23

SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …
Page 2: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …
Page 3: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF HOUSEWIVES WITH HIV

Humam Alani

Hariz Enggar Wijaya

ABSTRACT

The purpose of this study was to examine the relationship between spirituality and anxiety

facing the future of housewives with HIV. This was quantitative research with a sample of

45 housewives with HIV positive who live in Special Capital Region of Jakarta and Special

Region of Yogyakarta an age range of 23 to 48 years. To measure future anxiety, a Likert-

type scale was modified based on Zaleski (1996) according to aspects of Taylor’s theory

(1953). To measure spirituality, Daily Spiritual Experience Scale (DSES) based on

Underwood’s theory (2011). The result showed a significant negative relationship between

spirituality and anxiety facing the future of housewives with HIV. Employing Pearson’s

correlation technique, the correlation coefficient between spirituality and future anxiety was

r = -0,411 and p = 0,005 (p < 0,05). This indicated that individuals with higher spirituality

tend to have lower anxiety facing the future, and individuals with lower spirituality tend to

have higher anxiety facing the future. Theoretical and practical implications were further

discussed.

Keywords: Anxiety, Spirituality, Housewives with HIV positive

Page 4: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

1

Pengantar

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang

atau menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan sekumpulan gejala penyakit

yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Infodatin,

2018). Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena

berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal. Mereka yang

terinfeksi HIV atau mengidap AIDS tersebut biasa disebut dengan istilah ODHA (Orang

dengan HIV/AIDS). Perlu diketahui bahwa penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit kronis

paling berbahaya sekarang ini. Saat ini tidak ada satu negara pun di muka bumi ini mengaku

bahwa negaranya terbebas dari keganasan penyakit HIV/AIDS. Penyakit ini sudah

menyebar merata di negara maju mapun negara dunia ketiga di seluruh dunia.

Penyebaran penyakit HIV/AIDS di dunia layaknya fenomena gunung es (Iceberg

Phenomena). Artinya angka kasus yang belum ditemukan/dilaporkan jauh lebih banyak dari

angka yang ditemukan. World Health Organization (WHO, 2018) melaporkan jumlah orang

hidup dengan HIV pada tahun 2018 sebanyak 37,9 juta orang. Pada tahun yang sama

angka kematian AIDS sebanyak 770.000 kasus di seluruh dunia. Angka itu terdiri dari

kematian di usia dewasa sebanyak 670.000 dan sisanya pada usia anak sebanyak

100.000. Lebih lanjut, Program bersama PBB untuk penanganan AIDS (UNAIDS, 2018)

melaporkan bahwa total penderita yang ada sekitar 1,7 juta di antaranya adalah anak-anak

berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya merupakan orang dewasa, sejumlah 36,2 juta

penderita. Seringkali penyakit HIV/AIDS terlambat diketahui karena orang sering tidak

mengetahui jika dirinya sudah terinfeksi.

Di Indonesia, berdasarkan Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P) Kemenkes RI melalui Laporan Perkembangan HIV/AIDS & Infeksi Menular

Seksual (IMS) tahun 2018 (Sugihantono, 2018) bahwa HIV/AIDS pertama kali ditemukan

di Provinsi Bali pada tahun 1987. Hingga bulan Desember 2018 HIV/AIDS sudah menyebar

di 460 dari 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Masih bersumber dari

Page 5: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

2

laporan Kementrian Kesehatan RI bahwa jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun

2005 sampai dengan tahun 2018 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif

infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Desember 2018 sebanyak 327.282 (51,1% dari

estimasi ODHA tahun 2016 sebanyak 640.443). Terdapat 5 provinsi dengan jumlah infeksi

HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (58.877), diikuti Jawa Timur (48.241), Jawa Barat (34.149),

Papua (32.629), dan Jawa Tengah (27.629).

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan dua

provinsi di Indonesia yang tergolong memiliki luas wilayah terkecil di Indonesia, kendati

demikian dipadati oleh jumlah pendatang yang relatif banyak, seperti turis mancanegara,

pelajar, pejabat publik. Artinya, tingkat lalu lintas manusia yang sangat tinggi yang

membawa serta berbagai kebudayaan dan sangat memungkinkan terjadinya berbagai

perilaku berisiko tertular atau menularkan HIV dan AIDS. Secara detail disampaikan oleh

pihak Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta melalui rilis Profil Kesehatan Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2017 (2018) bahwa sejumlah 4.748 orang (71,83%) yang terinfeksi HIV

adalah usia 25-49 tahun. Sedangkan pada rentang usia tersebut ada 462 orang yang

mengidap AIDS, bahkan sebanyak 12 orang di rentang usia yang sama berujung kematian.

Selanjutnya mengutip dari laman Dinas Kesehatan Provinsi DIY (2019) jumlah

kasus HIV sejak 1993 sampai dengan 2018 mencapai 4.781 kasus dan sebanyak 1.647

kasus telah memasuki fase AIDS. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Berty

Murtiningsih selaku Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(P2PL) Dinas Kesehatan DIY lewat daring Tribun Jogja (Ais, 2019) bahwa dalam kurun

waktu 1993-2018, tercatat 545 kasus HIV dan 268 kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga

(IRT). Untuk kasus HIV/AIDS pada IRT memang perlu ditangani secara khusus karena kami

tengarai ada peningkatan kasus pada IRT. Angka infeksi pada IRT yang cukup tinggi ini

perlu diwaspadai, utamanya penularan pada bayi, yang artinya mengarah pada potensi

meluasnya epidemi.

