Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Subkloning Gen EGFRvIII di pPICZα dan Transformasi Plasmid
Rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp ke Pichia pastoris
Emilia Rahmadaniah Utami1, Abinawanto2, Asrul Muhamad Fuad3
1,2. Departemen Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
3. Laboraturium Rekayasa Protein dan Pengembangan Sistem Penyampaian Obat, Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Gen penyandi epidermal growth factor receptor variant III (EGFRvIII) telah berhasil dikonstruksi pada
penelitian sebelumnya sebagai molekul target dalam terapi kanker. Penelitian bertujuan untuk subkloning gen
EGFRvIII ke dalam plasmid ekspresi pPICZα dan transformasi plasmid rekombinan ke dalam sel Pichia patoris
SMD1168H. Fragmen gen EGFRvIII diperoleh melalui amplifikasi dengan teknik PCR. Fusi gen EGFRvIII-bfp
disubklon ke dalam plasmid pPICZα pada situs XhoI untuk memperoleh plasmid pPICZa-EGFRvIII-bfp .
Plasmid rekombinan ditransformasikan ke dalam sel E. coli TOP10 F’ dengan metode kejut panas. Plasmid
rekombinan diseleksi dan dikarakterisasi dengan analisis PCR dan sequencing. Plasmid yang telah dikonfirmasi
susunan basa dan ukurannya ditransformasikan ke dalam sel P. pastoris SMD1168H dengan metode
elektroporasi. Hasil penelitian menunjukkan gen EGFRvIII-bfp (1317 bp) telah berhasil disubklon ke dalam
plasmid pPICZα dan plasmid berhasil ditransformasikan ke dalam P. patoris SMD1168H dengan efisiensi
transformasi sebesar 90 CFU/µg DNA plasmid.
Kata kunci : gen EGFRvIII; Pichia pastoris; subkloning; transformasi
Subcloning gene EGFRvIII in pPICZα And Transformation of Recombinant Plasmid
pPICZα-EGFRvIII-bfp in Pichia pastoris
Abstract
Epidermal growth factor receptor variant III (EGFRvIII) gene has been successfully constructed in previous
studies for the study of protein expression as a molecule target in cancer therapy. The objective of research are to
subclone the EGFRvIII gene into the pPICZα expression plasmid then recombinant plasmid transformation into
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Pichia patoris SMD1168H cells. Fragment EGFRvIII was amplified by PCR. The gene fusion EGFRvIII-bfp
was subcloned into the pPICZα at the XhoI site to obtain the pPICZa-EGFRvIII-bfp plasmid. Recombinant
plasmid was transformed into E. coli TOP10 F' cells by heat shock method. Recombinant plasmids were selected
and characterized by PCR analysis and sequencing. The confirmed plasmid of the base structure and size is
transformed into the P. pastoris SMD1168H cell by an electroporation method for the expression of the
recombinant protein. Results showed that the fusion of the EGFRvIII-bfp (1317 bp) gene was successfully
subcloned into the pPICZα and the recombinant plasmid pPICZα-EGFRvIII-bfp was successfully transformed
into P. patoris SMD1168H with a transformation efficiency of 90 CFU/µg plasmid DNA.
Keywords : EGFRvIII gen;, Pichia pastoris; subcloning; transformation DNA
Pendahuluan
Epidermal growth factor (EGF) adalah salah satu faktor pertumbuhan yang
merupakan protein ligan yang berikatan epidermal growth factor receptor (EGFR) pada
permukaan sel. Efek pengikatan ligan dan reseptor pertumbuhan menyebabkan berbagai
macam respon selular mengaktifkan ekspresi gen seperti proliferasi sel, diferensiasi sel, dan
apoptosis (Pedersen 2001: 745; Saletti dkk. 2015: 21). Sebagai faktor pertumbuhan dan
reseptornya, EGF dan EGFR banyak dikaitkan dalam beberapa kasus kanker. Mekanisme
onkogenik bagaimana EGFR dikaitan pada munculnya beberapa kasus kanker antara lain,
loop autokrin faktor pertumbuhan, kelebihan ekspresi gen EGFR dan mutasi (Pedersen 2001:
745).
Epidermal growth factor reseptor variant III (EGFRvIII) merupakan salah satu jenis
mutan EGFR yang mengalami ekspresi secara berlebihan pada beberapa jenis sel kanker
seperti kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker ovarium (Pedersen dkk. 2001: 745).
Gen EGFRvIII mengalami mutasi delesi pada ekson 2 sampai 7 yang melibatkan nukleotida
275 sampai 1075. Delesi ini membentuk sekuen peptida unik pada bagian ujung-N dan
menciptakan residu glisin pada fusi antara ekson 1 dan 8 (Wikstrand dkk. 1998: 148).
Kasus kematian manusia di dunia karena kanker masih sangat tinggi. Beberapa organ
yang banyak terserang kanker antara lain, paru-paru, hati, perut, usus, dan payudara (Cigna
2012: 1). Keberadaan gen EGFRvIII yang dilaporkan hanya ada pada sel kanker (Gupta dkk.
2010: 2) dan keunikan bagian epitop EGFRvIII dapat digunakan untuk pengembangan
rekayasa protein sebagai molekul target pada penyampaian obat spesifik sel kanker.
Pengembangan obat kanker dengan terapi pentargetan menjadi potensial karena efektif dan
efisien dalam pengobatan kanker. Terapi penargetan sel kanker dapat dilakukan menggunakan
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
tumor-specific monoclonal antibodies (Mabs) dengan radionukleotida, prodrug, atau racun
(Pedersen 2001: 745 & Wikstrand dkk. 1995: 3140).
