66
STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANG Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: RIO ARIF WICAKSONO NIM. 102044225105 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 M / 2008 H

STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

  • Upload
    vudieu

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

RIO ARIF WICAKSONO

NIM. 102044225105

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 M / 2008 H

Page 2: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

STATUS PERKAWINAN ISTERI AKIBAT SUAMI HILANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

RIO ARIF WICAKSONO

NIM. 102044225105

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.

NIP. 150 169 102

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 M / 2008 H

Page 3: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Agustus 2008

Rio Arif Wicaksono

Page 4: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

KATA PENGANTAR

��� ا ا���� ا�����

Penulis menyampaikan Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta

alam. Yang telah memberikan taufik dan hidayah sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini. Penulis juga menyampaikan sholawat dan salam kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, yang mengeluarkan umat manusia dari zaman kebodohan.

Sudah sekitar enam tahun penulis bergabung bersama civitas akademika di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama itu pula

penulis belajar, berdiskusi dan menimba ilmu dari para dosen. Suatu proses talabul ilmi

yang mempuyai kesan suka maupun duka.

Penulis teringat akan syair imam Ali KR.A, tentang enam hal yang harus ada dalam

menuntut ilmu yaitu, pandai, semangat, kerja keras, biaya, pengajaran guru, dan waktu

yang panjang. Dalam konteks ini dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan, yang penulis

merasa masih jauh dari harapan ideal tersebut.

Seyogjanya penulis merasakan bahwa sebuah cita-cita harus diraih melalui kerja

keras. Menempuh proses perjuangan yang panjang dan berbagai halangan yang ada.

Begitupun dalam pembuatan skripsi ini memerlukan pegorbanan waktu, pikiran, tenaga dan

harta. Alhamdulillah berkat ridho Allah akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga merasakan selama proses penyusunan skripsi ini telah banyak pihak

yang memberikan bantuan, bimbingan, dan motivasi baik moril maupun materil. Dengan

kerendahan hati izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Page 5: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Akhwal Al-

Syakhsiyyah sekaligus dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran selama membimbing.

3. Bapak Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc., M. Ag dan Bapak Drs. H. Odjo Kusnara N, M.

Ag dosen selaku dosen penguji I dan penguji II.

4. Bapak Kamarusdiana, S. Ag., Sekretaris Program Studi Akhwal Al-Syakhsiyyah.

5. Kedua orang tua penulis, yang dengan kesabaran dan keresahannya memberikan

memotivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa kepada

kakakku dan adikku yang selalu berbagi canda dan tawa baik suka maupun duka.

6. Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan memberikan

ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

7. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang telah

memberikan fasilitas dan kemudahan dalam peminjaman buku referensi.

8. Pimpinan Pondok Pesantren Daar El-Hikam yang telah memberikan bekal ilmu

keagamaan kepada penulis, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat

ganda.

9. Segenap guru pengajar dan siswa-siswi SMP Plus BLM, terima kasih atas

pengalaman yang diberikan kepadaku selama ini, sehingga penulis bisa lebih

memahami arti dan makna kesosialan.

10. Keluarga besar Pondok Pesantren Daar el-Hikam dan KM UIN dan seluruh pihak

yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

Page 6: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Semoga skripsi ini menjadi bahan berguna bagi penulis untuk berkiprah di masyarakat

dan mengharumkan almamater Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis

berharap kritik dan saran dari para pembaca, sehingga berguna bagi penulis dimasa yang

akan datang.

Jakarta 19 Sya’ban 1429 H

21 Agustus 2008 M

Penulis

Page 7: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………. 6

D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………. 7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan……………………. 7

F. Sistematika penulisan………………………………………… 8

BAB II PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Perkawinan ………………………………………. 9

B. Syarat dan Rukun Perkawinan………………………………... 13

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan……………………………… 17

D. Hak dan Kewajiban Suami Istri………………………………. 26

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SUAMI HILANG

A. Pengertian Umum……………………………………………... 36

B. Status Istri Dalam Perkawinan………………………………… 40

C. Lama Waktu Kepergian Suami……………………………….. 47

D. Analisa Penulis……………………………………………….. 55

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………. 59

B. Saran…………………………………………………………… 60

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 61

Page 8: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam menganjurkan perkawinan, islam tidak membenarkan ajaran hidup (tidak

kawin) yang diyakini oleh para rahib (pendeta). Allah menegaskan dalam Al-Quran,

yang artinya :

�ء م��� و��ث ور��ع �� ) 3:3/ا����ء( %�$�#"ا م�!�ب ��� م�� ا��

Artinya: “kawinilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua, tiga, empat”

Nikah juga disyariatkan oleh Allah seumur dengan perjalanan sejarah manusia.

Sejak Nabi Adam dan Siti Hawa, nikah sudah disyariatkan. Pernikahan Nabi Adam dan

Siti Hawa di surga adalah ajaran pernikahan pertama dalam islam.1

Sebagai suatu aspek agama, perkawinan adalah merupakan sesuatu yang suci.

Sesuatu yang dianggap luhur untuk dilakukan. Karena itu kalau seseorang hendak

melangsungkan perkawinan dengan tujuan yang sifatnya sementara saja seolah-olah

sebagai tindakan permainan, agama islam tidak memperkenankannya. Perkawinan

hendaknya dinilai sebagai sesuatu yang suci yang hanya hendak dilakukan oleh orang-

1 Bagian Tahimiyah Pondok Pesantren Sidogiri, Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan Praktek,

(Sidogiri: Pustaka Sidogiri, t. th), h 83

Page 9: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

orang dengan tujuan luhur dan suci, hanya dengan demikian tujuan perkawinan itu

dapat tercapai.2

Lebih dari itu perkawinan tidak hanya memberikan suatu legitimasi untuk

menyalurkan seseorang untuk memperoleh pemenuhan pribadi pada tingkat fisik emosi

dan spiritual, dan dengan demikian mempertahankan stabilitas. Ia juga memberikan

suatu cara yang dapat diterima untuk reproduksi dan dengan demikian

mengembangbiakkan manusia.3

Sehubungan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga / keluarga ini

al-Quran menyebutkan antara lain:

وم� ءای�;: أن 678 ��� م�� أ$5��� أزوا/� ��2���"ا إ�0�� و/.- ����� م+"د+ة ور�(

)21: 30 /ا��وم( إن+ %D ذA B�ی�ت ��?"م ی52�+�ون

Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Bila diperhatikan ayat diatas, nampaklah bahwa pertama ditekankan oleh al-

Quran mengenai pernikahan atau hidup berkeluarga ialah tujuannya yakni untuk

memperoleh ketenangan (sakinah), sedangkan ketenangan itu baru diperoleh

dengan adanya rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) diantara kedua

pasangan hidup (suami isteri)

2 Lili Rasyidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian Di Malaysia dan Indonesia, (Bandung: Alumni,

1982) h. 10.

3 Harun Nasution dan Bahtiar Effendy (ed), Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1987), h. 237.

Page 10: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Dalam pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa

yang dimaksud dengan perkawinan adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.”

Bahwa ikatan lahir batin merupakan hal penting dari suatu perkawinan

menunjukan bahwa menurut undang-undang ini tujuan adanya perkawinan itu

bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu semata-mata. Perkawinan

dipandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia

berlandaskan ketuhanan yang maha esa.4

Keluarga merupakan kumpulan dari individu-individu yang satu sama lain

terikat oleh sistem kekeluargaan. Pilar utama keluarga adalah suami isteri atau ayah

dan ibu di mana dari sana berkembang sebuah keluarga besar ciri hidup

kekeluargaan adalah adanya ikatan emosional yang alami, konstan, dan sering

mendalam dalam keadaan normal terdapat rasa saling ketergantungan, saling

membutuhkan serta saling membela.5

Keluarga tentu merupakan satu-satuya institusi yang paling penting dalam

islam, karena ia merupakan unit dasar masyarakat, unit di mana setiap individu

membangun dan mengembangkan hubungan-hubungan primernya sebelum

menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lebih luas.

4 Ibid., h.8

5 Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga, Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa, (Jakarta

: PT Bina Rena Pariwara, 2005) Cet. Ke-1, h. 2

Page 11: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Dalam unit keluarga ini seorang suami mempuyai peran dan tanggung jawab

dalam wilayah-wilayah tertentu. Seperti bertindak sebagai pelindung dan

pemelihara rumah tangga, menyediakan kebutuhan finansial untuk menjalankan

kehidupan rumah tangga, dan merumuskan kebijaksanaan yang akan berfungsi

tanpa adanya kesewenang-wenangan, sikap otoriter dan kedaliman, dan sikap acuh

dalam keadaan apa pun seorang suami harus menunjukan sikap tanggung jawab

terhadap isterinya. Sebagaimana sabda nabi memberi tahu laki-laki bahwa

� �Lال ،DM+ا�� �N أ�� ه�ی�ة �N ..."2ء 8��ا اس��� ...R"ا����

):�7N 6526)م

Artinya : Dari Abu Hurairoh, dari nabi berkata…berwasiatlah kepada wanita

dengan baik… (Muttafaqun Alaih)

Setelah memberi gambaran singkat tentang masalah perkawinan dan

kewajiban suami, penulis ingin menganalisa kasus yang saat ini dialami oleh

sebagian masyarakat. Di mana isteri ditinggal pergi oleh suami, mungkin karena

sebab suami pergi jauh, menuntut ilmu atau mengalami penculikan tanpa pernah

memberi kabar dan informasi tentang keberadaannya. Sehingga tidak dapat

menjalankan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya.

Berdasarkan hal tersebut, bagaimanakah status perkawinan isteri jika

mengalami kejadian tersebut. sebab tidak ada kepastian apakah sang suami kembali

atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan, Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi, perkawinan dapat

6 Al-Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Qusairi al-Naisaburi, Shohih Muslim, (tt: Darul Ihya Kitab

al-Arabi, t. th), Juz. Ke-4, h. 178

Page 12: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

putus karena ; a. kematian, b. perceraian, c. atas keputusan pengadilan. Dari latar

belakang inilah penulis tertarik untuk melakukan kajian dan penelitian lebih lanjut

tentang

“STATUS PERKAWINAN ISTERI AKIBAT SUAMI HILANG”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Menyadari karena luasnya permasahan pada hukum perkawinan, maka untuk

fokusnya penulis akan mengetengahkan persoalan yang mengganggu kehidupan

rumah tangga, dengan pembatasan masalah pada status hukum isteri akibat suami

hilang.

2. Perumusan Masalah

Untuk uraian skripsi ini penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai

berikut : Satu keluarga supaya tidak mudah terjadi perceraian, suami dan isteri

dituntut untuk melaksanakan hak dan kewajiban. Dalam keadaan tertentu

diperbolehkan bercerai, seperti karena salah satu pihak meninggalkan selama 2

tahun berturut–turut (penjelasan pasal 39 ayat 2 undang-undang No 1 Tahun 1974 )

dan buku akta nikah suami meninggalkan 6 bulan berturut–turut, demikian pula

dalam fikih Islam.

Berdasarkan hal tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan suami hilang?

2. Berapakah lama waktu hukum positif dan hukum islam membolehkan suami

meninggalkan isteri?

3. Bagaimanakah status isteri akibat suami hilang?

Page 13: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun penelitian skripsi ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan tentang maksud suami hilang.