Data kasus AIDS yang dilaporkan oleh Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan DIY pada Maret 2019, menunjukkan

Page 6: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

3

bahwa jumlah terbesar kasus AIDS pada perempuan adalah ibu rumah tangga. Pada kasus

ini penularan pada ibu rumah tangga delapan kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan

Wanita Pekerja Seksual (WPS). Mengutip dari berita online Jaringan Pemberitaan

Pemerintah (Wisnubro, 2017) Ayu Oktriani selaku Dewan Nasional Ikatan Perempuan

Positif Indonesia (IPPI), mengatakan bahwa mengatakan bahwa ibu rumah tangga

merupakan golongan yang kurang terlindungi dari risiko penularan HIV/AIDS karena

dampak dari perilaku hubungan heteroseksual pasangannya. Tingginya kasus HIV/AIDS

pada ibu rumah tangga ini, karena secara biologis perempuan mempunyai risiko lebih besar

terkena HIV dari laki-laki (suami) yang sering jajan di luar tanpa pengaman alat kontrasepsi

(kondom).

Mengetahui status HIV bagi sebagian orang dapat menimbulkan reaksi-reaksi

emosi seperti cemas dan takut, dan membutuhkan kesiapan mental untuk dapat menerima

hasil tes, terutama jika hasilnya positif, karena tidak semua orang memiliki kesiapan untuk

menerima hasil tes (HIV). Akan menjadi masalah jika individu pada akhirnya bereaksi

secara destruktif, yaitu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional, misalnya ketika

mengetahui status HIVnya positif, sedangkan menurut Setyobroto (2001) kesiapan mental

membutuhkan keadaan jasmani yang sehat dan kesiapan psikologis dan terjadi dalam

keadaan tidak tertekan, tidak ada rasa takut, khawatir dan perasaan-perasaan negatif

lainnya. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti, tidak berdaya

(Stuart dan Sundeen, 1985). ODHA mengalami kecemasan lebih tinggi dibandingkan

dengan orang pada umumnya meskipun perkembangan pengobatan HIV saat ini sudah

menunjukkan efektivitasnya (Handajani, dkk 2012). Kecemasan yang dialami ODHA ini

dikaitkan dengan penggunaan terapi antiretroviral (ARV), jumlah viral load (VL), dan jumlah

CD4 (Shacham dkk, 2012). Usia, pekerjaan, dan pendidikan juga menjadi faktor signifikan

yang mempengaruhi kecemasan yang dialami ODHA. Ungkapan di atas sesuai dengan

hasil wawancara terhadap subjek prasurvei yang dilakukan oleh peneliti.

Berdasarkan hasil penelitian Fais Satrianegara (2014) terdapat banyak studi

menyebutkan bahwa reliugisitas (kepatuhan dalam beragama) berdampak positif bagi

Page 7: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

4

kesehatan (Chappati dkk, dalam Fais 2014), termasuk di dalamnya adalah kecemasan.

Selanjutnya di Amerika, pada Academy of Physicians tahun 1996, hampir semua dokter

yakin bahwa keyakinan agama bisa menyembuhkan penyakit dan 75% dari mereka

percaya bahwa doa-doa orang lain bisa memajukan kesembuhan (How dkk, dalam Fais

2014). Selain itu Yi, Mrus, Wade, Ho, dan Hornung (2004) melakukan penelitian tentang

religiusitas, spiritualitas, dan simptom depresi pada subjek dengan HIV/AIDS mengatakan

terdapat 53,6% responden mengalami depresi yang signifikan. Hal ini diperkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Superkertia, Astuti, dan Lestari (2016) mengemukakan

bahwa terdapat hubungan searah yang sangat kuat antara tingkat kualitas hidup dan tingkat

spiritualitas pada orang dengan HIV/AIDS.

Penelitian yang dilakukan oleh Douaihy dan Singh (2001) bahwa terdapat 62,6%

orang dengan HIV/AIDS memiliki kualitas hidup yang rendah yang dikarenakan oleh

beberapa faktor yaitu faktor sosial, faktor psikologis, dan faktor spiritual. Permasalahan

yang berkaitan dengan psikogis pada orang dengan HIV/AIDS dapat dinetralisir atau

dihilangkan dengan kehidupan spiritualitas yang kuat. Spiritualitas merupakan dimensi

penting bagi kesejahteraan perasaan pada orang dengan HIV/AIDS. Spiritualitas pada

orang yang terinfeksi HIV dianggap sebagai jembatan antara perasaan putus asa atau

kecemasan terhadap masa depan. Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup yang

berada dalam domain kapasitas diri atau being yang terdiri dari nilai-nilai personal, standar

personal dan kepercayaan (University of Toronto, 2010). Penjelasan tersebut selaras

dengan hasil wawancara terhadap tiga orang subjek prasurvei yang dilakukan oleh peneliti

pada hari Sabtu, tangga 01 September 2018 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertama,

BTA (35 tahun) seorang ibu rumah tangga yang mengetahui dirinya menderita HIV setelah

suaminya meninggal dunia akibat AIDS. Meskipun awalnya ia terkejut dan tidak percaya

dengan penyakit yang dideritanya, pada akhirnya ia meyakini bahwa virus yang

menyerangnya merupakan cobaan dari Tuhan dan pasti akan membuahkan hikmah untuk

masa depannya. Ia meyakini adanya invisible hand yang membuat dirinya masih hidup

meskipun dengan penyakit yang belum pernah ditemukan obat penawarnya di muka bumi

Page 8: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

5

ini. Oleh karena itu BTA tidak merasa cemas dengan masa depannya, bahkan ia senang

berbagi cerita dan semangat dengan orang lain di Komunitas ODHA.

