168
STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA SULAWESI TENGGARA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP MINERALISASI SULFIDA STUDY OF VOLCANIC ROCK AT NORTH KOLAKA AREA SOUTHEAST SULAWESI AND THE IMPLICATIONS OF SULFIDE MINERALIZATION AYUB PRATAMA ARIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019

STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

i

STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA

SULAWESI TENGGARA SERTA IMPLIKASINYA

TERHADAP MINERALISASI SULFIDA

STUDY OF VOLCANIC ROCK AT NORTH KOLAKA AREA

SOUTHEAST SULAWESI AND THE IMPLICATIONS OF

SULFIDE MINERALIZATION

AYUB PRATAMA ARIS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019

Page 2: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

ii

STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA

SULAWESI TENGGARA SERTA IMPLIKASINYA

TERHADAP MINERALISASI SULFIDA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Magister Teknik Geologi

Universitas Hasanuddin

Disusun dan diajukan oleh

AYUB PRATAMA ARIS

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019

Page 3: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 4: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Ayub Pratama Aris

Nomor Pokok : D062171001

Program Studi : Teknik Geologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 18 Juli 2019

Yang Menyatakan

Ayub Pratama Aris

Page 5: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis dengan

judul “Studi Batuan Vulkanik Daerah Kolaka Utara Sulawesi Tenggara serta

Implikasinya Terhadap Mineralisasi Sulfida”, dapat diselesaikan

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan rasa hormat

dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Musri Mawaleda, M.T selaku

Pembimbing Utama dan Bapak Dr. Ir. Adi Tonggiroh, M.T selaku

Pembimbing Pendamping, atas segala curahan ilmu, saran pemikiran,

motivasi dan nasehatnya sehingga penilitian ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir.

Eng. Asri Jaya HS, M.T, Dr. Eng. Adi Maulana, S.T., M.Phil, dan Ibu Dr. Ir.

Ulva Ria Irfan, M.T selaku dosen penguji, serta Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Husain

L, M.T selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Geologi Unhas dan

Bapak Dr. Ir. Eng. Asri Jaya HS, M.T selaku Ketua Departemen Teknik

Geologi Unhas atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam

rangka pengumpulan informasi mengenai permasalahan terkait penelitian

ini, Bapak dan Ibu dosen Departemen Teknik Geologi Unhas yang telah

memberikan bimbingannya, Staf Departemen Teknik Geologi Unhas,

ucapan terima kasih kepada kedua orangtua penulis atas segala dukungan

yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan dan

Page 6: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

vi

penelitian, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.

Akhir kata, semoga penyusunan tesis ini dapat bermanfaat bagi

seluruh pembaca, khususnya bagi penulis. Amin.

Makassar, 18 Juli 2019 Penulis,

Ayub Pratama Aris NIM. D062171001

Page 7: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

vii

ABSTRAK

AYUB PRATAMA ARIS. Studi Batuan Vulkanik Daerah Kolaka Utara Sulawesi tenggara serta Implikasinya Terhadap Mineralisasi Sulfida (dibimbing oleh Musri Mawaleda dan Adi Tonggiroh). Tujuan utama dari penelitian ini yaitu (1) menentukan kedudukan batuan vulkanik terhadap batuan metamorf di daerah penelitian, (2) Mengetahui hubungan pembentukan batuan vulkanik trakit dengan alterasi dan mineralisasi hydrothermal pada batuan metamorf, (3) Mengetahui tipe alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah penelitian, dan (4) membuat model geologi tentative alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di daerah Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei lapangan dilakukan dengan pengambilan sampel batuan vulkanik baik yang masih segar, maupun batuan vulkanik yang sudah terubah (altered) pada setiap lokasi yang representatif di daerah penelitian. Data dianalisis dengan menggunaan analisis petrografi, mineragrafi dan geokimia (ICP-MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan batuan vulkanik Ryodasitik (intrusi dangkal), merupakan batuan yang menerobos terhadap batuan metamorf (Sekis Muskovit-Kuarsa) di daerah penelitian. Hubungan pembentukan batuan ryodasitik dengan alterasi dan mineralisasi hidrotermal pada batuan metamorf terjadi pada lingkungan tektonik zona Arc volcanic incl. Alkaline varieties. Berdasarkan hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa larutan hidrotermal yang berperan dalam proses alterasi di daerah penelitian adalah larutan hidrotermal sisa pendinginan magma dari batuan ryodasitik. Tipe alterasi yang berkembang di daerah penelitian yaitu tipe alterasi Propilitik dan Argilik. Mineral penciri alterasi propilitik yang dijumpai yaitu mineral klorit, epidote dan mineral karbonat berupa kalsit. Sedangkan mineral penciri alterasi argilik yaitu mineral kalsit dan mineral lempung dengan mineral aksesoris berupa mineral muskovit. Tahap pembentukan mineral alterasi dimulai dari tahap isokimia, tahap metasomatisme dan tahap retrograde. Model tentatif geologi memperlihatkan bahwa endapan epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan vulkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air magmatik dengan air meteorit. Kata Kunci: batuan vulkanik, alterasi, mineralisasi, geokimia

Page 8: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

viii

ABSTRACT

AYUB PRATAMA ARIS. Study of Volcanic Rock at North Kolaka Area Southeast Sulawesi and The Implications of Sulfide Mineralization (Supervised by Musri Mawaleda and Adi Tonggiroh). The aims of this research are (1) to determine the position of volcanic rocks on metamorphic rocks in the study area, (2) to find out the relationship between volcanic rock formation and alteration and hydrothermal mineralization in metamorphic rocks, (3) to determine the types of alteration and hydrothermal mineralization in the research area , and (4) to make tentative geological models of alteration and hydrothermal mineralization in the research area. This research was carried out in the North Kolaka area, Southeast Sulawesi Province. The method used in this research was field survey by taking sample of volcanic rocks that are still fresh, as well as altered volcanic rocks at each representative location in the research area. The data were analyzed using petrography, mineragraphy and geochemical (ICP-MS) analysis. The result of study show that the position of Ryodasitic volcanic rocks (shallow intrusion), is a rock that breaks through metamorphic rocks (Sekis Muskovit-Quartz) in the study area. The relationship of formation of ryodasitic rocks with alteration and hydrothermal mineralization in metamorphic rocks occurs in the tectonic environment of Arc volcanic zone incl. Alkaline varieties. Based on this, it can be interpreted that hydrothermal solutions which play a role in alteration processes in the study area are the remaining hydrothermal solutions of cooling of magma from rhyodasitic rocks. Alteration types that develop in the research area are Propylitic and Argillic alteration types. Propylitic alteration minerals found are chlorite, epidote and carbonate minerals in the form of calcite. Whereas argillic alteration minerals are calcite and clay minerals with mineral minerals in the form of muscovite minerals. The stage of formation of alteration minerals starts from the isochemical stage, the metasomatism stage and the retrograde stage. The tentative geological model shows that low sulfidation epithermal deposits are associated with a volcanic environment, a place of formation that is relatively close to the surface and a solution that plays a role in the formation process derived from a mixture of magmatic water with meteorite water. Keywords: volcanic rocks, alteration, mineralization, geochemistry

Page 9: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

ix

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN TUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv

PRAKATA v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Batasan Penelitian 5

F. Peneliti Terdahulu 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Geologi Regional 7

1. Geomorfologi Regional 9

2. Stratigrafi Regional 11

3. Struktur Geologi Regional 19

B. Landasan Teori 22

1. Batuan Beku 22

2. Batuan Vulkanik 40

Page 10: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

x

3. Batuan Metamorf 47

4. Hidrothermal, Sistem Hidrothermal, dan Alterasi 54

BAB III. METODE PENELITIAN 59

A. Rancangan Penelitian 59

B. Lokasi dan Kesampaian Daerah 60

C. Alat dan Bahan 62

D. Pengumpulan Data 63

E. Teknik Pengambilan Data 64

F. Analisis Laboratorium 65

1. Analisis Petrografi 65

2. Analisis Mineragrafi 65

3. Analisis ICP-MS 66

G. Pengolahan Data 66

H. Kompilasi Data dan Penyusunan Laporan 66

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 68

A. Litologi Daerah Penelitian 68

B. Tipe Alterasi Hidrotermal 75

C. Mineral bijih 79

D. Mineralisasi 81

E. Tipe Endapan 82

F. Geokimia Batuan Vulkanik 83

G. Implikasi Batuan Trakit Terhadap Batuan Metamorf 90

BAB V. PENUTUP 93

A. Kesimpulan 93

B. Saran 94

DAFTAR PUSTAKA 95

Page 11: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xi

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1 Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak/keterdapatannya (Wilson, 1989) 30

2 Klasifikasi magma berdasarkan kandungan major

element (Alzwar dkk.,1988) 35

3 Klasifikasi magma berdasarkan kandungan SiO2 (%) atau derajat keasaman (Alzwar dkk.,1988) 35

4 Persentase kandungan oksida dari beberapa batuan

beku vulkanik (Carmichael, 1974 dalam Alzwar dkk., 1988) 37

5 Himpunan mineral, tipe, dan zona alterasi

hidrothermal 76

6 Hasil analisis petrografi dan geokimia pada sampel

AGK 01, AGK 05 dan AGK 14 pada klasifikasi jenis

magma (Alzwar dkk.,1988). 84

Page 12: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xii

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1 Peta Pembagian Mandala Geologi Pulau Sulawesi (Kadarusman dkk.,2004). 8

2 Peta Geologi Regional Lembar Lasusua-Kendari,

Sulawesi Tenggara (Rusmana, E., Sukido, sukarna, D.,Haryono, E. Dan Simandjuntak, T.O.,1993). 9

3 Peta Satuan Morfologi, Lembar Kendari 1:1.000.000

(Rusmana dkk., 1993) 10

4 Pembagian Lajur Geologi Lembar Lasusua-Kendari (Rusmana dkk., 1993) 11

5 Korelasi Satuan Peta Geologi Regional Lembar

Lasusua- Kendari, Sulawesi Tenggara (Rusmana dkk., 1993) 13

6 Peta Geologi daerah kolaka sebagai lokasi

pembentukan Intrusi Dasit, (White, et al, 2014)

15

7 Singkapan batuan Intrusi Dasit pada batuan sekis Mika Kompleks Mengkoka (White dkk.,2014) 16

8 Strutur Geologi Sulawesi dan sekitarnya

(disederhanakan oleh Silver dkk.,1983 dan Rehahult dkk., 1991 dalam Surono, 2010) 19

9 Bagan Struktur Batuan Beku Instrusif (Noor, 2012) 24

10 Klasifikasi afinitas magma berdasarkan perbandingan K2O dan SiO2 (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993) 36

11 Klasisfikasi batuan beku vulkanik (Cox et al., 1979) 38

12 Klasifikasi batuan beku vulkanik (Le Bas et al., 1986 dalam Rollinson, 1993) 38

13 Klasifikasi lingkungan tektonik Th-Hf-Ta (Wood,

1980 dalam Rollinson, 1993) 40

Page 13: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xiii

nomor halaman

14 Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan) 42

15 Siklus batuan (Noor, 2009) 43

16 Bowen Reaction Series (Novan, 1992) 47

17 Hubungan antara Tekanan (P), Temperatur (T), Kedalaman (D) dan Derajat Metamorfosa (Noor, 2014) 51

18 Hubungan antara Derajat Metamorfosa dengan

Tekanan, Temperatur dan Kedalaman (Noor, 2014)

53

19 Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996) 58

20 Peta tunjuk lokasi penelitian Daerah Kolaka Utara

Sulawesi Tenggara 61

21 Peta Stasiun Pengambilan Sampel 65

22 Diagram Alir Penelitian 67

23 Peta Geologi Daerah Kolaka Utara (dimodifikasi dari Rusmana dkk. 1993) 69

24 Kolom Stratigrafi daerah penelitian (dimodifikasi dari

Rusmana dkk. 1993) 70

25 Kenampakan singkapan di daerah penelitian (a) batuan trakit di stasiun AGK 06, dan (b) batuan trakit di stasiun AGK 14 71

26 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 14 dengan

perbesaran 50x 72

27 Kenampakan singkapan batuan metamorf Sekis Muskovit-Kuarsa di stasiun AGK 03 daerah Penelitian. 72

28 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 03 dengan

perbesaran 50x. 73

Page 14: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xiv

nomor halaman

29 Kenampakan singkapan batuan metamorf Sekis Kuarsa-Muskovit di stasiun AGK 12 daerah penelitian. 74

30 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 12 dengan

perbesaran 50x. 75

31 Fotomikrograf sayatan batuan AGK 03 (a) dan sayatan batuan AGK 08 (b) yang memperlihatkan mineral-mineral penciri alterasi propilitik berupa kalsit (Ca), epidot (Ep), kuarsa (Qtz) dan klorit (Chl). 77

32 Fotomikrograf sayatan batuan AGK 09 (a) dan

sayatan batuan AGK 12 (b) yang memperlihatkan kehadiran mineral-mineral penciri alterasi argilik berupa mineral kalsit (Ca), mineral lempung (Cly), kuarsa (Qtz) dan klorit (Chl). 78

33 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan

kehadiran mineral kalkopirit (Cp) 79

34 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan kehadiran mineral pyrit (Py) 80

35 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan

kehadiran mineral sfalerit (Sf) 81

36 Model geologi endapan epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008). 82

37 Plotting pada klasifikasi afinitas magma berdasarkan

perbandingan K2O dan SiO2 (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993). 85

38 Plotting pada klasifikasi batuan beku vulkanik (Le

Bas et al, 1986). 86

39 Plotting kandungan major element terhadap SiO2 (Harker, 1909 dalam Rollinson, 1993). 87

40 Plotting pada klasifikasi Spider plot - MORB

(Pearce, 1996). 88

Page 15: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xv

nomor halaman

41 Model geologi endapan epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008) 89

42 Model geologi endapan epitermal sulfidasi rendah

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008) 92

Page 16: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1 Deskripsi Petrografi (Litologi) 98

2 Deskripsi Mineragrafi 112

3 Deskripsi Petrografi (Alterasi) 122

4 Analisis Geokimia ICP-MS 126

LAMPIRAN PETA

5 Peta Stasiun dan Pengambilan Sampel

6 Peta Geologi Daerah Penelitian

7 Peta Zona Tipe Alterasi

Page 17: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian khusus tentang batuan vulkanik di Kompleks Mekongga

yang berhubungan dengan endapan hidrothermal masih sangat terbatas.

Hidrothermal yang merupakan larutan sisa magma yang bersifat aqueous

yang kaya akan logam-logam, merupakan sumber cebakan cebakan bijih

hidrothermal. Endapan mineral hidrothermal dapat terbentuk karena

sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi, mentranspor, dan mengendapkan

mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik maupun

kimiawi (Pirajno, 1992).

Interaksi antara fluida hidrothermal dengan batuan yang dilewatinya

yaitu batuan dinding akan menyebabkan terubahnya mineral secara

kimiawi menjadi mineral alterasi, maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992).

Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yakni pertukaran

komponen kimiawi antara larutan dengan batuan dinding/samping. Alterasi

hidrotermal tergantung pada karakter batuan dinding/samping, karakter

fluida, kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung. Pada

kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan

mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral. Pada

Page 18: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

2

kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan

mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (Sutarto, 2004).

Batuan vulkanik, umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang

sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api) sehingga teksturnya

lebih halus. Contohnya adalah basalt, trakkit, andesit (yang sering dijadikan

pondasi rumah), dan dacite. Batuan vulkanik dapat dikenal melalui tekstur,

struktur dan komposisi mineral. Tekstur batuan vulkanik memberikan

informasi mengenai proses pembekuan magma dan struktur batuan

vulkanik mencirikan batuan tersebut intrusi atau ekstrusi. Sedangkan

komposisi mineral pada batuan vulkanik berkaitan dengan ekspresi warna

batuan, yang juga mencerminkan asal magma (Mulyaningsih, 2013).

Daerah penelitian tercakup dalam wilayah administrasi Kabupaten

Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Daerah ini merupakan bagian

dari Kompleks Mekongga (Pzm) yang merupakan batuan metamorf

paleozoikum yang terdiri atas batuan metamorf berupa sekis, geneis, filit

dan kuarsit. Secara Regional daerah penelitian tercakup dalam Peta

Geologi Regional Lembar Lasusua-Kendari (Rusmana dkk., 1993).

Berdasarkan data awal yang didapat di lokasi penelitian, kondisi litologi

pada daerah penelitian di dominasi oleh batuan metamorf berupa sekis

muskovit, sekis klorit dan gneis. Selain batuan metamorf juga dijumpai

batuan beku yang diindikasikan merupakan batuan intrusi.

Penelitian mengenai intrusi dasit di daerah Kolaka Utara dilaporkan

oleh White et al (2014). Hasil dating radiometrik diketahui bahwa dasit

Page 19: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

3

tersebut berumur ±4,2 juta tahun yang lalu. Penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Mawaleda et al (2016), bahwa alterasi dan mineralisasi di

Lengan Tenggara Sulawesi dijumpai pada batuan sekis albit di Kompleks

Rumbia berupa alterasi tipe porpilitik dan filik, berasosiasi dengan mineral-

mineral sulfida (pirit, arsenopirit, antimoni, galena dan cinabar).

Atas referensi tersebut, memberikan inspirasi pentingnya penilitian

ini dilakukan untuk melihat dan memahami lebih jauh hubungan

pembentukan batuan vulkanik di daerah Kolaka Utara Sulawesi Tenggara,

terutama implikasinya terhadap mineralisasi sulfida yang dijumpai pada

batuan host metamorf.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. Bagaimana kedudukan batuan vulkanik terhadap batuan metamorf di

daerah penelitian.

