SPTB UKD 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kerangka Budidaya Kedelai

Citation preview

15

TUGAS SISTEM PERTANIAN TERPADU BERKELANJUTAN

KERANGKA RENCANA BUDIDAYA KEDELAI (Glycine max) DALAM SISTEM AGROFORESTRY DENGAN PUPUK N, P, PUPUK MIKRO, DAN PUPUK ORGANIK

Disusun oleh :

Nama : Rosyid Abdul Hamid

NIM : H 0512105PROGRAM PENDIDIKAN PETERNAKAN BFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013DAFTAR ISIHALAMAN SAMPUL .iDAFTAR ISI .iiI. PENDAHULUAN ..1

A. Latar Belakang ....1

B. Permasalahan ...2

C. Tujuan ..2

II. TINJAUAN PUSTAKA .3

A. Tanaman Kedelai (Glycine max) .3

B. Sistem Agroforestry .....5

C. Pupuk Nitrogen (N) .7

D. Pupuk Fosfor (P) .8

E. Pupuk Mikro ....9

F. Pupuk Organik (Pupuk Kandang) ..10III. METODE / PELAKSANAAN KEGIATAN .....12A. Tempat Budidaya ..12B. Waktu Kegiatan Budidaya 12C. Bahan dan Alat ..13D. Pelaksanaan Budidaya ..15IV. TARGET HASIL YANG DIDAPAT .18DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangKedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai menjadi komoditas pertanian yang sangat penting, karena memiliki kegunaan yang beragam. Kedelai dapat dikonsumsi langsung dan dapat juga digunakan sebagai bahan baku agroindustri seperti tempe, kecap, tahu, dan bahan baku industri pakan ternak. Kedelai juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Yang paling pokok kedelai merupakan sumber utamaproteinnabati danminyaknabatidunia.Tanaman kedelai banyak ditanam di hutan lindung (protection forest) yaitu kawasan hutan yang ditetapkan sebagai pemelihara fungsi ekologis kawasan. Meskipun sebenarnya bukan merupakan kawasan yang tepat sebagai lahan budidaya, namun karena lahan pertanian semakin berkurang sedangkan kebutuhan masyarakat semakin meningkat maka hutan lindung terpakai sebagai lahan pertanian dengan sistem agroforestry.

Selain untuk memelihara fungsi ekologi hutan lindung juga dapat menjalankan fungsi ekonomi sebagai lahan budidaya. Kombinasi antara tanaman kedelai dengan pohon yang tinggi kemungkinan terjadi kompetisi cahaya, namun untuk air dan hara tidak terjadi kompetisi. Permasalahan lahan agroforestry pada umumnya adalah tingkat kesuburan tanah yang rendah. Kedelai yang ditanam pada lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah tidak dapat berproduksi optimum, sehingga menghasilkan polong hampa.

Kendala budidaya tanaman di hutan lindung Gunung Gajah tersebut adalah jumlah polong hampa yang tinggi. Penelitian Purnomo et al (2009) berhasil mengurangi polong hampa melalui pemupukan nitrogen (N), fosfor (P), molybdenum (Mo), serta magnesium (Mg). Keberhasilan tersebut perlu dimantapkan dengan penggunaan pupuk organik sumber daya lokal yaitu pupuk dari kotoran kambing.

B. PermasalahanPermasalahan dalam rencana budidaya kedelai ini adalah :

1.

Apakah tanaman kedelai dapat menghasilkan jumlah produk yang diharapkan para petani di lahan agroforestry?

2.

Apakah jumlah polong hampa dapat turun melalui pemupukan N, P, pupuk mikro dan pupuk organik sumber daya lokal?

3.

Kedelai varietas apakah yang sesuai untuk budidaya organik di lahan agroforestry?

C. Tujuan

Budidaya ini bertujuan untuk meningkatkan produksi kedelai yang semakin menurun akibat pengalihan lahan tanam dengan memanfaatkan sistem agroforestry menggunakan pemupukan N, P, pupuk mikro dan pupuk organik sumber daya lokal serta menetapkan varietas kedelai yang sesuai dalam budidaya organik di lahan agroforestry.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kedelai (Glycine max)

Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai banyak fungsi. Produksi kedelai domestik terus mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya areal tanam. Untuk mencukupi kebutuhan kedelai domestik, pemerintah melekukan impor kedelai. Penurunan areal tanam kedelai disebabkan oleh rendahnya tingkat partisipasi petani dalam menanam kedelai karena usaha tani kedelai dinilai tidak mampu memberikan keuntungan yang memadai. Pelaksanaan program kebijakan insentif merupakan salah satu upaya untuk memacu peningkatan kedelai menuju swasembada (Zakaria, 2010).

