Upload
praktikumhasillaut
View
229
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Desy Puspita Sari
NIM : 13.70.0181
Kelompok C1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,
timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,
plastik bening, dan milimeter blok.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir, polifosfat,
dan es batu.
1.2. Metode
1
Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.
2
Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga
Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang
Daging ikan diletakkan di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4,
5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok
3
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan menggunakan
4
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Kel. Perlakuan Hardness (gF) WHCSensoris
Kekenyalan Aroma
C1sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%137,22 293598,53 +++ +++
C2sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%132,55 267004,22 + +
C3sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%214,65 311814,35 ++ +
C4sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%126,59 277084,60 ++ ++
C5sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,5%159,03 254345,99 + +++
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai WHC tiap kelompok berbeda –
beda. Nilai WHC tertinggi adalah kelompok C3 yaitu sebesar 311814,35 mg H2O
dengan menggunakan perlakuan penambahan dengan sukrosa 5% dan garam 2,5% serta
polifosfat 0,3%. Sedangkan, nilai WHC terkecil adalah pada kelompok C5 yaitu sebesar
254345,99 mg H2O. Jika dilihat pada segi sensoris, kekenyalan dari produk surimi pada
kelompok C1 memiliki kekenyalan tertinggi sedangkan kekenyalan terendah yaitu pada
kelompok C2 dan C5. Pada parameter aroma, kelompok C1 memiliki parameter aroma
yang paling tinggi yaitu sangat amis sedangkan parameter aroma paling rendah pada
kelompok C2 dan C3 yaitu tidak amis.
5
3. PEMBAHASAN
Ikan merupakan sumber utama asam lemak n-3. Substansi yang berguna pada ikan adalah
PUFA, khususnya EPA dan DHA (Ozogul et al., 2005). Menurut MacDonald et al. (1997)
dalam jurnal Suitability of chitosan as cryoprotectant on croaker fish (Johnius gangeticus)
surimi during frozen storage surimi merupakan produk yang mengandung protein stabil
myofibrillar yang diperoleh dari daging ikan yang air dicuci untuk menghilangkan protein
sarkoplasma, dicampur dengan krioprotektan dan kemudian digunakan dalam produksi
produk seafood. Surimi dibagi menjadi dua jenis, yaitu mu-en dan ka-en surimi. Ka-en surimi
adalah surimi yang dibuat dengan menggunakan proses penambahan garam, sementara mu-en
surimi dibuat tanpa proses penambahan garam (Chairita et al., 2009). Ikan yang diolah
menjadi surimi pada praktikum ini berasal dari ikan bawal. Ikan bawal (Colossoma
macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam
maupun di keramba. Ikan tersebut memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup
banyak duri pada dagingnya. Komposisi ikan bawal terdiri dari energi sebesar 96 kilokalori,
protein 19 gram, lemak 1,7 gram dan sisanya adalah komponen lain terhadap 100 gram Ikan
Bawal (Azam et al., 2010).
Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan surimi yaitu pertama – tama ikan bawal
dicuci bersih dengan air mengalir kemudian ditimbang beratnya. Proses pencucian surimi
akan mempengaruhi sifat dari pembentukan gel dan kualitas dari produk surimi. Pencucian
lebih efektif untuk mengkonsentrasikan protein myofibril agar meningkatkan sifat fungsional
surimi (Ng dan Huda, 2011). Kemudian fillet daging ikan bawal dengan cara membuang
bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut serta kulitnya dibuang dan bagian dagingnya
diambil sebanyak 100 gram. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah daging ikan digiling
hingga halus dan selama penggilingan ditambahkan dengan es batu untuk menjaga agar suhu
tetap rendah.
Surimi memiliki sifat – sifat fungsional yang penting, yaitu adalah sifat pembentukan gel
serta sifat daya pengikat air yang tinggi atau yang sering disebut dengan Water Holding
Capacity. Sama halnya seperti yang dikatakan oleh Venugopal (2006) dalam jurnal Physical
properties of cobia (Rachycentron canadum) surimi: effect of washing cycle at different salt
concentrations bahwa NaCl umumnya ditambahkan dalam surimi untuk mendapatkan
pembentukan gel optimum surimi. Surimi dapat memiliki sifat fungsional karena surimi
6
7
memilki kandungan protein myofibril yang sangat penting di dalam tubuh ikan sendiri. Sifat
fungsional surimi ini mempengaruhi mutu produk surimi. Hal – hal yang mempengaruhi sifat
fungsional dari surimi adalah senyawa – senyawa kimia yang ditambahkan, proses
pembekuan, serta proses pencucian (Nurkhoeriyati et al., 2008). Pada beberapa jenis ikan,
kemampuan gelasi dari surimi bisa meningkat bila gel surimi dipanaskan dengan suhu
tertentu, biasanya suhu di bawah 40°C. Peristiwa ini disebut suwari. Peningkatan gelasi
terjadi karena adanya proses pembentukan jaringan gel miosin ikan pada suhu rendah. Saat
pemanasan ditingkatkan serta diperpanjang pada suhu sekitar 60°C, gelasi surimi akan
melemah, hal ini biasa disebut dengan istilah modori. Melemahnya gel surimi juga dapat
diakibatkan adanya degradasi miosin oleh enzim protease yang aktif akibat pemanasan (Lou
et al., 2000).