2. Bagaimana hubungan intrusi batuan vulkanik dengan alterasi dan

mineralisasi hidrothermal pada batuan metamorf di daerah penelitian.

3. Bagaimana tipe alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah

penelitian.

4. Bagaimana model geologi tentatif alterasi dan mineralisasi hidrothermal

di daerah penelitian.

Page 20: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

4

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan diatas maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan kedudukan batuan vulkanik terhadap batuan metamorf di

daerah penelitian.

2. Mengetahui hubungan pembentukan batuan vulkanik dengan alterasi

dan mineralisasi hidrothermal pada batuan metamorf.

3. Mengetahui tipe alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah

penelitian.

4. Membuat model geologi tentatif alterasi dan mineralisasi hidrothermal di

daerah penelitian.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah terhadap

alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah penelitian.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan pemerintah

daerah dalam perencanaan pembangunan daerah terutama tentang

informasi potensi cebakan bijih.

3. Penting bagi pihak investor untuk mendapatkan data awal tentang

potensi mineral bijih serta data geologi lainnya di daerah penelitian.

Page 21: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

5

E. Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada alterasi dan mineralisasi hydrothermal,

serta geokimia batuan vulkanik trakit di daerah penelitian.

1. Metode yang dipakai adalah pemetaan geologi, terutama sampling

batuan khususnya batuan vulkanik di setiap lokasi yang representatif.

2. Analisis laboratorium terhadap sampel batuan meliputi Analisis

petrografi, mineragrafi dan geokimia batuan.

F. Peneliti Terdahulu

a. Sukamto, 1975, membagi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya

dalam tiga mandala geologi serta secara regional membahas tektonik

sulawesi dan sekitarnya berdasarkan teori tektonik lempeng.

b. Sartono dan Astadireja, 1981, mengadakan penelitian tentang geologi

Kuarter di Sulawesi Selatan dan Tenggara.

c. E. Rusmana, Sukido, D. Sukarna, E. Haryono dan T.O. Simandjuntak,

1984, memetakan geologi lembar Lasusua – Kendari.

d. Sultan, 1994, mengadakan penelitian geologi pada daerah Pohu

kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Sulawesi Selatan

e. Musri, Suparka, E., & Tambun, B. (2011). Geology model of alteration

and hydrothermal mineralization, Latuppa area, Palopo, South Sulawesi,

Proceedings JCM Makassar 2011. The 36th HAGI and 40th IAGI Annual

Convention and Exhibition, Makassar.

Page 22: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

6

f. Mawaleda, M., Suparka, E., Abdullah, C.I., Basuki, N.I., Jamal,

Kaharuddin & Forster M. A. (2016). Hydrothermal alteration and timing of

gold mineralisation in the Rumbia Complex, Southeast Arm of Sulawesi,

Indonesia, Proceeding of 2nd International Conference of

Transdiciplinaryn Research on Environmental Problems in Southeast

Asia (TREPSEA) 2016.

g. White, L.T., Hall, R., Armstrong, R.A., 2014. The age of undeformed

dacite intrusions within the Kolaka fault zone, SE Sulawesi, Indonesia.

Journal of Asian Earth Sciences.

Page 23: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional

Indonesia merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan tiga

lempeng besar yaitu lempeng benua Eurasia yang relatif ke arah selatan

tenggara, lempeng samudra Indo-Australia yang bergerak ke Utara dan

lempeng samudra Pasifik yang bergerak kebarat (Hamilton, 1979).

Pulau Sulawesi adalah salah satu dari 5 pulau besar di Indonesia

yang terletak di bagian timur, mempunyai bentuk yang khas menyerupai

huruf “K”. Kadarusman (2004) membagi pulau Sulawesi menjadi empat

mandala geologi yaitu (1) Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-

Plutonic Arc), (2) Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt), (3)

Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt), (4) Pecahan benua bagian

Banggai-Sula dan Tukang Besi (Gambar 1).

Secara umum daerah penelitian ini termasuk Mandala Geologi

Sulawesi Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt), yang dicirikan oleh

himpunan batuan metamorf, dan batuan sedimen penutupnya serta ofiolit

yang terjadi dari hasil proses pengangkatan (Obduction) selama Miosen

(Surono, 2013).

Page 24: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

8

Gambar 1 Peta Pembagian Mandala Geologi Pulau Sulawesi (Kadarusman dkk.,2004).

Batuan-batuan yang tersingkap di daerah penelitian berumur mulai

dari Paleozoikum sampai Kuarter, menurut E. Rusmana, dkk. (1993) pada

Page 25: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

9

Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1 : 250.000

(Gambar 2) (Lampiran 4).

Gambar 2 Peta Geologi Regional Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi Tenggara (Rusmana, E., Sukido, sukarna, D.,Haryono, E. Dan Simandjuntak, T.O.,1993).

1. Geomorfologi Regional

Menurut Rusmana, dkk.,(1993) dalam peta geologi regional lembar

Lasusua-Kendari skala 1:250.000 membagi dalam empat bentang alam

morfologi yaitu, pegunungan, perbukitan, karst dan dataran rendah

(Gambar 3).

Secara umum daerah penelitian mempunyai bentangalam yang

terdiri dari perbukitan, dataran rendah dan karst. Sebagian besar

merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 75m sampai 750m

Page 26: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

10

di atas permukaan laut. Umumnya disusun atas batu gamping dan

konglomerat oleh molas Sulawesi. Satuan ini umumnya membentuk

perbukitan bergelombang yang ditumbuhi semak dan alang-alang. Sungai

di daerah penelitian ini berpola aliran dendritik.

Bentang alam dataran rendah menempati daerah pantai dan

sepanjang aliran sungai besar dan muaranya yang memiliki ketinggian

berkisar dari beberapa meter hingga 75m diatas muka laut (Rusmana dkk,

1993).

Gambar 3 Peta Satuan Morfologi, Lembar Kendari 1:1.000.000 (Rusmana dkk., 1993)

Page 27: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

11

2. Stratigrafi Regional

Berdasarkan himpunan batuan dan pencirinya, geologi pra-tersier di

Lembar Lasusua-Kendari dapat dibedakan dalam dua Lajur Geologi; yaitu

Lajur Tinondo dan Lajur Hialu. Lajur Tinondo dicirikan oleh batuan endapan

paparan benua, dan lajur Hialu oleh endapan kerak samudra/ofiolit,

(Rusmana, dkk., 1993). Secara garis besar kedua mandala ini dibatasi oleh

Sesar Lasolo (Gambar 4).

Gambar 4 Pembagian Lajur Geologi Lembar Lasusua-Kendari (Rusmana dkk., 1993)

Page 28: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

12

Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo yang merupakan batuan alas

adalah Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga berumur Karbon;

terdiri dari sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak

dan geneis. Pualam Paleozoikum (Pzmm) menjemari dengan Batuan

Malihan Paleozoikum terutama terdiri dari pualam dan batugamping

terdaunkan (Rusmana dkk., 1993).

Pada Permo-Trias di daerah ini diduga terjadi kegiatan magma yang

menghasilkan terobosan aplit kuarsa, latit kuarsa dan andesit (Tr Ga), yang

menerobos Batuan Malihan Paleozoikum. Formasi Meluhu (Tr Jm) yang

berumur Trias Tengah sampai Jura, secara takselaras menindih Batuan

malihan Paleozoikum. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang

termalihkan lemah dan kuarsit yang setempat bersisipan dengan serpih

hitam dan batu gamping yang mengandung Holabia sp.,dan Daonella sp.,

serta batusabak pada bagian bawah (Rusmana dkk., 1993).

Pada Zaman yang sama terendapkan Formasi Tokala (Trjt), terdiri

dari batugamping berlapis dan serpih bersisipan batupasir. Hubungan

dengan Formasi Meluku adalah menjemari. Pada Kala Eosen hingga

Miosen Tengah (?), pada lajur ini terjadi pengendapan Formasi Salodik

(Terms); yang terdiri dari Kalkarenit dan setempat batugamping ofiolit

(Rusmana dkk., 1993).

Batuan yang terdapat di Lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang

terdiri dari peridotit, harsburgit, dunit dan serpentinit. Batuan ofiolit ini

Page 29: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

13

tertindik takselaras (?) oleh Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur

Akhir, dan terdiri dari batugamping berlapis bersisipan rijang pada bagian

bawahnya (Rusmana dkk., 1993).

Batuan sedimen tipe molasa berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal

membentuk Formasi Pandua (Tmpp), terdiri dari konglomerat aneka bahan

dan batupasir bersisipan lanau. Formasi ini menindih takselaras semua

formasi yang lebih tua, baik di Lajur Tinondo maupun di Lajur Hialu. Pada

Kala Plistosen Akhir terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan formasi

Alangga (Qpa) yang terdiri dari batupasir dan konglomerat. Batuan termuda

adalah Aluvium (Qa) yang terdiri dariendapan sungai, rawa, dan pantai

(Rusmana dkk., 1993).

Gambar 5 Korelasi Satuan Peta Geologi Regional Lembar Lasusua- Kendari, Sulawesi Tenggara (Rusmana dkk., 1993)

Bedasarkan dalam Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari

(Rusmana dkk, 1993) secara regional diketahui bahwa batuan yang

Page 30: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

14

menyusun daerah penelitian Kabupaten Kolaka Utara dan sekitarnya terdiri

dari Kompleks Mekongga (pzm), Batuan Terobosan (PTR(g)), Formasi

Tokala (TRJt), Kompleks Ultramafik (Ku), dan Alluvial (Qa) (Gambar 5).

Kompleks Mekongga (Pzm); Penyebaran Kompleks Malihan

Mekongga terdahulu telah dilakukan studi batuan malihan antara lain oleh

Roever (1947,1956) dalam Surono (2013), sedangkan studi komprehensif

dilakukan oleh Helmers dkk, (1989). Kompleks Malihan tersebut

diperkirakan berumur Karbon sampai Perm dan mempunyai hubungan

menjemari dengan satuan pualam paleozoikum (Pzmm) (Rusmana

dkk.,1993), disusun oleh sekis, gneiss, filit, kuarsit, batusabak dan sedikit

pualam. Gneiss berwarna kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur

heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir

halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas gneiss kuarsa biotit dan

gneiss muskovit. Bersifat kurang padat sampai padat.

Dijumpainya asosiasi mineral malihan seperti glukofan, lawsonit,

epidot, kloritoid dan garnet didalam derajat tinggi sampai sekis biru yang

menunjukkan bahwa batuan malihan dalam kompleks malihan Mekongga

berbeda dengan yang berada di wilayah tengah Sulawesi (de Roever, 1947

dalam Surono, 2013) terutama dengan kehadiran mineral jedeit-agirin,

krosit, lawsonit dan ferrokarfolit.

Kompleks malihan mengkoka memperlihatkan sekistositi yang

dibentuk oleh glaukofan. Batuan malihan disusun oleh sekis grafit-mika dan

Page 31: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

15

mika kuarsit dengan sisipan pualam. Sementara batuan-batuan malihan

metabasit masih memperilihatkan tekstur relik batuan beku yang

ditunjukkan reaksi teori mineral augit dan plagioklas. Analisis kimia

menunjukkan bahwa batuan metabasit berasosiasi dengan toleitik dari

MORB dan sebagian lainnya berasal dari grauwake.

Berdasarkan hasil perhitungan P-T terhadap pasangan mineral

garnet-pengit, albit-omfasit dan pengit menunjukkan batuan terbentuk pada

suhu 400-4400C dan tekanan 8,5-6 kbar. Pengukuran suhu diperkuat

dengan ketidakhadiran biotite dalam paragenesa pengit menunjukkan suhu

dibawah 4500C. Batuan malihan derajat tinggi kemungkinan telah

mengalami pengangkatan atau eksumasi ke permukaan secara cepat

akibat erosi atau lainnya (Helmers dkk, 1989 dalam Surono, 2013).

Menurut White dkk, (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

di Kompleks Mekongga terdapat Intrusi Dasit pada Sesar Kolaka, dapat

dilihat pada (Gambar 6 dan 7).

Gambar 6 Peta Geologi daerah Kolaka Utara menunjukkan lokasi Intrusi Dasit (White, et al, 2014)

Page 32: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

16

Berdasarkan analisis geokimia dengan menggunakan major element

SiO2 (68-70%), MgO (1.86-1.93%) and TiO2 (0.49%) dan trace element

dengan jumlah besar berupa Cs, Rb, Th, U, Pb dan Sr, dan jumlah kecil

berupa Nb, Ta, La, Nd, Sm, Hf, Zr, Y and Yb. Menunjukkan batuan dasit

tersebut hasil dari produk subdaksi ( Elburg and Foden 1999a;b; Elburg et

al. 2003 dalam White, et al, 2014).

Gambar 7 Singkapan batuan Intrusi Dasit dan batuan sekis Mika Kompleks Mengkoka (White dkk.,2014)

Page 33: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

17

Batuan Terobosan (PTR(g)); Batuan Terobosan terdiri atas aplit

kuarsa, andesit dan latit kuarsa. Satuan ini menerobos satuan batuan

malihan paleozoikum dan diperkirakan berumur perm (Rusmana

dkk.,1993).

Formasi Tokala (TRJt); Formasi Tokala terdiri atas kalsilutit,

batugamping, batupasir, serpih dan napal. Kalsilutit berwarna kelabu muda,

kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat padu, serta memiliki

perlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat kalsit putih kotor.

Umumnya telah mengalami pelipatan kuat; tidak jarang ditemukan sinklin

dan antiklin, serta lapisan yang hampir tegak (melebihi 80 derajat).

Setempat terdaunkan. Batugamping, mengandung fosil Halobia, Amonit

dan Belemnit. Batupasir berukuran halus sampai kasar, berwarna kelabu

kehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi lunak,

setempat padat, mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik. Serpih dan

napal berwarna kelabu sampai kekbu tua, memiliki perlapisan baik, tebal

lapisan antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarna kelabu sampai

kecoklatan, perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm berselingan

dengan batuan yang disebutkan terdahulu. Formasi ini diperkirakan

berumur Trias - Jura Awal dengan lingkungan pengendapan pada laut

dangkal (neritik). Tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 1000 meter

(Rusmana dkk.,1993).

Page 34: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

18

Kompleks Ultramafik (Ku); Kompleks Ultramafik terdiri atas peridotit,

dunit dan serpentinit. Serpentinit berwarna kelabu tua sampai kehitaman;

padu dan pejal. Batuannya bertekstur afanitik dengan susunan mineral

antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya memperlihatkan struktur kekar

dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit, kehitaman; padu dan

pejal, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya ialah olivin, piroksin,

plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai sedang.

Mineral utama olivin berjumlah sekitar 90%. Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksin,

mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di

beberapa tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur

sisa seperti rijang dan barik-barik mineral olivin dan piroksin, serpentin dan

talkum sebagai mineral pengganti. Peridotit terdiri atas jenis harzburgit dan

lherzolit. Harzburgit, hijau sampai kehitaman, holokristalin, padu dan pejal.

Mineralnya halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksin (40%).

Di beberapa tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran

ulang pada mineral piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing

kristal bergerigi. Lherzolith, hijau kehitaman; holokristalin, padu dan pejal.

Mineral penyusunnya ialah olivin (45%), piroksin (25%), dan sisanya epidot,

yakut, klorit, dan bijih dengan mineral berukuran halus sampai kasar.

Satuan batuan ini diperkirakan berumur Kapur (Rusmana dkk.,1993).

Page 35: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

19

Alluvial (Qa); Alluvial terdiri atas kerikil, kerakal, pasir lempung dan

lumpur. Satuan ini merupakan hasil dari endapan sungai, rawa dan

endapan pantai. Umur satuan ini adalah holosen (Rusmana dkk.,1993).

3. Struktur Geologi Regional

Struktur regional yang terbentuk di Pulau Sulawesi dan kawasan

sekitarnya meliputi penunjaman dan zona tumbukan, Sesar Naik, dan

Sesar Geser. Struktur geologi regional tersebut adalah Parit Sulawesi

Utara (North Sulawesi Trench), Sistem Sesar Palu-Koro, Sesar Naik Batui,

Sesar Naik Poso, Sesar Walanae, dan pemekaran Samudra di Selat

Makassar (Gambar 2.10) (Surono, 2010; 2013).

Gambar 8 Strutur Geologi Sulawesi dan sekitarnya (disederhanakan oleh Silver dkk.,1983 dan Rehahult dkk., 1991 dalam Surono, 2010)

Page 36: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

20

Secara regional Lengan Timur Sulawesi, dimana daerah penelitian

berada, adalah daerah dengan pola tektonik kompresi berarah relatif Barat-

Baratlaut-Timur-Tenggara (WNW-ESE).

Sistem kompresi utama berkaitan dengan pergerakan lempeng

mikro-kontinen Banggai-Sula ke arah barat dan bertemu dengan bagian

Sulawesi. Sistem kompresi yang menerus sejak zaman Miosen Tengah-

Akhir (Rangin dkk., 1990) menjepit lempeng samudera yang berada di

antara Banggai-Sula dengan Sulawesi, melipatnya, mematahkannya, dan

mendorongnya naik (obduksi) ke atas masa batuan di sisi timurnya. Hal

inilah yang menyebabkan mengapa batuan lempeng samudera

(berkomposisi ofiolitik) yang umumnya berada di bagian bawah tertutupi

batuan lain, bisa tersingkap di permukaann, di hampir semua bagian lengan

Timur Sulawesi.

Sistem kompresi ini memberikan pola struktur anjakan, geser, dan

lipatan yang kompleks. Secara umum sesar anjakan mempunyai arah

anjakan ke timur atau ke barat dengan pola penyebaran utara-selatan.