Sementara itu swasembada produksi kedelai di dalam negerai dihadapkan pada suatu masalah yaitu tingginya harga pupuk. Menurut Bertham (1997) sebagai tanaman yang banyak mengandung protein, kedelai memerlukan banyak unsur hara terutama unsur nitrogen dan fosfor untuk pertumbuhannya. Unsur tersebut mampu dipenuhi dari penambahan pupuk buatan pada penanaman kedelai, sementara itu harga pupuk yang tinggi akan menjadikan petani kedelai beralih pada komoditas lain yang tidak memerlukan pupuk dalam jumlah tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka produksi kedelai nasional akan semakin turun, maka perlu diupayakan alternative untuk memulihkan produksi kedelai nasional, salah satunya adalah dengan penggunaan pupuk hayati, misalnya dalam bentuk inokulan jasad renik tanah seperti Rhizobium, fungi mychroriza asbuskular (FMA), dan lain sebagainya.Rhizobium merupakan organisme yang mampu bersimbiosis dengan tanaman kedelai untuk memenuhi kebutuhan unsur hara nitrogen (N) pada tanaman sebanyak 60%. Dalam penelitian Balitkabi (2008) efektifitas simbiosis tersebut antaara lain dipengaruhi oleh populasi rhizobium di dalam tanah. Jumlah rhizobium di dalam tanah sudah cukup apabila populasinya 1.000 sel rhizobium/g tanah. Jumlah Rhizobium di dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Balitkabi dalam budidaya tanaman kedelai petani sering menggunakan pestisida untuk perlakuan benih, inilah salah satu faktor yang mempengaruhi populasi Rhizobium. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa dari delapan isolate rhizobium yang diteliti, ternyata semua isolate tidak tumbuh pada media yeast ekstrak manitol (YEM) yang mengandung fungisida berbahan aktif Captan dan Mancozeb, sedangkan fungisida berbahan aktif Dinikonazol dan Benomil serta Metomil dan Karbosulfan tampaknya cukup aman untuk perlakuan benih kedelai. Selain itu hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pestisida Captan dan Mancozeb dapat menurunkan pembentukan bintil akar.Faktor benih yang digunakan juga turut mempengaruhi hasil produksi dari tanaman kedela. Menurut Suastika (1997), untuk mendapatkan hasil yang tinggi, benih yang digunakan perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut daya kecambah tinggi (di atas 80%), kemudian benih yang digunakan merupakan benih murni (tidak tercampur oleh varietas lain) dan bersih (tidak tercampur biji-bijian tanaman lain dan kotoran), selain itu benih tidak keriput dan tidak luka/tergores. Umur benih tidak lebih dari 6 bulan sejak dipanen, semakin baru benih maka akan semakin baik mutunya. Jumlah benih yang diperlukan untuk setiap hektar lahan adalah 40-45 kg.

Kedudukan tanaman kedelai dalam klasifikasi tanaman termasuk pada kingdom plantae, divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas dycotlyledonae, ordo polypetales, family leguminosae (Papilionaccae), sub family papilionoideae, genus glycine, dan termasuk dalam spesies Glycine max L. (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).Salah satu varietas kedelai yang sering dibudidayakan oleh petani adalah Varietas Grobogan. Varietas Grobogan merupakan salah satu pilihan petani dari beberapa varietas unggul nasional yang telah dilepas khususnya untuk daerah Grobogan dan sekitarnya sehingga kenaikan produksi kedelai diharapkan semakin cepat dapat dicapai. Produktivitas rata-rata yang bisa dicapai oleh kedelai varietas Grobogan sebesar 2,77 ton/ha dan potensi hasilnya 3,40 ton/ha, sementara rata-rata produktivitas tingkat nasional sebesar 1,3 ton/ha. Karakter dari varietas Grobogan adalah mempunyai umur panen kurang dari 80 hari, memiliki ukuran biji besar (16-20 g/100 biji), warna biji putih kekuningan (Rozi, 2008). Varietas lain yang sering dibudidayakan adalah Varietas Kaba yang memiliki umur panen 85 hari (Suhartina, 2005).

Tanaman kedelai memerlukan sinar matahari penuh untuk dapat tumbuh normal. Intensitas cahaya matahari penuh untuk dapat tumbuh normal. Intensitas cahaya matahari yang terhalang oleh tanaman lain yang lebih tinggi akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis tanaman, khususnya dalam aktivitas fotosintesis. Tanaman kedelai yang ternaungi akan mencapai titik kejenuhan cahaya, akibatnya laju fotosintesis lebih rendah dibandungkan tanaman yang ditanam di lingkungan yang tidak ternaungi (Susanto dan Sundari, 2011). B. Sistem Agroforestry

Agroforestry secara sederhana berarti jenis pohon pada lahan pertanian yang berfungsi ganda sebagai sumber pendapatan petani dan perlindungan tanah dan air di sekitarnya. Sistem agroforestry terdiri dari berbagai macam pohon yang bervariasi umurnya sehingga memberikan hasil yang terus menerus. Secara fisik agroforestry mempunyai susunan kanopi yang tajuknya berjenjang dengan kedalaman perakaran yang beragam sehingga dapat berperan untuk mengurangi longsor, mengurangi limpasan permukaan, erosi, mengurangi pencucian hara, dan mempertahankan biodoversitas flora dan fauna tanah (Hairiah et al, 2008).

