60
ISBN: 978-602-17616-0-1 STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA Tim Penyusun: Nugraha Firdaus Aris Sudomo Endah Suhaendah Tri Sulistyati Widyaningsih Sanudin Devy Priambodo Kuswantoro Reviewer: A. Ngaloken Gintings Nurheni Wijayanto Harry Budi Santoso Budiadi BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN 2013

STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

ISBN: 978-602-17616-0-1

STATUS RISET

AGROFORESTRI DI INDONESIA

Tim Penyusun: Nugraha Firdaus

Aris Sudomo Endah Suhaendah

Tri Sulistyati Widyaningsih Sanudin

Devy Priambodo Kuswantoro

Reviewer: A. Ngaloken Gintings Nurheni Wijayanto Harry Budi Santoso

Budiadi

BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN 2013

Page 2: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA Tim Penyusun: Nugraha Firdaus Aris Sudomo Endah Suhaendah Tri Sulistyati Widyaningsih Sanudin Devy Priambodo Kuswantoro

Reviewer: A. Ngaloken Gintings Nurheni Wijayanto Harry Budi Santoso Budiadi

Hak cipta oleh Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Dilarang menggandakan buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk fotokopi, cetak, maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non komersial lainnya, dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut: Firdaus, N., A. Sudomo, E. Suhaendah, T.S. Widyaningsih, Sanudin, dan D.P.

Kuswantoro. 2013. Status Riset Agroforestri di Indonesia. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis.

Diterbitkan oleh: Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis – Banjar Km. 4 Pamalayan, Po. BOX 5 Ciamis 46201 T : +62 (265) 771352 F : +62 (265) 775866 E : [email protected], [email protected] Sumber pembiayaan: DIPA Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Tahun 2013 Disain cover: M. Siarudin ISBN: 978-602-17616-0-1

Page 3: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ iii ∞

KATA PENGANTAR

Kegiatan penelitian dapat menjawab pertanyaan yang salah apabila, salah satunya, tidak diketahui terlebih dahulu status riset dari penelitian tersebut. Mengetahui status riset berarti telah mengumpulkan data dan informasi terkini dari sebuah penelitian terhadap topik tertentu. Seperti sebuah “puzzle”, akan terlihat celah kosong dari suatu topik yang perlu diisi dengan kegiatan penelitian yang tepat sehingga akan mendapat hasil dan informasi yang menyeluruh mengenai suatu topik.

Penyusunan buku Status Riset Agroforestri di Indonesia yang dimulai sejak tahun 2011 lalu, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauhmana kegiatan penelitian agroforestri di Indonesia dan hasil-hasilnya. Berbagai hasil penelitian yang sudah dipublikasikan baik di dalam jurnal, prosiding, buku, maupun hasil-hasil riset yang tidak dipublikasikan seperti skripsi, tesis, dan disertasi dikumpulkan untuk menyusun status riset ini. Penyajian buku Status Riset Agroforestri di Indonesia terbagi dalam enam bab yaitu pendahuluan, tinjauan aspek teknik silvikultur, aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan prediksi kebutuhan riset agroforestri ke depan.

Status riset agroforestri ini menjadi penting sebagai salah satu pijakan langkah bagi Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPT Agroforestry) sebagai satu-satunya lembaga penelitian pemerintah yang secara khusus diberikan mandat untuk melaksanakan kegiatan penelitian agroforestri. Dengan mengetahui status riset agroforestri di Indonesia, diharapkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan oleh BPT Agroforestry bukan penelitian yang “jalan di tempat” dan menjawab pertanyaan yang salah, namun up to date dalam memberikan sumbangsih bagi penerapan agroforestri di masa kini dan mendatang.

Kepada Tim penyusun dan editor serta pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini, disampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Pepatah “Tiada gading yang tak retak” rasanya patut disampaikan mengingat penyusunan buku ini tentu masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran sangat diharapkan demi perbaikan buku ini dan terlebih pada riset agroforestri itu sendiri.

Ciamis, Februari 2013

Kepala Balai Penelitian Teknologi Agroforestry

Ir. Harry Budi Santoso, M.P. NIP. 19590927 198903 1 002

Page 4: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ iv ∞

Page 5: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ v ∞

DAFTAR ISI

hal. KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................... v DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............................................................................ vi I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 II TINJAUAN ASPEK TEKNIK SILVIKULTUR DALAM PERKEMBANGAN RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA ......................................................... 11 III TINJAUAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM PERKEMBANGAN RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA .................................................................... 55 IV TINJAUAN ASPEK SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA .............................................................................................. 75 V TINJAUAN ASPEK EKONOMI DALAM PERKEMBANGAN RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA .................................................................... 103 VI KEBUTUHAN RISET AGROFORESTRI ............................................................ 133

Page 6: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ vi ∞

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TABEL hal. 1 Distribusi tulisan berdasarkan aspek tulisan ........................................ 6 2 Kemampuan adaptasi beberapa jenis tanaman komponen penyusun agroforestri pada suatu lokasi ............................................................. 14 3 Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri yang berinteraksi positif .................................................................................................... 18 4 Beberapa kombinasi tanaman agroforestri yang berinteraksi netral .. 21 5 Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri yang berinteraksi negatif .................................................................................................. 22 6 Teknik penanaman agroforestri pada lahan alang-alang ................... 30 7 Beberapa hasil penelitian kontribusi tanaman agroforestri terhadap kesuburan tanah .................................................................................. 33 8 Beberapa hasil penelitian pengaruh pemupukan terhadap tanaman agroforestri ........................................................................................... 34 9 Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh pemangkasan pohon terhadap tanaman agroforestri ........................................................... 37 10 Hasil penelitian dampak agroforestri terhadap sifat fisik tanah ......... 56 11 Hasil penelitian dampak agroforestri terhadap seresah ..................... 57 12 Hasil penelitian dampak agroforestri terhadap unsur hara ................ 58 13 Potensi agroforestri sebagai penyimpan karbon ................................. 61 14 Dampak agroforestri terhadap KTA ..................................................... 63 15 Hasil penelitian mengenai lahan pada agroforestri ............................. 66 16 Hasil penelitian tentang lanskap pekarangan ..................................... 67 17 Motivasi petani mengelola lahan dengan pola agroforestri ................ 80 18 Faktor yang mempengaruhi praktik agroforestri di Indonesia ............ 87 19 Penelitian agroforestri skala semi komersial ....................................... 105 20 Kontribusi pendapatan dari usaha agroforestri terhadap ekonomi rumah tangga petani ............................................................................ 107 21 Hasil-hasil kajian pelaksanaan PHBM dan pembagian hasilnya .......... 109 22 Kelayakan finansial usaha agroforestri ................................................ 112 23 Beberapa produk agroforestri yang sudah diteliti pemasarannya ..... 117 24 Riset optimasi pemanfaatan lahan secara agroforestri ....................... 123 GAMBAR hal. 1 Grafik distribusi lokasi penelitian tiap aspek di tiap wilayah ................ 5 2 Alur pemasaran kayu jati rakyat (Perdana, 2010) ............................... 120

Page 7: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 1 ∞

I. PENDAHULUAN

Nugraha Firdaus

“Standing on the Shoulders of Giant”

A. Latar Belakang

Sebagai mekanisme manajemen penggunaan lahan, praktik agroforestri telah lama dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia. Secara ringkas, praktik pengelolaan lahan ini berkembang menjadi sebuah sistem unik yang mengkombinasikan antara tanaman keras dengan komoditas pertanian. Dalam implementasinya, setiap daerah mempunyai kekhasan dan karakteristik tersendiri baik dalam penamaan maupun dalam sistem pengelolaannya. Berbagai contoh bagi sistem yang dikembangkan oleh masyarakat lokal adalah repong damar di Krui, Lampung; model hutan karet di Jambi dan Sumatera Selatan; model tembawang sebagai sistem agroforestri penghasil buah dan kayu di Kalimantan Barat; sistem pelak di Kerinci, Jambi; sistem durian di Gunung Palung, Kalimantan Barat; sistem parak di Maninjau, Sumatera Barat; dan sistem talun (dudukuhan) di Jawa Barat (De Foresta et al., 2000). Berbagai model yang dikembangkan tersebut diklaim sebagai perwujudan kearifan lokal dalam mengkombinasikan berbagai faktor ekonomi dan biofisiknya (De Foresta et al., 2000).

Dalam perkembangannya, agroforestri diharapkan dapat menjadi jembatan dalam mengatasi kebutuhan akan lahan pertanian dengan tetap mempertahankan fungsi hutan dan lingkungan. Agroforestri juga diproyeksikan mampu menjadi jalan bagi peningkatan kemakmuran sekaligus untuk mengatasi masalah global, seperti penurunan kualitas lingkungan, kemiskinan, dan pemanasan global (Sabarnurdin et al., 2011). Hal tersebut sebenarnya telah dipromosikan oleh para peneliti, seperti kontribusi repong damar terhadap pendapatan tahunan petani di samping adanya peningkatan kualitas lingkungannya (Budidarsono et al., 2000). Sejalan dengan hal tersebut, Fernandez (2004) menyatakan bahwa kemenyan (Styrax benzoine) memberikan kontribusi sebesar 70% dari pendapatan petani. Berbagai produk dari sistem dudukuhan di Jawa Barat juga berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga petani (Manurung et al., 2008). Berbagai tanaman dalam sistem agroforestri juga dipandang sebagai tabungan yang menyediakan berbagai produk yang mendukung ketersediaan sumber pendapatan bagi para petaninya (Van Noordwijk et al., 2008).

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam sistem agroforestri dapat menjadi jembatan dalam mencapai visi Kementerian Kehutanan yaitu hutan lestari dan masyarakat sejahtera (Sabarnurdin et al., 2011). Hanya saja, selain dukungan politik, diperlukan upaya-upaya lain yang lebih nyata, termasuk di dalamnya adalah aspek-aspek penelitian untuk mencari cara terbaik (best practices) dalam penerapannya. Dalam hal ini, berbagai hasil penelitian yang telah dilaksanakan baik oleh peneliti lokal maupun internasional dapat menjadi rujukan untuk mencari jalan terbaik dalam penerapannya untuk mendukung visi Kementerian Kehutanan, sekaligus mendukung prinsip-prinsip yang terkandung dalam pengelolaan hutan

Page 8: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 2 ∞

lestari. Selain itu, hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan juga merupakan pijakan bagi penelitian lebih lanjut. Penerapan agroforestri yang ilmiah mempunyai potensi lebih untuk meningkatkan hasil yang lebih nyata baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi (Sanchez, 1999).

1. Definisi Agroforestri

Pendefinisian agroforestri telah dilakukan sejak sistem pengelolaan lahan ini dipromosikan secara luas untuk memecahkan permasalahan tata guna lahan di daerah tropis (Sanchez, 1999). Pendefinisian tersebut meliputi tahap perkembangan awal yang mencoba memasukkan berbagai macam atribut yang melekat pada terminologi agroforestri, hingga pada tahap yang lebih realistis yang didasarkan pada pengalaman praktis di lapangan (Somarriba, 1992). Lebih jauh, Somarriba (1992) menekankan pentingnya tiga unsur dalam mendefinisikan agroforestri, yaitu 1) setidaknya terdapat interaksi biologis dari dua jenis tumbuhan, 2) setidaknya salah satu dari tumbuhan tersebut adalah tumbuhan berkayu, dan 3) setidaknya salah satu dari tumbuhan tersebut dikhususkan untuk pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim).

Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi agroforestri yang dipromosikan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) yaitu:

“A collective name for landuse systems and practices in which woody perennials are deliberately integrated with crops and/or animals on the same land management unit. The integration can be either in a spatial mixture in a temporal sequence. There are normally both ecological and economic interactions between woody and non-woody components in agroforestry” (Lundgren dan Raintree dalam Nair, 1993a)

menjadi definisi yang saat ini populer digunakan. Menurut Nair (1993a), definisi ini mengisyaratkan bahwa:

1) Agroforestri setidaknya melibatkan dua atau lebih spesies tumbuhan yang salah satunya merupakan tumbuhan berkayu,

2) Sistem agroforestri setidaknya mempunyai lebih dari satu luaran (output), 3) Siklus dari agroforestri selalu lebih dari satu tahun, dan 4) Meskipun terlihat sederhana, sistem agroforestri melibatkan proses ekologi

dan ekonomi yang lebih kompleks dibanding sistem monokultur.

Nilai-nilai prinsip yang terkandung dalam definisi agroforestri tersebut juga mengisyaratkan keunggulan-keunggulan sistem tersebut dibandingkan dengan sistem lain, seperti yang diungkapkan oleh Darusman (2002) dalam Hairiah, et al. (2003) yaitu terciptanya kestabilan ekologi yang lebih tinggi, terciptanya kesinambungan ekonomi yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani, tingkat kesesuaian yang lebih tinggi dengan budaya dan pengetahuan petani, serta terpenuhinya kestabilan politik akibat daya terima yang lebih luas di masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut, Sanchez (1999) menyatakan bahwa beberapa hasil riset mengenai agroforestri di Asia dan Afrika membuktikan keunggulan sistem pengelolaan lahan ini untuk menunjang ketahanan pangan, kayu bakar, pakan ternak, kayu pertukangan, dan obat yang dapat dipergunakan secara

Page 9: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 3 ∞

langsung oleh petani ataupun dijadikan komoditas perdagangan. Selain itu, sistem agroforestri telah secara langsung berperan dalam peningkatan kesuburan tanah dengan terciptanya kontrol terhadap erosi serta perlindungan terhadap tata air.

2. Penelitian Agroforestri

Meskipun merupakan praktik pengelolaan lahan yang telah lama diaplikasikan oleh masyarakat, pada kenyataannya agroforestri telah bertransformasi menjadi disiplin ilmu tersendiri yang pada awalnya berkembang pada akhir tahun 1970an (Nair, 1993b). Perkembangan agroforestri dari praktis menjadi disiplin ilmu didasari oleh empat prinsip utama, yaitu kompetisi (competition), kompleksitas (complexity), keuntungan (profitability), dan keberlanjutan (sustainability) (Sanchez, 1995). Hal tersebut tidak terlepas dari sifat agroforestri sebagai sebuah sistem pengelolaan lahan yang di dalamnya terkandung unsur pengaturan pola tanaman untuk mengoptimalkan kompetisi antar individu, yang secara langsung akan berimplikasi pada kompleksitas ekologi dan sosio-ekonomi dari sistem tersebut. Selain itu, agroforestri juga dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari pengelolaan lahan tersebut, di samping pengaturan ruang dan waktu untuk mendapatkan hasil yang berkelanjutan.

Untuk mendukung pencapaian dari empat prinsip dasar tersebut, diperlukan dukungan pengetahuan dan teknologi yang memadai. Selain untuk memecahkan persoalan penggunaan lahan secara umum (Nair, 1998), penelitian agroforestri juga dimaksudkan untuk memberikan basis pengetahuan yang menjadi landasan untuk mengelola aspek kompetisi dan kompleksitas agar lebih menguntungkan dan berkelanjutan (Nair, 1998, Sanchez, 1995). Lebih jauh, Nair (1998) menyatakan bahwa riset agroforestri harus didasarkan pada pengetahuan yang telah diperoleh saat ini baik yang diperoleh dari hasil riset maupun pengetahuan tradisional yang berasal dari pengalaman praktis para petani. Pengetahuan yang dibangun melalui riset akan menjadi landasan bagi pengembangan teknologi agroforestri yang akan menjadi jembatan dari masa lalu menuju pengembangan di masa depan.

B. Review Status Riset Agroforestri 1. Tujuan dan Metode Penyusunan Status Riset

Tujuan dari penyusunan status riset ini adalah sebagai landasan bagi perencanaan penelitian agroforestri khususnya di lingkup Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPT Agroforestry). Sebagai lembaga baru di lingkup Kementerian Kehutanan yang diberi kekhususan untuk melakukan penelitian teknologi agroforestri, BPTA diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah bagi pengembangan teknologi agroforestri di Indonesia untuk mendukung pencapaian visi dan misi Kementerian.

Status riset ini disusun dari tulisan yang berasal dari berbagai sumber ilmiah, yang kemudian disusun berdasar aspek bahasan yang terdiri dari silvikultur, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Sumber yang dijadikan rujukan dalam status riset

Page 10: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 4 ∞

ini merupakan hasil penelitian dan bukan merupakan studi pustaka. Dari hasil pengumpulan data tersebut, diperoleh sejumlah 450 tulisan. Dari 450 tulisan tersebut, 440 tulisan dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan bahan rujukan.

2. Distribusi Tulisan

Seluruh tulisan yang memenuhi syarat untuk dijadikan rujukan kemudian dibagi berdasarkan aspek masing-masing, yaitu silvikultur, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Untuk melihat persebaran lokasi penelitian, seluruh tulisan juga dibagi berdasarkan enam wilayah lokasi penelitian yaitu Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Maluku-Papua. Sebaran lokasi penelitian dari tiap wilayah tersaji dalam Gambar 1.

Riset agroforestri dengan lokasi di Pulau Jawa menempati ururtan teratas dalam jumlah riset. Riset mengenai aspek ekonomi (32%) dan aspek teknik silvikultur (30%) menjadi riset yang paling banyak dilakukan di wilayah Pulau Jawa. Sementara itu riset agroforestri dengan lokasi di wilayah Sumatera, yang menjadi urutan kedua dalam jumlah riset, banyak mengangkat dan menggali aspek lingkungan (33%) dan disusul dengan aspek sosial dalam agroforestri (28%). Riset agroforestri yang dilakukan di wilayah Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara banyak mengkaji aspek sosial (52%) dan lingkungan (25%).

