54
1 LAPORAN SURVEY CEPAT KLB GEMPA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH TAHUN 2006 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN EKOLOGI DAN STATUS KESEHATAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta

Survei Cepat Yogya & Jateng

Embed Size (px)

DESCRIPTION

survei

Citation preview

Page 1: Survei Cepat Yogya & Jateng

1

LAPORAN

SURVEY CEPAT KLB GEMPA

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAN JAWA TENGAH

TAHUN 2006

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

EKOLOGI DAN STATUS KESEHATAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

DEPARTEMEN KESEHATAN RI

Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta

Page 2: Survei Cepat Yogya & Jateng

2

SURVEY CEPAT KLB GEMPA

DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAN JAWA TENGAH

TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN

Gempa tektonik yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

Tengah pada tanggal 27 Mei 2006 jam 05.54 WIB telah memporak porandakan

sebagian daerah di kedua provinsi tersebut di atas. Catatan terakhir korban

meninggal sebesar 6.618, luka yang dirawat berjumlah 123.848 yang berasal dari 5

kabupaten di DIY dan satu kabupaten di Jawa Tengah ( Kabupaten Bantul, Kodya

Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, Sleman, Kulon Progo dan satu kabupaten di

Jawa Tengah yaitu Kabupaten Klaten). Kerusakan fisik demikian beratnya di daerah

- daerah tersebut diatas.

Survey cepat yang dilakukan pada tangal 29 – 30 Mei 2006 telah

mengumpulkan data tentang :

- Kebutuhan sumber daya pelayanan kesehatan di berbagai tingkat fasilitas

kesehatan dan pos pengungsian.

- Kebutuhan sarana kesehatan lingkungan di berbagai tingkatan fasilitas

kesehatan dan pos pengungsian.

- Asupan gizi di berbagai tingkatan fasilitas kesehatan dan pos pengungsian.

Data mengenai vektor dan reservoir penyakit yang mungkin akan segera

muncul misalnya lalat (diare), nyamuk (DBD dan malaria) belum diketahui. Selain

itu penyakit yang ditularkan oleh tikus misalnya leptospirosis perlu diwaspadai

karena dengan kerusakan rumah penduduk maka tikus akan menyebar ke tempat lain,

terutama di daerah endemik leptospirosis di kabupaten Klaten.

Dengan adanya gempa akan menyebabkan kerusakan bangunan sehingga

banyak daerah yang penuh dengan puing-puing dan sampah serta sisa-sisa makanan

yang akan meningkatkan populasi tikus, baik tikus got, tikus rumah dan tikus kebun

(Rattus norvegicus, R. tanezumi dan R. exulans). Dengan meningkatnya populasi

tikus akan menyebabkan risiko penularan leptospirosis juga akan meningkat.

Tumpukan sampah juga akan meningkatkan populasi lalat dan kecoa yang

merupakan vektor mekanik berbagai penyakit antara lain diare.

Page 3: Survei Cepat Yogya & Jateng

3

Bertumpuknya sampah baik sampah organik, anorganik dan terutama kaleng

bekas makanan dsb akan meningkatkan jumlah habitat nyamuk Aedes aegypti.

Dengan meningkatnya populasi Ae. aegypti maka risiko penularan DBD akan

meningkat juga. Hal tersebut akan diperparah dengan turunnya hujan yang akan

mengisi kaleng bekas dan bejana-bejana lain yang akan menjadi habitat nyamuk

vektor DBD tersebut di atas.

Kesehatan lingkungan merupakan masalah utama sesuai dengan data yang

dikumpulkan oleh survey cepat pertama. Untuk itu perlu dicermati lebih mendalam

dan mendetail akan kebutuhan sanitasi, air bersih dan semua yang berhubungan

dengan kesehatan lingkungan.

Melalui metode pengamatan dapat diketahui makna di balik berbagai perilaku

masyarakat kaitannya dengan kesehatan lingkungan pasca gempa. Melalui survei

cepat ini akan diketahui status kesehatan masyarakat pasca gempa, penyakit apa saja

yang diperkirakan akan muncul dan menjadi masalah di kemudian hari.

Untuk itu pada tanggal 20-22 Juni 2006 kembali dilakukan kegiatan

pengumpulan data atau survei cepat untuk menjawab hal tersebut di atas.

II. TUJUAN

Untuk mengkaji risiko penularan penyakit tular vektor, leptospirosis,

kesehatan lingkungan, perilaku individu dan masyarakat, serta status kesehatan di

daerah pasca gempa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa

Tengah.

III. MANFAAT

Mendapatkan data akurat mengenai penyebaran vektor DBD, tikus penular

leptospirosis, kesehatan lingkungan, perilaku masyarakat dan status kesehatan pasca

gempa di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

IV. KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Survei dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada tanggal 20-22 Juni 2006,

di tiga lokasi sebagai berikut :

1) Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kotamadya Yogyakarta

2) Desa Karangtalun, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY

Page 4: Survei Cepat Yogya & Jateng

4

3) Desa Jogoprayan, Kragilan dan Mlese, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah

Sampel terpilih 210 rumah tangga, dengan masing-masing daerah/lokasi diambil

di Kota Yogyakarta 91 rumah tangga (43,3 %), Kabupaten Bantul 48 rumah tangga

(22,9 %), dan Kabupaten Klaten 71 rumah tangga (33,8 %).

Sedangkan pengumpulan data lingkungan biologi kesehatan dilakukan dengan

wawancara dan pengamatan di 130 rumahtangga, masing-masing 59 rumahtangga di

Sorosutan, 43 rumahtangga di Karangtalun dan 28 rumahtangga di Mlese.

A. Aspek Kesehatan Lingkungan

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan

wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui risiko pencemaran sarana

penyediaan air minum dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi sesuai

dengan jenis sarana air minum yang digunakan oleh responden. Sedangkan

wawancara menggunakan kuesioner terstruktur tertutup dilakukan untuk

mengetahui kondisi kesehatan lingkungan sebelum dan sesudah gempa bumi

yang meliputi variabel sarana penyediaan air minum, pembuangan kotoran,

pembuangan sampah domestik padat dan cair, higiene dan sanitasi makanan,

serta pengelolaan limbah medis RS.

2. Pengolahan dan analisis data

Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan

formulir inspeksi sanitasi dimasukkan ke dalam program pengolahan data

SPSS versi 11,5 untuk diolah berdasarkan variabel survei dan kemudian

dianalisis secara univariat berupa tabel distribusi frekuensi menurut

kabupaten/kota. Hasil inspeksi sanitasi sarana air minum (SAM)

dikelompokkan menjadi risiko rendah (A), risiko sedang (B), risiko tinggi (C),

dan risiko amat tinggi (D).

Page 5: Survei Cepat Yogya & Jateng

5

B. Aspek Biologi Lingkungan

1. Penyakit Tular vektor dan Reservoir Penyakit

a. Pemilihan dan Gambaran Umum Lokasi Survei

Pemilihan lokasi survei didasari oleh tingkat keparahan bangunan /

rumah / infrastruktur akibat gempa dan endemisitas daerah demam

berdarah dengue. Lokasi terpilih adalah Kelurahan Sorosutan Kecamatan

Umbulharjo Kotamadya Yogyakarta, Desa Karangtalun Kecamatan

Imogiri Kabupaten Bantul Provinsi D.I.Yogyakarta dan Desa Mlese

Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten Jawa Tengah.

1) Kelurahan Sorosutan Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta

Kelurahan Sorosutan Kecamatan Umbulharjo merupakan salah satu

daerah endemik demam berdarah dengue (DBD) di perkotaan. Dalam

tahun 2006 sampai dengan sebelum gempa jumlah penderita DBD di

daerah ini ada 48 kasus dengan jumlah penduduk berisiko 12.573 jiwa.

Daerah ini merupakan salah satu daerah dengan status Kejadian Luar

Biasa (KLB) DBD dan sampai saat ini status tersebut belum dicabut.

Daerah ini merupakan salah satu daerah yang mengalami gempa

terparah di antara lima kecamatan yang mengalami gempa di

Kotamadya Yogyakarta.

2) Desa Karangtalun Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, D.I.Y

Desa Karangtalun Kecamatan Imogiri adalah salah satu daerah

perdesaan mewakili daerah gempa terparah di Kabupaten Bantul dan

merupakan daerah sporadis DBD. Pada tahun 2004 dan 2005

dilaporkan terjadi masing-masing satu kasus DBD. Dalam tahun 2006

sampai dengan sebelum gempa belum ada laporan kasus DBD.

3) Desa Mlese Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten, Jawa

Tengah

Desa Mlese Kecamatan Gantiwarno merupakan salah satu desa

endemik DBD yang mengalami gempa di Kabupaten Klaten Provinsi

Jawa Tengah. Dalam tahun 2006 sebelum gempa, dilaporkan ada dua

Page 6: Survei Cepat Yogya & Jateng

6

kasus DBD, dan satu diantaranya meninggal dunia dengan jumlah

penduduk berisiko 3.412 jiwa.

b. Data Aspek Lingkungan Biologi Kesehatan

Data aspek lingkungan biologi kesehatan yang dikumpulkan adalah

variabel faktor risiko penyakit tular vektor yang relevan dengan kondisi

daerah setempat. Variabel yang diamati adalah sebagai berikut :

1) Variabel yang berhubungan dengan kemungkinan berjangkitnya

DBD : indeks jentik dan habitatnya, kondisi bangunan rumah dan

barang-barang bekas (kaleng, ember, plastik, dll).

2) Variabel yang berhubungan dengan kemungkinan berjangkitnya diare

(keberadaan lalat, sampah dan tempat sampah di lingkungan rumah)

c. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data aspek lingkungan biologi dilakukan dengan

pengamatan di 130 rumah, masing-masing 59 rumah di Sorosutan, 43

rumah di Karangtalun dan 28 rumah di Mlese. Data yang dikumpulkan

merupakan data primer menggunakan kuesioner dengan cara sebagai

berikut:

1) Melakukan pengamatan jentik dengan cara single larvae method yaitu

diambil satu jentik Aedes sp. dari setiap tempat penampungan air yang

positif mengandung jentik lalu diidentifikasi. Indeks jentik (house

index) dihitung dari jumlah rumah positif jentik dibagi jumlah rumah

diperiksa dikalikan 100. Semua tempat penampungan air yang

ditempatkan di dalam dan di luar rumah baik yang rusak maupun

hancur diperiksa. Alat dan bahan yang digunakan terdiri dari

mikroskop compound, lampu baterai, pipet jentik, gayung dan botol

plastik, normal salin, gelas objek dan tutupnya. Variabel yang diamati

adalah keberadaaan jentik, spesies dan habitat/tempat penampungan

air (jenis, bahan dan ditutup rapat).

2) Melakukan penangkapan nyamuk Aedes sp yang hinggap di tempat

istirahatnya di dalam rumah dan tenda darurat. Alat yang digunakan

Page 7: Survei Cepat Yogya & Jateng

7

terdiri dari mikroskop dissecting, lampu baterai, aspirator, paper cup,

kain kassa, kertas saring, chloroform.

3) Melakukan pengamatan kondisi bangunan rumah, keberadaan barang-

barang bekas (kaleng, ember, plastik, dll), lalat, sampah dan tempat

sampah di lingkungan rumah.

d. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis untuk

mengetahui distribusi berbagai variabel faktor risiko menurut lokasi

survei menggunakan SPSS versi 11.5 for Windows.

2. Leptospirosis

a. Lokasi dan waktu

Informasi yang diperoleh dari Puskesmas Jogonalan, terdapat satu

orang suspect leptospirosis di Desa Rejoso. Desa tersebut berbatasan

dengan Desa Bakung yang pada tahun 2005 terdapat 2 kasus positif

leptospirosis. Penangkapan tikus dilakukan di Desa Bakung dan Desa

Rejoso, Kec. Jogonalan, Kab. Klaten pada tanggal 20 – 22 Juni 2006.

b. Bahan dan Alat

Bahan: Umpan (kelapa bakar dan Ubi jalar), Arang, Minyak tanah,

Kloroform, Alkohol 70 %.

Alat: Perangkap tikus (jenis live trap), kantong tikus, label, tali rafia,

nampan enamel, sikat, disecting kit, botol vial, alat tulis, masker,

handscoon, mikroskop disecting, petridish, soil tester,

higrotermometer, GPS, syringe needle, leptotek jenis lateral flow.

c. Cara Kerja

1) Cara penangkapan tikus

Penangkapan tikus menggunakan 100 perangkap dari kawat

berukuran 21 x 12 x 10 cm, berumpan kelapa bakar. Penangkapan

dilakukan selama 2 hari di habitat rumah (60 buah) dan kebun (40

buah). Perangkap dipasang pada sore hari pukul 15.00 WIB – sampai

selesai, kemudian diambil keesokan harinya pukul 06.00 WIB –

sampai selesai. Pemasangan di dalam rumah radius 100 m2 dari

rumah kasus dan pemasangan di kebun berdasarkan tempat kasus

Page 8: Survei Cepat Yogya & Jateng

8

bekerja. Tikus yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong kain

ukuran 30 x 40 cm, kemudian diberi label (tanggal, habitat dan kode

lokasi), untuk selanjutnya diproses.

2) Cara pengambilan darah

Tikus yang berada di dalam kantong dilemaskan dengan menarik ekor

dan menekan lehernya. Tikus yang sudah lemas diambil darah dari

jantung, yaitu menusukkan jarum suntik 45 ° terhadap tubuh dibawah

tulang rusuk menggunakan syringe needle ukuran 3 ml.

