26
Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta Arisman Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Ihsan Utama dan Ratnawati Kusuma Jaya Peneliti Pada Center For South East ASEAN Studies (CSEAS), Jakarta ABSTRACT This research is conducted to determine the extent of knowledge of muslim consumers awareness on halal products and industry perception on halal certification. The main objective of this research is to get information about a suitable institution that muslim consumers needed and what the impact of halal logo to decision-making of the muslim consumers.All of Muslim communities around the world have formed a potential market segment due to their specific patterns in consuming a product. This consumption pattern is based on the teachings of Islam , named Halal . In fact that Indonesia is the biggest muslim population in the world with almost 90 percent of the all Indonesian population, then the biggest Indonesian market is muslim consumers. Since the better understanding on Islamic religion are increasingly, it makes muslim consumers become more selective for consuming products. The research used non-probabilistic purposive sampling method and distribute 100 questionnaire in Jakarta. The result of this research showed that muslim consumers eager to know the validity of halal logo as important information for halal product and convinced them before make decision to buy. Keywords : Consumer Behaviour, Halal Logo, Marketing Strategy, Halal Awareness

Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di

Jakarta

Arisman

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Ihsan Utama dan Ratnawati Kusuma Jaya

Peneliti Pada Center For South East ASEAN Studies (CSEAS), Jakarta

ABSTRACT

This research is conducted to determine the extent of knowledge of muslim

consumers awareness on halal products and industry perception on halal certification.

The main objective of this research is to get information about a suitable institution that

muslim consumers needed and what the impact of halal logo to decision-making of the

muslim consumers.All of Muslim communities around the world have formed a potential

market segment due to their specific patterns in consuming a product. This consumption

pattern is based on the teachings of Islam , named Halal . In fact that Indonesia is the

biggest muslim population in the world with almost 90 percent of the all Indonesian

population, then the biggest Indonesian market is muslim consumers. Since the better

understanding on Islamic religion are increasingly, it makes muslim consumers become

more selective for consuming products. The research used non-probabilistic purposive

sampling method and distribute 100 questionnaire in Jakarta. The result of this

research showed that muslim consumers eager to know the validity of halal logo as

important information for halal product and convinced them before make decision to

buy.

Keywords : Consumer Behaviour, Halal Logo, Marketing Strategy, Halal Awareness

69 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam mengkonsumsi suatu produk terdapat berbagai pola khusus yang

dilakukan oleh seorang atau sekelompok konsumen, termasuk komunitas Muslim di

seluruh dunia. Dalam ajaran islam, tidak diperkenankan untuk mengkonsumsi produk-

produk dengan kandungan dan juga proses pengolahan yang tidak sesuai dengan ajaran

Syariat tersebut. Populasi masyarakat muslim yang tinggi telah membentuk segmen

pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka sehingga dengan adanya aturan

yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus hambatan dan kesempatan untuk

mengincar pasar khusus masyarakat Muslimin.

Masyarakat Muslim juga diajarkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang

oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan dalam ajaran Islam.

Oleh sebab itu, Ajaran tegas Syariat Islam membuat konsumen Muslim bukan menjadi

konsumen yang permissive dalam pola konsumsinya. Perilaku konsumsi masyarakat

Muslim dipengaruhi oleh identifikasi Halal dan Haram sebuah produk yang dimuat

dalam nash Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.

Sebanyak 86.1 persen dari populasi Indonesia adalah Muslim. Hal tersebut

membuat Indonesia menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yakni

202,867,000 atau setara dengan 13persen populasi muslim di Dunia (Mapping the

Global Muslim Population, 2009 dalam Abdul dkk, 2012). Hal tersebut membuat

masyarakat Muslim di Indonesia menjadi pasar potensial yang begitu besar. Sejalan

dengan pola konsumsi yang selektif, Indonesia sendiri memiliki sebuah Lembaga

Pengawasan dan Peredaran Obat dan Makanan – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-

MUI) yang memiliki tugas untuk mengawasi produk yang beredar di tengah

masyarakat. Hal ini dikarenakan menurut LPPOM-MUI, 63persen produk Indonesia

belum memiliki sertifikat halal (Bali International Consulting Group, 2011 dalam Abdul

dkk, 2012).

Produk yang memiliki sertifikat halal dan label halal merupakan produk yang

sesuai dengan Syariat atau ajaran Islam. Produk yang dibenarkan untuk dikonsumsi

menurut syariat Islam adalah bermutu, dan tidak membahayakan bagi kesehatan(

Simanjuntak & Muhammad Mardi, 2014) yang mana produk tersebut secara proses dan

kandungannya telah lulus diperiksa dan terbebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh

70 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

ajaran agama Islam. Hal ini akan dinayatakan lulus dan mendapatkan sertifikasi halal

sehingga masyarakat Muslim aman dan diperkenankan untuk mengkonsumsi produk

tersebut.

Produk makanan dan minuman merupakan produk-produk yang mendapat

pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan Syariat.

Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk haram akan

meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses pemilihan produk (high

involvement) berdasarkan kehalalan sebagai parameternya, sehingga akan ada produk

yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses

pemilihan tersebut. Halal menjadi salah satu isu terbatasnya produk-produk makanan

memasuki pasar masyarakat Muslim namun konsumen Muslim sendiripun memiliki

kesulitan dalam memilah produk-produk yang mereka konsumsi menjadi produk dalam

kategori halal dan haram. Keterbatasan dalam melihat dan mengidentifikasi proses serta

kandungan makanan dan minuman maka lembaga seperti LPPOM-MUI hadir dengan

tujuan memudahkan masyarakat Muslim melakukan proses pemeriksaan kehalalan

terhadap suatu produk yang dikonsumsinya. Sebuah produk yang didaftarkan ke

LPPOM-MUI, selanjutnya akan diaudit keabsahan halal-nya. Jika produk terebut

mendapatkan sertifikasi dan label halal maka barrier nilai yang membatasi produk

dengan konsumen Muslim menjadi berkurang. Label halal memudahkan konsumen

Muslim memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi, sehingga untuk

para pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah

makanan halal yang diwakili dengan label halal yang terdapat pada kemasannya.

Dalam era globalisasi, semakin banyak arus media informasi yang dapat

mempengaruhi pola konsumsi konsumen dewasa ini. Adanya label halal dalam suatu

produk memberikan info tersendiri bagi konsumen Muslim mengenai kandungan atau

unsur-unsur yang terdapat pada suatu produk yang telah diuji secara syariat, sehingga

menimbulkan kepercayaan tersendiri dalam mengkonsumsi produk tersebut.

Sebaliknya, label halal pada kemasan suatu produk juga ikut mempengaruhi perilaku

konsumen Muslim yang ragu jika mengkonsumsi sebuah produk tanpa ada label halal

pada kemasannya, karena dianggap belum mendapat persetujuan lembaga berwenang

(LPPOM-MUI) untuk diklasifikasikan kedalam daftar produk halal atau dianggap masih

diragukan kehalalannya.

71 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Peraturan pelabelan halal sendiri dikeluarkan oleh Dirjen POM (Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

yang mewajibkan para produsen-produsen produk makanan untuk mencantumkan label

tambahan informasi tentang kandungan (ingredient) dari produk makanan tersebut.

Dengan demikian konsumen dapat memperoleh sedikit informasi yang dapat membantu

mereka untuk menentukan sendiri kehalalan suatu produk. Sebagai masyarakat Muslim

yang memiliki aturan yang sangat jelas tentang halal dan haram, Indonesia telah

berusaha melindungi konsumen Muslim dari produk-produk yang tidak halal atau tidak

jelas kehalalannya (syubhat) yakni produk-produk makanan yang beredar luas dipasar.

Usaha Indonesia melalui LPOM MUI, dengan cara memberikan sertifikasi halal pada

produk-produk yang lolos audit meruapakan usaha agar masyarakat Muslim Indonesia

dapat mengkonsumsi produk dengan aman.

Sistem sukarela untuk di audit kehalalannya suatu produk oleh LPPOM-MUI

juga membuat tidak semua produk yang beredar di masyarakat telah jelas kehalalan dan

keharamannya. Oleh sebab itu, pada kenyataannya masih banyak produk yang beredar

di tengah masyarakat Indonesia yang belum memiliki sertifikat halal yang dibuktikan

dengan mencantumkan label halal pada kemasannya. Dengan demikian konsumen

Muslim akan dihadapkan pada pilihan produk-produk halal yang diwakili dengan label

halal yang ada pada kemasannya dan produk yang tidak memiliki label halal pada

kemasannya. Hal tersebut menjadi sebuah pilihan pada konsumen tersendiri khususnya

para konsumen Muslim dalam membeli produk-produk yang berlabel halal atau tidak

dalam pilihan konsumsi sebuah produk.

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

produk-produk halal sesuai ketentuan Syariah.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauhmana awareness konsumen terhadap produk halal;

Untuk mengetahui persepsi industri terhadap proses sertifikasi halal;

Untuk mendapatkan informasi lembaga apa yang cocok dibutuhkan

masyarakat untuk sertifikasi halal;

72 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Untuk mendapatkan informasi sejauhmana dampak logo halal terhadap

pengambilan keputusan membeli produk.

Mendapatkan informasi sejauhmana kalangan akademisi melihat efektivitas

logo hal sebagai dasar keputusan membeli suatu produk

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi konsumen mengenai:

Profil kesadaran konsumen (consumer awareness), confidence level,

perception terhadap logo halal

Preferensi konsumen dan industri terhadap bentuk badan yang mengelola

sertifikasi halal

Profil industri terhadap logo dan sertifikasi halal ( preferensi industri

terhadap lembaga sertifikasi halal, persepsi industri terhadap sertifikasi

halal, confidence level industri terhadap sertifikasi halal.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kotler & Amstrong (2012) bahwa perilaku pembelian konsumen

dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial dan personal sebagai berikut:: (a)

Faktor Kultural. Kultur merupakan faktor penentu yang dominan dari keinginan dan

perilaku seseorang. Setiap kultur terdiri dari subkultur yang menyediakan

identifikasi yang spesifik dan ssosialisasi dari setiap anggotanya. Subkultur

termasuk nasionalitas, agama, ras dan area geografi. Konsumen sebagai manusia

pada hakikatnya menunjukkan stratifikasi sosial yang berbentuk kelas sosial.

