12
STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA GANGGUAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Srata I pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: FREDIANA PEGIA HARTANTI J 210 161 028 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

  • Upload
    lyque

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA GANGGUAN JIWA

PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Srata I pada

Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

FREDIANA PEGIA HARTANTI

J 210 161 028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

Page 2: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

i

Page 3: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

ii

Page 4: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

iii

Page 5: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

1

STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJANDINYA GANGGUAN JIWA

PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Abstrak

Pendahuluan: Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis

dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Gejala

skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan. Pasien yang dirawat dirumah sakit dengan diagnosis

yang sama mempunyai faktor predisposisi yang berbeda beda, faktor predisposisi yang

berbeda ini merupakan infomasi yang penting untuk dijadikan dasar pedoman asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. Tujuan: Untuk mengetahui stresor

predisposisi yang berkontribusi terhadap gangguan jiwa pada pasien skizofrenia. Metode

Peneltian: Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan

narrative inquiry. Responden berjumlah 8 orang, dalam pemilihan responden

menggunakan teknik purposive sampling. Hasil Penelitian: Peneliti memperoleh hasil

bahwa stresor predisposisi yang mendukung terjadinya gangguan jiwa berbeda-beda

diantaranya adalah koping maladaptif, halusinasi dan predisposisi. Kesimpulan: Stresor

predisposisi yang mendukung terjadinya gangguan jiwa di Rumah sakit Jiwa Daerah

Surakarta bervariasi antar individu berbeda satu dengan lainya yaitu Hasil analisis tema

yang ditemukan adalah koping maladaptif dengan ciri-ciri marah-marah, kesal, dan

memukul. Halusinasi dengan ditandai dengan mendegar suara-suara, mendengar bisikan-

bisikan, berbicara sendiri ngelantur. Predisposisi disebabkan oleh keinginan tidak

tercapai, kurang perhatian/ kurangnya kasih sayang dari suami, patah hati, perceraian,

bullying, dan kehilangan

Kata Kunci: Gangguan Jiwa, Predisposisi, Skizofrenia, Stresor.

Abstract

Introduction: Mental disorders can happen to anyone and anytime. The results of

WHO’s analysis mentioned that about 450 million people suffer from disorders including

schizophrenia. Schizophrenia appears at the age of 15-25 years and more common in

males than in females. Patients who are in the hospital with the same diagnosis have

different predisposing factors, these different predisposing factors are important

information to serve as the basis of nursing care in patients with mental disorders.

Objective: To know the predisposing stressors that contribute to mental disorders in

schizophrenic patients. Method of Research: This research is conducted by using

qualitative research design with narrative inquiry approach. The respondents are 8 people

that selected by using purposive sampling technique. Results: The researchers found

that predisposing stressors that support the occurrence of mental disorders are different,

namely maladaptive coping, hallucinations and predisposition. Conclusion: There are

several variations predisposing stressor that supports the occurrence of mental disorders

in Surakarta Psychiatry Hospital. The results that found are maladaptive coping with

angry, irritated, and hitting characteristics. Hallucinations are marked by sounding

voices, hearing whispers, talking themselves digressing. Predisposition caused by desire

that not achieved, lack of attention / lack of affection from husband, broken heart,

divorce, bully, and lost.

Keywords: Mental Disorders, Predisposition. Schizophrenia, Stressor.

Page 6: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

2

1. PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah

gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita

gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih

dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh

dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan

rendah dan menengah (WHO, 2017).

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar

450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa

paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di

negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan

medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan. (Ashturkar & Dixit, 2013).

Skizofrenia adalah salah satu jenis psikotik yang menunjukan gelaja halusinasi dan waham

(Townsend, 2011). Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala salah satunya adalah halusinasi

akibat cemas berkepanjangan yang tidak mampu dihadapi pasien menggunakan mekanisme koping

dalam diri pasien. Pendapat lain menyebutkan bahwa halusinasi yang terjadi pada pasien

skizofrenia halusinasi gangguan alam perasaan yang tidak menentu, isi kebesaran atau kejaran,

sering bertengkar atau berdebat, dan perilaku cemas yang tidak menentu dan kemarahan (Hawari,

2014). Penyebab gangguan jiwa salah satunya adalah adanya tekanan yang berat dalam peristiwa

hidup. Stres berasal dari lingkungan atau biologi ataupun bisa keduanya (Videback, 2008).