Riset agroforestri yang dilakukan di wilayah Kalimantan banyak mengambil tema dan mengangkat aspek teknik silvikultur (34%) dan aspek lingkungan (33%). Adapun kajian mengenai ekonomi agroforestri (41%) dan informasi teknik silvikultur (38%) banyak dilakukan di wilayah Sulawesi. Sementara itu, di wilayah Maluku dan Papua, riset agroforestri banyak difokuskan pada aspek-aspek sosial (43%) dan pada urutan kedua ditempati oleh aspek penelitian silvikultur (29%). Beragamnya topik penelitian dan banyaknya kegiatan penelitian dalam suatu aspek agroforestri di setiap wilayah menunjukkan bahwa di setiap daerah mempunyai bentuk-bentuk agroforestri yang khas maupun yang layak dikaji.

Page 11: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 5 ∞

Sumber: Analisis Data Primer (2011)

Gambar 1. Grafik distribusi lokasi penelitian tiap aspek di tiap wilayah

Page 12: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 6 ∞

Setiap aspek tersebut kemudian dibagi dan dianalisis menurut tema utama dari masing-masing tulisan. Distribusi tulisan berdasarkan aspek dan tema tersebut tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Distribusi tulisan berdasarkan aspek tulisan

No. Aspek Tulisan Tema Tulisan Jumlah

1. Silvikultur Pemilihan Jenis (Uji jenis tanaman agroforestri, Produktivitas dan interaksi tanaman agroforestri); Teknik Silvikultur Agroforestri (Penyiapan lahan, Penanaman, Pemeliharaan); Bentuk-bentuk Agroforestri di Masyarakat (Agrisilvikultur, Silvofishery, Apikultur).

121 (28 %)

2. Lingkungan Pengaruh Komponen Abiotik dan Biotik dalam Agroforestri (Cahaya; Makroorganisme); Dampak Agroforestri terhadap Lingkungan (Dampak agroforestri terhadap sifat fisik tanah; Dampak agroforestri terhadap seresah; Dampak agroforestri terhadap unsur hara; Dampak agroforestri terhadap siklus air; Potensi agroforestri sebagai penyimpan karbon; Dampak agroforestri terhadap keanekaragaman hayati; Dampak agroforestri terhadap konservasi tanah dan air; Peran agroforestri dalam rehabilitasi); Agroforestri dan Dinamika Pemanfaatan Ruang (Agroforestri dan pemanfaatan lahan; Penerapan agroforestri dalam bentuk pekarangan).

109 (25 %)

3. Sosial Kearifan Budaya Lokal dalam Bentuk Agroforestri Khas Indonesia; Faktor Sosial dalam Praktik Agroforestri (Persepsi, motivasi, dan penerimaan sosial; Pola adopsi dan partisipasi; Pengambilan keputusan; Analisis gender); Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri di Indonesia (Kelembagaan dan penerapan kebijakan terkait sistem agroforestri, Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan kebijakan agroforestri di Indonesia, Penyuluhan dan pengembangan masyarakat).

98 (22 %)

4. Ekonomi Pendapatan dan Kontribusi Ekonomi Agroforestri (Agroforestri dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; Pengelolaan agroforestri berdasarkan orientasi ekonomi; Kontribusi pendapatan usaha agroforestri); Kelayakan Finansial Usaha Agroforestri; Kesempatan Kerja dalam Pengelolaan Agroforestri; Pemasaran Hasil Agroforestri; Agroforestri dan Perekonomian Wilayah; Pemodelan dan Optimasi Hasil dalam Agroforestri

112 (25 %)

Jumlah 440

Sumber: Analisis Data Primer (2011)

Page 13: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 7 ∞

Pemilihan tema dari masing-masing aspek tersebut didasarkan pada bidang kajian utama dari aspek-aspek yang dikaji. Apabila kemudian dalam sebuah tulisan terdapat beberapa aspek kajian, maka analisis ditekankan pada aspek utama yang menjadi bahasan dari tulisan tersebut. a. Silvikultur

Aspek silvikultur merupakan salah satu bidang kajian dalam riset agroforestri yang berhubungan dengan strategi aplikasi teknik budidaya di lapangan. Pemilihan rejim silvikultur yang tepat merupakan salah satu jalan yang penting dilakukan menuju arah kelestarian hutan yang mampu memakmurkan masyarakat (Sabarnurdin et al., 2011). Penggunaan teknik silvikultur yang tepat juga menjadi kunci bagi keberhasilan dalam optimalisasi penggunaan sumberdaya yang ada. Contoh nyata dari hal ini terungkap dari hasil review yang dilakukan terhadap penelitian-penelitian dalam bidang silvikultur (Bagian II), seperti pentingnya pemilihan jenis-jenis yang tepat agar tercipta interaksi antar jenis yang positif serta teknik-teknik silvikultur yang diperlukan untuk meningkatkan hasil dari komoditas yang ditanam. Selain itu, aspek ini melihat praktik-praktik pola agroforestri yang dilakukan oleh masyarakat.

b. Lingkungan

Dalam Bagian III, kajian mengenai aspek lingkungan dalam penelitian agroforestri meliputi tema agroforestri dan pengaruhnya terhadap komponen abiotik dan biotik, keanekaragaman hayati, agroforestri serta pengaruhnya terhadap konservasi dan rehabilitasi lahan, serta dinamika pemanfaatan ruang dalam praktik agroforestri. Terkait dengan isu perubahan iklim yang berkembang saat ini, terungkap bahwa agroforestri merupakan salah satu strategi menjanjikan bagi mitigasi perubahan iklim.

c. Sosial

Aspek sosial telah mewarnai riset agroforestri berdampingan dengan riset yang berhubungan dengan aspek biofisik. Seperti yang dipaparkan di Bagian IV, aspek ini berhubungan erat dengan dinamika sosial yang terjadi dalam hubungannya dengan praktik agroforestri di masyarakat yang menciptakan pola-pola agroforestri yang unik. Faktor-faktor tersebut dapat berupa dorongan internal dari individu masyarakat dan pengaruhnya terhadap pola adopsi, partisipasi, dan pengambilan keputusan, serta pembagian peran dalam pengelolaannya. Selain itu, aspek sosial juga mengkaji sistem kelembagaan yang ada serta berbagai kebijakan yang mempengaruhi perkembangan praktik agroforestri di masyarakat.

d. Ekonomi

Pertimbangan ekonomi merupakan faktor yang berhubungan dengan pilihan masyarakat terhadap praktik agroforestri. Dalam Bagian V, tergambarkan bahwa aspek ekonomi dalam riset agroforestri tidak hanya terpaku pada aspek kelayakan ekonomi dan finansial semata, tetapi juga meliputi aspek-aspek lain seperti kontribusi agroforestri terhadap perekonomian rumah tangga serta

Page 14: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 8 ∞

perekonomian wilayah, agroforestri dan penyerapan tenaga kerja, serta pemasaran. DAFTAR PUSTAKA Budidarsono, S., B. Arifatmi, H. De Foresta, dan T. P. Tomich. 2000. Damar

Agroforest Establishment and Sources of Livelihood. Southeast Asia Policy Research Working Paper No. 17. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor.

De Foresta, H., A. Kusworo, G. Michon, dan W. A. Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan — Agroforest Khas Indonesia — Sumbangan Masyarakat Bagi Pembangunan Berkelanjutan. International Centre for Research in Agroforestry - Institut deRecherche pour le Développement - Ford Foundation. Bogor.

Fernández, C. G. 2004. Benzoin, a Resin Produced by Styrax Trees in North Sumatra Province, Indonesia. Dalam: Kusters, K. dan Belcher, B. (Eds.) Forest Products, Livelihoods and Conservation. Case Studies of Non-Timber Forest Product Systems Volume 1 – Asia. Center for International Forestry Research. Bogor.

Hairiah, K., S.R. Utami, B. Verbist, M. Van Noordwijk, dan M.S. Sardjono. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforestri di Indonesia. Bahan Ajaran Agroforestri Buku 9. World Agroforetry Centre (ICRAF). Bogor.

Manurung, G. E. S., J. M. Roshetko, S. Budidarsono, dan Kurniawan, I. 2008. Dudukuhan Tree Farming Systems in West Java: How to Mobilize Self-Strengthening of Community-Based Forest Management? Dalam: Snelder, D. J. & Lasco, R. D. (Eds.) Smallholder Tree Growing for Rural Development and Environmental Services: Lessons from Asia. Springer.

Nair, P. K. R. 1993a. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht/Boston/London.

-------------------. 1993b. State-of-The-Art of Agroforestry Research and Education. Agroforestry Systems 23: 95-113.

-------------------. 1998. Directions in Tropical Agroforestry Research: Past, Present, and Future. Agroforestry Systems38: 223-245.

Sabarnurdin, S., Budiadi dan P. Suryanto. 2011. Agroforestri untuk Indonesia: Strategi Kelestarian Hutan dan Kemakmuran, Yogyakarta, Cakrawala Media.

Sanchez, P. A. 1995 Science in Agroforestry. Agroforestry Systems 30: 5-55.

-----------------. 1999) Delivering on the Promise of Agroforestry. Environment, Development, and Sustainability 1: 275-284.

Page 15: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 9 ∞

Somarriba, E. 1992. Revisiting the Past: An Essay on Agroforestry Definition. Agroforestry System 19: 233-240.

Van Noordwijk, M., J. M. Roshetko, M.D. Murniati, Angeles, Suyanto, C. Fay, dan T. P. Tomich. 2008. Farmer Tree Planting Barriers to Sustainable Forest Management. Dalam: Snelder, D. J. dan Lasco, R. D. (eds.) Smallholder Tree Growing for Rural Development and Environmental Services: Lessons from Asia. Springer.

Page 16: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 10 ∞

Page 17: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 11 ∞

II. TINJAUAN ASPEK TEKNIK SILVIKULTUR DALAM PERKEMBANGAN RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA

Aris Sudomo

Dalam rangka mengembalikan fungsi hutan dan lahan kritis agar dapat bermanfaat secara ekonomi, sosial, dan positif bagi lingkungan diperlukan teknologi agroforestri. Hal ini disebabkan pengelolaan hutan lestari hanya dapat tercapai jika dapat mengakomodir ketiga fungsi tersebut. Peningkatan kesejahteraan masyarakat hanya dapat tercapai jika komoditas agroforestri yang diusahakan mempunyai kelayakan secara finansial, teknis, dan sesuai keinginan masyarakat. Kelayakan secara teknis dapat dicapai dengan pengetahuan teknologi agroforestri mulai dari pemilihan jenis, teknik silvikultur agroforestri, dan manajemen tapak tempat tumbuh, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengembangan teknologi agroforestri agar dapat mencapai tujuannya harus didukung oleh scientific base knowledge. Meskipun demikian kenyataan menunjukkan bahwa aplikasi agroforestri telah lama diimplementasikan oleh masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat mempunyai indegenous knowledge dalam pengembangan agroforestri. Dengan pengetahuan yang dimiliki, masyarakat telah mengaplikasikan usaha agroforestri baik untuk tujuan subsisten, semi komersial, dan komersial. Pembelajaran terhadap experience base knowledge yang masyarakat miliki menjadi penting untuk pengembangan agroforestri. Atas dasar pengetahuan masyarakat tersebut dapat disempurnakan dengan penelitian-penelitian yang bersifat scientific untuk menjawab permasalahan-permasalahan di lapangan. Setelah diketahui experience base knowledge yang dimiliki masyarakat dan status riset yang telah dilakukan bisa menjadi dasar pijakan untuk melakukan penelitian-penelitian ke depan agar menghasilkan inovasi teknologi agroforestri yang mampu menjawab permasalahan yang aktual. Kompleksitas agroforestri memerlukan pendekatan teknologi yang berbeda dengan pola tanam lainnya. Komponen teknologi agroforestri adalah teknik pemilihan jenis, teknik interaksi, teknik silvikultur, teknik manajemen tapak, serta teknik pengendalian hama dan penyakit. Pendekatan silvikultur intensif yaitu pemilihan bibit unggul, manipulasi lingkungan, dan pengendalian hama penyakit dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas hutan dan lahan (Soekotjo, 2004). Tetapi pada kenyataannya hal ini baru diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan kayu dan belum banyak diimplementasikan oleh masyarakat petani. Silvikultur intensif yang belum berjalan di masyarakat memberikan peluang untuk melakukan pendekatan dengan metode agroforestri yang telah lama diaplikasikan oleh masyarakat. Silvikultur agroforestri diharapkan sesuai dengan kondisi masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan hutan dan lahan yang lestari. Seiring dengan aplikasi agroforestri yang telah berjalan dan hasil-hasil penelitian silvikultur

Page 18: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 12 ∞

agroforestri yang telah ada bisa sebagai pijakan pengembangan agroforestri ke depan. Bagaimanapun juga produktivitas fisik suatu lahan hanya dapat tercapai dengan aplikasi silvikultur intensif baik pada pola tanam monokultur, campuran, maupun pola tanam agroforestri. A. Pemilihan Jenis

Pemilihan jenis tanaman dalam pola tanam agroforestri lebih komplek dibandingkan dengan pemilihan jenis dalam pola tanam monukultur seperti dalam pembangunan hutan tanaman. Meskipun demikian karena salah satu komponen utama agroforestri adalah pohon, maka dasar-dasar pemilihan jenis pohon untuk pembangunan hutan tanaman bisa menjadi salah satu acuan dalam pemilihan jenis tanaman berkayu dalam pola agroforestri. Penentuan jenis komoditas agroforestri hanya atas dasar dugaan semata sangat besar resikonya karena dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit nilainya. Pemilihan jenis yang hanya berdasarkan prediksi semata seringkali kurang tepat. Ketidaksesuaian antara jenis dengan tapak (site) dan terjadinya penurunan kesuburan tanah karena teknik budidaya yang rendah, merupakan faktor yang menyebabkan kurang optimalnya produktivitas hutan tanaman (Hardiyanto, 2005).

Menurut Na’iem (2004), jenis yang cocok bukan hanya tercermin dari segi pertumbuhan, nilai ekonomi dan kemampuan adaptasinya pada suatu lingkungan tertentu, tetapi kemampuannya membentuk struktur pertumbuhan yang ideal. Struktur pertumbuhan yang ideal dalam pola tanam agroforestri akan lebih kompleks karena melibatkan beberapa jenis tanaman baik tanaman kehutanan maupun komoditas pertanian yang akan saling berinteraksi. Pemanfaatan sumber daya alam secara lestari (termasuk praktik agroforestri) tidak hanya tercermin dari keberhasilan komponen terkait secara masing-masing pada suatu sumberdaya lahan, tetapi akan dinilai dari performa seluruh komponen terkait secara kolektif dan kontribusinya pada lingkungan lokal maupun global (Nambiar, 1996 dalam Naiem dan Sabarnurdin, 2003).

Beberapa jenis baik yang sudah atau belum dikenal oleh masyarakat bisa mempunyai potensi ekonomi, sehingga diperlukan informasi tentang struktur pertumbuhan beberapa jenis tersebut dalam pola agroforestri dan kemampuan adaptasi pada lingkungan tertentu. Hal ini sebagai dasar untuk pengembangan jenis tersebut dalam pemanfaatan hutan dan lahan dengan pola tanam agroforestri. Menurut Soekotjo (2004), metode pemilihan jenis ada dua yaitu naturalis dan eksperimental. Metode naturalis dilakukan dengan menyesuaikan persyaratan tempat tumbuh suatu jenis tanaman dengan kondisi tapak tempat pengembangan. Metode eksperimental yaitu dengan melakukan percobaan penanaman langsung pada suatu karakteristik lahan yang akan menjadi lokasi pengembangan. Uji eksperimental tentunya akan memberikan hasil struktur pertumbuhan yang lebih akurat meskipun dengan waktu yang relatif lebih lama.

Hasil penelitian Thamrin (2003) dalam Mindawati et al. (2006) di Desa Bukit Baru, Tenggarong, Kalimantan Timur, menyimpulkan bahwa suatu jenis akan

Page 19: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 13 ∞

diusahakan oleh masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pemilik lahan jika memenuhi 4 (empat) faktor berikut :

1) Jenis: Jenis tanaman yang ditanam adalah jenis yang sudah dikenal masyarakat dan sudah diketahui teknologi penanamannya.

2) Kesesuaian lahan: Kesesuaian lahan berkenaan dengan kecocokan antara jenis tanaman dan lahan yang ditanam agar produktivitas lahan maksimal.

3) Pasar: Hasil produksi tanaman yang dihasilkan sudah memiliki jaringan pemasaran yang menampungnya.

4) Aksesibilitas: Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk pemasaran hasil berupa jaringan jalan dan alat transportasi.

Sastradiharja (2011) menjelaskan bahwa dengan pemilihan jenis yang tepat,

pada pola tanam polikultur (termasuk agroforestri) dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain: 1) mengurangi hama dan penyakit tanaman, 2) menambah kesuburan tanah, 3) memutuskan siklus hidup hama dan penyakit 4) dapat memperoleh hasil panen yang beragam. Namun demikian jika pada pola tanam polikultur jenis tanaman yang dipilih tidak sesuai, dapat mengakibatkan dampak negatif, misalnya: 1) hama dan penyakit yang menyerang tanaman akan semakin banyak sehingga menyulitkan dalam pemeliharaan, 2) terjadinya persaingan unsur hara, nutrisi dan sinar matahari diantara jenis tanaman yang ditanam, sehingga pertumbuhan tanaman tidak maksimal.