Kedua, KRS (41 tahun) seorang ibu rumah tangga yang mengetahui dirinya

menderita HIV setelah berbulan-bulan dirawat di sebuah rumah sakit, kabarnya ia tertular

melalui transfusi darah orang lain. Semenjak mengetahui dirinya berstatus HIV hidupnya

tidak bergairah lagi, bahkan sempat mengalami depresi ringan. Selama 3 bulan pertama,

suami KRS selalu memberinya motivasi dan mengingatkan untuk selalu berprasangka baik

dengan Tuhan. Setiap dua sampai 3 jam dalam sehari ia habiskan untuk bersemedi (ritual

peribadatan melalui merenung), menurut KRS dari proses itulah ia dapat meyakini bahwa

Tuhan selalu menemaninya dan membuatnya tidak cemas dalam menghadapi masa

depan. Karena prinsip hidupnya adalah Sangkan Paraning Dumadhi yang berarti dari mana

datang dan kembalinya hamba Tuhan.

Sedangkan ibu rumah tangga yang ketiga, SNI (39 tahun) mengetahui dirinya

menyandang status HIV setelah ia diceraikan oleh suaminya yang berprofesi supir

angkutan umum. Persis enam bulan setelah SNI diceraikan oleh suaminya, ia terbaring

sakit di rumah selama berbulan-bulan. Setelah melakukan check lab di sebuah rumah sakit,

akhirnya ia sadar bahwa mantan suaminya telah menularkan HIV kepadanya. Hampir satu

tahun SNI mengurung diri di rumahnya, mengurangi interaksi dengan tetangga dan orang

sekitar. Bahkan setelah kondisinya sudah lebih fit dan rutin melakukan terapi antiretroviral

(ARV), ia masih cemas dalam menghadapi masa depan, belum berani menikah kembali,

khawatir dengan anak-keturunannya dan hal-hal yang lain. Kepada peneliti, SNI mengaku

sebagai orang yang mengerti konsep laa tahzan, innallaha ma’ana (QS. At-Taubah: 40),

bahkan sering mengingat Tuhan. Alih-alih menjadi pribadi yang optimis dalam menghadapi

masa depan, ia bahkan selalu merasakan kecemasan sepanjang hari.

Berdasarkan latar belakang dan penjelasan yang telah dipaparkan serta diperkuat

melalui tanggapan dari ketiga ibu rumah tangga yang positif HIV tersebut, peneliti mencoba

untuk mengungkap tentang hubungan antara spiritualitas dengan kecemasan menghadapi

masa depan pada ibu rumah tangga yang positif HIV.

Page 9: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

6

Metode Penelitian

A. Subjek Penelitian

Responden dalam penelitian ini berjumlah 45 Ibu Rumah Tangga dengan HIV.

Sebanyak 20 subjek berasal dari salah satu Organisasi ODHA di DKI Jakarta

(Organisasi A)dan 25 subjek berasal dari salah satu Organisasi ODHA di Daerah

Istimewa Yogyakarta (Organisasi B). Adapun rentang usia subjek dalam penelitian ini

berumur 23 sampai 48 tahun.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode skala yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar

pernyataan yang diberikan kepada subjek dan dijawab langsung oleh subjek sesuai

dengan keadaan dirinya.

1. Skala Kecemasan Menghadapi Masa Depan

Skala kecemasan menghadapi masa depan menggunakan modifikasi skala

milik Zaleski (1996) yang dibuat sesuai aspek yang dikemukakan oleh Taylor (1953)

yakni ditinjau dari aspek psikologis saja. Setelah itu diturunkan menjadi enam

indikator, antara lain tegang, khawatir, tidak berdaya, rendah diri, kurang percaya diri,

dan terancam.

Skala ini memiliki 14 pernyataan favourable dan 3 pernyataan unfavourable

dengan skor reliabilitas cronbach’s alpha sebesar 0,901 dan nilai koefisien corrected

item-total correlation bergerak dari 0.253 hingga 0.749. Skala ini menggunakan model

likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak

Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor dari setiap aitem ini akan dijumlahkan

sebagai skor kecemasan menghadapi masa depan. Semakin tinggi skor yang

diperoleh subjek, maka semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi masa depan

yang dimiliki subjek. Sebaliknya, jika skor yang diperoleh subjek rendah, maka tingkat

kecemasan menghadapi masa depan yang dimiliki subjek tersebut semakin rendah.

Nilai terendah yang akan diperoleh subjek adalah 17 dan nilai tertingginya ialah 68.

Page 10: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

7

2. Skala Spiritualitas

Peneliti menggunakan alat ukur Daily Spiritual Experience Scale (DSES)

yang dikembangkan oleh Underwood (2013) terdiri dari 15 aitem yang keseluruhan

aitem adalah favourable. Skala ini bergerak dari skor satu sampai enam. Skala ini

menggunakan model likert yang diadaptasi dengan enam alternatif jawaban, yaitu

Tidak Pernah=1, Hanya Sesekali=2, Beberapa Hari Sekali=3, Hampir Setiap Hari=4,

Setiap Hari=5, Sering Dalam Sehari=6.