3) Cara penggunaan leptotek lateral flow

Darah yang digunakan adalah darah segar sebanyak 3 tetes

dimasukkan kedalam sumuran leptotek. Kemudian ditetesi larutan

buffer 10 µl. Akan muncul garis pada bilik kontrol dan apabila

positif akan muncul garis pada bilik test.

4) Cara pengumpulan ektoparasit

Tikus yang sudah mati dikoleksi ektoparasitnya dengan cara menyisir

berlawanan arah rambut. Kemudian ektoparasit dimasukkan ke dalam

botol vial yang telah diisi alkohol 70 % dan label (kode lokasi dan

nomor inang). Ektoparasit yang menempel di telinga, hidung dan

pangkal ekor dikorek dengan jarum/pinset kemudian dimasukkan ke

dalam botol vial.

5) Cara identifikasi tikus

Jenis tikus yang tertangkap diidentifikasi dengan melihat tanda –

tanda morfologi luar yang meliputi : warna pada tubuh dan ekor

dibagian dorsal dan ventral. Kemudian mengukur panjang total; dari

ujung hidung sampai ujung ekor (panjang total = PT), panjang ekor;

dari pangkal sampai ujung (panjang ekor = PE), panjang telapak kaki

belakang; dari tumit sampai ujung kaki (panjang kaki belakang = K),

panjang telinga; dari pangkal sampai ujung daun telinga (T), berat

badan dan jumlah puting susu pada tikus betina, yaitu jumlah puting

susu di bagian dada dan perut (dada (D) + perut (P)).

6) Cara determinasi dan identifikasi pinjal

Ektoparasit yang diperoleh diletakkan di atas petridish kemudian

diamati di bawah mikroskop disecting dengan perbesaran 40 X untuk

determinasi. Untuk pembuatan preparat, pinjal direndam dalam

Page 9: Survei Cepat Yogya & Jateng

9

larutan KOH 10 % dan ditusuk pada bagian abdomen. Perendaman

dilakukan selama 24 jam, selanjutnya dipindah ke aquadest selama 5

menit, kemudian kedalam asam asetat selama 30 menit. Pinjal yang

terlihat transparan diambil dan diletakkan dalam gelas objek, kaki

diatur sehingga semua kaki mengarah ke bawah.

C. Aspek Sosial Masyarakat

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dengan pengamatan lapangan (observasi) dan

wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam

dilaksanakan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan bebas agar

informan mengutarakan pandangan dan sikapnya atau perasaannya setelah

musibah gempa. Dalam pengamatan lapangan, peneliti melibatkan diri dalam

kehidupan masyarakat setempat terutama yang dilakukan oleh masyarakat

setelah gempa. Melalui metode pengamatan diharapkan peneliti dapat

memahami tentang makna dibalik berbagai perilaku masyarakat yang diamati

dalam kaitannya dengan kesehatan lingkungan setelah gempa.

Untuk menghindari salah pengertian terhadap kehidupan masyarakat desa,

penelitian yang berkaitan dengan pandangan hidup atau nilai budaya perlu

dilengkapi dengan informasi dari wawancara mendalam mengenai kehidupan

masyarakat desa penelitian.

Informan wawancara mendalam antara lain adalah:

- Tokoh masyarakat

- Bidan desa

- Masyarakat biasa

2. Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan dan wawancara mendalam memberi deskriptif

mengenai masyarakat desa penelitian. Dari berbagai gambaran obyektif

tersebut barulah diadakan interpretasi dengan menggunakan berbagai teori

tentang kemasyarakatan.

Page 10: Survei Cepat Yogya & Jateng

10

D. Aspek Status Kesehatan

1. Persiapan

- Kepada semua pewawancara diberikan penjelasan akan maksud dan

tujuan survey ini dan penjelasan mengenai isi kuesioner yang akan

dipakai untuk wawancara pada rumah tangga (RT).

- Dilakukan penentuan RT dengan memilih kabupaten/kota yang

mengalami bencana gempa bumi dengan tingkat keparahan yang cukup

tinggi.

- Terpilih Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta di Provinsi DIY dan

Kab. Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya bersama Dinkes

Provinsi dan Kab/Kota menetapkan Kecamatan dan Desa/kelurahan.

Kemudian terpilih Kecamatan Imogiri Desa Karangtalun di Kab. Bantul,

Kec. Umbulharjo Desa Sorosutan di Kota Jogyakarta, dan Kec.

Gantiwarno Desa Jogoprayan, Kragilan dan Mlese di Kab. Klaten.

- Sampel terpilih 210 rumah tangga, dengan masing-masing daerah/lokasi

diambil di Kota Jogyakarta 91 RT, Kab. Bantul 48 RT, dan Kab. Klaten

71 RT.

2. Pengumpulan dan analisis data

- Hari pertama pewawancara melaporkan kegiatan survey ini di Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kabupaten kemudian ke Puskesmas setempat

dalam wilayah kerja sesuai desa terpilih.

- Selanjutnya melakukan wawancara pada RT, dengan menggunakan

kuesioner yang meliputi aspek pengenalan tempat, keterangan rumah

tangga dan anggota rumah tangga, keterangan kesehatan semua anggota

rumah tangga dan kesehatan mental (untuk usia 15 tahun ke atas).

- Setelah selesai wawancara langsung dilakukan edit dan entry data di

lapangan.

- Selanjutnya dilakukan analisis data secara deskriptif analitik.

Page 11: Survei Cepat Yogya & Jateng

11

V. HASIL PENELITIAN

A. Kesehatan Lingkungan

1. Penyediaan Air Minum dan Air Bersih

Tabel V.1, menyajikan distribusi frekuensi dari variabel-variabel

penyediaan air minum untuk minum dan memasak menurut

kabupaten/kota. Variabel penyediaan air minum meliputi jenis sarana,

kepemilikan, kecukupan kuantitas air, kualitas air, dan jarak dari rumah.

Sebelum gempa bumi, proporsi jenis sarana yang paling banyak

digunakan masyarakat di kota Yogyakarta adalah sumur gali (SGL)

dengan pompa listrik (57,1%), demikian pula di Bantul adalah SGL

dengan listrik (52,1%), sedangkan di Klaten adalah SGL dengan timba

(63,4%). Setelah gempa bumi jenis sarana air minum yang paling

banyak digunakan masyarakat berubah dari SGL dengan pompa listrik

menjadi SGL dengan timba dengan masing-masing proporsi sebesar

53,8%, 72,9%, dan 91,5%. Kepemilikan sarana air minum yang paling

banyak adalah sarana milik sendiri yaitu masing-masing untuk

Yogyakarta, Bantul, dan Klaten secara berturut-turut sebesar 87,9%,

95,8%, dan 93,0%. Dari segi kuantitas kecukupan air minum sebelum

gempa bumi, sebagian besar responden menyatakan kuantitas air untuk

minum dan memasak mencukupi di semua kabupaten/kota, dengan

proporsi sebesar 87,9%, 95,8%, dan 93,0%. Setelah gempa bumi

proporsi kecukupan air minum menurun menjadi 65,9%, 83,3%, dan

81,7%. Demikian pula dari segi kualitas fisik air minum, sebagian

besar responden di tiga kabupaten/kota menyatakan air minumnya

jernih, dengan persentase 97,8%, 100%, dan 100%. Namun setelah

gempa bumi persentase responden yang airnya jernih menurun menjadi

90,1%, 95,8%, dan 98,6%. Dalam hal jarak sarana air mnium dengan

rumah, tidak ada perubahan antara sebelum dan sesudah gempa bumi,

yaitu persentase terbesar pada jarak 10 meter atau kurang.

Page 12: Survei Cepat Yogya & Jateng

12

Tabel V.1 Penyediaan Sarana Air Minum di DIY dan Jawa Tengah Sebelum dan Setelah

Gempa Bumi tahun 2006

Kota Yogja Kab. Bantul Kab. Klaten Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah No Penyediaan Air Minum

n % n % n % n % n % n % Sarana Air Minum a. Perpipaan/ledeng 5 5,5 5 5,5 2 4.2 6 12,5 0 0,0 0 0,0 b. SGL dengan timba 33 36,3 49 53,8 21 43,8 35 72,9 45 63.4 65 91,5 c. SGL dgn pompa listrik 52 57,1 36 39,6 25 52,1 7 14,6 26 36.6 6 8,5

1

d. Sumur pompa tangan 1 1,1 1 1,1 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Kepemilikan Sarana Air Minum : Milik sendiri

a. Ya 80 87,9 60 65,9 46 95,8 40 83,3 66 93,0 58 81,7 2

b. Tidak Pemilik Sarana Air Minum

a. Tetangga 1 50,0 31 34,1 4 100 6 12.5 5 83,3 13 18,3 b. Bantuan pemerintah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 c. Bantuan LSM 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

3

d. Lainnya 1 50.0 1 16.7 Kuantitas Air Minum mencukupi sepanjang tahun

a. Ya 91 100 91 100 48 100 48 100 71 100 71 100 4

b. Tidak Kualitas Air Minum a. Jernih 89 97,8 82 90,1 48 100 46 95,8 71 100 70 98,6 b. Keruh 2 2,2 9 9,9 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,4 5

c. Berwarna 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Jarak rumah ke Sumber Air Minum

a. ≤ 10 meter 91 100 91 100 48 100 48 100 71 100 71 100 6

b. > 10 meter

Variabel penyediaan air untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus

meliputi jenis sarana, kepemilikan, dan kuantitas dapat dilihat pada

Tabel V.2. Sebelum gempa bumi, proporsi jenis sarana air yang paling

banyak digunakan masyarakat untuk mandi, cuci, dan kakus di kota

Yogyakarta adalah SGL dengan listrik yaitu sebesar 57,1%, namun

setelah gempa bumi berubah menjadi SGL dengan timba karena tidak

adanya aliran listrik. Sedangkan jenis sarana air yang paling banyak

digunakan di Bantul dan Klaten tetap baik sebelum maupun setelah

gempa bumi, yaitu SGL dengan timba namun proporsinya meningkat

yaitu untuk Bantul dari 54,2% menjadi 72,9% dan di Klaten dari 69,0%

menjadi 87,3%.

Kepemilikan sarana air untuk mandi, cuci, dan kakus yang tertinggi

adalah milik sendiri, yaitu Yogyakarta sebesar 64,8%, Bantul sebesar

85,4%, dan Klaten sebesar 81,7%. Sedangkan untuk kuantitas air,

semua responden di tiga kabupaten/kota menyatakan cukup.

Page 13: Survei Cepat Yogya & Jateng

13

Tabel V.2 Penyediaan Sarana Air Bersih untuk mandi, cuci dan kakus di DIY dan Jawa Tengah

Sebelum dan Setelah Gempa Bumi tahun 2006

Kota Yogyakarta Kab. Bantul Kab. Klaten Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah No Penyediaan Air Minum

n % n % n % n % n % n % Sarana Air untuk Mandi Cuci dan Kakus

a. Perpipaan/ledeng 5 5,5 5 5,5 2 4,2 1 2,1 1 1,4 c. SGL dengan timba 33 36,3 48 52,7 26 54,2 35 72,9 49 69,0 62 87,3 d. SGL dengan pompa listrk 52 57,1 37 40,7 20 41,7 12 25,0 22 31,0 8 11,3

1

e. Sumur pompa tangan 1 1,1 1 1,1 Asal Air Bersih a. Milik sendiri 59 64,8 41 85,4 58 81,7 b. Tetangga 32 35,2 6 12,5 13 18,3 2

c. Bantuan pemerintah 1 2,1 Kuantitas Air untuk Mandi Cuci dan Kakus cukup

a. Ya 91 100,0 48 100,0 71 100,0 3

b. Tidak Kualitas Air Minum a. Jernih b. Keruh c. Berwarna d. Berasa

4

e. Bau Jarak rumah ke Sumber Air Minum

a. ≤ 10 meter 5

b. > 10 meter

2. Pembuangan Kotoran

Tabel V.3, menyajikan proporsi untuk variabel pembuangan kotoran

yang meliputi jenis tempat membuang air besar dan kepemilikan sarana

tersebut sebelum dan setelah gempa bumi di kota Yogyakarta,

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten. Sebelum gempa bumi,

proporsi jenis tempat membuang air besar yang paling banyak

digunakan di Yogyakarta adalah jamban leher angsa dengan tangki

teptik (92,3%), demikian pula di Bantul dengan jenis sarana yang sama

sebesar 68,8% dan di Klaten sebesar 67,6%.

Setelah gempa bumi, proporsi penggunaan jamban leher angsa dengan

tangki septik sedikit meningkat menjadi 95,6%, sedangkan di Bantul

dan Klaten menurun, masing-masing menjadi 60,4%, dan 63,4%.

Kepemilikan tempat membuang air besar setelah gempa bumi yang

terbesar adalah milik sendiri, masing-masing dengan proporsi untuk

Yogyakarta sebesar 56,8%, Bantul sebesar 93,3%, dan Klaten sebesar

84,5%.

