Upload
ngonhu
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
SKRIPSI
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBENTUK RESILIENSI SISWA SMP ISLAM RUHAMA
TANGERANG SELATAN
Disusun Oleh :
MUTIARA CITRA MAHMUDA
11140110000033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
2
SKRIPSI
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBENTUK RESILIENSI SISWA SMP ISLAM RUHAMA
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama
Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
MUTIARA CITRA MAHMUDA
11140110000033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
ABSTRAK
Mutiara Citra Mahmuda (11140110000033). Peranan Guru PAI dalam
Membentuk Resiliensi Siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan.
Membentuk siswa untuk dapat bounce back dan memiliki strategi coping yang
memadai dalam menghadapi masalah adalah suatu keharusan bagi para guru di
generasi millenial yang penuh tantangan dan kompetisi ini. Resiliensi menjadi
bekal penting bagi para siswa untuk dapat menghadapi berbagai masalah baik
yang sudah maupun yang akan terlewati. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk
mengetahui apa saja problematika yang dihadapi siswa, (2) untuk mengetahui
resiliensi siswa yang diajarkan guru Pendidikan Agama Islam, (3) untuk
mengetahui faktor-faktor pembentuk resiliensi siswa, dan (4) untuk mengetahui
peranan guru PAI daam membentuk resiliensi siswa SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang siswa dengan
masing-masing adversity yang dihadapi, Sarah (perempuan, 14 tahun) yang
mengalami perceraian orangtua, Andi (laki-laki, 14 tahun) yang mengalami
kecelakaan saat mengendarai kendaraan bermotor, Jono (laki-laki, 14 tahun) yang
mengalami broken home, dan Ibu Lia sebagai Guru Pendidikan Agama Islam
yang konsisten dalam menyebarkan nilai-nilai resiliensi dalam Pendidikan Agama
Islam. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif
studi kasus, setelah mendapatkan data dari wawancara dan observasi, peneliti
melakukan cek validitas, reliabilitas dan triangulasi sumber data yang didapatkan
di lapangan. Dalam proses analisis data, peneliti memulai dari (1) reduksi data, (2)
display data dan (3) penarikan kesimpulan. Hasil temuan dalam penelitian ini
adalah (1) problematika yang dialami siswa adalah perceraian orangtua,
kecelakaan dan broken home, (2) resiliensi siswa berada dalam tingkatan normal
atau rata-rata sesuai dengan penerapan nilai-nilai sabar, ikhlas, tawakkal, dan
ikhtiyar dalam kehidupan sehari-hari, (3) faktor pembentuk resiliensi siswa yang
paling besar adalah orangtua, pribadi sendiri, dan teman sebaya, (3) guru PAI
memiliki peran dalam membentuk resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang
Selatan sebagai pembimbing kepribadian dan kognitif, pembina rohani dan suri
tauladan.
Kata Kunci: Resiliensi, Guru PAI, Siswa
ii
ABSTRACT
Mutiara Citra Mahmuda (11140110000033). Islamic Education Teacher Role
in Bulding A Resilience in Student of Islamic Junior High School Ruhama
South of Tangerang.
Helping students to be able to bounce back and have an adequate coping strategy
in dealing with problems is a must for teachers in this millennial era that full of
challenges and competition. Resilience is an important provision for students to
be able to face various problems that was passed or will be faced. The purpose of
this study are: (1) to find out what the problems are faced by students, (2) to find
out the resilience of students taught by Islamic Religious Education teachers, (3)
to determine the factors forming the resilience of students, and (4) to know the
role Islamic Education teachers in building a resilience of Ruhama Islamic Junior
High School students in South Tangerang. Subjects in this study were 3 students
with each adversity faced, Sarah (female, 14 years) who experienced parental
divorce, Andi (male, 14 years) who had an accident while driving a motorcycle,
Jono (male, 14 years old) who experienced a broken home, and Mrs. Lia as an
Islamic Religious Education Teacher who is consistent in spreading the values of
resilience in Islamic Religious Education. The method used in this study is a
qualitative descriptive case study, after obtaining data from interviews and
observations, the researcher checks the validity, reliability and triangulation of
data sources obtained in the field. In the process of data analysis, researchers
start from (1) data reduction, (2) data display and (3) conclusion drawing. The
findings in this study are (1) the problems experienced by students are parental,
accidental and broken home divorce, (2) resilience of student informants is at a
normal level or on average according to the application of the values of hijrah,
patience, sincerity, tawakkal, and ikhtiyar in everyday life, (3) the biggest factors
forming student resilience are mother, personal, and peers, (3) Islamic Education
teachers have a role in forming resilience of students of Ruhama Tangerang
Selatan Islamic Middle School as personality and cognitive counselors, spiritual
mother and role model.
Kata Kunci: Resilience, Islamic Education Teacher, Student
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat iman, Islam dan ikhsan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya dan semoga memberi manfaat bagi
yang membaca. Tak lupa pula shalawat teriring salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, para sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan,
kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari
berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sururin selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
untuk memberi bimbingan, dan arahan kepada penulis. Kebaikan Ibu dalam
segala hal akan selalu terkenang bagi diri penulis. Semoga keberkahan hidup
senantiasa mengiringi, dan senantiasa dalam lindungan-Nya.
5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dari awal hingga akhir
vi
perkuliahan. Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
6. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Bu Isti selaku Staf Jurusan
Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi
kemudahan penulis dalam setiap proses administratif selama perkuliahan.
7. Dra. Nani selaku guru Akidah Akhlak dan Sejarah Kebudayaan Islam di SMP
Islam Ruhama yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di sekolah ini dan telah membantu banyak dalam kegiatan
penelitian di SMP Islam Ruhama.
8. Seluruh dewan guru SMP Islam Ruhama yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian ini, serta siswa dan siswi SMP Islam Ruhama telah
kooperatif dalam penelitian ini.
9. Orangtua tercinta, kepada Mamah Irhamnida, M.Ag dan Papah Drs. Mahmud
Siyam, yang selalu mendoakan penulis, mendengarkan keluhan-keluhan
penulis dan memberikan moril, dan materil kepada penulis agar dapat
menyelesaikan studi dan meraih kesuksesan.
10. Muhammad Adam Ardiansyah, Nurhaliza Putri Mahmuda dan Muhammad
Hafiz Rizki. Ketiga adik yang kerap mewarnai hari-hari penulis dan tak luput
mendoakan kesuksesan penulis terutama dalam selesainya penulisan skripsi
ini.
11. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan 2014,
terutama kelas A “MAFAZA” semoga kesuksesan menyertai kalian, dan
senantiasa dinaungi keberkahan dan lindungan Allah SWT. Terimakasih telah
menjadi teman yang baik, memberikan canda tawa dan kebersamaan dengan
kalian yang kelak akan dirindukan.
12. Teman-teman penulis sejak SMA Rahma, Rusyda, Rini, Ulfa, Libek, Lina,
Laras, Rike, Nisfi dan Diana yang menjadi motivator harian dan tak kenal
lelah menyemangati penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
13. Tetangga-tetangga penulis di Gang Mandor, terutama Syechan Salbila yang
rajin mengajak ngaji dan mengerjakan tugas hingga selesainya skripsi ini.
vii
14. Kakak senior, teman-teman dan adek-adek di Lembaga Tahfiz dan Ta‟lim Al-
Qur‟an (LTTQ) Masjid Fathullah, Ikatan Mahasiswa Studi Arab se-Indonesia
(IMASASI) wilayah 3, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang
Ciputat dan Gerakan Islam Cinta yang turut memberikan warna dalam
perjalanan perkuliahan penulis hingga tahap akhir ini, semoga semakin jaya
dan semakin membawa berkah bagi umat dan masyarakat.
Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, namun turut membantu penulis dalam penulisan
skripsi ini ataupun memberikan pelajaran hidup bagi penulis penulis tidak dapat
membalasnya dengan apapun, semoga Allah SWT yang akan membalas dengan
balasan sebaik-baiknya di dunia dna di akhirat.
Demikianlah skripsi ini dibuat. Walaupun penulis sudah berusaha dengan
sebaik mungkin untuk meminimalisir kekurangan akan tetapi nanti pasti
ditemukan kekurangan dan kelemahan. Harapan besar semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi siapa saja yang
membacanya, serta kritik dan saran juga akan penulis terima dengan hati terbuka.
Jakarta, 30 September 2018
Penulis
Mutiara Citra Mahmuda
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 9
D. Perumusan Masalah ................................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
F. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 12
A. Definisi Istilah .......................................................................................... 12
1. Guru Pendidikan Agama Islam .......................................................... 12
a. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ................................... 12
b. Karakteristik Guru Pendidikan Agama Islam .............................. 15
c. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam .......................................... 17
d. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam .......................................... 19
e. Peran Guru Pendidikan Agama Islam ........................................... 20
2. Resiliensi ............................................................................................. 25
a. Pengertian Resiliensi ..................................................................... 25
b. Aspek Resiliensi ............................................................................ 26
c. Tahapan Resiliensi ........................................................................ 28
d. Faktor Resiliensi ........................................................................... 29
3. Resiliensi dalam Pendidikan Agama Islam ......................................... 30
4. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 34
ix
5. Kerangka Berpikir ............................................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 37
B. Metode Penelitian...................................................................................... 38
C. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ................................................. 38
1. Observasi ............................................................................................. 38
2. Wawancara .......................................................................................... 39
3. Dokumentasi dan Data Arsip .............................................................. 41
D. Instrumen .................................................................................................. 41
1. Peneliti ................................................................................................ 42
2. Matriks Variabel Penelitian................................................................. 42
3. Protokol Observasi .............................................................................. 45
4. Pedoman Wawancara .......................................................................... 45
E. Pengecekkan Keabsahan Data................................................................... 46
1. Validitias ............................................................................................. 46
2. Reliabilitas .......................................................................................... 47
3. Triangulasi........................................................................................... 47
F. Analisis Data ............................................................................................. 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 52
A. Deskripsi Data ........................................................................................... 52
1. Sejarah SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan ................................. 52
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan .......... 52
3. Profil SMP Islam Ruhama Tangerang Seltan ..................................... 53
B. Analisis Data dan Pembahasan ................................................................. 54
1. Identitas Informan ............................................................................... 54
2. Problematika Siswa ............................................................................. 55
3. Resiliensi Siswa .................................................................................. 57
4. Faktor Pembentuk Resiliensi Siswa .................................................... 71
5. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Resiliensi
Siswa ................................................................................................... 73
x
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................................... 78
A. Kesimpulan ............................................................................................... 78
B. Implikasi .................................................................................................... 79
C. Saran .......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 81
LAMPIRAN ......................................................................................................... 85
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Guru Pendidikan Agama Islam ....................................... 16
Tabel 2.2 Peran Guru Pendidikan Agama Islam .................................................. 27
Tabel 3.1 Matriks Variabel Penelitian .................................................................. 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makluk sosial, salah satu manifestasi nyata dari manusia
sebagai makluk sosial adalah kebutuhannya akan pertolongan orang lain sejak ia
lahir hingga masa perkembangannya. Manusia lahir dari rahim seorang Ibu,
dengan jerih payah seorang Ibu yang mengandungnya selama 9 bulan, maka
lahirlah seorang manusia. Setelah lahir, bayi membutuhkan asupan gizi dan
makanan yang baik, maka dari itu seorang Ibu akan membeirnya ASI. Kemudian
orangtua akan mengajari bayi duduk, merangkak, berdiri, berjalan hingga berlari.
Setelah seorang balita mulai tumbuh menjadi anak-anak, ia mulai mencari teman
bermain untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Dari masa kanak-kanak, sudah
terlihat jelas bahwa manusia tidak hidup sendiri, ia membutuhkan sosok orangtua
dan teman bermain, meski tak jarang selama berkumpul dengan temannya, anak-
anak akan menangis karena kalah dari permainan atau merasa tersakiti.
Tangisan seorang anak di kala bermain bisa mengindikasikan ada
masalah yang terjadi. Masalah terjadi karena ditemukan kesenjangan (gap) antara
keinginan dengan realita yang terjadi. Seorang anak mengharapkan ia bisa berlari
kencang melawan temannya, namun setelah ia berlari beberapa langkah, kakinya
tersandung sebuah batu sehingga ia jatuh di tanah dan tidak bisa melanjutkan
larinya. Harapan seorang anak untuk memenangkan kompetisi tersebut bertolak
belakang dengan realita yang terjadi bahwa ia tiba-tiba jatuh dan tidak bisa
melanjutkan untuk berlari lagi. Kesenjangan antara harapan dengan realita inilah
acapkali membuat manusia merasa sedih, gundah dan marah. Tidak semua reaksi
dari datangnya masalah adalah tangisan ataupun kemarahan, boleh jadi seorang
manusia menghadapi masalah dengan bersikap negatif, dan boleh jadi seorang
manusia menghadapi masalah dan menyikapinya dengan hal-hal yang positif.
Manusia mulai belajar menyiapi masalah sejak ia masih kecil, mulai dari
masalah yang sederhana seperti saat ia belajar untuk berjalan, seringkali ia
terjatuh dan kemudian bangkit lagi. Hingga masalah yang membuat seorang anak
2
memutar otaknya seperti saat seorang anak mengendarai sepeda dan kemudian
ada paku yang menusuk bannya. Ia pun tidak bisa melanjutkan perjalanannya dan
mencari solusi untuk memperbaiki ban bocornya. Adapula masalah traumatis
yang sangat menggoncang emosi dan mental seorang manusia, seperti
meninggalnya seorang Ibu dan Ayah yang merawatnya sejak kecil, hilangnya
seorang tempat bersandar dan bergantung adalah hal yang tidak mudah untuk
dihadapi, seorang anak bisa menjadi murung, tidak bersemangat, hingga depresi.
Depresi merupakan penyakit mental yang tidak bisa disepelekan. Depresi
dintadai dengan perasaan cemas dan sedih yang intens, jika depresi dibiarkan
berlarut-larut maka akan membuat seseorang mengalami gangguan-gangguan
perilaku dan bisa berujung kepada keputusan untuk mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri. Depresi menjadi alasan terkuat seseorang untuk bunuh diri
(commit suicide), tercatat sebanyak 40% manusia pengidap depresi memiliki
rencana untuk bunuh diri, dan hanya 15% yang berhasil melakukannya. Oleh
karena itu, depresi menjadi permasalahan yang serius dan perlu ditangani secara
khusus, terlebih menurut prediksi WHO, bahwa pada tahun 2020 masyarakat di
negara-negara berkembang, depresi merupakan salah satu gangguan mental yang
paling banyak ditemukan dan menjadi penyebab kematian terbesar kedua setelah
serangan jantung. Sebanyak 28 dari 32 orang pasien terlebih dahulu mengalami
depresi sebelum terserang penyakit.1 Sejalan dengan data tersebut, stress mental
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh seorang. John Hopkins Medical
School mengemukakan dalam Aries Dirgayunita bahwa orang yang emosional
dan pemurung cenderung menderita penyakit yang serius seperti kanker, tekanan
darah tinggi, jantung dan tidak memiliki umur panjang.2
Seseorang yang mengidap depresi bisa melakukan pengobatan secara
biologis maupun secara psikologikal. Obat yang akan dikonsumsi oleh pengidap
depresi beragam tergantung dari tingkat depresinya, selain dengan mengonsumsi
obat, pasien bisa melakukan terapi elektorokonvulsan, yaitu terapi yang bekerja
1World Health Organization, Mental Health Action Plan 2013-2020. Geneva, 2013.
2Aries Dirgayunita, Depresi: Ciri, Penyebab Dan Penanganannya, Journal An-Nafs:
Kajian Dan Penelitian Psikologi, Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Probolinggo, Vol.
1 No. 1 Juni 2016, hal. 3
3
dengan sengatan listrik, terapi ini menuai banyak kontroversi di kalangan para
ahli. Pasien juga bisa melakukan terapi-terapi psikologis yang mampu
mengurangi gangguan depresinya, seperti terapi kognitif yang berfokus pada
penanganan struktur mental seorang pasien, terapi perilaku dengan membantu
pasien mengubah pola pikir dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan
terapi intrepersonal yang membantu pasien menyelesaikan gangguan sosial
interpersonalnya. 3
“Sedia payung sebelum hujan,” peribahasa ini memiliki makna yang
mendalam, bahwa pencegahan (preventif) lebih baik daripada pengobatan
(kuratif). Sama halnya dengan penanganan depresi, terlepas dari berbagai cara
untuk mengobati depresi, pencegahan depresi akan menjadi solusi terbaik untuk
kedepannya. Dengan program preventif ini, akan menekan angka depresi
seseorang menjadi lebih minim. Pencegahan ini bisa dilakukan dengan terapi-
terapi psikologis, terapi model ABC (Antecedent, Consequence, dan Belief) yang
dikembangkan oleh Albert Ellies dan Pisa Cognitive Behavioral and Social
Problem.4
Tidak setiap orang mengalami depresi usai menghadapi maslaah yang
traumatis. Ada sebagian orang yang kuat, tetap bersikap dan berpikir positif
terhadap seberat apapun masalah yang dihadapi. Untuk menjadi pribadi yang
tegar dan tidak guncang saat menemukan masalah, perlu proses pembentukan
kepribadian yang positif secara terus menerus sehingga terciptalah resiliensi.
Konsep resiliensi didasari oleh kemampuan seseorang untuk menerima,
menghadapi dan mentransformasikan masalah-maslaah ataupun kejadian negatif
yang sudah, sedang dan akan dihadapi sepanjang hidupnya. Resiliensi akan
membantu individu menjadi pribadi yang kuat, tegar dan mampu bertahan dalam
situasi apapun.5
3Tita Menawati Liansyah, Pencegahan danPenanganan Depresi Pada Siswa, Jurnal Genta
Mulisa, Volume VI No. 1 Januari-Juni 2015, hal. 20 4Ibid., hal. 22
5Erlina Lisyanti Widuri, Regulasi Emosi dan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama,
Humanitas Vol. IX no. 2 Agustus 2012, hal. 149
4
Resiliensi bukanlah kemampuan yang tiba-tiba ada dalam diri seseorang,
karena resiliensi termasuk kedalam sebuah proses yang cukup panjang. Hal ini
senada dengan yang disebutkan oleh Masten dalam Erlina bahwa resiliensi adalah
sebuah proses dan bukan atribut atau sikap bawaan yang tetap. Oleh karena itu,
resiliensi akan lebih tepat dipandang sebagai perkembangan kesehatan mental
dalam diri seseorang yang dapat ditingkatkan dalam siklus kehidupan seseorang. 6
Menurut Reivich dan Shatte dalam Zahrotul Uyun, resiliensi memiliki
komponen penting yang mampu mendukung seseorang untuk menjadi pribadi
yang resilien, yiati: (1) regulasi emosi, (2) pengendalian impuls, (2) optimisme,
(4) empati, (5) analisis penyebab masalah, (6) efikasi diri, dan (7) peningkatan
aspek positif. Ketujuh komponen resiliensi ini membuat seseorang mampu
bersikap positif baik dari segi emosi, pola pikir hingga mental.7
Resiliensi terbentuk dari beberapa faktor yang mempengaruhi, Grotberg
dalam Zahrotul Uyun mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang dapat
mempengaruhi resiliensi seseorang. Pertama adalah faktor I am. Faktor I am
adalah kekuatan yang datang dari dalam diri seseorang seperti perasaan, tingkah
laku dan kepercayaan yang ia anut. I am juga memiliki beberapa faktor, seperti:
perasaan dicintai dan sikap yang menarik, mencintai, empati, alruistic, bangga
kepada diri sendiri, mandiri, bertanggung jawab dan penuh dengan harpan, iman
serta kepercayaan yang teguh.8
Kedua adalah faktor I have, I have adalah aspek dengan bantuan dan
sumber dari luar diri seseorang, yaitu: memiliki hubungan dengan orang lain,
budaya atau tatanan keluarga, suri tauladan atau sosok yang dapat ditiru dan
motivasi eksternal.9
Faktor I Can merupakan faktor ketiga, yiatu kompetensi sosial dan
interpersonal seseorang, seperti: keterampilan berkomunikasi, kemampuan
memcahkan amsalah, mengatur berbagai perasaan dan rangsangan, mengukur
6Ibid., hal. 150
7Zahrotul Uyun, Resiliensi dalam Pendidikan Karakter, Prociding Seminat Nasional
Psikologi Islami 2012, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta 21 April 2012,
hal. 202-204 8Ibid., hal. 4
9Ibid., hal. 5
5
tempramen diri sendiri dan orang lain serta mencari hubungan yang dapat
dipercaya.10
Dilihat dari faktor I am, keimanan serta kepercayaan yang teguh turut
ikut andil dalam membentuk resiliensi eseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pandu Prapanca dengan judul, “Pengaruh Tingkat
Religiusitas Terhadap Self Resiliensi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas
Negeri 2 Karanganyar.” Hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara Tingkat religiustias dengan Self Resiliensi.
Religiusitas memberikan kontribusi pada siswa kelas X SMAN 2 Karanganyar
sebesar 15,6% dalam meningkatkan religiusitas siswa.11
Menurut Chaplin dalam Ros Mayasari, religiusitas merupakan suatu
sistem yang kompleks, terbentuk dari kepercayaan dan keakinan kaan adanya
Tuhan, dan kemudian melakukan beragam usaha atau pendekatan dalam bentuk
ibadah-ibadah dan ritual agar dapat berhubungan dnegan Tuhan. Dalam kajian
keislaman, Zakiyah Dradjat mengungkapkan bahwa wujud terpenting dari
religiusitas adalah seseorang dapat merasakan dan mengalami secara batiniyah
tentng Tuhan, tentng adanya dunia akhirat, dan komponen lain yang ada dalam
agama Islam.12
Religiusitas bisa dilihat dari beberapa dimensi yanga da di dalamnya,
Glock dan Stark dalam Zainab Pontoh mengemukakan bahwa religiusitas
seseorang bisa diukur dengan memperhatikan seberapa jauh pengetahuannya
terkait agama yang ia anut (religious knowledge/intellectual). Seberapa kokoh
keyakinan dalam dirinya akan agamanya (religious belief/ideological), seberapa
tekun ia melakukan ibadah (religious practice/ritualistic), dan seberapa dalam
10
Ibid., 11
Pandu Prapanca, Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Self Resiliensi Siswa Kelas X
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Karanganyar, E-Journal Bimbingan Konseling Edisi 1 Tahun
ke-6 2017, hal. 68 12
Ros Mayasari, Religiusitas Islam dan Kebahagiaan, Al-Munzir, vol. 7, No. 2, November
2015, hal. 87
6
penghayatan agamanya (religious experience) sehingga dapat mempengaruhi
gerak-gerik dan tingkah lakunya sehari-hari (religious consequence/effect).13
Seorang ahli psikologi, Toulles, mengemukakan dalam Slamet Susilo
bahwa pendidikan merupakan salah satu pembentuk religiusitas seseorang, hal ini
dikarenakan pendidikan merupakan faktor sosial yang dapat membentuk
kepribadian dan sikap siswa baik dengan penyampaian materi di kelas formal,
pembiasaan di luar kelas maupun contoh nyata dan suri tauladan yang ditampilkan
oleh guru. Pengalaman-pengalaman keberagamaan yang murid dapatkan di
sekolah, mempunyai dampak yang cukup besar dalam praktek keagamaan murid
tersebut di kemudian hari dan di luar sekolahnya.14
Pendidikan Agama Islam memiliki tuntutan yang sangat besar dari
berbagai pihak untuk mengembangkan religiusitas siswa. Religiusitas dipercaya
oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk mencipatakan pribadi yang ideal
(subjective well-being). Sebagaimana yang diungkapkan oleh, bahwa saat dimensi
keberagamaan Islam hadir dalam kehidupan remaja, maka mereka akan
cenderung berpikir sebelum bersikap dan bertindak baik terhadap dirinya maupun
terhadap orang di sekitarnya, dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama serta
moral. Hal inilah yang akan mencegah remaja melakukan tindakan-tindakan
amoral.15
Pendidikan Agama Islam memiliki beberapa komponen dalam
prosesnya, yaitu: guru, peserta didik, materi ajar, dan lain sebagainya. Guru,
sebagai pemeran utama dalam berlangsungnya proses penddikan, memiliki peran
yang signifikan dalam berhasil atau tidaknya pendidikan tersebut. Oleh karena itu,
pengkajian terkait peranan guru Pendidikan Agama Islam perlu dilakukan secara
13
Zaenab Pontoh, Hubungan Antara Religiusitas dan Dukungan Sosial dengan
Kebahagiaan Pelaku Konversi Agama, Persona Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 4 No. 01 Januari
2015, hal. 123 14
Slamet Susilo. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan
Religiusitas Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarta, Publikasi Ilmiah Program Studi Magister
Pendidikan Islam Universitas Muhamamdiyah Surakarta, 2013 hal. 6 15
Iredho Fani Reza, Hubungan Antara Religiusitas Dengan Moralitas Pada Remaja di
Madrasah Aliyah, Humanitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. X no. 2 Agustus 2013, hal.
56
7
mendalam untuk menunjang peningkatan dan kemajuan dair praktis Pendidikan
Agama Islam di sekolah.
Siswa dalam tingkat Sekolah Menengah Pertama merupakan remaja
tahap awal yang masih cenderung bingung dalam memahami identitas dirinya,
karena mereka mengalami transisi dari kanak-kanak menjadi pribadi yang lebih
dewasa. Mereka mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab mereka namun di
sisi lain mereka belum terlalu mampu untuk melaksanakan tanggung jawab
tersebut. Hal inilah yang terkadang membuat remaja sulit menentukan keputusan
dan pilihan yang tepat dalam hidupnya terutama saat situasi dan kondisi yang sulit
dan kemudian sangat membutuhkan figur teladan atau orang untuk bersandar
yang tepat dan dapat menuntunnya untuk memilih keputusan yang bijaksana.16
SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan merupakan sekolah tingkat
Menengah Pertama yang berlokasi di JL Tarumanegara No. 67 Cirendeu, Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan
sebagai sekolah Islam memiliki banyak kegiatan demi mendukung religiusitas
siswa, mulai dari kegiatan pembiasaan sebelum KBM berlangsung hingga
konsultasi dengan guru PAI bagi siswa yang memiliki masalah.