Alat ukur DSES memiliki nilai reliabilitas cronbach’s alpha sebesar 0,872 dan

koefisien corrected item-total correlation bergerak antara 0,270 hingga 0,729. Skor

setiap aitem akan dijumlahkan dan menghasilkan skor total untuk variabel

spiritualitas. Semakin tinggi skor spiritualitas, maka semakin tinggi spiritualitas pada

subjek tersebut. Sebaliknya, jika skor yang diperoleh subjek rendah, maka

spiritualitas yang dimiliki subjek tersebut juga rendah. Nilai tertinggi yang akan

diperoleh sujek adalah 90 dan nilai terendahnya ialah 15.

C. Metode Analisis Data

Metode analis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

korelasi product moment dari Pearson. Analisis data dilakukan menggunakan perangkat

lunak SPSS versi 20.

Hasil Penelitian

Tabel 1.

Deskripsi data penelitian

Variabel Skor Empirik

Xmax Xmin Mean SD

Kecemasan Menghadapi

Masa Depan 63 26 41,96 8,1

Spiritualitas 82 41 42,76 9,2

Hasil uji asumsi yang dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis menunjukkan

bahwa sebaran data telah memenuhi syarat normalitas. Selain itu, hasil uji linearitas

menunjukkan bahwa data kedua variabel linear. Selanjutnya peneliti melakukan uji

hipotesis parametric menggunakan teknik korelasi product momen.

Page 11: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

8

Tabel 2.

Hasil uji hipotesis

Variabel N r R2 p

Kecemasan Menghadapi Masa

Depan*Spiritualitas 45 -0,411 0,169 0,005

Hasil menunjukkan bahwa koefisien korelasi r = -0,411 dengan p = 0,005 (p <

0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara spiritualtas dan

kecemasan menghadapi masa depan pada ibu rumah tangga dengan HIV.

Tabel 3.

Hasil uji korelasi spiritualitas dan kecemasan menghadapi masa depan berdasarkan asal organisasi

Organisasi A Organisasi B

r p N Ket. r p N Ket.

-0,189 0,426 20 Tidak Ada

Hubungan -0,491 0,013 25

Ada

Hubungan

Setelah dilakukan analisis antara kecemasan menghadapi masa depan dan

spiritualitas maka didapatkan hasil subjek yang berasal dari Organisasi B yang berjumlah

25 responden memiliki nilai r = -0,491 dengan nilai p = 0,013. Sementara subjek yang

berasal dari Organisasi B yang berjumlah 20 responden memiliki nilai r = -0,189 dengan

nilai p = 0,426. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara subjek

yang berasal dari Organisasi A dan Organisasi B, dimana subjek yang berasal dari

Organisasi A tidak mempunyai korelasi antara variabel kecemasan menghadapi masa

depan dan spiritualitas. Sebaliknya, terdapat korelasi negatif antara variabel kecemasan

menghadapi masa depan dan spiritualitas terhadap subjek yang berasal dari Organisasi B.

Tabel 4.

Hasil uji beda spiritualitas dan kecemasan menghadapi masa depan berdasarkan asal organisasi

Variabel Mean

p Keterangan Organisasi A Organisasi B

Kecemasan

Menghadapi

Masa Depan

28,13 18,90 0,019 Ada Beda

Spiritualitas 16,78 27,98 0,004 Ada Beda

Pada hasil uji beda berdasarkan asal organisasi, terdapat perbedaan antara

Organisasi A dan Organisasi B baik dari sudut pandang kecemasan menghadapi masa

depan maupun sisi spiritualitasnya. Seperti halnya kecemasan menghadapi masa depan

Page 12: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

9

dengan nilai p = 0,019 (p < 0,05) dimana ibu rumah tangga yang berasal dari Organisasi A

memiliki tingkat kecemasan menghadapi masa depan lebih tinggi dari pada ibu rumah

tangga yang berasal dari Organisasi B. Sebagaimana sisi kecemasan menghadapi masa

depan, spiritualitas memiliki nilai p = 0,004 (p < 0,05) dimana tingkat spiritualitas ibu rumah

tangga yang berasal dari Organisasi B lebih tinggi daripada ibu rumah tangga yang berasal

dari Organisasi A.

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara

spiritualitas dan kecemasan menghadapi masa depan pada ibu rumah tangga dengan HIV.

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berlawanan arah antara

spiritualitas dengan kecemasan menghadapi masa depan pada ibu rumah tangga dengan

HIV, dengan koefisien korelasi antar variabel r = -0,411 serta nilai p = 0,005 (p < 0,05)

sehingga hipotesis penelitian yang diajukan diterima. Hasil penelitian ini dapat diartikan

bahwa ketika ibu rumah tangga dengan HIV memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi maka

rasa cemas dalam menghadapi masa yang akan datang lebih rendah. Sebaliknya, ketika

ibu rumah tangga dengan HIV memiliki tingkat spiritualitas yang rendah maka kecemasan

dalam menghadapi masa depannya akan tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nahar (2018) yang meneliti hubungan

antara spiritual support dengan kecemasan dan adaptasi spiritual ibu hamil, menunjukkan

terdapat hubungan negatif yang signifikan antara spiritual dengan kecemasan dari 100

subjek penelitian. Penelitian lain yang dilakukan Ahmad dan Ratnaningsih (2016) meneliti

