18
SISTEM NGAJI (SOROGAN DAN WETON) Menyoal Urgensi Mempertahankan Sisdik Dan Sistem Komunikasi Pembangunan Tingkah Laku Di Pondok Pesantren Oleh : Jamiluddin BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

Sorogan & Weton

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Persoalan pendidikan dipelbagai Negara hampir sama. Selalu terkait dengan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian. Memang tampak klasik, tetapi seluruh permasalahan pendidikan ini terus bereskalasi mengikuti perubahan dan perkembangan. Utamanya eskalasi kebutuhan manusia sangat signifikan melahirkan peninjauan aspek-aspek masalah kependidikan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu. Antara eskalasi kebutuhan manusia dan peninjauan hal kependidikan sebagai dua variable yang berkorelasi senantiasa bersiklus. Kebutuhan manusia bereskalasi oleh sebab perubahan alamiah dan rekayasa IPTEK yang dinamis. Perubahan alamiah atau sunnatullah berupa perubahan iklim, perubahan bentang alam, bencana alam, perubahan fisiologi manusia dan lain-lain dapat membidani lahirnya “need” baru. Dunia rancang bangun yang dinakodai oleh actor intelektual kemudian merumuskan formula untuk menyikapi varian kebutuhan baru tersebut. Kreatifitas dunia engeenering yang melahirkan sebuah formula memiliki multy effeck, antara lain: (1). Lahirnya ilmu pengetahuan, (2). Lahirnya dunia industeri, (3). Munculnya kebutuhan untuk mensosialisasi ilmu pengetahuan yang baru tersebut, (4). Lahirnya kebutuhan tenaga kerja untuk mengisi dunia industeri baru, (5). Lahirnya kebiijakan atau regulasi sebagai suprastruktur, serta (6). Terbangunnya imprastruktur pendukung suksesi farmula hasil kreatifitas rancang bangun IPTEK . Multi effeck ini sendiri tidak akan lepas dari konsolidasi atau penguatan fungsi institusi pendidikan, utamanya dalam hal tranformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pembangunan SDM yang siap suai mengisi lapangan kerja pada dunia industeri yang terbangun menyikapi eskalasi kebutuhan manusia. Ketika penguatan fungsi institusi pendidikan ini menjadi niscaya maka peninjauan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.yang merupakan komponen system pendidikan wajib diselenggarakan.. Di Negara manapun, system pendidikan terus mendapat conditioning. Satu-satunya alasan yang dominant adalah untuk usaha upgrade dan penyesuaian untuk survive and up to date. Sedemikian urgennya peninjauan system pendidikan ini, maka masing-masing Negara melakukan penetapannya dengan sebuah Undang-Undang. Di Indonesia, system pendidikan juga terus mengalami peninjauan. Undang-Undang Sisdiknas RI Nomor 2 Tahun 1989 telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tidak hanya sekedar itu, perubahan Undang-Undang ini diikuti pula dengan regulasi standar nasional pendidikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Pada tingkat yang lebih teknis, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ini dilaksanakan dengan Permen (Peraturan Menteri) Penididikan Nasional 21, 22, 23, 24 dan seterusnya.Di Indonesia, perubahan ini berkontribusi meluas. Tidak hanya pada area institusi pendidikan di bawah pembinaan langsung Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga menyentuh seluruh institusi pendidikan di Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republic Indonesia. Fakta empiris ini semakin signifikan setelah pemberlakuan 20% anggaran pendidikan yang dikelola oleh kementerian pendidikan nasional menyentuh seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Adanya BKM, Subsidi RKB, SPG (Sertifikasi Guru) dan lain-lain melahirkan simbiosis baru antara Kementerian Pendidikan Nasional dengan seluruh penyelenggara pendidikan, baik di kementerian lainnya ataupun masyarakat yang eksis Dalam bentuk Yayasan Pendidikan.Terkait dengan perubahan system pendidikan nasional kita, banyak sekali gejala yang menterjemahkan perubahan itu secara dogmatis. Artinya, beberapa institusi pendidikan di tanah air melakukan peruhan total secara naïf. Bahkan banyak yang kemudian mengabaikan kearifan lokalnya. Akibatnya, banyak pula institusi pendidikan kita yang kehilangan jati diri. Tidaklah mengherankan kalau k

Citation preview

Page 1: Sorogan & Weton

SISTEM NGAJI (SOROGAN DAN WETON)

Menyoal Urgensi Mempertahankan Sisdik Dan Sistem Komunikasi Pembangunan

Tingkah Laku Di Pondok Pesantren

Oleh : Jamiluddin

BAB I

PENDAHULUAN

A. PERMASALAHAN

Page 2: Sorogan & Weton

1. Latar Belakang Masalah

Persoalan pendidikan dipelbagai Negara hampir sama. Selalu terkait

dengan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan,

sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.