Peneliti sebelumnya (Gardiani, 2016) telah melakukan kloning gen EGFRvIII ke
plasmid pJ404. Plasmid rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp kemudian ditransformasikan ke sel
Escherichia coli. Protein sebagai molekul target untuk penyampaian obat kanker
diekspresikan pada bagian periplasma E. coli, namun demikian ekspresi protein kurang
optimal karena ruang periplasma yang sempit membuat limitasi produksi protein (Gardiani
2016: 24). Oleh karena itu, perlu dilakukan subkloning gen EGFRvIII-bfp pada pPICZα
sebagai plasmid ekspresi dan transformasi plasmid rekombinan ke sel Pichia pastoris yang
nantinya dapat mengekspresi protein EGFRvIII ke ekstraselular. Tujuan penelitian yaitu
subkloning gen EGFRvIII ke plasmid ekspresi pPICZα dan melakukan transformasi plasmid
rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp ke sel P. pastoris SMD1168H.
Tinjauan Teoritis
Epidermal growth factor receptor (EGFR) merupakan reseptor dengan struktur
glikoprotein dengan ukuran 170 kD yang terekspresi pada berbagai membran sel. Struktur
EGFR terdiri atas dua bagian, yaitu bagian ekstraseluler dan intraseluler. Bagian ekstraseluler
terdiri dari reseptor-reseptor yang berfungsi sebagai bagian pengikatan antara ligan dengan
EGFR. Keberadaan EGFR pada kondisi normal dibutuhkan oleh tubuh untuk mengatur siklus
sel pada proses diferensiasi, apoptosis, proliferasi, dan angiogenesis (Fang & Wang 2014:
1595; Kuan dkk. 2001: 83)
Epidermal growth factor receptor variant III (EGFRvIII) merupakan variasi mutan
yang paling sering terdeteksi pada sel kanker. Varian ini banyak ditemui di sejumlah tumor
padat termasuk glioblastoma (GBM), kanker payudara, kanker otak (medulloblastoma) dan
kanker rahim. Mutan EGFR varian III mengurangi proteinnya menjadi 145 kDa karena
mengalami delesi ekson 2-7 meliputi domain ekstraselular pengikat ligan (Sok 2006: 3).
Gambar 1. menunjukkan gen EGFR wildtype (EGFRwt) yang terletak pada lengan
kromosom 7PL 11.2 terdiri dari 26 ekson. Lain halnya dengan mutan EGFR varian III yang
mengalami alternative splicing sehingga menyebabkan penghilangan ekson 2-7. Delesi yang
terjadi pada mutan EGFR varian III menghilangkan 801 pasang basa dan membentuk urutan
kodon baru (Wikstran dkk. 1998: 149).
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Gambar 1. Gen EGFR wildtype dan gen EGFRvIII [Sumber: Pedersen dkk. 2001]
Alternative splicing yang terjadi pada mutan EGFR varian III membentuk
penggabungan ekson 1 dan 8. Gabungan antara kedua basa-basa pada ekson tersebut
membentuk kodon GGT pada posisi 6 yang diterjemahkan menjadi menjadi asam amino
glisin baru (Pedersen dkk. 2001: 746). Keunikan asam amino yang diterjemahkan gen
EGFRvIII memungkinkan perubahan konformasi reseptor ektraselular (Wikstrand dkk.
1998:2).
Gen sintetik EGFRvIII-bfp telah dikonstruksikan oleh Fuad dan Gardiani (Gadiani,
2016). Gen sintetik EGFRvIII-bfp dikonstruksikan pada plasmid ekspresi pJ404. Konstruksi
vektor ekspresi tersebut disintesis di DNA 2.O. Gen sintetik EGFRvIII-bfp mengode protein
EGFRvIII isoform 2, terdiri atas 405 asam amino (Uniport 2013:1). Tipe isoform 2 dipilih
peneliti sebelumnya karena memiliki asam amino paling sedikit dan terletak bagian
ekstraseluler pada EGFR sehingga lebih efisien dalam pembuatan rekombinannya. Gen
EGFRvIII yang difusikan dengan gen bfp bertujuan agar protein EGFRvIII yang nantinya
diekspresikan dapat lebih mudah teridentifikasi (Gardiani 2016: 2). Gen bfp mengode protein
fluorescent berwarna biru yang menjadi alat yang populer untuk menggambarkan lokalisasi,
pergerakan, dan interaksi protein di dalam sel hidup (Kremers dkk. 2007: 65--66).
Subkloning merupakan salah satu teknik rekayasa genetika dengan memindahkan
fragmen DNA sisipan dari vektor asal ke vektor baru untuk memfasilitasi propagasi klon
tertentu (William dkk. 2007: 76). Subkloning biasa dilakukan untuk memproduksi protein
rekombinan. Sel inang yang telah diintroduksi DNA rekombinan mengandung gen target
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
dapat diekspresikan menjadi protein bermanfaat dan dalam jumlah besar. Aplikasi lain dari
subkloning antara lain, produksi vaksin rekombinan, terapi gen, dan diagnosis penyakit
karena hereditas. Komponen subkloning antara lain; sumber DNA, vektor, sel inang, enzim
restriksi, dan enzim ligase (Wong 1997: 11—13).
Transformasi merupakan proses memasukkan DNA yang ada di medium sekitar ke
dalam sel. Sel yang akan dimasukan DNA sebelumnya telah mendapatkan perlakuan fisik
atau kimia dengan tujuan meningkatkan kemampuan penerimaan DNA rekombinan (Brown
2007: 90). Proses transformasi dapat dilakukan dengan metode kejut panas atau kejut listrik
(elektroporasi) (Sambrook dkk. 2001: 1.25—1.26).
