32
BAB 8 PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI PENDAHULUAN Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, demikian pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Pada umumnya faktor produksi ini terdiri atas alam, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Keempat faktor produksi ini bekerjasama satu dengan lainnya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam produksi permasalahan yang muncul tidak hanya berkenaan dengan apa tujuan dan prinsip dasar dalam produksi, tetapi juga bagaimana pengorganisasian faktor produksi serta penentuan harga input maupun output yang sesuai dengan tujuan dari produksi. Bab ini akan membahas prinsip-prinsip produksi dalam pandangan Islam. Bagian awal akan mendiskusikan prinsip dasar produksi, misalnya definisi dan tujuan dari produksi, sifat dan cakupannya, serta prinsip-prinsip dasar yang membedakannya Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi 159

Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

BAB 8PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI

PENDAHULUANKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan

produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, demikian pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Pada umumnya faktor produksi ini terdiri atas alam, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Keempat faktor produksi ini bekerjasama satu dengan lainnya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam produksi permasalahan yang muncul tidak hanya berkenaan dengan apa tujuan dan prinsip dasar dalam produksi, tetapi juga bagaimana pengorganisasian faktor produksi serta penentuan harga input maupun output yang sesuai dengan tujuan dari produksi.

Bab ini akan membahas prinsip-prinsip produksi dalam pandangan Islam. Bagian awal akan mendiskusikan prinsip dasar produksi, misalnya definisi dan tujuan dari produksi, sifat dan cakupannya, serta prinsip-prinsip dasar yang membedakannya dengan prinsip produksi dalam ekonomi konvensional. Kompilasi pendapat dari beberapa ekonom muslim disajikan dalam bagian awal ini. Selanjutnya prinsip-prinsip dasar ini akan dielaborasi lebih lanjut, misalnya tentang ditolaknya Pareto Optimum dan Given demand Hypothesis sebagai prinsip dasar produksi yang Islami serta pentingnya orientasi terhadap kebajikan dan keadilan. Pada bagian akhir ditunjukkan beberapa aturan syari’at Islam yang ternyata memberikan dorongan kuat bagi produksi. Bab ini dilengkapi dengan lampiran tentang teori produksi menurut Metwally serta gambaran industri masa lampau dalam Al Qur’an.

PRINSIP DASAR PRODUKSIPada prinsipnya kegiatan produksi, sebagaimana konsumsi, terikat sepenuhnya dengan

syari’at Islam. Kahf (1992; h 114) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

159

Page 2: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa sarjana muslim lain telah memberikan penekanan atas karakteristik – karakteristik tertentu atas kegiatan produksi yang Islami ini. Meskipun terkadang saling berbeda formulasi atau redaksi antara satu dengan lainnya, tetapi secara keseluruhan saling melengkapi pandangan Islam terhadap kegiatan produksi.

Mannan (1992), misalnya, menekankan pentingnya motif altruisme (altruism) bagi produsen, sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis yang banyak dijadikan konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensional. Sementara itu, Siddiqi (1992) lebih memfokuskan pada pentingnya sikap produsen untuk berpegang kepada nilai keadilan dan kebajikan/kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami. Pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi produksi secara merata) juga mendapat perhatian penting dari Rahman (1995). Formulasi yang agak sama dengan Kahf (1992) datang dari Ul Haq (1996) yang menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya adalah bersifat wajib. Dengan kata lain, kebutuhan ini merupakan hal mendasar dan penting bagi masyarakat. Ia mengklasifikasikan kebutuhan ini menjadi 3 kategori, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar (daruriiyah), pelengkap (hajiyyah) dan kenyamanan (tahsiniyyah).

Dengan beberapa pengertian di atas maka tujuan produsen bukan mencari keuntungan maksimum belaka, sebagaimana dalam kapitalisme, namun lebih luas dari pada itu. Karena pada dasarnya produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi adalah sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri. Sebagaimana telah diketahui, konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah, demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna mencapai falah tersebut.

Pengertian seperti ini akan membawa implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan. Beberapa implikasi mendasar ini antara lain :

Pertama, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagaimana juga dalam kegiatan konsumsi.

Sejak dari kegiatan mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan, “perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Sebagai contoh, produksi barang dan jasa yang dapat merusak nilai-nilai moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan. Demikian pula segala aktifitas industri - dan semua mata rantainya - yang dapat menurunkan nilai kemanusiaan atau yang dilakukan semata-mata keuntungan ekonomi – material semata. Ajaran Islam melarang konsumsi barang-barang dan jasa yang haram dan merusak, seperti alkohol/khamr dan sejenisnya, daging babi, perjudian, spekulasi, serta riba (lihat boks: Yang Diharamkan dalam Al Qur’an), Sebagaimana telah

160 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 3: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

disampaikan dalam sebelumnya, terdapat 5 jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat untuk mencapai falah, yaitu : (1) kehidupan (life, an nafs), (2) harta material (property, al maal), (3) kebenaran (faith, ad dien), (4) ilmu pengetahuan (science, al aql, al ‘ilmu), dan (5) kelangsungan keturunan (posterity, an nasl). Lima jenis kebutuhan inilah yang seharusnya dihasilkan dalam produksi

Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (daruriyyah, hajiyyah, tahsiniyyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan (israf/wastefull). Prinsip-prinsip ini tentu saja berlaku bagi kegiatan produksi. Jadi, misalnya, produksi alkohol/khmar dan sejenisnya tentu saja tidak akan pernah dilakukan oleh produsen. Larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya, misalnya penanaman pohon-pohon yang merupakan bahan bakunya atau usaha pemasaran dan promosi bagi konsumen. Demikian juga mereka tidak akan memproduksi barang dan jasa yang sekedar menjadi sarana pemuas nafsu dari para konsumen. Produksi akan dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan riil dalam skala prioritas yang konsisten.

Kedua, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan. Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan

lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat, sehingga terdapat keselarasan dengan pembangunan masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi, produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (stock holders) saja, tetapi juga kepada masyarakat secara keseluruhan (stake holder). Sesungguhnya, pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan utama kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi Islam memiliki komitmen yang jauh lebih besar terhadap kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan sistem konvensional.

