Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
61
STUDI TEKANAN ALIRAN AIRTANAH UNTUK KONSERVASI
DI KECAMATAN RANOMEETO DAN RANOMEETO BARAT
KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Muhammad
1, Moh. Sholichin
2, Runi Asmaranto
2
1) Staf BWS Sulawesi IV Kementerian PUPR, Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia. 2)
Dosen Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang.
Abstrak: Airtanah yang merupakan sumberdaya alam terbarukan dewasa ini telah menjadi
barang ekonomis yang memiliki peran yang cukup strategis. Namun saat ini muka airtanah di
sumur bor yang tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, cenderung turun yang
berakibat sebagian pompa sumur tidak bisa lagi mengisap air untuk irigasi. Penelitian ini
menggunakan basic perhitungan numeric finite element dengan alat bantu sofware Model
Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. Tujuannya adalah untuk mengetahui tekanan aliran
airtanah dan dampak penambahan sumur bor. Hasil hitung terhadap tekanan yang diperoleh dari
permodelan GMS 4.0 membuktikan bahwa setiap penambahan 1 unit sumur terjadi penurunan
tekanan sebesar 0,027 m sampai dengan 0,3 m. Tekanan airtanah terendah terjadi pada sumur
P.40 KDI sebesar 8,863 m dan tertinggi pada sumur P.11 KDI nilai tekanan 45,992 m. Debit
optimum pemompaan yang digunakan sebaiknya tidak melebihi 5,7 lt/det - 14,05 lt/det. Untuk
mempertahankan keberadaan airtanah perlu dilakukan kegiatan konservasi berupa penghijauan
pada daerah imbuhan, pembuatan sistem drainase resapan, pembangunan waduk kecil untuk
menampung air hujan yang melimpas dan pemompaan berdasarkan debit optimum.
Kata Kunci : Tekanan, Airtanah, GMS 4.0, Debit Optimum, Konservasi.
Abstract: Groundwater which is a renewable natural resource today has become an
economical item that has a strategic role. However, the current well groundwater levelthat was
scattered in Ranomeeto and West Ranomeeto districts, tends to decrease so the well pump can
no longer pump up the water for irrigation. This research uses basic numerical calculation by
finite element software tools Model, it is Groundwater Modelling System (GMS) 4.0. The goal is
to know the groundwater pressure and the impact of additional wells. Results from GMS 4.0
modelling shows that each additional 1 unit well was decrease pressure from 0,027 m up to 0.3
m. The lowest pressure occurs in groundwater wells P.40 KDI as 8.863 m and the highest
pressure occurs at P.11 KDI as 45.992 m. The recommended optimum discharge pumping
should not exceed 5,7 lt/sec - 14,05 lt/sec. To maintain the sustainability of groundwater need to
do conservation activities such as reforestation in recharge areas, catchment drainage system
installment, construction of small reservoirs to collect the spill rain water run off and do
pumping based on optimum discharge.
Kata Kunci: Pressure, Groundwater, GMS 4.0, Optimum Discharge, Conservation.
lation.
Airtanah sebagai salah satu sumberdaya air
yang memiliki nilai ekonomi sangat potensial,
pemanfaatannya dewasa ini telah menjadi
permasalahan nasional. Eksploitasi airtanah
yang sangat pesat di berbagai sektor di
Indonesia menuntut perlunya persiapan berupa
langkah nyata untuk penanganan, khususnya
kegiatan pemeliharaan dengan tujuan untuk
memperkecil dampak negatif yang
ditimbulkannya.
62 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
Gambar 1 : Status Kondisi Sumur Bor Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat
Tahun 2015 Sumber: BWS Sulawesi IV
Bisri (2012) menguraikan bahwa airtanah
(groundwater) merupakan air yang menempati
rongga-rongga pada lapisan geologi dalam
keadaan jenuh dan dalam jumlah yang cukup.
Airtanah merupakan salah satu sumber utama
bagi penghidupan mahluk hidup dimuka bumi
ini. Saat ini pemanfaatan dan pengambilan
airtanah dilakukan dengan menggunakan
berbagai cara dan teknik canggih. Salah
satunya adalah dengan cara pemboran sumur
dalam yang mempunyai kedalaman antara 50 -
150 meter, bahkan bisa lebih dalam lagi, serta
memasang pompa turbin untuk memompa air
tanah tersebut.
Cekungan Air Tanah (CAT) diartikan
sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologi dimana semua kejadian
hidrogeologi seperti terjadinya proses
pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan
airtanah berlangsung. CAT mempunyai batas
yang secara langsung dikontrol oleh kondisi
geologi dan hidraulik, CAT mempunyai daerah
imbuhan airtanah dan daerah lepasan airtanah
serta memiliki satu kesatuan sistem akuifer
(Ridha M, 2014).
Provinsi Sulawesi Tenggara yakni di
Kabupaten Konawe Selatan khususnya di
sebagian wilayah Kecamatan Ranomeeto dan
Ranomeeto Barat yang merupakan lokasi
penelitian ini, terdapat 14 sumur bor yang
dimanfaatkan oleh masyarakat petani untuk
irigasi dan sebagian lagi untuk air baku, seperti
pada Gambar 1. Namun sumur tersebut saat ini
terdapat 6 sumur tidak berfungsi karena alasan
operasional dan juga terjadi penurunan debit,
sedangkan 8 sumur lainnya masih berfungsi
namun pada saat ini dibeberapa sumur terjadi
penurunan debit. Berdasarkan gambar tersebut
diatas dapat dilihat bahwa lokasi sumur yang
sudah tidak berfungsi dan masuk kedalam zona
CAT Rawua terdapat dua sumur yaitu sumur
dengan kode inventarisasi P 66 KDI dan P 43
KDI, sedangkan empat sumur yang tidak
berfungsi berada diluar kawasan zona CAT
Ranomeeto, sumur tersebut yaitu sumur
dengan kode inventarisasi P16 KDI, P14 KDI,
P 15 KDI dan P 11 KDI.