Sistem agroforestry mulai diminati masyarakat karena sistem ini merupakan salah satu sistem pertanian alternative untuk mengatasi tingginya laju konversi lahan pertanian (Guritno, 2006). Selain itu sistem agroforestry memungkinkan kombinasi yang ideal antara pohon yang tinggi tajuknya serta dalam perakarannya dan diikuti tanaman lain seperti pangan, sayuran, buah-buahan. Menurut Suhardi (2008) adanya tajuk tinggi akan mengurangi ekspose ke matahari dan angin sehingga penguapan menjadi lebh kecil. Peningkatan ketahanan pangan dengan menghindari kemungkinan krisis pangan adalah dengan menanam atau memelihara pangan di bawah tegakan sehingga terjadi hasil yang berlipat. Sistem agroforestry berpeluang sebagai lahan pertanaman untuk menunjang ketersediaan pangan tidak terkecuali kedelai.Namun disisi lain sistem agroforestry juga dihadapkan pada suatu kendala, yaitu kompetisi antara pohon dengan tanaman pertanian seperti cahaya, air dan hara, selain kompetisi antar tanaman. Ini berakibat pada perbedaan pertumbuhan dan hasil (Purnomo, 2008). Kompetisi tersebut mengakibatkan banyak polong hampa bagi budidaya kedelai. Polong hampa menunjukkan tanaman mengalami kendala dalam pembentukan atau pengisian biji (Purnomo et al, 2009).

Peristiwa pertumbuhan biji diawali dengan adanya proses penyerbukan dan setelah itu dilanjutkan dengan pembuahan. Buluh serbuk sari menembus ke dalam jaringan tangkai putik menuju liang bakal biji(mikropil). Inti generative akan membelah menjadi 2 yaitu ini generative I dan II, sementara itu inti vegetatif akan memandu tumbuhnya buluh serbuk. Selanjutnya terjadi pembuahan satu inti sperma dengan sel telur dan terbentuklah zigot yang nantinya akan berkembang menjadi embrio. Inti sperma yang lain akan membuahi inti kandung lembaga sekunder dan akan berkembang menjadi endosperma. Selama tahapan perkembangan dini, benih legume (nonendospermik) memperoleh haranya dari endosperma yang mengelilingi embrio dalam kantung embrio (Wartoyo et al., 2007).Di dalam proses pemasakan dan pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimumnya proses tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal yang berasal dari dalam tanaman (biji) itu sendiri dan faktor eksternal yang lebih berorientasi pada lingkungan. Faktor internal meliputi jenis tanaman yang dilihat dari proses translokasi yang terjadi dalam pembentukan biji dan keberagaman gen antar varietas yang berpengaruh terhadap proses pengisian dan pemasakan biji. Sutoro et al (2008), menyatakan bahwa semakin lanjut pertumbuhan tanaman semakin banyak daun yang luruh, sehingga daun yang berfotosintesis menjadi lebih rendah. Pertumbuhan kedelai memiliki kendala yang lebih besar pada fase reproduksi daripada fase vegetative. Periode pengisian biji pada kedelai merupakan fase paling kritis.Faktor eksternal yang mempengaruhi proses pemasakan dan pengisian biji antara lain faktor lingkungan meliputi iklim dan kondisi lahan. Biji yang berada dalam kondisi kelembaban yang cukup tinggi akan menghambat pencapaian masak fisiologis sehingga proses tersebut agak lama tercapai. Hal ini karena pengurangan kadar air dalam biji terhambat / membutuhkan banyak energi. Kondisi pada lahan agroforestry pada umumnya adalah kahat unsur hara, sehingga kesuburan tanahnya sangat rendah. Selain itu faktor teknik budidaya juga berpengaruh. Tindakan teknik budidaya yang berpengaruh terhadap pemasakan dan pengisian biji ini antara lain saat tanam, pemberian air, pemupukan, jarak tanam, dan saat panen (Wartoyo et al., 2007).