Contohnya terbagi atas kelas bawah, menengah dan atas. Karakteristik kelas sosial

terdiri dari : (1) setiap kelas sosial cenderung lebih sama dalan berpakaian, pola

bicara dan preferensi rekreasi, (2) orang diterima sebagai posisi inferior atau

superior menurut kelas sosial, (3) kelompok variabel, contohnya pekerjaan,

pendapatan, kesejahteraan, pendidikan dan orientasi nilai, (4) individu dapat naik

ataupun turun kelas sosial selama hidupnya. (b) Faktor Sosial. Faktor sosial seperti

kelompok referensi, keluarga dan peran dan status sosial mempengaruhi perilaku

pembelian. Kelompok referensi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu : (1)

kelompok primer yaitu kelompok yang berinteraksi terus menerus dan informal yaitu

73 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

seperti keluarga, teman, tetangga dan teman kerja ; (2) kelompok kedua, yaitu

kelompok yang tidak berinteraksi terus menerus dan cenderung lebih formal yaitu

seperti kelompok agama, profesi, persatuan usaha. Kelompok referensi memberikan

pengaruh dengan tiga cara yakni melalui perilaku dan gaya hidup baru,

mempengaruhi sikap dan konsep diri, serta menciptakan tekanan untuk kesesuain

yang mempengaruhi pemilihan produk dan brand. (c) Faktor Personal. Dalam faktor

personal, keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Termasuk di

sini adalah umur dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi,

kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai-nilai.

Cravens et al. (2002) menyatakan bahwa pemasaran merupakan variabel

dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi

konsumen. Variabel-variabelnya adalah : barang, harga, periklanan dan distribusi yang

mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.

Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk mengevaluasi

kesempatan utama dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan

dengan hubungan antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam

memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen,

persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek.

Selanjutnya Cravens at al. (2002) menjelaskan bahwa strategi pemasaran

kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah

mengambil keputusan kemudian melakukan evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan

sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan

belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah seperti

evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalaman konsumsi secara langsung akan

berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. Umpan balik

mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi

konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak

menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi

tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan.

Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi

konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang.

Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi

74 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik. Strategi promosi

sebuah perusahaan digunakan untuk memposisikan diri mereka untuk melawan

kompetitor yang ada dalam menghadapi keinginan dan kebutuhan target pasar

Pengambilan keputusan konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi

pemasaran melalui penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa

yang digunakan oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk

dalam manajemen pengembangan strategi. Pengambilan keputusan konsumen adalah

bukan proses yang seragam. Ada perbedaan antara pengambilan keputusan dan

keputusan dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan

keterlibatan kepentingan yang rendah ( Peter & Olson, 2010).

Zani et als. (2010) menjelaskan bahwa untuk memenuhi keinginan konsumen

yang kritis, produsen memberikan label yang telah mereka dapatkan dari lembaga yang

berwenang pada kemasan produk yang mereka keluarkan. Label digunakan sebagai

jaminan bahwa produk mereka layak untuk dikonsumsi.

Sertifikasi halal sebuah produk hingga saat ini bukan menjadi kewajiban

melainkan hanya sebuah kelengkapan. LPPOM-MUI menerbitkan 3.742 sertifikat halal

untuk 12.000 produk pangan. Padahal industri pangan di Indonesia mencapai lebih dari

satu juta, sekitar 2.000 di antaranya merupakan industri besar dan sisanya industri kecil

dan menengah ( Maulidia, 2013).

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data primer. Data dikumpulkan dengan

menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan sampel menggunakan metode non

probabilistik purpose sampling, yaitu responden yang dipilih telah ditentukan dari

wilayah Jakarta disebar sebanyak 100 kuesioner.

Estimated worst proportion : 3.5

Defined Margin Error (ME) : 5%

Defined Confidence Level of Interval with alpha 5persen : 95%

Margin Error (Me) for infinite population

……(3.1)

Equation for the minimum sample size …. (3.2)

96.11

)1(

n

PPMe

1)1( 2

22

ZMe

PPn

75 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

The minimum sample size (homogeny) : 95

Sample adjustment : 100

Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21.0

IV. HASIL DAN KESIMPULAN

4.1. Identitas Konsumen

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan survei terhadap 100 responden di wilayah Jakarta terbagi atas

responden laki-laki sebanyak 39 orang (39persen) dan perempuan sebanyak 61 orang

(61persen). Berikut disajikan profil responden berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 4.1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

39%61%Laki - Laki

Perempuan

b. Usia

Usia responden paling banyak pada rentang usia 19 – 25 tahun sebesar 38 persen

, diikuti responden dengan rentang usia 26 – 35 tahun sebesar 37persen dan responden

pada rentang usia 36 – 50 tahun sebesar 21persen. Rentang usia responden yang paling

sedikit adalah usia diatas 50 tahun hanya sebanyak 4persen. Profil usia responden ini

dapat dilihat pada table berikut.

76 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Tabel 4.1. Profil Usia Konsumen

Usia Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif

(persen)

19 – 25 tahun 38

26 – 35 tahun 37 75

36 – 50 tahun 21 96

> 50 tahun 4 100

100

c. Tingkat Pendidikan

Untuk tingkat pendidikan responden paling tinggi adalah lulusan SMA sebesar

55 persen , diikuti lulusan sarjana sebesar 26persen dan lulusan Diploma (D3) sebesar

11persen. Sedangkan lulusan pasca sarjana (S2) ada sebanyak 7persen dari populasi

responden dan hanya ada 1persen responden yang lulusan SD. Pada survey ini tidak ada

responden yang tidak lulus sekolah dan juga tidak ada yang lulusan SMP saja.

Gambaran profil tingkat pendidikan konsumen dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 4.2. Grafik Profil Tingkat Pendidikan Konsumen

77 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

d. Pengeluaran per Bulan

Secara umum, pengeluaran per bulan responden tertinggi setiap bulannya antara

satu juta hingga satu juta lima ratus ribu rupiah sebesar 32persen, lalu diikuti

pengeluaran sebesar lima ratus hingga tujuh ratus ribu rupiah sebesar 24persen,

kemudian responden dengan pengeluaran tujuh ratus ribu hingga satu juta rupiah

sebesar 16persen. Pengeluaran dua juta hingga tiga juta rupiah sebesar 12persen.