Sesar geser baik sesar utama maupun sesar sekunder cenderung

melampar pada arah timur-barat, umumnya berupa sesar geser mendatar.

Sistem kompresi ini, melipat-menggeser-mematahkan pula batuan-

batuan yang terbentuk lebih muda dari Miosen Tengah, bahkan sampai

pada batuan berumur Pleistosen (Simanjuntak dkk., 1977).

Page 37: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

21

Sesar dan kelurusan yang dijumpai di lembar Lasusua-Kendari

umumnya berarah baratlaut-tenggara searah dengan Sesar Lasolo

(Rusmana, dkk., 1993). Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri

yang diduga masih aktif hingga sampai saat ini; hal ini dibuktikan dengan

adanya mataair panas di Desa Sonai, Kecamatan Pondidaha pada

batugamping terumbu yang berumur Holosen pada jalur sesar tersebut di

tenggara Tinobu. Sesar Lasolo ini diduga ada kaitannya dengan Sesar

Sorong yang aktif kembali pada kala Oligosen (Simandjuntak dkk.,1983).

Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, sebelah barat Tampakura

dan di Tanjung Labuandala di selatan Lasolo; yaitu beranjaknya batuan

ofiolit ke atas Batuan Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan Formasi

Matano. Sesar Lasolo berarah baratlaut-tenggara dan membagi Lembar

Kendari menjadi dua bagian, sebelah timurlaut sesar di sebut Lajur Hialu

dan sebelah baratdaya di sebut lajur Tinondo (Rusmana dan Sukarna,

1993). Ditafsirkan bahwa sebelum Oligosen Lajur Hialu dan lajur Tinondo

bersentuhan secara pasif, kemudian sesar ini berkembang menjadi suatu

“transform fault” dan menjadi sesar lasolo sejak Oligosen, yaitu pada saan

mulai giatnya kembali Sesar Sorong.

Lipatan pada batuan tersier berupa lipatan dengan kemiringan

lapisan berkisar 15-30°. Kekar terdapat pada semua jenis batuan. Pada

batugamping kekar ini tampak teratur yang membentuk kelurusan,

Page 38: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

22

sedangkan kekar pada batuan beku umumnya menunjukkan arah tak

beraturan (Rusmana dkk, 2010).

B. Landasan Teori 1. Batuan Beku

a. Pengertian Batuan Beku

Batuan beku (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan

yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau

tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif

(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang

sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan

terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur,

penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan

beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah

permukaan kerak bumi (Noor, 2012).

b. Struktur Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan

menjadi batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan

menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut.

Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama

Page 39: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

23

yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai

struktur batuan beku.

1. Struktur batuan beku ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses

pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini

yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai

proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini

diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang

terlihat seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai

lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah

poligonal seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-

gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada

lingkungan air.

e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada

batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat

pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh

mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit

Page 40: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

24

g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya

kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran

2. Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses

pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan

kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur

tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan

diskordan.

Gambar 9 Bagan Struktur Batuan Beku Instrusif (Noor, 2012)

A. Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan

disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan

batuan disekitarnya.

Page 41: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

25

b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana

perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.

Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan

meter.

c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith,

yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki

diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan

kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang

telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan

sampai ribuan kilometer.

B. Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan

disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

a. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan

memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa

sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu

> 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya

lebih kecil

Page 42: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

26

c. Tekstur Batuan Beku

Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi

penurunan temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam

komposisi, larutan magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi

hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan

terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda. Ketika batuan

beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah

permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral

penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu

dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi

pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah,

mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem

kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki

sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.

Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan:

1. Tingkat kristalisasi

a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun

oleh kristal

b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas

c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh

gelas

Page 43: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

27

2. Ukuran butir

a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh

mineral-mineral yang berukuran kasar.

b) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh

mineral berukuran halus.

3. Bentuk kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali

biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya

mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk

mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya

a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh

bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna)

b) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya

berbentuk euhedral dan subhedral.

c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan

kristal yang berbentuk anhedral.

5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya

a) Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama

Page 44: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

28

b) Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama

d. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Genetik

Batuan beku yang merupakan hasil pemadatan magma,

berdasarkan tempat pembekuannya dikelompokkan menjadi batuan beku

dalam (plutonic or intrussive rocks) dan batuan beku luar (volcanic or

extrussive rocks). Pada umumnya pembagian batuan beku didasarkan atas

tekstur dan komposisi, baik komposisi mineral maupun komposisi kimia.

Kriteria dalam pengklasifikasian batuan beku (O.Hirokawa, 1980

dalam Alzwar dkk., 1988), antara lain:

1. Kehadiran mineral atau sekelompok mineral dapat dijadikan sebagai

dasar pembagian untuk menunjukkan keadaan alami batuan beku.

Mineral atau kelompok mineral terang (felsic mineral) seperti feldspar (K–

feldspar dan plagioklas), feldspatoid, mineral–mineral silika, dan

sebagainya akan menunjukkan derajat kejenuhan SiO2 dan jumlah alkali

terhadap SiO2 sedangkan tipe batuan beku luar pada umumnya

didasarkan atas jumlah mineral gelap (mafic mineral) seperti olivin,

piroksin, dan hornblende.

2. Unsur Na dan K dalam feldspar digunakan untuk menentukan jenis

feldspar, dimana unsur–unsur tersebut mencirikan perkembangan

proses diferensiasi–kristalisasi. Feldspar yang kaya akan Na dan K

merupakan hasil lanjutan diferensiasi–kristalisasi magma.

Page 45: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

29

3. Perbandingan jumlah kuarsa, K–feldspar, dan plagioklas digunakan

sebagai salah satu dasar pembagian batuan beku plutonik.

4. Indeks warna yang merupakan persentase isi mineral–mineral gelap

dalam batuan beku atau mineral felsic–mafic dalam batuan kristalinitas

rendah atau gelasan dapat digunakan sebagai pembagian sub–kelas

batuan beku.

a) Batuan felsik (felsic rock) merupakan batuan beku yang terdiri dari

mineral berwarna terang atau yang memiliki indeks warna kurang

dari 20. Contoh dasit, riolit, dan sebagainya.

b) Batuan mafik (mafic rock) adalah batuan beku yang terdiri dari

mineral berwarna gelap atau yang memiliki indeks warna antara 40

– 70. Contoh gabro, basal, dan sebagainya. Istilah gelap juga

digunakan untuk mineral–mineral ferro–magnesia atau berwarna

gelap seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit, dan sebagainya.

c) Batuan intermediet (intermediate rock) merupakan batuan beku

peralihan antara gelap dan terang.

d) Batuan ultramafik (ultramafic rock) adalah batuan beku yang

dominan tersusun oleh mineral–mineral gelap seperti olivin, piroksin,

grup amfibol, dan sebagainya. Umumnya mempunyai indeks warna

lebih dari 70.

5. Berdasarkan tekstur, terutama ukuran butir, didapatkan klasifikasi seperti

batuan dengan ukuran mineral lebih kecil (batuan beku luar), batuan

Page 46: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

30

dengan ukuran mineral sedang (batuan hipabisal), dan batuan dengan

ukuran mineral lebih besar (batuan beku dalam).

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi

pembekuannya (tabel 1), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan

intrusi plutonik berupa granit, syenit, diorit, dan gabro. Intrusi dangkal yaitu

dasit, andesit, andesitik–basaltik, riolit, dan batuan gunungapi (ekstrusi

yaitu riolit, lava andesit, dan lava basal).

Tabel 1. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak/keterdapatannya (Wilson, 1989).

Keterdapatannya Asam Intermediet Basa

Plutonik (intrusi) Granit, Syenit

Diorit Gabro

Intrusi Dangkal Dasit-Riodasit

Andesit Basaltik-Andesitik

Vulkanik;

Dengan

Tatanan

tektonik

Busur magmatik

Riolitik Andesitik Basaltik

Belakang busur

Trakitik Trakitik Basal

Trakitik

Mid oceanic ridges

- - Lava basal

e. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia dan

Mineral

Senyawa kimia magma yang dianalisis melalui hasil konsolidasinya

di permukaan dalam bentuk batuan gunungapi, dapat dikelompokkan

menjadi :

Page 47: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

31

a. Senyawa–senyawa volatile, terutama terdiri dari fraksi gas seperti CH4,

CO2, HCl, H2S, SO2, NH3, dan sebagainya.

b. Senyawa–senyawa yang bersifat non–volatile dan merupakan unsur–

unsur oksida dalam magma. Karena jumlahnya yang mencapai 99%

maka unsur ini juga merupakan major element, terdiri dari oksida–oksida

SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, dan P2O5.

c. Unsur–unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element), seperti

Rubidium (Rb), Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nickel (Ni), Cobalt (Co),

Vanadium (V), Croom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S), dan Plumbum (Pb).

Unsur–unsur jejak ini bukan sebagai unsur oksida dan tidak dapat

digunakan sebagai dasar penggolongan magma. Unsur ini digunakan

dalam penentuan genesa magma, misalnya komposisi Sr dan Pb, dalam

basal samudera mencirikan asalnya dari selubung bumi. Gejala

pelelehan sepihak (partial melting) akan mengkonsentrasikan isotop Sr87

dan Rb87 sedangkan pelelahan selubung yang menghasilkan magma

primer basaltik di samudera ditunjukkan oleh perbandingan Sr87/Sr86 >

0,704 dan Pb206/Pb204 < 18,6. Lava basaltik dari lantai samudera akan

memiliki nilai perbandingan K/Rb tinggi (Charmichael, 1974 dalam

Alzwar dkk., 1988), sedangkan basal benua tersusun atas Ni, Cr, dan Co

yang lebih rendah dari yang dikandung tholeiitic samudera (Pingwood,

1975 dalam Alzwar dkk., 1988). Unsur jejak (trace element) yang

umumnya digunakan adalah elemen LILE (Large Ion Lithophile

Page 48: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

32

Elements) dan HFSE (High Field Strength Elements). Unsur yang

termasuk LILE yaitu, Cs, Rb, K, Ba, Sr, dan Pb. Sifat unsur ini memiliki

ukuran atom yang lebih besar, umumnya berupa fluida mobile sehingga

cenderung tidak akurat (incompatible), dan karena rentan akan

pelapukan sehingga butuh ketelitian dalam penggunaan unsur sebagai

indikator petrogenesa. Unsur yang termasuk HFSE yaitu, Sc, Y, Th, U,

Pb, Zr, Hf, Ti, Nb, dan Ta. Sifat unsur ini umumnya berupa fluida

immobile sehingga cenderung tidak akurat (incompatible), kecuali dalam

beberapa fase tertentu, dan rentan pelapukan serta merupakan salah

satu indikator yang baik dalam petrogenesa.

d. REE (Rare Earth Element) atau unsur bumi yang jarang. Unsur ini terbagi

dalam 15 grup yaitu La, Ce, Pr, Nd, Pm, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm,

Yb, dan Lu dengan nomor atom dari 57 (La) sampai 71 (Lu). Unsur yang

mempunyai nomor atom yang kecil secara umum dikenal dengan

sebutan light REE (REE ringan) sedangkan yang mempunyai nomor

atom besar dikenal secara umum sebagai heavy REE (REE berat),

begitupula yang mempunyai nomor atom sedang dikenal sebagai middle

REE (REE sedang). REE adalah salah satu yang digunakan dalam studi

petrogenesa bagi batuan beku (Rollinson, 1993).

Tabel data geokimia batuan beku, metamorf, atau sedimen awalnya

akan memperlihatkan variasi yang tidak sesuai pada konsentrasi individu

dari setiap unsur penyusunnya. Parameter yang biasa digunakan dan telah

Page 49: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

33

terbukti akurat digunakan pada uji geokimia adalah diagram variasi.

Diagram variasi adalah bivariate graph atau scattergram yang

menggunakan dua variabel terpilih. Diagram ini dipopulerkan pada tahun

1909 oleh Alfred Harker dalam bukunya “Natural History of Igneous Rocks”.

Salah satu tipe diagram variasi berupa kombinasi plotting senyawa SiO2

pada sumbu-x dan senyawa oksida lainnya pada sumbu-y yang dikenal

sebagai diagram Harker (Rollinson, 1993).

Kristalisasi fraksional adalah proses utama pada sebagian besar

evolusi batuan beku dan secara berulang menjadi penyebab kenampakan

arah utama pada diagram variasi. Kristalisasi fraksional ditandai dengan

kehadiran fenokris. Pentingnya kristalisasi fraksional dikemukakan oleh

Bowen pada tahun 1928 dalam bukunya “The Evolution of Igneous Rocks”.

Bowen berpendapat bahwa kecenderungan geokimia batuan vulkanik

mewakili liquid line (Rollinson, 1993). Pola diambil dari cairan sisa selama

evolusi diferensiasi mineral magma. Ide Bowen ini harus diklarifikasi sesuai

dengan penemuan modern (Rollinson, 1993), yaitu:

1. Adanya partial melting (pelelehan separuh).

2. Pola cairan hanya ditunjukkan oleh batuan vulkanik yang miskin fenokris.

3. Satuan batuan vulkanik jarang memperlihatkan perubahan kimia erupsi

sesuai sekuen waktu.

Jika komposisi fenokris tidak bisa dijelaskan pada satu seri batuan

dan model kristalisasi fraksional tidak terlihat, maka diinstruksikan untuk

Page 50: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

34

mempertimbangkan simultan asimilasi dari batuan asal dan kristalisasi

fraksional. Proses ini kadang dihubungkan dengan AFC dan pertama kali

dicanangkan oleh Bowen pada tahun 1982, yang beralasan bahwa panas

kristalisasi selama kristalisasi fraksinasi dapat menghasilkan sebuah energi

untuk melelehkan batuan asal (Rollinson, 1993).

Peleburan fraksional akan memperlihatkan kecenderungan digram

variasi yang dikontrol oleh sifat kimia fase solid pada peleburan. Tetapi,

akan sangat sulit untuk membedakan kecenderungan kristalisasi fraksinasi

pada digram variasi unsur utama. Pada kedua proses yang mewakili

keseimbangan kristal liquid melibatkan hampir semua cairan yang

teridentifikasi dan kristal yang telah teridentifikasi. Suatu situasi pada partial

melting dan fraksinasi kristalisasi dapat dibedakan jika kedua proses berada

pada kondisi fisik yang berbeda. Sebagai contoh, jika partial melting berada

pada kedalaman paling bawah di mantel bumi dan kristalisasi fraksinasi

pada fenomena di lempeng bumi, maka fase yang terlibat pada peleburan

akan berbeda dengan fase pada kristalisasi fraksinasi (Rollinson, 1993).

Klasifikasi magma berdasarkan kandungan unsur–unsurnya, yaitu :

1. Berdasarkan kandungan oksidanya

Page 51: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

35

Tabel 2. Klasifikasi magma berdasarkan kandungan major element (Alzwar dkk., 1988).

Major element Magma Asam (%) Magma Basa (%)

SiO2 65-75 45-58

Al2O3 12-16 13-17

Fe2O3 4-8 9-14

FeO

MgO 4-6 5-8

CaO

Na2O 6-9 3-5

K2O

P2O5 0,02-0,54 0,15-0,53

MnO < 0,19 0,12-0,19

TiO2 0,15-1,2 1,3-3,1

2. Berdasarkan derajat keasaman (acidity) atau kandungan SiO2

Tabel 3 Klasifikasi magma berdasarkan kandungan SiO2 (%) atau derajat keasaman (Alzwar dkk., 1988)

Nama Batuan Kandungan Silika

Batuan Asam >66% Batuan Intermediet 52-66%

Batuan Basa 45-52% Batuan Ultrabasa <15%

Hasil analisis kimia batuan beku vulkanik menunjukkan bahwa

kandungan rata–rata SiO2 adalah antara 35 – 75%, Al2O3 sekitar 12 – 18%.

Fe, Fe2O3, MgO, dan CaO pada batuan beku yang berkadar SiO2 rendah

berkisar antara 20 – 30%. Sedang pada batuan yang kadar SiO2–nya tinggi

hanya sekitar 5%. Pada batuan beku, Na2O umumnya berkisar antara 2,5

– 4% dan K2O antara 0,5 – 5%. Kandungan Na2O yang lebih dari 8% dan

K2O 6% hanya dijumpai pada batuan yang bersifat alkalin (Carmichael,

1974 dalam Alzwar dkk., 1988). Pembagian seri magma pada batuan beku

Page 52: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

36

didasarkan pada persentase kandungan kimia K2O dan SiO2 (Peccerillo

dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993). Klasifikasi ini kemudian membagi

menjadi tiga seri magma, yaitu seri shoshonite, calc – alkaline (High K &

Medium K), dan seri thoeliite (Low K). Secara umum seri calc–alkaline

hanya terdapat pada daerah konvergen sedangkan seri tholeiitic terdapat

pada daerah konvergen ataupun divergen, adapun seri shoshonite adalah

magma tipe peralihan.

Gambar 10 Klasifikasi afinitas magma berdasarkan perbandingan K2O dan SiO2 (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993).

Berdasarkan hasil analisis kimia, batuan beku vulkanik menunjukkan

kandungan rata–rata SiO2 adalah antara 35 – 75%, Al2O3 sekitar 12 – 18%

(pada kebanyakan batuan beku) dan mencapai 20% pada batuan

intermediet yang mempunyai kandungan SiO2 sekitar 45%. Fe, Fe2O3,

MgO, dan CaO pada batuan beku berkadar SiO2 rendah berkisar antara 20

Page 53: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

37

– 30%, sedangkan pada batuan yang kadar SiO2–nya tinggi hanya sekitar

5%. Na2O umumnya berkisar antara 2,5% – 4% dan K2O antara 0,5 – 5%.