Ketiga, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan (scarcity) saja, tetapi lebih kompleks.

Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan (lazyness) dan pengabaian optimalisasi (idleness) segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Sikap tersebut dalam Al Qur’an sering disebut sebagai kedzaliman/aniaya (oppression) atau pengingkaran terhadap nikmat Allah1. Hal ini akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan

1 Lihat misalnya pada Al Quran , surat Ibrahim : 32 –34, yaitu: “ Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan (dengan air itu) berbagai buah-buahan yang menjadi rezeki bagimu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu dapat berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) sungai-sungai bagimu (32). Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

161

Page 4: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

sekedar efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.

Boks 8.1

PENOLAKAN TERHADAP PARETO OPTIMALITY DAN GIVEN DEMAND HYPOTHESIS

Mannan (1992, h. 120-122) menyebutkan bahwa kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat altruistik (bersifat mementingkan/memperhatikan orang lain). Sifat altruistik menundukkan bagimu siang dan malam (33). Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (34).

162 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

YANG DIHARAMKAN DALAM AL QUR’AN

Al Qur’an telah memuat larangan secara tegas dan jelas terhadap beberapa perilaku dan komoditas. Untuk larangan terhadap khmar dan judi, misalnya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang judi dan khmar, maka katakanlah, ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya’. Dan mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan, maka katakanlah, ‘yang lebih dari keperluan’. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu seupaya kamu berfikir” (QS Al Baqarah : 219).

“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khmar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) ”. (QS Al Maaidah : 90-91)

Untuk larangan terhadap daging babi dan bangkai, perhatikan:

”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai , darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS Al Baqarah : 173).

Lihat pula QS Al Maaidah: 3 dan 60, Al An’aam: 145, An Nahl: 115, dan lain-lain.

Page 5: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

seorang muslim bukanlah sifat yang ekstrim, yaitu sedemikian rupa mementingkan orang lain sehingga menelantarkan diri sendiri, tetapi terikat dengan ketentuan dalam Al Qur’an dan Hadist. Secara umum Islam menekankan keseimbangan antara sifat mementingkan orang lain dan mementingkan diri sendiri. Adanya perilaku altruistik inilah yang menyebabkan produsen tidak dapat hanya mengejar keuntungan maksimum saja, sebagaimana dalam kapitalisme. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu mencapai falah di dunia dan akhirat. Sebagai konsekuensi altruisme dalam produksi ini maka terdapat dua konsep ekonomi konvensional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius, karenanya tidak dapat diterapkan begitu saja. Konsep ini yaitu Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis.

Pareto OptimalityPareto Optimality merupakan kriteria efisiensi (efisiensi alokatif) yang dicetuskan oleh

seorang sosiolog dan ekonom Italy yang bernama V. Pareto. Kriteria Pareto ini menyatakan bahwa efisiensi alokatif akan terjadi bila tidak mungkin lagi dilakukan re-organisasi produksi sedemikian rupa sehingga masing-masing pihak (yang terlibat dalam kegiatan ekonomi: produsen –konsumen) merasa lebih sejahtera (better off). Oleh karena itu, pada keadaan efisiensi alokatif ini utility (kepuasan) seorang dapat ditingkatkan hanya dengan menurunkan utility orang lain2.

Produksi yang bersifat altruistik, sebagaimana dalam pandangan Islam, tidak dapat secara sederhana menerima kriteria efisiensi Pareto ini sebagai kriteria efisiensi produksi dalam masyarakat. Hal ini terutama ketika kondisi distibusi kekayaan dan pendapatan masyarakat tidak merata atau timpang. Secara teoritis kriteria Pareto Optimum mengabaikan masalah distribusi kekayaan dan pendapatan. Dalam kondisi ini, Pareto Optimality hanya akan menunjukkan bahwa kesejahteraan yang dirasakan oleh kelompok masyarakat kaya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok miskin. Padahal, ajaran Islam memiliki komitmen yang tinggi terhadap kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, bahkan memberi perhatian yang lebih terhadap kelompok miskin. perhatikan gambar 8.1.

Given Demand HypothesisKarena keterikatannnya pada nilai-nilai keIslaman dan sifat altruistiknya, maka

produsen tidak harus selalu merespon segala permintaan konsumen atau given demand condition. Given demand condition belum tentu sejalan dengan tujuan dari produksi yang Islami,

2 Menurut Samuelson (1989: h . 128-129) konsep efisiensi ini dapat dirasakan secara intuitif. Contoh keadaan tidak efisien adalah masyarakat yang tidak memanfaatkan sepenuhnya batas kemungkinan produksinya. Dengan lebih dimanfaatkanna batas kemungkinan produksinya itu, tidak akan ada orang yang mengalami penurunan utilitas. Cara lain untuk memahami konsep efisiensi ini adalah kaitannya dengan perdagangan. Misalnya orang membawa barang hasil produksinya ke pasar untuk ditukarkan dengan barang orang lain. Setiap kali terjadi pertukaran (perdagangan), maka utilitas kedua pihak akan naik. Jika semua kemungkinan pertukaran yang menguntungan telah habis sehingga tidak ada lagi kenaikan utilitas, maka dapat dikatakan bahwa keadaan telah mencapai efisien. Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

163

Page 6: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

sebab kemungkinan konsumen akan meminta apa saja yang menurutnya memberikan kepuasan maksimum. Perilaku konsumen yang seperti ini terutama muncul dalam masyarakat yang tidak dituntun oleh nilai-nilai keIslaman, tetapi oleh nilai-nilai utilitarianisme (sebagaimana kita ketahui dari teori konsumsi dalam ilmu ekonomi konvensional). Kita ambil contoh adanya permintaan pasar akan produksi khmar (minuman keras) atau penyediaan fasilitas perjudian. Meskipun produksi khmar ini dapat memberikan potensi keuntungan yang besar bagi produsen tetapi tidak boleh dilakukan, sebab kedua barang konsumsi tersebut dilarang (haram) oleh ajaran Islam. Produsen tidak boleh sekedar merespon permintaan pasar begitu saja (as given).