1. Uji Jenis Tanaman Agroforestri

Tujuan dari pertanaman uji jenis adalah sebagai salah satu usaha untuk memilih jenis yang menguntungkan atau cocok, baik jenis asli maupun luar (eksotik) ditinjau dari nilai kepentingan serta kemampuan adaptasi dan produktivitasnya dari suatu areal. Oleh karena itu demonstrasi plot-plot sangat diperlukan sebagai dasar penentuan jenis yang lebih akurat. Kegiatan ini memang memerlukan biaya yang relatif besar sehingga penelitian-penelitian uji pola tanam agroforestri relatif masih terbatas. Meskipun demikian, informasi yang telah ada bisa menjadi dasar pijakan dalam pengembangan tanaman dengan pola agroforestri, misalnya informasi dari kegiatan rahabilitasi hutan dan lahan.

Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis dengan pola tanam agroforestri bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologi dan dapat berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Plot-plot tersebut dibangun dalam rangka rehabilitasi lahan Daerah Aliran Sungai (DAS), hutan rakyat, kawasan konservasi dan hutan pendidikan. Jenis tanaman yang diuji cobakan tentu berpotensi pasar, disukai masyarakat dan kemungkinan mempunyai kesesuaian lahan. Pola tanam yang diujicobakan sebisa mungkin bertujuan usaha komersial sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Sinaga dan Rahmawati (2007) dalam mengembangkan agroforestri tradisional yang lama ada, maka pemilihan jenis serba guna lokal dengan kemampuan adaptasi tinggi merupakan prioritas utama. Juga yang berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah dan air, berinteraksi baik dengan tanaman pangan, hortikultura dan ternak, disenangi oleh petani dan mampu meningkatkan

Page 20: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 14 ∞

pendapatan petani. Oleh karena itu dalam rangka pemilihan jenis yang paling baik dan cocok dikembangkan di suatu daerah, diperlukan informasi hasil-hasil penelitian tentang pertumbuhan/kemampuan adaptasi beberapa jenis yang ditanam dalam waktu dan tempat yang sama, sehingga dapat diketahui jenis-jenis yang relatif memiliki potensi tumbuh lebih besar. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam penentuan jenis guna pengembangan pola tanam agroforestri. Informasi kemampuan adaptasi beberapa jenis tanaman komponen agroforestri di beberapa daerah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan adaptasi beberapa jenis tanaman komponen penyusun agroforestri pada suatu lokasi

No. Lokasi Hasil penelitian Sumber

1 DAS Konto Jawa Tengah

Pola campuran tanaman pertanian dan kehutanan yang berbeda yaitu : (1)untuk pulp dengan Pinus dan Agathis, (2) untuk makanan ternak, kayu bakar dan kayu perkakas ringan digunakan kaliandra, akasia, grevillea dan ekaliptus dengan memadukan tanaman pertanian yang sesuai.

Poedjorahardjo dan Soeryono (1986)

2 Aeknauli, Sumatera Utara

Dari 14 jenis leguminosa untuk pakan ternak yang diuji pertumbuhannya di Aeknauli terdapat 11 jenis yang cocok dikembangkan untuk kegiatan silvopasture karena kandungan protein dan kemampuan dicernanya yaitu kecuali jenis Centrosema brasilium, Desmodium intertum dan Neonotonia wightii.

Murad (1990a)

3 Aeknauli, Sumatera Utara

Jenis rumput yang paling tinggi produktivitasnya walaupun ditanam dalam sistem agroforestri adalah jenis Panicum maximum dan Pioneer rhodes karena cukup produksi bijinya.

Murad (1990b)

4 Tanah Toraja Sulsel

Pertumbuhan 3 jenis tanaman utama dalam agroforestri yaitu cemara, sengon, dan tristania pertumbuhannya sangat baik yaitu lebih dari 70% sehingga sesuai untuk pengelolaan DAS

Renden (1991)

5 Lahan laharan lereng G. Merapi Jawa Tengah

Tanaman mangga, kelengkeng, kedondong dan jeruk mempunyai adaptasi pertumbuhan yang tinggi terhadap kondisi lahan laharan. Sedangkan adaptasi tanaman durian sangat rendah. Adaptasi pertumbuhan tanaman leguminosa seperti sengon, lamtorogung, lamtoro hantu dan lamtoro biasa, orok-orok, sentrosema dan kelapa pada kondisi lahan laharan tergolong rendah sampai sangat rendah, sehingga tidak cocok untuk dikembangkan pada kondisi lahan laharan.

Wardojo (1998)

Page 21: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 15 ∞

Lanjutan Tabel 2. No. Lokasi Hasil penelitian Sumber

6 Wonosobo, Jawa Tengah

1. Jenis tanaman kayu yang dapat tumbuh dengan baik : sengon, mindi, suren, mahoni dan lain-lain

2. Jenis tanaman buah yang dapat tumbuh dengan baik : nangka, durian, jengkol, petai, kelapa, rambutan, jambu mete serta tanaman buah lain

3. Jenis tanaman semusim yang dapat tumbuh dengan baik : kopi, cengkeh, cabe, pisang, kakao, pepaya, kemukus, kapulaga, salak, panili, nanas, empon-empon, jagung dan singkong

Mindawati et.al. (2006)

7 DAS Biyonga Diperoleh persen tumbuh jati 68,75%, sengon 37,5% dan nangka 30% (kelerengan >30%)

Asir dan Tabba (2008)

8 Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat

Kaliandra, rumput gajah dan kopi dapat bertahan hidup lebih baik dibanding tanaman lain. Dan di lokasi yang sama jenis tanaman obat kumis kucing dan temulawak menunjukkan tingkat ketahanan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan sambiloto

Siregar et. al. (2009)

9 Kawasan Konservasi TWA Gunung Selok, Jawa Tengah

Tanaman serbaguna kemiri, petai, sukun dan mangga dengan persentase hidup diatas 80%. Pada tanaman hutan, kedawung (76,43%) sedangkan lainnya yaitu salam, kedoya dan ketapang diatas 80%. Hal ini membuktikan bahwa model kombinasi tanaman hutan dan tanaman serbaguna dapat dikembangkan di kawasan konservasi TWA Gunung Selok yang telah rusak.

Sumarhani (2009)

2. Produktivitas dan Interaksi Tanaman Agroforestri

Dalam rangka mengembangkan program agroforestri yang bisa menyatukan progam kehutanan (reboisasi, rehabilitasi atau penghijauan) dan pertanian (tanaman pangan, hortikultura) maka perlu diketahui interaksi dan pertumbuhan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang ditanam dalam tempat berdekatan dan waktu yang sama. Pertumbuhan pohon dan tanaman pertanian akan saling berinteraksi baik positif, netral atau negatif. Berinteraksi positif apabila keberadaan kedua jenis tanaman atau lebih saling meningkatkan produktivitasnya. Berinteraksi negatif apabila keberadaan beberapa jenis tanaman tersebut saling mengganggu atau mengurangi produktivitas tanaman yang lain. Berinteraksi netral apabila keberadaan kedua jenis tanaman atau lebih dalam waktu dan tempat yang sama tidak saling memberikan pengaruh baik positif maupun negatif.

Pemilihan kombinasi jenis tanaman dalam pola agroforestri yang tidak tepat akan mengakibatkan interaksi negatif, yang merugikan perkembangan masing-

Page 22: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 16 ∞

masing tanaman. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai kebutuhan nutrisi masing-masing tanaman dan juga sifat dari tajuknya. Merupakan hal yang harus dihindari yaitu terjadi persaingan dalam pemenuhan kebutuhan air, nutrisi/unsur hara dan sinar matahari yang mengakibatkan masing-masing tanaman tidak berkembang secara baik. Dalam pengelolaannya perlu design pengaturan ruang tumbuh sedemikian rupa sehingga akan mengurangi kendala kompetisi cahaya, air dan nutrisi pada setiap jenis.

Tingkat toleransi tanaman terhadap naungan berbeda-beda baik tanaman berkayu ataupun tanaman semusim. Tanaman toleran dapat dicampur dengan tanaman intoleran dalam pola agroforestri agar tidak terjadi persaingan ruang tumbuh untuk mendapatkan sinar matahari. Setiap jenis akan memiliki kemampuan tumbuh dan kompetisi terhadap tajuk yang berbeda. Pengaturan jenis-jenis dengan tingkat toleransi yang berbeda, umumnya menjadi pilihan utama jika akan dilakukan penanaman dengan pola agroforestri. Pohon-pohon dengan tajuk intoleran akan berada di bagian atas, semi toleran pada strata tengah dan jenis tanaman yang bersifat toleran di bagian bawah.

Menurut Sastradiharja (2011), sistem perakaran yang terdapat pada setiap jenis tanaman berbeda-beda. Ada jenis tanaman yang sistem perakarannya dalam, dangkal, melebar, rimbun dan sebagainya. Sistem perakaran ini penting untuk menentukan jarak tanam dan memilih jenis tanaman. Tanaman yang dipilih sebaiknya yang memiliki perakaran yang berbeda jika akan ditanam berdekatan. Tanaman berakar tunjang potensial dicampur dengan tanaman berakar serabut agar tidak terjadi persaingan hara/nutrisi/air dan untuk manfaat konservasi tanah dan air. Sifat kimia tanah berubah seiring waktu. Hasil analisis ragam terhadap biomassa kering ternyata menunjukkan bahwa adanya interaksi antara tanaman pohon dengan tanaman semusim serta terdapat pengaruh perlakuan yang diberikan pada tanaman pohon terhadap tanaman semusim (Winarti, 1994).

Menurut Widiarti (2004) dalam Mindawati et.al. (2006), untuk mencapai kelestarian dan produktivitas pada hutan rakyat, pemilihan jenis dan penataan ruang harus benar-benar memperhatikan dinamika pertumbuhan tanaman pokok agar pemanfaatan lahan efisien sepanjang daur. Jenis-jenis tanaman (semusim, industri, buah-buahan dan obat- obatan) yang bernilai ekonomis dan mampu tumbuh dibawah tegakan (tahan naungan) ditumpangsarikan dengan tanaman pokok. Dari beberapa hasil penelitian dalam Mindawati et.al. (2006), tanaman-tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di bawah tegakan sengon adalah :

1) Tanaman semusim: padi gogo, jagung, singkong, ganyong, talas, umbi-umbian, iles-iles, suweg, kimpul, kacang tanah, cabe, kedelai.

2) Tanaman buah-buahan: pisang, nenas, durian, nangka, petai, jengkol. 3) Tanaman obat-obatan dan rempah: lengkuas, kapulaga, kunyit, jahe, pacing,

jenis temu. 4) Tanaman industri: kopi, coklat, lada, vanili, kelapa.

Pencampuran tanaman kehutanan dengan komoditas pertanian tentunya dicari yang dapat saling meningkatkan produktivitas bukan sebaliknya saling menurunkan produktivitas. Hal ini hanya bisa tercapai apabila kombinasi tersebut

Page 23: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 17 ∞

saling bersinergi dan berinteraksi positif dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dengan pola agroforestri. Hasil-hasil penelitian tentang produktivitas beberapa tanaman akibat pola interaksi yang terjadi dalam pola tanam agroforestri di bagi dalam 3 garis besar yaitu interaksi positif, negatif dan netral.

a. Interaksi Positif

Menurut Hairiah et. al. (1999) interaksi positif bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman lainnya. Keberadaan pohon dalam pola tanam agroforestri dapat memberikan efek positif sebagai berikut (Hairiah et. al., 1999):

1) Daun dari pepohonan yang gugur ke tanah sebagai serasah berguna sebagai penutup permukaan tanah (mulsa), meningkatkan penyedian nitrogen (N) dan hara lainnya yang berguna bagi tanaman semusim.

2) Akar pepohonan membantu dalam daur ulang hara (recycled nutrients). 3) Pensuplai N tersedia bagi akar tanaman semusim, baik melalui pelapukan

akar yang mati selama pertumbuhan maupun melalui fiksasi N-bebas dari udara (untuk tanaman legume). Penyediaan N melalui fiksasi ini dapat dimanfaatkan langsung oleh akar tanaman semusim yang tumbuh berdekatan.

4) Menekan populasi gulma melalui penaungan, dan pada musim kemarau mengurangi resiko kebakaran karena kelembaban yang lebih terjaga.

5) Seringkali mengurangi populasi hama dan penyakit. 6) Menjaga kestabilan iklim mikro (mengurangi kecepatan angin,

meningkatkan kelembaban tanah dan memberikan naungan parsial. 7) Mempertahankan kandungan bahan organik tanah dan memperbaiki

struktur tanah, sehingga dapat mengurangi bahaya erosi (dalam jangka panjang). Pada dasarnya dalam pemilihan kombinasi tanaman agrofrestri adalah

memaksimalkan sifat positif dan meminimalkan sifat negatif yang muncul. Misalnya pengkombinasian tanaman legum pengikat N perlu dicampur dengan tanaman lain yang mempunyai kebutuhan unsur N tinggi. Hal ini diperlukan pengetahuan tentang karakteristik masing-masing jenis tanaman dalam pola agroforestri yang meliputi kebutuhan unsur hara tertentu, tingkat toleran, inang hama dan penyakit dan allelopaty. Karateristik lahan yang akan dikembangkan juga perlu diketahui untuk menentukan manajemen tapak yang sesuai.

Plot kombinasi jenis tanaman agroforestri banyak diterapkan pada lahan-lahan kritis sehingga perlu diketahui kemampuan adaptasi dan produktivitas akibat interaksi yang ada. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi jenis tanaman dalam agorofrestri yang mampu memberikan produksi yang positif baik untuk tanaman kehutanan maupun komoditi pertanian seperti disajikan pada Tabel 3.

Page 24: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 18 ∞

Tabel 3. Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri yang berinteraksi positif

No. Lokasi Penelitian

Kombinasi Jenis Tanaman

Hasil Penelitian Sumber

1 Desa Lainuagan Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi

Jambu mete + rumput gajah + Stylosanthes gulanensis Aubl/ Dioclea sp/ Archis hypogea Linn.

Pertumbuhan anakan jambu mete ditanam dengan rumput Gadjah (Pennisetum Schum) lebih baik dicampur dengan jenis legum Stylosanthes gulanensis Aubl daripada legum jenis Dioclea sp dan Archis hypogea Linn.

Pusparini et. al., (1989)

2 Lampung Gamal + lamtorogung + turi + rumput bade + kopi

Penutup tanah Jenis leguminosa (K1 gamal, K2 lamtorogung, K3 turi) berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter batang, tinggi dan jumlah daun anakan kopi. Sedang penanaman rumput (K4 rumput bade) berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan diameter batang tinggi dan jumlah daun anakan kopi.

Syafrudin et.al. (1989)

3 Patuk, Gunung Kidul , DIY

Jati + padi, Jati + kacang tanah dan jati + jagung

Jati dengan padi dan kacang tanah menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding dengan tanaman semusim yang lain. Pertumbuhan diameter jati lebih baik pada sistem tumpangsari. Padi dan kacang tanah merupakan tanaman semusim yang menguntungkan .

Sabarnurdin (1992)

4 Gowa-Maros, Parangloe, Gowa, Sulawesi Selatan

Eucaliptus sp + jahe

Perlakuan ekaliptus 2 tahun (tajuk 25%) memperlihatkan hasil yang terbaik dibanding 0 tahun (tajuk 0%), 4 tahun (75%) pada pertambahan daun dan produksi jahe kering

Rosida et al. (1992)

Page 25: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 19 ∞

Lanjutan Tabel 3. No. Lokasi

Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

5 Kebun percobaan Lampung Utara

Peltophorum sp + Gliricidia sp + Caliandra sp + jagung

(1). Ditinjau dari aspek teknis, jenis tanaman lokal Peltophorum adalah jenis yang paling cocok untuk dipakai sebagai tanaman pagar pada tanah masam. (2). Kombinasi Peltophorum dengan Gliricidia mungkin akan menambah keuntungan. (3) Caliandra akan memberikan keuntungan terhadap tanaman jagung bila pemangkasan tajuknya lebih sering dilakukan, atau jarak antar baris tanaman pagar perlu diperlebar, sehingga pengaruh naungannya dapat dikurangi.

Hairiah dan van Noordwjik (1993)

6 Lampung Utara

Peltophorum dasyrachis + jagung

Jenis tanaman pagar Peltophorum dasyrachis tidak mengadakan kompetisi dengan jagung, baik di bawah tanah maupun di atas tanah.

Akiefnawati (1995)

7 Kabupaten Jember, Jawa Timur

Tegakan hutan + padi

Hutan produksi di Kabupaten Jember dapat digunakan untuk pertanaman kedelai secara tumpang sari selama 8 bulan (Desember sampai Mei).

Soedradjat dan Sadiman (2003)

8 BKPH Kesamben, KPH Blitar.

Jati + cabai + jagung +kedelai

Dibawah tegakan jati tanaman cabai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik daripada jagung dan kedelai.

Cahyarini (2004)

9 Wonosobo, Jawa Tengah

(Kopi + gamal +lamtoro+ dadap)

Kopi akan bagus produksinya jika ditanam campuran dengan jenis gamal, lamtoro dan dadap,

Sunaryo dan Laxman (2003) dalam Mindawati (2006)

Page 26: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 20 ∞

Lanjutan Tabel 3. No. Lokasi

Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

10 BKPH Jampang Kulon, Jawa Barat

Tegakan hutan + padi

Kedua galur/ varietas padi mempunyai prospek yang baik sebagai komoditi tanaman pangan dengan sistem agroforestri di bawah tegakan hutan tanaman jati umur 3 tahun dengan intensitas cahaya 70,28%

Sumarhani (2005)

11 Garut, Jawa Barat

Agathis sp + haramay (Boehmeria nivea (L)

Pola agroforestri haramay dapat diterapkan dalam rangka kegiatan social forestry

Mile (2006a)

12 Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, DIY.