Page 14: Survei Cepat Yogya & Jateng

14

Tabel V.3 Pembuangan Kotoran di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah Sebelum dan Setelah

Gempa Bumi tahun 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah No Pembuangan Kotoran n

(91) % n

(91) % n

(91) % n

(91) % n

(91) % n

(91) %

Tempat Buang Air Besar a. Jamban leher angsa

dengan tangki septik 84 92,3 87 95,6 33 68,8 29 60,4 48 67.6 45 63,4

b. Jamban leher angsa tanpa tangki septik

1 1,1 1 1,1 2 4,2 1 2,1 16 22.5 13 18,3

c. Jamban plengsengan tanpa tangki septik

0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,4

d. Jamban umum 6 6,6 0 0,0 13 27,1 1 2,1 6 8.5 4 5,6 e. Sungai 0 0,0 3 3,3 0 0,0 16 33,3 0 0,0 8 11,3

1

f. Kebun 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 2,1 0 0,0 0 0,0 Kepemilikan jamban a. Milik sendiri 0 0,0 50 56,8 0 0,0 28 93,3 0 0,0 49 84,5 b. Tetangga 0 0,0 38 43,2 0 0,0 2 6,7 0 0,0 8 13,8 2

c. Bantuan pemerintah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,7

3. Higiene dan Sanitasi Makanan

Tabel V.4, menyajikan persentase responden yang disurvei untuk

variable hygiene dan sanitasi makanan setelah gempa bumi yang terdiri

dari pelaku pengolahan makanan, kebersihan peralatan makanan, asal

makanan siap saji, dan keadaan makanan siap saji. Persentase

responden di Yogyakarta yang menyatakan mengolah makanannya

sendiri seminggu setelah gempa bumi sebesar 53,8%, di Bantul sebesar

83,3%, dan di Klaten semua responden mengolah makanannya sendiri.

Dari persentase responden yang mengolah makanannya sendiri, keadaan

peralatan memasaknya bersih di Yogyakarta sebesar 59,2%, di Bantul

sebesar 70,0%, dan di Klaten sebesar 83,1%. Bagi yang tidak mengolah

makanannya sendiri, makanan siap saji yang terbesar berasal dari Posko

yaitu di Yogyakarta sebesar 60,9% dan di Bantul berasal dari bantuan

pemerintah sebesar 75%.

Page 15: Survei Cepat Yogya & Jateng

15

Tabel V.4 Higiene dan Sanitasi Makanan di Yogyakarta dan Jateng Setelah Gempa Bumi

Kota Yogyakarta Kab. Bantul Kab. Klaten No Higiene dan Sanitasi Makanan n % n % n %

Mengolah Makanan Sendiri Setelah Gempa Bumi a. Ya 49 53,8 40 83,3 71 100,0 1 b. Tidak Bila ya, apakah peralatan memasak dalam keadaan bersih?

a. Ya 29 59,2 28 70,0 59 83,1 2

b. Tidak Bila tidak, apakah memperoleh bantuan makanan dari pihak lain dalam bentuk makanan masak/siap saji?

a. Ya 62 96,9 6 75,0 3

b. Tidak Asal makanan siap saji tersebut a. Tidak tahu b. Posko 39 60,9 1 25,0 c. Bantuan LSM 18 28,1 d. Bantuan pemerintah 3 4,7 3 75,0

4

e. Lainnya 2 3,1 Makanan siap saji tsb dalam keadaan bersih dan tidak basi

a. Ya 64 100,0 2 100,0 5

b. Tidak

4. Pengelolaan Limbah Domestik

Pengelolaan limbah domestik padat dan cair dapat dilihat pada Tabel

V.5, yang meliputi pengumpulan limbah domestik padat, pewadahan

limbah domestik padat, pembuangan limbah domestik padat, pengaliran

limbah domestik cair, dan dampak negatif limbah baik padat maupun

cair.

Hampir semua responden di kota Yogyakarta menyatakan melakukan

pengumpulan limbah domestik padat (97,8%). Sedangkan di Bantul dan

Klaten, persentase pengumpulan limbah domestik padat sangat sedikit

yaitu masing-masing 12,5% dan 4,2%. Dalam hal pewadahan limbah

domestik padat, persentase responden yang melakukan pewadahan

selain kantong plastik, kardus, dan ember bekas di Yogyakarta sebesar

59,8%. Sedangkan pewadahan dengan ember plastik bekas paling

banyak di Bantul (60,0%) dan kardus bekas terbanyak di Klaten

(66,7%). Dalam hal pembuangan limbah padat, di Yogyakarta masih

banyak yang diangkut petugas kebersihan yaitu sebesar 67,1%.

Sedangkan di Bantul dan Klaten, persentase cara pembuangan limbah

terbanyak adalah dibakar yaitu masing-masing sebesar 38,1% dan

44,1%.

Page 16: Survei Cepat Yogya & Jateng

16

Proporsi responden yang mengeluh terganggu oleh bau limbah padat

hanya sedikit, yaitu di Yogyakarta (10,1), Bantul (29,2%), dan Klaten

(2,8%). Limbah cair yang dialirkan secara baik di Yogyakarta, Bantul,

dan Klaten masing-masing secara berurutan sebesar 95,5%, 60,4% dan

59,2%. Sedangkan responden yang mengeluh adanya gangguan karena

limbah cair yang tersumbat paling banyak di Yogyakarta dan Bantul

yaitu masing-masing sebesar 50,0%.

Tabel V.5 Pengelolaan Limbah Domestik Padat di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah Setelah

Gempa Bumi

Kota Yogyakarta Kab. Bantul Kab. Klaten No Higiene dan Sanitasi Makanan n % n % n % Limbah padat dari sisa makanan dan sejenisnya dikumpulkan dalam suatu wadah?

a. Ya 87 97.8 6 12.5 3 4.2 1

b. Tidak Jenis wadah yang digunakan? a. Kantong plastik 15 17.2 b. Kaleng bekas 2 2.3 1 20.0 c. Kardus bekas 1 20.0 2 66.7 d. Ember plastic bekas 18 20.7 3 60.0 1 33.3

2

e. Lainnya 52 59.8 Kemana limbah tersebut dibuang? a. Ke kebun 2 2.5 7 16.7 26 38.2 b. Ke sungai 2 2.5 6 14.3 4 5.9 c. Sembarang tempat 11 26.2 5 7.4 d. Bakar 21 26.6 16 38.1 30 44.1 e. Ditanam dalam tanah 1 1.3 2 4.8 3 4.4

3

f. Diambil petugas 53 67.1 Apakah limbah padat tsb mengganggu? a. Ya 9 10.1 14 29.2 2 2.8 4 b. Tidak Apakah limbah domestik cair dari tempat mandi, cuci dan kakus dan air hujan mengalir dengan baik?

a. Ya 85 95.5 29 60.4 42 59.2 5

b. Tidak Bila tidak mengalir, apakah limbah cair tsb mengganggu?

a. Ya 2 66.7 4 26.7 9 31.0

6

b. Tidak Bila ya, apa gangguannya? a. Bau 1 50.0 2 50.0 3 42.9 b. Tempat serangga 1 50.0 2 50.0 3 42.9 c. Mengenai tenda 1 14.3

7

d. Lainnya

5. Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum (SAM)

Inspeksi sanitasi dilakukan untuk mengetahui tinggi atau rendahnya

risiko sarana air minum terhadap pencemaran dari lingkungan

sekitarnya yang akan mempengaruhi kualitas air minum. Hasil inspeksi

sarana air minum dilakukan terhadap 81 SAM di Yogyakarta, 48 SAM

Page 17: Survei Cepat Yogya & Jateng

17

di Bantul dan 71 SAM di Klaten. Jumlah sampel untuk inspeksi sanitasi

tidak sama dengan jumlah sampel dari survey yang lain karena satu

SAM dapat digunakan untuk lebih dari satu rumah tangga (Tabel V.6).

Persentase terbanyak SAM di Yogyakarta adalah SAM dengan risiko

rendah (75,8%), sedangkan di Bantul dengan SAM berisiko sedang

(52,1%), dan di Klaten dengan SAM berisiko tinggi sebesar 40,8%.

Tabel V.6 Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih di Yogyakarta dan Jateng

Setelah Gempa Bumi

Kota Yogyakarta

(N=81)

Bantul (N=48)

Klaten (N=71) Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih

n % n % n % a. Rendah (A) 69 75.8 16 33.3 14 19.7 b. Sedang (B) 20 22.0 25 52.1 24 33.8 c. Tinggi (C) 2 2.2 7 14.6 29 40.8 d. Sangat tinggi (D) 0 0,0 0,0 4 5.6

6. Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit

a. RS SARJITO

1) Produksi, Pengumpulan, pemilahan dan pewadahan

• Produksi limbah medis meningkat sekitar 4-5 kali dari

biasanya karena jumlah pasien meningkat. Pasien di RS

Sarjito melonjak sekitar 3000 orang, namun sekarang telah

menurun menjadi sekitar 700 orang. Limbah medis

dikumpulkan dari sumbernya dipisahkan dengan limbah non

medis. Pewadahan limbah medis sesuai dengan sebelum

gempa bumi yaitu dengan menggunakan kontainer plastik

berwarna merah yang dilapisi dengan plastik berwarna

kuning. Untuk limbah tajam dikumpulkan dalam safety box

yang terbuat dari jerigen warna merah yang berlabel

biohazard limbah infeksius.

• Sumber limbah selain RS Sarjito sendiri adalah laboratorium

swasta, RS swasta yang telah bekerjasama sebelumnya serta

RS lapangan dari Perancis dan Amerika Serikat.

Page 18: Survei Cepat Yogya & Jateng

18

• Jenis limbah medis yang paling banyak dihasilkan adalah

limbah infeksius yang dihasilkan dari tindakan medis dan

operasi berupa kapas, perban, dan limbah tajam dari jarum

suntik, ampul dan scalpel dsb. Limbah farmasi belum

banyak dihasilkan karena masih sedikit sediaan farmasi yang

masih belum melampaui masa kadaluarsa.

• Persediaan sarana pengumpulan limbah medis masih

mencukupi karena telah diantisipasi kemungkinan terjadi

lonjakan pasien akibat aktivitas gunung Merapi.

• Tenaga pengumpul limbah medis dibantu oleh Akademi

Kesehatan Lingkungan Yogyakarta yang bertugas

mengumpulkan limbah medis dari segala sumber selama

seminggu pasca gempa.

2) Pengangkutan dan penyimpanan sementara

• Pengangkutan limbah medis dari sumber ke tempat

penyimpanan sementara menggunakan trolley khusus yang

dilakukan oleh petugas dengan menggunakan alat pelindung

diri berupa masker dan sarung tangan. Tempat penyimpanan

sementara berdekatan dengan lokasi incinerator. Karena

produksi limbah meningkat sehingga tempat penyimpanan

sementara tidak mencukupi.

• Pengangkutan limbah medis dari luar RS menggunakan

kendaraan bantuan Dinas Kimpraswil Yogyakarta.

3) Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir

• Pengolahan limbah medis menggunakan incinerator yang

ada di RS Sarjito dan Fakultas Kedokteran Universitas

Gajahmada karena incinerator RS Sarjito tidak mampu

mengolah semua limbah medis yang dihasilkan

• Abu dari sisa pembakaran dibuang ke Tempat Pembuangan

Akhir seperti pada saat sebelum gempa bumi.

Page 19: Survei Cepat Yogya & Jateng

19

b. RSUD KOTA YOGYAKARTA

1) Produksi, pengumpulan, pemilahan dan pewadahan

• Produksi limbah medis yang dihasilkan oleh RS Kota

meningkat sekitar 4 kali, demikian pula kiriman limbah

medis dari puskesmas yang selama ini mengolahkan limbah

medisnya ke RS tersebut. Limbah medis dikumpulkan

terpisah dari limbah non medis di sumbernya.

• Produksi limbah farmasi belum meningkat karena belum

banyak obat-obatan yang kadaluarsa sehingga masih boleh

diolah dengan incinerator.

• Limbah infeksius dikumpulkan dalam plastik kuning

berlabel infeksius sedangkan limbah medis tajam

dikumpulkan dalam safety box warna kuning berbahan

karton. Jarum suntik tidak dipotong sebelum dimasukkan ke

dalam safety box. Kualitas safety box-nya lebih tipis

dibandingkan dengan safety box bantuan Unicef karena

harganya lebih murah.

2) Pengangkutan dan penyimpanan sementara

• Pengangkutan limbah medis dari sumber di lingkungan RS

Kota dilakukan dengan kontainer plastik beroda dan

berwarna hijau dan dilengkapi dengan penutup.

Pengangkutan limbah dari sumber di luar RS dilakukan

dengan kendaraan bantuan Dinas Kimpraswil Yogyakarta.

• Tempat penyimpanan sementara limbah medis sebelum

pengolahan adalah ruangan di sekitar incinerator yang

keadaannya terbuka dan pagarnya rusak karena gempa

sehingga kemungkinan terkena hujan atau dijangkau oleh

pemulung.

3) Pengolahan dan pembuangan akhir

• Pengolahan limbah medis dilakukan dengan menggunakan

insinerator yang telah berumur 12 tahun bantuan dari

Dinas Lingkungan Hidup. Incinerator sempat rusak karena

Page 20: Survei Cepat Yogya & Jateng

20

terkena gempa namun 2 hari setelah gempa dapat

berfungsi kembali.