Proses selanjutnya setelah daging yang halus digiling dengan penambahan es batu, kemudian
daging ikan dicuci 3 kali dengan menggunakan air es dan disaring menggunakan kain saring.
Lalu dilakukan penambahan sukrosa 2,5% (kelompok 1 dan 2) ; 5% (kelompok 3, 4 dan 5),
kemudian ditambahkan garam sebanyak 2,5% untuk semua kelompok serta penambahan
polifosfat 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2 dan 3); 0,5% (kelompok 4 dan 5). Seperti
yang diungkapkan Tabilo (2005) dalam jurnal The Influence of Chitosan on Textural
Properties of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi bahwa dalam proses pembuatan
surimi, penambahan berbagai komponen seperti sukrosa, garam dan polifosfat diperlukan
untuk memodifikasi tekstur dan sifat mobilitas air. Kemudian langkah selanjutnya yaitu
semuanya dimasukkan dalam wadah dan difreezer selama 1 malam. Kemudian surimi
dithawing, diukur hardness, WHC, dan kualitas sensorinya yang meliputi kekenyalan serta
aroma. Pembentukan gel adalah salah satu sifat fungsional dari surimi. Pembentukan gel
dapat terjadi karena pemanasan, pemanasan serta penggaraman dapat membuat lipatan
protein dalam ikan menjadi terbuka dan permukaan reaktif molekul protein yang berdekatan
bereaksi dan membentuk ikatan intermolekular. Sifat fungsional dari surimi yang selanjutnya
adalah daya ikat air (WHC). Interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik dari gugus
samping protein yang terjadi akan membuat air menjadi terikat oleh protein (Nurkhoeriyati et
al., 2008).
Dalam langkah pembuatan surimi yang telah disebutkan diatas, terdapat proses pembekuan.
Pembekuan atau penyimpanan beku bisa memberikan efek negative bagi sifat pembentukan
8
gel maupun WHC dan kelarutan proteinnya. Akibatnya akan terjadi hilangnya fungsi – fungsi
protein di dalam surimi. Hilangnya fungsi protein ini pun dapat disebabkan oleh denaturasi
protein yang terjadi. Untuk menghindari proses denaturasi, ditambahkan bahan – bahan
tambahan seperti garam, gula (sukrosa) serta krioprotektan yang dalam praktikum ini adalah
polifosfat. Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh Okada (1992) dalam jurnal A
Review on the Loss of the Functional of Proteins During Frozen Storage and the Improvemtn
of Gel-Forming Properties of Surimi bahwa fosfat biasanya ditambahkan ke surimi dalam
kombinasi dengan krioprotektan untuk mengurangi viskositas, meningkatkan retensi
kelembaban dan kemampuan protein untuk menyerap cairan kembali ketika surimi tersebut
thawing. Produk surimi dapat disimpan dalam suhu beku untuk waktu yang lama.
Krioprotektan berfungsi sebagai penghambat denaturasi protein selama masa pembekuan ini.
Krioprotektan juga dapat meningkatkan kemampuan dari air sebagai energi pengikat (Zhou et
al., 2006). Beberapa contoh dari krioprotektan adalah sorbitol, sukrosa, dan juga polifostfat.
Sukrosa merupakan salah satu dari krioprotektan. Sukrosa dapat mempertahankan sifat
fungsional dari surimi. Sukrosa akan memberikan perlindungan (termal) ketika pembekuan.
Selain itu juga dilakukan penambahan garam dan polifosfat.