Jati + akasia Pola campur jati dan akasia sangat memungkinkan dalam sistem hutan tanaman atau agroforestri.

Suryanto et al. (2009)

13 Deli Serdang, Sumatera Utara.

Sawit + pohon Penanaman jenis pohon kehutanan di sela sawit dapat dilakukan.

Ali dan Edi (2010)

14 Secanggang, Langkat, Sumatera Utara

Tipe I : jati +coklat Tipe II : Jati +sawit

Rata- rata pertumbuhan tanaman jati dicampur dengan coklat lebih baik dibanding dengan jati dicampur tanaman sawit dan rata-rata kesuburan tanah di lahan agrofrestri jati+coklat lebih baik daripada jati+tanaman sawit.

Latifah et al. (2011)

15 Bogor Jati + jagung Model agroforestri mempunyai pengaruh 42,34% lebih besar dari pada pengaruh tumpangsari terhadap peningkatan pertumbuhan tinggi total tanaman jati dan model agrofrestri mempunyai pengaruh 46,32 % lebih besar dari pada pengaruh tumpangsari terhadap peningkatan produksi jagung pipilan kering.

Wijayanto (2007)

Page 27: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 21 ∞

b. Interaksi Netral Menurut Hairiah et al., (1999) Interaksi netral: bila kedua tanaman tidak

saling mempengaruhi, peningkatan produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim. Beberapa kombinasi tanaman yang menghasilkan interaksi netral disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Beberapa kombinasi tanaman agroforestri yang berinteraksi netral No. Lokasi

Penelitian Kombinasi

Jenis Tanaman Hasil Penelitian Sumber

1 Desa Pandu Kec. Mapangat, Kab Manado

Sengon + jagung

Sistem agroforestri sengon dan jagung layak diterapkan karena sampai akhir pengukuran belum ada efek saling mengganggu antar tanaman tersebut.

Palwnewen (1991)

2 Desa Buntu Karau, Kab. Balangan , Kalimantan Selatan

Sengon + padi Perbandingan monokultur sengon dengan agroforestri sengon + padi menunjukkan bahwa bahwa agroforestri adalah pilihan terbaik karena selain memberikan pertumbuhan sengon yang sama baiknya dengan intensif monokultur sengon juga memberikan hasil padi 3,2 ton/ha di tahun pertama dan 2,4 ton/ha di tahun kedua.

Wahyudi dan Mindawati (2009)

3 Tompobulu , Mandai , Maros, Sulawesi Selatan.

Ekaliptus + jagung

Penanaman sistem tumpang sari antara ekaliptus dengan jagung memperlihatkan hasil yang relatif sama dengan penanaman ekaliptus tanpa jagung,

Mangkona et al. (1986)

4 Ponorogo, Jawa Timur

Kayu putih + jagung

Jagung mungkin tanaman pertanian yang baik untuk kayu putih karena tetap menghasilkan buah sepanjang pertumbuhan tegakan dan berkontribusi untuk panen biomassa sebanding dengan kayu putih. Perakaran jagung dangkal sehingga sedikit berkompetisi dengan perakaran pohon kayu putih

Budiadi et al. (2006)

Page 28: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 22 ∞

c. Interaksi Negatif Menurut Hairiah et al., (1999) interaksi negatif bila peningkatan produksi

satu jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya, atau terjadi penurunan produksi keduanya. Secara umum interaksi yang negatif terjadi karena keterbatasan daya dukung lahan yang mendukung jumlah populasi maksimum dan keterbatasan faktor pertumbuhan pada suatu lahan. Beberapa efek negatif keberadaan pohon adalah sebagai berikut (Hairiah et al., 1999) :

1) Naungan oleh pohon akan mengurangi intensitas cahaya yang dapat dipergunakan oleh tanaman semusim.

2) Kompetisi antara akar pohon dengan tanaman semusim untuk menyerap air dan hara pada lapisan atas tanah.

3) Akar-akar pohon yang sudah busuk dapat menciptakan saluran air sehingga mempercepat kehilangan unsur hara melalui aliran air ke bawah atau ke samping (vertical and lateral flows).

4) Pohon dan tanaman semusim dapat menjadi inang (host) hama dan penyakit.

Kombinasi jenis yang tidak tepat dalam pola tanam agroforestri ternyata

dapat menimbulkan serangan hama dan penyakit baik pada tanaman kehutanan maupun pada tanaman pertanian. Penelitian Anggraeni dan Wibowo (2007) pada agroforestri A. Nepalensis Don. + kentang menunjukkan pertumbuhan tanaman pokok kehutanan A. Nepalensis Don. Cukup baik yaitu mencapai tinggi 125,3 cm dan diameter 1,69 cm pada umur 1 tahun, tetapi menunjukkan adanya gejala serangan hama dan penyakit. Tanaman tumpangsari kentang terserang oleh penyakit hawar daun dengan persentase kejadian yaitu 1,69%. Bahkan penelitian Dendang et al. (2007), pola agroforestri tanaman sengon + padi gogo + ubi kayu + jagung menimbulkan serangan ulat jengkal pada tanaman sengon dengan intensitas 100% dan tingkat kerusakan 84,09%. Penyakit lebih sering terjadi pada kanopi tertutup sedangkan hama sering terjadi pada kanopi semi terbuka (Kasno et al., 2009). Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi jenis tanaman yang berinteraksi negatif yaitu mengakibatkan penurunan produksi pada salah satu tanaman disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri yang berinteraksi

negatif No. Lokasi Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

1 Benakat Palembang

Acacia mangium, eucaliptus deglupta + padi/ kacang tanah

Penanaman padi dan kacang tanah di Acacia mangium dan Eucaliptus deglupta tidak berhasil baik karena terhalang naungan dan perakaran tanaman pokok.

Haryanto dan Dwiriyanto (1988)

Page 29: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 23 ∞

Lanjutan Tabel 5. No. Lokasi Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

2 BKPH Penganten Tipe I : Srikaya + jati/sono/sengon Tipe II : Srikaya + gmelina

Srikaya lebih cocok ditanam dengan jati/sono/sengon dibanding dengan gmelina karena srikaya termasuk jenis tidak tahan naungan sedangkan penutupan tajuk oleh gmelina relatif berjalan cepat sehingga menggangu produksi srikaya

Azz dan Budi (1995)

3 Lodoyo, Blitar, Jawa Timur

Jati + Jagung Potensi produksi tanaman jagung lebih rendah sekitar 42% pada sistem agroforestri dari potensi produksi tanaman jagung monokultur dan produksi aktual rata-rata lebih rendah 40% dibandingkan dengan potensi produksinya. Hal tersebut terkait dengan rendahnya daya adaptasi tanaman jagung pada sistem agroforestri dibandingkan sistem monokultur.

Febrianto (2003)

4 Darungan, Sutojayan, Blitar, Jawa Timur.

Mahoni + padi Daya adaptasi tanaman padi gogo yang ditanam diantara pohon mahoni pada sistem agroforestri adalah rendah karena efek naungan dan unsur hara

Handayani (2003)

5 Darungan, Sutojayan, Blitar, Jawa Timur.

Bungur/ Lagerstroemia speciosa Pers + padi

Potensi produksi tanaman padi gogo pada sistem agroforestri (Bungur/ Lagerstroemia speciosa Pers) lebih rendah dibandingkan pada sistem monokultur padi.

Santoso (2003)

Page 30: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 24 ∞

Lanjutan Tabel 5. No. Lokasi Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

6 Kalipare, Kabupaten Malang, Jawa Timur

Jati + kacang tanah

Agroforestri Jati dan kacang tanah menunjukkan bahwa secara umum hasil yang diperoleh dari sistem agroforestri lebih rendah dibandingkan dengan monokultur, baik untuk aktual maupun potensi produksi. Rendahnya hasil pada sistem agroforestri terutama disebabkan faktor cahaya yang lolos dan sampai diatas permukaan tajuk tanaman sela. Terbatasnya cahaya yang sampai sebagai akibat adanya pengaruh dari pohon.

Setyonining (2003)

7 Darungan, Sutojayan, Blitar, Jawa Timur.

Jati + ubi kayu Agroforestri jati + ubi kayu menyebutkan bahwa potensi hasil produksi tanaman ubi kayu pada sistem agroforestri ditentukan oleh tingkat penetrasi cahaya yang jatuh pada lorong pohon yang merupakan fungsi dari jarak tanam pohon, tinggi pohon, lebar tajuk pohon dan tinggi tajuk pohon. Selain itu juga dipengaruhi faktor lingkungan meliputi iklim, ketersediaan air tanaman, ketersediaan unsur hara tanah, pH tanah dan kompetisi persaingan unsur hara antar tanaman atau dengan pohon.

Trimanto (2003)

Page 31: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 25 ∞

Lanjutan Tabel 5. No. Lokasi Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

8 Arjowilangun,Kalipare, Malang, Jawa Timur.

Jati + Jagung Daya adaptasi tanaman jagung pada sistem agroforestri dengan jati lebih rendah dibandingkan dengan sistem monokultur jagung. Besar penurunan hasil tanaman jagung sebesar 39,83% dibandingkan dengan potensi hasilnya dan 66,85 % dibandingkan dengan hasil monokultur.

Yamika (2003)

9 Ponorogo, Jawa Barat

Kayu putih + singkong/jagung

Pemilihan singkong sebagai tanaman tunggal yang dikombinasikan tidak sesuai untuk kelestarian produksi minyak kayu putih.

Budiadi et al. (2006)

10 Tasikmalaya, Jawa Barat

sengon +nilam Pada tanah pasir berlempung dengan tingkat kesuburan tanah relatif rendah menyebutkan bahwa pertumbuhan sengon pada pola agroforestri dengan nilam di tanah pasir berlempung cukup baik ditunjukkan oleh tinggi 7,28 m dan diameter 9,48 meter pada umur 2 tahun. Terdapat penurunan produksi nilam pada pola agroforestri ditunjukkan oleh pertumbuhan tinggi, jumlah cabang dan bobot segar nilam.

Sudomo (2007)

Page 32: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 26 ∞

Lanjutan Tabel 5. No. Lokasi Penelitian Kombinasi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

11 Sumatera H brasilensis + A. Mangium

Kompetisi cahaya dan air merupakan bentuk kompetisi yang tidak dapat dihindari dalam sistem penanaman campuran antara H. Brasilensis dengan A. Mangium.

Khasanah (2008)

12 Patuk, Gunung Kidul, DIY

Jati + jagung Jagung sama merusaknya dengan gulma dalam sistem agroforestri

Sabarnurdin (1992)

13 Kebun percobaan Lampung Utara

Leucena sp, Erythrina sp dan Albizia sp + jagung

Leucena, Erythrina dan albizia kurang cocok untuk dipakai sebagai tanaman pagar pada jagung di tanah masam.

Hairiah dan Van Noordwjik (1993)

14 Lampung Utara Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala + jagung

Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala berkompetisi dengan jagung dalam menyerap air dan hara. Sedangkan Flemingia congesta berkompetisi dengan jagung dalam menyerap cahaya.

Akiefnawati (1995)

15 Wonosobo, Jawa Tengah

Kopi + kemiri + jati + mahoni.

Jenis-jenis yang tidak cocok dikembangkan dengan tanaman kopi adalah kemiri, jati dan mahoni.

Sunaryo dan Laxman (2003) dalam Mindawati (2006)

B. Teknik Silvikultur Agroforestri

Pencampuran jenis tanaman dalam pola agrofrestri tidak hanya meningkatkan faktor kesulitan terhadap pemilihan kombinasi jenis tanaman, tetapi juga teknik silvikultur agroforestri yang tepat. Jenis tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian memerlukan ruang tumbuh, nutrisi/air, unsur hara dan sinar matahari yang berbeda-beda sehingga perlu diatur jarak tanamnya. Tanaman kehutanan suka cahaya (intoleran) perlu dikombinasikan dengan tanaman pertanian perlu naungan (toleran dan semi toleran). Teknik berbagi sumber daya pada pola tanam agroforestri akan berpengaruh terhadap teknik silvikultur yang tepat yaitu sejak teknik penyiapan lahan (olah tanah sempurna, olah tanah konservasi atau tanpa olah tanah), teknik penanaman (waktu tanam, jarak tanam,

Page 33: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 27 ∞

pupuk dasar, design kombinasi jenis), teknik pemeliharaan (penjarangan, pruning, singling, pemupukan, pengendalihan hama dan penyakit) dan teknik pemanenan.

Menurut Naiem dan Sabarnurdin (2003) untuk memperoleh kelestarian produktivitas suatu pertanaman dalam jangka panjang akan sangat bergantung pada persiapan lahan, pengendalihan vegetasi liar, cara tanam yang tepat, penggunaan pupuk dan materi genetik tanaman. Terkait dengan hal tersebut maka beberapa elemen silvikultur intensif berikut menjadi penting untuk diperhatikan agar kelestarian produksi tetap terjaga (Davidson, 1996 dalam Naiem dan Sabarnurdin, 2003), yaitu : 1) pemilihan spesies, provenans, famili dan pohon elite, 2) kualitas semai yang baik, 3) persiapan lahan dan pengendalihan gulma, 4) penggunaan pupuk, 5) jarak tanam, 6) pengelolaan yang tepat, dan 7) dana yang tersedia.

1. Penyiapan Lahan

Teknik penyiapan lahan merupakan upaya pengolahan tanah dan pembersihan lahan dari gulma/alang-alang, tonggak/ bekas pohon dan bahan organik lainnya yang dapat mengganggu kegiatan penanaman. Pengolahan tanah bertujuan untuk mengemburkan tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk tanaman semusim yang baru ditanam sangat penting agar tanaman menyerap air dan unsur hara. Pembersihan lahan dapat dilakukan secara mekanis maupun kimia dengan bahan herbisida. Penggunaan bahan kimia dalam pembersihan lahan selain memerlukan biaya besar juga dapat mematikan organisme sehingga kurang ramah lingkungan. Hal ini mengakibatkan pembersihan lahan dengan mekanis lebih sering menjadi pilihan petani dalam pola tanam agroforestri. Pembuangan gulma/ tonggak pohon dari lahan tentunya akan mengurangi keberadaan bahan organik pada lahan tersebut sehingga dapat berefek pada penurunan kesuburan tanah. Oleh karena itu diperlukan pengolahan tanah dan pembersihan lahan tanpa mengeluarkan bahan organik secara berlebih dari lahan tersebut. Metode pengolahan tanah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu olah tanah sempurna, olah tanah konservasi atau tanpa olah tanah.

Menurut Mindawati et. al. (2006) penyiapan lahan yang dilakukan tergantung pada kemiringan lahan (terjal, curam, landai dan datar), keadaan lahan (bertanah, tanah berbatu, batu bertanah, berbatu), tingkat kesuburan tanah (subur, sedang, tidak subur) serta jarak dari tempat tinggal atau pemukiman ke lokasi. Lahan dengan kemiringan tinggi memiliki resiko longsor sehingga perlu dibuat teras dan tidak memerlukan persiapan lahan yang intensif untuk tujuan konservasi, sedangkan lahan kemiringan landai dan datar dapat ditanami dengan agroforestri dengan pengolahan lahan intensif. Lahan yang mengandung batu sebaiknya ditanami komoditas kehutanan sedangkan yang mangandung tanah dengan tanaman pertanian atau pada tanah relatif subur untuk tanaman pertanian dan tanah kurang subur untuk tanaman kehutanan (Mindawati et al., 2006).

Keberadaan alang-alang sebagai gulma akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman pokok yang diusahakan. Oleh karena itu diperlukan metode pemberantasan alang-alang dengan prinsip low input tetapi produktivitas lahan dapat maksimal. Metode pemberantasan dengan herbisida tentunya

Page 34: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 28 ∞

memerlukan biaya yang relatif besar dan tidak ramah lingkungan. Penelitian Murniati (2005) pada agroforestri legum cover crop Pueraria javanica + tanaman pertanian menyatakan bahwa metode pressing yaitu merebahkan alang-alang dengan menggunakan benda berat yang diikuti dengan penanaman legum cover crop Pueraria javanica dapat mematikan dan mencegah recovery alang-alang serta memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Metode ini memberikan pertumbuhan pohon yang tidak berbeda dengan penyemprotan herbisida dan atau pencangkulan tanah yang cukup mahal dan kurang menguntungkan bagi kehidupan mikroorganisme tanah. Metoda ini memang tidak memberikan hasil yang maksimal baik untuk tanaman semusim atau tanaman tumpang sari, tetapi cukup atau optimal sesuai dengan prinsip masukan rendah dan ramah lingkungan yang dianut. Uji coba teknik penyiapan lahan yang sesuai Untuk Pertumbuhan Tanaman Agathis (Agathis alba Foxw) + haramay dengan model Agroforestri menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara penyiapan lahan sistem tanpa olah tanah, sistem jalur, olah tanah konservasi dan olah tanah sempurna. Penyebabnya adalah sifat fisik tanah yang sudah sangat gembur dan tanpa memerlukan pengelolaan tanah (Mile, 2006b).

2. Penanaman

Tujuan pola tanam agroforestri adalah optimasi lahan sehingga dengan input tertentu atau cukup dapat tercapai produktivitas maksimal. Untuk itu dalam melakukan penanaman harus memperhatikan waktu tanam, musim, jenis tanah, jarak tanam, kedalaman tanam dan jenis tanaman yang ditanam. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan teknik penanaman untuk mengoptimalkan lahan dengan pengaturan jarak tanam, pemberian pupuk dasar, pengaturan design tanam/ruang, pembuatan lubang tanam, dan pergiliran waktu tanam.

