View
39
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Persoalan pendidikan dipelbagai Negara hampir sama. Selalu terkait dengan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian. Memang tampak klasik, tetapi seluruh permasalahan pendidikan ini terus bereskalasi mengikuti perubahan dan perkembangan. Utamanya eskalasi kebutuhan manusia sangat signifikan melahirkan peninjauan aspek-aspek masalah kependidikan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu. Antara eskalasi kebutuhan manusia dan peninjauan hal kependidikan sebagai dua variable yang berkorelasi senantiasa bersiklus. Kebutuhan manusia bereskalasi oleh sebab perubahan alamiah dan rekayasa IPTEK yang dinamis. Perubahan alamiah atau sunnatullah berupa perubahan iklim, perubahan bentang alam, bencana alam, perubahan fisiologi manusia dan lain-lain dapat membidani lahirnya “need” baru. Dunia rancang bangun yang dinakodai oleh actor intelektual kemudian merumuskan formula untuk menyikapi varian kebutuhan baru tersebut. Kreatifitas dunia engeenering yang melahirkan sebuah formula memiliki multy effeck, antara lain: (1). Lahirnya ilmu pengetahuan, (2). Lahirnya dunia industeri, (3). Munculnya kebutuhan untuk mensosialisasi ilmu pengetahuan yang baru tersebut, (4). Lahirnya kebutuhan tenaga kerja untuk mengisi dunia industeri baru, (5). Lahirnya kebiijakan atau regulasi sebagai suprastruktur, serta (6). Terbangunnya imprastruktur pendukung suksesi farmula hasil kreatifitas rancang bangun IPTEK . Multi effeck ini sendiri tidak akan lepas dari konsolidasi atau penguatan fungsi institusi pendidikan, utamanya dalam hal tranformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pembangunan SDM yang siap suai mengisi lapangan kerja pada dunia industeri yang terbangun menyikapi eskalasi kebutuhan manusia. Ketika penguatan fungsi institusi pendidikan ini menjadi niscaya maka peninjauan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.yang merupakan komponen system pendidikan wajib diselenggarakan.. Di Negara manapun, system pendidikan terus mendapat conditioning. Satu-satunya alasan yang dominant adalah untuk usaha upgrade dan penyesuaian untuk survive and up to date. Sedemikian urgennya peninjauan system pendidikan ini, maka masing-masing Negara melakukan penetapannya dengan sebuah Undang-Undang. Di Indonesia, system pendidikan juga terus mengalami peninjauan. Undang-Undang Sisdiknas RI Nomor 2 Tahun 1989 telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tidak hanya sekedar itu, perubahan Undang-Undang ini diikuti pula dengan regulasi standar nasional pendidikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Pada tingkat yang lebih teknis, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ini dilaksanakan dengan Permen (Peraturan Menteri) Penididikan Nasional 21, 22, 23, 24 dan seterusnya.Di Indonesia, perubahan ini berkontribusi meluas. Tidak hanya pada area institusi pendidikan di bawah pembinaan langsung Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi juga menyentuh seluruh institusi pendidikan di Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republic Indonesia. Fakta empiris ini semakin signifikan setelah pemberlakuan 20% anggaran pendidikan yang dikelola oleh kementerian pendidikan nasional menyentuh seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Adanya BKM, Subsidi RKB, SPG (Sertifikasi Guru) dan lain-lain melahirkan simbiosis baru antara Kementerian Pendidikan Nasional dengan seluruh penyelenggara pendidikan, baik di kementerian lainnya ataupun masyarakat yang eksis Dalam bentuk Yayasan Pendidikan.Terkait dengan perubahan system pendidikan nasional kita, banyak sekali gejala yang menterjemahkan perubahan itu secara dogmatis. Artinya, beberapa institusi pendidikan di tanah air melakukan peruhan total secara naïf. Bahkan banyak yang kemudian mengabaikan kearifan lokalnya. Akibatnya, banyak pula institusi pendidikan kita yang kehilangan jati diri. Tidaklah mengherankan kalau k
Citation preview
SISTEM NGAJI (SOROGAN DAN WETON)
Menyoal Urgensi Mempertahankan Sisdik Dan Sistem Komunikasi Pembangunan
Tingkah Laku Di Pondok Pesantren
Oleh : Jamiluddin
BAB I
PENDAHULUAN
A. PERMASALAHAN
1. Latar Belakang Masalah
Persoalan pendidikan dipelbagai Negara hampir sama. Selalu terkait
dengan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan,
sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.