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik Indonesia menyimpulkan

bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang menunjukan gejala depresi dan kecemasan,

usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau

sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis

skizofrenia tahun 2013 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar

pertama antara lain adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,27%), kemudian urutan kedua Aceh

(0,27%), urutan ketiga sulawesi selatan (0,26%), Bali menempati posisi keempat (0,23%), dan

Jawa Tengah menempati urutan kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia (Riset Kesehatan

Dasar, 2013).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun terus meningkat.

Prevalensi skizofrenia yaitu 0,23% dari jumlah penduduk melebihi angka normal sebanyak 0,17%

menempati posisi kelima (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Jumlah penderita gangguan jiwa dari data

Page 7: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

3

Dinas Kesehatan Jawa Tengah menyebutkan jumlah gangguan jiwa pada 2013 adalah 121.962

penderita. Sedangkan pada 2014 jumlahnya meningkat menjadi 260.247 orang dan pada tahun

2015 bertambah menjadi 317.504 (Wibowo, 2016).

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah penderita gangguan

jiwa pada tiga tahun terakhir cukup tinggi. Jumlah pasien skizofrenia pada tahun 2014 tercatat

sebanyak 1.559 orang, pada tahun 2015 menjadi 2.136 kemudian pada tahun 2016 sebanyak 2.034

orang. Adapun data yang diambil dari bulan Januari-April 2017 di semua ruangan pasien rawat inap

dengan skizofrenia menunjukan angka 43-77% (Rekam Medis RSJD Surakarta, 2017).

Berdasarkan obrservasi yang dilakukan selama 1 bulan pada bulan Mei 2017 dari

wawancara yang dilakukan pada 10 orang pasien di RSJD Surakarta menunjukan faktor predisposisi

sangat bervariasi. Pasien yang dirawat dirumah sakit dengan diagnosis yang sama mempunyai

faktor predisposisi yang berbeda beda, faktor predisposisi yang berbeda ini merupakan infomasi

yang penting untuk dijadikan dasar pedoman asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

jiwa. Oleh karena itu penting untuk diteliti “Stresor Predisposisi Yang Mendukung Terjadinya

Ganggua Jiwa Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

2. METODE

Penelitian yang digunakan penulis adalah kualitatif dengan metode pendekatan narrative inquiry.

Penelitian kualitatif dengan pendekatan narrative inquiry mengindemtifikasi tanda dan gejala serta

perasaan yang dialami individu dan cerita tersebut mempengaruhi kehidupan selanjutnya yang

menghadapi berbagai situasi yang kompleks dalam kehidupannya (Thomas, 2012). Responden

berjumlah 8 orang, dalam pemilihan responden menggunakan teknik purposive sampling. Sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang menderita skizofrenia yang telah

didiagnosa lebih dari satu tahun di ruang rawat inap RSJD Surakarta. Penentuan responden dapat

diartikan memadai apabila sampai pada taraf redundency atau data telah jenuh ditambah responden

tidak memberikan informasi yang baru (Sugiyono, 2014).

Jumlah responden yang relatif kecil digunakan dalam penelitian kualitatif agar perhatian

dan kedalaman penghayatan subjek atau objek yang diteliti terfokus (Afiyanti & Rachmawati,

2012). Kriteria responden adalah sebagai berikut:

a. Usia 17 tahun sampai 45 tahun. Alasan karena berdasarkan hasil penelitian pasien skizofrenia

rentan pada usia produktif mulai dari 15-45 tahun.

b. Klien kooperatif saat wawancara

c. Latar belakang pendidikan minimal SD

d. Sudah di diangnosa Skizofrenia lebih dari 1 tahun

e. Bersedia menjadi responden

Page 8: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

4

Kriteria keluarga responden yaitu:

a. Usia 17 tahun sampai 45 tahun

b. Tinggal serumah dengan pasien selama >10 tahun

c. Kooperatif saat wawancara.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan beberapa tema yang telah dijadikan dalam satu

kelompok atau satu kategori. Berikut ini hasil dari temuan tema yang telah ditemukan:

Tabel 1. Hasil Identifikasi Tema

3.2 Pembahasan Hasil Dan Temuan Tema

Tema pertama : koping maladaptif

“Saat saya sedang marah mba melihat sesuatu yang membuat saya kesal saya langsung melempar barang-barang yang

ada disekitar saya mba”(R1Line 59-52).