C. Pupuk Nitrogen (N)

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam. Siklus N dimulai dari fiksasi N2 atmosfer secara fisik/kimiawi yang menyuplai tanah bersama presipitasi (hujan), dan oleh mikrobia baik secara simbiotik maupun nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat tanaman inangnya atau setelah mati. Sel-sel mati ini bersama dengan sisa-sisa tanaman/hewan akan menjadi bahan organik yang siap didekomposisikan dan melalui serangkaian proses mineralisasi (aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi) akan melepaskan N-mineral (NH4+ dan NO3-) yang kemudian diimobilisasikan oleh tanaman atau mikrobia. Gas amoniak hasil proses aminisasi apabila tidak segera mengalami amonifikasi akan segera tervolatilisasi (menguap) ke udara, begitu pula dengan gas N2 hasil denitrifikasi nitrat, keduanya merupakan sumber utama N2 atmosfer. Kehilangan nitrat dan ammonium melalui mekanisme pelindian (leaching) merupakan salah satu penyebab penurunan N dalam tanah (Hanafiah, 2007).Penurunan kadar nitrogen (N) di dalam tanah akan berdampak pada tanaman yang dibudidayakan pada lahan tersebut. Menurut Winarso (2005), tanaman yang mengandung cukup nitrogen akan menunjukkan daun warna hijau tua yang artinya kadar klorofil dalam daun tinggi. Pigmen hijau dalam klorofil menyerap energi matahari sangat penting dalam awal aktivitas fotosintesis. Sedangkan fungsi fosfor di dalam tanaman adalah dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas bauh, sayuran, biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji.Sedangkan menurut Abdurahman et al (2004), penilaian respon tanaman padi terhadap nitrogen lebih tepat menggunakan variable jumlah anakan. Tanaman yang kekurangan pupuk fosfor selain hasilnya kurang, umur panen juga lebih panjang. Pada musim kemarau, tanaman lebih responsive terhadap pemberian pupuk kalium. Respon tersebut lebih stabil pada tanaman yang mendapatkan pupuk lengkap nitrogen, fosfor dan kalium.Tinggi tanaman dan jumlah anakan ditetapkan sebagai variable utama untuk melihat perubahan pertumbuhan tanaman yang diakibatkan oleh pemberian pupuk. Tinggi tanaman dari awal pertumbuhan hingga memasuki fase generative pada petak yang hanya mendapatkan tambahan pupuk nitrogen lebih rendah dibandingkan dengan diberi pupuk kalium yang disertai dengan maupun tanpa nitrogen.D. Pupuk Fosfor (P)

Pupuk anorganik utamanya fosfor merupakan salah satu hara makro esensial dan berguna bagi tanaman dalam memacu pertumbuhan akar tanaman, memperbaiki sistem perakaran, sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara lebih banyak, tanaman menjadi sehat dan kuat serta menggiatkan titik tumbuh tanaman. Fosfor juga dapat mempercepat proses perkecambahan benih. Selain itu pemberian fosfor juga dapat mempercepat pemasakan buah dan biji serta dapat meningkatkan jumlah biji (Lapanjang, 2006). Tanggapan tanaman kedelai terhadap pemupukan fosfat tercermin pada pertumbuhan, penambahan pupuk fosfat dapat meningkatkan luas daun, biomassa, berat biji pertanaman, dan berat 1000 biji (Sumijati, 2009).Menurut Wijarnoko dan Sudaryono (2008), pada berbagai status hara dalam tanah, pupuk fosfor (P) diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimum. Pada status hara yang lebih rendah, jumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah untuk mencapai pertumbuhan tanaman optimum semakin besar. Sebaliknya, pada tanah dengan status hara tinggi, kebutuhan pupuk bagi tanaman semakin rendah. Pemberian pupuk fosfor (P) pada tanah dengan status hara yang sudah tinggi berpotensi menurunkan hasil, karena pemupukan P dalam dosis tinggi menyebabkan terjadinya kompetisi dengan unsur lainnya, terutama Zn dan Fe.

Sumber utama P larutan tanah, di samping dari pelapukan bebatuan / bahan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Umumnya kadar P dari larutan organik adalah 1% yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N=10 (matang) dapat dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg pupuk TSP). Unsur ini berperan penting dalam pembentukan biji dan buah (Hanafiah, 2007).E. Pupuk Mikro

Pupuk mikro yang digunakan dalam budidaya ini adalah pupuk mikro yang mengandung berbagai unsur seperti tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), dan seng (Zn). Masing-masing unsur tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda, unsur tembaga misalnya berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi yang terjadi di dalam tanaman. Besi (Fe) berperan sebagai katalis dalam pembentukan klorofil dan berfungsi sebagai pembawa oksigen. Sedangkan unsur mangan (Mn) berfungsi sebagai bagian dari sistem enzim di dalam tanaman, selain itu juga berfungsi sebagai activator untuk beberapa reaksi metabolik penting dalam fotosintesis dalam hubungannya dengan pembentukan klorofil. Unsur seng (Zn) sendiri berfungsi dalam sintesis senyawa pertumbuhan tanaman dan dibutuhkan untuk memproduksi klorofil serta karbohidrat (Winarso, 2005).

Unsur hara yang lainnya adalah molybdenum (Mo) dan boron (B). Menurut Sulastri (2005), unsur hara mikro yang selama ini belum diperhatikan ternyata sangat penting untuk produksi benih. Molibdenum (Mo) yang disemprotkan sebagai pupuk daun dapat menaggulangi turunnya produksi benih. Kekurangan Boron (B) saat perkecambahan menurunkan jumlah biji bernas. Keduanya berpengaruh terhadap terhambatnya pembungaan dan pembentukan biji. Terlebih lagi benih-benih yang diproduksi pada kondisi kekurangan boron akan mengakibatkan daya tumbuh yang rendah dan banyak menghasilkan kecambah yang tidak normal.Kandungan lain dari pupuk mikro majemuk yang digunakan adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) yang merupakan unsur hara makro sekunder. Unsur hara sekunder tersebut sangat dibutuhkan tanaman namun jumlahnya tidak sebanyak unsur hara primer. Unsur kalsium (Ca) berfungsi dalam membentuk senyawa bagian dari dinding sel yang mempeerkuat struktur tanaman. Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+, terutama berperan sebagai penyusun klorofil (satu-satunya mineral), tanpa klorofil fotosintesis tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai aktivator enzim. Secara umum rata-rata menyusun 0,2% bagian tanaman, sebagian besar terdapat di daun tetapi seringkali dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bebijian padi, jagung, sorghum, kedelai, dan kacang tanah. Unsur sulfur (S) berperan penting terutama sebagai komponen asam amino penyusun protein (Hanafiah, 2007).