Memang tampak klasik, tetapi seluruh permasalahan pendidikan ini terus

bereskalasi mengikuti perubahan dan perkembangan. Utamanya eskalasi

kebutuhan manusia sangat signifikan melahirkan peninjauan aspek-aspek masalah

kependidikan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu.

Antara eskalasi kebutuhan manusia dan peninjauan hal kependidikan

sebagai dua variable yang berkorelasi senantiasa bersiklus. Kebutuhan manusia

bereskalasi oleh sebab perubahan alamiah dan rekayasa IPTEK yang dinamis.

Perubahan alamiah atau sunnatullah berupa perubahan iklim, perubahan bentang

alam, bencana alam, perubahan fisiologi manusia dan lain-lain dapat membidani

lahirnya “need” baru. Dunia rancang bangun yang dinakodai oleh actor intelektual

kemudian merumuskan formula untuk menyikapi varian kebutuhan baru tersebut.

Kreatifitas dunia engeenering yang melahirkan sebuah formula memiliki multy

effeck, antara lain: (1). Lahirnya ilmu pengetahuan, (2). Lahirnya dunia industeri,

(3). Munculnya kebutuhan untuk mensosialisasi ilmu pengetahuan yang baru

tersebut, (4). Lahirnya kebutuhan tenaga kerja untuk mengisi dunia industeri baru,

(5). Lahirnya kebiijakan atau regulasi sebagai suprastruktur, serta (6).

Terbangunnya imprastruktur pendukung suksesi farmula hasil kreatifitas rancang

bangun IPTEK . Multi effeck ini sendiri tidak akan lepas dari konsolidasi atau

penguatan fungsi institusi pendidikan, utamanya dalam hal tranformasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta pembangunan SDM yang siap suai mengisi

lapangan kerja pada dunia industeri yang terbangun menyikapi eskalasi kebutuhan

manusia. Ketika penguatan fungsi institusi pendidikan ini menjadi niscaya maka

peninjauan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan,

sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.yang

merupakan komponen system pendidikan wajib diselenggarakan..

Di Negara manapun, system pendidikan terus mendapat conditioning.

Satu-satunya alasan yang dominant adalah untuk usaha upgrade dan penyesuaian

Page 3: Sorogan & Weton

untuk survive and up to date. Sedemikian urgennya peninjauan system pendidikan

ini, maka masing-masing Negara melakukan penetapannya dengan sebuah

Undang-Undang.

Di Indonesia, system pendidikan juga terus mengalami peninjauan.

Undang-Undang Sisdiknas RI Nomor 2 Tahun 1989 telah diperbaharui dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tidak hanya sekedar itu, perubahan

Undang-Undang ini diikuti pula dengan regulasi standar nasional pendidikan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Pada tingkat yang lebih

teknis, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ini dilaksanakan dengan

Permen (Peraturan Menteri) Penididikan Nasional 21, 22, 23, 24 dan seterusnya.

Di Indonesia, perubahan ini berkontribusi meluas. Tidak hanya pada area institusi

pendidikan di bawah pembinaan langsung Kementerian Pendidikan Nasional,

tetapi juga menyentuh seluruh institusi pendidikan di Wilayah Hukum Negara

Kesatuan Republic Indonesia. Fakta empiris ini semakin signifikan setelah

pemberlakuan 20% anggaran pendidikan yang dikelola oleh kementerian

pendidikan nasional menyentuh seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Adanya

BKM, Subsidi RKB, SPG (Sertifikasi Guru) dan lain-lain melahirkan simbiosis

baru antara Kementerian Pendidikan Nasional dengan seluruh penyelenggara

pendidikan, baik di kementerian lainnya ataupun masyarakat yang eksis Dalam

bentuk Yayasan Pendidikan.