Kandungan Na2O yang lebih dari 8% dan K2O 6% (jarang yang mencapai

10%) hanya dijumpai batuan beku yang bersifat alkalin (Carmichael, 1974

dalam Alzwar dkk., 1988).

Tabel 4 Persentase kandungan oksida dari beberapa batuan beku vulkanik (Carmichael, 1974 dalam Alzwar dkk., 1988).

Unsur Non-volatile/Oksida

Riolit Dasit Andesit Basal Fonolit

SiO2 73,66 63,58 54,20 50,83 56,90

TiO2 0,22 0,64 1,31 2,03 0,59

Al2O3 13,45 16,67 17,17 14,07 20,17

Fe2O3 1,25 2,24 3,48 2,88 2,26

FeO 0,75 3,00 5,49 9,05 1,85

MnO 0,03 0,11 0,15 0,18 0,19

MgO 0,32 2,12 4,36 6,34 0,58

CaO 1,13 5,35 7,92 10,42 1,88

Na2O 2,99 3,98 3,67 2,23 8,72

K2O 5,35 1,40 1,11 0,82 5,42

P2O5 0,07 0,17 0,28 0,23 0,17

H2O 0,78 0,56 0,86 0,91 0,96

Total (%) 100 100 100 100 100

Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan kimianya adalah

sebagai berikut :

1. Klasifikasi batuan beku berdasarkan major element yaitu perbandingan

jumlah (%) Na2O + K2O dengan silika (SiO2) oleh Cox et al. (1979).

Page 54: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

38

Gambar 11 Klasisfikasi batuan beku vulkanik (Cox et al., 1979).

2. Klasifikasi batuan beku vulkanik berdasarkan major element yaitu

perbandingan jumlah (%) Na2O + K2O dengan silika (SiO2) oleh Le Bas et

al. (1986) yang diadaptasi oleh Rollinson (1993).

Gambar 12 Klasifikasi batuan beku vulkanik (Le Bas et al., 1986 dalam Rollinson, 1993).

Page 55: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

39

Kelebihan klasifikasi ini antara lain (Rollinson, 1993) :

a. Dalam klasifikasi di atas menggunakan seluruh major element.

b. Klasifikasi ini cukup untuk diaplikasikan kepada semua jenis batuan

beku.

c. Komposisi mineral juga dapat diplot dalam diagram klasifikasi

sehingga kita dapat membandingkan antara data kimia dan modal.

d. Derajat kejenuhan silika dan perubahan komposisi feldspar dapat

terlihat.

3. Klasifikasi lingkungan tektonik berdasarkan kandungan kimianya

Lingkungan tektonik dapat diketahui dengan melihat komposisi kimia

batuannya dengan Klasifikasi lingkungan tektonik menurut Wood (1980)

yang diadaptasi oleh Rollinson (1993) dengan menggunakan trace

element/HFSE (immobile) berupa perbandingan unsur Th-Hf-Ta.

Penggunaan unsur HFSE (High Field Strength Elements) pada klasifikasi ini

dikarenakan sifat dari unsur ini umumnya berupa fluida immobile sehingga

cenderung akurat (compatible), namun dalam beberapa fase tertentu, dan

rentan pelapukan serta merupakan salah satu indikator yang baik dalam

petrogenesa. Klasifikasi ini secara umum membagi empat jenis lingkungan

tektonik yaitu;

1. N-MORB (Mid Ocean Ridge Basalt)

2. E-MORB (Mid Ocean Ridge Basalt) dan WPT (Within Plate Thoeliite)

Page 56: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

40

3. WPA (Within Plate Alkaline)

4. IAT (Island Arc Thoeliite) dan CAB (Island Arc Calc-Alkaline Basalt)

Gambar 13 Klasifikasi lingkungan tektonik Th-Hf-Ta (Wood, 1980 dalam Rollinson, 1993).

2. Batuan Vulkanik

a. Pengertian Batuan Vulkanik

Batuan beku vulkanik adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil

dari kegiatan gunung api. Kegiatan gunung api diartikan sebagai proses

keluarnya magma dari dalam bumi kepermukaan. Batuan beku vulkanik

Page 57: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

41

dapat dikenal melalui dari tekstur, struktur dan komposisi mineral. Tekstur

batuan vulkanik memberikan informasi mengenai proses pembekuan

magma dan struktur batuan vulkanik mencirikan batuan tersebut intrusi atau

ekstrusi, sedangkan komposisi mineral pada batuan beku vulkanik

berkaitan dengan warna batuan dan asal magma batuan. (Mulyaningsih,

2013).

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri

dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele’s tears dan Pele’s hair,

bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen

litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf

terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika

merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material

padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan

pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan

fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava,

kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1984).

Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses

fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan

piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang

menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri,

batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.

Page 58: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

42

Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan

aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan

batuan fragmental (rempah gunung api).

Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur

halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan

chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental

tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran

dan bentuk butir batuan penyusunnya. (Gambar 14) adalah klasifikasi

batuan vulkanik menurut keduanya.

Gambar 14 Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn

(1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)

Page 59: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

43

b. Siklus Batuan dan Pembentukan Batuan Beku Vulkanik

Gambar 15 Siklus batuan (Noor, 2009).

(Gambar 15) merupakan gambar siklus dari batuan, dalam siklus

tersebut, batuan beku terbentuk sebagai akibat dari pendinginan dan

pembekuan magma. Pendinginan magma yang berupa pelelehan silikat,

akan diikuti oleh proses penghabluran (perubahan wujud zat, dari gas

menjadi padat) yang dapat berlangsung dibawah atau diatas permukaan

bumi melalui erupsi gunung berapi. Kelompok batuan beku tersebut,

apabila kemudian tersingkap dipermukaan, maka ia akan bersentuhan

dengan atmosfir dan hidrosfir, yang menyebabkan berlangsungnya proses

pelapukan (Noor, 2009).

Page 60: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

44

Melalui proses ini batuan akan mengalami penghancuran.

Selanjutnya, batuan yang telah dihancurkan ini akan berpindah dari

tempatnya terkumpul karena adanya gaya berat yang dibantu dengan

adanya air yang mengalir diatas dan dibawah permukaan, angin yang

bertiup, gelombang dipantai dan gletser dipegunungan-pegunungan yang

tinggi. Media pengangkut tersebut juga dikenal sebagai alat pengikis, yang

dalam prosesnya berupaya untuk meratakan permukaan bumi. Bahan-

bahan yang diangkutnya baik itu berupa fragmenfragmen atau bahan yang

larut, kemudian akan diendapkan ditempat-tempat tertentu sebagai

sedimen (Noor, 2009).

Proses berikutnya adalah terjadinya ubahan dari sedimen yang

bersifat lepas, menjadi batuan yang keras, melalui pembebanan dan

perekatan oleh senyawa mineral dalam larutan, dan kemudian disebut

batuan sedimen. Apabila terhadap batuan sedimen ini terjadi peningkatan

tekanan dan suhu sebagai akibat dari penimbunan dan atau terlibat dalam

proses pembentukan pegunungan, maka batuan sedimen tersebut akan

mengalami ubahan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang baru,

dan terbentuk batuan malihan atau batuan metamorfis. Apabila batuan

metamorfis ini masih mengalami peningkatan tekanan dan suhu, maka ia

akan kembali leleh dan berubah menjadi magma.

Arah panah pada gambar menunjukan bahwa jalannya siklus dapat

terganggu dengan adanya jalan-jalan pintas yang dapat ditempuh, seperti

Page 61: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

45

dari batuan beku menjadi batuan metamorfis, atau batuan metamorfis

menjadi sedimen tanpa melalui pembentukan magma dan batuan beku.

Batuan sedimen dilain pihak dapat kembali menjadi sedimen akibat

tersingkap ke permukaan dan mengalami proses pelapukan (Noor, 2009).

c. Proses Pengkristalan Batuan Beku Vulkanik

Pada tahun 1922, Novan Levi Bowen mengemukakan sebuah teori

mengenai proses urutan pengkristalan magma atau yang biasa disebut

“deret bowen”. Beliau mengemukakan bahwa deret bowen menjelaskan

bagaimana proses pembentukan mineral, khususnya mineral pada batuan

beku, yaitu mineral yang mengandung silikat yang kemudian mengkrsital

langsung dari magma berdasarkan penurunan temperatur. Riset ini

dilakukan dengan cara mengambil sampel magma cair dan

memasukkannya ke dalam suatu alat yang fungsinya memberi tekanan dan

suhu yang dianggap sama dengan keadaan di bumi. Dengan berjalannya

waktu serta dengan diturunkannya suhu dan tekanannya dengan

perumpamaan seperti penurunan magma itu seperti magma yang sudah

keluar ke permukaan bumi, maka didapat suatu hasil dari eksperimen ini

yaitu ternyata magma itu mulai membeku dan terus berubah membentuk

suatu urutan mineral. Sehingga dari riset ini dibuatlah deret bowen yang

sampai sekarang digunakan tabel untuk menjelaskan tentang urutan

pembekuan magma. Mineral silikat merupakan mineral utama pembentuk

batuan atau juga disebut RFM (Rock Forming Mineral). Unsur-unsur

Page 62: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

46

utamanya adalah O (oksigen), Si (silikat), Al (aluminium), Fe (besi), Ca

(Kalsium), Na (natrium), K (kalium) dan Mg (magnesium). Sehingga batuan

beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari magma melalui proses

pengkristalan magma.

Dalam deret bowen terdapat dua deret pembentukan mineral-

mineral ini dari yang terbentuk pada suhu tinggi yang bersifat ultrabasa

hingga ke bawah menjadi mineral asam, yaitu deret kontinyu dan deret

diskontinyu. Derek kontinyu digambarkan pada reaksi pada bagian kanan

deret reaksi bowen dan deret diskontinyu pada bagian kiri deret reaksi

bowen. Deret kontinyu menggambarkan pembentukan feldspar plagioklas

yang dimulai dari anorthite yang kaya akan Ca (kalsium) menjadi Oligoklas

yang kaya akan Na (natrium). Disebut deret kontinyu karena pembentukan

mineral yang satu dengan mineral yang lain dalam satu deret memiliki

hubungan yang dekat. Pada deret diskontinyu menggambarkan

pembentukan mineral-mineral seperti olivine, piroksen, amfibol dan biotit.

Disebut deret diskontinyu dikarenakan tidak terdapat hubungan dalam

pembentukan mineral-mineral ini. Akan tapi kedua deret ini bertemu pada

satu titik dimana dalam deret ini membentuk huruf seperti (Y). Kedua deret

ini bertemu pada pembentukan K-Feldspar, kemudian berlanjut ke

pembentukan muscovite, dan kuarsa. Susunan deret bowen ditunjukkan

pada (Gambar 16).

Page 63: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

47

Gambar 16 Bowen Reaction Series (Noor, 2009)

3. Batuan Metamorf

a. Pengertian Batuan Metamorf

Kata “metamorfosa” berasal dari bahasa Yunani, yaitu

“metamorphism” dimana “meta” yang artinya “berubah” dan “morph” yang

artinya “bentuk”. Dengan demikian pengertian “metamorfosa” dalam

geologi adalah merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur

batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan

Page 64: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

48

temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan

tersebut pertama kalinya terbentuk. Sebagai catatan bahwa istilah

“diagenesa” juga mengandung arti perubahan yang terjadi pada batuan

sedimen. Hanya saja proses diagenesa terjadi pada temperatur dibawah

200°C dan tekanan dibawah 300 MPa (MPa = Mega Pascal) atau setara

dengan tekanan sebesar 3000 atmosfir, sedangkan “metamorofsa” terjadi

pada temperatur dan tekanan diatas “diagenesa”. Batuan yang dapat

mengalami tekanan dan temperatur diatas 300 Mpa dan 200°C umumnya

berada pada kedalaman tertentu dan biasanya berasosiasi dengan proses

tektonik, terutama di daerah tumbukan lempeng atau zona subduksi. Batas

atas antara proses metamorfosa dan pelelehan batuan masih menjadi

pertanyaan hingga saat ini. Sekali batuan mulai mencair, maka proses

perubahan merupakan proses pembentukan batuan beku.

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal

(batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan

Temperatur(T) dan Tekanan(P) secara bersamaan yang berakibat pada

pembentukan mineral-mineral baru dan tekstur batuan yang baru (Noor,

2012).

b. Tipe Metamorfosa

1. Metamorfosa Kataklastik adalah metamorfosa yang diakibatkan oleh

deformasi mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang

mengalami pergeseran satu dan lainnya disepajang suatu zona sesar /

Page 65: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

49

patahan. Panas yang ditimbulkan oleh gesekan yang terjadi disepanjang

zona patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan

termetamorfosokan disepanjang zona ini. Metamorfosa kataklastik

jarang dijumpai dan biasanya menyebaran terbatas hanya disepanjang

zona sesar.

2. Metamorfosa Burial adalah metamorfosa yang terjadi apabila batuan

sedimen yang berada pada kedalaman tertentu dengan temperaturnya

diatas 300°C serta absennya tekanan diferensial. Pada kondisi tersebut

maka mineral-mineral baru akan berkembang, akan tetapi batuan

tampak seperti tidak mengalami metamorfosa. Mineral utama yang

dihasilkan dalam kondisi tersebut adalah mineral zeolite. Metamorfosa

burial umumnya saling overlap dengan diagenesa dan akan berubah

menjadi metamorfosa regional seiring dengan meningkatnya tekanan

dan temperatur.

3. Metamorfosa Kontak adalah metamorfosa yang terjadi didekat intrusi

batuan beku dan merupakan hasil dari kenaikan temperatur yang tinggi

dan berhubungan dengan intrusi batuan beku. Metamorfosa kontak

hanya terjadi disekeliling intrusi yang terpanaskan oleh magma dan

bagian kontak ini dikenal sebagai “aureole metamorphic”. Derajat

metamorfosa akan meningkat kesegala arah kearah luar dari tubuh

intrusi. Metamorfosa kontak biasanya dikenal sebagai metamorfosa yang

bertekanan rendah dan temperatur tinggi dan batuan yang dihasilkan

Page 66: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

50

seringkali batuan berbutir halus tanpa foliasi dan dikenal sebagai

hornfels.

4. Metamorfosa Regional adalah metamorfosa yang terjadi pada wilayah

yang sangat luas dimana tingkat deformasi yang tinggi dibawah tekanan

diferensial. Metamorfosa jenis ini biasanya akan menghasilkan batuan

metamorf dengan tingkat foliasi yang sangat kuat, seperti Slate, Schists,

dan Gneisses. Tekanan diferensial berasal dari gaya tektonik yang

berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini

umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu

dengan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa batuan

metamorfosa regional terjadi pada inti dari rangkaian pegunungan atau

pegunungan yang mengalami erosi. Hasil dari tekanan kompresi pada

batuan yang terlipat dan adanya penebalan kerak dapat mendorong

batuan kearah bagian bawah sehingga menjadi lebih dalam yang

memiliki tekanan dan temperatur lebih tinggi.

c. Derajat Metamorfosa

Berdasarkan tekanan dan temperatur yang berada diatas kondisi

diagenesa, maka ada 3 tingkat derajat metamorfosa yang dapat dikenal,

yaitu derajat metomorfosa rendah, sedang dan tinggi. Adapun batas antara

metamorfosa dan peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan

jumlah air yang terdapat dalam batuan. Pada (Gambar 17-18) diperlihatkan

hubungan antara Tekanan (P), Temperatur (T), Kedalaman (D) dan

Page 67: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

51

Tipe/Jenis Metamorfosa. Metamorfosa Burial dicirikan oleh tekanan,

temperatur, yang rendah dan kedalaman yang relatif dangkal. Tipe

metamorfosa akan meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan,

temperatur, dan kedalaman, yaitu dari Burial Metamorfosa berubah menjadi

Metamorfosa Regional Derajat Rendah dan kemudian dengan semakin

meningkatnya tekanan, temperatur dan kedalaman Metamorfosa Regional

Derajat Rendah dapat berubah menjadi Metamorfosa Regional Derajat

Tinggi, sedangkan pada kedalaman (D > 20 km), Tekanan (P > 7 kilobars),

dan Temperatur (T > 700°C ) batuan akan mengalami peleburan (mencair)

menjadi magma.

Gambar 17 Hubungan antara Tekanan (P), Temperatur (T), Kedalaman (D) dan Derajat Metamorfosa (Noor, 2014)

Kecepatan dimana suatu batuan akan mengalami perubahan dari

sekumpulan mineral-mineralnya untuk mencapai keseimbangan pada

Page 68: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

52

kondisi tekanan dan temperatur yang baru tergantung pada 3 (tiga) faktor,

yaitu:

1. Kandungan fluida (terutama air) yang ada dalam batuan. Air yang ada

dalam batuan berfungsi sebagai katalisator dalam mentransformasi

mineral-mineral yang terdapat dalam batuan.

2. Temperatur, reaksi kimia akan terjadi lebih cepat pada temperatur yang

lebih tinggi.

3. Waktu, untuk dapat tumbuhnya kelompok mineral mineral metamorfik

yang baru pada suatu batuan sangat dipengaruhi oleh tekanan dan

temperatur yang bekerja terhadap batuan tersebut, oleh karena itu

batuan tersebut harus mendapat tekanan dan temperatur yang cukup

lama (umumnya ribuan hingga jutaan tahun).