Pemilihan SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan sebagai tempat
penelitian, karena peneliti menemukan di lapangan terdapat beberapa siswa yang
mengalami gangguan sosial karena berbagai masalah traumatis yang dihadapinya,
seperti perceraian orangtua dan keluarga yang berantakan (broken home) serta
kecelakaan. Akibat dari beberapa masalah yang terjadi tersebut, beberapa siswa
menunjukkan emosi murung, menolak untuk bersosialisasi, tidak mengikuti
pelajaran dengan baik, hingga tidak mengikuti berbagai disiplin sekolah.
SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan sebagai sekolah Islam setidaknya
mampu mengatasi siswa bermasalah dengan nilai-nilai Islam, baik guru secara
keseluruhan maupun guru Pendidikan Agama Islam perlu memperhatikan sikap
psikologis setiap siswanya demi berjalannya pembelajaran secara efektif dan juga
psikologis siswa itu sendiri. Untuk mencegah depresi atas masalah yang bisa
16
Budi Gautama, Solusi dalam Menghadpai Permasalahan Remaja, Jurnal Hikmah, vol
VII 102 N0. 01 Januari 2013, hal. 102
8
datang kapan saja, pelru dilakukan tindakan kuratif yang optimal, salah satunya
adalah membentuk resiliensi siswa.
Pendidikan Agama Islam memuat banyak materi-materi yang
mendukung dan memotivasi siswa untuk selalu bersikap positif, bersabar dalam
setiap cobaan yang datang dan juga menjadi pribadi yang teguh karena Allah
tidak mungkin memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya. Sudah
menjadi tugas guru PAI untuk menyampaikan materi-materi tersebut dengan baik
dalam bentuk pemahaman maupun pemberian contoh nyata sebagai suri tauladan
bagi para murid.
Agama Islam memberikan berbagai jawaban solutif bagi setiap
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan, hal ini tentu dapat dipahami setelah
seseorang mempelajari hal tersbut, dan dalam kasus remaja ini tentu mereka
memahami berbagai aturan agama tersebut setelah mengikuti pembelajaran yang
disampaian oleh gurunya. Melihat pentingnya resiliensi pada siswa, materi
Pendidikan Agama Islam yang memuat nilai-nilai untuk bersikap tegar dalam
menghadapi cobaan dan guru Pendidikan Agama Islam yang menjadi jembatan
siswa untuk memahami agama, maka peneliti tertarik untuk menjadikan Peranan
Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Resiliensi Siswa SMP
Islam Ruhama Tangerang Selatan sebagai judul penelitian ini.
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang peneliti temukan dalam kajian ini adalah:
1. Depresi menjadi salah satu ancaman terbesar bagi remaja untuk
melakukan bunuh diri maupun penyebab penyakit-penyakit kronis
2. Resiliensi dapat membantu remaja untuk menjadi pribadi yang tegar dan
tidak mengalami depresi
3. Religiusitas adalah salah satu faktor pembentuk resiliensi siswa
4. Pendidikan Agama Islam memiliki materi yang memuat aspek-aspek
resiliensi
5. Masalah traumatis yang dialami siswa membuat beberapa siswa depresi.
9
6. Peranan guru PAI dalam membentuk resiliensi melalui pembelajaran,
perhatian dan suri tauladan
7. Nilai-nilai Islam dalam materi Pendidikan Agama Islam dapat mendukung
pembentukan resiliensi pada diri siswa
C. Pembatasan Masalah
Peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini agar lebih terarah dan
fokus pada beberapa poin sebagai berikut:
1. Tingkat resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan.
Pengertian resiliensi ini merujuk kepada definisi yang dikemukakan oleh
Conor dan Davidson dalam Rizki Febrianilah bahwa resiliensi merupakan
perwujudan khusus kualitas dan kemampuan seseorang yang membuatnya
mampu untuk menghadapi kesulitan. Bentuk penanaman nilai resiliensi
dalam PAI termuat dalam materi (1) Ikhtiyar, (2) Tawakkal, (3) ikhlas, (4)
Sabar dan (5) shalat.
2. Peranan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk resiliensi siswa
SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan. Penelit akan mengamati dan
menganalisa aktivitas guru Pendidikan Agama Islam dalam Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) yang berkaitan dengan penanaman nilai
resiliensi siswa, perilaku serta kegiatan yang diadakan oleh guru
Pendidikan Agama Islam di luar KBM dalam rangka menciptakan siswa
yang resilien.
D. Perumusan Masalah
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti merumuskan
masalah dalam beberapa pertanyaan di bawah ini:
1. Apa saja problematika traumatis yang dihadapi siswa SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan?
2. Bagaimana resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangaerang Selatan?
10
3. Apa saja faktor-faktor yang membentuk resiliensi siswa SMP Islam
Ruhama Tangerang Selatan?
4. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk
resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan?
E. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui problematika traumatis yang dihadapi oleh siswa SMP
Islam Ruhama Tangerang Selatan.
2. Untuk mengetahui resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangaerang
Selatan
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk resiliensi siswa SMP
Islam Ruhama Tangerang Selatan?
4. Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk
resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan?
F. Keguanaan penelitian
Peneliti membagi kegunaan dalam penelitian ini menjadi 2 garis besar,
yaitu keguanaan teoritis dan keguanaan praktis.
1. Keguanaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi kontribusi ilmiah dalam
pengembangan kajian terkait resiliensi dan Pendidikan Agama Islam.
Banyak peneliti yang mengkaji tentang resiliensi dan religiusitas agama
Islam, adapun penelitian ini terfokus kepada Pendidikan Agama Islam dan
resiliensi siswa, oleh karena itu penelitian ini juga bisa menjadi referensi
bagi peneliti lainnya untuk pengkajian leih dalam dan pengembangan yang
lebih luas lagi.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan bagi kepala
sekolah sebagai sarana evaluasi dan pengembangan dan peningkatan
11
sistem pendidikan yang ada di sekolah yang tidak hany berfokus pada
sisi kognitif siswa, namun juga afektif dan psikomotorik siswa.
b. Bagi Guru
Menjadi sousi ilmiah dari permasalahan yang akan dihadapi
siswa dikemudian hari agar pembelajaran dapat berlangsung secara
optimal dan mengalami peningkatan yang signifikan
c. Bagi Orangtua
Memberikan gambaran dan penjelasan ilmiah bagi para
orangtua bahwa yang bertanggung jawab atas berlangsungnya
kependidikan anak bukanlah guru semata, melainkan juga
keturutsertaan para orangtua untuk mendukung pendidikan anak yang
optimal.
d. Bagi Pembaca
Menjadi khazanah keilmuan yang menambah wawasan
pembaca terkait resiliensi dan Pendidikan Agama Islam
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Definisi Istilah
1. Guru Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian guru Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan suatu proses panjang yang memerlukan
segenap usaha sadar dan rencana yang matang dalam implementasinya,
karena pendidikan diyakini mampu membangun peradaban dan
mengoptimalkan potensi anak bangsa hingga tercipta generasi yang
memumpuni untuk memajukan negara. Hal ini tertuang dalam Undang-
Undang Dasar nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab I Pasal 1 bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.”17
Indonesia merupakan negara yang memegang pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara yang sangat dijunjung tinggi, posisi kepercayaan
akan adanya Tuhan Yang Maha Esa pun menjadi perhatian yang
mendalam bagi para pemegang kebijakan, termasuk dalam hal pendidikan
nasional. Undang Undang Dasar No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional Bab V pasal 12 ayat 1 tentang Peserta Didik bahwa setiap peserta
didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang ia
anut dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.18
Pendidikan Agama Islam menurut Yusuf Qardhawi dalam Saekan
adalah pendidikan yang tidak hanya terfokus pada kemampuan kognitif
peserta didik, namun juga menekankan urgensi pengembangan akal, hati,
17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional hal. 1
18Ibid., hal. 5
13
jasmani, rohani, sikap dan keterampilannya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Marimba bahwa PAI merupakan proses bimbingan jasmani dan
rohani yang berlandaskan hukum-hukum Islam, dengan tujuan membentuk
Insan ideal sesuai dengan norma-norma Islam.19
Tidak seperti mata pelajaran lainnya, Pendidikan Agama Islam
menekankan pada pemahaman siswa akan agama Islam secara
komprehensif dan juga bagaimana pemahaman siswa akan agama tersebut
dapat berdampak pada sikap dan perilakunya sehari-hari. Keberhasilan
proses pemahaman ini tidak dapat terlepas dari komponen-komponen yang
ada dalam pendidikan Agama Islam. Salah satu komponen pendidikan
Agama Islam yang mempengaruhi pemahaman siswa adalah pendidik.
Pendidik atau guru bukanlah satu-satunya petugas dalam
pendidikan seorang anak. Dalam agama Islam, orangtualah yang memiliki
tugas utama dalam mendidik dan membimbing anak, sebagaimana yang
Allah perintahkan dalam al-Qur‟an kepada setiap orang yang beriman agar
menjaga diri dan keluarga dari api neraka, salah satu cara untuk menjaga
sanak famili dari panasnya api neraka adalah mendidik dan mengajari
keluarga dan anak-anak dengan baik. Barulah kemudian guru yang
menjadi bagian dari masyarakat menempati posisi nomor dua sebagai
pendidik setelah orang tua. Pemerintah dan diri sendiri juga termasuk
dalam pendidik menurut Islam.20
Guru menjadi salah satu dari komponen pendidikan formal yang
tidak bisa terpisahkan. Perannya yang sangat sentral dalam keberhasilan
dan keefektifan pendidikan telah membuatnya menjadi sorotan pula dalam
berbagai kajian permasalahan pendidikan. Karena segala kurikulum,
materi, metode, hingga sarana dan prasarana akan berguna secara optimal
dalam proses belajar mengajar saat guru mampu menguasai lima hal
tersebut.
19
M. Saekan Muchith, Guru PAI yang Profesional, Quality Vol. 4 No. 2, 2016, hal. 222 20
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Silami Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) cet. Ke-4 hal. 170
14
Secara yuridis, pengertian pendidik tertuang dalam Undang Undang no. 20
tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 tentang Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, yaitu: pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.21
Lebih merinci lagi, Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, yaitu: guru adalah pendidik profeional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.22
Beberapa pakar pedagogis dan ulama mendefinisikan pendidik atau guru
dengan ciri khas dan sudut pandang yang berbeda. Definisi dari masing-
masing ahli berbeda dengan melihat fungsi, tugas dan peran guru dari
berbagai sisi. Salah satunya yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi, ia
menyatakan dalam Sukring bahwa guru adalah orang yang kerjanya
mengajar dan memberikan pelajaran di sekolah atau kelas, dan segala
proses yang dilaksanakan akan menjadi bekal untuk kedewasaan para anak
didik.23
Sejalan dengan Hadari Nawawi yang memandang guru lebih kepada
sebuah profesi pekerjaan, maka profesionalitas sangatlah dibutuhkan oleh
seorang guru, sebagaimana yang dipaparkan oleh Zakiah Daradjat, bahwa
guru adalah pendidik profesional, secara implisit ia akan merelakan dirinya
dan menerima tanggung jawab pendidikan yang telah berada di
pundaknya.24
21
Ahmad Habibullah, Suprapto, dkk, Kajian Peraturan Dan Perundang-undangan Pendidikan Agama Pada Sekolah, (Jakarta: Pena Cita Satria, 2008) cet ke-1 hal. 121
22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Pasal 23
Ibid., 24
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) Ed. 1 cet. Ke-10 hal 9
15
Para ulama terdahulu lebih memandang guru sebagai suatu kegiatan
pengabdian baik kepada Allah untuk menyebarkan ajaran Islam, ataupun
kepada masyarakat dalam skala luas untuk mencerdaskan anak didik. Ibn
Qoyyimah menyebut guru sebagai rabbani, yang diambil dari akar kata
rabba yurabbi dengan arti mendidik, membimbing dan mengajarkan.
Menurutnya seorang guru adalah seseorang yang mengajarkan, mendidik
dan memperbaiki anak ajarnya. Tidak hanya mengajar, guru juga harus
memiliki sifat zuhud, pemahaman agama yang mendalam, berhati-hati
dalam berfatwa dan menjawap pertanyaan murid, rela berkorban untuk
mendakwahkan agama, mengamalkan ilmu, takut kepada Allah, rindu dan
cinta akan ilmu, dan teratur selama proses mengajar.25
Kegiatan mendidik yang pada sejarah awal Islam sebagai kegiatan
pengabdian untuk umat dan tidak mengharapkan imbalan, kini menjadi
seorang pendidik adalah sebuah profesi yang menuntut kompetensi
tertentu dan juga sumber penghasilan penyokong kebutuhan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk
selalu komitmen dalam mempertahankan profesionalitas keguruannya,
menjalankan amanat dan tugas yang diembannya, sehingga akan melekat
pada dirinya sikap dedikatif yang tinggi untuk menjamin mutu dan
kinerjanya sebagai pendidik.26
Jadi, guru Pendidikan Agama Islam adalah penanggung jawab
dalam proses pemahaman dan bimbingan kognitif, afektif, religiusitas dan
juga psikomotorik siswa dengan berlandaskan nilai-nilai Islam.
b. Karakteristik Guru Pendidikan Agama Islam
Tidak semua orang dapat menyandang gelar guru Pendidikan
Agam Islam yang ideal. Dengan banyaknya tugas dan beban yang
diembannya, akan muncul banyak celah bagi guru PAI untuk tidak
25
Abu M. Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam Gagasan-Gagasan Besar para Ilmuwan Muslim, (Jogja: Pustaka Pelajar, 2015) cet ke-1 hal 481
26M. Rasyid Ridla, Profesionalitas Guru Pendidikan Agama Islam dalam Proses
Pembelajaran, Tadris, Volume 3 no. 1, 2008. Hal. 32
16
melakukan tugasnya secara optimal. Berikut pemaparan tentang
karakteristik dan sifat-sifat ideal yang perlu dimiliki oleh guru Pendidikan
Agama Islam:
Tabel 2.1
Karakteristik Tugas Pendidik dalam Pendidikan Islam27
No Pendidik Karakteristik dan Tugas
1 Ustadz Seorang guru yang dituntut untuk komitmen terhadap
profesionalisme dalam mengembangkan tugasnya
2 Murabbi Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur, dan memelihara
hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat dan sekitarnya
3 Mu’allim Orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam
kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya,
sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi
serta implementasi
4 Mu’addib Orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan
5 Mudarris Orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi
serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara
27
Sukring, Pendidik Dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, (2013, Jakarta: Graha Ilmu) hal. 80
17
berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya
6 Mursyid Orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi
diri atau menjadi pusat panutan, teladan dan konsultan bagi
peserta didiknya
Ibn Taimiyah dalam M. Abu Iqbal berpendapat bahwa seorang
guru perlu memiliki karakteristik dan kepribadian yang mulia, seperti: (1)
menjadi seorang khalifah (pengganti) Rasul Muhammad SAW sebagai
penyebar ajaran agama Islam, (2) menjadi seorang panutan dalam setiap
tingkah lakunya, bersikap jujur, berakhlak mulia dan memegang teguh
syariat Islam dimanapun ia berada, (3) seorang guru haruslah memiliki
kemauan dan tekad yang kuat dalam mengajar dan mendidik muridnya,
sehingga ia selalu optimal dan serius untuk mendidik muridnya, tidak
sekedar main-main, (4) memiliki kebiasaan untuk dekat dan mempelajari
al-Qur‟an, saat seorang guru selalu belajar dan membaca al-Qur‟an, maka
murid akan mudah terbawa dan termotivasi pula untuk selalu belajar al-
Quran, dan dengan terus menerus membaca al-Qur‟an seorang guru dapat
meningkatkan dan meluaskan khazanah ilmu pengetahuannya terkait
Islam.28
Selain karakteristik yang harus dimiliki seorang guru PAI, guru
PAI juga harus memiliki 4 kompetensi guru yang memumpuni, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan juga kompetensi
28
Abu M. Iqbal, Op. Cit, hal. 63
18
sosial. Guru perlu memiliki wawasan mendalam dan keterampilan terkait
pendidik profesional, memiliki kemampuan interaksi dan komunikasi
intrapersonal dan interpersonal yang mendukung kesuksesan proses
pembelajaran, memiliki kepribadian yang matang dan bijak, serta memiliki
keterampilan yang dimiliki melalui proses pendidikan profesional.29
c. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam
Menjadi guru yang ideal bukanlah hal mudah, banyak syarat-syarat
yang harus terpenuhi dan juga prinsip-prinsip yang dipegang teguh. Guru
memiliki delapan prinsip yan harus dipenuhi agar ia mampu memberikan
kontribusi positifnya bagi keberlangsungan pendidikan, yaitu: prinsip
teologis, formal, fungsional, kultural, komprehensivitas, substansial, sosial
dan identitas.30
Ada beberapa hal yang perlu ada dan menjadi syarat bagi para guru,
yaitu: takwa kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan
baik. Takwa kepada Allah SWT merupakan wujud nyata dari tujuan
pendidikan agama Islam itu sendiri, maka untuk menyebarkan
pemahaman dan membentuk ketakwaan dalam diri peserta didik,
pendidik harus terlebih dahulu bertakwa kepada Allah SWT. Guru perlu
menjadi suri tauladan dalam segi kedalaman ilmunya, kekuatan dan
kesehatan jasmani, serta budi pekertina yang baik.31
M Ali dalam Moh. Haitami Salim berpendapat bahwa seorang
guru yang baik perlu menunaikan beberapa syarat, seperti: (1) memiliki
keterampilan konsep dan teori ilmu yang mendalam, (2) keahlian dalam
suatu bidang yang spesifik dan berkaitan dengan bidang profesi yang ia
jalani, (3) memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang sesuai, (4)
memiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam melihat kebutuhan
29
M. Saekan Muchith, Op. Cit.,hal. 224 30
Mukani, Redefinisi Peran Guru Menuju Pendidikan Islam Bermutu, Jurnal Pendidikan Agama Islam vol. 2 no. 1, 2004, hal. 175-188
31M. Asep Fathur Rozi, Profesionalisme Guru: Antara Beban dan Tanggung Jawab,
Edukasi, vol. 3 no. 2, 2015, hal. 954
19
masyarakat, serta (5) memiliki minat tinggi untuk terus mengembangkan
diri. 32
Seorang guru perlu memiliki sopan santun dan tata krama ketika
berhadapan dengan murid, seperti (1) menjadi suri tauladan seperti yang
dipaparkan oleh banyak ulama, (2) menyebar luaskan agama Islam secara
sempurna tanpa ada yang disembunyikan, (3) memelihara ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan cara belajar, mengulanginya,
mengamalkannya dan mengajarkannya kepada anak didik, serta (4)
memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik motivasi untuk diri sendiri
maupun motivasi untuk anak didik.33
Pada intinya syarat seorang guru kembali kepada 4 kompetensi guru,
yaitu kompetensi pedagogi yang selalu meningkatkan keilmuannya,
kompetensi profesional (dalam hal ini pendidikan Agama Islam) maka
seorang guru perlu memiliki nilai-nilai Islami yang terinternalisasi dalam
pribadinya, kompetensi kepribadian dengan berakhlak mulia dan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan efektif sebagai
kompetensi sosial seorang guru.34
d. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam
Tugas seorang guru menurut S Nasution dalam Moh. Haitami
adalah: (1) menyampaikan materi yang ia kuasai, (2) menjadi seorang
model bagi anak didik sesuai dengan teori dan materi yang diajarkan, dan
(3) menjadi seorang suri tauladan yang mulia dan baik bagi setiap anak
didiknya.35
Ibnu Taimiyah dalam Abu M. Iqbal berpendapat bahwa guru yang baik
ialah seorang guru yang mampu mengembangkan potensi yang ada
dalam diri siswa, mulai dari potensi berpikirnya, potensi keterampilan
hingga pontensi berbudi pekerti yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa
32
Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) Hal. 145
33Ibid., hal. 63
34Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Op. Cit., hal. 147
35Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Op. Cit., hal. 144
20
seorang guru tidak hanya bertugas sekedar penyampaian materi saja,
namun juga bertugas untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik dan
afektif siswa.36
Ada setidaknya 3 misi yang harus dimiliki oleh guru PAI, yaitu: misi
dakwah Islam, misi pedagodik dan misi pendidikan. Pertama, dakwah
dalam Islam tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang dan sembarang
cara.
Kedua, misi pedagogik yang diemban oleh guru PAI adalah
menjadikan pembelajaran agama sebagai pembelajaran yang
menyenangkan dan memberi kesadaran bagi siswa betapa pentingnya
mempelajari agama Islam. Ketiga, Guru tidak hanya bertugas
menyampaikan materi pelajaran tetapi juga membimbing jasmani dan
rohani siswa sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang berbudi pekerti
sesuai dengan norma-norma Islam.37
e. Peran Guru Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD nomor 14 tahun 2005
tentang guru, maka guru memiliki peran yang kompleks terhadap para
peserta didiknya selama proses pendidikan yaitu:
1) Pendidik profesional, seorang guru adalah seorang pendidik
profesional yang memiliki kompetensi dalam merancang
perangkat pendukung pembelajaran peserta didik. Terlebih
untuk guru Agama Islam, ia harus mampu
menginternalisasikan materi-materi yang diajarkannya dalam
keprbadian dan ucapan kesehariannya, sehingga peserta didik
mampu belajar dengan melihat suri tauladan dalam diri guru.
Untuk mendukung kompetensi ini, maka diperlukan latar
pendidikan yang relevan dengan keguruan atau pedagogis.
2) Pengajar, kegiatan belajar pembelajaran adalah kegiatan inti
dalam proses pendidikan, dan guru memiliki kontrol dalam
36
Abu M. Iqbal, Op. Cit., hal. 13 37
M. Saekan Muchith, Op. Cit., hal. 233
21
menguasai kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus
mampu menguasai suasana kelas untuk menjaga proses
pembelajaran tetap kondusif dari awal waktu Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) hingga akhir sehingga tercapainya
tujuan pembelajaran. Penguasaan guru terhadap kelas
pembelajaran terlihat dari sikap dan reaksi siswa selama
pembelajaran.saat guru dapat menangani kelas dengan baik,
para peserta didik akan mematuhi cara dan metode
pembelajaran yang guru siapkan, namun saat guru tidak
mampu menguasai kelas dengan baik, maka peserta didik
akan bersikap semaunya dan tidak mengikuti pembelajaran
dengan baik.
3) Pembimbing, pendidikan merupakan proses bimbingan yang
kontinu dan komprehensif. Guru menjadi pembimbing
peserta didik agar peserta didik mampu memahami apa yang
harus dilakukan dan pa yang tidak bisa dilakukan. Peserta
didik memiliki kemampuan dan pengetahuan yang terbatas,
oleh karena itu guru perlu membimbing peserta didik agar
mereka mampu mengoptimalkan segenap potensi dan
pengetahuan yang dimilikinya sehingga mampu menjadi
insan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
4) Pelatih, setiap anak memiliki fitrah, kemampuan dan
kecenderungan masing-masing akan suatu hal. Seorang guru
perlu menemukan potensi yang dimiliki setiap muridnya agar
ia mampu melatih dan mendukung siswa untuk
mengembangkan kemampuan dan bakat siswa. Pendidikan
nasional Indonesia tidak hanya terpaku pada pencapaian
kognitif siswa, namun juga pada segi afektif dan
psikomotorik siswa. Oleh karena itu, peran guru sebagai
pembimbing peserta didik adalah mencakup kegiatan
22
pengarahan dan bimbingan instruksional, afektif dan
psikomotorik siswa.
Mengingat peran guru yang sentral dalam poros berjalannya
pendidikan, maka seorang guru selain memiliki peran sebagai pengajar
juga memiliki peran ganda dalam profesinya, seperti:
1) Menjadi pembina bagi muridnya. Seorang guru memiliki
peran membina dan membimbing setiap anak didiknya
dengan adil dan bijaksana, binaan seorang guru kepada anak
didik tentu akan membekas di benak anak didik saat sang
guru juga membina sang murid dengan sepenuh hati. Tidak
dapat menutup kemungkinan seorang murid menghadapi
masalah, saat itulah guru bermain perannya sebagai pembina
yang mampu membantu siswanya untuk memecahkan
masalah tersebut.
2) Spiritual father (Bapak rohani), guru pendidikan agama Islam
haruslah memiliki ilmu pengetahuan agama dan juga
pengalaman beragama yang memumpuni, dengan ini guru
dapat menjadi seorang bapak rohani bagi muridnya dengan
cara memberikan santapan rohani dalam bentuk nasihat,
motivasi dan juga bimbingan kepada murid. Manusia
memiliki kebutuhan jasmani dan rohani, kebutuhan jasmani
dapat dipenuhi dengan makanan dan minuman, sedangkan
kebutuhan rohani bisa diperoleh melalui pengalaman
beragama seperti shalat, membaca al-Qur‟an, mendengarkan
ceramah, dsb.
3) Guru memiliki peran sebagai suri tauladan atau role model
yang nyata bagi muridnya, baik teladan dalam sisi kedalaman
dan keluasan ilmunya maupun teladan dalam sikap dan budi
pekertinya.38
38
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integral – Interkonektif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011) cet. Ke- 1, hal. 12
23
Peran guru bisa diperhatikan dalam konteks hubungannya dengan
peserta didik. Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah belajar dan
pembelajaran di dalam kelas. Guru perlu memiliki kontrol, kekuatan dan
keterampilan untuk menguasai kondisi dan situasi kelas belajarnya.