Sisanya adalah pengeluaran pada satu juta lima ratus ribu rupiah hingga dua juta rupiah

sebulan dan diatas tiga juta rupiah per bulan masing-masing sebesar 8persen. Tidak ada

responden dengan pengeluaran di bawah lima ratus ribu rupiah. Informasi selengkapnya

mengenai pendapatan keluarga sebulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Profil Pengeluaran Responden Per Bulan

Pengeluaran Frekuensi (persen) Frekuensi Kumulatif

(persen)

=<500 ribu 0

500.001 – 700.000 24 24

700.001 – 1.000.000 16 40

1000.001 – 1.500.000 32 72

1.500.001 – 2.000.000 8 80

2.000.001 – 3.000.000 12 92

>3.000.000 8 100

100

4.2. Persepsi Konsumen

Teori komunikasi dalam pemasaran suatu produk diawali melalui pengenalan

produk, memahami produk yang bersangkutan, memutuskan pembelian kemudian

apabila merasa puas maka konsumen mempunyai kecenderungan untuk memilih produk

dengan atribut yang sama. Sedangkan pembelian kembali akan mengakibatkan pada

rekomendasi kepada konsumen-konsumen lain. Patut dipahami bahwa pembelian

kembali dan rekomendasi kepada konsumen adalah hasil kepuasan dan loyalitas

konsumen. Rekomendasi kepada konsumen dapat dalam bentuk ajakan, menceritakan

ataupun menyarankan kepada konsumen lain.

78 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Persepsi ataupun image merupakan kumpulan dari sejumlah asosiasi konsumen

terhadap produk. Sedangkan media terbentuknya asosiasi konsumen melalui proses

AIDA (awareness, interest, desire, action). Hal ini dimulai dari panca indra

pendengaran, mencari tahu, proses mempertimbangkan, proses membeli dan

merekomendasikan seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.3. Proses AIDA

e. Mendengar

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju

bahwa pembicaraan tentang kehalalan suatu produk merupakan hal yang lazim. Hal ini

diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).

Rata-rata responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan cenderung

setuju.

“Pembicaraan mengenai kehalalan/ketidakhalalan suatu produk hampir setiap

hari didengar” oleh 52persen responden yang diwawancara. Hal ini hampir dua kali

lipat dari reponden yang kurang setuju dan dan responden yang agak setuju dengan

pernyataan ini.” Pembicaraan mengenai halal/tidak halal merupakan hal yang

umum/lazim didengar oleh responden”, sebanyak 80persen responden setuju dengan

pernyataan ini. Sedangkan pernyataan bahwa para “responden sangat peduli dengan

perbincangan halal/tidak halal”, sebanyak 79persen responden setuju. Tidak hanya

responden secara individu yang setuju dengan perbincangan halal/tidak halal akan tetapi

juga lingkungan sekitar masing-masing responden yang diwawancara juga peduli

terhadap perbincangan halal/tidak halal dengan prosentase 56 persen responden yang

setuju dan 16 persen yang sangat setuju. Akan tetapi apa yang dirasakan dan dialami

oleh responden tidak berbanding lurus dengan ketersediaan informasi mengenai

kehalalan produk. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan “informasi tentang makanan

halal sangat informative” dengan persentase yang setuju sebesar 40persen, agak setuju

sebesar 27persen dan kurang setuju sebesar 20persen. Padahal `banyak responden

berpendapat “informasi halal sangat membantu dalam memilih produ” diindikasikan

dengan persentase responden yang setuju sebanyak 60persen dan yang sangat setuju

Mendengar Mengetahui Membeli Membeli

Kembali

Merekomendasikan

79 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

sebanyak 20persen, jauh lebih besar dibandingkan pernyataan responden yang kurang

setuju sebesar 12persen seperti terlihat pada gambar berikut

.

Gambar 4.4. Respon Responden Terhadap Kehalalan Produkdari Sisi Mendengar

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Pembicaraan tentang halal/tidak halal hampir tiap hari

Adalah hal yang umum mendengar pembicaraan halal/tidak halal

Responden sangat peduli perbincangan halal/tidak halal

Lingkungan sekitar responden amat peduli tentang pembicaraan halal/tidak halal

Informasi tentang makanan halal adalah sangat informatif

Informasi tentang halal sangat membantu dalam memilih

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju

f. Mengetahui

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju

bahwa pengetahuan tentang kehalalan suatu produk merupakan satu hal wajib. Hal ini

diukur dengan menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju).

Rata-rata responden memberikan respon skor 4.8 yang mengindikasikan cenderung

setuju seperti terlihat pada gambar berikut.

