59
Bab I 1.1 Latarbelakang Irian jaya atau sekarang disebut dengan Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2 daerah kekuasaan, yaitu belahan timur yang merupakan daerah kekuasaan pemerintahan Papua Nugini sedangkan daerah seluas 260.000 kilometer persegi yang berada di belahan barat, yaitu Papua termasuk daerah wilayah pemerintahan Republik Indonesia. Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku yang beraneka ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di Papua. Populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual. Mendengar suku Asmat, mungkin sekilas terpikir di benak kita mengenai pengayauan kepala orang dan

Suku Asmat Edit Lengkap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Suku Asmat Edit Lengkap

Bab I

1.1 Latarbelakang

Irian jaya atau sekarang disebut dengan Papua adalah pulau terbesar kedua di

dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2 daerah kekuasaan, yaitu

belahan timur yang merupakan daerah kekuasaan pemerintahan Papua Nugini

sedangkan daerah seluas 260.000 kilometer persegi yang berada di belahan

barat, yaitu Papua termasuk daerah wilayah pemerintahan Republik Indonesia.

Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku yang beraneka

ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di Papua. Populasi suku

asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang

tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain

dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual.

Mendengar suku Asmat, mungkin sekilas terpikir di benak kita mengenai

pengayauan kepala orang dan kanibalisme. Hal tersebut sempat mewarnai

kehidupan sehari-hari orang Asmat. Kehidupan suku Asmat pada jaman dahulu

banyak dipenuhi dengan peperangan antar clan atau antar desa. Pada umumnya,

pangkal persengketaan adalah antara lain adanya perzinahan, pelanggaran batas

daerah sagu, pencurian ulat sagu, ataupun hanya sekedar mencari gara-gara

karena terjadinya salah paham atau tersinggung.

Konflik antara dua orang biasanya meningkat menjadi konflik antar keluarga,

kemudian antar clan, hingga akhirnya melibatkan seluruh kampung. Konflik

semacam inilah yang mengakibatkan masyarakat Asmat terbagi ke dalam

beberapa clan dan menyusutnya penduduk desa di daerah Asmat. Sebagai

kelanjutan dari peperangan tersebut adalah terjadinya kayau-mengayau serta

kanibalisme.

Page 2: Suku Asmat Edit Lengkap

Di dalam masyarakat Asmat pada jaman dahulu, banyak ritual, kesenian, serta

aspek-aspek mengenai kebudayaan yang menarik untuk dijelaskan.

Perkembangan suku Asmat dahulu hingga sekarang pun telah banyak berubah.

Kini pengayauan kepala orang serta kanibalisme sudah merupakan bagian

legenda dan sejarah dari suku Asmat. Hal tersebut disebabkan adanya campur

tangan pemerintah dan misi-misi penyebaran agama yang dilakukan oleh para

misionaris. Kontak dari dunia luar pun sedikit banyak mempengaruhi

perubahan-perubahan yang terjadi di suku Asmat sendiri. Mereka pun mulai

mengenal kebudayaan lingkungan luar yang dianggap lebih maju.

Saat ini, banyak kebudayaan hasil dari tangan-tangan orang Asmat yang patut

membanggakan bagi bangsa ini. Semua hasil kebudayaan itu merupakan bagian

dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa ini. Oleh karena itu, saya

merasa tertarik untuk memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan suku Asmat

tersebut melalui karangan etnografi ini, yang dimana lebih menekankan pada

segi kebudayaanya pada jaman dahulu.

Karangan etnografi ini membahas mengenai lokasi, lingkungan alam, dan

demografi, asal mula/ sejarah suku Asmat, bahasa, sistem Teknologi, sistem

Mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi, dan

kesenian yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat Asmat.

Page 3: Suku Asmat Edit Lengkap

1.2 Tujuan

Tujuan saya dalam menyusun karangan etnografi mengenai suku Asmat ini

adalah sebagai berikut :

A. Untuk mengetahui keberadaan suku Asmat di Papua dari jaman dahulu

hingga sekarang.

B. Untuk mendapatkan informasi mengenai suku Asmat berdasarkan 7 unsur

kebudayaan universal.

C. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai aktivitas budaya

yang dilakukan suku Asmat.

D. Memenuhi nilai final test mata kuliah Social Anthropology.

Bab II

Etnografi Suku Asmat

2.1 Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi

2.1.1 Lokasi

Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan daerah tersebut

masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal di pesisir barat daya

Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal di wilayah administratif

Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas 4 kecamatan, yaitu Sarwa-

Erma, Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini Asmat telah masuk ke dalam

kabupaten baru, yaitu kabupaten Asmat).

Page 4: Suku Asmat Edit Lengkap

2.1.2 Batas-batas geografis

Batas-batas geografi daerah tempat dimana suku Asmat dahulu tinggal adalah

sebagai berikut :

Sebelah utara dibatasi pegunungan dengan puncak-puncak bersalju abadi,

sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah timur berbatasan

dengan Sungai Asewetsy, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Pomats.

Pertemuan Sungai Pomats, Undir (Lorentz), dan Asewetsy,bersama-sama

kemudian menjadi satu dan mengalir ke dalam teluk Flamingo. Di daerah hilir

Sungai Asewetsy terletak Agats, tempat kecamatan Agats, salahs atu dari empat

kecamatan yang membentang di wilayah Asmat.

Batasan-batasan alamiah inilah yang melindungi orang-orang Asmat dari

serangan luar. Pada masa Perang Dunia II, daerah tersebut merupakan semacam

daerah yang tak bertuan di antara wilayah kekuasaan tentara Jepang di sebelah

barat dan tentara Australia di sebelah timur.

2.1.3 Kondisi lingkungan alam

Suku Asmat mendiami daerah dataran rendah yang berawa-rawa dan berlumpur,

serta ditutupi dengan hutan tropis. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini

tidak terhitung banyaknya, dan rata-rata berwarna gelap karena tertutup dengan

lumpur. Daerah tersebut landai yang dimana dialiri oleh tidak kurang dari 10

sungai besar dan ratusan anak sungai. Sungai-sungai besar itu dapat dilayari

kapal dengan bobot 1.000-2.000 ton samapi sejauh 50 kilometer ke hulu. Sejauh

20 kilometer ke hulu, air sungai-sungai itu masih terasa payau. Lingkungan

alam di sekitarnya masih terpencil dan penuh dengan rawa-rawa berlumpur

yang ditumbuhi pohon bakau, nipah, sagu, dan tumbuhan rawa lainnya.