Dalam perspektif Islam, produksi harus dilakukan untuk merespon apa yang benar-benar secara nyata menjadi kebutuhan dari konsumen atau riel needs manusia. Kebutuhan seperti inilah yang akan membentuk permintaan efektif (effective demand) sehingga harus disediakan oleh para produsen. Untuk itu, produksi tidak saja harus hanya menghasilkan barang dan jasa yang diperbolehkan oleh ajaran Islam dan dibutuhkan masyarakat, bahkan mungkin harus menyusun prioritas-prioritas produksi sesuai dengan urgensi pemenuhan kebutuhan itu. Misalnya, produsen dalam suatu masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian rendah (miskin) dan distribusi pendapatan yang timpang tentu saja tidak akan memproduksi barang dan jasa yang bersifat kemewahan (luxury), sebab masyarakat banyak belum membutuhkan barang dan jasa tersebut. Akan lebih bermanfaat jika produsen memproduksi barang dan jasa primer

164 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Gambar 8.1Pareto Optimum Mengabaikan Distribusi Kekayaan

U1

Batas Kemungkinan

Utilitas

A

B

C

U2

Efisiensi Alokatif Vs Keadilan Alokatif Hasil perekonomian disebut efisien jika tidak ada orang yang bisa lebih sejahtera tanpa merugikan orang lain. Hal ini biasa digambarkan dengan garis kemungkinan utilitas. Titik-titik pada garis kemungkinan utilitas di samping menggambarkan kemungkinan efisiensi tertinggi yang dapat dicapai, sementara titik B bukan posisi efisiensi yang tertinggi. Bergerak dari titik A ke C akan mempengaruhi kenaikan kepuasan orang kedua (U2), tetapi mengurangi kepuasan orang pertama (U1). Apakah pergeseran ini dapat diterima dengan baik oleh kedua konsumen dan dipandang sebagai alokasi yang adil ?

Page 7: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

(daruriyyah) yang dapat menunjang perkembangan perekonomian menuju tingkatan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, produsen harus bersikap proaktif – bukan sekedar reaktif - dalam penyediaan barang dan jasa, sehingga terjadi aksi reaksi yang dinamis antara supply produsen dengan demand konsumen.

Kemampuan produsen untuk mempengaruhi permintaan pasar merupakan keniscayaan. Dalam perekonomian modern, jamak diketahui, bahwa produsen, (terutama produsen besar) dapat mempengaruhi dan mengarahkan permintaan konsumen di pasar. Hal ini dilakukan dengan cara promosi yang agresif dan atraktif, atau berkolusi dengan agen-agen pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan ekonomi. Demi untuk memaksimumkan keuntungannya, terkadang perusahaan-perusahaan tersebut memanipulasi informasi dalam promosi sedemikian rupa sehingga konsumen tertarik untuk mengkonsumsi produknya. Kolusi dengan agen pemerintah seringkali dilakukan dengan sangat transparan dan tidak etis, dan tentu saja mengabaikan prinsiop-prinsip produksi yang sehat.

Tentu saja ekonomi Islam tidak menyarankan menempuh langkah-langkah manipulatif, sebab Islam merupakan ajaran yang lurus dalam segala hal (asumsi, kepercayaan, tujuan, sistem, nilai-nilai sosial ekonomi). Ajaran ini harus diaplikasikan oleh produsen maupun konsumen. Mereka tidak diperkenankan mendistorsi satu nilai dengan nilai lainnya, dan memiliki tugas bersama-sama menciptakan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk perlu dilakukan sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai keIslaman ini dengan melalui berbagai pendekatan, misalnya lewat pendidikan, penyusunan dan penerapan kode etik–moral bisnis, hingga campur tangan pemerintah seperlunya serta pengawasan dari publik.

KEADILAN DAN KEBAJIKAN BAGI MASYARAKAT KESELURUHANKeadilan dan kebajikan bagi masyarakat secara keseluruhan sesungguhnya merupakan

intisari ajaran Islam. Untuk itu kegiatan produksi tentu saja harus senantiasa berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan bagi masyarakat ini. Secara lebih spesifik Siddiqi (1992) menyebutkan 3 prinsip pokok produsen yang Islami, yaitu:

Memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan Memiliki dorongan untuk melayani masyarakat (untuk mencapai kesejahteraan),

sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini. Optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas.

Produsen harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap keadilan dan kebajikan, sehingga nilai-nilai ini harus menjadi pedoman bagi kegiatan ekonomi dan bisnisnya. Kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan juga harus menjadi tujuan dari kegiatan produksi, baik produksi secara makro maupun mikro. Dengan batasan kedua prinsip ini, maka produsen dapat memaksimumkan tingkat keuntungan yang ingin dicapainya. Jadi, upaya

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

165

Page 8: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

maksimasi keuntungan tidak boleh dilakukan dengan meninggalkan prinsip keadilan dan kebajikan bagi kesejahteraan masyarakat keseluruhan.

Sebenarnya, di dalam perspektif bisnis modern pandangan tentang maksimasi keuntungan juga telah mengalami sedikit perubahan. Konsep keuntungan jangka pendek (short run profit) digantikan dengan keuntungan jangka panjang (long run profit). Tujuan maksimasi keuntungan bagi pemilik perusahaan (stock holder) dipandang tidak memadai lagi, kemudian diganti dengan konsep keuntungan bagi seluruh pihak yang terkait dengan perusahaan (stake holder). Produsen menjadi sangat perhatian terhadap kepentingan eksistensi perusahaan jangka panjang, seperti :stabilitas, keamanan, keberlanjutan dan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Untuk itu, produsen dituntut memiliki perhatian yang serius terhadap isu-isu dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang kemudian diwujudkannya dalam berbagai strategi3. Namun demikian, tingkat keuntungan tetap saja merupakan indikator bagi status dan kekuatan suatu perusahaan. Nilai sebuah perusahaan selalu saja akan diukur dari seberapa tingkat keuntungan yang diraih, seberapa besar pertumbuhan aset dan omsetnya, dan ukuran-ukuran finansial lainnya.

