60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amonium perklorat merupakan senyawa yang banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Kandungan oksigen dan stabilitas yang tinggi menjadikannya sebagai bahan oksidator yang baik. Namun seperti material lainnya, amonium perklorat dapat juga mengalami suatu degradasi atau penurunan mutu karena sifatnya yang higroskopis. Permasalahan yang paling sering ditemui adalah proses pertumbuhan kembali dan aglomerasi selama proses pembuatan propelan. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya kecepatan pembakaran karena partikel AP tidak dapat terdistribusi dengan baik (Lista, et al., 1978). Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk melindungi kristal amonium perklorat dari pengaruh lingkungan sehingga degradasi dapat diminimalisasi. Pelapisan atau coating merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melindungi bahan dan tujuan tertentu lainnya. Suatu zat atau senyawa ditambahkan untuk menutupi kekurangan dan kelemahan bahan serta menambah nilai mutu dari bahan itu sendiri. Salah satu zat aditif yang dapat digunakan adalah Sodium Dodecyl Sulfate (Wu,et al., 2000 dan Elansezhian,et al., 2009). Senyawa tersebut 1

perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/SHP skripsi.docx · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Amonium perklorat merupakan senyawa yang banyak diaplikasikan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amonium perklorat merupakan senyawa yang banyak diaplikasikan dalam

berbagai bidang. Kandungan oksigen dan stabilitas yang tinggi menjadikannya

sebagai bahan oksidator yang baik. Namun seperti material lainnya, amonium

perklorat dapat juga mengalami suatu degradasi atau penurunan mutu karena sifatnya

yang higroskopis. Permasalahan yang paling sering ditemui adalah proses

pertumbuhan kembali dan aglomerasi selama proses pembuatan propelan. Hal ini

dapat mengakibatkan menurunnya kecepatan pembakaran karena partikel AP tidak

dapat terdistribusi dengan baik (Lista, et al., 1978). Oleh karena itu diperlukan suatu

metode untuk melindungi kristal amonium perklorat dari pengaruh lingkungan

sehingga degradasi dapat diminimalisasi.

Pelapisan atau coating merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

melindungi bahan dan tujuan tertentu lainnya. Suatu zat atau senyawa ditambahkan

untuk menutupi kekurangan dan kelemahan bahan serta menambah nilai mutu dari

bahan itu sendiri. Salah satu zat aditif yang dapat digunakan adalah Sodium Dodecyl

Sulfate (Wu,et al., 2000 dan Elansezhian,et al., 2009). Senyawa tersebut diaplikasikan

pada permukaan material sehingga terbentuk suatu lapisan yang akan menghalangi

partikel dari pengaruh lingkungan dan sebagai jembatan antara bahan yang dilapisi

dengan bahan yang akan direaksikan.

Ukuran partikel berpengaruh pada kecepatan pembakaran. Umumnya,

kecepatan pembakaran akan meningkat dengan mengubah ukuran partikel dari

amonium perklorat. Makin kecil ukuran partikel maka makin mudah terbakar,

sehingga diperlukan waktu yang lebih singkat (Lista, et al., 1978). Propelan yang

diproduksi oleh laboratorium LAPAN merupakan campuran kristal amonium

perklorat kasar dan halus. Ukuran partikel kasar yang digunakan adalah >200 µm,

sedangkan partikel halus yang digunakan memiliki distribusi ukuran 106-63 µm.

1

2

Metode yang digunakan untuk memperoleh partikel halus adalah penggerusan.

Terdapat dua metode yang digunakan, yaitu metode kering dan basah (Somoza et al.,

1994). Somoza melakukan berbagai pengembangan metode penggerusan untuk

memperoleh ukuran partikel yang baik. Kendala yang ditemui pada proses

penggerusan adalah rusaknya lapisan partikel AP. Hal ini dikhawatirkan dapat

mempengaruhi sifat propelan, sehingga dapat menurunkan kecepatan

pembakarannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong diciptakannya

inovasi baru dalam proses produksi amonium perklorat yang baik. Penelitian untuk

menemukan proses yang efisien dengan hasil yang maksimal terus dikembangkan.

Rekristalisasi merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh kristal AP yang

baik. Radiasi ultrasonik diberikan selama proses rekristalisasi untuk menjaga ukuran

kristal yang tumbuh kembali untuk tetap pada rentang 106-63 µm. Kristal amonium

perklorat yang tumbuh langsung dilapisi dengan SDS. Kelebihan dari metode ini

adalah permukan kristal amonium perklorat yang baru terbentuk akan terlapisi dan

mencegah terjadinya pertumbuhan kembali. Lapisan inert yang terbentuk akan

mencegah interaksi antara kelembapan atmosfer dengan permukaan, sehingga tidak

terjadi aglomerasi dan menambah kecepatan pembakaran (Lista, et al., 1978).

Medium yang diradiasi dengan ultrasonik akan mengalami peristiwa kavitasi

akustik. Efek kavitasi yaitu terjadinya gelembung gas di dalam medium akibat

penggunaan gelombang ultrasonik untuk pemanasan lokal dengan tekanan yang

bervariasi, sehingga di dalam cairan terbentuk gelembung gas. Gas di dalam

gelembung ini dapat memuai jika dilalui gelombang ultrasonik tinggi, sehingga

mengakibatkan difusi gas yang tidak seimbang. Efek kavitasi memberikan efek

mekanik terhadap medium. Gelombang ultrasonik mengakibatkan adanya getaran

partikel di dalam medium. Getaran terjadi pada semua intensitas, sehingga

menyebabkan efek mekanik terhadap partikel di dalam medium. Efek mekanik ini

dapat menimbulkan percepatan partikel, getaran, tekanan pancaran dan gaya gesek.

Efek-efek tersebut dimanfaatkan untuk mengecilkan ukuran suatu partikel dan

3

menjaga partikel kecil terhadap pengaruh pertumbuhan partikel dan aglomerasinya.

(Suslick, et al.,1997,1999)

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dievaluasi pemanfaatan gelombang

ultrasonik pada proses pelapisan kristal amonium perklorat. Menggabungkan dan

mengembangkan metode pengecilan partikel serta coating diharapkan akan diperoleh

produk yang bernilai tinggi. Produk yang dihasilakan diuji dengan menggunakan

instrumen scanning electrone microscope – electron disperse spectroscopy (SEM-

EDS) untuk menentukan keberhasilan dari penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah

Kristal amonium perklorat yang digunakan dalam proses propelan LAPAN

memiliki distribusi partikel rata-rata >200 µm dan terlapisi. Peningkatan kecepatan

pembakaran akan diperoleh dengan memvariasikan ukuran partikel. Campuran

partikel kasar dan halus dipilih sebagai metode pembuatan propelan padat yang baik.

