Upload
mustakim-masnur-suksesslalu
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
1/16
Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia
“Sebuah Tinjauan Filsafat Ilmu”
Oleh:
Mustakim Masnur, S. FarmK11015I022
Pengampu:
Dr. Waston
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER ILMU FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
2/16
BAB I
PENDAHULUAN
Farmasi merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400-1600an. Farmasi
dalam bahasa inggris adalah pharmacy, bahasa yunani adalah pharmacon, yang
artinya adalah obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu professional
kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika, dan ilmu
kimia yang memiliki tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan
penggunaan obat. Ruang lingkup farmasi sangatlah luas termasuk penelitian,
pembuatan, peracikan, penyediaan sediaan obat, pengujian, serta pelayanan
informasi obat.
Tokoh-Tokoh Besar Farmasi:
1. Hipocrates (460-370 SM)
"Bapak Ilmu Kedokteran" menerangkan obat secara
rasional, dan menyusun sistematika pengetahuan
kedokteran, serta meletakkan pekerjaan kedokteran
pada suatu etik yang tinggi..
2. Dioscorides (Abad 1 M)
Ahli botani Yunani yang memiliki ilmu farmakognosi
dan membuat sebuah karya yang berguna untuk farmasi
bahan alam yaitu buku “De Materia Medica”. Obat yang
berhasil dibuat seperti: Opium, Ergot, Hyoscyamus, dan
Cinnamon.
3. Galen (130-200M )
Dokter dan ahli farmasi Yunani menciptakan suatu
sistem yang sempurna dari fisiologi, patologi, dan
pengobatan mencampur dan melebur bermacam-macam
tumbuhan obat yang disebut Farmasi Galenika.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
3/16
4. I bnu Sina (980-1037M)
Ilmuwan Arab yang menggabungkan pengetahuan
pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India,
Persia, dan Arab menjadi pengobatan lebih baik. Menulis
beberapa buku tentang metode pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat dan buku cara pembuatan
sediaan obat seperti pil, supositoria, dan sirup.
5. Phil ipus Aureolus Thephratus Bombastus van H ohenheim (1493 - 1541)
Dokter dan ahli kimia dari Swiss, dikenal dengan
“Paracelcus” memiliki pengaruh besar pada
perkembangan ilmu farmasi dan penyiapan bahan obat
yang spesifik untuk melawan penyakit dan
memperkenalkan sejumlah besar zat kimia obat secara
internal.
Perkembangan ilmu farmasi kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia.
Mulai Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Sekolah Tinggi Farmasi yang
pertama didirikan di Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun 1821 (sekarang
sekolah tersebut bernama Philadelphia College of Pharmacy and Science). Setelah
itu, mulailah era baru ilmu farmasi dengan bermunculannya sekolah-sekolah
tinggi dan fakultas di universitas.
Peran organisasi keprofesian atau keilmuwan juga ditentukan
perkembangan ilmu farmasi. Sekarang ini banyak sekali organisasi ahli farmasi
baik lingkup nasional maupun internasional. Di Inggris, organisasi profesi
pertama kali didirikan pada tahun 1841 dengan nama “The Pharmaceutical
Society of Great Britain”. Sedangkan, di Amerika Serikat menyusul 11 tahun
kemudian dengan nama “American Pharmaceutical Association”. Organisasi
internasionalnya akhirnya didirikan pada tahun 1910 dengan nama “Federation
International Pharmaceutical”.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
4/16
Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman
menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra
karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari pati kulit kayu willow. Hasil
penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya menyebabkan
lahirnya perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya,
perkembangan (R & D) pasca Perang Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II
para pakar berusaha menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC,
hormaon steroid, dan kontrasepsi serta antipsikotika.
Sejak saat itulah, dunia farmasi (industri & pendidikannya) terus
berkembang dengan didukung oleh berbagai penemuan di bidang lain, misalnya
penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah farmasi saat ini hampir dijumpai di
seluruh dunia.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
5/16
BAB II
ISI
A. Farmasi Sebagai Ilmu Sains
Semua bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan
dalam berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu
pengetahuan atau disiplin ilmu, yang berakar dari kajian filsafat, yaitu Seni (Arts),
Etika (Ethics), dan Sains (Science). Di satu pihak Farmasi tergolong seni teknis
(technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat
(medicine); di lain pihak Farmasi dapat pula digolongkan dalam ilmu-ilmu
pengetahuan alam (natural science).