“Dibawa ibu saya kesini karena marah-marah setiap hari mba, saya tidak mau keluar kamar, saya kesal marah pada

teman saya yang merebut pacar saya”(R2 Line 51-54).

Data yang diperoleh peneliti dilapangan yaitu koping maladaftif yang muncul terjadi karena

pasien tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri pasien merasa kesal, melempar barang-

barang, marah-marah hal ini sejalan dengan penelitian ini. Penelitian Pratiwi, Jatmiko, & Widodo

(2017) menemukan bahwa pasien-pasien yang datang ke Emergency Unit adalah pasien yang tidak

mampu berkoping secara adaptif. Hal ini dibuktikan dengan penelitian mereka yang

mengekspresikan bahwa pasien di ruang gawat darurat ada tanda dan gejala mengamuk dan marah-

marah.

Menurut Stuart (2007) koping maladaptif merupakan pengalaman yang dialami individu

dimanaya keadaan tesebut membuat individu tidak mampu menghadapi stesor. Ciri-ciri koping

maladaptif diantaranya takut, kesal, tegang, dan merasa tidak mampu. Sumber koping merupakan

sumber-sumber yang bisa digunakan dalam menghadapi stresor. Sumber koping keluarga menjadi

indikasi yang kuat dan sumber koping penting bagi setiap pasien. Lingkungan kondusif juga

berkontribusi pada pasien untuk memiliki koping positif dalam mengahadapi stresor. Keyakinan

positif sangat dibutuhkan pasien dengan gangguan jiwa untuk melihat suatu stresor dengan

keyakinan positif (Subagyo, Wahyuningsih, & Mukhad, 2013).

No. Kata Penting Tema

1 Memukul, Marah-marah, Kesal Koping Maladapif

2 Mendegar suara-suara, mendengar bisikan-

bisikan, Berbicara sendiri ngelantur

Halusinasi

3 Keinginan tidak tercapai, kurang perhatian,

patah hati, perceraian, dibully, kehilangan

Predisposisi

Page 9: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

5

Tema kedua : Halusinasi

“Pernah mendengar bisikan-bisikan suara makhluk gaib dari perguruan pencak silat yang menyuruh saya untuk

menyerang semua orang yang menggangu saya dan keluarga saya mba” (R2 Line 62-66).

“Saya mendengar bisikan yang membuat saya kesal dan pengen mba marah mba” (R7 line 51-53).

Data yang diperoleh peneliti di lapangan halusinasi yang dialami oleh pasien berasal dari

suara bisikan-bisikan makhluk gaib, atau suara yang pernah di dengar oleh pasien yang dikenali,

seperti suara dari teman atau keluarganya. Pasien merasa terancam dengan suara tersebut dan

merasa terganggu karena suara tersebut sering muncul. Menurut Waters (2014) pada beberapa

penelitian ditemukan bahwa umumnya pasien mengalami halusinasi pendengaran mendengar

insight negatif.

Pasien yang mempunyai halusinasi menggambarkan karakteristik halusinasi perintah.

Beberapa jenis halusinasi suara negatif didengar oleh pasien, kemudian otak mengatur untuk

melakukan perilaku negatif. Misalnya suara menginstruksikan untuk memukul seseorang melintas

di depan pasien (Pratiwi & Dewi, 2016). Hasil penelitian lain dari Pratiwi & Agus (2017) bahwa

ketika terjadi halusinasi pendengaran pada individu dengan skizofrenia dapat diberikan terapi musik

yang bertujuan mengacaukan isi halusinasi yang didengar pada individu.

Tema ketiga: Predisposisi

“Saya ingin menikah dengan pacar saya mba, tapi saya tidak boleh menikahi pacar saya karena bapaknya tidak

setuju” (R5 Line 36-38).