Penguasaan guru terhadap situasi kelasnya bukan berarti membuat murid
menjadi pasif selama proses pembelajaran. Dalam hal ini, gurulah yang
memegang kendali atas apa yang perlu dilakukan selama pembelajaran
demi tercapainya tujuan pembelajaran dengan menerapkan berbagai
pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
dan kemampuan siswa.39
Moh. Haitami Salim menyatakan bahwa Guru PAI memiliki peran
dalam proses belajar mengajar, psikologi dan juga pribadi guru, yaitu:
Tabel 2. 2
Peran Guru Pendidikan Agama Islam 40
Proses Pengajaran Psikologi Pribadi
Demonstrator yang
mampu menguasai dan
meningkatkan khazanah
keilmuan baik pribadi
maupun anak didiknya
Ahli Psikologi
Pendidikan yang mampu
memahami karakteristik
setiap anak didik
Petugas sosial
yag bermanfaat
bagi lingkungan
sekitarnya
Pengelola kelas yang
andal
Seniman dalam
hubungan antar manusia
Pelajar dan
ilmuwan sejati,
tidak pernah
berhenti belajar
Mediator dan fasilitator
anak didik selama
pembelajaran
Mampu membentuk
kelompok belajar yang
menyenangkan
Orangtua anak
didik yang
mengayomi dan
39
Sulaiman Saat, Guru: Status dan Kedudukannya di Sekolah dan Dalam Masyarakat, Auladuna Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar,, Vol. 1 no. 1 Juni 2014, hal. 107
40Moh Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Op. Cit., hal. 148-161
24
mengasihi
Evaluator yang mampu
menilai dan mengukur
perkembangan anak
didiknya dengan baik
Suri tauladan
yang ideal
Administrator Memberikan
keamanan bagi
anak muridnya
Guru adalah orangtua kedua di sekolah bagi para peserta didik.
Setiap gerak gerik dan ucapannya mampu mempengaruhi cara peserta didik
bersikap. Guru PAI memiliki beban yang lebih berat pada pengembangan
kepribadian siswa sesuai dengan nilai-nilai Islam. Guru PAI memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam tentang Islam dan kemampuan untuk
mengembangkan kepribadian siswa, meskipun pada dasarnya setiap guru
juga memiliki tanggung jawab untuk membentuk pribadi siswa yang
budiman.
Setiap siswa memiliki beban dan masalah yang beragam. Kedua
hal inilah yang dapat memicu pergolakan batin siswa sehingga membuat
siswa tidak bersikap sebagaimana biasanya. Siswa merespon atas masalah
dan tuntutan beban yang harus diembannya dengan berbagai sikap, jika ia
bisa mengatasinya maka ia tidak akan mengalami stres, sedangkan jika ia
tidak mampu mengatasinya maka ia akan mengalami strs negatif atau yang
bisa disebut dengan distress.41
Stres dapat terlihat dari respon psikis dan fisik yang tampak dalam
diri siswa sesuai dengan tahapan stres yang dimilikinya. Untuk mencegah
siswa mengalami stres, perlu dibentuknya pribadi yang kuat, tegar dan kebal
dalam menghadapi segala sesuatu. Pembentukan kepribadian dan karakter
tersebut tidak hanya dilakukan oleh siswa itu sendiri, tapi juga dipengaruhi
41
Rafy Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manudia Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) hal. 418
25
oleh communities of character yang ada disekelilingnya, yakni keluarga,
sekolah, teman, institusi keagamaan, media, pemerintah, dan pihak
lainnya.42
Guru sebagai bagian dari communities of character secara
konseptual memiliki peran yang signifikan dalam setiap proses
pembentukan karakter siswa, begitu pula dalam pembentukan resiliensi
dalam pribadi siswa yang kuat dan mampu menghadapi masalah dan cobaan
terberat sekalipun. Oleh karena itu, guru tidak hanya berperan dalam
membuat peserta didik paham mengenai suatu materi (knowing), namun
juga paham bagaimana harus bertindak (doing) dan bersikap (being).43
2. Resiliensi
a. Pengertian Resiliensi
Resiliensi dalam bahasa Inggris disebut dengan resilience. Resilience
secara bahasa menurut kamus Cambridge adalah, “the ability to be
happy, successful, etc. again after something difficult or bad has
happened.” 44
Resiliensi adalah kemampuan untuk menjadi senang,
sukses dan lain sebagainya setelah suatu hal yang sulit dan buruk terjadi.
Seseorang yang memiliki resiliensi dalam dirinya disebut dengan pribadi
yang resilien atau dalam bahasa Inggris resilient. Resilient secara bahasa
adalah, “strong enough to get better quickly after problems, illness,
damage etc.”45
Pribadi yang resilien adalah pribadi yang cukup kuat
untuk menjadi lebih baik setelah terjadinya permasalahan, sakit dan
kehancuran.
Dalam perkembangan kehidupan manusia, tentu akan ada suatu
masa datangnya tekanan traumatis ataupun kejadian yang tidak sesuai
dengan harapan. Hal ini bisa jadi membuat seseorang mengalami stres
42
Zahrotul Uyun, Resiliensi dalam Pendidikan Karakter, Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami 2012, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta 21 April 2012, hal. 207
43 M. Saekan Muchith, Op. Cit., hal. 220
44Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, Cambridge University Press.
45Pearson Education Limited, Longman Active Study Dictionary 5th Edition, (Inggris,
2010). Hal. 758
26
dan depresi jika tidak dapat atau tidak siap menghadapinya. Tapi tidak
menutup kemungkinan juga manusia mampu menghadapi masalah
seberat apapun dengan segenap kekuatan dan kemampuannya, proses
bertahan ini lah yang biasa disebut dengan resiliensi.
Kajian resiliensi termasuk kedalam kajian ranah psikologi, dimana para
pengkaji akan mengkaji tentang keadaan jiwa seseorang dalam
menghadapi berbagai masalah. Definisi resiliensi dapat dilihat dari sisi
secara fisik, lingkungan sosial, individu, dan ekonomi. Salah satunya
seperti yang disebut oleh Abel dalam kajian yang dilakukan oleh
Community and Regional Resilience Institute, “resilience in the
Ecological system domain is the ability to persist through future
disturbances.”46
Konsep resiliensi didasari oleh kemampuan seseorang untuk menerima,
menghadapi dan mentransformasikan masalah-masalah ataupun kejadian
negatif yang sudah, sedang dan akan dihadapi sepanjang hidupnya.
Resiliensi akan membantu individu menjadi pribadi yang kuat, tegar dan
mampu bertahan dalam situasi apapun.47
Resiliensi bukanlah kemampuan yang tiba-tiba ada dalam diri seseorang,
karena resiliensi termasuk kedalam sebuah proses yang cukup panjang.
Hal ini senada dengan yang disebutkan oleh Masten dalam Erlina bahwa
resiliensi adalah sebuah proses dan bukan atribut atau sikap bawaan yang
tetap. Oleh karena itu, resiliensi akan lebih tepat dipandang sebagai
perkembangan kesehatan mental dalam diri seseorang yang dapat
ditingkatkan dalam siklus kehidupan seseorang.48
Dari beberapa pemaparan yang telah disebutkan, resiliensi memiliki
makna yang fokus kepada kemampuan seseorang dalam mengahadapi
beragam masalah yang menekan dan traumatis, menjadikan hal-hal
46
Community and Regional Regional Institute, Definitions of Community Resilience: An Analysis, Meriidan Institute
47Erlina Lisyanti Widuri, Regulasi Emosi dan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Perama,
Humanitas Vol. IX no. 2 Agustus 2012 hal. 149 48
Ibid., hal. 150
27
negatif yang terjadi dalam hidupnya sebagai pemicu untuk menjadi lebih
baik.
b. Aspek Resiliensi
Conor dan Davidson dalam Rizki Febrinabilah menyatakan bahwa
resiliensi merupakan perwujudan khusus kualitas dan kemampuan
seseorang yang membuatnya mampu untuk menghadapi kesulitan.
Resiliensi mengandung 5 aspek kepribadian, yaitu:
1) Kompetensi personal. Memiliki pemahaman mendalam terkait
tujuan hidup, menjadikan masalah sebagai bagian dari
pelajaran kehidupan sehingga ia tetap mampu meraih tujuan
hidupnya dalam situasi apapun.
2) Percaya diri. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini,
setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan,
seseorang dengan kepercayaan diri mampu menerima dan
memperbaiki kekurangan dalam dirinya dan juga
mengoptimalkan kelebihan yang ia punya sehingga menjadi
manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
3) Bersikap positif. Seperti koin dengan dua sisi, begitu pula
kehidupan yang kerap memiliki sisi positif dan sisi negatif
secara bersamaan. Resiliensi mampu membuat seseorang
berpikir positif meski berada dalam situasi negatif sekalipun.
Pikiran positif akan membawa seseorang kepada perbuatan
yang positif pula.
4) Pengendalian diri. Seseorang yang resilien akan mampu
mengendalikan dirinya dan beradaptasi dengan berbagai situasi
yang mengguncang dan tidak terbawa emosi berlebihan saat
menghadapinya.
5) Pengaruh spiritual. Keyakinan terhadap adanya Tuhan beserta
ketentuan-Nya menjadi pengaruh yang signifikan bagi
seseorang untuk bertindak. Kepercayaan bahwa seseorang
28
memiliki Tuhan untuk memohon pertolongan juga menjadi
salah satu alasan baginya untuk tidak berputus asa.49
Komponen lain yang ada dalam resiliensi disebutkan oleh Reivich
dan Shatte dalam Zahrotul Uyun, yaitu:
1) Regulasi emosi, adalah kemampuan seseorang untuk tetap
tenang dalam menghadapi tekanan.
2) Pengendalian impuls, adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan keinginan dan dorongan yang muncul dalam
dirinya, termasuk juga mengendalikan tekanan yang ia hadapi.
3) Optimisme, seorang prbadi yang resilien mampu berpikir dan
bersikap optimis dan positif meskipun dalam situasi genting
sehingga ia dapat mengatur arah hidupnya dengan baik.
4) Empati, adalah kemampuan individu untuk memahami tanda-
tanda psikologis yang terjadi di orang sekitarnya, sehingga ia
mampu bertindak sesuai dengan keadaan.
5) Analisis penyebab masalah, adalah saat seseorang mampu
sexcara akurat mengidentifikasikan penyebab dari masalah
yang ia hadapi.
6) Efikasi diri, adalah kemampuan dan keyakinan seseorang
untuk memecahkan masalahnya sendiri secara efektif.
7) Peningkatan aspek positif, seorang individu yang bersikap dan
berpikir positif dan membedakan resiko yang realistis dan
tidak realistis serta memiliki makna dan tujuan hidupnya. 50
c. Tahapan Resiliensi
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa resiliensi adalah sebuah
proses yang dinamis. Proses ini memiliki beberapa tahapan, hal ini
dijelaskan oleh Coulson dalam Jabbal Apriawal terkait 4 tahapan (level)
49
Rizki Febrinaliah dan Ratih Arruum Llistiyandini, Hubungan Antara Self-Compassion Dengan Resiliensi Pada Mantan Pecandu Narkoba Dewasa Awal, Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1 no. 1, hal. 22
50 Zahrotul Uyun, Op. Cit., hal. 202-204
29
yang dapat terjadi ketika seseorang menghadapi situasi yang cukup
menekan, yaitu:
1) Succumbing (mengalah), adalah suatu kondisi individu yang
menurun dan membuatnya mengalah atau menyerah setelah
menghadapi suatu ancaman atau situasi yang menekan.
Individu yang menempati tahap ini berpotensi untuk
mengalami stres dan depresi, dan cenderung mencari pelarian
yang membuatnya merasa lebih tenang, pelarian ini bisa ke
arah positif seperti melakukan hal-hal keagamaan atau juga ke
arah yang negatif seperti menggunakan narkoba, melakukan
kriminalitas hingga bunuh diri.
2) Survival (bertahan), pada level ini seorang individu telah
berhasil untuk tidak menyerah dan putusa asa, ia memutuskan
untuk tetap bertahan meskipun akan terasa sangat berat dan
sulit.
3) Recovery (pemulihan), merupakan suatu kondisi ketika
individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis dan
emosinya secara wajar dan dapat beradaptasi terhadap situasi
yang menekan.
4) Thriving (Berkembang dengan pesat), setelah mengalami
berbagai gejolak dan tekanan dan juga usaha untuk tetap
bertahan hingga pulih, seseorang pada level ini seorang
individu dapat memandang masalah yang dihadapinya sebagai
batu loncatan untuk mengembangkan dirinya menjadi pribadi
yang lebih baik dan tegar dari sebelumnya.51
d. Faktor resiliensi
Resiliensi yang terdapat dalam diri seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Gotberg mengemukakan dalam Eva Zulaifah tentang
3 sumber resiliensi, yaitu: (1) Sumber internal dalam diri pribadi yang
51
Jabbal Apriawal, Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Empathy Vol. I no. 1 Desember 2012
30
disebut dengan istilah ‘I am’, (2) sumber eksternal dengan istilah „I have‟,
serta (3) sumber dari kemampuan interpersonal dengan istilah ‘I can’.52
Faktor I am adalah kekuatan yang datang dari dalam diri seseorang
seperti perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang ia anut. I am juga
memiliki beberapa faktor, seperti: perasaan dicintai dan sikap yang
menarik, mencintai, empati, altruistic, bangga kepada diri sendiri, mandiri,
bertanggung jawab dan penuh dengan harapan, iman serta kepercayaan
yang teguh.53
Iman serta kepercayaan yang teguh merupakan bagian dari sisi
religiusitas seseorang. Religiusitas terdiri dari beberapa dimensi yang
saling mempengaruhi dan kompleks sebagaimana yang dipaparkan oleh
Glock and Stark dalam Fridayanti bahwa seseorang yang memiliki ilmu
mengenai agama secara mendalam akan memiliki keimanan dan keyakinan
yang teguh terhadap adanya Tuhan, pengetahuan dan keyakinan yang
mendalam tersebut akan membuat seseorang mentaati perintah Tuhan dan
menjauhi larangan-Nya, penghayatan akan ajaran agama juga akan
berdampak pada kepribadian dan perilaku seseorang sehari-hari.54
Umat muslim memiliki pedoman hidup sesuai perintah Tuhan
dalam bentuk al-Qur‟an dan Hadits, kedua sumber hukum Islam tersebut
menjadi „buku wajib‟ bagi umat Muslim untuk mengetahui apa tujuan
hidup di dunia ini. Saat seseorang telah mengetahui ke arah mana ia akan
mengarahkan kehidupannya, maka ia akan lebih memaknai hidup yang ia
jalani. Tujuan hidup adalah salah satu dari dimensi PWB (Psychological
Well Being) atau psikologis seseorang yang berkaitan dengan kebahagiaan
dan kesejahteraan. Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi, maka
ia juga memiliki harapan yang tinggi akan hidup, harapan tersebut akan
mendukung seseorang untuk terus berpikir dan bertindak positif selama
hidupnya. Kebahagiaan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh seseorang
52
Eva Zulaifah, Op. Cit., hal. 4 53
Ibid., hal. 4 54
Fridayanti, Religiusitas, Spiritualitas dalam Kajian Psikologi dan Urgensi Perumusan Religiusitas Islam, Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2015, Vol. 2, No. 2, hal. 200
31
yang memiliki pemikiran dan tindakan positif, oleh karena itu religiusitas
dapat menjadi jalan keluar bagi orang-orang yang hendak mencari
kebahagiaan.55
Faktor kedua dari resiliensi adalah I have. I have adalah aspek
dengan bantuan dan sumber dari luar diri seseorang, yaitu: memiliki
hubungan dengan orang lain, budaya atau tatanan keluarga, suri tauladan
atau sosok yang dapat ditiru, dan motivasi ekstrenal.56
Faktor I Can adalah kompetensi sosial dan interpersonal
seseorang, seperti: keterampilan berkomunikasi, kemampuan memecahkan
masalah, mengatur berbagai perasaan dan ransangan, mengukur
tempramen diri sendiri dan orang lain serta mencari hubungan yang dapat
dipercaya.57
3. Resiliensi dalam Pendidikan Agama Islam
Permasalahan adalah kejadian yang pasti terjadi dalam kehidupan setiap
manusia. Dalam Islam, permasalahan dan cobaan bisa terjadi karena Allah ingin
menguji hamba-Nya atau memberikan balasan atas apa yang telah dilakukan
hamba-Nya. Oleh karena itu, Allah selalu memerintahkan hamba-Nya untuk
tidak berputus asa dalam menghadapi segala cobaan, sebagaimana Allah
berfirman dalam al-Qur‟an:
إل الله روح من ي يأس ل إنه يا بن اذهبوا ف تحسسوا من يوسف وأخيه ول ت يأسوا من روح الله
الكافرون القوم
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
55
Ros Mayasari, Religiusitas Islam dan Kebahagiaan, Al-Munzir Vol. 7, No. 2, November 2014 hal. 99
56Ibid., hal. 5
57Ibid.,
32
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir". (Q.S. Yusuf 12:87)
Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
dengan rahmat-Nya tidak ada satu makhlukpun yang luput dari curahan kasih
sayang dan rezeki-Nya. Masalah kerap datang sebagai pengingat betapa
lemahnya manusia dan butuh pertolongan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Maka tak jarang seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT setelah berbagai masalah yang ia hadapi. Selain tidak
berputus asa, Allah juga memberikan bagi hamba-Nya untuk menyelesaikan
suatu masalah, yaitu sabar dan shalat.
Dalam Islam, konsep resiliensi sejalan dengan sikap sabar, hijrah,
ikhtiyar, ikhlas dan tawakkal. Sabar adalah suatu kondisi seseorang mampu
mengendalikan emosinya, tidak terbawa amarah dan berpikir positif. 58
Al
Jauziah dalam Qurotul Uyun menyatakan bahwa kesabaran adalah ketenangan
dan ketabahan seseorag dalam menghadapi dan menerima penderitaan
sehingga ia mampu mengatasi masalah tanpa berkeluh kesah.59
Orang
bersabar akan selalu tenang dalam menghadapi masalah karena ia yakin
setelah kesulitan pasti ada kemudahan sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur‟an:
ن مع العسر يسراإ
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah
94:6)
Dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 45, sabar disandingkan dengan
kata shalat, hal ini menunjukkan bahwa sabar saja tidak cukup untuk
58
Subandi, Sabar: Sebuah Konsep Psikologi, Jurnal Psikologi, Volume 38 No. 2, 2011, hal. 215
59Qurotul Uyun, Sabar dan Shalat Sebagai Meningkatkan Resiliensi di Daerah Bencana,
Yogyakarta, Jurnal Intevensi Psikologi, Vol. 4 no. 2 Desember 2012, hal. 256
33
menyelesaikan masalah yang terjadi. Umat muslim perlu mendirikan shalat
dengan kekhusyu‟an penuh agar hati selalu terpaut dengan Allah SWT dan
merasakan ketenangan juga kedamaian dalam hatinya.
Resiliensi dalam Islam juga disebut sebagai Hijrah. Secara terminologi
hijrah memiliki arti at-tarku yaitu berpindah, secara terminologi, perpindahan
tersebut bisa dilihat dari 2 aspek, yaitu perpindahan fisik yang biasa disebut
dengan hijrah makaniyah dan perpindahan mental atau hati atau biasa disebut
dnngan hijrah maknawiyah/qalbiyah. Esesensi yang sama dari kedua
perpindahan tersebut adalah perpindahan menuju sesuatu yang lebih baik.
Syahar dalam Zahrotul Uyun menyatakan bahwa hijrah adalah kemampuan
seseorang untuk berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih
baik, menjadikan masalah yang bersifat negatif menjadi sesuatu yang positif
untuk memperbaiki pribadinya. Hal ini sejalan dengan aspek-aspek resiliensi
dengan bersikap positif.60
Cobaan adalah bagian dari Allah mengajak hamba-Nya untuk menjadi
hamba yang lebih tangguh dan kuat. Karena saat seseorang telah kuat dan
tangguh dalam menghadapi segala cobaan yang dihadapinya, kesabaran itulah
yang akan membuat hamba Allah dicintai oleh Allah.
لونكم و و الثمرات و الن فس و موا ال من ن قص و الوع و الوف من بشيء لنب
الصابرين بشر
"Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan sesuatu
dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta benda dan jiwa-jiwa
dan buah buahan; dan berilah khabar yang menggembirakan kepada orang
yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah 155)
60
Zahrotul Uyun, Op. Cit., hal. 2013
34
Ikhtiyar adalah bagian langkah seorang muslim untuk menyelesaikan
masalah. Sabar tidak cukup menjawab rintangan yang ada, dibutuhkan usaha
keras dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan masalah itu sendiri.
Ikhtiyar adalah usaha seseorang secara optimal untuk mencapai tujuan yang ia
harapkan dan mendapatkan ridho Allah SWT. ikhtiyar menjadi bagian aspek
resiliensi yaitu kompetensi personal. Seseorang paham akan kemampuan dan
kelemahan yang ia miliki, maka saat ia dihadapi sebuah masalah, ia akan
mengerahkan segenap kemampuan yang ia miliki dan juga memohon
pertolongan orang lain untuk melengkapi kekurangan yang ia miliki dalam
menyelesaikan masalah tersebut.61
Manusia tidak dapat memastikan segala hal berjalan sesuai dengan yang
ia harapkan, karena tugas manusia adalah selalu berusaha dengan giat dan
menyerahkan hasil terbaik dari jerih payahnya kepada Allah SWT. Sikap ini
dinamakan dengan tawakkal, lebih rinci lagi, tawakkal adalah saat seseorang
menyerahkan segala sesuatu kepada kehendak Allah SWT setelah ia berjuang
dan berusaha untuk mewujudkannya.62
Menerima segala sesuatu dan melakukan sesuatu dengan ikhlas adalah
bagian dari resiliensi seseorang. Ikhlas adalah menerima segala sesuatu karena
Allah SWT. Seseorang yang menerima dengan lapang dada dan ikhlas segala
cobaan dan masalah yang ada akan selalu mendapatkan ketenangan dan
ketentraman dalam hatinya. Karena ia yakin, segala sesuatu terjadi atas
kehendak-Nya.63
1. Hasil Penelitian yang Relevan
Sejauh ini penelitian terdahulu lebih memfokuskan Hubungan antara
resiliensi dengan sikap religiusitas, misalnya pada penelitian yang dilakukan
61
Mu’ammar, “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiyar Dan Takdir dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali dan Nurcholis Madjid,” Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. Dipublikasikan, hal. 37
62Mohd Fathi Yakan Bin Zakaria, “Konsep Tawakkal dalam al-Qur’an,” Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sultan Syarif Riau: 2013. Dipublikasikan. Hal. 20 63
Shofaussamawati, Ikhlas Perspektif Al-Qur’an, Hermeuntik, Vo. 7 No. 2, 2013, hal. 379
35
oleh Pandu Prapanca dengan judul, “Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap
Self Resiliensi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Karanganyar”
dengan hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat
Religiusitas dengan Self Resiliensi.64
Penelitian yang tidak jauh berbeda
dengan judul, “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi pada Remaja
di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta,” oleh Dhita Luthfi
Aisha yang juga menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara
religiusitas dengan resiliensi remaja panti asuhan.65
Penelitian relevan yang
lainnya peneliti kaji juga dari penelitian dengan judul “Sabar dan Shalat
Sebagai Model Untuk Meningkatkan Resiliensi di Daerah Bencana,
Yogyakarta” oleh Qurotul Uyun, dalam penelitian ini dipaparkan mengenai
implikasi pembiasaan sabar dan shalat untuk meningkatkan resiliensi korban
bencana alam.66
Ketiga penelitian di atas memaparkan terkait tingkat religiusitas yang
masih umum pada remaja dan pengaruhnya terhadap resiliensi diri. Oleh
karena itu, sejauh ini belum ditemukan secara rinci dan juga mendalam
mengenai Peranan Guru Pendidikan Agama Islam sebagai jembatan
religiusitas seorang remaja dalam membentuk resiliensi siswa.
64
Pandu Prapanca, Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Self Resiliensi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Karanganyar, E-Journal Bimbingan Konseling Edisi 1 Tahun ke-6 2017 hal. 68
65Dhita Luthfi Aisha, Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi pada Remaja di
Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Naskah Publikasi hal. 12
66Qurotul Uyun, Loc. Cit.,
36
Bagan 2. 1
Alur Kerangka Berpikir
2. Kerangka Berfikir
Adversity yang
dialami siswa
Siswa mengalami
kesulitan belajar
Peran Guru
Pendidikan Agama
Islam
1. Pembina
2. Spiritual Father
3. Suri tauladan
Resiliensi dalam
Islam
1. Hijrah
2. Sabar
3. Shalat
4. Ikhtiyar
5. Tawakkal
6. Ikhlas
Pembentukan
resiliensi siswa oleh
guru PAI
Peranan guru PAI
dalam membentuk
resiliensi siswa
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat yang menjadi objek penelitian ini adalah SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan yang berlokasi di JL. Jl. Tarumanegara No. 67 Cirendeu,
Tangerang Selatan. Penelitian ini akan menghabiskan waktu selama kurang lebih
7 bulan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian menurut Coghlan dan Brannick dalam Samiaji Sarosa
adalah, “cara yang akan digunakan oleh para peneliti untuk mencawab permasalah
penelitian atau rumusan masalah.”67
Cara-cara yang ditempuh peneliti ini perlu
disesuaikan dengan tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut, apakah
penelitian dilakukan untuk membuktikan suatu hipotesis, atau untuk menjabarkan
suatu keadaan atau fenomena yang terjadi dan tujuan penelitian lainnya.
Penelitian kualitatif biasanya digunakan oleh seseorang yang ingin menggali
motif dari perilaku seseorang atau menjabarkan suatu fenomena. Melalui
penelitian seperti ini, seseorang akan mampu menganalisa beragam faktor yang
mendukung seseorang untuk memiliki suatu sikap atau yang membuat seseorang
menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Penelitian ini tepat bagi peneliti yang
ingin menggali lebih dalam peran guru Pendidikan Islam, oleh karena itu
pendekatan penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif.68
Peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan
menggambarkan, menjabarkan suatu kondisi sosial, situasi dan beragam realitas
yang terjadi di masyarakat. Peneliti perlu meneliti masalah dalam penelitian ini
secara mendalam mengenai bagaimana guru Pendidikan Agama Islam
membentuk resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan dan
67
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2017) hal. 39 68
C. R. Kothari, Research Methodologies (Research and Techniques), (New Delihi: New Age International (P) Limited, Publishers, 2004) versi revisi kedua, hal. 4
38
bagaimana resiliensi siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan. Penelitian
akan suatu kasus secara mendalam inilah yang disebut dengan studi kasus.69
Subjek penelitian ini adalah guru PAI, 3 orang siswa dengan adveristy yang
beragam. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara semi-terstruktur, angket dan
dokumentasi data.
C. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Peneliti melakukan pengumpulan dan pengolahan data yang valid sesuai
dengan metode penelitian ini, yaitu metode kualitatif. Ada 3 prosedur
pengumpulan dan pengolahan data yang akan peneliti lakukan untuk menjawab
permasalahan penelitian ini, yaitu:
1. Observasi
Dalam observasi, peneliti akan merekam dan menganalisa perilaku
dan interaksi yang terjadi. Peneliti juga melihat kejadian, fenomena dan
pengalaman sesuai dengan kaca matanya. Penelitian ini mengumpulkan data
melalui non-participant observation, yaitu peneliti turut masuk kedalam
populasi objek studi hanya untuk mengamati kelakuan, interaksi dan
fenomena yang terjadi dan tidak memiliki peran atau andil dalam merubah
kondisi atau fenomena di lapangan.70
Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak bisa
didapatkan dengan metode observasi dan dokumentasi data arsip.
Pengamatan ini juga dilakukan sebagai rujukan apakah informan
memberikan jawaban sesuai dengan fakta yang terjadi atau tidak. Meskipun
demikian, memungkinkan pula terjadi bias dalam pengamatan ini karena
pengamatan ini hanya berdasarkan pengamatan dengan mata dan pemikiran
peneliti pribadi murni dan tidak memperhatikan pendapat-pendapat yang
mungkin orang lain miliki terkait pengamatan tersebut.
69
Burham Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2011) cet. Ke-5 hal. 68-69 70
Dawn Snape, Liz Spencer dkk. Qualitative Research Practice, (Wiltshire, Great Britain The Cromwell Press Ltd: 2003) hal. 35
39
Peneliti menggunakan protokol observasi selama pengamatan
berlangsung. Protokol ini diharapkan mampu membimbing dan
mengarahkan peneliti untuk mengamati subjek penelitian secara terarah
sesuai dengan tujuan penelitian. Ketelitian, kepekaan dan kesigapan peneliti
sangat diperlukan dalam melakukan pengamatan ini.
Peneliti mengamati kejadian yang terjadi selama pembelajaran PAI di
kelas dalam jam pembelajaran efektif, peneliti juga mengamati perilaku
siswa SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan yang berkaitan dengan
Pendidikan Agama Islam dan resiliensi diri. Hasil pengamatan tersebut akan
menjadi sumber bagi penulis untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru
Pendidikan Agama Islam dalam membentuk resiliensi siswa.
2. Wawancara
Wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah semi-
structured interview, dimana peneliti membuat pedoman wawancara terkait
peranan guru PAI dalam membentuk resiliensi siswa SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan. Peneliti tidak terpaku hanya kepada pedoman
wawancara tersebut, akan tetapi peneliti akan mengikuti alur jawaban
informan juga agar mendapat pemahaman dan pengertian yang utuh akan
maksud informan.71
Jenis pertanyaan yang akan dilontarkan peneliti kepada interviewee
adalah pertanyaan open-ended. Peneliti akan memahami segala hal yang
dijabarkan oleh informan untuk kemudian memilah dan menelaah hasil
wawancara tersebut sesuai kebutuhan penelitian. Pertanyaan open-ended
akan memungkinkan informan untuk tidak membatasi jawabannya dan
mengikuti alur pembicaraan yang terarah sesuai dengan pedoman topik
wawancara semi terstruktur ini.72
71
Beverley Hancock, Elizabeth Ockleford dkk, An Introduction to Qualitative Research, (The National Institute of Health Research Research Design Service Eeast Midlands/ Yorkshire and the Humber, 2009) hal. 16
72Robert Y. Kin, Qualitative Research Method from Start to Finish, (Neew York: The
Guilford Press, 2011) hal. 135
40
Pertanyaan terbuka ini secara alami akan memberikan kesempatan
bagi peneliti dan juga pihak yang diwawancara untuk mendiskusikan topik
secara mendalam dan lebih detail. Jika informan hanya mampu menjawab
secara singkat atau memiliki kesulitan untuk menjawab, maka peneliti perlu
mampu mendukung informan bisa menjawab pertanyaan dengan jawaban
lebih lengkap dan detail dengan cara peneliti memberikan respon-respon
dan gaya bahasa serta intonasi yang sesuai dengan keadaan dan psikologis
informan. Peneliti tidak perlu membuat informan menjadi terpojok atau
kesulitan selama wawancara karena jika demikian akan terjadi bias dalam
hasil wawancara, maka peneliti juga perlu memiliki kemampuan dalam
mendengarkan dengan baik, menjadikan wawancara untuk mengumpulkan
data dengan berbagi kisah dan rasa yang sebenarnya mengenai topik yang
diteliti.73
Pedoman topik wawancara ini akan tercantum dalam pedoman
wawancara yang peneliti rancang untuk melakukan wawancara yan
mendalam dan terarah. Selain terdapat topik wawancara, prosedur dan
kebutuhan dalam wawancara juga tercantum dalam pedoman wawancara
agar peneliti dapat memastikan wawancara berjalan optimal sesuai dengan
yang direncanakan.
Informan yang akan peneliti wawancara terbagi menjadi dua, yaitu
informan pelaku dan informan pengamat. Informan pelaku adalah orang-
orang yang memberikan keterangan langsung akan dirinya, perbuatannya,
sikapnya dan interpretasinya akan suatu fenomena yang terjadi, sedangkan
informan pengamat adalah orang-orang yang menjadi saksi akan suatu
kondisi atau memberikan informasi dari hasil pengamatan dan
pengetahuannya.74
Informan pelaku dalam penelitian ini adalah:
73
Beverley Hancock, Op. Cit., hal. 17 74
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2015) cet. Ke-2 hal. 139
41
a. Guru Pendidikan Agama Islam
b. 3 siswa yang mengalami adversity
3. Dokumentasi dan data arsip
Dokumentasi merupakan penggalian data yang peneliti lakukan
dan dapatkan dari sumber non-manusia. Dokumentasi ini dilakukan guna
mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber yang telah ada.
Penggunaan dokumen ini tidak lain untuk membantu peneliti dalam
melakukan verifikasi ejaan dan jusul atau nama yang benar dari organisasi-
lembaga/pihak terkait dan peneliti akan mendapatkan rincian spesifik demi
mendukung informasi dari sumber-sumber lain yang telah ia dapatkan
dengan metode yang berbeda.75
Setelah menemukan data-data yang dibutuhkan, peneliti akan
langsung melakukan review hasil data yang dikumpulkan. Untuk
memastikan apakah data yang telah dikumpulkan telah mencukupi atau
belum, jika sudah maka peneliti akan melanjutkan ke tahap penelitian
pengujian keabsahan data.
Sumber data primer yang peneliti gunakan adalah buku tentang
Guru Pendidikan Agama Islam dan juga resiliensi, sedangkan untuk
sumber data sekunder, peneliti mengumpulkan data-data dan dokumentasi
dari sekolah.
D. Instrumen
Dalam penelitian studi kasus, peneliti membutukan protokol studi kasus
demi menunjang berjalannya penelitian secara akurat dan optimal. Protokol ini
merupakan cara untuk meningkatkan reliabilitas penelitian studi kasus dan
membimbing peneliti itu sendiri untuk fokus terhadap hal-hal yang perlu ditelaah,
diamati dan diteliti. Dengan memiliki protokol studi kasus ini, peneliti akan
memiliki gambaran secara jelas tentang pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
75
Robert K. Yin, Op. Cit., hal. 104
42
cara-cara menjawab pertanyaan penelitian dan juga menjadi lembar cek apakah
data sudah mencukupi apa belum.76
1. Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci dari
penelitian. Oleh karena itu, validitas dalam metode ini banyak bergantung
pada kemampuan, keterampilan serta kecermatan peneliti yang melakukan
penelitian baik melalui studi pustaka dan literatur maupun melalui
pengamatan dan wawancara.77
Peneliti memiliki peran yang sangat vital dalam penelitian ini, karena
data dan informasi yang dikumpulkan, kejadian yang diamati, realita yang
dibangun serta analisis data semuanya melalui mata, telinga dan
pemikirannya. Maka untuk mencegah terjadinya bias dalam hasil penelitian,
peneliti akan melakukan validitas untuk menjamin keabsahan data yang
diperoleh oleh peneliti.78
2. Matriks Variabel Penelitian
Peneliti merancang matriks variabel untuk memetakan pertanyaan-
pertanyaan dan topik apa yang akan diajukan dan diamati selama proses
pengumpulan data. Variabel ini mengacu pada referensi dan teori terkait
peranan guru Pendidikan Agama Islam dan resiliensi siswa
76
Ibid., hal. 83-84 77
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2013) cet. Ke-13 ed. Ke-3 hal. 186
78Marilyn Lichtman, Qualitative Research in Education A User’s Guide, (Amerika: SAGE
publication, 2013) hal. 21-22
43
VARIABEL DIMENSI KARAKTERISTIK
Peran guru
Pendidikan
Agama Islam
Pembina 1. Membimbing peserta didik
2. Mencegah anak memiliki akhlak
yang buruk
3. Mengarahkan murid untuk
menjadi pribadi yang berakhlak
mulia
4. Membantu siswa untuk bersiap
dalam menghadapi berbagai
masalah
Spiritual Father 1. Tidak mengutamakan materi
(zuhud)
2. Mengajar untuk mencari ridha
Allah SWT (Zuhud)
3. Tidak berselisih
4. Ikhlas dalam pekerjaan
5. Pemaaf
6. Menjadi orangtua sebelum
menjadi seorang guru
7. Mengetahui tabiat siswa
8. Menguasai mata pelajaran
Role Model 1. Postur psikologis yang tampak
dalam masalah-masalah penting
2. Penggunaan gaya bahasa
3. Gaya dalam bekerja yang optimal
4. Menjadikan kesalahan sebagai
pengalaman
5. Menggunakan pakaian yang sopan
dan rapi
6. Mewujudkan pergaulan berbasis
moral dan etika
7. Berpikir untuk memecahkan
masalah
8. Mengambil keputusan yang
rasional dan intuitif
9. Memiliki gaya hidup sehat
Resiliensi
dalam Islam
Hijrah 1. Meninggalkan keburukan
2. Bertekad untuk menjadi pribadi
yang lebih baik dari sebelumnya
3. Mendekatkan diri kepada Allah
SWT
Sabar 1. Tidak berkeluh kesah dalam
menghadapi masalah
2. Tegar dalam menghadapi masalah
3. Jarang merasakan gelisah
44
4. Mampu menahan hawa nafsu jahat
Shalat 1. Mendirikan shalat 5 waktu
2. Khusyu‟ dalam shalat
3. Memiliki ketenangan pikiran
4. Dzikir dan do‟a setelah shalat
Ikhtiyar 1. Berusaha mencapai tujuan dengan
sungguh-sungguh
2. Tidak putus asa
Tawakkal 1. Memelihara diri dari keinginan
dirinya
2. Memasrahkan segala yang terjadi
adalah kehendak Allah SWT
Ikhlas 1. Menjadikan Allah sebagai satu-
satunya sesembahan
2. Menjadikan Allah sebagai tujuan
dalam melakukan segala perbuatan
3. Tidak menyukai kepopuleran
4. Menganggap diri melebihi batas di
sisi Allah SWT
5. Menyembunyikan amal kebajikan
45
3. Protokol observasi
Protokol observasi perlu mengandung hal-hal yang perlu diperhatikan
selama observasi, yaitu:
a. Peneliti mendapat akses untuk mewawancarai informan
b. Bahan-bahan utama penunjang observasi lapangan, seperti: kertas,
pensil, klip, lembar protokol observasi
c. Peneliti perlu memperhatikan tempat dilaksanakannya wawancara.
Tempat yang dipilih merupakan tempat terjadinya fenomena atau
kejadian yang ingin diteliti. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan
pengamatan di ruangan kelas selama pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
d. Membuat jadwal-jadwal yang jelas untuk melakukan pengumpulan
data79
4. Pedoman wawancara
Pedoman wawncara dalam penelitian ini bukanlah daftar pertanyaan
baku yang akan diajukan oleh peneliti kepada informan, melainkan daftar
tema dan topik yang akan didiskusikan bersama informan. Pertanyaan
terbuka ini akan memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Aspek yang akan
ditulis dalam pedoman wawancara adalah sebagai berikut:
a. Informasi biografis, demografis dan pribadi informan. Untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan informan, peneliti menjamin
kerahasiaan informasi tersebut dan informasi pribadi ini akan peneliti
kodifikasi.
b. Topik. Tema dan topik besar yang akan peneliti diskusikan bersama
informan.
c. Jenis-jenis pertanyan:
1) Pengetahuan
79
Robert K. Yin, Op. Cit., hal. 88
46
2) Opini
3) Perasaan
4) Pengalaman
d. Fleksibilitas. Karena pertanyaan dalam wawancara ini semi terstruktur
dan terbuka, maka akan mungkin akan muncul pertanyaan di luar jenis
pertanyaan di atas, maka peneliti akan tetap merekam dan mencatatnya
sesuai dengan kategori dan tipe pertanyaan yang dilontarkan.80
E. Pengecekkan Keabsahan Data
1. Validitas
Validitas menunjukkan apakah hasil penelitian menjelaskan dan
mengukur apa yang harus dijelaskan dan diukur dan validitas akan
interpretasi data. Ada 5 macam validitas dalam penelitian kualitatif:
a. Validitas konstruk
Validitas konstruk mamperhatikan hal-hal yang ada dalam teori
namun tidak tertulis secara jelas dan juga tidak nampak oleh mata.
Oleh karena itu, validitas konstruk ini dilakukan dengan mengamati
dan mengukur perilaku yang menyediakan bukti dari konstruk ini.
Untuk memastikan konstruk dalam penelitian ini valid, peneliti perlu
memahami keterkaitan antaran teori dengan hasil penelitian dengan
memberikan bukti melalui hasil pengamatan dan pola pengamatan
yang jelas.81
b. Validitas isi/konten
Dalam validitas konten, peneliti akan melakukan pengecekkan
opersionalisasi dengan domain konten yang relevan dalam konstruk
penelitian. Validitasi ini dilakukan dengan cara, pertama,
mendefinisikan secara sistematis segala kemungkinan dalam perilaku
80
Marilyn Lichtman, Op. Cit., hal. 204 81
Sari Wahyuni, Qualitative Research Method: Theory And Practice, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2012) hal. 37
47
yang akan diukur dan diteliti dan kedua, meminta penilaian oleh para
ahli dalam bidang penelitian ini.82
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana akurasi metode dan teknik
penelitian dilakukan oleh peneliti atau bagaimana peneliti dapat memastikan
bahwa hasil penelitian, metode penelitian dan tujuan penelitian merupakan
kesatuan proses yang konsisten dan stabil. Peneliti harus mampu menjawab
apakah teori yang diangkat dalam penelitian ini memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya dan apakah data yang dikumpulkan dengan berbagai metode
sesuai dengan tujuan penelitian.83
Reliabilitas juga bisa menunjukkan hal-hal berikut:
a. Stabilitas pengamatan. Apakah hasil pengamatan akan sama saat
peneliti melakukan pengamatan di tempat dan waktu yang berbeda.
b. Bentuk paralel. Apakah peneliti akan membuahkan hasil pengamatan
dan interpretasi yang sama dengan apa yang fenomena lain yang ia
amati selama pengamatan
c. Reliabilitas antar peniali. Apakah pengamat atau peneliti lain
memiliki kesamaan kerangka teoritis dan juga pengamatan fenomena
yang sama akan memiliki interpretasi yang sama pula atau tidak.84
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan salah satu cara untuk menguji validitas dan
kredibilitas data yang telah didapatkan dan dikumpulkan oleh peneliti.
Pelaksanaan teknis untuk menguji keabsahan data dengan melakukan
triangulasi menurut Denzim dalam Burhan Bungin adalah sebagai berikut:
a. Triangulasi kejujuran peneliti
Peneliti adalah subjek utama juga instrumen penting dalam
penelitian kualitatif. Namun sebagai manusia, boleh jadi peneliti
82
Ibid., hal. 39-40 83
Sari Wahyuni, Op. Cit., hal. 45 84
Lois Cohen, Lawrence Manion dan Keith Morrison, Research Methods in Education, (Routledge, 2007) ed. 6 hal. 148
48
melakukan hal-hal yang dapat merusak kejujuran dan subjektivitasnya
sebagai seorang peneliti. Maka perlu bagi peneliti untuk melakukan
proses verifikasi terhadap hasil penelitiannya untuk meminta bantuan
peneliti lain dalam menguji data yang telah dikumpulkannya dan untuk
memastikan apakah data yang ia miliki sesuai dengan realita yang
terjadi atau tidak.85
b. Triangulasi dengan sumber data
Penelitian kualitatif membutuhkan beberapa sumber data untuk
diinterpretasi, yaitu: Catatan observasi, hasil wawancara dan
dokumentasi data arsip. Triangulasi sumber data dilakukan dengan
tujuan untuk menguji derajat kepercayaan informasi-informasi dan
data yang dikumpulkan dengan membandingkan satu data dengan data
yang lain. Teknis melakukan triangulasi sumber data menurut
Moleong dalam Burham adalah dengan membandingkan suatu data
dengan data lain, seperti membandingkan hasil pengamatan dengan
hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan pendapat
orang umum, membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi
data yang ada dan membandingkan hasil wawancara pada hari tertentu
dengan hari lainnya. Triangulasi ini yang kemudian diharapkan
menghasilkan baik persamaan dan keterkaitan antara satu data dengan
data lainnya maupun alasan-alasan terjadinya perbedaan.86
c. Triangulasi dengan metode
Triangulasi dengan metode ini sejalan dengan triangulasi
sumber data dengan membandingkan satu metode pengumpulan data
dengan metode lainnya. Peneliti perlu memastikan apakah informasi
yang didapat dengan metode wawancara sama dengan metode
observasi, apakah informasi yang dikumpulkan dengan metode
observasi sesuai dengan informasi yang didapat dari dokumentasi data
85
Burham Bungin, Op Cit., hal. 264 86
Ibid., hal. 265
49
arsip dan apakah hasil informasi metode observasi sesuai dengan
metode wawancara. Peneliti perlu menemukan keasamaan data dengan
metode yang berbeda, maka dari itu jika terdapat perbedaan informasi
dengan metode-metode yang dilakukan, peneliti harus dapat
menjelaskan perbedaan tersebut.87
d. Triangulasi dengan Teori
Menurut Bardiansyah dalam Burham, triangulasi dengan teori
dilakukan dengan mengorganisasikan data dengan memikirkan alur
pikiran dan logika dan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi dapat ditunjang kebenarannya oleh teori apa tidak. Peneliti
dianggap memiliki derajat kepercayaan hasil penelitian yang tinggi
saat peneliti belum dapat menemukan informasi yang cukup kuat
untuk menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh.88
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif berbeda dengan analisis data
penelitian kuantitatif. Menurut Hatch, Analisis merupakan pengorganisasian
dan pengkajian data yang memungkinkan bagi peneliti untuk melihat pola,
mengidentifikasi tema, menggali keterkaitan dan hubungan, mengembangkan
penjelasan, menginterpretasi, mengkritik atau menggeneralisasikan teori.
Analisis sering melibakan sintesis, evaluasi, intrpretasi, kategorisasi,
hipotesisasi, perbandingan dan penemuan pola. Peneliti selalu melibatkan
kemampuan intelektualnya untuk memahami data kualitatif yang
diperolehnya.89
Peneliti menerapkan analisis data model Miles dan Huberman dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Reduksi data
87
Ibid., 88
Ibid., hal. 266 89
Research Support Gorup at the Social Science Research Lab, Qualitative Research Introduction, Center for Teaching and Learning, American University, Washington DS, hal. 1
50
Peneliti akan menelaah dan menyeleksi data mentah yang telah
terkumpul guna memilih data yang diperlukan dan sesuai dengan
penelitian dan yang tiak sesuai. Lalu peneliti akan membuat sebuah
pola yang besar atau biasa juga disebut tahap pengkodifikasian data
mentah yang akan memudahkan peneliti untuk memasuki ke tahap
selanjutnya yaitu Data Display.
b. Model data (Data Display)
Model data adalah suatu kumpulan informasi yang tersusun
dan dapat dijadikan kesimpulan, deskripsi dan pengambilan tindakan.
Pada umumnya, model data kualitatif bukanlah dalam bentuk angka,
melainkan berbentuk teks naratif. Peneliti akan merancang matriks
data kualitatif dalam tabel analisis.
c. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan
Langkah terakhir dari proses analisis data kualitatif model
Miles dan Hurben adalah penarikan dan verifikasi kesimpulan. data
akan disajikan secara interaktif dan sistematis agar peneliti dan
pembaca memahami alur penelitian secara utuh. Peneliti akan
mengambil kesimpulan secara jelas dengan melakukan alanalisa
interaktif antar data yang dikumpulkan, yaitu wawancara, observasi
serta dokumentasi.90
90
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) cet. Ke-2 hal. 131-135
51
Rumusan Masalah
Pengumpulan Data Alur Kerangka Berpikir
Skema Kodifikasi
Potongan Kodifikasi
Reduksi Data
Data Display
Penarikan Kesimpulan
Membuat
memo
Pencaria
n kata
Penhubunga
n data
Pengambilan
kembali
Bagan 3.1
Alur Analisis Data
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Sejarah SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan
SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan pertama kali didirikan pada
tahun 1987 dengan SK Pendirian nomor 490/L02/E.88 tanggal 5 Juli 1988
di bawah naungan Prof. Dr. H. Zakiah Daradjat. Pendirian sekolah ini
bertujuan untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang cakap dan dan
terampil dalam bidang ilmu yang digelutinya serta berakhlakul karimah.
Tujuan ini kemudian dirincikan lagi dalam bentuk visi misi sekolah.
Hingga saat ini, SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan telah berhasil
meluluskan tiga puluh angkatan dan telah tiga kali berada dalam kelompok
A selama proses akreditasi.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan
Visi dan Misi SMP Islam Ruhama terpambang jelas di dinding
depan ruangan guru. Penempatan visi dan misi sekolah di lokasi yang
strategis dan dipenuhi lalu lalang dari berbagai orang, mulai dari kepala
sekolah, guru, murid, staff hingga wali murid pun bisa melihatnya dengan
jelas. Hal ini juga bisa sebagai pengingat berbagai kalangan terkait visi
mimsi sekolah yang harus dijaga dan dilakukan secara sinergi dan
bersama-sama.
Visi SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan:
“Unggul dalam Ilmu Pengetahuan Dasar yang Berlandasskan iman
dan taqwa.”
Misi SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan:
a. Mendidik siswa sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang
dilaluinya
b. Menanamkan wawasan ke Islaman dan kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat
53
c. Mempraktikkan Akhlakul Karimah dalam kehidupan sehari-hari
d. Mengembangkan minat dan bakat sesuai dengan potensi yang dimiliki
siswa.
Tujuan SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan adalah,
“membentuk insan yng berilmu, beramal dan bermoral serta
berkepribadian yang berwawasan Islami.”
3. Profil SMP Islam Ruhama
Nama Sekolah : SMP Islam Ruhama
Alamat Sekolah : Jl. Tarumanegara No. 67 Cirendeu
No. Telp : (021) 7499845
No. Fax : (021) 7499845
Kelurahan : Cirendeu
Kecamatan : Ciputat Timur
Kota Madya : Tangerang Selatan
Provinsi : Banten
Kode Pos : 15419
Nama Kepala Sekolah : Drs. Juhdi Asidi
Status Sekolah : Swasta
Standar Sekolah : Tingkat Akreditasi A
Keadaan Gedung : Permanen
Nomor Statistik Sekolah (NSS) : 202280310021
Nomor Pokok Sekolah Nasional
(SPSN)
: 20603523
Tahun didirikan/dibangun : 1987
Status Tanah : Milik Sendiri
B. Analisis Data dan Pembahasan
1. Identitas Informan
54
3 informan ini terdiri dari 1 orang perempuan dan 2 orang laki-laki
yang duduk di kelas IX dengan kisaran umur sekitar 13-15 tahun.
Pemilihan ketiga informan ini berdasarkan tingkatan permasalahan yang
dialami, mampu bersosialisasi dan bertindak normal seperti biasa
meskipun memiliki masalah yang cukup berat. Setelah pemilihan informan
siswa, peneliti melakukan wawancara dan pengamatan mengenai resiliensi
yang dibina oleh guru PAI kepada masing-masing informan dengan
penanaman aklak mulia seperti hijrah, sabar, tawakkal, ikhlas dan ikhtiyar
serta pembiasaan shalat 5 waktu.
Siswi dengan nama Sarah adalah siswi kelas IX berusia 14 tahun
yang tinggal bersama Ibu sebagai orangtua tunggal, Kakek, Nenek dan
Adik yang sehari-harinya tinggal di pondok pesantren. Ia tinggal di daerah
tidak jauh dari sekolah. Sarah tidak begitu aktif di kelas namun ia selalu
mengerjakan tugas tepat waktu. Meskipun terlihat pasif saat kegiatan
pembelajaran, ia tidak menunjukkan kemurungan ataupun kesedihan di
wajahnya.
Siswa bernama Andi adalah siswa yang pernah mengalami
kecelakaan saat ia mengendarai sepeda motor. Ia tinggal dengan kedua
orangtua dan adiknya. Di sekolah ia tampak seperti siswa biasa pada
umumnya, mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman sebayanya
dan juga para guru, meskipun cenderung ke pasif dengan tidak memulai
pembicaraan sebelum ada yang menanyainya terlebih dahulu.