Perbedaan pasang dan surut mencapai 4-5 meter sehingga dapat dimanfaatkan

untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. Pada pasang surut, orang

Page 5: Suku Asmat Edit Lengkap

berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu ketika pasang sedang

naik.

Keadaan alam seperti itu disebabkan antara lain adalah karena curah hujan yang

turun sebanyak 200 hari setiap tahunnya. Selain itu, perembesan air laut ke

pedalaman menyebabkan tanahnya tidak dapat ditanami dengan jenis-jenis

tanaman seperti pohon kelapa, bambu, pohon buah-buahan, dan jenis tanaman

kebun seperti sayur-mayur, tomat, mentimun, dan sebagainya. Walaupun

tanaman seperti itu ada, namun jumlahnya pun sedikit/ terbatas.

Namun demikian, daerah rawa-rawa berair payau dengan suhu udara minimal

21 derajat Celcius dan maksimal 32 derajat Celcius ini sangat kaya akan aneka

jenis tanaman palem, hutan-hutan bakau, pohon-pohon sejenis kayu balsal,

umbi-umbian, tanaman rambat, dan rotan.

Batu sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa ini. Alat-alat batu

yang ditemukan hanya berupa kapak, dan ini pun bukan buatan penduduk

setempat melainkan didapatkan melalui perdagangan barter dengan penduduk

yang tinggal di daerah dataran tinggi. Orang-orang Asmat juga tidak mengenal

besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah liat pada daerah ini sehingga tidak

mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa

memasak makanannya di atas api terbuka.

2.1.4 Data demografi

Jumlah penduduk di daeah Asmat tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan

pada tahun 2000 ada kurang lebih 70.000 jiwa, 9.000 di antaranya bermukim di

Kecamatan Pirimapun. Pertambahan penduduk sangat pesat, berkisar antara 28

samapi 84 jiwa setiap 1.000 orang.

Page 6: Suku Asmat Edit Lengkap

Secara keseluruhan, angka kelahiran di pedalaman adalah 13 persen, di pesisir 9

persen. Angka kematian pun cukup tinggi, yaitu berksiar antara 21 sampai 45

jiwa tiap 1.000 orang. Pada jaman dahulu, rata-rata dua setengah persen

kematian orang Asmat disebabkan oleh peperangan antar clan atau antar desa.

Seiring berkembangnya jaman, saat ini penyebab kematian anak-anak dan bayi ,

terutama pada bulan-bulan pertama banyak disebabkan oleh pneumonia, diare,

malaria, dan penyakit campak. Tragisnya pada kasus-kasus tertentu, si ibu

berperan dalam mempercepat proses kematian karena kurangnya pengetahuan.

Sebagai contoh seorang anak yang menderita diare, tidak diberi minum

sehingga mengalami dehidrasi yang menyebabakan kematian pada akhirnya.

Perkampungan orang Asmat yang jumlahnya tidak kurang dari 120 buah

tersebar dengan jarak yang saling berjauhan. Kampung mereka didirikan dengan

pola memanjang di tepi-tepi sungai dan dibangun sedemikian rupa sehingga

mudah mengamati musuh. Sedikitnya ada 3 kategori kampung bila dilihat dari

jumlah warganya. Kampung besar, yang umumnya terletak di bagian tengah,

dihuni oleh sekitar 500-1000 jiwa. Kampung di daerah pantai, rata-rata dihuni

oleh sekitar 100-500 jiwa. Kampung di bagian hulu sungai, jumlah warganya

lebih kecil , berpenduduk sekitar 50-90 jiwa.

2.1.5 Ciri-ciri fisik

Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang berdiam di

pegunungan tengah atau di nagian pantai lainnya. Tinggi badan kaum laki-laki

antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan tingginya antara

1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh lainnya adalah bentuk kepala

yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis, hidung mancung, dan kulit hitam.

Orang Asmat pada umumnya tidak banyak menggunakan kaki untuk berjalan

jauh, oleh karena itu betis mereka terlihat menjadi kecil. Namun, setiap saat

Page 7: Suku Asmat Edit Lengkap

mereka mendayung dengan posisi berdiri sehingga otot-otot tangan dan dadanya

tampak terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan kelihatan kurus karena

banyaknya perkerjaan yang harus mereka lakukan.

2.2 Sejarah / Asal Mula Suku Asmat

2.2.1 Sejarah proses penemuan daerah Asmat

Nama Asmat sudah dikenal dunia sejak tahun 1904. Tercatat pada tahun 1770

sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk di daerah

Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-

laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah,

hitam, dan putih. Mereka ini menyerang dan berhasil melukai serta membunuh

beberapa anak buah James Cook. Berabad-abad kemudian pada tepatnya

tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir

barat daya Irian jaya. Terulang peristiwa yang dialami oleh James Cook dan

anak buahnya pada saat dahulu. Mereka didatangi oleh ratusan pendayung

perahu lesung panjang berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadi

kontak berdarah. Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara

kedua pihak. Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan

pertukaran barang.

Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya di daerah

Asmat. Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian dikenal

dengan daerah Asmat itu. Ekspedisi-ekspedisi yang pernah dilakukan di daerah

ini antara lain ekspedisi yang dilakukan oleh seseorang berkebangsaan Belanda

bernama Hendrik A. Lorentz pada tahun 1907 hingga 1909. Kemudian

ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R Wollaston pada tahun 1912 sampai 1913.

Suku Asmat yang seminomad itu mengembara sampai jauh keluar daerahnya

dan menimbulkan peperangan dengan penduduk daerah yang didatanginya.

Page 8: Suku Asmat Edit Lengkap

Untuk mengatasi kekacauan yang sering terjadi tersebut, Pemerintah Belanda

pada waktu itu, melancarkan usaha-usaha dalam rangka mengurangi peperangan

dan memulihkan ketertiban. Pada tahun 1938, didirikan suatu pos pemerintahan

yang berlokasi di Agats. Namun terpaksa ditinggalkan ketika pecah perang

dengan Jepang pada tahun 1942. Selama perang itu berlangsung, hubungan

denga orang-orang Asmat tidak terjalin. Hubungan tetap dengan masyarakat

Asmat terjalin kembali dengan didirikannya suatu pos polisi pada tahun 1953.