Metode Penelitian
Cara kerja penelitian secara garis besar terdiri dari empat tahap utama. Tahap pertama
yaitu subkloning gen EGFRvIII-bfp ke plasmid ekspresi pPICZα dengan subtahap sebagai
berikut; preparasi DNA plasmid dan fragmen DNA gen dengan isolasi DNA plasmid dengan
metode alkali lisis. Amplifikasi gen EGFRvIII-bfp dilakukan dengan teknik PCR dua kali
tahapan. Tahap pertama dilakukan dengan mengamplifikasi plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp
yang sebelumnya telah dikonstruksikan (Gardiani, 2016) menggunakan pasangan primer FP-
EGFR-Nterm dan RP-EGFR-8H-XhoI. Hasil amplikon yang didapat didapatkan construct gen
EGFRvIII-bfp -Flag-8His. Amplifikasi PCR tahap kedua dilakukan menggunakan cetakan
DNA hasil PCR tahap pertama. Pasangan primer yang digunakan yaitu FP-EGFR-KEK-XhoI
dan RP-EGFR-8H-XhoI untuk menghasilkan amplikon dengan construct gen KREAE-
EGFRvIII-bfp -Flag-8His dengan masing-masing ujung situs pengenalan XhoI.
Tabel 1. Sekuen primer yang digunakan untuk subkloning dan verifikasi plasmid rekombinan
1 FP-EGFR-Nterm 5’- CTT GAA GAG AA AAG GGT AAC TAC GTT GTT
ACC GAT -3’
2 FP-EGFR-KEK-Xho 5’- TCT CTC GAG AAA AGA GAG GCT CTT GAA GAG
AAA AAG GGT AAC TAC GGT GGT -3’
3 RP-EGFR-8H-Xho 5’- TTA CTC GAG CTA ATG GTG ATG GTG GTG ATG
ATG -3’
4 RP-AOX 5´-GAC TGG TTC CAA TTG ACA AGC -3´
5 FP-AOX 5´-GCA AAT GGC ATT CTG ACA TCC -3´
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Plasmid pPICZα hasil isolasi dan gen EGFRvIII hasil amplifikasi dipotong dengan
enzim restriksi XhoI dan kemudian dilakukan inaktivasi plasmid dengan enzim alkali fosfat.
Hasil potong fragmen gen dan DNA plasmid dipurifikasi menggunakan Gel DNA Extraction
Kit [GeneAid]. Gen sebagai sisipan diligasi dengan plasmid pPICZα yang telah menggunakan
enzim T4 DNA ligase.
Tahap kedua yaitu transformasi plasmid rekombinan ke sel Escherichia coli TOP10 F’
untuk perbanyakan dan seleksi plasmid rekombinan dengan metode kejut panas (Chung dkk.,
1987). Persiapan sel kompeten dengan dengan medium cair Transformation and Storage
Solution (2x TSS) dilakukan sebelum dilakukan metode fisik pemasukan fragmen DNA
rekombinan produk ligasi. Tahap selanjutnya yaitu, verifikasi hasil subkloning dengan metode
PCR koloni dengan pasangan primer FP-EGFR-Nterm dan RP-EGFR-8H-XhoI, PCR
orientasi arah gen dengan pasangan primer FP-AOX dan RP-EGFR-8H-XhoI dan sequencing.
Plasmid rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp yang telah terverifikasi ukuran dan
susunan basanya kemudian ditransformasikan ke Pichia pastoris SMD1168H. Transformasi
plasmid rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp tersebut dilakukan dengan metode elektroporasi
menggunakan protokol dari Invitrogen (2010). Plasmid rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp
yang akan ditransformasi ke dalam sel P. pastoris SMD1168H terlebih dahulu dipotong
menjadi bentuk linear menggunakan enzim digesti SacI. DNA Plasmid rekombinan kemudian
diukur konsentrasinya menggunakan alat DNA Qubit flourometer. Sejumlah 0,25 µg DNA
dipotong dengan SacI pada daerah promotor AOX1. Plasmid yang telah terpotong dipurifikasi
menggunakan Gel DNA Extraction Kit [GeneAid].
Koloni tunggal P. pastoris SMD1168H ditumbuhkan dalam 5 mL medium cair yeast
potato dextrose (YPD) pada suhu 30°C, 250 rpm selama 16 jam (Invitrogen 2010: 26--27).
Sebanyak 100 µL biakan selanjutnya diinokulasikan ke dalam 50 mL media cair YPD dan
diinkubasi semalam pada suhu 30°C, 250 rpm hingga OD600 mencapai 1,3--1,5. Sel dipanen
dengan cara sentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit suhu 4°C. Pelet diresuspensi dengan
50 mL akuades dingin steril dan disentrifugasi (4°C, 5000 rpm, 7 menit). Pelet diresuspensi
kembali dengan 25 ml akuades dingin steril dan disentrifugasi (4°C, 4000g, 7 menit). Pelet
diresuspensi dalam 2 mL 1 M sorbitol dingin steril dan disentrifugasi (4°C, 5000 rpm, 5
menit) (Invitrogen 2010: 26--27).
Pelet diresuspensi kembali dalam 200 µL 1 M sorbitol dingin steril. Sebanyak 70 µL
sel kompeten P. pastoris SMD1168H dicampurkan dengan 0,5 µg plasmid yang linier. Sel
kompeten dan plasmid diinkubasi terlebih dahulu pada suhu 0°C selama 10 menit. Sel
kompeten dan plasmid dimasukkan ke dalam kuvet elektroporasi (2 mm gap) yang telah
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
didinginkan. Kuvet yang mengandung sel kompeten dan plasmid diinkubasi pada suhu 0°C
(dalam es) selama 5 menit. Elektroporasi dilakukan dengan kondisi 2 kV, 25 µF 400 Ω pada
elektroporator. Sebanyak 150 µL 1 M sorbitol dingin segera ditambahkan ke dalam kuvet
tersebut. Isi kuvet ditransfer ke dalam microtube steril dan diinkubasi di dalam es selama 1-2
jam. Sebanyak 100 µL medium cair YPD ditambahkan ke dalam microtube dan diinkubasi
pada suhu 30°C selama 1--2 jam. Sel hasil transformasi sebanyak 50 µL disebar pada media
agar yeast potato dextrose sorbitol (YPDS) yang mengandung zeocin dengan konsentrasi 100
µg/mL dan diinkubasi selama 3--4 hari pada suhu 30°C sampai terbentuk koloni (Invitrogen
2010: 26--27). Tahapan terakhir penelitian yaitu penyusunan, pengolahan, dan analisis data.
