianggap berkuasa atas kehidupan pribadi muridnya. Catatan yang dilakukan oleh Chambert-Loir11 tentang wali di beberapa negara menunjukkan bahwa kesyeikhan tampak seperti kerajaan kecil, yang pengikutnya berasal dari banyak

Page 12: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

201daerah. Para anggota tarekat menganggap syeikh yang terbaik. Ini pula yang menunjukkan bahwa syeikh mempunyai pengaruh yang meliputi seluruh masyarakat. Hubungan emosional yang didasari dengan warna keagamaan antara syeikh dan para pengikutnya tampak sangat jelas.

Peranan yang dimainkan ulama bukan sekedar sebagai seorang ahli agama muslim, tapi sebagai pemimpin umat Islam. Sering dari mereka adalah para tokoh terpelajar yang memberikan bimbingan kepada umat Islam mengenai seluk beluk masalah agama. Mereka juga orang-orang bijak tempat masayarakat berkonsultasi untuk memecahkan masalah. Maka kepribadian ulama bukan hanya pengetahuan yang sangat penting bagi salik dan masyarakat. Tapi karisma seorang ulama sangat dominan sebab kepribadiannyalah yang menjadi magnet yang menarik orang menjadi pengikutnya.

Itu pula yang memunculkan konsep tawasul sebagai pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Dengan ini pengabulan doa oleh Allah pun menjadi gampang. Hal ini disebabkan karena ulama atau syeikh pada umumnya dekat dengan Allah, mereka dapat mencapai tahap karamah. Maka Allah lebih cepat mengabulkan permintaan mereka baik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. Status sosial pemberi barakah menjadi kuat karena martabat religius yang diperoleh dari hubungan dengan lingkungan tarekat.

Syeikh yang memiliki karamah menjadi icon raja, karena dengan kekuasaan informal, orang-orang datang untuk memperoleh barakah.12 Dalam konteks tarekat ini juga muslim yang mencari barakah (tabarruk) adalah orang-orang yang sedang menginginkan sesuatu yang telah atau belum dimilikinya agar dapat mengalami peningkatan, baik berupa kekayaan, keturunan ataupun kesuksesan.

Setelah kematian syeikh, para pengikut tarekat tidak jarang meminta doa agar diberikan keselamatan. Mengapa mencari barakah melalui orang-orang suci semacam ini pada saat mereka hidup dan setelah kematian? Mati dalam dunia tasawuf dianggap sebagai perpindahan satu ke tempat ke tempat lainnya. Pada dasarnya, eksistensi orang-orang tersebut masih tetap ada. Orang-orang suci seperti syeikh memiliki status yang tinggi. Dengan status yang tinggi tersebutlah mereka layak untuk didekati.13 Karena kedekatannya pada Allah, kemampuan yang dimilikinya sangat luas. Kedatangan para pengikut ajaran yang disampaikan oleh syeikh adalah suatu bentuk harapan adanya campur tangan syeikh dalam kehidupan mereka. Karena syeikh

Page 13: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

202lah pihak yang tak terpisahkan dari Kemahakuasaan dan ketergapaian Allah hanya mampu dilakukan melalui syeikh. Praktek ini pun pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.14 Konsep keramat, menurut Woodward menjadi dasar kepercayaan yang berkaitan dengan hidup sesudah mati dan kuluts kematian. Jiwa setelah mati berada di suatu alam yang berbeda dengan alam dunia dan tempat itu dinamakan alam barzah. Namun perndapat lain mengatakan bahwa roh itu tetap berada di kuburan yang memungkinkan mereka untuk berhubungan dengan orang hidup. 15

Islam, Su sme dan Syeikh di Minangkabau

Untuk melihat tradisi pengabdian syeikh di Minangkabau, bijak kalau kita melihat konteks penyebaran Islam di wilayah ini dalam kaitannya dengan bagaimana masuknya Islam ke wilayah ini. Termasuk di dalamnya berkembangnya tarekat syattariyah dan naqsyabandiyyah dan bagaimana kedudukan syeikh dalam pandangan masyarakat Minangkabau.

Sejarah masuknya agama Islam di Minangkabau muncul dalam berbagai pendapat. Ada yang mengatakan pada abad ke 7, pada saat para pedagang Arab dan China datang ke daerah-daerah penghasil lada di nusantara termasuk Minangkabau. Sri Maharaja Srindra warman di Muara Sebak telah menganut agama Islampada tahun 718.16Selain itu, adapula yang menyebutkan bahwa penyebaran agama Islam sudah dimulai sejak tahun 632.17 Sultan Alif Raja Alam di pagaruyung menyatakan dirinya memeluk agama Islam pada akhir abad ke-16. Proses perkembangan Islam di daerah ini dipercepat oleh masuknya Islam di kalangan raja dan istana. Hal ini diperkuat oleh kehadiran pasukan Aceh di pesisir Panjang dan bekal ilmu yang dibawa oleh putra Minang dari Mekah ke wilayah ini. Gelombang besar perpindahan ke agama Islam di kalangan penduduk Minangkabau bertepatan dengan berkembangnya su sme di wilayah ini.

Proses perkembangan Islam yang tergolong tidak lama ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agama Islam datang dibawa oleh pedangang yang bergaul dengan masyarakat setempat, agama Islam tidak mengalami rintangan yang berarti dari agama yang masuk sebelumnya, Hindu dan Budha. Selain itu, Islam menghargai adat istiadat penduduk setempat yang didatanginya, beberapa prinsip pokok dalam adat Minangkabau sesuai dengan prinsif-prinsif Islam, seperti

Page 14: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

203tradisi musyawarah dalam mencapai mufakat, serta dakwah agama yang dilaksanakann dengan cara yang bijaksana oleh para penganjurnya18.

Tahap Islamisasi Minangkabau dapat dilacak dalam pepatah adat yang berubah. Sebelum masuknya Islam adalah “Adat bersendi alur dan patut”. Setelah Islam diperkenalkan, kemudian diganti dengan rumusan baru “Adat bersendi alur, syara’ bersendikan dalil”. Islamisasi selanjutnya tercermin dalam ungkapan “Adat bersendi syara’, syara’ bersendi adat”. Rumusan terakhir dilakukan secara lebih jauh pada Perang Paderi (1821-1838) yaitu Adat bersendi syara’, syara’ bersendi Kitabullah”. Dalam hal ini, Al Quran, Hadis dan hukum alam yang sesuai dipandang sebagai prinsip-prinsip spiritual abadi yang membimbing manusia dalam kehidupan.19

Abad ke-16 merupakan periode yang amat penting dalam sejarah Minangkabau, karena mencakup awal institusionalisasi Islam dalam struktur sosial Minangkabau. Konversi Alam Minangkabau ke dalam Islam pada umumnya merupakan buah karya para su tarekat, karena dalam keseluruhan penafsiran mereka atas Islam sesuai dengan latar belakang Minangkabau yang banyak dipengaruhi sinkretisme Hindu-Belanda dan tradisi setempat.

Dalam beberapa hal, Su tarekat sangat toleran terhadap pemakaian dan pemikiran tradisional yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga Islam pada masa awal di Minangkabau sebagai sinkretis dan mistis. Terserapnya Islam ke dalam sistem kepercayaan dan struktur sosial Minangkabau tidak menggantikan adat, tetapi lebih memperkaya Alam Minangkabau itu sendiri. Gerakan su bergandengan tangan dengan kristalisasi seperangkat doktrin dan praktek su . Mulailah pertumbuhan tasawuf menjadi praktek yang melembaga.

Sejarah bangsa Indonesia sejak berabad-abad pernah diisi dengan lembaran yang melukiskan peran besar ulama sebagai langkah gerakan pembaharuan Islam yang di dalamnya berhadapan berbagai aliran. Ulama-ulama masa ini berjuang demi mempertahankan pola hidup Islami. Maka, Islam di sini harus menghadapi situasi kultural yang sangat kompleks dan beragam. Mereka memainkan peran dengan mengintegrasikan masyarakat muslim. Di satu pihak suatu aliran agama tradisional mencoba memanusiakan konsep ketauhidan dengan penyatuan pada kebutuhan keseharian. Di lain pihak ada saja kehendak reformis yang berusaha merasionalisasikan perilaku keagamaan dengan memberantas pola permohonan manusia yang mereka anggap salah.

Page 15: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

204Kisah syeikh Minangkabau selalu dikaitkan dengan kehadiran syeikh

Burhanuddin Ulakan. Sejarah menunjukkan bahwa ualam ini telah banyak kiprahnya terhadap perkembangan Islam di Minangkabau. Walau masih kental udara ketidakmurnian Islam ortodoks di wilayah ini Kedudukan syeikh adalah sangat sentral. Burhanuddin adalah ulama penting pertama mendirikan sebuah pusat keagamaan dan telah menghasilkan empat tuanku 20sebagai hasil didikannya, salah satunya adalah Tuanku Nan Tuo Cangking. Ia menentang cara kekerasan yang dilancarkan bekas muridnya dengan membakar surau hingga menjadi abu. Tak lama kemudian, ia meninggal karena sedih dan usia yang lanjut.21 Ketika mereka menyelesaikan studi mereka, mereka kembali ke daerah mereka sendiri dan mendirikan pusat-pusat keagamaan baru. Dengan demikian, sebelum kematian Tuanku dari Ulakan sudah ada beberapa pusat agama di pedalaman. Setelah kematiannya kuburan dari Tuanku dari Ulakan dibuat menjadi tempat suci. Sampai munculnya gerakan Padri itu masih kutukan bagi guru-guru agama di Minangkabau mempertanyakan otoritas keagamaan dari Ulakan.

Fenomena yang paling mencolok dalam kehidupan agama dan sosial di Minangkabau setelah masuknya Islam, tampaknya diduduki oleh sosok ulama dengan berbagai panggilan, yang mengemban pelayanan spiritual masyarakat. Panggilan syeikh di depan nama seorang ulama oleh masyrakat tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada proses hubungan yang berkembang antara ulama dan masyarakat berkembang. Sebagai seorang ulama, seorang kiai dipercayai sebagai mata rantai yang menghubungkan para santrinya kepada ulama terdahulu dan terus berlanjut sampai kepada imam mazhab.22

Sebelum perang Paderi, kedudukan ulama tidak sama seperti penghulu. Golongan agama sebagai kaum intelek karena faham tulis baca, hanya berperanan sebagai pendidik generasi muda dan pembimbing kehidupan rohani masyarakat. Elit agama, sebagaimana ulama Minangkabau, sementara dihormati, tidak memiliki peran untuk menjadi kaya atau berkuasa seperti layaknya ulama di negara-negara Timur Tengah. Pemerintah membatasi peran politik ulama Minangkabau. Pemasukan unsur keulamaan ke dalam struktur kekuasaan yang diwujudkan dalam keanggotaan di dalam balai adat, hanya merupakan pelebaran dari elite kekuasaaan. Keulamaan yang bertolak dari penguasaan ilmu dan pengakua sosial, akan bisa terlibat dalam proses pewarisan jabatan dengan memakai patokan matrilineal.23

Page 16: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

205Namun ulama yang reaksioner mengembangkan tren modern dalam bidang pendidikan. Ulama Minangkabau mulai merumuskan adat untuk merasionalisasi situasi baru yang diciptakan oleh penyerapan Islam. 24

Pada pergantian abad ke-19, berbagai pertunjukkan demoralisasi sosial sebagaimana yang digambarkan oleh Fakih Saghir dalam Hikayat Djalaluddin25. Sementara tradisi kekuatan sakral raja itu telah sangat merusak, pusat-pusat agama terlalu sibuk dengan praktek kontemplasi sebagai pelarian yang efektif. Inilah kebuntuan kaum tua yang tiba-tiba berubah dengan adanya gerakan Padri.26 Masa ini pula, dengan konsep menuju kesempurnaan masyarakat Islam, terdapat gerakan yang menggoncang pada tatanan lama atau kelompok Syattariyah yang dianggap sebagai bentuk ajaran kuno yang merusak dan mengandung banyak mistisisme. Pengenalan ajaran-ajaran Islam yang lebih murni oleh para tokoh keagamaan Minangkabau yang kembali dari rantau, terutama dari pusat Islam seperti Mekah, Medinah, Kairo, telah menciptakan dinamika dan kon ik di kalangan masyarakat Minangkabau. Ini pula yang membawa gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau dan wilayah-wilayah nusantara lainnya.27Tak dapat dihindari pergeseran terjadi kepada tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang pada saat itu popular di Mekkah. Gerakan pembaharuan pada abad 19 karena segolongan dari masyarakat yang menganggap dirinya kompeten, tapi tidak mendapat tempat dan kedudukan yang wajar dalam ranah politik di Minangkabau itu. Menurut Schrieke gerakan Paderi hanya sebuah revolusi pemimpin agama yang frustrasi dengan hidup dalam suatu masyarakat yang tidak memberi mereka tempat dalam hirarki sosial. Posisi agama sebagai sistem kepercayaan semakin diperkuat. 28