Partikel halus yang digunakan memiliki ukuran 106-63µm. Metode pengecilan

partikel yang dipakai adalah penggerusan, yang menyebabkan kerusakan lapisan

pelapis saat penggilingan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Menentukan kondisi optimum dari alat ultrasonik untuk pengecilan ukuran

partikel AP hingga 106-63µm.

b. Menentukan kondisi pelapisan kristal AP dengan SDS.

c. Menkombinasikan proses pengecilan dan pelapisan partikel AP.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh kondisi alat ultrasonik yang

optimum untuk mengecilkan dan melapisi kristal amonium perklorat. Perolehan

kondisi optimum bermanfaat untuk mempelajari lebih lanjut metode pembuatan

4

kristal amonium perklorat terlapisi dalam skala yang lebih besar dalam upaya

pengembangan bidang peroketan dan pertahanan nasional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amonium Perklorat

Amonium perklorat merupakan garam perklorat yang berupa padatan tak

berbau berbentuk butiran yang memiliki struktur molekul NH4ClO4 dengan berat

molekul 117,49 g/mol. Senyawa ini dapat larut dalam air dan metanol. Kelarutan

dalam air pada suhu 20oC sebesar 20,85g/100mL. Garam perklorat akan mengalami

dekomposisi pada suhu tinggi sebelum akhirnya meleleh.

Amonium perklorat digunakan pada propelan padat untuk program

persenjataan dan pesawat ruang angkasa. Propelan adalah material energetika yang

memberikan kendali propulsi dari sebuah rudal atau roket ketika terbang. Propelan

meliputi propelan untuk roket dan senjata. Komponen utama dari propelan padat

adalah fuel binder, oksidator dan zat aditif. HTPB (Hidroxy Terminated Poly

Butadiene) dan TDI (Toluene Diicocyanate) berperan sebagai fuel binder. Zat aditif

yang ditambahkan berfungsi sebagai katalis, dan senyawa yang biasa ditambahkan

adalah bubuk alumunium (Al).

Sintesis amonium perklorat diperoleh melalui proses elektrolisis. Bahan baku

yang digunakan adalah garam klorida. Ion klorida akan dioksidasi menjadi hipoklorit,

klorit, klorat dan perklorat. Amonium perklorat didapat dengan mereaksikan natrium

perklorat dengan basa dan garam lain. Garam yang digunakan adalah amonium

klorida. Kristal AP yang dihasilkan dari proses tersebut belum memiliki tingkat

kemurnian yang tinggi, sehingga perlu dilakukan proses pemurnian. Rekristalisasi

dan pengeringan merupakan metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas

kristal amonium perklorat, baik dari segi kemurnian maupun bentuk kristal yang

dihasilkan. Proses rekristalisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor dan garam

lain yang tidak diharapkan.

5

6

2.2 Sodium Dodecyl Sulfate

Sodium dodecyl sulfate (SDS atau NaDS) merupakan anion organosulfur yang

memiliki 12 ekor karbon yang terikat pada gugus sulfatnya. Senyawa ini memiliki

rumus molekul C12H25SO4Na dan mempunyai sifat ambifilik. SDS memiliki ekor

polar dan non-polar yang dapat dimanfaatkan untuk pencampuran bahan yang

berlainan sifatnya (Gambar 1). Salah satu pemanfaatan yang masih terus

dikembangkan saat ini adalah aplikasi pada bidang pelapisan bahan. SDS telah

digunakan sebagai pelapis pada permukaan logam, seperti tembaga, emas dan besi.

Bahan yang telah dilapisi dengan SDS memiliki daya tahan terhadap pengaruh air

yang lebih besar daripada sebelum pelapisan.

Gambar 1. Ujung Polar dan Non-polar dari Garam Dodesil Sulfat

Garam organosulfur ini berbentuk bubuk yang berwarna putih kekuningan dan sedikit

berbau. Senyawa ini mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam metanol.

Karakteristik lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Table 1. Identifikasi Umum dari Senyawa Sodium Dodecyl Sulfate

Identifikasi umum

Nama Sodium Dodesyl Sulfat, Sodium lauril sulfat

Rumus molekul CH3(CH2)11OSO3Na

Berat molekul 288,38 g/mol

Bentuk Bubuk

pH 8,5

Titik beku 206oC

Kelarutan 150 g/L (20oC)

7

Sumber : Merck

2.3 Teknologi Rekayasa Permukaan

2.3.2. Pengertian Rekayasa Permukaan

Cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang rekayasa permukaan adalah

kimia permukaan. Secara umum, ilmu ini mengkaji tentang reaksi kimia yang terjadi

di permukaan. Hal ini berkaitan erat dengan fungsionalisasi permukaan yang

bertujuan untuk mengubah susunan kimia permukaan dengan menambahkan unsur

tertentu atau gugus fungsi yang menghasilkan berbagai dampak yang diinginkan atau

peningkatan sifat permukaan dan antarmuka. Adhesi molekul gas atau cairan ke

permukaan dikenal dengan adsorpsi.

Menurut Weber (1982) dan Benefiel (1982) mekanisme yang terjadi pada

proses adsorpsi yaitu:

1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke

permukaan antar muka, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben

atau eksternal.

2. Molekul adsorben dipindahkan dari permukaan ke permukaan luar dari

adsorben (exterior surface)

3. Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar adsorben

menyebar menuju pori-pori adsorben. Fase ini disebut dengan difusi pori.

4. Molekul adsorbat menempel pada permukaan pori adsorben.

Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah proses adsorpsi. Adsorpsi

secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada

dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, yang terjadi suatu ikatan

kimia-fisika antara substansi dengan penyerapnya. Definisi lain menyatakan adsorpsi

sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dan

molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Materi

atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedang bahan yang berfungsi sebagai

pengadsorpsi disebut adsorben.

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (penyebab

terjadinya kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan

8

adsorben). Adsorpsi kimia adalah terjadinya reaksi antara zat yang diserap dengan

adsorben dan banyaknya zat yang teradsorpsi tergantung pada sifat khas zat padatnya

yang merupakan fungsi tekanan dan suhu.

2.3.2. Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika berhubungan dengan gaya van der Waals. Apabila daya tarik

menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari daya tarik menarik antara

zat terlarut dengan pelarutnya, maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada

permukaan adsorben. Adsorpsi ini mirip dengan proses kondensasi dan biasanya

terjadi pada temperatur rendah, dan proses ini gaya yang menahan molekul fluida

pada permukaan solid relatif lemah, besarnya sama dengan gaya kohesi molekul pada

fase cair. Adsorpsi ini mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari

gas menjadi cair, yaitu sekitar 2,19-21,9 kg/mol. Keseimbangan antara permukaan

solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.

2.3.3. Adsorpsi Kimia

Reaksi pada adsorpsi kimia terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang

teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar

daripada adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi

kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya

valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul.

Ikatan kimia pada permukaan adsorben akan membentuk suatu lapisan atau layer, dan

terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh

batuan adsorben sehingga efektifitasnya berkurang.

2.4 Gelombang Bunyi

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang

mekanik longitudinal yang dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas.

