33
MK SOSIOLOGI UMUM Tanggal : 20 Februari 2015 Nama : Farandy Insan Sejati (B04140044) Ruang : CCR 2.13 (P06.2) Praktikum II Analisis Realita Sosial “Usia Menikah Perempuan Minimal 21 Tahun” Oleh: Ira Sasmita Nama Asisten : Hotmauli Adina Riska (I24120060) sadasdasdasdasdasdadasdasdadas Ikhtisar Sejumlah aktivis dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan Yayasan Pemantau Hak Anak mengajukan uji materi mengenai batas umur pernikahan yang dianut dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada September 2014. Mereka meminta batas usia minimal menikah 16 tahun dinaikkan. Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nsional (BKKBN) juga sependapat bahwa mereka juga ingin batas usia minimal untuk menikah dinaikkan. Fasli Jalal, Ketua pelaksana BKKBN menyarankan agar pernikahan tidak terjadi sebelum berumur 21 tahun nntuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Menurut beliau aturan dalam UU Perkawinan sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Pernikahan dini juga menimbulkan banyak resiko bagi ibu dan bayi. Beliau juga menambahkan bahwa pernikahan dini bertolak belakang dengan hak asasi anak. Lantaran pada usia di

Sosum farandy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdasdadadasdas

Citation preview

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 20 Februari 2015 Nama : Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)

Praktikum II Analisis Realita SosialUsia Menikah Perempuan Minimal 21 Tahun Oleh: Ira Sasmita

Nama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)sadasdasdasdasdasdadasdasdadas IkhtisarSejumlah aktivis dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan Yayasan Pemantau Hak Anak mengajukan uji materi mengenai batas umur pernikahan yang dianut dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada September 2014. Mereka meminta batas usia minimal menikah 16 tahun dinaikkan. Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nsional (BKKBN) juga sependapat bahwa mereka juga ingin batas usia minimal untuk menikah dinaikkan. Fasli Jalal, Ketua pelaksana BKKBN menyarankan agar pernikahan tidak terjadi sebelum berumur 21 tahun nntuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Menurut beliau aturan dalam UU Perkawinan sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Pernikahan dini juga menimbulkan banyak resiko bagi ibu dan bayi. Beliau juga menambahkan bahwa pernikahan dini bertolak belakang dengan hak asasi anak. Lantaran pada usia di bawah 21 tahun, seorang anak berhak mendapatkan pendidikan dan hak-hak lainnya.Siti Khadijah, Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bidang Agama memaparkan data United Nation 2011, Populations Facts, bahwa Indonesia merupakan negara dengan praktik perkawinan anak tertinggi ke-37 dari 63 negara. Tercatat dalam data Badan Pusan Statistik (BPS) bahwa perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun mencapai 33,5% di perdesaan dan 33,5% di perkotaan. UNICEF mencatat 70 ribu kematian tiap tahun pada perempuan usia 15-19 yang disebabkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan atau persalinan. Perilaku seks di luar pernikahan juga kerap terjadi dan dapat menicu terjadinya tindakan aborsi. tentunya membahayakan keselamatan ibu dan bayi, Sumber: Republika (11 Februari 2015)AnalisisGagasan UtamaTeori SingkatKeterangan

Aktor Sosial / tokohPelaku dalam hubungan atau interaksi sosial yang terjadi. Aktivis yayasan : pengaju uji materi mengenai batas umur pernikahan yang diatur dalam UU. Mahkamah Konstitusi : Pembuat Keputusan.

Struktur SosialStuktur sosial adalah pola pola hubungan sosial.Sejumah aktivis dari YKP dan Yayasan Pemantau hak anak yang didukung oleh pemerintah yang terdiri atas Kementerian kesehatan, Kementerian Agama, dan BKKBN mengajukan uji materi mengenai batas umur pernikahan dalam UU kepada MK karena dianggap menimbulkan banyak resiko.

Aras Aras masyarakat: Mengkaji masyarakat. Aras Organisasi sosial: Studi semua organisasi sosial dari yang tertinggi hingga terendah. Aras Institusi: Studi terpumpun pada pola-pola tertentu. Aras Mikro: Studi dunia mikro dari interaksi tatap-muka. Aras Masalah Sosial : Studi masalah-masalah sosial dalam masyarakatAras Institusi (sistem kelembagaan), karena pihak yang terlibat dalam hal ini adalah lembaga-lembaga atau institusi-institusi yang ada kaitanna dengan hal tersebut.

Artikel ditempel SUMBER : Republika (11 Februari 2015)

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 27 Februari 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)

Praktikum III Sosiologi Sebagai Sudut PandangUsia Menikah Perempuan Minimal 21 TahunOleh: Irfan Budiman, Rian Suryalibrata, dan Upik Supriyatun