Sejak masa ini, pusat keagamaan yang sebelumnya sebagai bagian dari rakyat jelata, di bawah kepemimpinan Tuanku mulai menjadi agama kantong dalam masyarakat. Mobilitas murid agama dari satu madrasah ke madrasah lain membuat pusat agama dalam kesederhanaannya tersebar dan berpotensi menantang kekuasaan pemerintah. Kon ik potensial kelembagaan antara dua wakil penuntut berdampak kecil terhadap masyarakat secara keseluruhan sampai akhir abad ke-18. Mereka mempelajari banyak ilmu dari negeri Mekah dan memberikan banyak perubahan kepada negeri. Pemindahtanganan para pemimpin agama, seperti guru agama dan haji, dan penguatan status quo sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta penciptaan suasana stagnasi dan

Page 17: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

206apatis di beberapa bagian masyarakat menjadi momen yang sangat penting. 29

Tinjauan Naskah

Tak banyak sumber yang mengungkapkan riwayat sang penulis. Hamka menggambarkan bahwa Fakih Saghir adalah putera dan murid Tuanku Nan Tuo Koto Tuo itu, yang berfaham wahabi tetapi tidak menyetujui sepak terjang Harimau nan salapan yang suraunya pernah dibakar oleh Kaum Adat kerana menentang fahamnya. Karena tidak ikut peperangan, Belanda mengajak kerjasama. Kemudian ia diangkat menjadi Regen di Luhak Agam, menggantikan datuk Baginda Chatib yang tidak disukai oleh kaum Adat. Ia bergelar Tuanku Sami setelah tua usianya.30

Ini menunjukkan bahwa teks ditulis oleh seseorang wakil pembaharuan Paderi yang moderat. Penulis tidak menjelaskan tujuan penulisan, tetapi setidaknya dapat dilihat bahwa ia sedang berupaya untuk memberi peringatan atau kenangan untuk murid anak dan cucu supaya wasiat Tuanku Nan Tuo tetap hidup. Selain itu, tampaknya ia berupaya mengcounter ketidakberdayaan syeikhnya dalam menghadapi Harimau Nan Salapan merubah cara dakwah kelompok pembaharu di Minangkabau. Yang jelas ia merupakan dokumen sejarah unik yang dapat dibandingkan dengan karangan berbentuk biogra atau otobiogra . Sebuah pelaksanaan ritual memberikan kesempatan untuk mende nisikan realitas, dan Fakih Saghir tentu memanfaatkan kesempatan ini. Fakih Saghir memperoleh gelar Sultan Alim dari kegiatannya bersama Tuanku Nan Tuo karena keahliannya di bidang sunnah dan syariat. Dia menjadi Fakih di Negeri di Kota Lawas dekat Kuta Tuo. Dalam menjalankan tugasnya, Fakih selalu mencoba meyakinkan muridnya untuk mengikuti syariat Islam agar masyarakat Islam dapat terwujud. 31

Dalam melakukan inventarisasi naskah, melalui penelusuran katalog naskah yang terkait dengan Minangkabau seperti Katalog Naskah dan skriptorium Minangkabau32, peneliti tidak menemukan teks Fakih Saghir ini, begitu pula penelusuran pada database thesaurus naskah nusantara33 yang dihimpun oleh Fathurahman dkk. Penelusuran juga dilakukan pada katalog naskah melayu nusantara 34 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, karena usia naskah yang sudah cukup lama. Namun tidak diperoleh indikasi bahwa naskah tersebut ada di

Page 18: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

207tempat lain. Mengingat upaya penelusuran disesuaikan dengan masa berjalannya short course, maka peneliti memperlakukan naskah ini sebagai naskah tunggal. Oleh karena itu, langkah perbandingan teks sebagaimana tahap penelitian lologi tidak dilakukan dalam penelitian ini.

Sumber informasi dari tim digitalisasi naskah Syair Fakih Saghir ini menyebutkan bahwa teks ini berasal dari surau Calau di Minangkabau, dengan judul Fakih Saghir. Peneliti menambahkan kata Syair dalam judul, selain karena isi teks berbentuk syair, hal ini juga sebagai upaya untuk membedakan teks lain yang ditulis oleh Fakih Saghir dengan judul Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin Karangan Fakih Saghir. Ukuran naskah ini adalah 17 x 12 cm dan blok teks 14 x 8 cm, ditulis dengan tinta hitam. Cover teks dibuat dari karton tebal dengan warna yang tidak diketahui. Alas naskah adalah kertas Eropa dengan watermark Pro Patria. Teks dengan jumlah 13 baris setiap halamannya ini tidak memiliki tahun penulisan/penyalinan. Walaupun tidak memiliki hubungan yang jelas, teks ini disatukan dengan teks Fikih, berupa hukum-hukum sholat dari hasil percakapan Muhammad dan setan dengan penulis yang tidak diketahui. Beda teks SFS dan teks Fikih tersebut adalah bentuk tulisan serta lebar kertas. Melihat konteks isi teks dan penulis, maka diperkirakan bahwa teks ditulis pada abad ke-19.35

Bentuk teks seperti karangan prosa, tapi bunyi-bunyi kalimatnya memberikan gambaran sebuah syair. Fakih Saghir pada awal teks menyebutnya sebagai syair atau nazam.36 Walaupun kedua konsep syair dan nazham berbeda makna, tapi penulis menggunakan istilah-istilah itu secara bergantian dengan pemahaman bahwa syair37 sama dengan nazham38. Selain itu, teks tidak selalu diakhiri dengan fungtuasi dalam kalimat-kalimatnya. Mengingat bunyi teks mengikuti rima, maka peneliti menyusunnya menjadi bait-bait sebagaimana rima dari setiap larik. Jumlah larik dalam setiap bait tidak konsisten. Ada yang berjumlah delapan, empat, tiga dan dua. 39

Ada larik yang tampak berdiri sendiri, namun jika disandingkan dengan larik-larik lainnya tampak seperti sama. 40 Bunyi akhir larik yang sama tidak selalu dengan frase yang sama, misalnya ahadiyah, martabah, hakikah dan makrifah. Puisi dalam sastra Minangkabau digolongkan dalam beberapa jenis yaitu, mantra, pantun, talibun, pepatah dan syair.41 Syair adalah puisi yang terdiri dari empat baris,

Page 19: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

208bersajak aaaa dan keempat barisnya berupa isi. Ada beberapa syair Minangkabau, seperti syair Mamalah Bulan, Syair Abdulkadir, Syair Gampo Alam Dunia, Syair si Patjo Mati Dua Kali, dll.

Teks SFS ini hadir berdampingan dalam satu folder dengan 9 teks lainnya, yaitu teks khatimah zikir, soal jawab tentang bismilah, kitab hadhorah, kumpulan teks tasawuf. Al-maklumat, syair fakih saghir. Syair johan perkasa syah alam dari paninjauan, kitab tentang baik dan jahat, khawas ajaib, dan risalah 73 golongan. Tampaknya teks-teks ini disatukan karena kandungannya tentang tasawuf dan belum tentu terkait dengan teks SFS tersebut.

Asal usul naskah.Teks Syair Fakih Saghir diperoleh atas upaya digitalisasi naskah-naskah di surau Calau Sijunjung Minangkabau yang dilakukan oleh Tim Kajian Poeitika Universitas Andalas bekerjasama dengan Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) dan Tokyo University of Foreign Studies TUFS-CDATS Jepang, dengan kode: CL.SJJ.2011.67F.

Surau Calau yang dipimpin oleh Syekh Abdul Wahab atau Tuanku di bawah Manggis merupakan salah satu surau yang bergerak dalam pengembangan tarekat Syattariyah yang dibawa oleh Syeikh Burhanuddin Ulakan ke wilayah Minangkabau. Sebagaimana kebanyakan surau yang berada di Minangkabau, surau ini melakukan kegiatan-kegiatan bersifat akademik seperti mengaji dan menyalin kitab. Surau Calau Muaro Sijunjung ini merupakan sentra tarekat Syattariyah di Sawahlunto, dan merupakan salah satu tempat yang selalu dikunjungi pada saat acara Basapa dari khalifah di Tanjung Medan Ulakan.42

Teks ini sangat signi kan untuk dibaca. Secara umum, penekanan yang tampak adalah gambaran sosok karismatik yang dikagumi oleh seorang murid terhadap gurunya. Ungkapan ini ia terjemahkan lewat prosesi yang dilakukan oleh masyarakat sebelum dan terlebih pada saat syeik wafat. Tergambar pula konteks su sme yang kental di dalam melihat ikatan guru dan murid. Banyak pengikut mengharapkan intervensi syeikh dalam kehidupan mereka. Di mata pengikutnya, kemampuan syeikh sesungguhnya tak terpisahkan dari kemahakuasaan dan ketergapaian Allah. Dengan mata batinnya dia dapat juga mendiagnosa penyakit dengan cepat dan menganjurkan terapi yang tepat. Berkah dapat berupa pengobatan, keuangan, kemandulan, dan lain-lain. Sang syeikh dianggap berkuasa atas kehidupan pribadi muridnya.

Page 20: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

209Kesaksian Fakih Saghir hanya tergambar dalam beberapa catatan

yang terekam lewat naskah Surat Syekh Jalaluddin dan Syair Fakih Saghir ini. Walaupun dalam beberapa hal, subyekti tas seorang murid begitu nyata tergambar, namun catatan ini telah menjadi dokumen penting untuk melihat pertentangan antara kaum tua dan muda di wilayah ini.

Oleh karena itu, naskah tulisan Fakih Saghir ini perlu diteliti untuk melihat budaya atau ritual yang dilakukan untuk seorang elit sebagaimana seorang syeikh yang wafat ketika itu. Pada saat yang sama kita juga bisa melihat seberapa jauh tradisi itu masih teraktualisasi dalam masyarakat. Keberadaan teks ini disamping karya Fakih Saghir lainnya menunjukkan bahwa ia memiliki dokumentasi yang baik tentang gurunya. Dari sejumlah tokoh Paderi, Fakih Saghir memiliki catatan pribadi yang keasliannya dapat diakui. Karena sifatnya sebagai catatan pribadi, tokoh yang dianggap paling dekat dengannya yang ia ceritakan.43

Satu hal lain yang tampaknya menonjol dalam teks ini adalah bahasa daerah Minangkabau yang sangat banyak mewarnai dalam setiap bait. Sehingga membacanya tampak menjadi alat untuk mempelajari beberapa kata yang digunakan dalam bahasa di daerah ini. misalnya penggunaan lah untuk menyebutkan telah. Layur pengganti lemas. Ritual kematian yang mirip juga dengan ini adalah ratap Fatimah yang dikenal dengan tradisi banazam atau banalam. 44

Hadirnya naskah ini tentu tidak dalam ruang hampa, tapi ia merupakan hasil proses ber kir dan cita-cita yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan suatu masyarakat dan budaya. Lalu balik berinteraksi denga berbagai aspek lingkungan tempat ia lahir. Melihat bentuknya setidaknya kita bisa berkata bahwa SFS diturunkan dalam dua tradisi yang menjadi fungsinya dalam wilayah Minangkabau.