Karyawan di PT. Perkebunan Nusantara VII Sumatera Selatan menunjukkan adanya

hubungan negatif yang sangat kuat antara kecerdasan spiritual dengan kecemasan

menghadapi pensiun. Ketika individu mempunyai kecerdasan spiritual yang baik maka ia

memiliki kecemasan menghadapi pensiun yang rendah. Penelitian yang serupa dilakukan

oleh Marsal (2008) guna mencari hubungan antara religiusitas dengan kecemasan

menghadapi masa depan pada survivor gempa bumi DIY memiliki hasil yang sama yaitu

terdapat hubungan yang berlawanan antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi

Page 13: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

10

masa depan. Dapat bertahan hidup dari bencana yang dahsyat berimplikasi pada tingkat

kecemasan seseorang, pengamalan religiusitas yang baik mampu mengurangi tingkat

kecemasan dalam menghadapi mas depan. Religiusitas dan spiritualitas merupakan

variabel yang beririsan, keduanya mengandung unsur kerohanian atau relasi yang bersifat

vertikal. Pargament (dalam Fridayanti, 2015) menjelaskan bahwa titik persamaan

religiusitas dan spiritualitas adalah pencarian terhadap Yang Maha Suci.

Hasil uji korelasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif dari

variabel spiritualitas terhadap kecemasan menghadapi masa depan hanya sebesar 16,9%

yang berarti bahwa variabel spiritualitas dapat menjadi prediktor pada variabel kecemasan.

Zanden (2007) menyatakan bahwa spiritualitas yang tinggi dapat menurunkan kecemasan,

mengingat hal tersebut dapat menghadirkan sebuah sugesti serta stimulus perasaan yang

tenang, sehingga dapat memutus pengeluaran hormon stress di aksis HPA (Hypothalamus-

Pituitary-Adrenal). Perihal lain dari itu semua ialah ada sebesar 83,1% sumbangan efektif

pada variabel kecemasan menghadapi masa depan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak

diketahui dalam penelitian ini.

Berdasarkan data deskripsi penelitian dengan jumlah subjek sebanyak 45 ibu

rumah tangga dengan HIV, nilai rata-rata skor kecemasan menghadapi masa depan

sebesar 41,96%. Setelah peneliti membuat kategorisasi skor kecemasan menghadapi

masa depan, Sebanyak 9 responden berada pada ketegori sedang, atau secara persentase

tercatat 20%. Ada 8 responden masuk kedalam kategori sangat tinggi dengan persentase

18%. Selanjutnya untuk kategori rendah dan tinggi menempati frekuensi yang sama, yakni

sebanyak 11 responden dengan persentase 24%. Kendati demikian, apabila kategori tinggi

dan sangat tinggi dijumlahkan maka hasilnya sebesar 42%, artinya secara akumulasi

menandakan bahwa kecemasan menghadapi masa depan yang dimiliki oleh ibu rumah

tangga dengan HIV cenderung berada pada kategori tinggi. Kasus serupa sejalan dengan

hasil penelitian Chusna dan Nurhalina (2019) yang meneliti IRT dengan HIV di Kota

Palangka Raya yakni didapatkan bahwa responden dengan tingkat kecemasan ringan

sebanyak 9,5%, responden dengan tingkat kecemasan sedang sebanyak 28,6%,

Page 14: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

11

responden dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 38,1%, dimana presentase

responden paling tinggi adalah pada tingkat kecemasan berat.

Bagi setiap ibu rumah tangga realitas terkena HIV/AIDS berkaitan dengan

kontruksi sosial dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai kluster kedua,

sehingga stigmatisasi dan diskriminasi kerapkali terjadi. Keresehan ini diperkuat dengan

berita yang dilansir oleh media VOA Indonesia pada 27 Maret 2019, dimana Direktur

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta APIK, Siti Mazuma, mengatakan lembaganya telah

menerima beberapa kasus perempuan dengan HIV/AIDS. Mereka tidak hanya

terdiskriminasi karena jenis perempuannya tetapi juga terdiskriminasi sebagai perempuan

HIV/AIDS padahal kebanyakan dari mereka tertular oleh suaminya. Sebagai contoh,

menurut riset dari Chusna dan Nurhalina (2019) menjelaskan dalam beberapa kasus bagi

seorang ibu rumah tangga yang terkena HIV/AIDS memiliki beban ganda seperti hamil, bayi

yang dikandung berisiko tertular HIV, membesarkan anak, merawat suami yang sedang

sakit dan terkadang menjadi key person rumah tangga karena pengeluaran keluarga

semakin meningkat. Seorang IRT yang terinfeksi HIV dan AIDS apapun alasannya tetap

harus menjalankan kewajibannya dalam keluarga. Ibu juga harus menjaga kesehatan,

kestabilan emosi dan spritual sehingga tidak membuat kondisinya menurun. Oleh sebab itu

dalam program pengendalian HIV dan AIDS, tingkat kecemasan seorang pasien HIV

merupakan jembatan untuk mengendalikan komplikasi HIV pada stadium AIDS.

Kemudian peneliti juga melakukan analisis korelasi antara variabel kecemasan

menghadapi masa depan dengan spiritualitas ditinjau berdasarkan asal Organisasi. Hasil

analisis menunjukkan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan terhadap responden

yang berasal dari Organisasi A karena nilai koefisien korelasi yang dihasilkan hanyalah

sebesar (r) -0,189 dengan nilai signifikansi (p) 0,426, berbeda dengan hasil dari responden

yang berasal dari Organisasi B dimana kedua variabel tersebut memiliki hubungan negatif

yang signifikan dengan nilai (p) 0,013 serta nilai koefisien korelasinya sebesar (r) -0,491.