Memang tampak klasik, tetapi seluruh permasalahan pendidikan ini terus
bereskalasi mengikuti perubahan dan perkembangan. Utamanya eskalasi
kebutuhan manusia sangat signifikan melahirkan peninjauan aspek-aspek masalah
kependidikan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu.
Antara eskalasi kebutuhan manusia dan peninjauan hal kependidikan
sebagai dua variable yang berkorelasi senantiasa bersiklus. Kebutuhan manusia
bereskalasi oleh sebab perubahan alamiah dan rekayasa IPTEK yang dinamis.
Perubahan alamiah atau sunnatullah berupa perubahan iklim, perubahan bentang
alam, bencana alam, perubahan fisiologi manusia dan lain-lain dapat membidani
lahirnya “need” baru. Dunia rancang bangun yang dinakodai oleh actor intelektual
kemudian merumuskan formula untuk menyikapi varian kebutuhan baru tersebut.
Kreatifitas dunia engeenering yang melahirkan sebuah formula memiliki multy
effeck, antara lain: (1). Lahirnya ilmu pengetahuan, (2). Lahirnya dunia industeri,
(3). Munculnya kebutuhan untuk mensosialisasi ilmu pengetahuan yang baru
tersebut, (4). Lahirnya kebutuhan tenaga kerja untuk mengisi dunia industeri baru,
(5). Lahirnya kebiijakan atau regulasi sebagai suprastruktur, serta (6).
Terbangunnya imprastruktur pendukung suksesi farmula hasil kreatifitas rancang
bangun IPTEK . Multi effeck ini sendiri tidak akan lepas dari konsolidasi atau
penguatan fungsi institusi pendidikan, utamanya dalam hal tranformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta pembangunan SDM yang siap suai mengisi
lapangan kerja pada dunia industeri yang terbangun menyikapi eskalasi kebutuhan
manusia. Ketika penguatan fungsi institusi pendidikan ini menjadi niscaya maka
peninjauan kurikulum, pembelajaran, lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan,
sarana prasaranan, pembiayaan, pengelolaan dan evaluasi, serta penilaian.yang
merupakan komponen system pendidikan wajib diselenggarakan..
Di Negara manapun, system pendidikan terus mendapat conditioning.
Satu-satunya alasan yang dominant adalah untuk usaha upgrade dan penyesuaian
untuk survive and up to date. Sedemikian urgennya peninjauan system pendidikan
ini, maka masing-masing Negara melakukan penetapannya dengan sebuah
Undang-Undang.
Di Indonesia, system pendidikan juga terus mengalami peninjauan.
Undang-Undang Sisdiknas RI Nomor 2 Tahun 1989 telah diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tidak hanya sekedar itu, perubahan
Undang-Undang ini diikuti pula dengan regulasi standar nasional pendidikan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Pada tingkat yang lebih
teknis, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ini dilaksanakan dengan
Permen (Peraturan Menteri) Penididikan Nasional 21, 22, 23, 24 dan seterusnya.
Di Indonesia, perubahan ini berkontribusi meluas. Tidak hanya pada area institusi
pendidikan di bawah pembinaan langsung Kementerian Pendidikan Nasional,
tetapi juga menyentuh seluruh institusi pendidikan di Wilayah Hukum Negara
Kesatuan Republic Indonesia. Fakta empiris ini semakin signifikan setelah
pemberlakuan 20% anggaran pendidikan yang dikelola oleh kementerian
pendidikan nasional menyentuh seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Adanya
BKM, Subsidi RKB, SPG (Sertifikasi Guru) dan lain-lain melahirkan simbiosis
baru antara Kementerian Pendidikan Nasional dengan seluruh penyelenggara
pendidikan, baik di kementerian lainnya ataupun masyarakat yang eksis Dalam
bentuk Yayasan Pendidikan.