Jono adalah siswa berusia 14 tahun yang tinggal bersama Ayah,
Ibu dan Adiknya. Ia berangkat ke sekolah dan pulang dari sekolah dengan
membawa sepeda motor sendiri. Ia adalah siswa yang periang dan senang
membuat suasana di kelas menjadi ramai dengan candaannya.
Guru PAI dalam penelitian ini adalah seorang perempuan dengan
kisaran umur 35-40 tahun. Ibu Lia sebagai guru PAI telah mengajar di
SMP Ruhama lebih dari 5 tahun. Sebelumnya Ibu Lia pernah mengajar di
TK di daerah tidak jauh dari rumahnya, Sarah pernah menjadi murid Ibu
Lia saat ia duduk di Taman Kanak-Kanak.
55
2. Problematika Informan Siswa
Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2018 sampai bulan
September 2018. Proses awal dalam penelitian ini dimulai dengan studi
pendahuluan terkait problematika yang terjadi di SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan dan Resiliensi siswa. Peneliti menemukan beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh beberapa siswa di SMP Islam Ruhama
Tangerang Selatan bersumber dari masing-masing siswa kelas IX dan guru
PAI, yakni:
a. Perceraian orangtua
b. Broken Home
c. Kecelakaan
d. Meninggalnya sanak saudara
e. Bullying
Ditinjau dari kelima problematika di atas dan juga siswa yang
mengalami adversity tersebut, peneliti memilih 3 informan kunci dari
pihak siswa. Problematika yang dihadapi oleh Sarah adalah perceraian
orangtua. Orangtuanya bercerai sejak ia masih berumur 5 tahun. Sampai
saat ini ia tinggal dengan Ibu sebagai orangtua tunggal, Kakek, Nenek dan
adiknya yang menetap di pondok pesantren. Ia tidak pernah menceritakan
hal ini kepada guru karena baginya, kebanyakan orang bertanya kepadanya
terkait maslaah yang dihadapinya hanya ingin tahu bukan karena peduli
dan ingin membantu. Lain halnya dengan Ibu Lia yang sudah mengetahui
hal ini sejak Sarah masih TK. Kini Ayah Sarah telah menikah dengan
wanita lain dan tinggal bersama keluarga barunya. Ayah Sarah rutin setiap
bulannya membayar iuran sekolah Sarah dan Adiknya, terkadang juga
memberikan uang jajan meskipun tidak rutin. (Wawancara Sarah, 28
Agustus 2018)
Andi mengalami kecelakaan motor saat ia berusia 12 tahun dan
duduk di kelas VII. Usianya yang masih belia dalam mengendarai
kendaraan bermotor membuatnya lengah dan belum terlalu mahir dalam
mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Ia berusaha untuk
56
menyalip mobil di depannya dan tidak melihat ada motor dari arah
depannya yang sedang berpacu dengan kecepatan tinggi. Alhasil,
keduanya bertabrakan di tengah jalan raya. Andi mengalami luka ringan
dan trauma untuk mengendarai motor lagi. Ia tidak henti memeluk
orangtuanya karena ketakutan dan juga merasakan nyeri dan sakit dari
lukanya. (Wawancara Andi, 28 Agustus 2018)
Ayah Jono pernah mengidap penyakit stroke dalam waktu yang
cukup lama. Usai pulih dari penyakit stroke yang dialaminya, sang Ayah
mulai melakukan hal yang membuat Jono sedih dan ketakutan. Sang Ayah
kerap mengusir Jono, Ibu serta adiknya dari rumah dengan nada bicara
yang tinggi dan kasar. Semakin sering Ayah mencoba untuk mengusir
anak dan istrinya dengan penuh emosi yang tak terkendali, Jono mulai
terbiasa dalam menghadapi tempramen Ayahnya yang naik turun.
Meskipun demikian, Jono tidak menampakkan wajah murung dan
sedihnya di sekolah, karena sekolah adalah tempat teraman baginya saat
ini, tempat yang bisa membuatnya kembali dalam keadaan tenang dan
senang. (Wawancara Jono, 28 Agustus 2018)
Dari ketiga masalah yang dihadapi oleh masing-masing informan
siswa, Ibu Lia sebagai guru PAI tahu secara detail mengenai masalah
Sarah dan orangtuanya karena tepat saat kejadian Ibu Lia juga menjadi
gurunya. Namun untuk keadaan terkini, Ibu Lia tidak begitu mengetahui
kondisi keluarga Sarah. Begitu pula untuk masalah Andi dan Jono. “Kalau
secara rinci siswa yang rumahnya jauh saya nggak tau kecuali kebetulan
dia tetangga saya saya tau, tapi kalau mereka kadang cerita sama saya
tau.” (Wawancara Guru PAI, 28 Agustus 2018)
3. Resiliensi Informan Siswa
Anak-anak dan remaja masa kini menghadapi masalah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan permasalahan yang dihadapi anak-anak
dan remaja sekitar 50 tahun lalu. Pesatnya perkembangan teknologi dan
telekomunikasi, membuat yang jauh menjadi dekat dan juga sebaliknya.
57
Beban dan tuntutan anak-anak dan remaja yang semakin tinggi pula untuk
menguasai berbagai macam hal dengan harapan sang anak akan dapat
menjadi pribadi yang bermanfaat dan mandiri di hari nanti kerap membuat
anak merasa tertekan, depresi dan tidak bahagia.
Tugas orangtua dan guru bukanlah membuat dunia menjadi lebih
mudah bagi sang anak, namun bagaimana membuat anak siap menghadapi
beragam tantangan dan cobaan mendatang. Resiliensi menjadi bekal utama
bagi anak untuk memiliki pribadi yang tegar dan kuat dalam kuatnya arus
kompetisi masa kini.
Seorang anak yang memiliki resiliensi dalam dirinya memiliki
kriteria dan ciri khas yang tampak dalam pribadinya sehari-hari. Resiliensi
bukanlah hal yang dibawa melalui gen atau dibawa sejak lahir, melainkan
suatu kemampuan yang terus menerus ditanam dan kembangkan dalam
kepribadian anak secara konsisten.
Menurut Robert Brooks dan Sam Goldstein, seorang anak yang
resilien memiliki ciri khas seperti berikut:
a. Mampu membuat tujuan dan harapan yang realistik
Ketiga informan memiliki tujuan terdekat yang sama
yaitu mendapatkan nilai yang tinggi agar dapat memilih
sekolah favorit yang diminati. Tujuan dan harapan ini dibangun
dengan dukungan keluarga, guru dan teman sebayanya.
b. Mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
Bagi Sarah, permasalahan yang menimpa keluarganya
merupakan salah satu dari takdir Allah. Ia tidak bisa membantu
kedua orangtuanya dalam memilih keputusan Ayah dan Ibunya
perceraian karena ia masih sangat belia saat itu. Namun untuk
reaksi pribadinya terhadap masalah yang dihadapinya selama
kurang lebih 8 tahun telah membuatnya terbiasa untuk tegar
dalam menghadapinya.
58
Begitu juga dengan Sarah, apa yang terjadi pada
orangtuanya Jono adalah hal di luar kuasa Jono. Ia tidak bisa
mengatur sang Ayah untuk melakukan semua hal yang
diinginkannya. Jono hanya mampu menanggapi Ayah Jono
dengan sabar dan telaten dalam merawatnya. Meskipun
terkadang Jono merasa takut dan kesal, tapi ia lebih sering
menghilangkan rasa itu demi kebaikan keluargana.
Andi yang saat kejadian masih menjadi siswa baru di
SMP Islam Ruhama Tangerang Selatan bingung untuk
memutskan apa yang perlu dilakukannya. Ia hanya bercerita
kepada orngtua dan teman baiknya dan kemudian melakukan
pengobatan secara rutin hingga ia sembuh secara fisik dan
psikis.
c. Memiliki kepercayaan diri dalam menentukan keputusan
Andi belum memiliki kepercayaan penuh pada dirinya
saat menentukan sebuah keputusan. Ia biasa terlebih dahulu
menanyakan kepada orang yang menurutnya lebih paham akan
masalahnya seperti orangtua dan teman terdekat untuk
meyakinkan bahwa keputusannya sudah sesuai.
Sarah dan Jono terbiasa untuk memndam apa yang
sedang dipikirkan dan dirasakannya. Begitu juga dalam hal
membuat sebuah keputusan, mereka yakin pada diri sendiri
keputusan yang mereka ambil selama ini adalah yang terbaik,
selama keputusan tersebut tidak mengganggu kenyamanan
orang lain.
d. Memandang kesalahan yang diperbuat atau dialaminya sebagai
sebuah tantangan untuk menjadi lebih baik
Apa yang menimpa Sarah dan Jono bukanlah kesalahan
murni ang dibuat oleh keduanya. Meskipun demikian, Jono
tidak sepenuhnya menyalahkan tempramen Ayahnya yang
59
kerap mengusir keluarganya. Sarah masih memandang sang
Ayah lah sumber kesalahan dari perceraian kedua orangtuanya.
Mereka memandang masalah yang dihadapinya adalah bagian
dari takdir Allah dan fase kehidupan yang perlu mereka hadapi.
Pasca kecelakaan yang menimpanya, Andi menjadi
lebih berhati-hati saat mengendarai kendaraan bermotor. Ia
tidak mau apa yang telah menimpanya terulang lagi.
e. Memahami bagaimana strategi terbaik dalam menghadapi
masalah
Strategi terbaik menurut masing-masing informan
adalah menghadapi masalah dengan kepala dingin dan tidak
emosi. Sarah memilih untuk diam saja meskipun ia merasa
sedih dan kecewa, begitu pula Jono. Andi lebih
mempercayakan orangtuanya untuk mendengarkan keluh
kesahnya sehingga ia bisa merasa lebih lega dan dapat
bergantung pada dukungan dan pertolongan orangtuanya.
f. Konsep diri yang penuh dengan kekuatan dan kemampuan
Apa yang telah menimpa Sarah sebenarnya membuat
Sarah tumbuh menjadi anak yang tidak begitu semangat dan
ceria dalam kesehariannya. Ia dibayangi ketakutan akan
kesedihan dan kekecewaan Ibunya. Dibalik semua rasa itu,
Sarah memilih untuk tetap tegar dan sabar demi kebaikan
keluarga, terutama sang Ibu.
Jono selalu percaya pada dirinya bahwa ia memiliki
keukuatan dan kendali penuh atas dirinya. Terlepas dari apa
yang menimpanya, dialah yang mampu memutuskan apa yang
terbaik bagi dirinya. Ia memilih untuk bersikap bijak di sekolah
dengan tidak membawa permasalahan yang terjadi di rumahnya
dan fokus pada pembelajaran dan bergaul dengan temannya.
Begitu pula Andi, sebagai laki-laki ia merasa malu untuk
terlihat lemah di hadapan teman-temannya, oleh karena itu ia
60
memilih untuk menunjukkan kekuataan dan percaya dirinya
bahwa ia bisa menghadapi masalah yang dihadapinya.
g. Mampu mengembangkan kemampuan interpersonal
Dari ketiga informan, Jono lah yang terlihat lebih aktif
dalam percakapan dan komunikasi dengan sesama. Jono pandai
memecah suasana dengan candaan dan jenakanya. Ia dikenal
sebagai orang yang ceria karena tidak semua orang tahu apa
yang sebenarnya dirasakan dan sedang dihadapi oleh Jono.
Andi dan Sarah tidak terlibat begitu banyak percakapan dengan
teman-teman dan guru kecuali dengan teman dekatnya.
h. Merasa nyaman dalam mencari bantuan dari orang lain91
Menjadi pribadi yang resilien bukanlah menjadi pribadi
yang meniadakan bantuan orang lain dalam kehidupannya.
Setiap orang membutuhkan bantuan dari orang lain sesuai
dengan kemampuannya. Orang yang mempercayakan orang
lain untuk membantunya akan merasakan diriya lebih dihargai,
dicintai dan dianggap keberadaannya. Sarah kerap bercerita
kepada Ibunya tentang masalah-masalah yang dihadapinya,
begitu pula Andi. Jono sendiri lebih memilih untuk
memecahkan masalahnya sendiri selama ia mampu
menyelesaikannya tanpa membuat orang lain dibuat repot
olehnya.
Dalam Pendidikan Agama Islam tingkat Sekolah Menengah
Pertama, ada nilai-nilai yang diajarkan secara konsisten berkaitan dengan
resiliensi siswa, yakni hijrah, sabar, ikhtiyar, tawakkal, ikhlas dan
pembiasaan shalat 5 waktu.
Sabar adalah suatu kondisi seseorang mampu mengendalikan
emosinya, tidak terbawa amarah dan berpikir positif.92
Al Jauziah dalam
91
Robert Brooks and Sam Goldstein, Nurturing Resilience Our Children, (Amerika: The
McGraw Hills Companies, 2002) hal. 6
61
Qurotul Uyun menyatakan bahwa kesabaran adalah ketenangan dan
ketabahan seseorag dalam menghadapi dan menerima penderitaan
sehingga ia mampu mengatasi masalah tanpa berkeluh kesah.93
Orang
bersabar akan selalu tenang dalam menghadapi masalah karena ia yakin
setelah kesulitan pasti ada kemudahan sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur‟an:
ن مع العسر يسراإ
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-
Insyirah 94:6)
Dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 45, sabar disandingkan
dengan kata shalat, hal ini menunjukkan bahwa sabar saja tidak cukup
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Umat muslim perlu mendirikan
shalat dengan kekhusyu‟an penuh agar hati selalu terpaut dengan Allah
SWT dan merasakan ketenangan juga kedamaian dalam hatinya.
Resiliensi dalam Islam juga disebut sebagai Hijrah. Secara
terminologi hijrah memiliki arti at-tarku yaitu berpindah, secara
terminologi, perpindahan tersebut bisa dilihat dari 2 aspek, yaitu
perpindahan fisik yang biasa disebut dengan hijrah makaniyah dan
perpindahan mental atau hati atau biasa disebut dnngan hijrah
maknawiyah/qalbiyah. Esesensi yang sama dari kedua perpindahan
tersebut adalah perpindahan menuju sesuatu yang lebih baik. Syahar dalam
Zahrotul Uyun menyatakan bahwa hijrah adalah kemampuan seseorang
untuk berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik,
menjadikan masalah yang bersifat negatif menjadi sesuatu yang positif
92
Subandi, Sabar: Sebuah Konsep Psikologi, Jurnal Psikologi, Volume 38 No. 2, 2011,
hal. 215 93
Qurotul Uyun, Sabar dan Shalat Sebagai Meningkatkan Resiliensi di Daerah Bencana,
Yogyakarta, Jurnal Intevensi Psikologi, Vol. 4 no. 2 Desember 2012, hal. 256
62
untuk memperbaiki pribadinya. Hal ini sejalan dengan aspek-aspek
resiliensi dengan bersikap positif.94
Ikhtiyar adalah bagian langkah seorang muslim untuk menyelesaikan
masalah. Sabar tidak cukup menjawab rintangan yang ada, dibutuhkan
usaha keras dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan masalah itu
sendiri. Ikhtiyar adalah usaha seseorang secara optimal untuk mencapai
tujuan yang ia harapkan dan mendapatkan ridho Allah SWT. ikhtiyar
menjadi bagian aspek resiliensi yaitu kompetensi personal. Seseorang
paham akan kemampuan dan kelemahan yang ia miliki, maka saat ia
dihadapi sebuah masalah, ia akan mengerahkan segenap kemampuan yang
ia miliki dan juga memohon pertolongan orang lain untuk melengkapi
kekurangan yang ia miliki dalam menyelesaikan masalah tersebut.95
Manusia tidak dapat memastikan segala hal berjalan sesuai dengan
yang ia harapkan, karena tugas manusia adalah selalu berusaha dengan giat
dan menyerahkan hasil terbaik dari jerih payahnya kepada Allah SWT.
Sikap ini dinamakan dengan tawakkal, lebih rinci lagi, tawakkal adalah
saat seseorang menyerahkan segala sesuatu kepada kehendak Allah SWT
setelah ia berjuang dan berusaha untuk mewujudkannya.96
Menerima segala sesuatu dan melakukan sesuatu dengan ikhlas
adalah bagian dari resiliensi seseorang. Ikhlas adalah menerima segala
sesuatu karena Allah SWT. Seseorang yang menerima dengan lapang dada
dan ikhlas segala cobaan dan masalah yang ada akan selalu mendapatkan
ketenangan dan ketentraman dalam hatinya. Karena ia yakin, segala
sesuatu terjadi atas kehendak-Nya.97
94
Zahrotul Uyun, Op. Cit., hal. 2013 95
Mu‟ammar, “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiyar Dan Takdir dalam Pemikiran
Muhammad Al-Ghazali dan Nurcholis Madjid,” Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 2011. Dipublikasikan, hal. 37 96
Mohd Fathi Yakan Bin Zakaria, “Konsep Tawakkal dalam al-Qur‟an,” Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sultan Syarif Riau: 2013. Dipublikasikan. Hal. 20 97
Shofaussamawati, Ikhlas Perspektif Al-Qur‟an, Hermeuntik, Vo. 7 No. 2, 2013, hal. 379
63
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam mengenai kepribadian yang
resilien dalam Pendidikan Agama Islam, peneliti telah melakukan
wawancara dan pengamatan Informan siswa. Ada 7 aspek yang peneliti
amati dan wawancara kepada informan siswa sesuai dengan pengalaman,
pemahaman, kepribadian dan pendapatnya mengenai resiliensi yang
diajarkan oleh guru Pendidikan Agama Islam melalui nilai-nilai Islami,
yaitu:
a. Hijrah
Ibu Lia sebagai Guru PAI tidak secara rutin menyampaikan
terkait pentingnya hijrah dalam diri. Materi hijrah hanya
disampaikan pada mteri Sejarah Kebudayaan Islam, guru PAI
menekankan pengertian hijrah kepada Hijrah Makaniyah. Ketiga
responden menjawab makna hijrah yaitu berpindahnya seseorang
dari suatu tempat ke suatu tempat lainnya. Adapun penanaman
nilai hijrah pada informan Sarah tidak terlalu terlihat, karena saat
terjadi perceraian informan Sarah masih duduk di bangku TK dan
kini ia tinggal bersama ibu sebagai orangtua tunggal, adik, kakek
dan neneknya. Informan Andi membutuhkan waktu sektar 3
minggu pasca kelekaan hingga ia benar-benar merasa lebih baik
dan melupakan traumanya. Informan Jono mulai menampakkan
nilai Hijrah Maknawiyah dalam dirinya, ia mulai lebih rajin shalat
dan menggunakan pakaian rapih usai ayahnya sembuh dari
penyakit Stroke, ia juga mulai terbiasa dengan tempramen ayahnya
yang kerap mengusir ia, ibu dan adiknya dari rumah.
Sarah terbilang dalam usia dini saat orangtuanya bercerai,
pemahaman akan dampak setelah orangtuanya bercerai belum ia
pahami seutuhnya. Yang ia tahu adalah ia tidak akan tinggal
bersama Ayahnya lagi. Hal ini tidak berlangsung lama sampai ia
duduk di bangku Sekolah Dasar, dimana teman sebayanya masih
bisa berkomunikasi dengan baik dan tinggal bersama dengan kedua
orangtuanya. Perbedaan latar belakang tersebut kadang membuat
64
Sarah menjadi lebih murung daripada anak seusianya. Saat ia mulai
memasuki sekolah Menengah Pertama, ia mulai bisa mengontrol
emosi dan perasaannya di depan orang banyak.
Hijrah Maknawiyah yang dilakukan oleh Sarah adalah tidak
terus menerus berada dalam kesedihan akan kejadian yang
menimpa keluarganya. Ia memutuskan untuk tetap ceria seperti
anak-anak pada umumnya agar ia juga bisa menghibur dan tidak
membebani Ibunya.
Andi mengalami trauma pasca kecelakaan motor kurang
lebih selama 3 minggu. Dalam kurun waktu 3 minggu tersebut,
Andi tidak bisa dan tidak mau mengendarai sepeda motor
sendirian. Kejadian saat kecelakaan terjadi masih melekat dalam
ingatan Andi, dan hal itulah yang membuatnya terkurung dalam
ketakutan untuk mengendarai sepeda motor tersebut. Ia mulai
meninggalkan (hijrah) rasa takutnya setelah merasa lebih tenang
dan tidak melulu mengingat kejadian tersebut. Hingga saat ini,
traumanya berganti menjadi kehati-hatian yang semakin meningkat
agar tidak terjadi lagi kecelakaan akibat kelengahannya.
Jono merasa bersyukur Ayahnya sembuh dari penyakit
strokenya, namun setelah sembuh dari penyakit yang diidapnya,
justru sang Ayah menunjukkan kepribadian yang membuatnya
takut dan sedih, yakni mengusir keluarganya dari rumah. Jono tidak
tahu menahu mengapa Ayahnya kerap mengusir ia, Ibu dan
adiknya dari rumah yang mereka tinggali bersama. Baginya,
keadaan tersebut akan berangsur membaik kalau ia juga
menanggapinya dengan positif. Awalnya ia merasa marah saat
pertama kali Ayahnya menunjukkan perilaku tersebut, namun
seiring berjalannya waktu, Jono mulai terbiasa dan tidak
menjadikan hal tersebut sebagai permasalahan besar yang dapat
mengganggu kegiatan kesehariannya.
b. Shalat
65
Sarah selalu shalat 5 waktu setiap harinya meskipun tidak
selalu tepat waktu. baginya, shalat merupakan kewajiban bagi
setiap muslim yang tidak bisa ditawar-tawar. Keberadaan
mamahnya dirumah yang mengawasi kesehariannya juga membuat
ia selalu melaksanakan shalat. Selain pengetahuan akan kewajiban
shalat, pengawasan dari Ibu, ia juga memberikan alasan bahwa ia
tidak memiliki begitu banyak kegiatan yang dapat membuatnya
bisa menghindari waktu shalat. Oleh karena itu, ia selalu
melaksanakan shalat 5 waktu setiap hari.
Andi kerap melaksanakan shalat wajib setiap harinya, meski
terkadang tertinggal waktu shubuh karena bangun terlalu siang.
Begitu juga Jono, ia selalu melakukan shalat 5 waktu meskipun
sering dilanda kemalasan namun shalat harus tetap dijalankan.
c. Sabar
Nilai sabar adalah nilai yang guru PAI paling sering
sampaikan baik dalam setting pembelajaran maupun di luar kelas.
“Sabar itu juga sama saya sering terapkan ke mereka sifat sabar itu
misalnya dalam menghadapi teman-teman dalam pergaulan
mislnya teman udah punya buku paket ya sama juga dengan
keikhlasan itu ya kalian harus bersabar duu mungkin ini orangtua
belum mampu untuk membelikan gitu terus dalam pelajaran sabar
juga dalam artian pembelajaran juga mereka harus, bu kok saya ga
bisa bisa , ya sabar ya mungkin karena memang belum masuk ke
pelajaran kamu itu, ya sabar jadi jangan berputus asa untuk sealu
berusaha kalau belum dapet ya sabar belum dapet nilai sabar ya
berkaitan semua”. (Wawancara Guru PAI, 28 Agustus 2018)
Informan Sarah membagikan ceritanya mengenai masalah
keluarga dengan antusias meskipun matanya terlihat menahan air
mata. Ia merasa bangga hingga saat ini ia masih bisa bertahan
seperti teman lainnya terlepas dari masalah keluarga yang di
66
hadapinya. Mengenai masalah yang dihadapinya Sarah
mengungkapkan kesabarannya namun tidak mengenai
keikhlasannya“Sabar si udah tapi kalau ikhlasnya belum”
(Wawancara Sarah, 28 Agustus 2018).
Menghadapi sang Ayah, Sarah tidak melampiaskan
emosinya dengan kemarahan berkepanjangan, berteriak tidak
karuan atau perbuatan lainnya yang biasa dilakukan seseorang
untuk meluapkan amarahnya. Sarah memilih untuk diam dan
tenang demi kebaikan keluarganya. Karena ia khawatir jika ia
berontak, hal itu hanya akan memperumit permasalahan dan
membuat keluarganya terutama Ibu Sarah khawatir.
Usai kecelakaan, Andi langsung menceritakan kejadian
yang menimpanya kepada orangtuanya. Ia mengakui bahwa ia
merasakan sabar tapi ia tidak tahu yang dimaksud dengan sabar itu
apa. Ia tidak bisa menjelaskan sabar dengan kata-kata, ia
menyatakan bahwa ia sabar usai kecelakaan itu dengan terus
berdo‟a agar lekas sembuh dan dihindarkan dari kejadian dan
bahaya yang serupa.
Jono mulai merasa dalam puncak emosi saat Ayahnya
pertama kali mengusir ia dan keluarganya dari rumah. Namun,
karena ia tidak membalas api dengan api, pertengkaran tersebut
tidak pernah berujung ke hal yang lebih parah dari hal tersebut.
Jono lebih memutuskan untuk menghadapi Sang Ayah dengan
kesabaran penuh, selain untuk menenangkan tempramen Sang
Ayah, juga untuk menenangkan ketakutan Ibu dan adiknya.
d. Ikhtiyar
Guru PAI kerap menjelaskan kepada para siswa terkait
pentingnya penerapan ikhtiyar dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dalam pembelajaran. “ikhtiyar itu ya anak itu suruh
berusaha untuk mencapai pembelajaran, misalkan dia kurang, dia
67
harus berusaha untuk belajar” (Wawancara guru PAI, 28 Agustus
2018)
Ketiga informan bisa menjawab dengan baik mengenai
definisi ikhtiyar, adapun bentuk ikhtiyar yang kerap di lakukan
oleh ketiga informan adalah belajar dengan rajin di rumah. Ikhtiyar
lainnya yang berkaitan dengan masalah masing-masing informan
adalah tidak menyebarkan aib orangtua atau masalah keluarga ke
sembarang orang, melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan
masalah yang ada sehingga masalah terselesaikan dengan baik.
Sebagai anak pertama yang menjadi contoh bagi adiknya,
Sarah memilih untuk memutuskan keputusan yang bijak dan demi
kebaikan bersama dibandingkan untuk memenangkan egonya. Ia
memiliki tujuan dan harapan yang jelas untuk kehidupan
kedepannya. Untuk mencapai harapannya tersebut, Sarah telah
membayangkan dan memperkirakan usaha-usaha apa yang perlu ia
lakukan. Pun dalam belajar, ia berusaha seoptimal mungkin untuk
dapat memahami setiap mata pelajaran dengan baik.