Dengan melihat gambaran di atas maka sesungguhnya penerapan prinsip-prinsip produksi yang Islami ternyata sangat kondusif bagi upaya produsen untuk mencapai keuntungan maksimum, terutama dalam jangka panjang. Jika perusahaan mengutamakan keadilan dan kebajikan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat (stake holder), maka dengan sendirinya eksistensi perusahaan dalam jangka panjang akan lebih terjamin. Jadi, tujuan keadilan dan kebajikan dalam produksi akan berkorelasi positif dengan keuntungan yang dicapai perusahaan.

Dalam situasi-situasi tertentu kemungkinan akan terdapat kondisi yang menyulitkan produsen untuk mendapatkan keuntungan, misalnya pada masyarakat konsumen yang memiliki daya beli rendah. Rendahnya daya beli ini menyebabkan produsen tidak dapat menentukan harga pada tingkatan yang ekonomis, sebab harga ekonomis ini tidak akan terjangkau oleh konsumen. Padahal, masyarakat sangat membutuhkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam ekonomi konvensional, produsen tidak memiliki perhatian yang memadai terhadap masalah seperti ini. Kepentingan produsen hanyalah bagaimana memasarkan barang dan jasanya agar dapat mendatangkan keuntungan yang maksimum. Namun, hal ini tentunya tidak akan terjadi dalam ekonomi Islam.Terdapat 3 alternatif kebijakan untuk mengatasi hal ini, antara lain:

Dilakukan upaya-upaya peningkatan daya beli masyarakat, misalnya melalui kebijakan redistribusi pendapatan atau bantuan pemerintah secara langsung (direct transfer).

Produsen yang menghasilkan barang-barang ini disubsidi oleh pemerintah, sehingga dapat menetapkan harga yang terjangkau oleh konsumen tersebut.

Produsen bersedia menetapkan harga yang terjangkau masyarakat, dengan konsekuensi menderita kerugian.

3 Untuk menunjukkan good brand image bagi masyarakat maka banyak perusahaan melakukan berbagai kegiatan sosial (charity), memberikan perhatian terhadap isu-isu lingkungan hidup (bahkan muncul konsep green management), dan tentu saja memberikan kepuasaan yang maksimum (customer satisfaction) terhadap konsumennya. Namun demikian hal-hal tersebut dilakukan tetap dalam kerangka untuk mencari keuntungan maksimum.

166 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 9: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Dalam situasi perekonomian yang wajar/normal, alternatif pertama dan kedua merupakan pilihan-pilihan yang terbaik. Jadi, diperlukan upaya-upaya ang bersifat sosial – baik dari masyarakat atau pemerintah - untuk menyelesaikan situasi ini. Sebagaimana diketahui, ajaran Islam mengharuskan adanya campur tangan pemerintah dalam kasus-kasus tertentu, sementara tetap menjunjung tinggi mekanisme pasar yang sehat. Namun demikian, ketika upaya-upaya sosial oleh pemerintah ini tidak dapat dilakukan maka produsen harus mempertimbangkan kemungkinan untuk menderita kerugian, demi tujuan produksi yang lebih besar (yaitu mensejahterakan masyarakat). Apakah hal ini realistis untuk dilakukan ?

Adanya motif altruistik pada produsen tentu saja akan menjadikan langkah ini realistis, sebab dengan menderita kerugian demi meningkatkan kesejahteraan merupakan sebuah amal jariah yang akan mendapat pahala dari Allah. Bahkan, pengorbanan produsen dapat merupakan suatu jihad fii sabilillah bil amwal (perjuangan di jalan Allah dengan harta) yang diyakini akan mendapatkan balasan surga. Sesungguhnya, dalam situasi seperti ini, produsen dihadapkan kepada 2 pilihan tingkat keuntungan, yaitu: apakah memilih keuntungan duniawi yang kecil (yaitu tidak bersedia menderita kerugian sehingga tetap memperoleh keuntungan) atau memilih keuntungan yang lebih besar (yaitu mengorbankan keuntungan duniawi untuk mendapatkan surga)4.

TUJUAN PRODUKSISebagaimana telah dikemukakan, kegiatan produksi merupakan respon terhadap

kegiatan konsumsi, atau sebaliknya. Produksi adalah menciptakan manfaat (maslahah) atas sesuatu benda, sementara konsumsi adalah pemusnahan atau pemakaian hasil produksi tersebut. Produksi dalam perspektif Islam tidak hanya berorientasi untuk memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya, meskipun mencari keuntungan juga tidak dilarang. Jadi produsen yang Islami tidak dapat disebut sebagai profit maximizer. Optimalisasi falah harus menjadi tujuan produksi, sebagaimana juga konsumsi. Oleh karenanya, secara lebih spesifik Siddiqi (1972, h. 11-34) telah menyebutkan beberapa tujuan kegiatan produksi ini, antara lain:

Pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat. Menemukan kebutuhan masyarakat. Persediaan terhadap kemungkinan – kemungkinan di masa depan. Persediaan bagi generasi mendatang. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan manusia

pada takaran moderat akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya 4 “Hai orang-orang yang beriman maukah kamu Aku tunjukkan kepada perniagaan yang dapat

menyelamatkanmu dari adzab (siksa) yang pedih ? yaitu (kamu) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta berjiha di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu apabila kamu mengetahui” (Qur’an, Ash Shaaf: 10-12)Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

167

Page 10: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan (need) bukan keinginan (want ) dari konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang Islami, bukan sekedar memberikan kepuasan maksimum bagi konsumen. Karenanya, prinsip costumer satisfaction yang banyak dijadikan pegangan produsen kapitalis tidak dapat diimplementasikan begitu saja. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan tidak saja seringkali menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan kemubadziran (wastage), tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat. Semakin menipisnya persediaan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup merupakan salah satu masalah serius dalam pembangunan ekonomi modern saat ini.