80 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.5. Respon Terhadap Kehalalan Produk Berdasarkan Pengetahuan

Konsumen

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Responden mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah

Konsumen selain responden sangat mengetahui batasan halal/haram makanan berdasarkan shariah

Sebelum membeli responden selalu mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan

Sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan

Responden tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi halal dari lembaga resmi

Lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya

Responden perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju

Berdasarkan hasil survey dari seratus responden menyatakan bahwa responden

memiliki “pengetahuan batasan halal/haram berdasarkan shariah” sebesar 44 responden

sangat setuju dan 36 responden setuju. Begitupun pendapat para responden yang

disurvey, mereka meyakini bahwa konsumen-konsumen lain juga memiliki pengetahuan

batasan halal/haram berdasaarkan shariah sebanyak 40 responden yang setuju dan 32

responden agak setuju. Pernyataan bahwa “Sebelum membeli responden selalu

mengetahui dengan pasti kehalalan suatu makanan”, sejumlah 40 responden sangat

setuju dan 48 responden setuju dengan pernyataan ini. Satu hal yang menarik ternyata

“sebelum membeli makanan, responden selalu bertanya kehalalan produk makanan”

dengan 36 responden sangat setuju dan 40 responden setuju Hal ini mengindikasikan

bahwa konsumen bersikap aktif sebelum mengkonsumsi produk halal. Selain itu bisa

diartikan bahwa informasi kehalalan suatu produk tidak tersedia dengan jelas. Hal ini

diwakili oleh jawaban 4 responden yang sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

81 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

“Responden juga tahu bahwa makanan yang saya pilih telah melewati proses sertifikasi

halal dari lembaga resmi” yang dibuktikan dengan jawaban responden yang setuju

sebanyak 68 persen walaupun ada juga yang masih menyangsikannya karena ada

4persen responden yang kurang setuju. Sebagian besar responden meyakini bahwa

“lembaga sertifikasi halal yang ada sekarang sudah sangat kredibel/terpercaya” dimana

44persen setuju dengan pernyataan ini. Akan tetapi persentase yang tidak setuju cukup

di luar dugaan karena di representasikan oleh 12persen responden dan 16persen

responden yang kurang setuju. Hanya saja 20persen responden yang tampak ragu-ragu

dengan pernyataan ini. Hal ini mengindikasikan bahwa lembaga sertifikasi harus

memperbaiki kualitasnya dan meningkatkan intensitas komunikasi kepada konsumen

akhir. Bahkan responden merasa bahwa “perlu mengecek lagi kehalalan makanan yang

saya pilih walaupun telah melalui sertifikasi halal” yang diwakili oleh 28persen

responden sangat setuju dengan pernyataan ini, 36persen responden yang setuju dan

24persen yang agak setuju. Hal ini sudah merepresentasikan 88persen responden yang

merasa harus aktif meyakini kehalalan suatu produk walaupun telah disertifikasi halal

g. Membeli

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju

bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan

menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata

responden memberikan respon skor 4.3 yang mengindikasikan cenderung setuju seperti

terlihat pada gambar berikut ini.

82 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.6. Respon Pembelian Produk Halal

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Responden meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal

Responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal

Responden yakin sebagian makanan yang dijual di pasaran halal

Responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang yang halal/tidak halal

Saat membeli makanan responden selalu memperhatikan label/logo halal

Saat membeli makanan orang lain juga selalu memperhatikan label/logo halal pada produk

Responden yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui proses sertifikasi halal

Label/Logo halal sangat membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju

Berdasarkan survey terhadap 100 responden, pernyataan bahwa “responden

meyakini makanan yang selalu dibeli dan ada di pasaran adalah halal” dijawab oleh

48persen responden yang setuju dan 16persen responden sangat setuju. Akan tetapi

pernyataan bahwa “responden yakin semua makanan dijual di pasaran halal” hanya

16persen responden yang setuju dan 12 persen yang sangat setuju, selebihnya 20persen

responden agak setuju dan 28persen responden kurang setuju. Bahkan terdapat 16persen

responden yang sangat tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa peredaran produk-

produk tidak halal cukup besar di pasaran dan hal ini diketahui dengan baik oleh para

responden. Sebagai tindakan selanjutnya perlu dipikirkan apakah produk-produk halal

ini perlu dilokalisasi di market-market tertentu atau perlu dibatasi peredarannya. Pada

faktanya lembaga sertifikasi tidak efektif untuk membatasi peredaran dari produk tidak

halal. Sedangkan untuk pernyataan “Responden yakin sebagian makanan yang dijual di

pasaran halal” sebanyak 44persen responden setuju, 20persen kurang setuju dan

16persen responden tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa para responden hanya

mengetahui dan memahami bahwa produk-produk yang dijual di pasaran tidak

semuanya halal. Untuk keamanan dan kenyamanan consumen dalam pengaturan dan

83 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

penataan produk-produk tidak halal juga perlu diperhatikan. Oleh sebab itu pernyataan

bahwa “responden yakin bahwa penjual telah membagi-bagi dengan semestinya barang

yang halal/tidak halal” yang dijawab dengan hanya 24persen responden yang setuju

perlu diperhatikan dampaknya. Bahkan cukup banyak konsumen yang tidak yakin

bahwa penjual telah mengatur dan menata produk halal/tidak halal yang ditunjukkan

dengan 16persen responden yang kurang setuju, 12persen tidak setuju dan 8persen

responden sangat tidak setuju dengan pernyataan sebelum ini. Untungnya konsumen

dalam survey ini termasuk yang pro aktif dalam menganalisa halal/tidak halal produk.

