Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di
Jakarta
Arisman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Ihsan Utama dan Ratnawati Kusuma Jaya
Peneliti Pada Center For South East ASEAN Studies (CSEAS), Jakarta
ABSTRACT
This research is conducted to determine the extent of knowledge of muslim
consumers awareness on halal products and industry perception on halal certification.
The main objective of this research is to get information about a suitable institution that
muslim consumers needed and what the impact of halal logo to decision-making of the
muslim consumers.All of Muslim communities around the world have formed a potential
market segment due to their specific patterns in consuming a product. This consumption
pattern is based on the teachings of Islam , named Halal . In fact that Indonesia is the
biggest muslim population in the world with almost 90 percent of the all Indonesian
population, then the biggest Indonesian market is muslim consumers. Since the better
understanding on Islamic religion are increasingly, it makes muslim consumers become
more selective for consuming products. The research used non-probabilistic purposive
sampling method and distribute 100 questionnaire in Jakarta. The result of this
research showed that muslim consumers eager to know the validity of halal logo as
important information for halal product and convinced them before make decision to
buy.
Keywords : Consumer Behaviour, Halal Logo, Marketing Strategy, Halal Awareness
69 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengkonsumsi suatu produk terdapat berbagai pola khusus yang
dilakukan oleh seorang atau sekelompok konsumen, termasuk komunitas Muslim di
seluruh dunia. Dalam ajaran islam, tidak diperkenankan untuk mengkonsumsi produk-
produk dengan kandungan dan juga proses pengolahan yang tidak sesuai dengan ajaran
Syariat tersebut. Populasi masyarakat muslim yang tinggi telah membentuk segmen
pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka sehingga dengan adanya aturan
yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus hambatan dan kesempatan untuk
mengincar pasar khusus masyarakat Muslimin.
Masyarakat Muslim juga diajarkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang
oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan dalam ajaran Islam.
Oleh sebab itu, Ajaran tegas Syariat Islam membuat konsumen Muslim bukan menjadi
konsumen yang permissive dalam pola konsumsinya. Perilaku konsumsi masyarakat
Muslim dipengaruhi oleh identifikasi Halal dan Haram sebuah produk yang dimuat
dalam nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.
Sebanyak 86.1 persen dari populasi Indonesia adalah Muslim. Hal tersebut
membuat Indonesia menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yakni
202,867,000 atau setara dengan 13persen populasi muslim di Dunia (Mapping the
Global Muslim Population, 2009 dalam Abdul dkk, 2012). Hal tersebut membuat
masyarakat Muslim di Indonesia menjadi pasar potensial yang begitu besar. Sejalan
dengan pola konsumsi yang selektif, Indonesia sendiri memiliki sebuah Lembaga
Pengawasan dan Peredaran Obat dan Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-
MUI) yang memiliki tugas untuk mengawasi produk yang beredar di tengah
masyarakat. Hal ini dikarenakan menurut LPPOM-MUI, 63persen produk Indonesia
belum memiliki sertifikat halal (Bali International Consulting Group, 2011 dalam Abdul
dkk, 2012).
Produk yang memiliki sertifikat halal dan label halal merupakan produk yang
sesuai dengan Syariat atau ajaran Islam. Produk yang dibenarkan untuk dikonsumsi
menurut syariat Islam adalah bermutu, dan tidak membahayakan bagi kesehatan(
Simanjuntak & Muhammad Mardi, 2014) yang mana produk tersebut secara proses dan
kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh
70 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
ajaran agama Islam. Hal ini akan dinayatakan lulus dan mendapatkan sertifikasi halal
sehingga masyarakat Muslim aman dan diperkenankan untuk mengkonsumsi produk
tersebut.
Produk makanan dan minuman merupakan produk-produk yang mendapat
pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat.
Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan
meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk (high
involvement) berdasarkan kehalalan sebagai parameternya, sehingga akan ada produk
yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses
pemilihan tersebut. Halal menjadi salah satu isu terbatasnya produk-produk makanan
memasuki pasar masyarakat Muslim namun konsumen Muslim sendiripun memiliki
kesulitan dalam memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk dalam
kategori halal dan haram. Keterbatasan dalam melihat dan mengidentifikasi proses serta
kandungan makanan dan minuman maka lembaga seperti LPPOM-MUI hadir dengan
tujuan memudahkan masyarakat Muslim melakukan proses pemeriksaan kehalalan
terhadap suatu produk yang dikonsumsinya. Sebuah produk yang didaftarkan ke
LPPOM-MUI, selanjutnya akan diaudit keabsahan halal-nya. Jika produk terebut
mendapatkan sertifikasi dan label halal maka barrier nilai yang membatasi produk
dengan konsumen Muslim menjadi berkurang. Label halal memudahkan konsumen
Muslim memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, sehingga untuk
para pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah
makanan halal yang diwakili dengan label halal yang terdapat pada kemasannya.