Terkait dengan perubahan system pendidikan nasional kita, banyak sekali
gejala yang menterjemahkan perubahan itu secara dogmatis. Artinya, beberapa
institusi pendidikan di tanah air melakukan peruhan total secara naïf. Bahkan
banyak yang kemudian mengabaikan kearifan lokalnya. Akibatnya, banyak pula
institusi pendidikan kita yang kehilangan jati diri. Tidaklah mengherankan kalau
kemudian institusi pendidikan yang kehilangan jati dirinya tersebut tidak mudah
mewujudkan capaian-capaian yang diharapkan. Tidak terkecuali dilingkungan
pondok pesanteren, penterjemahan dan aplikasi perubahan system pendidikan
nasional inipun banyak yang melakukannya tanpa kritik atau pengkajian yang
dalam. Konsekuensi yang menggejala adalah pondok pesanteren tidak berbeda
lagi dengan institusi pendidikan non pondok pesanteren. Hal ini cukup
memperihatinkan.
Sebagai sebuah pondok pesanteren, madrasah/sekolah dilingkungan
Yayasan pendidikan HAMZANWADI Pancor cukup terimbas juga dengan
tendensi penterjemahan perubahan system pendidikan nasional secara naïf
tersebut. Salah satu contoh dalam standar proses, di mana dan metoda dan
pendekatan secara berangsur-angsur steril dari tradisi pembelajaran di Pondok.
Lebih detail lagi dapat dikedepankan, Ngaji (Sorogan ataupun Weton) sudah tidak
ditemui lagi di madrasah dan sekolah dilingkungan YPH-PPD NW Pancor.
Apakah memang harus seperti ini?
Kalau memang harus, mengapa kualifikasi lulusan dimasa yang lalu lebih
comfident? Walaupun assesemen ini perlu diuji, tetapi sudah cukup untuk sebuah
perbandingan dengan kualifikasi lulusan dimasa kini yang belum mendapat
apresiasi sebagaimana output dimasa lalu itu. Pastinya, fakta empiris ini akan
menimbulkan tanda tanya cukup besar dalam kaitannya dengan kehilangan
system pendidikan khas pondok, dalam hal ini yang dialami oleh YPH-PPD NW
Pancor.
Mencermati fenomena yang telah diuraikan terdahulu, sangat perlu
dilakukan sebuah penelitian untuk mendapatkan informasi tentang “apakah Ngaji
(Sorogan dan Weton) sebagai khas Sisdik pondok pesanteren masih perlu
dipertahankan?” Inilah pertanyaan yang kemudian melatarbelakangi peneliti
melakukan penelitian tentang Ngaji (Sorogan dan Weton) “Menyoal urgensi
mempertahankan system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah
laku di Ponpes Darunnahdlathain NW Pancor.
2. Identifikasi Masalah
Ngaji (Sorogan dan Weton) sebagai system pendidikan khas pondok sudah
sangat jarang ditemui, khususnya pada institusi pendidikan modern yang
menggunakan pendekatan klasikal. Tidak terkecuali di madrasah dan sekolah
yang diselenggarakan oleh YPH-PPD NW Pancor. Alasan dasar sterilnya
madrasah dan sekolah dilingkungan YPH-PPD NW Pancor juga tidak jelas.
Kemungkinan yang bisa dikedepankan adalah adanya pengaruh modernisasi
Sisdiknas yang positip dan signifikan. Namun demikian, modernisai sisdiknas
yang dijadikan standar perubahan sisdik dilingkungan YPHPPD NW Pancor ini
tampaknya belum memproduksi output yang sesuai dengan visi dan misi institusi
penyelenggara pendidikan YPHPPD NW Pancor.
3. Ruang Lingkup Masalah
Dalam penelitian ini akan diteliti mengenai urgensi mempertahankan
Ngaji (Sorogan dan Weton) sebagai system pendidikan dan system komunikasi
membangun tingkah laku di Madrasah/Sekolah dilingkungan Yayasan Pendidikan
Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain NW Pancor.
4. Rumusan Masalah
Bagaimanakah urgensi mempertahankan Ngaji (Sorogan dan Weton)
sebagai system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah laku
dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain NW Pancor?
B. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui informasi tentang urgensi mempertahankan Ngaji (Sorogan
dan Weton) sebagai system pendidikan dan system komunikasi membangun tingkah
laku dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain NW Pancor.
C. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Dalam Segi Teoritis
a. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi untuk
menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang system pendidikan,
khususnya system pendidikan khas pondok pesanteren, utamanya system
Ngaji (Sorogan dan Weton).
b. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kajian
pustaka bagi para peneliti lain yang melaksanakan penelitian tentang variable
yang terkait dengan system pendidikan khas pondok pesanteren, utamanya
system Ngaji) Sorogan dan Weton).
2. Manfaat Dalam Segi Praktis
a. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh penyelenggara
pendidikan dalam membuat ebijakan terkait dengan penentuan system
pendidikan yang akan diberlakukan.
b. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi
para tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas pembelajaran di pondok
pesanteren, utamanya dalam melaksanakan system Ngaji) Sorogan dan
Weton).
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalm bab ini akan dibahas secara berturut-turut tentang: Sistem Pendidikan Islam
dan Sistem Pendidikan YPH-PPD NW Pancor.
A. SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian
Term Sistem Pendidikan Islam sudah cukup lama digunakan oleh para ahli
untuk menyebut konstelasi penyelenggaraan pendidikan Islam, utamnaya yang
berlangsung di pondok pesanteren. Dalam term ini sesungguhnya terdapat dua
istilah, yakni system dan pendidikan Islam. Secara parsial, system berasal dari
bahasa Yunani yang berarti hubungan fungsional yang teratur antara unit-unit atau
komponen-komponen.(Tohari Mustamar, 1985; 38).
Tatang M Arifin menyatakan, system adalah hubungan yang berlangsung
di antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur dan atau dengan
kata lain keseluruhan dari langkah-langkah yang bekerja secara sendiri-sendiri
dan bersama-sama untuk mencapai hasil yang diperlukan berdasarkan keperluan
(Ridwan Natsir, 2004;27).
Berdasarkan uraian terdaulu maka system merpaka totaitas sinergitas
seluruh komponen-komponen organisasi atau keseluruhan untuk mewujudkan
capaian-capaian yang sudah dicanangkan. Jadi, system itu mengandung makna
saling ketergantungan dalam mencapai sesuatu yang dihajatkan bersama.
Untuk memahami lebih dalam lagi maka system ini harus pula difahami
menurut cirri-ciri yang ada, antara lain (1). Terdiri atas unit-unit, (2). Bersifat
saling melengkapi dan saling ketergantungan, (3). Memiliki pencanangan tujuan,
(4). Memiliki ruang lingkup kerja, (5). Terdapat kegiatan transformasi, (6).
Memiliki fungsi pengawasan, (7). Memiliki kemampuan mengatur dan (8). Dapat
melakukan penyesuaian, (Ridwan Natsir, 2004; 28).
Sementara itu, term Pendidikan Islam meliputi dimensi yang wholism.
Bukan saja terkait dengan hubungan manusia dengan manusia, tetapi
habluminalloh dan hubungan manusia dengan alam menjadi dimensi yang tdak
dapat dipisahkan. Pendidikan Islam sangat terkait dengan fungsi kekhalifahan
manusia di bumi. Sebagai khalifah manusia memenuhi persyaratan yang meliputi
bahwa manusia memiliki potensi kebenaran, kebaikan dan keindahan. Artinya,
manusia memiliki pengetahuan, akhlak dan seni.Atas dsar potensi ini, maka
beserta fungsi kekhalifahannya, manusia secara inklusif mengemban amanah
untuk membawa rahmat melalui perilaku mendidik kepada seluruh generasinya
sebagai penghambaan total kepada Alloh SWT. Kecuali kepada manusia, amanah
ini tidak diserahkan kepada hamba-Nya yang lain. Alloh SWt berfirman dalam
Surat Al-Baqarah ayat 31 yang artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
malaikat lalu berirman, ” Sebutkan kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar”.
Dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam, maka dikenal ada beberapa
istilah yang sering kita dengar yaitu, At-tarbiyyah, At-ta’lim dan At-ta’dib.
Menurut sebagian ulama dan fakar Pendidikan Islam, ketiga term itu mempunyai
kesamaan, tetapi meiliki perbedaan pula.
