Upload
vodang
View
251
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Studi Qawâ‘id Tafsir Lafaẓ Mutarâdif Ghaḏab dan Ghaiẕa (Penafsiran
Menurut Ibnu Jarir Al-Ṯabâri)
Skripsi
Dijuikan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Disusun:
Sutria Dirga
11140340000220
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2018
i
ABSTRAK
Karya ilmiah ini berfokus pada Studi Qawa„id Tafsir Lafaẓ Mutarảdif makna
Ghaḏab dan Ghaiẕa (Penafsiran Menurut Ibnu Jarir Al-Ṯabâri). Ghaḏab dan Ghaiẕa
merupakan makna secara kontekstual yang berbeda yang berbeda. Perbedaan makna
inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan analisis kata Ghaḏab dan Ghaiẕa
dalam Ayat Al-Qur‟an dengan cara menjabarkan beberapa Ayat Al-Qur‟an yang
mengandunh kata Ghaḏab dan Ghaiẕa. Selain itu, penulis menggunakan beberapa
referensi sebagai bahan rujukan utama yakni kitab Tafsir Al-Ṯabari dan juga
menggunakan berbagai kitab Tafsir lainnya yang dijadikan sebagai bahan rujukan
pembantu.
Makna Ghaḏab yang kebanyakan terdapat dalam beberapa surah Al-Qur‟an,
ditujukan untuk menggambarkan marahnya Allah kepada kaum Yahudi karena mereka
termasuk kaum yang melalaikan ajaran Islam. Allah murka kepada kaum yahudi karena
mereka memiliki keinginan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW dan telah
mendustakan ajaran-Nya sehingga Allah SWT menjadikan kaum yahudi. Namun,
makna Ghaiẕa yang juga memiliki arti marah ternyata berbeda penggunaannya dalam
Ayat Al-Qur‟an. Sebagai contoh dalam surah Ali Imran ayat 119 yang berbunyi
“adapun orang-orang kafir mereka ketika bertemu dengan kaum muslimin mereka
berkata, “kami pun beriman”, merasa sakit hati karena kokohnya persatuan kaum
Muslimin dan mereka ingin berbuat dendam sampai akhirnya mereka mati karena
kemarahan” menggunakan kata marah yang berarti marahnya orang kafir kepada kaum
muslim sampai-sampai kemarahan mereka bergelut pada diri mereka sendiri dimana
Allah menciptakan keputusasaan kepada orang kafir berupa kesedihan, kegalauan, dan
kemarahan sampai akhirnya mereka pun mati dalam keadaan marah atas kemarahannya
sendiri. Sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan dengan jelas bahwa penggunaan
kata Ghaḏab dan Ghaiẕa memiliki makna yang berbeda. Akan tetapi, Bahasa Indonesia
belum memiliki term tertentu yang bisa membedakan antara Ghaḏab dan Ghaiẕa
sehingga dua-duanya sama sama diterjemahkan dengan sama.
ii
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah Subhanabu wa Ta‘ala atas
segala curahan nikmat iman, nikmat Islam serta nikmat sehat wa al-‘afi‘at, sehingga kita
selaku hamba Allah akan selalu menjalankan perintahnya dan menjauhi segala
larangannya dan kita selaku umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kita
akan selalu mengikuti sunnah-Nya sehingga kita akan meraih syafa‘atnya di hari kiamat
nanti, Aamiin.
Pada kesempatan ini saya akan meneliti skripsi ini degan judul : Studi Qawâ‘id
Tafsir Lafaẕ Mutarâdif terhadap makna Ghaḏab dan Ghaiẕa (Penafsiran Menurut
Ibnu Jarir Al-abari) sebagai tugas akhir dalam menjalani perjalanan kuliah S1 jurusan
Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tahun 2018. Tugas ini merupakan tugas yang sangat penting bagi saya, tugas yang selalu
dikerjakan hari demi hari, bulan demi bulan, dan juga tahun demi tahun, demi ilmu yang
bermanfaat ini, saya akan mencari referensi yang benar, supaya ilmu yang saya akan
bermanfaat untuk saya pribadi dan untuk orang lain. Penelitian ini tidak selalu berjalan
dengan mulus, terdapat beberapa referensi yang harus diganti, ditambah bahkan
dikurangi, sehingga penelitian ini tidak membuat pembaca tidak bingung dalam
mempelajarinya.
Penulis menerima kritik dan saran karena bagi penulis hal itu dapat bermanfaat
untuk penelitian selanjutnya dan sebagai referensi baru untuk penulis.
iii
Pada kesempatan ini tidak lupa ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin,
selaku dosen mata kuliah Sosiologi Agama dan Metode Penelitian.
3. Bapak Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. selaku Wakil Dekan 1 bidang
Akademik, sekaligus dosen Agama Konghucu, yang telah memberikan layanan
dan arahan yang baik kepada saya.
4. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. selaku Wakil Dekan 2 bidang Administrasi Umum,
sekaligus dosen mata kuliah Metode Kritik Hadis.
5. Bapak Dr. H. M. Suryadinata, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi, Wakil
Dekan 3 bidang Kemahasiswaan, sekaligus dosen Bahasa Arab
6. Bapak Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A. Dekan Ushuluddin IAIN/UIN Jakarta
periode 1998-2002, selaku dosen favorit saya, dosen ‘Ulumul Qur‘an dan
Qawa‘id Tafsir, yang telah membantu saya dalam mencari referensi penelitian
ini.
7. Bapak Prof. Dr. H. Ridwan Lubis. Dekan Ushuluddin IAIN Sumatera Utara
periode 1988-1996, selaku dosen Islam di Indonesia, yang telah mengajarkan
kami, dan membuat saya tertarik mengenai perkembangan budaya Islam serta
tokoh pahlawan Islam di Indonesia khususnya di Ranah Minang.
iv
8. Bapak Prof. Dr. K.H. Sa‘id Agil Husin Al-Munawwar, Lc. M.A. Menteri Agama
RI periode 2001-2004 sekaligus dosen mata kuliah Metode Pemahaman Hadis
dan Metode Istinbath Hukum.
9. Ibu Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, Lc. M.A. Wakil Dekan bidang
Kemahasiswaan periode 2014-2015, yang telah mengajari saya dalam mata
kuliah Membahas Kitab Tafsir, جزك اهلل خريا كثريا يا أمي
10. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.Ag. selaku ketua jurusan anggota Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‘an, sekaligus dosen Tahfiẓ Qur‘an yang telah
mengajari bagaimana Takrir nya dan bagaimana Muraja‘ahnya.
11. Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku sekretaris jurusan, yang telah
membantu saya dalam urusan Administrasi.
12. Bundo Dra. Gustiati selaku Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, ibu
Minarti, Mbak Dewi, dan juga ibu Mudianah Mahmud, S.IP. yang telah
melayani dengan baik dan tulus.
13. Ibu Dra. Lily Fakhriyah selaku Kepala Bagian Tata Usaha, Bundo Dra. Merri
Zarwida, Bundo Dra. Sukmayeti, dan bapak Drs. Mu‘allimin Ibrahim selaku
Kepala Sub Bagian.
14. Ibu Dra. Iis Aguswati, Ibu Dra. Sholehah, M.Si., selaku staff akademik yang
memberikan layanan yang baik dan tulus kepada saya, serta Kang Toto Tohari
yang memberikan informasi yang jelas.
15. Bapak Amrullah Hasbana, M.Ag. selaku Kepala Perpustakaan Utama beserta
staffnya yang telah memberikan layanan yang tulus dan ikhlas.
v
16. Teman-teman sekalian, Dun Sanak Saudaro Dayat, Filzah, Aidah, kawan-kawan
lainnya yang telah mendukung saya.
17. Teman-teman Magang LPMQ, Abd Rahman, Iva Rustiana, Fikri Hidayat,
Firdaus, Evi, Putri Sahara, Imas, Lukita, dan Mia.
18. Teman-teman KKN 064 Chandrakarya Desa Cikasungka, Kecamatan Solear,
Kabupaten Tangerang, yang saling memberikan inspirasi atas kerjasamanya.
19. Papa, Mama, AA Ryan , Kakak Rara, Uni Dhea, Fairiz, Mas Rudy, Mas Tio,
Kak Vira, Pak Amin, yang telah memberi motivasi Abang dalam menyelesaikan
urusan perkuliahan, memberi bantuan, arahan dan motivasi kepada abang dalam
urusan skripsi.
20. Tetanggaku Mas Heri Firmanto, Kak Mita Anggraini, Mas Sigit dan Mbak Eli
Alumni UIN Jakarta, yang memberikan bantuan dan arahan kepada saya dalam
urusan perkuliahan.
Sebagai penutup penulis berharap semoga, karya ini dapat bermanfaat untuk kita semua,
penulis mengucapkan mohon maaf apabila terdapat kesalahan dari saya baik secara
tulisan, lisan. Bagi penulis kesempurnaan hanyalah milik Allah dan kesalahan adalah
milik mannusia terutama diri saya pribadi.
Pondok Kacang Timur, 26, Juni 2018.
Hormat Saya
Sutria Dirga.
vi
Pedoman Transliterasi
Pedoman ini sesuai dengan versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan
Keputusan Rektor No. 507 Tahun 2017.
1. Padanan Aksara.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts Te dan es ث
j Je ج
ẖ H dengan garis bawah ح
kh Ka dan ha خ
d De د
dz De dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy Es dan ye ش
s Es dengan garis di bawah ص
ḏ De dengan garis di bawah ض
ṯ Te dengan garis di bawah ط
ẕ Zet dengan garis di bawah ظ
Koma terbaik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh Ge dan ha غ
F Ef ؼ
Q Ki ؽ
K Ka ؾ
L El ؿ
vii
m Em ـ
n En ف
W We ك
H Ha ق
Apostrof ء
y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal ketentuan alih
aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal
Latin Keterangan
A Fatẖah ــ
ـ ـ I Kasrah
U Ḏammah ــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal latin Keterangan
يــ Ai A dan i
وــ Au A dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan
dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â A dengan topi di atas ــ ا
ȋ I dengan topi di atas ــ ي
و ȗ U dengan topi di atas ــ
4. Kata Sandang
viii
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
dilaihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah.
Contoh : ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan dengan
sebuah tanda ) dalam alih aksara ini akan dilambangkan dengan huruf. Yaitu dengan )ــ
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiah. Misalnya kata )الضرورة( tidak ditulis ad-darurâh, melainkan al-ḏarurâh,
demikian seterusnya.
6. Ta Marbȗṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta Marbȗṯah terdapat kata yang berdiri
sendiri, maka huruf tersebut dalihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 dibawah). Hal
yang sama juga berlaku jika ta Marbȗṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta Marbȗṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersbut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريػقة .1
al-jâmî’ah al-islâmiyyah اجلامعةاإلسلمية .2
wahdat al-wujûd كحدةالوجود .3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini
huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama
tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh : Abȗ Hâmid al-Ghazâli bukan Abȗ Hâmid Al-Ghazâli, Al-
Kindi bukan Al-Kindi.
ix
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cerak miring (italic) atau cetak tebal (bold).
Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam
alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari
bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânȋ,
Nuruddin al-Raniri, tidak Nȗr al-Rânȋriȋ.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap Kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara
terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab,
dengan berpedoman pada kententuan-ketentuan di atas :
Kata Arab Alih Aksara
Dzahaba al-ustâdzu ذهباألستاذ
Tsabata al-ajru ثػبتاجلر
Al-ẖarakah al-‘ahriyah احلركةالعصرية
الل إلهإال Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهدأفال
Maulânâ Malik al-Sâliẖ موالناملكالصالح
Yu’atstsirukum Allâh يػؤثركمالل
ظاهرالعقلية .Al-maẕâhur al-‘aqliyyah امل
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama orang
berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihakarakan. Contoh Nurcholish
Madjid, bukan Nȗr Khâlis Majȋd, Mohamad Roem, bukan Muhammad Rȗm, Fazlur Rahman,
bukan Fadl al-Rahmân.
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERSI ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................... 3
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 5
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 5
G. Metodologi Penelitian ............................................................................................ 8
H. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 9
BAB II PRO DAN KONTRA MUTARÂDIF DALAM AL-QUR’AN ....................... 11
A. Pengertian Mutarâdif ...................................................................................................... 11
B. Pro dan Kontra Lafaz Mutarâdif .................................................................................... 15
C. Contoh Lafaẕ Mutarâdif Dalam Al-Qur’an .................................................................. 20
D. Pengertian Makna Ghaḏab.............................................................................................. 24
E. Pengertian Makna Ghaiẕa ............................................................................................... 25
F. Derivasi Makna Ghaḏab ................................................................................................. 26
G. Derivasi Makna Ghaiẕa .................................................................................................. 27
BAB III RIWAYAT IBNU JARIR AL-ṮABÂRȊ .......................................................... 28
A. Biografi Ibnu Jarir Al-Ṯabârȋ
1. Biografi ............................................................................................................ 28
2. Karya-karyanya ................................................................................................ 29
B. Karakteristik Tafsir Al-Ṯabârȋ
1. Karakteristik Penulisan Tafsir Jâmi’ Al-Bayân fȋ Ta′wȋl Al-Qur′ân ............... 30
2. Metode Penafsiran dan corak Jâmi’ Al-Bayân fȋ Ta′wȋl Al-Qur′ân ............... 30
3. Gambaran Umum Terhadap Tafsir Jâmi’ Al-Bayân fȋ Ta′wȋl Al-Qur′ân ....... 31
xi
4. Sistematika Penafsiran ...................................................................................... 32
5. Referensi Mufasir ............................................................................................. 32
BAB IV PENGGUNAAN MAKNA GHAḎAB DAN GHAIẔA AL-QUR′ÂN ........... 33
A. Penafsiran Ibnu Jarir Al-Ṯabâri terhadap makna Ghaḏab .......................................... 33
A. Penafsiran Ibnu Jarir Al-Ṯabâri terhadap makna Ghaiẕa ............................................ 55
B. Penafsiran Para Mufassir ........................................................................................... 65
C. Analisis Penulis terhadap kata Ghaḏab dan Ghaiẕa ............................................. 69
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 82
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 82
B. Saran. ........................................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 84
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Muslim mungkin dapat membaca al-Qur′an dengan bahasa arab,
tetapi belum tentu mereka dapat memahami makna dari setiap lafaẕ yang ada di
dalam ayat al-Qur′ân al-Karim. Begitu tingginya tingkat bahasa yang ada di dalam
ayat al-Qur′ân membuat umat muslim yang ingin menerjemahkan al-Qur′ân harus
memahami setiap makna dari lafaẕ al-Qur′ân yang biasanya memiliki lebih dari
satu makna karena apabila kita hanya memahami satu makna saja dalam setiap
lafadzh maka akan terjadi kesalahan pemahaman karena makna dari lafadzh yang
ada di dalam bahasa arab belum tentu jelas, karena kalimatnya diisi dengan
balaghah, istifham, musytarok wal mutaraḏif, wujuh wa naẕair, bahkan muhkan
wal mutasyabih, sehingga ketika kita sulit memahami makna ayat al-qur′an
tersebut.
Terlebih lagi, bahasa utama kitab suci al-Qur′ân menggunakan bahasa Arab
sehingga penting sekali untuk memahami makna dari setiap lafaẕ yang ada pada
ayat al-Qur′ân yang merupakan pedoman hidup yang utama bagi umat islam.
Bahasa al-Qur′ân menggunakan bahasa Arab dijelaskan dalam surat fussilat ayat 3,
yang berbunyi:
ومق
ا عربيا ل
رءان
هۥ ق
ت ءاي
ت
ل ص
ب ف
كت
مون
يعل
3. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab,
untuk kaum yang mengetahui
[Fussilat 3]
Bahasa Arab yang menjadi bahasa utama pada Al-Qur′ân. Hal ini diciptakan
tidak lain hanya untuk menjadikan umat manusia menjadi orang-orang yang
berpikir.
2
Mukjizat al-Qur′ân al-Karim sangat luar biasa terutama bahasa arab, karena
mukjizat bahasa arab itu tujuannya adalah untuk menjaga keotentikan dari
kesalahpahaman ketika mempelajari atau mentadabburi Al-Qur′ân baik dari segi
hurufnya maupun juga maknanya. Karena tidak semuanya arti kata dalam Al-
Qur′ân itu memiliki satu makna
Oleh karena itu, kita harus mempelajari bahasa Arab agar makna-makna
kata di dalam ayat-ayat al-Qur′ân dapat mudah dipahami secara tekstual maupun
kontekstual. Pemahaman makna ini pun sangat bergantung pada sukses atau
tidaknya dakwah bagi pemuka agama.
Keberhasilan dakwah sangat bergantung pada kedekatan juru dakwah
dengan umatnya. Juru dakwah yang lahir dari suatu lingkungan tentu akan
memahami lorong-lorong kesesatan dan liku-liku kebodohan yang membungkus
kaumnya. Ia mengenali jiwa mereka dan pintu-pintu yang harus dilaluinya. Hal ini
dapat membuka jiwa mereka untuk menerima ajaran-ajaran dakwah dan mengambil
petunjuknya. Komunikasi di antara kedua belah pihak dengan satu bahasa
merupakan lambang bagi kesamaan komunitas sosial dalam segala bentuknya.1
Dalam hal ini Allah berfirman:
ء ويهدي من ي ا
ه من يش
يضل ٱلل
ف
هم
ن ل ىمهۦ ليبي
بلسان ق
سىل إل نا من ر
رسل
أ
وما ز
ى ٱل و
ءا
ش
حكيم [٤]سىرة إبرايم, ٤ٱل
4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan
memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah
Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana
[Ibrahim4]
1 Manna Khalil Qaṯan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, dari judul Asli: Mabâhits fȋ ‘Ulum Al-Qur’an,
Penerjemah : Mudzakir AS. (Jakarta, Penerbit: PT Pustaka Litera AntarNusa. 2015). Cet. Ke-15.
Hlm.444. Lihat juga, Mabâhits fȋ Ulum l-Qur ân, (Kairo, Penerbit : Maktabah Wahbah), 306.
3
Dari kutipan diatas kita dapat mempelajari bahwa pemahaman makna
ayat al-Qur’an sangatlah penting agar ilmu agama, aqidah, akhlak, bahasa arab
dan petunjuk lain yang tertuang di dalamnya dapat dipahami secara benar dan
tidak menyesatkan umat manusia.
Seperti kata واسع dimana kata tersebut memiliki arti luas. Namun, lafaẕ
tersebut di dalam ayat al-Qur′ân dapat memiliki makna yang lain tergantung dari
kalimat dan kondisinya. Apabila kita tidak mempelajari makna dari setiap lafaẕ
yang ada di dalam al-Qur′ân, kita dapat salah memahami dan mengartikannya
karena di dalam ayat al-Qur′ân terdapat hal yang musykil atau tidak jelas
Sebagai contoh lain, kata ف عل. Kata ini diartikan sebagai perbuatan.
Namun kata tersebut belum tentu dapat dianggap sebagai makna perbuatan saja
karena setiap lafaẕ tidak memiliki satu makna saja. Begitulah keseluruhan ayat
al-Qur′an memiliki untaian kata yang begitu indah dimana bahasanya memiliki
banyak arti dan makna. Maka Penulis akan memfokuskan Studi Qawa‘id
Tafsir Lafaẕ Mutarâdif Ghaḏab dan Ghaiẕa (Penafsiran Menurut Ibnu
Jarir Aṯ-Ṯabâri)
A.1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis, Penulis dapat memberikan identifikasi
masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :
Bagaimana Ghaḏab dan Ghaiẕa dalam perspektif Psikologi ?
Bagaimana Ghaḏab dan Ghaiẕa dalam perspektif Fiqih ?
Bagaimana Ghaḏab dan Ghaiẕa dalam perspektif Tasawuf ?
Bagaimana Ghaḏab dan Ghaiẕa dalam perspektif Al-Qur’an ?
Penulis akan mencantumkan beberapa surah di dalam Al-Qur’an. Mengapa ?
karena untuk memverifikasi penafsiran antara kata Ghaḏab dan Ghaiẕa menurut
Al-Ṯabari. Namun, penulis tidak mencantumkan sisa-sisa ayat-ayat Al-Qur’an
4
tentang kata Ghaḏab dan Ghaiẕa. Penulis akan mencantumkan sisa-sisanya di
bagian Lampiran.
Kata Ghaḏab :
1. Surah Al-Maidah ayat 60
2. Surah Al-Mujâdalah ayat 14
3. Surah Al-Mumtahanah ayat 13
4. Surah Al-Baqarah ayat 61 dan 90
5. Surah li Imrân ayat 112
6. Surah Al-Nur ayat 9
7. Surah Al-Syura ayat 16
8. Surah Ṯa Ha ayat 86
9. Surah Al-Fâtihah ayat 7
10. Surah Al-Anbiya ayat 87.
Kata Ghaiẕa :
1. Surah Al-Hajj ayat 15
2. Surah li Imrân ayat 119 dan 134
3. Surah Al-Taubah ayat 15
4. Surah Al-Mulk ayat 8.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Dari lima nomor di identifikasi masalah, Penulis hanya membahas di
nomor lima yaitu Ghaḏab dan Ghaiẕa dalam perspektif Al-Qur’an, Alasannya
untuk meneliti derivasinya, meneliti perbedaan dua kata tersebut. Penulis
menggunakan referensi Ibnu Jarir Aṯ-Ṯabâri dengan tafsirnya Jâmi’ Al-Bayân
‘an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân. Mengapa ?, karena karakteristik penafsirannya yakni
menjelaskan aspek kebahasannya, nahwunya, mufradatnya, riwayat-riwayat dari
para sahabat dan tabi’in.
Rumusan yang Penulis paparkan ini adalah
5
1) Apakah kata ghaḏab dan ghaiẕa memiliki makna yang sama ?
2) Bagaimana Al-Ṯabâri menafsirkan lafaẕ antara ghaḏab dan ghaiẕa ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui, memahami (to understand),
menjelaskan (to explain) persamaan perbedaan dua makna ghaḏab dan ghaiẕa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan pengembangan dalam
pemahaman aspek kebahasaan, nahwunya dan juga mufradatnya di dalam makna
ayat-ayat Al-Qur’an seperti kata ghaḏab dan ghaiẕa. Serta dapat menjadi
landasan pengembangan dalam pemahaman Turjumatil Qur’an, baik turjumatil
bil harfiyah, turjumatil bil maknawiyah, maupun turjumatil bil tafsiriyyah.
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari plagiat, penulis akan memaparkan beberapa kajian
terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai
berikut :
1. Eva Ardinal, Konsep Hubungan Lafaz dan Makna, Jurnal IAIN Kerinci,
Provinsi Jambi, menjelaskan Konsep hubungan Lafaz dan Makna tentang
Tarâduf (Sinonim) dan Taḏdad (Antonim), tetapi beliau menjelaskan
secara kritis seperti menurut pandangan pakar bahasa seperti Imam
Zamakhsyari, Ibnu Faris dan Ibnu Jinni, lalu menjelaskan pandangan
para Ushuliyyin, Ulama Kalam, dan Filosof Muslim yang mengkritisi
dalam makna Al-Dalalah, Lafaz ataupun Makna. Dan juga menjelaskan
pakar bahasa Arab yang berhasil membuat kitab-kitab Fiqh Lughah yang
secara detail pembahasannya.
2. Ahmad Fawaid, Kaidah Mutarâdif Dalam Lafaẕ Ayat Al-Qur′ân,
Mutawatir : Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, Volume 5, Nomor 1, Juni
2015, IAI Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur, dijelaskan menurut
Ulama setuju makna Mutarâdif itu ada terdapat dalam Al-Qur′ân seperti
6
tetapi menurut Ulama lainnya tidak setuju bahwa tidak ada makna
Mutaradif dalam ayat Al-Qur′ân.
3. Rofiq Nurhadi, Pro Kontra Sinomimi Dalam Al-Qur’an, Jurnal Bahtera-
Jurnal Pendidikan Bahasa Sastra dan Budaya, Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Jilid 2, Nomor 4, 30 September 2015,
dijelaskan Argumentasi pro dan kontra terhadap Mutarâdif selain
argumen linguistik, menggunakan argumen teologis. Dari sudut pandang
linguistik para pakar ini berbeda dalam memaknai bahasa secara filosofis
atau praktis, dari sudut pandang tafsir di antara mereka dalam
memaknani cakupan definisi dari sisi teologis terdapat perbedaan sudut
pandang dalam memaknai ekspresi ketuhanan.
4. Waryani Fajar Riyanto, Antisinonimitas Tafsir Sufi Kontemporer,
Jurnal Episteme, Volume 9, Nomor 1, Juni 2014, STAIN Pekalongan,
Jawa Tengah, dijelaskan tentang perbedaan-perbedaan istilah sufistik
dalam al-Qur’an dengan pendektakan antisinonimitas. Dan menjelaskan
tiga epistemologi yakni bayâni, ‘irfânȋ dan burhânȋ, yang berkaitan
dengan metode antisinonimitas sufistik dalam al-Qur’an.
5. Ubaid Ridlo, Sinonim dan Antonim Dalam Al-Qur’an, Jurnal Al Bayan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 9, No, 2, Desember 2017,
dijelaskan latar belakang munculnya sinonim dan antonim yakni banyak
sekali kosa kata, dialek yang berbeda yang berasal dari bahasa asing dan
penggunaan sinonim dan antonim dalam ungkapan yang berbeda sebagai
bukti keagungan dan mukjizat al-Qur’an dan perlu pemahaman yang
mendalam terhadap konteks ayat dan berbagai macam instrumen ilmu
tafsir al-Qur’an terhadap semantika sinonim dan antonim dalam al-
Qur’an. Penulisan artikel ini adalah melalui pendekatan kualitatif dengan
pendekatan ilmu linguistik dan dengan metode deskriptif analitis.
6. Al-Suwibah binti Juhsoh, Marah Dalam Al-Qur’an, skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, 2010,
7
dijelaskan Marah Dalam dalam perspektif psikologi dan menganalisis
Pemafsiran makna marah menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.
7. Wira El Muhriani, Pengendalian Emosi (Marah) dalam Tafsir Quraish
Shihab, Skripsi UIN Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat, Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, 2016, juga dijelaskan marah dalam
perspektif psikologi dan akhlak yakni penafsiran tentang pengendalian
emosi menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah.