Dalam era globalisasi, semakin banyak arus media informasi yang dapat
mempengaruhi pola konsumsi konsumen dewasa ini. Adanya label halal dalam suatu
produk memberikan info tersendiri bagi konsumen Muslim mengenai kandungan atau
unsur-unsur yang terdapat pada suatu produk yang telah diuji secara syariat, sehingga
menimbulkan kepercayaan tersendiri dalam mengkonsumsi produk tersebut.
Sebaliknya, label halal pada kemasan suatu produk juga ikut mempengaruhi perilaku
konsumen Muslim yang ragu jika mengkonsumsi sebuah produk tanpa ada label halal
pada kemasannya, karena dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang
(LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih
diragukan kehalalannya.
71 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Peraturan pelabelan halal sendiri dikeluarkan oleh Dirjen POM (Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
yang mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label
tambahan informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan tersebut.
Dengan demikian konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu
mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk. Sebagai masyarakat Muslim
yang memiliki aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, Indonesia telah
berusaha melindungi konsumen Muslim dari produk-produk yang tidak halal atau tidak
jelas kehalalannya (syubhat) yakni produk-produk makanan yang beredar luas dipasar.
Usaha Indonesia melalui LPOM MUI, dengan cara memberikan sertifikasi halal pada
produk-produk yang lolos audit meruapakan usaha agar masyarakat Muslim Indonesia
dapat mengkonsumsi produk dengan aman.
Sistem sukarela untuk di audit kehalalannya suatu produk oleh LPPOM-MUI
juga membuat tidak semua produk yang beredar di masyarakat telah jelas kehalalan dan
keharamannya. Oleh sebab itu, pada kenyataannya masih banyak produk yang beredar
di tengah masyarakat Indonesia yang belum memiliki sertifikat halal yang dibuktikan
dengan mencantumkan label halal pada kemasannya. Dengan demikian konsumen
Muslim akan dihadapkan pada pilihan produk-produk halal yang diwakili dengan label
halal yang ada pada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada
kemasannya. Hal tersebut menjadi sebuah pilihan pada konsumen tersendiri khususnya
para konsumen Muslim dalam membeli produk-produk yang berlabel halal atau tidak
dalam pilihan konsumsi sebuah produk.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
produk-produk halal sesuai ketentuan Syariah.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauhmana awareness konsumen terhadap produk halal;
Untuk mengetahui persepsi industri terhadap proses sertifikasi halal;
Untuk mendapatkan informasi lembaga apa yang cocok dibutuhkan
masyarakat untuk sertifikasi halal;
72 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Untuk mendapatkan informasi sejauhmana dampak logo halal terhadap
pengambilan keputusan membeli produk.
Mendapatkan informasi sejauhmana kalangan akademisi melihat efektivitas
logo hal sebagai dasar keputusan membeli suatu produk
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi konsumen mengenai:
Profil kesadaran konsumen (consumer awareness), confidence level,
perception terhadap logo halal
Preferensi konsumen dan industri terhadap bentuk badan yang mengelola
sertifikasi halal
Profil industri terhadap logo dan sertifikasi halal ( preferensi industri
terhadap lembaga sertifikasi halal, persepsi industri terhadap sertifikasi
halal, confidence level industri terhadap sertifikasi halal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kotler & Amstrong (2012) bahwa perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial dan personal sebagai berikut:: (a)
Faktor Kultural. Kultur merupakan faktor penentu yang dominan dari keinginan dan
perilaku seseorang. Setiap kultur terdiri dari subkultur yang menyediakan
identifikasi yang spesifik dan ssosialisasi dari setiap anggotanya. Subkultur
termasuk nasionalitas, agama, ras dan area geografi. Konsumen sebagai manusia
pada hakikatnya menunjukkan stratifikasi sosial yang berbentuk kelas sosial.
Contohnya terbagi atas kelas bawah, menengah dan atas. Karakteristik kelas sosial
terdiri dari : (1) setiap kelas sosial cenderung lebih sama dalan berpakaian, pola
bicara dan preferensi rekreasi, (2) orang diterima sebagai posisi inferior atau
superior menurut kelas sosial, (3) kelompok variabel, contohnya pekerjaan,
pendapatan, kesejahteraan, pendidikan dan orientasi nilai, (4) individu dapat naik
ataupun turun kelas sosial selama hidupnya. (b) Faktor Sosial. Faktor sosial seperti
kelompok referensi, keluarga dan peran dan status sosial mempengaruhi perilaku
pembelian. Kelompok referensi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu : (1)
kelompok primer yaitu kelompok yang berinteraksi terus menerus dan informal yaitu
73 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja ; (2) kelompok kedua, yaitu
kelompok yang tidak berinteraksi terus menerus dan cenderung lebih formal yaitu
seperti kelompok agama, profesi, persatuan usaha. Kelompok referensi memberikan
pengaruh dengan tiga cara yakni melalui perilaku dan gaya hidup baru,
mempengaruhi sikap dan konsep diri, serta menciptakan tekanan untuk kesesuain
yang mempengaruhi pemilihan produk dan brand. (c) Faktor Personal. Dalam faktor
personal, keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Termasuk di
sini adalah umur dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi,
kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai-nilai.