Dalam tinjauan pengelompokan bidang ilmu atau kategori di atas
digunakan kriteria :
1. Obyek ontologis. Di sini ditinjau obyek apa yang ditelaah sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, obyek ontologis dalam
bidang Ekonomi ialah hubungan manusia dan benda atau jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup; obyek telaah pada Manajemen ialah kerja sama
manusia dalam mencapai tujuan yang telah disetujui bersama; obyek ontologis
pada Farmasi ialah obat dari segi kimia dan fisis, segi terapetik, pengadaan,
pengolahan sampai pada penyerahannya kepada yang memerlukan.
2. Landasan epistemologis, yaitu cara atau metode apa yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan tersebut. Contoh landasan Epistemologis
Matematika ialah logika deduktif; landasan epistemologis kebiasaan sehari-
hari ialah pengalaman dan akal sehat; landasan epitemologis Farmasi ialah
logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis, yang
dinamakan pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
3. Landasan aksiologis, yaitu mempertanyakan apa nilai kegunaan pengetahuan
tersebut. Nilai kegunaan pencak silat, matematika dan farmasi sudah jelas
berbeda. Dalam hal ini nilai kegunaan atau landasan aksiologis Farmasi dan
Kedokteran itu sama karena kedua-duanya bertujuan untuk kesehatan manusia
(Suryasumantri, Y.S. 1985).
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
6/16
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi
ja batan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia
Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat
dengan obat-obatan, dengan persyaratan: pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.
Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum
merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA
(Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni
(basic science) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi
melainkan Sarjana Sains.
Bagaimana dengan perkembangan farmasi di Indonesia? Perkembangan
farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada
tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 di mana
pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa. Perusahaan-perusahaan
lokal pun bermunculan, tercatat ada Kimia Farma, Indofarma, Dankos, dan
lainnya. Di dunia pendidikan sendiri, sekolah tinggi atau fakultas farmasi juga
dibuka di berbagai kota.
Tonggak sejarah munculnya profesi apoteker di Indonesia dimulai dengan
didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946, yang
kemudian menjadi Fakultas Farmasi UGM, dan di bandung tahun 1947.
Demikian beberapa ulasan sejarah farmasi Dunia barat yang semuanya
berawal dari Hipocrates yang dikenal sebagai bapak kedokteran, jika dilihat secara
mendalam maka ilmu kefarmasian dan ilmu kedokteran memiliki sumber yang
sama sehingga diharapkan keilmuan ini dapat bekerja sama untuk mencapai efek
terapi yang maksimal bagi pasien.
B. Sejarah Kefarmasian Indonesia
Pengetahuan Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih
“muda” dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan.
Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia-Belanda maupun
masa pendudukan Jepang, kefarmasian Indonesia pertumbuhannya sangat lambat
dan profesi farmasi masih belum dikenal secara luas oleh masyarakat.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
7/16
Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tenaga-tenaga
farmasi Indonesia pada umumnya terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah
relatif sangat sedikit. Tenaga-tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya
berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda.
1. Pada Zaman penjajahan sampai perang kemerdekaan
Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada dasarnya diawali dengan
pendidikan asisten apoteker pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pendidikan
asisten apoteker semulai dilakukan ditempat kerjanya yaitu di apotek oleh
apoteker yang mengelola dan memimpin sebuah apotek. Setelah calon asisten
apoteker telah bekerja dalam jangka waktu tertentu di apotek dan dianggap
memenuhi syarat, maka diadakan ujian pengakuan yang diselenggarakan oleh
pemerintahan Hindia Belanda.
Menurut catatan yang ada, asisten apoteker Warga Negara Belanda lulusan
Indonesia yang pertama adalah pada tahun 1906 yang diuji di Surabaya. Warga
Negara Indonesia yang pertama asli tercatat sebagai lulusan pertama pada tahun
1908 yang diuji di Surabaya dan lulusan kedua terjadi pada tahun 1919 yang diuji
di Semarang.