Pada wilayah studi hingga saat ini
memang belum pernah dilakukan pengukuran
besar tekanan dan karakteristik aliran airtanah,
namun dengan indikator yang ada yaitu
fenomena tidak berfungsinya beberapa sumur,
dan terjadi penurunan debit di beberapa sumur
yakni dibagian hilir kecamatan Ranomeeto
tersebut memberikan kekhawatiran telah
terjadi penurunan tekanan Airtanah pada
sumur bor untuk irigasi di wilayah kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, sehingga
jika tidak ada penanganan yang konfrehensif
sedini mungkin akan mengakibatkan jumlah
sumur bor yang tidak berfungsi menjadi
bertambah dimasa mendatang. Berkaitan
dengan hal tersebut diatas, maka dibutuhkan
adanya studi tentang tekanan aliran airtanah
untuk konservasi di Kecamatan Ranomeeto
dan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe
Selatan terhadap sumur berfungsi dan yang
tidak berfungsi.
Tujuan dari studi ini untuk mengetahui
sebaran tekanan airtanah yang terjadi, dampak
penambahan sumur bor, arah kebijakan dan
peraturan berbasis konservasi serta
merekomendasikan arahan konservasi sebagai
bentuk upaya pemulihan dan pencegahan
kerusakan airtanah yang sesuai di Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat yang
dimanfaatkan untuk irigasi.
Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 63
Gambar 2. Lokasi Sumur Bor di Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat Tahun 2015
Sumber : Hasil Ploting Koordinat Sumur Bor Pada Peta CAT
Sehingga diharapkan sebagai tindak lanjut
dari studi ini adanya suatu kebijakan untuk
mempertahankan keberlanjutan fungsi sumur
serta pengamanan airtanah di masa mendatang
yang dapat dilakukan dengan upaya konservasi
airtanah.
Konservasi tanah mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah
akan mempengaruhi tata air pada tempat itu
dan tempat-tempat di hilirnya. Keberadaan
airtanah memerlukan tindakan konservasi air
yang pada perinsipnya adalah penggunaan air
hujan yang jatuh ketanah untuk pertanian
seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran
agar tidak terjadi banjir yang merusak dan
terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Konservasi air mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan konservasi tanah (Arsyad S,
2006).
Pengelolaan airtanah harus didasarkan
atas konsep pengelolaan cekungan air tanah
(Groundwater Basin Management), hal ini
dikarenakan terbatasnya sumber air permukaan
mengakibatkan ketergantungan terhadap
airtanah untuk penyediaan pasokan air bersih
bagi masarakat.
BAHAN DAN METODOLOGI
Lokasi studi berada dalam wilayah
administrasi Kabupaten Konawe Selatan pada
Kecamatan Ranometo dan Kecamatan
Ranometo Barat.
Secara geografis letak Kabupaten
Konawe Selatan berada pada koordinat 03°45'
- 04°45' LS serta 121°45' - 123°00' BT. Jarak
dari Kota Kendari yang merupakan ibu kota
Provinsi Sulawesi Tenggara ke Kecamatan
Ranomeeto ± 10 km. (Konawe Selatan Dalam
Angka 2014)
Gambar 3. Peta Lokasi Studi Kabupaten
Konawe Selatan Sumber: Konawe Selatan Dalam Angka (2014)
Gambar 4. Rumah Pompa Sumur Bor
Berfungsi. Sumber : Hasil Survei
64 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
Gambar 5. Rumah Pompa Sumur Bor Tidak
Berfungsi. Sumber : Hasil Survei
Studi ini dilakukan dengan pendekatan
analisa pemodelan yang menggunakan alat
bantu model Groundwater Modeling Sistem
(GMS) Modflow Extensi 4.0. Prinsip kerja dari
sofware ini mengedepankan konsep dasar
perhitungan klasifikasi berupa kumpulan
elemen menurut angka yang disatukan
membentuk suatu model yang sesuai dengan
kondisi lapangan. Data input diperoleh dari
data sekunder berupa peta CAT, peta
Geohidrologi, debit pemompaan, litologi
sumur (log bor), elevasi dan kontur. (Jones,
Norman L, 2003)
Untuk menganalisa fenomena airtanah di
Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat,
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara, dilakukanlah kegiatan studi secara
komprehensif, fokus penelitian dilakukan
terhadap pengaruh tekanan air tanah yang
terjadi di dalam sumur bor terhadap penurunan
muka airtanah.
Pengumpulan data
Pendekatan yang dilakukan untuk
pengumpulan data pada studi ini adalah
pengumpulan data primer dan data skunder
yang di peroleh dari hasil pengamatan
langsung dan instansi terkait, yang erat
hubungannya dengan kebutuhan data untuk
kegiatan studi ketersediaan akuifer.
Data sekunder diperoleh dari instansi
terkait serta hasil penelitian terdahulu. adapun
data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
peta lokasi studi, peta hidrogeologi, peta CAT,
peta letak titik sumur, data pengeboran sumur,
dan data inventarisasi sumur. Untuk data
primer pada dasarnya diperoleh dari hasil
ploting data log litologi dan digitasi koordinat
14 titik sumur bor untuk irigasi dan air baku
yang tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan
Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan.
Tahapan Penelitian
Prosedur awal untuk mengetahui besar
tekanan airtanah yang terjadi di dalam sumur
bor diperlukan data litologi sumur bor dalam
bentuk bor log dan titik koordinat sumur yang
akan diploting pada peta serta dilakukan
pendigitasian kedalam paket pemodelan GMS
4.0. ekstensi FEMWATER.