Nama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarMerika Franola alias Ola di vonis mati oleh majelis hakim. Ternyata Ola tidak sendiri. Ola divonis mati bersama kedua sepupunya yaitu Rani dan Deni. Mereka divonis mati oleh hakim pimpinan Asep Iwan Irawan di Pengadilan Negeri Tangerang. Hukuman tersebut diberikan setelah mereka terlibat dalam kasus penyelundupan narkoba.Selepas SMA di Cianjur, Ola merantau ke Jakarta dan menjadi DJ. Akibat kehidupan bebas yang dijalaninya ia memperoleh anak dari hubungannya diluar nikah dengan Mr. X. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya bersama anaknya ia harus bekerja membanting tulang. Kehidupan Ola kian membaik saat ia bertemu dengan dengan Tony, pria yang mengaku pebisnis pakaian. Seiring berjalannya waktu Ola pun menjadi istri Tony. Setelah menikah, perilaku Tony yang sebenarnya muncul. Ia sering bertindak kasar terhadap Ola, yang lebih parah lagi ternyata Tony bukanlah pebisnis pakaian melainkan pebisnis narkotika. Ola pun dipaksa ikut menjalani bisnis tersebut. Rani dan Deni juga ikut dalam bisnis tersebut karena tuntutan ekonomi. Awalnya Rani dan Deni tidak mengetahui bahwa mereka adalah kurir narkoba. Kedua orang tersebut mengaku seperti tidak sadar bila mereka di manfaatkan sebagai kurir narkotika. Tetapi mereka mengaku tidak bisa berhenti dari bisnis tersebut karena bila mereka berhenti, Ola akan menjadi sasaran kemarahan Tony. Karena alasan tersebut mereka tetap menjalani bisnis ilegal tersebut.Pada tahun 2003, sandiwara Ola dan kedua sepupunya berakhir di Bandara Soekarno-Hatta. Aksi mereka menyelundupkan narkoba tercium petugas. Pada hari yang sama Tony dan empat rekannya tewas dalam baku tembak dengan polisi. Menurut Kepala Kepolisian Wilayah Kota Bandung, Ola terhitung sebagai pemain sandiwara yang andal. Ia juga mengaku tak percaya kalau keterlibatan Ola dalam perdagangan narkotik semata karena terpaksa. Menurutnya, Ola sudah terlibat dalam dunia hitam sejak menjadi DJ.

AnalisisGagasan UtamaTeori SingkatKeterangan

Aktor Sosial / tokohPelaku dalam hubungan atau interaksi sosial yang terjadi. Ola : Drug trafficker Tony : Anggota komplotan sindikat narkotika internasional Rani dan Deni : Kurir narkoba Hakim dan Kepolisian : Penegak hukum

Struktur SosialStuktur sosial adalah pola pola hubungan sosial.Sang drug trafficker, Ola merupakan merupakan istri dari seorang bandar narkoba, Tony. Dan yang menjadi kurir narkoba adalah Rani dan Deni yang merupakan sepupu Ola.

Aras Aras masyarakat: Mengkaji masyarakat. Aras Organisasi sosial: Studi semua organisasi sosial dari yang tertinggi hingga terendah. Aras Institusi: Studi terpumpun pada pola-pola tertentu. Aras Mikro: Studi dunia mikro dari interaksi tatap-muka. Aras Masalah Sosial : Studi masalah-masalah sosial dalam masyarakatAras masalah sosial, karena masalah narkoba yang beredar di masyarakat disebabkan karena adanya seorang drug trafficker.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 6 Maret 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)

Praktikum IV Analisis Interaksi dan Proses SosialSTRUKTUR INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN Penelitian di Tiga Desa SantriOleh: Sunyoto Usman

Nama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarDalam sosiologi, elit didefinisikan sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya serta berkuasa. Kelompok ini memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Ada dua pendapat mengenai kelahiran kelompok elit. Pendapat pertamaadalah kelompok elit lahir karena proses alami, mereka adalah orang terpilih yang oleh Tuhan memang dikaruniai kepandaian, dan kemampuan dalam mengatasi persoalan hidup. Pendapat keduaadalah kelompok elit lahit akibat dari kompleksitas organisasi sosial. Ada tiga macam pendekatan yang digunakan peneliti, yaitu (1) positional approach (mencari individu-individu yang menempati posisi penting dalam lembaga-lembaga social), (2) reputational approach (melakukan wawancara mendalam dengan informan-informan kunci untuk mengklasifikasikan tokoh-tokoh yang menjadi panutan masyarakat) dan (3) decisional approach (melihat penampilan nyata tokoh-tokoh masyarakat dalam proses pengambilan keputusan).Pemilihan desa santri dalam studi masalah pembangunan dan struktur interaksi kelompok elit, bukanlah tanpa alasan. Hal ini karena di desa masih ada dominasi figur tokoh agama. Namun ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam desa santri itu, kelompok elit pamong desa memiliki angka yang lebih tinggi dalam koneksi, sehingga masyarakat memandang kelompok tersebut lebih mampu menyelesaikan pembangunan desa. Dalam programnya, semua anggota kelompok elit saling berinteraksi dan bekerjasama. Tentu saja dalam kerja sama itu, para kelompok elit desa tidak selalu dalam satu pandangan sehingga dapat menyebabkan konflik.

Bentuk Interaksi SosialAntar PeroranganAntara Perorangan dan KelompokAntar Kelompok

KerjasamaKerjasama antar anggota kelompok elit.Kerjasama Kepala Desa dengan KUD.Kerjasama antar kelompok elit.

AkomodasiSikap antar anggota kelompok elit.Kelompok elit menjadi jembatan penghubung kemauan rakyat dan keputusan pemerintah.Petani kaya dan pemuka agama yang saling membantu dalam pembangunan desa

AsimilasiWarga yang menjadi pengikut thoriqot untuk persatuan.Warga memiliki dukungan kuat terhadap ketahanan organisasi islamKelompok elit yang berbaur dengan masyarakat.