Meskipun produksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti bahwa produsen sekedar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen harus proaktif, kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Penemuan ini kemudian disosialisasikan atau dipromosikan kepada konsumen, sehingga konsumen mengetahuinya. Sikap proaktif menemukan kebutuhan ini sangat penting , sebab terkadang konsumen juga tidak mengetahu apa yang sesungguhnya dibutuhkannya5. Sikap proaktif ini juga harus berorientasi ke depan (future view), dalam arti: pertama, menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masa mendatang; kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik natural resources atau non natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang tetapi juga generasi mendatang.

Orientasi ke depan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan (reasearch and development) guna menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Efisiensi dengan sendirinya juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan kesinambungan (sustainability) pembangunan akan terjaga. Dengan konsteks ini maka produksi yang berwawasan lingkungan (green production) akan menjadi konsekuensi logis. Ajaran Islam memberikan peringatan yang keras terhadap perilaku manusia yang gemar membuat kerusakan dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi mengejar kepuasan6

Implikasi dari aktifitas di atas adalah tersedianya secara memadai berbagai kebutuhan bagi generasi mendatang. Konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yang relatif baru dikembangkan dalam pembangunan ekonomi konvensional pada

5 Hal ini adalah sebuah asumsi baru tentang konsumen. Dalam teori perilaku konsumsi ekonomi konvensional diasumsikan bahwa konsumenlah yang lebih tahu apa yang diinginkannya, sehingga produsen hanya merespon permintaan konsumen apa adanya (given demand). Dalam hal kebutuhan, asumsi ini tentu tidak selalu benar. Banyak konsumen yang tidak tahu/menyadari adanya sebuah kebutuhan bagi dirinya, sehingga harus ada pihak lain (misalnya produsen) yang membantu menyadarkan akan kebutuhan ini. 6 Lihat misalnya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah

kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmad Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik”. (QS, Al A’raaf: 56).

“Dan apabila ia berpaling, ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. (QS, Al Baqarah: 205).

168 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 11: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

dasarnya adalah suatu konsep pembangunan yang memberikan persediaan memadai bagi generasi mendatang. Alam ini bukan hanya diperuntukkan bagi manusia di satu masa atau tempat saja, tetapi untuk manusia di sepanjang jaman hingga Allah menentukan Hari Penghabisan alam semesta (yaum al qiyamah). Padahal, dalam dunia nyata seringkali terjadi hubungan berkebalikan (trade off) antara kegiatan ekonomi saat ini dengan di masa depan. Misalnya, eksplorasi gas dan minyak bumi secara besar-besaran otomatis akan mengurangi cadangan bagi masa depan, semakin banyak produksi saat ini semakin sedikit cadangan bagi masa depan. Untuk itulah produksi dalam perspektif Islam harus memperhatikan kesinambungan pembangunan ini.

Tujuan yang terakhir, yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah sebenarnya merupakan tujuan produksi yang paling orisinal dari ajaran Islam. Selain untuk pemenuhan kebutuhan manusia sendiri, produksi harus berorientasi kepada kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah. Tujuan ini akan membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan keuntungan material. Ibadah seringkali tidak secara langsung memberikan keuntungan material, bahkan sebaliknya justru membutuhkan pengorbanan material. Kegiatan produksi tetap harus berlangsung meskipun ia tidak memberikan keuntungan materi, sebab ia akan memberikan keuntungan yang lebih besar berupa pahala di akherat nanti.

DORONGAN BAGI KEGIATAN PRODUKSIAjaran Islam secara keseluruhan telah memberikan dorongan bagi kegiatan produksi

yang memiliki karakteristik sebagaimana telah disebutkan. Beberapa prinsip dalam ajaran Islam yang terkait dengan dorongan ini antara lain (Al Sadr, 1966: h. 576-586): Pemerintah dapat mengambil alih tanah masyarakat/swasta yang ditelantarkan ( idle land),

kemudian memanfaatkannya untuk kegiatan ekonomi produktif. Dalam hal ini pemerintah tidak perlu memberi kompensasi atau ganti rugi kepada swasta.

Pengambil alihan tanah terlantar tidak berarti merampas hak milik masyarakat, tetapi hanya untuk meningkatkan optimalitas pemanfaatan tanah tersebut. Kolonisasi tanah dapat merupakan salah satu sumber kepemilikan dalam Islam dalam keadaan :

Tidak ada / belum ada klaim kepemilikan sebelumnya. Melanjutnya pemanfaatan produktif tanah tersebut Tidak menggunakan dalih tenaga kerja untuk kolonisasi ini Menghormati prinsip peluang yang sama (bagi pihak lain) dan tanpa kekerasan. Tanah negara dapat diserahkan kepada masyarakat hanya jika pemerintah memandangkan

dapat meningkatkan kapabilitas pemanfaatannya. Seluruh kegiatan perantara yang tidak produktif dilarang, misalnya menyewakan sebidang

tanah dengan tarif tertentu dan kemudia menyewakan kembali tanah tersebut dengan tarif yang lebih tinggi lagi.

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

169

Page 12: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Bunga dilarang, terutama berkaitan dengan dijadikannya sebagai sumber pendapatan bagi para pemilik modal yang tidak terlibat dalam kegiatan produksi.

Kegiatan-kegiatan yang secara ekonomis tidak produktif juga dilarang, misalnya berbagai bentuk perjudian.

Penimbunan uang atau kekayaan bergerak lainnya dihambat dengan pengenaan zakat sebesar 2,5 % per tahun.

Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, dan berbagai bentuk hal sejeinis lainnya yang dapat mempengaruhi kepekaan seseorang dan kemampuan produktifnya harus dilarang.

Berbagai aturan dan undang-undang yang bertujuan untuk meningkatan pemerataan kekayaan harus diaktifkan.

Spekulasi harus dihambat dan berbagai ragam transaksi spekulatif di pasar uang dan pasar barang harus dilarang.

Hukum waris harus digunakan sebagai perangsang kegiatan produktif, dan dalam waktu yang sama juga akan menjadi sarana pemerataan kekayaan.

Harus ada suatu jaminan sosial yang berkaitan dengan jaminan standar kehidupan maupun jaminan pelunasan utang (bagi fakir miskin)

Jaminan sosial tidak diberikan kepada orang yang tidak bersedia bekerja atau pengangguran sukarela.