Hal ini dibuktikan dengan pernyataan pada “saat membeli makanan responden selalu

memperhatikan label/logo halal” sebesar 40persen responden sangat setuju dan

56persen setuju. Responden juga meyakini bahwa “orang lain sekitar mereka juga

memperhatikan label/logo halal” yang dibuktikan dengan 48persen responden setuju,

20persen agak setuju dan hanya 8persen responden yang tidak setuju. Proses sertifikasi

halal sendiri merupakan satu hal penting akan tetapi hanya 36persen responden yang

setuju terhadap pernyataan “yakin bahwa barang makanan yang dijual telah melalui

proses sertifikasi halal” 24persen responden agak setuju dan 20persen responden

kurang setuju. Bahkan ada 8persen yang sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden tidak benar-benar yakin dengan proses sertifikasi yang

telah dijalankan lembaga sertifikasi. Pernyataan dengan “label/Logo halal sangat

membantu dalam memutuskan pilihan produk makanan” sangat disepakati oleh para

responden, tercermin dengan 24persen responden sangat setuju dan 60persen setuju.

Hanya 12persen responden yang kurang setuju. Hal ini mengidikasikan bahwa

label/logo halal masih merupakan pedoman penting bagi konsumen dalam memilih

produk halal.

h. Membeli Kembali

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju

bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan

menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata

responden memberikan respon skor 4.1 yang mengindikasikan agak setuju seperti

ditunjukkan oleh gambar berikut.

84 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.7. Pembelian kembali Terhadap Produk Halal

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Responden pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label halal saja

Sepengetahuan responden, teman-temannya juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja

Responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja

Pembeli yang memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju

Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 70persen responden

setuju dengan pernyataan “pasti akan kembali membeli produk makanan dengan label

halal saja” 11persen agak setuju dan 11persen responden kurang setuju dengan

pernyataan tersebut. Sedangkan pernyataan “sepengetahuan responden, teman-temannya

juga akan membeli kembali produk makanan berlabel halal saja” sebanyak 16persen

responden sangat setuju, 48persen setuju dan 24persen responden agak setuju. Hal ini

menunjukkan bahwa konsumen sangat memperhatikan label halal dalam pembelian

ulang produk-produk pilihan konsumen. Pada saat di-counter dengan pernyataan

“responden akan kembali membeli produk makanan dengan label halal bila ingat saja”

sebanyak 32persen responden sangat tidak setuju dan 36persen tidak setuju dengan

pernyataan tersebut. Hal ini semakin menguatkan kedua pernyataan sebelumnya bahwa

untuk pembelian kedua, ketiga dan seterusnya konsumen akan tetap membeli produk

makanan dengan label halal. Satu hal menarik mengenai pernyataan “pembeli yang

memilih kembali makanan dengan produk berlabel halal semakin banyak” sebanyak

25persen responden sangat setuju, 47persen setuju dan 20persen responden agak setuju

85 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

yang mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengetahuan konsumen terhadap peran

label halal yang tertera semakin tinggi.

i. Merekomendasikan

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, rata-rata responden cenderung setuju

bahwa makanan yang mereka pilih dan beli adalah halal. Hal ini diukur dengan

menggunakan skor 1 (sangat tidak setuju) sampai skor 6 (sangat setuju). Rata-rata

responden memberikan respon skor 4.7 yang mengindikasikan setuju seperti terlihat

pada table berikut ini.

Gambar 4.8. Tingkat Respon Konsumen Dalam Merekomendasikan Pembelian

Produk Halal.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Responden akan memberitahu teman-teman dekatbila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label

halal

Responden akan memberitahu teman-teman dekat saya bila menemukan produk makanan tanpa label halal

Teman-teman biasanya akan memberitahu bila menemukan makanan tanpa label halal

Aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah berlabel halal

Pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal

Pihak-pihak terkait sudah berperan aktif pencantuman label halal

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Agak Setuju Setuju Sangat Setuju

Berdasarkan survey terhadap 100 responden, sebanyak 60persen responden

setuju dan 28persen sangat setuju bahwa “mereka akan memberitahu teman-teman dekat

bila menemukan tempat jual makanan khusus dengan label halal” dan “mereka akan

memberitahu teman-teman dekatnya bila menemukan produk makanan tanpa label

halal” dengan persentase responden yang lebih besar 44persen sangat setuju dan

36persen setuju akan hal ini. Dalam kehidupan sehari-haripun komunikasi verbal dari

mulut ke mulut (word of mouth) tentang keberadaan label halal ini juga terjadi seperti

86 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

pada pernyataan “biasanya teman-teman akan memberitahu bila menemukan makanan

tanpa label halal” sebanyak 24persen responden sangat setuju dan 32persen setuju.

Hanya 16persen yang kurang setuju, kemungkinan direpresentasikan responden yang

tidak mempunyai pengalaman hal ini. Sementara itu 48persen responden setuju dan

24persen responden untuk “aktif meng-up date produk-produk makanan yang telah

berlabel halal”. Akan tetapi hal yang patut yang tidak mendukung pentingnya label

halal, bahwa “pihak-pihak terkait sudah memperhatikan pentingnya label halal”

sebanyak 28persen responden kurang setuju, 4persen tidak setuju dan 4persen sangat

tidak setuju, Sedangkan responden mendukung pernyataan tersebut ada 16persen yang

sangat setuju dan 28 persen yang setuju. Untuk saat ini “pihak-pihak terkait sudah

berperan aktif pencantuman label halal” pernyataan ini disetujui oleh 40persen

responden dan hanya 4persen yang bertolak belakang atau sangat tidak setuju. Sebanyak

28persen responden kurang setuju dan bersikap moderat dengan perkembangan ini.