• Frekuensi pengolahan limbah medis dilakukan 2 kali

dalam sehari dengan rata-rata 100 kg per hari.

c. RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

1) Pengumpulan, pemilahan dan pewadahan

• Produksi limbah medis meningkat tajam sekitar 5 kali dari

biasanya baik yang berasal dari RSUD sendiri maupun dari

puskesmas-puskesmas sekitar yang biasanya secara reguler

mengirim limbah medisnya ke RSUD.

• Limbah medis tidak dipilah sesuai prosedur pemilahan yang

sebelum gempa sehingga tercampur dengan limbah non

medis. Hal ini disebabkan karena produksi limbah medis

yang meningkat mengakibatkan tenaga dan sarana

pengumpulan terbatas.

2) Pengangkutan dan penyimpanan sementara

• Pengangkutan limbah medis dari sumber di lingkungan RS

dilakukan dengan menggunakan gerobak atau sebagian

dijinjing dan diseret. Hal ini memungkinkan bocornya

plastik limbah.

• Tempat penyimpanan sementara adalah sekitar incinerator.

3) Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir

• Pengolahan dilakukan dengan pembakaran menggunakan

incinerator yang telah berumur 11 tahun dengan kapasitas

0,6 m3 sekali pembakaran berbahan bakar minyak tanah.

Biaya pembakaran perkilogram sebesar Rp. 6.000,- untuk

penghasil limbah dari luar RSUD.

• Kemampuan pembakaran setiap hari sebesar 15 kg, dengan

rincian 8 kg berasal dari PMI.

• Sisa pembakaran dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) sampah.

Page 21: Survei Cepat Yogya & Jateng

21

d. RSUD PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

1) Produksi, pengumpulan, pemilahan dan pewadahan

Produksi limbah medis meningkat sekitar 4 kali dibandingkan

sebelum gempa bumi. Limbah medis dikumpulkan dari

sumbernya di kontainer tertutup dan berlabel terpisah dengan

limbah non medis. Warna kontainer tidak sesuai dengan standar

karena berwarna abu-abu. Perlakuan jarum suntik setelah

dipakai belum benar karena jarum ditutup kembali setelah

dipakai sehingga berisiko terjadi tusukan.

2) Pengangkutan dan penyimpanan sementara

Pengangkutan limbah medis di lingkungan RS menggunakan

trolley khusus dan kadang-kadang dijinjing. Limbah medis yang

akan diolah disimpan di sekitar incinerator. Tempat

penyimpanan sementara tidak memenuhi syarat karena banyak

berserakan limbah farmasi dan abu sisa pembakaran yang belum

dibuang.

3) Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir

Pengolahan limbah medis menggunakan insinerator berukuran

kecil yang tidak dilengkapi dengan pengatur suhu. Semua

limbah medis padat dibakar dengan frekuensi sekali sehari.

B. Lingkungan Biologi

1. Jentik, Nyamuk Dewasa dan Habitat Aedes sp

Pada Tabel V.7, tampak hasil pengamatan jentik pada tempat

penampungan air di rumah-rumah penduduk di tiga lokasi survei

menunjukkan indeks jentik (House Index) tertinggi di Klaten (28,6%)

diikuti Bantul (18,6%) dan Yogyakarta (11,9%). Desa Mlese

Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten dan Desa Karangtalun

Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul mewakili daerah perdesaan

sedangkan Kelurahan Sorosutan Kecamatan Umbulhardjo Yogyakarta

mewakili daerah perkotaan. Angka bebas jentik (ABJ) di tiga lokasi

survei tampak masih < 90%. Tampak risiko penularan virus dengue di

daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.

Page 22: Survei Cepat Yogya & Jateng

22

Sebagian besar jentik yang ditemukan di lokasi survei adalah

Aedes aegypti. Hanya di Desa Karangtalun Kecamatan Imogiri

Kabupaten Bantul ditemukan jentik Ae.albopictus. Jentik Ae. aegypti

umumnya ditemukan di rumah-rumah penduduk yang tidak mengalami

kehancuran berat. Pada beberapa rumah yang hancur dan ditinggalkan

penghuninya tampak tempat penampungan air terlantar dipenuhi jentik

Ae.albopictus. Nyamuk dewasa Ae.aegypti ditemukan ditempat

istirahatnya di baju bergantung masing-masing satu ekor di semua

lokasi survei.

Tabel V.7 House Index dan Angka Bebas Jentik di Tiga Lokasi Survei

Rumah Lokasi Survei Diperiksa Jentik (+) House Index

(%) Angka Bebas Jentik

(%) Yogyakarta 59 7 11.9 88,1 Bantul 43 8 18.6 81,4 Klaten 28 8 28.6 71,4 Total 130 23 17,7 82,3

Tabel V.8, menunjukkan jenis tempat penampungan air di lokasi

survei yang terdiri dari bak mandi, tempayan, drum dan ember.

Sebagian besar jenis tempat penampungan air yang digunakan

penduduk di lokasi survei adalah bak mandi dan ember.

Tabel V.8

Jenis Tempat Penampungan Air di Tiga Lokasi Survei yang Berpotensi Sebagai Tempat Pekembangbiakan Aedes spp.

Bak

Mandi Tempayan Drum Ember Lainnya Total Lokasi

Survei n % n % n % n % n % n Sorosutan (DIY)

61 59,2 6 5,8 1 1,0 35 34,0 0 0,0 103

Karangtalun (Bantul)

40 64,6 2 3,2 1 1,6 18 29,0 1 1,6 62

Mlese (Klaten)

31 81,6 1 2,6 0 0,0 6 15,8 0 0,0 38

Total 132 65,0 9 4,4 2 1,0 59 29,1 1 0,5 203

Tabel V.9, menunjukkan bahan tempat penampungan air yang

digunakan penduduk yang berpotensi sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes spp, terdiri dari keramik, semen,

Page 23: Survei Cepat Yogya & Jateng

23

tanah, logam dan plastik. Sebagian besar bahannya adalah plastik di

lokasi survei di Yogyakarta (35,0%), semen di Bantul (53,3%) dan

Klaten (57,9%)

Tabel V.9 Bahan Tempat Penampungan Air di Tiga Lokasi Survei yang Berpotensi Sebagai

Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes spp

Keramik Semen Tanah Plastik Logam Lainnya Total Lokasi Survei n % n % n % n % n % n % n %

Yogyakarta 32 31,0 28 27,2 4 3,9 36 35,0 3 2,9 0 0,0 103 100,0 Bantul 7 11,3 33 53,3 1 1,6 18 29,0 0 0,0 3 4,8 62 100,0 Klaten 10 26,3 22 57,9 1 1,3 5 13,2 0 0,0 1 1,3 38 100,0 Total 49 24,1 83 40,9 6 3,0 59 29,0 3 1,0 4 2,0 203 100,0

Tabel V.10, menunjukkan sebagian besar tempat penampungan air

di semua lokasi survei tidak ditutup rapat. Dengan demikian tempat

penampungan tersbut sangat berpotensi sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes spp.

Tabel V.10

Tempat Penampungan Air Yang Tertutup Rapat di Tiga Lokasi Survei

Lokasi Jumlah diperiksa Tertutup Tidak tertutup

Yogyakarta 99 14 (14,1%) 85 (85,9%) Bantul 62 9 (14,5%) 53 (85,5%) Klaten 31 4 (12,9) 27 (87,1%) Total 192 27 (14,1) 165 (85,9%)

2. Kondisi bangunan rumah, keberadaan barang-barang bekas

(kaleng, ember, plastik, dll) dan lalat di lingkungan rumah.

Tabel V.11, tampak sebagian besar bangunan rumah untuk

pengamatan di lokasi survei Bantul mengalami kehancuran sementara di

lokasi survei Yogyakarta dan Klaten sebagian besar mengalami

kerusakan berat. Meskipun rumah mereka tidak hancur namun mereka

memilih berlindung di tenda darurat di dekat rumahnya karena khawatir

akan terjadi gempa susulan. Kebanyakan penduduk mendirikan tenda

darurat di atas bangunan rumah yang sudah hancur.

Page 24: Survei Cepat Yogya & Jateng

24

Tabel V.11 Kondisi Bangunan Rumah di Tiga Lokasi Survei

Bangunan Rumah

Lokasi Survei Tidak Rusak Rusak Hancur

Jumlah diperiksa

n % n % n % Yogyakarta 59 1 1,7 43 72,9 15 25,4 Bantul 43 0 0,0 6 14,0 37 86,0 Klaten 28 2 7,1 21 75,0 5 17,9 Total 130 3 2,4 70 53,8 57 43,8

Pada Tabel V.11, tampak barang-barang bekas antara lain kaleng,

ember dan plastik ditemukan di lingkungan rumah potensial dapat

menampung air dibiarkan berserakan. Diperkirakan bila musim hujan

tiba, barang-barang bekas tersebut dapat terisi air hujan akan menambah

jumlah tempat perkembangbiakan Aedes aegypti pada gilirannya risiko

transmisi virus dengue semakin meningkat.

Tabel V.11

Ditemukan Barang-barang Bekas (kaleng, ember, plastik, dll) di Tiga Lokasi Survei

Ditemukan Barang-barang Bekas Lokasi Survei Banyak Sedikit Tidak Ada

Jumlah diperiksa

n % n % n % Yogyakarta 59 16 27,1 39 66,1 4 6,8 Bantul 43 21 48,8 22 51,2 0 0,0 Klaten 28 2 7,1 26 92,9 0 0,0 Total 130 39 30,0 87 66,9 4 3,1

Tabel V.12 menunjukkan di sebagian besar lingkungan rumah

banyak ditemukan lalat terutama di lokasi survei di Klaten. Penduduk

mengaku sudah melapor ke jajaran terkait untuk penyemprotan lalat

tersebut. Peningkatan populasi lalat diperkirakan karena masih adanya

bangkai hewan peliharaan mati yang dibiarkan penduduk dan sampah

organik berserakan di lingkungan rumah. Penduduk di lokasi survei di

Yogyakarta dan Bantul mengaku sudah mendapat penyemprotan untuk

lalat.

Page 25: Survei Cepat Yogya & Jateng

25

Tabel V.12 Keberadaan Lalat di Sekitar Rumah

Ditemukan Lalat

Banyak Sedikit Tidak Ada

Lokasi Survei n % N % n %

Total

Yogyakarta 18 30,5 38 64,4 3 5,1 59 100,0Bantul 5 11,6 26 60,5 12 27,9 43 100,0Klaten 13 46,4 15 53,6 0 0,0 28 100,0Total 36 27,7 79 60,8 15 11,5 130 100,0

Banyak: >10 per lapangan pandang, sedikit <10 per lapangan pandang

3. Survei Reservoir Leptospirosis

a. Diskripsi Wilayah

Desa Bakung dan desa Rejoso terletak di Kecamatan Jogonalan di

Kabupaten Klaten. Desa Bakung merupakan daerah persawahan

dengan vegetasi dominan adalah padi, jagung dan tembakau. Suhu

berkisar 24 - 280 C dengan kelembaban 82 %. pH tanah berkisar

pada 5,4 – 6,8. Desa Bakung terdiri dari 706 KK (2480 jiwa),

dengan mata pencaharian petani dan buruh. Pada tahun 2005

terdapat 2 kasus leptospirosisdi desa Bakung. Desa Baking

mengalami kerusakan 46,5% pada`saat gempa.

Desa Rejoso memiliki vegetasi utama padi dan tanaman tahunan

misalnya mangga dan melinjo. Desa Rejoso merupakan daerah

terkena gempa yang cukup parah, dengan kerusakan berat sebesar

90 %. Di desa ini pada tahun 2006 ditemukan 1 meninggal yang

dicurigai disebabkan oleh infeksi leptospirosis. Sebagian besar

rumah belum memenuhi syarat sebagai rumah anti tikus (Rat

proofing), karena pada umumnya rumah tidak mempunyai plafon

dan ventilasi kurang, sehingga ruangan gelap. Kondisi seperti itu

sangat disukai tikus untuk bersarang.

b. Fauna Tikus

Dari penangkapan yang dilakukan terkumpul 17 ekor mamalia kecil,

terdiri dari R. tanezumi (tikus rumah) sebanyak 11 ekor, B. indica

(tikus wirok) 1 ekor dan 5 ekor Suncus murinus (cecurut), data

selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Apabila di suatu daerah

terdapat kekurangan pakan maka tikus akan mencari tempat yang

Page 26: Survei Cepat Yogya & Jateng

26

lebih banyak sumber pakan. Dengan adanya migrasi maka

memungkinkan terjadi penyebaran leptospirosis.

c. Pengujian darah menggunakan leptotek

Seluruh sampel darah diuji menggunakan leptotek lateral flow. Dari

17 sampel yang diperiksa, tidak satupun tikus yang mengandung

bakteri Leptospira. Pada tahun 2005 ditemukan 5 sampel darah

tikus yang mengandung Leptospira serovar ichterohaemorrhagie

dan jenis Leptospira autumnalis. Kedua jenis Leptospira tersebut

virulen pada manusia. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan

atau surveilans leptospirosis.

d. Pemetaan menggunakan GPS

Setiap rumah yang dipassangi perangkap dan rumah kasus

ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS. Data tersebut

akan dimasukkan kedalam Arc View sehiungga akan didapatkan

peta penyrbarannya.

e. Investasi ektoparasit pada tikus

Jumlah ektoparasit yang dikoleksi dari seluruh tikus dan cecurut

yang tertangkap berjumlah 50 spesimen. Ektoparasit tersebut terdiri

dari pinjal (flea), Xenopsilla sp. dan tungau (mites), Laelaps sp.