Penghambatan terhadap kemewahan pada konsumsi swasta akan meningkatkan pengeluaran yang beorientasi investasi.

Menjadi suatu kewajiban kolektif bagi masyarakat muslim untuk menyediakan setiap cabang ilmu pengetahuan maupun industri.

Pemerintah memiliki sebuah peranan menonjol dalam produksi, yaitu berkaitan dengan perencanaan dan perusahaan publik.

Negara diijinkan untuk mendapatkan sumber daya dan mendistribusikannya kembali untuk memaksimumkan realisasi tujuan normatif masyarakat.

Pemerintah memasuki berbagai kegiatan ekonomi sebagai perencana pusat dan pengawas.

RANGKUMAN Kegiatan produksi, sebagai mata rantai dari konsumsi dan distribusi, terikat sepenuhnya

dengan syari’at Islam. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa sarjana muslim lain telah memberikan penekanan atas karakteristik – karakteristik tertentu atas kegiatan produksi yang Islami ini.

Pengertian seperti ini akan membawa implikasi yang mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain: Pertama, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, Kedua, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan; dan Ketiga, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan (scarcity) saja, tetapi lebih kompleks.

170 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 13: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat altruistik sehingga produsen tidak dapat hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu mencapai falah di dunia dan akhirat. Konsekuensi altruisme maka konsep Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis tidak dapat diterima begitu saja.

Kegiatan produksi juga harus berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan bagi masyarakat. Menurut Siddiqi (1992) prinsip pokok produsen yang Islami, yaitu: (1) Memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan; (2) Memiliki dorongan untuk melayani masyarakat (untuk mencapai kesejahteraan), sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal ini; (3) Optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas.

Secara lebih terinci tujuan produsen adalah : (1) pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat, (2) menemukan kebutuhan masyarakat; (3) persediaan terhadap kemungkinan – kemungkinan di masa depan; (4) persediaan bagi generasi mendatang, dan (5) pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.

KONSEP PENTING

Definisi dan tujuan produksi Long run –short run profitPareto optimum, given demand hypothesis Profit maximizer, falah maximizerProduksi altruistik (Mannan) Tujuan produsen (Siddiqi)Effective demand Dorongan kegiatan produksiPrinsip produsen Islami (Siddiqi)

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

171

Page 14: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Lampiran 1

PRINSIP PRODUKSI MENURUT METWALLY7

Metwally memberikan teori produksi yang berbasiskan pada adanya kewajiban shadaqah atau amal shaleh (perbuatan baik/good deed/charity) sebagai dasar pembeda utama dengan teori konvensional. Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori konsumsi, shadaqah atau amal shaleh sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Beberapa di antaranya malahan diwajibkan, misalnya zakat8. Di dalam ayat-ayat Al Qur’an perintah beramal shaleh disebutkan tak kurang dari 62 kali yang tersebar pada 36 surat.

Dalam hal keterikatannya kepada syari’at Islam maka tidak ada perbedaan di antara orang yang ‘kebetulan’ bertindak sebagai konsumen maupun yang ‘kebetulan’ bertindak sebagai produsen. Semuanya harus mewujudkan kemanfaatan (maslahah) yang sebesar-besarnya bagi kehidupan sehingga dapat mencapai falah di dunia maupun di akherat. Di dalam kegiatan produksi, perbuatan amal shaleh harus secara eksplisit menjadi kebijakan formal perusahaan. Selain menjadikan syariat Islam sebagai pedoman kerja menyeluruh dalam perusahaan maka harus dianggarkan secara tegas sejumlah penghasilan bagi kepentingan amal shaleh ini, misalnya 5 % dari penerimaan akan disalurkan untuk amal shaleh. Kewajiban amal shaleh atau shadaqah ini tetap mengikat bagi produsen apapun keadaannya, yaitu apakah dalam kondisi memperoleh

7 Lebih detail lihat Metwally (1992, p. 131-137)8 Sebagaimana diketahui, dalam Al Qur’an zakat seringkali disebut juga sebagai shadaqah. Secara teknis,

zakat adalah shadaqah yang bersifat wajib, sementara masih banyak jenis shadaqah lain yang bersifat tidak wajib, misalnya infak.

172 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 15: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

keuntungan yang maksimum, tidak untung-tidak rugi , bahkan dalam kondisi rugi sekalipun (ingat perusahaan yang Islami tidak menjadikan keuntungan maksimum sebagai tujuan utama)

Dalam sebuah masyarakat yang Islami, ataupun sebenarnya juga di mana saja, adanya pengeluaran perusahaan untuk amal shaleh dan shadaqah ini akan menciptakan nama/citra baik (good brand image) dari perusahaan. Secara tidak langsung hal ini sekaligus dapat menjadi media promosi (advertising) yang efektif bagi perusahaan tersebut. Masyarakat akan memberikan kesan positif terhadap perusahaan, sehingga kemungkinan masyarakat akan memilih produk hasil perusahaan tersebut. Wujud amal shaleh ini dapat bermacam-macam (kecuali zakat) sesuai dengan konteks yang melingkupinya, serta dapat mencakup daerah yang berbeda-beda. Beberapa contoh dari amal shaleh ini misalnya: pemberian santunan bagi fakir miskin, pemberian bea siswa, pendirian rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, pendirian sekolah-sekolah, dan lain-lain. Cakupan amal shaleh ini dapat dimulai dari lingkup terdekat perusahaan kemudian melebar ke luar sejauh kemampuan perusahaan.

Secara sederhana fungsi tujuan perusahaan yang Islami dapat diformulasikan sebagai berikut:

Y = f (F, G) (1)Dimana Y : tujuan perusahaanF : tingkat keuntunganG : pengeluaran untuk shadaqah atau amal shaleh

Jika M menunjukkan tingkat keuntungan aktual, maka dapat dibuat formulasi :M = R – C – G (2)

Di manaM : tingkat keuntungan aktualR : penerimaan perusahaan keseluruhan (total revenue)C : Biaya-biaya (variabel maupun tetap) total (total cost)G : pengeluaran shadaqah

Jika p menunjukkan tingkat harga dan q menunjukkan kuantitas barang, maka:R = p q, dan C = C (q) (3)

Kurva permintaan dalam model ini diasumsikan berlereng negatif, tetapi adanya shadaqah akan dapat membantu meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan (karena masyarakat penerima shadaqah akan menambah jumlah konsumen). Karenanya, kita memperoleh: dp/dq < 0 dan dp/dG < 0 (4)Hubungan antara F dan M dapat dirumuskan sbb:

F = M – Z – U (5)Di mana

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

173

Page 16: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Z : Jumlah zakat yang dibayarkan atas keuntunganU : Beban tambahan atas keuntungan.