Perubahan yang terjadi didalam kelompok mineral mencerminkan

suatu peningkatan dalam derajat metamorfosa (contoh, burial sedimentary

atau penebalan kerak akibat tektonik) yang dikenal dengan “prograde

metamorphism”. Perubahan yang disebabkan oleh suatu penurunan dalam

derajat metamorfosa (contoh, adanya pengangkatan tektonik dan erosi)

dikenal dengan “retrograde”. Perubahan dalam kelompok mineral pada

suatu batuan metamorf didorong oleh komponen-komponen kimiawinya

untuk mencapai konfigurasi energi yang terendah pada kondisi tekanan dan

temperatur yang ada. Jenis jenis mineral yang terbentuk tergantung tidak

saja pada T dan P tetapi juga pada komposisi mineral yang terdapat dalam

Page 69: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

53

batuan. Apabila suatu tubuh batuan mengalami peningkatan tekanan dan

atau temperatur maka batuan tersebut berada dalam keadaan “prograde

metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan derajat

metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang

dipakai untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan

metamorf terbentuk.

Gambar 18 Hubungan antara Derajat Metamorfosa dengan Tekanan, Temperatur dan Kedalaman (Noor, 2014)

Metamorfosa derajat rendah terjadi pada temperatur antara 200° –

320°C dan tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf derajat rendah

dicirikan oleh berlimpahnya mineral-mineral hydrous, yaitu mineral-mineral

yang mengandung air (H2O) didalam struktur kristalnya). Contoh dari

mineral-mineral hydrous yang terdapat pada batuan-batuan metamorf

derajat rendah:

1. Mineral Lempung

2. Serpentine

3. Chlorite

Page 70: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

54

Metamorfosa derajat tinggi terjadi pada temperatur lebih besar dari

320° C dan tekanan yang relatif tinggi. Seiring dengan meningkatnya

derajat metamorfosa, maka mineral-mineral hydrous akan semakin kurang

hydrous dikarenakan hilangnya unsur H2O dan mineral-mineral non-

hydrous menjadi bertambah banyak. Contoh mineral-mineral yang kurang

hydrous dan mineral-mineral non-hydrous yang mencirikan batuan

metamorfosa derajat tinggi adalah:

1. Muscovite - mineral hydrous yang akan menghilang pada

metamorfosa derajat tinggi

2. Biotite - mineral hydrous yang stabil pada meskipun pada

metamorfosa derajat tinggi sekalipun.

3. Pyroxene - mineral non-hydrous

4. Garnet - mineral non-hydrous

4. Hidrothermal, Sistem Hidrothermal, dan Alterasi

Hidrothermal adalah larutan sisa magma yang bersifat “aqueous”

sebagai hasil differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya akan logam-logam

yang relative ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses

pembentukan endapan. Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal

dua macam endapan hidrothermal, yaitu :

1. Cavity filing, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudah ada

di dalam batuan.

Page 71: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

55

2. Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan

dengan unsur-unsur baru dari larutan hidrothermal.

Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° –

>500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang

bervariasi di bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua

komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida

hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi

tidak stabil dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan

membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang

dikenal sebagai alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal

dapat terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching),

mentranspor, dan mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon

terhadap perubahan fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,

2004).

Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam

keadaan padat) karena adanya pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi

dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa,

oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder,

berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi

terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada

struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik (meteoric

water) untuk dapat mengubah komposisi mineralogi batuan.

Page 72: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

56

Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang

melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan

oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah kondisi

evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk

metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan

dengan batuan dinding (Pirajno, 1992).

Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya

(batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer

menjadi mineral ubahan (mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri

(Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).

Alterasi hidrotermal akan bergantung pada :

1. Karakter batuan dinding.

2. Karakter fluida ( Eh, pH ).

3. Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung ( Guilbert

dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004 ).

4. Konsentrasi.

5. Lama aktivitas hidrotermal ( Browne, 1991, dalam Sutarto, 2004 ).

Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan

kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada

proses alterasi hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996, dalam Sutarto, 2004).

Henley dan Ellis (1983, dalam Sutarto, 2004), mempercayai bahwa alterasi

hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi

Page 73: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

57

batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan,

tempertatur, dan komposisi fluida.

Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar

intrusi yang melingkupi urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal.

Derajat dan lamanya proses alterasi akan menyebabkan perbedaan

intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas

pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering

membentuk pola alterasi (style of alteration) pada batuan (Pirajno, 1992,

dalam Sutarto, 2004). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal

akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai

himpunan mineral (mineral assemblage) (Guilbert dan Park, 1986, dalam

Sutarto, 2004). Setiap himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi

(type of alteration). Satu mineral dengan mineral tertentu seringkali dijumpai

bersama (asosiasi mineral), walaupun mempunyai tingkat stabilitas

pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi

dengan piroksen atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran

kesamaan himpunan mineral yang hadir dapat disatukan sebagai satu zona

alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan bijih atau

suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih

terbentuk. Intrusi maupun batuan dinding dapat bertindak sebagai host

rock.

Page 74: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

58

Gambar 19 Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan

Leach, 1996)

Page 75: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

59

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan awal

dilakukan untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai

keadaan geologi regional daerah penelitian. Tahap ini meliputi studi

literatur, latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan, batasan

penelitian dan administrasi.

Studi literatur dilakukan sebelum dan selama penelitian

berlangsung yang dimaksudkan untuk menentuan rancangan penelitian

serta persiapan yang menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan

selama pelakasanaannya. Tahapan ini meliputi studi tentang geologi

regional daerah penelitian, laporan atau jurnal dari peneliti terdahulu yang

mencakup daerah penelitian serta literatur-literatur geologi yang masih

berkaitan dengan batasan masalah penelitian.

Pada tahap kedua dilakukan pengambilan sampel di lapangan.

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di daerah Kolaka Utara Provinsi

Sulawesi Tenggara. Pengambilan sampel dilakukan pada singkapan

batuan yang dijumpai di lapangan.

Page 76: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

60

Tahap ketiga dilakukan analisis petrografi, mineragrafi dan

geokimia dari sampel yang telah diperoleh dari lapangan. Analisis

geokimia yaitu ICP-MS.

Tahapan keempat yaitu mengetahui pembentukan batuan vulkanik

pada daerah penelitian dan implikasinya terhadap mineralisasi sulfida.

Setelah itu ditarik kesimpulan dari hasil pembahasan. Tahapan ini juga

merupakan tahap pembuatan tesis.

B. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Penelitian Mineralisasi sulfida pada batuan vulkanik didasarkan

pada karakteristik petrografi, mineragrafi dan geokimia, dilakukan pada

daerah Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Secara administratif, daerah penelitian terletak di Kabupaten

Kolaka Utara yang berada di daratan tenggara Pulau Sulawesi dan secara

geografis terletak pada bagian barat. Kabupaten Kolaka Utara memanjang

dari utara ke selatan berada diantara 2°46'45"-3°50'50" Lintang Selatan

(LS) dan membentang dari barat ke timur diantara 120°41'16"-121°26'31"

Bujur Timur (BT) (Gambar 20). Daerah penelitan terpetakan dalam peta

Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 Lembar Lasusua dengan nomor

lembar 2112 – 24. Terbitan Bakosurtanal edisi I tahun 1992, Cibinong -

Bogor.

Daerah penelitian dapat dijangkau melalui perjalanan darat, laut

dan udara. Perjalanan melalui laut yaitu dari Kota Makassar ke Bone

dengan waktu tempuh + 3 jam dengan jarak tempuh + 141 km dengan

Page 77: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

61

menggunakan roda dua maupun roda empat, setelah itu menyebrang

dengan menggunakan kapal ferry dari pelabuhan di Bone menuju Kolaka

dengan mengggunakan waktu tempuh + 8 jam dengan jarak tempuh

+ 145 km. Perjalanan melalui udara yaitu dari Kota Makassar ke Kota

Kendari dengan waktu tempuh + 1 jam dengan jarak tempuh + 350 km

dengan menggunakan pesawat terbang. Setelah tiba di Kota Kendari

menuju ke Kota Kolaka dengan waktu tempuh + 4 jam dengan jarak

tempuh + 165 km. Lokasi penelitian dari Kota Kolaka dapat dijangkau

melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan beroda dua maupun

roda empat selama ± 3-4 Jam dengan jarak tempuh ± 85 km.

Gambar 20 Peta tunjuk lokasi penelitian Daerah Kolaka Utara Sulawesi Tenggara.

Page 78: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

62

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan saat pengambilan data di lapangan

antara lain, yaitu kompas geologi, palu geologi, GPS (Global Positioning

System) untuk plotting titik dan tracking lintasan pengamatan (navigasi

dan orientasi medan), loupe dengan pembesaran 20x, kamera digital, alat

tulis menulis, clipboard, dan ransel lapangan. Adapun alat yang akan

digunakan pada saat analisa laboratorium, pengolahan data dan

penyusunan laporan yaitu: laptop, ICP-MS, serta sayatan tipis untuk

pengamatan petgrografi.

2. Bahan

Bahan yang digunakan saat pengambilan data di lapangan antara

lain, yaitu peta topografi berskala 1:25.000 yang merupakan hasil

perbesaran dari Peta Rupa Bumi Lembar Lasusua skala 1:50.000 terbitan

Badan Informasi Geospasial tahun 2013, Peta geologi regional berskala

1:25.000 yang merupakan hasil perbesaran dari Peta Geologi Lembar

Lasusua-Kendari skala 1:250.000 terbitan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi tahun 1993, peta citra satelit daerah penelitian

dan sekitarnya, buku catatan lapangan, kantong sampel, larutan asam

klorida (HCl) 0,1M dan perlengkapan pribadi. Adapun bahan yang akan

digunakan pada saat analisa laboratorium, pengolahan data dan

penyusunan laporan yaitu sampel batuan dari lokasi penelitian, software

Page 79: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

63

Garmin Mapsource ver.6.1, Global Mapper ver.19 dan ArcGIS ver.10.4.1

untuk digitasi peta.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah tahapan yang dilakukan untuk

mendapatkan data-data yang diperlukan untuk melakukan analisis yang

terdiri dari data primer dan data penunjang lainnya yang dianggap perlu

(sekunder).

Pengumpulan data primer dilakukan untuk mendapatkan data yang

berhubungan langsung dengan objek masalah yang akan dianalisis yaitu

pengamatan dan penentuan lokasi pengambilan sampel Batuan Vulkanik

di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan

geomorfologi berdasarkan data citra satelit, peta topografi berskala

1:25.000 yang merupakan hasil perbesaran dari Peta Rupa Bumi Lembar

Lasusa skala 1:50.000 terbitan Badan Informasi Geospasial tahun 2013,

peta geologi berskala 1:25.000 yang merupakan hasil perbesaran dari

Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari skala 1:250.000 terbitan Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1993, serta dengan

menyesuaikan kondisi medan di lapangan yang kemudian dituangkan ke

dalam peta geomorfologi dan peta geologi daerah penelitian sebagai data

sekunder penelitian serta hasil yang telah ada dari penelitian terdahulu

berupa publikasi ilmiah.

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan pendekatan berupa

pengambilan data singkapan batuan vulkanik dan conto batuan vulkanik

Page 80: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

64

baik yang masih segar, maupun batuan vulkanik yang sudah terubah

(altered) pada setiap lokasi yang representatif pada daerah lokasi

penelitian.

E. Teknik Pengambilan Data

Pengambilan sampel dilakukan langsung di lapangan. Pengambilan

sampel batuan dilakukan langsung di lapangan secara acak (Random) di

setiap titik singkapan batuan yang dijumpai di lapangan. Setiap singkapan

yang dijumpai dilapangan dilakukan pengambilan sampel, plotting lokasi,

foto dan pemberian label pada sampel.

Gambar 21 Peta Stasiun Pengambilan Sampel

Page 81: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

65

F. Analisis Laboratorium

1. Analisis Petrografi

Dengan analisis petrogafi dimaksudkan untuk dapat melihat

komposisi mineral penyusun batuan dan untuk mengetahui jenis batuan

vulkanik pada daerah penelitian. Selain itu analisis petrografii juga

digunakan untuk menganalisis tekstur-tekstur alterasi tertentu seperti

tekstur penggantian (replacement) atau tekstur pengisian (fug filling).

Informasi tersebut sangat diperlukan untuk melakukan studi paragenesis

mineral. Pada analisis petrografi sampel dibuat menjadi sayatan tipis dan

di analisis di bawah mikroskop polarisasi. Preparasi sampel dilakukan di

Laboratorium Preparasi dan analisis petrografi dilakukan di Laboratorium

Mineral Optik Departemen Geologi Universitas Hasanuddin.

2. Analisis Mineragrafi

Analisis mineragrafi dimaksudkan untuk mengetahui jenis mineral

bijih, tekstur mineral bijih dan menentukan paragenesis endapan bijih

yang terjadi pada daerah penelitian. Pada analisis ini sampel dibuat

menjadi sayatan poles dan diamati dibawah mikroskop bijih. Preparasi

sampel untuk sayatan poles dilakukan di Laboratorium Preparasi dan

analisis mineragrafi dilakukan di Laboratorium Mineral Optik Departemen

Geologi Universitas Hasanuddin.

Page 82: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

66

3. Analisis ICP-MS (inductively coupled plasma – mass

spectrometry)

Analisis ICP-MS digunakan untuk mengetahui unsur jarang atau

rare earth element (REE) dan trace element pada daerah penelitian.

Kegiatan analisis ini sepenuhnya dilakukan oleh PT. Intertek Utama

Services.

G. Pengolahan Data

Hasil pengolahan data pada daerah penelitian disajikan dalam

bentuk laporan dan hasil analisa laboratorium dengan menggunakan

rumus-rumus dan teori-teori yang telah ada, dengan menggunakan grafik

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, yaitu dari

hasil pengamatan secara petrografi, mineragrafi dan kimia, yang berkaitan

dengan proses alterasi dan mineralisasi hidrothermal yang terjadi pada

daerah penelitian.

H. Kompilasi Data dan Penyusunan Laporan

Hasil penelitian berupa analisis laboratorium maupun pengolahan

hasil dan interpolasi data lapangan (data primer dan data sekunder)

disusun menjadi sebuah laporan sesuai dengan format atau aturan

penulisan yang telah ditentukan dan disusun secara sistematis (Gambar

22).

Page 83: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

67

Gambar 22 Diagram Alir Penelitian

Pengumpulan Data

Persiapan

Preparasi Sampel

Analisis Petrografi

(Thin Section)

o Studi Literatur o Administrasi o Perlengkapan Lapangan o Estimasi Biaya & Waktu

Data Primer Data Sekunder

Sampel Batuan

Metamorf Vulkanik

Analisis Laboratorium

Analisis Mineragrafi

(Polish Section)

Analisis Geokimia

(ICP-MS)

Struktur Geologi Stratigrafi Geologi Regional

Litologi Kedudukan Batuan Zona Alterasi

Pengolahan Data

1. Peta Geologi Daerah Penelitian

2. Peta Zona Alterasi Daerah Penelitian

3. Peta Stasiun dan Pengambilaan

Sampel

Pengolahan Data

1. Kedudukan batuan vulkanik terhadap batuan metamorf

2. Hubungan pembentukan batuan vulkanik dengan alterasi dan

mineralisasi hidrotermal pada batuan metamorf

3. Tipe alterasi dan mineralisasi hidrotermal

4. Model geologi tentatif alterasi dan mineralisasi hidrotermal

Kompilasi Data

Formasi Batuan Vulkanik pada Daerah

Kolaka Utara Sulawesi Tenggara serta

Implikasinya terhadap Mineralisasi Sulfida

KETERANGAN :

Tahap Persiapan

Data Primer

Data Sekunder

Penyusunan Tesis

Page 84: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

68

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Litologi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah

penelitian didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersandikan

pada ciri litologi, dominasi batuan, keseragaman gejala litologi dan

hubungan stratigrafi antara batuan yang satu dengan batuan yang lain,

serta hubungan tektonik batuan, sehingga dapat disebandingkan baik

secara vertikal maupun lateral dan dapat dipetakan dalam sekala 1 : 25.000

(Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Di daerah penelitian dijumpai adanya satuan dasit terdiri atas batuan

beku vulkanik berupa dasit. Satuan ini menerobos satuan batuan metamorf,

satuan batugamping paleozoikum dan batuan ultramafik serta diperkirakan

berumur Miosen-Pliosen di daerah penelitian terjadi kegiatan magma yang

menghasilkan terobosan batuan dasit yang menerobos Batuan Metamorf

(White et al.,2014) (Gambar 23).

Page 85: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

69

Gambar 23 Peta Geologi Daerah Penelitian (dimodifikasi dari

Rusmana dkk. 1993)

Berdasarkan hasil studi lapangan dan kompilasi Peta Geologi

Regional Lembar Lasusua dan Kendari (Rusmana, 1993), diketahui litologi

daerah penelitian secara umum disusun oleh Batuan Metamorf Kompleks

Mekongga (Pzm), Batuan Terobosan (PTR(g)), Formasi Tokala (TRJt),

Kompleks Ultramafik (Ku), dan Alluvial (Qa).

Page 86: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

70

Gambar 24 Kolom Stratigrafi daerah penelitian (dimodifikasi dari

Rusmana dkk. 1993)

Litologi di daerah penelitian diketahui dengan menggunakan analisis

petrografi. Sampel batuan yang dijumpai pada daerah penelitian terdiri dari

batuan beku dan batuan metamorf. Sebanyak 14 sampel batuan yang

dilakukan analisis petrografi diketahui sebagai batuan beku Dasit (Travis,

1955), serta batuan metamorf terdiri dari atas Sekis Muskovit-Kursa, Sekis

Kuarsa-Muskovit (IUGS-SCMR, 2007) dapat dilihat hasil deksripsi

(Lampiran 1) Secara terperinci hasil dari analisis petrografi dijelaskan

dalam penjelasan berikut :

Page 87: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

71

1. Dasit

Di daerah penelitian dijumpai batuan Trakit pada stasiun AGK 01,

AGK 04, AGK 05, AGK 06, AGK 07 dan AGK 14, kenampakan lapangan

(megaskopis) dari batuan dasit dalam keadaan segar berwarna abu-abu

dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk (Gambar 25).