Kedua jenis ektoparasit ini paling sering dijumpai pada tikus

domestik. Indeks umum pinjal pada R. tanezumi sebesar 2,73%

sedangkan indeks umum pinjal pada S. murinus sebesar 0,60%.

Tabel V.13 Fauna tikus dan investasi ektoparasit pada tikus yang tertangkap di Desa Bakung

dan Desa Rejoso, Kec. Jogonalan, Kab. Klaten

Jenis kelamin Ektoparasit Xenopsylla sp. Laelaps sp. No Jenis tikus Habitat Jumlah

tikus Jantan Betina Hasil uji leptotek ∑ % ∑ %

Rumah 7 3 1 Rattus

tanezumi Kebun 11 0 1 negatif 30 2,73 17 1,54

Rumah 0 0 2 Bandicota

indica Kebun 1 0 1 negatif 0 0 0 0

Rumah 1 0 3 Suncus

murinus Kebun 5 3 1 negatif 3 0,6 0 0

Page 27: Survei Cepat Yogya & Jateng

27

Tabel V.14 Trap success pada penangkapan tikus di Desa Bakung dan Desa

Rejoso, Kec . Jogonalan, Kab. Klaten

No. Habitat Jumlah perangkap dipasang Trap success 1 Rumah 120 11 (9,20%) 2 Kebun 80 6 (7,50%)

Total 200 17 (8,5%)

Tabel V.15 Diskripsi daerah yang di survei di Kec. Jogonalan, Kab. Klaten

No. Nama Desa Keadaan daerah 1 Bakung Tanah datar dengan sawah monokultur yaitu padi (Oryza

sativa) menggunakan irigasi dan sebagian daerah ditanami jagung serta tembakau.

2 Rejoso 90 % pemukiman rusak total, tanah datar dengan tanaman melinjo dan pemukiman dikelilingi sawah.

C. Sosial Masyarakat

1. Desa Karangtalun, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul

a. Deskripsi Lingkungan

1) Bahan bangunan

Berdasarkan hasil pengamatan puing-puing yang ada di sekitar

lingkungan perumahan diketahui bahwa sebagian besar jenis

bangunan yang dimiliki masyarakat merupakan jenis bangunan

permanen yaitu dinding dari semen dan batu bata serta lantai dari

semen atau keramik, atap rumah dari genteng. Tetapi setelah

bencana gempa terjadi masyarakat membuat tempat tinggal

sementara yang dibangun dari bahan kayu atau bambu untuk

dindingnya, ada juga yang menggunakan seng untuk dindingnya

sedangkan lantainya terbuat dari plesteran semen dan sebagian

besar atapnya menggunakan plastik terpal, ada juga yang

menggunakan seng .

2) Pola pemukiman dan bentuk-bentuk serta macam-macam bangunan Pemukiman masyarakat relatif sangat padat sedangkan jenis

bangunan yang ada terdiri dari perumahan masyarakat yang

Page 28: Survei Cepat Yogya & Jateng

28

sebagian besar telah hancur akibat bencana gempa yang telah

terjadi. Sarana ibadah (musholla) ada yang masih utuh berdiri.

3) Keberadaan dan ketidakberadaan serangga

Menurut masyarakat jenis serangga yang ada di lingkungan sekitar

adalah banyaknya nyamuk pada malam hari. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya lalat disekitar tempat

tinggal sementara.

4) Kepadatan hunian tenda

Masyarakat membuat tempat tinggal sementara yang dibangun

dari bahan kayu atau bambu untuk dindingnya, ada juga yang

menggunakan seng untuk dindingnya sedangkan lantainya terbuat

dari plesteran semen dan sebagian besar atapnya menggunakan

plastik terpal dan ada juga yang menggunakan seng. Umumnya

tempat tinggal sementara tersebut ditinggali oleh satu keluarga

tetapi ada juga yang lebih dari satu keluarga.

5) Tanda-tanda adanya kehidupan tikus di sekitar rumah atau tenda Berdasarkan pengakuan penduduk tidak ada tikus di sekitar

tempat tinggal sementara.

b. Perilaku Masyarakat

1) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan a) Samijaga

Sarana pemanfatan air bersih lebih banyak diperoleh dari

sumur gali dan ada beberapa yang menggunakan pompa

listrik. Pemanfaatan sarana air bersih tersebut digunakan

untuk kepentingan air minum, mandi, mencuci pakaian dan

alat makan. Secara umum tidak ada perilaku menampung air

bersih didalam tempat penampungan air.

Sebelum terjadi gempa perilaku masyarakat dalam hal

pembuangan kotoran / buang air besar (BAB) sudah cukup

baik dengan menggunakan jamban berseptic tank di rumah

masing-masing. Meski demikian masih ada juga masyarakat

Page 29: Survei Cepat Yogya & Jateng

29

yang BAB di parit dan sungai terutama masyarakat yang

tempat tinggalnya dekat dengan parit atau sungai.

Setelah gempa perilaku penduduk dalam pembuangan

kotoran (BAB) tidak berubah.

Di desa Karangtalun terdapat juga jamban yang dibuat oleh

UNICEF tetapi belum berfungsi karena proses

pembangunannya belum selesai.

b) Limbah domestik (sampah)

Umumnya masyarakat desa Karangtalun memanfaatkan

sungai yang ada di dekat rumah sebagai tempat pembuangan

limbah domestik (sampah). Namun ada sebagian keluarga

yang membakar dan mengubur limbah domestik (sampah).

Demikian pula halnya sesudah gempa, masyarakat masih

memanfaatkan sungai dan membakar atau mengubur limbah

domestik mereka.

c) Sanitasi makanan (Hygiene)

Karena keadaan tempat tinggal yang tidak memungkinkan,

maka dapur masyarakat sesudah gempa berada di area

terbuka. Begitu pula dengan cara penempatan alat-alat

masak dan makan, sehingga kebersihannya kurang terjamin

karena ditempatkan di tempat terbuka yang memungkinkan

debu-debu menempel pada alat tersebut.

2) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah biologi lingkungan a) Keberadaan nyamuk

Jenis serangga yang ada di lingkungan sekitar adalah

nyamuk yang ditemukan pada malam hari. Untuk

menghindari gigitan nyamuk masyarakat membeli dan

menggunakan obat nyamuk bakar serta lotion anti nyamuk.

b) Keberadaan tikus Berdasarkan pengakuan masyarakat tidak ada tikus di sekitar

tempat tinggal sementara.

Page 30: Survei Cepat Yogya & Jateng

30

3) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pencarian pengobatan pasca bencana a) Keadaan yang merasakan dirinya sedang sakit (Konsepsi

sakit/sehat)

Persepsi “sakit” menurut masyarakat setelah gempa adalah

apabila mereka merasa sudah tidak dapat melakukan sesuatu

(terkapar) tetapi apabila mereka masih dapat mengerjakan

sesuatu maka mereka tidak akan menyerah. Contohnya

seorang ibu yang tulang punggungnya mengalami retak

masih mau berusaha untuk berjalan walaupun menggunakan

bantuan kursi sebagai alat bantunya.

b) Jenis sakit dan cara penyembuhan diri sendiri dan keluarganya setelah gempa Penyakit yang diderita oleh masyarakat desa Karangtalun

adalah patah tulang/retak, kerusakan pendengaran yang

disebabkan karena tertimpa puing, batuk, pilek, sesak nafas

dan gatal-gatal. Pengobatan yang mereka lakukan adalah

berobat ke klinik kesehatan, RS pemerintah dan RS swasta,

puskesmas keliling, posko kesehatan. Untuk pengobatan

yang ringan masyarakat melakukan pengobatan sendiri

dengan menggunakan obat merah/Betadine.

4) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan pasca bencana Pemulihan kesehatan pasca gempa dilakukan masyarakat dengan

melakukan kontrol ke rumah sakit dan posko pengobatan, yang

umumnya tidak dipungut biaya.

5) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan konsumsi makanan Setelah terjadi gempa masyarakat Karangtalun mendapatkan

makanan matang yang diberikan oleh para penyumbang selama

4-5 hari. Setelah itu ada bantuan berupa mie instant, susu kental

manis, susu bayi (yaitu SGM) dan air mineral

a) Pemanfaatan tanaman dan hewan yang tersedia

Tidak ada pemanfaatan tanaman dan hewan yang tersedia.

Page 31: Survei Cepat Yogya & Jateng

31

c. Perilaku Masyarakat yang mengakibatkan gangguan

psikosomatik setelah gempa

1) Jenis gangguan psikosomatis

Sebagian besar masyarakat masih mengalami trauma dan

ketakutan terhadap terjadinya gempa, terutama bila ada getaran-

getaran dan suara-suara keras yang dikhawatirkan oleh mereka

adalah terjadi gempa lagi. Rasa trauma dan ketakutan tersebut

mengakibatkan adanya gangguan tidur, rasa cemas yang

berlebihan. Gangguan lainnya adalah adanya rasa sedih yang

masih mendalam akibat kehilangan anggota keluarga dan harta

benda. Ada juga sebagian masyarakat yang tidak mengalami

ganggguan tersebut hal ini disebabkan adanya sikap pasrah dari

mereka.

2) Cara masyarakat mengatasinya

Cara masyarakat mengatasi gangguan tersebut adalah dengan

berusaha pasrah menerima kondisi yang ada.

d. Interaksi Sosial (Kecurigaan terhadap orang asing)

Masyarakat desa Karangtalun menerima secara baik pihak luar yang

datang ke desa mereka untuk membantu. Pihak luar yang pernah ada

membantu mereka seperti sukarelawan dari Jepang, Korea, bantuan

dari pemerintah dan LSM.

2. Desa Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Jogyakarta

a. Deskripsi Lingkungan

1) Bahan bangunan

Berdasarkan pengamatan perumahan masyarakat yang ada di

desa Sorosutan sebagian besar jenis bangunan yang dimiliki

masyarakat merupakan jenis bangunan permanent yaitu dinding

dari semen dan bata, lantai dari semen atau keramik, atap rumah

dari genteng. Tetapi setelah bencana gempa terjadi masyarakat

mendirikan posko. Dalam satu Rukun Tetangga (RT) terdiri dari

beberapa tenda dan ada juga posko yang terbuat dari plastik

Page 32: Survei Cepat Yogya & Jateng

32

terpal yang ditopang dengan bambu atau kayu. Posko atau tenda

pengungsian tersebut ada yang digunakan beramai-ramai atau

dihuni oleh beberapa keluarga. Selain itu ada juga para korban

yang membuat tenda di bekas rumahnya atau di dekat bekas

rumahnya yang ambruk. Umumnya satu tenda ditempati oleh

satu keluarga. Para korban yang tinggal di tenda mengeluhkan

rasa dingin pada malam hari dan merasa kepanasan karena udara

panas pada siang hari jika tinggal di tenda.

Pemukiman masyarakat relatif cukup padat sedangkan jenis

bangunan yang ada terdiri dari perumahan masyarakat yang

telah hancur akibat bencana gempa yang telah terjadi, tetapi

tidak semua rumah mengalami rusak parah ada sebagian rumah

yang hanya retak-retak dan ada yang tidak rusak sama sekali

Selain perumahan warga, sarana umum yang mengalami

kerusakan parah adalah puskesmas dan sekolah TK.

2) Keberadaan dan ketidakberadaan serangga

Menurut masyarakat jenis serangga yang ada di lingkungan

sekitar adalah nyamuk pada malam hari. Ada juga lalat di siang

hari yang terdapat di tenda-tenda tapi jumlahnya tidak terlalu

banyak yang umumnya ada di sekitar dapur darurat. Pada malam

hari, para korban yang tinggal di tenda mengeluhkan keberadaan

nyamuk karena kondisi tenda yang tidak tertutup rapat.

3) Kepadatan hunian tenda

Setelah bencana gempa terjadi masyarakat mendirikan posko,

satu RT terdiri dari beberapa tenda dan ada juga posko yang

terbuat dari plastik terpal yang disanggah dengan bambu. Satu

tenda terdiri dari beberapa keluarga sehingga keadaan tenda

sangat sempit, tetapi sekarang sudah mulai berkurang karena ada

beberapa masyarakat yang mengungsi di tempat sanak

saudaranya. Selain itu juga ada juga keluarga yang membuat

tenda untuk keluarganya sendiri dan lokasi tenda di dekat

rumahnya yang rubuh.

Page 33: Survei Cepat Yogya & Jateng

33

4) Tanda-tanda adanya kehidupan tikus di sekitar rumah atau

tenda

Berdasarkan pengakuan masyarakat tidak ada tikus di sekitar

tempat tinggal sementara.

b. Perilaku Masyarakat

1) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah

kesehatan lingkungan

a) Samijaga

Sarana pemanfatan air bersih lebih banyak diperoleh dari

pompa listrik dan ada beberapa yang menggunakan sumur

gali. Pemanfaatan sarana air bersih tersebut digunakan untuk

kepentingan air minum, mandi, mencuci pakaian dan alat

makan.

Sebelum terjadi gempa perilaku masyarakat dalam hal

pembuangan kotoran (BAB) sudah cukup baik dengan

menggunakan jamban berseptic tank.