4.3. Image Lembaga Sertifikasi

a. Image Terhadap Majelis Ulama (MUI)

Hasil survey responden terhadap image MUI sebagai lembaga sertifikasi halal,

dengan jawaban lebih dari satu pernyataan, menunjukkan bahwa 16 persen responden

mengatakan bahwa MUI identik dengan “Islam”, 14 persen responden berpendapat

MUI “terpercaya”, 13 persen responden berpendapat MUI “aman” dan merupakan

“jaminan” halal. Akan tetapi sebanyak 12 persen responden berpendapat MUI hanya

sebagai “lembaga stempel”. Sebanyak 10 persen responden mengatakan MUI

“kredibel”. Akan tetapi 4persen responden berpendapat kalau “tidak ada efek” dari

lembaga sertifikasi MUI, “biaya siluman”, “hanya logo” dan “tidak fair”. Bahkan image

MUI juga “membingungkan”, pendapat dari 3persen responden serta 2persen responden

mengatakan bahwa MUI identik dengan “monopoli”. Image terhadap lembaga MUI ini

diperlihatkan pada gambar berikut ini.

87 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.9. Image Responden Terhadap Lembaga MUI

b. Image Terhadap Kementerian Agama

Hasil survey responden terhadap image Kementerian Agama sebagai lembaga

sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak 16 persen

responden mengatakan bahwa image Kementerian Agama adalah “kredible”, 12 persen

responden berpendapat Kementerian Agama hanya “lembaga stempel”, 11 persen

responden berpendapat Kementerian Agama “terpercaya” akan tetapi 10 persen

berpendapat “tidak fair”. Sebanyak 9 persen mengatakan “aman”. Responden sebanyak

8persen mengatakan Kementerian Agama “monopoli” dan “hanya logo”. Sebanyak

7persen responden berpendapat kalau Kementerian Agama sebagai lembaga sertifikasi

“tidak ada efek” tetapi ada juga responden yang mengatakan merupakan “jaminan” dan

“Islam”. Sebanyak 4persen mengatakan image Kementerian Agama “membingungkan”

dan 2persen mengatakan image Kementerian Agama “biaya siluman”. Pernyataan ini

dapat dilihat pada tabel berikut.

88 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.10. Image Responden Terhadap Kementerian Agama Mengenai

Sertifikasi Halal.

c. Image Kementerian Perindustrian

Sedangkan hasil survey responden terhadap image Kementerian Perindustrian

sebagai lembaga sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebanyak

19persen responden mengatakan image Kementerian Perindustrian adalah “biaya

siluman”, 17persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian

“membingungkan”, 14persen responden berpendapat Kementerian Perindustrian

“monopoli” dan “hanya logo” serta “tidak efek”. Sebanyak 13persen responden

mengatakan Kementerian Perindustrian “tidak fair”. Sebanyak 4persen responden

berpendapat Kementerian Perindustrian merupakan “jaminan”, 3persen mengatakan

image Kementerian Perindustrian “aman”. Bahkan 2persen responden juga berpendapat

image Kementerian Perindustrian itu “lembaga stempel” walaupun ada yang bilang

“kredibel”. Tidak ada satupun responden yang menyatakan image Kementerian

Perindustrian “terpercaya” ataupun “Islam.

89 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Gambar 4.11. Image Responden Terhadap Kementerian Perindustrian Mengenai

Sertifikasi Halal.

4.4. Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal

Berdasarkan survei terhadap harapan dan keinginan konsumen terhadap lembaga

sertifikasi halal, dengan jawaban lebih dari satu pernyataan. Sebesar 10.4persen

responden berharap produk makanan yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal

“terjamin kehalalannya”, 10.2persen berharap lembaga sertifikasi halal memberikan

“kenyamanan konsumen”, 9.5persen konsumen berharap “program sertifikasi halal

bersifat harus dilakukan”, 8.8persen responden berharap produk halal yang telah

disertifikasi benar-benar “jelas halalnya”, 8.4persen responden berharap produk

makanan melalui lembaga sertifikasi halal “benar-benar teruji kehalalannya”, 7.2persen

responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan kehalalan

restauran”, 6.9persen responden berharap lembaga sertifikasi “membuat logo halal yang

sulit dipalsukan”, 5.9persen responden berharap lembaga sertifikasi memberikan “lebih

banyak lagi produk yang berlabel halal” dan 5.8persen responden berharap lembaga

sertifikasi halal dapat memastikan “produk luar negeri harus ada logo halal”. Sebanyak

5.3persen responden berharap semua yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi halal

“telah melingkup semua produk sehari-hari”. Selanjutnya 4.5persen responden berharap

“ada informasi resmi dari pemerintah” tentang lembaga sertifikasi halal yang sahih dan

4.1persen responden berharap lembaga sertifikasi halal melakukan “pengecekan

kembali halalnya”. Sebanyak 3persen responden berharap bahwa produk halal dari

90 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

lembaga sertifikasi “harus melalui proses penelitian” dan 2.6persen responden

menginginkan adanya “sosialisasi” dari lembaga sertifikasi. Sejumlah 2.4persen

responden berharap bahwa “obat-obatan juga harus ada logo halal”. Sebanyak 1.6persen

responden berharap lembaga sertifikasi halal itu “kredibel” dan “akurat (tidak hanya

sekerdar logo)”. Sebanyak 1.1persen konsumen juga menginginkan “produk halal

semakin murah” dan juga 0.6persen responden berharap “produk kalengan harus ada

logo halal”. Harapan dan keinginan tersebut diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 4.12. Harapan dan Keinginan Konsumen terhadap Lembaga Sertifikasi

Halal.