Cravens et al. (2002) menyatakan bahwa pemasaran merupakan variabel
dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi
konsumen. Variabel-variabelnya adalah : barang, harga, periklanan dan distribusi yang
mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.
Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk mengevaluasi
kesempatan utama dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan
dengan hubungan antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam
memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen,
persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.
Selanjutnya Cravens at al. (2002) menjelaskan bahwa strategi pemasaran
kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah
mengambil keputusan kemudian melakukan evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan
sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan
belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah seperti
evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalaman konsumsi secara langsung akan
berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. Umpan balik
mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi
konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak
menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi
tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan.
Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi
konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang.
Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi
74 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik. Strategi promosi
sebuah perusahaan digunakan untuk memposisikan diri mereka untuk melawan
kompetitor yang ada dalam menghadapi keinginan dan kebutuhan target pasar
Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi
pemasaran melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa
yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk
dalam manajemen pengembangan strategi. Pengambilan keputusan konsumen adalah
bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara pengambilan keputusan dan
keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan
keterlibatan kepentingan yang rendah ( Peter & Olson, 2010).
Zani et als. (2010) menjelaskan bahwa untuk memenuhi keinginan konsumen
yang kritis, produsen memberikan label yang telah mereka dapatkan dari lembaga yang
berwenang pada kemasan produk yang mereka keluarkan. Label digunakan sebagai
jaminan bahwa produk mereka layak untuk dikonsumsi.
Sertifikasi halal sebuah produk hingga saat ini bukan menjadi kewajiban
melainkan hanya sebuah kelengkapan. LPPOM-MUI menerbitkan 3.742 sertifikat halal
untuk 12.000 produk pangan. Padahal industri pangan di Indonesia mencapai lebih dari
satu juta, sekitar 2.000 di antaranya merupakan industri besar dan sisanya industri kecil
dan menengah ( Maulidia, 2013).
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan sampel menggunakan metode non
probabilistik purpose sampling, yaitu responden yang dipilih telah ditentukan dari
wilayah Jakarta disebar sebanyak 100 kuesioner.
Estimated worst proportion : 3.5
Defined Margin Error (ME) : 5%
Defined Confidence Level of Interval with alpha 5persen : 95%
Margin Error (Me) for infinite population
……(3.1)
Equation for the minimum sample size …. (3.2)
96.11
)1(
n
PPMe
1)1( 2
22
ZMe
PPn
75 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
The minimum sample size (homogeny) : 95
Sample adjustment : 100
Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21.0
IV. HASIL DAN KESIMPULAN
4.1. Identitas Konsumen
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan survei terhadap 100 responden di wilayah Jakarta terbagi atas
responden laki-laki sebanyak 39 orang (39persen) dan perempuan sebanyak 61 orang
(61persen). Berikut disajikan profil responden berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 4.1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
39%61%Laki - Laki
Perempuan
b. Usia
Usia responden paling banyak pada rentang usia 19 – 25 tahun sebesar 38 persen
, diikuti responden dengan rentang usia 26 – 35 tahun sebesar 37persen dan responden
pada rentang usia 36 – 50 tahun sebesar 21persen. Rentang usia responden yang paling
sedikit adalah usia diatas 50 tahun hanya sebanyak 4persen. Profil usia responden ini
dapat dilihat pada table berikut.
76 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Tabel 4.1. Profil Usia Konsumen
Usia Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif
(persen)
19 – 25 tahun 38
26 – 35 tahun 37 75
36 – 50 tahun 21 96
> 50 tahun 4 100
100
c. Tingkat Pendidikan
Untuk tingkat pendidikan responden paling tinggi adalah lulusan SMA sebesar
55 persen , diikuti lulusan sarjana sebesar 26persen dan lulusan Diploma (D3) sebesar
11persen. Sedangkan lulusan pasca sarjana (S2) ada sebanyak 7persen dari populasi
responden dan hanya ada 1persen responden yang lulusan SD. Pada survey ini tidak ada
responden yang tidak lulus sekolah dan juga tidak ada yang lulusan SMP saja.
Gambaran profil tingkat pendidikan konsumen dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.2. Grafik Profil Tingkat Pendidikan Konsumen
77 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
d. Pengeluaran per Bulan
Secara umum, pengeluaran per bulan responden tertinggi setiap bulannya antara
satu juta hingga satu juta lima ratus ribu rupiah sebesar 32persen, lalu diikuti
pengeluaran sebesar lima ratus hingga tujuh ratus ribu rupiah sebesar 24persen,
kemudian responden dengan pengeluaran tujuh ratus ribu hingga satu juta rupiah
sebesar 16persen. Pengeluaran dua juta hingga tiga juta rupiah sebesar 12persen.