Hasil dan Pembahasan
Isolasi DNA Plasmid dan Analisis Digesti Plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp
Hasil visualisasi gel elektroforesis [Gambar 2, lajur 1, 3 dan 4] menunjukkan bahwa elusi
hasil isolasi DNA plasmid dengan 2 pita DNA. Plamid rekombinan yang diisolasi tersisipi
gen EGFRvII-bfp dengan ukuran berukuran 5820 bp. Gen EGFRvIII yang digunakan berasal
dari plasmid pJ404-EGFRvIII-bfp klon 2D9 yang telah terverifikasi ukuran dan urutan
basanya (Gardiani 2016:16).
Gambar 2. Hasil elektroforesis DNA plasmid (sumber gen)
Menurut Ausubel dkk. 2002, gel agarosa dengan konsentrasi 1% dapat menganalisis
fragmen DNA dengan ukuran 500 bp—10.0000 bp (Ausubel dkk 2002: 2.14). Hasil isolasi
DNA plasmid menunjukkan dua pita DNA plasmid berbentuk DNA sirkular. Ukuran DNA
Keterangan:
Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb
Lajur 1, 3 dan 4 : Plasmid rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp hasil isolasi
Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
sisipan (gen) yang berhasil diisolasi sesuai dengan hasil konstruksi vektor ekspresi pada
penelitian Gardian pada tahun 2016 yang menyatakan ukuran total plasmid rekombinan
pJ404-EGFRvIII-bfp yaitu 5820 bp (Gardiani 2016: 16).
Visualisasi menunjukkan DNA plasmid hasil pemotongan dengan menggunakan
enzim restriksi XhoI dan BamHI. Pemotongan DNA plasmid pada situs XhoI menghasilkan
dua pita [Gambar 3, lajur XhoI]. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses digesti yang terjadi
belum sempurna. Digesti plasmid rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp pada situs XhoI
seharusnya menghasilkan satu pita DNA sebagai pita DNA linier. Situs restriksi XhoI berada
pada posisi basa ke 211—217 pada plasmid rekombinan pJ404-EGFRvIII-bfp yang akan
memotong antara backbond plasmid pJ404 dan sisipan gen menjadi DNA plasmid linier
dengan ukuran 5820 bp.
Gambar 3. Hasil elektroforesis plasmid hasil digesti
Ada beberapa faktor yang memengaruhi reaksi digesti, antara lain jumlah DNA,
enzim, buffer dan kemurnian DNA. Reaksi digesti yang tidak berjalan sempurna juga dapat
disebabkan oleh kontaminan seperti fenol, kloroform, alkohol, EDTA, deterjen (SDS), atau
garam yang berlebih (Wong 1997: 69).
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur P : Plasmid sirkular pJ404-EGFRvIII-BFP Lajur XhoI : Restriksi plasmid pada situs XhoI Lajur XhoI BamHI : Restriksi plasmid pada situs XhoI dan BamHI Lajur BamHI : Restriksi plasmid pada situs BamHI Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur 1--4 : Amplikon gen EGFRvIII-bfp Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Hasil pemotongan menggunakan dua enzim restriksi XhoI dan BamHI [Gambar
4.1.1(2), lajur XhoI BamHI] menunjukkan hasil tiga pita DNA pada visualisasi elektroforesis
gel agarosa 1%. Hal tersebut sesuai dengan literatur, situs restriski XhoI dan BamHI
memotong pada dua situs yang akan menghasilkan tiga pita DNA antara lain, plasmid pJ404
berukuran 4533 bp, gen EGFRvIII yang berukuran 537 bp, dan gen bfp berukuran 750 bp.
Hasil pemotongan menggunakan enzim restriksi BamHI [Gambar 4.1.1(2), lajur BamHI]
menunjukkan hasil dua pita DNA pada visualisasi elektroforesis gel agarosa 1%. Pemotongan
DNA plasmid menggunakan enzim restriksi BamHI akan memotong dua situs yang
menghasilkan dua pita DNA yaitu gen bfp berukuran 537 bp dan plamid pJ404-EGFRvIII
yang berukuran 5238 bp (Gardiani 2016: 16).
Subkoloning Gen EGFRvIII-bfp ke pPICZα
Hasil visualisasi elektroforesis dari amplikon gen EGFRvIII-bfp pada PCR tahap pertama
dengan primer PF-EGFR-Nterm dan PR-EGFR-8H-XhoI menghasilkan pita tunggal
berukuran 1287 bp [Gambar 4, lajur 1--4]. Sementara hasil PCR tahap kedua untuk amplikon
gen EGFRvIII-bfp dengan primer PF-EGFR-KEK-XhoI dan PR-EGFR-8H-XhoI [FirstBase]
menunjukkan satu pita DNA spesifik dengan ukuran 1317 bp [Gambar 5, lajur 1--4].
Gambar 4. Hasil elektroforesis PCR 1 gen EGFRvIII-bfp
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Amplikon 1287 bp yang diperoleh dari PCR tahap pertama menggunakan pasangan
primer yang mengenali bagian fargmen gen target EGFRvIII-bfp (EGFRvIII : 537 bp dan bfp :
750 bp). Sedangkan penambahan 30 basa yang menyebabkan produk PCR tahap kedua
menjadi 1317 bp diperoleh karena adanya penambahan protein linker dan situs pengenalan
XhoI pada tiap ujung-ujung construct gen.
Gambar 5. Hasil elektroforesis PCR 2 gen EGFRvIII-bfp
Penambahan protein linker menggunakan asam-asam amino; lisin (K), arginin (R),
asam glutamin (E), alanin (A), asam glutamin (E) dan alanin (A). Susunan asam amino
KREAEA sebagai protein linker tersebut dirancang pada posisi didepan gen EGFRvIII-bfp .