Mei 1963, daerah Irian Jaya resmi masuk menjadi wilayah kekuasaan Republik

Indonesia. Sejak saat itu pula, Pemerintah Indonesia melaksanakan usaha-usaha

pembangunan di Irian Jaya termasuk daerah Asmat. Suku Asmat yang tersebar

di pedalaman hutan-hutan dikumpulkan dan ditempatkan di perkampungan-

perkampungan yang mudah dijangkau. Biasanya kampung-kampung tersebut

didirikan di dekat pantai atau sepanjang tepi sungai. Dengan demikian

hubungan langsung dengan Suku Asmat dapat berlangsung dengan baik.

Dewasa ini, sekolah-sekolah, PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan

rumah-rumah ibadah telah banyak juga didirikan peemrintah dalam rangka

menunjang pembangunan daerah dan masayarakat Asmat.

2.2.2 Asal orang Asmat tercipta

Dari bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Pastor Zegwaard, seorang misionaris

Katolik berbangsa Belanda, orang-orang Asmat mempercayai bahwa mereka

berasal dari Fumeripits (Sang Pencipta). Konon, Fumeripits terdampar di pantai

dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Namun nyawanya diselamatkan

oleh sekolompok burung sehingga ia kembali pulih. Kemudian ia hidup

sendirian di sebeuah daerah yang baru. Karena kesepian, ia membangun sebuah

rumah panjang yang diisi dengan patung-patung dari kayu hasil ukirannya

sendiri. Namun ia masih merasa kesepian, kemudian ia membuat sebuah tifa

yang ditabuhnya setiap hari.

Page 9: Suku Asmat Edit Lengkap

Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang sudah dibuatnya tersebut

mengikuti irama tifa yang dimainkan. Sungguh ajaib, patung-patung itu pun

kemudian berubah menjadi wujud manusia yang hidup. Mereka menari-nari

mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaku agak terbuka dan kedua lutut

bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.

Semenjak itu, Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang

disinggahinya, ia membangun rumah panjang dan menciptakan manusia-

manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat seperti saat ini.

2.3 Bahasa

Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok bahasa yang

oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the Southern Division,

bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini pernah dipelajari dan

digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi filum bahasa-bahasa Irian

(Papua) Non-Melanesia.

2.3.1 Penyebaran bahasa2. Setan yang tidak membahayakan hidupIlmu sihir

hitam juga banyak dipraktikan di wilayah masyarakat Asmat, terutama oleh

kaum wanita. Seseorang yang mempunyai kekuatan ini dapat menyakiti atau

membunuh manusia. Ilmu ini biasanya diturunkan oleh seorang ibu kepada anak

perempuannya untuk senjata perlindungan diri.

Bahasa-bahasa tersebut dibedakan pula antara orang Asmat pantai atau hilir

sungai dan Asmat hulu sungai. Lebih khusus lagi, oleh para ahli bahasa dibagi

menjadi bahasa Asmat hilir sungai dibagi menjadi sub kelompok Pantai Barat

Laut atau pantai Flamingo, seperti misalnya bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan

Page 10: Suku Asmat Edit Lengkap

Becembub dan sub kelompok Pantai Baratdaya atau Kasuarina, seperti misalnya

bahasa Batia dan Sapan.Sedangkan Asmat hulu sungai dibagi menjadi sub

kelompok Keenok dan Kaimok.

2.3.2 Kosakata umum

Berikut ini adalah beberapa kosakata yang digunakan oleh orang Asmat :

Kata benda

1. Gurita = mutir

2. Kaki = kamter

3. Jangkrik = oset

4. Tang = jokmen

5. burung = Warat

6. Katak = eco

7. Tombak = ocen

8. Pisang = usawic

9. Laut = jicemup

10. Suami = mo

b) Kata sifat

1. Besar = awut nucur

2. lebar = par

3. Panjang = Juruw

4. Basah = moco

5. Tua = akmat

6. Lembut = jico

7. Lama (waktu) = tari

8. Keras = fek

9. Kurus = foco cakamkaj

Page 11: Suku Asmat Edit Lengkap

10. Sangat baik = akat cowak

c) Kata kerja

1. Memanjat (pohon) = ap temet

2. Berpikir = minaf

3. Menangis = moc

4. Meninggal = namir

5. Mencari = nimir

6. Tersesat (hutan) = nimus

7. Menari = niomitum

8. Berkelahi = owen

9. Menikah = ower

10. menyelam = niompuw

2.3.3 Istilah khusus

Orang-orang Asmat juga memiliki beberapa istilah khusus yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa istilah khusus yang

ada di wilayah Asmat :

1. Aipmu ep = rumah bujang yang terbagi atas dua bagian utama yang

menghadap ke udik

2. Aipmu sene = rumah bujang yang terbagi atas dua bagian utama

yang menghadap ke hilir

3. Aipmu = bagian utama yang ada di tiap rumah bujang dan

memiliki seorang kepala

4. Asmat-ow = manusia sejati

5. Bis = patung leluhur

6. Bivak = rumah di hutan yang berfungsi sebagai tempat tinggal

sementara

7. Cemen = bagian terpenting pada patung bis

Page 12: Suku Asmat Edit Lengkap

8. Cicemen = ukiran pada ujung perahu lesung panjang

melambangkan anggota

keluarga yang telah meninggal

9. Fumiripits = Sang pencipta

10.Iguana = sejenis kapal

11.Je = rumah panjang yang berfungsi sebagai rumah bujang

12.Je-ti = rumah bujang utama

13.Mbeter = membawa lari

14.Papis = saling tukar menukar istri

15.Persem = perkawinan yang terjadi akibat adanya hubungan rahasia

antara seorang pemuda dan pemudi yang kemudian diakui sah oleh

kedua orang tua masing-masing

16.Pomerem = emas kawin

17.Ti = kayu kuning

18.Tinis = perkawinan yang direncanakan

19.Wow-ipits = pemahat Asmat

20.Yerak = sejenis kayu

21.