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan pada parameter WHC, nilai WHC tiap
kelompok berbeda – beda. Nilai WHC tertinggi adalah kelompok C3 yaitu sebesar 311814,35
mg H2O dengan menggunakan perlakuan penambahan dengan sukrosa 5% dan garam 2,5%
serta polifosfat 0,3%. Sedangkan, nilai WHC terkecil adalah pada kelompok C5 yaitu sebesar
254345,99 mg H2O. Menurut Fennema (1985), gula mempunyai grup polihidroksi yang dapat
bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan tegangan
permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari protein, dan stabilitas protein tetap
terjaga. Penggunaan sukrosa dalam pembuatan produk surimi bertujuan sebagai pelindung
protein, dimana dapat mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan. Berdasarkan
teori tersebut, dapat dikatakan bahwa gula memiliki kemampuan untuk mengikat air sehingga
seharusnya semakin banyak penambahan gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga
akan semakin tinggi. Akan tetapi, dalam percobaan ini tidak sesuai dengan teori tersebut
dimana terdapat kelompok C5 memiliki WHC terendah sedangkan pada kelompok C4
memiliki WHC tertinggi pada saat penambahan sukrosa yang konsentrasinya sama yaitu
sebanyak 5% dari berat sampel. Perbedaan WHC tersebut dapat dipengaruhi dari kualitas
ikan yang digunakan. Phatcharat et al (2006) mengatakan bahwa kesegaran ikan dan
pencucian dengan air dingin merupakan faktor yang dianggap paling penting untuk
9
menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara
ikan yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk
surimi.Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih
rendah, sehingga kemampuan untuk mengikat air atau WHC pun rendah. Selain itu, selama
proses pembuatan surimi pun terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi, yaitu suhu
air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama
pencucian tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi
kekuatan gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air
yang bersuhu 100C-150C (Andini, 2006). Menurut Kim et al (2005) dalam jurnal Rheological
Characteristics and Microstructure of Common Crap (Cyprinus carpio) Surimi and
Kamaboko Gel bahwa kekuatan gel bukanlah sifat tekstur gel, namun karena dipengaruhi
oleh kuantitas dan kualitas protein dalam gel.
Kekenyalan dari produk surimi pada kelompok C1 memiliki kekenyalan tertinggi sedangkan
kekenyalan terendah yaitu pada kelompok C2 dan C5. Seharusnya, surimi yang dihasilkan
memiliki elastisitas yang seragam karena kandungan garam yang sama. Ketidaksesuaian hasil
kekenyalan surimi dapat dijelaskan oleh beberapa teori berikut. Menurut Tanaka (2001),
surimi biasanya memiliki tekstur yang elastis dan kenyal, hal tersebut dikarenakan surimi
mengandung konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi. Bourtooma et al (2009)
menambahkan bahwa tahap pencucian akan mempengaruhi kandungan gizi dari surimi yang
akan dihasilkan nantinya. Salah satu kandungan yang akan sebagian terlarut pada air
pencucian adalah protein miofibril yang mempengaruhi tekstur dari surimi yang dihasilkan.
Suhu air pencuci yang lebih tinggi dari 150C akan lebih banyak melarutkan protein larut air.
Menurut Nopianti et al (2012), pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
elastisitas pada surimi. Tingkat keasaman atau pH ikan yang paling ideal untuk pembuatan
surimi adalah 6,5 hingga 7 (pH netral). Apabila ikan yang digunakan dalam pembuatan
surimi memiliki elastisitas yang rendah maka biasanya elastisitas surimi akan ditingkatkan
dengan cara menambahkan daging ikan jenis yang lain, diberikan penambahan gula, pati,
atau protein nabati. Selain itu, pada kelompok C1 serta C5 menghasilkan aroma yang sangat
amis, pada kelompok C4 dihasilkan aroma amis sedangkan pada kelompok C2 dan C3 surimi
yang dihasilkan beraroma tidak amis. Hasil ini kurang sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Peranginangin et al. (1999) yang mengatakan bahwa surimi adalah daging lumat yang
dibersihkan dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar komponen bau, darah,
pigmen dan lemak hilang.
4. KESIMPULAN
Surimi adalah daging ikan yang dicincang dan dicuci dengan air, kemudian dicampur
dengan gula serta aditif lain seperti sorbitol, polifosfat, dan krioprotektan, lalu
dibekukan.
Surimi memiliki sifat – sifat fungsional yang penting, yaitu adalah sifat pembentukan gel
serta sifat daya pengikat air yang tinggi atau yang sering disebut dengan Water Holding
Capacity.
Penambahan garam berfungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat
penting untuk pembentukan gel yang kuat.
Gula memiliki kemampuan untuk mengikat air, dimana semakin banyak penambahan
gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin tinggi.
Polifosfat berfungsi dalam memperbaiki daya ikat air (WHC) pada produk olahan surimi
yang akan membuat daya ikat air semakin besar.
Semakin banyak polifosfat yang ditambah, maka akan terbentuk aroma amis, tidak
terlalu keras, namun menjadi semakin kenyal.
Semarang, 17 Oktober 2015 Asisten Dosen:
- Yusdhika Bayu S.
Desy Puspita Sari13.70.0181
10
5. DAFTAR PUSTAKA
Azam. M. (2010). Ilmu Pengetahuan Alam Kelas 2. Bandung: Platinum
B.Y. Kim. J. W. Park, W. B. Yoon, Rheology and texture properties of surimi gels, in Surimi and Surimi Seadood, ed. By J. W. Park (Marcel Dekker, New York, 1992), pp, 123-163
Bourtooma, T., Chinnan, M.S., Jantawat P., Sanguandeekul R. (2009). Recovery and Characterization of Proteins Precipitated from Surimi Wash-Water.