Disekitar tahun 1930-an ditetapkan beberapa peraturan perundang-
undangan kefarmasian yang cukup penting antara lain:
a. Undang-Undang Obat Bius tanggal 12 Mei 1927 (ST 1927 No. 278)
diubah dengan St. 1949 No.335)
b.
Ordonansi Loodwit tanggal 21 Desember 1931 nomor 28 (Stb. 509)
c. Ordonansi Pemeriksaan Bahan-bahan Farmasi tanggal 12 Desember
1936 No. 19 (Stb. No. 660)
2. Periode setelah perang kemerdekaan sampai tahun 1958
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi terutama tenaga asisten apoteker
mulai bertambah dalam jumlah relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta
dibuka SAA Negeri (Republik) yang pertama, dengan jangka waktu pendidikan
selama 2 tahun. Lulusan angkatan pertama SAA ini tercatat 30 orang. Sementara
itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
8/16
3. Periode tahun 1958 sampai dengan 1967
Pada periode ini meskipun upaya untuk memproduksi obat telah banyak
dirintis, pada kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan
kesulitan yang cukup berat antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem
penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah
industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Pada periode ini terutama antara tahun 1960-1965 karena
kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi di dalam
negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh
karena itu penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari
impor. Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik
maka banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi
persyaratan standar.
Disekitar tahun1960-1965 beberapa peraturan perundang-undangan yang
penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah
antara lain:
a.
Undang-undang no.9 tahun 1960 tentang Pokok Pokok Kesehatan
b. Undang-undang no.10 tahun 1961 tentang Barang
c.
Undang-undang no.7 tahun 1963 tentang farmasi
d. Undang-undang no.6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
e. Peraturan Pemerintah no. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
Pada tahun 1963, sebagai bentuk realisasi Undang-Undang Pokok
Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional (SK Menkes tanggal 11 Juli
1963 nomor 39521/Kab/199). Dengan demikian pada waktu itu ada dua instansi
pemerintah dibidang kefarmasian yakni Direktorat Urusan Farmasi dan LFN.
Direktorat Urusan Farmasi (semula Inspektorat Farmasi) pada tahun 1967
mengalami pemekaran organisasi menjadi Direktorat Jenderal Farmasi.
Pada periode 1958-1967 tenaga farmasi baik apoteker maupun asisten
apoteker semakin meningkat jumlahnya. Pada periode ini telah didirikan lagi 5
jurusan/fakultas farmasi negeri dan beberapa fakultas farmasi swasta. Pada tahun
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
9/16
1966, jumlah apoteker diseluruh indonesia tercatat 1.101 orang, AA sebanyak
5.180 orang, Apotek 585 dan Industri Farmasi 109 pabrik.
4. Periode Orde Baru
Pada masa pemerintahan Orde Baru ini Stabilitas Politik, Ekonomi dan
Keamanan yang telah semakin mantap sehingga pembangunan disegala bidang
telah dapat dilaksanakan dengan lebih terarah dan terencana. Pembangunan
kesehatan sebagai bagian integral pembangunan nasional, secara bertahap telah
dapat ditingkatkan sejak Repelita I hingga Repelita III dengan hasil yang cukup
menggembirakan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dan pembangunan kesehatan pada
sisi lain mempunyai dampak positif terhadap perkembangan kefarmasian di
Indonesia. Industri farmasi secara bertahap sejak Repelita I sampai dewasa ini
telah dapat tumbuh dan berkembang secara mantap dengan jaringan distribusi
yang cukup luas. Pada periode orde baru pula, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan dibidang kefarmasian telah dapat ditata dan dilaksanakan dengan
lebih baik.Sampai tahun pertama Repelita I, sebagian besar (80%) kebutuhan obat
nasional kita masih sangat tergantung pada impor. Keadaan ini jelas tidak
menguntungkan dan mempunyai dampak negatif terhadap upaya peningkatan
derajat kesehatan rakyat. Oleh karena itu, kebijaksanaan obat pada Pelita I
dititikberatkan pada produksi obat jadi dalam negeri dengan membuka
kesempatan investasi, baik modal dalam negeri maupun modal asing. Dengan
adanya kebijaksanaan ini maka pada akhir Repelita I industri farmasi dalam negeri
dapat tumbuh dengan peningkatan produksi yang cukup besar sehingga
ketergantungan akan impor dapat dikurangi.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
10/16
5. Farmasi era Reformasi
Pada era Reformasi ini, farmasi mengalami peningkatan secara signifikan
baik dari profesi Apoteker, maupun tenaga tekhnis kefarmasian. Hal ini ditandai
dengan banyaknya sekolah pendidikan dan industri farmasi yang didirikan.