Page 13: Suku Asmat Edit Lengkap

2.4 Sistem Teknologi

Teknologi yang telah dimiliki dan ditemukan oleh suku Asmat adalah sebagai

berikut:

2.4.1 Alat-alat produktif

Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan

hidupnya. Mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri

yang terbuat dari anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk

menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan

melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama.

Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang

sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala

ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.

Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat

tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat

sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan

oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat

berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui

pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya

nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat

sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti

dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.

Page 14: Suku Asmat Edit Lengkap

2.4.2 Senjata

Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan

panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan

kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang

lunak dan ringan.

Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau

kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat

dari paruh burung atau kuku burung kasuari.

2.4.3 Makanan

Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah

liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh

karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka.

Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :

a) Makanan pokok (sagu)

Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakat

Asmat. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harus

ditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya ditumbuk hingga hancur.

Kemudian, isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang

terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolah

menjadi adonan yang beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian

dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat supaya mudah dibawa dan

disimpan sampai diperlukan.

Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan pohon hingga terbentuknya

adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga

terbenam.

Page 15: Suku Asmat Edit Lengkap

b) Makanan tambahan

Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yang

didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat sagu yang

merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai

tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir delata-delta

yang sering tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini

dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun

yang ditemukan di hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis

daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan makanan

pedamping sagu.

Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk mengambil dagingnya

yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan

dijadikan makanan tambahan.

c) Makanan lainnya

Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap

harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke

kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di

kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh

penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala

musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan

daun sagu untuk kemudian dipanggang.

2.4.4 Perhiasan

Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan

sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat

berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan,

Page 16: Suku Asmat Edit Lengkap

mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya

titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada burung.

Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau

kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua

hitam bila sedang marah.

Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang

perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-

kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.

Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk

dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing

tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh

karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering

dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.

2.4.5 Tempat berlindung dan perumahan

Menurut tradisi orang Asmat, dalam sebuah kampung terdapat 2 macam

bangunan, yaitu rumah bujang dan rumah keluarga. Rumah bujang (je)

ditempati oleh pemuda-pemuda yang belum menikah dan tidak boleh dimasuki

oleh kaum wanita dan anak-anak. Rumah yang terdiri dari satu ruangan ini

dibangun di atas tiang-tiang kayu dengan panjang 30-60 meter dan lebar sekitar

10 meter. Rumah ini biasa digunakan untuk merencanakan suatu pesta, perang,

dan perdamaian. Pada waktu senggang, rumah ini digunakan untuk

menceritakan dongeng-dongeng suci para leluhur. Setiap clan memiliki rumah

bujang sendiri.

Page 17: Suku Asmat Edit Lengkap

Sedangkan rumah keluarga, biasanya didiami oleh satu keluarga inti yang terdiri

dari seorang ayah, seorang atau beberpa istri, dan anak-anaknya. Setiap istri

memiliki dapur, pintu, dan tangga sendiri. Lima tahun sekali, rumah-rumah

tersebut diperbaharui oleh kaum pria. Perumahan yang dibangun menyerupai

rumah panggung, kira-kira satu setengah meter dari atas tanah. Atap rumah

terbuat dari anyaman daun sagu, gaba-gaba sagu membentuk dinding rumah,

dan lantai tertutupi tikar yang terbuat dari daun sagu juga.

Kemudian, di hutan orang Asmat biasa mendirikan semacam rumah besar,

bernama bivak. Bivak merupakan tempat tinggal sementara bagi orang Asmat

disaat mereka mencari bahan makanan di hutan.

2.4.6 Alat musik

Alat musik yang biasa digunakan oleh orang Asmat adalah tifa yang terbuat dari

selonjor batang kayu yang dilobangi. Pahatan tifa berbentuk pola leluhur atau

binatang yang dikeramatkan. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal

dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Tifa biasanya diberi nama

sesuai dengan orang yang telah meninggal.

2.4.7 Alat transportasi dan perlengkapannya

Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya.

Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan

dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu tersebut dicoba menuju ke

tempat musuh dengan maksud memanas-manasi musuh dan memancing suasana

musuh agar siap berperang. Selain itu, perahu lesung juga digunakan untuk

keperluan pengangkutan dan pencarian bahan makanan.

Setiap 5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu baru.

Walaupun daerah Asmat kaya akan berbagai jenis kayu, namun pembuatan

Page 18: Suku Asmat Edit Lengkap

perahu mereka memilih jenis kayu khusus yang jumlahnya tidak begitu banyak.

Yang digunakan adalah kayu kuning (ti), ketapang, bitanggur atau sejenis kayu

susu yang disebut yerak.

Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan diruncingkan kedua

ujungnya, batang itu telah siap dibawa ke tempat pembuatan perahu. Untuk

membuat perahu dibutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu. Proses pembuatan

perahu dari bentuk batang hingga selesai diukir dan dicat meliputi beberapa

tahap. Pertama, batang yang masih kasar dan bengkok diluruskan. Setelah

bagian dalam digali, dihaluskan dengan kulit siput, sama halnya dengan bagian

luar. Bagian bawah perahu dibakar supaya perahu menjadi ringan dan laju

jalannya. Bagian muka perahu disebut cicemen, diukir menyerupai burung atau

binatang lainnya perlambang pengayauan kepala. Atau ukiran manusia yang

melambangkan saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian dinamakan

sesuai dengan nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu

mencapai 15-20 meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun

di cat. Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu

perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu harus

diresmikan melalui upacara.

Ada 2macam perahu yang biasa digunakan, yaitu perahu milik keluarga yang

tidak terlalu besar dan memuat 2-5 orang dengan panjang 4-7 meter. Sedangkan

perahu clan biasa memuat antara 20-20 orang dengan panjang 10-20 meter.

Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi. Karena dipakai

sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang ukurannya. Benda ini

wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah tempat tinggal banyak

dikelilingi dengan rawa-rawa.