Terkait dengan perubahan system pendidikan nasional kita, banyak sekali

gejala yang menterjemahkan perubahan itu secara dogmatis. Artinya, beberapa

institusi pendidikan di tanah air melakukan peruhan total secara naïf. Bahkan

banyak yang kemudian mengabaikan kearifan lokalnya. Akibatnya, banyak pula

institusi pendidikan kita yang kehilangan jati diri. Tidaklah mengherankan kalau

kemudian institusi pendidikan yang kehilangan jati dirinya tersebut tidak mudah

mewujudkan capaian-capaian yang diharapkan. Tidak terkecuali dilingkungan

pondok pesanteren, penterjemahan dan aplikasi perubahan system pendidikan

nasional inipun banyak yang melakukannya tanpa kritik atau pengkajian yang

dalam. Konsekuensi yang menggejala adalah pondok pesanteren tidak berbeda

Page 4: Sorogan & Weton

lagi dengan institusi pendidikan non pondok pesanteren. Hal ini cukup

memperihatinkan.

Sebagai sebuah pondok pesanteren, madrasah/sekolah dilingkungan

Yayasan pendidikan HAMZANWADI Pancor cukup terimbas juga dengan

tendensi penterjemahan perubahan system pendidikan nasional secara naïf

tersebut. Salah satu contoh dalam standar proses, di mana dan metoda dan

pendekatan secara berangsur-angsur steril dari tradisi pembelajaran di Pondok.

Lebih detail lagi dapat dikedepankan, Ngaji (Sorogan ataupun Weton) sudah tidak

ditemui lagi di madrasah dan sekolah dilingkungan YPH-PPD NW Pancor.

Apakah memang harus seperti ini?

Kalau memang harus, mengapa kualifikasi lulusan dimasa yang lalu lebih

comfident? Walaupun assesemen ini perlu diuji, tetapi sudah cukup untuk sebuah

perbandingan dengan kualifikasi lulusan dimasa kini yang belum mendapat

apresiasi sebagaimana output dimasa lalu itu. Pastinya, fakta empiris ini akan

menimbulkan tanda tanya cukup besar dalam kaitannya dengan kehilangan

system pendidikan khas pondok, dalam hal ini yang dialami oleh YPH-PPD NW

Pancor.

Mencermati fenomena yang telah diuraikan terdahulu, sangat perlu

dilakukan sebuah penelitian untuk mendapatkan informasi tentang “apakah Ngaji

(Sorogan dan Weton) sebagai khas Sisdik pondok pesanteren masih perlu

dipertahankan?” Inilah pertanyaan yang kemudian melatarbelakangi peneliti

melakukan penelitian tentang Ngaji (Sorogan dan Weton) “Menyoal urgensi

mempertahankan system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah

laku di Ponpes Darunnahdlathain NW Pancor.

2. Identifikasi Masalah

Ngaji (Sorogan dan Weton) sebagai system pendidikan khas pondok sudah

sangat jarang ditemui, khususnya pada institusi pendidikan modern yang

menggunakan pendekatan klasikal. Tidak terkecuali di madrasah dan sekolah

yang diselenggarakan oleh YPH-PPD NW Pancor. Alasan dasar sterilnya

madrasah dan sekolah dilingkungan YPH-PPD NW Pancor juga tidak jelas.

Page 5: Sorogan & Weton

Kemungkinan yang bisa dikedepankan adalah adanya pengaruh modernisasi

Sisdiknas yang positip dan signifikan. Namun demikian, modernisai sisdiknas

yang dijadikan standar perubahan sisdik dilingkungan YPHPPD NW Pancor ini

tampaknya belum memproduksi output yang sesuai dengan visi dan misi institusi

penyelenggara pendidikan YPHPPD NW Pancor.

3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai urgensi mempertahankan

Ngaji (Sorogan dan Weton) sebagai system pendidikan dan system komunikasi

membangun tingkah laku di Madrasah/Sekolah dilingkungan Yayasan Pendidikan

Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain NW Pancor.

4. Rumusan Masalah

Bagaimanakah urgensi mempertahankan Ngaji (Sorogan dan Weton)

sebagai system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah laku

dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain NW Pancor?

B. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui informasi tentang urgensi mempertahankan Ngaji (Sorogan

dan Weton) sebagai system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah

laku dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain NW Pancor.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Dalam Segi Teoritis

a. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi untuk

menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang system pendidikan,

khususnya system pendidikan khas pondok pesanteren, utamanya system

Ngaji (Sorogan dan Weton).