Pertama, menegaskan gambaran kehidupan tarekat yang ditampilkan dengan konsep karamah seorang guru serta barakah yang selalu diharapkan oleh murid atau masyarakat sekitarnya. Beberapa kalimat dalam teks SFS sama dengan Teks SKSJ yang ditulis oleh Fakih Saghir atau pada tahun 182. Jika SKSJ menggambarkan ketegangan dan permusuhan antara kaum adat dan kamum paderi, melukiskan secara terperinci kon ik antara kaum paderi yang tidak sefaham dalam menentukan tindakan yang patut diambil untuk menangani penyebaran faham wahabi, menyatakan ketidaksetutjuannya akan penggunaan

Page 21: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

210kekerasan, dan berakhir dengan kedatangan orang Belanda yang diterima dengan baik oleh kelompok yang moderat sebagai salah satu cara untuk mengakhiri perselisihan. Sebagaimana disampaikan oleh Hollander bahwa teks SKSJ hanya mengenai beberapa kegiatan syeck Djilal atau Fakih Saghir demi kegiatan penyebaran agama dan untuk mencegah sabung ayam, perdagangan budak dan minuman keras di pulau sumatera.

Kedua, sebagai gambaran pelaksanaan upacara adat kematian dalam masyarakat Minangkabau. Ini sekaligus menunjukkan identitas dan integritas. memiliki fungsi tertentu untuk dipahami masyarakat pada masanya.

Ketiga, sebagai karya tulis sebuah syair yang tidak mengikuti konvensi; nilai sejarah. sangat bernilai sebagai contoh dialek bahasa Minangkabau. Teks ini semacam perpaduan biogra , teologi, sejarah dan budaya dalam keindahan susastra yang mewakili ciri-ciri zamannya. Bak sebuah lukisan, penulis ingin agar pembaca seolah-olah ikut merasa, melihat dan menikmati objek yang dilukiskannya. Berupa hasil tulisan yang berupaya menjelaskan sesuatu kepada pembaca dengan menunjukkan berbagai bukti baik konsep tempat dan waktu dengan tujuan menambah pengetahuan. Ada kecendrungan untuk meyakinkan bagaimana posisi timbal balik guru dan murid dalam budaya tarekat.

Tidak ada sumber informasi yang menyebutkan bahwa naskah menjadi pedoman penyelenggaraan ritual kematian di wilayah minang. Juga penegasan tentang fungsi surau yang begitu kompleks terhadap perkembangan keilmuwan Islam pada saat itu.

Naskah ini sebagai salah satu sumber informasi yang menegaskan tentang kepemimpinan seorang tokoh Tuanku Nan Tuo Cangking dalam. Naskah ini merupakan sumber penting dalam rekonstruksi sejarah sosial masyarakat. Telaah kedudukan dan fungsi naskah dalam kehidupan sosial budaya tempatnya tumbuh sangat perlu.

Ini menunjukkan cara bentuk simbolis yang melembagakan upacara kematian di wilayah ini bergema ke seluruh konteks sosial dan budaya. Pada saat kematian, Identitas juga merupakan hal yang penting dalam kehidupan sosial. Begitulah cara bagaimana mereka membuat batasa antara kehidupan dan kematian yang digunakan dengan pernyataan simbolis. Cara ini dapat dilihat sebagai sarana amat penting untuk memupuk rasa kesinambungan budaya pada saat hilangnya para anggota masyarakat.

Page 22: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

211Banyak alasan mengapa tradisi mengunjungi ulama atau syeikh

dilakukan oleh orang-orang dari dulu hingga sekarang, di antaranya adalah untuk belajar ilmu agama, mengadu nasib, mencari peruntungan, dan lain-lain. Setidaknya itulah yang ingin disampaikan oleh penulis teks ini. Penghormatan terhadap guru. Untuk mendapatkan berkat dari guru, maka wajiblah menghormatinya. Penghormatan itu tidak saja dilakukan ketika syeikh masih hidup, karena menurut pemahaman tarekat ini yang mati itu hanyalah tubuh kasar, sedangkan ruhnya tetap hidup di alam barzah, dan sewaktu-waktu membantu atau memurkai murid-muridnya yang masih hidup jika melakukan hal-hal yang salah atau menyalahi ajaran-ajaran agama. Syeikh adalah orang mukmin yang takwa yang menjalankan hidup di dunia di bawah sinar hidayah Ilahi. Tokoh semacam ini juga adalah manusia sempurna setingkat di bawah derajat Rasul dan Nabi. Oleh karena itu, makamnya perlu diziarahi sebagai bentuk bakti atas segala ajarannya yang telah memberi tuntunan bagi kehidupan.

Bagi kalangan kaum tarikat, seperti tarikat Syattariyah di Pariaman bahwa menghormati guru adalah etika paling utama yang dibudayakan pada setiap pribadi, khususnya kepada guru-guru penyampai ajaran Islam. Seperti pernyataan al-Ghazali bahwa murid-murid tak boleh tidak harus mempunyai syekh yang memimpinnya..45

Teks diawali dengan memperkenalkan sang penulis dan tempat penulisan yaitu di Batu Tabal Koto Tuo. Pengertian ttg ilmu syariat dan hakikat. Batu tabal adalah tempat dimana Fakih saghir membuat hikayat. Upaya seorang murid untuk membuat kenang-kenangan terhadap guru yang dicintainya. Koto Tuho juga ama tempat. Umur syekh yang sudah tua kira-kira 150 tahun, dengan bahasa lokal yang menunjukkan tangah dua ratus tahun. Konsep tajalli. Dalam hal ini Fakih juga Ulama yang karamah. Bahasa arkais luhak dan arkais yang menunjukkan popularitas ulama. Barakah tiap negeri. Walau banyak ulama yang berada pada saat itu, namun dengan keberkahannya, syekh berbeda ari yang lainnya. Sifatnya yang penyayang, sabar, berhati lapang sehingga banyak dikunjungi orang. Orang yang berkunjung dengan bermacam-macam kepentingan. Adakalanya hanya memberikan sedekah dan ada juga karena nazar. Diungkapkan pula bagaimana banyak dan bervariasinya pemberian orang kepada syekh. Walau banyak hadiah yang diberikan orang, namun syekh memberikannnya kembali kepada fakir miskin. Hal ini menggambarkan bagaimana kagumnya orang-orang pada syekh sehingga beliau menjadi tujuan kedatangan.

Page 23: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

212Sebagai tindakan balas budi, tanda putihnya hati kepada guru,

bakti kepada syeikh, serta ucapan terima kasih atas bimbingan berupa ilmu dan amal-amal yang pernah diajarkan serta nasehat yang diberikan sebagai pegangan hidup, para pengunjung membawa oleh-oleh yang digambarkan dalam teks sebagai ayam, itik, dan sapi. semampunya atau membawa benda kesukaan sang guru atau uang sedekah sekedarnya.

Fakih Saghir juga menyebutkan bahwa syeikhnya itu sebagai Imam ahlussunnah. Waliyullah sultan. Perannya, bila ada perselisihan, syekh lah tempat orang datang untuk berunding, meminta petuah. menceritakan kondisi syekh yang sudah sangat lemah meminta berkat dari syekh, sebelum wafatnya beliau pada hari kamis. syekh membaiat. keberlangsungan orang belajar walaupun syekh dlam keadaan sakit. syekh memebrikan wasiat agar ia dimakamkan di sekitar mesjid tempat ia biasa beribadah. Kemudian menyerahkan kitab yang digunakannya kepada muridnya. Selain penggambaran sosok syeikh yang sangat dikagumi, diteladani oleh murid dan masyarakat tidak saja di daerah Minangkabau dan Sumatera, penulis teks ini menyelipkan beberapa ritual yang dilakukan terhadap wafatnya sang syeikh. Pertama, ada proses untuk mencari pengganti sang syeikh. Karena selama ini syeikh lah tepat pengaduan. Untuk melakukan hal ini, dilakukanlah mufakat para tokoh dan ulama yang ada di Luhak Nan tigo. Kedua, pembacaan tahlil dan talqin menjelang wafatnya sang Syeikh. Talqin sebagaimana ritual tarekat dijelaskan oleh al Qusyasayi dalam kitab Simt al-Majid. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam komunitas Surau, koneksi guru dan murid menjadi sangat penting. Dengan hubungan inilah nantinya terjadi polarasi keilmuan dan transmisi yang berlanjut kepada generasi selanjutnya.

Selanjutnya, pemberian wasiat pada muridnya agar tetap menjaga kehadirannya di mesjid, menurunkan kitab, dan meminta tempat penguburan, yaitu di sekitar mesjid agar murid-muridnya dapat senantiasa berkunjung atau ziarah. Tahlil dan zikir adalah bagian lain yang dilakukan dalam beberapa waktu, seperti 7 hari yang disebutkan oleh penulis ‘tanpa henti’. Hal ini mirip dengan ritual Basapa sebagaimana Manaqib yang maksud dan tujuannya sama, yaitu membaca kalimat taiyibah yang berlangsung semalam dengan maksud mengharapkan turunny arahmat yang melimpah dan berkah yang banyak. Karena menyebut-menyebut hal ikhwal para ulama waliyullah tersebut, maka terbukalah barakah dari pintu langit yang tertinggi juga

Page 24: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

213curahan kemurahan dari Allah Swt. Selain itu, dimintakan pula doa pada murid atau masyarakat bila mereka berada pada tempat yang jauh dan tidak dapat datang dari Luhak dan ranah. Keempat, perjamuan isi negeri dengan penyembelihan kerbau, sapi dan kambing, dilengkapi dengan peralatan. Pemberian sedekah kepada fakir miskin. Kelima, mengelilingi jenazah sambil menangis. Tradisi marotok memang ada di Padang. Dalam bahasa Minangkabau, ratap disebut dengan ratok dan meratap disebut dengan maratok. Meratap adalah kebiasaan menangisi mayat sampai histeris, sambil berucap hal-hal yang baik tentang mayat itu atau berupa penyesalan atas kematiannya. Umumnya, maratok dilakukan dengan cara menyakiti diri, seperti menepuk dan memukul dada dan badan mereka, atau dengan mengelus badan si mayat.46 Selain itu, terdapat suara yang menyertai proses, berupa ledakan meriam beberapa kali. Pada bagian akhir penulis menyebutkan beberapa nama seperti baginda Ali, Imam sya ’i, Abu Hasan As’ari, Abdul Qadir al-Jilani, Syekh Abdurrauf, Tuanku di Ulakan yaitu Burhanuddin. Nama-nama yang mencerminkan perpaduan tarekat Syattariyah dan Qadiriyyah.Syair ini juga mengenalkan nilai budaya yang menonjol seperti mufakat atau musaywarah serta konsep menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku.

Simbol-Simbol dalam Ritual Kematian

Kebutuhan untuk berkomunikasi telah membuat simbol menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, masyarakat hampir mungkin tidak ada tanpa simbol.47 Karena mereka berkomunikasi. Pelaksanaan ritual kematian merupakan salah satu bentuk penggunaan simbol, sehingga simbol dijadikan sebagai sarana komunikasi. Penggunaan simbol dapat menghantarkan seseorang ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun masa lalu. Simbol dapat berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu. Simbol merupakan sebuah sarana komunikasi, seperti berbagi perasaan internal. Kematian merupakan bentuk persatuan ranah sakral dan sosial. Dengan menganalisa keduanya dalam perspektif yang utuh maka pemahaman tentang masayarakat Minangkabau dapat diperoleh.

Dalam ritual apapun namanya, orang-orang menggunakan simbol untuk membuat struktur sosial yang eksplisit, agar makna dapat diinterpretasi dalam kehidupan sehari-hari. Van baal menganggap bahwa kepercayaan dan praktek agama merupakan respon mendasar terhadap

Page 25: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

214fakta dan kondisi manusia, khususnya untuk kebutuhan berkomunikasi dengan dunia lebih luas. Agama merupakan ekspresi keinginan bawaan manusia untuk berkomunikasi dalam alam, dan untuk mencegah ketidakpastian serta memperoleh rasa nyaman. Kepercayaan pada semua tingkah laku yang berhubungan dengan kenyataan supernatural seperti doa, praktek pemakaman memberikan kenyaman dan memberi arti akan keberadaan manusia.48 Simbol-simbol budaya yang dimiliki oleh tiap suku dan kaum ini memainkan peran sosial, ekonomi, kekerabatan, religius dan identitas kolektif. Maka penyelenggaraan ritual kematian dilakukan sebagai bentuk penggunaan simbol.