Setelah gempa perilaku masyarakat dalam pembuangan

kotoran (BAB) tidak berubah. Walaupun ada masyarakat

yang BAB nya menumpang di tempat tetangga dan kantor

yang berada di dekat rumah.

b) Limbah domestik (sampah)

Umumnya limbah domestik (sampah) masyarakat desa

Sorosutan diambil oleh petugas kebersihan setiap dua hari

sekali dan membayar uang kebersihan setiap bulannya sama

seperti ketika sebelum gempa. Namun demikian, ada juga

masyarakat yang mengumpulkan sampahnya lalu dibakar

dan mengubur limbah domestik (sampah) di sekitar tenda

mereka.

c) Sanitasi makanan (Hygiene)

Dalam hal perilaku masyarakat yang berhubungan dengan

makanan, pada beberapa posko memasak menggunakan

kompor gas walaupun dapurnya dalam keadaan terbuka,

setelah makanan matang baru ditutup. Ada juga masyarakat

Page 34: Survei Cepat Yogya & Jateng

34

yang memasak menggunakan kompor minyak tanah, juga

yang menggunakan tumpukan batu bata dan menggunakan

kayu bakar. Berdasarkan hasil pengamatan, para korban

yang tinggal di tendanya sendiri menyimpan dan meletakkan

peralatan masak dan minumnya di tempat terbuka. Hal itu

mengakibatkan debu-debu dan kotoran lain terutama dari

bekas bangunan mudah menempel di peralatan masak dan

minumnya. Kondisi tersebut dapat menjadi sumber penyakit

terutama diare bagi para korban.

2) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah

biologi lingkungan

a) Keberadaan nyamuk

Jenis serangga yang ada di lingkungan sekitar adalah

nyamuk yang ditemukan pada malam hari. Untuk

menghindari gigitan nyamuk masyarakat menggunakan obat

nyamuk bakar dan lotion anti nyamuk. Obat anti nyamuk

lotion diperoleh dari sumbangan donatur tapi pembagian

lotion anti nyamuk tersebut tidak merata karena tidak semua

masyarakat mendapatkannya.

b) Keberadaan tikus

Berdasarkan pengakuan masyarakat tidak ada tikus di sekitar

tempat tinggal sementara (tenda-tenda).

c. Konsepsi sakit / sehat

Persepsi “sakit” di masyarakat setelah gempa adalah apabila merasa

sudah tidak dapat melakukan sesuatu (terkapar) tetapi apabila

mereka masih dapat mengerjakan sesuatu maka mereka tidak akan

menyerah. Contohnya seorang ibu yang punggungnya luka tertimpa

lemari masih semangat untuk tetap berlari untuk menyelamatkan

dirinya karena ibu tersebut ingat bahwa ia masih memiliki anak

yang masih merlukan dirinya. Dia mengatakan bahwa dirinya tidak

sakit meskipun punggungnya terluka.

Page 35: Survei Cepat Yogya & Jateng

35

Umumnya penyakit yang diderita oleh masyarakat desa Sorosutan

adalah patah tulang iga dan patah tulang rahang, kerusakan

pendengaran yang disebabkan tertimpa puing, batuk, pilek dan sesak

nafas. Pengobatan yang mereka lakukan adalah berobat ke klinik

kesehatan, RS swasta, puskesmas keliling, posko kesehatan. Untuk

pengobatan yang ringan masyarakat melakukan pengobatan sendiri

dengan menggunakan obat merah. Sedangkan untuk pengobatan

yang parah dirujuk ke rumah sakit terdekat yaitu RS swasta.

d. Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pemulihan

kesehatan pasca bencana

Pemulihan kesehatan pasca gempa dilakukan masyarakat dengan

melakukan kontrol ke rumah sakit dan posko pengobatan.

1) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan konsumsi

makanan

Setelah terjadi gempa, Masyarakat secara sukarela memasak

untuk makan para masyarakat yang tinggal ditempat

penampungan sementara secara bergantian. Ada juga yang

urunan untuk masak sehari-harinya.

2) Pemanfaatan tanaman dan hewan yang tersedia

Di desa Sorosutan masyarakat tidak memanfaatkan tanaman dan

hewan yang tersedia, sebab tidak ada tanaman dan hewan yang

bisa dimanfaatkan oleh mereka, mereka mendapat sumbangan

dari para donatur.

e. Perilaku Masyarakat yang mengakibatkan gangguan

psikosomatik setelah gempa

1) Jenis gangguan psikosomatis

Sebagian besar masyarakat masih mengalami trauma dan

ketakutan terhadap terjadinya gempa, terutama bila ada getaran-

getaran dan suara-suara keras. Yang mereka khawatirkan adalah

terjadi gempa lagi. Menurut mereka, rasa trauma dan ketakutan

tersebut mengakibatkan adanya gangguan tidur, rasa cemas yang

berlebihan. Gangguan lainnya adalah rasa sedih yang masih

Page 36: Survei Cepat Yogya & Jateng

36

mendalam akibat kehilangan anggota keluarga dan harta benda.

Rasa trauma dan ketakutan, bukan saja dialami oleh orang

dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak-anak. Banyak anak-

anak yang setelah terjadi gempa mengalami ketakutan dengan

gempa-gempa susulan yang masih sering terjadi walaupun

dengan kekuatan gempa yang lebih kecil. Ketakutan dan

kecemasan pada anak-anak juga menyebabkan mereka takut

untuk tidur siang, takut tidur sendirian, dan takut tinggal di

rumahnya yang masih utuh. Ada juga sebagian masyarakat yang

tidak mengalami gangguan tersebut, menurut mereka hal ini

disebabkan adanya sikap pasrah dari mereka.

2) Cara masyarakat mengatasinya

Cara masyarakat mengatasi gangguan tersebut antara lain

dengan berusaha pasrah menerima kondisi yang ada. Mereka

merasa bahwa tidak hanya mereka sendiri yang mengalami

bencana, tetapi banyak juga orang lain yang mengalami hal

seperti mereka.

f. Interaksi Sosial (Kecurigaan terhadap orang asing)

Masyarakat desa Sorosutan menerima secara baik pihak luar yang

datang ke desa mereka untuk membantu. Tidak terdapat sikap

kecurigaan terhadap orang asing atau orang luar desa.

3. Desa Sawahan & Desa Teluk, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten

Klaten, Propinsi Jawa Tengah

a. Deskripsi Lingkungan

1) Bahan bangunan

Dari hasil pengamatan perumahan masyarakat yang ada di desa

Sawahan dan desa Teluk, sebagian besar jenis bangunan adalah

bangunan non permanent yaitu dinding terbuat dari setengah

semen dan bata tanpa besi beton dan setengah lagi terbuat dari

anyaman bambu di bagian sebelah atas, lantai dari semen dan

atap rumah dari genteng. Tetapi setelah bencana gempa terjadi

Page 37: Survei Cepat Yogya & Jateng

37

masyarakat mendirikan tenda di dekat reruntuhan rumah

mereka. Tenda mereka terbuat dari plastik terpal yang ditopang

dengan kayu, atau tenda pembagian dari UNICEF. Tenda

tersebut ada yang digunakan beramai-ramai atau dihuni oleh

beberapa keluarga. Umumnya satu tenda ditempati oleh satu

keluarga. Menurut masyarakat, tidak nyaman tinggal di tenda,

tetapi karena keadaan maka mereka terpaksa tinggal di tenda

atau di luar tenda. Mereka mengeluh merasa dingin pada malam

hari dan merasa kepanasan karena udara panas pada siang hari

jika tinggal di tenda.

Pemukiman masyarakat di kedua desa relatif cukup padat Selain

perumahan warga, sarana umum yang mengalami kerusakan

parah adalah polindes, puskesmas dan sekolah SD.

2) Keberadaan serangga

Menurut masyarakat jenis serangga yang ada di lingkungan

sekitar adalah nyamuk pada malam hari. Sedang lalat banyak

terdapat di siang hari yang terdapat di sekitar tenda-tenda dan

dapur darurat mereka, sebab mereka meletakkan piring kotor

dan makanan di sembarang tempat di dekat tungku bata yang

digunakan sebagai alat untuk memasak.

3) Kepadatan hunian tenda

Pada umumnya satu tenda terdiri dari beberapa keluarga

sehingga keadaan tenda sangat sempit, tetapi ada juga yang satu

tenda sekarang sudah mulai berkurang karena ada beberapa

masyarakat yang mengungsi di tempat sanak saudaranya atau

ada juga keluarga yang membuat tenda untuk keluarganya

sendiri dan lokasi tenda di dekat rumahnya yang rubuh.

4) Tanda-tanda adanya kehidupan tikus di sekitar rumah atau

tenda

Berdasarkan pengakuan masyarakat tidak diketemukan adanya

tikus di sekitar tempat tinggal sementara.

Page 38: Survei Cepat Yogya & Jateng

38

b. Perilaku Masyarakat

1) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah

kesehatan lingkungan

a) Samijaga

Sarana pemanfaatan air bersih lebih banyak diperoleh dari

sisa-sisa sumur gali. Air bersih mereka dapatkan dari

bantuan PDAM yang diantar 2 hari sekali. Pemanfaatan

sarana air bersih tersebut digunakan untuk kepentingan air

mandi, mencuci pakaian dan alat makan. Sedang untuk

makan dan minum mereka menggunakan air bersih bantuan

PDAM.

Sebelum terjadi gempa perilaku masyarakat dalam hal

pembuangan kotoran (BAB) adalah dengan menggunakan

jamban jongkok.

Setelah gempa perilaku masyarakat dalam pembuangan

kotoran (BAB) tidak berubah tetap menggunakan sisa-sisa

sarana MCK walaupun atap dari MCK tersebut sudah tidak

ada alias beratapkan langit. Walaupun ada juga masyarakat

yang BAB nya menumpang di tempat tetangga terutama bagi

masyarakat yang WC nya hancur.

b) Limbah domestik (sampah)

Pada umumnya masyarakat di kedua desa membakar atau

mengubur limbah domestik (sampah) nya, baik itu sebelum

gempa ataupun sesudah gempa di sekitar tenda mereka.

c) Sanitasi makanan (Hygiene)

Dalam hal perilaku masyarakat yang berhubungan dengan

makanan, pada umumnya masyarakat di desa Sawahan

maupun desa Teluk keadaannya sangat memprihatinkan.

Mereka masak menggunakan tumpukan batu bata dan

menggunakan ranting kering atau kayu bakar. Berdasarkan

hasil pengamatan, para korban yang tinggal di tendanya

sendiri menyimpan dan meletakkan peralatan masak dan

minumnya di tempat terbuka dekat dapur darurat mereka.

Hal itu membuat debu-debu dan kuman terutama debu dari

Page 39: Survei Cepat Yogya & Jateng

39

bekas bangunan yang sedang mereka bersihkan dan

kumpulkan mudah menempel di peralatan masak dan

minumnya. Kondisi tersebut dapat menjadi sumber penyakit

terutama diare bagi masyarakat.

2) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan masalah

biologi lingkungan

a) Keberadaan nyamuk

Masyarakat mengaku banyak digigit nyamuk pada malam

hari. Mereka mengaku kadang membakar ranting untuk

mengurangi nyamuk.

b) Keberadaan tikus

Berdasarkan pengakuan masyarakat tidak ada tikus di sekitar

tempat tinggal sementara (tenda-tenda).

3) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pencarian

pengobatan pasca bencana

a) Konsepsi sakit / sehat

Bagi masyarakat keadaan “sakit” setelah gempa adalah jika

mereka merasa sudah tidak dapat lagi melakukan sesuatu

(terkapar) tetapi apabila mereka masih dapat mengerjakan

sesuatu maka menurut mereka adalah belum sakit atau masih

sehat. Contohnya seorang masyarakat yang patah tulang kaki

nya dan hanya bisa tiduran atau jalan menggunakan

“kruk”/tongkat penyangga, maka ia mengatakan sedang sakit,

walaupun dihati kecilnya ia ingin bekerja membereskan

reruntuhan rumahnya. Begitu juga halnya jika meskipun

seseorang sudah terluka dan panas badannya tetapi masih

bisa beraktivitas maka ia mengatakan bahwa dirinya tidak

sakit meskipun tubuhnya terluka.

Umumnya penyakit yang diderita oleh masyarakat desa

Sawahan antara lain adalah patah tulang, kerusakan

pendengaran yang disebabkan karena gempa, batuk, pilek,

sakit pinggang dan sesak nafas. Begitu pula halnya di desa

Teluk. Pengobatan yang mereka lakukan adalah berobat ke

puskesmas keliling, RS swasta di Klaten dan posko relawan.

Page 40: Survei Cepat Yogya & Jateng

40

Di desa Teluk terdapat bantuan Rumah Sakit darurat

(Emergency Hospital) bantuan dari pemerintah Cuba yang

fasilitasnya cukup lengkap (mislanya terdapat fasilitas untuk

X-Ray, ICU, Partus, Orthopedi, Laboratorium dll). Setiap

hari rumah sakit tersebut banyak didatangi masyakrakat

sekitar bahkan dari desa lain untuk berobat karena biayanya

gratis. Untuk pengobatan yang ringan masyarakat

melakukan pengobatan sendiri dengan memakai obat warung

atau obat merah. Sedangkan untuk pengobatan yang parah

dirujuk ke rumah sakit terdekat yaitu RS pemerintah atau

swasta di Klaten.

4) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan pemulihan

kesehatan pasca bencana

Pemulihan kesehatan pasca gempa dilakukan masyarakat dengan

melakukan kontrol ke rumah sakit pemerintah atau swasta di

Klaten serta di posko pengobatan relawan. Tetapi apabila

mereka merasa sudah bisa bekerja kembali maka mereka tidak

kembali periksa ke pelayanan kesehatan.