2. Untuk menjelaskan lama waktu hukum positif dan hukum islam membolehkan

suami meninggalkan isteri.

3. Untuk menjelaskan tentang status isteri akibat suami hilang.

Sedangkan manfaat penelitian skripsi ini adalah:

1. Bagi penulis memberikan pemahaman untuk menerapkan ilmu yang telah di

dapat pada masyarakat khususnya bidang keperdataan islam..

2. Memperdalam dan memperkaya penelitian sebelumnya disamping juga

menambah kontribusi khazanah keilmuan pada Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Diharapkan dengan penelitian ini masyarakat mendapatkan wawasan dan

pengertian tentang suami yang hilang, batas waktu kepergian suami, dan

menciptakan kehidupan perkawinan yang sakinah, mawadah dan rahmah.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk memperdalam dan memperkaya penelitian sebelumnya yang telah dilakukan

oleh dikaji dan diteliti oleh saudari Anita Nabilah, program studi Perbandingan mazhab

dan hukum pada tahun 2004 dengan judul “status hukum isteri karena kepergian suami

yang ghaib (tidak diketahui keberadaannya dalam perspektif hukum islam dan hukum

positif)”. Dalam skripsinya ia tidak menjelaskan hubungan antara taklik talak dan

perjanjian pernikahan Sehingga penulisan skripsi ini menambahkan permasalahan

tersebut dan beberapa hal yang diperlukan untuk lebih memperdalam permasalaham

yang dikaji.

Page 14: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang di lakukan

dengan mempelajari penelitian sebelumnya, mengkaji buku-buku, surat kabar, dan

majalah yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Namun, juga menggunakan

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan landasan teoritis serta informasi yang

relevan dengan judul skripsi ini.

Sementara untuk teknik penullisan skripsi ini penulis menggunakan buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2007”, dengan pengecualian terjemahan al-Quran dan Hadis ditulis satu spasi

walaupun kurang dari lima baris.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman mengenai penulisan terhadap penelitian ini

secara menyeluruh, maka perlu disajikan sistematika penulisan agar dapat memberikan

gambaran umum. Adapun penulisan skripsi ini dibuat dalam empat bab, dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab Pertama membahas tentang pendahuluan, di dalam bab ini dibahas latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Page 15: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Bab Kedua membahas tentang perkawinan dalam islam dalam bab ini

menjabarkan definisi tentang pengetian pernikahan, syarat dan rukun perkawinan, tujuan

dan hikmah perkawinan, dan hak dan kewajiban suami isteri.

Bab Ketiga membahas tinjauan umum tentang suami hilang, bab ini berisi

pengertian umum, status isteri dalam perkawinan, lama waktu kepergian suami , dan

analisa penulis

Bab Keempat tentang penutup, bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Page 16: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

BAB II

PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Indonesia, kata nikah diartikan dengan kawin. Istilah pernikahan,

yang dalam fikih Islam umum pula disebut dengan istilah zawaj atau at-tazwij

merupakan sinonim dari kata perkawinan.7 Mahmud Yunus dalam kamusnya

menyatakan bahwa nikah berasal dari kata "nakaha" ST�$ ( ), "yankihu" ( S��Tی ),

"nikahan" ( �T���$ ) yang artinya mengawini.8 Menurut kamus besar bahasa Indonesia,

perkawinan berasal dari kata "nikah" berarti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan

sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.9

Nikah adalah salah satu kata arab yang telah baku menjadi kata Indonesia,

makna asalnya ialah : berkumpul, menindas, dan memasukan sesuatu di samping juga

bersetubuh dan berakad. Adapun yang dimaksud nikah dengan istilah para ahli hukum

Islam (fukaha) seperti dikemukakan oleh sebagian mereka ialah suatu akad yang

dengannya hubungan kelamin antara pria dan wanita yang melakukan akad (perjanjian)

tersebut menjadi halal.10

7 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 171

8 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1999), Cet. Ke-1, h. 47

9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),

edisi ketiga, h. 782 10 IAIN, Ensiklopedi Islam, h. 741

Page 17: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Menurut Sudarsono dalam hukum kekeluargaan nasional, istilah nikah berasal

dari bahasa arab; sedangkan menurut istilah Bahasa Indonesia adalah perkawinan.

Dewasa ini kerap kali dibedakan antara "nikah" dengan "kawin", akan tetapi pada

prinsipnya antara "pernikahan" dan "perkawinan" hanya berbeda di dalam menarik

akar kata saja. Apabila ditinjau dari segi hukum nampak jelas bahwa pernikahan dan

perkawinan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang

menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual

dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan, dan saling

menyantuni.11

Menurut Dzuker Z dalam buku Hukum Perkawinan Islam dan Relevansinya

Dengan Kesadaran Hukum Masyarakat menyatakan bahwa perjanjian akad itu

menimbulkan ikatan, baik secara lahir maupun batin antara pria dengan wanita yang

dinikahinya.12

Dan perikatan itu pun menghalalkan hubungan kelamin antara seorang

laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami isteri dalam mewujudkan

kebahagiaan hidup keluarga sesuai dengan aturan-aturan syariat Islam.

Sedangkan menurut istilah banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberapa

ulama fikih. Ulama Hanafiyah mendefinisikan, nikah adalah akad yang memberikan

kesenangan dengan secara sengaja, dan makna milik kesenangan yang dikhususkan

kepada laki-laki dari kemaluan perempuan dan seluruh badannya dilihat dari segi

11 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Fineka Cipta,1991), h. 62

12 Dzuker Z, Hukum Perkawinan Islam dan Relevansinya Dengan Kesadaran Hukum Masyarakat,

(Jakarta: Dewaruci, 1983), Cet. Ke 1, h. 27

Page 18: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

kelezatannya.13

Menurut ulama Syafi’iyah, nikah adalah akad yang mengandung arti

hubungan intim dengan lafaz nikah.14

Sedangkan ulama Malikiyah nikah adalah akad

yang semata-mata mengantarkan pada kesenangan dan kenikmatan dengan isteri.15

Dan

ulama Hanabilah, nikah akad dengan lafaz nikah atau tazwij atas memberikan

kesenangan.16

Berdasarkan definisi yang dibuat oleh masing-masing ulama fikih Ibrahim

Hosen dalam buku berjudul fiqih perbandingan dalam masalah nikah, thalaq, ruju dan

hukum kewarisan menyimpulkan nikah adalah aqad yang diatur oleh agama untuk

memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan terhadap faradj (kemaluan) wanita

dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan primer.17

Perkawinan adalah ikatan dalam ajaran Islam disebut aqad (ijab kabul) antara

dua jenis bani adam yang saling mencintai, hubungan mereka bukan hanya

menyangkut jasmaniah tetapi meliputi segala macam keperluan hidup insani.

Keakraban yang sempurna, saling membutuhkan, dan saling mencintai, serta rela

mengendalikan diri satu dengan yang lainnya merupakan bagian dan kesatuan yang tak

13 Abdul Rahman al-Jaziry, Kitab Fiqh ‘ ala Mazhabil al-Arba’ah, (Beirut: Daar al-Fikr, 1991), Jild

4, h. 2

14 Ibid

15 Ibid

16 Ibid., h. 3

17 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Nikah , Thalaq, Ruju dan Hukum Kewarisan,

(Jakarta: Balai Penerbitan dan Perpustakaan Yayasan Ihya Ulumiddin, 1971), Jilid ke-1, h. 66

Page 19: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

terpisahkan, keduanya harus memikul bersama tanggung jawab saling mengisi dan

tolong-menolong dalam melayarkan bahtera rumah tangga.18

Menurut Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, merumuskan arti perkawinan

dimaksud adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami isteri.19

Dalam perkawinan " ikatan lahir bathin " dimaksud, adalah bahwa perkawinan

tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja, atau ikatan bathin saja. Akan tetapi hal ini

harus ada kedua-duanya, sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan bathin yang

merupakan fondasi yang kuat dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia

dan kekal.20

Sedangkan dalam al-Quran dijelaskan dengan disyariatkan perkawinan bagi

manusia akan menciptakan suatu ketertiban masyarakat yang teratur.

Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 1 :

�� $5] واZ�ة و678 م�0� زو/�0 و�Y+ م0�� ی�أی�0X ا��+�س ا;+?"ا ر�+�� ا�+Vي 78?�� م

�M�L� ر�7�N آ�ن ( ر/�[ آ���ا و$��ء وا;+?"ا ا ا�+Vي ;��ء�"ن �: واAر��م إن+ ا

/ا����ء 4 : 1(

Artinya:

Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan

kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada

keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan

18 Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah,

(Jakarta: DEPAG, 1995), h. 161 19 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: PT

Bina Aksara, 1987), h. 3

20 Ibid, h. 4

Page 20: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan nama- Nya) kamu saling

meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah

selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Adapun menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

berbunyi: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.21

Dari beberapa pendapat di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkawinan

merupakan ikatan lahir batin yang sakral dan suci berdasarkan nilai-nilai keislaman,

sesuai dengan apa yang disyariatkan ajaran Islam. Di sisi lain perkawinan ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan hasrat seksual manusia mencegah perzinahan dan menjaga

ketentraman jiwa dan hati, serta menciptakan hubungan yang abadi untuk membina

keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan

Inti upacara pernikahan adalah akad nikah. Dari segi bahasa 'aqd artinya

mempertemukan dua hal atau mengukuhkan dua pihak, digunakan untuk menyebut

pengukuhan dua orang dalam ikatan suami isteri. Dalam budaya modern, akad adalah

perjanjian yang tercatat atau kontrak yang dokumennya disebut piagam, akta atau

sertifikat. Dari segi ajaran agama, akad nikah adalah ketentuan syariat (rukun nikah)

21 Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta: Dirjen

Bimas Islam, 2004), h.14

Page 21: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

yang mengikat seorang suami dan perempuan dalam satu ikatan, yaitu ikatan

perkawinan.22

Sahnya suatu perkawinan dalam hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad

nikah yang memenuhi syarat-syarat dan rukunnya. Rukun merupakan unsur yang wajib

dalam suatu akad, karena itu rukun dan syarat dalam perkawinan dijadikan sebagai hal

yang penting yang harus diperhatikan guna terlaksana cita-cita mulia, yaitu

mewujudkan rumah tangga sebagai suatu institusi yang suci.

Adapun rukun nikah terdiri dari:

1. Shigot (Ijab Qabul)

2. Calon suami;

3. Calon isteri;

4. Dua orang saksi;

5. Wali nikah. 23

Adapun syarat-syarat nikah dapat dirinci di bawah ini sebagai berikut:

1. Syarat-syarat Calon Suami

a. Tidak sedang menunaikan ibadah haji;

b. Tidak terpaksa, atas kemauannya sendiri;

c. Orangnya tertentu;

d. Bukan muhrim.

22 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa, (Jakarta:

Bina Rena Pariwara, 2005), h. 116

23

Syihab al-Din Ahmad Ibn Salamah Al-Qolyubi, Hasyiyatun Qolyubi Umairoh, (Beirut: Dar al-

Fikr, 2006), Juz. 3, h. 217

Page 22: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

2. Syarat-syarat Calon Isteri:

a. Tidak ada halangan syar'i yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang

dalam iddah;

b. Merdeka, atas kemauan sendiri;

c. Jelas orangnya;

d. Tidak sedang berihram haji.