PersainganPersaingan antar anggota kelompok elit dalam mencari koneksi dan reputasi. Persaiangan lembaga dengan anggota kelompok elit.Persaingan antar partai politik.

KontravensiKurangnya koneksi anggota pemuka agama dengan warga.Kurangnya koneksi kelompok pemuka agama dengan warga.Perbedaan koneksi antar kelompok

KonflikPerbedaan cara pandang antar anggota kelompok elit.Pemecahan setiap masalah selalu diserahkan kepada kelompok elit.Perbedaan cara pandang antar kelompok elit.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 20 Maret 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2Praktikum VI Analisis Masyarakat dan KebudayaanOmpu Monang Napitupulu Ingin Sederhanakan Budaya BatakOleh: Arbain RambeyNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarPembaca surat kabar di Medan seakan dijejali dengan iklan yang mengajak agar masyarakat Batak Toba mengusir perusahaan yang merusak lingkungan Bona Pagosit. Pemasang iklan itu adalah Parbato atau Partukongan Batak Toba yang merupakan organisasi kesukuan yang akhir-akhir ini memang galak. Banyak kalangan yang menganggap hal ini adalah suatu kemunduran di tengah derasnya arus globalisasi. Ompu Monang Napitupulu, seorang ketua Parbato mengemukakan bahwa di indonesia banyak masalah hanya bisa didekati secara etnis. Dia juga memaparkan pentingnya tiap etnis untuk menggalang solidaritas kecil yang akhirnya berguna untuk solidaritas Indonesia.Ompu Monang yang nama aslinya Daniel Napitulu, mengaku bahwa namanya sekarang diambil dari nama cucu pertamanya. Hal seperti itu adalah salah satu budaya batak yang menurutnya harus dipertahakan. Bukan hanya soal nama itu, hubugan kekerabatan para undangan mempelai pada sebuah pernikahan juga sangat kental. Segi positifnya adalah rasa tanggung jawab pada pendidikan dan perawatan seorang anak bisa melebar sampai pamannya. Di samping itu budaya batak juga memiliki sisi negatif. Dalam pesta Batak, para undangan harus menunggu sampai acara keluarga selesai. Selain itu, dalam pesta pernikahan adat batak terdapat salah atu rangkaina acara yaitu pemberian nasehat yang dimana pada saat itu ratusan orang yang memberikan nasehat. Setiap orang yang menghadiri pesta pernikahan harus membeli ulos untuk diberikan pada mempelai. Sedangkan nantinya kain ulos tersebut akan dijual kembali kepada orang lain dan orang lain itu akan memberikan lagi kepada orang yang menikah dan begitulah seterusnya. Jadi hal itu dianggap sebagai pemborosan waktu dan materi. Contoh pemborosan lainnya yaitu pada pembangunan makam-makam Batak Toba yang nilainya dapat mencapai ratusan juta per makamnya. Dan mirisnya, pemborosan itu hanya sebagai ajang gengsi. Untuk mengatasi hal itu, Ompu Monang memberikan contoh pada pernikahan anaknya. Hal itu dilakukan dengan harapan bisa menjadi pemutus budaya boros itu.AnalisisUnsur kebudayaanIdiilAktivitasFisik

1. BahasaMempertahankan bahasa daerahSuka berbicara ceplas-ceplos dan kerasDaniel Napitulu disebut Ompu Monang.

2. Sistem Teknologi Memudahkan pembuatan kain ulosPembuatan kain ulos dengan mesinKain ulos dari mesin

3. Sistem Ekonomi Adat Batak Toba yang boros.Pemborosan uang dan materi saat acara adatKain ulos dan makam keluarga

4. Organisasi Sosial Keinginan untuk menyederhanakan budaya Batak TobaMengajak masyarakat Batak Toba untuk mengusir perusahaan Organisasi Parbato

5. Sistem Pengetahuan

6. Kesenian

7. Sistem Religi Menjaga kepercayaanPemberian nasehat kepada mempelai

a. Integritas kebudayaan : Usaha yang dilakukan oleh Parbato untuk mengatasi pemborosan dan menyederhanakan kebudayaan Batak.

b. Diversitas kebudayaan : Orang Batak yang selalu berbicara ceplas-ceplos dan berwatak keras.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 27 Maret 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)Praktikum VII Analisis Sistem KelembagaanModel Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengeloalaan Hutan Alam ProduksiOleh: Djuhendi TadjudinNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarPraktek pengelolaan sumberdaya hutan saat ini termasuk hutan alam produksi sarat dengan persengkataan. Intensitas sengketa pun cukup beragam mulai dari perbedaan, ketidaksetujuan, protes, penentangan, perusakan, sampai dengan pertikaian. Persengketaan yang terkait dengan masalah hutan alam produksi dipandang dalam garis hirarki yang linier berupa tata nilai, hak pemilikan, dan model pengelolaan. Persoalan tersebut terkait dengan tiga pelaku utama yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Hutan Kemasyarakatan (HKM) merupakan perwujudan berbagai bentuk pengelolaan hutan yang mengakomodasikan kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas. Konsep HKM berawal dari keinginan untuk mengakomodasikan partisipasi masyarakat lokal seluas-luasnya dan keunggulan pengetahuan dan kearifan masyarakat lokal. Diperlukan adanya kelembagaan yang mengandung unsur batas yuridiksi, aturan main, dan aturan perwakilan dengan model kelembagaan yang beragam dan dilakukan oleh lembaga pemerintah yang ada di daerah. Dengan begitu masyarakat dapat mencapai hasil akhir efisiensi, keadilan dan kepatutan, keberlanjutan dan pemeliharaan kenekaragaman sumberdaya hayati.Analisis