C. Pendidikan Kefarmasian
Pendidikan Farmasi, khususnya pendidikan tinggi sering berubah dengan
perubahan tuntutan zaman. Pendidikan tinggi secara umum dituntut untuk
menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan lebih relevan terhadap kebutuhan
masyarakat. Khususnya bidang Farmasi di era reformasi ini semakin banyak
didirikan perguruan tinggi swasta yang menyelenggarakan pendidikan Farmasi.
Demikian pula terjadi pada pendidikan program profesional di bidang kesehatan,
yang semakin dituntut mutu lulusan yang tinggi, sehingga Sekolah Perawat,
Sekolah Menengah Farmasi, dan lain-lain ditingkatkan menjadi setingkat
Akademi (Program D-3 atau D-4), yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Propinsi,
dan dikelompokkan dalam Politeknik Kesehatan (POLTEKKES).
1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Farmasi di Indonesia.
Perkembangan pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia dapat dibagi
dalam era pra Perang Dunia II, Zaman Pendudukan Jepang dan pasca Proklamasi
Kemerdekaan R.I. Sebelum Perang Dunia II, selama penjajahan Belanda hanya
terdapat beberapa Apoteker yang berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan
Belanda. Tenaga kefarmasian yang dididik di Indonesia hanya setingkat Asisten
Apoteker (AA), yang mulai dihasilkan tahun 1906. Pelaksanaan pendidikan A.A.
ini dilakukan secara magang ada Apotik yang ada Apotekernya dan setelah
periode tertentu seorang calon menjalani ujian negara. Pada tahun 1918 dibuka
sekolah Asisten Apoteker yang pertama dengan penerimaan murid lulusan MULO
Bagian B (Setingkat SMP). Pada tahun 1937 jumlah Apotik di seluruh Indonesia
hanya 37. Pada awal Perang Dunia ke-2 (1941) banyak Apoteker warga negara
asing meninggalkan Indonesia sehingga terdapat kekosongan Apotik. Untuk
mengisi kekosongan itu diberi izin kepada dokter untuk mengisi jabatan di
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
11/16
Apotik, juga diberi izin kepada dokter untuk membuka Apotik-Dokter (Dokters-
Apotheek) di daerah yang belum ada Apotiknya.
Pada zaman pendudukan Jepang mulai dirintis pendidikan tinggi Farmasi
dengan nama Yukagaku sebagai bagian dari Jakarta Ika Daigaku. Pada tahun 1944
Yakugaku diubah menjadi Yaku Daigaku. Pada tahun 1946 dibuka Perguruan
Tinggi Ahli Obat di Klaten yang kemudian pindah dan berubah menjadi Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Tahun 1947 diresmikan Jurusan
Farmasi di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam (FIPIA), Bandung sebagai
bagian dari Universitas Indonesia, Jakarta, yang kemudian berubah menjadi
Jurusan Farmasi, Institut Teknologi Bandung pada tanggal 2 Mei 1959.
Lulusan Apoteker pertama di UGM sebanyak 2 orang dihasilkan pada
tahun 1953. Saat ini di Indonesia terdapat 8 perguruan tinggi farmasi negeri dan
belasan perguruan tinggi swasta (Ketut Patra dkk. 1988).