Page 19: Suku Asmat Edit Lengkap

2.5 Sistem Mata pencaharian

2.5.1 Kehidupan sehari-hari

Mata pencaharian hidup orang Asmat di daerah pantai adalah meramu sagu,

berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan mencari ikan di

sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga terkadang menanam buah-

buahan dan tumbuhan akar-akaran. Kadang mereka juga dengan sengaja

menanamnya di kebun-kebun ekcil yang sederhana berada di tengah-tengah

hutan. Orang Asmat hulu yang tinggal di daerah yang tak ada pohon sagunya

lagi, lebih menggantungkan hidupnya pada kebun-kebunnya

Dahulu, orang Asmat hidup di hutan-hutan, menetap di suatu tempat untuk

beberapa bulan, kemudian pidanh mencari tempat baru bila bahan makanan di

sekitarnya sudah berkurang. Hidup di hutan berarti hidup bebas, maka hal inilah

yang membuat mereka terkadang kembali ke hutan meninggalkan kampun yang

telah disediakan.

Hari Senin mereka biasa berangkat ke hutan dan kembali ke kampung pada hari

Sabtu. Sebagian besar waktu dilewati di hutan dengan mendirikan rumah besar,

yang disebut dengan Bivak.

2.5.2 Kehidupan di perkampungan

Dengan didirikannya perkampungan-perkampungan bagi orang-orang Asmat,

maka kehidupan mereka yang seminomad itu mulai berubah. Biasanya,

kampung yang satu berjauhan dengan kampung yang lain. Hal ini disebabkan

adanya perasaan takut akan diserang musuh yang sudah tertanam di pikiran

orang-orang Asmat. Populasi suatu kampung biasanya terdiri dari 100 hingga

1000 jiwa. Kampung-kampung tersebut terdiri dari beberapa rumah keluarga

dan rumah bujang. Tiap-tiap kampung memiliki daerah sagu dan daerah ikan

Page 20: Suku Asmat Edit Lengkap

yang merupakan sumber makanan bagi seluruh warganya. Oleh karena itu,

berburu dan menangkap ikan merupakan kesibukan pokok masyarakat Asmat.

Dalam masyarakat Asmat, kaum wanita yang bekerja mencari dan

mengumpulkan bahan makan serta mengurus anak-anak. Kebiasaan ini sudah

membudaya dalam kehidupan mereka karena kaum pria dahulunya sering

disibukkan dengan berperang. Pada dasarnya, kegiatan kaum laki-laki terpusat

di dalam rumah bujang yang dimana mereka berkumpul untuk mendengarkan

ritual-ritual yang berhubungan dengan peperangan dahulu serta menceritakan

dongeng para leluhur.

Pagi-pagi sebelum matahari terbit, kaum ibu dan wanita muda berangkat ke laut

mencari ikan. Mereka menjaring ikan di muara sungai dengan jaring yang

terbuat dari anyaman daun sagu. Caranya pun sederhana, dengan melemparkan

jaring itu ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah

mudah karena banyaknya lumpur di daerah itu sehingga memberatkan dalam

penarikan jaring. Selain menangkap ikan, kaum wanita juga mengolah sagu,

mencari umbi-umbian, dll untuk dijadikan bahan makanan.

2.6 Organisasi Sosial

2.6.1 Status dan Peran

Dalam kehidupan orang Asmat, peran kaum laki-laki dan perempuan adalah

berbeda. Kaum laki-laki memiliki tugas menebang pohon dan membelah

batangnya. Pekerjaan selanjutnya, seperti mulai dari menumbuk sampai

mengolah sagu dilakukan oleh kaum perempuan. Secara umumnya, kaum

perempuan yang bertugas melakukan pencarian bahan makanan dan menjaring

ikan di laut atau di sungai. Sedangka kaum laki-laki lebih sibuk dengan

melakukan kegiatan perang antar clan atau antar kampung. Kegiatan kaum laki-

laki juga lebih terpusat di rumah bujang.

Page 21: Suku Asmat Edit Lengkap

2.6.2 Sistem kekerabatan/ keluarga

Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau

kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama-sama dalam rumah panggung

(rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan tsyem.

Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih besar, yaitu

keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah menempati rumah

keluarga istri), atau avunkulokal (keluarga yang dudah menikah menempati

rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu, keluarga-keluarga seperti itu,

biasanya terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2

keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga inti

masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat

Asmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang.

2.63 Lembaga pernikahan

Sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur

pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari

jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, golongan

sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan

ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah

menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa

sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum

kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat, terjadi juga sistem pernikahan

poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah

pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang

telah meninggal dunia berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat

yang bersangkutan.

Pernikahan seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh kedua

orang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan

Page 22: Suku Asmat Edit Lengkap

biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian

jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang laki-laki

melarikan gadis yang disenanginya. Kawin lari ini biasanya berakhir dengan

pertikaian dan pembunuhan.

Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini,

dan di antara perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya adalah

perkawinan yang telah diatur (perse tsyem).

2.6.4 Sistem pemerintahan

a) Pemerintahan secara tradisional (struktur paroh masyarakat)

Di setiap kampung yang didirikan di wilayah masyarakat Asmat, terdapat satu

rumah panjang yang merupakan semacam balai desa dimana para warga

kampung berkumpul membicarakan masalah-masalah yang menyangkut

kepentingan seluruh warga. Rumah panjang ini merupakan cerminan kehidupan

mereka di masa lampau. Rumah panjang dauhulunya berfungsi sebagai rumah

bujang, atau Je dalam bahasa Asmat, dimana kaum pria membicarakan dan

merembukan penyerangan serta pengayauan kepala.

Rumah bujang terdiri 2 bagian utama yang tiap bagian dinamakan aipmu, yang

dimana masing-masingnya dipimpin oleh kepala aipmu. Sedangkan

kepemimpinan Je secara keseluruhan dipimpin oleh kepala Je. Kepala Je adalah

orang yang diakui kekuasaannya berdasarkan kemampuan-kemampuan yang

menonjol. Kedudukan kepala Je, tidak harus diberikan kepada orang yang

paling tua, sehingga mungkin ada kekosongan pimpinan sebelum kepala baru

terpilih.

Seringkali kepala Aipmu adalah kepala perang juga. Dia adalah orang yang

mampu mengatur dan merencanakan strategi-strategi penyerangan secara besar-

besaran dan meliputi satu kampung. Untuk dapat menggerakkan rakyatnya

maka kekerasan merupakan sifat utama dan sifat itulah yang membantu dalam

Page 23: Suku Asmat Edit Lengkap

mempertahankan kekuasaannya. Kepala Aipmu dipilih berdasarkan kepribadian

dan keberhasilannya. Umur juga merupakan faktor penting. Pada umumnya,

orang-orang muda belum mempunyai bobot bila mereka belum berkeluarga dan

membuktikan keberaniannya dalam berperang. Dalam hal-hal tertentu , peranan

pimpinan adat dapat dijalankan orang-orang yang ahli dalam berbagai lapangan.