8. Muhammad Nabihul Janan, Sinonimitas Dalam Al-Qur’an (Analisis
Semantik kata Khauf dan Khasyyah), Skripsi IAIN Surakarta, Fakultas
Ushuluddin, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2016, dijelaskan,
tentang Mutarâdif tetapi analisanya berbeda karena ia menganalisis
Medan semantik dan menganalisis makna relasional yaitu makna
sintagmatik dan makna paradigmatik terhadap makna Khauf dan
Khasyyah.
9. Miss Kholifah Jukeng, Rangkap Ungkapan Damai Dalam Al-Qur’an
(Kajian Lafaz Musytarak dan Mutaradif Fi ‘Ulumil Qur’an), Skripsi UIN
Ar-Raniry, Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, 2016, dijelaskan Mutaradif dan Musytarak terhadap makna
damai dalam Al-Qur′an seperti kata Amān, Janahū, Dhimmah, Salām,
Ṣulhu dan Hudnah, menganalisis makna secara umum dan secara khusus
dan menganalisis ragam dan pendukung dari enam kata tersebut dari para
mufassir.
10. Ahmad Yasir Arrajab, Makna Sabȋl, Ṯariq, dan Siraṯ Dalam Al-
Qur’an, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin,
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2017, dijelaskan makna Mutarâdif
dalam tiga kata tersebut Makna Sabȋl, Ṯariq, dan Siraṯ dalam Al-Qur′ân,
lalu menjelaskan penemu lafaz Mutarâdif dalam bahasa ialah Imam
Sibawayh, namun para ulama lainnya, para akademisi klasik atau
kontemporer tidak menemukan lafaz Mutarâdif tersebut. Kemudian,
8
menjelaskan relavansi penafsiran Sabȋl, Ṯariq, dan Siraṯ menurut Buya
Hamka dan Quraish Shihab dalam konteks zaman sekarang.
11. Yudiansyah, Sinonim Kata Berpikir Dalam Al-Qur’an, Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan
Tarjamah, 2010, dijelaskan kerangka teori yaitu definisi Tarjamah dan
definisi semantik, Sinonim dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab,
Konsep berpikir menurut Edward de Bono dan Floyd L Ruch dan
Penerjemahan Sinonim Kata Berfikir dalam Al-Qur’an seperti kata Al-
Naẕru, Al-Fikru, Al-‘Aql, Al-Ra′yu, Al-Zikru, Al-Dabru, Al-Fiqhu, Al-
Sam‘u, Al-Baṣaru.
12. Ariefta Hudi Fahmi, Sinonimitas Dalam Al-Qur’an (Studi atas Lafadz
Al-Syakk dan Al-Raib), Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, 2015, dijelaskan hubungan kata Al-Syakk dan Al-Raib dalam
analisis Semantik, karena dua kata tersebut dianalisis dengan makna kata
yakni analisis Sintagmatik dan analisis Paradigmatik serta menjelaskan
relevansi teori Asinonimitas dalam al-Qur’an.
13. Retno Dumilah, Ungkapan Lafaz Al-Rajâ dan Al-Tamannȋ Dalam l-
Qur’an, Skripsi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2018, dijelaskan Taraduf
dan Musytarak tentang Lafaz Al-Rajâ dan Al-Tamannȋ, dan Tinjauan
Tafsir Sufi terhadap Al-Rajâ dan Al-Tamannȋ seperti menurut Imam Al-
Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulum Al-Dȋn, Abu Qasim Al-Qusyairy, dan
Sayyid Mahmud Al-Alusi dalam Tafsir Ruh Al-Ma âni.
9
F. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian :
Jenis Penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research)2,
penulis akan meneliti beberapa data pustaka untuk menjadi bahan membaca dan
bahan penelitian.
b. Sumber Data :
Adapun sumber data nya adalah yaitu sumber primer : Al-Qur′ân Al-
Karȋm, dan Tafsir Aṯ-Ṯabâri. Sedangkan sumber sekunder berupa beberapa
buku/kitab seperti Qawâ‘id Tafsir, Al-Furuq Al-Lughâwiyah, Fiqh Lughah, Al-
Itqân fȋ ‘Ulum Al-Qur′ân, Al-Burhân fi ‘Ulum Al-Qur′ân.
c. Metode pembahasan:
Pembahasan ini akan menggunakan metode tafsir maudhu‘i yang
berdasarkan lafaẕ adapun langkah-langkahnya adalah menggunakan Tafsir
Maudhu‘ȋ Al-Khâlidi3 untuk mengkaji tema penelitian dua makna ghaḏab dan
ghaiẕa dalam Al-Qur’an. kemudian dianalisis penafsiran menurut Ibnu Jarir Al-
Ṯabari dalam penafsiran dua kata tersebut dalam Al-Qur′an. Selain Al-Ṯabâri,
dianalisis menurut para Mufassir lainnya, ialah Imam Zamakhsyari, Ismâ ȋl Ibnu
Katsȋr, Abd Al-Rahmân bin Naṣir Al-Sa’di, Fakhr Al-Râzi.
Adapun penulisan skripsi adalah berpedoman pada Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah Skripsi berdasarkan SK Rektor Nomor 507 Tahun 2017.
2 Library Research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Tetapi bukan bermaksud untuk
mengajarkan bagaimana menjadi ahli perpustakaan secara garis besar. Pertama-tama diuraikan ciri-ciri
studi kepustakaan sebagai suatu metode yang otonom, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan sistem
klasifikasi koleksi perpustakaan, dan instrumen penelitian perpustakaan seperti alat bantu bibliografis,
bibilografi kerja dan tahap-tahap penelitian kepustakaan. Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian
Kepustakaan, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Obor Indonesia, 2014), Cet.ke-3. Hlm. 3. 3 Ṣalah bd l-Fatah Al-Khâlidiy, Tafsir Maudhu‘ȋ baina Al-Naẕriyah wa Taṯbȋq, (Oman,
Penerbit : Dar Al-Nafâis, 1433 H/2013 M).
10
G. Sistematika Penulisan
Beberapa bab nanti penulis akan membahas dari BAB awal hingga BAB Akhir
Bab pertama ialah menjelaskan Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Penulisan
Bab kedua ialah Landasan Teori menjelaskan yakni Pengertian
Mutarâdif baik secara bahasa maupun istilah. Kemudian menjelaskan Pro dan
Kontra para ulama terhadap adanya Mutarâdif dalam Al-Qur’an, kemudian
menjelaskan penyebab banyak sinonim dalam bahasa Arab. Pengertian lafaẕ
ghaḏab dan ghaiẕa, dua kata tersebut akan dianalisis dan juga mengetahui
perbedaannya dari makna dua kata di BAB IV.
Bab ketiga merupakan Biografi Ibnu Jarir Aṯ-Ṯabâri, lalu menjelaskan
biografinya, metologinya dan corak penafsiran.
BAB keempat menjelaskan derivasi kata ghaḏab dan ghaiẕa untuk
mengelompokkan hukum bacaan nahwu, dan penafsiran Ibnu Jarir Aṯ-Ṯabâri
terhadap makna ghaḏab dan ghaiẕa. Namun tidak semua ditafsirkan dari dua
kata tersebut dari semua surah, maka penulis akan menulis sisa-sisa beberapa
surah di bagian Lampiran. Penafsiran para Mufassir, analisis penulis terhadap
Makna ghaḏab dan ghaiẕa.
Bab kelima, penulis akan menjawab Kesimpulan dari pertanyaan
rumusan masalah di Bab pertama, dan memberikan Saran kepada para pembaca.
Hubungan antara Bab pertama dengan Bab lainnya ialah untuk
menjelaskan perbedaan dua kata, baik kata Ghaḏab maupun Ghaiẕa. Dan
urgensinya adalah untuk memahami contoh-contoh lafaz Mutarâdif dalam Al-
Qur′ân supaya dapat dipahami perbedaan di antara dua kata tersebut sehingga
dapat disimpulkan dari pertanyaan rumusan masalah.
11
BAB II
PRO DAN KONTRA MUTARÂDIF DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Lafaz Mutarâdif
Mutarâdif (Sinonim) secara etimologi adalah beberapa kata yang berbeda
namun memiliki makna yang sama, atau dengan kata lain, ia adalah penggunaan
beberapa kata untuk satu makna seperti kata asad, sab„u, laits dan usamah yang
mana semuanya memiliki satu makna (yaitu Singa). Bahasa Arab merupakan
bahasa yang paling kaya dalam masalah sinonim, bahkan bisa dikatakan tidak
ada yang menandinginya dalam hal ini. Sebagai contoh as-saif (pedang)
memiliki lebih dari seribu nama, al-asad (singa) punya lima ratus nama, ad-
dahiyah (musibah) punya lebih dari 400 nama, tsu‟bân (ular) ada 200 nama, al-
„asal (madu) punya lebih dari 80 nama, Begitu juga dengan kata-kata sifat,
seperti ṯawȋl (panjang), qasȋr (pendek), karim (dermawan), sujâ‟ (pemberani,
jabaan (penakut) dan yang lainnya memiliki puluhan kata yang bermakna
sama.1
Menurut Ibn Faris dalam kitab Khalid bin Utsman Al-Sabt menyebutkan
bahwa Al-Tarâduf dari segi etimologi, (kata yang akarnya terdiri dari ra‟. dal,
fa‟ maknanya adalah “mengikuti sesuatu”. Al_Taraduf adalah al-tatabu‟
„membuntuti‟. Dan al-ridfân adalah malam dan siang [karena keduanya saling
membutut]).2
At-Tarâduf dari segi terminologi adalah (beberapa kata berdiri sendiri
[al-alfaẕ al-mufradah] yang menunjukkan satu makna pada satu sisi).3
1 Emil Badi Ya‟qub, Fiqh Al-Lughah Al-Arabiyah wa Khashaishuha, (Beirut, Penerbit : Daar Al-
Tsaqafah Islamiyah). Hlm. 173. 2 Lihat PDF, Abi Husain Ahmad Faris bin Zakaria, Mu‟jam Maqayis Al-Lughah, (Beirut,
Penerbit : Dar Al-Fikr, 1399 H/ 1979 H), Jilid. 2. Hlm. 503. 3 Lihat PDF, Badr Al-Din bin Muhammad bin Bahadir Abdullah li Al-Syâfi„i, Bahrul Muhiṯ fȋ
Ushul Fiqh li Al-Zarkasyi, (1413 H/ 1992 M), Hlm. 105.
12
Pendapat lain: Ssesuatu yang kata-katanya banyak maknanya satu.
“Maknanya satu” maksudnya makna utamanya. Mengenai makna-makna
sekunder, atau tambahan, maka setiap kata memiliki makna-makna khas
tertentu.” 4
Terdapat penyebab banyaknya sinonim dalam bahasa Arab. Hal itu
dikarenakan oleh sebab, sebagai berikut:
1. Perpindahan berbagai lahjat (dialek) bahasa arab ke lahjat orang Quraisy
dikarenakan pergaulan yang terjadi antara mereka. Kata-kata ini pada dasarnya
tidak ada dan tidak digunakan oleh orang Quraisy karena mereka memiliki kata
lain yang sama. Dan perpindahan ini mengakibatkan adanya sinonim dalam
nama, sifat dan bentuk kata.
2. Adanya beberapa penulis kamus yang mengumpulkan beberapa lahjat dari
kabilah-kabilah yang berbeda, yang mana lafaz-lafaz tersebut memiliki
perbedaan secara bentuk. Kosa-kata tersebut dalam lahjat mereka.5
3. Adanya beberapa penulis kamus yang menuliskan kata-kata yang sudah tidak
pernah digunakan sebagai ganti kata yang sudah dipakai oleh banyak kalangan.
4. Beberapa penulis kamus tidak membedakan antara makna haqiqi dan majazi,
karena kebanyakan sinonim memiliki makna yang berbeda-beda secara
hakikat, namun menjadi sama secara majaz.
5. Perubahan sifat dari suatu benda menjadi nama untuk benda yang disifati
tersebut. Seperti kata al-munnad, al-husâm, al-yamâni, al‟adhab, dan al-qhȏti‟
merupakan nama lain dari al-saif, namun pada faktanya semua kata ini hanya
4 Lihat PDF, Jalal Al-Din „Abd Al-Rahman Al-Suyuṯi, Al-Muẕir fȋ “Ulum Al-Lughah wa
„Anwâihâ, (Kairo, Penerbit : Maktabah Dar Al-Turats), Jilid 1. Hlm. 403. Badr Al-Din Muhammad bin
Bahadir Abdullah li Al-Syâfi„i, Bahrul Muhiṯ fi Ushul Fiqh li Al-Zarkasyi, Hlm. 107. Salman Harun,
Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta, Penerbit: Qaf Media Kreativa, 2017), Hlm.455-458. Dan lihat kitab asli
di PDF, Khalid Utsman Sabt, Qawâid Tafsir, (Mesir, Penerbit : Dar Ibnu „Affan), Hlm. 460-464. 5 Lihat PDF, „Ali „Abd Al-Wahid Wâfi, Fiqh Al-Lughah, (Penerbit : Nahdhah Mishri), Hlm. 134.
13
sifat dari as-saif, namun pada faktanya semua kata ini hanya sifat dari as-saif
yang memiliki makna yang berbeda satu sama lain.6
6. Kebanyakan dari sinonim itu pada faktanya memiliki makna yang berbeda,
yang mana setiap kata punya rincian makna tersendiri, seperti kata romaqo,
lahaẕo, hadaja, syafana, dan ronâ, setiap kata yang menjelaskan tentang
keadaan saat melihat yang mana setiap kata punya arti yang berbeda dengan
yang lain. Kata romaqo berarti melihat dengan seluruh mata, lahaẕo berarti
melihat ke arah sisi telinga, hadaja berarti melihat dengan tatapan tajam,
syafana berarti melihat sesuatu yang menakjubkan dengan tatapan sinis/ tidak
suka, dan kata ranaa berarti melihat secara seksama dalam kondisi yang
tenang, dan begitu seterusnya.
7. Perpindahan kata-kata asing/ non Arab atau kata-kata yang dikeragui
kearabannya ke dalam bahasa Arab, yang pada faktanya kata-kata tersebut
memiliki sinonim dalam bahasa arab yang asli.
8. Banyaknya kesalahan penulisan dalam buku-buku klasik arab, terutama ketika
tulisan tersebut tidak berbaris dan bertitik.7
Terdapat cara untuk mengetahui perbedaan makna kata, antara lain:
a. Perbedaan penggunaan kedua kata.
Misalnya kata al-„ilm dan al-ma‟rifah. Al-„ilm transitif kepada dua objek,
sedangkan al-ma‟rifah transitif kepada satu objek. Menangani keduanya sesuai
pengertian itu dan melihat penggunaan para ahli memberi petunjuk tentang
perbedaan makna keduanya. Perbedaannya adalah bahwa al-ma‟rifah
menginformasikan berbedanya apa yang sudah diketahui dari yang lain,
sedangkan al-„ilm tidak menginformasikan hal itu kecuali bila ciri lain dari apa
yang sudah diketahui itu disebutkan.
b. Sifat yang terkandung dalam dua kata.
6 Ali „Abd Al-Wahid Wâfi, Fiqh Al-Lughah, (Penerbit : Nahdhah Mishri), Hlm. 135.
7 Lihat PDF, Emil Badi Ya‟qub, Maushu„ah „Ulum Al-Lughah Al-Arabiyah, (Beirut, Penerbit :
Dar Al-Kutub „Ilmiyah, 1971). Juz. 4. Hlm. 300. Fiqh Al-Lughah Al-Arabiyah wa Khashaishuha, Hlm.
176-177.
14
Misalnya perbedaan kata al-hilm dan al-imhal bermakna baik, sedang al-imhâl
bisa baik bisa tidak baik.
c. Tafsiran dua makna
Misalnya kata al-muzah dan al-istihza‟. Al-Muzah tidak mengandung
penghinaan terhadap yang dicandai, seperti bawahan bercanda dengan
atasannya, itu justru untuk menunjukkan keakraban. Sedangkan al-istihza‟
mengandung penghinaan.
d. Huruf yang mentransitifkan kata kerja.
Misalnya kata „afa „an dan ghafara li. Dari kata „an dipahami bahwa kesalahan
diangkat dari orang itu, dan dari huruf li dipahami bahwa hal itu untuk
keuntungan orang itu, yaitu dosanya ditutup tidak dibeberkan.
e. Antonim kata itu.
Misalnya kata al-hifẕ dan al-ri„ayah. Al-Hifzh lawannya adalah al-idha‟ah
„menyia-nyiakan‟, dan al-ri′ayah lawannya adalah al-ihmal „mengabaikan‟.
Hewan yang tidak ada pengembalanya disebut haml. Al-Ihmal adalah sesuatu
yang mengarah kepada idha„ah „menyia-nyiakan‟. Berdasarkan hal itu maka
al-hifẕ adalah menghindarkan yang tidak diinginkan dari sesuatu supaya
sesuatu itu tidak terkena bahaya, sedangkan al-ri„ayah adalah melakukan
sesuatu yang menyebabkan sesuatu yang terhindar dari bahaya.8
f. Derivasi kata
Misalnya kata al-Qira′at dan al-Tilawah. Al-Tilawah tidak berkenaan satu kata,
al-qira′at berkenaan satu kata. Anda mengatakan, “Qara′a fulan ismahu „Si A
membaca namanya‟, tidak Anda katakan, Talâ fulan ismahu „Si A
membacakan namanya‟. Bila kata tidak beriringan dengan kawannya (satu kata
kerja), itu tidak disebut tilawah, tetapi qira′at.
g. Rumusan kata
Misalnya perbedaan antara al-istifham dan al-su′âl. Al-istifham hanya terjadi
bila yang bertanya tidak tahu, karena yang bertanya minta untuk diberi tahu,
8 Lihat PDF, Abu Hilal Al-„Askari, Furuq Al-Lughâwiyah, (Kairo, Penerbit : Dar „Ilm Al-
Tsaqofah), Hlm. 25-26.
15
sedangkan al-su′âl dapat bertanya mengenai yang sudah diketahuinya dan
adakalanya juga mengenai yang belum diketahuinya.
h. Segi asal usul kata dalam bahasa
Misalnya perbedaan al-hanin dan al-isytiyaq. Al-Hanin asalnya adalah suara
unta ketika memberitahukannya isytiyaq-nya (kerinduan) kepada kampung
halamannya (jadi hanin adalah rindu yang sangat dalam). Topang tindih
penggunaan itu sama halnya dengan pengungkapan musabbab dengan sabab.
Dan seperti halnya juga penggunaan “Allah” dalam bahasa Arab dan “Azar”
dalam bahasa Persi.9
B. Pro-Kontra Ulama Terhadap Mutarâdif dalam Al-Qur′ân
a. Pandangan Ulama yang Setuju Dengan Adanya Mutarâdif Dalam al-
Qur‟an dan „Ulum al-Qur‟an
Sinonimitas dalam „Ulum al-Qur‟an menurut para ulama yang
menyetujui keberadaannya disebabkan adanya wasilah atau hal yang
berhubungan dengannya bukan dimaksudkan pada zatnya. Ada beberapa
pembahasan dalam „ulum al-Qur‟an yang dikaitkan dengan sinonimitas.
Di antaranya pembahasan ta‟kid dalam al-Qur‟an, ilmu Mutasyâbih bagi
sebagian kalangan, dan ilmu tafsir secara khusus.10
Beberapa ulama berpendapat sinonimitas adalah bagian dari pembahasan
taukid/ta‟kid. Mereka memandang bahwa tarâduf adalah jenis dari taukid
dari segi maknanya. Ulama membagi taukid menjadi dua bagian, taukid
dengan lafaz yang sinonim dan taukid dengan meng„aṯaf-kan yang
serupa.11
Muhammad Nȗruddin al-Munajjad mengutip al-Zarkasyi tentang
penjelasan mengenai taukid dengan lafadz yang sinonim, bahwa taukid
al-Sama„i dibagi menjadi dua yakni lafẕi dan ma′nawi. Lafẕi ialah
penetapan makna awal dengan lafadz yang sama atau lafadz sinonimnya.
Contoh taukid yang diikuti oleh disinonim )فجاجا سبل( [al-Anbiyâ : [21] :
9 Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, Hlm. 459-461. Dan lihat kitab asli Khalid Utsman Sabt,
Qawâ„id Tafsir, Hlm. 464-466. Abu Hilal Al-„Askari, Furuq Al-Lughâwiyah, Hlm. 27-30. 10
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Lughah, (Beirut, Penerbit : Dar Al-
Fikr Al-Mu„âṣir, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1997), Cet. Ke-1. Hlm. 106. 11
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Lughah, Hlm. 116.
16
31] dan )ضيقا خرج( [al-An„âm [6] : 125]. Sedangkan taukid dengan
meng„aṯaf-kan yang serupa, sebagaimana yang dijelaskan oleh al-
Zarkasyi yakni dengan huruf wawu )و(, auw أو() dan al-Farra‟
membolehkan dengan summa )12.)مث
Menurut Al-Zarkasyi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Nȗruddin
al-Munajjad, „ataf adalah salah satu dari berbagai macam bentuk
sinonim, atau yang memiliki kedekatan makna yang tujuannya ialah
sebagai taukid. Salah satu ciri „ataf ialah adanya huruf wawu yang
berada pada suatu kalimat atau adanya wawu al-„ataf. Sebagaimana
firman-Nya فوا وما الستكن وا(ف سبيل اهلل وما ضع )فما وىن وا لما أصاب هم [QS. Ali
„Imrân [3] : 146], )فل ياف ظلما وال ىضما( [QS. Ali Tâ Hâ [20] : 112], وال( QS. Ali Tâ Hâ] )مث عبس وبسر( ,[QS. Ali Tâ Hâ [20] : 77] تاف دركا وال تشى(
[74] : 22], dan seterusnya.13
Ulama yang sepakat berpendapat bahwa tarâduf dalam „ulum al-Qur‟an
ditandai dengan adanya ilmu mutasyâbih (penyerupaan). Tarâduf adalah
bagian dari macam-macam hal yang serupa dalam al-Qur‟an.
Muhammad Nȗruddin al-Munajjad mengutip pendapat al-Zarkasyi
berkenaan dengan pendefinisian ilmu al-Mutasyâbih, ilmu al-
Mutasyâbih yakni menunjukkan pada kisah yang satu namun berada
dalam surat-surat yang berlainan. Maksudnya ialah bergantinya kalimat
satu dengan yang lainnya dalam dua ayat yang semisal. Contohnya,
seperti dalam QS. Al-Baqarah [2] )نا ما عليو أباءنا .dan dalam QS )والقي
Luqman [31] أبأءنا()ما وجدنا عليو . Dalam QS. Al-Baqarah [2] : 60 )فان فجرت( dan dalam QS. Al-A‟râf [7] : 160 )فانبجست(, dalam QS. Al-Baqarah [2] :
dalam QS. Ali ,)ف وسوس ذلما( dan dalam QS. Al-A‟raf [7] : 20 )فأزذلما( 36
„Imrân [3] : 47 ربي أني يكون ل()ولد قألت dan dalam QS. Maryâm [19] : 20
.dan seterusnya )قالت أني يكون ل غلم(14
Begitupun menurut Imam al-Suyuṯi, adanya beberapa memiliki makna
sinonim yang tidak menjadi persoalan, jika disebabkan faktor perbedaan
bahasa dan dialek. Dan juga menurut Al-Aṣfahâni, adanya memiliki satu
12
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 117, dan Lihat PDF,
Badruddin Muhammad bin „Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhân fȋ „Ulumil Qur′ân, (Kairo, Penerbit : Dar
Al-Turats), Vol. 4. Hlm. 79. 13
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 117. 14
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 119.
17
makna, maka tidak mengingkari akal dalam pemahaman terhadap
Mutarâdif di dalam al-Qur‟an.15
Dalam Tafsir Al-Ṯabari dipaparkan ayat yang ditafsirkan dengan
mengganti lafadz-lafadznya dengan yang sinonim. Misalnya ن نا )مث ي فتح ب ي ) ن نا بالعدل( ditafsirkan dengan kalimat yang serupa باحلقي ,)مث ي قضي ب ي kemudian ayat الفتاح العليم( )وىو ditafsirkan dengan ليم بالقضاء ب ي )واهلل القاضي الع
قو(خل .16
Dapat diikhtisarkan pada pembahasan ini bahwa beberapa ulama yang
sepakat akan adanya tarâduf atau sinonim dalam „ulum al-Qur‟an
memiliki tiga argumen, yakni: pertama, bahwa sinonim adalah jenis dari
taukid yang ditinjau dari maknanya. Ditunjukkan dengan adanya taukid
dengan lafadz sinonim dan taukid dengan meng„aṯaf-kan lafadz yang
serupa. Kedua, tarâduf salah satu jenis dari bentuk penyerupaan (al-
Mutasyâbih) yaitu pergantian kata satu dengan yang lainnya dalam dua
ayat yang semisal. Ketiga, penafsiran ayat oleh ulama dengan
menggunakan kalimat yang mirip untuk mendekati maknanya serta
menjelaskan yang samar terhadap lafadz-lafadz al-Qur‟an.17
Jadi, ulama yang sepakat adanya Mutarâdif dalam al-Qur‟an adalah al-
Suyuṯi, al-Zarkasyi, dan al-Aṣfahâni. Selain itu, Rofiq Nurhadi
menyebutkan ulama yang sepakat adanya Mutarâdif yakni Muhammad
„Ali Najar Ibnu Jinny, kemudian gurunya Abu „Ali Al-Farisi, dan Ibnu
Malik al-Thâ„i al-Jayani.18
b. Pandangan Ulama yang Tidak Setuju Dengan Adanya Mutarâdif Dalam
al-Qur‟an dan „Ulum al-Qur‟an
Al-Barâziy berpendapat bahwa ada kata yang memiliki kemuliaan
dibandingkan kata yang lain, walaupun kata tersebut sama. Ia tidak
mengingkari adanya tarâduf namun memuliakan kata satu atas kata
yang lain. seperti dalam firmannya لوا من ق بل )وما كنت ت ب(اك من كت ت lebih
utama dibanding dengan penggunaaan )ت قرأ(, lalu )ال ريب فيو( lebih baik
dari ) )خي ر dan )وال تضعفوا( lebih baik dibanding )وال ت هن وا( kemudian ,)ال شك
15 Muhammad Nabihul Janan, Sinonimitas Dalam Al-Qur‟an, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,
IAIN Surakarta, 2016. Hlm. 19-23. Jalaluddin Al-Suyuṯi, Al-Muzhir fȋ „Ilm Al-Lughah, (Kairo, Penerbit :
Maktabah Dar Al-Turath), Hlm. 405. 16
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 118. 17
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 120. 18
Rofiq Nurhadi, Pro Kontra Sinomimi Dalam Al-Qur‟an, Jurnal Bahtera-Jurnal Pendidikan
Bahasa Sastra dan Budaya, Universitas Muhammadiyah Purworejo, Jilid 2, Nomor 4, 30 September 2015.