a. Sekolah Menengah Farmasi
Dari sejarah perkembangan kefarmasiaan di Indonesia tampak besarnya
peranan pendidikan menengah farmasi (Sekolah Asisten Apoteker), khususnya
pada saat langkanya tenaga kefarmasian berpendidikan tinggi. Pada saat peralihan
sampai dikeluarkannya PP 25 tahun 1980, masih dimungkinkan adanya ”Apotik
Darurat” yaitu Apotik yang dikelola oleh Asisten Apoteker yang sudah
berpengalaman kerja. Tenaga menengah farmasi ini masih sangat diperlukan dan
berperanan, khususnya pada Farmasi Komunitas, baik di Apotik maupun di
Rumah Sakit. Dengan bertambahnya tenaga farmasi berpendidikan tinggi, peranan
ini akan semakin kecil, sehingga perlu dipikirkan untuk meningkatkan pendidikanAA ini setingkat akademi (lulusan SMA). Mulai tahun 2000, pendidikan
menengah ini mulai “phasing out”, ditingkatkan menjadi Akademi Farmasi (Ketut
Patra dkk. 1988).
b. Program Diploma Farmasi
Sejak 1991 telah dirintis pembukaan pendidikan tenaga farmasi ahli madya
dalam bentuk Program Diploma (D-III) oleh Departemen Kesehatan, yaitu
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
12/16
Program Studi Analis Farmasi. Kebutuhan ini merupakan konsekuensi
perkembangan di bidang kesehatan yang semakin memerluka tenaga ahli, baik
dalam jumlah maupun kualitas, dan semakin memerlukan diversifikasi tenaga
keahlian. Tujuan utama program studi ini ialah menghasilkan tenaga ahli madya
farmasi yang berkompetensi untuk pelaksanaan pekerjaan di bidang pengendalian
kualitas (quality control). Adapun peranan yang diharapkan dari lulusan program
Studi Analis Farmasi ialah: Melaksanakan analisis farmasi dalam laboratorium:
obat, obat tradisional, kosmetika, makanan-minuman, bahan berbahaya dan alat
kesehatan; di industri farmasi, instalasi farmasi rumah sakit, instansi pengawasan
mutu obat dan makanan-minuman atau laboratorium sejenisnya, di sektor
pemerintah maupun swasta, dengan fungsi :
Pelaksanaan analisis, pengujian mutu, pengembangan metode analisis dan
peserta aktif dalam pendidikan dan penelitian di bidang analisis farmasi.
Program ini diharapkan dapat dikelola oleh perguruan tinggi negeri yang
mempunyai fakultas atau Jurusan Farmasi dengan status Program Diploma (D-
III). Kemungkinan besar Sekolah Menengah Farmasi di masa yang akan datang
dapat ditingkatkan menjadi Program Diploma seperti yang diuraikan di atas
(Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi.1992).
Ramalan kami lebih dari 10 tahun yang lalu, sekarang ini sudah menjadi
kenyataan melalui ketentuan yang mengharuskan pendidikan menengah
ditingkatkan menjadi Akademi (Ketut Patra dkk. 1988)
c. Pendidikan Tinggi Farmasi
Perkembangan pendidikan tinggi Farmasi di Indonesia sejak berdirinya
perguruan tinggi farmasi yang pertama di Klaten dan Bandung, sampai saat ini
terdapat 8 pendidikan tinggi Farmasi negeri dan belasan perguruan tinggi swasta.
Menurut catatan tahun 1983 jumlah lulusan Farmasis (Apoteker) di Indonesia
3552 orang, yang merupakan peningkatan sebesar 350% dari jumlah Apoteker di
tahun 1966. Proyeksi jumlah Apoteker pada tahun 2000 adalah 6666 orang
berdasarkan rasio 1 Apoteker untuk 30.000 jiwa, hanya untuk bidang pelayanan
saja. (Rasio yang ideal untuk perbandingan kebutuhan minimum yang lazim
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
13/16
diproyeksikan untuk profesi ini di bidang kesehatan ialah 1 : 15.000). Saat ini
jumlah Apoteker diperkirakan sebanyak 10.000 orang.
Tantangan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang
yang merupakan tantangan bagi Pendidikan Tinggi Farmasi di Indonesia ialah
menghasilkan produk pendidikan tinggi yang memenui Standar Profesi Apoteker
(Standard Operating Procedure = SOP) sebagai berikut (ISFI.1989):
- Turut mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif aman yang dapat
meringankan penderitaan akibat penyakit.
-
Memberikan sumbangan untuk mengungkapkan mekanisme terinci dari
fungsi normal dan fungsi abnormal organisme.
- Mengupayakan obat yang bekerja spesifik, relatif aman yang dapat
memodifikasi penyakit; memulihkan kesehatan; mencegah penyakit.