Upacara kematian pada masyarakat Minangkabau adalah sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu mati dalam Islam. Maka melaksanakan fardhu kifayah, seperti mengumumkan kematian orang yang meninggal kepada orang lain, memandikannya dan mengkafani, menyalatkan, serta menguburkannya dilakukan untuk mengkomunikasikan kematian tersebut.

Adat kematian yang dikenal luas dalam masyarakat Pariaman sampai sat ini yaitu: meningga hari, menujuh hari, mendua kali tujuh, mengempat puluh, dan menyeratus hari, adalah suatu tradisi yang sudah masuk dalam tatanan sosial masyarakat atau sudah menjadi tradisi yang mapan dan sulit dihilangkan. Ada alasan atas semua ini yaitu keluarga merasa malu atau aib jika tidak melakukannya. 49 berbagai bentuk ritual kematian dilakukan sebagai bentuk komunikasi dan simbol yang digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan kesedihan atau semacamnya kepada sang mayit maupun kepada masyarakat yang datang. Banyak pula ritual kematian yang tidak memerlukan biaya mahal. Namun, ada pula upacara besar dan upacara yang membuat perhatian banyak orang. Sehingga, komitmen untuk penggunaan sumber daya material menjadi hal yang penting sebagai bentuk fenomena ekonomi ritual.50

Perbedaan yang mencolok dalam prosesi kematian di Minangkabau adalah kematian seorang raja atau penghulu. Praktek-praktek ritual kematian syeikh tergambar dalam beberapa simbol yang digunakan. Sosok yang digambarkan oleh Faqih Saghir dalam teks ini sebenarnya bukan seorang penghulu, bukan pula seorang raja di pemerintahan. Namun, seorang syeikh, ulama yang karena keahliannya dalam bidang syariat dan tasawuf telah mendapat julukan Sultan ‘Alim Awliya’Allah, yang menjadi pemimpin seluruh ulama Minangkabau golongan ahl al sunnah wa al jama’ah. 51

Page 26: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

215Dalam kehidupan manusia ada hukum timbal-balik yang berlaku

sebagai bentuk pertukaran jasa yang terus-menerus. Sebuah kelompok masyarakat memiliki ikatan emosional, sosial, dan nancial yang kekuatannya yang bervariasi tergantung pada a liasi atau kekuatan ikatan lainnya. Seorang pemimpin terkait erat dengan semua orang secara sosial, politik, dan ekonomi. Sehingga orang lain tergantung pada mereka, dan menempatkannya pada posisi yang tinggi dibanding orang lain yang tidak memiliki ikatan sosial dan emosional. Sifat yang sangat praktis diterima oleh masyarakat adalah ketika seseorang meninggal dunia masyarakat menderita kerugian yang sangat nyata. Sehingga Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa hidup dan mati sama-sama membentuk satu komunitas, dan upacara pemakaman hanyalah ritual.

Terlepas dari kewajiban sebagai umat Islam terhadap orang meninggal, dan perbedaan anggapan terhadap ritual kematian, prosesi kematian dikarenakan perbedaan sosial status sering tak terelakkan. Hal ini memunculkan garis demarkasi antara proses yang dilakukan oleh elit dan non elit. Penegasan kemsyhuran syeikh di mata mayarakat pun tercermin dalam upacara kematian yang diselenggarakan untuknya. sebagaimana petikan syair:

Martabah syekh kita waliyullah yang pilihan Imam syari’ah sempurna ikutan Mempunyai hukum memeluk pekerjaan Sempurnalah Syekh kita bernama sultan

Doa, Tahlil dan Zikir

Acara menujuh hari, meningga hari dsb yang diselenggarakan dengan iringan bacaan doa, zikir dan tahlil sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia di manapun pada saat kematian seseorang. Ritual ini dilakukan sebagai upaya untuk mengirim doa atau pahala kepada orang yang meninggal agar mereka mendaatkan kelapangan di dalam kubur. Jumlah orang yang membacakan doa dan zikir pun bervariasi sangat ditentukan oleh siapa orang yang meninggal. Dalam beberapa kesempatan, seorang elit meninggal banyak dikunjungi oleh pelayat yang mebacakan doa, entah karena diberi kompnesasi atau lainnya. yang pasti banyak pula pelayat yang karena konpensasi itu maka datang untuk melaksanakan ritual zikir, dls.

Secara historis, ritual doa adalah warisan dari mistisisme Islam awal yang telah menyebar di Nusantara sejak abad ke enam. Para

Page 27: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

216pengikut dari tarekat tertentu melakukan ritual doa yang berbeda di mana mereka mengarahkan doa-doa mereka kepada Allah untuk mengenang jiwa berangkat suci yang mendirikan persaudaraan mereka.

Dalam tradisi tarekat, zikir dan wirid merupakan ciri utama ajaran tarekat sebagai bentuk ungkapan cinta. Zikir sebagai pengulangan secara kolektif satu kalimat pendek seperti kalimat syahadat oleh murid-murid yang duduk mengelilingi seorang guru. Tradisi ini pula sudah dilakukan pada masa syekh Burhanuddin. Sebelum Syekh Burhanuddin, jika ada yang meninggal dunia, maka keluarga yang ditinggal dikunjungi oleh ipar-bisan dan dilaksanakan dengan membawakan kata-kata indah, yang mirip dengan berbalas pantun selama hari pertama sampai hari ke tujuh, hari keempat belas, hari keempat puluh, hari keseratus dengan makan dan minum. Budaya semacam ini kemudian diganti dengan zikir dan bacaan tertentu dalam bentuk doa kepada mayat. Doa dan bacaan-bacaan dibuat berbalas-balas antara dua orang Tuanku, labia, Khatib dan petugas agama nagari. Ini merupakan pelaksana utama dari kegiatan ini. Setelah mengaji, maka dihidangkan makanan dan sedekah kepada pelaksana.

Naskah SFS yang menerangkan bagaimanan zikir dan tahlil dan doa ini bukanlah sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kuantitas orang yang melakukan zikir adalah hal yang penting dalam menunjukkan bahwa seseorang yang sedang didoakan dan atau dimohonkan berkahnya adalah bukan orang biasa. Dalam beberapa kesempatan, ada orang melakukan tahlil karena undangan atau permintaan dari ahlul bait agar dapat turut serta dalam acara tahlil. Setelah acara berlangsung, maka sang empunya memberikan sajian ataupun hadiah berupa uang, pakaian untuk para pentahlil. Teks ini tidak menjelaskan motivasi orang bertahlil. Tapi jelas sekali menunjukkan jumlah orang yang berlimpah.

Salam tuanku di dalam tanahTiap-tiap dusun tahlil zikrullahTuanku lah berpulang ke rahmatullahKita berajar inilah nafkah

Tiap-tiap negeri pun mentahlilkan Luhak dan ranah pun lalu kelawatanGuruh gempa nabun pendengaranUmpama guruh keturunan hujan

Page 28: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

217

Banyaklah khabar orang berulangMengkhabarkan syekh kita sampai berpulangMurid yang jauh sukar menjalangDipintakan doa di kampung seorang-seorang

Adapun, ritual-ritual seperti pembacaan talqin52 yang dilakukan setelah proses penguburan berlangsung, dianggap sebagai bentuk bantuan kepada si mayit. Mazhab Sya i dan Hambali menempatkannya sebagai suatu rekomendasi, sedangkan Maliki menganggapnya perbuatan makruh.

Oleh karena itu, ketika seorang elit agama seperti syeikh meninggal pelayatpun banyak menjalang. Mereka datang untuk mendapatkan konpensasi barakah. Sehingga jumlahnya pun sangat berbeda dengan orang biasa. Kerumunan pelayat dan peziarah ditentukan oleh status sosial ulama. Masih terbayang oleh kita bagaimana banyaknya jumlah peziarah ketika Gus Dur (mantan presiden) meninggal hingga sekedar ziarah ke kuburannya. Hal ini membuktikan makin tinggi sosial status maka makin banyak pula pelayat yang datang.

Status juga ditandai oleh jumlah dalam salah satu kelompok pelayat.Contohnya jumlah pelayat bervariasi tergantung pada posisi sosial si jenazah. Apakah ia meninggalkan jejak kebaikan bagi setiap orang yang pernah mengenalnya, atau bersentuhan dengannya. kejernihan hati, dan kebersihan jiwa, kata-kata yang lembut,penampilan menawan, serta caranya berdialog dan berdebat yang menarik hati. Randle Holme mendaftar jumlah pelayat pada pemakaman tergantung pada tingkat dan estate dari apapun mati hubungan pribadi pelayat dengan almarhum.53 Ritual pemakaman selalu menjadi bagian penting dari proses reintegrasi kelompok sosial. kemeriahan upacara pemakaman sebagai simbolisasi status sosial bisa berlaku. Kemeriahan prosesi tersebut ternyata bukan hanya dipengaruhi oleh akhlak si jenazahnya saja, tetapi juga bisa bergantung pada “kebaikan” orang-orang terdekat jenazah. Pasangan hidup yang baik, dan atau anak yang baik ternyata juga mampu mendongkrak pamor jenazah yang aslinya bukan orang “baik”. Apalagi kalau si jenazah semasa hidup, anaknya, atau keluarganya adalah orang kaya dan punya kedudukan di lingkungannya. Status sosial jenazah ternyata ikut menjadi faktor dominan kemeriahan prosesi. Orang yang shalih bisa kalah pamor, kalah meriah dari yang tidak shalih. Kalah banyak pelayatnya. Apalagi perbedaan penanganan biasanya terjadi akibat perbedaan dana yang bisa dialokasikan oleh keluarga jenazah untuk prosesi tersebut.

Page 29: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

218Selain itu, ada juga kelompok pengajian atau tahlilan yang siap

untuk dipesan oleh keluarga jenazah untuk mengadakan yasinan, istighosah, dan do’a serta kostum sesuai permintaan. Semakin banyak materi yang dapat dikeluarkan maka semakin banyak orang yang bisa diajak untuk mendo’akan. Semakin banyak yang mendo’akan berarti diasumsikan semakin banyak bekal yang dipersembahkan kepada jenazah atau pahala melakukan tahlil, doa dan zikir akan mendapat barakah dari bacaan surat al Fatihah pada saat tahlil dimulai. Setelah tahlil berakhir, biasanya pihak keluarga atau ahlul bait menyediakan makanan untuk diberikan kepada orang yang diundang dan diminati bantuan bacaan tahlil dengan niat sebagai sedekah. Pahala sedekah itu juga diniatkan untuk arwah yang dituju. 54

Penyembelihan Hewan

Kebiasaan membuat persembahan religius melalui penyembelihan hewan hampir terjadi di semua agama dan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mentransfer sesuatu berupa benda atau makanan ke orang lain. Teori-teori yang terkait dengan persembahan dengan cara penyembelihan hewan dilakukan untuk tujuan-tujuan seperti pengganti pemberi korban, penebus dosa, hadiah kepada dewa agar terhindar dari kemarahannya dan mendapatkan persahabatannya. Selain itu untuk mengambil darah manusia, karena pemahaman bahwa hewan bersekutu dalam darah. Pengorbanan ini dianalogikan dengan darah yang merupakan persembahan khusus orang Ibrani. Hal ini terkait dengan penegasan Hubert dan Mauss 55tentang aspek penyucian, pelepasan diri, penolakan sesuatu untuk diri, yang tampaknya terlibat dalam setiap tindakan pengorbanan. Ada bentuk komunikasi yang mendominasi dalam kegiatan penyembelihan. Tindakan simbolis menunjukkan bahwa upaya makan bersama dari hewan yang disembelih adalah bentuk penyerapan kembali energi yang dilepaskan oleh korban. Untuk Levi-Strauss, hewan menawarkan klasi kasi sosial, terutama yang berkaitan dengan praktek sosial nya, serta dengan sistem kekuasaan, ketidaksetaraan, dan nilai.

Penyembelihan juga merupakan pemberian diri atau bagian dari diri yang disimbolkan dengan berbagai jenis objek material yang memiliki makna dan nilai sosial. Selain itu, ritual penyembelihan juga menunjukkan simbol persatuan anggota kelompok atau ikatan sosial yang signi kan bagi para pelakunya.