Sisanya adalah pengeluaran pada satu juta lima ratus ribu rupiah hingga dua juta rupiah
sebulan dan diatas tiga juta rupiah per bulan masing-masing sebesar 8persen. Tidak ada
responden dengan pengeluaran di bawah lima ratus ribu rupiah. Informasi selengkapnya
mengenai pendapatan keluarga sebulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Profil Pengeluaran Responden Per Bulan
Pengeluaran Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif
(persen)
=<500 ribu 0
500.001 – 700.000 24 24
700.001 – 1.000.000 16 40
1000.001 – 1.500.000 32 72
1.500.001 – 2.000.000 8 80
2.000.001 – 3.000.000 12 92
>3.000.000 8 100
100
4.2. Persepsi Konsumen
Teori komunikasi dalam pemasaran suatu produk diawali melalui pengenalan
produk, memahami produk yang bersangkutan, memutuskan pembelian kemudian
apabila merasa puas maka konsumen mempunyai kecenderungan untuk memilih produk
dengan atribut yang sama. Sedangkan pembelian kembali akan mengakibatkan pada
rekomendasi kepada konsumen-konsumen lain. Patut dipahami bahwa pembelian
kembali dan rekomendasi kepada konsumen adalah hasil kepuasan dan loyalitas
konsumen. Rekomendasi kepada konsumen dapat dalam bentuk ajakan, menceritakan
ataupun menyarankan kepada konsumen lain.
78 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Persepsi ataupun image merupakan kumpulan dari sejumlah asosiasi konsumen
terhadap produk. Sedangkan media terbentuknya asosiasi konsumen melalui proses
AIDA (awareness, interest, desire, action). Hal ini dimulai dari panca indra
pendengaran, mencari tahu, proses mempertimbangkan, proses membeli dan
merekomendasikan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 4.3. Proses AIDA
e. Mendengar
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa pembicaraan tentang kehalalan suatu produk merupakan hal yang lazim. Hal ini
diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).
Rata-rata responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan cenderung
setuju.
“Pembicaraan mengenai kehalalan/ketidakhalalan suatu produk hampir setiap
hari didengar” oleh 52persen responden yang diwawancara. Hal ini hampir dua kali
lipat dari reponden yang kurang setuju dan dan responden yang agak setuju dengan
pernyataan ini.” Pembicaraan mengenai halal/tidak halal merupakan hal yang
umum/lazim didengar oleh responden”, sebanyak 80persen responden setuju dengan
pernyataan ini. Sedangkan pernyataan bahwa para “responden sangat peduli dengan
perbincangan halal/tidak halal”, sebanyak 79persen responden setuju. Tidak hanya
responden secara individu yang setuju dengan perbincangan halal/tidak halal akan tetapi
juga lingkungan sekitar masing-masing responden yang diwawancara juga peduli
terhadap perbincangan halal/tidak halal dengan prosentase 56 persen responden yang
setuju dan 16 persen yang sangat setuju. Akan tetapi apa yang dirasakan dan dialami
oleh responden tidak berbanding lurus dengan ketersediaan informasi mengenai
kehalalan produk. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan “informasi tentang makanan
halal sangat informative” dengan persentase yang setuju sebesar 40persen, agak setuju
sebesar 27persen dan kurang setuju sebesar 20persen. Padahal `banyak responden
berpendapat “informasi halal sangat membantu dalam memilih produ” diindikasikan
dengan persentase responden yang setuju sebanyak 60persen dan yang sangat setuju
Mendengar Mengetahui Membeli Membeli
Kembali
Merekomendasikan
79 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
sebanyak 20persen, jauh lebih besar dibandingkan pernyataan responden yang kurang
setuju sebesar 12persen seperti terlihat pada gambar berikut
.
Gambar 4.4. Respon Responden Terhadap Kehalalan Produkdari Sisi Mendengar
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pembicaraan tentang halal/tidak halal hampir tiap hari
Adalah hal yang umum mendengar pembicaraan halal/tidak halal
Responden sangat peduli perbincangan halal/tidak halal
Lingkungan sekitar responden amat peduli tentang pembicaraan halal/tidak halal
Informasi tentang makanan halal adalah sangat informatif
Informasi tentang halal sangat membantu dalam memilih
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
f. Mengetahui
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa pengetahuan tentang kehalalan suatu produk merupakan satu hal wajib. Hal ini
diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).
Rata-rata responden memberikan respon skor 4.8 yang mengindikasikan cenderung
setuju seperti terlihat pada gambar berikut.