Gambar 25 Kenampakan singkapan di daerah penelitian (a) batuan dasit

di stasiun AGK 06, dan (b) batuan dasit di stasiun AGK 14.

Dari hasil analisis petrografi yang telah dilakukan batuan beku ini

memiliki warna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-

abu kehitaman pada kenampakan nikol silang, dengan tekstur kristalinitas

hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral-

anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik, struktur masif,

ukuran mineral <0.02-3.94 mm, komposisi mineral terdiri dari plagioklas,

hornblende, ortoklas, biotit, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa

kristalit plagioklas dan gelas (Gambar 26).

b a

Page 88: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

72

Gambar 26 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 14 dengan perbesaran 50x

2. Sekis Muskovit-Kuarsa

Batuan Sekis Muskovit-Kuarsa terdapat pada stasiun AGK 02, AGK

03, AGK 08, AGK 09, AGK 10, AGK 11, dan AGK 13. kenampakan

lapangan (megaskopis) dari batuan metamorf memiliki warna segar hijau

kecoklatan dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk (Gambar 27).

Gambar 27 Kenampakan singkapan batuan metamorf

Sekis Muskovit-Kuarsa di stasiun AGK 03 daerah Penelitian.

Page 89: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

73

Dari hasil analisis petrografi yang telah dilakukan batuan metamorf

ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu

kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral subhedral –

anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan

ukuran mineral 0,02 – 4,26 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit,

epidot, klorit, kalsit, serisit dan mineral opak (Gambar 28).

Gambar 28 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 03 dengan perbesaran 50x.

Umur dari batuan Sekis Muskovit-Kuarsa di daerah penelitian

mempunyai nilai kesebandingan dengan satuan Batuan Kompleks

Mekongga (Pzm). Berdasarkan hal tersebut, maka batuan Sekis Muskovit-

Kuarsa pada daerah Kolaka Utara disebandingkan dengan Batuan

Kompleks Mekongga (Pzm) Kompleks Mekongga tersebut diperkirakan

berumur Karbon sampai Perm dan mempunyai hubungan menjemari

dengan satuan pualam paleozoikum (Pzmm) (Rusmana dkk.,1993).

Page 90: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

74

3. Sekis Kuarsa-Muskovit

Di daerah penelitian dijumpai batuan Sekis Kuarsa-Muskovit pada

stasiun AGK 12. Kenampakan lapangan (megaskopis) dari batuan

metamorf memiliki warna abu-abu kecoklatan dan coklat kehitaman dalam

keadaan lapuk.

Gambar 29 Kenampakan singkapan batuan metamorf Sekis Kuarsa-Muskovit di stasiun AGK 12 daerah penelitian.

Dari hasil analisis petrografi yang telah dilakukan batuan metamorf

ini berwarna putih kehijauan pada kenampakan nikol sejajar dan kuning

hingga coklat kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral

euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (folasi)

dengan ukuran mineral 0,02 – 2,78 mm. Terdiri dari mineral muskovit,

kuarsa sekunder, epidot, klorit, serisit, mineral opak dan mineral lempung,.

Page 91: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

75

Gambar 30 Fotomikrograf conto sayatan batuan AGK 12 dengan perbesaran 50x.

B. Tipe Alterasi Hidrotermal

Tipe alterasi diidentifikasi berdasarkan pengamatan petrografi dari

lima sampel sayatan tipis batuan. Analisis alterasi dan mineral hidrotermal

berdasarkan pengamatan petrografi dilakukan pada sampel AGK 03, AGK

08, AGK 09, AGK 12. Tipe alterasi ditentukan berdasarkan mineral-mineral

penciri alterasi dan himpunan mineral alterasi yang hadir. Secara

keseluruhan dari semua sampel alterasi yang dapat diidentifikasi meliputi:

kuarsa, muskovit, epidote, dan mineral lempung. Berdasarkan himpunan

mineral alterasi ini dengan menggunakan klasifikasi dan terminology

alterasi hidrothermal (Thompson and Thompson, 1996; Hedenquist et

al.,1996, 2000), maka tipe alterasi mineralisasi hidrotermal di daerah Kolaka

Utara adalah tipe propilitik dan tipe argilik.

Page 92: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

76

Tabel 5. Himpunan mineral, tipe, dan zona alterasi hidrothermal

No Sampel Himpunan Mineral Alterasi Tipe

Alterasi

1 AGK 03 Epidot, Klorit, Kuarsa Propilitik

2 AGK 08 Klorite, Muskovit, Kuarsa Propilitik

3 AGK 09 Kalsit, Serisit, Kuarsa Argilik

4 AGK 12 Kalsit, Serisit, Mineral lempung Argilik

*Sumber: Lab. Petrografi Teknik Geologi Unhas

1. Tipe Propilitik

Tipe alterasi propilitik dijumpai pada sampel AGK 03 dan AGK 08.

Mineral penciri alterasi propilitik berupa mineral klorit, epidote dan mineral

karbonat berupa kalsit (Klorit-Kalsit-Kuarsa). Selain mineral klorit dan kalsit

juga dijumpai mineral bijih berupa kalkopirit. Mineral klorit dan karbonat

menggantikan mineral-mineral plagioklas, hornblende dan biotit (Pirajno,

2009). Menurut Wang et, al (2016) mineral klorit pada proses alterasi

propilitik terbentuk pada suhu 145-2400. Mineral kalsit terbentuk pada suhu

135-2160 (Kettanah et. Al, 2016). Sedangkan, mineral pirit dan kalkopirit

terbentuk pada suhu 214-2920 (Xie et. al, 2017).

Page 93: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

77

Gambar 31 Fotomikrograf sayatan batuan AGK 03 (a) dan sayatan batuan

AGK 08 (b) yang memperlihatkan mineral-mineral penciri alterasi propilitik berupa kalsit (Ca), epidot (Ep), kuarsa (Qtz) dan klorit (Chl).

Alterasi propilitik ditandai dengan adanya penambahan H20 dan CO2

tanpa proses metasomatisme yang besar. Kondisi pH fluida pembentuk

alterasi propilitik berkisar antara 5-6 (Henley, 1991). Alterasi propilitik

cenderung dekat dengan sistem hidrothermal atau dekat dengan sumber

fluida (Pirajno, 2009). Pada daerah penelitian alterasi propilitik dijumpai di

batuan Sekis Muskovit-Kuarsa.

2. Tipe Argilik

Tipe alterasi argilik dijumpai pada sampel AGK 09 dan AGK 12.

Mineral penciri alterasi argilik berupa mineral epidote, kalsit dan kuarsa

a a

b b

Page 94: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

78

sekunder dengan mineral aksesoris berupa mineral serisit. Selain mineral

kalsit dan lempung juga dijumpai mineral sulfida berupa Kalkopirit dan

Sfalerit. Mineral lempung pada alterasi argilik menggantikan mineral

plagioklas, muskovit dan biotit.

Gambar 32 Fotomikrograf sayatan batuan AGK 09 (a) dan sayatan batuan

AGK 12 (b) yang memperlihatkan kehadiran mineral-mineral

penciri alterasi argilik berupa mineral kalsit (Ca), mineral

lempung (Cly), kuarsa (Qtz) dan klorit (Chl).

Mineral kalsit pada tipe alterasi argilik terbentuk disuhu 214-2450 (Xie

et. al, 2017) dan mineral lempung terbentuk pada suhu 214-2920 (Xie et. al,

2017). Sedangkan mineral sulfide berupa kalkopirit terbentuk pada suhu

255-3930 (Wang et. al, 2016). Alterasi argilik menurut Pirajno (2009)

terbentuk akibat proses metasomatisme unsur H+ dengan suhu antara 100-

3000C dengan pelindihan unsur-unsur alkali. Kondisi pH fluida pembentuk

Page 95: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

79

alterasi argilik berkisar antara 5-6 (Corbett dan Leach, 1998). Pada daerah

penelitian tipe alterasi ini dijumpai pada batuan Sekis Kuarsa-Muskovit.

C. Mineral bijih

Analisis mineragrafi pada enam sampel yang mengalami

mineralisasi. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi mineral bijih yang

terdapat pada daerah penelitian. Secara mikroskopis mineral bijih yang

dijumpai yaitu pirit, kalkopirit, spalerit.

1. Kalkopirit

Kalkopirit (CuFeS2), Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf

berupa batuan sekis, mineral ini dijumpai berbutir halus, >0,1 mm, berwarna

kuning terang, berbentuk subhedral sampai anhedral, tidak dijumpai

pleokroisme, anisotropik. Kenampakan pada sayatan poles ini

memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai

(5%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Gambar 33 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit (Cp)

Page 96: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

80

2. Pirit

Pirit (FeS2), sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa

batuan gneiss, kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan warna

kuning pucat, bentuk subhedral-euhedral, tidak dijumpai pleokrisme,

isotropik, ukuran mineral >0,1 mm, mineral bijih yang dijumpai (1%) dalam

bentuk disseminated dalam batuan.

Gambar 34 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan kehadiran mineral pyrit (Py)

3. Sfalerit

Sfalerit (Zn,Fe)S, berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02-

0,8) mm, bentuk subhedral-anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang

lain (pirit), sebagian mengelompok (berbutir kasar, anhedral, 0,5-0,8 mm)

dan sebagian menyebar (berbutir halus, subhedral, 0,02-0,06 mm). Mineral

sfalerit hadir menggantikan mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai

dalam bentuk disseminated dalam batuan.

Page 97: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

81

Gambar 35 Fotomikrograf sayatan poles yang memperlihatkan kehadiran mineral sfalerit (Sf)

D. Mineralisasi

Mineralisasi di daerah Kolaka Utara terbentuk dalam satu tipe, yaitu

tipe tersebar (disseminated), dimana mineral bijih sulfida tersebar dalam

pada host rock yang mengalami alterasi. Mineral-mineral bijih hipogen yang

teridentifikasi secara mikroskopis adalah kalkopirit dan pirit. Mineral

supergen juga teramati berupa sfalerit.

Tahap pembentukan mineral hipogen ditandai dengan kehadiran

mineral kalkopirit dan pirit terbentuk pada kisaran temperatur 214-2920C

(Xie et. al, 2015).

Tahap Supergen ditandai dengan pembentukan sfalerit dan oksida

besi berupa mineral geotit. Sfalerit diperkirakan terbentuk pada suhu 150-

2300C (Izagure et. al., 2017).

Page 98: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

82

E. Tipe Endapan

Himpunan mineral alterasi hidrotermal dan mineral bijih sulfida yang

terbentuk memberikan informasi penting tentang lingkungan pembentukan

endapan mineral bijih. Berdasarkan keberadaan mineral alterasi,

temperatur dan pH fluida hidrothermal ditafsirkan tipe endapan mineral bijih

yang dijumpai daerah Kolaka Utara adalah tipe epithermal. Berdasarkan

suhu pembentukan endapan yang 150-3000C serta fluida hidrothermal ber-

pH hampir netral dapat diklasifikasikan sebagai tipe epitermal sulfida

rendah.

Gambar 36 Model geologi endapan epitermal sulfidasi rendah

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008).

Sitem Endapan

Daerah Penelitian

Page 99: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

83

Endapan epithermal sulfida rendah terbentuk jauh dari tubuh intrusi

dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang berpindah jauh dari

sumbernya kemudian bercampur dengan air meteoric yang dekat dengan

permukaan dan membentuk cebakan tipe sulfida rendah, dipengaruhi oleh

system boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih.

Proses boiling disertai pelepasan unsur gas, merupakan proses utama

untuk pengendapan Cu.

F. Geokimia Batuan Vulkanik

Berdasarkan hasil pengamatan petrografis diketahui ukuran kristal

mineral pada batuan ini adalah berkisar antara <0,02 – 3,94 mm yang

artinya batuan ini berteksur porfiritik. Tekstur porfiritik dapat diintepretasikan

secara umum terjadi karena adanya dua fase dalam pembekuan dan

pendinginan magma dimana pada awalnya beberapa kristal telah terbentuk

dengan pendinginan magma yang lambat di bawah permukaan sehingga

terbentuk kristal yang besar dan kasar, kemudian ketika terjadi erupsi

magma yang bergerak naik dengan membawa kristal–kristal yang telah

terbentuk terlebih dahulu (McPhie et al., 1993).

Berdasarkan klasifikasi jenis magma yang mengacuh pada

komposisi kimia (tabel 3) maka jenis magma dari batuan ini adalah magma

intermediate (Alzwar dkk., 1988). Fenokris pada conto sampel AGK 14,

AGK 01 dan AGK 05 ini berupa mineral feldspar, yaitu plagioklas jenis

labradorit dan andesin ((Na,Ca) AlSi3O8) dengan persentasi sekitar 10 –

Page 100: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

84

25%. Pada batuan ini juga terdapat mineral K-feldspar (KalSi3O8) berupa

sanidin dan ortoklas sekitar 5-25% serta mineral biotit K(Mg, Fe)3 (Al,

Fe)Si3O10(OH,F)2 sekitar 10 – 15%. Kandungan mineral tersebut

memperlihatkan kesesuaian dengan komposisi unsur utama yakni SiO2,

Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, K2O dan Na2O yang merupakan komposisi dari

mineral plagioklas, K-feldspar dan biotit pada sampel batuan AGK 014,

AGK 01 dan AGK 05.

Tabel 6. Hasil analisis petrografi dan geokimia pada sampel AGK 01, AGK 05 dan AGK 14 pada klasifikasi jenis magma (Alzwar dkk.,1988).

AGK 14 AGK 01 AGK 05

Komposisi Mineral (%) Komposisi Mineral (%) Komposisi Mineral (%)

Plagioklas 25 Plagioklas 10 Plagioklas 10

Ortoklas 15 Epidote 5 Hornblende 25

Hornblende 20 Hornblende 20 Biotit 5

Biotit 10 Ortoklas 25 Sanidin 20

Kuarsa 5 Biotit 10 Kuarsa 10

Mineral Opak 2 Mineral Opak 3 Mineral Opak 5

Kristalit

Plagioklas 13

Kristalit

Plagioklas 12

Kristalit

Plagioklas 20

Gelas 10 Gelas 15 Gelas 10

Tekstur khusus porfiritik Tekstur khusus trakitik Tekstur khusus trakitik

Major element (ppm) Major element (ppm) Major element (ppm)

SiO2 62,87 SiO2 68,36 SiO2 68,17

Al2O3 16,04 Al2O3 14,85 Al2O3 14,88

Fe2O3 4,25 Fe2O3 2,41 Fe2O3 2,48

MgO 2,35 MgO 1,99 MgO 2,10

CaO 5,30 CaO 3,06 CaO 3,20

Na2O 3,11 Na2O 3,75 Na2O 3,83

K2O 2,68 K2O 3,15 K2O 3,14

P2O5 0,46 P2O5 0,16 P2O5 0,16

MnO 0,05 MnO 0,04 MnO 0,06

TiO2 0,65 TiO2 0,41 TiO2 0,44

*Sumber: Lab. Petrografi Teknik Geologi Unhas dan Lab. PT. Intertek Utama Services Jakarta

Page 101: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

85

Berdasarkan hasil plotting afinitas magma yang menunjukkan

kesebandingan berat (%) K2O dan SiO2 maka seri magma dari sampel AGK

14, AGK 01 dan AGK 05 adalah seri High-K calc–alkaline pada klasifikasi

afinitas magma (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993),

Kandungan major element pada sampel AGK 14 memperlihatkan nilai K2O

= 2,58% dan SiO2 = 62,87%, sampel AGK 01 memperlihatkan K2O = 3,15%

dan SiO2 = 68,36%, serta sampel AGK 05 memperlihatkan K2O = 3,14%

dan SiO2 = 68,17%. Pada conto sampel AGK 14, AGK 01, dan AGK 05 yang

memiliki jenis magma seri High-K calc-alkaline, diinterpretasikan bahwa

selama proses kristalisasi magma terjadi peningkatan potasium (K2O)

akibat asimilasi terhadap batuan samping yang kaya akan potasium. Hal ini

didukung oleh data lapangan berupa dijumpainya kontak batuan dasit

dengan batuan metamorf (Pzm) pada stasiun AGK 14 di daerah penelitian

(Gambar 25).

Gambar 37 Plotting pada klasifikasi afinitas magma berdasarkan perbandingan K2O dan SiO2 (Peccerillo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993).

Page 102: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

86

Berdasarkan kandungan dari major element pada sampel AGK 14,

V-A dan V-B maka hasil plotting klasifikasi batuan secara geokimia

menunjukkan bahwa batuan instrusif yang tersingkap di daerah penelitian

berada/menempati pada lingkungan Dasit, begitu pula oleh peneliti

sebelumnya menyebutnya Dasit (White et al, 2014). Hal tersebut didukung

oleh klasifikasi batuan beku yang berdasarkan kandungan SiO2 dan

Na2O+K2O (Le Bas et al., 1986) (Gambar 38). Klasifikasi ini juga dapat

mengidentifikasi seri magma yang terlihat dari garis melengkung putus-

putus membagi antara seri alkaline dan seri sub–alkaline. Hasil analisis

geokimia bahwa batuan Dasit termasuk dalam zona seri sub–alkaline

dimana seri calc–alkaline dan thoeliitic termasuk dalam seri sub–alkaline

(Wilson, 1989).