Komposisi suatu tanaman yang lengkap terdiri dari tanaman dengan strata tajuk yang berlapis yaitu strata atas (kayu), strata tengah (tanaman tumpangsari) dan strata bawah (tanaman semusim), sehingga membentuk komunitas vegetasi yang rapat dan efektif dalam mengendalikan erosi serta mengatur tata air (Mindawati et al., 2006). Hal ini tentunya dengan pemilihan jenis tanaman intolerant untuk strata atas, semi tolerant untuk strata tengah dan tolerant strata bawah. Dengan demikian diharapkan terjadi keseimbangan ekosistem dalam lahan tersebut sehingga saling bersinergi dalam pertumbuhan seperti yang terjadi pada hutan alam. Hasil penelitian Tridadi et al. (2007) menunjukkan bahwa perubahan pemanfaatan lahan dari hutan alam menjadi sistem agroforestri kakao akan mempengaruhi fungsi ekosistem dan agroforestri kakao layak dipertahankan karena mempunyai kemiripan dengan hutan alam.

Pergiliran waktu tanam tanaman pertanian dapat dilakukan dengan memperhatikan musim tanam, tingkat penutupan tajuk (umur pohon, pemangkasan, penjarangan) dan pemilihan tanaman pertanian tahan naungan. Pada beberapa kejadian agroforestri sulit dilaksanakan sepanjang daur karena telah terjadi penutupan tajuk. Pada kasus di hutan rakyat, tanaman tumpangsari akan dihentikan setelah tanaman kayu tumbuh menaungi tanaman pangan sekitar 2-3 tahun. Pada tanaman sengon lebih dari 3 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m,

Page 35: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 29 ∞

tanaman bawah nilam tidak dapat ditanam lagi (Mindawati et al., 2006; Sudomo, 2007)

Penelitian Widiarti (1986) menyebutkan bahwa Khaya anthoteca cenderung hidup lebih baik pada jarak tanam 3 x 3 m dengan persentase hidup 60,60% pada umur 20 bulan (untuk jarak 2 x 2 m = 40,14%, dan jarak 3 x 1 m= 30,17%). Walaupun keuntungan palawija tertinggi didapat pada jarak tanam 3 x 3 m tetapi tidak memberi pengaruh nyata dalam produksi tanaman semusim, namun hasil panen tahun kedua cenderung lebih tinggi dari tahun pertama dan ketiga. Penelitian Wahyudi dan Suhartati (2010) menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanaman gaharu dari kelapa sawit belum memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan gaharu sampai umur 24 bulan. Pengaruh nyata pada 30 bulan dengan jarak optimal 4 m sedangkan pada Shorea sp dengan pola 4 m dari kelapa sawit mempunyai riap pertumbuhan tinggi 1,68 m/th sedangkan riap pertumbuhan diameter 1,82 cm/th.

Pada agroforestri pohon sebagai pelindung + tanaman cokelat terdapat dua jenis pohon pelindung yaitu pelindung sementara dan pelindung tetap. Pohon pelindung sementara yang umum digunakan adalah Gliricidia maculata, Sesbania punctata dan Cajanus cajan. Pohon pelindung tetap yang umum digunakan adalah Leucaena glauca, Erythrina lithosperma, Albizia falcata, Gliricidia maculata dan Ceiba petandra. Penanaman cokelat secara bikultur sebaiknya pada areal tanaman kelapa. Kelapa ditanam berjarak 9 m x 9 m (123 pohon per ha) atau 10,5 m x 10,5 m (91 pohon per ha), sedangkan cokelat ditanam di antara dua baris kelapa dengan jarak tanam 3 m x 3 m (650 pohon per ha). Penanaman cokelat di antara tanaman kelapa tersebut dilakukan setelah tanaman kelapa berumur 5 tahun (Siregar et. al., 2010).

Pola tanam agroforestri banyak dilakukan pada lahan-lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah salah satunya diindikasikan dari banyak ditumbuhi alang-alang. Agroforestri sebagai bentuk pola tanam mempunyai metode tersendiri dalam mengatasi permasalahan lahan kritis penuh alang-alang. Hal ini berkaitan dengan kecepatan penutupan tajuk tanaman agroforestri dalam mencegah pertumbuhan alang-alang. Metode yang dilakukan selain relatif murah tetapi juga ramah terhadap lingkungan karena tidak menyebabkan kematian organisme lain. Dalam teknologi agrofrestri diaharapkan murah, mudah dan adapted bagi masyarakat untuk diimplementasikan. Meskipun demikian hal ini diharapkan tetap menghasilkan produktivitas yang maksimal bagi lahan yang diusahakan. Beberapa hasil penelitian tentang teknik penanaman pada lahan alang-alang dengan pola tanam agroforestri disajikan pada Tabel 6.

Page 36: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 30 ∞

Tabel 6. Teknik penanaman agroforestri pada lahan alang-alang No. Lokasi Komposisi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

1 Lombok Lahan alang-alang (Mocuna sp + jambu mete + kedelai) lahan perladangan > 30% (rumput lokal +kacang dan kedelai+ jambu mete), 15-45% (tanaman pangan+jambu mete+Mucuna sp)

Pada lahan yang tidak dipergunakan untuk pertanian (ditumbuhi alang-alang ) diterapkan usahatani konservasi yang bersifat merehabilitasi yaitu tanaman pupuk hijau (Mocuna sp) + tanaman tahunan (jambu mete) sehingga dapat meningkatkan hasil kedelai 100%. Pada daerah yang masih digunakan untuk perladangan diterapkan 2 model usaha tani konservasi yaitu : (a) pada lereng lebih dari 30% dibuat teras gulud dan diperkuat dengan rumput lokal, tanaman pangan (Kacang dan Kedelai) + tanaman tahunan (Jambu mete). (b) Pada lereng antara 15-45% diterapkan strip vetiver Ziza noides, tanaman pangan + tanaman tahunan (jambu mete) + tanaman pupuk hijau (Mucuna sp).

Sutrisno et al. (1993)

2 Riam Kiwa, Kalimantan Selatan

Gmelina +campuran petai + durian, nangka + cengkal + karet.

Uji Coba penggunaan tegakan agroforestri campuran petai dan Gmelina di lahan alang-alang menunjukkan bahwa tegakan agroforestri (campuran petai, durian, nangka, cengkal, karet dll) dengan jenis gmelina nampak memberikan harapan. Gmelina digunakan karena di Riam Kiwa jenis ini ternyata sangat efektif untuk menindas alang-alang.

Sagala (1996)

Page 37: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 31 ∞

Lanjutan Tabel 6. No. Lokasi Komposisi Jenis

Tanaman Hasil Penelitian Sumber

3 Samboja Lestari, Kalimantan Timur

Shorea balangeran (Korth) Burck dan Shorea leprosula Miq (meranti merah) + nanas + tanaman buah-buahan

Pengaruh kombinasi penanaman dengan sistem agroforestri untuk pengembangan Shorea balangeran (Korth) Burck dan Shorea leprosula Miq (meranti merah) pada rehabilitasi lahan alang-alang dengan nanas dan tanaman buah-buahan menunjukkan bahwa penggunaan sistem agroforestri menggunakan nanas dan tanaman buah-buahan memberikan pertumbuhan meranti rawa (Shorea balangeran) lebih cepat di luar habitatnya.

Mulyana dan Priadjati (2004)

4 Kalimantan Barat

Tahun I : Karet + padi + cabai + sayuran; Tahun II : tanaman penutup (Mucuna, Flemingia, Crotalaria, Setaria, Cromolaena) + tanaman cepat tumbuh (sengon, akasia, dan gmelina)

Pada lahan alang-alang untuk wanatani karet menunjukkan bahwa dapat menekan pertumbuhan alang-alang. Tanaman padi, cabai dan sayuran ditanam pada tahun pertama, selanjutnya ditanam tanaman penutup (mucuna, flemingia, crotalaria, setaria dan Cromolaena) dan tanaman cepat tumbuh seperti sengon, akasia dan gmelina Naungan dari pohon dapat menekan alang-alang.

Mulyoutami et al. (2008)

3. Pemeliharaan

Komponen pemeliharaan dalam pembangunan hutan tanaman adalah penyulaman, penyiangan/pendangiran, pemupukan, pendangiran, pruning, singling dan penjarangan. Pemeliharaan pada pola tanam agroforestri akan lebih kompleks karena terdiri dari beberapa jenis tanaman. Perlakuan pada salah satu jenis tanaman akan memberikan pengaruh pada jenis lainnya. Meskipun demikian hal ini akan memberi efek positif dalam hal efisiensi kegiatan pemeliharaan yang dapat

Page 38: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 32 ∞

berkontribusi pada semua tanaman yang berada di lahan tersebut. Penyiangan, pendangiran dan pemupukan yang dilakukan akan memberikan efek positif tidak hanya pada tanaman semusim melainkan juga pada tanaman berkayu/pohon. Demikian juga pruning/pemangkasan yang dilakukan pada tanaman kayu akan dapat berkontribusi bagi peningkatan kesuburan tanah sehingga memacu bagi pertumbuhan tanaman diatasnya. Pupuk yang diberikan pada tanah akan terserap secara maksimal baik oleh tanaman kehutanan maupun oleh tanaman pertanian sehingga meminimalisir unsur hara yang hilang.

Hasil penelitian yang dilakukan di areal kopi dengan kemiringan di atas 15% menunjukkan bahwa penyiangan pada tanaman kopi secara parsial lebih baik dan sangat efektif mengurangi erosi. Tetapi, penutupan gulma sangat cepat merambat sampai ke batang kopi sehingga menyebabkan pertumbuhan kopi tertekan dan mengurangi produksi kopi karena pertumbuhan tanaman kopi yang dibersihkan lebih cepat dibandingkan dengan yang ada tanaman bawahnya (Agus et. al., 2002 dalam Hilmanto, 2009).

a. Pemupukan

Penurunan kesuburan tanah banyak terjadi di daerah tropika basah termasuk di Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh masih banyaknya pengelolaan lahan pertanian secara tradisional yaitu sistem monokultur tanaman pangan yang terus menerus sepanjang tahun dan sistem ladang berpindah yang memiliki intensitas penggunaan lahan rendah, serta adanya kebiasaan petani untuk membakar atau tidak mengembalikan biomasa sisa panen dan lebih senang menggunakan pupuk buatan (anorganik). Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan produksi tanaman pada daur berikutnya. Pemupukan dilakukan untuk menambah ketersedian unsur hara yang diperlukan tanaman. Jenis pupuk yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu pupuk organik dan anorganik. Salah satu alternatif untuk menyelamatkan keberlanjutan penggunaan lahan adalah dengan mengurangi input yang berasal dari bahan kimia dan beralih kepada pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik sisa tanaman, pupuk kandang, kompos, dan atau sumber bahan organik (BO) lainnya (Afrizon, 2009 dalam Hilmanto, 2009)

Pola tanam agoroforestri dengan prinsip low input untuk tetap dapat menghasilkan produksi maksimal mempunyai cara tersendiri dalam menjaga kesuburan tanah secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan memanfaatkan kelebihan tanaman legum yang mempunyai kemampuan pengikat nitrogen sehingga membantu meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu penimbunan biomasa dari daun-dauanan hasil pangkasan dapat berfungsi sebagai bahan organik bagi pertumbuhan tanaman dan peningkatan produksi. Pemilihan jenis legum memang memberikan nilai tambah positif dengan tetap memberikan nilai ekonomi bagi kayu dihasilkan. Oleh kerena itu pemilihan jenis legum yang bernilai ekonomi tinggi bisa menjadi alternatif pilihan dalam pola tanam agroforestri. Penggunaan sengon, lamtoro, turi, gliricedia memang telah lama dipratekkan oleh masyarakat. Hal ini tidak lepas dari kegunaan daun untuk makanan ternak, peningkatan kesuburan tanah, bisa menjadi kompos, disamping

Page 39: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 33 ∞

memang mudah tumbuh di lahan-lahan kering. Hasil-hasil penelitian tentang manfaat tanaman dalam peningkatan kesuburan tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Beberapa hasil penelitian kontribusi tanaman agroforestri terhadap

kesuburan tanah No. Lokasi Komposisi

Jenis Tanaman Hasil Penelitian Sumber

1 Pulau Timor

Lamtoro + tanaman pertanian

Penerapan pola agroforestri berbasis tanaman lamtoro telah mampu mengatasi kendala biofisik daerah Pulau Timor, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan masyarakat

Surata (1993)

2 Lampung utara

Peltophorum sp

Pada lahan yang mendapatkan masukan BO berkualitas rendah asal pangkasan tajuk tanaman pagar Peltophorum terdapat cacing tanah yang lebih tinggi daripada yang mendapatkan masukan BO berkualitas tinggi asal tajuk. Jumlah, berat basah, dan berat kering "cast" cacing tanah berkurang bila habitatnya semakin jauh dari barisan tanaman pagar.

Wirastato (1999)

3 Jayawijaya, Irian Jaya

Casuarina oligedon + tanaman pertanian

Banyak manfaat dari Casuarina oligedon, terutama untuk memperbaiki kesuburan tanah dan mencegah erosi.

Askin et al. (2001)

4 Sumatra Kakao + Gliricidia sepium

Kakao yang ditanam dibawah Gliricidia sepium menunjukkan literfall dan foliar nitrogen coklat paling tinggi dibanding kakao ditanam dibawah penutupan hutan dan pohon

Tridadi et.al. (2007)

5 Lombok NTT

Gliricidia sp+ jati

Pertumbuhan jati pada lahan bekas tambang yang diberi pupuk kandang dan pupuk hijau dari leguminous dalam model agroforestri lebih tinggi daripada pertumbuhan jati di lokasi yang lain. Aplikasi gamal menghasilkan kontribusi pertumbuhan tinggi dan diameter paling tinggi pada jati. Pupuk hijau leguminous dapat meningkatkan kesuburan tanah pada lahan batu tambang dan pertumbuhan jati.

Narendra (2009)

Page 40: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 34 ∞

Pengelolaan hutan dan lahan dengan pola tanam agroforestri dapat menjadi alternatif pengganti silvikultur intensif yang kurang berjalan di masyarakat. Terlebih pola tanam agroforestri telah banyak dipratikkan masyarakat dalam berbagai bentuk dan pola pemanfaatan lahan. Akan tetapi keterbatasan modal menyebabkan pengelolaaan lahan dengan pola tanam agroforestri tidak dilakukan secara intensif. Padahal beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan secara intensif dalam penggunaan lahan dengan pola tanam agroforestri memberikan produktivitas yang lebih tinggi seperti disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Beberapa hasil penelitian pengaruh pemupukan terhadap tanaman

agroforestri No. Lokasi Komposisi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

1 Desa Barugae Keeamatan Mallawa Kabupaten Maros.

sengon dan jagung

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman sengon menunjukkan adanya efek input (pengapuran, pupuk NPK dan kandang) yang sangat nyata, tetapi efek pengolahan tanah dan interaksi antara pengolahan tanah dengan input belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun terhadap produksi pipilan kering jagung menunjukkan adanya efek input maupun pengolahan tanah yang berbeda nyata, tetapi interaksinya tetap belum menunjukkan perbedaan nyata.

Millang et al. (1991)

2 Tapanuli utara Eucalyptus saligna dan hijauan pakan ternak brachiaria decumberns

Agroforestri tanaman Eucalyptus saligna dan hijauan pakan ternak brachiaria decumberns diberikan pengapuran dan pemupukan. Hasilnya pengapuran tidak ada pengaruhnya.

Murad et al. (1992)

3 Putukrejo, Kalipare dan Kedungsalam, Donomulyo. Malang

Agroforestri pisang

Pada Lahan berkapur di Desa Kedungsalam lebih intensif dibanding Desa Putukrejo dalam teknik budidaya pisang, demikian juga varietas pisangnya lebih banyak dijumpai di Desa Kedungsalam (12 varietas) dibandingkan Desa Putukrejo (4 varietas).

Febrianty (2003)

Page 41: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 35 ∞

Lanjutan Tabel 8. No. Lokasi Komposisi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

4 Kota Banjar sengon dengan ketimun (Cucumis sp) dan kacang tanah

Dengan pemeliharaan intensif (pemupukan, pembersihan gulma, pemberantasan hama dan penyakit serta penggundukan tanah pada tanaman pertanian) dalam waktu 35 -50 hari hari sejak penanaman diperoleh hasil ketimun sebanyak 16 ton/ha dan kacang tanah dengan daur 50 hari sebanyak 1 ton/ha

Hani dan Mile (2006).

5 Gunung Walat, Sukabumi

kopi + pohon Dosis dekastar 25 g dan 50 g per pohon meningkatkan hasil biji kopi sebesar 297% dan 730%. Pemupukan dosis pupuk urea 250 g + TSP 100 g + KCL 180 g signifikan mempengaruhi tinggi tunas kopi setelah dipruning

Budi et al. (2009a), Budi et al. (2009b)

6 Gunung Walat, Sukabumi

pohon + umbi Dosis urea 7,5 g + SP 36 2,5 g + KCL 5 g, dosis urea 15 g + SP 36 5 g + KCL 10 g, dan dosis urea 22,5 g + SP 36 7,5 g + KCL 15 g ketiganya meningkatkan berat umbi sampai 115,3%, 186,95% dan 236,31%. Pemberian mikorisa dapat meningkatkan produksi tanaman 19%

Budi et al. (2009c); Budi (2009)

7 Gunung Walat, Sukabumi

Sengon + damar

Pemupukan bokashi 1000 gram bokashi paling tinggi meningkatkan diameter sengon dan damar. Regenerasi alami damar dipengaruhi oleh densitas tegakan damar. Semakin tinggi densitas semakin tinggi regenerasi alami damar.