“Calon ibu mertua saya tidak setuju, karena saya tidak kuliah, saya sudah berpacaran lama dengan calon suami

saya”(R8 Line 63-66).

Data yang diperoleh peneliti dilapangan adalah stresor yang menyebabkan pasien

mengalami gangguan jiwa disebabkan keinginan yang tidak tercapai pasien tidak diizikan menikah

dengan orang yang dicintainya dan kehilangan. Penelitian Pratiwi dan Dewi (2016) yang

menyebutkan bahwa pasien dengan halusinasi yang diberikan terapi orientasi realita mempunyai

pengalaman kehilagan di masa lalu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep, dkk (2009)

menyatakan bahwa pengalaman traumatik penyebab gangguan jiwa (skizofrenia) pasien di Rumah

Sakit Jiwa Cimahi menunjukkan adanya lima tema yang muncul yaitu: kehilangan orang yang

dicintai, mendapatkan tindakan kekerasan (pelaku, korban, atau saksi), citacita/keinginan/harapan

yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter.

Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor predisposisi gangguan

jiwa pada pasien skizofrenia disebabkan oleh berduka, kehilangan dan kegagalan. Berdasarkan hal

tersebut maka pola asuh orang tua pada masa awal kehidupan anak sangat berperan dalam

munculnya gangguan jiwa pada masa berikutnya. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem

yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anak. Pengalaman mental seorang anak

merupakan salah satu aspek psikis yang turut berpengaruh dalam kesehatan mental seseorang pada

Page 10: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

6

masa berikutnya, disamping faktor-faktor lain yang berupa proses belajar, kebutuhan, dan faktor

psikologis yang lain.

Anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang baik maka anak tersebut akan menjadi baik

juga. Menurut Sigmuen Frued bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh konflik-konflik internal

bahwa secara sadar yang muncul dari masalah-masalah yang tidak mampu terselesaikan di masa

kanak-kanak awal. Situasi konflik saat masa dewasa yang serupa dengan masa kanak-kanak akan

mencetuskan gejala (Issaacs, 2005).

3. 3 Keterbatasan Penelitian

3.3.1 Peneliti dalam melakukan penelitian tidak setiap hari datang mengamati perilaku yang

terjadi pada responden. Peneliti hanya melakukan wawancara seminggu 2 kali. Apabila

peneliti datang setiap hari akan tergambar detail dan spesifik masing-masing responden.

3.3.2 Peneliti dalam melakukan triangulasi data dengan dokumentasi sulit karena

berhubungan dengan privasi responden dimana responden hanya bersedia di rekam

suaranya saja.

3.3.3 Peneliti dalam melakukan penelitian sulit bertemu dengan keluarga responden sehingga

pengkajian pada keluarga responden kurang terkaji secara mendalam.

4. PENUTUP

4.1 Simpulan

Uraian simpulan secara rinci hasil penelitian tentang stressor predisposisi yang mendukung

terjadinya gangguan jiwa pada pasien skizofrenia, berikut simpulan dari hasil penelitian yang

ditemukan anatra lain:

4.1.1 Karakteristik responden pasien dengan diagnosis yang sama mempunyai faktor

predisposisi yang berbeda-beda antar individu satu dengan yang lain bervariasi yaitu

koping maladaptif, halusinasi dan predisposisi.

4.1.2 Hasil analisis tema yang ditemukan adalah koping maladaptif dengan ciri-ciri marah-

marah, kesal, dan memukul.

4.1.3 Tema kedua adalah halusinasi dengan ditandai dengan mendegar suara-suara,

mendengar bisikan-bisikan, berbicara sendiri ngelantur

4.1.4 Tema ketiga adalah predisposisi disebabkan oleh keinginan tidak tercapai, kurang

perhatian/ kurangnya kasih sayang dari suami, patah hati, perceraian, bullying, dan

kehilangan.

Page 11: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

7

4.2 Saran

4.2.1 Bagi pasien dan keluarga

Bagi pasien beserta keluarga diharapkan menjalankan setiap intruksi yang diberikan

oleh perawat atau tim medis selama menjalani perawatan. Keluarga sebaiknya

memberikan dukungan secara tepat selama perawatan dirumah sehingga mengurangi

adanya kekambuhan pada waktu yang akan datang.