1. Kelembagaan social yang ada menurut penggolongan Uphoff (1992) berdasarkan sektor-sektor :a. Publik :Dengan para pelaku (stakeholder), yang sekurang-kurangnya terdiri dari: pemerintah, masyarakat, dan swasta Bacaan diatas menunjukkan adanya kelembagaaan dan pelembagaan masyarakat yang berstatus sebagai publik.b. Partisipatory :Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang dibuat oleh pemerintah ini merupakan perwujudan berbagai bentuk pengelolaan hutan yang mengakomodasikan kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas.Bacaan ini merupakan salah satu contoh wujud partisipasi pemerintah terhadap masyarakat. c. Swasta :Hutan mungkin hanya sebagai komoditas yang setiap saat dapat ditransformasikan menjadi uang.Bacaan ini merupakan salah satu contoh upaya mencari keuntungan2. Tingkatan norma dan sanksi (moral dan masyarakat)

Tingkatan NormaContohSanksi

MoralMasyarakat

Cara ( usage )Pengelolaan hutan yang kurang baikTidak pantasDianggap Jangggal

Kebiasaan (folkways)MaluDicela

Tata-kelakuan(mores)Pengelolaan hutan yang sarat akan persengketaan BersalahDihukum

Adat (customs)Memakai pakaian serba hitamBerdosaDikeluarkan

3. Kelembagaan sosial sebagai kontrol sosial

Kontrol sosial paksaan terdapat pada pemerintah, UU dengan sanksi yang tegas.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 27 Maret 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)Praktikum VII Analisis Sistem KelembagaanModel Kelembagaan Masyarakat Dalam Pengeloalaan Hutan Alam ProduksiOleh: Djuhendi TadjudinNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarSistem bagi hasil penting dalam kehidupan pertanian di Indonesia. Meskipun UU Agraria tahun 1990 mengharuskan pertanian mengelola tanahnya sendiri. Tahun yang sama, penggarapan bagi hasil diantara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka terima kebanyakan hanya 30% sampai 40%. Daerah yang padat penghuninya seperti Jawa, jumlahnya diperkirakan lebih dari 0%. Kesulitannya yaitu mencatat secara tepat kontrak-kontrak yang kebanyakan dilakukan dengan lisan. Daerah penelitian terletak antara kota Yogyakarta dan Surakarta termasuk daerah terpadat penduduknya di Jawa. Kepadatan penduduk mencapai lebih dari 15.000 jiwa/hektar lahan pertanian. Jumlah penduduk antara tahun 1920 dan 1969 tumbuh lebih dari dua kali lipat. Dinamika ini disebabkan oleh makin buruknya struktur sosio-ekonomi. Bentuk pertanian yang umum adalah persawahan padat karya dengan hasil panen tinggi. Tingkat teknik produksi masih rendah. Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana produksi berupa tenaga kerja, menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan hubungan kerja dasar bagian yang sedikit bagi penggarap dalam mengelola lahannya. Yang biasa terjadi adalah pembagian warisan tanpa memecah langsung lahan pertanian dengan mengutamakan keturunan laki-laki, sehingga lahan pertanian tersebut dikelola oleh sejumlah keluarga. Kesempatan kerja di sektor industri sangat sedikit. Sedangkan kesempatan kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang bersifat informal juga telah terisi penuh.Akibat kelemahan struktur pertanian dan tidak adanya cadangan tanah, maka jumlah lapisan penduduk pertanian yang tidak memiliki tanah terus meningkat. Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif. Para penggarap terutama dari kelompok sosial pedesaan bawah kebanyakan memiliki pondok sederhana dari bambu dengan pekarangan kecil. Rata-rata pemilik hewan adalaah pemimpin-pemimpin desa. Pembagian panen antar penggarap dan pemilik tanah sebesar 6:4 telah dilarang. Dengan bagi hasil pemilik tanah dan penggarap mendapatkan 1:1 hasil panen kotor untuk padi, dan 1:2 untuk palawija di sawah, tidak menunjukkan keberhasilan. Sebagai ukuran dasar pembanding bagi hasil adalah kualitas tanah, letak tanah, bentuk pengolahan, hasil tanaman dan sebagainya. Bentuk-bentuk dasar bagi hasil ada tiga yaitu, sistem maro, sistem mertelu, dan sistem mrapat. Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa yang telah digambarkan. Pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1960 hanya merupakan langkah pertama yang penting untuk mengantar ke proses perubahan sosial yang lebih baik. Usaha-usaha selanjutnya dirancang serasi dalam bidang pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infrastruktur, harus terus diupayakan.