At-tarbiyyah sebagai padanan dari “rabbaniyyin” dan “rabiyyun” adalah
tranformasi ilmu pengetahauan dan sikap pada peserta didik yang mempunyai
semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga
terwujud ketaqwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur.(Ridwan Natsir;2004;
44).
Sementara itu, At-ta’lim adalah perlakuan yang lebih universal bagi
manusia sehingga ia mendapat pensucian (tazkiyah) dari segala dosa dan atau
kotoran yang kemudian menjadikan dia siap menerima al-hikmah dan segala yang
bermanfaat baginya, serta banyak hal yang tidak diketahuinya, (Tim UII;
2008;73).
Sedangkan Ta’dib yang merupakan bentuk masdar dari kata Addaba
berarti membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun dan
tata cara yang baik, (Ridwan Natsir; 2004;44).
Uraian-uraian terdahulu memberikan penegasan bahwa Pendidikan Islam
merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan keikhlasan dan dengan cara-
cara yang toyyib untuk membantu manusia menjadi “insan kamil”. Kata
“keikhlasan” dalam penegasan ini menjadi sangat strategis dan penting karena
inklusif dengan system perilaku mulia yang dimulikan oleh Alloh SWT. Salah
satu aplikasi system perilaku mulia tersebut adalah acceptance. Dalam sikap ini
terdapat keluhuran, kesabaran dan pengakuan individual differences. Sikap ini
sangat efektiv menempatkan manusia (baik yang memberikan perlakuan atau
yang menerima perlakuan) pada tempat yang semestinya. Sikap ini kemudian
menjadi opsi bagi para “ruslan” hikmah dalam melakukan tugasnya
mengembangkan potensi intelektual sesamanya.
Dalam pendidikan islam yang terkandung dalam term At-tarbiyyah, At-
ta’lim dan At-ta’dib kemudian diberdayakan oleh ulama dan kyai dalam
melaksanakan tugas kependidikan di lembaga pendidikan Islam termasuk di
pondok-pondok pesanteren di Indonesia. Format pendidikan yang kemudian lahir
adalah sebuah system pendidikan yang khas. Format inilah yang kemudian juga
disebut dengan system Pendidikan Islam..
Sistem Pendidikan Islam adalah beberapa unit-unit yang bersinergi yang
di dalamnya terdapat fungsi structural untuk regulasi dan atau pengaturan
penyelenggaraan pengembangan fitrah peserta didik (santeri) agar menjadi hamba
yang beriman dan bertaqwa kepada Alloh SWT.
2. Model Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Pondok pesanteren adalah sebuah institusi pendidikan keagamaan (Islam)
yang memberikan pencerahan, pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan
atau menyebarluarkan ajaran Agama Islam.
Lebih rinci, pondok berasal dari kata funduk yang berarti pemondokan dan
pesanteren berasal dari kata “pe-santeri-an” yang diartikan setra dengan tempat
para santeri. (Ridwan Natsir, 2004; 80).
Berdasarkan anasir terdahulu, maka pondok pesanteren merupakan tempat
ransformasi ilmu pengetahuan, pengalaman dan perilaku keberagamaan Islam
yang diberikan secara terencana oleh para ulama dan kyai kepada santeri yang
mukim dalam satu area yang menjadi basis penyelenggaran proses transformasi
tersebut.
Dalam pondok pesanteren tersebut terdapat setingkat badan atau
organisasi yaitu institusi yang menyelenggarakan pendidikan atau transformasi
ilmu pengetahuan. Institusi tersebut kemudian diselenggarakan oleh para ulama
dan kyai selaku pendidik para santeri dengan menggunakan cara, fasilitas, media
dan segalam bentuk yang memperlancar penyelenggaraan tranformasi ilmu
pengetahuan. Dalam kegiatan tranformasi ilmu pengetahuan, pondok-pondok
pesanteren di Indonesia memilih sebuah system yang cukup sederhana, seperti
Sorogan dan Weton (dalam bahasa Jawa), yang dalam istilah pondok pesanteren
di Pulau Lombok setara degan Ngaji.
Sorogan merupakan sebuah rangkaian transformasi ilmu pengetahuan
agama Islam dengan menggunakan pendekatan individual, di mana santeri secara
bergilir mendapat bimbingan kyai dalam membaca dan memahami sebuah kajian
ilmu agama dalam mushaf Alqur’an atau kitab-kitab, (Ridwan Natsir; 2004; 112).