Gambar 38 Plotting pada klasifikasi batuan beku vulkanik (Le Bas et al, 1986).

Page 103: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

87

Untuk mengetahui gambaran evolusi magma pada batuan beku

vulkanik di daerah penelitian yaitu dengan menggunakan diagram harker

yang memperlihatkan bahwa magma pembentukan batuan tersebut adalah

Co-Magmatik artinya terjadi penurunan MgO, FeOt dan TiO2 diikuti juga

penurunan silika (SiO2).

kandungan major element terhadap senyawa SiO2 (Harker, 1909

dalam Rollinson, 1993). Berdasarkan plotting pada diagram harker major

element terhadap SiO2 diketahui terjadi perubahan yang bernilai negatif,

dimana pada senyawa MgO terhadap SiO2 menunjukkan gambar kurva

negatif, begitupula senyawa TiO2 dan FeOt terhadap SiO2. Hal ini

menunjukkan bahwa magma pembentuk batuan beku pada daerah

penelitian mengalami proses asimilasi yang awalnya basa menjadi asam

(Gambar 39)

.

Gambar 39 Plotting kandungan major element terhadap SiO2 (Harker, 1909 dalam Rollinson, 1993).

Page 104: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

88

Gambar 40 Plotting pada klasifikasi Spider plot – MORB (Pearce, 1996).

Berdasarkan hasil analisis geokimia terhadap sampel AGK 14, V-A,

dan V-B maka lingkungan magma batuan dasit di daerah penelitian dapat

diidentifikasi berdasarkan jenis dan afinitas magmanya dengan

menggunakan klasifikasi lingkungan tektonik (Pearce, 2008) berupa

perbandingan unsur Nb/Yb - TiO2/Yb, maka dalam klasifikasi ini lingkungan

tektonik dari batuan beku di daerah Kolaka Utara (AGK 14, V-A, dan V-B)

yaitu zona MORB array (shallow melting) (Gambar 41)

Page 105: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

89

Gambar 41 Plotting pada klasifikasi lingkungan tektonik Nb/Yb - TiO2/Yb (Pearce, 2008).

Berdasarkan afinitas magma, klasifikasi batuan, dan lingkungan

pembentukan magma, serta kenampakan di lapangan, maka dapat

dihubungkan untuk mengetahui tatanan tektonik, dengan menggunakan

perbandingan persentase Na2O + K2O dan SiO2 menunjukkan bahwa

nama batuan yang didapatkan adalah Dasit. Hasil plotting menunjukkan

afinitas magma di daerah penelitian berasal dari jenis magma seri High-

K calc-alkaline yang dapat dihubungkan untuk mengetahui tatanan

tektonik dengan menggunakan klasifikasi lingkungan tektonik Nb/Yb -

TiO2/Yb, maka diketahui bahwa batuan dasit di daerah Kolaka Utara

terbentuk di zona MORB array (Shallow Melting).

Page 106: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

90

G. Implikasi Batuan Trakit Terhadap Batuan Metamorf

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, maka tampak

kedudukan batuan vulkanik terhadap batuan metamorf di daerah penelitian

terjadi dikarenakan batuan vulkanik yang mengintrusi batuan metamorf

yang merupakan host rock sehingga terjadi mineralisasi yang ditandai

dengan data asimilasi magma berupa batuan basa menjadi asam dan

ditemukan mineral bijih berdasarkan hasil analisis mineragrafi pada daerah

penelitian.

Hubungan pembentukan batuan vulkanik dengan alterasi dan

mineralisasi hidrothermal pada batuan metamorf terjadi pada lingkungan

tektonik zona MORB array (Shallow Melting) dimana hasil penamaan

secara geokimia yang terdapat didaerah penelitian yaitu dasit, dijumpai

batuan vulkanik tersebut memotong batuan metamorf berupa Sekis

Muskovit-Kuarsa. Berdasarkan hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

larutan hidrothermal yang berperan dalam proses alterasi di daerah

penelitian adalah larutan hidrothermal sisa pendinginan magma dari batuan

dasit. Larutan hidrothermal tersebut mengubah Schist tidak secara

keseluruhan, hanya pada zona dekat dengan intrusi dasit. Larutan

hidrothermal tersebut menghasilkan alterasi dan mineralisasi

Tipe alterasi dan mineralisasi hidrothermal yang terdapat di daerah

penelitian terbagi atas dua yaitu alterasi propilitik dan alterasi argilik. Peta

Zona alterasi dapat dilihat pada lampiran 4.

Page 107: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

91

a. Alterasi Propilitik

Alterasi propolitik dicirikan adanya mineral epidote, klorite, muskovit dan

kuarsa secara petrografis dapat terlihat pada pada stasiun AGK 03 dan

AGK 08 (Lampiran 3).

b. Alterasi Argilik

Alterasi argilik dicirikan adanya mineral kuarsa, Kalsit, epidot, dan

mineral lempung secara petrografis dapat terlihat pada stasiun 09 dan

AGK 12 (Lampiran 3).

Model geologi tentatif alterasi dan mineralisasi hidrothermal di

daerah penelitian (Gambar 42) merupakan model konseptual dari endapan

epitermal sulfidasi rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa

endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan

volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan

yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari campuran air

magmatik dengan air meteorit.

Page 108: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

92

Gambar 47 Model Geologi Tentatif alterasi dan mineralisasi hidrothermal di daerah penelitian

Dapat dilihat pada gambar bahwa batuan metamorf menjadi batuan

alas daerah penelitian, kemudian terjadi banyak intrusi-intrusi batuan beku

tetapi intrusi tersebut karena co-magmatik dan memiliki umur yang

berbeda-beda, hasil usia yang diperoleh pada batuan dasit kolaka utara

sekitar 4 – 7 juta tahun yang lalu (white et al.,2014) berdasarkan umur

tersebut nampaknya di daerah kolaka utara terjadi beberapakali

magmatisme dan magmatisme ini berasal dari dapur magma yang berbeda

berdasarkan hasil co-magmatik tersebut bukan evolusi secara normal yang

berasal dari dapur magma yang sama melainkan berbeda-beda.

Alterasinya berada pada batuan metamorf, mungkin jika dilakukan

penelitian lebih detail lagi akan didapatkan batuan intrusi yang teralterasi.

Page 109: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kedudukan batuan vulkanik dasit (intrusi dangkal), merupakan

batuan yang menerobos terhadap batuan metamorf (Sekis

Muskovit-Kuarsa) di daerah penelitian.

2. Hubungan pembentukan batuan vulkanik trakit dengan alterasi dan

mineralisasi hidrothermal pada batuan metamorf terjadi pada

lingkungan tektonik zona MORB array (Shallow Melting).

Berdasarkan hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa larutan

hidrothermal yang berperan dalam proses alterasi di daerah

penelitian adalah larutan hidrothermal sisa pendinginan magma dari

batuan dasit.

3. Tipe alterasi yang berkembang di daerah penelitian yaitu tipe

alterasi Propilitik dan Argilik. Mineral penciri alterasi propilitik yang

dijumpai pada daerah penelitian yaitu berupa mineral klorit, epidote

dan mineral karbonat berupa kalsit (Klorit-Kalsit-Kuarsa).

Sedangkan mineral penciri alterasi argilik yaitu berupa mineral

kalsit dan mineral lempung dengan mineral aksesoris berupa

Page 110: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

94

mineral muskovit. Tahap pembentukan mineral alterasi dimulai dari

tahap isokimia, tahap metasomatisme dan tahap retrograde.

4. Dari model tersebut dapat dilihat bahwa di daerah kolaka utara

terjadi beberapakali magmatisme dan magmatisme ini berasal dari

dapur magma yang berbeda berdasarkan hasil co-magmatik

tersebut bukan evolusi secara normal yang berasal dari dapur

magma yang sama melainkan berbeda-beda. Alterasinya berada

pada batuan metamorf, mungkin jika dilakukan penelitian lebih

detail lagi akan didapatkan batuan intrusi yang teralterasi.

B. Saran

Agar penelitian yang dilakukan semakin lebih baik dan hasilnya

semakin detail maka perlu dilakukan pengambilan data dan analisis

sampel yang lebih banyak serta mewakili sebaran kontak batuan beku dan

metamorf. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah

penelitian dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara

vertikal (coring) sehingga hasil yang diperoleh lebih detail. Hal ini

mengingat analisis tersebut dapat menentukan fasies yaitu umur

pembentukan batuan di masa lampau dari event pertama (partial melting

sampai naik ke permukaan) dan posisi batuan beku terhadap batuan

metamorf di daerah Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara.

Page 111: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

95

DAFTAR PUSTAKA

Alzwar, M., Samodra, H., dan Tarigan, J.J., 1988, Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi, Nova, Bandung.

Corbett G.J. and Leach T.M., 1996, Southwest Pacific Rim Gold-copper Systems : Structure, Alteration, and Mineralization, A Workshop Presented for the Society of Exploration Geochemists at Townville.

Cox, K.G., 1979, The Interpretation of Igneous Rocks, George Allen and Unwin.

Fisher, R. V. (1966). Rocks Composed of Volcanic Fragments. Earth Science Reviews, International Magazine fo Geo-Scientist, 1, p. 287-298.

Hamilton, W., 1979. Tectonics of The Indonesian Region, United State of Geological Survey Proffesional Paper 1078, U.S. Govern. Printing Office, Wshington. U.S.G.S. Proffesional Paper 1078: 345.

Hedenquist J.W., Izawa E., Arribas A.R. and White N.C., 1996, Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristics, and Exploration: The Society of Resource Geology: Resource Geology Special Publication Number 1.

Hedenquist J.W., Arribas A.R. and Gonzalez-Urien E., 2000, Exploration for Epithermal Gold Deposits, Society of Economic Geologists, Reviews in Economic Geology, v. 13.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Janousek, V., Farrow, C.M., and Erban, V., 2006, Interpretation of Whole–rock Geochemical Data in Igneous Geochemistry: Introducing Geochemical Data Toolkit (GCDkit), Czech Geological Survey, Czech Republic.

Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., dan Ishikawa, A., 2004, Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysics, h. 55-83.

Mawaleda, M., Suparka, E., Abdullah, C.I., Basuki, N.I., Jamal, Kaharuddin & Forster M. A. (2016). Hydrothermal alteration and timing of gold mineralisation in the Rumbia Complex, Southeast Arm of Sulawesi, Indonesia, Proceeding of 2nd International Conference of

Page 112: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

96

Transdiciplinaryn Research on Environmental Problems in Southeast Asia (TREPSEA) 2016.

McPhie, J., Doyle, M., and Allen, R., 1993, Volcanic Texture, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, Universty of Tasmania, Australia.

Mulyaningsih. S., 2013, Vulkanologi , Jurusan Teknik Geologi IST AKPRIND

Noor, Djauhari. 2009. Mineral dan batuan. Jakarta : Erlangga.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Universitas Pakuan.

Pettijohn F. J. 1975. Sedimentary Rocks: Harper & Row Publishers, New York-Evanston-San Fransisco-London.

Pirajno, F. 1992. Hydrothermal Mineral Deposits: Principles and Fundamental Concepts for the Exploration Geologist. Afrika Selatan: Springer-Verlag.

Pirajno, F., 2009. Hydrothermal Processes and Mineral System, Springer – Verlag Berlin Heidelberg, Germany.

Rangin, C., Jolivet, L., Pubellier, M., the Tethys Pacific Working Group, 1990a. A simple model for the tectonic evolution of Southeast Asia and Indonesia region for the past 43 M. Y. Bull. Soc. Géol. Fr. 8, p. 889-905.

Rollinson, H.R., 1993, Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation, Interpretation, J. Wiley & Sons Inc., New York, USA.

Rusmana, E. Sukido, D. Sukarna, E. Haryono dan T.O. Simandjuntak, 1984, memetakan geologi lembar Lasusua – Kendari.

Schmid R., Fettes D., Harte B., Davis E., and Desmons J., 2007. A systematic nomenclature for metamorphic rocks. 1. How to name a metamorphic rock. Recommendations by the IUGS Subcommission on the systematics of metamorphic rocks. SCMR website (www.bgs.ac.uk/SCMR).

Simandjuntak T.O, Surono, Sukido, 1993, Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Skala 1: 250.000, PPPG, Bandung

Surono, 2010, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Publikasi Khusus, Badan Geologi. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.161p.

Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan

Page 113: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

97

LIPI Press, Menteng, Jakarta. Sutarto. 2004. Petunjuk Praktikum Endapan Mineral Edisi Kedua.

Laboratorium Endapan Mineral, Jurusan Teknik Geologi, UPN Veteran Jogjakarta.

Thompson, A.J.B. dan Thompson, JF.H., 1996. Atlas of Alteration. A Field and Petrographic Guide to Hydrothermal Alteration Minerals. Geological Association of Canada, Kanada.

Travis, R.B., 1955, Classification of Rocks, The Colorado School of Mines, Golden Colorado, USA, p. 1 – 12.

Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis, A Global Tectonic Approach, Department of Earth Sciences, University of Leeds, Netherland.

White, L.T., Hall, R., Armstrong, R.A., 2014. The age of undeformed dacite intrusions within the Kolaka fault zone, SE Sulawesi, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences.

Page 114: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 115: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 98

No. Sampel : AGK 01 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 2,4 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, epidot, hornblende, ortoklas, biotit, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (1H) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas lemah, bentuk euhedral – subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme dwikroik, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 30˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,08 – 0,84 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas labradorit.

Hornblende (5G) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 25˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,38 – 1,24 mm, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Ortoklas (3H) 25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang, bentuk subhedral – anhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 12˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,04 – 1,0 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Biotit (3E) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna coklat, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,5 – 1,82 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 90˚, jenis gelapan paralel, warna interferensi maksimum orange-coklat.

Epidot (2J, 4B) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna orange kecoklatan, bentuk granular, ukuran mineral 0,08 – 0,36 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum hijau kecoklatan.

Mineral Opak (1B) 3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (4D)

− Gelas (6I)

12

15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 24˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless) dengan warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral <0,02 mm.

Page 116: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 99

No. Sampel : AGK 02 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan ukuran mineral 0,02 – 2,8 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, epidot, klorit dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (3E) 45

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,5 – 2,8 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (2A) 25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,5 – 0,96 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 18˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum coklat.

Epidot (1H, 5C) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 0,84 – 1,26 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Klorit (1D) 7

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk hypidioblast, ukuran 0,2 – 2,48 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 7˚, gelapan miring, warna interferensi maksimum hijau kehitaman.

Mineral Opak (4C, 5C)

3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 117: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 100

No. Sampel : AGK 03 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral subhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan ukuran mineral 0,02 – 4,26 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, epidot, klorit, kalsit, serisit dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (1B, 6A) 25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,08 – 1,82 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (5C) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,64 – 3,62 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 17˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum coklat.

Epidot (3D, 4F, 6J)

15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 0,84 – 4,26 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 30˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange hingga ungu kecoklatan.

Klorit (1F) 12

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,08 – 1,24 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 9˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Kalsit (2C) 10 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna putih keabu-abuan, bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,04 – 1,62 mm, sudut gelapan 6˚, jenis gelapan miring, dengan warna interferensi maksimum ungu kecoklatan.

Serisit (3J, 4A) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 2˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,42 mm, warna interferensi maksimum abu-abu hingga coklat kehitaman.

Mineral Opak (4H) 3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 118: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 101

No. Sampel : AGK 04 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 2,84 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, hornblende, biotit, ortoklas, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (3D) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas lemah, bentuk euhedral – subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme dwikroik, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 30˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,04 – 1,16 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas labradorit.

Hornblende (5H, 6G)

25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,46 – 2,84 mm, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Ortoklas (2F) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang, bentuk subhedral – anhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 12˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,04 – 1,26 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Biotit (2B) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna coklat, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,08 – 2,24 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 90˚, jenis gelapan paralel, warna interferensi maksimum orange – coklat.

Kuarsa (5A) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,08 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Mineral Opak (1C, 6I)

2 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (2A)

− Gelas (1G)

23

5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless) dengan warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral ≤0,02 mm.

Page 119: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 102

No. Sampel : AGK 05 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 2,26 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, hornblende, biotit, sanidin, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (2A, 6E)

10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas lemah, bentuk euhedral – subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme dwikroik, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 26˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,04 – 2,26 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin.

Hornblende (4G)

25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 29˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,46 – 1,84 mm, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Sanidin (3F) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang, bentuk subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 5˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,04 – 1,26 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Biotit (4A) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna coklat, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,06 – 1,84 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 90˚, jenis gelapan paralel, warna interferensi maksimum orange – coklat.

Kuarsa (5D) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,06 – 0,08 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Mineral Opak (1J, 3A)

5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (4I)

− Gelas (1A)

20

10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless) dengan warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral <0,02 mm.

Page 120: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 103

No. Sampel : AGK 06 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 2,38 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, hornblende, ortoklas, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (1C, 5F) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas lemah, bentuk euhedral – subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme dwikroik, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 30˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,04 – 0,08 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas labradorit.

Hornblende (4G, 6B)

20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,74 – 2,38 mm, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Ortoklas (6C) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang, bentuk subhedral – anhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 10˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,04 – 0,58 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Kuarsa (4I) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Mineral Opak (1H)

3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,08 – 0,1 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (5A)

− Gelas (5H)

27

10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless) dengan warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral <0,02 mm.