Jika diasumsikan tingkat zakat sama dengan z dan beban tambahan ini adalah sebesar u maka:Z = z M = (R – C – G) (6)U = u M = (R – C – G) (7)

Dengan mensubtitusikan persamaan (2), (6) dan (7) ke dalam persamaan (5) kita mendapatkan:F = (1 – -) (R – C - G) (8)

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas maka tujuan perusahaan adalah memaksimumkan fungsi tujuan (1) dengan kendala suatu tingkat keuntungan minimum , yaitu tingkat keuntungan yang memuaskan bagi para pemiliknya dan untuk menjaga kelangsungan usahanya. Hal ini dapat dirumuskan sbb :

Maksimumkan Y = f (F, G);dengan kendala = - F 0 (9)

Permasalahan maksimasi di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan persyaratan Kuhn Tucker. Untuk itu dapat dibuat fungsi Lagrangian sbb:

L = Y (F,G) + ( - F) (10)Necessary conditions yang diperlukan untuk maksimisasi ini adalah:dL/dq = (dY/df = ) (dR/dq = dL/dq) 0 (11)dL/dG = dY/dG + (1--) (dR/dG – 1) 0 (12)dL/dq q + dL/dG G = [(dY/dF + (1--) (dR/dq – dc/dq)]q +[dY/dG + (1--) (dY/dG – 1)] G = 0 (13)

q 0 (14)G 0 (15)dL/d = (F-) 0 (16)dL/d = (F-) = 0 (17) 0 (18)Mendasarkan pada asumsi yang beralasan bahwa q>0, G>0, maka diperoleh:

(dR/dq – dc/dq = 0) atau MR = MC (19)dR/dG = 1 – YG/ YF 1/ (1--) atau dR/dG = 1 – rGF/ (1--) (20)di mana :

MR : Marginal RevenueMC : Marginal CostrGF : Tingkat subtitusi marjinal antara pengeluaran untuk sedekah dengan pembagian

keuntungan GG,F = YG/ YF

Kuhn Tucker second order condition membutuhkan determinan positif: d2L/dq2 d2L/dq dG d/dq

d2L/dG dq d2L/dG2 d/dG d/dq d/dG 0

174 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 17: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Persamaan (19) menunjukkan bahwa keseimbangan perusahaan yang Islami terjadi pada saat marginal revenue sama dengan marginal cost (MR=MC). Hal ini tidak berarti bahwa hasil yang optimal akan sama persis dengan dalam sistem ekonomi konvensional, sebab dalam perusahaan yang Islami dR/dq secara implisit merupakan fungsi dari G (shadaqah). Oleh karena itu, nilai output yang optimal akan bervariasi dalam dua kasus. Suatu perusahaan yang memiliki struktur biaya sama akan memiliki output keseimbangan dan harga keseimbangan yang lebih tinggi daripada pada perusahaan yang tidak Islami. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 1, DD merunjukkan kurva permintaan yang dihadapi oleh perusahaan yang tidak Islami sementara D'’i menunjukkan kurva permintaan yang dihadapi perusahaan yang Islami. D'’'’mencerminkan asumsi bahwa dalam suatu perekonomian yang Islami dp/dG > 0.

Persamaan (20) menunjukkan bahwa dalam suatu perekonomian yang Islami proporsi penerimaan yang disalurkan untuk shadaqah akan tergantung pada marginal rate of subtitution antara keuntungan yang dibagikan dan shadaqah (rGF), sebagaimana juga antara tingkat zakat dengan tingkat beban tambahan atas keuntungan. Semakin tinggi tingkat beban tambahan atas keuntungan yang tidak dibagikan maka akan semakin rendah proporsi penerimaan yang disalurkan untuk shadaqah. Hal ini wajar, sebab diasumsikan bahwa beban tambahan yang lebih tinggi akan dikumpulkan untuk tujuan mencapai tingkat shadaqah yang lebih tinggi.

Dalam perusahaan yang tidak Islami necessary condition untuk optimasi keuntungan hanyalah MR=MC saja, sebab rGF = 0.

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

175

Page 18: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

RAGAM INDUSTRI DALAM AL QUR’AN

176 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Gambar 1Keseimbangan pada Perusahaan yang Islami dan yang Tidak Islami

D` D P

P

q q` q

p dan q menunjukkan titik keseimbangan keuntungan maksimum pada perusahaan yang tidak Islamip’ dan q’ menunjukkan titik keseimbangan keuntungan maksimum pada perusahaan yang Islami

DMR`

D`

MR

Page 19: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

Lampiran 2

INDUSTRI MASA LAMPAU DALAM AL QUR’AN“Nabi Daud adalah tukang besi pembuat senjata, Nabi Adam adalah seorang petani, Nabi Nuh seorang tukang kayu, Nabi Idris seorang tukang jahit, dan Nabi Musa adalah penggembala” (HR Al Hakim)

KEGIATAN INDUSTRI PADA MASA ISLAM AWALMasyarakat Islam pada masa awal, yaitu di masa Rasulullah saw dan Khulafaur