Sementara itu, Weton adalah suatu rangkaian tranformasi ilmu pengetahuan
agama Islam dengan menggunakan system halaqoh (bandongan), dimana para
santeri meerima ilmu pengetahuan dengan duduk mengelilingi sang kyai yang
menerangkan kandungan Al-qur’an atau kitab seperti format perkuliahan,
(Ridwan Natsir; 2004; 113).
Dalam system sorogan terdapat beberapa hal yang mencolok, antara lain:
(1). Hubungan antara kyai dan santeri cukup familiar, (2). Identifikasi kapasitas
santeri lebih dalam, (3). Kecepatan santeri menuntaskan materi belajar berbasis
kemampuan santeri, (4). Mastery learning sangat memungkinkan, (5). Tidak
memerlukan sarana prasarana yang terlalu banyak, (6). Sebagian besar santeri
memiliki kitab-kitab, (7). Evaluasi dan penilaian hasil belajar berlangsung
sepanjang pembelajaran dan bersifat individual..
Seentara itu dalam system weton, ada beberapa hal yang mencolok antara
lain: (1).Efisiensi waktu tranformasi, (2). Sarana prasarana tidak terlalu dominant,
(3). Keterbatasan tenaga pendidik dapat teratasi, (4). System ini dapat
diberdayakan untuk pengulangan materi yang telah disampaikan dengan system
sorogan.
B. SISTEM PENDIDIKAN DI YPHPPD NW PANCOR
Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlatain
Nahdlatul Wathan Pancor berembrio pada penyelenggara pendidikan awal yang
didirikan keluarga Abdul Majid Pancor yang bernama Yayasan Wakaf Al-
Madjidiyah dan Birrul Walidhain. Yayasan ini memayungi operasional pendidikan
Islam NWDI dan NBDI yang terselenggara sekitar th 1935 M. Mula-mula
penyelengaraan kegiatan pendidikan Islam ini berlangsung secara halaqoh dan
memberdayakan Ngaji sebagai sebuah system pendidikan pilihan.
Ngaji merupakan sebuah mekanisme transformasi ilmu pengetahuan yang
terformat dalam sebuah siklus yang dimulai dengan penentuan kitab yang dikaji,
penyampaian isi kitab, baik oleh santeri dan atau kyai, perbaiakan, penambahan ilmu
dan kembali pada episode awal hingga santeri dinyatakan tuntas menguasai sebuah
kitab.
Penentuan kitab biasanya ditentukan oleh kyai atau ustaz dengan
mempertimbangkan kondisi santeri. Yang dimaksud kondisi santeri adalah terkait
dengan tingkatan pengetahuannya. Artinya, apakah santeri tersebut sedang dalam
tugas belajar kitab dasar, lanjutan (pemahaman), atau tingkat tinggi (kajian).
Penyampaian ditinjau dari sisi penyampai (ruslan) dapat dibagi dua, yaitu
penyampaian oleh kyai/ustaz dan oleh santeri. Kalau penyempainaya adalah ustaz,
maka kegiatan itu dapat dideskripsikan sebagai kegiatan transformasi subtantif.
Sedangkan apabila santeri yang menyampaikan maka kegiatan ini dapat
dideskripsikan sebagai proses pemantapan penguasaan, yang dalam istilah Sasak
disebut NGELANCARANG.
Perbaikan adalah sebuah langkah yang dilaksanakan oleh seorang ustaz untuk
melakukan koreksi atas beberapa kesalahan santeri dalam membaca, memahami,
atau mengkaji sebuah kitab. Dalam langkah ini, ustaz/kyai memberikan contoh cara
membaca, menjelaskan dan membuat proposisi, kemudian memintan santeri untuk
mengulang materi-materi yang sudah dikoreksi.
Penambahan merupakan proses kegiatan sang ustaz/kyai memberikan materi
lanjutan setelah memandang santeri telah menguasai materi-materi yang
dipersyaratkan. Dalam episode siklus ini, ustaz atau kyai memberikan pencarehan,
pemahaman dan contoh-contoh kepada santeri yang diberi materi lanjutan dengan
pemberian kesempatan kepada santeri untuk mencoba sebagaimana contoh atau
penjelasan ustaz tersebut.