Andi merasakan bahwa menghilangkan traumanya untuk
mengendarai sepeda motor tidaklah mudah. Ia butuh bantuan dari
orang sekitar seperti orangtua dan teman sebayanya. Usahanya
yang tidak pantang menyerah dalam mengalahkan ketakutan dan
trauma yang ada di dirinya membuatnya berhasil dalam
menaklukkan traumanya itu. Sekarang ia mulai kembali
mengendarai sepeda motor dengan baik dan kehati-hatian yang
lebih tinggi.
Permasalahan pribadi termasuk permasalahan keluarga
seperti yang dialaminya bukanlah hal yang perlu ia ceritakan
kepada semua orang. Baginya, menjaga nama baik keluarga juga
sebagai salah satu usahanya untuk menstabilkan keadaan
keluarganya. Ia bisa membedakan, kepada siapa ia bisa bercerita
mengenai masalah keluarganya dan kepada siapa ia harus menutupi
68
masalah ini.Sejauh ini, sekolah adalah tempat yang sangat
menyenangkan baginya, oleh karena itu ia memilih untuk tidak
membawa masalah keluarganya ke lingkungan sekolah, termasuk
kepada para guru.
Terlepas dari sikap Ayahnya yang tidak menyambut dengan
baik keberadaan ia, Ibu beserta adiknya di rumah, Jono masih
membantu Ibunya dalam merawat Ayah yang masih lemah pasca
penyakit stroke yang dialaminya.
e. Ikhlas
Penjelasan dan nasihat guru PAI kepada siswa termasuk
ketiga informan terkait ikhlas adalah sebagai berikut, “mereka itu
harus ikhlas dalam setiap menerima pelajaran, misalnya dia dapet,
udah berusaha, tapi dia dapet nilai jelek tapi ya saya ini kan untuk
belajar ikhlas jadi kamutuh harus bisa lebih berusaha lagi
seandainya dapet nilai jelek, jadi jangan, adatuh anak yang dapet
nilainyanya jelek, dirobek-robek gitu kertas ulangannya nah itu
maksudnya kamu bukan tergolong orang yang ikhlas gitu, ikhlas
itu dalam pembelajaran, terkadang saya terapkan juga misalkan
dalam kehidupan dia dengan orangtua gitu karena kita kan
ngembangin agama itu kan bukan hanya pembelajaran aja tapi juga
ke orangtua ke guru gitu ya saya terangkan ikhlas yang misalkan
kalian dikasih uang jajaan sekian nah itu kalian ga perlu memaki-
maki orangtua, kalian harus ikhlas, mungkin rezeki orangtua kalian
Cuma segini terus misalnya belum punya buku paket, itu ga perlu
marah-marah dengan orangtua kadang kan orangtua belum mampu
untuk membelikan, sudah saya sampaikan” (Wawancara Guru PAI,
28 Agustus 2018)
Sarah melakukan semampunya dalam menghadapi kejadian
yang menimpanya. ia sudah merasa sabar dalam menghadapi
Ayahnya, namun belum bisa ikhlas untuk menerima apa yang telah
69
diperbuat Ayahnya. Setiap ia merindukan sosok Ayah dalam
kehidupannya, yang terlintas di pikirannya justru kesalahan yang
telah diperbuat sang Ayah yang membuat keluarganya berantakan
hingga saat ini. Meskipun demikian, Sarah kerap menjabarkan
kebaikan yang hingga saat ini Ayahnya tetap lakukan seperti
membiaya sekolah ia dan adiknya, mengunjunginya di rumah, dan
juga memberikannya uang saku meskipun tidak rutin.
Andi menganggap kecelakaan yang menimpanya sebagai
pembelajaran untuk lebih berhati-hati dalam berkendara terutama
di jalan raya. Ia tidak mengutuk dirinya karena tidak berhati-hati
dan menyebabkan kecelakaan terjadi, ia memilih untuk
menjadikannya pelajaran dan membuatnya sadar pentingnya fokus
dan kehati-hatian saat berkendara.
Awalnya Jono tidak bisa merasa ikhlas atas apa yang telah
Ayahnya perbuaat terhadap ibu dan adiknya. Baginya seorang
Ayah seharusnya dapat melindungi dan membuat keluarga menjadi
merasa lebih aman, bukan malah membuat keluarganya merasa
terancam dan ketakutan. Namun semakin ia terbiasa dengan
perilaku yang ditunjukkan sang Ayah terhadapnya, ia mulai bisa
menerima perilaku Ayahnya sedikit demi sedikit.
f. Tawakkal
Guru PAI menyampaikan tawakkal lebih sering terkait
praktek „ibadah mahdhoh dalam keseharian. “Tawakkal ya kita
bina dia dalam ibadah dia untuk selalu bertawakkal kepada Allah
terus” (Wawancara guru PAI, 28 Agustus 2018) selain mengenai
ibadah, guru PAI juga menyampaikan pentingnya tawakkal setelah
selesai berikhtiyar dengan optimal.
Berserah diri kepada Allah SWT adalah hal yang selama ini
Sarah lakukan untuk menengakan pikiran dan hatinya. Ia tidak
begitu mengerti apa yang sejatinya terbaik bagi diri dan
70
keluarganya. Jadi yang terbaik baginya ialah berusaha dengan
seoptimal mungkin dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT
lewat do‟a dan keyakinan akan terkabulnya do‟a tersebut.
Ketakutan untuk mengendarai sepeda motor pasca
kecelakaan motor itu karena Andi dibayang-bayangi dengan
kesakitan dan tabrakan yang serupa atau bahkan lebih parah dari
yang ia alami. Tidak ada yang bisa menjamin ia akan selalu
selamat sampai tujuan, oleh karena itu Andi memutuskan untuk
melupakan rasa takutnya dan berdoa, berserah diri kepada Allah
untuk melindunginya selama di perjalanan.
Andi kerap menyebutkan nama Ayahnya setelah usai shalat
dalam do‟anya agar Ayahnya sadar atas apa yang dilakukannya dan
tidak mengulanginya lagi.
4. Faktor Pembentuk Resiliensi Informan Siswa
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi seseorang.
Ketiga faktor yang sangat berpengaruh dalam pembentukan resiliensi
dalam diri seseorang adalah sebagai berikut:
a. Diri sendiri (Faktor internal) 98
Sarah memiliki kepribadian yang lebih tangguh dibandingkan
dua informan lainnya dikarenakan dirinya lebih lama dalam
menghadapi adversitynya yaitu sekitar 7-8 tahun sejak perceraian
orangtua hingga kini ia duduk di kelas IX SMP. Ketangguhannya
ditunjukkan dengan kemampuannya yang semakin baik dalam
mengatur emosi dan perasaannya.
Setelah kecelakaan 2 tahun lalu, meski dibayang-bayangi
ketakutan akan kejadian tersebut, Andi mulai membangun kembali
keberanian dirinya dalam hal apapun, terutama dalam hal mengendari
kendaraan. Ia merasakan trauma dan ketakutannya hanya membuatnya
98Paula Fleshman dan Judy Schoenberg, The Resilience Factor, (New York: Girl Scouts,
2011) hal. 4
71
terjerembap lebih jauh ke dalam kegelapan yang membuatnya
tertinggal dengan teman-teman lainnya. Cara dan strategi yang ia
lakukan untuk bangkit adalah menghilangkan trauma yang
dimilikinya.
Jono melihat kejadian yang menerpa keluarganya sebagai
cobaan untuk keluarganya agar menjadi lebih kuat. Meskipun
terkadang ia lelah dengan perbuatan yang dilakukan Ayahnya
terhadap Ibu dan adiknya, ia tetap melakukan tanggung jawabnya
sebagai anak dengan merawat Ayahnya sehari-hari bersama Ibu dan
adiknya.
b. Keluarga (Faktor eksternal) 99
Keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan resiliensi
ketiga informan. Bagi Sarah, Ibu lah yang membuatnya bisa bertahan
hingga sekarang. Ibu yang kerap mengingatkannya untuk menjaga
emosi dan juga melaksanakan shalat 5 waktu. Sarah bisa menaklukkan
emosinya demi kebaikan dan kebahagiaan Ibunya, agar sang Ibu tidak
mengkhawatirkan dirinya dan bisa hidup bahagia seperti Ibu-Ibu
lainnya.
Bagi Andi, orang yang menjadi tempat pertama bercerita
adalah orangtuanya. Setiap ada masalah yang menimpanya ia akan
langsung bercerita secara terbuka kepada Ayah dan Ibunya. Kedua
orangtuanya terus mendukung Andi untuk mengembangkan dirinya
dan menjadikan dirinya lebih kuat dalam menghadapi berbagai
cobaan.
Sama seperti Sarah, Ibu adalah sosok yang sangat berpengaruh
dalam pembentukan kepribadian dan resiliensi Jono. Ibunya yang
lebih sering berhadapan dengan sang Ayah dan masih terlihat tegar
menjadi contoh nyata baginya untuk menghadapi tempramen
Ayahnya. Jono memutuskan tidak membalas perbuatan Ayahnya
99Ibid.
72
dengan emosi untuk menjaga dan melindungi Ibu dan Adiknya dari
bahaya dan ancaman yang lebih tinggi.
c. Komunitas dan lingkungan sekitar (Faktor eksternal) 100
Sekolah adalah bagian dari komunitas dan lingkungan sekitar
para informan hidup sehari-hari. Bagi ketiga informan, sekolah adalah
tempat yang menyenangkan dan aman bagi mereka. Segala
permasalahan yang mereka hadapi di rumah bisa mereka lupakan
sementara selama mereka berada di sekolah bersama teman-teman
sebayanya. Kebersamaan dengan teman-teman adalah alasan terbsear
bagi ketiga informan untuk senang saat memasuki lingkungan
sekolah.
Ada beberapa guru yang membuat informan nyaman berada di
sekolah. Sarah menyukai Ibu Eva (Guru Bahasa) karena kepekaannya
lebih dari guru-guru lainnya. Andi tidak begitu dekat dengan guru-
guru di sekolah, ia lebih memilih untuk bergaul hanya dengan teman-
temannya. Jono merasakan sangat senang untuk bercerita dengan Pak
Eko (Guru SBK) karena kepribadian Pak Eko yang peduli dan lucu.
5. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Membentuk
Resiliensi Siswa
Mengingat peran guru yang sentral dalam poros berjalannya
pendidikan, maka seorang guru selain memiliki peran sebagai pengajar
juga memiliki peran ganda dalam profesinya, seperti:
a. Pembimbing
Menjadi pembina bagi muridnya. Seorang guru memiliki peran
membina dan membimbing setiap anak didiknya dengan adil dan
bijaksana, binaan seorang guru kepada anak didik tentu akan
membekas di benak anak didik saat sang guru juga membina sang
murid dengan sepenuh hati. Tidak dapat menutup kemungkinan
seorang murid menghadapi masalah, saat itulah guru bermain perannya
100
Ibid.
73
sebagai pembina yang mampu membantu siswanya untuk memecahkan
masalah tersebut.101
Ibu Lia mengungkapkan bahwa ia kerap meluangkan waktu
dan memberikan bagi para siswa untuk berkeluh kesah terkait masalah
yang dihadapinya. Bimbingan yang dimaksud berupa nasihat, waktu
untuk bercerita dan juga bantuan dalam penyelesaian masalah.
Meskipun demikian, dari ketiga informan hanya Sarah yang
menceritakan masalah pribadinya kepada Guru PAI. Menurut Sarah,
“dia cenderung kalau ada yang bilang yaudah gitu doang, nggak
terlalu peka banget lah” (Wawancara Sarah, 28 Agustus 2018)
Selain menyediakan ruang dan waktu untuk siswa melakukan,
guru PAI juga membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang
dimilikinya terutama dalam pengembangan Akhlakul karimah dan
kemampuan dalam membaca al-Qur‟an. Bagi Faiz, “Guru PAI
menjadi pembimbing yang membuat saya lebih baik.” (Wawancara
Faiz, 28 Agustus 2018)
b. Pembina rohani
Spiritual father (Bapak rohani), guru pendidikan agama Islam
haruslah memiliki ilmu pengetahuan agama dan juga pengalaman
beragama yang memumpuni, dengan ini guru dapat menjadi seorang
bapak rohani bagi muridnya dengan cara memberikan santapan rohani
dalam bentuk nasihat, motivasi dan juga bimbingan kepada murid.
Manusia memiliki kebutuhan jasmani dan rohani, kebutuhan jasmani
dapat dipenuhi dengan makanan dan minuman, sedangkan kebutuhan
rohani bisa diperoleh melalui pengalaman beragama seperti shalat,
membaca al-Qur‟an, mendengarkan ceramah, dsb.102
Bagi ketiga Informan, Guru PAI adalah pembina rohani di
sekolah. Membina para siswa untuk memiliki pribadi yang lebih taat
101
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru Pendidikan
Hadhari Berbasis Integral – Interkonektif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011) cet. Ke- 1,
hal. 12 102
Ibid.,
74
dan lebih memahami agama. Tidak hanya memberikan teori namun
juga penjelasan bagaimana menjadi pribadi yang baik, termasuk
penanaman nilai-nilai sabar, ikhlas, ikhtiyar dan tawakkal.
Guru PAI kerap mengawasi siswa dalam kesehariannya,
terutama saat kegiatan shalat berjamaah. Guru PAI mengajak siswa
untuk khusyu’ dan menghayati setiap gerakan dalam shalat dan juga
do‟a setelah shalat. Selain shalat, guru PAI juga sering mengajak para
siswi untuk mengenakan pakaian yang rapih, seperti untuk perempuan
dengan menggunakan dalaman kerudung agar tidak ada rambut yang
terlihat (wawancara guru PAI, 28 Agustus 2018)
Di mata informan, Guru PAI selalu mengingatkan dan
mengajarkan pentingnya penanaman nilai hijrah, sabar, ikhtiyar, ikhlas
dan tawakkal serta shalat 5 waktu sehari-hari. Namun untuk
penanaman dan pengawasan secara riil kepada informan belum
dirasakan oleh para informan. “Iya kebanyakan kan, apadah namanya,
udah belajar doang terus gausa diamalin gitu” (Wawancara Sarah, 28
Agustus 2018)
c. Suri Tauladan
Guru memiliki peran sebagai suri tauladan atau role model
yang nyata bagi muridnya, baik teladan dalam sisi kedalaman dan
keluasan ilmunya maupun teladan dalam sikap dan budi pekertinya.
Guru perlu memiki kemampuan profesional ntuk mendidik siswa
dengan keteladanan hingga tumbuh etika dan perilaku yang baik dalam
diri siswa sesuai dengan apa yang diajarkan dan ditunjukkan dalam
kepribadian sang guru itu sendiri. 103
Terlepas dari baiknya kepribadian yang dimiliki oleh guru PAI,
manusia tetap memiliki kekurangan dan kelebihan dalam dirinya.
“Hmm ngikutin sifatnya kalau ada yang baik diikutin, kalau ada yang
103
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam Gagasan-Gagasan Besar Para
Ilmluwan Muslim, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) hal. 94
75
jahat lebih baiknya gausa diceritain” (wawancara Sarah, 28 Agustus
2018)
Guru PAI selalu menggunakan pakaian yang sopan dan rapih,
berbicara dan berinteraksi dengan siswa dan sesama guru dengan
bahasa yang ramah dan sopan. Ketiga informan kerap melihat guru
PAI sebagai sosok teladan terutama dalam hal keagamaan.
76
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang ditemukan di lapangan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Problematika yang pada dihadapi oleh para siswa adalah perceraian
orangtua, broken home, korban bully, kecelakaan serta meninggalnya
sanak saudara. Untuk subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah
siswa dengan perceraian orangtua, broken home dan kecelakaan
2. Resiliensi siswa yang diajarkan oleh guru PAI melalui nilai sabar,
ikhlas, ikhtiyar, tawakkal dan pembiasaan shalat 5 waktu sehari-hari
berbeda-beda untuk masing-masing informan.
3. Faktor yang paling mempengarui resiliensi adalah orangtua. Setelah
orangtua, faktor internal dari kepribadian masing-masing siswa adalah
hal kedua yang paling mempengaruhi resiliensi siswa. Ketiga adalah
teman terdekat informan yang kerap mendengarkan cerita dan keluh
kesah dari informan.
4. Peranan guru PAI membentuk nilai resiliensi dalam Pendidikan Islam
adalah sebagai konsultan, pembimbing kognitif dan kepribadian,
pembina rohani dan suri tauladan.
B. Implikasi
1. Pendalaman wawasan dan kemampuan guru dalam membentuk
resiliensi siswa
2. Penanaman resiliensi secara mendalam dan intens kepada seluruh
siswa dalam setiap mata pelajaran dan kegiatan sekolah
3. Pengembangan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bermuatan nilai-nilai resiliensi untuk siswa
C. Saran
Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang didapatkan, terdapat
beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan, yaitu:
79
1. Bagi Guru Pendidikan Agama Islam
a. Guru Pendidikan Agama islam perlu menumbuhkan rasa empati yang
tinggi kepada seluruh siswa agar dapat merasakan apa yang siswa
rasakan dan melihat dunia melalui sudut pandang siswa sehingga guru
PAI dapat dengan mudah memasuki dunia siswa
b. Dengan wawasan dan kemampuan yang guru PAI miliki, guru PAI
perlu menanamkan nilai-nilai Islami berkaitan dengan resiliensi diri
secara intens kepada para siswa secara adil dan merata agar
kedepannya siswa menjadi tegar dan tahan terhadap berbagai
tantangan dan kesulitan yang akan dihadapi
c. Guru PAI memiliki peran sebagai pebina rohani yang tidak hanya
untuk menyampaikan nilai-nilai Islam tapi bagaiana nilai-nilai yang
disampaikan tersebut dapat tertanam dalam pribadi masing-masing
siswa.
2. Bagi Orangtua Siswa
a. Orangtua merupakan orang yang paling memiliki andil dalam
pembentukan resiliensi siswa sesuai dengan hasil penelitian ini.
Dengan ini diharapkan orangtua mampu memahami perannya sebagai
pembentuk resiliensi siswa dengan terus mendidik dan melatih anak
dalam kesehariannya agar menjadi pribadi yang resilien/
b. Siswa merupakan anak remaja yang masih memerlukan pengawasan
dari orangtua, oleh karena itu orangtua perlu memberikan pengawasan
dan pembinaan kepada anak secara optimal agar apa yang diajarkan di
sekolah oleh guru-guru termasuk guru PAI dapat terealisasikan di
kehidupan sehari-hari.
c. Orangtua perlu memberikan perhatian kepada anak secara intens agar
anak merasa diperhatikan dan dicintai sehingga mereka bisa merasa
lebih aman dan tentram
d. Disiplin sangat dibutuhkan dalam membentuk pribadi yang resilien,
disiplin yang diterapkan di lingkungan sekolah akan menjadi optimal
jika disiplin tersebut diterapkan dalam lingkungan rumah, dan hal ini
80
orangtualah yang memiliki peran untuk mendisiplinkan anak-anak di
rumah.
e. Segala keputusan yang akan dipilih hendaknya mempertimbangkan
secara matang untuk kebaikan anak kedepannya dan tidak
mengorbankan anaknya baik secara fisik ataupun psikologis.
3. Bagi lembaga Pendidikan
a. Memberikan pelatihan secara kepada guru PAI untuk dapat
menambahkan pemahaman terkait psikologis dan problematika yang
dialami siswa.
b. Membantu guru PAI untuk menanamkan nilai-nilai Islami yang agar
terciptanya siswa yang memiliki pribadi yang resilien
81
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2015.
Aisha, Dhita Luthfi. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi pada
Remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Naskah Publikasi
Apriawal, Jabbal. Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Empathy Vol. I. No. 1, 2012
Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2011.
Bungin Burham. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana, 2011.
Brooks Robert dan Sam Goldstein. Nurturing Resilience Our Children. Amerika:
The McGraw Hills Companies. 2002.
Cohen, Louis, Lawrence Manion dan Keith Morrison. Research Methods in
Education. Routledge, 2007.
Community and Regional Regional Institute, Definitions of Community
Resilience: An Analysis, Meriidan Institute
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Dirgayunita, Aries. Depresi: Ciri, Penyebab dan Penangannya. Journal An-Nafs:
Kajian dan Penelitian Psikologi, Sekolah Tinggi Agama Islam
Muhammadiyah Probolinggo vol. 1. No. 1, 2016.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
Febrinaliah, Rizki dan Ratih Arruum Llistiyandini. Hubungan Antara Self-
Compassion Dengan Resiliensi Pada Mantan Pecandu Narkoba Dewasa
Awal. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia
2016 Vol. 1 No. 1.
Fleshman, Paula dan Judy Schoenberg. The Resilience Factor. New York: Girl
Scouts. 2011
Fridayanti. Religiusitas, Spiritualitas dalam Kajian Psikologi dan Urgensi
Perumusan Religiusitas Islam. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Vol. 2.
No. 2, 2015.
82
Gautama, Budi. Solusi dalam Menghadapi Permasalahan Remaja. Jurnal Hikmah.
No. 01 Januari 2013.
Habibullah, Ahmad, Suprapto, dkk.Kajian Peraturan Dan Perundang-undangan
Pendidikan Agama Pada Sekolah. Jakarta: Pena Cita Satria, 2008.
Hamrin, Nur Khadijah Binti, “Ikhlas dalam Beramal menurut Mufassir,” Skripsi
pada Prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel 2018. Dipublikasikan.
Hancock, Beverley dkk. An Introduction to Qualitative Research. The National
Institute of Health Research Research Design Service Eeast Midlands/
Yorkshire and the Humber, 2009.
Iqbal, Abu M. Pemikiran Pendidikan Islam Gagasan-Gagasan Besar para
Ilmuwan Muslim. Jogja: Pustaka Pelajar, 2015.
Isa, Syaikh Abd Qadir. Cetak Biru Tasawuf Spiritualitas Ideal dalam Islam.
Tangerang Selatan: Ciputat Press, 2007.
Kothari, C. R.. Research Methodologies (Research and Techniques). New Delihi:
New Age International (P) Limited, Publishers, 2004.
Liansyah, Tita Menawati. Pencegahan dan Penanganan Depresi Pada Siswa.
Jurnal Genta Mulia, vol. VI. No. 1, 2015
Lichtman, Marilyn. Qualitative Research in Education A User’s Guide. Amerika:
SAGE publication, 2013.
Mayasari, Ros. Religiusitas. Islam dan Kebahagiaan. Al-Munzir Vol. 7. No. 2,
2014.
Mu‟ammar, “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir dalam Pemikiran
Muhammad Al-Ghazali dan Nurcholis Madjid,” Skripsi Program Studi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2011. Dipublikasikan.
Muchith, M. Saekan. Guru PAI yang Profesional, Quality Vol. 4. 2, 2016.
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012
Mukani. Redefinisi Peran Guru Menuju Pendidikan Islam Bermutu. Jurnal
Pendidikan Agama Islam vol. 2. No. 1, 2004.
Najati, Muhammad Utman. Psikologi dalam al-Qur’an.Bandung: CV Pustaka
Setia, 2005.
83
Pontoh, Zaenab dan M. Farid. Hubungan Antara Religiusitas dan Dukungan
Sosial dengan Kebahagiaan Pelaku Konversi Agama. Persona Jurnal
Psikologi Indonesia Vol. 4. No. 1, 2015
Prapanca, Pandu. Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Self Resiliensi Siswa
Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Karanganyar. E-Journal
Bimbingan Konseling Edisi 1. Tahun ke-6, 2017
Research Support Gorup at the Social Science Research Lab. Qualitative Research
Introduction, Center for Teaching and Learning, American University,
Washington DS
Reza, Iredho Fani. Hubungan Antara Religiusitas dengan Moralitas Pada Remaja
di Madrasah Aliyah. Humanitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol. X.
No. 2, 2013.
Ridla, M. Rasyid. Profesionalitas Guru Pendidikan Agama Islam dalam Proses
Pembelajaran. Tadris, Volume 3. No. 1, 2008.
Ritchie, Jane dan Jane Lewis. Qualitative Research Practice a Guide for Social
Science Students And Researchers. London: SAGE Publications. 2003.
Rozi, M. Asep Fathur. Profesionalisme Guru: Antara Beban dan Tanggung Jawab.
Edukasi, vol. 3. No. 2, 2015.
Saat, Sulaiman. Guru: Status dan Kedudukannya di Sekolah dan Dalam
Masyarakat. Auladuna Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar, Vol. 1. No. 1 2014
Salim, Moh Haitami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam.
Yogyakarta. Ar-Ruzz Media. 2012.
Sapuri, Rafy. Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manudia Modern. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2009.
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks, 2017.
Setiawan, Erik dkk. Makna Hijrah pada Mahasiswa Fikom Unisba di Komunitas
(„followers‟) Akun Line „@DakwahIslam‟. Media Tor Vol 10, 1, 2017
Shoffaussamawati. Ikhlas Perspektif dalam Al-Qur‟an. Hermeuntik. Vol. 7 No. 2
2013
Siregar, Budi Gautama. Solusi dalam Menghadapi Permasalahan Remaja. Jurnal
Hikmah Vo. VII. No. 01, 2013.
Snape, Dawn dkk. Qualitative Research Practice. Wiltshire, Great Britain The
Cromwell Press Ltd: 2003.
84
Subandi. Sabar: Sebuah Konsep Psikologi. Jurnal Psikologi. Vol. 38 No. 2. 2011.
Sukring. Pendidik Dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Graha
Ilmu, 2013.