Page 121: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 104

No. Sampel : AGK 07 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiroafanitik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 2,84 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, sanidin, hornblende, biotit, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (5F) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), pleokreisme dwikroik, intensitas lemah, bentuk mineral subhedral-euhedral, relief rendah, belahan mineral sempurna satu arah, pecahan rata, ukuran mineral 0,04 –0,98 mm, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 32°, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas labradorit.

Hornblende (5H, 6G)

20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,46 – 2,84 mm, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Sanidin (2D, 6I) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief sedang, intensitas sedang, bentuk subhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 5˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,46 – 1,26 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Biotit (6F) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna coklat, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,08 – 0,86 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 90˚, jenis gelapan paralel, warna interferensi maksimum orange – coklat.

Kuarsa (5A) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,08 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Mineral Opak (6B)

2 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (1J)

− Gelas (3C)

23

15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 28°, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless) dengan warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral <0,02 mm.

Page 122: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 105

No. Sampel : AGK 08 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu keunguan pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral subhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan ukuran mineral 0,04 – 3,8 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, klorit, epidot dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (2D, 5I) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,2 – 3,8 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (4I) 35

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,2 – 1,5 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum biru keunguan.

Epidot (1B, 1J) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna orange kecoklatan, bentuk granular, ukuran mineral 0,82 – 2,42 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum ungu kecoklatan.

Klorit (6B) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,08 – 0,4 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 7˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Mineral Opak (1G, 1I)

5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,08 mm, isotropik.

Page 123: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 106

No. Sampel : AGK 09 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu keunguan pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral subhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistoe (foliasi) dengan ukuran mineral ≤0,02 – 3,84 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, epidot, serisit, klorit, kalsit dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (5C) 35

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,6 – 2,8 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (4G) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,08 – 1,14 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Epidot (2C, 3H) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 1,82 – 3,84 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum kuning kecoklatan.

Serisit (3C) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 2˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,42 mm, warna interferensi maksimum abu-abu hingga coklat kehitaman.

Klorit (1C) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,04 – 0,32 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 9˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Kalsit (3I) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna putih keabu-abuan, bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,86 mm, sudut gelapan 4˚, jenis gelapan miring, dengan warna interferensi maksimum otrange kecoklatan.

Mineral Opak (2E) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 124: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 107

No. Sampel : AGK 10 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehijauan pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (folasi) dengan ukuran mineral ≤0,02 – 3,24 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, epidot dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (3B) 50

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,84 – 3,24 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (1F) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,04 – 1,26 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 24˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange keunguan.

Epidot (5F) 17

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 0,08 – 0,82 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 39˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum kuning kecoklatan.

Mineral Opak (5G) 3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Page 125: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 108

No. Sampel : AGK 11 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan ukuran mineral ≤0,02 – 2,64 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, klorit, serisit dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (5B) 40

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,28 – 2,64 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (4F) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,06 – 0,82 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 26˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Klorit (4C) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,04 – 0,16 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 8˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau keunguan.

Serisit (4J, 5C) 17

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,42 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Mineral Opak (6B) 3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 126: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 109

No. Sampel : AGK 12 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Muscovite-Quartz Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kehijauan pada kenampakan nikol sejajar dan kuning hingga coklat kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (folasi) dengan ukuran mineral 0,02 – 2,78 mm. Terdiri dari mineral muskovit, kuarsa sekunder, epidot, klorit, serisit, mineral opak dan mineral lempung.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Muskovit (4B, 6H) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,06 – 0,82 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Kuarsa (4F) 25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,42 – 2,78 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Epidot (1B, 2F) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna orange kecoklatan, bentuk granular, ukuran mineral 0,82 – 1,46 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 32˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum ungu kecoklatan.

Klorit (1B) 17

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran mineral 0,08 – 0,94 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, sudut gelapan 36˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum coklat kehitaman.

Serisit (4I) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,46 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, merupakan hasil ubahan dari mineral K-Feldspar.

Mineral Opak (4E, 5I)

5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Mineral lempung (2G) 3

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,18 mm, tidak mempunyai pleokroisme, relief rendah, sudut gelapan 8˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Page 127: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 110

No. Sampel : AGK 13 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Metamorf

Nama Batuan : Quartz-Muscovite Schist (SCMR, 2007)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Bentuk mineral euhedral – anhedral, tekstur lepidoblastik dan struktur schistose (foliasi) dengan ukuran mineral 0,06 – 2,64 mm. Terdiri dari mineral kuarsa, muskovit, epidot, klorit, serisit dan mineral opak.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (3E) 55

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,82 – 2,64 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (2A, 2D)

20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,08 – 0,42 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 17˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum kuning kecoklatan.

Epidot (4F) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 0,84 – 1,26 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 25˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Klorit (3C) 12

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk hypidioblast, ukuran 0,2 – 1,64 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 7˚, gelapan miring, warna interferensi maksimum coklat kehitaman.

Serisit (3H) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,38 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, merupakan hasil ubahan dari mineral K-Feldspar.

Mineral Opak (3D, 5G)

3 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,08 mm, isotropik.

Page 128: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 1: Deskripsi Petrografi 111

No. Sampel : AGK 14 Lokasi : Kab. Kolaka Utara

Tipe Batuan : Batuan Beku Vulkanik

Nama Batuan : Dasit (Travis, 1955)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan beku ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas faneroporfiritik, bentuk mineral euhedral – anhedral, relasi inequigranular, tekstur khusus porfiritik dan struktur masif dengan ukuran mineral 0,02 – 3,94 mm. Terdiri dari mineral plagioklas, hornblende, ortoklas, biotit, kuarsa, mineral opak dan massa dasar berupa kristalit plagioklas dan gelas.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Plagioklas (1D, 3A)

25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), pleokreisme dwiroik, intensitas lemah, bentuk mineral subhedral-euhedral, relief rendah, belahan mineral sempurna satu arah, pecahan rata, ukuran mineral 0,04 – 1,36 mm, indeks bias nm > ncb, kembaran albit, sudut gelapan 34°, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas labradorit.

Hornblende (3D, 5I)

20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat kehitaman, bentuk euhedral – subhedral, belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief tinggi, intensitas kuat, pleokroisme monokroik, indeks bias nm > ncb, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, ukuran mineral 0,46 – 3,94 mm, warna interferensi maksimum orange hingga ungu kecoklatan.

Ortoklas (5C, 6I) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang, bentuk subhedral – anhedral, belahan satu arah, pecahan rata, pleokrisme tidak ada (-), kembaran carlsbad, sudut gelapan 10˚, jenis gelapan paralel, ukuran mineral 0,04 – 1,18 mm, dan warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Biotit (1H) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna coklat, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,06 – 0,78 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 90˚, jenis gelapan paralel, warna interferensi maksimum orange – coklat.

Kuarsa (3B) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,06 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Mineral Opak (5I) 2 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral <0,02 mm, isotropik.

Massa Dasar

− Kristalit Plagioklas (4B)

− Gelas (2B)

13

10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, relief rendah, pleokroisme tidak ada (–), dan ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, kembaran albit, dan sudut gelapan 26˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, jenis plagioklas andesin. Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna, warna interferensi maksimum abu–abu kehitaman, dan ukuran mineral 0,02 mm.

Page 129: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 112

No. Sampel : AGK 03

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Kalkopirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan sekis. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai (1%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

1 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral >0.1 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 130: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 113

No. Sampel : AGK 09

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Kalkopirit-Sfalerit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan gneiss. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit dan sfalerit. Mineral bijih yang dijumpai dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

5 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral >0.1 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Sfalerit (Sf) (Zn,Fe)S

5

Berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02 – 0,8) mm, bentuk subhedral – anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang lain (kalkopirit, dan pirit), tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 131: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 114

No. Sampel : AGK 09

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Kalkopirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan metamorf. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai (5%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

5 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral >0.1 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 132: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 115

No. Sampel : AGK 10

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan sekis. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral pirit. Mineral bijih yang dijumpai (1%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Pirit (Py) FeS2

1

Berwarna kuning pucat dengan bentuk subhedral-euhedral, tidak dijumpai pleokroisme, isotropik. Dengan ukuran mineral >0,1 mm.

Perbesaran 20x

Page 133: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 116

No. Sampel : AGK 11

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan gneiss. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral pirit. Mineral bijih yang dijumpai (1%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Pirit (Py) FeS2

1

Berwarna kuning pucat dengan bentuk subhedral-euhedral, tidak dijumpai pleokroisme, isotropik. Dengan ukuran mineral >0,1 mm.

Perbesaran 20x

Page 134: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 117

No. Sampel : AGK 11

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan geneiss. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit dan sfalerit. Mineral sfalerit hadir menggantikan mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

5 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral 0,2 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Sfalerit (Sf) (Zn,Fe)S

5

Berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02 – 0,8) mm, bentuk subhedral – anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang lain (kalkopirit, dan pirit), tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 135: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 118

No. Sampel : AGK 12

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Kalkopirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan sekis. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit. Mineral bijih yang dijumpai (5%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

5 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral 0,2 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 136: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 119

No. Sampel : AGK 12

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan sekis. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral pirit dan sfalerit.. Mineral bijih yang dijumpai dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Pirit (Py) FeS2

1

Berwarna kuning pucat dengan bentuk subhedral-euhedral, tidak dijumpai pleokroisme, isotropik. Dengan ukuran mineral >0,1 mm.

Sfalerit (Sf) (Zn,Fe)S

5

Berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02 – 0,8) mm, bentuk subhedral – anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang lain (kalkopirit, dan pirit), tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 137: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 120

No. Sampel : AGK 12

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan sekis. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral kalkopirit, pirit dan sfalerit. Mineral sfalerit muncul menggantikan mineral pirit dan kalkopirit Mineral bijih yang dijumpai dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Pirit (Py) FeS2

1

Berwarna kuning pucat dengan bentuk subhedral-euhedral, tidak dijumpai pleokroisme, isotropik. Dengan ukuran mineral >0,1 mm.

Kalkopirit (Cp) (CuFeS2)

5 Berwarna kuning terang, dengan bentuk subhedral-anhedral, ukuran mineral 0,2 mm, tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Sfalerit (Sf) (Zn,Fe)S

5

Berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02 – 0,8) mm, bentuk subhedral – anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang lain (kalkopirit, dan pirit), tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 138: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Mineragrafi 121

No. Sampel : AGK 13

Tipe Endapan : -

Jenis Mineralisasi : Pirit

Referensi : The Ore Minerals Under The Microscope (Bernhard Pracejus) Ore Mineral Atlas (Dan Marshall)

Mikroskopis Sayatan poles ini merupakan batuan metamorf berupa batuan metamorf. Kenampakan pada sayatan poles ini memperlihatkan kehadiran mineral pirit dan sfalerit. Mineral bijih yang dijumpai (1%) dalam bentuk disseminated dalam batuan

Deskripsi Mineralogi

Komposisi Mineral Jumlah (%)

Keterangan optik mineral

Sfalerit (Sf) (Zn,Fe)S

5

Berwarna abu-abu, isotropik, ukuran butir (0,02 – 0,8) mm, bentuk subhedral – anhedral, berikatan dengan mineral bijih yang lain (kalkopirit, dan pirit), tidak dijumpai pleokroisme, anisotropik.

Perbesaran 20x

Page 139: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Alterasi 122

No. Sampel : AGK 03 Lokasi :

Tipe Batuan : Metamorf

Jenis Alterasi : Propilitik (Epidot – Klorit – Kuarsa sekunder)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Batuan ini telah mengalami alterasi sekitar 50% dengan mineral alterasi yaitu klorit, epidot dan kuarsa sekunder. Bentuk mineral subhedral – anhedral dengan ukuran mineral 0,02 – 4,26 mm.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (1B, 6A) 25

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,08 – 1,82 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (5C) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,64 – 3,62 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 17˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum coklat.

Epidot (3D, 4F, 6J)

15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 0,84 – 4,26 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 30˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange hingga ungu kecoklatan.

Klorit (1F) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,08 – 1,24 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 9˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Kalsit (2C) 15 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna putih keabu-abuan, bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,04 – 1,62 mm, sudut gelapan 6˚, jenis gelapan miring, dengan warna interferensi maksimum ungu kecoklatan.

Serisit (3J, 4A) 3

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 2˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,42 mm, warna interferensi maksimum abu-abu hingga coklat kehitaman.

Mineral Opak (4H) 2 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 140: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Alterasi 123

No. Sampel : AGK 08 Lokasi :

Tipe Batuan : Metamorf

Jenis Alterasi : Propilitik (Klorit – Kuarsa sekunder)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan ungu kecoklatan pada kenampakan nikol silang. Batuan ini telah mengalami alterasi sekitar 40% dengan mineral alterasi yaitu klorit dan kuarsa sekunder. Bentuk mineral subhedral – anhedral dengan ukuran mineral 0,04 – 3,8 mm.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (3G, 5D) 30

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,2 – 3,8 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (2C) 35

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk euhedral – subhedral, ukuran mineral 0,2 – 1,5 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum biru keunguan.

Klorit (4I) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,08 – 0,4 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 7˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Mineral Opak (1I) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,08 mm, isotropik.

Page 141: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Alterasi 124

No. Sampel : AGK 09 Lokasi :

Tipe Batuan : Metamorf

Jenis Alterasi : Argilik (Kalsit – Serisit – Kuarsa sekunder)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kecoklatan pada kenampakan nikol sejajar dan abu-abu kehitaman pada kenampakan nikol silang. Batuan ini telah mengalami alterasi sekitar 55% dengan mineral alterasi yaitu kalsit, serisit dan kuarsa sekunder. Bentuk mineral subhedral – anhedral dengan ukuran mineral ≤0,02 – 3,84 mm.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Kuarsa (5C) 35

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,6 – 2,8 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Muskovit (4G) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,08 – 1,14 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 27˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Epidot (2C, 3H) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat, bentuk granular, ukuran mineral 1,82 – 3,84 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum kuning kecoklatan.

Serisit (3C) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 2˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,42 mm, warna interferensi maksimum abu-abu hingga coklat kehitaman.

Klorit (1C) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna abu-abu kehitaman, bentuk hypidioblast, ukuran 0,04 – 0,32 mm, pleokroisme dwikroik, relief sedang, belahan sempurna, pecahan rata, indeks bias Nm>Nbk, sudut gelapan 9˚, gelapan miring, warna intervensi maksimum hijau kehitaman.

Kalsit (3I) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna putih keabu-abuan, bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,86 mm, sudut gelapan 4˚, jenis gelapan miring, dengan warna interferensi maksimum otrange kecoklatan.

Mineral Opak (2E) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral ≤0,02 mm, isotropik.

Page 142: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …

Lampiran 2: Deskripsi Alterasi 125

No. Sampel : AGK 12 Lokasi :

Tipe Batuan : Metamorf

Jenis Alterasi : Argilik (Epidot – Kalsit – Serisit - Mineral lempung – Kuarsa sekunder)

Foto

X-Nikol //-Nikol

Perbesaran Total : 100X

Mikroskopis : Sayatan batuan metamorf ini berwarna putih kehijauan pada kenampakan nikol sejajar dan kuning kehijauan hingga coklat kehitaman pada kenampakan nikol silang. Batuan ini telah mengalami alterasi sekitar 60% dengan mineral alterasi yaitu epidot, serisit, kalsit, mineral lempung dan kuarsa sekunder. Bentuk mineral subhedral – anhedral dengan ukuran mineral 0,02 – 2,78 mm.

Komposisi Material Jumlah

(%) Deskripsi Mineral

Muskovit (2A, 5J) 35

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna coklat transparan, bentuk anhedral – subhedral, ukuran mineral 0,06 – 0,82 mm, pleokroisme monokroik, relief sedang, belahan satu arah, sudut gelapan 28˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum orange kecoklatan.

Kuarsa (4D, 6D) 20

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk anhedral, ukuran mineral 0,42 – 2,78 mm, tidak memiliki pleokroisme, relief rendah, tidak mempunyai belahan, sudut gelapan 3˚, jenis gelapan bergelombang, warna interferensi maksimum putih sampai keabu-abuan.

Epidot (2C) 10

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berwarna orange kecoklatan, bentuk granular, ukuran mineral 0,82 – 1,46 mm, pleokrisme monokroik, relief tinggi, intensitas kuat, belahan satu arah, sudut gelapan 32˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum ungu kecoklatan.

Serisit (2J, 3C) 15

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), relief rendah, intensitas sedang – lemah, bentuk anhedral, belahan tidak ada (-), pecahan tidak rata, pliokrisme tidak ada (-), sudut gelapan 4˚, jenis gelapan bergelombang dan ukuran mineral 0,04 – 0,46 mm, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman, merupakan hasil ubahan dari mineral K-Feldspar.

Mineral Opak (4I) 5 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna hitam, bentuk subhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,04 mm, isotropik.

Kalsit (4H) 10 Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini berawarna putih keabu-abuan, bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,04 – 0,86 mm, sudut gelapan 4˚, jenis gelapan miring, dengan warna interferensi maksimum otrange kecoklatan.

Mineral lempung (5E) 5

Pada kenampakan nikol sejajar mineral ini tidak berwarna (colourless), bentuk subhedral – anhedral, ukuran mineral 0,02 – 0,18 mm, tidak mempunyai pleokroisme, relief rendah, sudut gelapan 8˚, jenis gelapan miring, warna interferensi maksimum abu-abu kehitaman.

Page 143: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 144: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 145: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 146: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 147: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 148: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 149: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 150: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 151: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 152: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 153: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 154: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 155: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 156: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 157: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 158: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 159: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 160: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 161: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 162: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 163: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 164: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 165: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 166: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 167: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …
Page 168: STUDI BATUAN VULKANIK DAERAH KOLAKA UTARA …