Dalam system Ngaji ini sangat jelas bahwa individu adalah prioritas yang
dikedepankan. Setiap individu (santeri) secara bergilir mendapat kesempatan yang
sama mendapat layanan belajar langsung dari Ustaz. Dengan system ini tentunya
setiap santeri akan mendapat perlakuan sesuai dengan kapasitasnya. Fakta ini
memberikan peluang terjadinya komunikasi face to face antara santeri dan
Ustaz/kyai. Apabila transaksi komunikasi ini berlangsung dengan sangat baik dan
betul-betul memenuhi standar psikologis, maka akan terjalin hubungan santeri dan
ustaz yang familiar. Dalam suasana yang akrab dan menyenangkan ini transformasi
ilmu pengetahuan cenderung fast and easy.
Selain dalam format terdahulu, Ngaji sebagai sebuah system diaplikasi dalam
bentuk ceramah umum yang membahas sebuah permasalahan dalam kitab-kitab
tertentu. Performance ini sangat sering dipilih pada saat memberikan pendalaman
kepada santeri yang telah memahami sebuah permasalahan. Selain itu, aplikasi Ngaji
dengan paradigma ini digunakan dalam penyesuaian pola klasikal yang diterapkan
pula dilingkungan YPHPPDNW Pancor.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti memilih pendekatan kualitatif dengan paradigma
kuantitatif. Pendekatan ini peneliti gunakan atas dasar pertimbangan terhadap variable
penelitian yang tergolong berbentuk nominal. Selain itu, preposisi variable-variabel
dalam penelitian ini memiliki paradigma hubungan yang inplisit dengan koofisien dan
intensitasnya.
Penelitian ini terfokus penghimpunan data pada sumber data dari institusi
pendidikan dan atau majelis ta’lim, santeri, ustaz dan pengurus dilingkungan
YPHPPDNW Pancor .Dalam penghimpunan data, peneliti menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi yang peneliti rumuskan menurut hasil analisa tentang variable
penelitian dan aspek-aspeknya.
Untuk mendapatkan analisis yang akurat, peneliti membuat catatan objektiv,
reflektif, marginal, analisa lokasi dan antar lokasi, serta merumuskan generalisasi, baik
dengan cara induktif maupun deduktif.
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Dilingkungan YPHPPD NW Pancor terdapat beberapa institusi pendidikan dan
majelis ta’lim, antara lain:
No Nama Klasifikasi Ket 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14 15. 16. 17. 18. 19.
TK Hamzanwadi Pancor MI Hamzanwadi Pancor MTs. NW Pancor MTs. Mu’alimin NW Pancor MTs. Mu’alimat NW Pancor SMP Laboratorium STKIP Hamz Selong MA NW Pancor MA Mu’alimin NW Pancor MA Mu’alimat NW Pancor MAH NW Pancor SMA NW Pancor SMK NW Pancor MDQH Al-Majidiyah Asysyafiiyah NW Pancor IAI Hamzanwadi Pancor STKIP Hamzanwadi Selong STIKOM/LPWN NW Pancor Majelis Ta’lim Al-Abror KBIH NW Pancor RHN (Radio Hamzanwadi)
Pend. Pra Sekolah Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Dasar Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah Pend. Menengah PT PT PT PT Majelis Ta’lim Majelis Ta’lim Lembaga penyiaran
Mengemban visi dan misi pendidikan dan dakwah Islamiyah
Seluruh institusi tersebut rata-rata mengemban amanah pendidikan dan dakwah.
Dalam hal pelaksanaan amanah yang diemban, masing-masing institusi memiliki
prosedur operasional standar. Dalam perkembangannya, nstitusi ini kemudian menganut
standarisasi yang mengacu pada Badan Standar Nasional Pendidikan bagi institusi
pendidikan dan bagi institusi majelis ta’lim, lembaga penyiaran berkiblat pada kemajuan
atau eskalasi dibidang yang relevan.
Mengenai institusi pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
Pondok Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor yang berstandar pada
BSNP, dalam transformasi ilmu pengetahuan focus pada standar proses sebagaimana
ditetapkan dalam BSNP sebagai unit aplikasi system pendidikan nasional di Indonesia.
