6
Suara Merdeka – 30/12/2016, Hal. 5 Agen dan Digitalisasi Asuransi EX-CC-AAJI-06-001

Suara Merdeka – 30/12/2016, Hal. 5 EX-CC-AAJI … 30...otomotif dan investasi industri untuk pembelian alat berat yang notabene menjadi tulang punggung multifinance. Made mengakui,

  • Upload
    vankien

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Suara Merdeka – 30/12/2016, Hal. 5 Agen dan Digitalisasi Asuransi

EX-CC-AAJI-06-001

29/12/2016 Pemulihan Daya Beli Jadi Harapan IKNB http://keuangan.kontan.co.id/news/pemulihan-daya-beli-jadi-harapan-iknb

JAKARTA. Tahun 2016 segera berlalu. Seperti halnya sektor perbankan, bisnis industri keuangan non bank juga dipengaruhi geliat pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi lesu seperti tahun ini, bisnis industri keuangan non bank pun ikut kekurangan darah. Pun sebaliknya. Toh begitu, ceruk pasar yang masih lebar menjadi peluang tersendiri bagi industri keuangan non bank (IKNB). Lagi pula, regulator sektor keuangan memberi kelonggaran bagi pelaku IKNB agar bisnisnya mengembang. Ambil contoh, memperluas cakupan bisnis perusahaan pembiayaan atawa multifinance, atau memfasilitasi penerbitan asuransi mikro.

Atas dasar itu, pelaku IKNB yakin di tahun depan, bisnis akan lebih menggeliat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi lebih baik ketimbang tahun ini juga akan menopang IKNB. Apalagi, industri keuangan non bank sudah terbukti tahan banting. Pernah dihantam krisis di tahun 1998 dan tahun 2008, industri keuangan non bank dapat segera bangkit dan mencetak kinerja yang ciamik. Hendrisman Rahim, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan dalam 10 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia di atas 10% per tahun. Dus, AAJI pun optimistis pertumbuhan premi akan mencapai 10%-30% di 2017.

Berkaca sampai kuartal III 2016, pertumbuhan premi asuransi jiwa tercatat sebesar 13% hingga 15%. "Kami yakin 51 perusahaan asuransi jiwa dapat mempertahankan pertumbuhan tersebut. Dalam 10 tahun mendatang, kita dapat menjadi industri yang kuat di wilayah Asean," tandas Hendrisman. Senada, Yasril Y. Rasyid, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan kondisi ekonomi tahun depan akan lebih baik. Ini akan menopang perolehan premi asuransi umum dan diperkirakan tumbuh 15% hingga 20%. Kata Yasril, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bisnis IKNB termasuk asuransi umum pada tahun depan. Diantaranya belanja pemerintah, konsumsi masyarakat, pembangunan proyek infrastruktur yang lebih masif dan dana repatriasi amnesti pajak yang dapat meningkatkan investasi

Program pemerintah juga bakal menjadi stimulus asuransi umum untuk meraih premi. Sebab, beberapa program pemerintah bersinggungan langsung dengan perusahaan asuransi. Sebut saja sektor pertanian, perikanan, TKI, peternakan yang telah mengiring perusahaan asuransi untuk terlibat di dalamnya sebagai penjamin risiko atas peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu menciptakan pasar baru bagi perusahaan asuransi umum. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) pun berharap berkah dari perbaikan ekonomi tahun depan. Tahun ini menjadi tahun yang sulit bagi pemain bisnis multifinance. Penjualan otomotif yang lesu memukul bisnis multifinance. Tahun ini, APPI memperkirakan pertumbuhan pembiayaan cuma 1%. Nah, di tahun depan proyeksinya lebih baik yakni tumbuh 5%.

Direktur Adira Finance I Made Dewa Susila mengatakan bisnis pembiayaan sangat bergantung pada kondisi makro ekonomi dan harga komoditas. Dua hal tersebut berdampak pada daya beli konsumen atas produk otomotif dan investasi industri untuk pembelian alat berat yang notabene menjadi tulang punggung multifinance. Made mengakui, tahun depan tantangan bisnis multifinance masih sama seperti kondisi tahun 2016. Harga komoditas yang belum naik dan daya beli yang lemah masih akan terjadi pada tahun 2017. Adira Finance sendiri menargetkan pertumbuhan pembiayaan Adira sekitar 10% tahun depan. Jika akhir tahun 2016, pembiayaan Adira Finance bisa sebesar Rp 31 triliun, maka di tahun depan pembiayaan bakal mencapai Rp 34,1 triliun.

Selain faktor domestik, ketidakpastian global juga diwaspadai sejumlah pelaku IKNB. Mudjiharno Sudjono, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) sekaligus Direktur Utama Dana Pensiun BRI pesimistis, imbal hasil atau return investasi dana pensiun bisa mencapai dobel digit pada tahun depan. Sejumlah faktor akan mempengaruhi kinerja dana pensiun berasal dari faktor eksternal. Pertama ketidakpastian global pasca terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mempengaruhi kebijakan ekonomi global. Kedua, yield dari sejumlah investasi hanya single digit. Misalnya, imbal hasil surat utang negara (SUN) hanya 6,5%. Pun bunga deposito masih rendah. Instrumen lain seperti saham dan reksadana juga belum memberikan harapan.