F. Pupuk Organik (Pupuk Kandang)

Pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari bahan-bahan alami yang tersedia di alam yang diolah baik secara sederhana (proses fermentasi dan pengomposan) atau secara modern melalui pabrik. Aplikasi pupuk organik dalam tanah selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, juga menambah unsur hara mikro dalam tanah, menggemburkan tanah,memperbaiki kemasaman tanah (meningkatkan pH tanah), memperbaiki porositas tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyediakan oksigen bagi perakaran tanaman. Yang lebih penting dari itu semua, penggunaan pupuk organik akan menjaga tanah sebagai tempat tumbuh tanaman tetap sehat (Anonim, 2007). Menurut Kustantinah dan Adiwimarta (2007), proses pembuatan pupuk kotoran kambing dimulai dengan menempatkan kotoran kambing pada tempat pembuatan pupuk kandang dan diberi serbuk gergaji, abu, dan kapur. Kemudian tiap seminggu selama 3 kali dilakukan pengadukan untuk menambah suplai oksigen. Setelah itu pupuk diayak untuk memisahkan dari bahan yang tidak diinginkan.Salah astu jenis pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kandang kambing. Menurut Dierolf et al (2001), kandungan hara pada pupuk kotoran kambing di Asia Tenggara terdiri dari 0,8% nitrogen, 0,7% fosfor, 1,5% kalium, dan 0,8% kalsium, cukup tinggi apabila dibandingkan dengan kotoran sapi yang hanya terdiri 0,3% nitrogrn, 0,1% fosfor, dan 0,1% kalium.

Fungsi dari pemberian bahan organik menurut Samekto (2006), tidak hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, dan memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH, kapasitas tukar kation (KTK), serapan hara, menurunkan Al-dd, serta struktur tanah menjadi lemah, selain itu menurut Sukristiyonubowo et al (2003) pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan fosfor (P) tersedia dalam tanah secara langsung dan tidak langsung. Penambahan P secara tidak langsung terjadi karena pada proses dekomposisi bahan organik dihasilkan asam-asam organik yang mampu menonaktifkan anion-anion pengikat fosfat, yaitu Al dan Fe, dan membentuk senyawa logam organik.Pengurasan bahan organik dari tanah setelah panen terjadi umumnya kurang diperhatikan, maka menurut Kartasapotra (2002), salah satu usaha untuk mengatasi kekurangan bahan-bahan organik dan zat-zat mineral dalam tanah sebagai akibat pengangkutan maka perlu pengembalian sisa-sisa tanaman, pupuk kandang, pupuk hijau, dan pemberian pupuk anorganik ke dalam tanah. Khusus untuk pengembalian sisa-sisa tanaman (pada musim tanam sebelumnya) ataupun dari sumber lain, biasanya dipadukan dengan sistem pengolahan yang hendak dilakukan. Pupuk kandang yang sering digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing.III. METODE (PELAKSANAAN KEGIATAN)A. Tempat BudidayaBudidaya kedelai ini akan dilaksanakan di Desa Gunung Gajah, Cawas, Klaten dengan luas lahan yang digunakan untuk budidaya kedelai ini adalah sekitar 1 hektar dimana tempat tersebut merupakan sebuah lahan pertanian dengan sistem budidaya agroforestry. Menurut Hairiah etal (2008), agroforestry secara sederhana didefinisikan sebagai penanaman berbagai jenis pohon pada lahan pertanian yang berfungsi ganda sebagai sumber pendapatan petani dan perlindungan tanah dan air di sekitarnya. Pemilihan lahan agroforestry didasarkan pada penjelasan Guritno (2006), sistem agroforestry mulai diminati masyarakat karena sistem ini merupakan salah satu sistem pertanian alternative untuk mengatasi tingginya laju konversi lahan pertanian. Tempat budidaya ini terletak pada 1100 39 9,54 BT dan 70 45 8,77 LS, pada ketinggian antara 550-590 m dari permukaan laut (m dpl), dengan jenis tanah inceptisol. Tanah inceptisol merupakan tanah muda dan tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga tanah ini cukup subur. Penggunaan tanah ini diperkirakan dapat meminimalisir penggunaan pupuk sehingga dapat menekan biaya produksi. Intensitas cahaya pada daerah tersebut 67,96% dan pH tanah 5,56.B. Waktu Kegiatan Budidaya

Umur tanaman kedelai menurut varietas dari masa tanam sampai panen sekitar kurang dari 80 hari untuk benih kedelai varietas Grobogan (Rozi, 2008). Sehingga diperlukan katepatan dalam menentukan waktu tanam benih kedelai, agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Maka dalam budidaya kedelai ini dilakukan penenaman benih menjelang akhir musim hujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Dengan demikian waktu budidaya kedelai dilaksanakan awal bulan Juli sampai bulan September.