5) Perilaku masyarakat yang berhubungan dengan konsumsi

makanan

Setelah terjadi gempa, Masyarakat memasak sendiri keperluan

sehari-hari dengan bahan sekadarnya. Di desa Sawahan

masyarakat mendapat bantuan uang lauk-pauk Rp.3.000,-

/hari/jiwa. Maka umumnya setiap jiwa mendapat bantuan uang

lauk Rp.90.000,-/bulan. Tetapi karena untuk ke pasar mereka

mendapatkan kesulitan karena pasar jauh dan masih belum

beraktivitas seperti biasa, juga kendala transportasi, maka masih

banyak masyarakat yang ditemukan mengkonsumsi mie instan

untuk kebutuhan konsumsinya. Di desa Teluk, masyarakat lebih

baik keadaannya karena desa mereka masih lebih mudah

terjangkau/lebih terbuka dan lebih bagus keadaan ekonominya,

terlihat dengan banyaknya masyarakat yang mempunyai motor

serta rumah bertembok (berdasarkan pengamatan dari sisa-sisa

puing rumah).

Page 41: Survei Cepat Yogya & Jateng

41

6) Pemanfaatan tanaman dan hewan yang tersedia

Baik di desa Sawahan maupun desa Teluk masyarakat sangat

memanfaatkan tanaman yang tersedia di sekitar rumah mereka

seperti daun singkong, daun melinjo dan buah melinjo dll, namun

mereka tidak memanfaatkan hewan yang mereka punyai seperti

sapi, bebek atau ayam.

c. Perilaku Masyarakat yang mengakibatkan gangguan

psikosomatik setelah gempa

1) Jenis gangguan psikosomatis

Hampir semua masyarakat di kedua desa mengalami trauma dan

ketakutan terhadap terjadinya gempa, menurut penuturan

mereka terutama bila ada getaran-getaran dan suara-suara keras.

Mereka sangat khawatir akan terjadi gempa lagi. Mereka

mengatakan rasa trauma dan ketakutan tersebut membuat

mereka sulit tidur, dan rasa cemas yang berlebihan. Gangguan

lainnya adalah mereka sering menangis karena rasa sedih yang

masih mendalam akibat kehilangan anggota keluarga dan harta

benda. Rasa trauma dan ketakutan, bukan saja dialami oleh

orang dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak-anak. Ketakutan

dan kecemasan pada anak-anak juga menyebabkan mereka takut

untuk tidur siang, takut tidur sendirian, dan takut tinggal di

rumahnya yang masih utuh, mereka selalu ingin tidur dengan

orang tuanya. Walaupun demikian ada juga beberapa

masyarakat yang tidak mengalami gangguan tersebut, menurut

mereka hal ini disebabkan adanya sikap pasrah dari mereka.

Rasa frustasi tampak dan dapat dirasakan dari penuturan

masyarakat yang sebelum gempa termasuk masyarakat yang

mampu karena mempunyai rumah gedong dan motor, tetapi

tiba-tiba sesudah gempa hartanya habis, dan bahkan mereka

mendapatkan bantuan nasi bungkus dari relawan/donatur. Hal

seperti ini dirasa sangat menyedihkan sekali. Beberapa warga

sering merasa masih tidak percaya pada encana ini, karena

menurut mereka kejadiannya sangat cepat sekali, sehingga

Page 42: Survei Cepat Yogya & Jateng

42

mereka tidak dapat menyelamatkan apapun juga, hanya nyawa

saja yang mereka bisa selamatkan.

2) Cara masyarakat mengatasinya

Umumnya masyarakat mengatasi gangguan tersebut antara lain

dengan berusaha bersikap pasrah menerima kondisi yang ada.

Menurut mereka, bencana ini tidak saja hanya dialami mereka

tetapi dialami juga oleh orang lain di Jogya dan Klaten. Mereka

merasa bersyukur walaupun harta habis, tetapi mereka tetap

diberi umur panjang dan selamat dari gempa. Untuk menghibur

diri, saat ini masyarakat di wilayah Klaten bergotong royong

mengumpulkan puing-puing rumahnya dan membersihkan sisa-

sisa reruntuhan, bagi sebagian warga ini dianggap suatu hal

pelipur lara, karena bersama-sama bekerja dengan tetangga yang

lain.

d. Interaksi Sosial (Kecurigaan terhadap orang asing)

Masyarakat di desa Sawahan dan di desa Teluk menerima secara

baik pihak luar yang datang ke desa mereka untuk membantu,

seperti bantuan psikologis dari Sanata Dharma di desa Sawahan

maupun bantuan rumah sakit darurat dari pemerintah Cuba di desa

Teluk. Tidak terdapat sikap kecurigaan terhadap orang asing atau

orang luar desa. Mereka bahkan sangat menerima dengan tangan

terbuka pada orang luar yang ingin membantu. Pada orang luar yang

mereka anggap dapat mengerti perasaan mereka seperti saat peneliti

ke lapangan dan wawancara dengan menggunakan bahasa jawa,

mereka bahkan mencurahkan isi hati sambil menangis menceritakan

saat gempa dan perasaan mereka saat itu. Mereka merasa sangat

diperhatikan jika kita berkunjung ke tenda mereka.

D. Status Kesehatan

1. Keadaan Umum

Keadaan umum sampel rumah tangga di daerah yang terkena bencana

gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 di provinsi DI Yogyakarta dan

Jawa Tengah adalah sebagai berikut : jumlah rumah tangga di Kota

Page 43: Survei Cepat Yogya & Jateng

43

Yogyakarta 91 RT (43,3%), kab. Bantul 48 RT (22,9%) dan di kab.

Klaten 71 RT (33,8%). (Tabel V.16)

Tabel V.16 Jumlah Rumah Tangga sampel di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

No Provinsi Kab/Kota n (RT) % 1 DIY Yogyakarta 91 43,3 2 Bantul 48 22,9 3 Jawa Tengah Klaten 71 33,8

Total 210 100,0

2. Keadaan Demografi

Keadaan demografi/latar belakang ART di daerah pasca gempa

yaitu paling banyak kelompok umur 15-49 tahun yakni di kota

Yogyakarta (55,1%), Bantul (54,6%) dan Klaten (54,3%). Balita di

Kota (9%), Bantul (2%) dan Klaten (1%). Kelompok umur lanjut usia

(lansia) usia 50 tahun keatas di Kota Yogya (20%), Bantul (26%),

Klaten (26%). Jenis kelamin perempuan paling banyak di kota Yogya

dan kab Bantul masing-masing 51%, sedang jenis kelamin laki-laki

banyak di Klaten (55%). Status perkawinan anggota rumah tangga di

daerah gempa yaitu di kota Yogya paling banyak belum kawin (48%),

sedangkan di Bantul paling banyak sudah kawin (54%) dan Klaten

(49%). (Tabel V.17).

Tabel V.17 Keadaan demografi anggota rumah tangga

di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Keadaan Demografi n (370) % n (205) % n (280) %

1. Kelompok umur (tahun): - < 1 - 1 – 4 - 5 – 14 - 15 – 49 - 50 – 64 - 65 ke atas

7 25 59 204 52 23

1,9 6,8 15,9 55,1 14,1 6,2

5

11 23 112 40 14

2,4 5,4 11,2 54,6 19,5 6,8

2 16 36 152 46 28

0,7 5,7 12,9 54,3 16,4 10,0

2. Jenis kelamin: - Laki-laki - Perempuan

180 190

48,6 51,4

100 105

48,8 51,2

153 127

54,6 45,4

3. Status perkawinan: - Belum kawin - Kawin - Cerai hidup - Cerai mati

177 173 4 16

47,8 46,8 1,1 4,3

83 111

- 11

40,5 54,1

- 5,4

117 137 1 25

41,8 48,9 0,4 8,9

Page 44: Survei Cepat Yogya & Jateng

44

3. Status Morbiditas

Status Morbiditas (kesakitan) dari masyarakat korban bencana

gempa bumi di provinsi DIY dan Jawa Tengah pada umumnya anggota

rumah tangga menderita sakit Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA),

luka-luka / vulnus traumaticum, hematoma/bengkak kemerahan dan

sakit pinggang. Di kota Yogyakarta penyakit yang paling banyak

diderita berturut-turut adalah ISPA (21,8%), luka/vulnus (11,9%),

pusing-pusing (10,5%) dan hematom (9,7%). Sedangkan di kab. Bantul

penyakit terbanyak ISPA (15,1%), vulnus(14,6%) dan hematoma

(13,2%). Penyakit yang banyak diderita di kab Klaten yaitu ISPA

(19,3%), sakit pinggang (17,2%), sakit punggung (15,5%) dan pusing-

pusing (16,6%). Kesimpulan terjadi peningkatan kasus ISPA pada

lokasi-lokasi akibat gempa. (Tabel V.18)

Tabel V.18

Status Morbiditas anggota rumah tangga/responden di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Status Morbiditas (Jawaban lebih dari 1) n (371) % n (205) % n (290) %

1. ISPA 81 21,8 31 15,1 56 19,3 2. Asma 13 3,5 8 3,9 7 2,4 3. Gastroenteritis 15 4,0 5 2,4 16 5,5 4. Conjungtivitis 6 1,6 10 4,9 6 2,1 5. Caries gigi 3 0,8 4 2,0 1 0,3 6. Campak 0 0 1 0,5 1 0,3 7. Telinga berair 3 0,8 3 1,5 2 0,7 8. Hepatitis 0 0 0 0 0 0 9. Kejang 0 0 0 0 3 1,0 10. Lumpuh/Paralysis 0 0 2 1,0 0 0 11. Senilis/Pikun 1 0,3 3 1,5 0 0 12. Vulnus/Luka 44 11,9 30 14,6 37 12,8 13. Memar/Hematom 36 9,7 27 13,2 4 1,4 14. Fraktura 9 2,4 10 4,9 8 2,8 15. Sakit pinggang 16 4,3 13 6,3 50 17,2 16. Sakit punggung 19 5,1 13 6,3 45 15,5 16. Mual/muntah 7 1,9 5 2,4 7 2,4 17. Dermatitis 8 2,2 9 4,4 6 2,1 18. Pusing-pusing 39 10,5 18 8,8 48 16,6

Sumber: Pengambilan data tanggal 19 - 22 Juni 2006

Page 45: Survei Cepat Yogya & Jateng

45

Status morbiditas/kesakitan tertinggi di Kota Jogyakarta yaitu :

1. ISPA 21,8 %

2. Luka/vulnus traumatikum 11,9 %

3. Pusing-pusing 10,5 %

4. Memar/hematom 9,7 %

5. Sakit punggung 5,1 %

Status morbiditas/kesakitan tertinggi di Kab Bantul yaitu :

1. ISPA 15,1 %

2. Luka/vulnus traumatikum 14,6 %

3. Memar/hematom 13,2 %

4. Pusing-pusing 8,8 %

5. Sakit pinggang 6,3%

6. Sakit punggung 6,3 %

Status morbiditas/kesakitan tertinggi di Kab Klaten yaitu:

1. ISPA 19,3 %

2. Sakit pinggang 17,2 %

3. Pusing-pusing 16,6 %

4. Sakit punggung 15,2 %

5. Luka/vulnus 12,8 %

4. Keterangan Cedera dan penyebabnya

Pada Tabel V.19, menunjukkan keterangan cedera atau kecelakaan dan

penyebabnya dimana cedera paling banyak di kota Yogyakarta (19,1%),

Bantul (18%), dan lebih sedikit di Klaten (7,9%). Penyebab cedera

paling banyak responden di Kota Yogyakarta mengatakan karena

tertimpa bangunan (11,9%), di Bantul (20,0%) dan di Klaten (6,2%).

Page 46: Survei Cepat Yogya & Jateng

46

Tabel V.19. Keterangan cedera dan penyebabnya di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Cedera dan penyebabnya n (371) % n (205) % n (290) %

1. Cedera / kecelakaan - Ya - Tidak

71 300

19,1 80,9

37 168

18,0 82,0

23 267

7,9 92,1

2. Penyebab cedera (Jawaban lebih dari 1): - Jatuh - Tertimpa bangunan - Tertusuk - Lainnya

10 44 6 5

2,7 11,9 1,6 1,3

6

41 3 2

2,9 20,0 1,5 1,0

14 18 10 12

4,8 6,2 3,4 4,1

5. Keterangan Pengobatan

Pada Tabel V.20, ditunjukkan responden yang mengalami gempa

mencari pengobatan dengan pengobatan sendiri di Kota (7,8%), Bantul

(7,3%) dan di Klaten (4,5%). Sedangkan jenis pengobatan yang dipilih

di Kota Yogya pengobatan Modern (13,2%), tradisional (1,6%),

sedangkan di Bantul pengobatan Modern (8,8%), tradisional (2,4%). Di

Klaten pengobatan Modern (7,2%) dan Tradisional (3,8%). Masyarakat

yang setelah gempa di Rawat Inap, di Kota Yogya (1,9%), Bantul

(8,3%) dan Klaten (3,1%). Setelah gempa penderita yang berobat jalan,

di Kota Yogyakarta (21,3%), di Bantul 14,6%) dan Klaten (5,2%).