Fusi gen EGFRvIII-bfp menggunakan jenis linker tersebut memungkinkan protein yang
nantinya akan diekspresikan lebih optimal dan ekspresi domain ekstraselular karena in frame
dengan situs α pada bagian depan vektor plasmidnya (pPICZα) (Bachman dkk. 2004: 772).
Amplifikasi gen EGFRvIII-bfp melalui dua tahap PCR dilakukan untuk mendapatkan
construct gen KREAE-EGFRvIII-bfp-Flag-8His. Strategi subkloning dengan dua kali tahap
PCR dilakukan dengan menggunakan situs XhoI yang berada upstream dari situs proteolitik
pada situs kloning plasmid pPICZα. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada penambahan asam-
asam amino yang tidak diinginkan sehingga didapatkan EGFRvIII-bfp yang spesifik
(Bachman dkk. 2004: 772).
Isolasi Vektor Plasmid pPICZα
Hasil visualisasi elektroforesis pita DNA plasmid pPICZα pada gel (Gambar 6, lajur
1—2) menunjukkan bahwa elusi hasil isolasi DNA plasmid terdapat 2 pita DNA plasmid
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur 1--4 : Amplikon gen EGFRvIII-bfp
Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
sirkular pPICZα dengan ukuran berukuran 3593 bp. Ukuran tersebut sesuai dengan ukuran
plasmid pPICZα 3593 bp (Invitrogen 2010: 13).
Gambar 6. Hasil elektroforesis plasmid pPICZα
Digesti serta Purifikasi Plasmid pPICZα dan Gen EGFRvIII-bfp
Hasil visualisasi elektroforesis (Gambar 7) menunjukkan bahwa plasmid pPICZα dan
gen EGFRvIII-bfp telah berhasil didigesti dan dipurifikasi. Plasmid sirkular yang belum
didigesti memiliki lebih dari satu bentuk pita menghasilkan pita tunggal setelah digesti
(Gambar 7, lajur P1 & P2) karena plasmid dalam bentuk linier. Hasil tersebut sesuai dengan
visualisasi gel, plasmid yang telah didigesti menghasilkan satu pita sama seperti pita gen
EGFRvIII (Gambar 4.2.3, lajur Gen). Plasmid pPICZα linier dengan ukuran 3593 bp dan
fragmen gen EGFRvIII-bfp dengan ukuran 1317 bp (Invitrogen 2010: 13; Gardiani 2016: 14).
Gambar 7. Hasil elektroforesis plasmid dan gen hasil digesti setelah purifikasi
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur 1--2 : Plasmid pPICZα Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur P sirkular : Plasmid pPICZαsirkular Lajur P1 & P2 : Plasmid pPICZαhasil restriksi dengan XhoI Lajur Gen : Gen EGFRvIII-bfp hasil restriksi dengan XhoI Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Digesti Plasmid pPICZα dan fragmen gen hasil PCR dengan enzim XhoI dilakukan
agar didapatkan ujung-ujung vektor plasmid dan gen EGFRvIII-bfp yang terbentuk
bersesuaian, sehingga dapat dilekatkan kembali pada proses ligasi. Pita tunggal yang
diperoleh dari digesti plasmid pPICZα dan fragmen gen EGFRvIII-bfp (Gambar 4.2.3)
menggunakan buffer R berlangsung sempurna. Hal tersebut menunjukkan penggunaan buffer
R optimum bagi enzim XhoI (Fermentas 2006: 117). Vektor plasmid dan gen yang telah
berhasil didigesti dan diinaktivasi kemudian dipurifikasi menggunakan metode kolom.
Purifikasi dilakukan untuk membersihkan dan memurnikan DNA dari pengotor seperti protein
atau buffer (GeneAid 2003:1).
Ligasi dan Transformasi Plasmid Rekombinan ke Escherichia coli TOP10 F’
Hasil perhitungan konsentrasi DNA plasmid sebesar 12,5 ng/µL dan konsentrasi gen
60 ng/µL dengan perbandingan reaksi ligasi 1 : 3 untuk plasmid dan gen. Ligasi dilakukan
dengan tujuan menyatukan fragmen DNA dengan vektor. Perhitungan konsentrasi DNA
plasmid dan DNA sisipan (gen) dilakukan sebelum ligasi untuk menentukan perbandingan
volume reaksi ligasi yang digunakan. Fragmen DNA sisipan (gen) pada proses ligasi
umumnya lebih banyak dibandingkan vektor (plasmid) untuk meningkatkan kemungkinan
ligasi DNA vektor dan DNA sisipan sehingga dapat lebih banyak membentuk DNA
rekombinan (Fermentas 2003: 203). Reaksi ligasi dikatalis dengan enzim T4 DNA ligase
karena enzim tersebut dapat mengkatalis pembentukan ikatan fosfodiester anatara DNA
vektor dan DNA sisipan ( Sambrook & Russel 2001: 1.157). Hasil ligasi kemudian
ditransformasikan ke sel Escherichia coli TOP10 F’.
Hasil transformasi pada medium agar yang mengandung antibiotik, terbentuk koloni
berwarna bening kekuningan yang diperkirakan koloni E. coli transforman (Gambar 4.4.2)
dengan total koloni 1,2 x 103 koloni yang terbentuk. Koloni yang tumbuh pada media dengan
antibiotik diasumsikan telah membawa plasmid rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp. Hal
tersebut berdasarkan keberadaan gen sh ble yang resisten terhadap antibiotik zeocin
(Invitrogen 2010: 13).
Koloni yang tumbuh dari hasil transformasi juga menunjukan bahwa sebelum
transformasi yaitu proses digesti, inaktivasi plasmid dan ligasi berlangsung dengan baik.