Artinya, bagi IRT dengan HIV yang berasal dari Organisasi B tingkat kecemasan

menghadapi masa depan memiliki hubungan yang berlawanan terhadap tingkat

Page 15: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

12

spiritualitas. Sedangkan bagi IRT dengan HIV di Organisasi A, antara tingkat kecemasan

menghadapi masa depan dengan level spiritualitas tidak memiliki korelasi.

Fakta menarik setelah peneliti mewawancarai salah satu pengurus dari Organisasi

A, ia mengatakan bahwa kegiatan yang kerap kali dilakukan oleh Organisasi A antara lain

berkumpul setiap bulan sekedar bercengkrama dan santap makan bersama sebagai upaya

saling menghibur dan berbagi semangat. Mengingat territorial dari Organisasi A adalah

daerah metropolitan yang dihuni oleh beragam latar belakang, sehingga aktivitas

keorganisasianpun jarang menyentuh wilayah kepercayaan (agama) sebab dianggap

terlalu sensitif dan tidak akomodatif terhadap keyakinan tertentu. Hal demikian pula selaras

dengan penjelasan Sarafino (2006) mengenai dukungan sosial yang berarti sebuah

kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang

diterimanya individu dari orang lain ataupun dari kelompok. Sehingga dalam kasus ini,

memungkinkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan kecemasan

menghadapi masa depan. Kendati demikian, mengingat penelitian ini hanya menguji

hubungan antara variabel kecemasan menghadapi masa depan dan spritualitas maka

dalam menyikapi kasus ini tidak dapat menggunakan sudut pandang kausalitas, artinya

peneliti tidak mengupas sebuah sebab dan akibat dalam penelitian ini.

Selain itu peneliti juga melakukan analisis uji beda kecemasan menghadapi masa

depan dan spiritualitas berdasarkan asal Organisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara kecemasan menghadapi masa depan dan spiritualitas

berdasarkan asal Organisasi. Nilai signifikansi dari kecemasan menghadapi masa depan

sebesar 0,019 (p < 0,05) dan nilai signifikansi dari spiritualitas sebesar 0,004 (p < 0,05).

Organisasi A memiliki tingkat kecemasan menghadapi masa depan yang lebih tinggi

daripada Organisasi B, kondisi yang terbalik terjadi pada Organisasi B memiliki tingkat

spiritualitas lebih tinggi daripada Organisasi A. Banyak faktor yang menyebabkan ibu rumah

tangga dengan HIV di Organisasi A merasakan cemas atas masa depannya. Sejalan

dengan hasil wawancara peneliti terhadap salah satu responden yang berasal dari

Organisasi A mengatakan bahwa dirinya terkadang khawatir dengan kondisi kesehatannya

Page 16: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

13

yang memang harus bergantung terhadap obat antiretroviral (ARV), dilemanya bagi

responden dan rekan sesama ODHA yang lain ialah ketersediaan obat tersebut seringkali

hanya terbatas, bahkan secara terpaksa ia dan rekan-rekan sesama ODHA yang lain harus

mengonsumsi obat ARV yang sudah kadaluarsa. Zaleski (1996) berpendapat bahwa

kecemasan dalam menghadapi masa depan mengandung sebuah unsur ketakutan,

ketidakpastian, kekhawatiran dan kegelisahan akan perubahan yang tidak diinginkan di

masa yang akan datang pada diri seseorang. Perihal seperti ini juga juga pernah responden

utarakan kepada peneliti bahwa ia khawatir di masa tua nanti hanya akan menjadi beban

orang lain, yang notabene adalah keluarganya sendiri.

Guna mendapatkan hasil yang imbang, peneliti juga melakukan wawancara

kepada responden yang berasal dari Organisasi B. Mengenai kecemasan dalam

menghadapi masa depan, responden mengatakan bahwa dirinya percaya segala sesuatu

telah diatur oleh Tuhan, boleh jadi yang buruk menurut kita adalah pilihan yang terbaik dari

Tuhan untuk kita. Menurutnya ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah merupakan sebuah

prinsip yang harus dipegang teguh “laayukallifullahu nafsan illa wus’ahaa…” (QS. Al-

Baqarah: 286) yang artinya Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. Kendatipun penyakit HIV termasuk infeksi virus yang belum ditemukan

obat penawarnya, namun dengan penyakit ini ia berharap dapat mengambil hikmah dan

pelajaran dalam kehidupan, karena anugerah Tuhan hanya turun untuk makhluk yang

dicintai-Nya saja. Sebagaimana penderita HIV yang lain, kali pertama mengetahui bahwa

dirinya terinfeksi HIV sempat membuatnya terpuruk dan putus asa untuk bertahan hidup.

Apalagi HIV yang dideritanya tertular oleh mantan suaminya yang sudah meninggal akibat

AIDS. Hal demikian akan merumuskan bahwa kehidupan akan terhindar dari perasaan

cemas dan stress yang tinggi apabila spiritualitas dalam hal ini unsur agama menjadi titik

poin seorang ibu rumah tangga dengan HIV untuk mendapatkan self healing (Amal dan

Khofsoh, 2018). Spiritualitas merupakan dimensi penting bagi kesejahteraan perasaan

pada orang dengan HIV/AIDS. Spiritualitas pada orang yang terinfeksi HIV dianggap

sebagai jembatan antara perasaan putus asa atau kecemasan terhadap masa depan.