Rasyidin, adalah masyarakat yang produktif. Pada abad 14 M seorang penulis muslim dari Tilmizan, Andalus – yaitu Abul Hasan bin Mas’ud al Khuza’ie al Andalusiy – telah menulis sebuah buku yang berjudul Takhrijud Dalalah As Sam’iyyah ‘Ala Ma Kana Fii ‘Ahdi Rasulillah S.A.W Minal Hirafi Wasshina’ati Wal ‘Umalat Is Syar’iyyah (Bukti-bukti Otentik tentang Usaha Industri di Zaman Rasulullah s.a.w). Dalam bukunya yang terdiri atas 10 jilid tersebut, sebagaimana dikutip oleh Ahmad (1979, h.44-47), dinyatakan bahwa pada masa Rasulullah terdapat kurang lebih 178 buah usaha industri dan bisnis yang menggerakkan perekonomian masyarakat pada masa itu.Di antara berbagai industri tersebut, terdapat 12 macam yang menonjol, yaitu :

1. Pembuatan senjata dan segala usaha dari besi2. Perusahaan tenun-menenun3. Perusahaan kayu dan pembuatan rumah/bangunan4. Perusahaan meriam dari kayu5. Perusahaan perhiasan dan kosmetik6. Arsitektur perumahan7. Perusahaan alat timbangan dan jenis lainnya8. Pembuatan alat-alat berburu9. Perusahaan perkapalan10. Pekerjaan kedokteran dan kebidanan11. Usaha penterjemahan buku12. Usaha kesenian dan kebudayaan lainnya

INDUSTRI DALAM ALQUR’ANAl Qur’an telah mengabarkan tentang berbagai jenis industri yang umumnya terdapat

pada masa lampau. Hal ini tentu saja untuk menunjukkan nilai penting kegiatan industri bagi kehidupan manusia, di samping sebagai suatu pelajaran sejarah tentang aktifitas manusia pada masa lalu. Secara umum akan diperoleh gambaran bahwa jenis industri yang dikerjakan oleh manusia pada masa lalu telah cukup beragam, meskipun kemungkinan teknologi yang digunakan

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

177

Page 20: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

relatif lebih sederhana jika dibandingkan dengan masa kemudian. Pemaparan di dalam Al Qur’an ini juga meunjukkan betapa Allah telah memberikan banyak kenikmatan berupa sumber daya ekonomi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

INDUSTRI BESI, BAJA, DAN KUNINGAN “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami…. Dan Kami

telah melunakkan besi untuknya. Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah amalan shaleh” (Saba’ : 10 -11)

Ayat-ayat ini menunjukkan kegiatan pengolahan besi yang dilakukan oleh Nabi Daud a.s. dan umatnya. Pengolahan besi untuk berbagai perangkat, khususnya baju perang, telah meluas di jaman Nabi Daud. Sebagian ahli tafisr menafsirkan makna ayat 11 sebagai anjuran untuk membuat baju perang dari besi, sebab baju ini dapat melindungi dari senjata tajam musuh. Sebagian ahli tafsir lain memahami bahwa ayat ini merupakan anjuran/peringatan kepada Nabi Daud agar tidak hanya bekerja keras mencari nafkah dengan membuat baju-baju besi, tetapi harus lebih banyak melakukan amal shaleh. Pemanfaatan besi juga termaktub dalam Al Kahfi : 96 :

“Berilah aku potongan-potongan besi hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak ) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: ‘Tiuplah api itu”.

Al Qur’an menyebutkan pemanfaatan kuningan ketika menceritakan kisah Nabi Sulaiman a.s : “… Dan kami alirkan cairan tembaga baginya”. (Saba’ : 12) “Ketika besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata, ‘Berilah aku

tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu “ (Kahfi : 96)

INDUSTRI PERHIASAN EMAS DAN PERAK, MUTIARA, SUTERA

“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya” (Al Insan: 15-16)

“Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera” (Al Hajj: 23)

“… dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah” (Al Kahfi: 31)

“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan” (Ar Rahman: 22,38)

INDUSTRI KULIT, TEKSTIL DAN KACA “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia

menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawanya) di waktu kamu berjalan dan waktu bermukim dan (dijadikanNya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah

178 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA

Page 21: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu) dan Dia jadikan bagimu pakaian yang melindungimu dari panas” (An Nahl: 80)

“Dikatakan kepadanya: ‘masuklah kamu ke dalam istana’, Maka takala ia melihat lantai istana itu dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya, Berkatalah Sulaiman : ‘sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari batu kaca”… (An Naml: 44).

Ayat di atas menceritakan kekaguman Ratu Balqis terhadap lantai istana Nabi Sulaiman yang mengkilat bagai air. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu itu telah ada produksi istana dari kaca (batu pualam ?)

INDUSTRI KERAMIK, BATU BATA, DAN BANGUNAN

“Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu , yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung …” (Ali Imran : 49).

Ayat ini menceritakan peristiwa Nabi Isa menghadapi kaumnya, di mana kemudian tembikar berbentuk burung tersebut ditiupnya (dan atas izin Allah) berubah menjadi seekor burung yang nyata.

“… Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untuk bangunanku yang tinggi …” (Al Qashash : 38)

“Dan berkatalah Fir’aun, ‘hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit…” (Al Mukmin : 36-37).

Kedua ayat ini menceritakan kisah pada masa Nabi Musa, yaitu ketika Fir’aun meminta Hamam untuk membuatkan bangunan yang megah baginya.

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat kepada kaum ‘Aad ? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain “ (Al Fajr : 6-8)

“… Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanah-Nya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungNya untuk dijadikan rumah … “(Al A’raaf : 74)

“Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah” (Al Fajr : 9)

INDUSTRI PERKAPALANAl Qur’an telah menceritakan bagaimana Nabi Nuh a.s dan uamtnya membangun sebuah

bahtera yang besar untuk menampung orang-orang yang beriman dari banjir besar. Kisah Nabi Nuh ini misalnya :

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, … Dan mulailah Nuh membuat bahtera… Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung …” (Huud : 37,38,42)

Bab 8 Prinsip-Prinsip Produksi

179

Page 22: Sss - people economics file · Web viewKegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi

“Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan kami,…”(Al Qamar : 13-14)

INDUSTRI MINYAK NABATI DAN PERTAMBANGAN “Dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaytun) yang menghasilkan minyak dan

makanan bagi orang-orang yang makan “ (Al Mu’minuun : 20) “… Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai

manfaat bagi manusia …” (Al Hadiid : 25)

180 Pengantar Ekonomika Mikro Islami - MBHA