Sukendro dan Pamungkas (2009); Siregar dan Mardiningsih (2009)

8 Desa Tompobulu Kecamatan Mandai Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Ekaliptus + jagung

Pemberian pupuk pada penanaman sistem tumpangsari antara ekaliptus dengan jagung memperlihatkan hasil yang berbeda nyata terhadap diameter dan tinggi tanaman ekaliptus.

Mangkona et al. (1986)

Page 42: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 36 ∞

Lanjutan Tabel 8. No. Lokasi Komposisi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

9 Pulau Sumba Ameliorasi Jelutung + cabe+bawang daun+ sawi+ jagung+ tumbuhan paku

Ameliorasi dengan pupuk kandang dan abu pada kegiatan agroforestri dapat meningkatkan kandungan C organik tanah sehingga dapat memperbaiki pH, KTK dan KB tanah gambut sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P dan K yang diberikan. Ameliorasi juga meningkatkan kandungan populasi mikroba menguntungkan dalam tanah gambut. Peningkatan sifat fisik, kimia dan biologi tanah meningkatkan pertumbuhan tanaman jelutung sampai umur 3 tahun.

Widyati, et al. (2010)

b. Pemangkasan

Pemangkasan pohon merupakan kegiatan pemeliharaan dengan melakukan pengurangan tajuk/cabang pohon bagian bawah sehingga persentase tajuk aktif menjadi berkurang untuk memperoleh batang bebas cabang yang panjang dan bebas dari mata kayu. Pada jenis Acacia mangium pemangkasan dilakukan dengan menyisakan tajuk kurang dari 60% pada awal-awal pertumbuhan sedangkan pada jenis Manglieta glauca BI bisa menyisakan tajuk kurang dari 30%. Pemangkasan merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan tanaman agrofrestri. Pemangkasan yang dilakukan pada pohon akan memberikan efek positif tidak hanya bagi tanaman pohon melainkan juga tanaman pertanian. Penelitian Ray keSogh dalam Naiem dan Sabarnurdin (2003) menunjukkan bahwa pruning cabang dan bahkan batang hingga tinggal 6 meter dari permukaan tanah ternyata sangat menguntungkan, karena dapat memperbesar intensitas cahaya yang sangat bermanfaat bagi tanaman lain yang tajuknya lebih rendah dan juga akan menghasilkan 6 meter kayu akhir yang silindris dan besar.

Penelitian Suryanto et al., 2009 meyatakan bahwa pengelolaan bera diprioritaskan pada pengurangan kepadatan tajuk melalui teknik silvikultur (pruning tajuk dan penjarangan) untuk peningkatan ketersediaan cahaya sehingga dapat mendukung budidaya semusim lebih optimal Agrofrestri didominasi oleh pohon sehingga bidang olah efektif untuk tanaman pertanian berkurang yang mengakibatkan ada masa bera. Masa bera adalah waktu dimana lahan diistirahatkan dari kegiatan penanaman tanaman semusim. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah dan memberikan pengaturan ruang bagi tanaman semusim. Model bera dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu bera ringan, sedang, dan berat. Bera ringan mempunyai Bidang Olah Efektif (BOE) 62% luas lahan. Bera sedang BOE 37% < % bidang oleh < 62%. Bera berat mempunyai level penutupan lahan paling tinggi. Hal ini mengakibatkan luas BOE paling rendah

Page 43: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 37 ∞

dibanding dengan model lainnya. BOE pada bera berat kurang dari 37% dari luas lahan (Suryanto et al., 2009).

Kompetisi yang terjadi dalam pola tanam agrofrestri tidak hanya dalam mendapatkan sinar matahari akan tetapi juga di dalam tanah dalam pemanfaatan unsur hara maka terdapat kegiatan pemeliharaan dengan pruning akar. Pruning akar dilakukan pada tanaman pohon untuk menghindari terjadinya kompetisi hara antara tanaman palawija dengan tanaman pohon (Naiem dan Sabarnurdin, 2003). Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh pemeliharaan tanaman dengan pemangkasan pohon disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh pemangkasan pohon

terhadap tanaman agroforestri No. Lokasi Kombinasi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

1 Kebun Percobaan, Bunga Mayang, Lampung Utara.

Kaliandra + jagung

Caliandra akan memberikan keuntungan terhadap tanaman jagung bila pemangkasan tajuknya lebih sering dilakukan, atau jarak antar baris tanaman pagar perlu diperlebar, sehingga pengaruh naungannya dapat dikurangi.

Hairiah dan van Noordwjik (1993)

2 Desa Darungan, Kecamatan Sutojayan, Blitar, Jawa Timur.

Jati + ubi kayu

Pengaruh dari pohon terhadap ketersediaan cahaya pada tanaman sela dapat dikurangi dengan pemangkasan pohon jati.

Trimanto (2003)

3 Hutan Pinus Desa Klampok, Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Jawa Timur

Pinus + jagung

Pemangkasan pohon pinus meningkatkan penetrasi cahaya sehingga meningkatkan kandungan klorofil yang diikuti oleh peningkatkan laju fotosintesis dan pemberian bahan organik belum dapat meningkatkan hasil tanaman jagung.

Maharani (2004)

4 Lampung Sengon + damar

Pertumbuhan sengon lebih baik pada site terbuka sedangkan damar lebih baik pada kondisi areal teduh.

Sukendro dan Pamungkas (2009)

Page 44: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 38 ∞

Lanjutan Tabel 9. No. Lokasi Kombinasi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

5 Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Malang.

Pinus + jagung

Produksi tanaman jagung yang ditanam dalam sistem agroforestri Pinus +jagung dengan perlakuan pemangkasan dan pemberian nitrogen 150 kg/ ha memberikan hasil yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Namun produksi tersebut masih di bawah produksi normal.

Efendi (2004)

6 Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur

Pinus + kedelai

Pemangkasan 1/3 bagian tajuk pohon pinus bagian bawah mengakibatkan peningkatan cahaya yang lolos ke bawah pohon secara rata-rata dari 20% menjadi 23% pada saat awal (0 hst) dan saat vegetatif maksimum (40 hst) sebesar 23% menjadi 28%. Laju fotosistesis tanaman dipengaruhi oleh pemangkasan pohon dan laju fotosintesis meningkat dengan bertambahnya cahaya PAR yang diterima. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai sebesar 10%.

Kurniawan (2004)

7 Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur

Pinus + jagung

Tanaman jagung yang ditanam dibawah tegakan pinus yang dipangkas memberikan hasil yang lebih tinggi yaitu 1,61 ton/ha dari yang tidak dipangkas yaitu 0,96 t/ha. Varietas pioneer mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan cahaya rendah di bawah tegakan pinus dan mampu berproduksi lebih tinggi yaitu 1,96 ton/ha dari varietas kretek yaitu 0,61 ton/ha.

Kusuma (2004)

Page 45: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 39 ∞

Lanjutan Tabel 9. No. Lokasi Kombinasi

Jenis Hasil Penelitian Sumber

8 Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DIY.

Pohon + Tanaman semusim

Pengelolaan bera diprioritaskan pada pengurangan kepadatan tajuk melalui teknik pruning tajuk dan penjarangan untuk peningkatan ketersediaan cahaya sehingga dapat mendukung budidaya tanaman semusim lebih optimal

Suryanto et al. (2009)

C. Bentuk-Bentuk Agroforestri di Masyarakat

Pola tanam agroforestri telah banyak diaplikasikan masyarakat dalam berbagai kombinasi jenis tanaman dan berbagai tipe pemanfaatan lahan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan agroforestri di masyarakat sudah lebih dulu diaplikasikan dibandingkan dengan pembelajaran scientific knowledge agroforestri. Hal ini menjadikan pembelajaran agroforestri berdasarkan local knowledge yang telah dipunyai masyarakat menjadi penting sebagai pengetahuan dasar yang perlu terus dikembangkan. Struktur dan komposisi tanaman dalam pola tanam agroforestri di masyarakat merupakan informasi awal untuk lebih mendalami jenis interaksi dan kompetisi antar tanaman dalam satu unit manajemen lahan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap lokasi mempunyai komposisi jenis tanaman yang berbeda. Perkembangan komposisi tanaman dalam pola agroforestri dari masa ke masa juga senantiasa mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kesesuaian tempat tumbuh, cara-cara masyarakat bercocok tanam, ketersediaan pasar dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Montpellier et al. (2001) menyebutkan bahwa sistem agroforestri diperdebatkan sebagai fakta yang harus diperhatikan dimana dua jenis sistem pengaruhnya tidak sama terhadap ekologi atau kualitas ekonomi dan tidak memerlukan pendekatan ilmiah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sederhana lebih diinvestasi oleh peneliti dan mempunyai nilai lebih dikembangkan saat ini dalam bidang kehutanan atau progam pertanian dibandingkan sistem kompleks dimana pokok sistem karakteristik pertanian dalam jumlah kecil di luar pulau sering tidak diketahui atau dipandang rendah oleh banyak ilmuwan dan agen pengembang. Sistem agroforestri komplek memiliki vertical land cover paling baik dibanding agroforestri sederhana (simple) dan hutan monokultur. Horizontal land cover agroforestri komplek dan hutan monokultur lebih dari 100% sedangkan pada agroforestri sederhana (simple) hanya 35% (Mansur dan Siddik, 2009).

Menurut Nair (1993) terdapat beberapa bentuk agroforestri yaitu : agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura, sylvofishery dan apikultur. Setiap daerah dengan karakteristik masyarakat dan tipologi lahan yang berbeda memunculkan komposisi jenis penyusun agrofrestri yang beranekaragam sehingga

Page 46: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 40 ∞

memunculkan beberapa bentuk agroforestri. Hasil penelitian di beberapa lokasi menunjukkan bahwa bentuk agroforestri yang telah dipraktikkan oleh masyarakat beranekaragam sehingga perlu diidentifikasi komposisi jenis tanaman penyusun.

1. Agrisilvikultur

Agrisilvikultur yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan komponen pertanian. Penelitian Montpellier (2001) di Sumatra Barat menunjukkan bahwa sistem agroforestri berperan penting tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan kayu sebagai aset dalam sistem agroforestri, melainkan juga produk-produk lainnya seperti makanan, energi dan obat-obatan. Sistem pemanfaatan lahan disana terbagi untuk pekarangan rumah di desa, kebun campuran (dikenal sebagai perak), gabungan pohon-pohon ekspor (Cinnamon sp/kayu manis dan kopi), pohon buah (terutama durian) dan jenis-jenis pohon kayu (Toona sinensis, Meliacea sp, Pterosperum javanicum dan sebagainya). Sistem agroforestri yang dialami meliputi hasil bumi perdagangan penting seperti kopi (Coffea canephora var, robusta) dan Cinnamomum burmani dengan jarak alternatif hasil panen monokultur atau asosiasi sederhana ke beberapa spesies dan kebun simpan serbaguna meliputi sebanyak 100 spesies umum. Begitu pula dengan agroforestri di kebun-kebun Dayak Kalimantan yang berstruktur multilayer dan terdiri dari berbagai jenis tumbuhan serta memiliki fungsi ekologi ekonomi dan sosial bagi masyarakat Dayak. Keberadaan kebun-kebun Suku Dayak di Kabupaten Sanggau sesuai dan potensial karena dapat menjadi sumber bahan makanan, bahan bangunan, energi dan obat-obatan (Sundawati, 2001).

Penelitian Wiyono (2002) tentang perubahan praktik pola tanam petani di Wilayah Desa-Desa Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY menyebutkan bahwa pada masa lalu pola tanamnya sudah sangat jauh berbeda dibandingkan masa sekarang. Di Desa Umbulharjo, Kepuharjo dan Glagaharjo cenderung berpola tanam kayu-kayuan dan buah-buahan dengan rumput pakan ternak di bawahnya, sedangkan di Desa Argomulyo dan Wukirsari cenderung pada tanaman semusim dengan tanaman kayu dan buah-buahan pada tempat terbatas. Dari masa ke masa jenis-jenis yang ditanam dalam pola tanam agrofrestri juga mengalami perubahan. Sebelum tahun 1970 dengan tanaman semusim palawija, ketela pohon, jagung, kimpul, entik, ketela rambat, gude, pisang dengan jenis pohon kelapa, nangka, mindi dan sengon. Dengan jenis buah jambu biji di tegal dan pekarangan. Komoditi kayu bakar, ketela, jambu biji, gude dan kelapa ditukar dengan beras. Tahun 1971-1980 penghijauan dengan mahoni, apokat, cengkeh, petai, kopi, durian, rumput gajah dan sengonisasi. Pada tahun 1981 tegal pekarangan tanaman keras, hijauan rumput dan sengon, sawah beralih ke tanaman perkebunan salak (Wiyono, 2002). Kasus di Kulonprogo DIY, pekarangan mempunyai struktur vegetasi yang lebih komplek dibandingkan dengan tegalan. Akan tetapi potensi lahan pada keduanya dapat dikembangkan dengan diversifikasi lahan yaitu antara lain dengan penanaman buah-buahan dan perkebunan seperti durian, nanas, cengkeh dan petai (Poernomo, 2003).

Hasil penelitian Musriyanti. et al. (2003) di Desa Barugae, Kabupaten Maros menunjukkan bahwa terdapat beberapa pola dan yang paling dominan yaitu pola

Page 47: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 41 ∞

jalur dan acak. Jumlah jenis tanaman yang dikembangkan mencapai 16 Jenis, dan jenis tanaman yang dominan adalah kemiri (Aleurites moluccana), coklat (Theobroma cacao), gamal (Gliricidia sepium). Stratifikasi tegakan (vertikal) berdasarkan analisis diagram profil pada lokasi penelitian mempunyai empat strata yakni :

1) Stratum A, dengan jenisnya yaitu kemiri (Aleurites moluccana), bitti (Vitex sp), mahoni (Swictenia macrophylla), gamal (Gliricidia sepium), enau (Arenga pinnata) dan waru (Hibiscus tiliaceus).

2) Stratum B dengan jenisnya yaitu gamal (Gliricidia sepium), jambu mente (Anacardium occidentale), bitti (Vitex sp), pisang (Musa paradisiaca), enau (Arenga pinnata), coklat (Theobroma cacao), kopi (Coffea arabica), lamtoro (Leucaeana glauca) dan belimbing wulu (Averrhoa belimbing).

3) Stratum. C dengan jenisnya yaitu coklat (Theobroma cacao), kopi (coffea arabica), talas (Colocasia esculenta), dan merica (Piper nigrum).

4) Stratum D atau Stratum paling bawah dengan jenisnya yaitu jahe (Zingiber officinale) dan jagung (Zea mays). Sistem penanaman tiga strata dari segi konservasi yaitu dengan adanya strata tajuk yang berlapis-lapis maka dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan secara langsung ke permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya erosi kecil.

Penelitian Okky et. al. (2005) tentang variasi dan karakteristik model

agroforestri di Patuk Gunung Kidul, DIY menyebutkan bahwa pola agroforestri yaitu pola pohon pembatas, baris, lorong dan acak. Kemudian untuk pola pohon pembatas dan lorong sebagian besar tersusun atas pohon mahoni, jati, akasia, dan sono. Pola baris sebagian besar tersusun atas tanaman perkebunan yaitu melinjo, kakao, cengkeh, rambutan dan petai sedangkan pola acak tersusun atas tanaman mahoni, jati, sengon, melinjo dan petai. Pola lorong pada topografi paling curam yaitu 13 % s/d 20 % (terjal) sedangkan pola baris, pohon pembatas dan pola acak pada kelerengan agak datar (5 % s/d 10 %).

Terdapat tiga bentuk usaha tani pada sistem dusung di Maluku Tengah yaitu dusung kebun atau ladang dengan sistem pertanaman tumpangsari, dusung kebun campuran dengan sistem pertanaman agroforestri dan dusung tanaman utama/ pokok dengan sistem pertanaman monokultur. Hatulesila dan Febryano (2009) melakukan analisis vegetasi pada agroforestri dusung menyebutkan bahwa agroforestri dusung adalah suatu sistem agroforestri yang sudah berlangsung secara turun-temurun. Struktur dan komposisi jenis tanaman di Desa Wakal pada tingkat pohon didominasi oleh spesies Eugenia aromatica, Myristica fragrans, Durio zibethinus, Theobroma cacao, Cocos nucifera dan Lancium domesticum, tingkat tiang didominasi oleh Musa sp, Lancium domesticum, Theobroma cacao dan Myristica fragrans dan tingkat sapihan didominasi spesies Myristica fragrans, Eugena aromatica dan Lancium demosticum. Berdasarkan stratifikasi dan diagram profil menunjukkan bahwa spesies Durio zibethinus dan Cocos nucifera memiliki penguasaan tajuk tertinggi (Strata A) diikuti strata lapisan (B, C, dan D) yaitu Eugenia aromatica, Cocos nucifera, Theobroma cacao, Myristica fragrans, Lancium domesticum, dan Eugenia jambolana.

Page 48: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 42 ∞

Penelitian Suharti (2007) menyebutkan bahwa model agroforestri yang potensial dikembangkan di Sumedang adalah komoditi kehutanan + vanili dan tanaman obat, sedangkan di Cianjur sebagai tanaman bawah yaitu vanili dan tanaman pangan serta sayur-sayuran untuk Sukabumi. Begitu pula di Daerah Waduk Sempor jenis tanaman bawah yang mempunyai nilai penting bagi petani yaitu jenis tanaman pangan antara lain ganyong, ketela rambat dan ketela pohon (Hadisusanto, 2003).