Page 17: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

14

Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup yang berada dalam domain kapasitas

diri atau being yang terdiri dari nilai-nilai personal, standar personal dan kepercayaan

(University of Toronto, 2010).

Selama proses penelitian ini berlangsung tidak terlepas dari kelemahan-

kelemahan yang ditemukan. Adapun kelemahan dalam penelitian ini antara lain terdapat

pada sebagian responden kerap terlibat dalam sebuah penelitian yang berhubungan

dengan topik-topik yang menyerupai, sehingga diantaranya tidak sepenuhnya mau terbuka

dan berani jujur dalam memberikan jawaban. Kemudian, jumlah responden yang tidak

terlalu banyak serta hanya di sebagian wilayah DKI Jakarta dan Daerah Istimewa

Yogyakarta, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir. Belum lagi jenis kelamin

dalam penelitian ini hanyalah tunggal dan spesifik, yakni perempuan yang menjadi ibu

rumah tangga, artinya masih ada pihak-pihak yang belum terwakili atau dianggap belum

representatif.

Penutup

A. Kesimpulan

Sesuai hasil dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ada hubungan yang berlawanan

antara spiritualitas dengan kecemasan menghadapi masa depan pada ibu rumah tangga

dengan HIV. Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini diterima. Dengan

demikian, berarti semakin tinggi spiritualitas maka semakin rendah kecemasan

menghadapi masa depan pada ibu rumah tangga dengan HIV.

B. Saran

Peneliti memetakan beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan sebagai

bahan kontemplasi berkaitan dengan dinamika psikologis dan ekspresi social dari Ibu

Rumah Tangga dengan HIV. Butiran poin yang dituliskan pada bagian ini ditujukan

kepada berbagai pihak, seperti akademisi dan peneliti lainnya, organisasi ODHA, serta

khalayak dan pemegang kebijakan.

1. Saran Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat/Organisasi ODHA

Page 18: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

15

Sesuai hasil penelitian yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara spiritualitas dan kecemasan menghadapi masa depan, demikian

berarti bahwa spiritualitas memberikan pengaruh pada kecemasan menghadapi

masa depan, terlebih dalam penelitian ini ialah Ibu Rumah Tangga. Oleh sebab itu,

salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui pelatihan spiritual sebagai

upaya dalam menurunkan kecemasan menghadapi masa depan yang dirasakan oleh

ODHA secara umum dan IRT dengan HIV secara khusus. Sehingga, Lembaga

Swadaya Masyarakat diharapkan mampu terlibat aktif dalam pembentukan spiritual

pada anggotanya atau konteks yang dimaksud ialah Ibu Rumah Tangga dengan HIV.

2. Saran Bagi Individu (IRT dengan HIV)

Peneliti mengajak kepada Ibu Rumah Tangga dengan HIV untuk lebih

meningkatkan kembali laku spiritualitasnya dengan mendekatkan diri pada Tuhan

Yang Masa Esa, optimisme dalam diri perlu dikuatkan agar terhindar dari sebuah

kecemasan dalam menghadapi masa depan. Masa depan adalah sebuah

keniscayaan yang harus disikapi dengan bijak, oleh sebab itu Ibu Rumah Tangga

dengan HIV diharapkan mampu menjadikan spiritualitas sebagai pijakan untuk

mencapai berbagai misi dalam hidup yang diejawantahkan kedalam sikap optimisme

akan masa depan sehingga lebih termotivasi.

3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti menyarankan supaya penelitian yang akan dating melakukan penelitian

dengan jumlah sampel yang jauh lebih banyak serta dapat mempersiapkan waktu

yang jauh lebih panjang dalam mengumpulkan sampel.

b. Peneliti mengharapkan supaya penelitian serupa dilakukan kembali dengan

catatan memperkaya karakteristik dan ragam demografi sampel penelitian, seperti

pekerjaan suami secara spesifik atau penghasilan suami, jumlah anak yang

terinfeksi HIV, faktor penularan atau penyebab tertularnya HIV. Karenanya melalui

data tersebut dapat dijadikan dasar ilmiah guna melanjutkan penelitian dengan

variabel spiritualitas ataupun kecemasan menghadapi masa depan.

Page 19: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

16

c. Spiritualitas tergolong variabel yang cukup sukar untuk diukur karena setiap

individu yang mengalaminya mempunyai pemaknaan yang berbeda-beda atau tak

dapat diseragamkan, oleh karena itu alat ukur yang tepat guna sangat dianjurkan.

Peneliti menghimbau agar penelitian dengan variabel spiritualitas dapat

disandingkan dengan alat ukur yang jauh lebih sempurna serta disusun

berdasarkan kondisi masyarakat asia tenggara yang didominasi oleh budaya

ketimuran.

Page 20: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

17

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. dan Ratnaningsih, Ika Z. (2016). Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan

Kecemasan Menghadapi Pensiun pada Karyawan di PT. Perkebunan Nusantara

VII Unit Usaha Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Empati,

Agustus 2016, Vol. 5 (3), 467-471.

Amal, Ahmad Ikhlasul dan Khofsoh, Elvi. (2018). Potret Kebutuhan Spiritual Pasien

HIV/AIDS. Unissula Nursing Conference Call for Paper & National Conference.

Vol. 1, No. 01, Hal. 70-74.