Analisis1. Kelembagaan dan Pelembagaan menurut sektor :a. Publik :Kelompok sosial desa petani kenceng, petani gundul, yang memiliki tanah jauh lebih luas dar tanah desa yang ditunjukkan oleh pengukur desa, menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam waktu tertentu dengan imbalan tunai. Bacaan ini menunjukkan adanya kelompok sosial yang berstatus sebagai sebuah organisasi dan pemerintah local. b. Partisipatory :c. Swasta :Kesempatan kerja di sektor industri sangat sedikit. Sedangkan kesempatan kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang bersifat informal juga telah terisi penuh . Bacaan ini menunjukkan adanya sektor privat yaitu industri. 2. Tingkatan norma dan sanksi (moral dan masyarakat)

Tingkatan NormaContohSanksi

MoralMasyarakat

Cara ( usage )Bagi HasilTidak pantasDianggap Jangggal

Kebiasaan (folkways)Pembagian WarisamMaluDicela

Tata-kelakuan(mores)Pelanggaran UUBersalahDihukum

Adat (customs)BerdosaDikeluarkan

3. Kelembagaan sosial sebagai kontrol sosial

Kontrol sosial paksaan terdapat pada pemerintah, UU dengan sanksi yang tegas.MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 17 April 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)Praktikum VIII Analisis GrupSistem PondokOleh: Wariso RamNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarSebagian besar migran sirkuler berasal dari rumah tangga desa yang memiliki lahan sempit dan berpendidikan rendah. Mereka digolongkan dalam lapisan kurang mampu di desanya. Keadaan yang serba tidak berkecukupan kemudian mendorong mereka untuk melakukan usaha mandiri secara kecil-kecilan dengan modal yang tidak begitu besar dan peralatan yang tidak begitu mahal. Para migran sirkuler biasanya bergerak dalam bidang usaha sisa karena biasanya pemilik modal umumnya tidak tertarik pada bidang usaha ini dan bisa memulai usaha dengan modal terbatas serta menggunakan peralatan sederhana dan keterampilan yang mudah dipelajari. Contohnya seperti usaha membuat dan menjual makanan jajanan. Ada dua hal yang menjadi modal besar dalam pengembangan usaha mereka, yaitu persiapan yang matang dalam pemasaran serta pengalaman yang cukup mengenai seluk-beluk proses produksi. Lalu, mereka menutupi keterbatasan yang mereka miliki dengan azas kegotong royongan. Karena jenis usaha ini bersifat padat karya, maka diperlukan keterampilan dalam pengelolaan hubungan antar manusianya. Sehingga azas kerukunan atau azas kekeluargaan menjadi sendi utama. Dalam sistem pondok ini diperlukan hubungan yang selaras antara pemilik modal dengan karyawan penjual dan juga adanya hubungan yang harmonis di antara sesame karyawan dan penjual.Sistem pondok dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu sistem pondok gotong royong dimana setiap anggota memiliki kedudukn yang sama, sistem pondok rumah tangga dimana kedaulatan pemilik pondok (pengusaha pondok) berkedudukan sebagai pemilik rumah tangga, sistem pondok usaha perseorangan dimana ada diferensiasi anggota yaitu ada yang bertindak sebagai majikan dan ada yang bertindak sebagai karyawan, dan sistem pondok sewa dimana pemilik pondok tidak campur tangan dalam dalam kegoatan produksi ataupun pemasaran barang. Di samping keempat sistem itu terdapat sistem pondok yang merupakan campuran. Jika dilihat dari jenis kegiatan yang dilakukan penghuninya, pondok boro dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu pondok boro buruh, penjual, dan produksiAnalisis1. Dasar pembentukan grupa. Dasar keturunan satu nenek moyang Dalam grup pondok, antara majikan dan karyawan sering terdapat hubungan darah.b. Dasar tempat tinggal Grup pondok boro dibentuk oleh masyarakat yang biasanya se-daerah.c. Dasar kepentingan bersamaKarena berasal dari keadaan ketidakcukupan, maka mereka mendirikan usaha mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.d. Dasar program pihak atas desa