Susilo, Slamet, Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan
Religiusitas Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarta. Publikasi Ilmiah Program
Studi Magister Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2013.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Silami Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan
Dosen Pasal
Uyun, Qurotul. Sabar dan Shalat Sebagai Meningkatkan Resiliensi di Daerah
Bencana, Yogyakarta. Jurnal Intevensi Psikologi, Vol. 4. No. 2, 2012
Uyun, Zahrotul. “Resiliensi dalam Pendidikan Karakter.” Prosiding Seminar
Nasional Psikologi Islami 2012. 21 April 2012. Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wahyuni, Sari. Qualitative Research Method: Theory And Practice.Jakarta:
Penerbit Salemba Empat, 2012.
Widuri, Erlina Lisyanti. Regulasi Emosi dan Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun
Perama. Humanitas Vol. IX. No. 2, 2012.
Yin, Robert K. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005.
-------------------. Qualitative Research Method from Start to Finish. New York:
The Guilford Press, 2011
Zakaria, Mohd Fathi Yakan Bin. “Konsep Tawakkal dalam Al-Qur‟an.” Skripsi.
Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Riau: 2013. Dipublikasikan.
85
85
LAMPIRAN
85
85
MATRIKS VARIABEL PENELITIAN
VARIABEL DIMENSI KARAKTERISTIK INDIKATOR SUMBER
REFERENSI
PERTANYAAN
Peran guru
Pendidikan
Agama
Islam
Pembina 5. Membimbing
peserta didik
6. Mencegah
anak memiliki
akhlak yang
buruk
7. Mengarahkan
murid untuk
menjadi
pribadi yang
berakhlak
mulia
8. Membantu
siswa untuk
bersiap dalam
menghadapi
berbagai
masalah
1.1 Guru mengetahui
kelemahan murid
1.2 Guru mengetahui
kekurangan murid
1.3 Guru selalu
menyediakan waktu ran
dan ruang untuk
berbincang dengan siswa
1.4 Guru memberikan
nasihat islami secara rutin
kepada siswa
2.1 Guru menceritakan
kisah-kisah tentang akhlak
yang mulia
2.2 Guru langsung
menegur siswa saat siswa
melakukan kejahatan atau
bertindak tidak sopan
2.3 Guru memiliki catatan
tentang perilaku buruk
Abd. Rachman
Assegaf,
Filsafat
Pendidikan
Islam, (Jakarta:
PT
RajaGrafindo
Persada, 2011)
hal. 111
1.1.1 Bagaimana anda
membimbing siswa? (W,
O)
1.1.2 Guru mengetahui
kelemahan murid (K)
1.1.3 Guru mengetahui
kekurangan murid (K)
1.1.4 Guru selalu menyediakan
waktu dan ruang untuk
berbincang dengan siswa
(K)
1.1.5 Guru memberikan
nasihat islami secara
rutin kepada siswa (K,
O)
2.1.1 Apa yang anda lakukan
saat menemukan siswa
memiliki akhlak yang
buruk? (W, O)
2.1.2 Guru menceritakan
kisah-kisah tentang
akhlak yang mulia (K)
2.1.3 Guru langsung menegur
siswa saat siswa
86
86
siswa
3.1 Guru menjelaskan cara
untuk menjadi pribadi yang
berakhlak baik
3.2 Guru memiliki catatan
kepribadian siswa
4.1 Guru mendengarkan
keluhan siswa
4.2 Guru membantu siswa
memecahkan masalah
melakukan kejahatan
atau bertindak tidak
sopan (K)
2.1.4 Guru memiliki catatan
tentang perilaku buruk
siswa (K)
3.1.1 Bagaimana cara anda
membentuk akhlak pada
siswa? (W)
3.1.2 Guru menjelaskan cara
untuk menjadi pribadi
yang berakhlak baik (K)
3.1.3 Guru memiliki catatan
kepribadian siswa (K)
4.1.1 Apa yang anda lakukan
untuk menyiapkan siswa
yang tegar dalam
menghadapi segala
masalah? (W)
4.1.2 Guru mendengarkan
keluhan siswa (K)
4.1.3 Guru membantu siswa
memecahkan masalah
(K)
Spiritual
Father
9. Tidak
mengutamaka
n materi
(zuhud)
1.1 Guru mengajak
siswa untuk
mengutamakan
akhirat
1.1.1 Apa yang menjadi tujuan
hidup bagi anda? (W)
1.1.2 Guru mengajak siswa
untuk mengutamakan
87
87
10. Mengajar
untuk mencari
ridha Allah
SWT (Zuhud)
11. Tidak
berselisih
12. Ikhlas dalam
pekerjaan
13. Pemaaf
14. Menjadi
orangtua
kedua bagi
murid
15. Mengetahui
tabiat siswa
16. Menguasai
mata pelajaran
1.2 Guru memberikan
kisah tentang hamba
Allah yang zuhud
1.3 Guru menjelaskan
keutamaan dari
sikap zuhud
2.1 Guru mengajar para
siswa untuk mengamalkan
ilmu yang dimilikinya
2.2 Guru mengajar para
siswa untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT
2.3 Guru mengajak siswa
untuk melakukan segala
sesuatu untuk menggapai
ridla Allah SWT
3.1 Guru tidak menanggapi
ajakan orang lain untuk
berselisih
3.2 Guru menjelaskan
bahayanya berselisih
dengan sesama
3.3 Guru memberikan
arahan kepada siswa setiap
ada perselisihan di antara
siswa
4.1 Guru tidak meminta
akhirat (K)
1.1.3 Guru memberikan kisah
tentang hamba Allah
yang zuhud (K)
1.1.4 Guru menjelaskan
keutamaan dari sikap
zuhud (K)
2.1.1 Apa tujuan anda menjadi
seorang guru PAI? (W)
2.1.2 Guru mengajar para
siswa untuk
mengamalkan ilmu yang
dimilikinya (K)
2.1.3 Guru mengajar para
siswa untuk
mendekatkan diri kepada
Allah SWT (K)
2.1.4 Guru mengajak siswa
untuk melakukan segala
sesuatu untuk menggapai
ridla Allah SWT (K)
3.1.1 Apa reaksi anda saat
menghadapi perbedaan
pendapat dan juga
masalah dengan orang
lain? (W)
3.1.2 Guru tidak menanggapi
ajakan orang lain untuk
88
88
bayaran atau ganjaran
setiap siswa memohon
bimbingan
4.2 Guru menjelaskan
pentingnya memiliki sifat
ikhlas
4.3 Guru mengajak siswa
untuk tidak mengingat-
ngingat segala sesuatu
yang telah siswa beri
kepada orang lain
5.1 Guru memaafkan
kesalahan orang lain
setelah masalah selesai
5.2 Guru menjelaskan
pentingnya memiliki sifat
pemaaf
5.3 Guru memberkan
arahan kepada siswa cara
memaafkan orang lain
dengan bijak
6.1 Guru tidak pilih kasih
dalam membimbing siswa
6.2 Guru memiliki target
yang jelas dalam
membimbing siswa
7.1 Guru memahami tabiat
siswa
berselisih (K)
3.1.3 Guru menjelaskan
bahayanya berselisih
dengan sesama (K)
3.1.4 Guru memberikan arahan
kepada siswa setiap ada
perselisihan di antara
siswa (K)
4.1.1 Seperti apa wujud ikhlas
yang anda terapkan dalam
mengajar? (W)
4.1.2 Guru tidak meminta
bayaran atau ganjaran setiap
siswa memohon bimbingan (K)
4.2.1 Guru menjelaskan
pentingnya memiliki sifat ikhlas
(K)
4.3.1 Guru mengajak siswa
untuk tidak mengingat-ngingat
segala sesuatu yang telah siswa
beri kepada orang lain (K)
5.1.1 Apa yang anda lakukan
jika orang lain
melakukan masalah
terhadap anda? (W)
5.1.2 Guru memaafkan
kesalahan orang lain
setelah masalah selesai
89
89
7.2 Guru mengetahui
kebiasaan siswa
7.3 Guru memahami
kepribadian setiap siswa
8.1 Guru menyiapkan
materi sebelum pelajaran
dimulai
8.2 Guru tidak hanya
mnejadikan buku mata
pelajaran sebagai satu-
satunya sumber belajar
8.3 Guru mampu
menjawab pertanyaan-
pertanyaan murid
(K)
5.1.3 Guru menjelaskan
pentingnya memiliki sifat
pemaaf (K)
5.1.4 Guru memberkan arahan
kepada siswa cara
memaafkan orang lain
dengan bijak (K)
6.1.1 Bagaimana peran anda
terhadap pengembangan
psikologis peserta didik?
(W)
6.1.2 Guru tidak pilih kasih
dalam membimbing
siswa (K)
6.1.3 Guru memiliki target
yang jelas dalam
membimbing siswa (K)
7.1.1 Apa yang anda ketahui
dari tabiat para siswa?
(W)
7.1.2 Guru memahami tabiat
siswa (K)
7.1.3 Guru mengetahui
kebiasaan siswa (K)
7.1.4 Guru memahami
kepribadian setiap siswa
(K)
90
90
8.1.1 Bagaimana anda
menguasai mata
pelajaran PAI? (W)
8.1.2 Guru menyiapkan materi
sebelum pelajaran
dimulai (K)
8.1.3 Guru tidak hanya
mnejadikan buku mata
pelajaran sebagai satu-
satunya sumber belajar (K)
8.1.4 Guru mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan
murid (K)
Role
Model
10. Postur
psikologis
yang tampak
dalam
masalah-
masalah
penting
11. Penggunaan
gaya bahasa
12. Gaya dalam
bekerja yang
optimal
13. Menjadikan
1.1 Guru selalu ceria
1.2 Guru selalu berjalan
dengan tegap
2.1 Guru selalu
menggunakan kalimat yang
mudah dimengerti setiap
berbicara
2.2 Guru memiliki intonasi
yang lembut saat berbicara
2.3 Guru tidak pernah
berbicara kasar
3.1 Guru selalu masuk
kelas tepat waktu
3.2 Guru selalu mengajak
siswa untuk shalat
G. Mulyas
a, Standar
Kompetensi
dan
Sertifikasi
Guru,
(Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya,
2012) cet.
Ke-6 hal. 128
1.1.1 Bagaimana reaksi anda
saat menghadapi
masalah? (W)
1.1.2 Guru selalu ceria (K, O)
1.1.3 Guru selalu berjalan
dengan tegap (K, O)
2.1.1 Bagaimana anda
berbincang dengan
peserta didik? (O)
2.1.2 Guru selalu
menggunakan kalimat
yang mudah dimengerti
setiap berbicara (K, O)
2.1.3 Guru memiliki intonasi
yang lembut saat
91
91
kesalahan
sebagai
pengalaman
14. Menggunakan
pakaian yang
sopan dan rapi
15. Mewujudkan
pergaulan
berbasis moral
dan etika
16. Berpikir untuk
memecahkan
masalah
17. Mengambil
keputusan
yang rasional
dan intuitif
18. Memiliki gaya
hidup sehat
berjamaah
4.1 Guru selalu mencatat
kesalahan yang ia lakukan
4.2 Guru selalu
memperbaiki diri
5.1 Guru selalu memakai
pakaian yang rapih
5.2 Guru tidak pernah
menggulung lengannya
5.3 Guru selalu memakai
sepatu yang bersih
5.4 Guru selalu memakai
pakaian yang bersih
6.1 Guru selalu
mengedepankan etikanya
di hadapan siswa
6.2 Guru mengajarkan
siswa cara beretika dengan
baik
7.1 Guru tidak mencari
kambing hitam untuk
disalahkan setiap ada
masalah yang datang
7.2 Guru mencari solusi
terbaik yang bisa dilakukan
setiap ada masalah
8.1 Guru mengambil
keputusan secara adil
berbicara (K, O)
2.1.4 Guru tidak pernah
berbicara kasar (K, O)
3.1.1 Bagaimana deskripsi
bekerja yang optimal
menurut anda? (W, O)
3.1.2 Guru selalu masuk kelas
tepat waktu (K, O)
3.1.3 Guru selalu mengajak
siswa untuk shalat
berjamaah (K, O)
4.1.1 Apa yang anda lakukan
terhadap kesalahan yang
anda buat? (W)
4.1.2 Guru selalu mencatat
kesalahan yang ia
lakukan (K)
4.1.3 Guru selalu memperbaiki
diri (K)
5.1.1 Bagaimana anda
berpakaian sehari-hari?
(K, O)
5.1.2 Guru selalu memakai
pakaian yang rapih (K,
O)
5.1.3 Guru tidak pernah
menggulung lengannya
(K, O)
92
92
8.2 Guru mengambil
keputusan demi
kepentingan bersama
9.1 Guru selalu masuk
sekolah
9.2 Guru rutin berolahraga
9.3 Guru rutin memakan
makanan yang sehat
9.4 Guru memiliki jadwal
yang jelas dalam jadwal
makan
9.5 Guru memiliki jadwal
yang jelas dalam
berolahraga
5.1.4 Guru selalu memakai
sepatu yang bersih (K,
O)
5.1.5 Guru selalu memakai
pakaian yang bersih (K,
O)
6.1.1 Bagaimana pergaulan
yang anda sukai? (W)
6.1.2 Guru selalu
mengedepankan etikanya
di hadapan siswa (K, O)
6.1.3 Guru mengajarkan siswa
cara beretika dengan baik
(K, O)
7.1.1 Apa yang anda pikirkan
saat terjadi masalah? (W)
7.1.2 Guru tidak mencari
kambing hitam untuk
disalahkan setiap ada
masalah yang datang (K)
7.1.3 Guru mencari solusi
terbaik yang bisa
dilakukan setiap ada
masalah (K)
8.1.1 Bagaimana anda
mengambil sebuah
keputusan? (W)
8.1.2 Guru mengambil
93
93
keputusan secara adil (K)
8.1.3 Guru mengambil
keputusan demi
kepentingan bersama (K)
9.1.1 Apakah anda memiliki
standar sendiri dalam
menjaga kesehatan dan
kebugaran jasmani? (W)
9.1.2 Guru selalu masuk
sekolah (K)
9.1.3 Guru rutin berolahraga
(K)
9.1.4 Guru rutin memakan
makanan yang sehat (K)
9.1.5 Guru memiliki jadwal
yang jelas dalam jadwal
makan (K)
9.1.6 Guru memiliki jadwal
yang jelas dalam
berolahraga (K)
Resiliensi
dalam Islam
Hijrah 4. Meninggalkan
keburukan
5. Bertekad
untuk menjadi
pribadi yang
lebih baik dari
sebelumnya
1.1 Siswa menyadari yang
ia lakukan adalah
keburukan
1.2 Siswa tidak mengulangi
keburukan tersebut
2.1 Siswa memiliki target
yang jelas untuk
Erik Setiawan
dkk, Makna
Hijarh pada
Mahasiswa
Fikom Unisba
di Komunitas
(„followers‟)
Akun Line
1.1.1 Apa yang anda lakukan
setelah berbuat
keburukan? (W)
1.1.2 Siswa menyadari yang ia
lakukan adalah
keburukan (K)
1.1.3 Siswa tidak mengulangi
keburukan tersebut (K)
94
94
6. Mendekatkan
diri kepada
Allah SWT
memperbaiki diri
2.2 Siswa meminta
temannya untuk
mengingatkan setiap ia
berbuat keburukan
3.1 Siswa rutin membaca
buku Islami
3.2 Siswa rutin
mendengarkan ceramah
ulama
3.3 Siswa menjauhkan diri
dari berbuat dosa
„@DakwahIsla
m‟, Media Tor
Vol 10 (1)
2017
2.1.1 Apa yang anda lakukan
saat memiliki kehendak
untuk menjadi pribadi
yang lebih baik? (W)
2.1.2 Siswa memiliki target
yang jelas untuk
memperbaiki diri (K)
2.1.3 Siswa meminta temannya
untuk mengingatkan
setiap ia berbuat
keburukan (K)
3.1.1 Bagaimana cara anda
mendekatkan diri kepada
Allah SWT? (W)
3.1.2 Siswa rutin membaca
buku Islami (K)
3.1.3 Siswa rutin
mendengarkan ceramah
ulama (K)
3.1.4 Siswa menjauhkan diri
dari berbuat dosa (K)
Sabar 5. Tidak
berkeluh
kesah dalam
menghadapi
masalah
6. Tegar dalam
menghadapi
1.1 Siswa selalu
menghadapi masalah
dengan tenang
1.2 Siswa tidak mengeluh
setiap ada masalah
yang datang
2.1 Siswa mampu bersikap
Muhammad
Utman Najati,
Psikologi
dalam al-
Qur’an,
(Bandung: CV
Pustaka Setia,
1.1.1 Apa yang anda lakukan
saat menghadapi
masalah? (W)
1.1.2 Siswa selalu menghadapi
masalah dengan tenang
(K)
1.1.3 Siswa tidak mengeluh
95
95
masalah
7. Jarang
merasakan
gelisah
8. Mampu
menahan
hawa nafsu
jahat
seperti biasa saat
menghadapi masalah
2.2 Siswa mencari solusi
terbaik untuk
menyelesaikan masalah
2.3 Siswa tidak
menyalahkan orang lain
dalam masalah yang
dihadapinya
3.1 Siswa selalu bermuka
ceria
3.2 Siswa selalu tenang
4.1 Siswa dapat menahan
godaan untuk berbuat jahat
4.2 Siswa menjaga jarak
dengan teman yang
mengajaknya kepada
keburukan
4.3 Siswa berkumpul
dengan teman yang ia
anggap sopan dan
berperilaku baik
4.4 Siswa memiliki cara
tersendiri untuk menahan
diri agar tidak melakukan
keburukan
2005) setiap ada masalah yang
datang (K)
2.1.1 Seberapa sering anda
merasakan gelisah? (W)
2.1.2 Siswa mampu bersikap
seperti biasa saat
menghadapi masalah (K)
2.1.3 Siswa mencari solusi
terbaik untuk
menyelesaikan masalah
(K)
2.1.4 Siswa tidak menyalahkan
orang lain dalam masalah
yang dihadapinya (K)
3.1.1 Siswa selalu bermuka
ceria (K, O)
3.2 Siswa selalu tenang (K)
4.1.1 Apakah anda mampu
menahan hawa nafsu? (W)
4.1.2 Siswa dapat menahan
godaan untuk berbuat jahat (K)
4.2.1 Siswa menjaga jarak
dengan teman yang
mengajaknya kepada keburukan
(K)
96
96
4.3.1 Siswa berkumpul dengan
teman yang ia anggap sopan dan
berperilaku baik (K)
4.4.1 Siswa memiliki cara
tersendiri untuk menahan diri
agar tidak melakukan keburukan
(K)
Shalat 5. Mendirikan
shalat 5 waktu
6. Khusyu‟
dalam shalat
7. Memiliki
ketenangan
pikiran
8. Dzikir dan
do‟a setelah
shalat
1.1 Siswa selalu
meninggalkan
pekerjaan saat adzan
berkumandang untuk
mengerjakan shalat
1.2 Siswa tidak pernah
meninggalkan shalat 5
waktu
2.1 Siswa selalu
memikirkan Allah SWT
dalam shalatnya
2.2 Siswa melakukan
gerakan shalat dengan
tuma‟ninah
3.1 Siswa bersikap tenang
selama shalat
3.2 Siswa selalu mencari
tempat yang tenang untuk
shalat
1.1.1 Apakah anda tidak
pernah meninggalkan
shalat wajib? (W)
1.1.2 Siswa selalu
meninggalkan pekerjaan
saat adzan
berkumandang untuk
mengerjakan shalat (K)
2.1.1 Apa yang anda pikirkan
selama anda shalat? (W)
2.1.2 Siswa selalu memikirkan
Allah SWT dalam
shalatnya (K)
2.1.3 Siswa melakukan
gerakan shalat dengan
tuma‟ninah (K)
3.1.1 Kapan anda merasakan
ketenangan? (W)
3.1.2 Siswa bersikap tenang
selama shalat (K)
97
97
4.1 Siswa tidak langsung
berdiri usai shalat
4.2 Siswa rutin berdo‟a dan
berdzikir setelah shalat 5
waktu
3.1.3 Siswa selalu mencari
tempat yang tenang
untuk shalat (K)
4.1.1 Apa yang anda lakukan
usai shalat? (W)
4.1.2 Siswa tidak langsung
berdiri usai shalat (K)
4.1.3 Siswa rutin berdo‟a dan
berdzikir setelah shalat 5
waktu (K)
Ikhtiyar 3. Berusaha
mencapai
tujuan dengan
sungguh-
sungguh
4. Tidak putus
asa
1.1 Siswa memiliki
tujuan hidup yang
jelas
1.2 Siswa memiliki cita-
cita yang jelas
1.3 Siswa merancang
upaya yang perlu ia
lakukan untuk
mencapai
keinginannya
1.4 Siswa mengikuti
secara konsisten
rencana upaya yang
ia rancang
a. Siswa selalu
berusaha untuk
menggapai
keinginannya
Mu‟ammar,
“Kajian Hadis
Tentang
Konsep Ikhtiar
dan Takdir
dalam
Pemikiran
Muhammad
Al-Ghazali dan
Nurcholis
Madjid,”
Skripsi
Program Studi
Tafsir Hadis
Fakultas
Ushuluddin
Universitas
Islam Negeri
1.1.1 Apa yang anda lakukan
saat anda memiliki
sebuah keinginan? (W)
1.1.2 Siswa memiliki tujuan
hidup yang jelas (K)
1.1.3 Siswa memiliki cita-cita
yang jelas (K)
1.1.4 Siswa merancang upaya
yang perlu ia lakukan
untuk mencapai
keinginannya (K)
1.1.5 Siswa mengikuti secara
konsisten rencana upaya
yang ia rancang (K)
2.1.1 Apakah anda pernah
putus asa? (W)
2.1.2 Siswa selalu berusaha
untuk menggapai
98
98
b. Siswa tetap
berusaha meskipun
pernah merasakan
kegagalan
Syarif
Hidayatullah
Jakarta 2011.
Dipublikasikan
.
keinginannya (K)
2.1.3 Siswa tetap berusaha
meskipun pernah
merasakan kegagalan (K)
Tawakkal 3. Memelihara
diri dari
keinginan
dirinya
4. Memasrahkan
segala yang
terjadi adalah
kehendak
Allah SWT
1.1 Siswa tidak
menjadikan
keinginannya sebagai
tolak ukur
keberhasilannya
1.2 Siswa menjadikan
Allah SWT sebagai
landasan
keinginannya
2.1 Siswa berdo‟a kepada
Allah SWT setelah
berusaha
2.2 Siswa memasrahkan
hasil dari usahanya
kepada Allah SWT
Syaikh Abd
Qadir Isa,
Cetak Biru
Tasawuf
Spiritualitas
Ideal dalam
Islam,
(Tangerang
Selatan:
Ciputat Press,
2007) cet. Ke-1
hal. 178
1.1.1 Apa yang menjadi lasan
atau landasan anda
mengingkan sesuatu?
(W)
1.1.2 Siswa tidak menjadikan
keinginannya sebagai
tolak ukur
keberhasilannya (K)
1.1.3 Siswa menjadikan Allah
SWT sebagai landasan
keinginannya (K)
2.1.1 Bagaimana cara anda
memasrahkan segala
yang terjadi atas
kehendak Allah SWT?
(W)
2.1.2 Siswa berdo‟a kepada
Allah SWT setelah
berusaha (K)
2.1.3 Siswa memasrahkan
hasil dari usahanya
kepada Allah SWT (K)
99
99
Ikhlas 6. Menjadikan
Allah sebagai
satu-satunya
sesembahan
7. Menjadikan
Allah sebagai
tujuan dalam
melakukan
segala
perbuatan
8. Tidak
menyukai
kepopuleran
9. Menganggap
diri melebihi
batas di sisi
Allah SWT
10. Menyembunyi
kan amal
kebajikan
1.1 Siswa hanya
menyembah Allah
SWT semata
1.2 Siswa selalu
menjadikan Allah
nomor 1 sebagai dasar
pertimbangan
pengambilan
keputusannya
1.3 Siswa menghabiskan
waktu lebih banyak
dengan
mengagungkan Allah
SWT
2.1 Siswa memiliki tujuan
hidup untuk menggapai
ridho Allah SWT
2.2 Siswa tidak kecewa
saat usahanya tidak dipuji
orang
2.3 Siswa tidak marah saat
usahanya dicibir orang
3.1 Siswa menyukai
suasana yang tenang
3.2 Siswa tidak suka
berada di tengah keramaian
3.3 Siswa tidak suka
Nur Khadijah
Binti Hamrin,
“Ikhlas dalam
Beramal
menurut
Mufassir,”
Skripsi pada
Prodi Ilmu Al-
Qur‟an dan
Tafsir Fakultas
Ushuluddin
dan Filsafat
Universitas
Islam Negeri
Sunan Ampel
2018.
Dipublikasikan
.
1.1.1 Siapa yang anda
sembah? (W)
1.1.2 Siswa hanya menyembah
Allah SWT semata (K)
1.1.3 Siswa selalu menjadikan
Allah nomor 1 sebagai
dasar pertimbangan
pengambilan
keputusannya (K)
1.1.4 Siswa menghabiskan
waktu lebih banyak
dengan mengagungkan
Allah SWT (K)
2.1.1 Apa yang anda niatkan
dalam melakukan setiap
kegiatan? (W)
2.1.2 Siswa memiliki tujuan
hidup untuk menggapai
ridho Allah SWT (K)
2.1.3 Siswa tidak kecewa saat
usahanya tidak dipuji
orang (K)
2.1.4 Siswa tidak marah saat
usahanya dicibir orang
(K)
3.1.1 Apakah anda menyukai
kepopuleran? (W)
3.1.2 Siswa menyukai suasana
100
100
menjadi terkenal
4.1 Siswa merasa diri
penuh dosa
4.2 Siswa bertaubat atas
perbuatan buruk yang
dilakukannya
4.3 Siswa selalu giat
melakukan kebaikan
5.1 Siswa selalu melupakan
kebaikan yang pernah
dilakukannya
5.2 Siswa selalu mengingat
kebaikan orang lain
5.3 Siswa tidak membuat
status di sosial media
terkait perbuatan baiknya
yang tenang (K)
3.1.3 Siswa tidak suka berada
di tengah keramaian (K)
3.1.4 Siswa tidak suka menjadi
terkenal (K)
4.1.1 Apakah anda merasa diri
penuh dosa atau
sebaliknya? (W)
4.1.2 Siswa merasa diri penuh
dosa (K)
4.1.3 Siswa bertaubat atas
perbuatan buruk yang
dilakukannya (K)
4.1.4 Siswa selalu giat
melakukan kebaikan (K)
5.1.1 Apa yang anda lakukan
saat orang tahu anda
beramal kebaikan? (W)
5.1.2 Siswa selalu melupakan
kebaikan yang pernah
dilakukannya (K)
5.1.3 Siswa selalu mengingat
kebaikan orang lain (K)
5.1.4 Siswa tidak membuat
status di sosial media
terkait perbuatan baiknya
(K)
101
101
102
102
81
Protokol Observasi
1. Tujuan Observasi
Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan deskripsi mendalam mengenai
peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk resiliensi siswa di
sekolah.