Page 6: Sorogan & Weton

b. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kajian

pustaka bagi para peneliti lain yang melaksanakan penelitian tentang variable

yang terkait dengan system pendidikan khas pondok pesanteren, utamanya

system Ngaji) Sorogan dan Weton).

2. Manfaat Dalam Segi Praktis

a. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh penyelenggara

pendidikan dalam membuat ebijakan terkait dengan penentuan system

pendidikan yang akan diberlakukan.

b. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi

para tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas pembelajaran di pondok

pesanteren, utamanya dalam melaksanakan system Ngaji) Sorogan dan

Weton).

Page 7: Sorogan & Weton

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalm bab ini akan dibahas secara berturut-turut tentang: Sistem Pendidikan Islam

dan Sistem Pendidikan YPH-PPD NW Pancor.

A. SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian

Term Sistem Pendidikan Islam sudah cukup lama digunakan oleh para ahli

untuk menyebut konstelasi penyelenggaraan pendidikan Islam, utamnaya yang

berlangsung di pondok pesanteren. Dalam term ini sesungguhnya terdapat dua

istilah, yakni system dan pendidikan Islam. Secara parsial, system berasal dari

bahasa Yunani yang berarti hubungan fungsional yang teratur antara unit-unit atau

komponen-komponen.(Tohari Mustamar, 1985; 38).

Tatang M Arifin menyatakan, system adalah hubungan yang berlangsung

di antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur dan atau dengan

kata lain keseluruhan dari langkah-langkah yang bekerja secara sendiri-sendiri

dan bersama-sama untuk mencapai hasil yang diperlukan berdasarkan keperluan

(Ridwan Natsir, 2004;27).

Berdasarkan uraian terdaulu maka system merpaka totaitas sinergitas

seluruh komponen-komponen organisasi atau keseluruhan untuk mewujudkan

capaian-capaian yang sudah dicanangkan. Jadi, system itu mengandung makna

saling ketergantungan dalam mencapai sesuatu yang dihajatkan bersama.

Untuk memahami lebih dalam lagi maka system ini harus pula difahami

menurut cirri-ciri yang ada, antara lain (1). Terdiri atas unit-unit, (2). Bersifat

saling melengkapi dan saling ketergantungan, (3). Memiliki pencanangan tujuan,

(4). Memiliki ruang lingkup kerja, (5). Terdapat kegiatan transformasi, (6).

Memiliki fungsi pengawasan, (7). Memiliki kemampuan mengatur dan (8). Dapat

melakukan penyesuaian, (Ridwan Natsir, 2004; 28).

Sementara itu, term Pendidikan Islam meliputi dimensi yang wholism.

Bukan saja terkait dengan hubungan manusia dengan manusia, tetapi

Page 8: Sorogan & Weton

habluminalloh dan hubungan manusia dengan alam menjadi dimensi yang tdak

dapat dipisahkan. Pendidikan Islam sangat terkait dengan fungsi kekhalifahan

manusia di bumi. Sebagai khalifah manusia memenuhi persyaratan yang meliputi

bahwa manusia memiliki potensi kebenaran, kebaikan dan keindahan. Artinya,

manusia memiliki pengetahuan, akhlak dan seni.Atas dsar potensi ini, maka

beserta fungsi kekhalifahannya, manusia secara inklusif mengemban amanah

untuk membawa rahmat melalui perilaku mendidik kepada seluruh generasinya

sebagai penghambaan total kepada Alloh SWT. Kecuali kepada manusia, amanah

ini tidak diserahkan kepada hamba-Nya yang lain. Alloh SWt berfirman dalam

Surat Al-Baqarah ayat 31 yang artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam

nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada

malaikat lalu berirman, ” Sebutkan kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu

memang orang-orang yang benar”.

Dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam, maka dikenal ada beberapa

istilah yang sering kita dengar yaitu, At-tarbiyyah, At-ta’lim dan At-ta’dib.

Menurut sebagian ulama dan fakar Pendidikan Islam, ketiga term itu mempunyai

kesamaan, tetapi meiliki perbedaan pula.