Prosedur sebagai awal kegiatan adalah
pembuatan DEM, sedangkan untuk pembuatan
DEM sumber data yang digunakan adalah data
kontur lokasi studi yang diperoleh dari Peta
RBI BAKOSURTANAL, dengan tujuan untuk
mengetahui beda tinggi lokasi atau elevasi
permukaan tanah pada wilayah studi
Adapun tahapan penelitian tekanan aliran
airtanah adalah sebagai berikut:
- Melakukan pengeplotan dan mapping peta
kabupaten Konawe Selatan pada koordinat
titik sumur di Kecamatan Ranomeeto dan
Ranomeeto Barat terhadap perletakan sumur
berdasarkaan koordinat, kontur dan kode
sumur.
- Buat data lokasi sumur yang berada pada
lokasi penelitian, data lokasi ini berupa
identitas sumur (id) yang akan dimasukan
kedalam pemodelan GMS 4.0. kemudian
lakukan pendigitasian grip titik-titik sumur
yang selanjutnya akan diolah dengan paket
pemodelan sofware GMS 4.0 cara simulasi
FEMWATER.
- Intepretasi terhadap bentuk lapisan akuifer
berdasarkan data log bor untuk kedalaman
sumur, elevasi dan susunan lapisan tanah
dengan bantuan paket pemodelan GMS 4.0
menggunakan analisa boreholes sebagai
analisa awal untuk mengintegrasi data-data
hasil pengeboran dibeberapa titik terhadap
bentuk lapisan akuifer.
- Interpolasi layer data elevasi dan buat lapisan
akuifer atas dan akuifer bawah untuk
memudahkan proses simulasi modul airtanah.
Elevasi diperoleh dari data sumur yang
terdalam dan memastikan saat interpolasi
TIN yang diinterpolasi aktif. Ubah model
konseptual menjadi model 3D Mesh setelah
hasil interpolasi berjalan lancar.
- Lakukan simulasi model dengan GMS 4.0
dengan Run Options, atur iteration
parameters dan lakukan output kontrol untuk
menyimpan hasil simulasi. Untuk melihat
head countours dan water table iso-surface
lakukan dengan mengaktifkan running test
model.
Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 65
Kerangka Penelitian
Gambar 6. Kerangka Pikir Penelitian Sumber : Hasil Analisis
Metodologi
Groundwater Modelling System 4.0.
Konsep pendekatan model dalam
menggunakan GMS 4.0 adalah menetapkan
nilai-nilai editing secara langsung ke sel-sel
dengan pendekatan grid atau dengan
mengembangkan cara representasi tingkat
tinggi dari model dengan menggunakan fitur
obyek dalam modul Map sehingga
memungkinkan perangkat lunak GMS 4.0
mengaplikasikan secara otomatis menetapkan
nilai-nilai ke sel dalam bentuk grid.
Fitur objek dalam GMS 4.0 telah
terpolakan setelah dikonversi dari Geographic
Information System (GIS) terhadap benda yang
diamati juga termasuk point, node, busur dan
poligon. Penggunaan utama dari fitur objek
akan menghasilkan model konseptual tingkat
tinggi yang representatif dari sebuah situs.
Data input seperti sungai, saluran air, sumur
bor dan danau, didalam model diwakili dalam
bentuk point, busur, dan polygon. Atribut
seperti konduktansi, debit pemompaan dan
beda tinggi diterjemahkan dalam bentuk objek.
Penterjemahan obyek fitur dalam GMS 4.0
mengikuti paradigma yang ada dalam
perangkat lunak GIS terhadap data vektor.
Adapaun penterjemahan dimaksud sebagai
berikut:
Identitas yang melekat pada busur yang
menjelaskan lokasi X dan Y dikatakan sebagai
point (points). Penggunaan point diperuntukan
untuk memberikan tanda pada lokasi sumur,
disamping itu poin juga digunakan untuk
melakukan proses impor secara menyeluruh
lokasi XY dengan maksud menciptakan busur
(arch) atau poligon pada GMS 4.0.
FEMWATER Model
Analisa FEMWATER pada GMS 4.0
adalah menggunakan element atau mesh 3D
sehingga penyusunan model FEMWATER
dengan alat bantu pemakaian program GIS
tersebut akan lebih mempercepat waktu
penyusunan.
FEMWATER adalah modul ekstensi pada
program GMS 4.0 yang bertujuan untuk
menganalisa kondisi sumur bor dan airtanah.
Model FEMWATER dibutuhkan data
penyusun model yang dibangun menggunakan
alat bantu GIS, seperti untuk pembuatan MAP
modul, Scattter modul dan TIN modul.
Model konseptual mengdefinisikan, grid
secara otomatis terhadap kondisi batas dan
parameter hasil hitung yang dilakuakn oleh
model ditugaskan ke sel yang tepat. Hasil
running FEMWATER tersebut memberikan
penjelasan dalam bentuk gambar menyerupai
kondisi sebenarnya yang menguraikan beda
tinggi serta lapisan geologi lokasi penelitian
seperti gambar berikut ini.
Gambar 7. Pemodelan FEMWATER GMS 4.0 Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0
Mulai
Studi Literatur:
- Hasil Penelitian Terdahulu
- Jurnal
- Buku pustaka
Data
Skunder
- Peta Topografi
- Peta CAT
- Peta Hidrogeologi
Survei
Lokasi Studi
- Log Litologi Sumur
- Pumping tes Sumur
Ploting Lokasi Sumur
Input Data ke GMS 4.0
Running Kondisi
Eksisting
Pembacaan hasil
GMS 4.0
Selesai
Peta fungsi lahan
pertanian sawah
tadah hujan
Skenario Penambahan
Sumur
Penentuan Lokasi Penambahan
sumur berdasrkan kebutuhan
lahan pertanian
Running Eksisting &
Penambahan sumur
Pembacaan hasil
GMS 4.0
Analisa Hasil
Pemodelan GMS 4.0
Upaya Konservasi
Airtanah
Kesimpulan
66 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
Pengertian Pressure Head (tekanan) dan
Total Head pada airtanah
Sifat hidrolik airtanah selalu bergerak dari
atas kebawah dan juga bergerak dari bawah
keatas atau disebut juga sebagai gaya kapiler.