C. Bahan dan Alat

1. Bahan

a) Benih kedelai varietas Grobogan

Dipilih karena merupakan salah satu varietas kedelai yang sering dibudidayakan oleh petani. Varietas Grobogan merupakan salah satu pilihan petani dari beberapa varietas unggul nasional yang telah dilepas khususnya untuk daerah Grobogan dan sekitarnya sehingga kenaikan produksi kedelai diharapkan semakin cepat dapat dicapai. Produktivitas rata-rata yang bisa dicapai oleh kedelai varietas Grobogan sebesar 2,77 ton/ha dan potensi hasilnya 3,40 ton/ha, sementara rata-rata produktivitas tingkat nasional sebesar 1,3 ton/ha. Karakter dari varietas Grobogan adalah mempunyai umur panen kurang dari 80 hari, memiliki ukuran biji besar (16-20 g/100 biji), warna biji putih kekuningan (Rozi, 2008).b) Pupuk Organik

Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang dari kotoran kambing. Alasan menggunakan pupuk kandang dari kotoran kambing antara lain karena banyaknya masyarakat sekitar yang beternak kambing, selain itu unsur hara yang terkandung dalam kotoran kambing cukup tinggi dan lebih lengkap dibandingkan pupuk kandang yang lain. Menurut Dierolf et al (2001), kandungan hara pada pupuk kotoran kambing di Asia Tenggara terdiri dari 0,8% nitrogen, 0,7% fosfor, 1,5% kalium, dan 0,8% kalsium, cukup tinggi apabila dibandingkan dengan kotoran sapi yang hanya terdiri 0,3% nitrogrn, 0,1% fosfor, dan 0,1% kalium.

c) Pupuk MikroPupuk mikro yang digunakan dalam budidaya ini adalah pupuk mikro yang mengandung berbagai unsur seperti tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), dan seng (Zn). Unsur hara yang lainnya adalah molybdenum (Mo) dan boron (B). Menurut Sulastri (2005), unsur hara mikro yang selama ini belum diperhatikan ternyata sangat penting untuk produksi benih. Molibdenum (Mo) yang disemprotkan sebagai pupuk daun dapat menaggulangi turunnya produksi benih. Kekurangan Boron (B) saat perkecambahan menurunkan jumlah biji bernas. Keduanya berpengaruh terhadap terhambatnya pembungaan dan pembentukan biji. Terlebih lagi benih-benih yang diproduksi pada kondisi kekurangan boron akan mengakibatkan daya tumbuh yang rendah dan banyak menghasilkan kecambah yang tidak normal.d) Pupuk PosphatPupuk anorganik utamanya fosfor merupakan salah satu hara makro esensial dan berguna bagi tanaman dalam memacu pertumbuhan akar tanaman, memperbaiki sistem perakaran, sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara lebih banyak, tanaman menjadi sehat dan kuat serta menggiatkan titik tumbuh tanaman. Fosfor juga dapat mempercepat proses perkecambahan benih. Selain itu pemberian fosfor juga dapat mempercepat pemasakan buah dan biji serta dapat meningkatkan jumlah biji (Lapanjang, 2006). Tanggapan tanaman kedelai terhadap pemupukan fosfat tercermin pada pertumbuhan, penambahan pupuk fosfat dapat meningkatkan luas daun, biomassa, berat biji pertanaman, dan berat 1000 biji (Sumijati, 2009).e) Pupuk UreaPenggunaan pupuk urea karena dikhawatirkan di lahan agroforestry terjadi kekurangan kadar nitrogen (N). Penurunan kadar nitrogen (N) di dalam tanah akan berdampak pada tanaman yang dibudidayakan pada lahan tersebut. Menurut Winarso (2005), tanaman yang mengandung cukup nitrogen akan menunjukkan daun warna hijau tua yang artinya kadar klorofil dalam daun tinggi. Pigmen hijau dalam klorofil menyerap energi matahari sangat penting dalam awal aktivitas fotosintesis. Sedangkan fungsi fosfor di dalam tanaman adalah dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas bauh, sayuran, biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji.2. Alat

Alat yang digunakan dalam budidaya ini antara lain: cangkul, sabit, traktor, tugal, alat semprot, alat pemotong padi.D. Pelaksanaan Budidaya1. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan pada saat sebelum tanam, dengan cara mencangkul tanah agar tanah menjdi gembur dan rata serta bersih dari tumbuhan penggangu (gulma). Setelah pengolahan tanah dilakukan, tanah kemudian didiamkan selama 3 hari agar kseimbangan lingkungan tanah menjadi mantap.

2. Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk organik dilakukan pada saat pengolahan tanah, kemudian saat penanaman diberikan pupuk makro (urea dan SP36) sesuai takaran. Setelah itu tiap 2 minggu selama 3x diberikan pupuk mikro dengan cara disemprotkan pada tanaman.