Hlm. 7-8.
18
Pendapat ini dikutip oleh .)أفضل لكم( lebih ringan dibandingkan لكم(
Muhammad Nȗruddin al-Munajjad, dalam kitab Tarâduf fȋ „Ulum Al-
Qur′ân.19
Salah satu ulama yang menolak adanya sinonim dalam al-Qur‟an bahkan
bahasa Arab secara umum ialah Bint al-Syâti. Ia dipengaruhi oleh ulama
klasik, di antaranya Abȗ Hilâl al-„Askari, Ibnu al-„Arâbiy, Abȗ Qâsim
al-Anbariy dan al-Sa‟labiy. Ia berpedoman pada al-Anbariy, bahwa
setiap kata yang telah ditetapkan menunjuk pada referen tertentu,
didalamnya mengandung „illat atau sebab tertentu yang menyebabkan
kata tersebut diucapkan pada referen tersebut. Menurut al-Munajjad
melihat pada kondisi-kondisi eksternal yang berhubungan dengan ucapan
suatu kata.20
Bint al-Syâti menemukan Ibnu Faris bahwa jika ada dua lafadz untuk
satu makna atau satu benda, niscaya lafadz yang lainnya, kalau tidak
demikian niscaya lafadz yang lainnya itu sia-sia, lafadz yang banyak itu
hanya merupakan sifat. Misalkan, dikatakan makna batu memiliki 70
kata, makna singa 500 singa lafadz, makna ular 200 lafadz dan makna
pedang 50 lafadz.21
Bint al-Syâti menemukan rumus setelah menelusuri penggunaan kata
ni‟mah )نعمة( dan na„im )نعيم( dalam al-Qur‟an, bahwa na„im digunakan
al-Qur‟an untuk nikmat-nikmat ukhrawi, bukan duniawi.22
Kemudian
kata qasama dan halafa, sekalipun dua kata tersebut mempunyai arti
yang sama, akan tetapi kata tersebut memiliki penekanan makna yang
berbeda. Qasama yaitu digunakan untuk jenis sumpah sejati yang tidak
pernah diniatkan untuk dilanggar, sedangkan kata halafa yaitu digunakan
untuk menunjukkan sumpah palsu yang selalu dilanggar.23
Hal serupa dilakukan oleh mufasir Syiah, Al-Ṯabaṯaba‟i (1321-1402 H),
dalam tafsirnya al-Mizân. Di sana, antara lain, dikemukakannya tentang
makna Ṣiraṯ )صراط( dan perbedaannya dengan sabil )سبيل( .
19
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 121. 20
Muhammad Nuruddin Al-Munajjad, Tarâduf fȋ „Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 121. 21
„Aisyah „Abd Al-Rahman Bint Al-Syâṯi, I‟jaz Bayân li Al-Qur′ân wa Masâ′il Ibn Al-Azraq,
(Kairo, Penerbit : Dar Al-Ma„ârif Bimṯar). Hlm. 197. 22
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Ciputat, Tangerang Selatan, (Penerbit : Lentera Hati, Juni
2015), Cet. Ke-13, Hlm. 124.
23 „Aisyah „Abd Al-Rahman Bint Al-Syâṯi, I‟jaz Bayân li Al-Qur′ân wa Masâ′il Ibn Al-Azraq,
Hlm. 207. Ahmad Fawaid, Kaidah Mutaradif Dalam Lafaẕ Ayat Al-Qur′ân. Jurnal Keilmuan Tafsir
Hadis, IAI Nurul Jadid Probolinggo. Volume 5, Nomor 1, Juni 2015 Hlm. 153.
19
Kesimpulannya adalah Ṣiraṯ adalah jalan keluar yang mengantar kepada
kebaikan, keadilan, dan hak. Ṣiraṯ hanya satu, karena itu tidak ditemukan
bentuk jamaknya. Ini berbeda dengan sabil, yang merupakan jalan-jalan
kecil dan dia banyak, terbukti al-Qur‟an menggunakan juga bentuk
jamaknya, antara lain, dalam QS. al-Mâ′idah [5] : 16 dan al-An„âm [6] :
153. Di samping itu, ada sabil yang baik dan ada yang buruk, karena
demikian itulah penggunaan al-Qur‟an.24
M. Quraish Shihab, pakar tafsir Indonesia yang menolak adanya
Mutarâdif di dalam al-Qur‟an. Ia mengungkapkan kembali dan
mengatakan, “Tidak ada dua kata yang berbeda kecuali pasti ada
perbedaan maknanya” Jangankan yang berbeda akar katanya, yang sama
akar katanya pun, tetapi berbeda bentuknya akibat penambahan huruf,
seperti kata raẖmân dan raẖȋm, atau qatal dan qattala, maka pasti ada
perbedaan maknanya, sedikit atau banyak.
Sekali lagi, ada perbedaan—walau sedikit—antara kedua kata yang
dinilai Mutarâdif/sinonim itu, baik dalam susunan kalimat, seperti dalam
firman Allah dalam QS. al-Mâ′idah [5] : 48;
ومنهاجا
م شرعة
ا منك
نل جعل
٨٤لك
48. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang.
Maupun terpisah dalam dua ayat yang berbeda, seperti kata tabdzir )ت بذي ر( dalam QS. al-Isra [17] : 26 dan kata isrâf )إسراف( dalam QS. al-Nisa [4] :
6, yang oleh sementara orang dinilai semakna. Padahal masing-masing
mempunyai makna yang tidak dimiliki oleh rekan sinonimnya. Kata
syir„ah )شرعة( dipahami dalam arti awal dan prinsip sesuatu, sedang
minhâja )هاجا ia , )إسراف( adalah rinciannya secara umum. Adapun isrâf )من
mengandung makna memberikan sesuatu kepada yang wajar diberi, tetapi
dengan pemberian yang melebihi kewajaran, sedang tabdzir )ت بذي ر( adalah
memberi sesuatu yang tidak wajar diberi, seperti memberi senjata berat
guna berperang kepada orang lumpuh atau memberi petani buku tentang
kedokteran. Ada juga ulama yang merumuskan perbedaanya dengan
menyatakan bahwa tabdzir adalah ketidak tahuan tentang siapa yang
24
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Hlm. 125.
20
hendaknya diberi, sedang isrâf adalah ketidaktahuan tentang kadar yang
diberikan.25
Jadi, dari penjelasan di atas bahwa ulama yang Kontra adanya Mutarâdif
di dalam al-Qur‟an adalah Abȗ Hilâl al-„Askari, Ibnu al-„Arâbiy, Abȗ
Qâsim al-Anbariy, al-Sa‟labiy26
, Bint al-Syâṭiy dan Quraish Shihab.
C. Contoh Lafazh Mutarâdif dalam Al-Qur′ân
1. Perkataan اخلوف dan اخلشية (takut)
Kedua kata ini hampir tidak dibedakan oleh ahli bahasa. Kata al-
Khasyyah maknanya lebih kuat dari pada kata al-Khauf. Kata al-
Khasyyah diambil dari kata syajarah khasyyah yang maknanya pohon
kering. Jadi, arti al-Khasyyah adalah totalitas rasa takut. Sedangkan al-
Khauf terambil dari kata “naaqah khaufa” yang bermakna onta betina
yang berpenyakit. Ini adalah suatu kekurangan, bukan sirna sama sekali.
Perbedaan yang lain di antara keduanya adalah bahwa al-
Khasyyah itu terjadi karena takut terhadap keagungan sesuatu yang
ditakuti, walaupun orang yang takut itu ialah kuat. Hal ini bermaksud
takut yang disertai rasa hormat (ta‟ẕim). Sedangkan al-Khauf terjadi
karena kelemahan orang yang takut, walaupun sesuatu yang ditakuti itu
sebenarnya adalah sesuatu yang kecil atau remeh. Hal ini ditunjukkan
oleh Khaa, Syiin, dan Yaa‟ yang menunjukkan sifat keagungan dan
kebesaran, seperti asy-Syaikh yang digunakan untuk tuan yang agung dan
al-Khaisyi yang digunakan untuk pakaian yang kuat dan tebal. Oleh
karena itu, kaya al-Khasyyah digunakan untuk Allah27
, seperti dalam
surah Fatir ayat 28:
25
Muhammad Nabihul Janan, Sinonimitas Dalam Al-Qur‟an, Hlm. 19-23. M. Quraish Shihab,
Kaidah Tafsir, Hlm. 111-112. 26
Rofiq Nurhadi, Pro Kontra Sinomimi Dalam Al-Qur‟an, Hlm. 4. 27
Lihat PDF, Jalaluddin Al-Suyuṯi, Al-Itqân, Fii Ulum Al-Qur′ân, (Beirut, Penerbit : Muassasat
Al-Saqafiyah1429 H/2008 M), Hlm. 413.
21
اؤ
م عل
ه من عباده ٱل
ى ٱلل
ش
ما يخ إن
28. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya, hanyalah ulama.
Masalahnya adalah, orang-orang Muslim di antaranya masih
berani mengingkari dan menyimpang dari janji Allah. Hanya Ulama saja
yang takut dan lemah dihadapan Allah, ulama itu tidak hanya Kyai,
Habaib atau Asatidz saja, melainkan orang-orang yang beriman juga
Ulama yang mengetahui kebenaran dan kekuasaan Allah.
Musa membaca firman Allah, ىزوفل
ف ل ٱ
ل
فال
يخ
فل ل
إ
ف
خ
ت
ى ل مىس ي
٠١ (Wahai Musa janganlah engkau takut !, sesungguhnya dihadapanku
para Rasul tidak perlu takut) (Q.S. Al-Naml [27] : 10). Yaitu dia tidak
lemah disisi Tuhanmu, mereka tidak takut kepada Fir„aun.28
Kemudian surah Al-Ra‟du (13) ayat 21.
مز أ
ى ما
ذين يصل
حساب وٱل
ى وىء ٱل
اف
هم ويخ ى رب
ش
يىصل ويخ
ه بهۦ أ
١٠ٱلل
21. dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk
Menurut Al-Zarkasyi, bahwa makna Khauf itu terhadap manusia
yang takut terhadap hitungan amal perbuatannya ketika diakhirat nanti,
bila amalan perbuatannya baik tetapi hasil akhirnya buruk, begitupun
sebaliknya, maka hisablah diri kalian sebelum engkau dihisabkan.29
Kemudian dalam surah Al-Ahzab (33) ayat 39.
28
Badruddin Muhammad bin „Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhân fȋ „Ulumil Qur′ân, Hlm. 79. 29 Badruddin Muhammad bin „Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhân fȋ „Ulumil Qur′ân, (Kairo,
Penerbit : Dar Al-Turats. Hlm. 78). Penjelasan bahasa Arab sebagai berikut : و ت م ظ ع ل اهلل ن م ف و اخل ن إ ف ، ن أ ل ب ق و س ف ن ب اس ، ح اب س احل ا ب م ال ع ان ك ن م و ف ل ي ا ال ب ر اب س احل ء و س ، و و ال ح ت ان ك ف ي ك د ح أ ل ك اه ش ي
.ب اس ي
22
ه ت ٱلل
ل ى رو
غ
ذين يبل
هۥٱل
ىن
ش
ويخ
ى ول
ش
ه حسيب يخ
فى بٱلل
وك
ه
ٱلل
ح ا إل
٢٣ا أ
39. (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai
Pembuat Perhitungan
Adapun al-Khauf dalam surah An-Nahl ayat 50
مزو ۩ ى ما يؤ
ىقهم ويفعل
ن ف هم م ى رب
اف
٠١يخ
50. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan
melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)
Menurut Al-Suyuthi, Pada ayat ini ada suatu rahasia yang samar.
Ayat ini membicarakan sifat-sifat malaikat. Ketika Allah menyebutkan
kekuatan mereka dan kokohnya penciptaan mereka maka Dia
mengungkapkan untuk mereka itu dengan ungkapan khaufun untuk
menjelaskan bahwa walaupun mereka itu adalah makhluk-makhluk yang
kuat dan kokoh, tetapi di hadapan Allah mereka lemah. Kemudian
mereka itu diikuti dengan penjelasan bahwa Tuhan mereka berada di atas
mereka untuk menunjukkan keagungan. Maka Allah menggabungkan
kedua hal ini dalam ayat tersebut. Karena sifat lemahnya manusia telah
umum dikenal maka tidak butuh penjelasan tentangnya.30
Sedangkan menurut Manna Khalil Qaṯan, digunakan untuk
mensifati para malaikat sesudah menyebutkan kekuatan dan kehebatan
mereka. Maka pemakaian kata al-khauf di sini untuk menjelaskan bahwa
sekalipun para malaikat itu besar-besar dan kuat tetapi dihadapan Allah
mereka lemah. Ungkapan itu kemudian disambung dengan “fauqahum”
yang berarti Allah itu di atas mereka, hal ini menunjukkan kebesaran-
Nya. Dengan demikian terkumpullah dua unsur makna yang terkandung
30
Jalaluddin Al-Suyuṯi, Al-Itqân, fȋ Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 413.
23
oleh “al-khasyyah” tanpa merusak arti kehebatan para malaikat, yaitu
“khauf” dan penghormatan mereka kepada Tuhan. .31
Jadi, kata Khauf itu bermakna makhluk-makhluk ada yang takut
tetapi masih ada yang kuat atau kokoh dihadapan makhluk-makhluk lain.
sedangkan makna Khasyyah bermakna makhluk makhluk sudah lemah
ketika berhadapan dengan Allah.
2. Lafazh pelit atau tamak الشح و البخل
Kata Al-Syuhhu itu lebih dalam maknanya daripada al-bukhlu. Al-
Raghib berkata, “al-Syuhhu adalah kebatilan yang disertai ketamakan”.32
Al-Askari membedakan antara al-Bukhlu dan dengan الضن (al-Dhannu),
yaitu bahwa al-dhannu (benda-benda kesayangan dari seseorang yang
sulit dipinjamkan kepada orang lain). itu pada dasarnya adalah
kebakhilan terkait dengan barang-barang pinjaman, sedangkan al-bukhlu
adalah kebakhilan yang berkaitan dengan pemberian. Karena itulah
dikatakan " بعلمو ضني ىو" (dia kikir dengan ilmunya), karena ilmu lebih
serupa dengan barang pinjaman daripada pemberian, dan tidak dikatakan: " بعلمو بيل ىو ," karena seorang pemberi itu jika telah memberikan sesuatu
kepada orang lain maka barang itu telah lepas dari kepemilikannya,
berbeda dengan barang pinjaman.33
Karena itulah, Allah berfirman: وما
يب بضني غ
ى ٱل
Dan dia [Muhammad] bukanlah orang yang bakhil) هى عل
31
Manna Khalil Qaṯan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an,. Hlm. 289. Dan lihat juga Mabahis fȋ Ulum
Al-Qur′ân, Hlm. 194. 32
Lihat PDF, Al-Raghib Al-Aṣfahâni, Mufradât fȋ Gharȋb Al-Qur′ân, (Penerbit Maktabah Al-
Nazar Al-Musthofa Al-Baz), Hlm. 337. 33
Lihat PDF, Abi Hilal Al-„Askari, Al-Furuq Al-Lughâwiyah, (Kairo, Penerbit : Dar „Ilm Al-
Tsaqofah), Hlm. 176.
24
untuk menerangkan yang ghaib) (Q.S. Al-Takwir [81] : 24). Dan tidak
dikatakan 34.ببخيل
D. Pengertian غضب
غضبا -ي غضب –غضب berasal dari kata غضب yang artinya menjadi
marah kepadanya (pemarah).35
Adapaun secara bahasa dalam kitab Mu‟jam
Al-Wasiṯ bahwa Ghaḏab adalah sekelompok orang yang menciptakan
kesuraman dan kegangguan.36
Sedangkan menurut Ibnu Manzur banyak sekali pengertiannya
karena semuanya tergantung kalimat seperti kata الغضب adalah sesuatu yang
terjadi pada makhluk yang kerasukan di dalam hati sehingga membuat dia
menjadi marah. Adapula kata غضب bahwa Allah mengingkari makhluknya
terutama manusia yang mengingkari jalan yang lurus. Perbuatan-perbuatan
manusia yang berpaling dari ajaran jalan yang lurus sehingga Allah
memurkai kepadanya. Adapun kalau kata غضب adalah sesuatu yang benar-
benar berkehidupan mengkhayal, lalu khayalannya dikendalikan sehingga
orang itu dapat berbuat marah yang sangat besar. Sedangkan kata غضب
istilahnya adalah perasaan yang tidak suka terhadap sesuatu yang disukai.
Adapun kata الغضوب istilahnya adalah orang yang masih tidak mau atau
34
Jalaluddin Al-Suyuṯi, Al-Itqân, Fii Ulum Al-Qur′ân, Hlm. 413. Lihat PDF, Abi Hilal Al-
„Askari, Furuq Al-Lughâwiyah, Hlm. 176. Al-Raghib Al-Asfahani, Mufradât fȋ Gharib Al-Qur‟ân, Hlm.
337. 35
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur‟an). Hlm. 297. 36
Lihat PDF, Mu‟jam Al-Wasiṯ, (Penerbit: Maktabah Al-Syuruq Al-Dauliyah. 2004 M/1425 H).
Hlm. 684, teksnya yaitu: رتو ومالقتو ش الكدر ف معا . Lihat Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia,.
Hlm. 654.
25
berpaling dari hati nurani sehingga dia masih mengikuti hawa nafsu dan
akhirnya membuat dia menjadi marah. Adapun kata الغضاب adalah sesuatu
yang kotor di dalam jiwa maupun pikiran maka itu akan membuat mata
menjadi merah sehingga marahnya tidak bisa dikendalikan .37
Menurut Al-
Asfahâni yaitu, ledakan marah di dalam hati.38
Jadi, secara terminologi
bahwa Ghaḏab adalah perilaku kasar tidak dapat mengendalikan diri
sehingga dapat merusak hatinya dan jiwanya.
E. Pengertian غيظ
Kemudian غيظ, kata ini berasal dari kata غيظا –يغيظ –غاظ artinya
menjadikannya marah, dan memarahkannya39
. Kata ini merupakan Sinonim
(Mutaradif) dari kata الغضب yang artinya sama ialah marah, walaupun sama
tetapi maknanya berbeda. Menurut Al-Ashfahâni, bahwa lafaz الغيظ adalah
sesuatu yang menjadikannya seseorang itu menjadi marah karena bila
hatinya benar-benar terkotor, hingga mereka sakit hati.40
. Seperti dalam
surah Ali „Imrân ayat 119.
ء ىا
ال
م ق
قىك
ا ل
هۦ وإذ
لب ك
كت
منى بٱل
ؤ
م وت
ك
ىن يحب
ىنهم ول حب
ء ت
ول
نتم أ
أ ه
ىا
لا خ
ا وإذ امن
امل من ن م ٱل
يك
عل
ىا عض
يظ
غ
ٱل
119. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka
tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata
"Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka
37
Abu Fadal Jamaluddin Muhammad bin Makram bin Manzur al-Afriqi al-Miṣri, Lisân al-Arab,
(Beirut, Penerbit : Dar al-Sadir), Vol.1. Jilid.1. Hlm. 649-650. 38
Lihat PDF, Al-Raghib Al-Asfahâni, Mufradât fȋ Gharȋb Al-Qur′ân, (Penerbit: Maktabah Al-
Nazar Al-Baz), Hlm. 468. 39
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Hlm. 305. 40
Al-Raghib Al-Asfahâni, Mufradât fȋ Gharȋb Al-Qur′ân, Hlm. 477.
26
menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap
kamu.
Beberapa pengertian mengenai الغيظ seperti dalam Mu‟jam Al-Wasiṯ
bahwa, Ghaiẕa adalah sesuatu yang berubahnya manusia dari kebaikan
hingga tertimpa musibah mengalami dirinya yakni kebencian.41
Sedangkan
menurut Ahmad Mukhtar „Umar bahwa Ghaiẕa adalah ketika seseorang
berbuat marah yang betul-betul hebat sehingga nafsu amarahnya begitu
kuat.42
Sedangkan menurut „Ali Al-Qasimi bahwa bahwa lafaz Ghaiẕa itu
adalah yang berbuat nafsu amarah yang bukan main-main betapa luar biasa
sekali marahnya.43
Jadi, menurut secara termonologi adalah bahwa lafaz
adalah orang yang menjadikannya marah, karena sakit hati, dan الغيظ
dendam.
F. Derivasi Makna غضب Makna Ghaḏab ini penulis akan menjelaskan beberapa kata Ghaḏab
sesuai dengan wazannya sebagai berikut :
غضب (ghaḏiba) dalam bentuk fi„il madhi dari wazan kata فعل غضب (ghaḏabun) dalam bentuk maṣdar.
مغضوب (maghḏubun) dalam bentuk isim maf„ul berwazan kata مفعول مغاضبا (mughaḏiban) dalam bentuk isim fâ„il berwazam مفأعل غضبان (ghaḏbâna) dalam bentuk شب هة باسم الفاعل
عطشان berwazan الصفة ادل
41
Mu‟jam Al-Wasiṯ, Hlm. 698. Teksnya yaitu, ت غي ر ي لحق اإلنسان من مكروه يصيبو 42
Ahmad Mukhtar „Umar, Mu‟jam Al-Lughah al-Arabiyah al-Mu„aṣirah, (Penerbit: „Alimul
Kutub), Vol.2. Hlm. 1657. 43
„Ali al-Qasimi, Mu‟jam al-Isytisyhad, (Beirut, Penerbit: Maktabah Libanon Nâsyirun), Hlm.
428.
27
G. Dervivasi makna غيظ
Makna Ghaiẕa, penulis akan menjelaskan beberapa hukum nahwu
sesuai dengan wazannya :
غاظ (ghâẕa) dalam bentuk fi„il maḏi dari wazan ف عل ataupun kata سار
karena ada „Ain Fi„il asal katanya adalah غوظ maka huruf و menjadi
huruf ا (Alif). Karena huruf Alif merupakan huruf „Illat
(terbentuknya sebuah kata).
غيط (ghaiẕun) dalam bentuk isim maṣdar.
يغيظ (yaghȋẕun) dalam bentuk fi„il mudhari‟ dari wazan ي فعل ataupun
kata يسي ر. Apabila ya‟ berharokat pada „ain fi„il bina‟ ajwaf dan huruf
sebelumnya terdiri dari huruf shahih yang mati/sukun, maka harakat
ya‟ tersebut dipindah pada huruf sebelumnya. Asalnya adalah ظ ي ي غ
mengikuti wazan ي فعل karena huruf ya‟ itu adalah huruf „Illat
(terbentuknya sebuah kata).
ت غي ظا (taghayyuẕan) dalam bentuk isim maṣdar dari wazan ت فع ل
28
BAB III
RIWAYAT IBNU JARIR AL-ṮABARI
A. Riwayat Hidup Ibnu Jarir Al-Ṯabâri
1. Biografi
Nama lengkap al-Ṯabari adalah Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir bin
Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Ṯabâri. Beliau dikenal seorang ulama yang
mumpuni, khususnya di bidang sejarah dan tafsir. Beliau lahir pada akhir tahun
223 H, di Amal, ibu kota Tibristan, Iran.
Al-Ṯabâri tumbuh di lingkungan keluarga yang agamis dan cinta ilmu.
Pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal al-Qur‟an dan sudah mengimami salat.
Bahkan, ketika usianya masih genap 9 tahun, beliau sudah menulis hadis. Al-
Thabari juga dikenal sebagai ahli qira‟at, balaghah, fikih, mufassir, dan
khususnya terkait dengan ayat-ayat hukum, ahli hadis dan rijal al-hadis (perawi-
perawi hadis). Dan, ada tiga cabang ilmu yang selalu menyertai al-Ṯabâri setiap
kali beliau menjelaskan sesuatu, yaitu, tafsir, tarikh dan fikih.
Demi menimba ilmu, al-Ṯabâri tidak segan-segan melakukan
perjalananan (rihlah) ilmiah ke beberapa daerah, seperti Tibristan, Irak, Syam,
Mesir, dan daerah-daerah lain yang diyakini sebagai pusat peradaban dan ilmu
pengetahuan.13
Al-Khatib al-Baghdadi berkata:
“Al-Ṯabâri adalah salah satu ulama terbesar pada zaman-nya, perkataannya lurus
dan layak untuk dipegangi, semua pemikirannya akan menggambarkan keluasan
ilmunya.”
Beliau telah melahirkan banyak karya yang tidak sebanding dengan
umurnya. Salah satu murid al-Ṯabâri, Abu Muhammad „Abdulllah bin Ahmad
13
Lihat PDF, Sayyid Muhammad „Ali Iyâzi, Al-Mufassirȗn Hayâtuhum, (Teheran, Penerbit :
Mu„aṣirah al-Ṯaba„ah wa al-Nasyr Wazârat al-Tsaqafâh al-Irsyâad al-Islamiy, 1386 H/1966 M), Cet. Ke-
1. Vol. 2. Hlm. 712.
29
al-Fargani, berkata: “Dari semua karangan beliau, jika dibagi dari sejak beliau
balig sampai meninggal, maka setiap harinya beliau menulis 14 lembar.14
Pada mulanya, al-Ṯabari adalah seorang pengikut Syafi„i; namun pada
perjalanan berikutnya, beliau melakukan ijtihad sendiri, yang pada akhirnya
beliau muncul sebagai mujtahid mustaqil (independen yang bergantung kepada
mazhab tertentu). Bahkan, beliau sempat mendirikan madzhab tersendiri, yang
dikenal dengan sebutan mazhab Jaririyyah. Hanya saja, mazhab ini tidak
berkembang.15
Wal hasil al-Ṯabâri bisa dikatakan sebagai Syaikh al-Mufassirȋn, karena
beliaulah yang pertama kali menghimpun dua pendekatan dalam penafsiran al-
Qur′ân yaitu tafsir bi al-riwayah dan bi al-dirayah, yang belum pernah ada
sebelumnya.