Jika pergerakan airtanah tersebut mengikuti
hukum hidrolika maka gerakan airtanah akan
bergerak horisontal yang disebabkan adanya
perbedaan gradien hidrolik. Pergerakan
airtanah keatas dan kebawah serta gerakan
horisontal akan menimbulkan tekanan pada air
itu sendiri di dalam sumur, dalam hidrologi
kapiler menjelaskan penarikan molekul air
kepartikel tanah. Air yang berada didalam
tanah akan mengalir dari aliran airtanah karena
mempunyai daya kapiler untuk menaikkan air
ke vadose zone menjadi butiran air tanah (soil
moisture), demikian juga butiran airtanah ini
naik secara kapiler ke permukaan tanah
(Kodoatie, 2012).
Pressure Head (Tekanan)
Dalam mekanika fluida tekanan (pressure
head) merupakan istilah yang lazim digunakan
untuk mewakili energi atau tekanan merupakan
energi yang terjadi pada butiran airtanah yang
menekan ke permukaan tanah melalui suatu
wadah sebagai gaya kapiler airtanah. Dalam
penelitian ini pressure head merupakan batas
tinggi muka airtanah sampai pada lapisan
kedap air atau kedalaman sumur yang terjadi
akibat adanya tekanan airtanah di dalam
lubang sumur bor. Hal ini secara matematis
dinyatakan sebagai:
dimana
aadalah head tekanan ( Panjang,
biasanya dalam satuan m);
adalahcairan tekanan (gaya persatuan l
uas, sering sebagai Pa unit)
adalah beratjenis (gaya persatuan volume,
biasanya N/m3 unit)
adalah densitas fluida( massa persatuan v
olume, biasanya kg / m3)
adalah percepatan gravitasi ( laju per-
ubahan kecepatan, diberikan dalam m/s2)
Karena sifatnya yang tidak dapat dengan
mudah dimampatkan, sehingga fluida dapat
menghasilkan tekanan normal pada semua
permukaan yang berkontak dengannya. Pada
keadaan diam (statik), tekanan tersebut bersifat
isotropik, yaitu bekerja dengan besar yang
sama ke segala arah. Karakteristik ini membuat
fluida dapat mentransmisikan gaya sepanjang
sebuah pipa atau tabung, yaitu, jika sebuah
gaya diberlakukan pada fluida dalam sebuah
pipa, maka gaya tersebut akan ditransmisikan
hingga ujung pipa. Jika terdapat gaya lawan di
ujung pipa yang besarnya tidak sama dengan
gaya yang ditransmisikan, maka fluida akan
bergerak dalam arah yang sesuai dengan arah
gaya resultan.
Total Head (Ketinggian Total)
Aliran dalam tanah merupakan suatu proses
mekanis, yang terdiri dari energi potensial,
energi kinetik dan energi elastis. Dengan
adanya energi ini maka partikel air akan
bergerak (dalam bentuk aliran) dari suatu
tempat ketempat lainnya atau bergerak dari
atas kebawah dan sebaliknya dari bawah
keatas, sesuai dengan berapa besar energi yang
ditimbulkan pada butiran airtanah tersebut,
sehingga Total Head (ketinggian total)
merupakan nilai pressure head ditambahkan
dengan nilai elevation head dimana elevation
head adalah elevasi terendah pada lokasi
penelitian = 0. Hal ini diasumsikan bahwa
pada muka airtanah terendah tekanan yang
terjadi adalah = 0 (Otmospheric) dan ke-
tinggiannya = z, atau merupakan elevasi
terendah = 0 (Kodoatie, 2012).
Dalam mengaplikasikan Hukum Darcy untuk
analisa tekanan air tanah dapat dilakukan
dengan suatu pendekatan yang bertujuan untuk
mengukur besarnya potensi fluida disuatu
tempat. Besaran tekanan airtanah dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut (Kodoatie, 2012).
( )
Sehingga besar potensi fluida:
Dimana :
h = ketinggian total (total head)
= tekanan (pressure head) yaitu tinggi
muka air dalam sumur bor
z = elevation head
P = = Tekanan Fluida
Po = Tekanan Atmosfir
Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 67
Konservasi Airtanah.
Air hujan yang dapat mencapai
permukaan tanah, sebagian akan masuk
(terserap) kedalam tanah (infiltration). Air
hujan yang tidak terserap kedalam tanah akan
tertampung sementara dalam cekungan-
cekungan per-mukaan tanah (surface
detention), untuk selanjutnya mengalir diatas
permukaan tanah ketempat yang lebih rendah
(surface runoff) yang selanjutnya masuk
kesungai Alternatif lainnya, air hujan yang
masuk kedalam tanah akan bergerak vertikal
menuju lapisan tanah yang lebih dalam dan
menjadi bagian dari airtanah (Bisri ,2012).
Berikut ini akan di uraiakan beberapa
pendekatan yang dianggap dapat dilakukan
dalam konservasi tanah atau konservasi
airtanah yakni:
a. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah
agar tahan terhadap penghancuran dan
pengangkutan serta lebih besar daya
menyerap airnya.
b. Menutup tanah dengan tanaman atau sisa-
sisa tumbuhan agar terlindung dari pukulan
langsung air hujan yang jatuh dan
menyuburkan tanah.
c. Mengatur aliran permukaan agar air
mengalir dengan kekuatan yang tidak
merusak kondisi tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil hitung model GMS 4.0 terhadap
pergerakan pressure head itu dapat diketahui
dengan cepat tampa perhitungan yang banyak.