Vektor plasmid linier hasil digesti diberikan perlakukan inaktivasi menggunakan Fast APTM
Thermosensitive Alkaline Phosphatase mencegah terjadi autoligasi. Enzim alkali fosfat
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
berfungsi untuk menghilangkan gugus fosfat ujung 5’ pada molekul DNA. Enzim tersebut
bekerja dengan memotong ikatan fosfodiester sehingga ujung 5’ P terpotong dari ujung 3’ OH
untuk mencegah terjadinya ligasi sendiri (autoligasi) vektor plasmid (Glick & Pasternak 2003:
55). Sehingga pada proses ligase, plasmid pPICZα dapat menempel dengan fragmen gen
EGFRvIII-bfp membentuk plasmid rekombinan yang dapat ditransformasikan.
Verifikasi Plasmid Rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp
Hasil amplifikasi menggunakan kedua primer FP-EGFR-KEK-XhoI dan RP-EGFR-
8H-XhoI menghasilkan amplikon DNA berukuran 1324 bp. Produk PCR menunjukkan pita
spesifik dengan ukuran 1324 bp [Gambar 8, lajur 1,4,7,10]. Empat hasil PCR koloni dari total
sepuluh yang sampel menghasilkan pita DNA yang sesuai ukurannya dengan kontrol positif
yang digunakan. Kontrol positif berisi gen target dari vektor plasmid pJ404 diikutsertakan
dalam PCR koloni untuk mengecek apakah reaksi PCR berjalan baik, selain itu juga untuk
melihat perbandingan ukuran pita DNA. Kontrol negatif tanpa cetakan DNA juga
diikutsertakan dalam PCR koloni untuk melihat apakah ada kontaminan (Handoyo & Ruderta
2000: 1).
Gambar 8. Hasil elektroforesis hasil PCR koloni
Penentuan ada tidaknya plasmid rekombinan bersama gen sisipannya pada koloni
transforman dilakukan dengan PCR koloni. Pasangan primer yang digunakan dalam
Keterangan: Lajur M : Penanda marka DNA 1 kb Lajur K+ : Kontrol positif gen EGFRvIII-bfp Lajur 1--10 : Koloni transforman E. coli TOP10F’ Lajur K- : Kontrol negatif Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
pengecekan gen pada koloni transforman yaitu FP-EGFR-KEK-XhoI dan RP-EGFR-8H-XhoI.
Pasangan primer tersebut mengenali gen target EGFRvIII-bfp, sehingga hanya koloni yang
benar tersisipi gen akan teramplifikasi dan muncul pada produk PCR. Primer FP-EGFR-KEK-
XhoI menempel pada ujung 5’ EGFRvIII sedangkan primer RP-EGFR-8H-XhoI menempel
pada ujung 3’ bfp.
PCR Orientasi Arah Gen
Hasil verifikasi penentuan arah gen target dalam plasmid rekombinan pPICZα-
EGFRvIII-bfp divisualisasikan dengan elektroforesis menunjukkan pita tungggal spesifik
dengan ukuran 1574 bp (Gambar 9, lajur 2,3,4). Hasil visualisasi menunjukkan pada 3
subklon dengan pasangan primer F-AOX dengan RP-EGFR-8H-XhoI menghasilkan pita
DNA dengan ukuran sesuai namun tidak menunjukkan pita DNA pada reaksi PCR dengan
pasangan primer kontrol negatif. Hasil tersebut menunjukkan 3 subklon dengan orientasi gen
yang benar memiliki pita DNA spesifik berukuran 1574 bp (Invitrogen 2010: 13).
Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR orientasi gen
Gen EGFRvIII-bfp yang disubkloning pada vektor plasmid pPICZα menempel pada
satu situs penempelan XhoI pada bagian ujung 5’ maupun 3’. Terdapat dua kemungkinan
Keterangan: Lajur M (gel atas dan bawah) : Penanda marka DNA 1 kb Lajur 1—8 (gel atas dan bawah) : Koloni transforman E. coli TOP10F’ Gel agarosa 1%, buffer TAE 0.5x, tegangan 75 V selama 40 menit.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
orientasi gen EGFRvIII-bfp terbentuk. Posisi yang dikehendaki gen EGFRvIII menempel
pada ujung 5’ berfusi dengan sinyal sekresi faktor-α sementara gen bfp pada ujung 3’ berfusi
dengan sekuen penanda protein (flag dan 8xHis Tag). Oleh karena itu, dilakukan orientasi
arah gen dengan metode PCR agar didapat plasmid rekombinan dengan susunan gen yang
benar sehingga dapat menghasilkan ekspresi gen dan protein sesuai (Zacchi dkk. 2003: 980)
Analisis orientasi gen target dengan metode PCR dilakukan terhadap 8 plasmid rekombinan
pPICZα-EGFRvIII-bfp yang telah diketahui tersisipi gen target. Pasangan primer yang
digunakan pada reaksi PCR terdiri dari dua pasang yaitu F-AOX dengan RP-EGFR-8H-XhoI
sebagai kontrol positif dan F-AOX dengan yaitu FP-EGFR-KEK-XhoI sebagai kontrol
negatif. Primer F-AOX mengenali bagian 5’ AOX1 pada plasmid pPICZα sedangkan primer
RP-EGFR-8H-XhoI mengenali bagian 3’ bfp pada sekuen penanda protein. Plasmid dengan
orientasi gen yang benar akan hanya menghasilkan pita DNA pada reaksi PCR menggunakan
pasangan primer F-AOX dengan RP-EGFR-8H-XhoI dengan ukuran 1574 bp. Ukuran
tersebut diperoleh dari gen EGFRvIII-bfp yang berukuran 1324 bp ditambah dengan 250 bp
pada sekuen basa ujung 5’ AOX sampai situs sekresi faktor-α pada plasmid pPICZα
(Invitrogen 2010: 13).