At-tarbiyyah sebagai padanan dari “rabbaniyyin” dan “rabiyyun” adalah

tranformasi ilmu pengetahauan dan sikap pada peserta didik yang mempunyai

semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga

terwujud ketaqwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur.(Ridwan Natsir;2004;

44).

Sementara itu, At-ta’lim adalah perlakuan yang lebih universal bagi

manusia sehingga ia mendapat pensucian (tazkiyah) dari segala dosa dan atau

kotoran yang kemudian menjadikan dia siap menerima al-hikmah dan segala yang

bermanfaat baginya, serta banyak hal yang tidak diketahuinya, (Tim UII;

2008;73).

Sedangkan Ta’dib yang merupakan bentuk masdar dari kata Addaba

berarti membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun dan

tata cara yang baik, (Ridwan Natsir; 2004;44).

Page 9: Sorogan & Weton

Uraian-uraian terdahulu memberikan penegasan bahwa Pendidikan Islam

merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan keikhlasan dan dengan cara-

cara yang toyyib untuk membantu manusia menjadi “insan kamil”. Kata

“keikhlasan” dalam penegasan ini menjadi sangat strategis dan penting karena

inklusif dengan system perilaku mulia yang dimulikan oleh Alloh SWT. Salah

satu aplikasi system perilaku mulia tersebut adalah acceptance. Dalam sikap ini

terdapat keluhuran, kesabaran dan pengakuan individual differences. Sikap ini

sangat efektiv menempatkan manusia (baik yang memberikan perlakuan atau

yang menerima perlakuan) pada tempat yang semestinya. Sikap ini kemudian

menjadi opsi bagi para “ruslan” hikmah dalam melakukan tugasnya

mengembangkan potensi intelektual sesamanya.

Dalam pendidikan islam yang terkandung dalam term At-tarbiyyah, At-

ta’lim dan At-ta’dib kemudian diberdayakan oleh ulama dan kyai dalam

melaksanakan tugas kependidikan di lembaga pendidikan Islam termasuk di

pondok-pondok pesanteren di Indonesia. Format pendidikan yang kemudian lahir

adalah sebuah system pendidikan yang khas. Format inilah yang kemudian juga

disebut dengan system Pendidikan Islam..

Sistem Pendidikan Islam adalah beberapa unit-unit yang bersinergi yang

di dalamnya terdapat fungsi structural untuk regulasi dan atau pengaturan

penyelenggaraan pengembangan fitrah peserta didik (santeri) agar menjadi hamba

yang beriman dan bertaqwa kepada Alloh SWT.

2. Model Sistem Pendidikan Islam di Indonesia

Pondok pesanteren adalah sebuah institusi pendidikan keagamaan (Islam)

yang memberikan pencerahan, pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan

atau menyebarluarkan ajaran Agama Islam.

Lebih rinci, pondok berasal dari kata funduk yang berarti pemondokan dan

pesanteren berasal dari kata “pe-santeri-an” yang diartikan setra dengan tempat

para santeri. (Ridwan Natsir, 2004; 80).

Berdasarkan anasir terdahulu, maka pondok pesanteren merupakan tempat

ransformasi ilmu pengetahuan, pengalaman dan perilaku keberagamaan Islam

Page 10: Sorogan & Weton

yang diberikan secara terencana oleh para ulama dan kyai kepada santeri yang

mukim dalam satu area yang menjadi basis penyelenggaran proses transformasi

tersebut.

Dalam pondok pesanteren tersebut terdapat setingkat badan atau

organisasi yaitu institusi yang menyelenggarakan pendidikan atau transformasi

ilmu pengetahuan. Institusi tersebut kemudian diselenggarakan oleh para ulama

dan kyai selaku pendidik para santeri dengan menggunakan cara, fasilitas, media

dan segalam bentuk yang memperlancar penyelenggaraan tranformasi ilmu

pengetahuan. Dalam kegiatan tranformasi ilmu pengetahuan, pondok-pondok

pesanteren di Indonesia memilih sebuah system yang cukup sederhana, seperti

Sorogan dan Weton (dalam bahasa Jawa), yang dalam istilah pondok pesanteren

di Pulau Lombok setara degan Ngaji.

Sorogan merupakan sebuah rangkaian transformasi ilmu pengetahuan

agama Islam dengan menggunakan pendekatan individual, di mana santeri secara

bergilir mendapat bimbingan kyai dalam membaca dan memahami sebuah kajian

ilmu agama dalam mushaf Alqur’an atau kitab-kitab, (Ridwan Natsir; 2004; 112).