80 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.5. Respon Terhadap Kehalalan Produk Berdasarkan Pengetahuan
Konsumen
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah
Konsumen selain responden sangat mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah
Sebelum membeli responden selalu mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan
Sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan
Responden tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi halal dari lembaga resmi
Lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya
Responden perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan hasil survey dari seratus responden menyatakan bahwa responden
memiliki “pengetahuan batasan halal/haram berdasarkan shariah” sebesar 44 responden
sangat setuju dan 36 responden setuju. Begitupun pendapat para responden yang
disurvey, mereka meyakini bahwa konsumen-konsumen lain juga memiliki pengetahuan
batasan halal/haram berdasaarkan shariah sebanyak 40 responden yang setuju dan 32
responden agak setuju. Pernyataan bahwa “Sebelum membeli responden selalu
mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan”, sejumlah 40 responden sangat
setuju dan 48 responden setuju dengan pernyataan ini. Satu hal yang menarik ternyata
“sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan”
dengan 36 responden sangat setuju dan 40 responden setuju Hal ini mengindikasikan
bahwa konsumen bersikap aktif sebelum mengkonsumsi produk halal. Selain itu bisa
diartikan bahwa informasi kehalalan suatu produk tidak tersedia dengan jelas. Hal ini
diwakili oleh jawaban 4 responden yang sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
81 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
“Responden juga tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi
halal dari lembaga resmi” yang dibuktikan dengan jawaban responden yang setuju
sebanyak 68 persen walaupun ada juga yang masih menyangsikannya karena ada
4persen responden yang kurang setuju. Sebagian besar responden meyakini bahwa
“lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya” dimana
44persen setuju dengan pernyataan ini. Akan tetapi persentase yang tidak setuju cukup
di luar dugaan karena di representasikan oleh 12persen responden dan 16persen
responden yang kurang setuju. Hanya saja 20persen responden yang tampak ragu-ragu
dengan pernyataan ini. Hal ini mengindikasikan bahwa lembaga sertifikasi harus
memperbaiki kualitasnya dan meningkatkan intensitas komunikasi kepada konsumen
akhir. Bahkan responden merasa bahwa “perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang
saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal” yang diwakili oleh 28persen
responden sangat setuju dengan pernyataan ini, 36persen responden yang setuju dan
24persen yang agak setuju. Hal ini sudah merepresentasikan 88persen responden yang
merasa harus aktif meyakini kehalalan suatu produk walaupun telah disertifikasi halal
g. Membeli
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.3 yang mengindikasikan cenderung setuju seperti
terlihat pada gambar berikut ini.
82 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.6. Respon Pembelian Produk Halal
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal
Responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal
Responden yakin sebagian makanan yang dijual di pasaran halal
Responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang yang halal/tidak halal
Saat membeli makanan responden selalu memperhatikan label/logo halal
Saat membeli makanan orang lain juga selalu memperhatikan label/logo halal pada produk
Responden yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui proses sertifikasi halal
Label/Logo halal sangat membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, pernyataan bahwa “responden
meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal” dijawab oleh
48persen responden yang setuju dan 16persen responden sangat setuju. Akan tetapi
pernyataan bahwa “responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal” hanya
16persen responden yang setuju dan 12 persen yang sangat setuju, selebihnya 20persen
responden agak setuju dan 28persen responden kurang setuju. Bahkan terdapat 16persen
responden yang sangat tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa peredaran produk-
produk tidak halal cukup besar di pasaran dan hal ini diketahui dengan baik oleh para
responden. Sebagai tindakan selanjutnya perlu dipikirkan apakah produk-produk halal
ini perlu dilokalisasi di market-market tertentu atau perlu dibatasi peredarannya. Pada
faktanya lembaga sertifikasi tidak efektif untuk membatasi peredaran dari produk tidak
halal. Sedangkan untuk pernyataan “Responden yakin sebagian makanan yang dijual di
pasaran halal” sebanyak 44persen responden setuju, 20persen kurang setuju dan
16persen responden tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa para responden hanya
mengetahui dan memahami bahwa produk-produk yang dijual di pasaran tidak
semuanya halal. Untuk keamanan dan kenyamanan consumen dalam pengaturan dan
83 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
penataan produk-produk tidak halal juga perlu diperhatikan. Oleh sebab itu pernyataan
bahwa “responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang
yang halal/tidak halal” yang dijawab dengan hanya 24persen responden yang setuju
perlu diperhatikan dampaknya. Bahkan cukup banyak konsumen yang tidak yakin
bahwa penjual telah mengatur dan menata produk halal/tidak halal yang ditunjukkan
dengan 16persen responden yang kurang setuju, 12persen tidak setuju dan 8persen
responden sangat tidak setuju dengan pernyataan sebelum ini. Untungnya konsumen
dalam survey ini termasuk yang pro aktif dalam menganalisa halal/tidak halal produk.
Hal ini dibuktikan dengan pernyataan pada “saat membeli makanan responden selalu
memperhatikan label/logo halal” sebesar 40persen responden sangat setuju dan
56persen setuju. Responden juga meyakini bahwa “orang lain sekitar mereka juga
memperhatikan label/logo halal” yang dibuktikan dengan 48persen responden setuju,
20persen agak setuju dan hanya 8persen responden yang tidak setuju. Proses sertifikasi
halal sendiri merupakan satu hal penting akan tetapi hanya 36persen responden yang
setuju terhadap pernyataan “yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui
proses sertifikasi halal” 24persen responden agak setuju dan 20persen responden
kurang setuju. Bahkan ada 8persen yang sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden tidak benar-benar yakin dengan proses sertifikasi yang
telah dijalankan lembaga sertifikasi. Pernyataan dengan “label/Logo halal sangat
membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan” sangat disepakati oleh para
responden, tercermin dengan 24persen responden sangat setuju dan 60persen setuju.