2. Perbedaan derajat kohesivitasa. Sistem pondok gotong royong Tinggi, karena dalam grup ini efektifitas komunikasinya tinggi. Hal ini terjadi karena dalam grup ini dilandasi azas gotong royong.b. Sistem pondok rumah tangga Tinggi, karena dalam grup ini efektifitas komunikasinya tinggi. Hal ini terjadi karena dalam grup ini dilandasi azas kekeluargaan.c. Sistem pondok usaha perseorangan Sedang, hubungan antara majikan dengan karyawan lebih erat daripada dengan penjual. Tetapi majikan selalu berusaha menjalin hubungan yang baik dengan penjual, karena mereka saling membutuhkan.d. Sistem pondok sewaRendah, hubungan yang terjadi hanya sebatas sewa-menyewa.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 24 April 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)Praktikum VIII Analisis Organisasi Sosial dan BirokrasiLSM dan NegaraOleh: Philip EdridgeNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) IkhtisarPeran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saat ini dipandang sangat penting dengan berbagai kegiatan dalam mengatasi masalah yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. Sinergi tindakan yang dilakukan oleh LSM-LSM tersebut menjadi indikator serta salah satu cara untuk membantu lembaga tertinggi yang mengatur rakyat yaitu pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah yang terus terjadi dan menghimpit masyarakat Indonesia.LSM mempunyai tiga model yang tampaknya menjadi karakteristik keseluruhan orientasi mereka dalam berhadapan dengan struktur negara. Tiga model tersebut diwujudkan dalam tiga macam pendekatan umum yang dilakukan berbagai LSM dalam menjalin hubungan dengan pemerintah. Pertama, pendekatan yang diberi nama Kerjasama Tingkat Tinggi : Pembangunan Akar Rumput. Pendekatan ini lebih menekankan pada kerjasama program-program pembangunan pemerintah. LSM-LSM yang termasuk kategori ini antara lain adalah Bina Swadaya dan Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS). Kedua, pendekatan yang disebut Politik Tingkat Tinggi : Mobilisasi Akar Rumput yang lebih menempati peran sebagai pembela masyarakat. LSM-LSM yang termasuk kategori ini adalah Lembaga Studi Pembangunan (LSP), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LP3ES, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Ketiga pendekatan yang disebut Penguatan di Tingkat Akar Rumput yang lebih menekan pada peningkatan kesadaran masyarakat. LSM-LSM yang termasuk kategori ini adalah Studi Bantuan Hukum (KSBH) dan masyarakat pinggir kali Gondolayu.LSM/LSPM telah membangun forum dan jaringan tersendiri tanpa peraturan dan keanggotaan formal. Jaringan LSM dapat dibedakan sebagai sektoral, regional, dan nasional. Jaringan LSM sektoral dipandang oleh sejumlah pihak sebagai sangat terbuka bagi kontrol dan pengaruh pemerintah. Ketiganya berperan memperkuat masyarakat sipil melalui berbagai strategi mereka untuk merangsang pembentukan kelompok otonom. Ketiganya bersifat ambivalen dalam pendekatan struktur negara. Sementara gerakan LSM telah banyak menyumbang bagi penguat demokratis yaitu sintesa efektif antara corak gerak pembangunan dan mobilitas, interaksi antara aktivitas di tingkat mikro dan makro, rekonsiliasi dari perbedaan-perbedaan, debirokratisasi yang lebih luas dari hubungan LSM/LSPM serta memadukan gerakan kooperatif dengan otonomi kelompok kecil.Analisis1. Persamaan dan perbedaan tujuan dan cara pencapaian tujuan antara LSM dan birokrasi pemerintahana. Tujuan1) Perbedaan Pemerintah bertujuan dalam pembangunan berbagai aspek. Sedangkan LSM bertujuan untuk melakukan kontrol dan penyeimbangan kekuatan pemerintah. 2) PersamaanSecara umum LSM dan pemerintah memiliki tujuan yang sama yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.b. Cara pencapaian1) PerbedaanLSM mementingkan aspirasi masyarakat. Sedangkan pemerintah mementingkan birokratisasi.2) PersamaanPemerintah dan LSM memproduksi aturan-aturan untuk mencapai tujuan.

2. Bukti penerapan sistem birokratisme oleh organisasi pemerintahAda anggapan kuat bahwa UU organisasi kemasyarakatan yang dikeluarkan tahun 1985 akan sangat memukul otonomi LSM/LPSM. Karena dengan UU keormasan ini memungkinkan pemerintah untuk menindak keras organisasi-organisasi yang aktifitasnya dinilai mengancam stabilitas dan aktivitas nasional.

3. Jejaring antar LSM sebagai salah satu bentuk alternatif birokrasiJejaring Kolaborasi. Jejaring kolaborasi adalah jejaring antara organisasi serupa karena memperjuangkan kepentingan yang sama. Meskipun terdapat banyak perbedaan, LSM-LSM di Indonesia memiliki secara bersama karakteristik tertentu. Pertama orientasi terhadap penguatan kelompok-kelompok masyarakat sebagai basis tumbuhnya masyarakat yang sehat dan sebagai kekuatan penyeimbang terhadap pemerintah. Tujuan lainnya mencakup pemberian fasilitas bagi pertukaran informasi, kooperasi dan gerakan bersama, negosiasi dengan lembaga donor asing dan sebagai saluran untuk penyebaran dana serta memperjuangkan kesatuan pada saat berhadapan dengan pemerintah.

MK SOSIOLOGI UMUMTanggal: 8 Mei 2015 Nama: Farandy Insan Sejati (B04140044)Ruang: CCR 2.13 (P06.2)Praktikum X Analisis Stratifikasi SosialSISTEM STATUS DAN PELAPISAN MASYARAKAT SISTEM STATUS YANG BERUBAHRuntuhnya Sistem Status Kolonial dalam Abad Kedua PuluhOleh: W. F. Werthieim