Analisis Sekuen Plasmid Rekombinan dengan Sequencing
Plasmid rekombinan yang telah terverifikasi tersisipi gen target dengan orientasi gen
yang benar kemudian dianalisis sekuen basanya dengan teknik DNA sequencing. DNA
sequencing yang dilakukan merupakan automatic DNA sequencing dengan komputer dari
suatu perusahaan (1st Base). Plasmid rekombinan disiapkan dengan metode PCR sebelum
dilakukan analisis basanya dengan automatic DNA sequencing. Pasangan primer F-AOX dan
R-AOX digunakan dalam rekasi PCR. Kedua primer tersebut digunakan karena merupakan
primer spesifik yang mengenali gen AOX pada vektor plasmid pPICZα sekaligus mengenali
gen sisipan pada plasmid (Invitrogen 2010: 13)
Hasil elektroferogram dari plasmid rekombinan pPICZα-EGFRvIII-bfp (Lampiran 4)
yang telah dianalisis dengan sequencing menunjukkan puncak sinyal yang cukup baik dan
tidak bertumpuk. Hal tersebut menunjukkan kualitas elektroferogram baik (Applied
Biosystem 2002: 7—11). Analisis in silico dengan aplikasi bioedit dan blast situs NCBI juga
menujukkan urutan basa yang sesuai dengan gen EGFRvIII-bfp.
Transformasi Plasmid Rekombinan ke Sel Pichia pastoris SMD1168H
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Plasmid rekombinan terlebih dahulu didigesti pada situs pemotongan SacI. Hal
tersebut bertujuan untuk mendapatkan plasmid rekombinan linier agar dapat lebih mudah
berintegrasi dengan genom P. pastoris SMD1168H sebagai sel inang. Plasmid rekombinan
pPICZα-EGFRvIII-bfp dapat berintegrasi dengan genom P. pastoris karena memiliki sekuen
komplementer. Sekuen komplemeter tersebut yaitu pada promotor AOX yang ada pada
plasmid rekombinan dan pada genom P. pastoris (Invitrogen 2010: 24).
Plasmid rekombinan yang telah dilinierkan kemudian dipurifikasi dengan metode
kolom menggunakan Gel DNA Extraction Kit [GeneAid]. Proses purifikasi membuat DNA
terpisah dari pengotor berupa protein, lipid, dan sisa-sisa enzimatis sehingga dihasilkan DNA
yang murni untuk proses transformasi (Iznaga dkk. 2007: 38). DNA plasmid rekombinan
yang telah linier dan telah dipurifikasi kemudian dihitung terlebih dahulu konsentari
DNAnya. Perhitungan konsentasi DNA plasmid rekombinan dilakukan dengan DNA QubitTM
flourometer. Perhitungan konsentrasi DNA plasmid rekombinan yaitu 112 ng/µL.
Teknik elektroporasi menggunakan kejutan listrik untuk membuka pori-pori membran
sel. Kejutan listrik memengaruhi bagian fosfolipid yang bermuatan membentuk pori
sementara agar DNA dapat masuk dan kemudian membran kembali menutup (Wong 1997:
134). Sel kompeten P. pastoris SMD1168H yang digunakan untuk transformasi memiliki
OD600 sebesar 1,4. Kisaran OD kultur P. pastoris antara 1,0—2,6 dapat meningkatkan
efisiensi trasnsformasi. Sebanyak 2 µL (224 ng) DNA plasmid rekombinan ditransformasikan
ke sel kompeten P. pastoris SMD1168H menggunakan kejutan listrik dari elektroporator.
Voltasi yang diberikan elektroporator untuk membuka pori membran sel sebesar 1.500 V.
Kekuatan tegangan listrik tersebut efektif untuk melakukan transformasi sel khamir seperti P.
astoris (Lin-Cereghino dkk. 2005: 47).
Sel transforman kemudian disebar di medium agar YPD yang mengandung zeocin
sebagai medium seleksi. Hasil transformasi pada cawan petri [Gambar 10] menunjukkan
koloni transforman dapat tumbuh pada medium seleksi antibiotik. Koloni yang tumbuh pada
media dengan antibiotik diasumsikan telah membawa plasmid rekombinan pPICZα-
EGFRvIII-bfp . Hal tersebut berdasarkan keberadaan gen sh ble yang resisten terhadap
antibiotik zeocin (Invitrogen 2010: 13).
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Gambar 10. Koloni transforman P.pastoris SMD1168H
Total 36 koloni transforman yang tumbuh kemudian dpindahkan ke medum agar YPD
dengan antibiotik zeocin dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu 100 µg/mL untuk menyeleksi
koloni transforman yang memiliki kestabilan genetik dan multikopi gen yang lebih baik. Total
19 koloni yang kembali tumbuh setelah dipindahkan ke medium dengan konsentrasi zeocin
tinggi. Efisiensi transformasi yang didapat yaitu 90 CFU/µg/mL. Efisiensi transformasi yang
diperoleh sedikit lebih rendah daripada nilai rata-rata 103 cfu / µg DNA plasmid yang
menggunakan protokol elektroporasi yang sama. Kondisi sel kompeten, kerapatan sel, waktu
inkubasi, dan jumlah DNA yang digunakan mempengaruhi efisiensi transformasi (Gietz &
Woods 2001: 187--188).
Kesimpulan
- Gen EGFRvIII berhasil disubkloning ke plasmid ekspresi pPICZα
- Plasmid rekombinan berhasil ditransformasikan ke sel P. pastoris SMD1168H.
Saran
Perlu dilakukan screening lebih lanjut dari sel transforman dengan ekspresi protein
EGFRvIII pada Pichia pastoris untuk membuktikan apakah protein yang diekspresikan lebih
banyak dari sistem ekspresi periplasma Escherichia coli pada penelitian sebelumnya.
Keterangan:
Lingkaran hitam menunjukkan koloni P. pastoris transforman yang dimaksud.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Daftar Referensi
Ausubel, F.M, R. Brent, R.E Kingston, D.D. Moore, J.G.Seidman, J.A. Smith & K. Struhl.
(2002). Current protocols in molecular biology. Vol 1. John Wiley & Sons Inc., New
York: xxxviii + 12.10+A1.29+ 17 hlm.