Hanya 12persen responden yang kurang setuju. Hal ini mengidikasikan bahwa
label/logo halal masih merupakan pedoman penting bagi konsumen dalam memilih
produk halal.
h. Membeli Kembali
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.1 yang mengindikasikan agak setuju seperti
ditunjukkan oleh gambar berikut.
84 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.7. Pembelian kembali Terhadap Produk Halal
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label halal saja
Sepengetahuan responden, teman-temannya juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja
Responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja
Pembeli yang memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 70persen responden
setuju dengan pernyataan “pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label
halal saja” 11persen agak setuju dan 11persen responden kurang setuju dengan
pernyataan tersebut. Sedangkan pernyataan “sepengetahuan responden, teman-temannya
juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja” sebanyak 16persen
responden sangat setuju, 48persen setuju dan 24persen responden agak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumen sangat memperhatikan label halal dalam pembelian
ulang produk-produk pilihan konsumen. Pada saat di-counter dengan pernyataan
“responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja”
sebanyak 32persen responden sangat tidak setuju dan 36persen tidak setuju dengan
pernyataan tersebut. Hal ini semakin menguatkan kedua pernyataan sebelumnya bahwa
untuk pembelian kedua, ketiga dan seterusnya konsumen akan tetap membeli produk
makanan dengan label halal. Satu hal menarik mengenai pernyataan “pembeli yang
memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak” sebanyak
25persen responden sangat setuju, 47persen setuju dan 20persen responden agak setuju
85 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
yang mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengetahuan konsumen terhadap peran
label halal yang tertera semakin tinggi.
i. Merekomendasikan
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju
bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan
menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata
responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan setuju seperti terlihat
pada table berikut ini.
Gambar 4.8. Tingkat Respon Konsumen Dalam Merekomendasikan Pembelian
Produk Halal.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Responden akan memberitahu teman-teman dekatbila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label
halal
Responden akan memberitahu teman-teman dekat saya bila menemukan produk makanan tanpa label halal
Teman-teman biasanya akan memberitahu bila menemukan makanan tanpa label halal
Aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah berlabel halal
Pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal
Pihak-pihak terkait sudah berperan aktif pencantuman label halal
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju
Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 60persen responden
setuju dan 28persen sangat setuju bahwa “mereka akan memberitahu teman-teman dekat
bila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label halal” dan “mereka akan
memberitahu teman-teman dekatnya bila menemukan produk makanan tanpa label
halal” dengan persentase responden yang lebih besar 44persen sangat setuju dan
36persen setuju akan hal ini. Dalam kehidupan sehari-haripun komunikasi verbal dari
mulut ke mulut (word of mouth) tentang keberadaan label halal ini juga terjadi seperti
86 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
pada pernyataan “biasanya teman-teman akan memberitahu bila menemukan makanan
tanpa label halal” sebanyak 24persen responden sangat setuju dan 32persen setuju.
Hanya 16persen yang kurang setuju, kemungkinan direpresentasikan responden yang
tidak mempunyai pengalaman hal ini. Sementara itu 48persen responden setuju dan
24persen responden untuk “aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah
berlabel halal”. Akan tetapi hal yang patut yang tidak mendukung pentingnya label
halal, bahwa “pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal”
sebanyak 28persen responden kurang setuju, 4persen tidak setuju dan 4persen sangat
tidak setuju, Sedangkan responden mendukung pernyataan tersebut ada 16persen yang
sangat setuju dan 28 persen yang setuju. Untuk saat ini “pihak-pihak terkait sudah
berperan aktif pencantuman label halal” pernyataan ini disetujui oleh 40persen
responden dan hanya 4persen yang bertolak belakang atau sangat tidak setuju. Sebanyak
28persen responden kurang setuju dan bersikap moderat dengan perkembangan ini.
4.3. Image Lembaga Sertifikasi
a. Image Terhadap Majelis Ulama (MUI)
Hasil survey responden terhadap image MUI sebagai lembaga sertifikasi halal,
dengan jawaban lebih dari satu pernyataan, menunjukkan bahwa 16 persen responden
mengatakan bahwa MUI identik dengan “Islam”, 14 persen responden berpendapat
MUI “terpercaya”, 13 persen responden berpendapat MUI “aman” dan merupakan
“jaminan” halal. Akan tetapi sebanyak 12 persen responden berpendapat MUI hanya
sebagai “lembaga stempel”. Sebanyak 10 persen responden mengatakan MUI
“kredibel”. Akan tetapi 4persen responden berpendapat kalau “tidak ada efek” dari
lembaga sertifikasi MUI, “biaya siluman”, “hanya logo” dan “tidak fair”. Bahkan image
MUI juga “membingungkan”, pendapat dari 3persen responden serta 2persen responden
mengatakan bahwa MUI identik dengan “monopoli”. Image terhadap lembaga MUI ini
diperlihatkan pada gambar berikut ini.