Sofware GMS 4.0 akan memberikan gambaran
dalam bentuk 2D untuk Total Head seperti
pada gambar berikut ini.
Gambar 8. Model 2D Total Head Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0
Nilai Tekanan Kondisi Eksisting
Sedangkan untuk nilai tekanan yang
terjadi terhadap sumur eksisting berdasarkan
gambar diatas yang merupakan ilustrasi hasil
hitung dengan menggunakan pemodelan GMS
4.0 diperoleh berupa nilai pressure head dan
total head yang beragam yang diperoleh dari
hasil penentuan titik koordinat sumur bor serta
berdasarkan elevasi muka tanah terhadap 14
sumur bor pada lokasi penelitian, adapun hasil
hitung dimaksud di sajikan pada Tabel. 1.
Sebuah model konseptual yang lengkap
terdiri dari beberapa coverage. Salah satu
cakupan data yang akan digunakan untuk
penentuannya adalah sumber air, sumur,
sungai, danau, dan saluran air. Cakupan lain
digunakan untuk menentukan zona resapan.
Sedangkan data-data tersebut digunakan untuk
menentukan zona konduktivitas hidrolik dalam
setiap lapisan. Setiap jumlah luasan dan nilai
koefisien dapat digunakan.
Berdasarkan hasil model GMS yang telah
dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil
yang memberikan gambaran mendekati bentuk
sesungguhnya dengan menguraikan bahwa
sumur eksisting yang memiliki tekanan
airtanah paling rendah terjadi pada sumur
dengan kode sumur P.40 KDI yakni besar
tekanan 8,863 m, sumur ini berada pada
elevasi 57,50 mdpl di Desa Ranomeeto
Kecamatan Ranomeeto dengan besaran
kebutuhan debit pemompaan sebesar 13,2
liter/detik yang merupakan debit awal saat
pembangunan sumur bor dengan tujuan untuk
mengairi areal persawahan seluas 10 ha.
Sedangkan sumur yang memiliki pressure
head terbesar terjadi pada sumur dengan
nomor kode sumur P.11 KDI yakni sebesar
45,992 m, sumur ini berada pada elevasi 85,01
mdpl di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto
Barat dengan besaran kebutuhan debit
pemompaan 13,10 liter/detik yang merupakan
debit awal pemompaan saat pembuatan sumur
dengan tujuan pemanfaatan untuk mengairi
areal perswahan seluas 13 ha.
Secara umum jika didasarkan terhadap
debit tersedia serta kebutuhan air pada areal
irigasi fungsional yang menggunakan sumber
air pemompaan dari sumur bor di Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat, dianggap
masih dalam tarap aman dan belum
dikategorikan kritis karena nilai pressure head
setiap sumur berada dalam range screen sumur
bor pada wilayah studi.
68 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
Tabel. 1. Hasil Pembacaan Nilai Head Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto Barat
No Nama Sumur Debit
Luas Lahan Irigasi
Elevasi Sumur Bor
Kondisi Eksisting
Pressure
Head Total Head
l /detik m3/hari Ha Mdpl m m
1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 38,107 88,861
2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 41,775 104,294
3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 44,693 105,381
4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 45,992 110,372
5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 36,947 109,204
6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 38,378 113,801
7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 8,864 48,592
8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 11,765 43,334
9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 14,225 45,213
10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 16,416 43,248
11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 20,849 47,111
12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 20,186 45,246
13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 19,212 44,505
14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 17,161 42,461
Sumber: Hasil Perhitungan Model GMS 4.0
Berdasarkan hasil model GMS yang telah
dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil
yang memberikan gambaran mendekati bentuk
sesungguhnya dengan menguraikan bahwa
sumur eksisting yang memiliki tekanan
airtanah paling rendah terjadi pada sumur
dengan kode sumur P.40 KDI yakni besar
tekanan 8,863 m, sumur ini berada pada
elevasi 57,50 mdpl di Desa Ranomeeto
Kecamatan Ranomeeto dengan besaran
kebutuhan debit pemompaan sebesar 13,2
liter/detik yang merupakan debit awal saat
pembangunan sumur bor dengan tujuan untuk
mengairi areal persawahan seluas 10 ha.
Sedangkan sumur yang memiliki pressure
head terbesar terjadi pada sumur dengan
nomor kode sumur P.11 KDI yakni sebesar
45,992 m, sumur ini berada pada elevasi 85,01
mdpl di Desa Jati Bali Kecamatan Ranomeeto
Barat dengan besaran kebutuhan debit
pemompaan 13,10 liter/detik yang merupakan
debit awal pemompaan saat pembuatan sumur
dengan tujuan pemanfaatan untuk mengairi
areal persawahan seluas 13 ha.
Secara umum berdasarkan debit tersedia
serta kebutuhan air pada areal irigasi
fungsional yang menggunakan sumber air
pemompaan sumur bor di Kecamatan
Ranomeeto dan Ranomeeto Barat masih dalam
tarap aman dan belum dikategorikan kritis
karena nilai pressure head setiap sumur berada
dalam range screen sumur wilayah studi.
Kalibrasi Model GMS 4.0.
Hasil pemodelan GMS pada penelitian ini
sebelum dilakukan evaluasi dan kesimpulan
hasil pemodelan, perlu dilakukan proses
kalibrasi hasil pemodelan GMS terhadap
pembacaan di lapangan.
Kontrol hasil lapangan adalah dengan
membandingkan nilai pressure head GMS
pada masing-masing sumur yang ada terhadap
kebenaran posisinya pada struktur sumur,
dimana nilai pressure head tidak benar jika
berada dibawah lapisan screen sumur yang
ada, karena pada pemodelan ini salah satu data
input boundary condition adalah kedalaman
top screen dan bottom screen, dan dilapangan
semua sumur adalah tidak artesis.