3. Syarat-syarat Wali:

a. Laki-laki;

b. Baligh;

c. Waras akalnya;

d. Tidak dipaksa;

e. Adil;

f. Tidak sedang ihram;

g. Memiliki hak perwalian.

4. Syarat-syarat Saksi:

a. Minimal dua orang laki-laki;

b. Baligh;

c. Waras akalnya;

d. Adil;

e. Dapat mendengar dan melihat;

f. Bebas, tidak dipaksa;

g. Tidak sedang ihram haji;

h. Memahami bahasa jab qabul. 24

5. Syarat-syarat Ijab Qabul:

Dalam teknis hukum perkawinan, ijab artinya penegasan kehendak

mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak

perempuan ditujukan kepada pihak laki-laki calon suami. Sedangkan qabul

berarti penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang

24 Ibid

Page 23: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

dilakukan oleh pihak laki-laki. Pelaksanaan penegasan qabul ini harus

diucapkan pihak laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan ijab pihak

perempuan tidak boleh mempuyai waktu yang lama.25

Shighat akad nikah mempuyai beberapa syarat yaitu:

a. Kedua belah pihak sudah tamyiz

Bila salah satu pihak ada yang gila dan masih kecil dan belum tamyiz

(membedakan benar dan salah), maka pernikahannya tidak sah.

b. Ijab qabulnya dalam salam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qabul

tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut dapat dianggap ada

penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qabul.

c. Hendaklah ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau lebih

baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukan pernyataan persetujuan

lebih tegas.

d. Pihak yang melakukan akad harus dapat pernyataan masing-masingnya,

dengan kalimat yang maksudnya menyatakan terjadi pelaksanaan akad

nikah, sekalipun kata–katanya ada yang tidak dapat dipahami karena yang

dipertimbangkan disini adalah maksud dan niatnya.26

Di dalam pasal 6 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

syaratnya adalah :

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun

harus mendapat izin kedua orang tua

Ditambahkan pada pasal 7 ayat 1, yang berbunyi : “perkawinan hanya diizinkan

jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas ) tahun dan pihak wanita sudah

mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.

25 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI - PRESS, 1986) Cet. Ke-5, h.63

26 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Penterjemah: Mahyuddin Syaf, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 1996), Jilid

6, h. 49

Page 24: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Menurut hemat penulis persyaratan dan rukun perkawinan dari apa yang telah

dikemukakan di atas, baik pandangan hukum Islam dan hukum positif mempuyai

relevansi untuk melakukan sebuah akad perkawinan dan merupakan landasan ideal

untuk dilaksanakannya sebuah akad pernikahan. Sebab perkawinan bukanlah hanya

sekedar bersatu dua insan yang berlainan jenis yamg memerlukan kesadaran dan

kesungguhan dari kedua belah pihak, namun juga untuk menjalani kehidupan yang

sangat panjang dan melaksanakannya adalah suatu ibadah.

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

1. Tujuan Perkawinan

a. Menurut Al-Quran

Allah telah menciptakan lelaki dan perempuan untuk hidup saling berpasang-

pasangan, sehingga mereka dapat berhubungan satu sama lain dan saling mencintai,

sehingga menghasilkan keturunan serta hidup dalam kedamaian sebagaimana perintah

Allah SWT. Dalam firmannya pada ayat suci al-Quran, banyak ayat yang menjelaskan

tentang tujuan dan hikmah perkawinan antara lain, pertama surat al-A’raf ayat 189 :

ا�TNAاف ... (�T0 �� إ T�����T0� /و� زT0 � م-.T / وةZاT� و]T5 $� م��?7ى V8 ا�+"ه /7:

189 (

Artinya : Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia

menciptakan isterinya, supaya ia bersenang-senang dengannya.

Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan perkawinan itu adalah untuk bersenang-

senang. Dari ayat ini kita tampaknya tidak juga dilarang bersenang-senang tentunya

Page 25: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

tidak sampai meninggalkan hal-hal yang penting karenanya, karena memang diakui

bahwa rasa senang itu salah satu unsur untuk mendukung sehat rohani dan jasmani.27

Selanjutnya dalam surat al-Ruum ayat 21, yang berbunyi :

وم� ءای�;: أن 678 ��� م�� أ$5��� أزوا/� ��2���"ا إ�0�� و/.- ����� م+"د+ة

ا��وم ( A Bی�ت ��?"م ی52�+�ونور�( إن+ %D ذ� / 30 :21(

Artinya :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah ia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya,

dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Dari kandungan surat di atas ada tiga makna yang dituju satu perkawinan

yakni:28

pertama, Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang/diam dan yang sepertinya

adalah sakana, sukun, sikin, kedua, mawaddah artinya membina rasa cinta, ketiga

rahmah yang berarti sayang.

b. Menurut Hadis

Nabi Muhammad SAW sebagai panutan Umat Islam juga telah menggariskan

apa saja yang akan didapat dalam sebuah perkawinan. Secara global ada dua hal dituju

perkawinan menurut hadits,29

pertama untuk menundukan pandangan dan faraj

(kemaluan). Dan Nabi menganjurkan berpuasa bagi yang telah sampai umur, bila

kemampuan materil belum memungkinkan, sebagaimana hadis :

27 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, (Jakarta: QALBUN SALIM, 2007),

edisi pertama, h. 87 28 Ibid

29 Ibid, h. 89

Page 26: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

، Z� �N��� أ�" م.�وی( N� اNAM� . ]�L :f( وأ�" آ�یd e� � �� أن Z���� أ�" ���

��N �� رة�N � ��+ا�� ZMN �N ، �Zیgی N �N ، �TLل �T�� رسT"ل ا : �Lل. ZM ا

TlXm أ:$+k T %جو+7�2g %ة�ءM ا����M�ب م� اس�i2ع می� م.h� ا�R: +h-+ ا 7N�: وس7+�

�7Mn��أ و�ج75� ��% kی�� ن �2io% .7�:� +n��"م% k+$:� :ء/ و� ):�7N 652م (30

Artinya :

Telah meriwayatkan kepada kami Abi Bakar bin abi Syaibah dan Abu

Kuraib. mereka berkata telah meriwayatkan kepada kami Abu Mua’wiyah dari

A’amasy, dari Umarah bin Umair, dari Abdirrahman bin Yazid, dari Abdullah. Ia

berkata : Berkata Rasulullah SAW kepada kami : Hai sekalian pemuda siapa yang

punya kemampuan di antara kalian maka hendaklah ia menikah. Karena yang

demikian lebih menundukan pandangan dan lebih memelihara kemaluan, apabila

tidak punya kemampuan maka hendaklah ia berpuasa karena yang demikian itu

dapat meredam keinginan. (Muttafaqun alaih)

Kedua, sebagai kebanggaan Nabi di hari kiamat, yakni dengan banyaknya

keturunan Umat Islam melalui perkawinan yang jelas, secara tekstual nabi menyatakan

jumlah (kuantitas) yang banyak itu Nabi harapkan, karena dalam jumlah yang banyak

itulah terkandung kekuatan yang besar. Kekuatan yang bisa menunjukan kemuliaan dan

keagungan ajaran-ajaran Islam, bukan hanya dalam lintasan sejarah masa lalu namun

juga masa sekarang.

Perkawinan dapat mengembangkan umat manusia menjadi suatu masyarakat

yang besar yang bermula dari unsur keluarga. Hubungan laki-laki dan perempuan yang

tidak terikat oleh tali pernikahan dapat juga memperkembangkan manusia. Akan tetapi,

bila ini diterapkan maka tanggung jawab manusia tidak dapat dikontrol. Sebab itulah

30 Al-Imam Abi Husain Muslim bin Hajjâj Qusairi al-Naisaburi, Shohih Muslim, (tt: Darul Ihya Kitab

al-Arabi, t. th), Juz. Ke-2, h. 1018

Page 27: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

perkawinan sangat penting untuk pengembangan manusia secara bertanggung jawab.31

sebagaimana hadis :

�Z��� NMZ Z��D� ا D�أ ��� ���� �نN5و L]� ��� 87rن �� 87�5) �Z��D �5s ��

N� N� ]$أ �� �B�م Lل� �نآ : ل"سر �R+7 ا :N7� ا 7�+سو �مtی ���Mة�ء �0�یو

N� -2MX2ا� $0�� dZZای ل"?یو ;g+ا/و" دود"ا� د"T� "ا� �T إ $D ����T م �ءA$M T�ا Tم"ی (�مT �?ا�

)Zا� uروا 32(

Artinya :

Meriwayatkan kepada kami Abdullah meriwayatkan kepada kami abi tsana

Khusain dan affan : mereka berkata kepada tsana khalaf bin khalifah meriwayatkan

kepada kami hafsin bin umar dari anas bin malik : Ada Nabi Muhammad SAW

bersabda, dia memerintahkan kepada kami dengan nikah dan mencegah kita

beribadah saja tanpa kawin. Dan ia bersabda: “Kawinilah wanita yang simpatik

(banyak kasih sayangnya) dan yang peranak, karena aku bangga dengan

banyaknya kamu pada hari kiamat. (HR. Ahmad)

c. Menurut Akal

1) Memelihara dan Menjaga Bumi

Bumi ini cukup luas, kelilingnya ada 40.000 KM, sedang garis tengahnya

atau diameternya ada 25.000 KM, wilayah yang demikian luas tentunya harus

diurus oleh orang banyak, karena bumi ini Allah nyatakan dibuat untuk kita

(manusia). Bila orangnya hanya sedikit tentu banyak wilayah yang tersia-sia.

Untuk meningkatkan jumlah manusia tentunya harus dengan perkawinan atau

pernikahan.33

Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari, kehadiran

31 Chuzaimah T Yanggo (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: LSIK, 2002) Buku

Kedua, h. 76

32 Ahmad Ibn Hanbal Abû 'Abd Allâh al–Syaibâni, Musnad al–Imâm Ahmad ibn Hambal, (Kairo:

Muassasah al–Qurtubah, t.th.), juz. 3, h. 158

33 Basiq, Tebaran Pemikiran, h. 90

Page 28: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada. sehingga perkawinan

merupakan syarat mutlak bagi kelestarian dan kemakmuran bumi.34

2) Tertib Nasab

Bila manusia banyak tentunya harus diwujudkan ketertiban atau keteraturan,

terutama yang berkaitan dengan nasab, sebab kalau tidak tertib tentu akan terjadi

kekacauan karena tidak diketahui si A dan si B anak siapa. Bila nasab tidak

tertata rapi tentu semua akan tidak menentu, tentu ini menjadi awal dari sebesar-

besarnya bencana.35

Selain itu diadakannya hukum perkawinan dalam islam

adalah pemeliharaan moralitas. Islam menganggap perbuatan zina merupakan

perbuatan yang tidak halal,36

yang dapat merusak tatanan kehidupan

masyarakat. Selain itu jika tanpa nasab yang tidak jelas maka akan membuat

kesulitan apabila si anak akan membuat atau mengurus tentang surat yang

berperihal pada kependudukan dan lain sebagainya.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Kamal Mukhtar, keturunan yang

bersih, yang jelas ayah, kakek dan sebagainya hanya diperoleh dengan

perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-orang yang bertanggung

34 Chuzaimah, Problematika Hukum, h. 116

35 Basiq, Tebaran Pemikiran, h. 90.

36 Abul A'la al-Maududi dan Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Darul Ulum

Press, 1999), h. 7

Page 29: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

jawab terhadap anak-anak, yang akan memelihara dan mendidiknya sehingga

menjadilah ia seorang muslim yang dicita-citakan.37

3) Tertib Harta

Untuk menjaga kewarisan, setiap orang yang hidup tentu akan memiliki

barang atau benda yang diperlukan manusia, walau hanya sekeping papan atau

sehelai kain. Ketika manusia itu wafat tentu harus ada ahli waris yang menerima

atau menampung harta peninggalan tersebut. Nah untuk tertibnya para ahli

waris, tentunya harus dilakukan prosedur yang tertib pula, yakni dengan

pernikahan.38

d. Menurut Undang-Undang

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebutkan

dalam pasal 1 yang berbunyi : tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal yang

sama juga didapat dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 3 bahwa tujuan

perkawinan adalah mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Sehingga jelaslah bahwa pemerintah mengharapkan pernikahan sebagai pondasi awal

menuju struktur kehidupan berbangsa dan bernegara yang tenteram dan damai.