Medium gelombang bunyi adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik

9

(Sutrisno, 1988). Gelombang bunyi merupakan vibrasi atau getaran molekul-molekul

zat yang saling beradu satu sama lain secara terkoordinasi menghasilkan gelombang

serta mentransmisikan energi tanpa perpindahan partikel (Resnick dan Halliday,

1992). Penelitian mengenai terjadinya penjalaran, deteksi dan penggunaan bunyi

sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut dari pengalihan energi mekanik

(Giancoli, 1998).

2.4.1. Gelombang Ultasonik

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan

frekuensi di atas 20 kHz. Ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum

mekanik sehingga merambat sebagai interaksi dengan molekul dan sifat inersia

medium yang dilaluinya (Bueche, 1986). Karakteristik gelombang ultrasonik yang

melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar

dengan arah rambat secara longitudinal. Sehingga menyebabkan partikel medium

membentuk rapatan (strain) dan tegangan (stress). Proses kontinu selama gelombang

ultrasonik melaluinya menyebabkan terjadinya rapatan dan tegangan di dalam

medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik (Resnick dan Halliday,

1992).

Gelombang ultrasonik mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap

oleh suatu medium atau jaringan. Apabila gelombang ultrasonik ini mengenai

permukaan medium, maka sebagian dari gelombang ultrasonik ini akan dipantulkan

dan sebagian lagi akan ditransmisikan. Getaran ultrasonik yang merambat ke dalam

jaringan atau zat cair akan mengalami efek kavitasi. Efek kavitasi terjadi karena

tekanan lokal pada gelombang ultrasonik menurun sampai harga yang cukup rendah.

Besar tekanan gelombang ultrasonik dinyatakan sebagai :

p = P – Po 2.4.1

dengan : p = tekanan gelombang ultrasonik (N/m2)

P = tekanan lokal/total sesaat (N/m2)

Po = tekanan lokal rata-rata/ keseimbangan (N/m2)

10

Intensitas gelombang ultrasonik yang merambat akan membawa energi pada

suatu luas permukaan per satuan waktu (Giancoli, 1998). Energi gelombang

ultrasonik tersebut melalui jaringan akan melepaskan energi kalor sehingga terjadi

pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat yang kemudian

menimbulkan efek kavitasi. Besarnya pemanasan tergantung pada variasi tekanan

gelombang ultrasonik dan kecepatan partikel terhadap energi yang diberikan

(Ackerman, et al., 1988).

Perambatan gelombang ultrasonik dalam suatu medium, maka partikel akan

mengalami perpindahan energi. Besarnya energi gelombang ultrasonik yang dimiliki

partikel medium adalah :

E = Ep+Ek 2.4.2

E = h.f.NA 2.4.3

Dengan : Ep = energi potensial

Ek = energi kinetik

NA = Bilangan Avogadro

h = konstanta Planck

f = frekuensi

Perhitungan intensitas gelombang ultrasonik perlu mengetahui energi yang

dibawa oleh gelombang ultrasonik. Intensitas gelombang ultrasonik (I) adalah energi

yang melewati luas permukaan medium 1m2/s atau watt/m2.

2.4.2. Pemanfaatan Gelombang Ultrasonik

Peningkatan reaksi kimia dengan ultrasonik telah dikembangkan dan memiliki

aplikasi bermanfaat dalam sintesis fasa campuran, kimia material, dan biomedis.

Studi tentang sonokimia berkaitan dengan pemahaman pengaruh gelombang suara

dan sifat gelombang pada sistem kimia. Bahaya pemaparan gelombang ultrasonik

terhadap suatu medium tergantung pada intensitas, frekuensi dan total pemaparannya.

Efek penggunaan gelombang ultrasonik terhadap substrat dapat disebabkan karena

adanya efek termal, kavitasi dan mekanik. Efek termal merupakan absorpsi energi

11

gelombang ultrasonik yang menyebabkan suhu atom atau molekul meningkat. Besar

absorpsi energi gelombang tergantung pada viskositas, massa jenis dan impedansi.

Gelombang ultrasonik yang merambat melalui medium mengalami

pengurangan energi, karena sebagian energinya diabsorpsi medium. Hal ini

mengakibatkan kenaikan suhu medium. Kenaikan suhu medium tergantung pada

besar koefisien absorpsi dan intensitas yang melaluinya. Efek kavitasi merupakan

terjadinya gelembung gas di dalam medium karena pemanasan lokal dengan tekanan

yang bervariasi, sehingga di dalam medium terbentuk gelembung gas mikro. Gas di

dalam medium dapat memuai jika diradiasi ultrasonik tinggi, sehingga terjadi difusi

gas yang tidak seimbang.

Efek mekanik yang ditimbulkan gelombang ultrasonik adalah getaran partikel

di dalam medium. Getaran terjadi pada semua intensitas, sehingga dapat

menyebabkan efek mekanik. Efek mekanik akan menimbulkan percepatan partikel,

getaran, tekanan pancaran dan gaya gesek (Sabbagha, 1980). Aplikasi gelombang

ultrasonik pada padat-cair atau suspensi cairan-kristal akan menghasilkan kecepatan

tabrakan antarpartikel yang tinggi. Pengaruh yang ditimbulkan dapat mengubah

morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas, sehingga ultrasonikasi dapat

digunakan sebagai deaglomerasi dan pengecilan material berukuran micrometer atau

nanometer serta untuk disintegrasi sel atau pencampuran pereaksi.

Proses ultrasonik dapat meningkatkan reaktivitas kimia dalam sistem

sebanyak jutaan kali, secara efektif bertindak sebagai katalis dengan menarik model

atom dan molekul dari sistem (seperti model vibrasi, rotasi, dan translasi). Selain itu,

dalam reaksi yang menggunakan padatan, ultrasonik memisahkan kepingan-kepingan

padat dan energi yang dilepaskan dari gelembung yang dibuat oleh kavitasi melalui

kepingan padat tersebut. Hal ini memberikan pereaksi padat dengan area permukaan

untuk reaksi yang lebih besar untuk melanjutkan proses (meningkatkan laju reaksi).

12

2.5 Instrumen SEM-EDS

2.5.1. Pengertian SEM

Scanning electron microscope (SEM) adalah mikroskop yang menggunakan

pancaran sinar yang timbul akibat eksitasi elektron untuk melihat partikel berukuran

mikron. Sejak tahun 1950 SEM dikembangkan dan banyak digunakan dalam bidang

medis maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. SEM telah banyak

digunakan oleh para peneliti untuk menguji dan menemukan berbagai spesimen.

Dibandingkan dengan mikroskop konvensional, SEM dapat menunjukkan gambar

spesimen lebih jelas dan memiliki tingkat resolusi yang lebih tinggi. SEM mampu

memfoto suatu permukaan dengan perbesaran dari 20 sampai 100.000 kali. Prinsip

kerja SEM adalah permukaan sampel dibombardir oleh elektron berenergi tinggi

dengan energi kinetik antara 1-25 kV. Elektron yang langsung menumbuk sampel ini

dinamakan elektron primer, sedangkan elektron yang terpantul dari sampel

dinamakan elektron sekunder. Elektron sekunder yang berenergi rendah dilepaskan

dari atom-atom yang ada pada pemukaan sampel dan akan menentukan bentuk rupa

sampel.

Pengukuran menggunakan SEM, sampel haruslah merupakan zat yang dapat

menghantarkan arus listrik seperti halnya logam. Sampel yang tidak dapat

menghantarkan arus listrik harus dilapisi dengan logam yang dapat menghantarkan

arus listrik. Dua alasan utama untuk melapisi sampel yang tidak dapat menghantarkan

arus listrik ialah untuk mengurangi artifak yang disebabkan oleh beban elektrik dan

muatan termal (Mulder, 1996).

Pembentukan gambar pada SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron sekunder

atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel

tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang

terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan

dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Layar CRT

akan menunjukkan gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Proses

operasi SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan

untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

13

2.5.2. Pengertian EDS

EDS (Energy Dispersive Spectroscopy) digunakan untuk mengenali jenis

atom pada permukaan yang mengandung multi atom. Informasi yang dihasilkan EDS

didapatkan dari karakteristik sinar X yang dihasilkan ketika elektron dari kulit luar

berpindah ke kulit yang lebih dalam. Setiap kulit elektron memiliki energi tertentu,

untuk memenuhi aturan tersebut maka elektron dari kulit luar harus melepaskan

sebagian energi untuk dapat berpindah. Energi yang dilepas dipancarkan dalam

bentuk sinar X. Energi pancaran elektron dalam bentuk sinar X akan dideteksi dan

dihitung oleh EDS dan akan dihasilkan berupa grafik puncak-puncak tertentu

mewakili unsur yang terkandung. EDS juga memiliki kemampuan untuk melakukan

pemetaan unsur dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing unsur

di permukaan bahan dan menganalisis secara kuantitatif dari persentase masing-

masing unsur.

Gambar 2. Instrumentasi SEM-EDS

Difraksi sinar-X terjadi jika sinar melewati celah yang besarnya sama atau

hampir sama dengan panjang gelombang tersebut. Pada tahun 1912, Van Laue

berpendapat jika kristal tersusun oleh celah yang diakibatkan kisi atom, sedangkan

sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang

dengan orde yang sama dengan celah tersebut, maka memungkinkan sebuah kristal

14

dapat mendefraksikan sinar-X (Cullity, 1978). Jika material dikenai sinar-X, maka

intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini

disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom

dalam material tersebut.

Gambar 3. Skema Difraksi Sinar-X Oleh Atom-atom Dalam Kristal

(a). Berkas sinar-X yang dihamburkan dan (b). Sinar datang yang menumbuk atom.

Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan

karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama.

Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Hukum

Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi

agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Tinjauan

sinar datang yang menumbuk pada titik bidang pertama dan dihamburkan oleh atom

Z. Sinar datang yang kedua menumbuk bidang berikutnya dan dihamburkan oleh

atom B. Sinar ini harus menempuh jarak AB+BC dan dua sinar tersebut paralel serta

saling menguatkan. Jarak tempuh ini merupakan kelipatan (n) panjang gelombang (λ),

sehingga persamaan menjadi n λ = AB + BC. Dari gambar terlihat bahwa AB = sinθ,

karena AB = BC, persamaan menjadi n λ = 2AB. Substitusi persamaan menjadi :

θλ=sin2dn 2.1

Keterangan : d = jarak antar bidang atom (nm),

λ = panjang gelombang sinar-x (Ǻ),

n = orde,

θ = sudut difraksi sinar-X (derajat).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium LAPAN, Jl Raya LAPAN

Sukamulya, Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Penelitian berlangsung dari bulan Januari

2012 hingga bulan Mei 2012.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan meliputi reaktor homogenasi, cell untrasonik, dan

filter kristal yang dilengkapi dengan vakum, neraca analitik, gelas ukur 250 mL, 500

mL, 1000 mL, magnetic stirrer dan hot plate stirrer Thermolyne.

3.2.2. Bahan

Amonium perklorat hasil produksi Laboratorium LAPAN dan bahan-bahan

kimia lainnya. Bahan AP yang digunakan belum terlapisi dan memiliki ukuran

partikel >200µm. Zat pelapis yang digunakan adalah SDS. Pelarut yang digunakan

adalah akuades, metanol, kloroform dan xylene.

3.3 Metode kerja

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari studi

pengaruh parameter proses terhadap ukuran partikel, pengaruh parameter proses

terhadap produk coating dan analisis data.

3.3.1. Pengujian Pengaruh Waktu Dan Frekuensi

Pengaruh parameter waktu terhadap ukuran kristal yang dapat dihasilkan

ditentukan variabel waktu antara 6, 9, 12, 15, 18 dan 21 menit. Ukuran partikel yang

dihasilkan ditentukan dengan metode pengayakan. Proses pengecilan partikel ini

disertai dengan proses kristalisasi AP. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga

15

16

dilihat seberapa besar pengaruh waktu kristalisasi terhadap ukuran kristal yang

dihasilkan. Cara yang digunakan untuk mempercepat waktu kristalisasi adalah

dengan pendinginan pada suhu 8oC.

Langkah kerja yang dilakukan sebagai berikut, sebanyak 194 gram kristal AP

dilarutkan dalam 500 mL akuadest. Kristal AP dilarutkan dengan cara pengadukan

dengan pemanasan pada suhu 60 – 70oC. Larutan AP yang sudah homogen

dimasukkan dalam bak ultrasonik, kemudian dilakukan ultrasonikasi dengan variabel

waktu yang telah ditentukan dengan pendingin. Kristal yang dihasilkan disaring

dengan menggunakan kertas saring Whattman 42 secara vakum. Kristal AP yang

didapat lalu dikeringkan selama 2 jam dengan suhu 120oC. Kristal AP yang telah

kering ditimbang dan dicatat bobot totalnya. Kristal AP diayak dengan pengayak dan

dipisahkan sesuai ukuran partikelnya, kemudian ditimbang dan dicatat bobot kristal

AP dari setiap ukuran yang diperoleh.

3.3.2. Pengujian Pengaruh Volume Proses

Variabel volume dijadikan salah satu parameter untuk mengetahui kapasitas

optimum dari alat. Variabel yang digunakan antara 500 mL – 1000 mL. Langkah

kerja yang dilakukan sama seperti langkah kerja dalam pengujian paruh waktu dan

frekuensi. Langkah kerja tersebut diulangi dengan memvariasikan berat kristal AP

dan volume larutan yang digunakan antara 500 mL – 2000 mL dengan selisih 250

mL.

3.3.3. Pengujian Pengaruh Konsentrasi SDS

Pengujian konsentrasi SDS dilakukan untuk mengetahui batas maksimal

senyawa SDS yang dapat teradsorpsi pada permukaan kristal AP. Variabel

konsentrasi SDS yang digunakan adalah 1 dan 5 gram. Langkah kerja yang dilakukan

sebagai berikut; 1 gram SDS dilarutkan dalam 170 mL akuades dan diaduk hingga

homogen. Sebanyak 100 gram AP ditambahkan ke dalam larutan SDS dan diaduk

hingga homogen. Larutan campuran ini diaduk dengan kecepatan tinggi (≥2000 rpm)

17

selama 9 menit. Kristal yang dihasilkan kemudian disaring dengan menggunakan

kertas saring Whattman 42 secara vakum dan dicuci dengan kloroform sebanyak ± 20

mL. Kristal AP yang didapat dikeringkan selama 2 jam dengan suhu 120oC. Kristal

AP yang telah kering ditimbang dan dicatat bobot totalnya. Kristal AP diayak dengan

pengayak dan dipisahkan sesuai ukuran partikelnya. Kemudian ditimbang dan dicatat

bobot kristal AP dari setiap ukuran yang diperoleh. Prosedur di atas diulangi dengan

mengganti pelarut akuadest dengan larutan AP jenuh. Kristal AP hasil proses tersebut

kemudian dianalisis menggunakan instrumen SEM-EDS.

3.3.4. Pengujian Pelarut SDS

Pengujian jenis pelarut dilakukan untuk mengetahui pelarut SDS yang baik.

Pelarut yang digunakan adalah pelarut akuades dan larutan AP jenuh. Zat pelapis

yang dipergunakan adalah Sodium Dodecyl Sulfate sebanyak 5 gram. Sebanyak 5

gram SDS dilarutkan dalam 170 mL akuades dan diaduk hingga homogen. Sebanyak

100 gram AP yang berukuran 106-63 µm ditambahkan ke dalam larutan SDS dan

diaduk hingga homogen. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan langkah kerja

pada proses pengujian pengaruh konsentrasi SDS.

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Pengaruh Waktu dan Frekuensi

Pengujian pengaruh waktu dan frekuensi dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui nilai optimum dari kedua variable untuk proses pengecilan partikel.

Variasi waktu yang digunakan adalah 6, 9, 12, 15, 18 dan 21 menit, sedangkan

frekuensi yang digunakan adalah 20, 30 dan 40 kHz. Ukuran kristal yang ingin

dicapai pada penelitian ini adalah ukuran 106-63 µm. Metode pengayakan digunakan

untuk mengetahui ukuran partikel yang dihasilkan. Hasil percobaan dapat dilihat pada

Lampiran 8.

Tabel 2. Data Pengamatan Pengaruh Waktu dan Frekuensi

Waktu (menit)

Kristal Awal (gram)

FREKUENSI = 20 kHz>106 µm 106-63 µm <63 µm

9 194

gram % gram % gram %

9,49 4,89 74,89 38,60 0 0

FREKUENSI = 40 kHz>106 µm 106-63 µm <63 µm

gram % gram % gram %

10,7397 5,53 74,4336 38,36 8,2839 4,27

Pengujian frekuensi tidak dapat dilakukan sesuai dengan variasi yang

diharapkan. Frekuensi yang berhasil diujikan terdiri 2 variasi, yakni 20 kHz dan 40

kHz. Hal ini dikarenakan alat tidak dapat diatur pada frekuensi 30 kHz, sehingga

yang digunakan hanya dua variasi frekuensi. Dari pengujian yang dilakukan

didapatkan hasil yang optimal sebesar 74,89 gram, yang diperoleh pada waktu

ultrasonikasi 9 menit menggunakan frekuensi 20 kHz, dengan distribusi partikel

antara 106-63 µm (Tabel 2). Hasil pengujian pada frekuensi 40 kHz dapat dilihat

pada Gambar 5. Jumlah kristal amonium perklorat dengan ukuran <63µm semakin

19

bertambah dengan besar frekuensi dan waktu proses yang meningkat. Hal ini

menunjukkan frekuensi dan energi berbanding lurus dengan waktu.

>106 106-63 63-53 53-45 0

1020304050607080

6 menit9 menit12 menit15 menit18 menit21 menit

Ukuran partikel (µm)

Jum

lah

(gra

m)

Gambar 4. Perbandingan Ukuran Partikel dan Waktu Ultrasonikasi 40 kHz

Hasil pengujian meshing (pengayakan) menunjukkan hasil yang signifikan

seiring dengan lama waktu ultasonikasi dan besar frekuensi yang digunakan (Gambar

4). Distribusi partikel antara 106-63 µm pada kristal yang diultrasonikasi selama 6

menit dengan frekuensi 40 kHz menunjukkan tingkat terendah sebesar 47,9928

gram. Penggunaan frekuensi 40 kHz selama 9 menit menunjukkan distribusi partikel

antara 106-63 µm optimum sebesar 74,4336 gram. Distribusi partikel antara 63-53

µm menunjukkan peningkatan dengan semakin lama proses ultrasonikasi, sebaliknya

jumlah partikel antara 106-63 µm mengalami penurunan.

Hasil pengujian struktur mikro dengan SEM menunjukkan pengurangan

ukuran partikel yang signifikan (Gambar 5). Pengurangan luas rata-rata partikel

antara 30-50%. Hasil observasi dengan SEM pada sampel menggunakan perbesaran

200, 250 dan 1000 kali (Gambar 5). Ukuran partikel AP sebelum ultasonikasi

berukuran 200 µm dan setelah ultrasonikasi berkurang menjadi 63 µm. Data yang

diperoleh membuktikan terjadinya reduksi ukuran partikel dengan ultrasonikasi. Hal

ini dikarenakan medium yang diradiasi dengan ultrasonik akan mengalami peristiwa

kavitasi akustik.

20

Gambar 5. Hasil Foto SEM 250x, 1000x

(a) AP Awal (b) AP Hasil Ultrasonikasi

Efek kavitasi yaitu terjadinya gelembung gas di dalam medium akibat

penggunaan gelombang ultrasonik untuk pemanasan lokal dengan tekanan yang

bervariasi, sehingga di dalam cairan terbentuk gelembung gas. Gas di dalam

gelembung ini dapat memuai jika dilalui gelombang ultrasonik tinggi, sehingga

mengakibatkan difusi gas yang tidak seimbang. Efek kavitasi memberikan efek

mekanik terhadap medium, sehingga mengakibatkan adanya getaran partikel di dalam

medium. Getaran terjadi pada semua intensitas, sehingga menyebabkan efek mekanik

terhadap partikel di dalam medium. Efek mekanik ini dapat menimbulkan percepatan

partikel, getaran tekanan, tekanan pancaran dan gaya gesek. Efek-efek tersebut

dimanfaatkan untuk mengecilkan ukuran suatu partikel dan menjaga partikel kecil

terhadap pengaruh pertumbuhan partikel dan aglomerasinya (Suslick, et al., 1989,

1997, 1999)(Sabbagha, 1980). Jika dalam larutan terdapat bubuk/kristal, suspensi

cairan-kristal akan menghasilkan kecepatan tabrakan interpartikel yang tinggi.

Tabrakan ini dapat mengubah morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas.

Proses pengecilan partikel sangat erat kaitannya dengan proses kristalisasi.

Pendinginan 8oC digunakan untuk mempercepat terbentuknya kristal. Pereduksian

ukuran akan memperluas permukaan partikel, sehingga akan meningkatkan

a.

b.

21

kereaktifan antarmuka antara partikel AP dengan senyawa lain. Berdasarkan teori,

ukuran partikel akan berkurang dengan bertambahnya energi karena deaglomearsi

(Mason, 2002). Energi yang digunakan dari ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz

adalah sebesar 7,9805 x 10-6 j/mol. Nilai ini diperoleh dari persamaa E=hvNA.

E=(6,6261× 10−34 ) j . s× 20 kHz ×(6,6022× 1023)/mol

E=7,9805× 10−6 j /mol

4.2 Pengujian Pengaruh Volume

Pengujian volume proses dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beban

maksimum alat ultrasonik. Variasi volume yang digunakan adalah 500, 750, 1000,

1250, 1500 dan 2000 mL. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Distribusi partikel 106-63 µm terendah diperoleh pada volume 2000 mL sebesar 0%.

Hasil yang optimal diperoleh sebesar 38,97% dengan volume 1000 mL. Gambar 6

menunjukkan bawha semakin besar volume proses akan menurunkan hasil kristal

dengan distribusi 106-63 µm.

Tabel 3. Distribusi Ukuran Partikel Variasi Volume

Volume kristal awal Distribusi Ukuran Partikel

>106 µm 106-63 µm 63-53 µm 53µm(ml) (gram) % gram % gram % gram % gram500 194 4.85 9,4 38.56 74,8 0 0 0 0750 291 7.25 21,1 37.97 110,5 0 0 0 0

1000 38810.1

3 39,3 38.97 151,2 0 0 0 0

1250 48519.4

6 94,4 28.31 137,32.91 14,1 0 0

1500 58225.4

6 148,2 17.7 103 0 0 0 0

1750 679 33.3 226,1 9.48 64,40,01 6,6 0 0

2000 77642.5

8 331,7 0 0 0 0 0 0

22

Volume proses yang semakin besar akan menurunkan efek gelombang

ultrasonik, karena jumlah padatan terlarut dan medium bertambah. Efek termal

merupakan absorpsi energi gelombang ultrasonik yang menyebabkan suhu medium

meningkat. Besar absorpsi energi gelombang ultrasonik ini tergantung pada

viskositas, massa jenis, dan impedansi medium, serta frekuensi gelombang yang

diberikan. Gelombang ultrasonik yang melalui medium juga mengalami pengurangan

energi, karena sebagian energinya diabsorpsi oleh medium akibatnya suhu medium

meningkat. Kenaikan suhu medium tergantung pada besar koefisien absorpsinya dan

intensitas gelombang yang melaluinya (Sabbagha, 1980).

4.3 Pengujian Pengaruh Konsentrasi SDS

Variasi yang digunakan pada pengujian konsentrasi SDS adalah 1 dan 5 gram.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai maksimal konsentrasi SDS yang

dapat terikat pada permukaan kristal AP. Pengujian selanjutya adalah menggunakan

instrument SEM-EDS. Hasil SEM akan memunjukkan karakterisasi partikel AP,

sedangkan EDS akan menunjukkan indikasi adanya unsur penyusun SDS pada

spesimen AP. Pada hasil SEM diperoleh hasil gambar hitam putih / gelap terang yang

dipengaruhi oleh unsur penyusunnya. Unsur penyusun dengan nomor atom lebih

tinggi akan menghasilkan warna lebih terang / putih dari pada unsur dengan nomor

atom rendah.

Hasil karakterisasi SEM dengan perbesaran 250x dan 1000x Gambar 6

menunjukkan bahwa partikel AP yang telah dilapisi dengan SDS dapat berdiri sendiri

(tidak menempel satu sama lain). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan SDS

memberikan pengaruh yang besar. Hasil karakterisasi SEM perbesaran 250x, 1000x

partikel AP yang tidak dilapisi dengan SDS cenderung menggumpal (Gambar 6).

23

Gambar 6. Hasil Foto SEM 250x, 1000x Partikel AP Uncoated

Gambar 7. Hasil Foto SEM Partikel 250x

(a) SDS 1 gram (b) SDS 5 gram

Hasil analisis EDS Gambar 7 partikel (a) SDS sebanyak 1 gram, (b) SDS

sebanyak 5 gram dianalisis menggunakan SEM-EDS. Analisis ini digunakan untuk

mengetahui komponen kimia yang menyusun permukaan partikel AP. Hasil analisis

EDS dipilih dua spot atau target untuk ditembak dengan energi sehingga timbul sinar-

X karakteristik dari masing-masing unsur penyusun. Hal ini ditujukan untuk

membandingkan komposisi pada tiap butir kristal, agar dapat dilakukan pembahasan.

Unsur yang ditampilkan dalam hasil analisis adalah atom N, O, Na, S dan atom Cl.

a.

b.

24

Unsur penyusun SDS yang tidak sama dengan unsur penyusun AP adalah atom Na, S

dan atom O, sehingga ketiga unsur tersebut yang akan digunakan sebagai indikator

keberadaan senyawa SDS.

Table 4. Hasil Analisis SEM-EDS Spot 1

Berat SDS (gram)Jumlah massa

(%) Jumlah Atom (%)

Na S Cl Na S Cl1 6.9 2.09 30.63 5.39 1.29 17.075 6.68 2.23 26.93 5.59 1.34 15.63

Berdasarkan hasil karakterisasi EDS % massa atom Na sebesar 3-7% dan

unsur S sebesar 1-2%, sedangkan berdasarkan % atom juga menunjukkan besar yang

sama. Presentase komposisi unsur Na dan S terbesar diperoleh pada penambahan

SDS sebanyak 5 gram dengan %massa unsur Na sebesar 3,66 % dan unsur S sebesar

2,24%, sedangkan %atom unsur Na sebesar 3,07 % dan unsur S sebesar 1,35%.

Table 5. Hasil Analisis SEM-EDS Spot 2

Pemilihan spot dapat disesuaikan dengan maksud dan tujuan analisis,

misalnya ukuran, bentuk, kerapatan, dll. Spot satu dipilh baik padapPenambahan SDS

sebanyak 1 gram maupun 5, karena memenuhi kriteria bentuk dan ukuran kristal AP

yang diinginkan. Spot satu memiliki ukuran dan bentuk kristal yang lebih beraturan

daripada spot dua yang cenderung menggumpal dan tidak rata.

Berat SDS (gram)Jumlah massa

(%) Jumlah Atom (%)

Na S Cl Na S Cl1 7.15 1.38 34.41 6.28 0.87 19.595 3.66 2.24 29.26 3.07 1.35 15.93

25

Gambar 8. Hasil Analisis EDS SDS 1 gram Spot 1

Hasil analisis yang diperoleh dari EDS berupa persentase. Pada spektrum

EDS diperoleh peak dari unsur-unsur yang terdapat pada permukaan kristal. Unsur S

dan Na terdeteksi pada 2,307 keV dan 1,041 keV (Gambar 8, 9). Unsur S memiliki

nomor atom yang lebih besar dari unsur Na sehingga diperlukan energi yang lebih

besar. Hasil yang diperolah berupa persentase massa dan atom dari unusr-unsur

penyusun senyawa yang dianalisis.

Gambar 9. Hasil Analisis EDS SDS 5 gram Spot 1

26

Gambar 12 menunjukkan bahwa makin besar tegangan tinggi yang digunakan

makin kecil harga λmin yang dihasilkan.

Gambar 10. Grafik Lebar Alamiah Sinar-X Karakteristik Sebagai Fungsi

Nomor Atom

Sinar-X karakteristik timbul akibat adanya proses transisi eksitasi elektron . Proses

terjadinya sinar-X adalah jika energi kinetik elektron itu sama dengan atau lebih besar

dari pada energi eksitasi atom-atom, maka pada saat elektron-elektron tersebut

menumbuk atom, atom-atom tersebut akan tereksitasi dan pada saat atom-atom

tersebut kembali ke keadaan ekuilibriumnya mereka akan melepaskan energinya

dalam bentuk foton gelombang elektromagnetik yang kita sebut sinar-X karakteristik.

Tingkat-tingkat energi di dalam atom-atom itu terkuantisasi sehingga sinar-X yang

dipancarkannya akan memiliki panjang gelombang atau energi yang tertentu, dimana

sinar-X ini disebut dengan sinar-X monokhromatik. Dari Gambar 12 tersebut dapat

dilihat bahwa makin besar tegangan tinggi yang digunakan makin kecil harga λmin

yang dihasilkan.

4.4 Pengujian Pengaruh Pelarut SDS

Pelarut yang digunakan pada pengujian adalah akuades dan filtrat AP.

Kondisi proses yang digunakan adalah kondisi optimal yang telah diuji pada

pengujian sebelumnya. Kristal yang telah terlapisi dianalisis dengan instrumen SEM-

EDS untuk mengetahui morfologi kristal dan kandungan unsur-unsur yang terdapat

27

pada permukaan kristal. Kristal AP yang telah terlapisi SDS tidak menempel satu

sama lain (Gambar 11). Analisis dilakukan dengan perbesara 250x dan 1000x.

Gambar 11. Hasil Foto SEM (250x, 1000x) Partikel

(a) pelarut akuades (b) pelarut larutan AP jenuh

Tabel 6. Data Pengamatan Jenis Pelarut

No SDS AP awal Pelarut 106-63 µm

(gram) (gram) gram %1 5 100 170 mL akudest 29,0593 29,062 5 100 170 mL filtrat 89,6528 89,65

Data-data hasil analisis instrumen SEM-EDS menunjukkan bahwa hasil

pelapisan kristal amonium perklorat dengan 5 gram SDS menggunakan larutan AP

jenuh lebih baik daripada akuades. Kristal amonium perklorat yang dihasilkan dengan

pelarut akuades sebesar 29%, sedangkan larutan AP jenuh menunjukkan hasil yang

signifikan sebesar 89,6% (Tabel 6). Penggunaan pelarut akuades menakibatkan

jumlah kristal AP ukuran 63-106 µm yang terlarut kembali lebih besar dibandingkan

dengan larutan AP jenuh. Hal ini dikarenakan larutan AP jenuh telah memiliki

kejenuhan yang tinggi terhadap kelarutan AP itu sendiri. Kelarutan SDS dalam

akuades lebih tinggi dari kelarutan dalam larutan AP jenuh, sehingga sulit untuk

berikatan dengan kristal AP. Jumlah SDS yang terikat pada kristal AP jauh lebih

a.

b.

28

besar jika menggunakan pelarut larutan AP jenuh dibandingkan jika menggunakan

pelarut akuades. Jumlah SDS yang terikat dengan AP sangat bergantung pada jumlah

SDS dan jenis pelarut. Kelarutan SDS terhadap pelarut yang tinggi akan menurunkan

kemungkinan SDS untuk berikatan dengan AP, karena cenderung untuk larut dalam

pelarut.

Instrumen SEM juga dapat digunakan untuk pemetaan unsur pada permukaan

bahan, sehingga kita dapat melihat pola sebaran unsur-unsur yang terdapat pada

permukaan bahan. Hasil analisis pola sebaran unsur S dan C dapat dilihat pada

Gambar 12 dan gambar 13. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur S dan C tersebar

merata dan tidak terkumpul pada satu titik. Hal ini menunjukkan bahwa SDS telah

melapisi kristal secara merata.

Gambar 12. Senyawa SDS Pelarut Akuades

(a) Pola Sebaran Unsur C (b) Pola Sebaran Unsur S

Gambar 13. Senyawa SDS Pelarut Larutan AP Jenuh

(a) Pola Sebaran Unsur C (b) Pola Sebaran Unsur S

a.

b.

a.

b.

29

Gambar 14. Hasil Analisis EDS Pelarut Akuades

Gambar 15. Hasil EDS Pelarut Larutan AP Jenuh

30

Tabel 7. Perbandingan % Massa dan % Atom pada Permukaan Kristal

PelarutJumlah Massa (%) Jumlah Atom (%)

C N S Cl O C N S Cl Oakuades 2.51 10.1 0.21 23.51 55.6 3.71 22.88 0.12 11.77 61.53Filtrat 6.1 11.59 0.56 47.67 34.06 10.52 17.14 0.36 27.85 44.12

Hasil analisis EDS menunjukkan adanya unsur penyusun SDS dengan

terdeteksinya peak unsur S dan C. Unsur S terdeteksi pada 2,307 keV, sedangkan

unsur C pada 0,277 keV (Gambar 14-16). Jumlah persentase massa unsur C dan S

pelarut akuades menunjukkan hasil yang lebih kecil sebesar 2,51% dan 0,21%,

sedangkan larutan AP jenuh didapatkan hasil sebesar 6,1% dan 0,56%. Hasil yang

sama juga ditunjukkan pada besar persentase atom dari unsur C dan S. Data yang

diperoleh dengan analisis SEM-EDS hanya menunjukk persentase massa dan atom

dari unsur, sehingga jumlah SDS yang terikat belum diketahui. Perhitungan

berdasarkan fraksi mol digunakan untuk menghitung jumlah SDS yang terikat. Data

yang digunakan adalah data yang diperoleh dengan larutan AP jenuh. Nilai persentase

SDS yang terikat terhadap AP terlapisi yang dihasilkan adalah sebesar 0,45%. Nilai

persentase SDS yang terikat terhadap SDS awal yang digunakan adalah sebesar 8%.

Perhitungan jumlah SDS yang terikat dapat dilihat pada Lampiran 9.

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan untuk pengecilan partikel

adalah 20 kHz dengan waktu proses 9 menit. Distribusi ukuran partikel AP

106-63 µm yang diperoleh sebesar 38,60 %.

2. Energi yang dihasilkan dengan frekuensi 20 kHz sebesar 7,9805x10-6 j/mol.

3. Volume proses yang optimum pada frekuensi 20 kHz adalah 1000 mL.

Distribusi partikel 106-63 µm yang diperoleh sebesar 38,97%.