Ais. (2019). Pengidap HIV/Aids di DIY Cukup Tinggi, Dinas Kesehatan Waspadai Penularan

Terhadap Ibu Rumah Tangga. TribunJogja.com [Internet]. Diunduh pada 11 Mei

2019 di https://jogja.tribunnews.com/2019/03/21/ pengidap-hivaids-di-diy-cukup-

tinggi-dinas-kesehatan-waspadai-penularan-terhadap-ibu-rumah-tangga.

Chusna, Nurul dan Nurhalina. (2019). Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga dengan HIV

Positif di Kota Palangka Raya. Jurnal Surya Medika. Vol. 4 (2), 95-100.

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2019). Mengejar Fast Track (90-90-90)

Yang Pertama Melalui Pelatihan Konseling Dan Testing HIV. Artikel. Didapat dari:

http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detail/hiv-aids-hiv-aids-konseling-testing-

hiv-mengejar-fast-track-909090-yang-pertama-melalui-pelatihan-konseling-dan-

testing-hiv. [Diakses 10 Desember 2019].

Dinas Kesehatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2018). Profil Kesehatan Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2017. [Online] Dikutip dari buku elektronik: https://dinkes.jakarta.

go.id/wp-content/uploads/2019/12/PROFIL-KESEHATAN-DKI-JAKARTA-

TAHUN-2017.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei 2019.

Fais, M. Satrianegara. (2014). “Pengaruh Religiusitas Terhadap Tingkat Depresi,

Kecemasan, Stres, dan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Kronis di Kota

Makassar (Kajian Survei Epidemiologi Berbasis Integrasi Islam dan Kesehatan),”

Jurnal Kesehatan. VII, No. 1.

Page 21: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

18

Fridayanti. (2015). Religiusitas, Spritualitas dalam Kajian Psikologi dan Urgensi Perumusan

Religiusitas Islam. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 2, No. 2, Hal: 199 –

208.

Handajani YS, Djoerban Z, Irawan H. (2012). Quality of Life People Living with HIV/AIDS:

Outpatient in Kramat 128 Hospital Jakarta. Acta Med Indones. 44 (4): 310-316.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Pusat Data dan Informasi (Infodatin)

[Online] Dikutip dari buku elektronik: https://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/

view/19042200004/situasi-umum-hiv-aids-dan-tes-hiv.html, [Diakses 15 Agustus

2019].

Komisi Penanggulangan AIDS DIY (KPA DIY). (2016). Data Kasus HIV AIDS DIY s/d Maret

2016. [Online] Dikutip dari laman: https://pkbi-diy.info/data-kasus-hiv-aids-d-i-

yogyakarta/ [Diakses 15 Agustus 2019].

Nahar, Miladina. (2018). Hubungan Spiritual Support dengan Kecemasan dan Adaptasi

Spiritual Ibu Hamil. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Setyobroto, S. (2001). Mental Training. Jakarta: Percetakan Solo.

Shacham E, Morgan J. C., Önen NF, Taniguchi T, Overton ET. (2012). Screening Anxiety

In The Hiv Clinic. AIDS Behav. 16(8):2407-2413.

Stuart, GW. dan Sundeen SJ. (1985). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St.

Louis Missouri: Mosby Year Book Inc.

Sugihantono, Anung. (2018). Laporan Perkembangan HIV/AIDS & Infeksi Menular Seksual

(IMS) tahun 2018. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

(P2P) Kemenkes RI. [Online] Didapat dari: http://siha.depkes.go.id/portal

/files_upload/Laporan_ Triwulan _IV_2018.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei

2019.

UNAIDS. (2018). Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic. [Online]

Dikutip dari buku elektronik: https://www.unaids.org/sites/default/files/media_

asset/unaids-data-2018_en.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei 2019.

Page 22: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

19

Underwood, L. G. (2011). The Daily Spiritual Experience Scale: Overview and Results.

Religions, 2 (1), 29–50.

______ . (2013). Spiritual Connection in Daily Life: 16 Little Questions That Can Make a Big

Difference.USA: Templeton Press.

University of Toronto. (2010). The Quality of Life Model Research Unit. [Online]. Diunduh

pada 07 Januari 2020 di http://sites.utoronto.ca/qol/qol_ model.htm.

Wisnubro. (2017). Ibu Rumah Tangga Harus Waspada Ancaman HIV/AIDS [Internet].

Didapat dari: https://jpp.go.id/humaniora/kesehatan/313714-ibu-rumah-tangga-

harus-waspada-ancaman-hiv-aids.

World Health Organization (2018). Global Report: WHO Report on The Global AIDS

Epidemic. [Online]. Didapat dari buku elektronik: https://www.who.int/hiv/data/en/.

Diakses pada tanggal 29 Oktober 2019.

Zaleski, Z. (1996). Future Anxiety: Concept, Measurement and Preliminary Research.

Person. Individu. Different Vol. 21, No. 2, 165-174.

Zanden (2007). Saat-saat Mendekati Persalinan. Jakarta: Rineka

Page 23: SPIRITUALITY AND ANXIETY FACING THE FUTURE OF …

IDENTITAS PENELITI

Nama : Humam Alani

Alamat Kampus : Universitas Islam Indonesia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial

Budaya, Program Studi Psikologi, Jalan Kaliurang KM 14,5

Yogyakarta 55584

Alamat Rumah : PP. Nailul Ula Center, Jalan Plosokuning Raya No. 81, Desa

Minomartani, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman 55581

No. HP : +62 823 16275935

Email : [email protected]