Chairita, L. Hardjito, J. Santoso, dan Santoso. (2009). Karakteristik Bakso Ikan dari Campuran Surimi Ikan Layang (Decapterus spp.) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) pada Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol XII Nomor 1Tahun 2009.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Lou X.; C. Wang; Y.L. Xiong; B. Wang; and S.D. Mims. (2000). Gelation Characteristics of Paddlefish (Polyodon spathula) Surimi Under Different Heating Conditions. Journal Of Food Science – Vol. 65, No. 3.
MacDonald GA, Lanier TC, Swaisgood HE, Hamman DD (1997) Mechanism for stabilization of fish actomyosin by sodium lactate. J Agric Food Chem 44:106–112
Ng, X. Y. Dan N. Huda. (2011). Thermal Gelation Properties and Quality Characteristics of Duck Surimi-like Material (Duckrimi) as Affected by The Selected Washing Processes. International Food Research Journal 18:731-740 (2011).
Nopianti, R., Huda, N., Fazilah, A., Ismail, N., & Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3) : 1011-1021.
Nurkhoeriyati, T., N. Huda, dan R. Ahmad. (2008). Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. Pusat Pengajian Teknologi Industri. Universitas Sains Malaysia. Pulau Pinang: Malaysia.
Okada, M., 1992. History of Surimi Technology in Japan. In: Surimi Technology, Tyre, C. L. And M. L. Chong (Eds.). Marcel Dekker, Inc., New York, ISBN: 0-8247-8470-7, PP:3-21
Ozogul, Yesim, Fatih Ozogul, and A.Ilkan Olgunoglu. (2005). Fatty Acid Profile and Mineral Content of The Wild Snail (Helix pomatia) from The Region of The South of The Turkey. Europe Food Research Technology 221: 547-549
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
11
12
Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2006). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.
Tabilo-Munizaga G, Barbosa-Canovas GV (2005) Pressurized and heattreated surimi gels as affected by potato starch and egg white: microstructure and water-holding capacity. Food Sci Technol-Leb 38: 47-57.
Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology. Jepang.
Venugopal V (2006) Mince and Mince-Based Products. In V. Venugopal (Ed.), Seafood Processing, Adding Value Through Quick Freezing, Retortable Packaging, and Cook-Chilling (pp.215-258). Boca Raton, FL: Tayler & Francis.
Zhou, A., Benjakul, S., Pan, K., Gong, J. and Liu, X. (2006). Cryoprotective effects of trehalose and sodium lactate tilapia (Sarotherodon ntlotica) surimi during frozen storage. Journal of Food Chemistry, 96, 96-103.
6. LAMPIRAN6.1. Perhitungan
Rumus:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
Kelompok C1
Luas atas=13
∙37 ( 82+4 ∙ 181+2∙ 201+4 ∙194+143 )=35350,11
Luas bawah=13
∙ 37 (82+4 ∙37+2∙30+4 ∙ 44+143 )=7508,97
Luas area basah=35350,11−7508,97=27841,14
mg H 2O=27841,14−8,00,0948
=293598,53
Kelompok C2
Luas atas=13
∙ 45 (119+4 ∙ 200+2∙208+4 ∙201+95 )=33510
Luas bawah=13
∙ 45 (119+4 ∙33+2 ∙ 26+4 ∙37+95 )=8190
Luas area basah=33510−8190=25320
mg H 2O=25320−8,00,0948
=267004,22
Kelompok C3
Luas atas=13
∙ 48 (122+4 ∙ 218+2 ∙230+4 ∙207+120 )=38432
Luas bawah=13
∙ 48 (122+4 ∙ 34+2 ∙20+4 ∙34+120 )=8864
13
14
Luas area basah=38432−8864=29568
mg H 2O=29568−8,00,0948
=311814,35
Kelompok C4
Luas atas=13
∙ 46 (90+4 ∙184+2 ∙201+4 ∙ 190+120 )=32315,64
Luas bawah=13
∙ 46 (90+4 ∙19+2 ∙ 8+4 ∙23+120 )=6040,02
Luas area basah=32315,64−6040,02=26275,62
mg H 2O=26275,62−8,00,0948
=277084,60
Kelompok C5
Luas atas=13
∙ 45 (120+4 ∙ 198+2 ∙ 222+4 ∙217+112 )=35040
Luas bawah=13
∙ 45 (120+4 ∙ 50+2 ∙ 44+4 ∙52+112 )=10920
Luas area basah=35040−10920=24120
mg H 2O=24120,00−8,00,0948
=254345,99
15
6.2. Laporan Sementara
16
6.3. Diagram Alir
17
6.4. Abstrak Jurnal