87 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.9. Image Responden Terhadap Lembaga MUI
b. Image Terhadap Kementerian Agama
Hasil survey responden terhadap image Kementerian Agama sebagai lembaga
sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak 16 persen
responden mengatakan bahwa image Kementerian Agama adalah “kredible”, 12 persen
responden berpendapat Kementerian Agama hanya “lembaga stempel”, 11 persen
responden berpendapat Kementerian Agama “terpercaya” akan tetapi 10 persen
berpendapat “tidak fair”. Sebanyak 9 persen mengatakan “aman”. Responden sebanyak
8persen mengatakan Kementerian Agama “monopoli” dan “hanya logo”. Sebanyak
7persen responden berpendapat kalau Kementerian Agama sebagai lembaga sertifikasi
“tidak ada efek” tetapi ada juga responden yang mengatakan merupakan “jaminan” dan
“Islam”. Sebanyak 4persen mengatakan image Kementerian Agama “membingungkan”
dan 2persen mengatakan image Kementerian Agama “biaya siluman”. Pernyataan ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
88 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.10. Image Responden Terhadap Kementerian Agama Mengenai
Sertifikasi Halal.
c. Image Kementerian Perindustrian
Sedangkan hasil survey responden terhadap image Kementerian Perindustrian
sebagai lembaga sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak
19persen responden mengatakan image Kementerian Perindustrian adalah “biaya
siluman”, 17persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian
“membingungkan”, 14persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian
“monopoli” dan “hanya logo” serta “tidak efek”. Sebanyak 13persen responden
mengatakan Kementerian Perindustrian “tidak fair”. Sebanyak 4persen responden
berpendapat Kementerian Perindustrian merupakan “jaminan”, 3persen mengatakan
image Kementerian Perindustrian “aman”. Bahkan 2persen responden juga berpendapat
image Kementerian Perindustrian itu “lembaga stempel” walaupun ada yang bilang
“kredibel”. Tidak ada satupun responden yang menyatakan image Kementerian
Perindustrian “terpercaya” ataupun “Islam.
89 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Gambar 4.11. Image Responden Terhadap Kementerian Perindustrian Mengenai
Sertifikasi Halal.
4.4. Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal
Berdasarkan survei terhadap harapan dan keinginan konsumen terhadap lembaga
sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebesar 10.4persen
responden berharap produk makanan yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal
“terjamin kehalalannya”, 10.2persen berharap lembaga sertifikasi halal memberikan
“kenyamanan konsumen”, 9.5persen konsumen berharap “program sertifikasi halal
bersifat harus dilakukan”, 8.8persen responden berharap produk halal yang telah
disertifikasi benar-benar “jelas halalnya”, 8.4persen responden berharap produk
makanan melalui lembaga sertifikasi halal “benar-benar teruji kehalalannya”, 7.2persen
responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan kehalalan
restauran”, 6.9persen responden berharap lembaga sertifikasi “membuat logo halal yang
sulit dipalsukan”, 5.9persen responden berharap lembaga sertifikasi memberikan “lebih
banyak lagi produk yang berlabel halal” dan 5.8persen responden berharap lembaga
sertifikasi halal dapat memastikan “produk luar negeri harus ada logo halal”. Sebanyak
5.3persen responden berharap semua yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal
“telah melingkup semua produk sehari-hari”. Selanjutnya 4.5persen responden berharap
“ada informasi resmi dari pemerintah” tentang lembaga sertifikasi halal yang sahih dan
4.1persen responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan
kembali halalnya”. Sebanyak 3persen responden berharap bahwa produk halal dari
90 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
lembaga sertifikasi “harus melalui proses penelitian” dan 2.6persen responden
menginginkan adanya “sosialisasi” dari lembaga sertifikasi. Sejumlah 2.4persen
responden berharap bahwa “obat-obatan juga harus ada logo halal”. Sebanyak 1.6persen
responden berharap lembaga sertifikasi halal itu “kredibel” dan “akurat (tidak hanya
sekerdar logo)”. Sebanyak 1.1persen konsumen juga menginginkan “produk halal
semakin murah” dan juga 0.6persen responden berharap “produk kalengan harus ada
logo halal”. Harapan dan keinginan tersebut diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 4.12. Harapan dan Keinginan Konsumen terhadap Lembaga Sertifikasi
Halal.