Page 30: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

219Oleh karena itu, penyembelihan bukan berarti kerugian material,

karena benda komunal yang nilai ekonominya tertinggi dianggap sebagai yang paling tepat untuk pengorbanan.56 Hal ini dapat dilihat pada tradisi pesta adat kematian di Tana Toraja atau disebut dengan Rambu Solo’ yang digunakan untuk menghormati para leluhur mereka dan untuk mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh. Tradisi ini juga terdapat dalam ritual kematian terdapat pada teks Brahmana yang ditemukan dalam agama Hindu.57

Masyarakat Minangkabau pada masa lalu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki roh. Cara untuk menenangkan roh-roh jahat itu adalah dengan melakukan persembahan korban. Ada kebiasaan orang-orang Minangkabau, bila hendak naik ke puncak ke Gunung Merapi, maka lebih dulu mengadakan penyembelihan kerbau untuk menenangkan roh-roh di gunung.58 Mitos merupakan cara berkomunikasi, yang meliputi orang dan level sosial. Mitos itu menghubungkan orang dengan tekanan supernatural, karena mitos harus dilihat sebagai bagian proses yang aktif yang menyatakan kepercayaan dan menjelaskan akti tas ritual yang paling penting dari sebuah kepercayaan.59 Ada kepercayaan bahwa, pelaksanaan ritual dengan menyembelih binatang, biasanya kerbau dan babi, maka perjalanan spirit si mayit akan berjalan mulus.

Minangkabau tak semewah Toraja dalam melaksanakan ritual kematian. Dengan kemewahan itu, hanya dari kelas-tertinggi lah yang dapat melaksanakan semua langkah-langkah bertahap mengarah pada keilahian. digunakan untuk menegaskan peringkat dari jenazah.

Penggunaan simbol-simbol sangat berperan penting, salah satunya adalah penggunaan simbol kerbau sebagai syarat utama dalam upacara kematian. Kerbau dalam beberapa masyarakat dianggap sebagai hewan yang memiliki makna yang tinggi, suci dan melambangkan tingkat kemakmuran seseorang. Di banyak tempat di Asia, kerbau seperti halnya gajah dan kuda juga berperan penting dalam usaha tani. Selain menjadi hewan penghela, kerbau juga menjadi daging konsumsi yang umum selain babi dan ayam. Secara umum, orang Toraja menilai kerbau dari tanduk,

Kerbau di Minangkabau adalah binatang terhormat dan dijadikan lambang Minangkabau. Kerbau telah dijinakkan sejak zaman neoliticum dan berhubungan erat dengan kebudayaan pra sejarah. Upacara adat menegakkan penghulu disertai dengan menyembelih

Page 31: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

220kerbau. Selain itu, hal ini juga dilakukan pada saat acara kematian seseorang. Kalau kita melongok ke simbol kerbau yang beradu untuk rumah adat Minangkabau dan kata kabau yang artinya kerbau, maka hal ini menunjukkan betapa bernilainya binatang ini dalam adat Minang. Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai dijelaskan bagaimana penggunaan simbol binatang ini mendapatkan posisi kemenangan dari kerbau Majapahit. Kerbau mempunyai fungsi sosial untuk mengerjakan sawah dan fungsi religius, hewan yang mempunyai unsur-unsur tertentu. Tanduk kerbau mempunyai nilai magis.60

Nilai-nilai ekonomi dan simbolis dari hewan tidak dapat dipisahkan.61 Jenis dan jumlah hewan untuk penyembelihan pada upacara kematian menunjukkan status sosial jenazah. Bagi kalangan tertentu, korban yang paling tepat adalah binatang kerbau, babi atau sapi. Bagi golongan yang tidak beruntung secara ekonomi atau status, maka pemotongan mentimun adalah penggantinya. sebagaimana yang dilakukan oleh orang Romawi, bila tidak menemukan rusa maka menggantinya dengan domba. Penggantian hewan untuk disembelih, yang seolah-olah menjadi korban hewan menunjukkan keseriusan untuk memperoleh makna dari pengorbanan itu sendiri. Hingga kini pun, di Minangkabau penyembelihan hewan dilakukan pada acara-acara penting termasuk ketika pengangkatan posisi atau gelar baru untuk seorang penghulu dan orang-orang dengan status sosial yang tinggi. Teks menggambarkan bahwa penyembelihan hewan dengan nilai yang tinggi dilakukan untuk seorang elite agama.

Sampailah pula akan tujuh hari Anak kemenakan berganti-gantiDisebembelih pula kerbau dan jawiDiperjamukan pula isi negeri

Alat perjamuan seperti demikian juaBaqara dan kambing disembelih pulaTahlil dan zikir ganda bergandaUmpama hujan tiada reda

Bait di atas menunjukkan bahwa bagi masyarakat biasa, hewan yang lebih kecil tentu menjadi pengganti seperti ayam, dan binatang semacamnya. Tapi bagi orang dengan status sosial yang tinggi, maka kerbau dan sapi adalah pilihan penyembelihan.

Page 32: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

221Letusan Meriam

Tradisi tembakan penghormatan duka dan pernyataan suka dalam sebuah upacara agama maupun negara selalu menggunakan bunyi suatu alat, seperti suara meriam, bedil, gong,62 tabuh, dll. Meriam juga merupakan salah satu alat yang digunakan dalam mempertahankan diri dalam beberapa tradisi.

Penggunaan alat-alat yang menimbulkan bunyi seperti letusan meriam kiranya telah menjadi simbol pada upacara duka seperti kematian orang tertentu. Pierre Dubois, seorang Prancis menulis sepucuk surat kepada koresponden Perancis ketika menyaksikan upacara kremasi di daerah Badung dan Denpasar. Ia melihat bagaimana prosesi kematian seorang pangeran dibarengi dengan suara sayup-sayup kidung agamis dan diselingi dengan dentuman meriam, tembakan bedil, dan alunan gamelan.63 Golongan bangsawan dalam masyarakat suku saluan didepan rumah duka dipasang bendera adat dan biasanya dibunyikan meriam tiga kali, Dalam melaksanakan. tulah cerita mengenai Sutan Iskandar, regen terpenting sesudah Orangkayo Kaciak dulu dalam rentetan kira-kira 25 orang regen semenjak 1667, dengan Marah Uyub upacara pemakaman secara adat tradisional disampaikan oleh para dubalang (penggawa) ke seluruh daerah. Penyampaian ini dilakukan dengan suara beduk ditabuh terus-menerus, disela oleh tembakan-tembakan meriam.64

Suara meriam ini pun digunakan pada saat suasana yang menyenangkan. Sebagai penghormatan, Cut Nyak Dien disambut oleh Belanda dengan tujuh dentuman meriam. Negeri Sembilan malaysia, juga diputuskan dalam rapat lembaga apabila berlaku kematian, maka ditetapkan satu upacara Tabal ke Bawah. Apabila siap alat-alat kebesaran dipasang, tembakan meriam sebanyak sembilan das dilepaskan. Dalam kesempatan lain tembakan penghormatan digunakan untuk meyakinkan raja atau tamu kehormatan bahwa mereka secara

sik aman. Pada abad keenam belas, dalam adegan Hamlet, tembakan kehormatan dilakukan berkali-kali. Dalam naskah Sadjarah Banten juga diungkapkan bagaimana upacara penyambutan utusan Banten dan surat dari Sultan Mekah berlangsung sangat meriah, diramaikan oleh bunyi senapan, meriam dan gamelan.

Perkataan meriam biasa dipakai untuk menyebut nama sebuah senjata yang ditinggalkan bangsa Portugis, berasal dari kata Santa Mariam (Mariam yang keramat). Orang-orang Portugis yang ingin dilindungi oleh

Page 33: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

222orang-orang keramat di dalam peperangan, memberi nama orang keramat itu pada senjata yang dipakai. Selain itu, pada zaman penjajahan, berbagai peperangan yang terjadi baik di wilayah laut dan darat menggunakan meriam. Penggunaan alat yang satu ini karena dianggap kokoh karena terbuat dari besi dan perunggu, serta mampu menembak musuh dari jarak jauh. Alat ini dikenal di Indonesia sejak abad ke-16, dibawa oleh bangsa Portugis.

Melihat beberapa penggunaan meriam dalam berbagai upacara, nyatalah bahwa alat ini hanya digunakan pada kesempatan kesempatan khusus dan oleh orang-orang dengan status sosial yang tinggi. Upacara kematian Syeikh sebagai seorang elit, mempertontonkan letusan meriam yang mengiringi prosesinya. Sebagaimana bunyi teks:

Sampailah pula kepada esok hari Berhimpunlah pula tiap-tiap negeriLepaslah meriam berganti-gantiInilah mula tuanku meninggalkan ahli

Walau teks tidak menjelaskan jumlah dentuman meriam yang dilakukan. Melihat sejarah dan apa yang berlangsung saat ini, jelaslah bahwa dentuman meriam pada acara kematian tidak dilakukan pada orang biasa. Hanya orang yang punya status sosial tinggi lah hal itu terjadi.

Menjamu Isi Negeri

Memelihara dan mengembangkan nilai-nilai tradisional yang mengakar dalam masyarakat sering dilakukan dengan cara mencari justi kasi atas kaidah-kaidah ushuliyah yang dirintis oleh imam mazhab. Upacara-upacara slametan atau kenduri disajikan sedemikian rupa menjadi berbagai bentuk walimah yang diisi dengan kegiatantahlil, doa, zikir, manakiban, sedekah. Selain berfungsi memlihara persaudaraan dan toleransi , juga menjadi alat perekat yang menumbuhkan solidaritas kelompok.

Adanya ritual menjamu pada saat kematian dikenal dengan kenduri. Ini adalah istilah Persia, arti har ahnya adalah taplak meja, digunakan dalam hukum untuk merujuk ke pesta yang diadakan untuk menghormati Nabi Muhammad, orang-orang kudus, dan orang meninggal disertai dengan pemberian makanan.

Mengundang orang untuk diminta keberkahan doanya, lalu disuguhi makan dan minum yang halal adalah wujud tanda syukur.

Page 34: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

223Selain sebagai rasa syukur, makanan dan minuman yang disediakan dimaksudkan sebagai sedekah. Kemudian pahala sedekah ini dihadiahkan kepada arwah orang yang sudah meninggal. Kenduri arwah. menyelenggarakan selamatan kematian/kenduri kematian/tahlilan/yasinan (karena yang biasa dibaca adalah surat Yasin) di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya.

Sepanjang abad, kembang api, tembakan senjata, terompet, dan sirine selalu ada menemani keberadaan gendang, bell, dan gong. Namun untuk apa semua itu? Pada suku-suku tertentu, alat-alay itu hanya dimainkan hanya pada saat acara kematian. Walau terkadang sulit menjelaskan penggunaan alat-alat itu, mereka (Alat-alat itu) menambah nuansa misteri dan kekuatan. Jika tubuh manusia dalam hidup menyediakan seperti reservoir representasi moral, ini tubuh yang sama setelah kematian membawa kemungkinan sendiri untuk ekspresi simbolik.65

Alat perjamuan seperti demikian juaBaqara dan kambing disembelih pulaTahlil dan zikir ganda bergandaUmpama hujan tiada reda

Kebiasan menjamu tamu telah melekat dalam berbagai tradisi di Indonesia. Istilah-istilah untuk mengungkapkan konsep ini seperti slametan, kenduri, dll. Di Jawa ada budaya slametan sebagai sebuah ritual makan di mana doa dibacakan dan makanan ditawarkan kepada Nabi Muhammad, orang-orang kudus, dan nenek moyang, yang memohon untuk kelimpahan berkat di masyarakat. Geertz mengidenti kasi slametan sebagai “inti ritual” dalam budaya Jawa dan sebagai ritus animisme dimaksudkan untuk memperkuat solidaritas desa, slametan merupakan contoh dari sebuah ritual kompleks yang menghubungkan berkat dan makanan dari Arab ke Asia Tenggara.

Tujuan perjamuan ini, bagi Islam adalah memberi makan orang miskin, kerabat dan tetangga akan menghasilkan barakah bagi pemberi. Al-Qur’an dan Hadis menekankan tindakan kebajikan seseorang terhadap sesama manusia.

