10
STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG Oleh : Muhammad Iqbal F.R 230110110063 Perikanan B FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

Citation preview

Page 1: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR

SEMARANG

Oleh :

Muhammad Iqbal F.R

230110110063

Perikanan B

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

1. PENDAHULUAN

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan

ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi.

Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang dominan

ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan

efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas

(inframerah).

Perubahan iklim mengakibatkan perpecahan siklus hidrologi wilayah yang berarti, yaitu

mengubah evaporasi, transpirasi, run-off, air tanah, dan presipitasi. Sebagai akibatnya, hal

tersebut akan meningkatkan intensitas air hujan, tetapi dalam periode tertentu juga dapat

mengakibatkan musim hujan yang berkepanjangan sehingga bahaya akan banjir juga semakin

meningkat. Selain itu, pemanasan global yang berdampak pada kenaikan suhu dan

mengakibatkan pencairan gletser dapat mempengaruhi terjadinya kenaikan permukaan air

laut. Perubahan elevasi air laut ini tentu saja dapat mengganggu kehidupan karena akan

mengakibatkan genangan di wilayah pesisir dan daratan perkotaan yang lebih rendah, bahkan

mampu menenggelamkan pulau-pulau kecil.

Pengamatan temperatur global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata

temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Temperatur rata-rata global ini

diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1.8-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan

menurut kajian lain dalam IPCC (2007) diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC. Ketika

permukaan air laut naik melebihi ketinggian daratan, maka air laut akan menggenangi seluruh

daratan tesebut. Kondisi ini akan memperburuk kualitas lingkungan dan kehidupan

masyarakat di sekitarnya.

Kota Semarang sebagai salah satu metropolitan yang memiliki wilayah pesisir di bagian

utara dengan garis pantai sepanjang 13 km jelas sangat terkena dampak kenaikan muka laut

tersebut. Menurut Sarbidi (2002) kedalaman air akibat banjir rob bisa mencapai 20-60 cm

dengan luas genangan diperkirakan mencapai 32,6 km2

Page 3: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

2. TINJAUAN PUSTAKA .

Kenaikan muka laut yang diduga menjadi salah satu penyebab banjir rob di Semarang

merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit untuk dipecahkan. Sampai sekarangpun

angka pasti mengenai kenaikan muka laut di Semarang masih belum jelas karena dari

beberapa penelitian ternyata menunjukan hasil yang berbeda-beda. Menurut Wirakusumah

dan Lubis (2002) sejak tahun 1950 sampai tahun 2003 terjadi kenaikan muka laut sebesar 39

cm di perairan Semarang akibat pemanasan global. Hal ini berarti kenaikan muka laut di

Semarang mencapai 7,36 mm/ tahun. Menurut Abdurachim (2002) kenaikan muka air laut di

Semarang mencapai 9,27 mm per tahun. Kemudian menurut Manurung et al. (2002) kenaikan

muka laut di Semarang mencapai 6 mm/tahun. Suripin (2002) dalam laporan penelitiannya

menyatakan bahwa kenaikan muka laut di Semarang mencapai 5,01 cm/tahun. Sedangkan

berdasarkan penelitian Adhitya (2003) mulai tahun 1991 hingga tahun 1997 muka air laut

rata-rata tahunan di Semarang mengalami kenaikan berkisar antara 1,5 – 6,7 cm tetapi pada

tahun berikutnya sampai tahun 2000 permukaan air laut justru mengalami penurunan sebesar

1,31- 39,9 cm. Adanya kesimpangsiuran data tersebut diduga karena data time series pasang

surut yang digunakan untuk menentukan kenaikan muka laut di Semarang tersebut hanya

dalam kurun waktu yang singkat yaitu <20 tahun.

Sedangkan untuk perubahan garis pantai di pesisir Semarang, menurut penelitian Aris

Marfai menggunakan foto citra Landsat MSS tahun 1972, citra Landsat ETM tahun 2001,

citra Ikonos tahun 2003, juga peta topografi tahun 1908, 1937, dan 1992. Dari hasil overlay

untuk tahun 1992-2001, garis pantai terutama pada bagian timur terjadi erosi yang sangat

kuat. Sementara itu di bagian barat yang ditunjukkan oleh profil A, sedimentasi terjadi dan

garis pantai diperluas ke laut.