2. Hikmah Perkawinan

a. Menyalurkan Kebutuhan Biologis

37 Kamal Muhktar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),

Cet. Ke-2, h. 15

38 Basiq, Tebaran Pemikiran, h. 90

Page 30: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Setiap manusia dewasa yang normal, dia pasti memiliki dorongan seksual yang

menuntut adanya penyaluran. Dorongan yang satu ini menjadi sumber fitnah yang

amat membahayakan,39

yang bisa berakibat terjatuh pada bahaya perzinahan dan

prostitusi yang dapat merusak ketenangan dan menimbulkan keresahan pada

masyarakat. Dengan adanya pernikahan, dorongan seksual yang bergejolak dapat

disalurkan sepuas-puasnya dengan isteri tercinta secara sah dan benar.40

b. Mempererat dan Menambah Persaudaraan

Menurut islam, perkawinan bukan hanya merapatkan hubungan dua pihak

secara individual antara suami dan isteri, namun lebih jauh dapat mempererat tali

hubungan antara keluarga pihak suami dan pihak isteri.41

Dengan beristeri, maka

suami akan bertambah banyak sanak dan saudaranya. Saudara-saudara ipar, segenap

keluarga besar dari pihak isteri, para tetangga dan masyarakat dilingkungan isteri,

apalagi kelak setelah berbesanan dengan seseorang tatkala anaknya telah dewasa

semua itu akan memperbanyak saudara.42

c. Menciptakan Ketenangan Jiwa

Bahwasanya suatu perkawinan dapat menimbulkan rasa kasih sayang antara

suami dan isteri, juga menenangkan jiwa memperkokoh dan menanamkan kasih

39 M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Isteri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: MITRA

PUSTAKA, 2000), Cet. 2, h. 114

40 Ibid., h.115 41

Chuzaimah, Problematika Hukum, h. 77

42 Ibid., h. 122

Page 31: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

sayang antara keduanya.43

Di samping itu dengan beristeri, seorang suami akan

lebih terbentengi dari hal-hal yang memudarkan nilai peribadatan dan

pengamalannya terhadap agama. Suami tak lagi dibayangi oleh pikiran-pikiran

negatif terhadap wanita dan lebih terbantu dengan kehadiran isteri tercinta.44

d. Menumbuhkan Sikap Bertanggung Jawab

Sebelum beristeri seorang lelaki tidak menghadapi banyak tuntutan. Tetapi

setelah beristeri, ia dituntut oleh banyak hal.45

Ia akan menyadari rasa tanggung

jawab kepada isteri, anak-anak. Menimbulkan sikap rajin bekerja dan sungguh-

sungguh dalam mengarahkan pendidikan anak, serta meningkatkan status dalam

pergaulan masyarkat, sehingga dihargai dan hormati.

Dari uraian yang telah dikemukakakan penulis menarik kesimpulan begitu besar

dan banyak manfaat dari tujuan dan hikmah perkawinan. Keduanya merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkawinan dalam Islam sebagaimana yang

telah kita ketahui, bukan semata-mata untuk mengikuti Sunah Rasul, tapi lebih jauh

membuat ketenangan baik lahir dan batin dan berbagai manfaat yang tidak bisa kita

dapatkan tanpa melalui perkawinan, sehingga ikatan suci ini menjadikan seorang

pria dan wanita dapat memelihara diri dari perbuatan dan perilaku tidak senonoh,

melanjutkan keturunan, dan yang paling besar ialah mendapatkan ridho dari Allah

SWT.

43 Sayyid Sâbiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Jilid. 2, h. 12 44 M. Nipan, Membahagiakan isteri, h. 114

45 Ibid., h. 120

Page 32: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

D. Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Apabila dilaksanakan akad nikah yang sah, maka mulai saat itu berarti antara

kedua calon mempelai sudah terikat dalam ikatan perkawinan dan telah resmi hidup

sebagai suami isteri. Maka untuk mencapai tujuan perkawinan sebagaimana yang telah

disebutkan maka diperlukan hak dan kewajiban bagi suami isteri.

1. Hak dan Kewajiban Suami

Mengenai hak-hak suami terhadap isterinya tersebut dalam surat an-Nisa ayat 34

, yaitu firman Allah SWT :

TTأ$5?"ا م�TT�و mTT.� �TT7N �0vTT.� �ء �vTT% �TT+- ا�TT�� ا���/�TTل L"+امTT"ن �TT7N ا��

أ����ء ... ( أم"اn��% �0�+��#�ت �L$�2ت ��%�yت � e�x7�� w5� ا / 4 : 34 (

Artinya:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah

telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) telah menetapkan harta mereka.

Sebab itu wanita yang saleh ialah wanita yang taat lagi memelihara diri dibalik

pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara mereka….

Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hak suami atas isteri ialah:

a. Taat.

Isteri hendaklah taat kepada suaminya dalam melaksanakan urusan-urusan rumah

tangga mereka, selama suaminya masih menjalankan ketentuan-ketentuan Allah

yang berhubungan dengan kehidupan suami isteri. Taat kepada suami dalam ayat

digunakan perkataan "qânitât" yang berarti "tunduk dan patuh". Perkataan ini

biasanya digunakan untuk menerangkan ketundukan dan kepatuhan seorang hamba

Page 33: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

kepada Allah. Dengan ayat ini Allah menerangkan bentuk ketaatan isteri kepada

suami, sama dengan bentuk ketaatan kepada Allah.46

b. Isteri tidak diperkenankan menghadiahkan sesuatu dari harta suaminya kecuali atas

izinnya.47

Maksudnya seorang isteri tidak diperkenankan memberikan hadiah apa pun dari

harta suaminya kecuali dengan izinnya. Hal ini juga penting karena harta tersebut

adalah milik suaminya, di samping itu untuk mencegah kecurigaan pihak suami

terdap isteri yang dapat merusak keharmonisan perkawinan.

c. Menerima sedekah dari harta isteri dalam keadaan sulit atau bersabar, menghadapi

tekanan hidup jika ia tidak mempunyai harta.

Di antara hak suami yang ada pada isterinya, ialah isteri harus menyedekahkan

hartanya ketika sedang dalam keadaan sulit. Kalau isteri tidak punya harta, maka ia

bersabar bersamanya menghadapi tekanan hidup.48

d. Isteri menjaga dirinya dan harta suami

Dalam al-Qur'an surat an- Nisa ayat 34 dijelaskan bahwa isteri harus bisa menjaga

dirinya baik ketika berada di depan maupun di belakang suami, dan ini merupakan

salah satu ciri isteri sholehah

… …%��n+��#�ت �L$�2ت ��%�yت � e�x7�� w5� ا / أ����ء( 4: 34 (

46 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum, h. 153

47 Mahmud al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung, Remaja Rosda

Karya, 1991) Cet. Ke-1, h. 152

48 Yudian Wahyudin, dkk, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Yogjakarta: Pustaka Mantik, 1993), h.

160

Page 34: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Artinya:

"…sebab itu maka wanita yang sholeh itulah yang taat kepada Allah lagi

memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah

memelihara mereka…”

Maksud memelihara diri dibelakang suami dalam ayat tersebut adalah, isteri

dalam menjaga, dirinya ketika suaminya tidak ada dan berbuat khianat kepadanya, baik

mengenai diri maupun harta bendanya. Inilah kewajiban tertinggi seorang isteri

terhadap suami.49

Sedangkan kewajiban suami, adalah sebagai berikut :

a. Suami wajib memperlakukan isterinya dengan baik, menghormatinya, bergaul

dengan baik, memperlakukannya dengan wajar, mendahulukan kepentingannya

yang memang patut didahulukan untuk melunakan hatinya, lebih-lebih bersikap

menahan diri dari sikap yang kurang menyenangkan dari padanya atau bersabar

untuk menghadapinya, sehingga isteri akan bersikap lebih perhatian terhadap

kelangsungan kehidupan perkawinan.

b. Menjaganya dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu perbuatan

dosa dan maksiat atau ditimpa oleh sesuatu kesulitan dan mara bahaya, sehingga

isteri merasa tenang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya baik ketika

suaminya ada atau tidak berada di rumah. Dalam ayat ini terkandung suruhan untuk

menjaga kehidupan beragama isterinya, membuat isterinya tetap menjalankan ajaran

agama dan menjauhkan isterinya dari segala sesuatu yang dapat menimbulkan

kemarahan Allah. Untuk maksud tertentu suami wajib memberikan pendidikan

49 Abdurrahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.160

Page 35: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

agama dan pendidikan lain yang berguna bagi isteri dalam kedudukannya sebagai

isteri.50

Firman Allah :

ا�2#�ی� (�راL"ا أ$5��� وأه�7�� $ / 66 :6(

Artinya :

“Periharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”.

c. Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah untuk

tewujud, yaitu mawaddah, rahmah, dan sakinah. Untuk maksud itu suami wajib

memberikan rasa tenang bagi isterinya.51

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalalm

surat al-Rum ayat 21 :

� م+"د+ة وم� ءای�;: أن 678 ��� م�� أ$5��� أزوا/� ��2���"ا إ�0�� و/.- ����

ا��وم( ور�( إن+ %D ذA B�ی�ت ��?"م ی52�+�ون / 30 :21 (

Artinya :

Di antara tanda-tanda kebesaran Allah, Ia menjadikan untukmu pasangan

hidup supaya kamu menemukan ketenangan pasangan dan menjadikan di antaramu

rasa cinta dan kasih sayang. Yang demikian merupakan tanda-tanda bagi kaum

yang berpikir.

d. Menanggung Biaya Hidup

Islam telah memberikan garis batas bagi pekerjaan suami dan pekerjaan isteri.