Sementara itu, Weton adalah suatu rangkaian tranformasi ilmu pengetahuan

agama Islam dengan menggunakan system halaqoh (bandongan), dimana para

santeri meerima ilmu pengetahuan dengan duduk mengelilingi sang kyai yang

menerangkan kandungan Al-qur’an atau kitab seperti format perkuliahan,

(Ridwan Natsir; 2004; 113).

Dalam system sorogan terdapat beberapa hal yang mencolok, antara lain:

(1). Hubungan antara kyai dan santeri cukup familiar, (2). Identifikasi kapasitas

santeri lebih dalam, (3). Kecepatan santeri menuntaskan materi belajar berbasis

kemampuan santeri, (4). Mastery learning sangat memungkinkan, (5). Tidak

memerlukan sarana prasarana yang terlalu banyak, (6). Sebagian besar santeri

memiliki kitab-kitab, (7). Evaluasi dan penilaian hasil belajar berlangsung

sepanjang pembelajaran dan bersifat individual..

Seentara itu dalam system weton, ada beberapa hal yang mencolok antara

lain: (1).Efisiensi waktu tranformasi, (2). Sarana prasarana tidak terlalu dominant,

(3). Keterbatasan tenaga pendidik dapat teratasi, (4). System ini dapat

Page 11: Sorogan & Weton

diberdayakan untuk pengulangan materi yang telah disampaikan dengan system

sorogan.

B. SISTEM PENDIDIKAN DI YPHPPD NW PANCOR

Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlatain

Nahdlatul Wathan Pancor berembrio pada penyelenggara pendidikan awal yang

didirikan keluarga Abdul Majid Pancor yang bernama Yayasan Wakaf Al-

Madjidiyah dan Birrul Walidhain. Yayasan ini memayungi operasional pendidikan

Islam NWDI dan NBDI yang terselenggara sekitar th 1935 M. Mula-mula

penyelengaraan kegiatan pendidikan Islam ini berlangsung secara halaqoh dan

memberdayakan Ngaji sebagai sebuah system pendidikan pilihan.

Ngaji merupakan sebuah mekanisme transformasi ilmu pengetahuan yang

terformat dalam sebuah siklus yang dimulai dengan penentuan kitab yang dikaji,

penyampaian isi kitab, baik oleh santeri dan atau kyai, perbaiakan, penambahan ilmu

dan kembali pada episode awal hingga santeri dinyatakan tuntas menguasai sebuah

kitab.

Penentuan kitab biasanya ditentukan oleh kyai atau ustaz dengan

mempertimbangkan kondisi santeri. Yang dimaksud kondisi santeri adalah terkait

dengan tingkatan pengetahuannya. Artinya, apakah santeri tersebut sedang dalam

tugas belajar kitab dasar, lanjutan (pemahaman), atau tingkat tinggi (kajian).

Penyampaian ditinjau dari sisi penyampai (ruslan) dapat dibagi dua, yaitu

penyampaian oleh kyai/ustaz dan oleh santeri. Kalau penyempainaya adalah ustaz,

maka kegiatan itu dapat dideskripsikan sebagai kegiatan transformasi subtantif.

Sedangkan apabila santeri yang menyampaikan maka kegiatan ini dapat

dideskripsikan sebagai proses pemantapan penguasaan, yang dalam istilah Sasak

disebut NGELANCARANG.

Perbaikan adalah sebuah langkah yang dilaksanakan oleh seorang ustaz untuk

melakukan koreksi atas beberapa kesalahan santeri dalam membaca, memahami,

atau mengkaji sebuah kitab. Dalam langkah ini, ustaz/kyai memberikan contoh cara

membaca, menjelaskan dan membuat proposisi, kemudian memintan santeri untuk

mengulang materi-materi yang sudah dikoreksi.

Page 12: Sorogan & Weton

Penambahan merupakan proses kegiatan sang ustaz/kyai memberikan materi

lanjutan setelah memandang santeri telah menguasai materi-materi yang

dipersyaratkan. Dalam episode siklus ini, ustaz atau kyai memberikan pencarehan,

pemahaman dan contoh-contoh kepada santeri yang diberi materi lanjutan dengan

pemberian kesempatan kepada santeri untuk mencoba sebagaimana contoh atau

penjelasan ustaz tersebut.