Beberapa ahli bait berupaya untuk mengajak orang miskin untuk ikut serta dalam acara kenduri atau slametan, atau sekedar mengirimkan makanan kepada mereka. Sebaliknya, banyak pula yang menyumbangkan bahan mentah dan makanan lain untuk menambah jumlah makanan sakral yang didistribusikan pada ritual.

Page 35: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

224Adapun tata caranya meliputi Seperti slametan dan kenduri itu

meliputi pembacaan bagian dari Al Qur’an, distribusi makanan berkah, dan doa untuk orang-orang kudus dan masyarakat lokal. Pada slametan kematian, doa diikuti dengan dzikir yang dapat berlangsung selama beberapa jam. Tuan rumah dan semua dari para tamu melafalkan kalimah lailahaillallah. Pembacaan ini dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat dan jiwa orang mati.

Orang Minangkabau sangat biasa melakukan kenduri atau semacamnya pada berbagai kesempatan. Ada yang dikaitkan dengan kepercayaan non-Islam seperti peristiwa kematian. Orang yang tidak melakukannya dipandang sebagai orang yang telah jatuh miskin dan sebagai orang yang tidak mau bergaul. Falsafah hidup mereka mengajarkan agar tampil untuk dihargai. Sebagaimana petuah: nak mulia bertabur urai, artinya bila mau dihormati orang, perlihatkanlah kedermawanan. Upacara kematian seorang anggota kaum yang dihormati harus sama agungnya dengan upacara perkawinan ataupun kematian. Orang Minangkabau sangat biasa melakukan kenduri atau yang semacamnya pada berbagai kesempatan.66

Namun, jenis dan jumlah bahan yang digunakan untuk melakukan ritual amatlah bervairiasi. Sehingga, tidak semua orang mampu melakukannya. Hal ini yang menunjukkan status sosial sang jenazah. Hal ini pula yang menyebabkan bahwa. Dengan kemapanan sosial dan ekonomi, hal ini bisa dilaksanakan.

Sejak abad ke-19, isu tentang boleh atau tidaknya sedekah pada saat meninggal semakin melebar. Para ulama kaum muda menganggap kenduri pada saat kematian adalah riya dan bid’ah, tapi dilaksanakan juga oleh salah satu tokoh kaum muda ini.67 Penyelidikan lebih mendalam terhadap agama menyatakan bahwasanya kenduri karena kematian adalah haram hukumnya.68

Kata Fakih Saghir jangan begitu Sedekah ini bukan karena sesuatu sekalian Belanja ini peninggalan tuan Hutang karena mentaslimkan

Mengingat jumlah dana yang harus digunakan untuk melakukan ritual ini, maka menggadaikan harta pusaka karena biaya yang besar dalam upacara kematian seorang kepala keluarga atau mamak juga terjadi, karena upacara ini tergolong pada proses yang menggunakan biaya yang besar.69 Bila demikian adanya status sosial yang tercermin

Page 36: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

225dari keberadaan sajalah yang mampu melaksanakan acara semacam ini.

Pengganti tetap berlaku, karena tradisi yang telah melekat. Merujuk kepada adat, maka tindakan ini pun sangat lazim dilakukan oleh berbagai masyarakat dalam versi yang berbeda, lengkap atau tidak lengkap. Namun jika dalam jumlah tamu yang banyak tentu hal ini menjadi pertimbangan. Teks ini juga menggambarkan adanya budaya timbal balik bagi pelayat yang memberikan sejumlah bahan untuk keperluan makanan. Tak kalah penting lagi adalah ahli bait yang menjamu isi negeri dengan makanan-makanan yang dihidangkan. Fakih Saghir dalam hal syairnya menyampaikan

Sampailah pula akan tujuh hari Anak kemenakan berganti-gantiDisebembelih pula kerbau dan jawiDiperjamukan pula isi negeri

Oleh karena itu, keberadaan seseorang secara ekonomi telah membuat makanan yang disediakan menjadi berbeda. Mitos ini berbicara tentang pentingnya upacara negara, ritual makanan, dan kelangsungan Hindu dan Islam. Ini berfokus pada konsep interpretasi sosial penyatuan hamba dan Tuhan dan pada teori politik / agama bahwa upacara negara berkontribusi menuju kemakmuran dan ketenangan. Hal ini menunjukkan pelestarikan tema kuno dalam agama masa lampau. Mitos ini juga mengacu pada proses yang dilalui pra-Islam. Slametan ini memberikan contoh kompleksitas lokal Islam. Hal ini masuk akal untuk menunjukkan bahwa Islams lokal lainnya sama-sama kompleks.

Fakir dan miskin hendak kita himpunkanDoa dan tahlil kita sempurnakanSedekah jariyah kita tunaikanWasiat tuanku kita sampaikan

Ziarah

Banyak alasan mengapa tradisi ziarah ke makam orang-orang suci masih tetap melekat kuat bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain untuk melakukan perjalanan spiritual, ziarah juga dimaksudkan untuk mendapatkan barakah dari orang yang diziarahi.

Peninggalan kebudayaan megalitium yang berhubungan erat dengan pemujaan arwah nenek moyang ialah makam, tempat nenek moyang

Page 37: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

226dikebumikan dan diziarahi pada waktu tertentu oleh anak cucu dan kaum kerabat. Dengan masuk dan berkembang pengaruh kebudayaan dari India, ziarah ke makam makin ramai dilakukan. Sesudah meluas ajaran Islam di Minangkabau, ziarah ke makam masih lazim diadakan walaupun dilarang agama. Kebiasan turun temurun lebih kuat daripada ancaman hukuman agama, yang menganggap kebiasaan dari zaman jahiliyah.70

Ada keterkaitan yang kompleks antara ziarah ke makam wali dan penghormatan wali yang masih hidup. Guru-guru su dianggap telah mampu menguasai naluri inderawinya sehingga bagi mereka tidak ada lagi perbedaan antara keadaan hidup dan mati. Bentuk penghormatan kepada Syeikh baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah tidak dibedakan antara syeikh yang masih hidup dan ketika sudah mati.

Ketika seorang syekh menerima tamu, ia mengajukan berbagai pertanyaan kepada tamunya dan lama mendengarkan mereka sebelum menanggapi masalah yang dihadapi berupa nasehat, bantuan, permohonan supaya sukses, kesembuhan, permohonan untuk mengusir setan, atau sekedar untuk dapat berkah. Sebagai balasannya sitamu menyerahkan pemberian berupa lilin, wewangian, kain, makanan dan terutama uang. Pemberian itu tidak sekedar imbalan biaya konsultasi tapi suatu pemberian simbolis.

Kita larangkan pula menumpahkan darah Berkah syekh kita dipeliharakan Allah Ghalib orang ziarah

Sebulan tuanku sampai bilanganDoa dan sedekah tidak berkeputusanLuhak dan ranah meminta doakanDemikian jua hingga akhir zaman

Prosesi kematian seorang ulama pengamal tarekat Qadiriyah, misalnya tahlil zikir, selama sebulan, pemberian sedekah bagi kaum miskin dengan memotong kambing dan kerbau ayam dan itik. Apa simbol dari semua itu. Sebagai syekh yang mampu menyembuhkan orang-orang sakit dengan doanya dan dengan menyentuh pasien. Sebagai perantara Allah, dia dianggap mampu memenuhi permohonan pengunjungnya, yang menyangkut baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Itulah syarat untuk dianggap wali oleh masyarakat.

Praktik ziarah ke makam wali menjadi pantangan setelah kemerdekaan, namun diketahui tetap dilakukan dalam berbagai rangka.

Page 38: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

227Maka hal ini dipelajari sebagai fenomena religious yang bersifat marginal dan terutama menjadi objek penelitian sejarah sosial. Praktik ziarah ke makam wali amat beragam bentuknya, dapat merupakan kegiatan individu dan kolektif; dapat merupakan kegiatan informal maupun kegiatan yang diselenggarakn dalam kerangka pertemuan ritual pengikut wali dan pertemuan dengan waktu-waktu yang telah terjadwal.

Di Sumatera, misalnya, perayaan keagamaan tersebut dilakukan setiap tahun selama minggu kedua Safar pada kalender Islam di makam Sheikh di Ulakan. Adanya kepercayaan bahwa mengunjungi makam Syekh Burhanuddin Ulakan di tujuh kali adalah setara dengan mengunjungi sekali ke Mekah.

Ada kaitan antara ziarah dengan ortodoksi atau kesahihan Islam; namun di lain pihak ada fenomena yang terpadu dengan kepercayaan kepada dewa-dewa Hindu. Makam keramat adalah pusat dari tradisi ziarah sesungguhnya. Ketika para pengunjung tiba, mereka mengucapkan salam kepada sang wali dengan penuh cinta dan takwa.

Beberapa ahli membenarkan permintaan bantuan kepada wali sebagai perantara dengan berlandaskan pada “orang yang sedang butuh memperlakukan orang yang dihadapi dan didekati yaitu syeikh sebagai wasilah atau alat dengan mengacu pada al qur’an 5:35 “ hai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dan carilah sarana untuk mendekatkan diri kepadaNya”.

Para peziarah berduyun-duyun ke makam orang-orang kudus untuk menghormati dan meniru mereka, tapi, peziarah terutama, mencari berkat orang-orang kudus ‘- yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai baraka. Baraka dapat diterjemahkan “ kebajikan diberkati dan potensi spiritual untuk kekuasaan dan bahkan keberuntungan,” dan baraka adalah “kekuatan bawaan yang nabi dan orang suci yang dimiliki, seperti halnya benda-benda dan tempat-tempat yang mereka datang di kontak.” Allah memberikan orang kudus dengan baraka, yang mengirimkannya ke beriman. e santa barakah ulama dicari oleh para peziarah dan pemohon sehingga dapat ditularkan beberapa cara. Pertama, dan yang paling umum, dapat ditularkan melalui kontak langsung - baik melalui kontak sik dengan santo atau melalui kontak dengan makam suci dan kuil. Kedua, seseorang dapat memperoleh barakah orang suci dengan memiliki peninggalan atau obyek, seperti pakaian, terkait dengan suci, dan, ketiga, seseorang dapat menerima baraka dengan datang kepada orang suci dalam mimpi.

Page 39: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

228Ziarah merupakan cara ampuh untuk memperoleh barakah melalui

doa dan permohonan. Nabi Muhammad tidak pernah secara eksplisit menyebutkan praktek ziyara ke makam, tetapi tradisi dimana Nabi mengunjungi makam sahabat mati dan memohon Tuhan untuk berdoa untuk mereka, yang beberapa Muslim menafsirkan memperbolehkan ziarah. Ziyara ke orang-orang suci memungkinkan jamaah untuk mencari bentuk pemenuhan spiritual yang lebih tinggi, melalui doa, doa, kontemplasi dan pengabdian. Dalam kata-kata Peter Brown, ziarah merupakan terapi melalui jarak.

Ziarah ke makam orang-orang suci ini juga dianggap sebagaimana orang ziarah ke tanah suci Mekkah. Namun perjalanan semacam ini bernilai mahal bagi orang-orang dengan tingkat ekonomi rendah. Karena tindakan haji dan ziarah sangat mirip dengan ritual di Mekah. Ignaz Goldziher berpendapat bahwa Nabi melarang pembangunan monumen di atas makam orang mati. Nabi melarang monumen di atas kuburan dalam upaya untuk mencegah imitasi dari orang-orang Yahudi memuja orang mati. Realitas sejarah menunjukkan bahwa muslim dari semua lapisan masyarakat dilindungi dan memberikan kontribusi untuk pembangunan makam. Ziarah memperkuat ikatan emosional kepada para ulama.

Ziarah semacam ini juga tak dilakukan kepada orang biasa. Hal ini mengingatkan kita pada contoh yang paling dekat “Gus Dur”. Setelah wafat, banyak peziarah yang datang ke kuburannya. Dan hari meninggalnya selalu menjadi ingatan masyarakat sebagai momen pelaksanaan ritual.