SITUASI SOSIAL DUA KOMUNITASDESA DI SULAWESI SELATANOleh: Mochtar Buchori dan Wiladi BudihargaNama Asisten:Hotmauli Adina Riska (I24120060)Furi Alifiari (G74120064) Ikhtisar Bacaan I :Sekitar tahun 1900, Belanda berhasil menegakkan kekuasaannya di seluruh kepulauan Indonesia. Pelapisan masyarakat kolonial menurut garis ras, yang lazim terdapat di pulau Jawa, mulai meluas ke pulau-pulau seberang. Tetapi pada abad XX terjadi perkembangan dinamis yang menerobos pola yang kaku ini dan meningkatkan mobiltas sosial. Di luar Jawa, uanglah yang terutama melakukan pendobrakan terhadap sistem asli yang lama. Sebagai contoh, di beberapa daerah di Kalimantan tenggara, di mana pemerintahan adat feodal telah dikesampingkan karena bermusuhan dengan Belanda, maka paham individualisme telah mencapai kemajuan lagi, dan selain dari ukuran keagamaan yang mempunyai kepentingan yang amat besar, kesejahteraan materi merupakan ukuran utama dalam menentukan prestise kemasyarakatan. Sementara di Jawa, semenjak tahun 1900, terjadi peningkatan perbedaan profesi. Bertambah luasnya ekonomi uang dan meningkatnya hubungan dengan orang Barat telah menciptakan lapangan pekerjaan baru.Perkembangan selanjutnya, usaha pribadi untuk naik dalam tingkat-tingkat sosial dalam masyarakat ini tidak mengambil bentuk perjuangan untuk memperoleh laba dari perdagangan atau pekerjaan bebas, tetapi dalam suatu perjuangan untuk mencapai pengakuan resmi dengan perantaraan ijazah. Dengan demikian, pendidikan telah menciptakan kelas orang Indonesia yang mempunyai pendidikan Barat sampai tingkat tertentu. Kelas cendikiawan lantas dipandang memiliki kewibawaan labih tinggi dari para penguasa tradisional dan Kiai. Orang Indonesia kemudian mulai diangkat kepada jabatan-jabatan yang semula merupakan hak istimewa untuk orang Eropa sebagai akibat dari dibutuhkannya tenaga-tenaga terlatih dan mahir bahasa Belanda. Kendatipun telah berkembang kelas menengah Indonesia, perbedaan pendapatan masih sejalan dengan pelapisan ras. Akibat dari mencairnya garis batas sosial, persaingan ekonomi dan sosial timbul antara kelompok-kelompok yang berdampingan. Sehingga para kaum borjuis membentuk barisan untuk menguatkan solidaritas sebagai upaya meghadapi kelas yang sedang menanjak dengan tujuan utama mempertahankan hak-hak istimewa kemasyarakatan. Di pihak lain, dikalangan orang-orang Indonesia terdapat kecenderungan untuk mengadakan persatuan yang disertai kesadaran kebangsaan dan akibat dari berkurangnya rasa hormat terhadap bangsa Belanda. Dalam dunia dagang, monopoli tidak lagi dipegang oleh orang Cina karena pedagang-pedagang Indonesia semakin besar jumlahnya dan mengooganisasi diri sehingga mengancam kedudukan kelas orang Cina.Dengan demikian, terdapat suatu kecenderungan yang kuat ke arah suatu sistem nilai yang baru berdasarkan kemakmuran individu dan kemampuan intelektual seseorang, tetapi perkembangan ini masih ditahan, baik oleh sisa-sisa struktur kolonial maupun feodal.

Bacaan II :Komunitas Maricaya Selatan terdiri dari lima golongan masyarakat yang menempati tiga lapisan pokok, yaitu golongan pejabat dan kelompok professional di lapisan atas; golongan alim ulama, golongan pegawai dan golongan pedagang di lapisan menengah; golongan buruh di lapisan bawah. Masyarakat Maricaya Selatan bersifat heterogen. Terlihat akan tanda-tanda adanya usaha untuk menembus dinding-dinding antar lapisan dan antar golongan. Penduduk dari golongan mayoritas cukup terbuka dengan golongan minoritas tetapi penduduk dari lapisan menengah hanya terbuka dengan golongannya sendiri.Dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat Maricaya Selatan tedapat tiga lapisan masyarakat, yaitu lapisan ekonomi mampu, menengah, miskin. Apabila informasi-informasi tentang stratifikasi sosial dan stratifikasi ekonomi digabungkan, maka diperoleh 3 lapis masyarakat; atas, mampu; menengah, sedang; dan bawah, miskin. Kesempatan pendidikan bagi anak-anak di masyarakat ini tersedia cukup luas dari TK hingga perguruan tinggi. Pada kelompok usia 7-12 tahun mayoritas dapat mengenyam pendidikan SD setempat, 54% lulusan melanjutkan ke SLTP, 65% lulusan SLTP melanjukan ke SLTA, dan 20% lulusan SLTA melanjutkan ke perguruan tinggi. Kesan umum yang dapat ditarik ialah bahwa masyarakat Maricaya Selatan memanfaatkan kesempatan seoptimal mungkin. Apabila data tentang pendidikan ini dihubungkan dengan ekonomi, maka ini dapat menggambarkan tingkatan ekonomi orang tua. Dalam masyarakat Polewali terlihat adanya tiga lapisan masyarakat yaitu, lapisan atas, kaya; menengah, sedang dan bawah, miskin. Kelompok masyarakat Bugis dan Makasar merupakan kelompok yang paling besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial terutama dalam kehidupan adat dan keagamaan, dan paling besar peranannya dalam kehidupan ekonomi. Dalam kelas-kelas tersebut terdapat perbedaan yaitu berupa gaya hidup. Masyarakat Polewali secara keseluruhan menjunjung tinggi pendidikan sebagai sarana memperoleh tempat yang terhormat dalam masyarakat. Kelompok masyarakat Polewali pada dasarnya merupakan suatu masyarakat yang lugas mengisi kehidupan mereka sehari-hari dengan berbagai usaha untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang terdapat di lingkungan mereka.Analisis1. Dimensi yang mendasari pelapisan masyarakata. Bacaan 11) Ukuran kekayaanKesejahteraan materi merupakan ukuran utama dalam menentukan prestise kemasyarakatan lebih-lebih lagi di daerah adat. Barang siapa memiliki kekayaan materi yang banyak, maka dapat digolongkan ke dalam lapisan atas.2) Ukuran Ilmu PengetahuanPelapisan masyarakat dapat didasari oleh tingkat pendidikan yang merupakan gambaran penguasaan ilmu pengetahuan. Pada bacaan pendidikan telah menciptakan kelas baru kaum cendikiawan yang menduduki posisi khusus dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan telah menciptakan seluruh kelas orang Indonesia yang mempunyai pendidikan Barat sampai ke tingkat tertentu, dan adanya kelas ini telah menimbulkan suatu akibat yang sama dinamisnya terhadap sistem status.3) Ukuran KehormatanPada abad XIX terdapat pelapisan masyarakat berupa kasta kolonial. Pelapisan ini didasarkan pada perbedaan ras. Orang-orang barat memiliki posisi lebih tinggi karena dianggap lebih terhormat dalam lapisan masyarakat dibandingkan orang-orang Indonesia. Sehingga sebagian besar orang Indonesia tidak memiliki akses terhadap jabatan-jabatan tertentu yang hanya diperuntukkan bagi kasta Eropa.