4.2.2 Bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan sebaiknya memberikan intervensi yang tepat tidak hanya kepada

pasien tetapi juga kekeluarga pasien juga, supaya informasi yang tepat pada keluarga

lebih membantu keluarga dalam perawatan pasien saat dirumah lebih optimal.

4.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

4.2.4 Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya lebih mengembangkan kemampuan interpersonal

yang lebih dari peneliti diharapakan mempunyai kesiapan dalam penelitian kualitatif

dan dapat memperoleh informasi lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja

Garfindo Persada.

Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of Schizophrenia: A

Cross Sectional Study At Terityary Care Hospital In Maharashtra. National Journal of

Community Medicine, 65-69.

Hawari, D. (2014). Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosial-Sosial. Jakarta: FKUI.

Issaacs, A. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Edisi 3

Terjemahan. Jakarta: EGC.

Pratiwi, A., & Dewi, E. (2016). Model Orientasi Realita Pada Pasien Gangguan Jiwa dengan

Pengalaman Halusinasi Pendengaran (Reality Orientation Model For Mental Disorder

Patients Who Experienced Auditory Hallucinations). Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1, 82-89.

Pratiwi, A., Jatmiko, A., & Widodo, A. (2017). Modification of The Psychiatric Emergency Patient

Acuity Tool within a Triage System in an Emergency Unit. Proceeding International

Conference ISKA Johor Malaysia 3. Diakses pada tanggal 28 Desember 2017

Pratiwi, A., & Sudaryanto, A. (2015). Acceptance of Music Stimulation Therapy For Auditory

Hallucination Patients. Journal Injec Vol. 2 April, 97-102.

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI.

Rumah Sakit Jiwa daerah Surakarta. (2017). Rekam Medis RSJD Surakarta.

Page 12: STRESOR PREDISPOSISI YANG MENDUKUNG TERJADINYA … · yang tak tercapai, kehilangan pekerjaan, dan pola asuh otoriter. Kemudian penelitian Saputri (2016) menyimpulkan bahwa faktor

8

Saputri, A. I. (2016). Analisis Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Gangguan Jiwa Di Ruang

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi, 1-11.

Diterima dari http://eprints.ums.ac.id/44990/. Diakses pada tanggal 01 Mei 2017

Stuart & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Ed. 5 . Jakarta: EGC.

Subagyo, W., Wahyuningsih, D., & Mukhad, M. (2013). Stress Management Of Client With Mental

Disorder After Hospitalization. Jurnal Riset Kesehatan Vol 2, No 1 (ISSN: 2252-5068 e-

ISSN: 2461-1026), 288-291.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Thomas, S. (2012). Narrative inquiry: embracing the possibilities. Qulitative Research Journal, Vol.

12 , 206-221.

Townsend, M. C. (2011). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidence-Based

Practice. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Waters, F. (2014). Schizophrenia. Retrieved Desember 20, 2017, from

http://www.psychiatrictimes.com/schizophrenia/auditory-hallucinations-adult-populations.

Diakses pada tanggal 04 April 2017.

Webster, L., & Metrova, P. (2007). Using Narrative Inquiry as a Research Method. Oxon:

Routledge.

WHO. (2017, February 23). Mental disoreders. Retrieved April 03, 2017, from WHO:

http://www.who.int/mental_health/management/depression/prevalence_global_health_estim

ates/en/. Diakses pada tanggal 23 April 2017.

Wibowo, S. (2016). Penderita Gangguan Jiwa di Jawa Tengah Terus Meningkat. Retrieved April

18, 2017, from Tempo.co: https://gaya.tempo.co/read/811005/penderita-gangguan-jiwa-di-

jawa-tengah-terus-meningkat. Diakses pada tanggal 23 April 2017.

Yosep, I., Puspowati, N. N., & Sriat, A. (2017). Pengalaman Traumatik Penyebab Gangguan Jiwa

(Skizofrenia) Pasien di Rumah Sakit Jiwa Cimahi. Majalah Kedokteran Bandung Volume 41

No. 4, Tahun 2009 http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v41n4.253, 194-200