Dalam system Ngaji ini sangat jelas bahwa individu adalah prioritas yang

dikedepankan. Setiap individu (santeri) secara bergilir mendapat kesempatan yang

sama mendapat layanan belajar langsung dari Ustaz. Dengan system ini tentunya

setiap santeri akan mendapat perlakuan sesuai dengan kapasitasnya. Fakta ini

memberikan peluang terjadinya komunikasi face to face antara santeri dan

Ustaz/kyai. Apabila transaksi komunikasi ini berlangsung dengan sangat baik dan

betul-betul memenuhi standar psikologis, maka akan terjalin hubungan santeri dan

ustaz yang familiar. Dalam suasana yang akrab dan menyenangkan ini transformasi

ilmu pengetahuan cenderung fast and easy.

Selain dalam format terdahulu, Ngaji sebagai sebuah system diaplikasi dalam

bentuk ceramah umum yang membahas sebuah permasalahan dalam kitab-kitab

tertentu. Performance ini sangat sering dipilih pada saat memberikan pendalaman

kepada santeri yang telah memahami sebuah permasalahan. Selain itu, aplikasi Ngaji

dengan paradigma ini digunakan dalam penyesuaian pola klasikal yang diterapkan

pula dilingkungan YPHPPDNW Pancor.

Page 13: Sorogan & Weton

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti memilih pendekatan kualitatif dengan paradigma

kuantitatif. Pendekatan ini peneliti gunakan atas dasar pertimbangan terhadap variable

penelitian yang tergolong berbentuk nominal. Selain itu, preposisi variable-variabel

dalam penelitian ini memiliki paradigma hubungan yang inplisit dengan koofisien dan

intensitasnya.

Penelitian ini terfokus penghimpunan data pada sumber data dari institusi

pendidikan dan atau majelis ta’lim, santeri, ustaz dan pengurus dilingkungan

YPHPPDNW Pancor .Dalam penghimpunan data, peneliti menggunakan wawancara,

observasi dan dokumentasi yang peneliti rumuskan menurut hasil analisa tentang variable

penelitian dan aspek-aspeknya.

Untuk mendapatkan analisis yang akurat, peneliti membuat catatan objektiv,

reflektif, marginal, analisa lokasi dan antar lokasi, serta merumuskan generalisasi, baik

dengan cara induktif maupun deduktif.

Page 14: Sorogan & Weton

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Dilingkungan YPHPPD NW Pancor terdapat beberapa institusi pendidikan dan

majelis ta’lim, antara lain:

No Nama Klasifikasi Ket 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14 15. 16. 17. 18. 19.

TK Hamzanwadi Pancor MI Hamzanwadi Pancor MTs. NW Pancor MTs. Mu’alimin NW Pancor MTs. Mu’alimat NW Pancor SMP Laboratorium STKIP Hamz Selong MA NW Pancor MA Mu’alimin NW Pancor MA Mu’alimat NW Pancor MAH NW Pancor SMA NW Pancor SMK NW Pancor MDQH Al-Majidiyah Asysyafiiyah NW Pancor IAI Hamzanwadi Pancor STKIP Hamzanwadi Selong STIKOM/LPWN NW Pancor Majelis Ta’lim Al-Abror KBIH NW Pancor RHN (Radio Hamzanwadi)

Pend. Pra Sekolah Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah PT PT PT PT Majelis Ta’lim Majelis Ta’lim Lembaga penyiaran

Mengemban visi dan misi pendidikan dan dakwah Islamiyah

Seluruh institusi tersebut rata-rata mengemban amanah pendidikan dan dakwah.

Dalam hal pelaksanaan amanah yang diemban, masing-masing institusi memiliki

prosedur operasional standar. Dalam perkembangannya, nstitusi ini kemudian menganut

standarisasi yang mengacu pada Badan Standar Nasional Pendidikan bagi institusi

pendidikan dan bagi institusi majelis ta’lim, lembaga penyiaran berkiblat pada kemajuan

atau eskalasi dibidang yang relevan.

Mengenai institusi pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi

Pondok Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor yang berstandar pada

BSNP, dalam transformasi ilmu pengetahuan focus pada standar proses sebagaimana

ditetapkan dalam BSNP sebagai unit aplikasi system pendidikan nasional di Indonesia.