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%
Produk kalengan harus ada logo halal
Produk halal semakin murah
Akurat (tidak sekedar logo)
Kredibel
Obat-obatan harus ada logo halal
Sosialisasi
Harus melalui proses penelitian
Pengecekan kembali halalnya
Ada informasi resmi dari pemerintah
Telah melingkup semua produk sehari-hari
Produk luar negeri harus ada logo halal
Lebih banyak lagi produk yang berlabel halal
Pembuatan logo halal yang sulit dipalsukan
Pengecekan kehalalan restoran
Benar-benar teruji kehalalannya
Jelas halalnya
Program sertifikasi halal harus dilakukan
Kenyamanan konsumen
Terjamin kehalalannya
Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal
91 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai persepsi halal/tidak halal yang
ditangkap oleh konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu mengenai
produk halal dan lembaga sertifikasi halal.
Beberapa kesimpulan mengenai produk halal, yaitu:
1. Bahwa pembicaraan halal/tidak halal sudah jamak didengar oleh konsumen dan
konsumen juga sangat menyadari perlunya informasi halal yang valid
2. Logo halal merupakan salah satu informasi penting yang menunjukkan kehalalan
suatu produk dan hal ini diyakini oleh para konsumen
3. Para konsumen bersikap pro aktif dan saling merekomendasikan bila ditemukan
produk-produk non halal kepada rekan-rekannya
4. Konsumen agak ragu-ragu dan tidak begitu yakin mengenai
pembagian/pengaturan produk halal dan non halal yang ada di pasaran saat ini
5. Para konsumen berharap semua produk harus terjamin kehalalannya, salah
satunya adalah logo halal yang sulit dipalsukan
Beberapa kesimpulan mengenai lembaga sertifikasi halal, yaitu:
1. Para konsumen setuju bahwa semua produk telah melalui proses sertifikasi halal
2. Tidak sepenuhnya konsumen menyatakan bahwa lembaga sertifikasi halal
sekarang ini kredibel, ada beberapa konsumen yang meragukan kredibilitas
lembaga sertifikasi
3. Konsumen tidak sepenuhnya yakin bahwa pihak-pihak yang terkait
memperhatikan pentingnya label halal dan berperan aktif dalam pencantuman
label halal
4. Persepsi positif dari lembaga sertifikasi MUI yang ditangkap oleh konsumen
adalah terpercaya, sepenuhnya Islam dan kredibel
5. Persepsi negatif dari lembaga sertifikasi MUI seperti hanya lembaga stempel,
membingungkan, monopoli dan lain sebagainya
6. Sedangkan apabila lembaga sertifikasi halal dilakukan kepada Kementerian
Perindustrian, beberapa persepsi dominan yang muncul adalah tentang biaya
siluman, membingungkan, monopoli dan lain sebagainya
92 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
7. Kementerian agama memiliki persepsi yang hampir sama dengan MUI sebagai
lembaga sertifikasi
5.2. Saran
1. Berkaitan dengan produk dengan label halal diharapkan lembaga sertifikasi
halal dapat memberikan informasi yang jelas terkait kehalalan suatu produk.
2. Otoritas sertifikasi halal yang selama ini dilakukan oleh MUI sudah baik,tapi
akan lebih baik apabila ada lembaga sertifikasi lain yang bisa menjadi pilihan
konsumen untuk melakukan sertifikasi halal
3. Pemerintah perlu memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan
sertifikasi halal dengan pertimbangan terjadinya persaingan yang akan
berdampak terhadap kualitas pelayanan sertifikasi halal terhadap konsumen.
4. Diperlukan sosialisasi tentang label halal yang tidak hanya untuk industri
makanan dan minuman, tetapi juga di industri lain seperti industri kecantikan
dan industri obat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, dkk. (2012). “Indonesian Small Medium Enterprise (SMEs) and Perceptions on
Halal Food Certification”. African Journal of Business Management. Department
of Management and Marketing, Faculty of Economics and Management,
Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia and Department of Accounting,
Faculty of Economics, Universitas Islam Indonesia, Condong Catur Depok
Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Cravens, W.D (2000) . Strategic Marketing . (6th edition) . Boston : Mcgraw-Hill
Cravens, W D, Charles, W. L . & Crittenden, V . (2002) . Strategic Marketing
Management Cases . (7th edition). Boston: Mcgraw-Hill, inc.
Kotler, Philip and Gerry Amstrong. (2012). Principle of Marketing 14th
Ed. New
Jersey, USA: Pearson Prentice Hall
Malhotra, Ares K. (2004), Marketing Research and Applied Orientation, Prentice Hall
Education, 4th
Ed, New Jersey, NJ
93 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta
Maulidia, Rahmah, “Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen”,
Journal Justitia Islamica, Vol. 10/No. 2/Juli-Des. 2013
Peter J. Paul and Olson Jerry C. (2010). Consumer Behaviour and Marketing Strategy
9th
ed. New York, USA: Mc Graw Hill
Simanjuntak, Megawati dan Muhammad Mardi. (2014). “The Effects of Knowledge,
Religiosity Value, and Attitude on Halal Label Reading Behavior of
Undergraduate Students”. ASEAN Marketing Journal. Vol.VI-No.2.
Zani, Ade Vera Rosidta Zani dkk. (2010). Analisis Pengaruh Label Halal dan Aman
Produk Pangan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Di Malang. Malang:
Universitas Brawijaya.