b. Bacaan 21) Ukuran KekayaanPelapisan masyarakat Maricaya Selatan didasarkan pada kemampuan ekonomi masyarakat.. Pada masyarakat Desa Polewali juga terdapat stratifikasi sosial yang didasarkan pada status ekonomi seseorang. Semakin tinggi kemampuan ekonomi seseorang maya semakin tinggi pula posisinya dalam pelapisan masyarakat2) Ukuran kekuasaanStratifikasi komunitas Maricaya Selatan dapat dilihat dari status sosial seseorang dalam masyarakat. Dalam bacaan ini status sosial yang mendasari pelapisan adalah posisi seseorang untuk dapat mempengaruhi (berkuasa) atas orang lain. Semakin besar kemampuan seseorang untuk mempengaruhi masyarakat, maka semakin tinggi posisinya dalam lapisan masyarakat.3) Ukuran ilmu pengetahuan Dilihat dari latar belakang pendidikan, lapisan atas masyarakat Maricaya Selatan merupakan kelompok homogen. Ini berarti pelapisan masyarakatnya juga dilandasi atas dasar tingkat pendidikan.

2. Membandingkan sistem pelapisan

Bacaan 1Bacaan 2

Dimensi PelapisanKekayaan, kehormatan, ilmu pengetahuanKekayaan, kekuasaan, ilmu pengetahuan

Sistem PelapisanAtasOrang EropaDesa Maricaya SelatanAtas, mampuPejabat dan kelompok profesional

MenengahOrang CinaMenengah, sedangAlim Ulama, pegawai, pedagang

BawahOrang IndonesiaBawah, miskinBuruh

Desa PolewaliAtasUlama, pemangku adat, pejabat

MenengahPedagang

BawahBuruh

Sifat Sistem PelapisanTerbuka (status yang berlaku diperoleh dari suatu usaha melalui berbagai saluran, sehingga memungkinkan perubahan posisi dalam pelapisan)Terbuka (status yang berlaku diperoleh dari suatu usaha melalui berbagai saluran, sehingga memungkinkan perubahan posisi dalam pelapisan)

3. Menjelaskan Faktor-Faktor Pendorong Mobilitas Sosiala. Bacaan 11) Pedagang pribumi menggeser kedudukan pedagang Cina (Vertikal naik) 2) Banyak posisi penting dalam pemerintahan Belanda yang diduduki oleh para bumiputra (Vertikal naik)3) Munculnya golongan cendekiawan dari golongan pribumi membuat pemerintah Belanda memperhitungkan keberadaannya (Vertikal naik)4) Adanya kelas cendikiawan Indonesia yang mendobrak susunan kelas kolonial menyebabkan rubuhnya sistem kasta kolonial (Vertikal turun)5) Terpuruknya kedudukan lapisan Indo menyebabkan kehormatan kaum Indo semakin menurun (Vertikal turun)Dari mobilitas yang tampak pada bacaan 1 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial adalah pendidikan dan ekonomi. Di luar Jawa, uanglah yang terutama mendobrak sistem asli yang lama. Sementara di Jawa, di samping faktor ekonomi, faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial adalah pendidikan.b. Bacaan 2Secara implisit faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial pada bacaan adalah adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan sebagai saluran untuk meraih kedudukan yang lebih tinggi dalam pelapisan masyarakat. Dalam stratifikasi sosial yang bersifat terbuka terdapat kemungkinan terjadinya mobilitas sosial. Faktor lain yang mendorong mobilitas sosial adalah penduduk mayoritas membentuk pola pergaulan yang akrab dengan penduduk menengah dan minoritas. Sehingga memungkinkan penduduk untuk menerobos dinding-dinding antar lapisan dan antar golongan.