Artinya, terjadi eskalasi sekaligus perubahan visi opsi perlakuan membelajarkan para

Page 15: Sorogan & Weton

santeri. Pilihan “kurikulum” yang di dalamnya terdapat segala hal yang terkait dengan

tujuan dan bagaimana mencapainya sudah betul-betul mengalami modernisasi. Proporsi

kurikulum pondok mengecil dan kurikulum nasional mengembang. Kondisi ini

berbanding searah dengan mengembangnya aspek system pendidikan nasional yang

modern dan berkurangnya aspek-aspek system pendidikan tradisi pondok, khususnya

yang menjadi Local Genius dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok

Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor.

Konsekuensi logis dari fakta empiris yang dijelaskan terdahulu adalah sangat sulit

melestraikan apalagi mengembangkan tradisi pondok dilingkungan Yayasan Pendidikan

Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor. Akhirnya

produk pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor tampak tidak berbeda dengan pendidikan di

luar pondok an atau produk pendidikan “umum”.

Dibandingkan dengan operasional pendidikan diera awal pendirian NWDI dan

NBDI dengan pemberlakuan system Ngaji, produk pendidikannya sangat berbeda secara

signifikan dengan pendidikan non pondok. Penguasaan ilmu agama dengan refrencence

kitab-kitab besar (kitab kuning) sangat mencolok. Out-put NWDI dan NBDI sangat andal

dibidangnya, sehingga Lombok kemudian bersinar dan lepas dari kesesatan agama

sebagai manfaat langsung keberhasilan mereka berkiprah dimasyarakat. Lain dari itu,

kursi-kursi Guru Agama, penghulu dan tokoh-tokoh agama diliingkungan pemerintah

ataupun non pemerintah didominasi oleh abiturien NWDI dan NBDI.

Page 16: Sorogan & Weton

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Bahwa secara umum lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah dilingkungan

Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain

Nahdlatul Wathan Pancor mengalami eskalasi anutan dalam system pendidikan

dan dakwahnya.

2. Bahwa pasca eskalasi dan perubahan sebagaimana simpulan pada huruf A,

institusi pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok

Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor perlu memperhatikan

kualifikasi out-putnya;

3. Bahwa sangat signifikan dan urgen bagi institusi pendidikan dilingkungan

Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain

Nahdlatul Wathan Pancor untuk memberdayakan system Ngaji dalam

penyelenggaraan pendidikan dan dakwahnya karena terbukti melahirkan out-put

yang andal dan bermutu.

B. SARAN

1. Bahwa sangat signifikan dan urgen bagi institusi pendidikan dilingkungan

Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain

Nahdlatul Wathan Pancor untuk memberdayakan system Ngaji dalam

penyelenggaraan pendidikan dan dakwahnya karena terbukti melahirkan out-put

yang andal dan bermutu.

2. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor segera membuat regulasi terkait

dengan pemberdayaan kembali Ngaji sebagai system pendidikan dan dakwah

pada institusi yang dimilikinya;

3. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor agar mengakaji tentang proporsi

Page 17: Sorogan & Weton

yang “seimbang” antara standarisasi pendidikan internalnya dengan SNP ataupun

kondisi eskalasi IPTEK;

4. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor diharapkan dapat melaksanakan “up

grade” untuk management madrasah dan lembaga dakwahnya dalam kaitan

dengan pemberdayaan Ngaji tersebut;

5. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren

Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor agar melaksakan evaluasi dan

pengawasan penyelenggaraan regulasi sebagaimana diuraikan pada simpulan

sebelumnya;

Page 18: Sorogan & Weton

DAFTAR PUSTAKA

Tim UII Yogyakarta; Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya; Yogyakarta; UII

Press;1999.

Tim Depag RI; UU Sisdiknas Nomor 20 Th 2003; Jakarta Depag RI; 2003.

Tim Depdiknas RI; PP Nomor 19 Th 2005; Jakarta Depdiknas RI; 2005.

Ridwan Nasir; Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal; Yogyakarta; Pustaka Pelajar;

2005.

Noeng Muhajir; Metodologi penelitian Kualitatif; Yogyakarta; Rake Sarasin; 2002;

Jamiluddin; Biografi Tokoh Hamzanwadi; Jakarta; Pusat Perbukuan RI Mediatam;2002.