Misalnya, ahli bidang keagamaan memimpin upacara keagamaan, ahli

menyanyi dan menabuh tifa berperan dalam upacara adat, bahkan ahli kebatinan

adakalanya memimpin suatu upacara. Ada ahli lain yang sering dianggap lebih

terhormat dibandingkan para pemimpin lainnya oleh masyarakat Asmat, yaitu

seniman pahat patung (wow-ipits).

b) Pemerintahan baru (non tradisional)

Berbeda degan pola tradisional, pola kepemimpinan dan kekuasaan saat ini

tidak berada pada satu orang secara pribadi saja. Kepala desa, di dalam

penyelenggaraan ketertiban hukum dibantu oleh beberapa orang pembantu.

Kepala desa dan pembantu-pembantunya juga bertanggungjawab atas

pemeliharaan kebersihan kampung, pemeliharaan jalan-jalan dan juga menjaga

agar warga desa memelihara rumahnya dengan sebaik-baiknya.

Umumnya, jabatan kepala desa ini diserahkan kepada orang muda yang telah

mendapat sedikit pendidikan dari misi agama pada akhir lima puluhan. Di

dalam tuganya, ia dibantu oleh seorang asisten kepala desa yang biasanya

adalah seorang yang sudah berumur dan dihormati oleh warga desa.

Di samping itu, terdapat seorang kepala distrik yang membawahi para ”polisi”

desa yang mengatur hansip setempat. Kepala distrik inilah yang memutuskan

hukuman apabila terjadi pelanggaran yang cukup serius. Tampak adanya suatu

pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Di satu

pihak, terdapat kepala desa beserta pembantu-pembantunya dan di pihak lain

terdapat kepala distrik yang menangani pelangaran-pelanggaran khusus.

Page 24: Suku Asmat Edit Lengkap

2.7 Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh suku Asmat adalah sebagai berikut :

2.7.1 Pengetahuan mengenai alam sekitar

Orang Asmat berdiam di lingkungan alam terpencil dan ganas dengan rawa-

rawa berlumpur yang ditumbuhi pohon bakau, nipah, sagu dan lainnya.

Perbedaan pasang dan surut mencapai 4-5 meter. Pengetahuan itu dimanfaatkan

oleh orang Asmat untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. Pada waktu

pasang surut, orang berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu

ketika pasang sedang naik.

2.7.2 Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal

Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana orang Asmat tinggal. Oleh karena

itu, makanan pokok orang Asmat adalah sagu dengan makanan tambahan

seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga memakan

berbagai jenis binatang seperti, ulat sagu, tikus hutan, kuskus, babi hutan,

burung, telur ayam hutan, dan ikan. Sagu diibaratkan sebagai wanita.

Kehidupan dianggap keluar dari pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar dari

rahim ibu. Selain itu, gigi-gigi anjing yang telah mati biasa digunakan sebagai

perhiasan.

2.7.3 Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda

dalam lingkungannya

Orang-orang Asmat hanya mengenal 3 warna dalm kehidupannya, yaitu warna

merah, putih, dan hitam. Warna merah didapatkan dari campuran tanah merah

dengan air. Untuk warna putih, orang Asmat membakar semacam kerang yang

kemudian ditumbuk dan dicampur dengan air. Sedangkan warna hitam

diperoleh dengan cara mencampurkan arang dengan air. Ketiga warna ini biasa

terlihat pada hasil ukiran dan juga cara berhias yang dilakukan oleh orang-orang

Page 25: Suku Asmat Edit Lengkap

Asmat.

2.7.4 Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar

manusia

Tempat tinggal suku Asmat yang berada di daerah dataran rendah membuat

mereka perlu mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya. Seperti misalnya batu

sangat langka di daerah-daerah lumpur berawa-rawa tempat dimana suku Asmat

tinggal. Oleh karena itu, mereka telah mengatahui kekurangan dan kelebihan

yang dimiliki oleh masyarakat merekas sendiri maupun masyarakat di luar

daerahnya. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, suku Asmat telah mengenal

sistem barter. Mereka telah biasa melakukan barter dengan masyarakat lain

yang tinggal di daerah dataran tinggi untuk mendapatkan alat-alatseperti kapak,

batu, dsb yang memudahkan mereka dalam kehidupannya.

2.7.5 Pengetahuan mengenai ruang dan waktu

Untuk memeperoleh bahan makanan di hutan, orang-orang Asmat pun

berangkat pergi pada hari Senin dan kembali ke kampung pada hari Sabtu.

Selama di hutan, mereka tinggal di rumah sementara yang bernama bivak.

Apabila orang-orang Asmat ingin mengambil air minum, maka air minum

diambil pada saat air surut, sewaktu air sungai tidak terlalu asin. Air tersebut

disimpan dalam tabung bambu yang diperoleh dari hasil penukaran dengan

penduduk desa di lereng-lereng gunung.

Page 26: Suku Asmat Edit Lengkap

2.8 Kesenian

2.8.1 Seni ukir/ pahat

Ragam kesenian suku Asmat yang banyak dilakukan adalah seni pahat/ ukir.

Benda-benda kesenian hasil ukiran Asmat yang menarik adalah perisai-perisai,

tiang-tiang mbis (patung bis/ leluhur), dan tifa.