Tabel V.20 Keterangan pengobatan di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Pengobatan n (370) % n (205) % n (290) %

1. Pengobatan sendiri - Ya - Tidak

29 342

7,8 92,2

15 190

7,3 92,7

13 277

4,5 95,5

2. Jenis pengobatan (jawaban lebih dari 1) - Tradisional - Modern - Lainnya

6 49 2

1,6 13,2 0,5

5

18 5

2,4 8,8 2,4

11 21 15

3,8 7,2 5,2

3. Rawat Inap: - Ya - Tidak

7

364

1,9 98,1

17 188

8,3 91,7

9

281

3,1 96,9

4. Berobat Jalan: - Ya - Tidak

79 292

21,3 78,7

30 175

14,6 85,4

15 275

5,2 94,8

Page 47: Survei Cepat Yogya & Jateng

47

6. Keterangan Tempat Berobat

Masyarakat yang setelah terjadi gempa dan mencari pertolongan

ke fasilitas kesehatan terdekat yaitu di Kota Yogya paling banyak ke

Puskesmas (8,9%), Posko pengobatan/relawan (6,7%), dan RS Swasta

(4,6%). Sedangkan di Bantul tempat berobat yang paling banyak ke RS

Swasta (8,8%), Posko relawan (7,3%), dan RS Pemerintah (3,9%). Di

Klaten paling banyak ke Posko relawan (12,1%), Praktek

dokter/perawat (11,0%), pengobatan Tradisional (9,7%) dan RS Swasta

(5,2%). (Tabel V.21)

Tabel V.21 Keterangan tempat berobat di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Keterangan tempat

berobat (Jawaban lebih dari 1)

n (371) % n (205) % n (290) %

1. RS Pemerintah 2. RS Swasta 3. Praktek dokter/ perawat 4. Posko pengobatan/relawan 5. Puskesmas 6. Tradisional

13 17 6 25 33 4

3,5 4,6 1,6 6,7 8,9 1,1

8 18 5

15 5 2

3,9 8,8 2,5 7,3 2,5 1,0

9 15 32 35 13 28

3,1 5,2 11,0 12,1 4,5 9,7

7. Keterangan Jaminan pembiayaan/asuransi kesehatan

Masyarakat yang pergi mencari pengobatan kami tanyakan

mengenai pembiayaan, di Kota Yogyakarta paling banyak mengatakan

Gratis (19,9%) dan ada yang bayar sendiri (1,1%). Hal yang sama juga

di Bantul mengatakan Gratis (18,0%) dan Jamsostek (2,0%). Di Klaten

sebagian besar mengatakan Gratis (41,7%) dan bayar sendiri (2,8%).

(Tabel V.22)

Page 48: Survei Cepat Yogya & Jateng

48

Tabel V.22 Jaminan Pembiayaan/asuransi Kesehatan

di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta Bantul Klaten Jaminan pembiayaan/ asuransi kesehatan (Jawaban lebih dari 1)

n (371) % n (205) % n (290) %

1. Gratis 2. Bayar sendiri 3. Askes 4. JPK Gakin/kartu sehat 5. Jamsostek

74 4 3 0 0

19,9 1,1 0,8 0,0 0,0

37 1 1 1 4

18,0 0,5 0,5 0,5 2,0

121 8 0 0 0

41,7 2,8 0,0 0,0 0,0

8. Kesehatan Mental

Kesehatan mental dianalisis dengan menggunakan kuesioner Self

Reporting Questionnaire-20 (SRC-20) dari WHO. Pertanyaan ini

ditanyakan kepada anggota rumah tangga berusia 15 tahun ke atas

dimana dari 20 pertanyaan diambil nilai score (cut of point 8) artinya

nilai score 8 ke atas termasuk ada gangguan mental. Hasilnya

ditemukan gangguan mental (score >7) terbanyak di Kab Klaten 33

orang (14,8%) kemudian di Bantul 23 orang (13,7%) dan kota

Yogyakarta 2 orang (0,7%). Kesimpulan: Di Kab Bantul dan Kab

Klaten ada kecenderungan peningkatan gangguan mental/ jiwa. (Tabel

V.23)

Tabel V.23 Kesehatan Mental responden (15+ tahun)

di daerah Pasca Gempa DIY dan Jawa Tengah 2006

Kota Yogyakarta (n=289)

Bantul (n=168)

Klaten (n=223)

Kesehatan Mental (usia 15+tahun)

n % n % n % Gangguan mental

- Ada ( score > 7) - Tidak (score <= 7)

2

287

0,7 99,3

23 145

13,7 86,3

33 190

14,8 85,2

Jumlah 289 100,0 168 100,0 223 100,0

Page 49: Survei Cepat Yogya & Jateng

49

VI. PEMBAHASAN

Ternyata dari hasil pengamatan perilaku masyarakat yang berhubungan

dengan masalah samijaga, di ketiga daerah studi tidak terdapat perbedaan yang

mencolok. Untuk keperluan air bersih di wilayah Klaten masyarakat mendapat

bantuan dari PDAM yang dipasok setiap 2 hari sekali.

Untuk MCK di Bantul dan wilayah DIY Kota, masyarakat menggunakan jamban di

antara reruntuhan atau sisa rumah yang masih ada. Sedang di Klaten masyarakat

menggunakan jamban kepunyaan tetangga atau warga yang masih terdapat jamban di

antara puing rumahnya.

Mengenai pola memasak dan konsumsi makanan, di Bantul dan Klaten

hampir mempunyai kesamaan, mereka memasak menggunakan tungku dan kayu atau

ranting kering sebagai bahan bakarnya. Disisi lain sanitasi makanan sangat

memprihatinkan. Risiko terjadinya diare atau penyakit saluran pencernaan akibat

makanan yang tercemar debu dan kotoran sangat besar terjadi.

Disemua desa studi tidak disebutkan adanya tikus, tetapi nyamuk dan lalat

sangat banyak. Lalat banyak dilihat disekitar makanan atau dapur darurat, sehingga

dapat pula berisiko terjadinya penyakit pencernaan atau diare. Untuk menghalau

nyamuk, masyarakat menggunakan obat nyamuk bakar sehingga apabila hal ini terus

berlangsung dapat berisiko timbulnya penyakit ISPA pada masyarakat.

Aktivitas gotong royong masyarakat mengumpulkan sisa-sisa reruntuhan dan

membersihkan puing-puing rumahnya, dapat menimbulkan debu karena aktivitas

memindahkan batuan atau kayu ke tempat di dekatnya. Hal ini sangat berisiko untuk

terkena penyakit ISPA, beberapa warga sudah mengeluhkan batuk-batuk akibat debu

dari kegiatan tersebut. Pada beberapa orang tua dikeluhkan adanya sakit mata karena

debu dari runtuhan bangunan. Bahkan jika ada yang terkena paku, dapat berisiko

terkena tetanus, sebab umumnya berdasarkan hasil pengamatan masyarakat tidak

Page 50: Survei Cepat Yogya & Jateng

50

menggunakan alas kaki pelindung, mereka hanya memakai alas kaki seadanya saja.

Hal ini dapat menjadi lebih buruk jika mereka tidak mendapatkan kekebalan yang

berasal dari vaksinasi tetanus.

Akibat dari bencana gempa ini, gangguan psikosomatis merupakan hal yang

sangat penting dan harus mendapat perhatian. Sebab dari temuan lapangan di ketiga

daerah studi, banyak korban gempa yang mengalami trauma. Hal ini tidak hanya

menimpa orang dewasa tetapi juga anak-anak. Dampak bencana terhadap kesehatan

mental sangat memprihatinkan. Untuk orang-orang dewasa yang mengalami sendiri

bencana dalam tingkat parah, misalnya hampir kehilangan nyawanya atau kehilangan

orang-orang yang dia cintai, kemungkinan mengalami gangguan stress pasca trauma.

Sedangkan anak-anak kemungkinannya lebih besar dibanding orang dewasa.

Jika mereka tidak ditangani secara serius, dikhawatirkan akan mengakibatkan

terjadinya masalah kejiwaan yang lebih serius, seperti meningkatnya kasus bunuh

diri, orang sakit jiwa. Walaupun saat ini diantara mereka ada yang mengatakan

“biasa-biasa” saja dan adanya nilai budaya “nrimo” serta falsafah “guyub” (merasa

tidak sendiri atau bersama-sama), tetapi di kemudian hari seiring dengan beban

kebutuhan hidup mereka yang terus meningkat, sementara disisi lain mereka sudah

tidak mempunyai “apa-apa” lagi, dapat membuat mereka frustasi dan depresi. Hal

inilah yang perlu mendapatkan perhatian.

Depresi dan gangguan stress pasca trauma apalagi jika tingkat keparahan

yang tinggi bisa menimbulkan dampak besar bagi yang mengalaminya. Hilangnya

gairah dan semangat hidup, kehilangan kemampuan untuk berfungsi secara sosial

maupun produktif, hanyalah sebagian kecil dari dampak depresi dan stress pasca

trauma.

Page 51: Survei Cepat Yogya & Jateng

51

Yang perlu kita ingat, dimana saja dan kapan saja terjadi bencana, orang-

orang yang mengalaminya membutuhkan satu hal: orang lain. Karena itu, bagi

mereka yang merasakan kekhawatiran dan kecemasan, sebaiknya bicara kepada

orang lain mengenai perasaan tersebut.

Mereka sangat membutuhkan bantuan dan pendampingan psikiater atau

tokoh-tokoh agama yang dapat memberikan bimbingan, nasihat dan penyegaran

rohani yang dapat menguatkan sisi kejiwaan mereka, bukan hanya segi materiil saja

yang perlu diperhatikan. Sebagai masyarakat yang sangat menjunjung nilai

tradisional, tentunya upaya penyembuhan jiwa yang diinginkan masyarakat harus

lebih mengutamakan pada pengobatan atau pemulihan secara tradisional atau

pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat (misalnya tokoh agama). Hal ini tidak

terlepas dari adat, tradisi, kepercayaan serta nilai-nilai yang melekat pada setiap diri

individu di desa studi yang secara sosial dan mental sangat terikat dengan lingkungan

sekitarnya.

VII. K E S I M P U L A N

Sesuai dengan hasil pengamatan serta wawancara mendalam terhadap

masyarakat dan tokoh masyarakat maka dapat disimpulkan bahwa hal-hal tersebut di

bawah ini perlu diwaspadai:

1. Trauma akibat gempa masih dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di

ketiga daerah penelitian. Mereka merasa ketakutan apabila mendengar suara

keras, kalau ada goncangan, mereka takut tidur di dalam rumah, sehingga

mereka tinggal ditenda-tenda. Anak-anak tidak mau tidur di dalam rumah

apabila tidak ditemani ibunya. Munculnya penyakit psikosomatis perlu

diwaspadai dalam kurun waktu beberapa bulan kedepan.

Page 52: Survei Cepat Yogya & Jateng

52

2. Akibat tidur di luar rumah dalam tenda darurat maka mereka mulai

merasakan sakit-sakit.

3. Perilaku mereka dalam BAB dan kebiasaan membersihkan diri masih sama

dengan sebelum gempa walaupun sarananya kurang memadai, tetapi masih

cukup banyak sumur yang berfungsi dengan baik.

4. Sanitasi makanan perlu mendapat perhatian karena di daerah terbuka maka

makanan akan terkontaminasi oleh debu dan kotoran lain.

Page 53: Survei Cepat Yogya & Jateng

53

METODA

Survey nyamuk Aedes aegypti

Single larva method

Pengamatan habitat

Survey nyamuk Anopheles spp

Landing collections 12 jam

Pengamatan habitat dan pencarian larva

Survey tikus dan pinjal

Pemasangan perangkap

Pencarian pinjal

Survey Kesehatan Lingkungan

Inspeksi Sanitasi

Pengamatan Sarana Kesehatan Lingkungan

Pengamatan Limbah Medis Rumah Sakit

Survey Sociobehaviour korban gempa

Trauma, Persepsi, dan Sikap penduduk pasca gempa.

Survey Status Kesehatan

Wawancara morbiditas masing – masing Anggota Rumah Tangga

Wawancara mortalitas di rumah tangga

Wawancara keadaan cedera, jaminan kesehatan, dan sebagainya

Page 54: Survei Cepat Yogya & Jateng

54

ANGGOTA TIM

Koordinator : DR. M. Sudomo, APU

Kesehatan Lingkungan : 1. Sri Irianti, SKM, M.Phil

2. H. Bambang Sukana, SKM, M.Kes

3. dr. Herryanto, SKM, M.Kes

4. Miko Hananto, SKM, M.Kes

5. Cahyorini, ST

Biologi Kesehatan : 6. Dra. N. Sushanti Idris-Idram, M.Kes

7. Yusniar Ariati, M.Si

8. I .G. Wayan Djana

9. Dasuki, SF

Sosial Kesehatan : 10. Dra. Rachmalina, M.Sc.PH

11. Kartika, S.Psi

12. Ida, SKM

13. Suhardjo, SH, M.Kes

Indikator Kesehatan : 14. dr. Felly P. Senewe, M.Kes

15. dr. Lamria Pangaribuan

16. drh. Salma Ma’roef, M.Epid

17. Putisari, SKM, M.Sc.PH

Vector Control : 18. Farida Dwi Handayani, S.Si

19. Soekarno

20. Muhidin

21. Suherman

Sekretariat : 22. Heny Lestary, SKM

23. Sutini

Konsultan : Dr. Faizati Karim, MPH