Tugas laki-laki adalah bekerja mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan

hidup keluarganya. Tugas ini merupakan tugas yang harus dipatuhi dalam status

laki-laki sebagai pelindung.52

2. Hak dan Kewajiban Isteri

50 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 161

51 Ibid, h. 161

52 Abul A’la al-Maududi dan Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan, h. 22

Page 36: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Hak isteri atas suami adalah sebagai berikut :

a. Menerima Nafaqah

Nafaqah merupakan hak isteri dan suami wajib membayarnya. Dasarnya ialah :

�T7Nو )N�T�2+ ا��+ضTأراد أن ی �T� ��7م�Tآ ���"T� +ات ی�ض.� أو[ده�Z�وا�"ا

�ر+ ا�"T�"د vTT; ] �0.TT] إ[+ وسTT5$ rTT+7�; �وف [.��T� +�0;"�TTوآ +�TT0Lرز :TT�

B��7 ا�"ارث م�- ذNو uZ�"� :+�ه� و[ م"�"دZ�"� ةZ�ة ...(وا�?M233 :2/ ا�(

Artinya :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban ayah

memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Tidak

diberati seorang diri, kecuali menurut usahanya. Janganlah seorang ibu menderita

kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya dan warispun

berkewajiban demikian …

Kewajiban memberikan nafaqah oleh suami kepada isterinya yang berlaku

pada fiqih didasarkan pada prinsip pemisahan harta suami dan isteri. Prinsip ini

mengikuti alur pikir bahwa suami itu adalah pencari rezeki, rezeki yang

diperolehnya itu menjadi haknya penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan

sebagai pemberi nafaqah.53

b. Mendapatkan Pergaulan Secara Baik Dan Patut. Hal ini sesuai dengan firman

Allah dalam surat an-Nisa ayat 19 :

... :T�% وd�N�وه�+ ���.�وف %kن آ�ه2"ه�+ %.�� أن ;��ه"ا Td�~� وی{.T- ا

/ أ����ء( 8��ا آ���ا 4: 19 (

Artinya :

53 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan, h. 165

Page 37: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Pergauilah mereka (isteri-isteri) secara baik. Kemudian bila kamu tidak

menyukai mereka (bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,

padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Yang dimaksud dengan pergaulan di sini secara khusus adalah pergaulan

suami isteri termasuk hal-hal yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan

seksual. Bentuk pergaulan yang dikatakan dalam ayat tersebut diistilahkan dengan

makruf yang mengandung arti secara baik; sedangkan bentuk yang makruf itu tidak

dijelaskan Allah secara khusus. Dalam hal ini diserahkan kepada pertimbangan alur

dan patut menurut pandangan adat dan lingkungan setempat.54

3. Hak Supaya Suami Menjaga dan Memelihara Isterinya.

Maksudnya ialah menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-nyiakannya, dan

menjaganya agar selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghentikan

segala yang dilarang Allah.55

Firman Allah :

���TTTT7وأه ���TTTT5$ا أ"TTTTL ا"TTTT�ی� ءامVTTTT+ا� �TTTT0Xرة ی�أی�TTTT}#�س وا�TTTT+ا�� �TTTTده"Lرا و�TTTT$

ا�2#�ی�( / 66: 6(

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari

siksa api neraka yang bahan bakarnya ialah manusia dan batu”.

4. Kalau Suami Mempuyai Isteri Lebih Dari Seorang, Maka Hendaklah Ia Berlaku

Adil Terhadap Isterinya itu. Firman allah :

%kن 258� أ[+;.Z�"ا %"اZ�ة أو م�م7�� أی�$�� ذB� أد$� أ[+;."�"ا...

��ءا��( / 4:3(

Artinya :

54 Ibid., h. 160 55Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum, h. 152

Page 38: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

“... kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (terhadap

isterimu) maka (kawinilah) seorang saja, atau budak yang kamu miliki. Yang

demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Yang dimaksud dengan berlaku adil dalam ayat ini ialah berlaku adil dalam hal-hal

yang dapat dilaksanakan, seperti adil dalam pemberian nafakah, adil dalam

menetapkan giliran hari antara isteri-isteri dan sebagainya. Adapun adil dalam hal

cinta dan kasih sayang sukar dilaksanakan oleh manusia. Walaupun demikian

janganlah hendaknya karena kecintaan kepada isteri yang seorang, membiarkan

isteri yang lain terkatung-katung hidupnya.

Sedangkan kewajiban seorang isteri adalah :

a. Isteri Wajib Mengasuh Anak

Isteri berusaha untuk mengasuh anak termasuk sesuatu yang sangat dianjurkan oleh

agama dan diutamakan, karena anak merupakan sambungan hidup dari orang

tuanya. Cita-cita atau usaha-usaha yang tidak sanggup orang tuanya melaksanakan,

diharapkan agar anaknya nanti yang melaksanakannya. Anak yang saleh merupakan

amal orang tuanya.

b. Isteri Menjaga Dirinya Sendiri dan Harta Suami, menjauhkan diri dari mencampuri

sesuatu yang dapat menyusahkannya, tidak cemberut dihadapannya, tidak

menunjukan keadaan yang tidak disenanginya.

c. Isteri wajib menyusukan anaknya, selama ia sanggup melaksanakannya. Firman

Allah :

�TT7Nو )N�TT�2+ ا��+ضTTأراد أن ی �TT� ��7م�TTآ ���"TT� +�TTأو[ده �.TTات ی�ضZTT�وا�"ا

...��.�وف [ ;�r+7 $5] إ[+ وس.�0ا�"�"د �: رز�0L+ وآ�";�0+ �

Page 39: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

ا�M?�ة( / 2 : 233(

Artinya :

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah ialah

memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. seseorang

tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya”.

Sedangkan Hak dan Kewajiban suami-isteri menurut Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang perkawinan disebutkan pada:

a. Pasal 30 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa

:

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang

menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

b. Pasal 31 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan

bahwa :

Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat

Teranglah bahwa, kehidupan perkawinan tidak berhenti pada selesainya upacara

akad nikah, namun yang arti perkawinan sesungguhnya ialah tetap terbinanya hubungan

suami isteri pada kehidupan yang harmonis. Hal ini dapat terlaksana dengan baik

apabila keduanya mau memahami posisinya dalam menjalani kehidupan berumah

tangga. Dalam hal ini islam dan perundang-undangan telah mengatur dengan baik,

dengan memberikan pedoman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami

isteri. Sehingga hal-hal seperti ketidakharmonisan, perpecahan, dan sampai pemutusan

perkawinan dapat dihindari.

Page 40: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

BAB III

STATUS PERKAWINAN AKIBAT SUAMI HILANG

E. Pengertian Umum

Untuk lebih memahami skripsi ini maka penulis perlu memberikan beberapa

informasi tentang suami yang hilang.

Karena dalam perjalanan kehidupan suami isteri, kemungkinan sekali seorang

suami mencari nafkah di tempat yang jauh atau mempunyai keperluan ditempat yang

jauh. Perjalanan menuju ketempat-tempat yang dituju oleh seorang suami, baik untuk

mencari nafkah atau keperluan lain, bilamana masa perjalanannya melebihi kebiasaan,

maka akan menimbulkan kekhawatiran dalam diri isteri dan keluarganya. Dalam

keadaan tidak jelas semacam ini, status yang bersangkutan dikatakan ghaib.56

Dari sini dapat diambil pengertian bahwa :

1. Hilang suami (suami meninggalkan tempat kediaman bersama) dengan tidak ada

alasan yang dapat diterima.

2. Kepergian suami itu menyebabkan isteri dalam bahaya walaupun si suami

meninggalkan harta yang dapat dijadikan nafkah.57

Berdasarkan beberapa ulasan singkat di atas menyebabkan isteri dapat

mengambil keputusan terhadap kehidupan perkawinan. Namun sebelum penjelasan

lebih jauh penulis akan memasukan beberapa pandangan dari beberapa ahli yang

berkaitan dengan masalah yang hendak dibahas.

56 M. Thalib, 15 Penyebab Perceraian dan Penanggulangnnya, (Jakarta: PT Irsyad Baitus Salam,

1997), Cet. Ke-1, h. 149-150

57 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan (Karena Ketidakmampuan Suami Memenuhi

Kewajibannya), (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989), Cet. Ke-1, h. 67

Page 41: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Dijelaskan oleh H. Abdul Qadir Jaelani dalam bukunya yang berjudul Keluarga

Sakinah, jika suami meninggalkan isterinya tanpa pengetahuan dan tanpa alasan yang

dibenarkan oleh syara’ seperti antara lain:

1. Pergi tanpa sepengetahuan isterinya, dan tanpa berita di mana ia berada.

2. Suami pergi dengan maksud untuk menyusahkan isterinya

3. Tenggang waktu kepergian suami lebih dari satu tahun

Jika kepergian suami seperti yang disebutkan di atas, dan isteri mengajukan

gugatan kepada pengadilan untuk minta diceraikan oleh suaminya yang telah

meninggalkannya tanpa dibenarkan oleh syara’ dengan mengajukan saksi-saksi yang

adil, pengadilan berhak untuk menjatuhkan talak penggugat terhadap suaminya

(tergugat).58

Kasus–kasus yang bisa mengakibatkan perceraian, misalnya suami dipenjarakan

seumur hidup, atau jika suami pergi dan tak ada beritanya lagi, atau suami cacat yang

tidak dapat memungkinkan untuk bisa mencari nafkah guna kepentingan isterinya, atau

mungkin juga salah satu pihak berkelakuan jahat atau berperangai kejam, atau terlalu

bakhil dalam menafkahkan keluarganya. Kasus-kasus ini bisa menjadikan alasan yang

kuat untuk melakukan perceraian, baik atas tuntutan suami maupun atas tuntutan

isteri.59

Jika kepergian suami itu, karena alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh

syara’, seperti menuntut ilmu, mencari nafkah, berdagang, dan semuanya atas

sepengetahuan dan persetujuan isteri, pengadilan tidak berhak untuk menjatuhkan talak,

58 H. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), Cet. Pertama, h. 346 59 Ibid, h. 325

Page 42: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

meski seandainya isteri yang mengajukan gugatan kepada pengadilan. Tetapi perlu

dipertimbangkan, jika suami meninggalkan isterinya dengan tujuan tersebut, yaitu

memuntut ilmu, mencari nafkah, berdagang, tetapi setelah tenggang waktu lebih dari

setahun tidak ada khabar beritanya, dan isteri menjadi susah, maka isteri mengajukan

gugatan kepada pengadilan untuk minta diceraikan dari suaminya, dengan mengajukan

alasan-alasan yang bisa diterima pengadilan, pengadilan pun berhak untuk menjatuhkan

talak atas nama penggugat atas tergugat.60

Ada beberapa faktor atau sebab suami hilang atau ghaib, antara lain:

1. Pergi jauh, kemudian tidak ada komunikasi lagi

2. Kemungkinan meninggal di tempat jauh, tetapi tidak diketahui kejelasannya

3. Diculik orang dan tidak diketahui nasibnya

4. Terjadi bencana hebat atau peperangan sehingga mereka terpisah, dan tidak

diketahui keberadaan dan nasibnya.61

Sedangkan upaya atau langkah yang dapat dilakukan isteri antara lain:

1. Pencarian dengan seksama ketempat-tempat yang diperkirakan disinggahi oleh

suami atau melalui pihak-pihak yang mengenal suami.

2. Menunggu sampai batas waktu yang menurut perkiraan umum layak sebagai masa

penantian orang yang ghaib. Karena boleh jadi menantikan suami yang ghaib itu

dirasakan lebih baik dari pada bercerai, lalu kawin dengan lelaki lain yang

mungkin tidak sebaik suaminya yang ghaib itu.

60 Ibid, h. 346

61 M. Thalib, 15 Penyebab Perceraian Dan Penanggulangannya, (Jakarta: PT Irsyad Baitus Salam,

1997), Cet. Ke-1, h. 149-150

Page 43: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

3. Berupaya untuk terus berdoa dan memohon kepada Allah agar dimudahkan jalan

dalam mencari suaminya yang ghaib dan memohon diberi ketentraman dan

kepastian tentang keadaan suaminya. Misalnya, dengan melakukan shalat

istikharah agar mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, apakah lebih baik

melakukan penantian atau melakukan perceraian.