Berikut ini pada Tabel. 2 akan diuraikan
hasil kalibrasi pemodelan terhadap kondisi
lapangan, yang merupakan hasil bacaan
pemodelan untuk nilai Pressure Head yang
terjadi didalam sumur bor, nilai tersebut
terlihat berada dibawa posisi screen sumur
berdasarkan data log bor sumur.
Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 69
Tabel. 2. Kalibrasi Nilai Pressure Head terhadap Sumur Wilayah Studi
No Nama Sumur
Elevasi
Sumur
Nilai
Pressure
Head
Posisi Screen Sumur
Keterangan Atas Bawah
mdpl Mdpl Mdpl mdpl
1 P.13 KD1 73,52 38,11 49,52 4,52 di dalam Screen
2 P.15KD1 83,49 41,78 53,49 -14,51 di dalam Screen
3 P.12 KD1 82,50 44,69 52,50 -1,50 di dalam Screen
4 P.11 KD1 85,01 45,99 48,01 10,01 di dalam Screen
5 P.16 KD1 94,54 36,95 59,54 -1,46 di dalam Screen
6 P.14 KD1 95,00 38,38 52,00 -1,00 di dalam Screen
7 P.40 KD1 57,50 8,86 33,50 -32,50 di dalam Screen
8 P.43 KD1 56,87 11,76 23,87 -33,13 di dalam Screen
9 P.38 KD1 49,50 14,23 25,50 -32,50 di dalam Screen
10 P.02 JICA 46,12 16,42 22,12 -46,88 di dalam Screen
11 P.66 KD1 45,31 20,85 27,31 -38,69 di dalam Screen
12 P.28 KD1 45,90 20,19 21,90 -53,10 di dalam Screen
13 P.27 KD1 45,20 19,21 24,20 -23,80 di dalam Screen
14 P.42 KD1 45,40 17,16 24,40 -23,60 di dalam Screen
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 9. Peta Sebaran Pressure Head Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Ranomeeto Barat
Sumber : Hasil Simulasi Model GMS 4.0
Uji Pemodelan GMS 4.0 Penambahan
Sumur
Kajian simulasi pemodelan GMS 4.0
dengan proyeksi penambahan sumur adalah
untuk tujuan mengetahui syarat batas ijin
penambahan sumur pada lokasi studi ini.
Skenario pemodelan penambahan sumur pada
lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lokasi sumur baru ditentukan berdasarkan
wilayah lahan Irigasi yang belum mendapat
layanan air
70 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
2. Lokasi sumur baru berada pada lokasi
lokasi yang memiliki pressure head tinggi
pada hasil pemodelan eksisting
3. Penambahan dimulai penambahan satu
sumur hingga sejumlah kebutuhan lahan
irigasi.
Pengaruh Penambahan Sumur
Berdasarkan hasil pemodelan GMS maka
disimpulkan bahwa jika di Lokasi studi
dibangun sumur bor, berdampak pada
penurunan nilai head pada sumur-sumur
eksisting yang ada. Penurunan maksimal pada
pengujian penambahan 5 sumur bor adalah:
0,336 m P.15 KDI.
Kebutuhan air Irigasi di Kabupaten
Konawe Selatan khususnya Kecamatan
Ranometto dan Ranometto Barat ini adalah
tergolong tinggi sehingga untuk kondisi
dimasa yang akan datang dibutuhkan batasan
nilai besaran debit pemompaan sebagai
pedoman batas ijin jumlah pengeboran dan
syarat ijin lokasi pengeboran untuk memenuhi
layanan kebutuhan air Irigasi.
Pada penelitian ini dilakukan proyeksi uji
pemodelan untuk penambahan sumur , dengan
tujuan untuk mengetahui syarat batas jumlah
dan lokasi penambahan sumur dimasa yang
akan datang.
Secara umum pada Tabel. 3 dan Tebel. 4
menguraikan nilai pressure head dan Total
Head pada kondisi existing pada sumur bor,
serta dampak perubahan nilai pressure head
dan Total Head ketika terjadi penambahan
sumur yang dilakukan secara bertahap mulai
dari penambahan 1 sumur sampai dengan
penambahan 5 sumur.
Penambahan sumur dapat dilakukan
hingga 10 sumur, namun dilakukan dengan
syarat batas pengambilan air 5,7 lt/det hingga
14,05 lt/det, penambahan ini akan berdampak
pada penurunan pressure head sebesar 0,027 m
untuk setiap penambahan 1 sumur bor, jika
penambahan sumur dengan pemompaan debit
lebih besar dari 700 m3/hari maka berdampak
pada penurunan hingga 0,3 m.
Kriteria penambahan sumur pada studi ini
diupayakan dengan debit pemompaan 5,7
lt/det hingga 14,05 lt/det, untuk kebutuhan
irigasi kedepan pada kebutuhan debit lebih
besar dari 14,05 lt/det maka disarankan untuk
membagi beban layanan irigasi tidak hanya
pada 1 sumur saja.
Dalam hal rencana penempatan lokasi
pembangunan sumur baru untuk irigasi harus
dipertimbangkan kelayakannya agar tidak
berdekatan, karna sangat berpengaruh terhadap
penurunan muka airtanah serta untuk peletakan
secreen sumur sebaiknya berada pada lapisan
akuifer dan tidak melakukan pengambilan dan
peletakan secreen pada air permukaan, hal ini
akan berdampak pada penurunan muka air
pada sumur gali masyarakat disekitarnya dan
akan berakibat konflik warga.