Artinya, terjadi eskalasi sekaligus perubahan visi opsi perlakuan membelajarkan para
santeri. Pilihan “kurikulum” yang di dalamnya terdapat segala hal yang terkait dengan
tujuan dan bagaimana mencapainya sudah betul-betul mengalami modernisasi. Proporsi
kurikulum pondok mengecil dan kurikulum nasional mengembang. Kondisi ini
berbanding searah dengan mengembangnya aspek system pendidikan nasional yang
modern dan berkurangnya aspek-aspek system pendidikan tradisi pondok, khususnya
yang menjadi Local Genius dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok
Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor.
Konsekuensi logis dari fakta empiris yang dijelaskan terdahulu adalah sangat sulit
melestraikan apalagi mengembangkan tradisi pondok dilingkungan Yayasan Pendidikan
Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor. Akhirnya
produk pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor tampak tidak berbeda dengan pendidikan di
luar pondok an atau produk pendidikan “umum”.
Dibandingkan dengan operasional pendidikan diera awal pendirian NWDI dan
NBDI dengan pemberlakuan system Ngaji, produk pendidikannya sangat berbeda secara
signifikan dengan pendidikan non pondok. Penguasaan ilmu agama dengan refrencence
kitab-kitab besar (kitab kuning) sangat mencolok. Out-put NWDI dan NBDI sangat andal
dibidangnya, sehingga Lombok kemudian bersinar dan lepas dari kesesatan agama
sebagai manfaat langsung keberhasilan mereka berkiprah dimasyarakat. Lain dari itu,
kursi-kursi Guru Agama, penghulu dan tokoh-tokoh agama diliingkungan pemerintah
ataupun non pemerintah didominasi oleh abiturien NWDI dan NBDI.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Bahwa secara umum lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah dilingkungan
Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain
Nahdlatul Wathan Pancor mengalami eskalasi anutan dalam system pendidikan
dan dakwahnya.
2. Bahwa pasca eskalasi dan perubahan sebagaimana simpulan pada huruf A,
institusi pendidikan dilingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok
Pesanteren Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor perlu memperhatikan
kualifikasi out-putnya;
3. Bahwa sangat signifikan dan urgen bagi institusi pendidikan dilingkungan
Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain
Nahdlatul Wathan Pancor untuk memberdayakan system Ngaji dalam
penyelenggaraan pendidikan dan dakwahnya karena terbukti melahirkan out-put
yang andal dan bermutu.
B. SARAN
1. Bahwa sangat signifikan dan urgen bagi institusi pendidikan dilingkungan
Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren Darunnahdlathain
Nahdlatul Wathan Pancor untuk memberdayakan system Ngaji dalam
penyelenggaraan pendidikan dan dakwahnya karena terbukti melahirkan out-put
yang andal dan bermutu.
2. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor segera membuat regulasi terkait
dengan pemberdayaan kembali Ngaji sebagai system pendidikan dan dakwah
pada institusi yang dimilikinya;
3. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor agar mengakaji tentang proporsi
yang “seimbang” antara standarisasi pendidikan internalnya dengan SNP ataupun
kondisi eskalasi IPTEK;
4. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor diharapkan dapat melaksanakan “up
grade” untuk management madrasah dan lembaga dakwahnya dalam kaitan
dengan pemberdayaan Ngaji tersebut;
5. Kepada pengurus Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesanteren
Darunnahdlathain Nahdlatul Wathan Pancor agar melaksakan evaluasi dan
pengawasan penyelenggaraan regulasi sebagaimana diuraikan pada simpulan
sebelumnya;
DAFTAR PUSTAKA
Tim UII Yogyakarta; Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya; Yogyakarta; UII
Press;1999.
Tim Depag RI; UU Sisdiknas Nomor 20 Th 2003; Jakarta Depag RI; 2003.
Tim Depdiknas RI; PP Nomor 19 Th 2005; Jakarta Depdiknas RI; 2005.
Ridwan Nasir; Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal; Yogyakarta; Pustaka Pelajar;
2005.
Noeng Muhajir; Metodologi penelitian Kualitatif; Yogyakarta; Rake Sarasin; 2002;
Jamiluddin; Biografi Tokoh Hamzanwadi; Jakarta; Pusat Perbukuan RI Mediatam;2002.