Bila upaya-upaya tersebut telah dilakukan dan dalam tempo yang cukup lama

tidak berhasil, maka isteri dapat melaksanakan keputusannya sesuai hukum.

Isteri dapat meminta cerai, apabila suaminya ghaib atau tidak berada ditempat

selama beberapa waktu. Talak yang jatuh karena ketidakhadiran suami di tempat,

menurut Imam Malik menjadi talak bain dan menurut Imam Ahmad menjadi fasakh.

Talak itu sah, karena untuk menghindarkan kemudharatan bagi isteri.62

Adapun perceraian itu dianggap sah, dengan syarat:

1. Ketiadaan suami di tempat, bukan karena halangan yang dapat diterima.

2. Memudharatkan atau menyusahkan isteri, dengan ketiadaannya.

3. Suami berada di suatu tempat, yang isteri tidak bermukim disitu.

4. Berlalu masa satu tahun yang memudharatkan isteri.

Jika ketiadaan suami di tempat itu, dengan alasan yang dapat diterima, seperti

pergi menuntut ilmu, berdagang, bertugas keluar negeri atau bertugas kefront

pertempuran, maka dalam hal ini isteri tidak boleh menuntut cerai. Demikian pula jika

kepergian suami itu, ke suatu negeri yang isterinya berada di situ. Isteri dapat menuntut

62 H. A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), Cet.

Pertama, h. 83

Page 44: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

cerai jika sudah berlalu masa setahun ditinggal suami dan khawatir akan terjerumus

kedalam perzinahan atas melakukan perbuatan tidak senonoh.

F. Status Isteri Dalam Perkawinan

1. Kedudukan sebagai isteri

Menurut pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

“perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.

Adapun pasal 2 buku I tentang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam

di Indonesia merumuskan sebagai berikut, “Perkawinan hukum islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghalizhan untuk menaati

perintah Allah dan melaksanakannya sebagai ibadah”.

Selanjutnya mengenai tujuan perkawinan, dirumuskan pasal 3, “Perkawinan

bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah , mawaddah,

dan rahmah”.

Dari kedua rumusan tentang perkawinan di atas, dapat disimpulkan bahwa

kedudukan wanita dan pria yang memasuki gerbang perkawinan itu adalah

seimbang.63

Menurut Hukum Islam Allah telah menetapkan penanggung jawab keluarga

pada diri suami, namun dalam pembahasan penulisan ini di mana isteri harus

mengambil alih tanggung jawab pengurusan rumah tangga sebagai wakil dari

63 Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Gema Insan Press, 1996), Cet.

Ke-1. h. 119

Page 45: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

suami. Sebagaimana hadis Rasulullah, yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari

Abdullah bin Umar r.a. :

�Z��� NMZ8أ انM�$� NMZ Dضر �N ��إ N?M) N� $%�o N� �� �س"م �$8M�أ ا

�Mا��+ � �Nل� LN�0 اD R+7� N� لو��م ��X7آو اعر ��X7آ :�لL 7�+سو :N7� ا

�0/وز ��� �N7 (�+اNر ةأ��او :2�� -هأ �N7 اعر -/ا��+و اعر ��مAا :N�2ر

64)ى�ر�ا�M اuور( :N�2ر N� لو��م ��X7آو اعر ��X7�Zu %�وو

Artinya:

Meriwayatkan kepada kami Abdani , meriwayatkan kepada kami, (menurut

riwayat) meriwayatkan kepada kami Abdullah meriwayatkan kepada kami Musa bin

uqbah dari Nafi dari Ibnu Umar r.a. bahwasanya Nabi S.A.W Bersabda: “setiap

orang yang bertanggung jawab dan dimintai pertanggung jawaban atas

kepemimpinannya. Dan seorang pemimpin bertanggung jawab, dan seorang suami

bertanggung jawab atas keluarganya, dan seorang isteri bertanggung jawab atas

rumah tangga suaminya dan anaknya. Maka setiap dari kamu bertanggung jawab

atas rumah tangga suaminya dan anaknya. Maka setiap dari kamu bertanggung

jawab dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (H.R.

Bukhari)

Keseimbangan fungsi dan kedudukan suami isteri itu adalah untuk satu tujuan,

seperti ditentukan oleh pasal 30 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

“Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang

menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.”

Keseimbangan kedudukan suami isteri itu tidak terbatas dalam rumah tangga

saja, akan tetapi juga dalam hubungan dengan masyarakat pasal 31 ayat 1 Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan merumuskan, “Hak dan kedudukan isteri

adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan

64 Muhammad ibn Ismâ'îl Abû 'Abd Allâh al–Bukhârî, Shahîh Bukhârî, (Beirut: Dâr ibn Katsîr, t.th),

juz. 5, h.1996

Page 46: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

pergaulan hidup bersama dalam masyarakat,” dan ayat 2, “Masing-masing pihak berhak

untuk melakukan perbuatan hukum”.

Pasal 77 ayat 1 buku I tentang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia menjelaskan, “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari

susunan masyarakat.”

Adanya ikatan perkawinan yang dilakukan setelah akad nikah otomatis

menyatukan dua jiwa yang sebelumnya terpisah. Rasa tanggung jawab untuk

mengarungi kehidupan bersama, baik suka maupun duka harus dirasakan bersama.

Sehingga, suami isteri harus dapat menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan

perannya.

2. Kedudukan Isteri Terhadap Harta Perkawinan

Dalam perkawinan yang sah, perlu kiranya isteri memperoleh hak nafakah untuk

menghidupi diri dan anaknya, Apabila seseorang bepergian jauh dari negerinya atau

tidak diketahui keberadaannya, maka bagi hakim boleh memutuskan bagi suami yang

hilang wajib nafakah untuk isterinya.

Apabila menuntut seorang isteri yang ditingal akibat hilang suami, maka jika

ada harta pada dirinya, maka hakim memberikan putusan bagi dirinya boleh

mengambil nafaqah dan tidak ada hukum dari harta tersebut yang ada dalam

genggaman isteri.65

65 Abdurrahman Al-Shabuni, Qonun Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, (t.t.: Jamiatul Dimaskhqu, 1971), Juz

1. h. 372

Page 47: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Menutut Imam Hanafi, apabila si suami meninggalkan harta pada isterinya dan

si isteri meminta pada qadi, bahwa wajib nafakah untuknya dan memerintahkan si qadi

mewajibkan nafakah untuknya dengan mengambil harta yang ada pada genggaman si

isteri.66

Menurut Imam Hambali, apabila si isteri mendakwah pada siqodi bahwasanya

suaminya itu menghilang dan dia tak mampu untuk menafkahi dirinya sedang suami

tidak meninggalkan harta pada isterinya, maka si isteri meminta sang qadi untuk

membubarkan perikahannya itu maka sang qadi membubarkan pernikahan tersebut.67

Menurut Imam Syafi’i, apabila sang isteri mendakwa bahwa suaminya itu

meninggalkannya atau hilang darinya sedangkan tidak meninggalkan harta, dan sang

isteri mampu menghidupi dirinya, maka bagi isteri meminta untuk menggugurkan

pernikahannya dari sang suami.68

Menurut imam Malik, bagi suami yang hilang dengan meninggalkan harta untuk

isterinya maka seyogjanya bagi isteri dapat meminta pada si qadi untuk menggugurkan

pernikahannya dan wajib nafakah dari hartanya. Dan jika ia meninggalkan harta pada

isterinya sedang kehidupan suami itu diketahui maka bagi isteri ia berhak meminta talak

pada suaminya.69

66 Ala’Eddin Kharafaa, Al-Ahwal Al-Shakhshiyyah, (Bagdad: Kharijul Azhar, 1962), Jilid I, Cet ke 2,

h. 335

67 Ibid.

68 Ibid.

69 Ibid., h. 337

Page 48: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Keseimbangan kedudukan suami isteri ternyata pula terhadap harta bersama.

Hal ini dicantumkan dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37 Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan, dan pasal 85 sampai dengan pasal 97 Buku I tentang

Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam.

Hukum Islam telah memberikan kaum wanita suatu keuntungan yang belum

pernah ada sebelumnya dalam urusan finansial dan ekonomi. Di satu pihak islam

memberikan kepada mereka kebebasan dan kemerdekaan penuh dalam hal finansial dan

mencegah kekuasaan pria atas harta dan pekerjaan isteri. Islam telah menghapus dari

kaum pria hak perwalian atas urusan kaum wanita yang terdapat pada zaman dahulu

dan pada kebiasaan barat sepanjang sejarah sampai menjelang abad dua puluh. Di atas

segalanya, dengan membebaskan wanita dari kewajiban mencari uang.70

Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum

Islam menetapkan setengah dari harta bersama adalah milik isteri, manakala terjadi

cerai mati atau bagian isteri dalam hal-hal tersebut dengan nilai saham isteri dalam

mengumpulkan harta bersama itu.71

3. Kedudukan Isteri Terhadap Anak

Keseimbangan isteri dengan suami dalam hak-hak dan kewajiban orang tua dan

anak dicantumkan dalam pasal 45 sampai dengan pasal 49 Undang-undang No 1 Tahun

1974 tentang perkawinan, dan pasal-pasal 98 sampai dengan 106 buku 1 Hukum

70 Muthada Muthahhari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, (Jakarta: PT Lentera, 1995), Cet. Ke-3, h.

145

71 Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum, h. 123

Page 49: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Perkawinan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Kekuasaan orang tua terhadap anak,

tetap ada pada suami isteri juga seandainya perkawinannya putus.72

Dalam hal ini, sebab didahulukannya ibu dalam hak asuh dan menyusui yaitu

sebab dia lebih paham dalam pendidikan, lebih sabar dalam sisi ini, sesuatu yang tidak

dimiliki laki-laki. Perempuan juga lebih memiliki waktu luang, sesuatu yang tidak

dimiliki laki-laki. Karena itulah, ibu lebih didahulukan dalam mengasuh anak demi

kemaslahatan anak. 73

Jika ternyata bagi anak yang masih kecil punya hak hadhanah, maka ibunya

diharuskan melakukannya, jika jelas anak-anak tersebut membutuhkannya dan tidak ada

orang lain yang bisa melakukannya. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai hak anak

atas pemeliharaan dan pendidikannya tersia-siakan. Jika ternyata hadhanahnya dapat

ditangani orang lain, umpamanya datuk perempuannya dan ia rela melakukannya

sedang ibunya sendiri tidak mau, maka hak ibu untuk mengasuh (hadhanah) gugur

dengan sebab datuk perempuan mengasuhnya. Karena datuk perempuan juga punya hak

hadhanah (mengasuh).74

G. Lama Waktu Kepergian Suami

72 Ibid, h. 123

73 Sayyid Sâbiq, Fiqh al–Sunnah, (Beirut: Dâr al–Fikr, t.th.), Jilid. 2, h. 289

74 Ibid

Page 50: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Karena luasnya pembahasan tentang perceraian, maka penulis lebih

mengfokuskan pada perceraian yang diakibatkan oleh suami yang hilang.