Mudjiharno mengaku berat apabila dana pensiun ditargetkan return dua digit. Dapen BRI, semisal, dalam rencana kerja anggaran perusahaan 2017 hanya menargetkan return sekitar 9%. "Jika return SUN sekitar 6,5% maka untuk mencapai target return 9%, kami mengandalkan saham yang memberikan yield tinggi," ungkap Mudjiharno. Santosa, Presiden Direktur Asuransi Astra berujar, kebijakan AS juga akan berdampak kepada industri asuransi. Jika The Fed kembali menaikan bunga, yang terjadi di Indonesia, suku bunga bank akan ikut naik.

Satu sisi, ini akan menguntungkan hasil investasi lembaga keuangan. Namun, sisi lain akan melemahkan daya beli konsumen khususnya otomotif. Sektor otomotif paling sensitif jika suku bunga naik. Kalau bunga mahal, masyarakat akan menunda pembelian kendaraan bermotor. "Imbasnya premi kendaraan bermotor juga akan susut," imbuh Santosa. Proyeksi hasil investasisatu digit pun membayangi asuransi jiwa. Hari Prasetyo, Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya memperkirakan imbal hasil investasi gross Jiwasraya berkisar 8%-9% pada tahun 2017 mendatang. Proyeksi hasil investasi tersebut tak jauh beda dengan pencapaian tahun ini.

Reporter Dina Farisah, Mona Tobing, Tendi Mahadi

29/12/2016

Relaksasi Penempatan Dana Investasi IKNB di SUN http://keuangan.kontan.co.id/news/relaksasi-penempatan-dana-investasi-iknb-di-sun

JAKARTA. Beban industri keuangan non bank (IKNB) tahun depan masih berat. Mereka wajib memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang minimal penempatan investasi di surat utang berharga (SUN). Pada perusahaan asuransi jiwa harus menempatkan dana di SUN minimal 20% dari total investasi pada 2016 dan meningkat menjadi 30% di tahun 2017. Sedangkan persyaratan minimal investasi di SUN bagi asuransi umum mencapai 10% di 2016 dan 20% dari total investasi di 2017. Sedangkan, industri dana pensiun pemberi kerja penempatan dana paling rendah sebanyak 30% dari total investasi.

Dalam aturan main OJK, industri keuangan non bank boleh mengoleksi obligasi infrastruktur BUMN maksimal 40% dari batas minimal yang dipersyaratkan. Tapi kebijakan tersebut hanya berlaku hingga akhir tahun ini. Tahun depan, batas maksimalnya ditingkatkan jadi 50% dari batas minimal yang disyaratkan. Jadi, ruang bagi IKNB untuk memenuhi beleid OJK tersebut makin terbuka lantaran boleh mengoleksi lebih banyak obligasi infrastruktur yang diterbitkan BUMN. Pengunaan dana infrastruktur tidak hanya untuk membangun jalan atau semacamnya. OJK menyebut dana tersebut juga bisa untuk sektor perumahan, perkebunan, kimia pertanian, pariwisata dan peternakan.

Industri menilai perluasan penempatan dana investasi di obligasi BUMN, badan umum milik daerah (BUMD) serta anak usahanya bisa membantu hasil investasi perusahaan. Pasalnya, imbal hasil yang ditawarkan oleh obligasi korporasi jauh lebih gede ketimbang investasi di SUN. Apalagi, menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim, hingga November 2016, total investasi perusahaan asuransi jiwa di SUN baru sekitar 14%. Jauh dari ketentuan lama OJK yang mewajibkan menempatkan dana investasi di SUN minimal sebesar 20% dari seluruh investasi.

Hingga Oktober 2016, berdasarkan data OJK, rata-rata perusahaan asuransi umum baru memenuhi ketentuan investasi di SUN sebesar 9,3%. Tapi ada juga perusahaan asuransi umum yang telah memenuhi ketentuan dari regulator. Salah satunya PT Asuransi Jasa Tania (Jastan). "Saat ini porsi SBU kami sudah mencapai 16%," kata Direktur Keuangan Jastan Teddy Sastra. Sementara dana pensiun lebih beruntung. Rata-rata kepemilikan SUN oleh industri dana pensiun sudah mencapai 23,5%. Namun memang masih ada dapen yang belum bisa memenuhi syarat minimum 20% investasi di SUN. Ada sekitar 40 dapen yang belum memenuhi ketentuan.

Reporter Avanty Nurdiana, Dina Farisah, Tendi Mahadi

Investor Daily – 30/12/2016, Hal. 23 Reindo Kaji Skema Penggabungan dengan Nasre

29/12/2016

Harian Kontan – 29/12/2016, Hal. 13 Ada Erick Thohir di Rencana Restrukturisasi Bumiputera