Brown, T.A. (2007). Gene cloning and DNA anylisis: An introduction. 5th ed. Blackwell
Publising, Oxford: vi + 233 hlm.
Chung, C T., Niemela., L. Suzanne., Miller., & H. Roger. (1989). One-step preparation of
competent Escherichia coli: Transformation and storage of bacterial cells in the same
solution (recombinant DNA). Pnas 86: 2172—2175.
Cigna. (2016). World health day. 1 hlm. https://www.cignaglobalhealth.com/resources/world-
health-days.html. Diakses pada 13 Mei 2017 pk. 18.19 WIB.
Fang, S. & Z. Wang. (2014). EGFR mutations as a prognostic and predictive
marker in non-small-cell lung cancer . Drug Design, Development and Therapy 8: 1595–
1611.
Gardiani, R.W. (2016). Konstruksi vektor dan ekspresi protein human EGFRvIII domain
ekstraseluler. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor: 37
hlm.
GeneAid. (2003). Gel/PCR extraction fragments kit. GeneAid Biotech Ltd, USA: 3 hlm.
Gietz, R D. & R.A. Woods. (2001). Genetic transformation of yeast. BioTechniques 30: 816-
831.
Glick, B.R. & J.J. Pasternak. (2003). Molecular Biotechnology Principles and Applications of
Recombinant DNA. Ed Ke-3. Washington: ASM Press: xxiii + 760 hlm.
Gupta, P., S.Y. Han, M. Holgoda-Madruga, S.S. Mitra, G. Li, R.T. Nitta & A.J. Wong.
(2010). Development of an EGFRvIII Specific Recombinant Antibodi. BMC
Biotechnology 10 : 72.
Handoyo, D. & A. Rudiretna. General principles and implementation of polymerase chain
reaction. (2001). Genetic transformation of yeast. BioTechniques, 30: 816-831.
Iznaga, A.B., M.C. Frontera, J.R. Uramis, J.B.T. Gonzales & Y.M. Gonzales. (2007). DNA
removal from purification processs of recombinant hepatitis B surface antigen.
Electronic Journal of Biotechnology 10(1): 37—48.
Kremers, G.J., J. D.J. Goedhart, van den Heuvel, H.C. Gerritsen. & T.W.J. Gadella. (2007).
Improved green and blue fluorescent proteins for expression in bacteria and
mammalian cells. Biochemistry 46: 3775-3783.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Kuan, C. T., C.J. Wikstrand. & D.D. Bigner. (2001). EGF mutant receptor vIII as a molecular
target in cancer therapy. Endocrine-Related Cancer 8(2): 83--96.
Lin-Cereghino, J., W.W. Wong, S. Xiong., W. Giang., L.T. Luong., J. Vu., S.D. Johnson. &
G.P. Lin-Cereghino. (2005). Condensed protocol for competent cell preparation and
transformation of the methylotrophic yeast Pichia pastoris. Biotechniques. 38(1): 44,
46, 48.
Pedersen, M W., M. Meltorn., L. Damstrup & H.S. Poulsen. (2001). The type III epidermal
growth factor receptor mutation. Annals of oncology : official journal of the European
Society for Medical Oncology / ESMO 12 (6): 745—760.
Saletti. P., F. Molinari, S. De Dosso & M. Frattini. (2015). EGFR signaling in collateral
cancer: a clinical perspective . Gastroinestinal cancer: target and therapy 15: 21—38.
Sambrook, J. & D. W. Russell. (2001). Molecular cloning: A laboratory manual, 3th ed. Cold
Spring Harbor Laboratory Press, New York: xxvii + 8.113 hlm.
Sok, J. C., Coppelli, M. Francesca, Thomas, M. Sufi, Lango, N. Miriam, Xi., Sichuan Hunt,
L. Jennifer, Freilino, L. Maria, Graner, W. Michael, Wikstrand, J. Carol, Bigner, D.
Darell, Gooding, E. William, Furnari, B. Frank, Grandis, & R. Jennifer. (2006).
Mutant epidermal growth factor receptor (EGFRvIII) contributes to head and neck
cancer growth and resistance to EGFR targeting. Clinical Cancer Research 12(17):
5064—5073.
Uniprot, (2017). P00533-2, Isoform 2 of epidermal growth factor receptor, Homo sapiens.
http://www.uniprot.org/uniprot/P00533. Diakses pada 6 Juli 2017 pk. 22.32 WIB.
Wikstrand, C. J., L.P. Hale, S.K. Batra, M.L. Hill, P.A. Humphrey, S.N. Kurpad, R.E.
McLendon, D. Moscatello, C.N. Pegram, C.J. Reist, S.T. Traweek, A.J. Wong, M.R.
Zalutsky & D.D. Bigner. (1995). Monoclonal antibodies against EGFRvIII are tumor
specific and react with breast and lung carcinomas and malignant gliomas. Cancer
Research 55(14): 3140—3148.
Wikstrand, C. J., L.P. Hale., S.K. Batra., M.L. Hill., P.A. Humphrey., S.N. Kurpad., R.E.
McLendon., D. Moscatello., C.N. Pegram., C.J. Reist., S.T. Traweek., A.J. Wong.,
M.R. Zalutsky. & D.D. Bigner. (1998). Monoclonal antibodies against EGFRvIII are
tumor specific and react with breast and lung carcinomas and malignant gliomas.
Cancer Research 55(14): 3140—3148.
William, S. A., B. E. Slatko & J.R. Mc Carrey. (2007). Laboratory investigation in molecular
biology. Sudburry Mass: Ney York: xv + 234 hlm.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017
Wong, D.W.S. (1997). The ABC gene cloning. International Thomson Publishing, New York:
xiv + 213 hlm.
Zacchi, P., D. Sblattero, F. Florian., R. Marzari. & A. R M Bradbury. 2003. Selecting open
reading frames from DNA. Genome Res 13(5): 980—990.
Subkloning gen ..., Emilia Rahmadaniah Utami, FMIPA UI, 2017