1. Pandangan Hukum Positif

Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia yang berlaku efektif mulai

tanggal 1 Oktober 1975, adalah undang-undang yang luas sekali ruang lingkupnya. Ia

tidak hanya mengatur soal perkawinan, tetapi juga masalah perceraian serta akibatnya.75

Dalam undang-undang ini ketentuan perceraian telah diatur dalam, Pasal 38,

Perkawinan dapat putus karena : a. kematian b. perceraian dan c. atas keputusan

pengadilan

Pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pertama

perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang

bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, kedua untuk

melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan

dapat hidup rukun sebagai suami isteri, tata cara perceraian di depan sidang pengadilan

diatur dalam peraturan perundangan sendiri.

Pasal tersebut berkaitan dengan isi pasal 29 tentang perjanjian perkawinan:

a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas

persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh

pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak

ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

75 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2002), Cet. Ke-2, h. 19

Page 51: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

b. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas, agama,

dan kesusilaan.

c. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan

d. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila

dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak

merugikan pihak ketiga.

Berdasarkan peraturan yang dijelaskan pada pasal 39 ayat 2 menjelaskan tentang

alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin

tanpa alasan yang sah atau karena hal yang lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) putusnya perkawinan dapat

putus karena: a. kematian, b. perceraian, dan c. atas putusan pengadilan (Pasal 113),

Page 52: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

talak dan berdasarkan gugatan cerai (Pasal 114), dan dapat terjadi dengan alasan (Pasal

16):

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman lima tahun atau hukuman yang berat

setelah hukuman berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

2. Pandangan Hukum Islam

Secara etimologis kata hukum berasal dari bahasa Arab yang berarti

memutuskan atau menetapkan dan menyelesaikan.76

Kata hukum (kata jamaknya

ahkam) yang berarti putusan, ketetapan, perintah, pemerintahan, kekuasaan, hukuman

dan lain-lain.77

Sedangkan pengertian hukum yang lebih umum secara bahasa adalah

bila anda memutuskan sesuatu dengan begitu atau dengan begini baik keputusan

tersebut mengikat orang lain atau tidak.78

76 Basiq Djalil, Pernikahan Lintas Agama, (Jakarta: Qolbun Salim, 2005), Cet. Ke-1, h. 9

77 Ibid., h. 12

78 Ibid

Page 53: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Dari sini perlu diungkapkan beberapa pengertian Hukum Islam yang menjadi

rujukan umat islam Indonesia. Basiq Djalil menjelaskan kata Hukum Islam dalam al-

Quran adalah putusan atau ketetapan terhadap permasalahan yang diputuskan atau

ditetapkan (hukima), di samping berhubungan dengan perbuatan Allah, juga

berhubungan dengan perbuatan manusia.79

Hukum Islam itu berdasarkan pada pada empat sumber yaitu, al-Quran, Hadis,

Fiqih dan ketetapan undang-undang. Di mana keempat hal tersebut secara hierarkis

menjadi rujukan di dalam setiap mencari jawaban untuk

memecahkan persoalan yang ada pada agama Islam.

Hukum Islam mengakui adanya empat cara yang sah untuk pemutusan

perkawinan, yaitu (1) kematian dari salah satu pihak, (2) talak, termasuk talik talak dan

talak melalui syiqaq, (3) khuluk, termasuk khuluk melalui syiqaq dan (4) fasakh,80

Isteri

dapat meminta cerai, apabila suaminya ghaib atau tidak berada ditempat selama

beberapa waktu.81

Dari empat cara pemutusan perkawinan yang telah disebutkan di atas, penulis

membatasi pembahasan pada putusnya perkawinan apabila suami ghaib atau tidak

berada ditempat selama beberapa waktu. Mengenai hal ini dapat kita cantumkan

beberapa pendapat ulama fiqih.

Mengenai batas waktu hilangnya suami, Imam Malik mengatakan setahun. Tapi

ada yang mengatakan tiga tahun. Dan Imam Ahmad berpendapat, bahwa waktu tercepat

79 Ibid

80 Ibid

81 Fuad Said, Perceraian, h. 83

Page 54: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

bagi kebolehan isteri minta diceraikan adalah enam bulan. Setelah enam bulan ini, ia

boleh minta dipisahkan. Sebab waktu inilah yang paling lama bagi wanita untuk bisa

sabar atas hilangnya suami.82

Walaupun terjadi perbedaan pendapat mengenai batas waktu suami

meninggalkan isteri, namun hal di atas dengan tegas menyepakati bahwa dilarang bagi

seorang suami meninggalkan isteri dengan maksud menelantarkannya. Kesepakatan ini

didasarkan dalam menjalani hak dan kewajiban sebagai suami isteri.

Mengenai hal ini sebagian ulama berpendapat, al-Malikiyah berpendapat bahwa

bila isteri berbahaya lantaran ditinggal pergi lama oleh suaminya, seperti misalnya ia

takut nyeleweng, maka ia harus mengajukan perkaranya kepada hakim mengenai

perceraiannya. al-Hanafiah dan al-Syafi’iyah berpendapat bahwa hilangnya suami itu

tidak dianggap suatu alasan yang benar bagi perempuan dalam memohon perceraian.83

Isteri juga punya hak untuk minta diceraikan lantaran kesepian yang melanda

dirinya karena suaminya jauh bukan karena hilang. Kesepian yang melanda dirinya ini

setahun lamanya, dan ia merasa harus, sementara ia takut terjerumus dalam apa yang

telah diharamkan oleh Allah.

[ ض�ر : : وس�L�+7ل ا��+XDM ض7+� ا N :�7N� ا�� MN+�س رضD ا 0�N� �Lل 84 )رواu أ�Z وا�� م�/:(و[ض�ار

Artinya :

82 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita Islam, h.76

83 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991), Cet.

Pertama, h. 75

84 Ibid., h. 76

Page 55: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

“dari ibnu Abbas, semoga Allah meridhoinya, dia berkata : Rosulullah

pernah berkata: janganlah merusakan orang lain dan jangan membalasi kerusakan

itu dengan kerusakan pula. (H.R. Ahmad dan Ibn Majah)

Pengertian hadis ini dijelaskan oleh Ibn Atsir sebagai berikut :

أي [یuX�v ا��+/- أd :n?��% u�8�~� م� �?�:: ��ر[

ي [ی{�زی: �7N إض�ارk� uد�8ل ا�v+�ر 7N�: أ: ض�ار[

artinya seseorang tidak membahayakan saudaranya, lalu mengurangkan [ض�ر

haknya.

ض�ار[ artinya dia tidak membatasi kemudharatan dengan jalan memudharatkan

orang itu.

3. Pandangan Para Ahli

Pasal 29 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur

perjanjian perkawinan pasal ini ada kaitannya dengan pasal 35 ayat 2 mengenai

penguasaan atas harta bawaan dari masing-masing suami isteri. Menurut penjelasan

resmi atas pasal 29 tersebut, taklik talak tidak termasuk dalam perjanjian yang

dimaksud dengan pasal 29 itu. Hazairin membenarkan hal ini, dengan alasan bahwa

taklik talak di Indonesia itu bukanlah perjanjian yang bersifat bilateral, melainkan

hanya merupakan pernyataan yang bersifat unilateral yang mengingat pihak yang

mengucapkannya, yaitu suami, dan menjadi sumber hak bagi isteri, apabila syarat yang

disebut dalam talik talak itu terpenuhi.85

Senada dengan hal tersebut J Prins mengatakan dalam kaitan ini kita harus

kembali sekejap pada memori penjelasan atas pasal 29 undang-undang, bunyinya: yang

dimaksud dengan “perjanjian” dalam pasal ini tidak termasuk taklik-talak. Seperti

diketahui, dengan istilah ini dimaksud perjanjian tertentu yang oleh suami diucapkan

85 Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), Cet. Pertama, h.

106

Page 56: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

pada saat berlangsungnya pernikahan. Untuk mengukapkannya dengan kata-kata:

seorang suami praktis pada setiap pernikahan mengucapkan suatu rumus yang

mengandung isi bahwa seandainya ia telah meninggalkan isterinya selama beberapa

bulan, tanpa pernah memberi nafkah kepadanya (atau jika dia melakukan hal-hal yang

sangat tidak menyenangkan terhadap isterinya) dan isterinya tidak menyukai hal itu,

dan mengadu kepada pemerintah (hakim), isteri akan ditalak.86

Mengenai taklik talak, lebih lanjut Hazairin mengatakan bahwa taklik talak telah

ditetapkan secara uniform oleh Menteri Agama untuk seluruh Indonesia dalam rangka

memberikan pertolongan kepada wanita dalam hal ditelantarkan oleh suamiya.

Oleh karena itu pemerintah telah menyediakan contoh-contoh (model) kontrak-

kontrak perkawinan, dibagian belakang formulir ini dicetak rumus-rumus talak yang

menurut kebiasaan menetapkan bahwa talak yang menurut kebiasaan menetapkan

bahwa talak satu akan jatuh secara otomatis, apabila;

a. Suami meninggalkan isterinya selama enam bulan berturut-turut, atau;

b. Selama tiga bulan berturut turut tidak memberi nafkah, atau juga;

c. Memperlakukan isterinya dengan kasar, memukulinya atau;

d. Selama tiga bulan berturut turut mempermainkannya (misalnya suatu permainan

dengan ancaman talak, untuk sementara tidak memberi nafkah dan seterusnya)

untuk ini siisteri harus mengadukan kelakuan yang tidak sepantasnya dari suami

atau kealpaannya kepada pengadilan. 87

86 J. Prins, Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), Cet.

Pertama, h. 67

87 Ibid., h.68

Page 57: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Semua merupakan persyaratan yang baku dan isteri masih boleh untuk

menambahkan persyaratan lain. Menurut perjanjian itu, bila isteri mengetahui adanya

salah satu persyaratan dilanggar oleh suami dan isteri tidak rela dan mengadukan halnya

kepada hakim agama, disertai dengan dua orang saksi yang memperkuat kejadian itu,

maka hakim agama dapat menyatakan bahwa talak suami telah jatuh dan isteri telah

bercerai.88

H. Analisa penulis

Menurut Ahmad Mubarok dalam buku psikologi keluarga disebutkan bahwa,

tujuan dari setiap orang yang membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan

hidup. Hidup berkeluarga memang merupakan fitrah sosial manusia. Kehidupan

berkeluarga, baik bagi suami, isteri, anak-anak, cucu-cicit, atau bahkan mertua

merupakan pelabuhan perasaan; ketenteraman, kerinduan, keharuan, semangat, dan

pengorbanan. Semuanya berlabuh di lembaga yang bernama keluarga.89

Sedangkan Abul A'la al-Maududi dalam buku pedoman perkawinan juga

dituliskan bahwa, setiap manusia harus mengikuti aturan undang-undang tentang

perkawinan, untuk menjaga moralitas dan kesatuan makna ikatan perkawinan Islam

membina masyarakat yang damai, aman, dan tentram melalui perkawinan, dengan

aturan-aturan yang cukup rinci baik melalui al-Quran maupun Hadis.90

88 Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991),

h. 38

89 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga, h. 141

90 Abul A'la al-Maududi, Pedoman perkawinan,. , h. 7

Page 58: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Dalam kehidupan perkawinan Islam membuat batasan-batasan hak dan

kewajiban antara suami isteri. Hal tersebut dipandang perlu, karena akan memperjelas

tugas-tugas dari kedua belah pihak yang akan mengarah pada kehidupan yang bahagia,

mawaddah, sakinah, wa rahmah (Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan). Hikmah perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan untuk

menciptakan kehidupan keluarga bahagia, saling melindungi, melaksanakan tanggung

jawab masing-masing dan sebagainya. Mengisyaratkan bahwa pernikahan bukanlah

hanya untuk memuaskan nafsu seksual belaka, namun ia adalah pondasi awal menuju

kehidupan yang damai dalam bermasyarakat dan berbangsa.