Repong damar di Pesisir Tengah Lampung Barat merupakan salah satu agroforestri terbaik di Indonesia. Struktur vegetasi pada agroforestri damar berbeda pada masing-masing fase pertumbuhan, tetapi secara umum permudaan alami damar cukup baik. Kerapatan optimum jenis damar pada kelas diameter 20-40 cm adalah 400 pohon/ ha, dengan kerapatan optimum seluruh jenis adalah 500 pohon/ ha; kerapatan optimum jenis damar pada kelas diameter 40-60 cm adalah 300 pohon/ ha, dengan kerapatan optimum seluruh jenis adalah 400 pohon/ ha; kerapatan optimum jenis damar pada kelas diameter di atas 60 cm adalah 280 pohon/ ha, dengan kerapatan optimum seluruh jenis adalah 300 pohon/ ha (Duryat, 2009). Semakin tinggi densitas semakin tinggi regenerasi alami damar (Siregar et. al., 2009)

Penelitian Hakim et. al. (2004) menyatakan bahwa rehabilitasi lahan dengan PHBM di KPH madiun adalah dengan sistem plong-plongan mengikuti alur peredaran sinar matahari (bukan mengikuti kontur). Tanaman utama yang digunakan kayu putih atau jati ditanam di sabuk sepanjang 15 m, tanaman kehutanan pengisi/pagar (gmelina, mahoni, sengon, mindi) dan tanaman pertanian (padi, jagung, ketela pohon , kacang tanah, pisang, petai, dll) di sabuk sepanjang 10 m. Sementara di KPH Kuningan dengan tanaman pokok ( mahoni, pinus) dengan tanaman MPTS (melinjo, randu, alpukat, nangka, pete, kemiri, nilam , nanas, dll). Rehabilitasi hutan dengan PHBM di RPH Banjarsari melakukan penanaman dengan jati + sengon + tanaman pertanian (padi+jagung, pisang, cabe dan kacang) dan di RPH tanjungkerta dengan pola pinus + vanili serta di RPH Cineam dengan Jati + kapolaga (Sumarhani, 2004).

Beberapa pola tanam agroforestri yang telah berhasil dipraktikkan masyarakat di hutan rakyat dengan komposisi sebagai berikut (Mindawati et. al., 2006):

1) Desa Sidoarjo, Kecamatan Kemalang, Kab. Klaten dengan komposisi jenis : sengon + kopi + tembakau.

2) Desa Pacekalan, Kabupaten Wonosobo dengan komposisi jenis : sengon + mahoni+suren+kopi+kelapa+pisang+cabe.

3) Desa Sumberurip, Kec. Doko, Kab. Blitar dengan komposisi jenis : sengon + kopi + cokelat + kelapa + singkong + gamal.

4) Desa Pacekelan, Kec. Sapuran, Kab. Wonosobo dengan campuran jenis sengon + suren + kelapa + nangka + jambu + petai+ durian + melinjo + jengkol.

5) Hutan rakyat Kabupaten Kuningan dengan 4 pola tanam yaitu tanaman kayu (sengon, jati, mahoni), perkebunan (melinjo), buah (pisang, jengkol,

Page 49: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 43 ∞

pete), tanaman semusim (cabe, singkong, padi), Obat (jahe, kapulaga) dan bambu. (Diniyati et. al., 2004).

2. Silvofishery

Silvofishery yang merupakan kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan. Penelitian Hartina et. al. (2002) tentang rehabilitasi lahan mangrove dengan silvofishery di Indramayu menyebutkan bahwa keberhasilan tanaman mangrove dalam pola silvofishery ditentukan oleh faktor-faktor fisik dan kimia lapangan berupa : lebar empang parit dan pH tanah. Sedangkan faktor ekonomi dan sosial yang menonjol adalah faktor tingkat keberhasilan petani dalam mengelola parit. Petani paham bagaimana memberikan lingkungan hidup yang baik bagi aquakulturnya dengan memberlakukan (mengorbankan) komponen mangrovenya. Produktivitas akuakultur ditentukan oleh faktor-faktor kedalaman parit, luas lahan empang yang dikelola dan berapa persen parit ternaung oleh pohon. Faktor ekonomi dan sosial tidak terbukti berperan. Perbedaan kepentingan masih mewarnai pola tanam yang ada, sehingga kelestarian pola ini masih dipertanyakan walaupun dari sisi produktivitasnya dan adoptibilitasnya tidak diragukan. Pola rehabilitasi mangrove cara ini perlu dimodifikasi agar dapat memberi keuntungan kepada kepada kedua kepentingan, produksi dan konservasi secara seimbang dan lestari.

Gunawan (2007) menyebutkan bahwa pada progam silvofishery menunjukkan bahwa hanya 15% petambak responden yang menyatakan mangrove penting bagi produksi perikanan, oleh karena itu sebagian besar petambak menebang atau mematikan mangrove untuk memperluas parit tempat pemeliharaan ikannya. Progam silvofishery dengan pola empang parit di BKPH Ciasem-Pamanukan belum mampu mengkonservasi mangrove, hal ini ditunjukkan oleh meluasnya penebangan mangrove di dalam empang parit untuk memperluas parit dan menyebabkan perubahan bentuk dan komposisi luasnya sampai menjadi 20% mangrove 80% parit. Progam silvofishery dengan pola empang parit ini juga belum cukup tepat sasaran karena 54% pesertanya menjual ke pihak lain.

Penelitian Anwar (2003) menyebutkan bahwa model silvofishery untuk rehabilitasi kawasan mangrove dengan sistem empang parit dengan lahan penanaman mangrove (80%) dan kegiatan perikanan (20%) dengan menggunakan udang, bandeng dan kepiting. Hasil penelitian menujukkan bahwa: keuntungan budidaya udang dan bandeng dengan panen 2 X setahun = Rp.512.200,- per hektar dan untuk kepiting dengan panen 10 X setahun = Rp. 279.000 per 60 m2. Sistem silvofishery berdampak pada pertambahan luas pembuatan empang parit (dari 25 ha menjadi 12 ribu ha), peningkatan persen tumbuh mangrove mencapai 80%, pertambahan kesempatan kerja (2448 KK dan 122 KTH), meningkatnya kesadaran masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan mangrove. 3. Apikultur

Apikultur merupakan budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan. Yuliansyah et. al. (1998) menyebutkan bahwa di masyarakat pedesaan Kaltim sumberdaya lahan dan lebah madu yang tersedia

Page 50: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 44 ∞

dapat menunjang agroforestri lebah madu dengan manajemen masyarakat. Penelitian Qurniati (2010) di Desa Selapan Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Tanggamus dan Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung menunjukkan bahwa tanam tanaman berbunga yang dimanfaatkan sebagai pakan lebah madu adalah tanaman sonokeling (Dalbergia latifolia), kaliandra (Calliandra calothyrsus), kapuk randu (Ceiba pentandra), cokelat (Theorema cacao), dan kopi (Coffea canephora) dan beberapa jenis tanaman kehutanan, MPTS (Multy Purpose Trees Spesies) dan tanaman perkebunan. Pemeliharaan lebah madu yang dilakukan masyarakat Desa Selapan dan Desa Buana Sakti dilakukan dengan kotak (stup) dan gelodok. Penggunaan kotak lebih efisien dibandingkan gelodok.

Ismail (1987) melaporkan bahwa pengamatan dilakukan pada lokasi seluas 400 ha. Lebah yang diuji adalah jenis Apis mellifera yang ditempatkan diantara kaliandra dan Anacardium occidentale. Sistem pengembangan terkontrol dicobakan pada sapi yang dilepas pada areal rumput setaria dan rumput di bawah tegakan kayu berumur 2 tahun dan kambing betina pada areal makanan ternak, kaliandra dan di bawah tegakan umur 2 tahun lebih. Hasil agroforestri perkembangan lebah cukup baik, sapi betina bertambah berat badan rata-rata 86,66 kg/ekor dan kambing meningkat berat badannya 6,83 kg/ekor.

DAFTAR PUSTAKA Abadi, R. S. 2003. Pendugaan Potensi Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa)

yang Ditanam dengan Pohon Jati (Tectona grandis L) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Akiefnawati, R. 1995. Pengaruh Naungan, Kompetisi Serapan Air dan Hara Tanaman Pagar Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Ultisol Daerah Lampung Utara. Thesis. Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Ali. C dan D. Edi. 2010. Strategi Pengembangan Tanaman Kehutanan di Sela Tanaman Sawit: Sebuah Tinjauan Aspek Budidaya. Prosiding “Peran Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dalam Implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil tanggal 4-5 November 2010 di Pekanbaru. Puskonser. Bogor.

Anggraeni. I dan A. Wibowo. 2007. Pengaruh Pola Tanam Wanatani Terhadap Timbulnya Penyakit Dan Produktivitas Tanaman Tumpangsari. Info Hutan Tanaman 2(2).

Anwar, C. 2003. Wanamina, Alternatif Pengelolaan Kawasan Mangrove Berbasis Masyarakat Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Pemanfaatan Jasa Hutan dan Non Kayu Berbasis Masyarakat Sebagai Solusi Peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Hutan. Hlm. 21-26. P3H&KA. Bogor

Page 51: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 45 ∞

Asir, l. dan S. Tabba. 2008. Aplikasi Teknik Rehabilitasi Lahan dengan Penanaman Jenis Kayu dan MPTS di SUB DAS Biyonga Provinsi Gorantalo. Prosiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman tanggal 19 Desember 2008 di Bogor. P3HT. Bogor.

Askin.D.C., D.J. Boland., dan K. Pinyopusarerk, 2001. Use Casuarina Oligondon subsp. Abbreviata in Agroforestry in The North Baliem Valley, Irian Jaya, Indonesia. in Casuarina Research and utilization. Abstrak Hutan dan Kehutanan. Agroforestry-3 Hlm. 213-219. Pusdokindo & Museum Taman Hutan Manggala Wanabakti. Jakarta.

Azz, L. P dan S. Budi. W. 1995. Srikaya (Annona Squamosa) Sebagai Tanaman Sisipan pada Program Perhutanan Sosial (PS) di BKPH Penganten KPH Purwodadi. Duta Rimba 20: 20-23.

Budi, R.S.W, I.Z. Siregar, Supriyanto, A. Sukendro dan N. Wijayanto. 2009b. Study on the Use of Fertilizer and Pruning Treatment for Improving Coffee Productivity in Agroforestry System at Gunung Walat Educational Forest. Technical Report Volume 4/2009. IPB & Akecu. Bogor.

Budi, R.S.W. 2009. Study on The Use of Arbuscular Mycorrhiza Fungi for Improving Crop Productivity in Agroforestry System in Gunung Walat Educational Forest. Technical Report Volume 2/2009. Restoration of Degraded Forest Through Establisment of Sustainable AgroSystem with High Ecological and Economical values Using People’s Participation In Gunung Walat, Indonesia. IPB & Akecu. Bogor.

Budi, R.S.W., I.Z. Siregar, A. Sukendro, N. Wijayanto dan Supriyanto. 2009a. Study on The Use of Dekastar Fertilizer for Improving Coffee Productivity in Agroforestry System in Gunung Walat Education Forest. Technical Report Volume 4/2009. IPB dan Akecu. Bogor.

Budi,R.S.W., I.Z. Siregar, Supriyanto, A. Sukendro dan N. Wijayanto. 2009c. Study on The Use of Anorganic Fertilizer for Improving Cassava (Manihot Esculenta) Productivity in Agroforestry System at Gunung Walat Education Forest. Technical Report volume 4/2009. IPB dan Akecu. Bogor.

Budiadi, T. Hiroaki, Ishii, M. Sambas Sabarnurdin, Priyono Suryanto dan Y. Kanazawa. 2006. Biomass Cycling And Soil Properties In An Agroforestry-Based Plantation System Of Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron LINN) In East Java, Indonesia. Journal Agroforestry Systems 67:135–145.

Cahyarini, E. 2004. Evaluasi Lahan untuk Tanaman Cabai, Jagung, Kedelai secara Tumpangsari di Lahan Sela Tanamn Jati pada Lahan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Desa Ngembul, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Dendang. B, A.Sudomo, E. Rachman dan Rusdi. 2007. Pengendalihan Hama Ulat Jengkal Pada Sengon dengan Ekstrak Daun Suren dan Cuka Kayu. Wana Benih 8(1).

Page 52: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 46 ∞

Diniyati, D, SE. Yuliani, dan B. Achmad. 2004. Pola Tanam Hutan Rakyat di Desa Dukuh Dalam, Kec. Japara, Kab. Kuningan. Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian.Hlm. 133-145. P3BPTH. Yogyakarta.

Duryat. 2009. Struktur Vegetasi dan Kerapatan Pohon Optimum pada Agroforest Damar (Shorea javanica K. Et V.) di Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat. Prosiding Penelitian-penelitian Agroforestry di Indonesia tahun 2006-2009. Universitas Lampung (Unila)-The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)-The Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). Bandar Lampung.

Efendi, H.M. 2004. Fungsi Agronomi Sistem Agroforestri Pinus (Pinus mercusii) dan Jagung (Zea mays L) dengan Pemangkasan Tajuk Pohon dan Pemberian Pupuk Nitrogen. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Febrianto, T. 2003. Pendugaan Potensi Produksi Tanaman Jagung (Zea may L) yang Ditanam dengan Tanaman Jati (Tectona grandis L) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Febrianty, F. 2003. Budidaya Pisang (Musa paradisiacal Linn) dalam Sistem Agroforestri di Daerah Berkapur Malang Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Hadisusanto. S. 2003. Agroforestry Di Jalur Hijau Waduk Sempor (Suatu Tinjauan Ekologis). Prosiding Seminar Nasional Agroforestry Peranan Strategis Agroforestry dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Lestari dan Terpadu bulan Sepetember 2002 di Yogyakarta. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Hairiah. K dan M. van Noordwjik, 1993. Peranan Tanaman Pagar dalam Mempertahankan Produksi Tanaman Jagung yang Berkelanjutan Pada Ultisol Daerah Lampung. Prosiding Loka Karya Nasional Agroforestry tanggal 24-26 Agustus 1993 di Bogor. Bogor.

Hairiah. K, M. van Noordwijk dan D. Suprayogo. 1999. Bahan Ajar 2 Agroforestri. International Agroforestry Researh Center. (ICRAF). Bogor.

Hakim, I, S. Irawanti, dan Sylviani. 2004. Rehabilitasi Lahan dengan Pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Pulau Jawa: Studi Kasus di KPH Madiun dan KPH Kuningan. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hlm. 76-90. P3H&KA. Bogor.

Handayani, D. W. 2003. Pendugaan Potensi Produksi Tanaman Padi Gogo yang Ditanam dengan Pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo Barat, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Hani. A. Dan M.Y Mile. 2006. Uji Silvikultur Sengon Asal Tujuh Sumber Benih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 3(2).

Page 53: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 47 ∞

Hardiyanto, E.B. 2005. Beberapa Isu Silvikultur Dalam Pengembangan Hutan Tanaman. Makalah Seminar Peningkatan Produktivitas Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Hartina, M.S. Sabarnurdin, dan H. Supriyo, 2003. Kajian Pola Silvofishery untuk Rehabilitasi Mangrove. Kasus Desa Cemara, Indramayu. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry. “ Peranan Strategis Agroforestry dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Lestari dan Terpadu bulan September 2002. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Haryanto, Y dan H. Dwiriyanto. 1988. Uji Coba Pengembangan Tanaman Pangan AF. BTR Benakat. Palembang.

Hatulesila, J.W., I.G. Febryano. 2009. Struktur dan Komposisi Tanaman pada Agroforestri Dusung di Desa Wakal Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Prosiding Penelitian-penelitian Agroforestry di Indonesia tahun 2006-2009. Universitas Lampung (Unila), The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE), dan The Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). Bandar Lampung.

Hilmanto. R. 2009. Local Ecological Knowledge dalam Teknik Pengelolaan Lahan Pada Sistem Agroforestri. Studi Kasus di Dusun Lubuk Baka, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Disertasi . (tidak diterbitkan).

Ismail, B. 1987. Uji Coba Kegiatan Perlebahan Dan Peternakan di Areal Agroforestri. Laporan Pengamatan Dan Uji Coba Pengembangan Teknologi Reboisasi 4: 46-61.

Kartasubrata, J. 1992. Social forestry dan Agroforestry di Asia. Buku I. Laboratorium Politik dan Ekonomi dan Sosial Kehutanan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Kasno, S., T. Nuhamara dan Supriyanto. 2009. Diversity of Pest and Diseases Commonly Found in Agroforestry System at Gunung Walat Educational Forest. Technical Report Volume 2/2009. Restoration Of Degraded Forest Throught Establisment Of Sustainable Agrosystem With Hight Ecologi dan Economic Values Using People’s Participation In Gunung Walat. Indonesia. IPB dan Akecu. Bogor.

Khasanah, N. 2008. Potensi Air Daun Dan Efisiensi Penggunaan Cahaya dalam Sistem Karet (Hevea brasiliensis) Monokultur dan Karet Campuran dengan Akasia (Acacia mangium) Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. (tidak diterbitkan).

Kurniawan, I. 2004. Fungsi Agronomi Sistem Agroforestri Pinus (Pinus mercusii) dan Kedelai (Glycine max L) dengan Pemangkasan Pohon dan Pemberian Bahan Organik. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Kusuma, I.F. 2004. Fungsi Agronomi Sistem Agroforestri Pinus (Pinus mercusii) dan Jagung (Zea mays L) dengan Pemangkasan Pohon. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Page 54: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 48 ∞

Latifah S., I. Prambudi, dan M.A. Bachruddin. 2011. Karakteristik Pertumbuhan Jati (Tectona grandis Linn.f) pada Sistem Agroforestry Tanaman Sawit dan Coklat. P 291- 299. Prosiding Puslitbang "Seminar Hasil-hasil Penelitian BPK Aek Nauli dalam Rangka Tahun Kehutanan Internasional”. Aeknauli.