- Mengupayakan obat yang dapat membantu kebehrasilan intervensi dengan
cara lain (bukan obat) dalam upaya kesehatan.
- Menciptakan metode untuk mendeteksi sedini mungkin kelainan
fungsional pada manusia.- Menggali dan mengembangkan sumber alam Indonesia yang dapat
diperbaharui atau pun tidak dapat diperbaharui untuk tujuan kefarmasian.
- Menciptakan cara baru untuk penyampaian obat ke sasaran yang harus
dipengaruhinya dalam organisme.
- Mengembangkan metode untuk menguji, menciptakan norma dan kriteria
untuk meningkatkan secara menyeluruh daya guna dan keamanan obat
dan komoditi farmasi, maupun keamanan lingkungan dan bahan lain yang
digunakan manusia untuk kepentingan kehidupannya.
- Membangun sistem farmasi Indonesia dan sistem pengejawantahan
profesi farmasi yang efisien dan efektif selaras dengan konstelasi budaya,
geografi dan lingkungan Indonesia.
2. Kurikulum Pendidikan Tinggi Farmasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun perubahan
orientasi Farmasi sebagai ilmu dan profesi juga berkembang mengikuti zaman.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
14/16
Kurikulum Pendidikan Tinggi Farmasi mulai berubah secara drastis pada awal
tahun 80-an. Perubahan ini ditandai oleh penerapan Sistem Kredit Semester,
penerapan Kurikulum Inti dalam rangka penyeragaman pendidikan tinggi Farmasi
di seluruh Indonesia, dan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980
tentang dikembalikannya fungsi Apotik sebagai tempat pengabdian profesi
Apoteker.
Perkembangan di era sembilan puluhan dimulai dengan terbitnya Undang-
Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 30/Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi, Konsep Link and
Match (1993) oleh DepDikBud; dan di sektor kesehatan diterbitkan Undang-
Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Perkembangan terakhir ialah
diterbitkannya PP 60/ Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, yang merupakan
penyempurnaan PP No.30/Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi, dan PP No.61/
Tahun 1999, tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum.
Peraturan Pemerintah yang terakhir ini pada dasarnya memberikan otonomi
kepada perguruan tinggi untuk penyelenggaraan pendidikan akademik dan
profesional, yang disertai akuntabilitas (pertanggungjawaban), melalui akreditasi,
yang dilakukan melalui evaluasi, untuk meningkatkan kualitas secara
berkelanjutan (Paradigma Baru Pendidikan Tinggi , KPPT-JP 1996-2005).
Kebijaksanaan pemerintah yang tertuang dalam berbagai perundang-
undangan itu semuanya mengacu pada Tujuan Pembangunan Nasional seperti
yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mempengaruhi
pula arah, tujuan dan orientasi pendidikan kefarmasian, dan kurikulum
pendidikannya.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
15/16
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian teori diatas, dapat disimpulkan beberapa strategi
pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia yaitu:
1. Strategi pengembangan ilmu farmasi di Indonesia, dimulai dari pemerintahan
Hindia-Belanda dengan pendirian Pendidikan Asisten Apoteker.
2. Strategi pengembangan selanjutnya dilakukan dengan penguatan aturan
hukum yang berlaku tentang pekerjaan kefarmasian.
3.
Peningkatan kerjasama luar negeri terkait dengan pengembangan industri-
industri farmasi di Indonesia dalam bidang peralatan dan distribusi.
8/20/2019 Strategi Pengembangan Ilmu Farmasi di Indonesia-Mustakim Masnur.pdf
16/16
DAFTAR PUSTAKA
Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Farmasi Negeri se Indonesia, Hasil Rapat
Tahunan (1992).
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XIII,
N0.XIII/Kongres XIII/ISFI/1989 tentang Standar Profesi Apoteker dalam
Pengabdian Profesi di Apotik.
Ketut Patra dkk . (1988) “ 60 Tahun Dr. Midian Sirait, Pilar -Pilar Penopang
Pembangunan di Bidang Obat”, Penerbit P.T.Priastu, Jakarta.
Suryasumantri, Y.S (1985) “ Filsafat Ilmu, Suatu Pengantar Populer”, Penerbit
Sinar Harapan, Jakarta.