Aneka warna gaya kesenian Asmat berdasarkan bentuk dan warna dapat

diklasifikasikan ke dalam 4 daerah :

a. Hiasan ukiran simbolis ini juga terdapat di ujung perahu lesung, di bagian

belakang perahu, datung perahu, dinding tifa, ujung tombak, ujung panah,

dll.

b. Gaya Seni Asmat Barat Laut (Northwest Asmat) Perisai pada golongan

ini berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan

biasanya lebih padat dari pada perisai-perisai lainnya. Bagian kepala

terpisah dengan jelas dari bagian lainnya dan berbenruk kepala kura-kura

atau ikan. Kadang-kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepal,

sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, katak, kepala

burung tanduk, ualr, dll.

c. Gaya seni Asmat Timur (Citak)

Kekhususan seni pada golongan ini tampak pada bentuk hiasan perisai

yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi

tinggi orang Asmat yang berdiri tegak. Bagian-bagian atasnya tidak

terpisah secara jelas dari bagian badan perisai dan sering terisi dengan

garis-garis hitam atau merah yang diberi titik-titik putih.

d. Gaya seni Asmat daerah sungai Brazza

Perisai pada golongan ini hampir sama besar dan tinggi dengan perisai

pada golongan Asmat Timur. Bagian kepala juga biasanya terpisah dari

bagian badannya. Walaupun motif sikulengan sering dipakai untuk hiasan

perisai, motif yang biasa digunakan adalah motif geometri, lingkaran,

spiral, siku-siku, dll.

Page 27: Suku Asmat Edit Lengkap

2.8.2 Seni musik

Orang Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam

upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum

digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya. Tifa-tifa ini

biasa diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.

2.8.3 Seni tari

Orang-orang Asmat kerapkali melakukan gerakan-gerakan tarian tertentu

saat upacara sakral berlangsung. Adanya gerakan-gerakan erotis dan

dinamis yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan di depan

rumah bujang (Je) dalam rangka upacara mbis.

2.9 Sistem Religi

2.9.1 Simbol-simbol (lambang) yang dipercayai/ digunakan

a. Simbol manusia dan burung pada perahu

Orang Asmat biasa membuat ukiran di ujung perahu yang digunakannya.

Ukiran tersebut bersimbol manusia dan burung. Ukiran yang berbentuk

manusia itu melambangkan keluarga yang sudah meninggal. Mereka

percaya bahwa almarhum akan senang karena diperhatikan, dan

kemanapun perahu dan penumpangnya pergi akan selalu dilindunginya.

Ukiran burung dan binatang terbang lainnya dianggap melambangkan

orang yang gagah berani dalam pertempuran dan lambang burung juga

digunakan sebagai lambang pengayauan, terutama burung atau binatang

terbang yang berwarna gelap atau hitam.

b. Hiasan

Untuk hiasan kepala, menggunakan simbol burung kasuari atau kuskus.

Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam

Page 28: Suku Asmat Edit Lengkap

bila sedang marah. Hiasan dahi yang terbuat dari kulit kuskus merupakan

lambang dari si pengayau kepala yang perkasa.

c. Pohon

Orang Asmat menyebut dirinya Asmat-ow, yang berarti manusia pohon.

Pohon merupakan benda yang amat luhur dalam pandangan orang Asmat.

Dalam pandangan mereka, pohon adalah manusia dan manusia adalah

pohon. Akar pohon melambangkan kaki manusia, batangnya adalah tubuh

manusia, dahan-dahannya adalah tangan manusia, dan daun-daun adalah

kepala manusia. Semua anggapan itu memiliki alasan yang mendasar.

Keadaan lingkungan alam yang ganas, berawa-rawa dan berlumpur

menyebabkan pohon atau kayu menjadi penting bagi kehidupan orang

Asmat.

d. Sagu

Sagu selain dijadikan bahan makan oleh masyarakat Asmat, sagu juga

memilki arti khusus tersendiri bagi orang Asmat. Sagu diibaratkan

sebagai wanita. Suatu kehidupan dipercaya oleh orang Asmat keluar dari

pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar dari rahim seorang ibu.

2.9.2 Mitos dan dongeng

Dongeng Fumeripits Orang Asmat percaya bahwa mereka berasal dari Sang

Pencipta (Fumeripits). Pada suatu masa, Fumeripits terdampar di pantai dalam

keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Namun nyawanya diselamatkan oleh

sekolompok burung sehingga ia kembali pulih. Kemudian ia hidup sendirian di

sebeuah daerah yang baru. Karena kesepian, ia membangun sebuah rumah

panjang yang diisi dengan patung-patung dari kayu hasil ukirannya sendiri.

Namun ia masih merasa kesepian, kemudian ia membuat sebuah tifa yang

ditabuhnya setiap hari. Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang sudah

dibuatnya tersebut mengikuti irama tifa yang dimainkan. Sungguh ajaib,

Page 29: Suku Asmat Edit Lengkap

patung-patung itu pun kemudian berubah menjadi wujud manusia yang hidup.

Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaku agak

terbuka dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Semenjak itu,

Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang disinggahinya, ia

membangun rumah panjang dan menciptakan manusia-manusia baru yang

kemudian menjadi orang-orang Asmat seperti saat ini. Semua itu ada di dalam

dongeng suci Fumeripits.

b) Mitos pengayauan kepala

Awal mula pengayauan kepala orang dan kanibalisme di wilayah masyarakat

Amat adalah berdasarkan dari mitos yang hidup di dalam masyarakat Asmat

sendiri mengenai kakak beradik Desoipits dan Biwiripits. Desoipits mendesak

adiknya, Biwiripits untuk memenggal kepalanya. Pada mulanya Biwiripits

enggan, tetapi karena terus didesak, ia pun memenggal kepala Desoipits.

Sungguh aneh, kepala Desoipits yang putus itu tetap hidup dan berbicara

menuyuruh adiknya untuk memisahkan bagian-bagian dari tubuhnya, untuk

dibagikan sebagai makanan kepada para pahlawan yang kembali perang. Sejak

saat itu, munculah kebiasaan memakan daging dan memenggal kepala manusia.

Tengkorak manusia pun dihormati dan disimpan, terutama tengkorak orang

yang sanagt dicintai. Tengkorak saudara atau kerabat terdekat selalu digunakan

sebagai bantal kepala ataupun kalung, sedangkan tengkorak musuh dipajang

untuk memperlihatkan kebesaran dan keperkasaan atau juga penolak bala.

2.9.3 Roh-roh dan kekuatan magis

a) Roh setan

Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam

sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh

Page 30: Suku Asmat Edit Lengkap

roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan

setan. Setan ini digolongkan ke dalam 3 kategori :

1. Setan yang membahayakan hidup

Setan yang membahayakn hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai

setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan

perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon

beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).

2. Setan yang tidak membahayakan hidup

Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan

yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka

menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga

mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu

berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow.

b) Kekuatan magis dan Ilmu sihir

Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang

kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal-hal yang pantang

dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal

pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan

pemburuan binatang.

Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang

hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada

juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan

mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.

Page 31: Suku Asmat Edit Lengkap

2.9.4 Ritual/ upacara

a) Ritual Kematian

Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah

meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang

tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena

suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati

pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka

percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian

orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat

Asmat.

Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul mendekati

si sakit sambil menagis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya. Tidak

ada usaha-usaha untuk menogbati atau memberi makan kepada si sakit.

Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si

sakit akan ”membawa” salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di

sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan

pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan

tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk si

sakit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur.

Sementara itu, orang-orang di sekitar rumah kematian telah menutup semua

lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud

menghalang-halangi masuknya roh-roh jahat yang berkeliaran pada saat

menjelang kematian. Orang-orang Asmat menunjukkan kesedihan dengan cara

menagis setiap hari sampai berbulan-bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur

dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan

Page 32: Suku Asmat Edit Lengkap

menikah lagi (meski nantinya juga akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan

wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain.

Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman

bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk.

Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu.

Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih

pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah

meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau

orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang

tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu

lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian

dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan

terakhir roh-roh.

Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur

jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah

laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian sedangkan jenazah wanita

dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki

pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai

atau semak-semak tanpa nisan. Dimanapun jenazah itu dikubur, keluarga tetap

dapat menemukan kuburannya.

c) Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.

Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu

diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan

diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke

pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali

penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus

diperhatikan saat mngerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat

Page 33: Suku Asmat Edit Lengkap

banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya

bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka batang itu

akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.

Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada

kerabatnya. Sebagian kecil akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya

menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu upacara khusus yang dipimpin

oleh seorang tua yang berpengaruh dalam masyarakat. Maksudnya adalah agar

perahu itu nantinya akan berjalan seimbang dan lancar.

Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar

berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk

keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya.

Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua

perahu diresmikan terlebih dahulu. Pra pemilik perahu baru bersama dengan

perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di

kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi-nyanyian dan

penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk

mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri

dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-

anak dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan

suasana. Namun, ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah

meninggal.

Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu

penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu-perahu ini

dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas-manasi mereka dan

memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu

lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.

Page 34: Suku Asmat Edit Lengkap

d) Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan

suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis)

apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini

diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh,

dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota

keluarga dari pihak yang membunuh.

Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan

kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah

panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak

diperbolehkan memasuki rumah tersebut.

Dalam masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri

yang disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat

hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti

peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan

antara wanita dan pria yang diadakan tiap sore. Upacara perang-perangan ini

bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita

berkesempatan untuk memukul pria yang dibencinya atau pernah menyakiti

hatinya.

Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara

bis ini baru dilakukan bila terjadi malapetaka di kampung atau apabila hasil

pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini

disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ke

tempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.

Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal.

Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan paling utama berada di

Page 35: Suku Asmat Edit Lengkap

puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan hiasan-hiasan. Usai

didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun di

rumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan

bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar

roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang.

Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan

diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan

di daerah sagu hingga rusak

d) Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)

Orang –orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah

bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat.

Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya.

Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun

yang bersifat non religius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila

ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upcara tertentu,

wanita dan anak-anak dilarang masuk.

Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru,

yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti

oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan

tifa.

Page 36: Suku Asmat Edit Lengkap

lBab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Banyak hal lain yang dapat kita ketahui setelah menelaah lebih lanjut mengenai

kehidupan orang Asmat yang ada di Indonesia ini. Banyaknya orang asing

melalui bukunya yang telah mengungkapkan bagaimana kehidupan masyarakat

Asmat pada jaman dahulu menandakan bahwa orang Asmat memiliki ciri khas

tertentu. Hal itu dapat dilihat dari adanya keahlian yang dimiliki masyarakat

Asmat (wow-ipits/ pengukir Asmat)dalam hal mengukir dan memahat sehingga

menghasilkan benda-benda seni yang indah dan mengagumkan. Walaupun

hanya menggunakan alat-alat yang sederhana, mereka tetap dapat menghasilkan

karya yang indah.

Di balik kekaguman itu, mungkin tertanam dalam pikiran masyarakat bahwa

suku Asmat adalah suku yang primitif, manusia kanibal yang suka mengayau

kepala orang -orang luar di sekitarnya. Kebiasaan papis dianggap sebagai

kegiatan seksual yang tidak bermoral. Namun semua itu hanyalah sejarah bagi

masyarakat Asmat pada saat ini.

Saat ini masyarakat Asmat lebih terkenal dengan hasil karyanya dalam bidang

seni pahat dan ukir. Semua kebudayaan yang dimiliki oleh orang Asmat

merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia ini

3.2 Saran

Perlu dipikirkan bagaimana melestarikan bakat dan karya-karya yang dimiliki

oleh orang-orang Asmat tersebut sehingga dapat dinikmati oleh generasi

Page 37: Suku Asmat Edit Lengkap

penerusnya. Dengan begitu, hasil karya seni yang indah itu dapat terus terjaga

keberadaannya dan tetap dimiliki oleh bangsa Indonesia ini.

Untuk pembuatan karya etnografi selanjutnya, diharapakan dapat menjelaskan

keadaan demografi secara tepat mengenai masyarakat Asmat saat ini, serta

membahas lebih mendetail mengenai tata cara bahasa yang digunakan oleh

orang-orang Asmat, seperti dialeknya, cara membacanya, dll.

Daftar Pustaka

Boelaars, Jan. Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta: Gramedia, 1986.

Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT Delata Pamungkas, 1997.

Koentjaraningrat, dkk. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Departemen

Sosial,

Dewan Nasional Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, 1990.

Smidt, Dirk. Asmat Art:Woodcarving of Southwest New Guinea. New York:

George

Braziller, 1993.

Sudarman, Dea. Asmat: Menyingkap Budaya Suku Pedalaman Irian Jaya.

Jakarta:

Page 38: Suku Asmat Edit Lengkap

Sinar Harapan, 1984.

Voorhoeve, Clemens Lambertus. The Flamingo Bay Dialect of The Asmat

Language. De

Nederlandsche: S-Gravenhage, 1965.