Maharani. H.S. 2004. Fungsi Agronomi Sistem Agroforestri Pinus (Pinus mercusii) dan Jagung (Zea mays L) dengan Pemangkasan Pohon dan Pemberian Bahan Organik. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Mangkona. A. A. N., S. Paembonan dan M. Moelyono. 1986. Pertumbuhan Anakan Pohon Eucalyptus deglupta Blume dan Tanaman Jagung (Zea mays. L) dalam petak Percobaan Agroforestri di Desa Tompobulu Kabupaten Maros. Skripsi. Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makasar. (tidak diterbitkan).

Mansur, I. dan B. Siddik, 2009. Horisontal and vertical land cover profile of agroforestry system in gunung walat ecucational forest, indonesia. Technical Report volume 2/2009. Restoration of Degraded Forest Throught Establisment of Sustainable Agrosystem with Hight Ecologi dan Economic Values Using People’s Participation in Gunung Walat. Indonesia. IPB dan Akecu. Bogor.

Mile, M. Y. 2006b. Uji Coba Teknik Penyiapan Lahan Yang Sesuai Untuk Pertumbuhan Tanaman Agathis (Agathis alba Foxw) dengan model Agroforestry (Trials on land Preparation Techniques to support the growth Performance of Agathis alba Foxw in Agroforestry Model. Info Hutan 7(1).

Mile. M Y. 2006a. Pola Agroforestry Haramay (Boehmeria nivea L) : Prospek Agribisnis dan Teknik Budidayanya. Info Hutan 3(3).

Millang, S., Suhardi dan J. Marsono. 1991. Peranan Input Teknik Budidaya terhadap Keberhasilan Agroforestri di Lokasi Transmigrasi Kumai Kalimantan Tengah. Thesis. Program Studi Kehutanan UGM. Yogyakarta. (tidak diterbitkan).

Mindawati. N., A. Widiarti dan B. Rustaman. 2006. Review Hasil Penelitian Hutan Rakyat. P3HT. Dephut. Bogor.

Montpellier, G. Michon, H. De Foresta dan N. Widjayanto, 2001. Research on Agroforestry System in Sumatra : Some Result Interesting Silviculture. Bogor. SEAMEO-BIOTROP, 1992. Agroforestry-3. Pusdokindo & Museum Taman Hutan Manggala Wanabakti (Manggala Wanabakti Documentation and Information Center & Museum Forest Park) Jakarta-Indonesia. No 2. Jakarta.

Montpellier, G. Michon. 2001. Prospects For the Use of Agrofrestry Systems in Regional Forest Management : Examples From Indonesia (s.n.). hal.9-16 Agroforestry-3. Pusdokindo & Museum Taman Hutan Manggala Wanabakti No 2. Jakarta.

Page 55: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 49 ∞

Mulyana. O. R. dan A. Priadjati. 2004. Pertumbuhan Meranti pada Program Rehabilitasi Lahan Alang-Alang (Imperata cylindrica Beauv) dengan Sistem Tumpangsari. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 1(3): 337-344.

Mulyoutami. E., L. Joshi, Ilahang, G. Wibawa dan E. Penot. 2008. Pembangunan Wanatani Karet Berbasis Karet pada Lahan Terdegradasi Alang-alang di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Karet 26 (1): 20-30.

Murad, A, T. Butarbutar, dan N Supriatna. 1992. Pengaruh Pengapuran dan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Hijauan Pakan Brachiaria decumberns Pada Sistem Agro Kehutanan. Buletin Penelitian Kehutanan Pematang Siantar 8(1):27-38.

Murad, A. 1990a. Introduksi Dan Evaluasi Tanaman Leguminosa Makanan Ternak untuk Menunjang Kegiatan Agroforestri di Aeknauli Sumatera Utara. Buletin Penelitian Kehutanan 6(3):197-210.

Murad, A. 1990b. Introduksi dan Evaluasi Tanaman Rumput Makanan Ternak untuk Menunjang Kegiatan Agroforestri di Aeknauli Sumatera Utara. Buletin penelitian kehutanan 8(1):39-49.

Murniati. 2005. Penyiapan Lahan Alang-alang Untuk Usaha Tani Agroforestry dengan Teknologi Murah Dan Ramah Lingkungan. Info Hutan 2(4).

Musriyanti, Syamsuddin Millang dan Suhasman. 2003. Studi Struktur dan Komposisi Beberapa Pola Agroforestri di Desa Barugae Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros. Skripsi. Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makasar. (tidak diterbitkan).

Na’iem, M, 2004. Pengembangan Spesies Non-Acacia Mangium Untuk Hutan Tanaman Buku Pembangunan Hutan tanaman Acacia mangium. PT. Musi Hutan Persada. Palembang.

Na’iem, M. Dan M.S. Sabarnurdin, 2003. Agroforestri Dalam Pengelolaan Intensif Sumber Daya Lahan. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri. “Peranan Stsrtaegis Agrofrestri dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Lestari dan Terpadu. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta.

Nair.PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher. The Netherland.

Narendra, B.H. 2009. Teak (Tectona grandis L.F.) Growth Planted Using Agroforestry Model On Pumice-Mined Land. Procedings Internasional Seminar. Research on plantation Forest Management Challenges and Oppurtunities tanggal 5-6 November 2009 di Bogor. Centre For Plantation Forest Research and Development. Bogor.

Okky, P.S., M.S. Sabarnurdin dan P. Suryanto. 2005. Variasi Dan Karakteristik Model Agroforestry. Jurnal Hutan Rakyat 7(1).

Page 56: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 50 ∞

Palwnewen, JL. 1991. Pengkajian dan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pandu Melalui Pendekatan Sistem Agroforestri. Lembaga Penelitian Sam Ratulangi. Manado.

Poedjorahardjo dan R. Soeryono. 1986. Pembangunan AF di Dalam Kawasan Hutan di DAS Konto Bagian Hulu. Prosiding Seminar dan Reuni IV FKT UGM. Hlm. 307-318.

Poernomo, D, H. 2003. Praktek Agroforestry di Samigaluh, Kulonprogo, DIY. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry. “Peranan Strategis Agroforestry Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Lestari dan Terpadu” bulan September 2002. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Pusparini, T., M. Junus, C. Bachtiar dan R. Salam. 1989. Studi Pertumbuhan Anakan Jambu Mete (Anacardium occidentale Linn) yang Ditumpangsarikan dengan Beberapa Jenis Legum (Stylosanthes gulanensis Aubl, Dioclea sp, Arachis hypogae Linn Varietas Kidang) dan Rumput Gadjah (Pennisetum Schum). Skripsi. Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makasar. (tidak diterbitkan).

Qurniati. R. 2010. Peranan Usaha Lebah Madu dalam Memberikan Tambahan Pendapatan. Studi Kasus pada Masyarakat Sekitar Hutan di Propinsi Lampung. Seminar Nasional ‘Perluasan Promosi Agroforestri dalam Mendukung Mitigasi Perubahan Iklim di Asia Tenggara’ (Scaling-Up Agrofrestri Promotion Toward Climate Change Mitigation in Southeast Asia ((SAPSEA). Lampung.

Renden, R. 1991. Laju Pertumbuhan Casuarina junghuhniana, Pharaserianthes falcatania sp pada Sistem Agrokehutanan di Buntu Dengen, Tana Toraja, Sulsel. Jurnal Penelitian Kehutanan 5(2): 49-55.

Rosida, Jaya., Marthen L. Lande., Budirman Bachtiar. 1992. Keberhasilan Tanaman Jahe Badak (Zingiber officinale Rosc) di Bawah Tegakan Leda (Eucalyptus deglupta Blume). Skripsi. Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makasar. (tidak diterbitkan).

Sabarnurdin, M.S. 1992. Pengaruh Tanaman Semusim terhadap Pertumbuhan Jati (Tectona Grandis) serta Kesuburan Tanah pada Sistem Tanaman Tumpangsari di Wanagama I. Buletin FKT UGM 21: 35-51.

Sagala, A. P. S. 2001. Uji Coba Penggunaan Tegakan Agroforestry Campuran Petai dan Gmelina di Lahan Alang-Alang di Riam Kiwa, Kalimantan Selatan. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Balai Teknologi Reboisasi Palembang tanggal 28-29 Maret 1996. Hlm. 130-133. Agroforestry-3 No 2. Pusdokinfo. Jakarta.

Santoso, D. 2003. Pendugaan Potensi Produksi Tanaman Padi Gogo yang Ditanam dengan Pohon Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo Barat, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Page 57: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 51 ∞

Sastradihardja. S. 2011. Sukses Bertanam Sayuran secara Organik. Penerbit Angkasa. Bandung.

Setyonining, A.R. 2003. Potensi Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaenae L) yang Ditanam dengan Pohon Jati (Tectona grandis L) pada Sistem Agroforestri di Kalipare, Malang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Sinaga, M. dan I. Rachmawati. 1997. Jenis Pohon Lokal yang Mempunyai Fungsi Ganda dalam Pengembangan Wanatani. Aisula 1(3).

Siregar, I.Z. dan O. Mardiningsih. 2009. Natural Regenaration Of Damar (Agathis Loranthifolia) In Agroforestry And Pure Stands At Gunung Walat Educational Forest. Restoration of Degraded Forest Throught Establisment of Sustainable Agrosystem with Hight Ecologi dan Economic Values Using People’s Participation in Gunung Walat. Technical Report Volume 2/2009. IPB dan Akecu. Bogor.

Siregar, I.Z., S.R.W. Budi R, A. Sukendro, N. Wijayanto dan Supriyanto. 2009. Increasing Plant Crop Diversity in Agroforestry Models at Gunung Walat Educational Forest. Technical Report Volume 4/2009.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi dan L. Nuraeni, 2010. Budidaya Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soedradjad, R dan I. Sadiman. 2003. Optimalisasi Potensi Lahan Hutan Produksi Melalui Sistem Tumpangsari Tanaman Hutan dan Kedelai di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pelatihan Dosen PTN/S Se-Indonesia: Wirausaha Agroforestri Gaharu dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat tanggal 25 Juni - 4 Juli 2003. Universitas Mataram. Mataram.

Soekotjo. 2004 Silvikultur Hutan Tanaman: Prinsip-prinsip Dasar. Buku Pembangunan Hutan tanaman Acacia mangium. PT. Musi hutan Persada. Palembang.

Sudomo, A. 2007. Pengaruh Tanah Pasir Berlempung Terhadap Pertumbuhan Agrofrestri Sengon + Nilam. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 1(2).

Suharti, S. 2007. Pola Pemanfaatan Lahan Dengan Aneka Usaha Kehutanan (AUK) di Jawa Barat : Studi Kasus di KPH Sumedang, Cianjur dan Sukabumi. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam 4(3).

Sukendro, A. dan P. Pamungkas. 2009. Study on the Use of Organis Fertilizer to Improve Plant Productivities in the Agroforestry System. Technical Report Volume 2/2009. Restoration Of Degraded Forest Throught Establisment Of Sustainable Agrosystem With Hight Ecologi dan Economic Values Using People’s Participation In Gunung Walat. Indonesia. IPB dan Akecu. Bogor.

Sumarhani. 2004. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat: Sebagai Solusi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Di KPH Ciamis, KPH Sumedang, dan KPH Tasikmalaya). Prosiding Ekspose Penerapan Hasil litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hlm. 91-100. P3H&KA. Bogor.

Page 58: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 52 ∞

Sumarhani. 2005 Uji Coba Padi Gogo (Oriza sativa) Tahan Naungan dengan Sistem Wanatani di Bawah Tegakan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis) di BKHP Jambang Kulon Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2(3).

Sumarhani. 2009. Rehabilitasi dengan Sistem Agroforestry pada Blok Pemanfaatan Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Selok. Prosiding Penelitian-Penelitian Agroforestry di Indonesia Tahun 2006-2009. Universitas Lampung (Unila), The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE) dan The Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). Bandar Lampung.

Sundawati, L. 2001. Sistem Kebun dayak di Kalimantan : An Agroforestry Model (sistem Kebun suku dayak di Kalimantan Barat : suatu model agroforestry . Jurnal Manajemen Hutan Tropika 1 (1): 33-41.

Surata. I. K, 1993. Amarasi System : Agroforestry Model In The Savana Of Timor Island Indonesia ( Sistem Amarasi : Model Agroforestry Di Lahan Savana Pulau Timor, Indonesia). Majalah Savana 1993 dalam Pusat Dokumentasi dan Informasi Manggala Wanabakti, No2 2001. Abstrak Hutan dan Kehutanan. Jakarta.

Suryanto, P., M.S. Sabarnurdin, W.B. Aryono, dan F. Wiryamarta. 2009. Fallow Model in Agroforestry Systems. Prosiding Penelitian-penelitian Agroforestry di Indonesia tahun 2006-2009. Hlm. 99-103. Universitas Lampung (Unila)-The Southeast Asian Network for Agroforestry Education (SEANAFE)-The Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE). Bandar Lampung

Sutrisno, N., Sudirman dan H. Suwardjo. 1993. Penerapan Usaha Tani Konservasi dengan Sistem Agroforestry Terhadap perbaikan Produktivitas Tanah Daerah Perladangan. Prosiding Loka Karya Nasional Agroforestry tanggal 24-26 Agustus 1993. P3HKA dan APAN (asia-Pacific Agroforestry Network (APAN). Bogor.

Syafrudin S., M. Junus; A.R. Kalu. 1989. Pengaruh Penanaman Berbagai Jenis Tanaman Penutup Tanah terhadap Pertumbuhan Anakan Kopi Robusta (Coffea canephora L.) pada Sistem Tumpangsari di Lapang. Skripsi. Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makasar. (tidak diterbitkan).

Triadiati, S. Tjitrosoemito, E. Guharja, Sudarsono, I. Qayim, dan C. Leuschner. 2007. Resorpsi dan Efisiensi Nitrogen dalam Sistem Agroforestri Coklat di Sulawesi Selatan. Jurnal Bioscience Hayati : 127-132.

Tridadi. 2008. Fungsi Beberapa Komponen Agroforestry di Hutan Alam dan Sistem Agroforestry Kakao di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. (tidak diterbitkan).

Trimanto, V. 2003. Pendugaan Potensi Produksi Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) yang Ditanam dengan Pohon Jati (Tectona grandis L) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Page 59: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 53 ∞

Wahyudi and N. Mindawati. 2009. Monoculture Versus Agroforestry System on Plantation Forest Management. Prosidings Internasional Seminar. Research on Plantation Forest Management Challenges and Oppurtunities tanggal 5-6 November 2009 di Bogor. Centre For Plantation Forest Research and Development. Bogor.

Wahyudi, A. dan Suhartati. 2010. Agroforestry Tanaman Gaharu atau Meranti dengan Kelapa Sawit. Puslitbang Konser. Prosiding “Peran Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dalam Implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil tanggal 4-5 November 2010 di Pekanbaru. Bogor

Wardojo, 1998. Adaptasi Tanaman Buah dan Leguminosa pada Lahan Laharan di Lereng Gunung Merapi (Jawa Tengah). Buletin Teknologi Pengelolaan DAS 4(3): 46-58.

Widiarti, A. 1986. Percobaan Penanaman Khaya anthoteca dengan Sistem Tumpangsari. Buletin Penelitian Hutan 481: 27-52.

Widyati. E., R.S.B. Irianto dan M.H.L Tata. 2010. Ameliorasi Tanah Gambut melalui Kegiatan Agrofrestry. Tekno Hutan Tanaman 3(3).

Wijayanto. N. 2007. Studi Pengaruh Pola Agroforestri Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.F). Jurnal Manajemen Hutan 8(2): 100-108.

Winarti, S., M.R. Lambung, dan C. Rirawa. 1994. Kajian terhadap Pola Tanam Agroforestri sebagai Upaya Memperkenalkan Pertanian Menetap Lahan Kering di Desa Tumbang Sumba Kab. Kotawaringin Timur, Kalteng. Universitas Palangka Raya. Palangkaraya.

Wirastato. 1999. Peranan Cacing Tanah dan Perakaran Tanaman Pagar terhadap Porositas Tanah pada Sistem Budidaya Pagar. Skripsi. Jurusan Tanah, Univ Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Wirawati, I. 2003. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Wiro, A. 2005. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pola Agroforestry: Kasus di Kecamatan Tondon Nanggala, Tana Toraja. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. (tidak diterbitkan).

Wiyono. 2002. Perubahan Praktek Pola Tanam Petani di Wilayah Desa Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry: Peranan Strategis Agroforestry dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Lestari dan Terpadu bulan Sepetember 2002 di Yogyakarta. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Yamika, W. S. D. 2003. Pendugaan Potensi Hasil Tanaman Jagung (Zea may L) pada Sistem Agroforestri dengan Pohon Jati (Tectona grandis L) di Kalipare, Malang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Page 60: STATUS RISET AGROFORESTRI DI INDONESIA · pakan ternak atau komoditas pertanian (tahunan atau semusim). Meskipun terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, definisi

∞ 54 ∞

Yuliana, D. 2003. Pendugaan Potensi Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) yang Ditanam di antara Tegakan Pohon Jati (Tectona grandis L) pada Sistem Agroforestri di Lodoyo, Blitar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. (tidak diterbitkan).

Yuliansyah, D. Syukur, dan Ngatiman. 1998. Kemungkinan Pembudayaan Lebah dalam Menunjang Agroforestri Masyarakat di Pedesaan di Kaltim. Prosiding Agroforestri untuk Pembangunan Daerah di Kaltim. Hlm. 267-282.