Tabel. 3. Rekapitulasi Nilai Pressure Head di Semua Sumur
Sumber : Hasil Analisa
Kondisi
Existing
Penambahan
Sumur 1
Penambahan
Sumur 1 dan 2
Penambahan
Sumur 1, 2 dan 3
Penambahan Sumur
1, 2, 3 dan 4
Penambahan Sumur
1, 2, 3, 4 dan 5
l /detik m3/hari ha mdpl m m m m m m
1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 38,11 38,11 38,10 38,10 38,10 37,81
2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 41,78 41,77 41,77 41,77 41,77 41,44
3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 44,69 44,69 44,69 44,69 44,69 44,43
4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 45,99 45,99 45,99 45,99 45,99 45,79
5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 36,95 36,95 36,94 36,94 36,94 36,74
6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 38,38 38,38 38,38 38,38 38,37 38,23
7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 8,86 8,83 8,82 8,82 8,82 8,82
8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 11,76 11,71 11,71 11,71 11,71 11,71
9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 14,23 14,18 14,18 14,17 14,17 14,17
10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 16,42 16,37 16,36 16,36 16,36 16,36
11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 20,85 20,81 20,81 20,80 20,80 20,80
12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 20,19 20,14 20,14 20,14 20,14 20,13
13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 19,21 19,17 19,16 19,16 19,16 19,16
14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 17,16 17,11 17,11 17,10 17,10 17,10
15 Sumur 1 5,98 516,98 4,99 83,00 29,68 29,68 29,68 29,68 29,61
16 Sumur 2 8,40 726,18 7,00 52,00 37,52 37,46 37,46 37,36
17 Sumur 3 10,74 928,04 8,95 53,00 20,93 20,93 20,93
18 Sumur 4 14,06 1214,41 11,71 78,00 16,57 16,56
19 Sumur 5 24,09 2081,40 20,08 57,00 37,81
Luas
Lahan
Irigasi
Elevasi
Sumur
Bor
Nilai Head
NoNama
Sumur
Debit
Studi Tekanan Aliran Airtanah Untuk KonservasiDi Kecamatan Ranomeeto Dan Ranomeeto Barat 71
Tabel 4. Rekapitulasi Nilai Total Head di Semua Sumur
Sumber : Hasil Analisa
Kebijakan Konservasi Airtanah
Studi tekanan aliran airtanah ini dengan
bantuan peralatan model GMS 4.0, dilakukan
untuk memberikan arahan kebijakan yang
dapat dilakukan dengan sasaran utamanya
adalah untuk mempertahankan keberadaan
airtanah serta bagaimana upaya konservasi
yang akan dilakukan dimasa mendatang
khususnya pada daerah imbuhan airtanah
tersebar di Kecamatan Ranomeeto dan
Ranomeeto Barat.
Kegiatan konservasi airtanah tidak lepas
dari konservasi tanah, oleh sebab itu untuk
mempertahankan daerah imbuhan agar tetap
sesuai dengan peruntukannya diperlukan
upaya-upaya konservasi. Adapun upaya
kegiatan konservasi dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga tinggi muka air sungai dapat
dilakukan dengan cara melakukan kegiatan
menambahkan kawasan potensi resapan,
mempertahankan luasan areal hutan, dan
merencanakan sistem drainasi resapan pada
lahan pertanian maupun pemukiman.
2. Kebijakan pemanfaatan sumur bor
dilakukan dengan cara pengeboran sumur
disyaratkan dengan debit pemompaan
antara 5,7 l/dt – 14,05 lt/dt
3. Pembuatan Waduk dilakukan dengan cara
membangun waduk-waduk di bagian hulu
untuk mengurangi kebutuhan pemakaian
airtanah. Uraian hasil hitung sebagai output
dari cara kerja GMS 4.0 telah memberikan
satu bentuk kebijakan konservasi dengan
memberikan gambaran penurunan muka air
tanah yang di akibatkan adanya
penambahan beberapa buah sumur.
Kegiatan kebijakan kon-servasi airtanah
dilakukan dengan cara pembatasan
pemompaan dengan mengacu pada debit
optimum yang disyaratkan serta tidak
melakukan penambahan sumur yang
berlebihan dalam jarak yang berdekatan.
Kesimpulan
Dari hasil analisa pemodelan tekanan
aliran airtanah menggunakan alat bantu model
GMS 4.0 yang telah dilakukan sebagai hasil
dari penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Nilai tekanan airtanah yang terjadi pada
sumur bor yang digunakan untuk irigasi di
Kecamatan Ranomeeto dan Ranomeeto
Barat, yang terkecil terjadi pada sumur
dengan nomor kode P.40 KDI, debit
tersedia 13,20 liter/detik untuk mengairi
areal persawahan seluas 10,00 ha, yang
berada pada elevasi 37,50 mdpl, memiliki
tekanan airtanah senilai 8,863 m dan
ketinggian total 48,592 m, sumur ini berada
di Desa Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto.