Akhirnya pada bulan syawal tahun 310 H, al-Thabari meninggal dunia di
Baghdad dan jenazahnya disalatkan oleh banyak orang, termasuk ulama-ulama
besar saat itu, dan dimakamkan di dalam rumahnya sendiri.16
2. Ada beberapa karya-karya Aṯ - Ṯhabari di antaranya :
A. Jâmi‘ul Bayân fi Tafsīril Qur‘ân
B. Tarikh al-Umam wal al-Muluk (yang dikenal dengan Tarikh al-Thabari)
C. Ikhtilaf al-Fuqaha
D. Tahdzib al-Atsar
E. Kitab al-Qira’at (18 jilid)
F. Âdâb al-Manasik
G. Âdâb al-Nufus
H. Ahkam Syara’i al-Islam atau Lathif al-Qaul al-Bayân ‘an Ushul Ahkam.
14
Ahmad Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari
Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, (Depok, Penerbit : Lingkat Studi Al-Qur‟an, 2013), Hlm. 5.
Cet.1. 15
Sayyid Muhammad „Ali Iyâzi, Al-Mufassirun Hayâtuhum, Hlm. 712. 16
Sayyid Muhammad „Ali Iyâzi, Al-Mufassirun Hayâtuhum, Hlm. 712. Lihat PDF, Jalaluddin
Al-Suyuthi, Thabaqât al-Mufassirȋn, (Kuwait, Penerbit : Dal Al-Nawadir, 1431 H/ 2010 M), Hlm. 87.
30
I. Al-Basith atau Basiṭ al-Qaul fi Ahkam Syara’i al-Islam.
J. Tārikh Rijāl min al-Shahabah wa al-Tabi’in
K. Al-Qira′at atau Jami’ al-Qira′at.
L. Târikhul Rijâl
M. Ikjtilâf Al-Fuqahâ’,
N. Dan lain-lain.17
B. Karakteristik Tafsir Al-Ṯabâri
1. Karakteristsik Tafsir Al-Ṯabâri
Secara umum, tafsir al-Ṯabari memiliki beberapa karakteristik penafsiran
yang dapat dilihat dalam karya besar ini. Di antaranya adalah kitab tafsir ini
merupakan tafsir bi al-ma’tsur yang sempurna, yakni beliau melakukan tarjih
terhadap riwayat maupun pendapat yang dikutip, melakukan pengambilan
(istinbaṯ) hukum, membahas masalah qiro′at, dan terkadang beliau mengutip
syair-syair Arab untuk memperjelas makna yang tertuang dalam ayat al-Qur‟an.
1. Melakukan tarjih terhadap riwayat atau hadis yang dikutip.
2. Menjelaskan aspek kebahasaan dari segi nahwu dan i’rab
3. Menggunakan Qira′at dalam penafsirannya.
4. Mengutip syair-syair Arab klasik.18
2. Metode dan Corak Penafsiran Tafsir At-Ṯabari
Metode Penulisan yang digunakan oleh al-Ṯabari adalah metode tahlili
dimana beliau menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan secara keseluruhan
berdasarkan mushaf Utsmani, ia menjelaskan ayat demi ayat, dengan
menjelaskan makna mufradatnya, munasabah (korelasi) antar ayat maupun antar
surah, menjelaskan asbâb al-nuzȗl, dan mengutip dalil-dalil dari Nabi SAW,
17 Manna Khalil Qaṯan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Hlm. 536. Dan lihat kitab Asli Mabahis fȋ
‘Ulum Al-Qur’ân, Hlm. 373. 18
Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, (Jakarta, Penerbit: UIN
Jakarta Press, 2011), Cet. 1. Hlm. 12.
31
sahabat dan tabi‟in. Metode tahlili ini merupakan metode tafsir yang
menganalisis ayat al-Qur‟an dari berbagai aspek.19
Tafsir al-Ṯabâri tidak memiliki corak khusus dalam penafsiran, karena
al-Ṯabâri menafsirkan ayat-ayat al-Qur′ân berdasarkan riwayat. Meskipun
seringkali beliau melakukan tarjih terhadap riwayat dan pendapat yang ia
kutip.20
3. Gambaran Umum Tafsir Al-Ṯabari
Kitab tafsir ini disusun antara tahun 283 H-290 H, dengan cara
didiktekan kepada murid-muridnya. Seluruhnya terdiri dari 12 jilid, dan telah
diterbitkan oleh beberapa penerbit, antara lain, penerbit Bulaq, Kairo; Musthafa
al-Bab al-Halabi, Mesir; dan Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, Beirut.
Tafsir Al-Ṯabâri adalah kitab tafsir yang sangat masyhur, bahkan ia
dianggap sebagai induk dari kitab-kitab Tafsir lainnya. Kehadirannya telah
menginspirasi bagi tumbuhnya kitab-kitab tafsir setelahnya serta membuka
wawasan bagi para ulama Tafsir dalam memahami susunan redaksi (uslub) al-
Qur‟an.21
Tafsir al-Ṯabâri juga dipandang sebagai kitab Tafsir bi al-ma′tsur yang
terbesar. Sebab sebelumnya, para ulama tafsir menyebutkan riwayat-riwayat
saja. Sementara Al-Ṯabari telah melangkah maju, bukan sekedar menyantumkan
riwayat semata, tetapi beliau memberi komentar, kritik, bahkan menarjih
beberapa riwayat yang ada. Beliau menjelaskan i‟rab serta melakukan istinbaṯ
(penetapan) hukum, serta menggunakan syair-syair Arab untuk memperkuat sisi
kebahasaannya.22
19
Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, Hlm. 11. 20
Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, Hlm. 11. 21
Ahmad Husnul Hakim,Hlm. Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari
Masa Klasik sampai Masa Kontemporer,7. 22
Sayyid Muhammad „Ali Iyâzi, Al-Mufassirun Hayâtuhum, Hlm. 713.
32
4. Sistematika Penafsiran
Adapaun Sistematika penafsiran al-Ṯabari sebagai berikut :
1. Setelah pencantuman nama Surah dan ayat Al-Qur′an yang dibahas, al-
Ṯabâri menampilkan riwayat-riwayat—dari Nabi Saw., sahabat, dan
tâbi„ȋn—yang berkaitan dengan ayat al-Qur„an yang dibahas.
2. Setelah itu beliau juga menjelaskan perbedaan Qira′at bila ayat al-Qur′ân
yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan Qira′at.23
3. Beliau menyebutkan perkataan dalam menakwilkan nama Surah dan Ayat
Al-Qur′ân.24
4. Beliau menjelaskan tentang sabab al-nuzul dari ayat al-Qur′an yang
dibahas, seperti dalam surah Al-Mâidah ayat 61.25
5. Beliau menjelaskan ayat al-Qur′ân. apabila terdapat perbedaan riwayat
tentang makna kata dari suatu ayat al-Qur‟an, beliau menampilkan terlebih
dahulu perbedaan itu, kemudian beliau melakukan tarjih (memilih
riwayat/pendapat yang lebih atau paling kuat) terhadap riwayat/pendapat
yang beliau kutip.
5. Referensi Mufasir
Hadis Nabi Saw., pendapat para sahabat dan tabi„in, syair Arab, dan
Sirah Nabawiyah merupakan sumber rujukan yang digunakan al-Ṯabâri. Dari
sumber hadis Nabi saw., al-Ṯabâri hanya menggunakan hadis-hadis yang shahih,
baik shahih sanad maupun shahih matan. Beliau juga mengomentari atau
mengkritisi bila terdapat hadis yang ḏa„if (lemah), baik sanad maupun matan.
Selanjutnya, Al-Ṯabâri mengutip penafsiran dan pendapat dari beberapa
sahabat. Terdapat sepuluh sahabat yang seringkali beliau kutip, yaitu: Khulafâ
al-Rasyidin, „Abdullah bin Mas„ȗd, „Abdullah bin „Abbâs, Ubay bin Ka„âb, Zaid
bin Tsabit, Abu Musa Al-„Asy„ari, dan „Abdullah bin Zubair. Sedangkan dari
kalangan Tabi‟in, al-Ṯabâri seringkali mengutip riwayat (hadis) dan pendapat
dari Sa‟id bin Jubair, Mujahid bin Jabir, Ikrimah, dan Al-Ḏaẖak. Dan rujukan
23 Mani‟ „Abd al-Halim, Manâhij Al-Mufassirȋn, (Kairo, Penerbit : Dar Al-Kutub Al-Mishri,
Beirut, Penerbit : Dar Al-Kitab Al-Banâni). Hlm. 43.
24 Mani‟ „Abd Al-Halim, Manâhij Al-Mufassirȋn, Hlm. 44.
25 Mani‟ „Abd Al-Halim, Manâhij Al-Mufassirȋn, Hlm. 42.
33
tafsir dari kalangan tabi‟in, beliau merujuk kepada tafsir „Abd al-Rahmân bin
Zaid bin Aslam, tafsir Ibn Juraij, dan tafsir Muqatil bin Hayyan.
Rujukan al-Ṯabâri dalam hal kebahasaan, nahwu, syair Arab klasik
mengacu kepada „Ali bin Hamzah al-Kisa‟i, Kitab Ma‟ani al-Qur‟an karya
Yahya bin Ziyad al-Farra‟i, kitab Abi al-Hasan al-Akhfasy, kitab Abi „Ali
Qithrb, Majazi al-Qur‟an karya Abi Ubaidah, dan lain sebagainya.26
26
Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy,Hlm. 11.
35
BAB IV
A. PENGGUNAAN GHAḎAB dan GHAIẔA DALAM AL-QUR’AN DALAM
PENAFSIRAN AL-ṮABARI
B. Penafsiran Al-Ṯabari terhadap makna Ghaḏab
a. Lafaẕ غضب 1. Surah Al-Mâidah ayat 60
ه ػنه ٱلل
ه من ل
غند ٱلل
ىبت
لك مث
ن ذ س م
م بش
ئك ب
نل هل أ
ضبوق
غ
قسدة
يه وجػل منهم ٱل
غل
بيل ء ٱلظضل غن طىا
ا وأ
ان
ك س م
ئك ش
ول
أ
ىث
غ
ناشس وغبد ٱلط
خ
٠٦وٱل
60. Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-
orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, yaitu orang-orang (Yahudi) yang dikutuki dan dimurkai
Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang
yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan
lebih tersesat dari jalan yang lurus
Penafsiran:
Bahwa Allah memurkai mereka orang-orang Yahudi yang sifatnya
mereka seperti binatang seperti seekor kera dan seekor babi. Adapun sifat
mereka seperti Kera itu terdapat dalam penafsiran surah Al-Baqarah ayat 65,
ayatnya adalah ق
ظول
خ
قسدة
ىا
ىن
هم ك
نا ل
قل
بذ ف م في ٱلظ
منك
رن ٱغخدوا
ي د غلمخم ٱل
(Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui orang-orang yang melanggar di
antara kalian pada hari Sabtu, maka kami berfirman kepada mereka: Jadilah
kalian kera yang hina.‖.
Abu Ja‘far berkata: Ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya, membicarakan
tentang orang-orang Yahudi yang hidup pada masa Rasulullah SAW, diawali
dengan cerita nenek moyang mereka yang melanggar janji Allah, lalu
mengingatkan mereka dari adzab Allah yang akan menimpa mereka jika tetap
36
mengingkari kenabian Nabi Muhammad SAW sebagaimana adzab yang
menimpa nenek moyang mereka.1
Muhammad bin Humaid menceritakan kepada kami, katanya:
Salamah bin Al-Faḏl menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu
Ishaq menceritakan kepada kami dari Daud bin Hushain, dari
Ikrimah pelayan Ibnu Abbas, ia berkata, Ibnu Abbas berkata,
―Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas bani Israil apa yang
diwajibkan atas kalian pada hari Jum‘at, lalu mereka merubahnya
menjadi hari Sabtu dan mengagungkannya serta meninggalkan
apa yang diperintahkan kepada mereka, dan tatkala mereka
enggan kecuali memilih hari Sabtu, maka Allah menguji mereka
dan mengharamkan atas mereka yang dihalalkan-Nya. Mereka
tinggal di sebuah desa antara Ailah dan Ṯursina, namanya
Madyan, lalu Allah mengharamkan mereka memancing ikan dan
memakannya, di mana ikan-ikan justru bermunculan pada hari
Sabtu, dan jika hari Sabtu telah berlalu, maka ikan-ikan itu pun
kembali menghilang semuanya. Dan demikian seterusnya sampai
mereka sangat ingin memakan ikan. Maka salah seorang di antara
mereka mengambil ikan secara sembunyi-sembunyi pada hari
Sabtu dan mengikatnya dengan benang di tepi laut kemudian
melepaskannya di air, hingga keesokan harinya ia datang dan
mengulangi perbuatannya hingga orang-orang mencium aroma
ikan, maka mereka pun berkata, ‗Sungguh kami telah mencium
aroma ikan.‘ Akhirnya mereka mengetahui apa yang diperbuat
laki-laki tersebut.‖ Ibnu Abbas berkata, ―Lalu mereka mengikuti
caranya, dan makan ikan dengan sembunyi-sembunyi untuk
1 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Judul Asli: Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay
Al-Qur′ân, Penerjemah : Akhmad Affandi, (Jakarta, Penerbit : Pustaka Azzam, Cet. 1. 2008). Vol. 2.
Hlm. 42. Lihat juga Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wil Ay al-Qur′ân, (Beirut, Penerbit : Dâr al-Kutub Ilmiyah),
Vol. 2. Hlm. 59.
37
beberapa waktu lamanya, di mana Allah tidak memancingnya
secara terang-terangan dan bahkan menjualnya di pasar. Maka
sekelompok orang dari mereka yang baik mengatakan,
―Celakalah kalian ! Bertaqwalah kalian kepada Allah !‖ Dan
melarang mereka melakukan hal itu. Lalu sebagian orang yang
tidak memakannya namun tidak juga melarangnya mengatakan,2
ػم ول
ك ى زب
إل
مػرزة
ىا
ال
ق
ددا
ابا ش
بهم غر
و مػر
هم أ
ه مهلك
ىما ٱلل
ى ق
ػظ
قى لم ح خ هم
٤٦١ ل
164. "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan
mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka
menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab)
kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa (QS: Al-A‟raf [7] :
164)
Ibnu ‗Abbâs berkata, ―Ketika mereka dalam keadaan demikian, dimana
orang-orang yang baik sedang berada di majelis dan masjid-masjid, tiba-tiba
tidak mendapati mereka, maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang
lain: pasti ada sesuatu atas mereka, marilah kita lihat ! Maka mereka pun pergi
lihat rumah-rumah mereka dan mendapatinya ternyata tertutup sejak malam
hari pada saat mereka menutupnya, dan pagi harinya ternyata mereka telah
berubah menjadi kera di dalam rumah-rumah mereka, mereka mengenali
seorang laki-laki dengan matanya dan ia telah menjadi kera, dan mengenali
seorang perempuan dengan matanya dan ia telah menjadi kera, bahkan
mengenali anak kecil dengan matanya dan ia menjadi kera. Ia berkata, Ibnu
‗Abbâs berkata, :Kalaulah Allah tidak menyebutkan bahwa Dia
menyelamatkan orang-orang yang melarang berbuat maksiat niscaya kami akan
mengatakan bahwa Allah telah membinasakan mereka semua.‖ Mereka
berkata, dan itulah desa yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya
2 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 62.
38
ػ وط برس إذ
ٱل
ذ ااضسة
ان
يك ك
ت ٱل س
ق
هم غن ٱل
ىم طبتهم ل جيهم ايخانهم
أ ج
بذ إذ دو في ٱلظ
فظقى ىا
ان
ىهم بما ك
بل
لك ن
ر
ك
جيهم
أ ج
ظبخى ل
ىم ل غا و س
٣٠١ش
163. Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang
terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari
Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di
sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-
hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.
Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku
fasik. (Q.S: Al-A‘raf [7] : 163).3
Sedangkan yang menyebabkan dirubahnya sebagian orang menjadi babi
adalah sesuai riwayat berikut:
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Salamah bin
Al-Faḏl menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishâq, dari ′Amr
Ibnu Katsȋr bin Aflah –maula Abu Ayyub Al-Anṣari--, ia berkata:
Diceritakan tentang perubahan bentuk seorang perempuan dari
desa yang terdapat di bani Isrâ′il menjadi babi. Perempuan itu
bersama salah seorang penguasa bani Isrâ′ȋl. Orang-orang bani
Isrâ′ȋl sepakat untuk berbuat kerusakan. Selain bahwa perempuan
tersebut menjadi terakhir yang merusak Islam. Pada awalnya ia
mengajak orang-orang untuk memeluk agama Allah, ketika
orang-orang telah berkumpul untuk mengikuti keputusannya,
perempuan tersebut berkata, ―Sesungguhnya ia tidak
menunjukkan untuk bersungguh-sungguh memeluk agama Allah
dan mengundang kaummu untuk mempercayainya, maka
keluarlah kalian (dari agama Islam). Sesungguhnya aku
(perempuan tersebut) orang yang telah keluar (dari agama Islam)
!‖ perempuan tersebut lalu keluar (dari agama Islam), dan
3 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 2. Hlm. 43. Lihat juga Al-Jâmi‟ Al-
Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 62.
39
penguasa bani Isrâ′ȋl mengikutinya. Setelah itu semua sahabat
perempuan itu memeranginya, dan ia melarikan diri.4
Ada yang berkata, ―(Perempuan) itu mengajak orang-orang untuk
memeluk agama Allah. Setelah orang-orang untuk memeluk agama Allah.
Setelah orang-orang berkumpul, perempuan tersebut justru mengajak untuk
keluar meninggalkan agama Allah, maka mereka semua, termasuk perempuan
itu, keluar (dari agama Allah), sehingga mereka dimusuhi, dan mereka pun
melarikan diri.‖
Ada juga yang berkata, ―Kemudian (perempuan) itu mengajak orang-
orang untuk memeluk agama Allah. Setelah semua berkumpul, seorang laki-
laki menghampirinya dan membisikkan sesuatu, lalu perempuan itu
memerintahkkan orang-orang untuk keluar (meninggalkan agama Allah).
Setelah itu, semua orang, termasuk perempuan itu, keluar (meninggalkan
agama Allah), maka semuanya dimusuhi dan melarikan diri.
Kemudian ketika perempuan itu kembali, ia menyatakan telah menyesal.
Ia berkata, ‗Maha Suci Allah, seandainya ada pemimpin dan penolong bagi
agama ini, maka sungguh nyata (kebenaran) agama ini! Perempuan tersebut
lalu menangis tersedu-sedu. Seluruh penduduk desa pun ikut menangisinya.
Allah lalu merubah bentuk mereka pada malam itu juga menjadi babi.
Perempuan itu lalu berkata – ketika semua itu terjadi dan menyaksikan apa
yang dilihatnya--, ‗Suatu hari nanti kamu akan tahu bahwa Allah Maha Kuasa
atas agama-Nya dan perintah (yang ada dalam agama-Nya)‘. Peristiwa itu
terjadi ketika Allah merubah bentuk bani Isra‘il menjadi babi kecuali si wanita
tersebut.‖5
4 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 9. Hlm. 159. Lihat juga Jâmi‟ Al-
Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 8. Hlm. 540. 5 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabari, Vol. 9. Hlm. 160. Lihat juga Al-Jâmi‟ Al-
Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 8. Hlm. 540.
40
Jadi, Allah memurkai orang-orang Yahudi karena mereka telah
melanggar sesuai dengan ajarannya Nabi Musa ‗Alaihi Al-Salâm, padahal telah
diwajibkan bagi Bani Isrâ′ȋl itu adalah hari Jum‘at. Mereka itu mau nya hari
Sabtu sehingga ketika mereka memancing Ikan, maka mereka itu bersifatnya
seperti seekor kera. Padahal Allah telah mengharamkannya memancing ikan
dan memakannya pada hari Sabtu. Ada pun dimurkai oleh Allah menjadi babi
adalah Bani Isra′il, karena mereka kembali ke agama Allah sedangkan
perempuannya kembali kepada agama Allah dengan penuh tangisan dan
penyesalan.
Begitu pun orang-orang yang menyembah Ṯâgȗt, bahwa sifat mereka
itu sama seperti orang Yahudi yang bersifat seperti binatang seperti kera
ataupun babi. Karena sudah jelas dimurkai oleh Allah Swt. sudah jelas
firmannya, ء ٱلسبيل وأضل عن سوا ―Dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.‖
2. Surah Al-Mujadalah ayat 14:
رلفى غل منهم و
م ول
نك ا هم م يهم م
ه غل
ضب ٱلل
ىما غ
ق
ىا
ىل
رن ج
ى ٱل
س إل
م ج
لرب وهم ۞أ
ك
ى ٱل
مى ػل ٣١
14. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan
suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang
itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan
mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan,
sedang mereka mengetahui
Penafsiran:
Maksud dari ayat di atas adalah, tidakkah kamu lihat dengan mata
hatimu, wahai Muhammad, orang-orang yang dimurkai Allah –yaitu orang
munafik—berpaling kepada orang-oranng Yahudi dan menjadi penasehat
mereka ?!
Bisyr menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazȋd
menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa‗ȋd menceritakan
41
kepada kami dari Qatadah, tentang firman Allah رنى ٱل
س إل
م ج
لأ
هضب ٱلل
ىما غ
ق
ىا
ىل
يهم ج
غل “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang
yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai
teman....‖ dia berkata, Mereka adalah orang-orang munafik yang
berpaling kepada orang-orang Yahudi dan memberi saran kepada
mereka.6‖
Firman-Nya, ما ىم منكم ―Orang-orang itu bukan dari golongan kamu,‖
maksudnya adalah, orang-orang yang menjadikan suatu kadar yang dimurkai
Allah sebagai teman bukan dari kalangan yang seagama dengan kalian. هم وال من
―Dan bukan (pula) dari golongan mereka,‖ yaitu bukan pula dari kalangan
Yahudi yang dimurkai Allah. Allah menyifati mereka demikian karena orang-
orang ini munafik, ketika bertemu dengan kaum Yahudi, mereka berkata, ―Kami
di pihak kalian, kami hanya memperolok-olok (Islam).‖ Sedangkan jika bertemu
dengan orang-orang beriman mereka berkata,‖ Kami juga beriman.‖.7
3. Surah Al-Mumtahanah ayat 13
ما خسة ك
من ٱل
ئظىا د
يهم ق
ه غل
ضب ٱلل
ىما غ
ق
ىا
خىل
ج
ل
رن ءامنىا
ها ٱل ي
أب
از من أ فك
ئع ٱل
قبىز ٣١ٱل
13. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan
penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah
putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang
telah berada dalam kubur berputus asa
Penafsiran:
Maksudnya adalah, Allah berfirman kepada orang-orang beriman dari
kalangan sahabat Rasulullah SAW, يهمه غل
ضب ٱلل
ىما غ
ق
ىا
خىل
ج
ل
رن ءامنىا
ها ٱل ي
أ
6 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Beirut, Vol. 22. Hlm. 487.
7 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 24. Hlm. 818. Lihat juga Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta‟wil Ay Al-Qur′ân,Vol. 22. Hlm. 488.
42
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum
yang dimurkai Allah,‖ yaitu dari kalangan Yahudi ك
ئع ٱل ما
خسة ك
من ٱل
ئظىا د
از ق ف
قبىزب ٱل
Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat“ من أ
sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.8‖
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai firman Allah, من ئظىا د
ق
قبىزب ٱل
از من أ فك
ئع ٱل ما
خسة ك
Sesungguhnya mereka telah putus asa― ٱل
terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam
kubur berputus asa.‖ Sebagian berpendapat bahwa artinya adalah, orang-orang
Yahudi yang dimurkai Allah berputus asa dari pahala Allah di akhirat bila
mereka dibangkitkan. Ini sama dengan putus asanya orang kafir yang masih
hidup akan kembaliya orang yang sudah mati di antara mereka.9
Ibnul Abdil A‘la menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu
Tsaur menceritakan kepada kami dari Ma‘mar, dari Qatadah,
tentang firman Allah, خسة من ٱل
ئظىا د
Sesungguhnya mereka― ق
telah putus asa terhadap negeri akhirat,‖ ia berkata, ―Maksudnya
adalah, mereka putus asa untuk bisa dibangkitkan, sebagaimana
putus asanya orang kafir bahwa penghuni kubur akan kembali
lagi kepada mereka bila sudah mati.10
Pendapat yang lebih tepat menurutku adalah mereka yang dimurkai Allah
dari kalangan Yahudi ini telah berputus asa dari pahala Allah di akhirat lantaran
kekafiran mereka dan karena mereka mendustakan kerasulan Muhammad SAW,
padahal mereka tahu dia Nabi. Itu sama dengan putus asanya orang-orang kafir
yang sudah ada dikuburan mereka. Mereka yang mendustakan kerasulan Isa AS
8 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 22. Hlm. 602.
9 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 22. Hlm. 602.
10 Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 22. Hlm. 603.
43
dan para Rasul lain berputus asa untuk mendapatkan pahala dan kemuliaan dari
Allah kepada mereka.
Kami katakan demikian karena orang mati sudah merasa putus asa untuk
bisa kembali ke dunia, atau akan dibangkitkan sebelum Hari Kiamat, baik yang
mukmin maupun yang kafir, sehingga tidak ada alasan menafsirkannya khusus
untuk orang kafir. Mereka sama-sama berputus asa dalam hal ini.11
b. Lafaẕ غضب
1. Surah Al-Baqarah ayat 61 dan 90
نا سج ل
خ ك نا زب
ٱدع ل
اد ف
ػام و
ى ط
صبر غل ن ن
ى ل مىس خم
ل ق
ئها وإذ
ازض من بقلها وقث
نبذ ٱل
ا ج مم
مصسا ف
ىا
ٱهبط
ير ري هى خ
ى بٱل
دن
ري هى أ
ى ٱل
بدل
ظد
حال أ
ق
ىمها وغدطها وبصلها
ا وف م م
ك
ئ ل
نظك
وٱل
ت
ل يهم ٱلر
وضسبذ غل
خم
لءو بطأ
وبا
ضب ت
فسو بغ
ك
ىا
ان
هم ك ن
لك بأ
ه ذ
ن ٱلل ه م
ذ ٱلل ا
بي ى ٱلنقخل ػخدو و
ىا
ان
ك و
لك بما غصىا
ذ
ير ٱل
٠٣ن بغ
61. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa
sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti
kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada
mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari
Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat
Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan.
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas
Penafsiran:
11
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 24. Hlm. 990. Lihat juga Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta‟wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 22. Hlm. 605.
44
Makna kata غضب itu menunjukkan kepada orang yang dimurkai karena
mereka mengingkari ayat-ayat Allah (durhaka) dan membunuh para Nabi tanpa
ada alasan yang benar kemudian mereka ditimpakan kepada mereka yakni
kenistaan dan kehinaan.
Adapun makna غضب itu juga masih berkaitan dengan orang-orang
Yahudi sebagaimana dalam riwayatnya yakni:
Yunus bin ‗Abd Al-A‘la menceritakan kepadaku, katanya: Ibnu
Wahb memberitahukan kepada kami, katanya: ‗Abdurrahman bin
Zaid berkata tentang firman Allah Ta‘ala: وضسبت
ل يهم ٱلر
ذ غل
نت
ظك
ia berkata, mereka adalah orang-orang Yahudi. Aku وٱل
berkata kepadanya: bukannya orang-orang Qibti ? Ia menjawab,
apa kaitannya orang-orang Qibti12
? Bukan, Sungguh mereka
bukan orang-orang Qibti, akan tetapi mereka adalah orang-orang
Yahudi bani Isrâ′ȋl, dimana Allah menginformasikan bahwa Dia
mengganti kemuliaan mereka dengan kehinaan, kenikmatan
dengan kekurangan, dan keridhaan dengan kemurkaan, sebagai
balasan kekufuran mereka kepada ayat-ayat-Nya kedurhakaan
mereka terhadap para Nabi-Nya.13
Kemudian takwil firman Allah yang berkaitan dengan kata غضب yakni
فسو بك
ىا
ان
هم ك ن
لك بأ
بي ذ ى ٱلن
قخل ه و
ذ ٱلل ا
ير ٱل
ن بغ dan
ىا
ان
ك و
لك بما غصىا
ػخدو ذ
(Demikian itu terjadi karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas).14
12
Bangsa yang pertama tinggal di Mesir. 13
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Al-Jâmi‟Al- Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 14. 14
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Al-Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 31.
45
Abu Ja‘far berkata: Kata ذلك adalah kembali kepada ذلك yang pertama.
Dan penakwilannya: mereka ditimpa kenistaan, kemiskinan dan kemurkaan dari
Allah disebabkan kekufuran terhadap ayat-ayat-Nya, membunuh para Nabi-Nya
dengan cara yang tidak benar, ingkar kepada-Nya dan melanggar ketetapan-
Nya.15
ضلهۦ غه من ف
ل ٱلل ز
ن
يا أ
ه بغ
نصل ٱلل
أ
بما
فسوا
ك
نفظهم أ
بهۦ أ
روا
ت
ظما ٱشء بئ
ا
ش ى من
ل
هي اب مفسن غر
ك
ولل
ضبى غ
ضب غل
ءو بغ
با
٠٦من غبادهۦ ف
90. Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya
sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah,
karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka
mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-
orang kafir siksaan yang menghinakan
Penafsiran:
Abu Ja‘far berkata: Maksudnya dari firman Allah ضبى غ
ضب غل
ءو بغ
با
ف
adalah16
: maka kaum Yahudi dari keturanan bani Israil itu kembali murtad –
setelah mereka sebelumnya memohon kemenangan dan pertolongan dengan
kedatangan Nabi Muhammad SAW, dan setelah apa yang mereka kabarkan
kepada manusia sebelum diangkat menjadi rasul bahwasanya dia seorang nabi
yang diutus—ketika Allah mengutusnya menjadi seorang nabi dan rasul, maka
mereka mendapatkan murkan dari Allah, yang berhak mereka dapatkan dari-Nya
dengan kekafiran mereka terhadap Muhammad SAW ketika beliau diangkat
menjadi nabi dan penentangan mereka terhadap kenabiannya, dan pengingkaran
mereka terhadapnya, dikarenakan dialah yang mereka dapatkan tercantum
sifatnya dalam kitab mereka, sebagai kedurhakaan mereka, dan rasa dengki serta
iri terhadap bangsa Arab, غضب على sebagaimana terdahulu Allah timpakan
15
Ibnu Jarir Al-Thabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 2. Hlm. 18. Lihat juga Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta‟wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 31. 16
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 2. Hlm. 213. Lihat juga Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al- Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 250.
46
kepada mereka sebelum murka-Nya yang kedua lantaran kekufuran mereka yang
sebelumnya terhadap Isa bin Maryam, atau karena mereka menyembah sapi,
atau karena dosa mereka yang lainnya terdahulu yang dengannya berhak untuk
mendapatkan murka dari Allah. Sebagaimana:
Al-Mutsanna menceritakan kepadaku, katanya, Abu Hudzaifah
menceritakan kepada kami, katanya, Syibil menceritakan kepada
kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid: ضبءو بغ
با
adalah ف
Yahudi dengan apa yang mereka lakukan dari mengganti taurat
sebelum datangnya Muhammad SAW. على غضب penentangan
mereka kepada nabi dan kekafiran kepada yang sebelumnya.17
2. Ali Imran ayat 112
ءو اض وبا ن ٱلن ه وابل م
ن ٱلل بربل م
إل
قفىا
ن ما ث أ
ت
ل يهم ٱلر
ضسبذ غل ضب
ه وضسبذ بغ
ن ٱلل م
فسو بك
ىا
ان
هم ك ن
لك بأ
ذ
نت
ظك
يهم ٱل
غل
ى ٱل
قخل ه و
ذ ٱلل ا
ىا
ان
ك و
لك بما غصىا
ذ
ير ا ء بغ
نبيا
ػخدو ٣٣١
112. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali
jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)
dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah
dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka
kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan
yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas
Penafsiran:
Penafsiran ini sama dengan penafsiran surah Al-Baqarah ayat 61. Orang
yang akan berpegang teguh pada tali Allah dan tali perjanjian dengan manusia
17
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 2. Hlm. 215. Lihat juga. Jâmi‟ Al-Bayân „an
Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 2. Hlm. 252.
47
maksudnya untuk kembali melakukan Habl Min Allâh dan Habl Min An-Nâs
maka dia akan mendapat rahmat dari Allah Swt.18
Abu Ja‘far menegaskan bahwa Allah menegaskan bahwa kaum Yahudi,
sang pendusta yang mendustakan Nabi Muhammad SAW, ditimpa oleh
kehinaan di manapun mereka berada baik di negeri kaum muslim maupun di
negeri kaum musyrik, kecuali mereka berpegang pada perjanjian Allah (dengan
membayar Jizyah) dan tali manusia (jaminan keamanan). Maknanya adalah,
mereka ditimpa kehinaan dimanapun mereka berada, kecuali karena jaminan
dari Allah dan manusia. Mereka pun pergi dengan disertai kemurkaan dari Allah
SWT. mereka juga ditimpa kehinaan dalam bentuk kesulitan hidup dan
kefakiran, karena mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah serta hujjah-Nya,
membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, zhalim dan agresif.19
3. Surah Thaha ayat 86
ال ط
ف أ
م وغدا اظنا
ك م زب
ػدك م
لىم أ
ق ال
ق
طفا
أ
ضب
ىمهۦ غ
ى ق
إل
ى سجؼ مىس م ف
ػهد أ
م ٱل
يك
غل
ىغدي فخم ملخ
أم ف
ك ب
ن ز ضب مم غ
يك
رل غل
م أ زدج
٦٠أ
86. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan
bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah
menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa
lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar
kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar
perjanjianmu dengan aku?"
Penafsiran:
Makna غضب menunjukkan bahwa Nabi Musa AS. kembali kepada
kaumnya dalam keadaan marah karena mereka tidak berjanji kepada Nabi Musa
untuk menyembah kepada Allah, padahal Allah berjanji pada mereka dan masih
18
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Al-Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al- Qur′ân, Vol. 5. Hlm. 681
19
Ibnu Jarir Al-Ṯabari, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabari, Vol. 2. Hlm. 215. Lihat juga Al-Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta‟wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 5. Hlm. . 687.
48
menyembah kepada anak Lembu. Sebagaimana firman Allah, مػهد أ
م ٱل
يك
ال غل
ط
فأ
ضب م غ
يك
رل غل
م أ زدج
م أ
ك ب
ن ز م ―Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu
bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu.‖
Maksudnya adalah, apakah waktu yang memisahkan antara kita terasa sangat
lama, padahal nikmat Allah ada bersama kalian dan Dia senantiasa memberi
pertolongan kepada kalian? Atau memang kalian menghendaki murka Tuhan
kalian benar-benar menimpa kalian, lantara kalian menyembah anak lembu dan
kufur terhadap Allah ?
Firman Allah, ىغدي فخم ملخ
أ dan kamu melanggar perjanjianmu dengan― ف
aku?" Maksudnya adalah janji tersebut, lantaran mereka menyembah anak lembu
dan enggan mengikuti jejak Musa menuju tempat yang telah dijanjikan Allah
kepada mereka. Juga perkataan mereka kepada Harun tatkala beliau melarang
mereka menyembah anak lembu, dan ketika Harun mengajak mereka untuk
mengikuti jejak Musa. ى ينا مىس سجؼ إل ى كفي اي
يه غ
برح غل ن ن
ل
ىا
ال
Mereka ق
menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa
kembali kepada kami" (QS Thaha: 91).20
3. Surah An-Nur ayat 9
دقي ا من ٱلص
إ ك
يها
ه غل
ضب ٱلل
غ
أ
مظت
خ
وٱل
9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika
suaminya itu termasuk orang-orang yang benar
Makna غضب maknya nya ini menunjukkan bahwa Allah itu murka
terhadap seorang istri yang menuduh suaminya yang telah melakukan perbuatan
Zina dalam melakukan sumpah yang kelima.
Kami katakan bahwa yang wajib bagi istri jika tidak mau me-li‟an seperti
yang dilakukan suaminya, adalah had, sebagaimana kami terangkan, karena di-
qiyas-kan terhadap ijma‘ dari semua ulama bahwa jika had (delapan puluh kali
20
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri,, Vol. 17. Hlm. 913. Lihat juga Jâmi„ul
Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. Hlm. 132.
49
cambukan) terhadap suami telah bebas dengan sumpah empat kali terhadap
kebenaran yang dia tuduhkan, maka had (rajam) menjadi wajib bagi istri, lalu
Allah menjadikan sumpah istri sebanyak empat kali dan lian-nya pada kali
kelima sebagai jalan keluar dari had (rajam) yang diwajibkan kepadanya dengan
tuduhan dari suami. Sebagaimana sumpah empat kali itu dijadikan jalan keluar
bagi suami dan menjadikan had-nya delapan puluh kali cambukan hilang, maka
seharusnya dengan hilangnya had atas suami dengan empat sumpah itu,
menjadikan had (rajam) wajib bagi istri, sebagaimana dengan mendatangkan
empat orang saksi yang menjadikan bebasnya suami dari had (delapan puluh kali
cambukan) menjadikan had (rajam) wajib bagi istri. Tidak ada beda dalam hal
itu.
Firman Allah: هضب ٱلل
غ
أ
مظت
خ
Dan (sumpah) yang kelima: bahwa― وٱل
laknat Allah atasnya.‖ Ia berkata: Dan, sumpah yang kelima maksudnya adalah,
murka Allah bagi istri jika suaminya termasuk orang yang benar dari perbuatan
zina yang dituduhkan kepadanya.21
4. Surah Asy-Syura ayat 16
تهم دااضت هۥ حج
ه من بػد ما ٱطخجيب ل
ى في ٱلل ج
را رن
يهم وٱل
هم وغل غند زب ضب
اب غ
هم غر
ول
دد
٣٠ش
16. Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama
itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan
mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab
yang sangat keras
Penafsiran:
Maksud ayat di atas adalah, Allah Ta‗âla berfirman, ―Orang-orang yang
membantah agama Allah, yang karenanya Muhammad SAW diutus, dan setelah
manusia menerimanya dan mereka, kalangan yang diberi Al Kitab, masuk ke
dalam agama tersebut, تهم دااضت ‖,Bantahan mereka itu sia-sia saja― حج
maksudnya adalah, bantahan yang mereka sampaikan untuk mendebat tentang
agama Allah itu sia-sia di sisi Tuhan mereka.
21
Ibnu Jârir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 18. Hlm. 935. Lihat juga Jâmi ‟ Al-
Bayân fȋ Ta wil ay Al-Qur ân, Vol. 10. Hlm. 86.
50
Firman-Nya, ضب يهم غ
Mereka mendapat kemurkaan,‖ maksudnya― وغل
adalah, mereka mendapat murka dari Allah, dan di akhirat mereka mendapat
adzab yang sangat keras, yaitu azab neraka.
Ada yang mengatakan bahwa ayat ini turun terkait sejumlah orang dari
kaum Yahudi yang membantah sahabat-sahabat Rasulullah SAW tentang agama
mereka, dan kaum Yahudi itu sangat antusias dalam menghalangi mereka dari
beliau, serta berusaha mengalihkan mereka dari Islam kepada kekafiran.22
Kalangan yang menakwilkan demikian menyebutkan riwayat-riwayat berikut
ini:
Muhammad bin Sa‗ad menceritakan kepadaku, dia berkata:
Bapakku menceritakan kepadaku, dia berkata: Pamanku
menceritakan kepadaku, dia berkata: Bapakku menceritakan
kepadaku dari bapaknya, dari Ibnu Abbas, tentang firman-Nya,
ه من بػد ماى في ٱلل ج
را رن
يهم وٱل
هم وغل غند زب
تهم دااضت هۥ حج
ٱطخجيب ل
ضب غ اب
هم غر
ول دد
ش ―Dan orang-orang yang membantah (agama)
Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-
sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan
(Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras‖. Ia berkata,
―Mereka adalah Ahli Kitab yang saat itu mendebat dan
menghalangi kaum muslim agar tidak menerima adalah kaum
yang sesat. Mereka disanggah bahwa mereka berada dalam
kesesatan, dan mereka menanti-nanti datangnya kejahiliyahan
kepada mereka.23
22
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 20. Hlm. 488. 23
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 20. Hlm. 488. Ismâi‗l Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Qur‟ân Al-„Aẕȋm, (Damaskus, Penerbit: Maktabah Dar Al-Fiha, 1994), Vol. 20. Hlm.
488.
51
c. Lafaẕ غضبان
Surah Al-A‘raf ayat 150
ىمهۦ ى ق
إل
ى ا زجؼ مىس ول
ضب
ى غ
ق
ل وأ
م
ك مس زب
خم أ
عجل
فخمىني من بػدي أ
لظما خ
ال بئ
طفا ق
أ
ق ادوا
ىم ٱطخضػفىني وك
ق
م إ ٱل
ال ٱبن أ
يه ق
هۥ إل جس خيه
ض أ
بسأ
ر
خ
ىاح وأ
ل مذ ٱل
ش
ح
ك ف
ىن
خل
لمي بي ٱل
ىم ٱلظ
ق
ك مؼ ٱل
جػل
ج
ء ول
٣٥٦غدا
150. Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah
dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang
kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului
janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan
memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke
arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini
telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku,
sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira
melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan
orang-orang yang zalim
Penafsiran:
Imran bin Bakkar Al-Kalâ‗i menceritakan kepadaku, ia berkata:
‗Abd Al-Salâm bin Muhammad bin Al-Haḏrami menceritakan
kepada kami, ia berkata: Syuraih bin Yazid menceritakan
kepadaku, ia berkata Aku mendengar Nashr bin Alqomah berkata
Abu Ad-Darda‘ berkata, tentang firman Allah, طف أ
ضب
اغ “dengan
marah dan sedih hati‖, kata Al-Asaf adalah satu kondisi di balik
marah, yaitu lebih parah daripada marah. Tafsiran itu dalam kitab
Al-Qur‘an adalah, ―Ia pergi kepada kaumnya dalam keadaaan
marah, kemudian ia pergi lebih marah lagi.24
24
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 10. Hlm. 450.
52
Para ulama berbeda pendapat tentang penyebab Musa melemparkan luh-
luh Taurat itu. Sebagian berpendapat bahwa Nabi melemparkannya karena
marah kepada kaumnya yang telah menyembah sapi.25
Tamim bin Al-Munṯasir menceritkan kepada kami, ia berkata:
Yazȋd memberitahukan kepada kami, ia berkata Al-Aṣbagh bin
Yazȋd memberitakan kepada kami dari Al-Qasim bin Abi Ayyub,
ia berkata: Sa‗ȋd bin Jubair menceritakan kepadaku, ia berkata:
Ibnu Abbas berkata, tentang firman Allah, ىمهۦى ق
إل
ى ا زجؼ مىس ول
طف أ
ضب
اغ ―Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya
dengan marah dan sedih hati‖ kemudian ia menarik rambut
saudaranya dan mencampakkan luuh-luh Taurat karena marah.26
Jadi, ada beberapa ayat yang kerkaitan dengan marahnya Nabi Musa
kepada kaumnya yang masih menyembah berhala kepada patung sapi.27
d. Lafaẕ المغضوب
Surah Al-Fatihah ayat 7
ي لا ٱلض
يهم ول
ضىب غل
غ ير ٱل
يهم غ
ػمذ غل
نرن أ
ٱل
ط ٧صس
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat
Penafsiran:
Ahmad bin Al Walȋd Al-Ramli menceritakan kepadaku, dia
berkata Abdullah bin Ja‘far Ar-Ruqi menceritakan kepada kami,
dia berkata: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari
25
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 11. Hlm. 555. Lihat juga Jâmi Al-
Bayân „an Ta wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 10. Hlm. 450. 26
Ibnu Jârir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Thabâri, Vol. 11. Hlm. 558. Lihat juga Jâmi‟ Al-
Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 10.. Hlm. 451. 27
Lihat di Lampiran surah Al-A‘raf ayat 71, 152 dan ayat 154 serta Surah Ta Ha ayat 86.
53
Isma‘il bin Abu Khalid, dari Sya‘bi dari Adi bin Hatim, dia
berkata: Rasulullah SAW bersabda, ―Mereka yang dimurkai
adalah orang-orang Yahudi.28
Abu Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin
Sa‗ȋd menceritakan kepada kami, dia berkata: Basyar bin Umarah
menceritakan kepada kami, dia berkata Abu Rauq menceritakan
kepada kami dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, tentang firman
Allah SWT, يهمضىب غل
غ ير ٱل
-bahwa maksudnya adalah orang غ
orang Yahudi yang dimurkai Allah.29
Abu Ja‘far berkata : Sebagian mereka berkata: Bentuk kemurkaan Allah
atas makhluk yang dimurkai-Nya adalah dengan menimpakan azab dan
hukuman-Nya, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai firman-Nya, ا ءاطفىن
ا م
لف
جمػي هم أ
نسق
غ
أمنا منهم ف
٥٥ٱنخق . ―Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami
menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut).‖ (QS
Az-Zukhruf ayat 55)
يه وجػضب غل
ه وغ
ػنه ٱلل
ه من ل
غند ٱلل
ىبت
لك مث
ن ذ س م
م بش
ئك ب
نل هل أ
ناشس ق
خ
وٱل
قسدة
ل منهم ٱل
بيل ء ٱلظضل غن طىا
ا وأ
ان
ك س م
ئك ش
ول
أ
ىث
غ
[٠٦]طىزة الائدة, ٠٦وغبد ٱلط
60. Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-
orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di
antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang)
menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus
[Al Ma"idah60]
28
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 1 Hlm. 186. Ismâ‗il Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Qur‟ân Al-„Aẕȋm, Vol. 1. Hlm. 142. 29
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 1. Hlm. 188.
54
Sebagian lain mengatakan bahwa bentuk kemurkaan Allah atas makhluk
yang dimurkai-Nya adalah memberikan celaan dan cercaan atas perbuatan
mereka.
Sebagian lain menyatakan bahwa kemurkaan Allah jelas maknanya,
seperti yang dipahami dari makna murka, hanya saja kemurkaan Allah tidak
sama dengan kemurkaan manusia, karena manusia merasa tersiksa tatkala
memendam kemarahan, sedangkan Allah tidak demikian, karena Dia adalah
Dzat Yang Maha Sempurna dan tidak tertimpa bencana.30
e. Lafaẕ مغاضبا
Surah Al-Anbiya ayat 87.
هب ى إذ ذ ا ٱلن
ضباوذ
ي مغ
نك إن
نذ طبر
أ
ه إل
إل
ل
ذ أ م
لنادي في ٱلظ
يه ف
قدز غل ن ن
ل
ن أ
ظ
ف
لمي نذ من ٱلظ
٦٧ك
87. Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan
mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan
yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci
Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim"
Penafsiran:
Firman-Nya, ضب إذ
هب مغ
اذ ―Ketika ia pergi dalam keadaan marah‖
Maksudnya adalah, ketika ia pergi dalam kondisi marah.
Para ahli takwil berbeda pendapat tentang makna kepergiannya dalam
keadaan marah, dan dari siapa ia pergi, serta kepada siapa ia marah.31
30
Ibnu Jârir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 1. Hlm. 267. Lihat juga Jâmi‟Al-
Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol 1. Hlm. 189. 31
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. Hlm. 374
55
Sebagian ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah, ketika ia pergi
dalam keadaan marah. Mereka yang berpendapat demikian menyebutkan riwayat
berikut ini 32
:
Al-Harits menceritakan kepada kami, ia berkata: ‗Abd Al-‗Azȋz
menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan
kepada kami dari Ismâ‗ȋl bin ‗Abd Al-Mâlik, dari Sa‗ȋd bin
Jubair, ia menyebutkan hadis yang sama dengan Ibnu Humaid,
dan menambahkan: Ia berkata, ―Lalu Yunus keluar menanti siksa,
namun ternyata ia tidak melihat sesuatu.‖ Ia lalu berkata, ―Mereka
telah mendapatiku sebagai seorang pendusta !‖ Ia pun pergi
dengan rasa marah kepada Tuhannya, hingga sampai di laut.33
Pendapat ini, yang mengatakan bahwa ia pergi meninggalkan kaumnya
karena marah kepada Tuhannya, adalah yang paling tepat, karena firman-Nya,
يهقدز غل ن ن
ل
ن أ
ظ
Lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan― ف
mempersempitnya (Menyulitkannya),‖ mengindikasikan hal itu. Bagi yang
menakwilkan bahwa ia pergi karena marah kepada kaumnya, adalah sebagai
bentuk pengingkaran, jika seorang nabi marah kepada Tuhannya.
Menurut mereka, Yunus pergi dalam kondisi marah kepada kaumnya,
telah masuk perkara yang lebih besar dari apa yang telah mereka ingkari. Ini
karena mereka yang berkata, ―Ia pergi karena marah kepada Tuhannya,‖ telah
membuat mereka berselisih pendapat tentang sebab kepergiannya. Sebagian
berpendapat bahwa Yunus melakukan hal itu lantaran tidak suka berada di
tengah suatu kaum yang telah mendapatinya tidak menepati janjinya, dan ia
tidak mengetahui sebab yang membuat siksa atas mereka tidak diturunkan.‖ Lalu
sebagaian dari mereka yang berkata demikian berpendapat bahwa di antara
tradisi kaumnya, orang yang diketahui telah berdusta, harus dibunuh, dan
32
Ibnu Jârir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 1. Hlm. 244. Lihat juga Jâmi′ Al-
Bayân „an Ta wil ay Al-Qur′ân, Vol. 16. Hlm. 376 33
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. Hlm. 376.
56
mungkin mereka akan membunuhnya karena ia telah mengancam mereka
dengan siksaan, namun ternyata tidak terjadi.34
C. Analisis Penulis terhadap kata Ghaḏab dan Ghaiẕa.
Dari uraian di atas bahwa menunjukkan bahwa ada penggunaan lafaz غضب dan
derivasinya kebanyakan menunjukkan kepada Allah, dari berbagai surah seperti
bahwa maknanya kebanyakan menunjukkan Allah dan kaum Yahudi. Karena
kaum Yahudi itu menyimpang dari ajaran Allah dan Rasulnya, sehingga mereka
sangat tidak percaya bahwa Muhammad itu adalah Nabi dan mereka mau ingin
membunuh Nabi tanpa ada alasan yang benar, ẕalim dan agresif, lalu
merperolok-olok Islam, hingga mereka murtad. Allah memurkai kaum Yahudi
dan menjadikan sifat mereka seperti seekor kera seperti pada kasus surah Al-
Maidah ayat 60 karena mereka itu melanggar janji Allah untuk memancing ikan
pada hari sabtu di sebuah desa antara Ailah dan Tursina namanya Madyan.
Mereka memancing dengan sembunyi-sembunyi, maka Allah menjadikan sifat
mereka seperti seekor kera. Padahal Allah mewajibkan kaum Yahudi pada hari
Jum‘at untuk tetapi mereka mengagungkannya pada hari Sabtu. Hingga akhirnya
mereka diterkam oleh kemurkaan Allah sehingga ketika mereka dikuburan
dalam keadaan berputus asa sebagai mana dalam surah Al-Mumtahanah ayat 13.
Mereka ditimpa kenistaan, kemiskinan, kecercaan dan kecelaan. Tidak hanya
mereka ingkar kepada Nabi saja, melainkan ingkar kepada para sahabat
Rasulullah. Tidak hanya Kemurkaan Allah kepada orang Yahudi saja, melainkan
kemurkaan Allah kepada seorang Istri yang dituduh berzina apabila melakukan
sumpah yang kelima sehingga, seorang suami selamat dari tuduhan istri.
Awalnya seorang suami mendapat kemurkaan Allah karena ia dituduh berzina
oleh istrinya sebagaimana dalam surah Al-Nur ayat 6-8.
Sedangkan Subyek lainnya, kata menunjukkan kepada Nabi Musa yang marah
kepada Harun dan Bani Isra‘il karena mereka masih mengingkari janji
34
Ibnu Jârir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 1. Hlm. 244,245, dan 247. Lihat juga
Jâmi′Al-Bayân „an Ta′wil Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. Hlm. 377.
57
kepadanya. Sehingga Musa beliau marahnya terlewatkan sehingga ia menarik
rambut Harun dan melemparkan Luh-Luh Taurat sebagaimana dalam surah Al-
A‖raf ayat 150 dan surah Tâ Hâ ayat 86.
Jadi secara keseluruhan, makna kata غضب itu kebanyakan menunjukkan kepada :
Subyek : Allah
Obyek : Yahudi
Tema : Keingkaran kaum Yahudi terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya
Muhammad.
D. Penafsiran Al-Ṯabari terhadap makna Ghaiẕa
a. Lafaẕ يغيظ
Surah Al-Hajj ayat 15
يقم ل
ء ث
ما ى ٱلظ
يمدد بظبب إل
لخسة ف
يا وٱل
ن ه في ٱلد
نصسه ٱلل ن
ل
ن أ
ظ ا
س هل من ك
ينظ
لؼ ف
ط
يدهۥ ماهب ك
ر
غيظ ٣٥
15. Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya,
kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat
melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya
Penafsiran:
Maksud lafaz ما يغيظ ―Apa yang menyakitkan hatinya,‖ adalah apakah
upayanya itu dapat melenyapkan rasa sakit yang dirasakannya di dalam hatinya ?
35
Ulama yang berpendapat bahwa kata ganti ه dalam lafazh ينصره
―Menolongnya,‖ merujuk kepada Rasulullah SAW, berkata, ―Langit yang
disebut di tempat ini adalah langit dalam arti sebenarnya.36
‖
35
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 478.
58
Mereka mengatakan bahwa makna kalam ini adalah:
Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb
mengabari kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkomentar tentang
firman Allah, خسة يا وٱل
ن ه في ٱلد
نصسه ٱلل ن
ل
ن أ
ظ ا
من ك
―Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat...‖ Hingga
lafazh, هب ر س هل
ينظ
ل ف
غيظ يدهۥ ما
ك ―Apakah tipu dayanya itu
dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.‖ Ia berkata,
―Barangsiapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolong
Nabi-Nya, dan ia membuat makar terhadap risalah ini untuk
memutusnya, maka kehendaknya memutus dari asal risalah itu
datang, karena asalnya ada di langit. Hendaknya ia merentangkan
tali ke langit, kemudian memutus sumbernya. يدهۥهب ك
ر س هل
ينظ
لف
غيظ Kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu‗ ما
dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya‘. Maksudnya
adalah, apa yang menyakitkan hati mereka dari risalah tersebut,
serta apa yang menyakitkan hati mereka dari pertolongan Allah
terhadap Nabi SAW dan wahyu yang diturunkan-Nya kepada
beliau.37
Pendapat yang paling benar menurutku mengenai takwil ayat tersebut
adalah yang mengatakan bahwa kata ganti dhamir ه kembali kepada Nabi SAW
dan agama-Nya. Hal itu karena pada ayat sebelumnya Allah menginformasikan
suatu kaum yang menyembah-Nya dengan berada di tepi, bahwa mereka mantap
pada agama jika mereka memperoleh kebaikan dalam ibadah mereka kepada-
36
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 479. 37
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 479.
59
Nya, dan mereka murtad jika menghadapi kesusahan. Informasi tersebut lalu
disusul dengan ayat ini. Jadi, rangkaian ini bertujuan mengecam sikap mereka
yang murtad dari agama, atau keraguan dan kemunafikan mereka terhadap
agama, lantaran menganggap lambat datangnya kehidupan yang lapang atau
rezeki yang luas.38
Apabila dipastikan bahwa kecaman tersebut sesudah informasi
kemunafikan mereka, maka makna ayat yang sedang ditafsirkan ini adalah,
barangsiapa menyangka bahwa Allah tidak memberi rezeki kepada Muhammad
SAW dan umatnya di dunia dengan meluaskan karunia bagi mereka, serta tidak
memberi mereka rezeki di akhirat berupa anugrah dan kemuliaan-Nya, lantaran
ia menganggap lambat perbuatan Allah tersebut kepada Nabi SAW dan
umatnya, maka hendaknya ia merentangkan tali ke langit yang ada di atasnya,
atau ke atap rumah, atau tempat-tempat lain yang dapat dtautkan tali diatasnya.
Lalu hendaknya ia menggantung dirinya apabila merasa jengkel terhadap
sebagian ketetapan Allah sehingga ia minta agar ketetapan itu segera diungkap.
Hendaknya ia juga memerhatikan, apakah upayanya itu dapat menghilangkan
cekikan dilehernya dan hal-hal yang menyakitan hatinya? Apabila hal itu tidak
menghilangkan sakit hatinya sampai Allah mendatangkan kemudahan dari sisi-
Nya lalu menghilangkan sakit hatinya itu, maka begitu juga permintaannya agar
Allah segera menolong (memberi kemenangan) Muhammad dan agamanya.
Padahal ketetapan Allah ketetapan Allah bagi beliau tidak dimundurkan batas
waktunya, dan tidak pula disegerakan sebelum batas waktunya.
Disebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Asad dan Ghaṯafan.
Mereka menunda-nunda masuk Islam dan berkata, ―Kami khawatir Muhammad
SAW tidak memperoleh kemenangan, lalu terputuslah hubungan antara kami
dengan sekutu-sekutu kami dari golongan Yahudi, sehingga mereka tidak
menyuplai makanan atau minuman kepada kami!‖ Allah berfirman kepada
38
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi′ul Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 483.
60
mereka, ―Barangsiapa meminta agar Allah segera menolong Muhammad,
hendaknya merentangkan tali ke langit lalu menggantung diri, dan
memerhatikan apakah sikapnya yang memburu-buru itu dapat menghilangkan
kesesalannya?‖ Begitu juga permintaannya agar Allah segera menolong
Muhammad SAW, padahal Allah tidak mempercepat pertolongan bagi
Muhammad SAW sebelum batas waktunya.39
Para ahli bahasa berbeda pendapat mengenai ما pada ayat ما يغيظ ―Apa
yang menyakitkan hatinya.‖ Sebagian ahli bahasa Bashrah mengatakan bahwa ما
tersebut الذى, sehingga maknanya adalah, apakah upayanya itu dapat
menghilangkan sesuatu yang menyakitkan hatinya? Seharusnya ada kata ganti ه
pada lafazh يغيظ tetapi dihilangkan karena merupakan shilah bagi kata الذى; sebab
bila semua menjadi isim, maka yang demikian ini lebih ringan.40
Ahli nahwu lainnya mengatakan ما di sini adalah maṣdar dan ia tidak
membutuhkan kata ganti ه, maka maknanya adalah, ىل يذىب كيده غيظو ―Apakah
tipu dayanya itu dapat menghilangkan kesedihannya.41
b. Lafaẕ غيظ
1. Surah Ali Imran ayat 119 dan 134.
منى ؤ
م وج
ك
ىن رب
ىنهم ول رب
ء ج
ول
نخم أ
أ ه
ىا غض
ىا
لا خ
ا وإذ ءامن
ىا
ال
م ق
قىك
ا ل
هۦ وإذ
لب ك
كخ
بٱل
امل من ن م ٱل
يك
غل
يظ
غ
ٱل
119. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya.
39
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 483. 40
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 16. 484. 41
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 18. Hlm. 396,397, 402-403. Lihat
juga Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur an, Vol. 16. 484.
61
Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman",
dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran
marah bercampur benci terhadap kamu.
Penafsiran:
Abu Ja‘far berkata: Maknanya adalah, ―Orang-orang yang tidak boleh
dijadikan teman kepercayaan oleh Allah SWT, dan yang disebutkan sifat-sifat
mereka, jika berjumpa dengan orang-orang beriman dari kalangan sahabat Nabi
SAW, maka mereka akan menyambut kaum mukmin dengan lisan mereka,
hanya karena taqiyah (perlindungan) atas diri mereka sendiri. Mereka berkata,
―Kami telah beriman dan membenarkan segala yang dibawa oleh Muhammad
SAW.‖ Namun jika mereka menyendiri (yakni tidak tampak oleh orang-orang
beriman), maka mereka menggigit jari-jemari mereka karena iri dengan
persatuan dan keakraban orang-orang beriman. Rasa kesal yang disebabkan oleh
penyakit yang ada dalam hati mereka, dan rasa putus asa karena pemusuhan
mereka, ditampakkan oleh Allah SWT.42
‖
Riwayat-riwayat yang sesuai dengan makna tersebut adalah:
Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan
kepada kami, ia berkata: Sa‗ȋd menceritakan kepada kami dari
Qatadah, tentang firman Allah SWT, ىا
لا خ
ا وإذ ءامن
ىا
ال
م ق
قىك
ا ل
وإذ
يظ
غ
امل من ٱل
ن م ٱل
يك
غل
ىا ,Apabila mereka menjumpai kamu― غض
mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri,
mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci
terhadap kamu.‖ Ia berkata, ―Jika mereka berjumpa dengan
orang-orang beriman, maka mereka berkata, ‗Kami beriman‘.
Mereka lakukan hal itu hanya karena takut kehilangan harta dan
darah mereka. Semuanya hanya dibuat-buat. Sedangkan mereka
dalam keadaan sendiri, maka mereka menggigit jari-jemari karena
42
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 5 718.
62
rasa kesal, mereka berkata, ‗Seandainya kami memiliki kekuatan
maka akan kami serang kaum muslim‘. Jelas sekali, keadaan
mereka persis seperti yang digambarkan oleh Allah SWT.43
Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata:
Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Amr
bin Malik Al-Nukri menceritakan kepada kami, ia berkata:
Bapakku menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Al-Jauza
jika membaca ayat ini ء ىا
ال
م ق
قىك
ا ل
امل وإذ
ن م ٱل
يك
غل
ىا غض
ىا
لا خ
ا وإذ امن
يظ
غ
Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata― من ٱل
"Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka
menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap
kamu.‖ Akan berkata, ―Mereka adalah Al-Ibaḏiyah‖.44
ظمي ك
ء وٱل
ا س ء وٱلض
ا س نفقى في ٱلظ رن
ٱل
يظ
غ
رظني ٱل
رب ٱل ه
اض وٱلل ػافي غن ٱلن
٣١١ وٱل
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan
Penafsiran:
Kalimat يظ
غ
ظمي ٱل
ك
‖orang-orang yang menahan amarahnya― وٱل
maknanya adalah, orang-orang yang yang menahan amarah ketika jiwanya
dipenuhi oleh amarah. Diungkapkan dalam bahasa Arab, كظم فلن غيظو yang
maknanya adalah, ―Si fulan menahan amarahnya, padahal ia sanggup
43
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta′wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 5. Hlm. 719. 44
Kelompok Ibadhiyyah adalah kelompok yang menisbatkan diri kepada Abdullah bin Abadh.
Mereka berkata, ―Orang-orang yang bertentangan dengan kami dari kalangan ahli Kiblat (muslim) adalah
orang-orang kafir.‖ Orang yang melakukan dosa besar dianggap sebagai orang yang tidak beriman,
karena amal perbuatan termasuk dari (definisi) iman. Mereka juga mengkafirkan Ali RA dan sebagian
besar kalangan sahabat. Ibnu Jarir Al-Thabari, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 5. Hlm. 787. Lihat juga
Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 5. Hlm. 719.
63
melampiaskannya. Dia menahan diri dari orang yang membuatnya marah dan
orang yang menzhaliminya.
Kata الغيظ berasal dari ungkapan ن فلن ف هو يغيظن غيظاغاظ ―Si fulan membuatku
marah.45
‖
Riwayat-riwayat yang sesuai dengan makna tersebut adalah:
Muhammad bin Sa‘d menceritakan kepadaku, ia berkata:
Bapakku menceritakan kepadaku, ia berkata: Pamanku
menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku menceritakan
kepadaku, ia berkata dari bapaknya, dari Ibnu ‗Abbâs tentanf
firman Allah SWT, ظمي ٱك
وٱل
يظ
غ
ل ―dan orang-orang yang
menahan amarahnya‖, hingga firman-Nya رظني رب ٱل ه
وٱلل
―Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,‖ bahwa
kalimat يظ
غ
ظمي ٱل
ك
ا ما ,sama seperti firman Allah SWT وٱل
وإذ
فسو غ هم
ضبىا
Dan apabila mereka marah mereka memberi― غ
maaf.‖ (Qs Asy-Syuuraa: 37).
Mereka marah dalam satu perkara yang jika mereka terjatuh ke dalam hal
yang diharamkan, karenanya mereka memaafkan dengan mengharap wajah
Allah.46
2. Surah At-Taubah ayat 15
ه غليم اكيم وٱلل
ءا
ش ى من
ه غل
خىب ٱلل و
ىبهم
ل ق
يظ
هب غ
ر ٣٥و
45
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wil Ay Al-Qur′an, Vol. 6. Hlm. 57. 46
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Vol. 5. Hlm. 872, 873,875. Lihat juga
Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al- Qur′ân, Vol. 6. Hlm. 59.
64
15. dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah
menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.
Penafsiran:
Abu Ja‘far berkata: Allah menghilangkan kesedihan hati kaum mukmin
dari kalangan bani Khuza‗ah lantaran pengkhianatan yang dilakukan orang-
orang musyrik, yaitu memberikan pertolongan kepada bani Bakr saat memerangi
bani Khuza‘ah.47
Riwayat-riwayat yang menjelaskan hal tersebut adalah:
Ibnu Waki‘ menceritakan kepadaku, ia berkata: Amr bin
Muhammad Al Anqazi menceritakan kepada kami dari Asbaṯ,
dari As-Suddi, tentang ayat, يظ
هب غ
ر و
ىبهم
لق ―dan
menghilangkan panas hati orang-orang mukmin‖. Yaitu ketika
mereka diperangi oleh bani Bakr, yang dibantu oleh Quraisy.48
Firman Allah, ا
ش ى من
ه غل
خىب ٱلل و
ء ―Dan Allah menerima taubat orang
yang dikehendaki-Nya,‖ merupakan khabar untuk mubtada‟, maka me-marfu‟-
kkan dan men-jazm-kan ketiga kata kerja sebelum itu adalah majaz. Seakan-akan
Dia berfirman, ―Perangilah mereka karena kalau kalian memerangi mereka, itu
berarti Allah menyiksa mereka dengan tangan kalian, menghinakan mereka, dan
menolong kalian untuk mengalahkan mereka.‖
Allah kemudian memulai lagi dengan firman-Nya, ءا
ش ى من
ه غل
خىب ٱلل
―Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya,‖ sebab perang tidak
mengakibatkan mereka mendapatkan tobat dari Alllah, justru mengakibatkan
47
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al- Qur′ân, Vol. 11. Hlm. 371. 48
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wil Ay Al- Qur′ân, Vol. 11. Hlm. 371.
65
mereka mendapatkan tobat dari Allah, serta akan menyembuhkan sakit hati
kaum kehinaan dari Allah, serta akan menyembuhkan sakit hati kaum mukmin.
Bila kata obat ini majzum (i‟rab-nya) maka berarti tobat itu merupakan akibat
dari perang, padahal tidak demikian. Oleh karena itu, dia disebutkan dalam
bentuk marfu‟ sebagai khabar.
Arti kalimat ini adalah, Allah memberikan tobat secara gratis kepada
siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang kafir bila mereka
mau bertobat. Allah Maha Tahu apa yang tersembunyi di dalam hati setiap
hamba-Nya, sehingga Dia akan menerima tobat dari orang-orang yang pantas
menerimanya, dan siapa saja yang tidak pantas diberikan tobat maka akan
dihinakan. Allah Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya, dengan
memberikan taufik kepada para hamba-Nya yang tadinya kafir menjadi beriman,
dan bagi yang kafir setelah beriman akan dihinakan. Itu semua merupakan
bentuk kebijaksanaan-Nya.49
3. Surah Al-Mulk ayat 8
ز من مياد ج
ك
ج
يظ
غ
رس ٱل
م ن
جك
أ م
ل أ
تها
صن
هم خ
لىج طأ
قي فيها ف
ل أ
ما
ل ٦ك
8. hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap
kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir),
penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum
pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?
Penafsiran:
‗Alȋ menceritaka kepadaku, dia berkata: Abu Shalih menceritakan
kepada kami, Mu‗âwiyah menceritakan kepadaku ‗Alȋ, dari Ibnu
‗Abbâs bahwa makna firman Allah SWT, يظ
غ
ز من ٱل مي
اد ج
ك
ج
―hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah‖. 50
49
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemah Tafsir Al-Ṯabâri, Judul Asli: Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-
Qur′ân, Vol. 12. Hlm. 625. Lihat juga Jâmi‟ Al-Bayân fȋ Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 11. Hlm. 371. 50
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemah Tafsir Al-Ṯabâri, Judul Asli: Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-
Qur′ân, Vol. 25. Hlm. 279. Lihat juga Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 23. Hlm. 124.
66
Ayat ini masih terkait dengan surah lain, yang dijelaskan bahwa
marahnya apa neraka kepada manusia yang berdusta hati pada hari kiamat.51
c. Lafaẕ بغيظكم
Surah Ali Imran ayat 119.
ىا
ل مىج
ق
م
يظك
دوز بغ اث ٱلص
بر
ه غليم
٣٣٠إ ٱلل
119. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati
Penafsiran :
Ini masih lanjutan dari kalimat sebelumnya, Abu Ja‘far berkata:
Maknanya adalah, ―Katakanlah wahai Muhammad, ‗Matilah kamu karena
kemarahanmu itu‘, kepada orang-orang Yahudi yang telah aku gambarkan sifat
mereka. Aku pun mengabarkan kepadamu bahwa jika mereka bertemu dengan
para sahabatmu, maka mereka berkata, ‗Kami beriman‘, akan tetapi jika mereka
menyendiri, maka mereka menggigit jari jemari karena marah melihat kalian
dalam keadaan bersatu dan penuh dengan keakraban.‖
Redaksi ayat tersebut diungkapkan dalam bentuk perintah, padahal ia
hanya seruan dari Allah SWT kepada Nabi-Nya SAW, agar dia mendoakan
mereka dihancurkan oleh Allah SWT, sebagai ungkapan rasa sedih yang sangat
mendalam atas kemarahan yang ada di dalam hati mereka terhadap kaum
mukmin, sebelum mereka melihat apa yang mereka harapkan, yakni kesusahan
kaum muslim dalam agama mereka, juga kesesatan yang mereka harapkan,
padahal sebelumnya Allah SWT telah memberikan hidayah.
Allah SWT berfirman kepada Nabi-Nya SAW, ―Katakanlah wahai
Muhammad, ‗Matilah dengan kemarahan kalian, karena sesungguhnya Allah
mengetahui isi hati‘.‖
51
Lihat di Lampiran surah Al-Furqon ayat 12.
67
Maksudnya adalah isi hati mereka, segala kedengkian dan permusuhan.
Bahkan Allah SWT mengetahui isi hati semua makhluk, menjaga dan
memperhatikan kebaikan serta keburukan di dalamnya, dan Allah SWT akan
membalasnya.52
Ada beberapa surah yang terkait dengan surah ini mengenai sakit hatinya,
dendamnya orang-orang kafir dan hatinya jelas terjengkel53
.
E. Analisis Penulis terhadap kata Ghaiẕa.
Dari uraian di atas bahwa menunjukkan bahwa ayat tentang kata غيظ dan
derivasinya, menunjukkan subyeknya kepada orang-orang kafir yang terjengkel
hati, sampai berbuat iri atau dengki terhadap kaum muslimin yang kokoh
persatuannya. Awalnya mereka baik dan mereka berkata, ―kami beriman‖, tetapi
ketika sendirian mereka dendam dan merasa ingin membunuhnya. Tetapi Allah
melindungi kaum Muslimin sehingga orang kafir diterkam oleh kemarahannya
sendiri sebagaimana dalam surah Ali ‗Imrân ayat 119, kemudian surah Al-Fath
ayat 29 dan surah Al-Ahzab ayat 25.
Kemudian, subyek lainnya adalah orang Ẕalim yang membuat orang yang
berinfak itu marah, karena orang yang berinfak. Mereka marah dalam satu
perkata yang jika mereka terjatuh ke dalam hal yang diharamkan, karenanya
mereka memaafkan dengan mengharapkan wajah Allah.
Dan, subyek lainnya adalah neraka, neraka itu lantaran marah kepada manusia
yang berdusta terhadap hari kiamat, sebagaimana dalam surah Al-Mulk ayat 8
dan surah Al-Furqan ayat 12.
Jadi, dari uraian di atas makna kata غيظ secara keseluruhan kebanyakan
ditujukan kepada :
52
Ibnu Jarir Al-Ṯabâri, Terjemahan Tafsir Al-Ṯabâri, Judul Asli: Jâmi‟Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay
Al-Qur′ân, Vol. 5. Hlm. 789. Lihat juga Jâmi‟ Al-Bayân „an Ta‟wȋl Ay Al-Qur′ân, Vol. 5. Hlm. 721. 53
Lihat di Lampiran Surah Al-Fath ayat 29, dan surah Al-Ahzab ayat 25.
68
Subyek : Orang Kafir
Obyek : Kaum Muslimin
Tema : Kedengkian dan kedendaman orang kafir terhadap kaum
Muslimin.
F. Penafsiran Mufassir dari Kitab Tafsir Lain
1. Surah Al-Maidah ayat 60.
Dalam surah Al-Maidah ayat 60 maka penulis akan menjelaskan dari
kitab tafsir lain.
Seperti menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur‘an Al-‗Azhim. Maksud
dari firman Allah adalah mau kah aku akan beritahukan kepada kalian tentang
pembalasan yang lebih buruk di sisi Allah pada hari kiamat kelak, yang kalian
menganggap bahwa pembalasan yang lebih pembalasan itu akan ditimpakan
kepada kami? Ataukah (siksa itu akan menimpa kalian), yang mana kalian telah
disifati dengan sifat-sifat berikut, yaitu dalam firman-Nya من لعنو ٱللو ―Yaitu yang
dilaknat oleh Allah‖, maksudnya dijauhkan rahmatnya. يهضب غل
Yaitu yang― وغ
dimurkai Allah‖, maksudnya adalah dimurkai yang setelah itu tidak diridhai
untuk selamanya.
Sufyan Al-Tsauri telah meriwayatkan dari Al-Qamah Ibnu Marsad, dari
Al-Mughirah Ibnu Abdullah, dari Al-Ma‘rur Ibnu Suwaid, dari Ibnu Mas‘ud
yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah ditanya mengenai kera dan
babi, apakah kedua binatang itu berasal dari kutukan Allah. Maka beliau SAW.
menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum –atau
beliau mengatakan bahwa Allah belum pernah mengutuk suatu kaum –lalu
menjadikan bagi mereka keturunan dan anak cucunya. Dan sesungguhnya kera
dan babi telah ada sebelum peristiwa kutukan itu.”
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Sufyan Al-Tsauri dan
Mis‘ar, keduanya dari Mughirah keduanya dengan lafaz yang sama.
69
Abu Daud Al-Ṯayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Daud Ibnu Abul Furat, dari Muhammad Ibnu Zaid, dari Abul A‘yan Al-Ma‘badi,
dari Abul Ahwas, dari Ibnu Mas‗ud yang menceritkan bahwa kami pernah
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kera dan babi, apakah kera dan babi
yang ada sekarang merupakan keturunan dari orang-orang Yahudi yang dikutuk
Allah Swt. maka Rasulullah Saw. menjawab: “Tidak, sesungguhnya Allah sama
sekali belum pernah mengutuk suatu kaum, lalu membiarkan mereka
berketurunan. Tetapi kera dan babi yang ada merupakan makhluk yang telah
ada sebelumnya. Dan ketika Allah murka terhadap orang-orang Yahudi, maka
Dia mengutuk mereka dan menjadikan mereka seperti kera dan babi.” .54
2. Surah Al-Nur ayat 9
Dalam surah An-Nur ayat 9, menurut Imam Zamakhsyari, makna غضب
bermakna kepada sumpah yang kelima. Sumpahnya itu sangat keras sekali ٱللو
kepada istrinya, karena kedurhakaan istrinya terhadap suami nya yang
menggiurkan kemudian ia menuduhnya. Dan begitu juga di dalam awal ayat
tentang rajam maka Nabi SAW bersabda: Kamu bakal mudah dirajam dari
kemurkaan Allah.55
Dalam Tafsir Ringkas Al-Qur‘anul Karim dijelaskan, Dan istri itu
terhindar dari hukuman zina apabila dia bersumpah empat kali atas nama Allah
dalam sumpahnya bahwa dia, yaitu suaminya, benar-benar termasuk orang
yang berdusta dalam tuduhannya, dan sumpah yang kelima bahwa kemurkaan
Allah akan menimpanya, yaitu istri, jika dia, yaitu suami, itu termasuk orang
yang berkata benar.56
54
Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur′ân Al-„Aẕȋm, Vol. 2. Hlm. 102. 55
Lihat PDF, Imam Zamakhsyari, Tafsir Al-Kasyâf, (Riyaḏ, Penerbit: Maktabah Abikan, 1998),
Vol. 4. Hlm. 272. 56
Tafsir Ringkas Al-Qur‟anul Karim, (Jakarta, Penerbit : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‘an,
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2016), Vol. 2. Hlm. 149.
70
Menurut Abdurrahman bin Naṣir bin Al-Sa‘di, bahwa istri yang
bersumpah kelima terhadap suami yang meyakinkan, lalu menyeru kepada nya
dengan membawa kemurkaan dari Allah.57
3. Surah Ali Imran ayat 119.
Menurut Abd Al-Rahman Al-Sa‘di, makna kata غيظ itu menunjukkan
karena kemunafikan orang-orang kafir yang mengingkari ajaran-ajaran Allah
sehingga mereka itu benci dengan ajaran Islam. Lalu makna غيظكم menunjukkan
termakanlah mereka orang-orang kafir terhadap kemarahannya, mereka itu
menyembunyikan keislaman yang agung mereka dengan perbuatan kejahatan,
dan matilah mereka disebabkan kemarahanmu, dan tidak menyadari pengobatan
hati itu dengan apa yang dimaksud dari ajaran Islam.58
Menurut Fakhruddin Ar-Razi, bahwa firman Allah, ا و ءامنىا
ال
م ق
قىك
ا ل
ا وإذ
إذ
يظ
غ
امل من ٱل
ن م ٱل
يك
غل
ىا غض
ىا
ل bermakna bahwa apabila mereka melakukan ,خ
sendirian, maka otomatis mereka menjadi dendam dan menjadi musuh mereka
secara nyata. Kemarahan mereka terhadap orang-orang beriman sehingga
mereka itu seolah olah menggigit jari lantaran membenci, sebagaimana
perbuatan yang dilakukan oleh kami bila kemarahannya keras dan kesedihannya
terhadap keterlambatan keinginannya kaum muslimin dengan kaum munafik.
Dan tatkala banyak kata fi‗il (kata kerja) dari kata غضبان , maka kata itu menjadi
penggunaan kata-kata yang tidak terang-terangan dari kata الغضب sehingga
disebutkan dalam kata الغضبان : sesungguhnya mereka (orang-orang munafik)
menggigit tangannya lantaran ketika sedang marah, tetapi mereka tidak
57
Abd Al-Rahman bin Naṣir bin Al-Sa‘di, Taisir Al-Karim Al-Rahmân fȋ Tafsir Kalam Al-
Manân, (Beirut, Penerbit : Ilmu Kutub), 1988, Juz. 5. 293. 58
Abd Al-Rahman bin Naṣir bin Al-Sa‘di, Taisir Al-Karim Al-Rahmân fȋ Tafsir Kalam Al-
Manân, Vol. 1. Hlm. 414.
71
menggigit jarinya. Menurut para Mufassir : Sesungguhnya terjadinya mereka
kemarahan yang keras itu ketika melihat masyarakat kaum mukminin yang
semakin bersatu dengan segala isi kebaikan mereka.
Kemudian firman Allah Ta‘ala ق
م
يظك
بغ
ىا
ل مىج yaitu seruan mereka
(kaum muslimin) dengan bertambahnya kemarahan dan kebencian kaum
munafik, maksud dari bertambahnya kebencian kaum munafik adalah
kemarahan mereka itu kepada kaum muslimin betapa agungnya kekuatan Islam,
mereka orang-orang munafik itu terhina dan kehilangan kepercayaan.
Kami berkata : Maka sesungguhnya ajakan seruan terhadap orang-orang
munafik sehingga mereka itu mati karena kemarahannya belum disampaikan apa
yang mengharapkan.59
59
Imam Fakhr Al-Dȋn Al-Râzi, Mafâtih Al-Ghaib, (Beirut, Penerbit: Dar Al-Fikri), Vol. 7. Hlm.
220.
82
BAB V
Penutup
1. Kesimpulan
Dalam penelitian dapat penulis paparkan bahwa makna Mutaradif ini
mempunyai makna yang umum dan makna yang khusus.Terdapat makna yang
haqiqi dan makna yang majazi, seperti lafazh Ghaḏab dan Ghaiẕa. Lafazh
tersebut memiliki makna yang haqiqi yaitu marah. Akan tetapi secara majazi,
lafaẕGhaḏab dan Ghaiẕa memiliki makna yang berbeda. Hal ini terjadi adanya
perbedaan penggunaan terhadap lafazh kedua tersebut walaupun keduanya
memiliki arti marah.
Lafazh Ghaḏab sering disebut dalam Al-Qur′an untuk menggambarkan
marahnya Allah atau murkanya Allah kepada orang-orang Yahudi karena
mereka tidak percaya dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya dan mereka selalu
mengabaikan perintah-Nya, sampai akhirnya Allah menjadikan mereka seperti
seekor kera. Ada pun makna Ghaḏab yang lain bisa ditemukan pada murka-Nya
Allah atas kesalahan manusia seperti mendustakan Nabi Muhammad SAW dan
ingin membunuh-Nya, dan kufur setelah beriman kembali kepada kekafiran,
ataupun suami istri yang berdusta mengenai perzinahan. Kepada kaum yang
membunuh orang mukmin dengan sengaja, dan kepada kaum yang menyembah
berhala. Makna Ghaḏab juga digunakan untuk menunjukan marahnya Nabi
Musa dan Nabi Yunus kepada kaumnya karena telah mengingkari ajaran-Nya.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kata Ghaḏab digunakan
menggambarkan murkanya Allah dan Nabi-Nya.
Sedangkan makna kata Ghaiẕa dituliskan untuk menggambarkan
marahnya orang-orang kafir kepada kaum muslim di mana marah yang
dimaksud adalah perasaan dendam ataupun jengkel pada kaum muslim, amarah
orang mukmin yang diredakan oleh Allah Swt, dan marahnya neraka pada
83
manusia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kata Ghaiẕa untuk
menggambarkan marahnya manusia seperti perasaan jengkel, dendam, panas
hati dan marahnya api neraka.
2. Saran
Melihat kesimpulan di atas maka penulis berharap agar pembaca Al-
Qur’an dapat lebih teliti lagi dalam memahami ayat Al-Qur’an khususnya dalam
penggunaan kata ghaḏab dan ghaiẕa. Hal ini bertujuan untuk menghindari
kesalahpahaman dalam memaknai dan menggunakan kata ghadhab dan ghaizha
dalam kehidupan sehari-hari, penulisan karya ilmiah, ataupun untuk berdakwah
terlebih lagi tidak semua umat muslim dapat memaknai ayat al-Qur’an dengan
baik.
Tidak hanya itu, penelitian ini masih bisa dikembangkan kembali oleh
penelitian lain dengan menggunakan sumber referensi maupun lafaẕ mutaradif
lainnya untuk menghasilkan karya ilmiah selanjutnya.
84
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur′an Al-Karȋm.
Al-‘Askari, Abu Hilal, Furuq Al-Lughâwiyah, Kairo, Penerbit : Dar ‘Ilm Al-
Tsaqofah,
Al-Asfahani, Al-Raghib, Mufradât fȋ Gharȋb Al-Qur′ân, Penerbit : Maktabah Al-
Nazar Al-Baz.
Al-Maẖmud, Mani’ ‘Abd Al-Halim, 1421 H/2002 M. Manâhij Al-Mufassirin, Kairo,
Penerbit : Dar Al-Kutub Al-Mishri, Beirut, Penerbit : Dar Al-Kitab Al-Banâni.
Al-Miṣri, Abu Fadal Jamaluddin Muhammad bin Makram bin Manzur al-Afriqi,
Lisân al-‘Arab, Beirut Dar al-Sadir.
Al-Qasimi, Ali, Mu’jam al-Isytisyhad, Beirut, Penerbit: Maktabah Libanon
Nasyirun.
Al-Râzi, Fakhr Al-Din, Tafsȋr Mafâtih Al-Ghaib, Beirut, Penerbit: Dar Al-Fikri.
Al-Sa’di, Abd Al-Rahmân bin Naṣir, 1988, Tafsir Al-Karȋm Al-Rahmân fȋ Tafsir
Kalam Al-Manan, Beirut, Penerbit : Ilmu Kutub.
Al-Syâfi‘i, Badr Al-Din bin Muhammad bin Bahadir Abdullah li, Bahrul Muhith fi
Ushul Fiqh li Al-Zarkasyi, 1413 H/ 1992 M,
Al-Sirri, Abi Ishâq Ibrahim, Ma‘ani Al-Qur‘an wa I’rabuhu, Kairo, Penerbit: Dar
Al-Hadis,
Al-Suyuṯi,Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman, 2008, Al-Itqân fȋ ‘Ulum Al-Qur′ân, Beirut,
Penerbit : Muassasah Al-Tsaqofiyah.
......., 1431 H/2010 M, Thabaqât Al-Mufassirȋn, Kuwait, Penerbit : Dar Al-Nawadir.
......., Al-Muẕir fȋ “Ulum Al-Lughah wa ‘Anwâihâ, Kairo, Penerbit : Maktabah Dar
Al-Turats
Al-Thabari, Ibnu Jarir, Jâmi’ Al-Bayân ‘an Ta’wȋl ay Al-Qur’ân, Beirut, Penerbit:
Dar Al- Kutub Ilmiyah.
......., 2008, Terj, Ahsan, Jakarta: Judul Asli : Jami’ Al-Bayân fȋ Ta′wil Al-Qur′ân,
Penerjemah: Akhmad Affandi, Jakarta, Penerbit: Pustaka Azzam.
Al-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin ‘Abdullah, Kairo, Al-Burhân fȋ ‘Ulumil
Qur′ân, Penerbit : Dar Al-Tsaqafah.
Al-Zawa, Thahir Ahmad, 1996, Tartib Al-Qamus Al-Muthith, Riyadh, Penerbit: Dar
Al-‘Alam Al-Kutub,
Hakim, Ahmad Husnul, 2013, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir Kumpulan Kitab-Kitab
Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, Depok, Penerbit: Lingkat
Studi Al-Qur’an,
85
Harun, Salman, 2017, Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta, Penerbit: Qaf Media Kreativa.
Ibnu Katsir, Isma‘il, 1994Tafsir AL-Qur’an Al-‘Azhim, Damaskus, Penerbit:
Maktabah Dar Al-Fiha.
Mu’jam Al-Wasit, 2004 M/1425 H, Penerbit: Maktabah Al-Syuruq Al-Dauliyah.
Tafsir Ringkas Al-Qur’anul Karim, Jakarta, Penerbit : Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama R.I., 2016.
Sabt, Khalid Utsman, Qawaid Tafsir, Mesir, Penerbit : Dar Ibnu ‘Affan.
Syibromalisi, Faizah Ali, Jauhar Azizy, 2011,Membahas Kitab Tafsir, Jakarta,
Penerbit: UIN Jakarta Press.
Umar, Ahmad Mukhtar, Mu’jam Al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashirah, Penerbit :
‘Alim al-Kutub.
Wâfi, ‘Ali ‘Abd Al-Wahid, Fiqh Al-Lughah, Penerbit : Nahdhah Mishri.
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an.
Ya’qub, Emil Badi, Fiqh Al-Lughah Al-Arabiyah wa Khashaishuha, Beirut, Penerbit
: Daar Al-Tsaqafah Islamiyah.
......., Maushu‘ah ‘Ulum Al-Lughah Al-Arabiyah, Beirut, Penerbit : Dar Al-Kutub
‘Ilmiyah, 1971.
Zakaria, Abi Husain Ahmad Faris bin, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Beirut, Penerbit
: Dar Al-Fikr, 1399 H/ 1979 H
Zamakhsyari, Abi Al-Qasim Mahmud bin Umar, Tafsir Al-Kasyaf, Riyadh, Penerbit
: Maktabah Abikan, 1998.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, Penerbit : Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Juli 2014.
Jurnal-Jurnal :
Ardinal, Eva, Konsep Hubungan Lafaz dan Maka. Jurnal IAIN Kerinci.
Fawaid, Ahmad, Kaidah Mutaradif Dalam Lafaẕ Ayat Al-Qur′ân. Jurnal Keilmuan
Tafsir Hadis, IAI Nurul Jadid Probolinggo. Volume 5, Nomor 1, Juni 2015.
Nurhadi, Rofiq, Pro Kontra Sinomimi Dalam Al-Qur’an, Jurnal Bahtera-Jurnal
Pendidikan Bahasa Sastra dan Budaya, Universitas Muhammadiyah
Purworejo, Jilid 2, Nomor 4, 30 September 2015.
Ridlo, Ubaid, Sinonim dan Antonim Dalam Al-Qur’an, Jurnal Al Bayan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Vol. 9, No, 2, Desember 2017.
86
Riyanto, Waryani Fajar, Antisinonimitas Tafsir Sufi Kontemporer, Jurnal Episteme,
STAIN Pekalongan, Jawa Tengah.Volume 9, Nomor 1, Juni 2014, STAIN
1
LAMPIRAN.
Penulis akan menjelaskan sisa-sia kata غضب di dalam ayat-ayat Al-Qur‟an
,غضب .1
Kata ini dalam bentuk Fi„il Madhi
Surah An-Nisa ayat 93,
لدا فيها وم خ هۥ جهى
ؤ
جصا
دا ف خعم مىا م
قخل مإ ضبومن
ابا عظيما غ
هۥ عر
عد ل
عىهۥ وأ
يه ول
ه عل
ٱلل
٣٩
93. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.
Makna Ghaḏab kepada orang muslim yang membunuh sesama muslim
lainnya. Lalu Allah memurkai dan membalasa mereka ke Neraka Jahannam.
غضب .2
Kata ini dalam bentuk Mashdar berwazam ف عل
Surah An-Nahl ayat 106 :
سح ب من
ن ش كن من ول م
بٱل
مئنبهۥ مط
لسه وق
ك
من أ
ىهۦ ئل ه من بعد ئم
فس بٱلل
فس صدزا ك
ك
ٱل
يهم عل
ف ضب
اب عظيم غ
هم عر
ه ول
ن ٱلل ٦٠١م
106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman
(dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa
kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya
azab yang besar
Makna Ghaḏab di pakai orang yang berlapang dada terhadap kekafiran
sehingga dia kembali kepada kekafiran setelah beriman.
Surah Al-A‟raf ayat 71, 152, 154.
2
م زجع وك ب
ن ز م ميك
ع عل
د وق
ال ق
ق
ضب
هخم غ
أ
يخمىها ء طم
طما
ني في أ
ىه
دل
ج
جأ
ىخظسن ن ٱل م م
ي معك
ئو
ٱهخظسوا
ن ف
ط
ه بها من طل
ل ٱلل ص
ا ه م م
ك
ؤ
١٦وءابا
71. Ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab
dan kemarahan dari Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak
berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu
beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-
kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab
itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu
bersama kamu"
هم عجل طيىال
ٱل
وا
ر
خ رن ٱج
ئن ٱل ضب
جصي غ
لك ه
ر
وك
يا
ه ة ٱلد حيى
في ٱل
ت
هم وذل ب ن ز م
رن فت
٦٥١ٱل
152. Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu
(sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka
kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan
di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-
orang yang membuat-buat kebohongan
ى ىس ت عن ما طك
ضبول
غ
تها ه ٱل
سخ
وفي و
ىاح
ل ٱل
ر
خ
هم أ رن هم لسب
ل ل
دي وزحمت
سهبىن ٦٥١
154. Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya
(kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat
petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada
Tuhannya.
Dan Surah Ta Ha ayat 86.
م يك
حل عل ن
م أ زدج
م أ
عهد أ
م ٱل
يك
ال عل
ط
فأ ضب
ىعدي غ فخم م
لخ
أم ف
ك ب
ن ز ٦١م
86. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah
dan bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah
Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik?
Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau
kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu,
dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?"
Makna Ghaḏab dipakai kepada Musa yang sedang marah besar dan
mengamuk kepada kaumnya Bani Isrâ′il yang masih menyembah berhala anak
Sapi dan juga marah kepada saudaranya yakni Harun, sehingga ia menarik
rambutnya Harun. Lalu kemarahan Musa menjadi Reda, Musa pun
3
mengembalikan Luh-Luh Taurat itu. Tertulis dalam Luh-Luh Taurat itu adalah
hidayah dan penjelasan tentang kebenaran serta rahmat Allah.
Semua 4 ayat ini terkait dari surah sebelumnya surah Al-A‟raf ayat 150
Surah Al-Anfal ayat 16.
ء د با
ق
ت ف
ى فئ
زا ئل و مخحي
قخال أ
ا ل
مخحسف
ىمئر دبسهۥ ئل هم
ىل ضبومن
بغ
م ه جهى و
ه ومأ
ن ٱلل م
صير ع ٱل
٦١وبئ
16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu
itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan
dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya
Makna Ghaḏab dipakai kepada orang yang mundur dari perang ataupun
ikut bergabung dengan pasukan lain pada waktu perang badar. Orang yang
mundur dari perang Badar maka nanti balasannya kemurkaan Allah adalah
Neraka Jahannam.
Kemudian, sisa-sisa kata غيظ di dalam ayat-ayat Al-Qur‟an
1. Kata غيظ
Kata ini dalam bentuk masdar.
Surah Al-Fath ayat 29.
عا سهم زك س
ج
ء بينهم
از زحما ف
ك
ى ٱل
ء عل
ا شد
رن معهۥ أ
ه وٱل
طىل ٱلل د ز حم ن م م
ضل
ىن ف
بخغ دا ج
هم في ٱلللك مث
جىد ذ س ٱلس
ثن أ طيماهم في وجىههم م
اه ه وزضى
صزع ٱلل
هجيل ك
هم في ٱل
ل ومث
ت ىز خ
ط
سج ش
خ
أ
اع هۥ ف ز عجب ٱلص ى طىقهۦ
ٱطخىي عل
ف
لٱطخغ
اشزهۥ ف
رن ليغي
ه ٱل
از وعد ٱلل ف
ك
بهم ٱل
فسغ ت منهم م
لح
ٱلصىا
وعمل
ا ءامىىا جسا عظيم
وأ
١٣ة
29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka
ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
4
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-
sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-
orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan
pahala yang besar.
Surah Al-Ahzab ayat 25
فسوا
رن ك
ه ٱل
يظهموزد ٱلل
ا عصصا بغ ى
ه ق
ان ٱلل
قخال وك
مىين ٱل
إ ه ٱل
فى ٱلل
وك
يرا
خ
ىا
ىال م
١٥ل
25. Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang
keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak
memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa
Makna Ghaiẕa dipakai kepada orang kafir terjengkel hatinya, sakit hati
dan ingin membalas dendam kepada kaum Muslimin karena tak suka dengan
kaum Muslimin yang semakin kuat persatuannya. 2 ayat ini terkait dengan surah
Al-Imran ayat 119.
2. Kata لغآئظون
Kata ini dalam bentuk isim Fâ„il Marfu‟
Surah Al-Syu„âra ayat 55.
ىا هم ل ىنوئن
ئظ
اغ
٥٥ ل
55. dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang
menimbulkan amarah kita
Makna Ghaiẕa dipakai kepada Fir„aun marah kepada Nabi Musa dan
kaumnya Bani Isrâ′il yang berhasil kabur dari kezhalimannya Fir„aun.
3. Kata ات غيظ
Kata ini dalam bentuk isim Mashdar dari wazan لت فع
5
Surah Al-Furqân ayat 12
ها إذا ل
ان بعيد طمعىا
ك ن م تهم م
ازأ
ظ ي
غ
٦١وشفيرا ح
12. Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh,
mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya
Makna Ghaiẕa dipakai kepada api neraka, karena suaranya kedengaran
dari nyala dan jilatannya karena api neraka itu sedang marah kepada orang
berdusta pada hati kiamat. Ayat ini terkait dengan surah Al-Mulk ayat 8.
Lanjutan Analisis Penulis dari BAB IV.
a. Makna Ghaḏab
Dari penelusuran ayat-ayat yang ditulis penulis akan ada beberapa subjek, obyek
dalam memahami makna Ghaḏab yaitu sebagai berikut,
Subyek = Allah, Nabi Musa, dan Nabi Yunus
Obyek = Kaum Yahudi, Kaum Munafik, Kaum Bani Isra‟il pengikut
Nabi Musa, Nabi Harun, Wanita Bani Isra‟il, Seorang Istri.
Kemudian, penulis akan menguraikan subyek, obyek secara khusus dan
menguraikan keterangan ayat.
1. Kaum Yahudi مغضو,ب غض,غضب ب
Surah : Al-Maidah ayat 60
ه وعىه ٱلل
ه من ل
عىد ٱلل
ىبت
لك مث
ن ذ س م
م بش
ئك ب
هل هل أ
ضبق
غ
قسدة
يه وجعل منهم ٱل
عل
بيل ء ٱلظضل عن طىا
ا وأ
اه
ك س م
ئك ش
ول
أ
ىث
غ
ىاشس وعبد ٱلط
خ
١٠وٱل
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi dan Wanita Bani Isra‟il
Tentang : Larangan memancing Ikan pada hari Sabtu
Surah : Al-Mujadalah ayat 14
ىما ق
ىا
ىل
رن ج
ى ٱل
س ئل
م ج
لضب۞أ
رب غ
ك
ى ٱل
حلفىن عل منهم و
م ول
ىك ا هم م يهم م
ه عل
ٱلل
مىن عل ٦١وهم
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Perolok-olokan Islam.
Surah Al-Mumtanahanah ayat 13
ىما ق
ىا
خىل
ج
ل
رن ءامىىا
ها ٱل ي
أضب
از من غ ف
ك
ئع ٱل ما
خسة ك
من ٱل
ئظىا د
يهم ق
ه عل
ٱلل
قبىز ب ٱل
صح
٦٩أ
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
6
Tentang : Keputusasaan kaum Yahudi di dalam kuburan.
Surah Al-Baqarah ayat 61
ءو وبا
ىت
ظك
وٱل
ت
ل يهم ٱلر
ضبوضسبت عل
فسون ب بغ
ك
ىا
اه
هم ك ن
لك بأ
ه ذ
ن ٱلل ه م
ت ٱلل ا
بي ىن ٱلىقخل حو
ير ٱل
عخدون ن بغ
ىا
اه
ك و
لك بما عصىا
ذ
١٦قSubyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Kedurhakaan Kaum Yahudi
Surah Al-Baqarah ayat 90
ل زن ن
يا أ
ه بغ
هصل ٱلل
أ
بما
فسوا
ك ن
هفظهم أ
بهۦ أ
روا
ت
ظما ٱشء بئ
ا
ش ى من
ضلهۦ عل
ه من ف
ٱلل
ى ضب عل
ءو بغ
با
من عبادهۦ ف ضب
هين غ اب م
فسن عر
ك
٣٠ولل
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Murtadnya Kaum Yahudi
Surah Ali Imrân ayat 112
ءو اض وبا ن ٱلى ه وحبل م
ن ٱلل بحبل م
ئل
قفىا
ن ما ث أ
ت
ل يهم ٱلر
ضبضسبت عل
ه بغ
ن ٱلل م
فسون بك
ىا
اه
هم ك ن
لك بأ
ذ
ىت
ظك
يهم ٱل
وضسبت عل
ىن ٱل
قخل ه و
ت ٱلل لك بما ا
ذ
ير حقء بغ
هبيا
عخدون ىا
اه
ك و
٦٦١عصىا
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Keingkaran Kaum Yahudi dalam perjanjian Allah dengan tali
manusia.
Surah Al-Syȗra ayat 16
ه ىن في ٱلل ج
حا رن
يهم وٱل
هم وعل عىد زب
تهم داحضت هۥ حج
من بعد ما ٱطخجيب ل ضب
هم غ
ول
دد
اب ش ٦١عر
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Pembantahan Kaum Yahudi terhadap para sahabat Rasulullah.
Surah Al-Fâtihah
ٱل
ط ير صس
يهم غ
عمت عل
وضىبرن أ
غ ين ٱل
لا ٱلض
يهم ول
١عل
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Yahudi
Tentang : Kecelaan dan kecercaan perbuatan Kaum Yahudi.
2. Kaum Munafik غضب
ىما ق
ىا
ىل
رن ج
ى ٱل
س ئل
م ج
لضب۞أ
رب غ
ك
ى ٱل
حلفىن عل منهم و
م ول
ىك ا هم م يهم م
ه عل
ٱلل
مىن عل ٦١وهم
7
Subyek : Allah
Obyek : Kaum Munafik
Tentang : Membantu Kaum Yahudi untuk menghancurkan Islam. Wanita Bani Isra‟il غضب .3
Surah : Al-Maidah ayat 60
ه وعىه ٱلل
ه من ل
عىد ٱلل
ىبت
لك مث
ن ذ س م
م بش
ئك ب
هل هل أ
ضبق
غ
قسدة
يه وجعل منهم ٱل
عل
بيل ء ٱلظضل عن طىا
ا وأ
اه
ك س م
ئك ش
ول
أ
ىث
غ
ىاشس وعبد ٱلط
خ
١٠وٱل
Subyek : Allah
Obyek : Wanita Bani Isra‟il
Tentang : kemurtadan Wanita Bani Isra‟il.
4. Harun dan Bani Isra‟il , غضب بانغض Surah Al-A‟raf ayat 150
ىمهۦ ى ق
ئل
ى ا زجع مىس نول
ضب
ى غ
ق
ل وأ
م
ك مس زب
خم أ
عجل
فخمىوي من بعدي أ
لظما خ
ال بئ
طفا ق
أ
ق ادوا
ىم ٱطخضعفىوي وك
ق
م ئن ٱل
ال ٱبن أ
يه ق
هۥ ئل جس خيه
ض أ
بسأ
ر
خ
ىاح وأ
ل ٱل
ل
ني ف
ىه
خل
مت بي ٱل
ش
لمين ح
ىم ٱلظ
ق
ني مع ٱل
جعل
ج
ء ول
٦٥٠عدا
Subyek : Nabi Musa
Obyek : Harun
Tentang : Pengingkaran janji Harun dengan Nabi Musa.
Surah Tâ Hâ ayat 86
ىمهۦ ى ق
ئل
ى سجع مىس نف
ضب
عهد غ
م ٱل
يك
ال عل
ط
ف أ
م وعدا حظىا
ك م زب
عدك م
لىم أ
ق ال
ق
طفا
أ
م يك
حل عل ن
م أ زدج
م أ
أ ضب
ىعدي غ فخم م
لخ
أم ف
ك ب
ن ز ٦١م
Subyek : Nabi Musa
Obyek : Kaum Bani Isra‟il
Tentang : Penyimpangan Kaum Bani Isra‟il terhadap ajaran Nabi Musa.
5. Istri غضب Surah Al-Nȗr ayat 9
دقين ان من ٱلص
ئن ك
يها
ه عل
ضب ٱلل
ن غ
أ
مظت
خ
٣وٱل
Subyek : Allah
Obyek : Istri
Tentang : Tuduhan Zina terhadap Istri.