Gambar 1 Garis pantai tahun 1992 dan 2001

Page 4: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

Untuk periode 2001-2003, pesisir pantai tidak berubah banyak dan dianggap periode

stabil. Infrastruktur buatan manusia dapat ditemukan di sepanjang pantai, misalnya gili,

reklamasi tanah, perluasan pelabuhan, dan dermaga. Untuk periode panjang hampir 100

tahun, garis pantai diperluas ke wilayah laut sebagai akibat infrastruktur buatan manusia dan

proses alam seperti sedimentasi (Marfai dan King, 2007).

Gambar 2 Garis pantai tahun 2001-2003 (Marfai dan King 2007)

3. PEMBAHASAN

Kawasan pesisir kota Semarang terletak di sebelah utara provinsi Jawa Tengah,

dengan letak geografis antara 6o58’S dan 110o25’E. Luas keseluruhan dari wilayah

Semarang adalah 373.7 km2. Populasinya mendekati 1.5 juta membuat kota Semarang

menjadi kota terbesar kelima di Indonesia. Menjadi salah satu kota pelabuhan terpenting di

Jawa Tengah, Semarang semakin berkembang dan menjadi pusat perkembangan nasional. Di

tahun 1990an, perkembangan terpusat di pesisir bagian utara dan di kawasan dataran rendah

yang membawa dampak urbanisasi yang sangat cepat dan menimbulkan masalah lingkungan,

seperti erosi dan sedimentasi, eksploitasi berlebihan sumber air tanah, land subsidence, juga

tidal inundation.

Topografi dari Semarang terdiri dari kawasan perbukitan di sebelah selatan dan

dataran rendah di sebelah utara. Rata-rata elevasi dari kawasan perbukitan adalah lebih dari

400 m dan sesuai dengan kemiringan puncak 15-40%. Kondisi geologi lapisan dasar adalah

batuan vulkanik basalt, volcanic breccias, tuff, dan batu pasir. Keragaman hutan, hutan agro,

perkampungan, dan pemandangan bentuk persawahan. Menurut Development Planning

Board (DPB) 2002, temperatur di Semarang berada pada batas antara 25.80 C dan 29.30

Sementara itu, kawasan pesisir Semarang dan kawasan dataran rendah merupakan kawasan

yang sangat dinamis. Pusat industri dan aktivitas ekonomi Semarang terletak di dataran

rendah dan di kawasan pesisir menyebabkan eksploitasi air tanah yang berlebihan. Populasi

Page 5: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

dan perkembangan kawasan pesisir berkembang pesat, reklamasi dikembangkan untuk

perumahan, tempat rekreasi, dan tujuan industri.

Semarang mempunyai beberapa sungai utama, diantaranya sungai Blorong, sungai

Beringin, sungai Silandak, sungai Garang, dan sungai Babon. Sungai-sungai ini berperan

penting atas terjadinya banjir pesisir di Semarang. Disamping itu, aliran sungai-sungai

tersebut membawa banyak sedimen karena proses erosi di kawasan perbukitan. Hal ini

menimbulkan beberapa masalah seperti penyumbatan di muara sungai yang menambah resiko

banjir pesisir. Kelembaban tahunan antara 62-84% dan rata-rata kecepatan angin tahunan

sebesar 5.7 km/jam. Curah hujan tahunan antara 2.065-2.460 mm, biasanya terbawa oleh

tiupan angin lembah dari arah barat laut Laut Jawa. Curah hujan maksimum terjadi pada

bulan Desember dan Januari. Gatot dkk (2001) menyatakan bahwa hanya sekitar 10% curah

hujan yang masuk ke tanah sebagai pengisi air tanah dan sebagian besar dari curah hujan

mengalir secara langsung sehingga menyebabkan banjir dan genangan di dataran rendah dan

di kawasan pesisir.