Sedangkan sumur yang memiliki tekanan
terbesar terjadi pada sumur dengan nomor
kode P.11 KDI, debit tersedia 13,10
liter/detik untuk mengairi sawah seluas
13,00 ha, sumur berada pada elevasi 65,01
mdpl, memiliki tekanan airtanah senilai
45,992 m dan ketinggian total 110,372 m,
Kondisi
Existing
Penambahan
Sumur 1
Penambahan
Sumur 1 dan 2
Penambahan
Sumur 1, 2 dan 3
Penambahan Sumur
1, 2, 3 dan 4
Penambahan Sumur
1, 2, 3, 4 dan 5
l /detik m3/hari ha mdpl m m m m m m
1 P.13 KD1 10,20 881,28 22,00 73,52 88,86 88,86 88,86 88,86 88,86 88,56
2 P.15KD1 2,80 241,92 14,00 83,49 104,29 104,29 104,29 104,29 104,29 103,96
3 P.12 KD1 11,25 972,00 17,00 82,50 105,38 105,38 105,38 105,38 105,37 105,11
4 P.11 KD1 13,10 1131,84 13,00 85,01 110,37 110,37 110,37 110,37 110,37 110,17
5 P.16 KD1 8,00 691,20 22,00 94,54 109,20 109,20 109,20 109,20 109,20 109,00
6 P.14 KD1 12,40 1071,36 14,00 95,00 113,80 113,80 113,80 113,80 113,80 113,65
7 P.40 KD1 13,20 1140,48 10,00 57,50 48,59 48,55 48,55 48,55 48,55 48,55
8 P.43 KD1 2,50 216,00 15,00 56,87 43,33 43,28 43,28 43,28 43,28 43,28
9 P.38 KD1 12,00 1036,80 9,00 49,50 45,21 45,17 45,16 45,16 45,16 45,16
10 P.02 JICA 9,00 777,60 20,00 46,12 43,25 43,20 43,19 43,19 43,19 43,19
11 P.66 KD1 6,23 538,27 15,00 45,31 47,11 47,07 47,07 47,06 47,06 47,06
12 P.28 KD1 13,20 1140,48 15,00 45,90 45,25 45,20 45,20 45,19 45,19 45,19
13 P.27 KD1 13,10 1131,84 10,00 45,20 44,50 44,46 44,46 44,45 44,45 44,45
14 P.42 KD1 12,50 1080,00 11,00 45,40 42,46 42,41 42,40 42,40 42,40 42,40
15 Sumur 1 5,98 516,98 4,99 83,00 125,78 125,77 125,77 125,77 125,70
16 Sumur 2 8,40 726,18 7,00 52,00 72, 455 72,45 72,45 72,45
17 Sumur 3 10,74 928,04 8,95 53,00 55,30 55,30 55,30
18 Sumur 4 14,06 1214,41 11,71 78,00 105,73 105,72
19 Sumur 5 24,09 2081,40 20,08 57,00 96,09
Luas
Lahan
Irigasi
Nilai HeadElevasi
Sumur
Bor
DebitNo
Nama
Sumur
72 Jurnal Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 61-72
sumur ini berada di Desa Jati Bali
Kecamatan Ranomeeto Barat.
2. Pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya
penambahan sumur mengakibatkan tekanan
berkurang secara keseluruhan, proyeksi
penambahan 1 unit sumur dengan
pengambilan 5,98 liter/detik untuk mengairi
areal sawah seluas 4,55 ha, memberikan
dampak terbesar pada penurunan tekanan
airtanah pada sumur P.42 KDI sebesar
0.053 m, selanjutnya penambahan 2 unit
sumur dengan pengambilan 8,40 liter/detik
untuk mengairi sawah seluas 7 Ha, terjadi
penurunan juga terbesar pada sumur P42
KDI sebesar 0.057 m. Sampai dengan
penambahan sumur ke 4 sumur P.42 Kdi
mengalami penurunan sampai dengan 0,06
m. Hal ini dikarenakan sumur P42 adalah
sumur terjauh dari arah hulu sehingga pada
sumur ini sudah mengalami pengurangan
debit akibat pengambilan Sumur lainnya.
Namun berbeda dengan pengambilan di
wilayah Ranomeeto Barat untuk mengairi
68,3 Ha sawah yaitu sebesar 24,09
liter/detik, berdampak besar terhadap sumur
sumur terdekat yaitu P15 KDI dan P 11
KDI, yaitu secara berurutan sebesar 0,336
m, dan 0,198 m.
3. Untuk mempertahankan keberlanjutan dan
fungsi sumur bor yang ada, debit optimun
untuk pemompaan direkomendasikan
sebesar 5,7 lt/det hingga 14,05 lt/det, hal
ini dikarenakan apabila pemompaan lebih
besar dari debit tersebut mengakibatkan
penurunan muka air hingga 0,027 m sampai
0,3 m.
Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan kepada PAT Balai Wilayah
Sungai Sulawesi IV bahwa dalam pengelolaan
pemanfaatan dan pengembangan Sumur Bor di
masa mendatang harus mempertimbangkan
debit pengambilan sebesar 5,7 lt/det hingga
14,05 lt/det. Jika di butuhkan debit
pengambilan lebih dari 14,05 lt/det maka di
upayakan dengan penambahan 2 sumur atau
lebih di lokasi yang tidak berdekatan.
Penelitian ini juga mengharapkan adanya
pengembangan Studi lanjutan tentang adanya
Studi Analisa keberhasilan Konservasi terha-
dap mempertahankan kondisi Airtanah di
wilayah Studi. Penataan kawasan hijau atau
resapan akan mempengarui jumlah air yang
teresapkan kedalam tanah sebagai satuan
volume air yang menjadi recharge pemodelan
GMS berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2011) Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2011,
Penetapan Cekungan Air Tanah Di
Indonesia, Jakarta; Pemerintah Republik
Indonesia
Anonim (2014) Sulawesi Tenggara Dalam
Angka Tahun 2014, Kendari; BPS
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Asdak, Chay (2007) Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,
Bandung: Gadjah Mada University Press.
Bisri, Muhammad (1988) Aliran Airtanah,
Malang: Himpunan Mahasiswa
Pengairan.
Bisri, Muhammad (2012) Air Tanah, Malang:
Universitas Brawijaya Press.
Jones, Norman L (2003) GMS 4.0 Tutorials,
Environmental Modeling Research
Laboratory: Brigham Young University.
Kodoatie, Robert J (2012) Tata Ruang Air
Tanah, Yogyakarta; Andi Offset.
Ridha, M Nuristyan (2014) Analisa aliran
airtanah dengan menggunakan
Groundwater Modeling System studi
daerah Kecamatan Kejayan Kabupaten
Pasuruan, Jurnal Teknik Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya.