88
SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK PENERIMA SUAKA POLITIK DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: LISA PERMATA SARI 107045202510 KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PRODI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK PENERIMA SUAKA POLITIK

DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Oleh:

LISA PERMATA SARI

107045202510

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM

PRODI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H

Page 2: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

I

I

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK.HAK

PENERIMA SUAKA POLJTIK DALAM HUKUM

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari'ah (S.Sy)

Oleh:

Lisa Permata SariNrM. 107045202510

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

#As&ffi,-Prof. Dr. Masvkuri Abdillah

NIP: 150240084

KONSENTRASI KETATAIYEGARAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARHH DAN HUKUM

t]IN SYARIF HIDAYATIJLLAII ;ATANTA

t432W 2011 M

Page 3: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

a _-

\

PENGESAHAN PAIIITIA UJIAN

skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM rsLAM TERHADAP IIAK-HAKPENERIMA SUAKA POLITIK DALAM HUKUM INTERNASIONAL telahdiujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas IslamNegeri (tiIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 September 201l. Skripsi ini telahditerima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) padaProgram Studi Jinayah Siyasah

Jakarta, 20 September 2011

Mengesahkan,

Dekan F Syariah dan Hukum

Prof Dr ii. Muhammad Amin Suma SII MA, MMNIP. 19550505 198203 1012

PANITIA UJIAN

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Penguji I

5. Penguji II

Dr. Asmawi. M.ApNIP. 197?1010199703 1008

Afivan Faizin. M.AgNIP. 1972 10262003 12 1001

Prof. Dr. Masykuri AbdillahNIP 150240084

Prof Dr. H. Yunasril Ali. MANIP 150223823

Afwan Faizin. M,AgNIP. 197210262003 121001

Page 4: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

i

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan kelancaran dan kekuatan lahir dan batin kepada penulis untuk

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa tercurah kepada Baginda

Rasulullah saw yang telah berjuang dan berkorban untuk menyampaikan agama

Islam kepada umat manusia.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag, Ketua Program Studi Jinayah dan Siyasah

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, Dosen Pembimbing yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Afwan Faizin, M.Ag, Sekertaris Program Studi Jinayah dan Siyasah

Fakultas Syari’ah dan Hukum, yang telah banyak membantu penulis,

dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 5: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

ii

5. Seluruh Staf Pengajar Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah

menyampaikan ilmu dan nasehat kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan nasehat, sehingga penulis

bias optimis untuk menyelesaikannya.

7. Saudara-saudara dan teman-teman tercinta, serta Yulianda Rahmat

Hidayat yang telah banyak membantu penulis dan memotivasi penulis,

sehingga skripsi ini bias di selesaikan, serta semua pihak yang telah

membantu hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Untuk itu semua, penulis tidak dapat membalas jasa dan budi mereka

dengan apa-apa kecuali hanya mengucapkan : “Semoga Allah swt membalas

seluruh kebaikan mereka dengan balasan yang sebesar-besarnya.”

Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan

skripsi ini. Sebab penulis sadar dan yakin, skripsi ini masih jauh dari

sempurna.Namun sebagai bacaan, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 18 september 2011

penulis

Page 6: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... I

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 11

D. Metode Penelitian .................................................................... 12

E. Tinjauan pustaka ...................................................................... 14

F. Sisitematika Penulisan ............................................................. 15

BAB II PENGERTIAN SUAKA POLITIK MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL DAN HUKUM ISLAM, DAN BENTUK-

BENTUKNYA .............................................................................. 17

A. Pengertian Suaka Politik .......................................................... 17

B. Bentuk-Bentuk Suaka Politik ................................................... 21

C. Suaka Politik Menurut Hukum Internasional .......................... 32

D. Suaka Politik Menurut Hukum Islam ...................................... 36

BAB III HAK-HAK PENERIMA SUAKA POLITIK DALAM HUKUM

INTERNASIONAL DAN HUKUM POSITIF .......................... 48

A. Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum

Internasional ............................................................................. 48

B. Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum

Positif ....................................................................................... 54

Page 7: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

iv

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK PENERIMA

SUAKA POLITIK ...................................................................... 60

A. Tinjauan Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum

Internasional ............................................................................. 60

B. Tinjauan Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum

Positif ...................................................................................... 66

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 76

A. Kesimpulan .............................................................................. 76

B. Saran-saran ............................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 8: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diketahui Universal Declaration of Human Rights

(UDHR) telah ditetapkan sekitar 60 tahun lalu, yakni pada 10 Desember 1948.

Meski demikian, baru dalam dua dasawarsa terakhir ini hak-hak asasi manusia

(HAM) menjadi issu penting dalam hubungan antar bangsa, yakni sejak

runtuhnya sistem sosialisme atau komunisme di Eropa Timur. Hampir seluruh

pemerintahan di dunia pada saat ini mengklaim bahwa mereka mendukung

sistem demokrasi dan perlindungan terhadap HAM.

Namun dalam kenyataannya, kini masih ada kelompok warga di

sejumlah negara yang tidak menikmati perlindungan terhadap HAM mereka.

Sebaliknya mereka mendapatkan penindasan atau penyiksaan dari penguasa

mereka, atau mendapatkan ketidakamanan karena adanya peperangan atau

konflik di negera mereka. Mereka pun kemudian mengungsi atau bahkan

mencari suaka dari negara lain untuk menghindari penindasan atau untuk

memperoleh kehidupan yang aman dan damai.1

1 Masykuri abdillah, artikel “kontribusi hukum islam bagi solusi atas problematika pencari suaka dan

pengungsi di Indonesia”. Makalah disampaikan dalam, Seminar tentang Promosi Pengajaran Hukum Pengungsi

Internasional dan Hak Azasi Manusia, diselenggarakan oleh UNHCR dan Fakultas Syariah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, pada 2 Desember 2010.

Page 9: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

2

Fenomena tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak masa lalu, sehingga

dalam pasal 14 UDHR telah disebutkan dengan jelas tentang persoalan

pengungsi dan suaka ini, yakni “setiap orang berhak mencari dan menikmati

suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari penganiayaan”. Hal ini

kemudian diperkuat dengan pembentukan United Nations High Commissioner

for Refugees Nations (UNHCR) pada tahun 1950. Beberapa bulan kemudian

Negara-negara anggota PBB menyetujui konvensi tentang Status Pengungsi

(Refugee Convention) tahun 1951 di Jenewa dan kemudian protokol tentang

Status Pengungsi tahun 1967.

Suaka politik atau asylum adalah perlindungan yang diberikan oleh

suatu Negara kepada orang asing yang terlibat pekara atau kejahatan politik

dinegara lain atau Negara asal pemohon suaka. Kegiatan politik tersebut

biasanya dilakukan karena motif dan tujuan politik atau karna tuntutan hak-

hak politiknya secara umum. Kejahatan politik ini pun biasanya dilandasi oleh

perbedaan pandangan politiknya dengan pemerintah yang berkuasa, bukan

karena motif pribadi. Suaka politik merupakan bagian dari hubungan

internasional dan diatur dalam hukum internasional atas dasar pertimbangan

kemanusiaan. Setiap Negara berhak melindungi orang asing yang meminta

suaka politik.2

2Muhammad iqbal, fiqh siyasah, kontekstualisasi doktrin politik islam, ( Jakarta: Gaya media pratama,

2007),h.265.

Page 10: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

3

Suaka politik merupakan gagasan yuridiksi di mana seseorang yang

dianiaya untuk opini politik di negerinya sendiri dapat dilindungi oleh

pemerintah berdaulat lain, negara asing, atau perlindungan gereja di Abad

Pertengahan. Suaka politik merupakan salah satu hak asasi manusia, dan

aturan hukum internasional. Seluruh negara yang menerima Konvensi Terkait

Status Pengungsi PBB wajib mengizinkan orang yang benar-benar

berkualifikasi datang ke negerinya. 3

Suaka merupakan perlindungan yang diberikan oleh suatu negara

kepada warga negara asing. Normalnya suaka diberikan terhadap warga

negara asing yang di negara asalnya mengalami penindasan, ketakutan atau

menghadapi kemungkinan akan disiksa karena alasan ras, agama, anggota

kelompok minoritas, ideologi atau keyakinan politiknya.

Namun, permintaan suaka (politik) ke negara lain hanya dapat

dibenarkan jika dilakukan untuk alasan-alasan yang sifatnya politik. Dengan

demikian, suaka politik layak diberikan kepada mereka yang meminta

perlindungan, dan permintaan tersebut didasari motivasi atau dalam konteks

3 http://id.wikipedia.org/wiki/suaka_politik, di unduh pada hari rabu,9 maret 2011. Jam 16.49 WIB

Page 11: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

4

perjuangan politik. Oleh karena itu, permintaan suaka yang didasari oleh

motif lain selain karena alasan politik, kiranya pantas dipertanyakan. 4

Di samping itu harus diingat bahwa hak suaka merupakan hak Negara

sebagai atribut dari kemerdekaan dan kedaulatan teritorial negara yang

bersangkutan. Individu berhak mengajukan permintaan suaka, tetapi

permintaan tersebut akan dikabulkan atau ditolak merupakan kewenangan

sepenuhnya dari negara yang diminta.

Dalam hal ini Islam juga membahas mengenai hak-hak para penerima

suaka politik sehingga Islam sangat menghargai eksistensi manusia, sehingga

seseorang atau sebuah negara muslim berkewajiban untuk memberi

perlindungan kepada orang lain yang minta perlindungan darinya, yang dalam

fiqh disebut musta‟min atau jiwâr. Ia pun berkewajiban memperlalukan

mereka yang mengungsi atau meminta suaka politik (al-lujû‟ al-siyâsî)

dengan baik dan tanpa diskriminasi, Nabi Muhammad telah mempraktikkan

perlindungan semacam ini, yang didasarkan antara lain pada Q.S. surat At-

Taubah ayat 6:

4 http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/11/28/0002.html, Diunduh pada hari senin, tanggal 14

maret 2011 Jam 15.48 WIB

Page 12: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

5

“Dan jika seseorang dari kaum musyrik meminta perlindungan

kepadamu (untuk memahami Islam), maka berilah perlindungan kepadanya

sehingga ia sempat mendengar keterangan-keterangan Allah (tentang hakikat

Islam itu), kemudian hantarlah Dia ke mana-mana tempat Yang ia beroleh

aman. perintah Yang tersebut ialah kerana mereka itu kaum Yang tidak

mengetahui (hakikat Islam).”

Nabi Muhmmad berserta para sahabatnya juga pernah menjalani

pengungsian ini yang disebut “hijrah” untuk menghindari gangguan dan

penindasan orang-orang kafir Mekah. Bahkan hijrah ini menjadi wajib jika

seseorang tidak bisa mendapatkan hidup bebas dan sebaliknya mendapatkan

penindasan dari pemerintah atau penduduk setempat, terutama kebebasan

melaksanakan agama. Perintah hijrah ini disebutkan antara lain dalam Q.S.

AN-Nisa‟ ayat 97:

Page 13: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

6

“ Sesungguhnya orang-orang Yang diambil nyawanya oleh malaikat

semasa mereka sedang menganiaya diri sendiri (kerana enggan berhijrah

untuk membela Islam dan rela ditindas oleh kaum kafir musyrik), mereka

ditanya oleh malaikat Dengan berkata: "Apakah Yang kamu telah lakukan

mengenai agama kamu?" mereka menjawab: "Kami dahulu adalah orang-

orang Yang tertindas di bumi". malaikat bertanya lagi: "Tidakkah bumi Allah

itu luas, Yang membolehkan kamu berhijrah Dengan bebas padanya?" maka

orang-orang Yang sedemikian itu keadaannya, tempat akhir mereka ialah

neraka jahanam, dan neraka jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat

kembali.”

Kedua ayat di atas mengandung pengertian, bahwa jika yang meminta

perlindungan atau suaka itu adalah pihak luar (non-Muslim), permintaan ini

disebut amân, dan orangnya disebut musta‟min. Namun jika yang meminta

perlindungan (mengungsi, berpindah) itu orang muslim, pengungsian ini

disebut hijrah, dan orangnya disebut muhâjir. Dengan terjadinya

perkembangan dunia pada saat ini, kedua bentuk pengungsian tersebut tidak

lagi dipergunakan secara resmi. Istilah baru yang dipakai adalah pengungsi

(refugee, al-lâji‟) dan suaka politik (asylum, al-lujû‟ al-siyâsî). Karena

motivasi atau latar belakang terjadinya pengungsian atau perpindahan itu

Page 14: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

7

sama, yakni ada penindasan, maka hukum fiqh klasik itu bisa dipergunakan

untuk hukum pengungsi dan suaka pada saat ini.5

Dalam hubungan internasional suaka politik dapat dibedakan menjadi

suaka wilayah (territorial asylum) dan suaka diplomatik (diplomatic asylum).

Dalam penyerahan pelarian politik ini, juga terdapat perbedaan antara

penyerahan ke dar al-islam dan dar al-harb. Kalau yang memohon ekstradisi

adalah Negara islam juga maka ia dapat diserahkan kembali kenegara asalnya.

Penyerahan ini tidak memandang apakah pelarian itu muslim atau bukan.

Akan tetapi kalau Negara yang memohon adalah dar al-harb, maka pelarian

tersebut tidak boleh dikembalikan di dar al-harb. Hal ini ditegaskan sendiri

oleh Al-Qura‟an surat Al-Mumtahanah, 60:10 yang melarang umat islam

mengembalikan wanita-wanita muslimah yang meminta suaka kepada dar al-

islam (Negara madinah) ke dar al-harb walaupun mereka memiliki keluarga

disana.6

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman apabila datang berhijrah

kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji

keimanan mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka

jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka

5 Masykuri abdillah, artikel “kontribusi hukum islam bagi solusi atas problematika pencari suaka dan

pengungsi di Indonesia,” Makalah disampaikan dalam, Seminar tentang Promosi Pengajaran Hukum Pengungsi

Internasional dan Hak Azasi Manusia, diselenggarakan oleh UNHCR dan Fakultas Syariah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta,

6 Muhammad iqbal, fiqh siyasah, kontekstualisasi doktrin politik islam, ( Jakarta: Gaya media pratama,

2007), h.266-267.

Page 15: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

8

janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-

orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang

kafir tiada halal pula bagi mereka……. (QS. Al-Mumtahanah : 10)

Dalam ajaran islam hak-hak yang diberikan kepada umat muslim

terkait dengan filosofi hukum islam yang disebut teori maqâshid al-syari‟ah,

yang mengandung pengertian perlindungan terhadap hal-hal yang bersifat

keniscayaan (dharûriyyât), yang menurut Ibn „Asyur meliputi: 7

a) perlindungan terhadap agama (hifzh al-din),

b) perlindungan terhadap jiwa (hifzh al-nafs),

c) perlindungan terhadap akal (hifzh al-„aql),

d) perlindungan terhadap harta (hafizh al-mal),,

e) perlindungan terhadap nasab (hifzh al-nasab),

f) perlindungan terhadap kehormatan (hifzh al-„irdh),

Teori maqashid al-syari‟ah diatas menunjukan bahwa dalam islam

memperhatikan perlindungan bagi individu setiap muslim, hal ini terkait

dengan ham yang didalam undang-undangnya juga terdapat hak-hak bagi

setiap manusia, begitu pun dengan para pencari suaka mereka berhak

mendapatkan hak perlindungan seperti yang terdapat dalam UUD 1945 pasal

28 (G), yakni: “… Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

7 Fathurrrahman Djamil, filsafat hukum islam, ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 126.

Page 16: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

9

perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak

memperoleh suaka politik dari negara lain”.

Dalam hal perlindungan terhadap pencari suaka dan pengungsi, Islam

memberikan perlindungan bagi setiap kalangan, maupun untuk non-muslim,

karna sebagaimana firman Allah SWT, untuk memberikan perlindungan

kepada kaum musyrik sehingga ia sempat mendengar keterangan-keterangan

Allah (tentang hakikat Islam itu). Hal ini tidak seperti perlindungan yang

diberikan melalui hukum internasional, karna menurut hukum internasional

pemberian perlindungan tergantung oleh Negara itu sendiri.

Sayangnya sampai saat ini secara umum hak-hak para pengungsi dan

pencari suaka itu tidak atau kurang terlindungi, baik karena masih ada negara-

negara yang belum meratifikasi Konvensi tersebut, tiadanya political will dari

pemerintah di sejumlah negara, atau karena masih ada rasisnya atau xenofobia

di sejumlah Negara, maka dari itu hak-hak para pencari suaka yang terdapat

dalam hukum positif maupun hukum islam terdapat keterkaitannya yaitu

memberikan perlindungan kepada penerima suaka politik, namun hak-hak apa

saja yang harus diberikan kepada mereka, dan bagaimana hak-hak penerima

suaka politik menurut tinjauan hukum islam dalam hukum internasional,

selain itu penulis juga ingin memberikan pengetahuan mengenai suaka politik,

maka diadakan analisis data-data yaitu dengan cara mendalami data-data

Page 17: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

10

mengenai suaka politik dan melakukan penelitian dari buku-buku yang

berkaitan dengan pembahasan tersebut.

Berangkat dari pemasalahan itulah penulis bermaksud untuk menulis

skripsi yang berjudul : “ Tinjaun Hukum Islam Terhadap Hak-Hak

Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Internasional ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

a. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan proposal ini, penulis hanya membatasi masalah yang

berkisar pada tinjauan hukum Islam terhadap hak-hak penerima suaka

politik dalam hukum Internasional. Yang dimaksud hukum islam ialah

hukum yang bersumber dari Al-Qur‟an, Al-Hadist, Ijma‟ dan Qiyas. Yang

dimaksud hukum Internasional dalam penelitian ini ialah Hukum-Hukum

yang membahas mengenai hak-hak penerima suaka politik.

b. Perumusan Masalah

Dari pendekatan dua sistem hukum di atas dapat diidentifikasi

sejumlah masalah yang dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

1. Apakah pengertian suaka politik menurut hukum Islam dan hukum

Internasional ?

2. Bagaimana hak-hak penerima suaka politik menurut hukum

internasional dan hukum positif ?

Page 18: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

11

3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak-hak penerima

suaka politik dalam hukum internasional dan positif ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan antara lain:

1. Untuk mengetahui pengertian suaka politik menurut hukum Islam

dan hukum intrenasional.

2. Untuk mengetahui hak-hak penerima suaka politik menurut hukum

internasional dan hukum positif.

3. Untuk mengetahui tinjauan terhadap hak-hak penerima suaka

politik dalam hukum internasional dan positif.

b. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

khususnya bagi penulis pribadi untuk menambah wawasan tentang wacana

hukum islam dan hukum internasional secara umum, dan secara spesifik

wawasan hukum tentang hak-hak penerima suaka politik. Bahan

penelitian ini bersifat ilmiah maka harapan penulis tidak hanya berguna

dan bermanfaat bagi penulis semata, akan tetapi juga dapat memberikan

kegunaan-kegunaan antara lain:

Kegunaan yang bersifat teoritis yaitu:

1. Untuk memberikan bahan kajian ilmiah dalam memperkaya literatur

untuk penelitian lebih lanjut.

Page 19: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

12

2. Sebagai konstribusi pemikiran terhadap pengembangan wacana suaka

politik dalam konteks bingkai hukum.

3. Untuk dijadikan bahan dalam penyusunan skripsi, dan diharapkan

dapat bermanfaat bagi pembaca tentang hak penerima suaka politik.

Serta menjawab rasa ingin tahu penulis mengenai Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik dalam Hukum

Internasional.

D. Metode Penelitian

a. Jenis penelitian

Dalam melakukan penelitian ini jenis penelitian yang

digunakan adalah jenis penelitian yang berbentuk studi deskriptif analisis,

sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan

pendekatan kualitatif dan pendekatan normative.

b. Teknik pengumpulan data

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode

Dokumentasi, atau penelitian kepustakaan ( Library Research), penulis

mengumpulkan dan menganalisa bahan-bahan dari buku-buku dan

berbagai literature yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas

yaitu suaka politik.

Page 20: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

13

c. Sumber data

Data penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah sebagai

berikut:

1. Data primer : Kitab-kitab fiqih siyasah ,UUD 1945 pasal 28, Undang-

Undang No 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negri, dan

Undang-Undang Ham No 39 Tahun 1999.

2. Data sekunder: Buku- buku yang membahas tentang hal-hal yang

terkait dengan pembahasan.

3. Data tertier: Buku, kamus, ensiklopedia, Koran, majalah, situs

internet, jurnal hukum, serta makalah yang bersangkutan.

d. Analisis data

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode

analisis kualitatif Peneliti mencoba melakukan perbandingan diantara

data-data yang terkumpul dalam penelitian ini, yang merupakan

penelitian deskriptif normative.

Page 21: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

14

Teknik penulisan dalam pembuatan proposal ini mengacu kepada buku

pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007.8

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menjaga keasliaan judul proposal ini perlu kiranya penulis

lampirkan juga beberapa rujukan bahan pertimbangan, yang diantaranya yaitu:

Artikel atau makalah yang berjudul kontribusi hukum Islam bagi

solusi atas problematika pencari suaka dan pengungsi di Indonesia oleh

Masykuri abdillah, artikel ini di sampaikan dalam seminar tentang promosi

pengajaran hukum pengungsi internasional dan Hak azasi manusia, artikel ini

membahas mengenai keterkaitan hukum Islam akan permasalahan bagi pencari

suaka dan pengungsi.

Buku yang berjudul fiqh siyasah, kontekstualisasi doktrin politik islam

oleh Muhammad iqbal, buku ini memuat tentang siyasah dauliyah yaitu dasar-

dasar hubungan internasional dalam islam, yang mana di dalam sub babnya

terdapat materi mengenai suaka politik.

Buku yang berjudul fiqh siyasah dalam hubungan internasional oleh

L. Amin Widodo, buku ini membahas mengenai ekstradisi dan suaka politik,

8 Fakultas Syari‟ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, Buku Pedoman Penulisan

Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syari‟ah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007).

Page 22: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

15

selain terdapat materi mengenai suaka politik dalam hukum islam dan hukum

internasional.

Buku yang berjudul lembaga suaka dalam hukum internasional oleh

Sulaiman Hamid, buku ini membahas mengenai suaka secara rinci yaitu, berbagai

jenis suaka dan kasus-kasus, karakteristik suaka, serta hak mencari dan menikmati

suaka dari ancaman persekusi.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima Bab ,masing-masing Bab terdiri dari

beberapa Sub Bab bahasan, ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam

pembahasan dan penulisan skripsi ini , sehingga lebih terarah dan sistematis,

maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa Bab dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB pertama berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang

masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

,kajian pustaka, kerangka teori dan kerangka konseptual ,dan metode penelitian,

tekhnik penulisan dilanjutkan dengan sistematika penulisan.

BAB kedua merupakan bab yang membahas ruang lingkup suaka

politik, yang mana terdapat empat sub bab yaitu: pengertian suaka politik,

bentuk-bentuk suaka politik, suaka politik menurut hukum internasional dan

suaka politik menurut hukum Islam.

Page 23: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

16

BAB ketiga membahas tentang hak-hak penerima suaka politik

dalam hukum internasional dan positif.

BAB keempat membahas tinjauan hukum Islam terhadap Hak-hak

penerima suaka politik dalam hukum internasional dan positif.

BAB kelima sebagai penutup yang membahas dua hal yaitu

kesimpulan dari hasil penelitian dan dilengkapi dengan saran-saran.

Page 24: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

17

BAB II

SUAKA POLITIK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN

HUKUM ISLAM DAN BENTUK-BENTUKNYA

A. Pengertian Suaka Politik

Suaka berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asylon” atau “Asylum”

dalam bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar dimana

seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah permintaan

suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada beberapa tahun ini saja. 9

Masalah ini sama tuanya dengan kata lain praktek permintaan dan

pemberian suaka ini sudah ada sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang

lalu. Jadi tidak hanya ada pada zaman sekarang, tetapi di zaman primitif pun

suaka ini sudah dikenal dimana-mana. Kadang-kadang dikalangan suku primitive

ada seseorang meninggalkan sukunya atau kampung halamannya untuk

memohon perlindungan pada suku yang lain.

Enny Soeprapto mengatakan: Masyarakat Yunani purba telah

mengenal lembaga yang disebut “asylia” walapun agak berbeda maksud dan

pengertiannya dengan “suaka” yang kita kenal sekarang. Pada masa Yunani

Purba itu, agar seseorang, terutama pedagang, yang berkunjung ke Negara-

9 Sulaiman Hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002),h. 42

Page 25: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

18

negara lainnya, mendapat perlindungan, maka antara sesama Negara kota di

negeri itu diadakan perjanjian-perjanjian untuk maksud demikian.

Lembaga “Asylia” itu kemudian dilengkapi dengan lembaga yang

disebut “asphalia” yang tujuannya melindungi benda-benda milik orang yang

dilindungi menurut lembaga “asylia”. Dalam perkembangan sejarah kemudian

mengenal kebiasaan dimana rumah-rumah ibadat seperti gereja, merupakan

tempat-tempat suaka. Demikian pula rumah-rumah sakit sering dipandang

sebagai tempat suaka. Dimasa-masa awal masehi, suaka berarti suatu tempat

pengungsian atau perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina.10

Untuk waktu yang lama, suaka diberikan kepada pelarian pada umumnya,

terlepas dari sifat perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh pencari

suaka yang menyebabkannya dikejar-kejar. Dalam waktu yang lama pelaku

tindak pidana biasa pun, yang mendapat suaka di negara lain, tidak di

ekstradisikan. Keadaan ini baru berubah pada abad ke-17, di mana berbagai

pakar hukum, termasuk seorang juris belanda yang terkenal Grotius,

menggariskan perbedaan antara tindak pidana politik dan tindak pidana biasa dan

menyatakan bahwa suaka hanya dapat diklaim oleh mereka yang mengalami

tuntutan (prosecution) politis atau keagamaan.

10 Sulaiman Hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional,.h. 43

Page 26: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

19

Sejak pertengahan abad ke-19 bagian besar perjanjian ekstradisi

mengakui prinsip non ekstradisi bagi tindak pidana politik, kecuali yang

dilakukan terhadap kepala negara.11

Secara definitiv belum ditemui adanya ketentuan-ketentuan Hukum

Internasional yang bersifat universal yang menentukan status “pesuaka” (asylee).

Tidak ada yang menentukan secara hukum pengertian tentang “suaka” dan atau

“pesuaka”. Demikian pula dengan batasan “pencari Suaka” (asylum-seeker) tidak

diketemui dalam ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang bersifat

universal atau regional yang berkaitan dengan masalah lembaga suaka.

Sebagai pedoman kita dapat berpegang kepada “pasal 1 paragraf 3

deklarasi tentang suaka Territorial 1967 bahkan secara tegas menyatakan bahwa

penilaian alasan-alasan bagi pemberi suaka diserahkan kepada negara pemberi

suaka.

Dr. Kwan Sik,SH, mengatakan suaka adalah perlindungan yang diberikan

kepada individu oleh kekuasaan lain atau oleh kekuasaan dari negara lain (negara

yang memberikan suaka). Oppenheim Lauterpacht mengatakan bahwa suaka

adalah dalam hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai kedaulatan

di atas territorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki dan tinggal

di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya.

11 Ibid., h.44.

Page 27: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

20

Charles de Visscher dalam bukunya “Theory and reality in public

international law” mengatakan, suaka adalah sesuatu kemerdekaan dari suatu

negara untuk memberikan suatu suaka kepada seseorang yang memintannya.

Gracia Mora dalam bukunya “International Law and Asylum As Human Right”

mengatakan suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh sesuatu negara

kepada orang asing yang melawan negara asalnya. Prof.Dr. F. Sugeng Istanto,

SH., mengatakan bahwa asylum adalah perlindungan individu di wilayah negara

asing tempat ia mencari perlindungan. Asylum merupakan perlindungan negara

asing di wilayah negara tersebut dikediaman perutusan asing atau dikapal asing.

Dengan adanya perlindungan itu individu tersebut tidak dapat diambil oleh

penguasa negara lain.12

Prof .Dr. Sumaryo Suryokusumo mengatakan bahwa suaka adalah

dimana seorang pengungsi atau pelarian politik mencari perlindungan baik di

wilayah sesuatu negara lain maupun di dalam lingkungan gedung perwakilan

diplomatik dari sesuatu negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan,

pencari suaka itu dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia berasal.13

J.G. Starke menegaskan pula bahwa konsepsi suaka dalam Hukum

Internasional adalah mencangkup dua unsur yaitu:

a. Pernaungan yang lebih dari pada pelarian sementara sifatnya.

12 Sugeng Istanto, Hukum Internasional,(Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1994), h. 146. 13 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, (Bandung: PT Alumni, 2005), h. 163.

Page 28: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

21

b. Pemberian perlindungan dari pembesar-pembesar yang menguasai daerah

suaka secara aktif.

Dari batasan-batasan tersebut diatas kita dapat menarik kesimpulan

bahwa pengertian suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh suatu

negara kepada individu yang memohonnya dan alasan mengapa individu-

individu itu diberikan perlindungan adalah berdasarkan alasan

perikemanusiaan,agama, diskriminasi ras, politik, dan sebagainya. Perlindungan

yang diberikan kepada pencari suaka oleh negara dimana si individu tadi

memohon agar terhindar dari “penyiksaan”negara asal si pemohon.

Kekuasaan negara untuk memberikan suaka asyl kepada seorang bertalian

dengan kekuasaannya untuk menolak penyerahan, ternyata pada pemberian suaka

kepada penjahat-penjahat politik, yang pada umumnya tidak diserahkan. Suaka

berakhir dimana penyerahan dimulai.

B. Bentuk-Bentuk Suaka Politik

Dari praktek-praktek internasional dalam menghadapi masalah

permintaan dan pemberian suaka, kenyataannya lembaga atau asas suaka tersebut

mempunyai karakteristik atau prinsip-prinsip yang umum pada suaka yaitu

sebagai berikut:

a. Suaka bukan sesuatu yang dapat diklaim oleh seseorang sebagai hak.

Page 29: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

22

b. Hak seseorang hanya terbatas pada mencari suaka dan, kalau

memperolehnya,menikmatinya.

c. Pemberian atau penolakan suaka adalah hak Negara-negara

berdasarkan kedaulatannya.

d. Pemberian suaka merupakan tindakan yang harus diterima sebagai

tindakan damai dan humaniter. Oleh karena itu, pemberian suaka oleh

suatu Negara tidak boleh dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat

terhadap Negara asal pencari suaka.

e. Sebagai lembaga yang bersifat humaniter, suaka tidak boleh

ditundukkan pada asas timbal balik.

f. Suaka mengandung prinsip penghormatan pada asas-asas sebagai

berikut:

(i) Larangan pengusiran (non expulsion)

(ii) Larangan pengembalian paksa ke Negara asal (non

refoulement), termasuk penolakan di perbatasan (rejection at

the frontiars), dan

(iii) Non-ekstradisi pesuaka (asylee).

g. Bilamana suatu Negara menghadapi kesulitan untuk memberikan

suaka kepada seseorang secara permanen atau untuk jangka waktu

panjang, Negara tersebut setidak-tidaknya harus bersedia memberikan

suaka kepada pencari suaka yang bersangkutan untuk sementara waktu

sampai ia memperoleh suaka di Negara lain.

Page 30: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

23

h. Suaka tidak dapat diberikan dalam kasus-kasus tindak-tindak pidana

non-politis dan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan asas-asas

PBB, yang meliputi:

(i) Tindak pidana biasa.

(ii) Tindak pidana menetang perdamaian,tindak pidana perang

(war crimes) tindak pidana menentang kemanusiaan (crime

against humanity), sebagaimana dirumuskan dalam instrumen-

instrumen internasional yang bersangkutan.

i. Pemberian suaka mengandung ketentuan yang mewajibkan pesuaka

untuk tunduk pada hukum dan peraturan perundang-undangan Negara

pemberi suaka.

j. Pesuaka tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat

menentang Negara asalnya atau yang dapat mengakibatkan

ketegangan-ketegangan antara Negara pemberi suaka dan Negara asal

pesuaka.14

Dalam hubungan internasional, suaka dapat dibedakan menjadi suaka

wilayah (territorial asylum) dan suaka diplomatik (diplomatic asylum atau

extra-territorial asylum). Suaka wilayah atau suaka teritorial adalah

perlindungan yang diberikan suatu negara kepada orang asing di dalam negara

itu sendiri. Sebagai contoh, negara Indonesia memberi suaka politik kepada

14 Sulaiman hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: PT Raja grafindo persada,

2002).h. 89-90.

Page 31: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

24

orang asing yang masuk ke wilayah indonesia. Sedangkan suaka diplomatik

adalah suaka yang diberikan oleh suatu kedutaan besar terhadap orang yang

bukan warga negaranya. Contoh suaka ini adalah orang asing yang memasuki

wilayah Kedutaan Besar Republik Indonesia ( KBRI) di luar negri, atau

orang-orang Timor Timur yang memasuki gedung kedutaan besar asing di

Jakarta.

Suaka politik jenis pertama mendapat jaminan dalam hukum

internasional. Setiap negara berhak memberikan perlindungan politik kepada

warga negara asing. Negara asal pencari suaka tersebut hanya dapat

mengajukan permohonan pengembalian atau ekstradisi melalui saluran-

saluran diplomatik. Sedangkan terhadap suaka politik jenis kedua (diplomatik

asylum), hukum internasional tidak mengakui adanya hak kepala perwakilan

suatu negara (duta besar) untuk memberi jaminan keamanan terhadap orang

asing di gedung kedutaan besarnya, karena hal ini menyebabkan terbebasnya

ia dari hukum dan keadilan di negara asalnya. Meskipun demikian, seorang

kepala perwakilan asing tidak wajib menyerahkan orang yang minta suaka

kepada pemerintah setempat, bila tidak ada perjanjian antara kedua negara

yang mengharuskannya untuk menyerahkan pencari suaka tersebut

(ekstradisi).

Ada perbedaan prinsip dalam pemberian suaka ini. Dalam suaka

teritorial, kekuasaan memberikan suaka merupakan hak dan atribut kedaulatan

Page 32: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

25

negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam suaka ekstrateritorial, kekuasaan

memberikan suaka mengesampingkan kedaulatan teritorial negara. Artinya,

seorang duta besar boleh memberikan perlindungan di gedung kedutaan

besarnya kepada pemohon suaka, tanpa harus meminta persetujuan terlebih

dahulu kepada kepala negaranya. Dalam hal ini ia berkuasa penuh

menentukan layak tidaknya seseorang diberikan perlindungan.

Di samping dua suaka di atas, masih ada lagi satu bentuk suaka politik,

yakni suaka netral (neutral asylum). Dalam suaka bentuk ini, pemohon suaka

tidak memasuki kedutaan asing atau lari ke suatu negara, tetapi ia memilih

tempat perlindungan ke gedung lembaga-lembaga internasional, seperti

perwakilan PBB di Jakarta, atau gedung sekretariat ASEAN. Ia meminta

suaka kepada kepada pejabat lembaga-lembaga tersebut.15

Konsepsi suaka politik dalam hukum internasional meliputi unsur

pemberian naungan yang bersifat lebih dari pelarian sementara dan unsur-

unsur pemberian perlindungan secara aktif oleh pembesar-pembesar negara

yang memberi suaka. Orang yang mendapat suaka politik secara prinsip tidak

dapat dikembalikan ke negara lain, kecuali negara yang meminta

pemulangannya (ekstradisi) tersebut mengemukakan alasan-alasan logis agar

peminta suaka diserahkan kembali. Pengembalian pemohon ini juga dapat

15 Muhammad iqbal, fiqih siyasah kontekstualisasi doktrin politik islam,(Jakarta: Gaya media pratama,

2007).h. 266.

Page 33: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

26

dilakukan apabila sebelumnya antara negara yang melindungi dan negara

tempat pelatiannya memiliki perjanjian ekstradisi. 16

Masalah suaka pada hakikatnya menyangkut dua pengertian yaitu

suaka teritorial dan suaka diplomatik. Suaka teritorial menyangkut pada

kewenangan negara untuk memperbolehkan pengungsi atau aktivis politik

masuk atau tinggal di bawah negara tersebut yang juga berarti di bawah

perlindungannya, karena itu memberikan suaka kepadanya, yang tidak asing

lagi di dalam hukum internasional.

Orang perorangan tidak mempunyai hak untuk mendapatkan suaka.

Namun sesuai dengan pasal 14 Deklarasi Universal Tentang Hak-hak asasi, ia

dapat mencari suaka jika ada penuntutan dan jika disetujuinya dapat

menikmatinya. Undang-Undang Dasar Negara-negara tertentu menjanjikan

tentang suaka politik kepada seseorang yang dituntut. Bagi negara yang

memberikan suaka itu perlu menilai persoalannya kasus per kasus. Jika

sesuatu tuntutan itu dapat dipahami, peraturan keimigrasian yang ada dan

persyaratan-persyaratan biasanya dapat ditinggalkan. Negara asal pencari

suaka yang telah melarikan diri ke negara lain tidak boleh menggangap bahwa

penerimaan suaka dari negara lain tersebut sebagai tindakan bermusuhan,

karena negara itu dalam memberikan suaka adalah dalam rangka

melaksanakan hak kedaulatan teritorialnya.

16 Muhammad iqbal, fiqih siyasah kontekstualisasi doktrin politik islam, h. 267.

Page 34: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

27

Berbeda dengan suaka teritorrial suaka diplomatik terjadi dalam hal

perwakilan asing memberikan suaka kepada seseorang yang mencari

perlindungan dari pemerintah negara tempat perwakilan asing tersebut berada.

Tidak diganggu-gugatnya gedung perwakilan asing dapat mencegah

penangkapannya secara paksa oleh penguasa setempat, tetapi saat ia

meninggalkan gedung perwakilan asing tersebut, ia kehilangan

perlindungannya. Perwakilan asing tidak mempunyai hak untuk menuntut

agar seseorang yang telah diberikan suaka itu diberikan jaminan keamanan

atau keselamatan untuk meninggalkan wilayah.

Mungkin benar jika dikatakan bahwa sesuatu Kedutaan Besar dalam

memberikan perlindungan itu (yang tidak lain kecuali untuk tujuan-tujuan

perikemanusiaan) merupakan penyalahgunaan keistimewaan dari gedung

perwakilan asing yang tidak dapat diganggu-gugat.

Hukum Internasional tidak mengenal hak secara umum dari kepala

perwakilan asing untuk memberikan suaka di dalam gedung perwakilannya,

karena jelas bahwa tindakan semacam itu dapat menghalangi perundang-

undangan setempat dengan berbuat sehendak hatinya dan akan melibatkan

suatu pelanggaran kedaulatan negara tempat perwakilan asing tersebut berada.

Page 35: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

28

Dalam hukum internasional, hak negara secara umum untuk

memberikan suaka di dalam perwakilan asing tidak diakui. Suaka dapat

berikan di gedung perwakilan asing dalam tiga hal yang luar biasa:

(i) Suaka dapat diberikan, untuk jangka waktu sementara, kepada orang

perorangan yang memang secara fisik dalam bahaya karena adanya

kekerasan masal atau dalam hal seseorang buronan yang dalam bahaya

karena melakukan kegiatan politik terhadap negara setempat.

(ii) Suaka dapat juga diberikan dimana di negara itu terdapat kebiasaan

yang sudah lama diakui dan mengikat.

(iii) Suaka dapat diberikan juga jika terdapat perjanjian khusus antara

negara dimana penerima suaka berasal dan negara dimana terdapat

perwakilannya.

Dalam perkembangan selanjutnya mengenai masalah suaka, majelis

umum PBB dalam sidangnya tanggal 14 Desember 1967 telah menyetujui

suatu resolusi yang memberikan rekomendasi bahwa dalam praktiknya

negara-negara haruslah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

(i) Jika seseorang meminta suaka, permintaan seharusnya tidak ditolak

atau jika ia memasuki wilayah negara itu, ia tidak perlu diusir tetapi

jika suatu kelompok orang-orang dalam jumlah besar meminta suaka,

hal itu dapat ditolak atas dasar keamanan nasional dari rakyatnya.

Page 36: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

29

(ii) Jika suatu negara merasa sukar untuk memberikan suaka, haruslah

memperhatikan langkah-langkah yang layak demi rasa persatuan

internasional melalui perantara dari negara-negara tertentu atau PBB.

(iii) Jika suatu negara memberikan suaka kepada kaum pelarian atau

buronan, negara-negara lainnya haruslah menghormatinya.17

Suaka wilayah yang diberikan oleh negara kepada seorang asing di

dalam wilayahnya dan suaka di luar wilayah atau suaka diplomatik, yaitu

kompeks misi diplomatik atau kompleks lain yang mempunyai hak tidak

diganggu gugat. Contoh-contoh suaka wilayah ada banyak dan kelompok-

kelompok “pengungsi politik” terdapat di banyak negara tetapi, karena

mereka bertempat tinggal di negeri lain, mereka tidak merupakan ancaman

besar bagi pemerintahnya sendiri. Suatu situasi timbul dalam suaka

diplomatik, di mana lawan politik dapat bertempat tinggal yang terlindung

dan tidak dapat diganggu di tengah-tengah rakyatnya, dan dapat diharapkan,

rakyat itu hendak diadu melawan pemerintahnya sendiri. Tidak dapat

diganggu gugatnya kompleks misi diplomatik menyebabkan misi demikian

sejak jaman dahulu dicari untuk dijadikan tempat berlindung. 18

Persoalan tentang adanya dan kebenaran hak suaka dari pelaksanaan

tindakan politik ( tidak biasa dilakukan di dalam perkara kejahatan)

17 Sumaryo suryokusumo, Hukum diplomatik teori dan kasus, (Bandung: PT. Alumni, 2005) h. 149-155.

18 Ibid.,h. 157

Page 37: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

30

terbengkalai untuk waktu lama, dan hanya kadang-kadang menjadi pokok

persoalan perdebatan sengit. Di Eropa praktek ini sudah hampir punah, di

daerah-daerah lain kebiasaan daerah masih mendukung kelanjutannya.

Praktek di Amerika Latin dapat diikhtisarkan atas dasar konvensi Suaka

Diplomatik yang disusun oleh konfrensi antar Amerika ke sepuluh yang

dilangsungkan di Caracas di tahun 1954 sebagai berikut:

1. Setiap negara mempunyai hak untuk memberi suaka dan untuk dapat

menentukan sendiri sifat pelanggaran atau sebab-sebab penuntutan orang

yang sedang mencari suaka.

2. Di dalam pemberian suaka, kedutaan tidak saja memakai tempat

kedudukan misi diplomatik biasa dan tempat tinggal kepala misi, tetapi

juga kompleks lai yang disediakan oleh misi untuk mereka yang minta

suaka jikalau jumlahnya melampaui kemampuan tampung gedung-gedung.

3. Suaka hanya di berikan di dalam keadaan yang sangat gawat dan hanya di

dalam waktu yang benar-benar diperlukan orang yang minta suaka untuk

meninggalkan negeri dengan jaminan yang diberikan oleh pemerintah

daerah itu.

4. Yang disebut persoalan gawat ialah, antara lain, jikalau seseorang dicari

oleh orang-orang atau gerombolan, yang tidak dikuasai oleh negara, atau

oleh pejabat-pejabat sendiri dan diancam kehilangan nyawa atau kebebasan

akibat penuntutan politik dan tidak dapat, dengan tidak membahayakan

Page 38: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

31

dirinya, menjamin keamanan dirinya dengan cara lain. Negara yang

memberi suaka menetapkan tingkatan kegawatan suatu persoalan.

5. Memberi suaka kepada orang-orang, yang pada waktu minta suaka sedang

berada di dalam tuntutan atau sedang dihadapkan ke sidang pengadilan

yang berwenang dan belum menjalani hukuman itu, atau kepada desertirn

dari angkatan darat, laut dan udara, adalah tidak sah menurut hukum, selain

kalau tindakan yang menyebabkan permintaan suaka jelas-jelas

mempunyai sifat politik.

6. Segera sesudah diberikan suaka, tindakan itu harus dilaporkan kepada

Kementerian Luar Negeri mengenai orang yang telah diberi suaka atau

kepada pejabat-pejabat lokal, jikalau peristiwa itu terjadi di luar ibu kota.

7. Pemerintah negara mempunyai hak untuk minta supaya orang yang minta

suaka dikeluarkan dari wilayah nasional secepat mungkin dan wakil

diplomatik negeri yang telah memberikan suaka, sebaliknya, mempunyai

hak menuntut, bahwa orang yang minta suaka diizinkan meninggalkan

wilayah dan di dalam kedua hal itu jaminan keamanan dah hal tidak

diganggu gugat harus diberikan.

8. Orang yang diberi suaka, yang diberi jaminan keamanan tidak boleh

dilepaskan di suatu tempat di dalam atau dekat, wilayah nasional, dari mana

ia telah minta suaka.

9. Pada waktu mendapat suaka, orang yang minta suaka tidak diizinkan

melakukan tindakan-tindakan yang berlawanan dengan keamanan umum.

Page 39: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

32

10. Jikalau, sebagai akibat pemutusan hubungan diplomatik, wakil diplomatik

yang memberi suaka, harus meninggalkan negara tuan rumah, ia harus

diizinkan meninggalkan negara dengan orang yang diberi suaka, atau kalau

ini tidak mungkn ia dapat menyerahkan mereka kepada diplomatik negara

ketiga.

11. Bahwasanya pemerintah negara tuan rumah tidak diakui oleh negara yang

memberikan suaka, tidak merupakan suatu praanggapan bagi penerapan

prinsip umum seperti tercantum di atas sedangkan penerapannya tidak

berarti suatu pengakuan.19

C. Suaka Politik Menurut Hukum Internasional

Suaka dapat teritorial (atau intern), yaitu suaka yang diberikan dalam

wilayah negara, atau ekstrateritorial, yaitu yang diberikan dalam gedung

perwakilan, gedung-gedung konsuler, lembaga-lembaga internasional, kapal

perang, serta kapal dagang. Perbedaannya adalah bahwa kekuasaan

memberikan suaka teritorial merupakan atribut kedaulatan teritorial, sedangkan

pemberian suaka ekstrateritorial mengeyampingkan kedaulatan teritorial karena

negara teritorial tidak dapat menghukum pelarian yang telah menikmati

perlindungan.

Sesuai dengan perbedaan ini, maka terdapatlah asas umum bahwa

setiap negara berhak memberikan suaka teritorial, kecuali negara itu telah

19 C.S.T. Kansil, Hubungan diplomatik Republik Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 303-305.

Page 40: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

33

mengadakan pembatasan khusus mengenai suatu teritorial, sedangkan hak

untuk memberikan suaka teritorial merupakan perkecualian dan harus

ditentukan untuk setiap perkara. Persamaannya adalah bahwa kedua bentuk

suaka tersebut merupakan persesuaian antara tuntutan-tuntutan hukum sesuatu

negara berdaulat dengan tuntutan-tuntutan prikemanusiaan.

Kebebasan negara untuk memberikan suaka dalam wilayahnya, sudah

berasal dari zaman purbakala, dan meliputi tidak hanya pelarian-pelarian

politik, sosial atau keagamaan, tetapi juga semua orang asing, termasuk

penjahat-penjahat kriminal, kebebasan itu hanyalah satu aspek dari pada

kekuasaan umum negara untuk mengizinkan atau mengeluarkan orang dari

wilayahnya. Tetapi biasanya seorang bukan warga negara teritorial, yang

ditahan di atas kapal asing dalam laut teritorial itu. Masih merupakan masalah

yang dipertentangkan apakah penjahat-penjahat perang dapat diberikan suaka.

Sering kali dikatakan bahwa seorang pelarian mempunyai “hak suaka”.

Sebenarnya kaum pelarian tidak mempunyai hak yang dapat dipaksakan

(enforceable right) dalam Hukum Internasional mengenai suaka, baik izin akan

suaka maupun penyerahan terhadap negara yang menuntutnya. Satu-satunya

hak Hukum Internasional dalam hal ini adalah hak negara untuk memberikan

suaka.

Beberapa sistem hukum nasional, misalnya konstitusi Perancis dan Italia

memang memberikan hak kepada kaum pelarian, dan juga suatu konperensi

Page 41: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

34

yang tidak mengikat, yaitu Universal Declaration of Humanrights, 1948 pasal

14. Tetapi selama ini hak itu tidak terjamin oleh Hukum Internasional,

sekalipun usul-usul untuk mengakui hak itu sudah dipertimbangkan oleh PBB.

Kebebasan negara untuk memberikan suaka dapat ditiadakan dengan traktat

penyerahan.

Hukum Internasional modern tidak mengakui adanya hak kepala

perwakilan untuk memberikan suaka dalam gedung perwakilannya. Malah

pemberian itu rupa-rupannya dilarang oleh Hukum Internasional, karena

akibatnya membebaskan pelarian dari pelaksanaan hukum dan keadilan oleh

negara teritorial. Ketiadaan hak suaka diplomatik seperti ini telah ditegaskan

oleh Mahkamah Internasional dalam perkara Asylum Case yang

mempersoalkan penerapan aturan-aturan Hukum Internasional Latin –Amerika

mengenai suaka diplomatik.20

Mahkamah berpendapat jikalau suaka telah diberikan di gedung-gedung

perwakilan tanpa pembenaran, kepala perwakilan tersebut tidak wajib

menyerahkan pelarian kepada penguasa-penguasa setempat, jika tidak ada

trakta-trakta yang mengharuskannya. Suaka dapat diberikan dalam gedung-

gedung perwakilan sebagai pengecualian dalam hal-hal berikut:

(a) Sebagai tindakan sementara, terhadap individu yang terancam bahaya

massa, atau bahaya korupsi politik yang ekstrim. Pembenaran pemberian

20 C.s.t. Kansil, hubungan diplomatik republik indonesia, h. 339

Page 42: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

35

suaka dalam hal ini, ialah karena dengan demikian bahaya yang

mengancam dapat dielakkan.

(b) Jika ada kebiasaan setempat yang sudah lama diakui memperkenankan

suaka diplomatik.

(c) Karena diperbolehkan dalam traktat antara negara teritorial dengan negara

yang diwakili itu.

Headquarters Agreement PBB dan Specialised agencies tidak

memperkenankan lembaga-lembaga internasional memberikan suaka ataupun

penaungan di gedung-gedungnya, malah tidak dapat memberikan

perlindungan diatas dasar-dasar humaniter bagi penjahat-penjahat. Tetapi sulit

dipikirkan bahwa lembaga-lembaga itu tidak dapat memberikan pernaungan

sementara dalam keadaan-keadaan berbahaya.21

Kedaulatan teritorial adalah kedaulatan yang dimiliki oleh suatu

negara dalam melaksanakan jurisdiksi eksklusif diwilayahnya. Di dalam

wilayah inilah negara memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum

nasionalnya. Ini berarti bahwa semua orang yang berada di suatu wilayah

pada prinsipnya tunduk kepada kekuasaan hukum dari negara yang memiliki

wilayah tersebut. Hakim Huber mengungkapkan bahwa dalam kaitannya

dengan wilayah ini, kedaulatan mempunyai dua ciri yang sangat penting yang

dimiliki oleh suatu negara. Dua ciri tersebut yaitu : pertama, kedaulatan

21 Ibid., h. 343-345

Page 43: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

36

merupakan prasyarat hukum untuk adanya suatu negara. Kedua, kedaulatan

menunjukan negara tersebut merdeka yang sekaligus juga merupakan fungsi

dari suatu negara.

Suatu negara tidak dapat melaksanakan jurisdiksi eksklusifnya keluar

dari wilayahnya yang dapat menganggu kedaulatan wilyah negara lain. Pada

prinsipnya suatu negara hanya dapat melaksanakannya secara eksklusif dan

penuh di dalam wilayahnya saja. Karena itu pula suatu negara yang tidak

memiliki wilayah, tidaklah mungkin menjadi suatu negara. 22

D. Suaka Politik Menurut Hukum Islam

Dalam kasus exodus umat Nabi Musa dari Mesir ke Palestina, hijrah Nabi

Muhammad dan Para sahabat dari Mekkah ke Madinah menjelaskan adanya

kesamaan dengan kriteria unsur-unsur yang terdapat dalam definisi pengungsi

pada masa kini yaitu adanya rasa takut yang sangat terhadap persekusi yang

diberikan oleh penguasa di tempat asal mereka, dengan alasan ras, agama, dan

sebagainya. Dari contoh-contoh di atas adanya ide perlindungan di negara

mereka.

Dalam Al-Qur’an prinsip suaka (asylum) diatur secara jelas dalam Surah

Ibrahim dan Surah At-taubah. Di sebutkan dalam Surah Ibrahim (14) ayat 35.

22 Huala Adolf, Aspek-aspek negara dalam hukum internasional, ( Jakarta: PT raja grafindo, 2002).h.

111-112

Page 44: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

37

“ Dan ketika Ibrahim berdoa: Tuhanku, jadikanlah negeri ini aman sentosa,

dan jauhkan aku dan anak-anakku dari menyembah berhala”.( QS.Ibrahim,

14:35).

Disini terlihat bahwa Nabi Ibrahim memohon kepada Tuhan agar mesjid

yang beliau dirikan bersama Nabi Ismail, yang kemudian bernama masjidil

Haram di Kota Mekkah, merupakan tempat yang aman (asylum) bagi orang-orang

yang membutuhkan perlindungan. Mesjid merupakan tempat yang suci dan rumah

tuhan, sehingga tidak ada kekerasan terhadap mereka-mereka yang mencari

perlindungan di dalam Masjidil Haram.

Selanjutnya dalam Surah At-taubah (kebebasan) (IX) ayat 6 Allah SWT

berfirman:

“ Dan jika salah seorang dari orang-orang musyrik itu meminta perlindungan

kepada engkau, berilah dia perlindungan, sampai dia mendengar perkataan

Allah, kemudian sampaikanlah dia ke tempat yang aman buat dia”.

Sebetulnya ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran itu (Surah 9:6)

berasal dari adat kebiasaan suku Badui pada masa pra Islam yang kemudian

diresepsi kedalam ajaran Islam karena dianggap tidak bertentangan, yaitu untuk

memberikan perlindungan (Asylum/ igra) terhadap orang asing selama tiga hari.

Page 45: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

38

Kemudian tradisi ini diperluas terhadap orang-orang yang meminta perlindungan

pada waktu terjadi peperangan sebagaimana disebutkan dalam Surat 9 ayat 6 di

atas.23

Pandangan ulama mengenai masalah suaka politik berpangkal dari

pembagian mereka tentang dua negara (dunia), yaitu dar al-harb dan dar al-

Islam. Di samping itu, mereka juga bercermin pada praktik Nabi dalam hubungan

internasional. Dari pembahasan mereka tentang hal ini, ulama kemudian

merumuskan pendapat mengenai warga negara yang meminta suaka politik ke dar

al-Islam.

Pada prinsipnya, Islam tidak menghalangi pendudukan dari dar al-harb

untuk minta perlindungan (suaka) ke dar al-Islam. Keizinan untuk mendapat

suaka dari dar al-Islam hanya berlaku untuk beberapa waktu tertentu saja.

Namun para ulama berbeda pendapat tentang berapa lamanya waktu

mereka boleh menetap di dar al-Islam. Abu Hanifah dan sebagian ulama mazhab

Hanbali berpendapat bahwa keizinan tinggal bagi pemohon suaka hanya berlaku

selama setahun saja. Sedangkan Syafi’i berpendapat bahwa mereka diizinkan

tinggal di dar al-Islam selama empat bulan saja, kecuali bila kepala negara

memandang perlu untuk memperpanjang izin tinggalnya. Sementara malik

berpendapat bahwa keizinan tinggal mereka tidak di batasi oleh waktu.

23 Ahmad Romsan, dkk, pengantar hukum pengungsi internasional: hukum internasional dan prinsip-

prinsip perlindungan internasional, ( Jakarta: UNHCR Regional Representation Jakarta, 2003), h. 59-60

Page 46: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

39

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa

pemberian suaka bisa dibedakan kepada dua bentuk, yaitu jaminan keamanan

yang tetap (mu’abbadah) sebagaimana pendapat Malik dan yang sementara

(mu’aqqatah). Seperti pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan sebagaian pengikut

Ahmad ibn Hanbal. Pencari suaka yang menetap hanya sementara adalah orang-

orang non-muslim. Merekalah yang mendapat keizinan sementara untuk tinggal

di dar al-Islam. Setelah habis waktunya, mereka dapat meninggalkan dar al-

Islam. Bahkan kepala negara berhak mempercepat izin tinggal mereka sebelum

habis waktunya kalau memang dipandang perlu. Dalam hal ini, mereka harus

dikembalikan ke tempat yang aman.

Sedangkan warga negara lain yang muslim yang berlindung ke dar al-

Islam dapat menetap untuk selamanya, karena ia dianggap sebagai warga negara

dar al-Islam. Demikian pula halnya dengan orang non-islam yang mencari

perlindungan di dar al-Islam dan kemudian masuk Islam. Dengan permohonan

suakanya ke dar al-Islam dan berpindahnya ia ke agama Islam, maka statusnya

pun berubah menjadi warga negara dar al-Islam, bukan lagi musta’min. Ia harus

diperlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban sama seperti warga negara

lainnya yang beragama Islam. Abu Hanifah menegaskan bahwa jiwa dan hartanya

harus dilindungi.24

24 Muhammad iqbal, fiqih siyasah kontekstualisasi doktrin politik islam,.h. 268.

Page 47: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

40

Mereka yang mendapat suaka dari dar al-Islam harus dilindungi

keselamatan jiwa dan hartanya dari gangguan dalam maupun luar negeri. Sebagai

imbangannya, ia wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di dar al-

Islam. Tentang hal ini semua ulama sepakat berpendapat demikian. Namun dalam

hal apa saja yang harus mereka patuhi, terjadi perbedaan pendapat dikalangan

ulama. Jumhur ulama berpandangan bahwa mereka bebas menjalankan ibadah

sesuai dengan agama dan keyakinannya. Dalam masalah mu’amalah maliyah

(hubungan antara sesama manusia yang bersifat kebendaan), jumhur ulama

menetapkan bahwa mereka harus mengikuti ketentuan dan hukum yang berlaku

dalam dar al-Islam.mereka tidak boleh melakukan praktek riba, menipu dan

prilaku bisnis lainnya yang tidak dibenarkan agama islam.

Dalam penyerahan pelarian politik ini, juga terdapat perbedaan antara

penyerahan ke dar al-islam dan ke dar al-harb. Kalau yang memohon ekstradisi

adalah negara islam juga, maka ia dapat diserahkan kembali ke negara asalnya.

Penyerahan ini tidak memandang apakah pelarian itu muslim atau bukan. Akan

tetapi, kalau negara yang memohon adalah dar al-harb, maka pelarian tersebut

tidak boleh dikembalikan ke dar al-harb. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Al-

Qur’an surat Al-Mumtahanah, 60:10 yang melarang umat islam mengembalikan

wanita-wanita muslimah yang meminta suaka kepada dar al-Islam (Negara

Madinah) ke dar al-harb, walaupun mereka memiliki keluarga disana.

Page 48: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

41

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah

kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji

(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika

kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah

kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.

mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada

halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka…..(QS.

Al-Mumtahanah, 60:10).

Menurut teori fiqih siyasah setiap negara yang termasuk Darus Salam di

pandang sebagai wakil yang mutlak bagi negara yang lain untuk menjalankan

hukum islam. Oleh karena itu apabila seorang malaysia misalnya melakukan

suatu tindak pidana kejahatan di Malaysia, kemudian ia pergi kepakistan, maka ia

dapat diajukan perkaranya di muka Mahkamah Islam di Pakistan.

Bahkan menurut teori fiqih siasah menghadapkan seorang penjahat tindak

kejahatan kehadapan seorang hakim, di tempat kejadian kejahatan itu dipandang

Page 49: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

42

lebih baik dari pada menyeretnya kehadapan hakim di tempat yang lain, yakni di

tempat yang bukan tempat kejadiannya itu. Karena pengadilan di tempat

terjadiannya kejahatan itu dilakukan akan lebih memperlancar dalam hal mencari

keterangan-keterangan yang diperlukan dan akan lebih mudah pula dalam

membahasnya lantaran ada saksi-saksi yang dapat dimintai bantuan untuk

memberikan penjelasan-penjelasan lebih lanjut.

Disamping itu apabila penyelesaian suatu kejahatan bisa di rampungkan di

pengadilan tempat terjadinya kejahatan itu, maka hukuman yang telah diputuskan

itu akan dapat langsung memberikan didikan, disamping kepada si penjahat yang

bersangkutan, dapat juga memberikan didikan kepada orang lain dan masyarakat

sekelilingnya yang mengetahui atau menyaksikannya.

Dengan teori itu mungkin kita dapat menilai bahwa apabila penguasa

menyerahkan penjahat yang menjadi anggota warga negaranya kepada negara lain

untuk menghukumnya atas suatu tindak kejahatan yang dikerjakan di daerah

kekuasaan negara lain, kemungkinan hal itu menyebabkan si penjahat itu tidak

dapat membela dirinya, dikarenakan dia berada dilingkungan orang-orang yang

tidak dikenal dan tidak pula ada hubungan kebangsaan ataupun bahasanya,

sehingga penyerahan penjahat semacam itu ada kemungkinan bisa menimbulkan

banyak kemudharatan bagi si pelaku kejahatan.25

25 L. Amin widodo, fiqih siyasah dalam hubungan internasional,( yogyakarta : PT. Tiara wacana yogya,

1994) h. 31-32.

Page 50: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

43

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hukum islam mengikat umat islam

secara perorangan, tidak mengikatnya menurut daerah tempat tinggalnya. Namun

demikian umat Islam diharuskan tinggal di daerah tertentu. Jadi hukum harus

memperhatikan hubungan antara umat Islam perorangan dengan daerah tempat

tinggalnya. Hukum islam tidak mengatur dan menentukan kedudukan umat islam

berhubungan dengan daerah tempat tinggalnya, tetapi mengatur tentang

kedudukan daerah tersebut dalam hubungannya dengan masyarakat Islam.

Dengan begitu kedudukan suatu daerah menurut hukum tidak semata-mata

bergantung pada pengakuan bahwa daerah tersebut merupakan daerah islam tetapi

pada pengakuan tentang status keagamaan penduduk tersebut, muslim atau bukan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu daerah yang penduduknya memberlakukan

hukum Islam disebut dar al-Islam

Meskipun menurut hukum Islam hanya umat Islam saja yang memiliki

hak penuh sesuai hukum yang berlaku, tetapi golongan umat yang beragama lain

dapat menuntut perlindungan hukum dari para pembesar Islam, jika mereka

mendapat izin untuk daerah Islam. Menurut hukum Islam, seorang muslim

mempunyai hak penuh sebagai penduduk. Mereka yang beragama lain hanya

mempunyai beberapa hak tertentu saja, tergantung pada hubungan baiknya

dengan umat islam. Mereka yang tidak mempunyai hak penuh dalam hukum

terdiri dari tiga golongan yaitu kaum harbi, kaum musta’min dan kaum zhimmi.

Page 51: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

44

Seorang harbi baik dari golongan ahl al-kitab atau golongan musyrik

dipandang sebagai penduduk dar al-harb, tidak peduli negeri asalnya. Karena

menurut hukum Islam dar al-harb termasuk dalam keadaan perang melawan dar

al-Islam, maka seorang harbi adalah orang asing dan umat Islam berada dalam

keadaan perang melawannya. Jika orang harbi tersebut seorang musyrik maka

orang Islam dapat membunuhnya, jika orang harbi itu dari golongan ahl al-kitab

maka ia tidak dibunuh tetapi cukup ditawan atau dijadikan budak. Seorang harbi

boleh memasuki dar al-Islam jika telah memperoleh ijin yang disebut aman. Ia

boleh bepergian melintasi dar al-Islam atau tinggal di situ bersama keluarga dan

harta bendanya dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

Aman adalah jaminan keamanan yang diberikan kepada seorang harbi

sehingga ia memperoleh perlindungan dari pemerintah Islam selama berada di dar

al-Islam. Aman diberikan kepadanya selama berada di dar al-Islam. Aman

diberikan kepadanya selama tidak dalam keadaan perang melawan umat Islam,

sehingga dia menjadi seorang mustamin (orang yang dijamin keselamatannya).

Aman itu hanya berlaku untuk satu tahun saja. Jika seorang harbi minta jaminan

yang berlaku lebih dari satu tahun saja. Jika seorang harbi minta jaminan yang

berlaku lebih dari satu tahun maka ia harus membayar pajak kepala dan menjadi

orang zhimmi.

Aman yang tidak boleh diberikan kepada kaum harbi atas permintaan dari

seorang Islam yang sudah dewasa, baik orang merdeka atau budak, baik laki-laki

Page 52: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

45

atau perempuan. Tetapi para ulama hukum aliran Maliki, Syafi’i, dan Hambali

berpendapat bahwa para budak, baik laki-laki atau perempuan berhak memberi

aman. Menurut Abu Hanifah dan Syafi’i, anak boleh memberi aman jika sudah

cukup umurnya. Auzai berpendapat bahwa anak-anak yang berumur sepuluh

tahun berhak memberi aman. Adapun semua madzab tidak mengijinkan golongan

zhimmi untuk memberi aman.26

Apabila seorang harbi menjadi orang mustamin maka diperbolehkan

membawa keluarga dan anak-anaknya, mengunjungi semua kota di dar al-Islam

(kecuali kota-kota suci di Hijaz), tinggal di dar al-Islam selamanya, serta

menikah dengan seorang perempuan dari golongan zhimmi dan membawanya

pulang ke dar al-harb selama aman berlaku baginya (namun ini tidak berlaku

bagi perempuan, seorang perempuan harbi yang menikah dengan seorang laki-

laki dari golongan zhimmi tidak diperbolehkan membawa suaminya pulang ke

dar al-harb karena dikhawatirkan tenaga laki-laki itu dapat dipergunakan untuk

bertempur melawan umat Islam).27

Masalah suaka politik yakni pengusiran dan pengasingan penjahat perlu

dibedakan antara penjahat penjahat dari penduduk negeri Darus Salam dan

penjahat dari penduduk negeri Darul Kuffar. Penjahat dari orang-orang muslim

atau orang zhimmi penduduk Darus Salam menurut kaedah pokok hukum Islam

26 Majid Khadduri, Islam agama perang?, (Yogyakarta: Karunia Indah, 2004), h. 125-127. 27 Ibid.,129.

Page 53: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

46

mereka tidak boleh diusir atau diasingkan. Terhadap mereka dibiarkan menetapdi

negeri kediamannya sendiri maupun di daerah lain dari negeri Darus Salam.

Selain itu apakah penguasa Darus Salam demi terjadinnya keamanan dan

ketertiban umum dapat dibenarkan mengusir, bahkan mengasingkan orang-orang

yang bukan rakyat sendiri, baik muslim atau zimmi dengan mengembalikan

kenegara asal mereka, atau diasingkan kesatu negeri lain. Problem semacam

kaedah fiqhiyah, dinamakan darurat. “al darurat tubihu al imahdurat wa

qimatuha biqadratiha”. Yang artinya adalah bahwa segala keadaan yang darurat

mengharuskan kita untuk mengerjakan segala sesuatu yang dilarang, dan tolak

ukur penilaian darurat diukur menurut ukuran kondisinya. Maksudnya ialah

bahwa kita dibolehkan melakukan sesuatu diwaktu darurat atau sesuatu yang

dalam keadaan biasa atau normal sebenarnya tidak boleh dilakukannya dan

dibolehkan melakukannya dengan catatn tidak melampaui batas-batas kondisi

yang diperlakukan.28

Keadaan darurat dan keperluan yang sangat mendesak merupakan dua

kaedah pokok yang sangat menentukan dalam penyimpangan hukum pada

umumnya. Dengan berpegang kepada dua kaedah hukum pokok itu maka dalam

keadaan darurat bagi antar negara Darus Salam boleh mengadakan peraturan-

peraturan yang mengikat untuk seseorang yang akan memasuki daerah-daerah

28 L. Amin Widodo, fiqih siayah, h. 38.

Page 54: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

47

yang dikuasai pemerintahnya sekedar demi terpeliharanya keamanan dan

ketentraman masyarakat.

Boleh juga dalam keadaan darurat itu bagi antar negara Darus Salam

mengusir, bahkan mengasingkannya seseorang Muslim atau Zhimmi dari

daerahnya, apabila untuk keperluan menolak keadaan darurat itu dipandang tidak

ada jalan lain yang dapat dilampaui hanyalah dengan cara mengusir atau

mengasingkannya dan cara pengusiran atau pengasingan itu boleh dengan jalan

mengembalikiannya ke negeri asalnya, atau kesalah satu negeri Darus Salam.29

29 Hasbie Ash shiddieqy, Hukum Antar golongan dalam fiqih Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1971).h

.43

Page 55: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

48

BAB III

HAK-HAK PENERIMA SUAKA POLITIK DALAM HUKUM

INTERNASIONAL DAN HUKUM POSITIF

A. Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Internasional

Konvensi Wina 1961 tidak memuat ketentuan-ketentuan mengenai

suaka, meskipun pasal 41 (3) menyebutkan “persetujuan khusus” yang dapat

memberikan peluang terhadap pengakuan secara bilateral, hak untuk

memberikan suaka kepada pengungsi politik di dalam lingkungtan perwakilan

asing. Perumusan dalam pasal 41 (3) tersebut dibuat sedemikian samar agar

memungkinkan suaka diplomatik diberikan baik atas dasar instrumen yang ada

maupun hukum kebiasaan.

Instrument yang dapat diambil sebagai contoh misalnya, Konvensi

Caracas 1954 yang memberikan hak kepada para pihak untuk memberikan

suaka di wilayah negara-negara pihak lainnya. Walaupun selama ini Konvensi

Caracas yang merupukan satu-satunya perjanjian yang mengakui pemberian

suaka, namun dalam prakteknya banyak negara yang melakukannya atas dasar

hukum kebiasaan.

Staffan Bodemar mengatakan, pasal 14 Universal Decleration of

Human Rights mengakui bahwa “ setiap orang mempunyai hak untuk mencari

dan menikmati suaka di negara lain dari ancaman persekusi”. Pemberian izin

Page 56: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

49

masuk bagi pencari suaka, perlakuan terhadap mereka dan pemberian status

pengungsi dengan demikian merupakan unsur penting dari sistem internasional

bagi perlindungan terhadap pengungsi. Kalau diperhatikan hukum internasional

yang mengatur tentang pengungsi ataupun orang-orang yang memerlukan suaka

(asylum) ini masih sangat lemah, dalam Universal Declaration of Human

Rights pasal 14, kata-kata “menikmati” tidak jelas ukurannya. Namun

kelihatannya dalam pasal 14 ayat 2 membatasi kata “menikmati” sejauh yang

bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dimuat dalam piagam Perserikatan

Bangsa- Bangsa, maka perlindungan dapat dimintakan. 30

Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas jelas bahwa meskipun hak

seseorang atas suaka diakui oleh Hukum Internasional, namun hak tersebut

bersifat terbatas hanya untuk mencari (to seek) dan untuk menikmati (to enjoy)

suaka, bukanlah untuk mendapatkan (to obtain) ataupun untuk menerima (to

receive) suaka. Sehingga, dengan demikian tidak terdapat kewajiban bagi

Negara untuk memberikan (to grant) suaka kepada seorang pencari suaka. Hal

lain yang sangat jelas dalam ketentuan diatas adalah pemberian suaka oleh

sebuah Negara merupakan tindakan pelaksanaan kedaulatan (in the exercise of

its sovereignty) dari negara. Degan demikian karena pemberian suaka tersebut

merupukan kewenangan mutlak dari sebuah negara, maka Negara pemberi

suaka (state grating asylum) mempunyai kewenangan mutlak pula untuk

30Ahmad Romsan, dkk, pengantar hukum pengungsi internasional: hukum internasional dan prinsip-

prinsip perlindungan internasional, ( Jakarta: UNHCR Regional Representation Jakarta, 2003),h. 61

Page 57: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

50

mengavaluasi atau menilai sendiri alasan-alasan yang dijadikan dasar

pemberian suaka, tanpa harus membuka atau menyampaikan alasan tersebut

kepada pihak manapun, termasuk kepada negara asal (origin state) dari pencari

suaka.

Sebagaimana tercantum dalam statutanya, perlindungan internasional

diabadikan sebagai prinsip utama, perlindungan internasional itu bertujuan

menjamin Ham pengungsi, terutama dalam memastikan bahwa tidak ada

seorang pengungsi pun dikembalikan secara paksa ke negara dimana ia

khawatir bakal mengalami persekusi.

Hak mencari suaka mensyaratkan bahwa orang-orang yang melarikan

diri dari persekusi atau bahaya harus diberi izin masuk di suatu negara,

sekurang-kurangnya untuk waktu sementara. Salah satu komponen terpenting

dalam lembaga suaka adalah prinsip non-refoulement. Prinsip ini melarang

negara-negara mengusir atau mengembalikan “seorang pengungsi dengan cara

apa pun ke perbatasan wilayah yang bisa mengancam kebebasan atau

keselamatan hidupnya karena alasan ras, agama, kebangsaannya,

keanggotaannya pada kelompok sosial atau karena pandangan politiknya”. Jika

memakai alasan hukum tersebut , maka pencari suaka (asylum-seeker) harus

diterima oleh negara dimana individu tadi telah memohonnya. Walaupun uraian

ini bersamaan dengan masalah pengungsi, tapi kita dapat mengetahui bahwa

pencari suaka mendapat perlindungan internasional.

Page 58: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

51

Pada prakteknya, ada semacam pengertian bahwa memberikan

pengakuan atau menjamin keamanan manusia yang terancam adalah hak setiap

negara. Dengan demikian suaka adalah hak negara, dan bukan hak individu

yang memintanya. Karena itu, penerima suaka umumnya mengambil

kewarganegaraan negara pemberi suaka. Kalaupun tidak, orang itu tetap

mendapat fasilitas dan hak-hak yang sama dengan warga negara di negara

barunya, kecuali hak-hak politik, misalnya hak suara dalam pemilihan umum.

Secara formal, pemberian suaka sebetulnya tak berbeda dengan

pemberian kewarganegaraan bagi imigran umum. Perbedaannya adalah latar

belakangnya. Jika kebanyakan imigran biasa “merantau” dengan alasan

ekonomi, latar belakang pemberian suaka tentunya lebih mendesak, yakni

lantaran menyangkut kelangsungan hidup si pemohon. Karenanya, proses dan

waktu penerimaannya juga relatif lebih cepat. Karena alasan yang mendesak itu

pula, banyak badan yang bisa menjadi perantara pemohon suaka.31

Beberapa ketentuan penting yang menyangkut hak perlindungan dan

kewajiban pengungsi dan atau penerima suaka sebagaimana diatur dalam

Konvensi PBB tentang status pengungsi 1951, adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap pengungsi dan atau penerima suaka:

a. Non Diskriminasi, tidak ada diskriminasi terhadap pengungsi

berdasarkan ras, agama, atau negara asal (pasal 3) dan mereka

31 Sulaiman hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional,.h.95-98

Page 59: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

52

mempunyai kebebasan untuk menjalankan ibadah agama sebagaimana

yang dijalankan di negaranya (pasal 4);

b. Negara dimana pengungsi tersebut berada harus memperlakukan setiap

pengungsi dengan perlakuan yang sama sebagaimana orang asing

lainnya yang berada di wilayah negara tersebut (pasal 7);

c. Status personal (keperdataan) dari pengungsi akan diatur sesuai

dengan hukum dimana ia berdomisili, jika tak mempunyai domisili

maka menurut hukum dimana dia berdiam (residence). Hak yang

paling asasi, khususnya untuk melakukan perkawinan haruslah diakui

(pasal 12);

d. Seorang pengungsi berhak mendapatkan perlindungan untuk memiliki

hak atas kekayaan intelektual (seperti: penemuan, desain atau model,

merek dagang, hak atas kesusastraan, artistik dan penemuan ilmiah)

sebagaimana warga negara dari negara tersebut (pasal 14);

e. Negara penerima harus memberikan perlakuan yang sama terhadap

pengungsi sebagaimana orang asing lainnya dalam membentuk

organisasi non-politik, organisasi nirlaba dan serikat perdagangan

(pasal 15).

f. Seorang pengungsi mempunyai kebebasan untuk berperkara di muka

pengadilan (pasal 16)

g. Seorang pengungsi berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama

seperti warga negara tersebut dalam hal memperoleh pendidikan dasar

Page 60: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

53

dan perlakuan yang sebaik mungkin dalam bidang pendidikan (pasal

22);

h. Seorang pengungsi berhak untuk memiliki benda bergerak dan benda

tidak bergerak serta menyimpannya seperti orang asing lainnya (pasal

13), serta dapat pula untuk melakukan pemindahan benda-benda

tersebut ke negara lain dimana ia diterima (country of resetlement)

(pasal 30);

i. Larangan bagi negara penerima untuk melakukan pengusiran

(expulsion) (pasal 32);

j. Non refoulement, larangan bagi negara penerima untuk

mengembalikan pengungsi kenegara asalnya dimana pengungsi

tersebut akan mengahadapi penuntutan (pasal 33);

k. Setiap pengungsi memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan

sosial, seperti hak untuk bekerja, mendapatkan upah dari

pekerjaannya, perumahan, keamanan dan lain-lain (pasal 20-24);

l. Bagi seorang pengungsi yang tidak memiliki dokumen perjalanan

yang sah maka akan dikeluarkan surat keterangan untuk itu (pasal 27)

dan akan diperkenankan mengajukan fasilitas-fasilitas yang diperlukan

untuk pindah ke negara lainnya (pasal 31 ayat 2);

m. Segala upaya harus dilakukan oleh negara penerima untuk

mempermudah pengungsi dalam melakukan naturalisasi ataupun

asimilasi (pasal 34);

Page 61: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

54

Dalam perkembangan selanjutnya mengenai masalah suaka, Majelis

Umum PBB dalam sidangnya tanggal 14 Desember 1967 telah menyetujui

suatu resolusi yang memberikan rekomendasi bahwa dalam praktinya negara-

negara haruslah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

(i) Jika seseorang meminta suaka, permintaan seharusnya tidak ditolak atau

jika ia memasuki wilayah negara itu, ia tidak perlu diusir tetapi jika suatu

kelompok orang-orang dalam jumlah besar meminta suaka, hal itu ditolak

atas dasar keamanan nasional dari rakyatnya.

(ii) Jika suatu negara merasa sukar untuk memberikan suaka, haruslah

memperhatikan langkah-langkah yang demi rasa persatuan internasional

melalui peranan dari negara-negara tertentu atau PBB.

(iii) Jika suatu negara memberikan suaka kepada kaum pelarian atau buronan,

negara-negara lainya haruslah menghormatinya.32

B. Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Positif

Di dalam UUD 1945 pasal 28 (G), yakni: “... Setiap orang berhak untuk

bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat

manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. Di sini

ditegaskan bahwa bangsa Indonesia bersikap anti penyiksaan dan hal-hal yang

32 Sumryo Suryokusumo, Hukum Internasional,.h. 155

Page 62: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

55

merendahkan martabat kemanusiaan sesuai dengan konvensi PBB tentang anti

penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat. Di samping itu, pasal ini

juga menentukan bahwa setiap orang berhak untuk meminta suaka politik

kenegara lain.33

Masalah suaka ini juga disebutkan pada pasal 28 UU No. 39 Tahun 1999

tentang HAM, yakni “ setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh

perlindungan politik dari negara lain”. Namun dalam ayat 2 pasal 28 dijelaskan

bahwa “hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka

yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan

tujuan dan prinsip perserikatan bangsa-bangsa. Dalam hal ini yang menentukan

suatu perbuatan termasuk kejahatan politik atau nonpolitik adalah negara yang

menerima pencari suaka. 34

Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah sejauh mana

keterkaitan Indonesia dalam memberikan bantuan berupa perlindungan,

perumahan dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan lainnya kepada para pengungsi

yang singgah di indonesia, mengigat sampai dengan saat ini Indonesia belum

meratifikasi refugee convention, permasalahan ini berkaitan erat dengan

kewenangan lembaga-lembaga internasional seperti UNHCR atau ICRC dalam

menangani masalah pengungsi, yaitu memiliki political will dengan menerima

33 Jimly Asshiddieqie, komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2009). h.120 34 Majda El-muhtaj, hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia, (Jakarta: kencana prenada media

group, 2007). h. 167

Page 63: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

56

dan mengizinkan mereka untuk tinggal sementara sambil mencari solusi

permanen.

Pasca kejatuhan rezim Suharto di tahun 1998, banyak sekali terjadi

kerusuhan di dalam negeri dan tingginya tuntutan daerah untuk melepaskan diri

dengan pemerintah pusat, telah menimbulkan kekhawatiran para penduduk dan

menimbulkan gelombang perpindahan penduduk secara besar-besaran dari satu

propinsi ke propinsi lainnya. Arus perpindahan penduduk antar daerah yang

terjadi karena kerusuhan dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah

pengungsi. Menurut hukum Internasional suaka dan pengungsi sebenarnya

mempunyai perbedaan. Pengungsi adalah satu status yang diakui oleh hukum

Internasional atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai

pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak

dan perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh hukum Internasional atau

nasional. Seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka.

Sebelum seseorang diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia

adalah sorang pencari suaka. Status sebagai pengungsi merupakan tahap berikut

dari proses kepergian atau beradanya seseorang di luar negeri kewarganegaraan

atau tempat tinggal biasanya yang terdahulu. Sebaliknya, seorang pesuaka belum

tentu merupakan seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui

Page 64: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

57

statusnya demikian oleh instrumen internasional atau nasional.35

Pengungsi

adalah orang yang terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena

rasa takut yang berdasar mengalami persekusi (persecution). Rasa takut yang

berdasar inilah yang membedakan pengungsi dari jenis migran lainnya, seberat

apa pun situasinya, dan juga dari orang lain yang membutuhkan bantuan

kemanusiaan. Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari

negara yang seharusnya memberikan perlindungan kepada mereka, maka untuk

menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan-persiapan

khusus harus dibuat oleh masyarakat internasional.

Hak mencari suaka politik adalah hak individual. Sepenuhnya terserah

kepada si individu untuk memutuskan kapan dan mengapa hak itu digunakan.

Pikiran dan tubuh manusia bukanlah yuridiksi negara. Pemerintah tidak boleh

merasa memiliki pikiran dan tubuh warganya meski atas nama kedaulatan negara.

Perlindungan terhadap hak ini, termasuk kewajiban menghormati prinsip non-

refoulement prinsip berstatus jus congens yang isinya melarang pengembalian

pencari suaka politik ke negara asal juga telah jadi bagian hukum nasional.

Pertama oleh ratifikasi Republik Indonesia terhadap Internasional

Convenant on Civil and Political Rights (2006) dan sebelumnya terhadap

Convention Againts Torture (1998) di mana non-refoulement adalah prinsip

fondasionalnya. Jauh sebelumnya, preseden perlindungan yang sama dapat

35 Sulaiman hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional,.h. 39-40

Page 65: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

58

ditemukan dalam surat Edaran perdana Menteri Nomor 11/RI/1956 tanggal 7

september 1956 tentang perlindungan pelarian politik. Surat edaran yang ditanda

tangani Mr. Ali sostromidjojo itu menyatakan, “Indonesia melindungi pelarian

politik yang masuk dan yang sudah berada di wilayah Indonesia, berdasarkan hak

dan kebebasan asasi manusia, serta sesuai dengan hukum kebiasaan

Internasional.”

Kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada di tangan

presiden dengan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif berdasarkan atas

hukum dasar, diplomasi yang mencari keharmonisan, keadilan dan keserasian

dalam hubungan salah satu fungsi perwakilan Republik Indonesia adalah

melindungi, setiap orang berhak memperoleh suaka politik.

Indonesia akhirnya secara formal yuridik mengakui bahwa mencari suaka

untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain merupakan salah satu hak

asasi setiap orang (lihat ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tanggal 13

november 1998, piagam HAM, pasal 24). Sehubungan dengan itu kewenangan

pemberian suaka berada pada presiden (pasal 25 ayat1). Dan pelaksanaanya diatur

lebih lanjut dalam kepres (pasal 25 ayat2). Di samping itu presiden menetapkan

kebijaksanaan masalah pengungsi dengan memperhatikan pertimbangan menteri

(pasal 27).36

36 Boer Mauna, Hukum internasional pengertian peranan dan fungsi dalam era dinamika global,( Jakarta:

Penerbit Alumni,2000).h.470

Page 66: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

59

Indonesia menganut prinsip yang mengatur bahwa pemberian suaka

adalah hak prerogatif dari negara sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatannya.

Prinsip ini antara lain secara jelas nampak dalam paragraf kesembilan dari

penjelasan umum surat Edaran Perdana Menteri tanggal 7 september 1965 No.

11/R.I/1956 tentang Perlindungan Pelarian Politik, yang kurang lebih berbunyi

sebagai berikut: “Demikian pula, sebaliknya, pemberian suaka kepada pelaku

kejahatan politik bukanlah merupakan kewajiban Internasional dari negara,

melainkan merupakan hak dari negara untuk menentukan apakah akan

memberikan atau tidak memberikan suaka kepada seseorang...”.

Page 67: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

60

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK PENERIMA SUAKA

POLITIK

A. Tinjauan Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum

Internasional

Walaupun menurut hukum Islam hanya kaum Islam sajalah yang

mempunyai hak sepenuhnya menurut hukum, tetapi mereka yang beragama lain

dapat menuntut perlindungan berdasarkan hukum dari pembesar-pembesar Islam,

jika memperoleh izin memasuki daerah Islam. Seorang Islam menurut hukum

Islam mempunyai hak penduduk sepenuhnya, mereka yang lain hanya

mempunyai beberapa hak yang tertentu saja, bergantung kepada hubungannya

dengan kaum Islam. Mereka yang tidak mempunyai hak berdasarkan hukum

yang sepenuhnya.

Seorang mukmin tidak boleh membiarkan dirinya ditindas atau dianiaya

orang lain dinegerinya sendiri. Dia harus menghindar dari penganiayaan itu

meskipun ia harus berangkat (hijrah) meninggalkan negerinya itu ke negara lain

yang lebih aman. Seorang muslim pun boleh memberikan perlindungan terhadap

non muslim yang tidak mengganggu kepentingan agama dan keamanan jiwa

mereka (orang muslim), Islam melarang umatnya bersekongkol dengan mereka.

Jadi, pada prinsinya Islam itu terbuka untuk mengadakan hubungan persaudaraan

Page 68: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

61

dengan melampaui wilayah teritorial negerinya dan agamanya sepanjang hal itu

tidak merugikan kepentingan Islam dan umatnya.

Rasulullah shalallallahu „alaihi wa salam memerintahkan para sahabatnya

berhijrah dan meninggalkan mekkah setelah menyaksikan penyiksaan yang

dilancarkan kaum musyrik terhadap para sahabatnya dan karena khawatir akan

terjadinya fitnah pada kaimanan mereka. Hijrah ini sendiri merupakan salah satu

bentuk siksaan dan penderitaan demi mempertahankan agama. Ia bukan tindakan

menghindari gangguan dan mencari kesenangan, melainkan merupakan

penderitaan lain di balik penantian akan datangnya kemenangan dan pertolongan

Allah. Dalam Islam, berhijrah dari Darul Islam (negeri Islam) memiliki tiga

hukum antara wajib, boleh, dan haram.

Wajib (berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang muslim tidak dapat

melaksanakan syiar-syiar Islam, seperti shalat,puasa, adzan, haji, dan

sebagainyadi negeri tersebut. Boleh (berhijrah dari Darul Islam) manakala

seorang muslim menghadapi bala (cobaan) yang menyulitkannya di negeri

tersebut. Dalam kondisi ini, ia boleh keluar darinya menuju negeri Islam yang

lain. Haram (berhijrah dari Darul Islam) manakala hijrahnya mengakibatkan

terabaikannya kewajiban Islam yang memang tidak dapat dilaksanakan oleh

orang selainnya. Kaum muslimin boleh meminta “perlindungan” kepada non-

muslim, baik dari Ahli kitab, seperti Najasyi yang pada waktu itu masih Nasrani

(tetapi setelah itu masuk Islam) atau dari orang Musyrik, seperti mereka yang

Page 69: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

62

dimintai perlindungan oleh kaum muslimin ketika kembali ke Makkah, antara

lain Abu Thalib, paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika masuk

Makkah sepulangnya dari Tha‟if.

Tindakan ini dibenarkan selama perlindungan tersebut tidak

membahayakan dakwah Islam, mengubah sebagian hukum agama, atau

menghalangi nahi munkar. Jika syarat ini tidak terpenuhi, seorang muslim tidak

dibenarkan meminta perlindungan kepada non-muslim. Sebagai dalil ialah sikap

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diminta oleh Abu Thalib untuk

menghentikan dakwahnya dan tidak mengecam tuhan-tuhan kaum musyrik maka

ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan diri keluar dari

perlindungan pamannya dan menolak mendiamkan sesuatu yang harus

dijelaskan.37

Berdasarkan Deklarasi Cairo pasal (12) menegaskan:

“Setiap orang harus dijamin haknya dalam kerangka syari‟at, untuk

bergerak bebas dan untuk memilih tempat tinggalnya di dalam atau di luar

negaranya, dan jika dianiaya berhak mendapat suaka dari negara lain itu. Negara

yang memberikan perlindungan harus menjamin perlindungannya sehingga ia

merasa aman, terkecuali suaka yang dimotivasi karena tindakan yang oleh

syari‟at dianggap sebagai suatu kejahatan”.

37Muhammad said ramadhan Al-buthy, Sirah Nabawiyah analisis Ilmiah manhajiah sejarah pergerakan

Islam di masa Rasululah SAW, ( Jakarta: robbani press, 1999).h. 111-113

Page 70: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

63

Suatu hal yang ditekankan dalam Deklarasi Cairo sehubungan dengan

pemberian suaka terhadap yang meminta suaka adalah jika pemberi suaka

tersebut tidak bertentangan dengan hukum syari‟at.38

Adapun masalah hak-hak warga negara non-Islam yang lain, maka

mereka akan mempunyai hak-hak yang sama sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, termasuk hak-hak khusus yang diberikan oleh hukum Islam kepada

mereka seperti berikut ini:

(a) Mereka mempunyai hak untuk memeluk dan mendakwahkan agama

mereka, dan juga mendapatkan hak yang sama untuk dapat mengkritik

Islam sebagaimana Islam mempunyai hak untuk mengkritik agama

mereka.

(b) Mereka bebas untuk memutuskan persoalan-persoalan mereka sesuai

dengan hukum persoalan mereka sendiri.

(c) Mereka harus mengikut hukum umat Islam sepanjang dalam masalah

hukum kriminal dan sipil karena hukum Islam merupakan hukum negara

dalam urusan-urusan ini. Pengecualian dalam peraturan hukum ini

hanyalah dalam kasus meminum anggur dimana warga nonmuslim

dibebaskan dari hukuman.

38

Ahmad kosasih, Ham dalam perspektif Islam menyingkap persamaan dan perbedaan antara Islam

dan Barat, ( Jakarta: salemba diniyah, 2003).h. 67.

Page 71: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

64

(d) Orang dzimmi mendapatkan hak untuk mendirikan lembaga pendidikan

mereka untuk menanamkan pendidikan agama kepada generasi muda

mereka.

(e) Mereka tidak dapat dipaksa untuk mengikuti tugas wajib militer seperti

warga muslim. Tetapi mereka yang mampu memanggul senjata dikenakan

jizyah sebagaimana telah disebutkan di atas.

Konsep kedaulatan teritorial yang mendakan bahwa di dalam wilayah

kekuasaan ini yurisdiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan

harta benda yang menyampingkan negara-negara lain. Konsep ini memiliki

kemiripan dengan pemikiran patrimonial pemilikan menurut hukum perdata,

dan dalam kenyataan memang para penulis pelopor bidang hukum

internasional banyak memakai prinsip-prinsip pemilikan dari hukum sipil

dalam pembahasan mereka mengenai kedaulatan teritorial negara.39

T.W. Arnold berkata, “ kekuatan (force) bukan merupakan faktor

penentu dalam agama Islam, yang dapat diamati dari adanya hubungan yang

serasi antara orang-orang Nasrani dan Islam. Nabi Muhammad saw. Sendiri

telah memasuki suatu perjanjian dengan beberapa suku Nasrani, dan beliau

menjanjikan mereka perlindungan serta jaminan terhadap kebebasan

39 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 1997).h. 210

Page 72: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

65

menjalankan agama mereka. Kepada pendeta mereka juga dijamin

pelaksanaan hak lama mereka tanpa gangguan.40

Dan dalam hal ini persamaan hak suaka politik dalam syar‟iah Islam

dan hukum internasional adalah:

a. Tidak dapat diterimanya kembali pengungsi ke Negara, dimana ia

mungkin berada keadaan resiko dianiaya

b. Larangan memaksakan hukuman kepada seorang pengungsi karena masuk

secara illegal atau berada di wiayah Negara.

c. Prinsip non-diskriminasi

d. Karakter kemanusiaan dari hak suaka

e. Tidak diterimanya pemberian suaka kepada pejuang pengungsi

f. Dalam diterimanya pemberian suaka kepada tawanan perang

g. Persyaratan dalam memenuhi kebutuhan dasar pengungsi

h. Kewajiban untuk penyatuan kembali dengan keluarga

i. Perlindungan terhadap harta benda pengungsi

j. Memastikan bahwa pengungsi menerima hak esensial dan kebebasan

sebagai manusia dan orang hukum

k. Tidak dapat diterimanya pemberian suaka kepada pelaku criminal (non-

politik)

40

Syekh syaukat hussain, hak asasi manusia dalam Islam, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1996).h. 77-79

Page 73: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

66

l. Diterimanya pencari suaka untuk memanfaatkan diri yang bersifat

sementara

m. Berakhirnya suaka ketika keadaan konduktif tidak ada lagi.41

B. Tinjauan Terhadap Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Positif

Pada dasarnya pengakuan untuk mencari suaka dan kedaulatan pemberian

suaka oleh Negara juga telah mendapatkan pengakuan dalam Hukum Nasional

Indonesia, melalui undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia

seperti Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 G ayat (2) “setiap orang berhak

untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat

manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain” hal ini

menunjukan bahwa setiap orang yang mengalami penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat, berhak mendapatkan suaka politik dari negara lain

atau perlindungan dari negara manapun.

Hal ini berkenaan mengenai Hijrah dalam agama Islam yang mana

tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 G, yaitu “memperoleh

suaka politik dari negara lain”, sedangkan Hijrah adalah perpindahan dari

tempat yang satu ketempat yang baru, hijrah didalam islam bermacam-macam

akan tetapi hijrah yang didalam sejarah dihitung dari hijrahnya Rasulullah

SAW dari Mekkah ke Madinah, disinilah dihitung tahun barunya Islam

dimana kejahatan orang-orang jahiliyah pada saat itu yang membuat baginda

41 Ahmed Abou-El-Wafa,the right to asylum between Islamic Shari’ah and internasional refugee law, (Riyadh:

UNHCR, 2009) , h.233-234

Page 74: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

67

Nabi Muhammad SAW berhijrah, yang dengan hijrah tersebut Nabi

Muhammad SAW dapat mengembangkan Syiar Islamnya.

Dari peristiwa ini kita selaku umat juga diwajibkan untuk berhijrah,

apabila kita mengalami diskriminatif atau tidak terpenuhinya hak-hak yg

seharusnya kita dapatkan sebagai warga negara. hak untuk pindah (hijrah) ke

tempat negara lain, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Mulk :15 dan Q.S.

Al-Nisa :97. Allah menciptakan bumi yang luas ini dan memudahkan manusia

untuk menjelajahinya, sehingga jika seseorang tertindas atau terancam di satu

tempat negara, ia bisa atau (dalam kondisi tertentu) bahkan wajib berpindah

ketempat negara lain.

Agama Islam menganugerahkan hak kebebasan bergerak atau

berpindah kepada umat manusia, negara islam tidak membatasi setiap warga

negaranya untuk bertempat tinggal dalam suatu bagian tertentu dalam wilayah

negaranya. Begitupun tidak ada seorangpun yang dapat dilarang untuk keluar

dari wilayah negeri dalam keadaan wajar.42

Hal ini sama dengan yang terdapat di Undang-Undang 39 tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia pasal 28 “setiap orang berhak mencari suaka untuk

memperoleh perlindungan politik dari negara lain, hak tersebut tidak berlaku bagi

mereka yang melakukan kejahatan non-politik atau perbuatan yang bertentangan

dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-bangsa.

42 Syekh Syaukat Hussain, hak asasi manusia dalam Islam,.h. 85

Page 75: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

68

Sementara itu untuk kewenangan pemberian suaka di Indonesia di atur

dalam Undang-Undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yaitu:

(Pasal 25) “kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada di tangan

presiden dengan memperhatikan pertimbangan Menteri”.

(Pasal 26) “ Pemberian suaka kepada orang asing dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan nasional serta dengan memperhatikan hukum,

kebiasaan, dan praktek internasional”.

(Pasal 27) “Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri

dengan memperhatikan pertimbangan Menteri” ayat ini menjelaskan pada

dasarnya masalah yang dihadapi oleh pengungsi adalah masalah kemanusiaan,

sehingga penanganannya dilakukan dengan sejauh mungkin menghindarkan

terganggunya hubungan baik antara Indonesia dan negara asal pengungsi itu.

Indonesia memberikan kerja samanya kepada badan yang berwenang dalam

upaya mencari penyelesaian masalah pengungsi itu.43

Dalam hukum internasional, hak negara secara umum untuk memberikan

suaka di dalam perwakilan asing tidak diakui. Suaka dapat berikan di gedung

perwakilan asing dalam tiga hal yang luar biasa:

(i) Suaka dapat diberikan, untuk jangka waktu sementara, kepada orang

perorangan yang memang secara fisik dalam bahaya karena adanya

43 Undang-undang No. 37 tahun 1999 dan penjelasannya.

Page 76: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

69

kekerasan masal atau dalam hal seorang buronan yang dalam bahaya

karena melakukan kegiatan politik terhadap negara setempat;

(ii) Suaka dapat juga diberikan dimana di negara itu terdapat kebiasaan yang

sudah lama diakui dan mengikat;

(iii) Suaka dapat diberikan juga jika terdapat perjanjian khusus antara negara

dimana penerima suaka berasal dan negara dimana terdapat

perwakilannya.

Dalam perkembangan selanjutnya mengenai masalah suaka, Majelis

umum PBB dalam sidangnya tanggal 14 Desember 1967 telah menyetujui suatu

resolusi yang memberikan rekomendasi bahwa dalam praktiknya negara-negara

haruslah mempertimbangkan sebagai berikut:

(i) Jika seseorang meminta suaka, permintaan seharusnya tidak ditolak atau jika

ia memasuki wilayah negara itu, ia tidak perlu diusir tetapi jika suatu

kelompok orang-orang dalam jumlah besar meminta suaka, hal itu ditolak atas

dasar keamanan nasional dari rakyatnya.

(ii) Jika suatu negara merasa sukar untuk memberikan suaka haruslah

meperhatikan langkah-langkah yang layak demi rasa persatuan internasional

melalui peranan dari negara-negara tertentu atau PBB.

(iii) Jika suatu negara memberikan suaka kepada kaum pelarian atau buronan,

negara-negara lainnya haruslah menghormatinya.

Page 77: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

70

Selain perbedaan dalam dua bentuk, ada lagi pembagian dari pada suaka

(asylum) yaitu:

1. Temporary asylum adalah bahwa pada waktu terjadi kerusuhan di mana

pemohon meminta perlindungan maka suaka yang diberikan itu sifatnya

adalah sementara sampai pejabat yang berwenang dari negara asal si

pemohon memberikan jawaban kepada negara perlindungan agar individu

tadi di serahkan.

2. Definitive asylum bahw si pemohon suaka tadi adalah di berikan

perlindungan dan kepada dirinya diletakkan diluar juridiksi ngara asalnya.

Konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 berkaitan dengan status dari

pengungsi, konvensi tersebut memberikan kriteria pengungsi sebagai orang-

orang yang :

1. Berada di luar negaranya atau negara tempat dimana dia tinggal;

2. Tidak dapat atau tidak berkeinginan untuk kembali atau bermaksud untuk

mencari perlindungan dari negara (lain) karena ketakutan yang benar-

bener nyata (wellfounded fear) bahwa mereka akan dituntut (persecuted)

dengan alasan ras, agama,suku bangsa, keanggotaan pada kelompok sosial

tertentu atau opini politiknya;

3. Diatas segalanya, bukan merupakan pelaku kejahatan perang atau orang-

orang yang telah melakukan kejahatan serius non politik.

Page 78: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

71

Konvensi ini tidak mewajibkan negara penandatangan untuk

memberikan perlindungan kepada orang-orang yang tidak menghadapi

ancaman penuntutan (persecution) dan yang telah meningalkan negara mereka

atas dasar terjadinya perang, kelaparan, kerusakan lingkungan atau karena

ingin mencari kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri atau

keluarganya. 44

Menurut fiqih siyasah kontemporer, hubungan antar negara pada saat

ini didasarkan pada prinsip damai, sesuai dengan Q.S. Al-Anfal :61. Prinsip

damai ini telah menjadi kesepakatan atau perjanjian negara-negara di dunia

dengan pembentukan PBB, dan perjanjian atau kesepakatan, dengan demikian

berkenaan dengan masalah doktrin tentang perdamaian yang kuat dalam

ajaran Islam, perang-perang Nabi harus dilihat sebagai respons atas realitas

sosial, politik dan kultural, justru untuk menegakkan perdamaian itu sendiri.

Perang-perang tersebut tidak saja dilakukkan untuk tujuan menciptakan

perdamaian di antara manusia, tetapi cara dan teknik pelaksanaanya sendiri

juga dengan sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.45

Selain itu, sebagaimana yang banyak tercantum di dalam pembahasan

fiqh tentang bangsa-bangsa, menyebutkan bahwa eksistensi negara di dalam

Islam didasarkan pada akidah yang dipeluk oleh segenap penduduknya secara

44 Sulaiman hamid, lembaga suaka dalam hukum internasional,.h. 79 45 Nurcholish Madjid, Islam agama peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam

Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 2000),h. 223

Page 79: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

72

rela tanpa paksaan. sementara dalam hubungan damai dengan negara non

muslim, pentingnya mematuhi fakta-fakta perdamaian yang disepakati

bersama, apa pun ideologi dan kepercayaan negara tersebut. Negara Islam

tidak boleh memutuskan hubungan diplomatic dengan negara lain secara

sepihak. Di samping itu, negara Islam juga wajib menghormati duta negara

asing yang ditempatkan di negara Islam. Harta, jiwa dan raganya harus

dilindungi.

Tujuan setiap negara di dalam hubungannya dengan negara-negara

lain adalah mengarahkan dan mempengaruhi hubungannya supaya

mempunyai tanggung jawab untuk menyusun formula politik dan mengatur

hubungannya mencapai persahabat dunia. Sebagaimana halnya Islam yang

lebih mengutamakan perdamaian dan kerja sama dengan negara manapun.

Karena itu, Allah SWT tidak membenarkan umat Islam melakukan

peperangan, apalagi menjadi agresor negara lain. Perang hanya diizinkan

dalam situasi yang terdesak dan hanya semata-mata untuk membela diri

(defensif).

Pandangan ulama mengenai masalah suaka politik berpangkal dari

pembagian mereka tentang dua negara (dunia), yaitu dar al-Islam dan dar al-

harb, sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya. Di samping itu,

mereka juga bercermin pada praktik Nabi dalam hubungan internasional. Dari

Page 80: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

73

pembahasan mereka tentang hal itu, ulama kemudian merumuskan pendapat

mengenai warga negara yang meminta suaka politik ke dar al-Islam.

Namun para ulama berbeda pendapat tentang berapa lamanya waktu

mereka boleh menetap di dar al-Islam. Abu Hanifah dan sebagian ulama

mazhab Hanbali berpendapat bahwa keizinan tinggal bagi pemohon suaka

hanya berlaku selama setahun saja. Sedangkan Syafi‟i berpendapat bahwa

mereka diizinkan tinggal di dar al-Islam selama empat bulan saja, kecuali bila

kepala negara memandang perlu untuk memperpanjang izin tinggalnya.

Sementara Malik berpendapat bahwa keizinan tinggal mereka tidak dibatasi

oleh waktu.

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat ditarik benang merah

bahwa pemberian suaka bisa dilakukan kepada dua bentuk, yaitu jaminan

keamanan yang tetap (mu’abadah) sebagaimana pendapat Malik dan yang

sementara (mu’aqqatah) seperti pandangan Abu Hanifah, Syafi‟i dan sebagian

pengikut Ahmad ibn Hanbal. Pencari suaka yang menetap hanya sementara

adalah orang-orang non-muslim. Merekalah yang mendapat keizinan

sementara untuk tinggal di dar al-Islam. Setelah habis waktunya, mereka

dapat meninggalkan dar al-Islam. Bahkan kepala negara berhak mempercepat

izin tinggal mereka sebelum habis waktunya kalau memang dipandang perlu.

Page 81: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

74

Dalam hal ini, mereka harus dikembalikan ke tempat yang aman, sebagaimana

ditegaskan dalam surat at-Taubah di atas.46

Sedangkan warga negara lain yang muslim yang berlindung ke dar al-

Islam dapat menetap untuk selamanya. Demikian pula halnya dengan orang

non-muslim yang mencari perlindungan di dar al-Islam dan berpindahnya ia

ke agama Islam, maka statusnya pun berubah menjadi warga negara dar al-

Islam, bukan lagi musta’min. Ia harus diperlakukan dan mempunyai hak serta

kewajiban sama seperti warga negara lainnya yang beragama Islam. Abu

Hanifah menegaskan bahwa jiwa dan hartanya harus dilindungi.

Mereka yang mendapat suaka dari dar al-Islam harus dilindungi

keselamatan jiwa dan hartanya dari ganggunan dalam maupun luar negeri.

Sebagai imbangnya, ia wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di

dar al-Islam. Tentang hal ini semua ulama sepakat berpendapat demikian.

Dalam hal ini As-Syaibani berkata, “Namun dalam hal apa saja yang

harus mereka patuhi, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jumhur

ulama berpandangan bahwa mereka bebas menjalankan ibadah sesuai dengan

agama dan keyakinannya. Dalam masalah mu’amalah maliyah (hubungan

46 Ya‟thi syahri, “Konsep Pembagian Negara Menurut As-Syaibani dan relevansinya terhadap psuaka

politik dalam hukum Internasional”, artikel diakses pada 9 september 2011 dari http://bicara-

hukum.blogspot.com/2010/01/konsep-pembagian-negara-menurut-as.html

Page 82: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

75

antara sesama manusia yang bersifat kebendaan), jumhur ulama menetapkan

bahwa mereka harus mengikuti ketentuan dan hukum yang berlaku dalam dar

al-Islam. Mereka tidak boleh melakukan praktek riba, menipu dan perilaku

bisinis lainnya yang tidak dibenarkan agama Islam.”

Dalam masalah jarimah (tindak pidana), Abu Hanifah berpendapat

bahwa mereka hanya diwajibkan mematuhui hukum-hukum yang

berhubungan dengan hak-hak manusia saja (huquh al-‘ibad), yaitu tindak

pidana yang secara langsung menimpa manusia sebagai korbannya.

Sedangkan dalam masalah tindak pidana yang berhubungan dengan hak-hak

Allah (huquq Allah), kepada mereka tidak dapat dikenakan sanksi hukum

Islam. Mereka dapat dijatuhu hukuman sebagaimana ditetapkan dalam hukum

Islam bila melakukan tindak pidana seperti mencuri, merampok, membunuh

dan menuduh orang lain berzina. Mereka dapat dikenai hukuman hudud dan

qisas terhadap kejahatan-kejahatan tersebut. Namun mereka tidak dapat

dijatuhi hukuman hudud lainnya bila melakukan kejahatan seperti meminum

khamr atau berzina.

Page 83: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hal-hal yang penulis jelaskan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mencoba

memberikan hal-hal yang dapat disimpulkan bahwa.:

1. Suaka politik atau asylum adalah perlindungan yang diberikan oleh suatu Negara

kepada orang asing yang terlibat perkara atau kejahatan politik dinegara lain atau

Negara asal pemohon suaka. Kegiatan politik tersebut biasanya dilakukan karena

motif dan tujuan politik atau karna tuntutan hak-hak politiknya secara umum.

Kejahatan politik ini pun biasanya dilandasi oleh perbedaan pandangan

politiknya dengan pemerintah yang berkuasa, bukan karena motif pribadi. Suaka

politik merupakan bagian dari hubungan internasional dan diatur dalam hukum

internasional atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Setiap Negara berhak

melindungi orang asing yang meminta suaka politik.

2. Dalam hubungan internasional, suaka dapat dibedakan menjadi suaka wilayah

(territorial asylum) dan suaka diplomatik (diplomatic asylum atau extra-

territorial asylum). Suaka wilayah atau suaka teritorial adalah perlindungan yang

diberikan suatu negara kepada orang asing di dalam negara itu sendiri. Sebagai

Page 84: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

77

contoh, negara Indonesia memberi suaka politik kepada orang asing yang masuk

ke wilayah indonesia. Sedangkan suaka diplomatik adalah suaka yang diberikan

oleh suatu kedutaan besar terhadap orang yang bukan warga negaranya.

3. Pandangan ulama mengenai masalah suaka politik berpangkal dari pembagian

mereka tentang dua negara (dunia), yaitu dar al-harb dan dar al-Islam. Di

samping itu, mereka juga bercermin pada praktik Nabi dalam hubungan

internasional. Dari pembahasan mereka tentang hal ini, ulama kemudian

merumuskan pendapat mengenai warga negara yang meminta suaka politik ke

dar al-Islam.

B. Saran-Saran

Ada beberapa hal yang ingin penulis kemukankan berupa saran, setelah

mengetahui betapa pentingnya hak-hak suaka politik bagi asylum seeker atau

pencari suaka, yaitu:

a. Pemerintah atau lembaga yang menangani masalah pencari suaka dan

pengungsi, haruslah lebih memperhatikan hak-hak yang seharusnya mereka

dapatkan, karna semua hak-hak tersebut sudah di tetapkan oleh Undang-Undang

baik internasional, maupun nasional, sebagaimana yang tecantum di dalam

Universal Declaration of Human Right dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28

Page 85: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

78

G yakni, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik

dari negara lain”.

b. Di samping itu para pencari suaka pun haruslah meminta suaka berdasarkan

ketentuan yang sudah ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-

Undang HAM No. 39 Tahun 1999 pasal 28 ayat 2 yaitu,” hak sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan

nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip

perserikatan bangsa-bangsa. Dalam hal ini yang menentukan suatu perbuatan

termasuk kejahatan politik atau nonpolitik adalah negara yang menerima pencari

suaka.

Page 86: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

79

DAFTAR PUSAKA

Al- Qur’an Al-Karim

Abdillah Masykuri, artikel “kontribusi hukum islam bagi solusi atas problematika

pencari suaka dan pengungsi di Indonesia”. Makalah disampaikan dalam

Seminar tentang Promosi Pengajaran Hukum Pengungsi Internasional dan

Hak azasi Manusia, diselenggarakan oleh UNHCR dan Fakultas Syariah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 2 Desember 2010.

Adolf Huala, Aspek-aspek negara dalam hukum internasional, Jakarta: PT raja

grafindo, 2002.

Ash shiddieqy Hasbie, Hukum Antar golongan dalam fiqih Islam, Jakarta : Bulan

Bintang, 1971.

Asshiddieqie Jimly, komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Djamil Fathurrrahman, filsafat hukum islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.

El-muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2007.

Hamid Sulaiman, lembaga suaka dalam hukum internasional, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002.

Hussain Syekh syaukat, hak asasi manusia dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press,

1996.

Page 87: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

80

http://id.wikipedia.org/wiki/suaka_politik di unduh pada hari rabu,9 maret 2011. Jam

16.49 WIB

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/11/28/0002.html Diunduh pada hari

senin, tanggal 14 maret 2011 Jam 15.48 WIB

Ibrahim Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Bayu

Media Publishing, 2006.

Iqbal Muhammad, fiqh siyasah, kontekstualisasi doktrin politik islam, Jakarta: Gaya

media pratama, 2007.

Istanto Sugeng, Hukum Internasional,Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1994.

Kansil C.S.T., Hubungan diplomatik Republik Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1989.

Khadduri Majid, Islam agama perang?, Yogyakarta: Karunia Indah, 2004.

Madjid Nurcholish, Islam agama peradaban: Membangun Makna dan Relevansi

Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 2000.

Mauna Boer, Hukum internasional pengertian peranan dan fungsi dalam era

dinamika global,Jakarta: Penerbit Alumni,2000.

Purwaka Tommy Hendra. Metedologi Penelitian Hukum, Jakarta : PUAJ, 2007.

Ramadhan Al-buthy Muhammad said, Sirah Nabawiyah analisis Ilmiah manhajiah

sejarah pergerakan Islam di masa Rasululah SAW, Jakarta: Robbani Press,

1999.

Page 88: SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK-HAK …

81

Romsan Ahmad, dkk, pengantar hukum pengungsi internasional: hukum

internasional dan prinsip-prinsip perlindungan internasional, Jakarta:

UNHCR Regional Representation Jakarta, 2003.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986.

Suryokusumo Sumaryo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung: PT Alumni,

2005.

Syahri Ya’thi, “Konsep Pembagian Negara Menurut As-Syaibani dan relevansinya

terhadap psuaka politik dalam hukum Internasional”, artikel diakses pada 9

september 2011 dari http://bicara-hukum.blogspot.com/2010/01/konsep-

pembagian-negara-menurut-as.html

UUD 1945 pasal 28

Widodo L. Amin, fiqih siyasah dalam hubungan internasional, yogyakarta : PT.

Tiara wacana yogya 1994.