Semarang merupakan kota yang berbatasan dengan laut Jawa dan merupakan kota

yang menghadapi tiga macam banjir, yaitu banjir lokal (local flood innudation), banjir

kiriman (river flood), dan banjir rob (sea water tide flood). Banjir lokal terjadi ketika sistem

drainase tidak mencukupi di suatu kawasan terutama di daerah dataran rendah dan di

kawasan pesisir Semarang. Sistem drainase sepertinya tidak efisien dan tidak cukup untuk

menampung air hujan selama musim penghujan. Ketika air hujan melebihi kapasitas stream

channel dan selokan drainase, banjir akan terjadi di daerah tangkapan yang lebih rendah

(hilir). Kondisinya akan semakin buruk ketika muara sungai tersumbat sebagai hasil dari

sedimentasi. Akhirnya terjadi tidal flood ketika muka air laut mencapai ketinggian kritis

diatas daratan pesisir (coastal land). Tidak memadainya sistem kanal dan kualitas kanal dan

juga buruknya sistem drainase di wilayah pesisir juga berkontribusi terjadinya genangan.

Proses ini diperburuk oleh superposisi dari badai dan gelombang karena kondisi cuaca yang

parah.

Selain itu, fenomena land subsidence di pesisir Semarang juga sangat bepengaruh.

Penurunan bervariasi antara 2 hingga 10 cm per tahun. Hal ini menyebabkan kerusakan

infrastruktur dan genangan di kawasan pesisir dengan various seawater levels (Marfai 2004).

Land subsidence merupakan isu besar di pesisir Semarang. Tiga penyebab utama dari land

subsidence di Semarang antara lain penarikan air tanah, proses konsolidasi alami tanah

aluvium, dan penurunan yang disebabkan oleh beban konstruksi [Public Works Department

of Semarang (PWD) (2000)]. Ekstraksi air tanah yang meningkat untuk kebutuhan

Page 6: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

masyarakat dan industri juga memberikan dampak penurunan tanah mengarah untuk

memperbesar banjir pasang di pemukiman. Kelak land subsidence diperkirakan akan semakin

buruk dengan 362 hektar di tahun 2010; 1.377,5 hektar pada tahun 2015, dan 2.227 hektar di

tahun 2020 (Marfai dan King 2007a).

Banjir rob merupakan suatu masalah terutama dimana pun perkembangan terjadi

berdekatan dengan sistem pantai. Zona pesisir dari area studi biasanya digunakan untuk

berbagai kegiatan intensif, seperti pemukiman dan pertanian. Daerah-daerah pemukiman di

pesisir terkena genangan atau rob karena berbatasan langsung dengan laut tanpa atau dengan

perlindungan yang terbatas. Banjir pesisir mempengaruhi infrastruktur seperti jalan,

jembatan, dan juga membawa banjir ke permukiman pesisir dan lahan pertanian. Setiap tahun

pemerintah daerah menghabiskan biaya yang besar untuk pemeliharaan. Sebagai contoh,

stasiun kereta api utama adalah infrastruktur penting di Semarang yang mengalami banjir

hampir setiap tahun. Wilayah sekitar stasiun utama dan yang dekat dengan pelabuhan hampir

terus menerus kebanjiran [Directorate of Geological and Mining Area Environtment

(DGME) (2004)].

Diperkirakan genangan dan model skenario kenaikan muka air laut akan lebih buruk

di masa datang. Menurut laporan IPCC (1998), kenaikan permukaan laut sebesar 30 cm akan

meningkatkan efek kerusakan 36-58 %. Di daerah dengan elevasi rendah seperti daerah

pesisir, frekuensi genangan akan meningkat drastis (Hoozemans et al. 1993).

4. KESIMPULAN

Naiknya muka air laut di kawasan peisir Semarang bukan merupakan penyebab utama

banjir rob. Faktor utamanya yaitu tingginya fenomena land subsidence di kawasan pesisir

tersebut.

Page 7: STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachim, A., 2002. Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Penanganan Kawasan