3. Penanaman

Penanaman dilakukan secara bersamaan dengan metode direct seeding, yaitu membuat lubang tanam sedalam kira-kira 5 cm pada lahan budidaya dengan menggunakan tugal. Benih kedelai ditanam pada lubang, jarak antar lubang sekitar 50-60 cm, kebutuhan benih tiap lubang tanam adalah 2 biji.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi pengairan yang dilakukan setiap 3 minggu sekali, serta dilakukan penyiangan untuk mengurangi pertumbuhan gulma.

5. Pemanenan

Pemanenan kedelai varietas Grobogan dilakukan saat tanaman kedelai telah memasuki umur panen yaitu 76 hari atau kurang dari 80 hari (Rozi, 2008). Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya segera dapat dijemur.

Pemungutan dilakukan dengan cara :

a) Pemungutan dengan cara mencabut

Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan.

b) Pemungutan dengan cara memotong

Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintilbintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat.6. Pasca Panen

a) Pengumpulan dan PengeringanSetelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu, atau di lantai semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering.

Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15 %. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang.

b) Penyortiran dan Penggolongan

Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukul-pukul dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi.

Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %.

c) Penyimpanan dan Pengemasan

Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung. Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 %.IV. TARGET HASIL YANG DIDAPAT

Produktivitas rata-rata yang bisa dicapai oleh kedelai varietas Grobogan sebesar 2,77 ton/ha dan potensi hasilnya 3,40 ton/ha, sementara rata-rata produktivitas tingkat nasional sebesar 1,3 ton/ha. Karakter dari varietas Grobogan adalah mempunyai umur panen kurang dari 80 hari, memiliki ukuran biji besar (16-20 g/100 biji), warna biji putih kekuningan (Rozi, 2008). Berdasarkan penjelasan diatas maka target hasil produksi kedelai dalam rencana budidaya ini adalah sekitar 2,77 ton/ha dengan perhitungan rata-rata yang bisa dicapai oleh varietas kedelai Grobogan.

Pencapaian produksi kedelai tersebut dapat dicapai dengan pemberian asupan pupuk, dengan dosis pupuk 75 kg/ha urea, 100 kg/ha SP36, 1,5 l/ha pupuk mikro yang mengandung Mg dan S, dan pupuk organik 5 ton/ha. Disamping itu juga memerlukan pestisida sekitar 2 liter untuk membunuh hama serangga. Berdasarkan perhitungan kami perkiraan analisis budidaya Kedelai Varietas Grobogan di lahan agroforestry (Desa Gunung Gajah, Cawas, Klaten) dengan luas lahan 1 hektar adalah sebagai berikut :1) Biaya Produksi

a) Sewa lahan 1 hektar, 1 musim tanam Rp. 400.000,-

b) Bibit: benih 40 kg @ Rp. 35.000,- Rp. 1.400.000,-c) Pupuk

- Urea: 75 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 135.000,-

- SP36: 100 kg @ Rp. 2000,- Rp. 200.000,-

- Pupuk mikro: 1,5 liter @ Rp. 50.000,- Rp. 75.000,-

- Pupuk organik: 5000 kg @ Rp. 500,- Rp. 2.500.000,-d) Pestisida : 2 liter @ Rp.100.000,- Rp. 200.000,-

e) Tenaga kerja

- Pengolahan tanah 30 OH Rp. 300.000,-

- Penanaman 60 OH Rp. 600.000,-

- Pemeliharaan 30 OH Rp. 300.000,-

f) Panen dan pasca panen Rp. 1.000.000,-

Jumlah biaya produksi Rp. 7.110.000,-2) Pendapatan 2770 kg @ Rp. 7.700,- Rp. 21.329.000,-3) Keuntungan Rp. 14.219.000,-

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Susanti dan Suhana. 2004. Efisiensi Penggunaan Pupuk pada Tanaman Padi Selama Dua Minggu Berturut-turut. J. Penelitian Tanaman Pangan Vol 23 (2). Hal 65-72. Pusat Pengembangan dan Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Anonim. 2007. Pupuk Organik Green Fertilizer. http://greenworldborneo.wordpress.com/2007/12/12/pupuk-organik-green-fertilizer%c2%ae/. Diakses pada 3 Juni 2013.

Anonim. 2009. Ketika Pupuk Mikro Terabaikan. http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=1888. Diakses pada 9 Juni 2013.Anonim. 2011. Tanah Inceptisol. http://semangatgeos.blogspot.com/2011/11/ tanah - inceptisol.html. Diakses pada 9 Juni 2013.

Anonim. 2013. Budidaya Tanaman Kedelai. http://warintek.bantulkab.go.id/web. Php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=59. Diakses pada 9 Juni 2013.Balitkabi. 2008. Aplikasi Rhizobium dan Mikoriza pada Tanaman Kedelai. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.Bertham, Y. 2007. Dampak Inokulasi Ganda Fungi Mikroriza Arbuskula dan Rhizobium Indigenous pada Tiga Genotipe Kedelai di Tanah Ultisol. J. Akta Agrosia Edisi Khusus No. 2 hlm 189-198, 2007.Dierolf, T., Thomas F., and E. Mulert. 2001. A Toolkit For Acid, Upland Soil Fertility Management In Southeast Asia.