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%

Produk kalengan harus ada logo halal

Produk halal semakin murah

Akurat (tidak sekedar logo)

Kredibel

Obat-obatan harus ada logo halal

Sosialisasi

Harus melalui proses penelitian

Pengecekan kembali halalnya

Ada informasi resmi dari pemerintah

Telah melingkup semua produk sehari-hari

Produk luar negeri harus ada logo halal

Lebih banyak lagi produk yang berlabel halal

Pembuatan logo halal yang sulit dipalsukan

Pengecekan kehalalan restoran

Benar-benar teruji kehalalannya

Jelas halalnya

Program sertifikasi halal harus dilakukan

Kenyamanan konsumen

Terjamin kehalalannya

Harapan terhadap Lembaga Sertifikasi Halal

91 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai persepsi halal/tidak halal yang

ditangkap oleh konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu mengenai

produk halal dan lembaga sertifikasi halal.

Beberapa kesimpulan mengenai produk halal, yaitu:

1. Bahwa pembicaraan halal/tidak halal sudah jamak didengar oleh konsumen dan

konsumen juga sangat menyadari perlunya informasi halal yang valid

2. Logo halal merupakan salah satu informasi penting yang menunjukkan kehalalan

suatu produk dan hal ini diyakini oleh para konsumen

3. Para konsumen bersikap pro aktif dan saling merekomendasikan bila ditemukan

produk-produk non halal kepada rekan-rekannya

4. Konsumen agak ragu-ragu dan tidak begitu yakin mengenai

pembagian/pengaturan produk halal dan non halal yang ada di pasaran saat ini

5. Para konsumen berharap semua produk harus terjamin kehalalannya, salah

satunya adalah logo halal yang sulit dipalsukan

Beberapa kesimpulan mengenai lembaga sertifikasi halal, yaitu:

1. Para konsumen setuju bahwa semua produk telah melalui proses sertifikasi halal

2. Tidak sepenuhnya konsumen menyatakan bahwa lembaga sertifikasi halal

sekarang ini kredibel, ada beberapa konsumen yang meragukan kredibilitas

lembaga sertifikasi

3. Konsumen tidak sepenuhnya yakin bahwa pihak-pihak yang terkait

memperhatikan pentingnya label halal dan berperan aktif dalam pencantuman

label halal

4. Persepsi positif dari lembaga sertifikasi MUI yang ditangkap oleh konsumen

adalah terpercaya, sepenuhnya Islam dan kredibel

5. Persepsi negatif dari lembaga sertifikasi MUI seperti hanya lembaga stempel,

membingungkan, monopoli dan lain sebagainya

6. Sedangkan apabila lembaga sertifikasi halal dilakukan kepada Kementerian

Perindustrian, beberapa persepsi dominan yang muncul adalah tentang biaya

siluman, membingungkan, monopoli dan lain sebagainya

92 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

7. Kementerian agama memiliki persepsi yang hampir sama dengan MUI sebagai

lembaga sertifikasi

5.2. Saran

1. Berkaitan dengan produk dengan label halal diharapkan lembaga sertifikasi

halal dapat memberikan informasi yang jelas terkait kehalalan suatu produk.

2. Otoritas sertifikasi halal yang selama ini dilakukan oleh MUI sudah baik,tapi

akan lebih baik apabila ada lembaga sertifikasi lain yang bisa menjadi pilihan

konsumen untuk melakukan sertifikasi halal

3. Pemerintah perlu memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan

sertifikasi halal dengan pertimbangan terjadinya persaingan yang akan

berdampak terhadap kualitas pelayanan sertifikasi halal terhadap konsumen.

4. Diperlukan sosialisasi tentang label halal yang tidak hanya untuk industri

makanan dan minuman, tetapi juga di industri lain seperti industri kecantikan

dan industri obat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, dkk. (2012). “Indonesian Small Medium Enterprise (SMEs) and Perceptions on

Halal Food Certification”. African Journal of Business Management. Department

of Management and Marketing, Faculty of Economics and Management,

Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia and Department of Accounting,

Faculty of Economics, Universitas Islam Indonesia, Condong Catur Depok

Sleman, Yogyakarta, Indonesia.

Cravens, W.D (2000) . Strategic Marketing . (6th edition) . Boston : Mcgraw-Hill

Cravens, W D, Charles, W. L . & Crittenden, V . (2002) . Strategic Marketing

Management Cases . (7th edition). Boston: Mcgraw-Hill, inc.

Kotler, Philip and Gerry Amstrong. (2012). Principle of Marketing 14th

Ed. New

Jersey, USA: Pearson Prentice Hall

Malhotra, Ares K. (2004), Marketing Research and Applied Orientation, Prentice Hall

Education, 4th

Ed, New Jersey, NJ

93 Survei “Confidence Level” Konsumen Terhadap Produk Halal di Jakarta

Maulidia, Rahmah, “Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen”,

Journal Justitia Islamica, Vol. 10/No. 2/Juli-Des. 2013

Peter J. Paul and Olson Jerry C. (2010). Consumer Behaviour and Marketing Strategy

9th

ed. New York, USA: Mc Graw Hill

Simanjuntak, Megawati dan Muhammad Mardi. (2014). “The Effects of Knowledge,

Religiosity Value, and Attitude on Halal Label Reading Behavior of

Undergraduate Students”. ASEAN Marketing Journal. Vol.VI-No.2.

Zani, Ade Vera Rosidta Zani dkk. (2010). Analisis Pengaruh Label Halal dan Aman

Produk Pangan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Di Malang. Malang:

Universitas Brawijaya.