6. Nabi Yunus بامغاض Surah Al-Anbiyâ ayat 87
هب ىن ئذ ذ ا ٱلى
ضباوذ
ىك مغ
هت طبح
أ
ه ئل
ئل
ن ل
ت أ م
لىادي في ٱلظ
يه ف
قدز عل ن ه
ن ل
ن أ
ظ
ف
لمين ىت من ٱلظ
ي ك
٦١ئو
Subyek : Allah
8
Obyek : Kaum Ninawa, Iraq.
Tentang : Keingkaran Kaum Ninawa terhadap ajaran Nabi Yunus.
b. Makna Ghaiẕa
Dari penelusuran ayat-ayat yang ditulis penulis akan ada beberapa subjek, obyek
dalam memahami makna Ghaḏab yaitu sebagai berikut,
Subyek = Kaum Asad dan Gaṯafan, Orang Kafir, Orang Ẕalim, Neraka
Obyek = Nabi Muhammad, Kaum Muslimin, Orang yang berinfak,
Manusia.
Kemudian, penulis akan menguraikan subyek, obyek secara khusus dan
menguraikan keterangan ayat.
1. Kaum Asad dan Gaṯafan يغيظ Surah Al-Hajj ayat 15
يقم ل
ء ث
ما ى ٱلظ
يمدد بظبب ئل
لخسة ف
يا وٱل
ه ه في ٱلد
ىصسه ٱلل ن
ن ل
ن أ
ظ ان
س من ك
يىظ
لع ف
ط
يدهۥ ما هبن ك
ر هل
غي ٦٥
Subyek : Kaum Asad dan Gaṯafan
Obyek : Nabi Muhammad
Tentang : Pertolongan Allah tak sampai kepada Nabi Muhammad
2. Orang Kafir غيظ Surah „Ali Imran ayat 119.
ءىا
ال
م ق
قىك
ا ل
هۦ وئذ
لب ك
كخ
مىىن بٱل
إ
م وج
ك
ىه حب
ىنهم ول حب
ء ج
ول
هخم أ
أ ه
ىا
لا خ
ا وئذ امى
عىا امل من عض
ه م ٱل
يك
ل
ي
غ
دوز ٱل اث ٱلص
بر
ه عليم
ئن ٱلل
م
يظك
بغ
ىا
ل مىج
٦٦٣ق
Subyek : Orang Kafir
Obyek : Kaum Muslimin
Tentang : Kedengkian orang Kafir terhadap kaum Muslimin
3. Orang Ẕalim غيظ
Surah „Ali Imran ayat 134.
ظمين ك
ء وٱل
ا س ء وٱلض
ا س ىفقىن في ٱلظ رن
ٱل
ي
غ
حظىين ٱل
حب ٱل ه
اض وٱلل عافين عن ٱلى
وٱل
٦٩١ Subyek : Orang Ẕalim
Obyek : Orang yang berinfak
Tentang : Kemarahan orang yang berinfak karena terjerumus ke dalam hal
yang diharamkan.
4. Api Neraka غيظ
Surah Al-Mulk ayat 8
ز من مياد ج
ك
ج
ي
غ
رس ٱل
م ه
جك
أ م
ل أ
تها
صه
هم خ
لىج طأ
قي فيها ف
ل أ
ما
ل ٦ك
Subyek : Neraka
9
Obyek : Manusia
Tentang : Kemarahan Neraka kepada orang pendusta hari kiamat.
Dari penjelasan di atas sudah diuraikan, penulis akan menjelaskan dengan
menggunakan tabel.
10
Tabel Ayat-Ayat Al-Qur’an kata Ghaḏab dan Ghaiẕa
No Kata
Ghaḏab Surah Teks Subjek Objek Isi /konteks ayat
Al-Mâ′idah غضب .1
ayat 60
ه عى
ه ومن ل
ضبٱلل
غ
قسدة
يه وجعل منهم ٱل
عل
اشس ى
خ
وٱل
Allah
Kaum
Yahudi dan
Wanita
Bani Isra‟il
Allah memurkai Kaum Yahudi dan
menjadikan sifat mereka seperti kera.
Kaum Yahudi telah melanggar aturan
Allah mengenai larangan memancing
ikan pada hari sabtu. Mereka
memancing dan memakan ikan dengan
sembunyi sembunyi, padahal Allah
mengharamkan mereka memancing ikan
dan memakannya, di mana ikan-ikan
bermunculan pada hari sabtu. Di sebuah
desa Ailah dan Tursina, namanya
Madyan.
Adapun murkanya Allah kepada orang
menjadi sifat seperti babi adalah wanita
Bani Isra‟il yang ia menjadi terakhir
merusak Islam, dan akhirnya wanita
tersebut keluar dari Islam dan melarikan
diri. Kemudian perempuan itu kembali
kepada agama Allah , dengan penuh
tangisan penyesalan.
11
Surah Al-
Mujâdalah
ayat 14
ىا
ىل
رن ج
ى ٱل
س إل
م ج
ل۞أ
ا يهم مه عل
ضب ٱلل
ىما غ
ق
منهم
م ولىك هم م
رب وهم ك
ى ٱل
عل
ىن
حلف و
مىن
عل
Allah
Kaum
Yahudi dan
Kaum
Munafik
Kemurkaan Allah kepada kaum Yahudi
yang telah memperolok-olok Islam, dan
kemurkaan Allah kepada kaum Munafik
dan menjadi penasehat mereka untuk
menghancurkan Islam.
Surah Al-
Mumtahanah
ayat 13
لىا
رن ءامى
ها ٱل ي
أ
ه ضب ٱلل
ىما غ
ق
ىا
ىل
تج
من ئظىا د
يهم ق
عل
از ف
ك
ئع ٱل ما
خسة ك
ٱل
بىز ق
ب ٱل
صح
من أ
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi telah berputus asa dari
pahala Allah di akhirat lantaran
kekafiran mereka dan karena mereka
mendustakan kerasulan Muhammad
Ṣalallahu ‘alaih wa al-salâm, padahal
mereka tahu dia Nabi. Dan mereka
mendustakan kerasulan Isa ‘alaih al-
salâm, dan para Rasul lain berputus asa
untuk mendapatkan pahala dan
kemuliaan dari Allah kepada mereka.
12
Al-Baqarah غضب .2
ayat 61
ت
ل يهم ٱلر
عل
وضسبت
ب ض
ءو بغ
وبا
ت
ى
ظك
وٱل
ه ن ٱلل م
Allah Kaum
Yahudi
Kemurkaan Allah kepada kaum Yahudi
karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah (durhaka) dan membunuh para
Nabi tanpa ada alasan yang benar
kemudian mereka ditimpakan kepada
mereka yakni kenistaan dan kehinaan,
inilah balasan kekufuran mererka.
13
Al-Baqarah
ayat 90
ى ب عل
ض
ءو بغ
با
ف
ب
ض
Allah غ
Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi kembali murtad—setelah
mereka sebelumnya memohon
kemenangan dan pertolongan dengan
kedatangan Nabi Muhammad, mereka
durhaka dengan Nabi Ṣallahu ‘alaih wa
al-salâm, setelah beliau diutus menjadi
rasul. kedurhakaan mereka disertai rasa
dengki dan iri. Sebagaimana terdahulu
Allah timpakan kepada mereka sebelum
murka-Nya yang kedua lantaran
kekufuran mereka yang sebelumnya
terhadap Isa bin Maryam, atau karena
mereka menyembah sapi, atau karena
dosa mereka yang lainnya terdahulu
yang dengannya berhak untuk mendapat
murka Allah.
Ali „Imrân
ayat 112
ن ما أت
ل يهم ٱلر
عل
ضسبت
ه ن ٱلل بحبل م
إل
ىا
قف
ث
ءو اض وبا
ن ٱلى وحبل م
ه وضسبتن ٱلل ب م
ض
بغ
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi sang pendusta yang
mendustakan Nabi Muhammad, jika
mereka berpegang kepada perjanjian
Allah (dengan membayar jizyah) dan tali
manusia (jaminan keamanan) maka ia
akan mendapat rahmat dari Allah. Tetapi
mereka ingkar dan mendustakan Nabi
SAW, mereka ditimpa kehinaan di mana
pun mereka berada dan ditimpa kehinaan
dalam bentuk kesulitan hidup dan
kefakiran.
14
ت
ى
ظك
يهم ٱل
عل
Ṯâ Hâ ayat
86
م عهد أ
م ٱل
يك
ال عل
ط
ف
أ
م يك
حل عل ن
م أ
زدج
أ
م ت
ف
لخ
أم ف
ك ب
ن ز م ب ض
غ
ىعدي م
Nabi Musa
„Alaih al-
Salâm
Kaum Bani
Isra‟il
Kemarahan besar Nabi Musa terhadap
kaum Bani Isra‟il yang melanggar janji
dengan-Nya, mereka masih menyembah
patung anak lembu (sapi). Dan
kemarahan besar terhadap saudaranya
Harun yang mengingkari perjanjian
dengan-Nya untuk mengikuti
perintahnya melarang kaumnya
menyembah anak lembu.
15
Al-Syȗra
ayat 16
ه في ٱلل
ىن ج
حا رن
وٱل
هۥ جيب ل
من بعد ما ٱطت
هم عىد زب ت
تهم داحض حج
اب هم عر
ول ب
ض
يهم غ
وعل
دد
ش
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi mendapat kemurkaan dari
Allah karena mereka membantah
sahabat-sahabat Rasulullah tentang
agama mereka, dan sangat antusias
untuk menghalangi mereka dari beliau,
serta berusaha mengalihkan mereka dari
Islam kepada kekafiran.
16
Al-Nȗr ayat 9
ه ب ٱلل
ض
ن غ
أ
مظت
خ
وٱل
من ان
إن ك
يها
عل
دقين
ٱلص
Allah Istri
Penjelasan ini dalam surah Al-Nur dari
ayat 6-8 bahwa tuduhan istri benar jika
suaminya melakukan berzina, dan
bersumpah yang keempat kali. Tetapi,
jika ia seorang istri melakukan sumpah
kelima sebagaimana firman Allah di ayat
9, maka dia kena laknat dan murka
Allah.
Al-A‟raf ayat غضبان
150.
ىمهۦ ى ق
إل
ى ا زجع مىس ول
اطف
أ
ن
ضب
غ
Nabi Musa Kaum Bani
Isra‟il.
Penjelasan ini sama dengan surah Ṯâ Hâ
ayat 86. Ketika Nabi Musa marah
kepada kaummnya dan saudaranya
Harun yang masih ingkar janji
dengannya, maka Nabi Musa marah dan
menarik rambutnya, sampai ia
mengatakan, “janganlah aku termasuk
orang yang ẕalim,” dan Musa berdoa
kepada Allah dan akhirnya
kemarahannya pun reda.
17
Al-Fâtihah مغضوب
ayat 7
عمتورن أ
ٱل
ط صس
يهم ضىب عل
غ ير ٱل
يهم غ
عل
ين
لا ٱلض
ول
Allah Kaum
Yahudi
Kemurkaan Allah atas makhluk yang
dimurkai-Nya adalah dengan
menimpakan azab dan hukuman-Nya,
baik di dunia maupun di akhirat atas
perbuatan mereka yang memberikan
celaan dan cercaan.
Al-Anbiyâ مغاضبا
ayat 87
ضبا هب مغ
ىن إذ ذ
ا ٱلى
وذ
يه دز عل
ق
ن ه
ن ل
ن أ
ظ
ف
ت م لادي في ٱلظ
ى ف
ن ل
أ
ي ك إو
ى
طبح
هت
أ
ه إل
إل
لمين
من ٱلظ
ىت
ك
Nabi
Yunus
Kaum
Ninawa,
Iraq.
Nabi Yunus pergi dari Kaum Ninawa
karena mereka ingkar patuhi ajarannya
dan juga dakwahnya hingga beliau pergi
dari kaumnya dalam keadaaan marah
dan berdoa pada Allah agar azabnya
segera datang kepada kaum Ninawa.
Tetapi azab tersebut tidak jadi datang
karena kaum tersebut sudah bertaubat.
18
No Kata
Ghaiẕa Surah Teks Subjek Objek Isi /konteks ayat
3.
Al-Hajj ayat يغيظ
15
ن ن ل
ن أ
ظ
ان
من ك
يا ه ه في ٱلد
ىصسه ٱلل
ى يمدد بظبب إل
لخسة ف
وٱل
س يىظ
لع ف
ط
يق
م ل
ء ث
ما ٱلظ
غيظ يدهۥ ما
هبن ك
ر هل
Kaum
Muslimin
Nabi
Muhammad
Kaum muslimin mengira bahwa
pertolongan Allah tidak akan datang dan
wahyu tidak diturunkan kepada Nabi
Muhammad lantaran menganggap
lambat datangnya kehidupan yang
lapang atau rezeki yang luas. Sehingga
mereka sakit hati karena Allah tidak
memberinya rezeki sampai ia
merentangkan tali dan mencekik leher ke
atap Baitullah.
Ali Imrân غيظ
ayat 119
هم ولىن حب
ء ج
ول
م أ
هت
أ ه
ب كت
بٱل
ىن
مى
ؤ
م وج
ك
ىه حب
ىا
ال
م ق
ىك
ق
ا ل
هۦ وإذ
لك
Orang
Kafir
Kaum
Muslimin
Ketika orang kafir berjumpa dengan
kaum Muslimin, mereka mengatakan,
“Kami beriman”, itu hanya membuat-
buat saja, dan hanya takut kehilangan
harta dan darah mereka. Tetapi ketika
sendirian mereka gigit jari jemari
lantaran sakit hati dan dendam terhadap
kaum Muslimin yang begitu kokoh
persatuannya. Dan mereka berkata,
“sekiranya kami memiliki kekuatan
19
ىا عض
ىا
لا خ
ا وإذ
ءامى
يظ
غ
امل من ٱل
ه م ٱل
يك
عل
م
يظك
بغ
ىا
ل مىج
هخم ق
أه
اث بر
ه عليم
إن ٱلل
دوز ٱلص
maka akan serang mereka kaum
Muslimin.” Sehingga mati lah mereka
orang kafir karena kemarahannya, dan
Allah akan membalas perbuatan mereka
yang lantaran sakit hati dan dendam
terhadap kaum muslimin.
Ali Imrân
ayat 134
ء ا س في ٱلظ
ىن
ىفق رن
ٱل
ظمين
ك
ء وٱل
ا س وٱلض
عن عافين
وٱل
يظ
غ
ٱل
حب ه اض وٱلل
ٱلى
Orang
ẕalim
Orang yang
berinfak
Orang yang berinfak sabar ketika sedang
terẕalimi, mereka menahan amarahnya
dan Allah menyukai mereka yang
menahan amarahnya dan memaafkan
kesalahan kepada orang ẕalim. Mereka
marah dalam satu perkara jika mereka
jatuh ke dalam hal yang diharamkan.
Contohnya seperti Siti „Aisyah pernah
menjadi marah karena tindakan
pembantunya, tetapi beliau dapat
menguasai diri, karena sifat takwa yang
ada padanya.
20
حظىين
ٱل
Al-Mulk ayat
8
ما
ل ك
يظ
غ
من ٱل
ز مي
اد ج
ك
ج
هم لىج طأ
قي فيها ف
لأ
رس م ه
جك
أ م
ل أ
تها
صه
خ
Neraka Manusia
Hampir-hampir neraka itu terpecah
belah karena marah kepada manusia
yang bermaksiat kepada Allah dan
sebagai bentuk pembalasan-Nya.
Tabel Ayat-Ayat Al-Qur’an kata Ghaḏab dan Ghaiẕa
No Kata
Ghaḏab Surah Teks Subjek Objek Isi /konteks ayat
Al-Mâ′idah غضب .1
ayat 60
غضب من لعنو ٱللو و ىم ه وجعل من علي خنازير قردة وٱل ٱل
Allah
Kaum
Yahudi dan
Wanita
Bani Isra‟il
Allah memurkai Kaum Yahudi dan
menjadikan sifat mereka seperti kera.
Kaum Yahudi telah melanggar aturan
Allah mengenai larangan memancing
ikan pada hari sabtu. Mereka
memancing dan memakan ikan dengan
sembunyi sembunyi, padahal Allah
mengharamkan mereka memancing ikan
dan memakannya, di mana ikan-ikan
bermunculan pada hari sabtu. Di sebuah
desa Ailah dan Tursina, namanya
Madyan.
Adapun murkanya Allah kepada orang
menjadi sifat seperti babi adalah wanita
Bani Isra‟il yang ia menjadi terakhir
merusak Islam, dan akhirnya wanita
tersebut keluar dari Islam dan melarikan
diri. Kemudian perempuan itu kembali
kepada agama Allah , dengan penuh
tangisan penyesalan.
Surah Al-
Mujâdalah
ayat 14
ت ر إلى ٱلذين ألم۞ٱللو غضب ما ا قو ت ولوول ىم ما ىم منكم عليلفون على ويح ىم من
لمون يع كذب وىم ٱل
Allah
Kaum
Yahudi dan
Kaum
Munafik
Kemurkaan Allah kepada kaum Yahudi
yang telah memperolok-olok Islam, dan
kemurkaan Allah kepada kaum Munafik
dan menjadi penasehat mereka untuk
menghancurkan Islam.
Surah Al-
Mumtahanah
ayat 13
أي ها ٱلذين ءامنوا ل ي ٱللو غضب ما ا قو ت ت ولو
يئسوا من قد ىم عليخرة كما يئس أ ٱل
ب أص كفار من ٱل ح ق بور ٱل
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi telah berputus asa dari
pahala Allah di akhirat lantaran
kekafiran mereka dan karena mereka
mendustakan kerasulan Muhammad
Ṣalallahu ‘alaih wa al-salâm, padahal
mereka tahu dia Nabi. Dan mereka
mendustakan kerasulan Isa ‘alaih al-
salâm, dan para Rasul lain berputus asa
untuk mendapatkan pahala dan
kemuliaan dari Allah kepada mereka.
Al-Baqarah غضب .2
ayat 61
لة علي وضربت ىم ٱلذءو كنة وبا مس وٱل
ٱللو من بغضب
Allah Kaum
Yahudi
Kemurkaan Allah kepada kaum Yahudi
karena mereka mengingkari ayat-ayat
Allah (durhaka) dan membunuh para
Nabi tanpa ada alasan yang benar
kemudian mereka ditimpakan kepada
mereka yakni kenistaan dan kehinaan,
inilah balasan kekufuran mererka.
Al-Baqarah
ayat 90
ءو بغضب على ف با Allah غضب
Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi kembali murtad—setelah
mereka sebelumnya memohon
kemenangan dan pertolongan dengan
kedatangan Nabi Muhammad, mereka
durhaka dengan Nabi Ṣallahu ‘alaih wa
al-salâm, setelah beliau diutus menjadi
rasul. kedurhakaan mereka disertai rasa
dengki dan iri. Sebagaimana terdahulu
Allah timpakan kepada mereka sebelum
murka-Nya yang kedua lantaran
kekufuran mereka yang sebelumnya
terhadap Isa bin Maryam, atau karena
mereka menyembah sapi, atau karena
dosa mereka yang lainnya terdahulu
yang dengannya berhak untuk mendapat
murka Allah.
Ali „Imrân
ayat 112
لة علي ضربت ىم ٱلذا إل ن ما ثقفو أي
ل ٱللو وحب من ل بحب من ءو بغضب ٱلناس وبا من
ىم علي ٱللو وضربت كنة مس ٱل
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi sang pendusta yang
mendustakan Nabi Muhammad, jika
mereka berpegang kepada perjanjian
Allah (dengan membayar jizyah) dan tali
manusia (jaminan keamanan) maka ia
akan mendapat rahmat dari Allah. Tetapi
mereka ingkar dan mendustakan Nabi
SAW, mereka ditimpa kehinaan di mana
pun mereka berada dan ditimpa kehinaan
dalam bentuk kesulitan hidup dan
kefakiran.
Ṯâ Hâ ayat
86
د عو كم ٱل أفطال عليأن يحل أردتم أم
من غضب كم علي تم لف فأخ ربكم
عدي مو
Nabi Musa
„Alaih al-
Salâm
Kaum Bani
Isra‟il
Kemarahan besar Nabi Musa terhadap
kaum Bani Isra‟il yang melanggar janji
dengan-Nya, mereka masih menyembah
patung anak lembu (sapi). Dan
kemarahan besar terhadap saudaranya
Harun yang mengingkari perjanjian
dengan-Nya untuk mengikuti
perintahnya melarang kaumnya
menyembah anak lembu.
Al-Syȗra
ayat 16
جون في ٱللو وٱلذين يحاتجيب د ما ٱس بع منداحضة عند حجت هم ۥلو
غضب ىم وعلي ربهم شديد عذاب ولهم
Allah Kaum
Yahudi
Kaum Yahudi mendapat kemurkaan dari
Allah karena mereka membantah
sahabat-sahabat Rasulullah tentang
agama mereka, dan sangat antusias
untuk menghalangi mereka dari beliau,
serta berusaha mengalihkan mereka dari
Islam kepada kekafiran.
Al-Nȗr ayat 9
مسة أن غضب ٱللو وٱل خ إن كان من ىا علي
دقين ٱلص
Allah Istri
Penjelasan ini dalam surah Al-Nur dari
ayat 6-8 bahwa tuduhan istri benar jika
suaminya melakukan berzina, dan
bersumpah yang keempat kali. Tetapi,
jika ia seorang istri melakukan sumpah
kelima sebagaimana firman Allah di ayat
9, maka dia kena laknat dan murka
Allah.
Al-A‟raf ayat غضبان
150.
إلى ولما رجع موسى Nabi Musa اب ن أسف غض ۦمو قو
Kaum Bani
Isra‟il.
Penjelasan ini sama dengan surah Ṯâ Hâ
ayat 86. Ketika Nabi Musa marah
kepada kaummnya dan saudaranya
Harun yang masih ingkar janji
dengannya, maka Nabi Musa marah dan
menarik rambutnya, sampai ia
mengatakan, “janganlah aku termasuk
orang yang ẕalim,” dan Musa berdoa
kepada Allah dan akhirnya
kemarahannya pun reda.
Al-Fâtihah مغضوب
ayat 7
ط ٱلذين أن ت عم صر ر غي ىم علي
ىم ضوب علي مغ ٱل لين ول ٱلضا
Allah Kaum
Yahudi
Kemurkaan Allah atas makhluk yang
dimurkai-Nya adalah dengan
menimpakan azab dan hukuman-Nya,
baik di dunia maupun di akhirat atas
perbuatan mereka yang memberikan
celaan dan cercaan.
Al-Anbiyâ مغاضبا
ayat 87
اوذا ٱلنون إذ ذىب مغ ضب ه علي در نق لن أن فظن
ت أن ل يف ف نادى ٱلظلم نك أنت سب إل و إل ح
إني كنت من ٱلظ لمين
Nabi
Yunus
Kaum
Ninawa,
Iraq.
Nabi Yunus pergi dari Kaum Ninawa
karena mereka ingkar patuhi ajarannya
dan juga dakwahnya hingga beliau pergi
dari kaumnya dalam keadaaan marah
dan berdoa pada Allah agar azabnya
segera datang kepada kaum Ninawa.
Tetapi azab tersebut tidak jadi datang
karena kaum tersebut sudah bertaubat.
3.
Al-Hajj ayat يغيظ
15
من كان يظن أن لن ينصره يا ٱللو في ٱلدن
دد يم خرة فل أ وٱلء ثم بسبب إلى ٱلسما
ينظر فل طع يق لما ۥده ىبن كي يذ ىل
يغيظ
Kaum
Muslimin
Nabi
Muhammad
Kaum muslimin mengira bahwa
pertolongan Allah tidak akan datang dan
wahyu tidak diturunkan kepada Nabi
Muhammad lantaran menganggap
lambat datangnya kehidupan yang
lapang atau rezeki yang luas. Sehingga
mereka sakit hati karena Allah tidak
memberinya rezeki sampai ia
merentangkan tali dan mencekik leher ke
atap Baitullah.
Ali Imrân غيظ
ayat 119
ء أول أنتم ه ول يحبونكم تحبون هم
ۦكت ب كلو منون بٱل وتؤا ءامنا قالو وإذا لقوكم
كم علي ا عضوا وإذا خلو ظ غي أنامل من ٱل ٱل
أنتم موتوا قل ه
Orang
Kafir
Kaum
Muslimin
Ketika orang kafir berjumpa dengan
kaum Muslimin, mereka mengatakan,
“Kami beriman”, itu hanya membuat-
buat saja, dan hanya takut kehilangan
harta dan darah mereka. Tetapi ketika
sendirian mereka gigit jari jemari
lantaran sakit hati dan dendam terhadap
kaum Muslimin yang begitu kokoh
persatuannya. Dan mereka berkata,
“sekiranya kami memiliki kekuatan
maka akan serang mereka kaum
ظكم بغي إن ٱللو بذات ٱلصدور عليم
Muslimin.” Sehingga mati lah mereka
orang kafir karena kemarahannya, dan
Allah akan membalas perbuatan mereka
yang lantaran sakit hati dan dendam
terhadap kaum muslimin.
Ali Imrân
ayat 134
ء ٱلذين ينفقون في ٱلسراظمين ء وٱل وٱلضرا ك
عافين عن ظ وٱل غي ٱلوٱللو يحب ٱلناس
سنين مح ٱل
Orang
ẕalim
Orang yang
berinfak
Orang yang berinfak sabar ketika sedang
terẕalimi, mereka menahan amarahnya
dan Allah menyukai mereka yang
menahan amarahnya dan memaafkan
kesalahan kepada orang ẕalim. Mereka
marah dalam satu perkara jika mereka
jatuh ke dalam hal yang diharamkan.
Contohnya seperti Siti „Aisyah pernah
menjadi marah karena tindakan
pembantunya, tetapi beliau dapat
menguasai diri, karena sifat takwa yang
ada padanya.
Al-Mulk ayat
8
ظ غي تكاد تمي ز من ٱل ج قي فيها فو أل كلما
ألم خزن ت ها سألهم نذير تكم يأ
Neraka Manusia
Hampir-hampir neraka itu terpecah
belah karena marah kepada manusia
yang bermaksiat kepada Allah dan
sebagai bentuk pembalasan-Nya.