Dinas Pertanian THP Kabupaten Grobogan. 2013. Harga Pasar Komoditas http://dinpertan.grobogan.go.id/harga-pasar-komoditas.html. Diakses pada 9 Juni 2013.Forth, II. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga. Jakarta.

Guritno, B. dan D. Purnomo. 2006. Tanggapan Varietas Tanaman Kedelai Terhadap Irradiasi Rendah. Agrosains Volume 8 No. 1, Januari-April 2006.

Hairiah, K., Widianto, dan Didik, S. 2008. Adaptasi dan Mitigasi Pemanasan Global: Bisakah Agroforestry Mengurangi Resiko Longsor dan Emisi Gas Rumah Kaca?. Bunga Rampai The Indonesia Network For Agroforestry Education (INAFE).

Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. dan Mul M. S. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Kustantinah, I. S., dan Adiwimarta. 2007. Beternak Kambing. Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Lapanjang, I. M. dan U. Made. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max) Pada Berbagai Dosis Fosfor dan Cara Pemberian Air. Agroland 14 (1) : 45-49, Maret 2006.

Prasastyawati, D. dan F. Rumawas. 1980. Perkembangan Bintil Akar Rhizobium javanicum Pada Kedelai. Bul.Agron. 21(1): 4.Purnomo, D. dan Mth. S.Budiastuti. 2008. Respon Tanaman Kedelai Dalam Sistem Tanam Tunggal dan Sistem Agroforestry Terhadap Taraf Irradiasi. Prosiding Seminar Nasional Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Tahun 2008.

Purnomo, D., Suryono, Triyono, dan Supriyadi. 2009. Potensi Seresah Berbagai Pohon Mengandung Tannin Dalam Sistem Agroforestry Berbasis Eucalyptus dan Gmelina Sebagai Penghambat Nitrifikasi Guna Peningkatan Efisiensi Pemupukan N. J. Agrivita Vol. 31, 2009.

Rozi, F. 2008. Dukungan Sistem Perbenihan Berbasis Komunitas Terhadap Kedelai Unggul Varietas Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Samekto, R. 2006. Pupuk Kandang. Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Sinelair, T. R., and F. P. Gardner. 1998. Principles of Ecology In Plant Production, University of Florida, USA.

Suastika, I. 1997. Budidaya Kedelai di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suhardi. 2005. Agroforestry Sebagai Usulan Kebijakan Yang Tepat UntukMeningkatkan Ketersediaan Air, Meningkatkan Ketahanan Pangan Serta Memperbaiki Iklim Mengurangi Kemiskinan. Bunga Rampal The Indonesia NetworkFor Agroforestre Education (INAFE).

Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Sukristiyonubowo, Mulyadi, P. Wigena, dan A. Kasno. 1993. Pengaruh Penambahan Bahan Organik, Kapur, dan Pupuk NPK Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Hasil Kacang Tanah. Pember. Pen. Tanah dan Pupuk, Nomor 11: 1-6.Sulastri, Y. 2005. Rekayasa Fisiologi Tanaman Untuk Meningkatkan Kualitas Benih Melalui Pengaturan Nutrisi. J. Penelitian Bidang Ilmu Peternaian Vol. 3. No.1, April 2005.

Sumijati. 2009. Peningkatan Hasil, Kandungan Protein dan Lemak Biji Tanaman Kedelai Melalui Pemupukan Fosfat. J. Agrivita Vol.31, 2009.

Susanto, G. W. A, dan T. Sundari. 2011. Perubahan Karakter Agronomi Aksesi Plasma Nutfah Kedelai di Lingkungan Ternaungi. J. Agron Indonesia 39(1): 1-6 (2011).

Sutoro., N. Dewi, dan Mamik S. 2008.Hubungan Sifat Morfofisiologis Tanaman dengan Hasil Kedelai. Penelitian pertanian tanaman pangan vol. 27 no.3 2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.

Tempo. 2013. Petrokimia Gresik Berharap Subsidi Gas Tiung Biru. http://www.tempo.co/read/news/2013/03/22/090468773/Petrokimia-Gresik Berharap - Subsidi-Gas-Tiung-Biru. Diakses pada 9 Juni 2013.Wartoyo.,Warsoko w., Sri N., Bambang. 2007. Buku Ajar Fisiologi Benih. UNS. Surakrta.

Wijanarko, A. dan Sudaryono.2008. Uji Kalibrasi Pada Tanaman Kedelai Di Tanah Ultisol Seputih Banyak Lampung Tengah. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media.Yogyakarta.

Zakaria, A. 2010. Program Pengembangan Agribisnis Kedelai Dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. J. Litbang Pertanian, 29(4), 2010.LAMPIRAN GAMBAR KONDISI LAHAN AGROFORESTRY

ii

1

3

12

18