Dalam wasiatnya, syeikh meminta agar ia dimakamkan di tempat di mana dia mengajar. Hal ini menunjukkan kemudahan bagi murid-muridnya untuk mengunjunginya. Sebelum meninggal, syeikh membangun sistem kelembagaan yang akan mengingatkan orang padanya. Sosok pribadi syeikh menjadi inti kewaliannya, mengalami proses disebabkan nilai yang aada dalam pertalian syeikh dengan silsilah wali-wali sebelumnya. Karena telah meninggal, sudah lebih dari padanya berada di balik tirai, namun tetap berpengaruh di dunia ini. Bagi para muridnya:

Wasiatkan bersungguh-sungguh sekalianKitab ku ini aku waqafkanMasjid ku ini jangan disinikanKeliling tempat ini seperti demikianPada sisi tempat ini jua aku tanamkan

Page 40: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

229Kesimpulan

Kematian merupakan bagian yang sangat penting dalam siklus kehidupan manusia. Kematian tidak semata-mata persoalan behentinya fungsi-fungsi biologis dan mikanis organ-organ tubuh, tetapi terkait dengan keyakinan tentang tahapan-tahapan perjalanan manusia menghadap tuhannya. menyikapi peristiwa kematian dengan cara tidak biasa, dengan ritual-ritual yang dilakukan post dan pasca penguburan. Adanya keyakinan bahwa kemtaian merupakan gerbang menuju kehidupan yang lain. Ritual kematian yang diselenggarakan oleh masyarakat terkait dengan keyakinan, sehingga memunculkan nilai-nilai yang diyakini dan dipraktekkan oleh masyarakat. Ritual itu juga diyakini sebagai jaminan persiapan bekal yang cukup dari pihak keluarga dan masyarakat agar jenazah memperoleh kesenangan dengan kehidupannya yang baru.

Memahami perwujudan ritual kematian di Minangkabau pada abad ke-19 ini berarti kita sedang melihat kekhasan Islam dan budaya lokal dalam akulturasi budaya dalam penyebaran Islam masa lampau. Pandangan, konsep, tindakan dan ritual yang terkait dengan kematian secara intrinsik terhubung dan dipengaruhi oleh posisi, atau status seorang muslim, nilai-nilai budaya dan simbol dari masyarakat mereka bersama dengan prinsip-prinsip struktur sosial. Pada saat yang sama ritual-ritual itu pun membentuk pengakuan kekhususan budaya dengan mengadopsi perspektif analitis yang berbeda.

Dalam melaksanakan ritual kematian untuk seorang syeikh ini, Fakih Saghir seolah menggambarkan bahwa umat Islam sedang terlibat dalam dialog antara pesanan budaya yang berpotensi bertentangan yaitu keharusan Islam sebagaimana aturan-aturan yang terkandung dalam al Qur’an dan hadis, dan nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat tertentu. Ketidakberdayaan kaum agama dalam memasuki hirarki pemerintahan sebagaimana posisi penghulu pada masa itu, tampaknya menjadi alasan bagi Fakih Saghir untuk memposisikan syeikhnya bak meninggalnya seorang raja di kerajaan kecil tempat mereka berkontemplasi.

Dengan demikian, Prosesi kematian yang digambarkan oleh Fakih Saghir menempatkan tokoh dalam syair dalam konteks budaya yang lebih luas dan bagi kitalah upaya rekonstruksi makna menurut ritual kontemporer dianalisa.

Page 41: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

230Catatan Kaki1. Arno van Gennep. e Rites of Passage. New York: Routledge, 2004. 122. Camilla H. Wedgwood. Death and Social Status in Melanesia. e Journal of the Royal

Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Vol.57 (Jul. - Dec., 1927)3. Peter Metcalf. Meaning and Materialism: e Ritual Economy of Death. Man, New

Series, Vol. 16, No. 4 (Dec., 19814. Frank Reynolds. Ritual and Social Hierarchy: An Aspect of Traditional Religion in

Buddhist Laos. History of Religions, Vol. 9, No. 1 (Aug., 19695. Peter Saunders. Social Class and Strati cation. New York: Routledge, 1990. 216. Michael Parker Pearson. “Mortuary Practices, Soviety and Ideology: an Ethnoarcaelogy

Study” dalam Symbolic and Structural Archaelogy. Ian Hodder (editor), New York: Columbia University Press, 1982. 112

7. Diane O. Bennett. ‘Bury Me in Second Class: Contested Symbols in a Greek Cemetery”. Anthropological Quarterly, Vol. 67, No. 3, Symbols of Contention: Part 2 (Jul., 1994). 131

8. Spencer Trimingham. e Su Orders in Islam. USA: Oxford University Press, 1998.549. Annemarie Schimmel dan Carl W. Ernst. Mystical Dimensions of Islam. USA: University

of Carolina Press, 1975. 410. Salik adalah para pengamal tarekat. Mereka meyakini bahwa maqam insan kami atau

makrifat kepada Allah tak akan pernah terjamah melalui usaha yang mereka lakukan sendiri. Sehingga guru atau syeikh menduduki tempat yang sangat signi kan atas upaya mereka. Lihat Seyyed Hossein Nasr. Su Essays. New York: George Allen dan Unmin, 1972. 34

11. Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010. 35

12. Sebagaimana hadis Nabi Orang yang mencintai seseorang akan berkumpul di akhirat dengan seseorang yang mereka cintai.

13. Arif Jamhari. Rituals of Islamic Spirituality: a Study of Majlis Dhikr Groups in East Java. Australia: e Australian University Press, 2010

14. Hadis-hadis nabi yang terkait dengan ziarah kubur di antaranya: dari Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa pun yang mengunjungi makamku, ia berhak mendapat syafaatku, Siapa pun yang melaksanakan ibadah haji, kemudian mengunjungi makamku setelah kematianku adalah sama seperti orang yang mengunjungiku sewaktu aku hidup. Lihat Sunan Baihaqi, jilid 5 hal. 246 dalam Yacoob Jafry. Mencintai Kekasih Allah: Jalan Menuju AmpunanNya. Jakarta: Zahra Publishing House, 2002. 55

15. Lihat Woodward dalam Wacana vol 9 no. 2 oktober 200716. Mohammad Dahlan. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara, 1970. 917. Hamka. Ayahku: Riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum

agama di Sumatera. Padang:Umminda, 1982. 1918. M. Sanusi Latif. Gerakan Kaum Tua Di Minangkabau. Disertasi IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 1988. 4819. Azyumardi Azra. Surau, pendidikan Islam tradisional dalam transisi dan modernisasi.

Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2003. 4620. Tergantung pada besar kecil pengaruh dan wibawa yang dipunyai, seorang ulama

bergelar tuanku imam, tuanku “syeikh”. Lihat AA Navis. Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Gra ti Press, 1984. 43

21. A.A Navis. Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Gra ti Press, 1984. 51

22. Djohan Eff endi.Pembaruan tanpa membongkar tradisi: wacana keagamaan di kalangan generasi ...63

23. A.A Navis. Alam Terkembang jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Gra ti Press, 1984

Page 42: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

231

24. Nikki R. Keddie. “Islam and Society in Minangkabau and in the Middle East: Comparative Re ections”. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, Vol. 2, No. 1 (Feb. 1987)

25. Fakih Saghir dalam Hikayat Djalaluddin26. Tau k Abdullah. “Adat and Islam: An Examination of Con ict in Minangkabau”.

Indonesia, No. 2 (Oct., 1966). 17 Hamka. Ayahku: ......927. Azyumardi Azra. Surau: Pendidikan Islam Tradisionla dalam Transisi dan Modernisasi.

Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.4628. Muhammad Dahlan Mansoer. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Brathara, 29. Tau k Abdullah. Adat .......2430. Hamka. Ayahku..........31. Christine Dobbin. Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the Nineteenth

Century. Modern Asian Studies, Vol. 8, No. 3 (1974)32. M. Yusuf. Katalog Naskah dan skriptorium Minangkabau. Padang: Universitas Andalas

dan Tokyo University of Foreign Studies TUFS-CDATS Jepang, 2006. 14-2033. Lihat esaurus of Indonesian Islamic Manuscripts. http://www.ppim.or.id/main/

agenda/detail.php?artikel=2012012613270334. Amir Sutarga dkk. Katalog Naskah-Naskah Melayu Nusantara. Jakarta: Perpustakaan

nasional, 197235. Fakih Saghir adalah murid dari Tuanku Nan Tuo Cangking yang hidup sekitar

tahun 1721-1830. Sebagaimana dijelaskannya dalam naskah Surat Syeikh Jalaluddin bahwa ia seusia dengan temannya Tuanku Nan Renceh. Maka diperkirakan ia hidup dalam abad ke-19. Lihat E. Ulrich Kratz dan Adriyetti Amir. Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin Karangan Fakih Saghir. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002 dan Oman Fathurahman. Tarekat Syattariyah di Dunia Melayu: Kajian atas Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-Naskah di Sumatera Barat. Disertasi Universitas Indonesia, 2003. Lampiran silsilah Burhanuddin Ulakan.

36. Bagi orang Melayu, apa yang diungkapkan dalam sebuah biogra lebih menyangkut hati daripada hal-hal yang terkait dengan aturan dan sistematis. Lihat Suryadi. Syair Sunur: Teks dan Konteks Otobiogra seorang ulama Minangkabau abad ke-19. Padang. Citra Budaya Indonesia, 2002. 79

37. Syair adalah salah satu bentuk puisi lama yang terdiri dari empat baris, setiap baris mengandung empat kata yang sekurng-kurangnya terdiri dari sembilan sampai dua belas suku kata. Syair tidak mempunyai unsur-unsursindiran di dalamnya. Aturan sanjak akhir adalah aaaa dan sanjak dalam tidak ada. Liaw Yock Fang. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011. 563

38. Nazham juga salah satu puisi lama yang menyerupai nasyid yang berasal dari Parsi. Nazham terdiri dari dua baris, dan panjangnya tidak menentu. Secara umum rimanya adalah a/a. terkadang rima berada pada baris kedua a/a c/b. Lazimnya, isi nazam berunsurkan keagamaan, seperti ibadat, syurga, neraka, ajal, amal, nabi dan malaikat, yang semuanya mengandungi pujian kepada kebesaran Tuhan lihat Harun Mat Piah. Traditional Malay Literature. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002

39. Syair semacam ini disebut dengan puisi-puisi tirade. Bentuk sem,acam ini mengandung rima-rima atau asonansi yang bersinambung, dan menyatukan baris-baris dalam kelompok-kelompok yang tak sama panjangnya. Puisi-puisi tirade dikenal oleh banyak tradisi puisi rakyat Melayu Nusantara (Minangkabau, Iban, Toraja Bare’e, Mualang Dayak, Jawa mulai abad ke-18. Lihat V.I Braginsky. Yang Indah, berfaedah dan kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS, 1998. 229

40. Dalam puisi lama seperti sanjak, sering ditemukan larik yang diakhiri dengan penulisan yang sama karena menggunakan aksara Jawi. Namun bila dibaca dengan bunyi bahasa Indonesia, maka rimanya tidak sama. Contoh dalam teks SFS adalah duapuluh dan ahadiyah, sama-sama diakhiri dengan huruf ha aksara Jawi.

41. Edwar Jamaris. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau.   Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.10

Page 43: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

232

42. Lihat Duski Samad. Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau. Padang: e Minangkabau Foundation, 2002. 137

43. Adrianus Khatib. Kaum Paderi dan Pemikiran Keagamaan di Minangkabau. Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. 136

44. Zuriati. Nazam Ratap Fatimah: Dari Rumah Duka ke Surau. Sari 25 (2007). 26845. H.A.R Gibb. Mohammedanism. Djakarta: Bhratara, 1961. 46. Zuriati. Nazam Ratap Fatimah: Dari Rumah Duka ke Surau Sari 25 (2007) 27047. Frederick William Dillistone. e Power Of Symbols.Jakarta: Kanisius, 2002. 1548. Lihat Jan Van Baal. “Off ering, Sacri ce and Gift” dalam Understanding Religious

Sacri ce: A Reader diedit oleh Jeff rey Carter. New York: Continuum, 2003. 27849. Duski Samad. Syekh Burhanuddin Ulakan dan Islamisasi di Minangkabau (Syarak

Mendaki Adat Menurun). Padang: e Minangkabau Foundation, 2002. 10950. Penyelenggaraan acara tahlil dan zikir bukan hal yang istimewa bagi sekelompok

masyarakat di Indonesia.Apapun bentuk praktik ritual, dasarnya adalah prinsip proses pertukaran antara peziarah dan wali: permohonan (thalab)-penyerahan, pemberian, pertukaran kata, jadi pertukaran material dan spiritual. Ritual kematian ini merupakan rentetan ritus dan unsurnya yang paling pokok adalah acara bersuci, berdoa, menyerahkan pemberian dan kurban. Suatu rentetan pertukaran lain yang berlangsung di antara sesama pengunjung (bertukar kata/kalimat, nasehat, saling membantu, berbagi makanan) Lihat. Peter Metcalf. Celebration of Death

51. Hikayat jalaluddin 52. Talqin adalah upaya pembacaan doa yang mengandung pedoman jawaban bagi si

mayit dalam menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur. Biasanya hal ini dilakukan seorang ulama sedera setelah penguburan seorang mayat.

53. Jennifer Woodward. e eatre of Death: e Ritual Management of Royal Funerals in Renaissance. New York: e Boydell Press, 1997. 18

54. M. Madchan Anies. Tahlil dan kenduri: tradisi santri dan kiai. Jakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2009

55. Henri Hubert, Marcel Mauss. Sacri ce: Its Nature and Function. Great Britain: Evans-Pritchard, 1964. 9

56. Raymond Firth. Offering and Sacri ce: Problems of Organization. e Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Vol.93, No. 1 (Jan. - Jun., 1963). 41

57. Ganesh Umakant ite. “Animal-Sacri ce in the Brāhmana texts”. Numen, Vol. 17, Fasc. 2 (Aug., 1970), pp. 143-158

58. Amir Sjarifoedin.32159. Michael v. Angrosino. 12960. M.D Mansoer.3461. Molly H. Mullin. “Mirrors and Windows: Sociocultural Studies of Human-Animal

Relationships”.Annual Review of Anthropology, Vol. 28 (1999). 1462. Menaburkan berasa rending, melepas tembakan bedil atau senapan, memukul gong

dan menabuh gendang. Ada pula prosesi unik terkait kematian datuk di Salimpauang ini. Menurut Uwo Suna(60), seorang mamak adat apabila dikabarkan meninggal dan berita mening galnya itu akan disampaikan dengan memukul gong. “ Gong adalah alat yang digunakan untuk prosesi adat, segala macam prosesi adat akan menggunakan gong untuk memberitahu seluruh masya rakat kampung. Suara gong yang dipukul keras akan membuat seisi kampung mendengarnya dan mencari tahu dari mana datangnya suara itu,

63. Bernard Dorléans. Orang Indonesia dan orang Prancis: dari abad XVI sampai dengan abad XX.344

64. Rusli Amran. Padang Riwayatmu Dulu. Yasaguna, 198865. Peter Metcalf. Celebration of death. 4666. A.A Navis. Alam Terkembang 101

Page 44: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

233

67. A.A Navis. Alam Terkembang 16768. Hamka: Ayahku: riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum

Agama di Sumatera. 1069. Elizabeth E. Graves. Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial

Belanda abad ... Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.1670. Mohammad Dahlan Mansoer. Sejarah Minangkabau.......67

Bibliogra

A A Navis. Alam terkembang jadi guru: adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Gra ti Press, 1984

Abdullah, Tau k. “Adat and Islam: An Examination of Con ict in Minangkabau”. Indonesia, No. 2 (Oct., 1966)

Amran, Rusli Padang Riwayatmu Dulu. Yasaguna, 1988

Azyumardi Azra. Surau: Pendidikan Islam Tradisionla dalam Transisi dan Modernisasi. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003

Braginsky, V.I. Yang Indah, berfaedah dan kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS, 1998.

Chambert-Loir, Henri dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010

Dobbin, Christine. Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the Nineteenth Century. Modern Asian Studies, Vol. 8, No. 3 (1974)

Dorléans, Bernard. Orang Indonesia dan orang Prancis: dari abad XVI sampai dengan abad XX.344

Effendi, Djohan.Pembaruan tanpa membongkar tradisi: wacana keagamaan di kalangan generasi ...63

Elizabeth E. Graves. Asal-usul elite Minangkabau modern: respons terhadap kolonial Belanda abad Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Fathurahman, Oman. Tarekat syattāriyyah di dunia Melayu-Indonesia: kajian atas dinamika dan perkembangannya melalui naskah-naskah di Sumatra Barat. Disertasi Universitas Indonesia, 2003

Firth, Raymond Offering and Sacri ce: Problems of Organization. e Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Vol.93, No. 1 (Jan. - Jun., 1963).

Frederick William Dillistone. e Power Of Symbols.Jakarta: Kanisius, 2002.

Ganesh Umakant ite. “Animal-Sacri ce in the Brāhmana texts”. Numen, Vol. 17, Fasc. 2 (Aug., 1970)

Page 45: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Al da

234

H.A.R Gibb. Islam dalam lintasan sejarah. Djakarta: Bhratara, 1961. Mohammedanism

Hamka. Ayahku: Riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera. Padang:Umminda, 1982.

_______. Ayahku: riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera. Umminda, 1982

Harun Mat Piah. Traditional Malay Literature. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002

Hubert, Henri, Marcel Mauss. Sacri ce: Its Nature and Function. Great Britain: Evans-Pritchard, 1964

Jamaris, Edwar. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Jamhari, Arif Rituals of Islamic Spirituality: a Study of Majlis Dhikr Groups in East Java. Australia: e Australian University, 2010

Keddie, Nikki R.. “Islam and Society in Minangkabau and in the Middle East: Comparative Re ections”. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, Vol. 2, No. 1 (Feb. 1987)

Khatib, Adrianus. Kaum Paderi dan Pemikiran Keagamaan di Minangkabau. Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991.

Kratz, E. Ulrich dan Adriyetti Amir. Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin Karangan Fakih Saghir. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002

Latif, Sanusi M. Gerakan Kaum Tua Di Minangkabau. Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1988

Liaw Yock Fang. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011.

Metcalf, Peter dan Richard Huntington. Celebration of Death: e Anthropology of Mortuary Ritual. New York: Cambridge University Press, 1991

Mohammad Dahlan Mansoer. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara, 1970.

Mullin, Molly H.. “Mirrors and Windows: Sociocultural Studies of Human-Animal Relationships”.Annual Review of Anthropology, Vol. 28 (1999)

Pearson, Michael Parker. “Mortuary Practices, Soviety and Ideology: an Ethnoarcaelogy Study” dalam Symbolic and Structural Archaelogy. Ian Hodder (editor), New York: Columbia University Press, 1982.

Peter Metcalf. Meaning and Materialism: e Ritual Economy of Death. Man, New Series, Vol. 16, No. 4 (Dec., 1981)

Reynolds, Frank. Ritual and Social Hierarchy: An Aspect of Traditional Religion

Page 46: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Syair Fakih Saghir

235

in Buddhist Laos. History of Religions, Vol. 9, No. 1 (Aug., 1969)

Samad, Duski. Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau. Padang: e Minangkabau

Saunders, Peter. Social Class and Strati cation. New York: Routledge, 1990. 21

Schimmel, Annemarie dan Carl W. Ernst. Mystical Dimensions of Islam. USA: University of Carolina Press, 1975.

Sjarifoedin, Amir Tj A. Minangkabau: Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol. Jakarta: Gria Media, 2011

Suryadi. Syair Sunur: Teks dan Konteks Otobiogra seorang ulama Minangkabau abad ke-19. Padang. Citra Budaya Indonesia, 2002.

Sutarga, Amir dkk. Katalog Naskah-Naskah Melayu Nusantara. Jakarta: Perpustakaan nasional, 1972

esaurus of Indonesian Islamic Manuscripts. http://tiim.ppim.or.id/

Trimingham, Spencer e Su Orders in Islam. USA: Oxford University Press, 1998

Van Baal, Jan. “Offering, Sacri ce and Gift” dalam Understanding Religious Sacri ce: A Reader diedit oleh Jeffrey Carter. New York: Continuum, 2000

Van Gennep, Arno .e Rites of Passage. New York: Routledge, 2004.

Wedgwood, Camilla H.. Death and Social Status in Melanesia. e Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland, Vol.57 (Jul. - Dec., 1927)

Woodward, Jennifer. e eatre of Death: e Ritual Management of Royal Funerals in Renaissance. New York: e Boydell Press, 1997

Yusuf, Muhammad. Katalog Naskah dan skriptorium Minangkabau. Padang: Universitas Andalas dan Tokyo University of Foreign Studies TUFS-CDATS Jepang, 2006.

Zuriati. Nazam Ratap Fatimah: Dari Rumah Duka ke Surau Sari 25 (2007).

________________________Al da, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia. Email: al [email protected].

Page 47: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Manuskripta, Vol. 5, No. 2, 2015

Page 48: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

KETENTUAN PENGIRIMAN TULISAN

Jenis Tulisan

Jenis tulisan yang dapat dikirimkan ke Manuskripta ialah:a. Artikel hasil penelitian mengenai pernaskahan Nusantarab. Artikel setara hasil penelitian mengenai pernaskahan Nusantarac. Tinjauan buku (buku ilmiah, karya ksi, atau karya populer)

mengenai pernaskahanNusantarad. Artikel merupakan karya asli, tidak terdapat penjiplakan

(plagiarism), serta belum pernah ditebitkan atau tidak sedang dalam proses penerbitan

Bentuk Naskah

1. Artikel dan tinjauan buku ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku.

2. Naskah tulisan dikirimkan dalam format Microsoft Word dengan panjang tulisan 5000-7000 kata (untuk artikel) dan 1000-2000 kata (untuk tinjauan buku).

3. Menuliskan abstrak dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebanyak 150-170 kata.

4. Menyertakan kata kunci (keywords) dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebanyak 5-7 kata.

5. Untuk tinjauan buku, harap menuliskan informasi bibliogra s mengenai buku yang ditinjau.

Tata Cara Pengutipan

1. Sistem pengutipan menggunakan gaya American Political Sciences Association (APSA).

2. Penulis dianjurkan menggunakan aplikasi pengutipan standar seperti Zotero, Mendeley, atau Endnote.

3. Sistem pengutipan menggunakan body note sedangkan catatan akhir digunakan untuk menuliskan keterangan-keterangan terkait artikel.

Page 49: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Sistem Transliterasi

Sistem alih aksara (transliterasi) yang digunakan merujuk pada pedoman Library of Congress (LOC).

Identitas Penulis

Penulis agar menyertakan nama lengkap penulis tanpa gelar akademik, a liasi lembaga, serta alamat surat elektronik (email) aktif. Apabila penulis terdapat lebih dari satu orang, maka penyertaan identitas tersebut berlaku untuk penulis berikutnya.

Pengiriman Naskah

Naskah tulisan dikirimkan melalui email: [email protected].

Penerbitan Naskah

Manuskripta merupakan jurnal ilmiah yang terbit secara elektronik dan daring (online). Penulis akan mendapatkan kiriman jurnal dalam format PDF apabila tulisannya diterbitkan. Penulis diperkenankan untuk mendapatkan jurnal dalam edisi cetak dengan menghubungi email: [email protected].

Page 50: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di
Page 51: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di
Page 52: Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di

Vol. 5, No.2, 2015ISSN: 2252-5343

A

Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19

K M L

Cerita Nabi Muhammad Berhempasdengan Abu Jahil Karya Buya Abdus Salam:

Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Islam

M A Fatḥul ‘Ārifīn dan Tasawuf yang Terpinggirkan: Suluk Bait Duabelas Syekh Kemuning

dan Perlawanan terhadap Islam Mainstream di Jember Awal Abad XX | I F Naskah Shahadat Sekarat:

Konstruksi Nalar Su stik atas Kematian dan Eskatologi Islam di Jawa | S Mulḥaq fī Bayān Al-Fawā’id Al-

Nā ’ah fī Al-Jihād fī Sabīlillāh: Aktualisasi Jihad dan Puri kasi Azimat | M A Sejarah Cirebon: Ekperimen

Pribumisasi Islam-Su stik Syekh Nurjati | M N’ F Naskah Kuno untuk Kawula Muda

2