Menelantarkan isteri merupakan suatu bentuk kekerasan nonfisik terhadap isteri,

yang dapat merusak hubungan perkawinan, yang dapat menyakiti isteri baik lahir

maupun batin. Untuk mewujudkan pernikahan yang ideal sebagaimana yang telah

dijelaskan, maka Islam membuka pintu pencegahan yang dapat merusak hubungan

penikahan melalui perjanjian nikah yang mengikat kedua belah pihak. Lebih jauh

masalah ini tercantum dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

pasal 29. Perjanjian penikahan sampai saat ini masih banyak digunakan oleh calon

pengantin. Baik itu dibuat sebelum atau ketika akad pernikahan itu dilangsungkan.

Sehingga perjanjian ini sedikit banyak dari satu sisi memberi perlindungan terhadap

isteri.

Berbeda dengan perjanjian pernikahan, Departemen Agama telah membuat

rumusan taklik talak yang terdapat pada buku pernikahan dan berlaku diseluruh

Indonesia bahwa, jika suami meninggalkan isteri selama enam bulan berturut-turut,

maka suami telah melanggar kewajibannya. Ditambah dengan penjelasan pasal 39 ayat

Page 59: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jika salah satu pihak

meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut. Berdasarkan hal ini maka

jelaslah bahwa suami telah melanggar akad suci pernikahan.

Jika sesorang suami membuat ikatan perkawinan dengan syarat tertentu, dia

harus memenuhi nafkah agar perkawinan dapat berlangsung terus. Tetapi ketika

perkawinan itu terganggu, karena suami melanggar salah satu sebab perjanjian

pernikahan, sebagaimana yang tertera pada buku penikahan dan sesuai dengan pasal 29

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maka perkawinan itu tidak akan

bahagia. Dengan perkataan lain, tidaklah ada gunanya untuk melanjutkan suatu

perkawinan jika tidak ada kebahagiaan di antara suami isteri. Sehingga isteri dapat

mengajukan gugatan perceraian kepada pengadilan.

Islam memberi batasan tegas dalam menyikapi hal ini, sebagaimana

diungkapkan oleh ulama mazhab. menurut Imam Malik dihitung selama satu tahun,

Imam Hambali sekurang-kurangnya enam bulan. Namun berbeda dengan kedua Imam

tersebut, Imam Hanafi dan Syafi’i menyatakan hilang suami bukan merupakan suatu

alasan bagi isteri untuk meminta putusnya perkawinan. 91

Adanya dua pandangan yang berbeda, penulis cenderung untuk mendukung

pendapat Imam Malik dan Imam Hambali yang didukung oleh hukum positif sehingga

membolehkan isteri untuk meminta perceraian, karena suami dianggap lalai untuk

memenuhi hak dan kewajibannya terhadap isteri. Oleh karena itu kepastian ini penting

untuk melindungi dan menghindari perilaku isteri yang ditingggal lama oleh suaminya

91 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita Islam, h.76

Page 60: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

dari perbuatan tidak senonoh seperti selingkuh dan berbuat zina yang bisa merusak

tatanan nasab dan ketenteraman masyarakat.

Page 61: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia berdasarkan ketuhanan

yang maha esa dari ikatan yang suci dan luhur.

2. Kedua belah pihak harus melaksanakan hak dan kewajibannya, sebagaimana yang

telah diatur dalam ajaran islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan.

3. Suami yang hilang adalah jika lama waktu kepergian suami melebihi dari batas

waktu yang menurut kebiasaan diperkirakan tidak kembali.

4. Dalam Hukum Positif dijelaskan suami tidak boleh meninggalkan istri selama enam

bulan berturut-turut, tertulis pada penjelasan pasal 39 ayat 2 pada huruf b undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

5. Dalam Hukum Islam yang terdapat dalam kitab fiqih bila suami hilang lebih dari

satu tahun menurut pendapat Imam Malik dan Enam bulan menurut pendapat Imam

Ahmad maka diperbolehkan bagi istri untuk meminta perceraian.

6. Bila suami hilang atau ghaib maka atas kehendak istri, dapat mengajukan

permohonan perceraian pada pengadilan yang berwenang dengan tetap

memperhatikan keputusan hakim, sedangkan dalam Hukum Islam maka telah jatuh

talak istri kepada suami.

B. SARAN

Page 62: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

1. Untuk pasangna suami isteri harus memahami serta menjalankan hak dan

kewajibannya masing-masing melalui, menyimak ceramah, membaca buku tentang

perkawinan.

2. Untuk BP4, KUA dan lembaga-lembaga yang mempunyai peran dalam masalah

perkawinan untuk ikut serta dalam mengambil bagian dalam proses penyuluhan,

pelatihan, dan pendidikan tentang perkawinan terhadap problema yang kerap terjadi

di tengah-tengah masyarakat.

3. Departemen Agama supaya memasukan penambahan bab pengajaran yang berbasis

pada kelangsungan dan kebahagiaan tentang pernikahan pada mata pelajaran ilmu

agama islam baik pada tingkat tsanawiyah, aliyah maupun perguruan tinggi.

4. Perlu digalakan nasihat kepada para calon dan pasangan suami istri untuk untuk

hidup sakinah, mawaddah, wa rahmah yang diridhoi Allah SWT, melalui majlis

ta’lim, pengajian, ceramah dan acara televisi.

Page 63: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

DAFTAR PUSTAKA

Al–Bukhârî, Muhammad ibn Ismâil Abû 'Abd Allâh, Shahîh Bukhârî, (Beirut: Dâr ibn

Katsîr, t.th), juz. 5

Ahmad Ibn Hanbal Abû 'Abd Allâh al–Syaibâni, Musnad al–Imâm Ahmad ibn Hambal,

(Kairo: Muassasah al–Qurtubah, t.th.), juz. 3

Ali, Mohammad Daud, Prof. H. S. H. Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-2

Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Wanita Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991, Cet.

Pertama

Al-Maududi, Abul A'la, & Ahmed, Fazl, Prof., Pedoman Perkawinan Dalam Islam,

Jakarta: Darul Ulum Press, 1999, Cet. Ke-1

Al-Naisaburi, Al-Imam Abi Husain Muslim bin Hajjâj Qusairi, Shohih Muslim, tt: Darul

Ihya Kitab al-Arabi, t. Th

Al-Qolyubi Syihab al-Din Ahmad Ibn Salamah, Hasyiyatun Qolyubi Umairoh, Beirut: Dar

al-Fikr, 2006, Juz. 3

Al-Shabbagh, Mahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Bandung: Remaja

Rosda Karya, 1991, Cet. Ke-1

Al-Shabuni, Abdurrahman, Qanun Al-Ahwal Askh-Shiyyah, t.t.: Jamiatul Dimaskhqu 1971,

Juz 1

Arifin, Bustanul, Prof. Dr, Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Gema Insan

Press, 1996, Cet. Ke-1

Bagian Tahimiyah Pondok Pesantren Sidogiri, Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan

Praktek, Sidogiri: Pustaka Sidogiri, t. th

Departemen Agama, UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Dirjen

Bimas Islam, 2004

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 2003, edisi. Ke-3

Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam Dan Haji, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah,

Jakarta: DEPAG, 1995

Page 64: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. Pertama

Djalil, A. Basiq, Drs. H. S.H., MA, Pernikahan Lintas Agama, Jakarta: QALBUN SALIM,

2005, Cet. Ke-1

--------------, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, Jakarta: QALBUN SALIM,

edisi pertama, 2007

Dzuker Z, Hukum Perkawinan Islam dan Relevansinya Dengan Kesadaran Hukum

Masyarakat, Jakarta: Dewaruci, 1983, Cet. Ke-1

Firdaweri, Dra, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1989, Cet. Ke-1

Ghazali, Abdurrahman, Fikih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003

Halim, M. Nipan Abdul, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta:

MITRA PUSTAKA, 2000), Cet. Ke-2

Hosen, Ibrahim, Prof. KH., Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Nikah , Thalaq, Ruju dan

Hukum Kewarisan, Jakarta: Balai Penerbitan dan Perpustakaan Yayasan Ihya

Ulumiddin, 1971, Jilid ke-1

IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992

Ismuha, Prof. DR., Pencaharian Bersama Suami Istri, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, Cet.

Pertama

al-Jaziry, Abdul Rahman, Kitab Fiqh ‘ Ala Mazhabil al-Arba’ah, (Beirut: Daar al-Fikr,

1991), Jild 4

J. Prins, Prof. DR., Tentang Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1982

Karim, Helmi, Dr. MA, Kedewasaan Untuk Menikah, dalam Dr. H. Yanggo, T Chuzaimah

(ed), Problematika hukum Islam Kontemporer, Jakarta: LSIK, 2002, Buku Kedua

Kharafaa, Ala’Eddin, Al-Ahwal Al-Shakhshiyyah, Bagdad: Kharijul Azhar, 1962, Jilid I,

Cet. Ke-2

Mubarok, Ahmad, Prof. Dr. MA., Psikologi Keluarga : Dari Keluarga Sakinah Hingga

Keluarga Bangsa, Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara, 2005, Cet. 1

Muhktar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang,

1974, Cet. Ke-2

Page 65: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,

Muthahhari, Murthada, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, Jakarta: PT. Lentera, 1995

Nakamura, Hisako, Perceraian Orang Jawa, Studi Tentang Pemutusan Perkawinan

Dikalangan Orang Islam Jawa Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1991

Nasution, Harun dan Effendy, Bahtiar, (ed), Hak Asasi Dalam Islam, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1987

Nawawi, Rif’at Syauqi, Drs. M. A., Sikap Islam Tentang Poligami dan Monogami, dalam

Dr. H. Yanggo, T Chuzaimah (ed), Problematika hukum Islam Kontemporer,

Jakarta: LSIK, 2002, Buku Kedua

Prakoso, Djoko, S.H & Murtika, I Ketut, S. H., Asas-Asas Hukum Perkawinan Di

Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987

Rosyidi, Lili, Drs. SH. LLM., Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan

Indonesia, Bandung: Alumni, 1982

Sâbiq, Sayyid, Fiqh al–Sunnah, (Beirut: Dâr al–Fikr, t.th.), Jilid. 3

Said, Fuad, H.A, Perceraian Menurut Hukum Islam , Jakarta: Pustaka al-husna, 1994

Sudarsono, Drs. SH., Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Syarifuddin, Amir, Prof. DR., Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada

Media, 2006

Thalib, Muhammad, 15 Penyebab Perceraian Dan Penanggulangannya, (Jakarta: PT

Irsyad Baitus Salam, 1997), Cet. Ke-1

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI-Press, 1986, Cet. Ke-5

Wahyudin, Yudian, dkk, Keluarga Bahagia Dalam Islam, Yogjakarta: Pustaka Mantik,

1993

Yunus, Mahmud, Prof. DR. H., Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1999

Page 66: STATUS PERKAWINAN ISTRI AKIBAT SUAMI HILANGrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19456/1/ARIF... · atau tidak. Berdasarkan pasal 38 yang membahas putusnya perkawinan,