4. Konsentrasi SDS yang memberikan hasil optimal adalah 5 gram SDS. Hasil

ini diperoleh berdasarkan pengujian dengan SEM-EDS. Presentase komposisi

unsur Na dan S terbesar diperoleh pada penambahan SDS sebanyak 5 gram

dengan % massa unsur Na sebesar 3,66 % dan unsur S sebesar 2,24%,

sedangkan % atom unsur Na sebesar 3,07 % dan unsur S sebesar 1,35%.

5. Pelarut filtrat AP memberikan hasil yang lebih baik dari pada pelarut akuades.

Distribusi ukuran partikel AP 106-63 µm yang diperoleh dengan pelarut filtrat

AP sebesar 89,65 %, sedangkan pada pelarut akuades sebesar 29,06%.

5.2. Saran

Upaya pengujian kadar SDS yang terikat perlu diperkuat dengan analisis

kromatografi. Pengujian dengan SEM-EDS hanya menampilkan komposisi senyawa

di permukaan spesimen, sehingga perlu diperkuat lagi agar diperoleh kesimpulan

yang lebih baik.

32

DAFTAR PUSTAKA

Crum, LA., Mason TJ, Reisse JL, Suslick KS. Eds. 1999. In Sonochemistry and

Sonoluminescence. Proc. NATO Adv. Study inst. Ser. C. vol. 524. Dordretht.

Netherlands : Kluwer.

Culity B. D. 1978. Element of X-ray Diffraction. Second Edition. Addison Wesley

Publishing Company. Massachusetts.

Elansezhian, R., B. Ramamoorthy and P.K. Nair. 2009. The Influence of SDS and

CTAB Surfactants on The Surface Morphology anf Surface Topography of

Electroless Ni-P Deposits. Material Processing Technology. Vol. 209. pp 33-

240.

Halliday, Resnick. 1992. Fisika. Jilid 2. Edisi Ketiga. Pantur Silaban & Erwin

Sucipto. Jakarta : Erlangga.

Leighton, T.G. 1994. The Acoustic Bubble. London.

Lista, E.L., Richard B. Hartupee, Ralph K. Manfred, Paul L. O’Neil. 1978. Coated

Ammonium Perchlorate. Aerojet-General Corporation. El Monte. California.

Sabbagha, R.E. 1980. Diagnostic Ultrasound Applied to Obstetrics and Genecology.

Harper & Row. Philadelpia : 67-78.

Somoza, C., Minden, La. 1991. Ultrasonic Grinding of Explosives. Utah.

Somoza, C., James A. Blackwell. 1994. Process For Reducing Sensitivity In

Explosives. Utah.

Suslick, K.S., Crum LA. 1997. In Encyclopedoa of Acoustic, ed. MJ Crocker. New

York : Willey-Interscience. 1 : 271-82.

Suslick, KS. 1989. The Chemical Effects of Ultrasound. ScientificAmerican. pp 80-

86.

Weber, J.B., Peter CJ. 1982. Adsorption, Bioactivity and Evaluation of Soil Tests for

Alachlor, Acetochlor and Metochlor. Weed Science. 30 :14-20.

33

Wu, Y.C., B. Yan and G.H.Li.L. Zhang. Study on Constitution and Wear Resistance

of Nickel Phophorus Alloy-Silicon Carbide Composite Coating. Material

Research and Advance Techniques. Vol.91. pp 778-793.

34

LAMPIRAN 1

Rangkaian Alat Ultrasonikasi

35

LAMPIRAN 2

Diagram Alir Proses Pengujian Pengaruh Waktu dan Frekuensi194 gram AP + 500 mL akuadesPelarutan T = 60-70oCUltrasonikasif = 20 kHz,t = 9 menitPenyaringan+ PencucianPengeringanT = 120oCt = 3 jamPengayakanAnalisa SEM-EDS

36

LAMPIRAN 3

Diagram Alir Proses Pengujian Pengaruh Volume Prosesx gram AP + 500,750,1250,1500,1750,2000 mL aquadest

37

LAMPIRAN 4

Diagram Alir Proses Pengujian Prngaruh Konsentrasi SDS100 gram AP + (1, 5 gram SDS) 170 mL akuadesPelarutan T = 60-70oCUltrasonikasif = 20 kHz,t = 9 menitPenyaringan+ PencucianPengeringanT = 120oCt = 3 jamPengayakanAnalisa SEM-EDS

38

LAMPIRAN 5

Diagram Alir Proses Pengujian Pengaruh Pelarut SDS100 gram AP + (5 gram SDS) 170 mL akuadesPelarutan T = 60-70oCUltrasonikasif = 20 kHz,t = 9 menitPenyaringan+ PencucianPengeringanT = 120oCt = 3 jamPengayakanAnalisa SEM-EDS

39

LAMPIRAN 6

Hasil Analisis EDS Pengujian Konsentrasi SDS 1 gram Spot 2

40

LAMPIRAN 7

Hasil Analisis EDS Pengujian Konsentrasi SDS 5 gram Spot 2

41

LAMPIRAN 8

Hasil Pengujian Pengaruh Waktu dan Frekuensi

Hasil Pengujian Pengaruh Waktu Terhadap Frekuensi 20 kHz:

No.Waktu FREKUENSI 20 kHz(menit) >106µm 106-63µm <63µm

(gram) (gram) (gram)1 9 9,49 74,89

Hasil Pengujian Pengaruh Waktu Terhadap Frekuensi 40 kHz:

No.Waktu

FREKUENSI 40 kHz>106µm 106-63µm <63µm 63-53µm <53µm

(menit) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)1 6 2,8413 47,9928 2,2204 2 9 10,7397 74,4336 8,28393 15 6,7359 60,2758 24,1748 11,13854 21 8,3376 58,9399 24,8427 10,3049

42

LAMPIRAN 9

Perhitungan Jumlah SDS yang Terikat

Perhitungan %SDS dipermukaan :

Diketahui %S dari SDS (C12H25SO4Na) = 0.56%

%Cl dari NH4ClO4 = 47.67%

%SDS dipermukaan = ,

dengan

%SDS dipermukaan = 1.16%

Perkiraan %SDS secara keseluruhan :

Alat SEM-EDS hanya dapat mengukur % unsur sampai pada ketebalan 2 mikron dari

permukaan. Asumsi bahwa partikel berbentuk bulat, dan memiliki diameter rata-rata

85 mikron, maka :

Rumus volume bola =

Perkiraan %SDS =

Perkiraan %SDS =

Perkiraan %SDS = = 0.16%

43

Jumlah mol AP yang digunakan = = 0.85 mol

Perkiraan jumlah mol SDS yang terikat :

= 1.36 x 10-3 mol

Perkiraan jumlah gram SDS yang terikat

= 0.4 gram

Jumlah gram SDS yang ditambahkan saat proses = 5 gram

Perkiraan %SDS terikat per SDS awal = = 8%

Perkiraan %SDS terikat per AP yang dihasilkan

= 0.45%