2. Petunjuk pelaksanaan
a. Pengamatan ini adalah pengamatan non-partisipasi
b. Peneliti hanya menjadi pengamat dan tidak ikut berpartisipasi dalam
mempengaruhi keadaan subjek penelitian
c. Peneliti mencatat hasil pengamatan sesuai dengan kategori aspek yang
perlu diamati
d. Peneliti memastikan kelengkapan alat dan media observasi seperti protokol
observasi, alat tulis, kertas, klip dan papan jalan.
e. Peneliti merekam kejadian baik dengan digital audio recorder maupun
video recorder jika diperlukan
f. Peneliti mengumpulkan catatan selama pengamatan berlangsung
g. Peneliti mereduksi data sesuai dengan keperluan data penelitian
h. Jika pengamatan dianggap mencukupi, peneliti akan melakukan analisa
data
3. Aspek yang diteliti
No. Aspek yang diteliti Waktu dan
Tempat Keterangan
1. Interaksi guru PAI dengan
siswa
2. Perilaku informan siswa di
dalam kelas
3. Perilaku informan siswa di luar
kelas
4. Perilaku guru PAI di dalam
82
82
kelas
5. Perilaku guru PAI di luar kelas
4. Catatan Lapangan
Catatan Deskriptif
Tempat:
Tanggal:
Kegiatan:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........................................................................................................................
Catatan Reflektif
Tempat:
Tanggal:
Kegiatan:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........................................................................................................................
83
83
Pedoman Wawancara
1. Tujuan Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan mendapatkan informasi
dari informan terkait peranan guru Pendidikan Agama Islam di sekolah
dalam membentuk resiliensi siswa
2. Petunjuk pelaksanaan
a. Wawancara ini merupakan semi-structured interview
b. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka yang tidak baku dan
suatu waktu bisa bertambah sesuai dengan jawaban dan alur wawancara
c. Peneliti menjaga kerahasiaan informan demi keamanan dan kenyamanan
informan
d. Peneliti memperhatikan gaya bahasa dan intonasi dalam mengajukan
pertanyaan wawancara sesuai dengan informan yang dihadapinya
e. Peneliti menyiapkan perlengkapan wawancara: buku catatan, pedoman
wawancara, digital audio recorder, dan alat tulis.
f. Peneliti mencatat respon dan jawaban dari informan
g. Peneliti melakukan kodifikasi dan reduksi catatan jawaban wawancara
sesuai dengan kebutuhan data
h. Jika data dianggap melalui wawancara dianggap cukup, maka peneliti akan
menganalisa jawaban wawancara informan
3. Informan yang akan diwawancara
a. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai informan pelaku
b. Siswa yang mengalami adversity sebagai informan pelaku
c. Wali kelas informan dari pihak siswa sebagai informan pengamat
4. Pedoman topik
a. Guru Pendidikan Agama Islam
b. Siswa
c. Wali kelas
5. Lembar transkrip hasil wawancara
Lembar Transkrip Wawancara
84
84
Kode informan:
Jabatan/status informan:
Hari/tanggal:
Waktu :
Tempat:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........................................................................................................................
85
85
Lembar Pedoman Wawancara Siswa
1. Informasi pribadi
Nama informan/kode:
Kelas :
Tanggal :
Tempat :
2. Topik.
Resiliensi diri
Perlakuan yang dilakukan oleh guru PAI dalam membina resiliensi siswa
3. Jenis-jenis pertanyan:
a. Pengetahuan: Apa yang saudara/i pahami mengenai sabar, shalat,
hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan ikhlas?
b. Opini: seberapa penting sabar, shalat, hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan
ikhlas dalam hidup saudara/i?
c. Perasaan: apa yang saudara/i rasakan saat mengalami adversity
tersebut?
d. Pengalaman: Apa yang dilakukan guru PAI dalam menanamkan
sabar, shalat, hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan ikhlas
4. Fleksibilitas
86
86
Lembar Pedoman Wawancara Guru PAI
1. Informasi pribadi
Nama informan/kode:
Tanggal :
Tempat :
2. Topik.
Resiliensi diri
Perlakuan yang dilakukan oleh guru PAI dalam membina resiliensi siswa
3. Jenis-jenis pertanyan:
a. Pengetahuan: Apa yang bapak/ibu pahami mengenai sabar, shalat,
hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan ikhlas?
b. Opini: seberapa penting sabar, shalat, hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan
ikhlas untuk ditanamkan dalam pribadi siswa?
c. Perasaan: apa yang bapak/ibu rasakan saat melihat siswa murung, ada
masalah atau bertindak tidak seperti biasanya?
d. Pengalaman: Apa yang bapak/ibu lakukan untuk menanamkan sabar,
shalat, hijrah, ikhtiyar, tawakkal, dan ikhlas dalam diri siswa?
4. Fleksibilitas
87
87
Lembar Transkrip Wawancara
Nama informan: Ibu Lia
Jabatan/status informan: Guru PAI
Hari/tanggal: Jum‟at, 28 Agustus 2018
Waktu : 09.00
Tempat: Ruang guru
Pewawancara PAI diajarkan sabar shalat dll, kalau misalkan
ibu sendiri memandang aspek2 yang saya sebut
tadi itu seperti apa bu?
Guru PAI Maksudnya ke siswanya gitu?
Pewawancara Definisi ibu sendiri, kayak misalkan, shalat itu
apa ikhtiyar itu apa
Guru PAI Ohh gitu ya itukan ada di pelajaran akidah
akhlak, kebetulan saya sendiri, nah ikhtiyar itu
ya anak itu suruh berusaha untuk mencapai
pembelajarn, misalkan dia kurang, dia harus
berusaha untuk belajar, nah terus untuk apa lagi?
tawakkal, Nah tawakkal ya kita bina dia dalam
ibadah dia untuk selalu bertawakkal kepada
Allah terus
Pewawancara Kalau ikhlas bu?
Guru PAI Ikhlasnya mereka itu harus ikhlas dalam setiap
menerima pelajaran, misalnya dia dapet, udah
berusaha, tapi dia dapet nilai jelek tapi ya saya
ini kan untuk belajar ikhlas jadi kamutuh harus
bisa lebih berusaha lagi seandainya dapet nilai
jelek, jadi jangan, adatuh anak yang dapet
nilainyanya jelek, dirobek-robek gitu kertas
88
88
ulangannya nah itu maksudnya kamu bukan
tergolong orang yang ikhlas gitu, ikhlas itu
dalam pembelajaran, terkadang saya terapkan
juga misalkan dalam kehidupan dia dengan
orangtua gitu karena kita kan ngembangin
agama itu kan bukan hanya pembelajaran aja
tapi juga ke orangtua ke guru gitu ya saya
terangkan ikhlas yang misalkan kalian dikasih
uang jajaan sekian nah itu kalian ga perlu
memaki-maki orangtua, kalian harus ikhlas,
mungkin rezeki orangtua kalian Cuma segini
terus misalnya belum punya buku paket, itu ga
perlu marah-marah dengan orangtua kadang kan
orangtua belum mampu untuk membelikan,
sudah saya sampaikan
Pewawancara Kalau sabar bu?
Guru PAI Sabar itu juga sama saya sering terapkan ke
mereka sifat sabar itu misalnya dalam
menghadapi teman-teman dalam pergaulan
mislnya teman udah punya buku paket ya sama
juga dengan keikhlasan itu ya kalian harus
bersabar duu mungkin ini orangtua belum
mampu untuk membelikan gitu terus dalam
pelajaran sabar juga dalam artian pembelajaran
juga mereka harus, bu kok saya ga bisa bisa , ya
sbaar ya mungkin karena memang belum masuk
89
89
ke pelajaran kamu itu, ya sabar jadi jangan
berputus asa untuk sealu berusaha kalau belum
dapet ya sabar belum dapet nilai sabar ya
berkaitan semua si
Pewawancara Kalau mengenai shalat bu? Ibu mengajar tentang
shalat juga apa ada guru khusus fiqh nya?
Guru PAI Saya juga ngajar fiqh di kelas 81 dan 82 wakut
beberapa tahun yang lalu saya memang
belajarnya fiqh nah untuk shalat memang terus
terang untuk tingkaatan anak yang sekolah disini
ni mereka shalatnya masih susah, Bolong-
bolong, Iya masih susah, 1 faktor mungkin dari
lingkungan rumahnya, kadang saya sering tanya
praktek karena terbuktinya itu pas mereka
praktek ujiann kelas 3 saya, mereka tuh harus
bisa bacaan shalat
Pewawancara Untuk persyaratan lulus ya bu?
Guru PAI Iya ternyata mereka banyak yang nggak bisa, lah
terus kamu ga pernah shalat? Jarang-jarang bu
gitu jawabnya, terus orangtua kamu nggak
pernah marah? nggak orangtuaku nggak pernah
bilangin aku shalat kadang saya bilang, siapa
yang nggak pernah shalat shubuh? Shalat gitu
ya, kamu nggak pernah dibangunin? Nggak, nah
gitu kadang peran orangtuanya juga yang kurang
maksimal untuk mengajarkan anaknya shalat
Pewawancara Kalau terkait hijrah bu?
90
90
Guru PAI Terkait hijrah ya, maksudnya mereka yang
tadinya nakal gitu?
Pewawancara Untuk materinya ada nggak bu?
Guru PAI Untuk materi hijrah kayaknya nggak ada, tapi
kita kaitkan dengan pembelajaran SKI, kita
contohkan dengan keadaan nabi yang beerhijrah
nah terus kita kaitkan dengan pembelajaran
mereka, misalkan di kelas 8 kalian itu males-
males belajar nilai dengan nilai seininya coba
sekarang kalian berhijrah kita kaitkan dengan
pembelajaran hijrah itu, pengertiannya untuk
rajin belajar, rajin masuk, perubahan sikap,
perubahan siakp mereka.
Pewawancara Kalau menurut ibu sendiri, untuk aspek-aspek
yangt adi saya sebutkan itu apakah penting
untuk ditanamkan dalam pribadi siswa?
Guru PAI Penting banget, apalagi kan masa usia mereka
ini masa labil ya ya contohnya seperti ini ni
kasus-kasus anak-anak kita sudah ngasih
peraturan-peraturan segala macem tetep mereka
langgar, mereka anak SMP ini kan memang
bener-bener usia transisi kan kita tarik ulur kita
sebagai orangtua sebagai pendidik sama karena
saya ngerasain juga punya anak SMP gitu anal
saya kan di pesantren pesantren darunnajaah di
Parung nah itu kemarin saya ngerasain hampir-
hampir dia pindah ke sekolah ini abis liburan
kemarin yaitu karena pengaruh lingkungan, di
91
91
rumah nggak,, dia ggak pernah main, ini nih
(menunjuk gadget) setannya ni HP, HP itu, nah
anak yang segini juga begini kita disini
peraturan nggak boleh bawa HP ternyata mereka
masih ada yang bawa HP kita sita, nangis-nangis
tuh dia udah kayak apa Ibu HP aku HP aku aku
janji nggak baw alagi jadi mereka itu mendingan
nggak makan nggak apa daripada nggak pegang
HP jadi makanya penerapan-penerapan
kesemuanya itu penting banget memang masa
SMP itu bener-bener deh sayangerasain punya
anak SMP itu saya punya anak banyak ya, ya pas
yang terakhir ini nih terasa karena anak saya
tamat SD itu selalu di Pesantren tapi semua yang
kakanya itu saya nggak pernah ngerasain terasa
sepeti anak yang terakhir ini sesulit ini ya
mereka pulang SMP awal liburan balik lagi
nggak ada masalah, tapi anak saya yang ini nih
ini sampe selama dia libur dari tanggal 2 Juni
sampe masuk lagi 8 Juni nggak lepas dari HP,
lepas HP itu Cuma pas tidur doang, tidurnya itu
jam berapa? Jam 4 setengah 4 tidur baru
matanya istirahat, aduh saya aja udah stress
banget sama matanya
Pewawancara Kalau Ibu melihat ekspresi siswa yang tiba-tiba
murung, atau yang biasanya ceria jadi sedih itu
gimana reaksi Ibu gimana?
Guru PAI Iya itu kadang saya tanya dia kan tadinya ceria
nih, pas giliran saya ngajar kenapa kamu
ngantuk apa sedih apa bagaimana, kalau yang
92
92
perempuan itu kadang dekat terus terang saya
bukannya nyombongin diri anak-anak
perempuan yang sini rata-rata deket sama saya
gitu, karena memang saya udah usia juga ya jadi
mereka ngemong ke saya gitu ya, terus mungkin
karena penyampaian ngajar saya atau
bagaiamana tapi mereka semua anak rata-rata
kalau mereka sampai anak yang ibunya hamil
aja curhat ke saya, ibu masa saya punya adek
lagi aku kan malu bu masa aku udah kelas 3 mau
punya adek lagi, sampe hal seperti itu, yauda
gapapa,
Pewawancara Jadi siswa juga terbuka sama ibu atau bagaimana
Guru PAI Ya kadang ada yang terbuka, ya ga semua siswa
si ya masing-masing anak anaknya juga si, kalau
saya selalu terbuka untuk anak, terkadang saya
menerapkan untuk menutupi aurat dengan
menggunakan ciput sudah 2 tahun kebelekang,
ada yang gitu, ada yang nggak mau, ada yang
nurut, gitu ketinggalan
Pewawancara Terus, berarti kalau misalkan ada siswa yang
murung ibu langsung bertanya gitu
Guru PAI Iya kadang saya bertanya, terutama kalau anak
kelas saya, akrena kalau lagi belajar saya tanya,
kenapa kamu nangis, kamu abis nangis nih,
kenapa? Kamu berantem sama temen, ternyata
masalah laki, kadang yaa Allah kamu tuh belum
cukup umur abisnya bu dia gini gini akhirnya
cerita gitu ya kadang anak puber ya kita juga
Pewawancara Tapi ada ga si bu siswa yang secara rutin atau
93
93
konsisten, setiap punya masalah itu cerita ke ibu
Guru PAI Ada itu anak kelas 9 itu ama saya tu akhirnya
anak-anak satu sekolah ini selalu ngejulukin
anak itu ibunya ibu Lia hahahah laki-laki sama
perempuan, kebetulan dia memang apa rada
deket bersudaraan, liat saudaranya deket
akhirnya dia deket juga sama saya ya tapi ya gitu
emang anaknya kadang deket kadang kalau sama
saya tuh melihat keadaan juga engan yang satu,
sesuatu yang nggak perlu diceritain kadang dia
ceritain juga ke saya
Pewawancara Karena butuh sosok yang mendengarkan ya bu
Guru PAI Kemarin kan saya sudah menyebarkan angket
dan banyak permasalahan anak-anak itu
perceraian orangtua, meninggalnya sanak
saudara dan kecelakaan, kalaku ibu sendiri ibu
tau secar inci nggak si tentang masala tersebut
atau nunggu muridnya cerita sendiri bu?
Pewawancara Kalau secara rinci siswa yang rumahnya jauh
saya nggak tau kecuali kebetulan dia tetangga
saya saya tau, tapi kalau mereka kadang cerita
sama saya tau, kaya siswa bandel ini ada ini
kelas 9 saya tau orangtuanya itu tuna netra
orangtuanya mijit tapi anaknya tidak pernah
menghargai orangtuanya padahal aorangtuanya
udah dateng sudah saya bilangin ya susah emang
anaknya belagu tapi keseringan si anak anak
yang dekat sama saya ya saya tahu
Guru PAI Untuk treatmentnya itu untuk siswa yang
orangtuanya bercerai itu gimana? Atau
94
94
meninggal
Pewawancara Ya karena kalau yang meninggal itu ya kadang
saya saranin gitu supaya walaupun orangtua
kamu nggak ada gitu kan kan juga harusnya
belajar kan kan mereka diajari yang namanya
takdir dan lain sebagainya gitu itupun saya
kaitkan saya bilang nih ada si kemarin yang
orangtuanya meninggal saya juga kan dirmah itu
pengurus jenazah saya dirumah di lingkungan
saya, jadi saat orangtua siswa ini rumahnya
deket saya ya saya urusin lah, saat itu lah saya
nasihat semua usia itu kan nggak ada yang abadi
ya semua usia itu Allah yang kasih
Guru PAI Teratment ke siswanya sendiri yang ditinggal
orangtuanya bagaimana bu?
Pewawancara Kita kasih semangat ya dalam bentuk nasihat
dalam bentuk pengertian dia bahwa semua
itupun yang kit amiliki yang kita sayangi itu
nggak ada yang kekal kita juganggak tau kapan
entah bayi entah gede entah tua itu kadang
kemarin ibunya masih muda anaknya masih
kelas 2 SMP . iya jadinya ya kita kasih semangat
aja naak itu walaupun dia udah kehilangan
orangtua
Guru PAI Kalau bu punya catatan perkembangan siswa
nggak?
Pewawancara Sekolah sini nggak ada, nggak ada jadi
sepintaspintas mereka curhat sepintas mereka
ngobrol kalau catatan khusus mah yang udah
begini nih yang udah berkasus yang udah pada
95
95
melanggar akhirnya kita tangani curhat sudah
nggak bisa akhirnya dengan melibatkan banyak
kayak gini nih sebenarnya ini nih bukan anak
kelas saya dia sudah naik kelas 9 dtapi karena
dia melanggar baru dua bulan udah beberapa
kali melanggar peraturan sekolah dengan
merokok ya akhirnya berkaitan dengan saya
kelas delapan tahun lalu ternyata pas kita lihat
ternyata dia nilainya, nilainya kebetulan da si
rajin masujknya jadi kita kategorikan dia naik
kelas, nah karena sistem pembelajarn sekarnag
kehadiran yang nomor 1, kedua sikap, ketiga
baru pengetahuan
Pewawancara Untuk sikap diliat darimana?
Guru PAI Akhlak mereka ini, ya sikap ini, akhlak, jadi
sikapnya itu meliput semuanya, akhlak dia
terhadap guru, terhadap kepala sekolah, ya ini
udah melanggar ini dia merokok, Ngerokok
karena lingkungan temen, Nggak tau juga tapi
dia ngerokok di sekolah, dia bawa temannya dia
rombongan ngobrol udah gitu diposting lagi di
hp difoto lagi begini berempat dan begaya
sembari begini, gimana sekolah nggak kesel
liatnya, lingkungan sekolah lagi,
Pewawancara Kalau ibu sendiri ada cara khusus nggak untuk
menanamkan sikap ikhlas, sabar, tawakkal
Guru PAI Ya itu dengan pendekatan dan pembelajaran kita
kita kaitkan dengan pembelajaran setiap
menyampakan ini ilmu pelajaran, sekarang saya
juga, apa, kadang emreka saya sampai
96
96
menceritakan ini kan bapaknya tukang ojek,
diceritain orangtua itu nggak pernah ngarepin
apa apa yang penting kalian rajin belajar, rajin
masuk, itu orangtua seudah seneng, jangan bikin
masalah di sekolah, karena mohon maaf nih saya
bilnag gitu ya kalau saya jelasin, ibu bukan
mnghina pekerjaan ornagtua kalian, ada yang
orangtuanya tukang ojek, coba kalian bayangin
kepanasan, keujanan, saya bilang gitu hanya
untuk kamu untuk kalian bayar spp, sekolah
makanya kalian bersyukur nah itu sekarang kita
terapkan, syukur, sabar kalau orangtua belum
ada nggak perlu marah marah gitu saya terapkan
dalam pelajaran
Pewawancara Untuk reaksinya bagaimana bu?
Guru PAI Ada yang sampai nangis dia mungkin
ngebayangin orangtuanya ya ada yang seorang
ibu yang mungkin suaminya sudah nggak ada
penghasilan udah nggak ada, ibu kalian itu apa
kuli kuli nyuci dari perumahan perumahan itu
harus kalian bayangin saya bilang gitu
sebetulnya ya kadang gitu tersentuh sampai ada
yang nangis,
Pewawancara Kayak muhasabah berati ya bu
Guru PAI Iya he eh terkadang saya terkaitnya itu dengan
tugas tugas itu mereka lalai meraka nggak
pernah mengerjakan akhirnya saya alihkan
pembicaraan ke demikian kalian terus aja nggak
pernah ngerjain apa kalian nggak pernah kasian
ke orangtua yang beliin buku, ini kan buku
97
97
mahal ratusan ribu, orangtua kalian boleh kuli
kuli yang bapaknya, coba kalian bayangin
bapaknya tukang ojek, coba kalau ujan keujanan,
panas kepanasan, pada nangis
98
98
Lembar Transkrip Wawancara
Nama informan: Sarah
Jabatan/status informan: Siswa
Hari/tanggal: Jum‟at, 28 Agustus 2018
Waktu : 13.00
Tempat: Kelas
Pewawancara Hai Sarah, gimana kabarnya sarah?
Sarah Baik, ka
Pewawancara Alhamdulillah, sehat-sehat terus ya Sarah
Sarah Aamiin makasih ka
Pewawancara Katamu Ayah sama Ibumu itu udah cerai ya Sar,
itu gimana ceritanya?
Sarah Tapi kalau abis itu beberapa tahun kemudian
ayah nikah lagi, tapi aku nggak tahu kalau ayah
nikah lagi
Pewawancara Kalau sekarang tinggal sama?
Sarah Sama nenek, kakek mamah sekarnag adek di
pesantren
Pewawancara Oh adek kamu pesantren, SD berarti?
Sarah SMP
Pewawancara Oh SMP berarti gajauh dong umurnya,
Sarah Iya dia beda dua tahun doang
Pewawancara Terus kalau kamu sendiri di sekolah pernah
nggak si bicarain masalah ini ke guru-guru apa
kamu diem aja
Sarah GA pernah sama sekali
Pewawancara Ga pernah sama sekali? Apa emang karena
kamu ngerasa enjoy?
Sarah Saya kalau misalkan cerita ke orang lain kan
99
99
kebanyakan orang Cuma penegn tahu bukan
peduli.
Pewawancara Tapi orang lain tau nggak? Meskipun kamu
nggak pernah cerit a
Sarah Mungkin sahabat dair SD
Pewawancara Yang kenal dari lama ya, berarti guru-guru
nggak ada yang tahu ya?
Sarah Ada, Bu Lia
Pewawancara Bu Lia itu gimana?
Sarah Bu Lia itu guru Tk
Pewawancara Bu Lia ngasih kamu motivasi gitu nggak?
Sarah Dia cenderung kalau ada yang bilang yaudah
gitu doang, nggak terlalu peka banget lah
Pewawancara Nggak terlalu peka ya? Guru yang menurut
kamu paling peka itu siapa?
Sarah Bu Zuya
Pewawancara Bu Zuya itu guru bahasa?
Sarah Arab
Pewawancara Kalau misalkan di PAI sendiri , itu kamu sering
dengerin ini nggak? Nasihat siapa, bu Lia ya
engajarnya
Sarah Iya
Pewawancara Tentang kayak kamu tuh harus ikhlas, harus
sabar, tawakkal,
Sarah Iya kayak gitu
Pewawancara Ngasih taunya dalam bentuk penyampaian
materi aja apa intens kamu tuh harus gini harus
gini
Sarah Iya kebanyakan kan, apadah namanya, udah
belajar doang terus gausa diamalin gitu
100
100
Pewawancara Kalau menurut kamu sendiri guru PAI tuh jadi
apa si buat kamu? Kalau aku misalkan, oh guru
PAI Cuma jadi pengjaar, atau pembimbing juga
Sarah Pembimbing juga
Pewawancara Oh pembimbing juga? Terus kalau misalnya,
kalau misalnya apa dia ngajarin terus kan juga
buat sehari-hari, ga boleh marah-marah, ga
boleh, harus ikhlas, sabar,
Sarah Jadi teladan juga ga buat kamu?
Pewawancara Hmm ngikutin sifatnya kalau ada yang baik
diikutin, kalau ada yang jahat lebih baiknya
gausa diceritain
Sarah Berarti sekarang selain perceraian kamu punya
masalah lain nggak yang buat kamu trauma
kayak aduh ngedown banget nih gara-gara ini,
Pewawancara Nggak si, paling suka kangen aj, tapi ayahku si
baik, kayak misalnya kalau misalkan itu yang
bayar SPP semuanya kan Ayah tapi jarang ke
rumah, sering ke rumah tapi mungkin 1 bulan
sekali atau nggak ditransfer,
Sarah Kalau kamu lagi ngerasa kayak punya masalah
gitu yang pertama kali kamu lakuin apa?
Pewawancara Hmmm mungkin sabar aja
Sarah Sabar aja, diem aja ya? Bukan tipe orang yang
berontak gitu?
Pewawancara Kalau berontak kasian orangtuanya juga
takutnya entar malah pikiran
Sarah Kalau ada masalah kamu lebih pilih gmn?
Pewawancara Kalau aku kadang nggak suka bawa maslaah
kalau ada masalah yaudah
101
101
Sarah Pas ada maslaah itu kamu pikir positif apa udah
uring-uringan
Pewawancara Biasa aja, tapi kadang kalau lagi kangen inget
juga negatifnya
Sarah Kalau kamu sendiri ngukur diri kamu udah jadi
orang yang sabar ikhlas belum?
Pewawancara Sabar si udah tapi kalau ikhlasnya belum
Sarah Kamu tau apa itu ikhtiyar?
Pewawancara Tawakkal itu menjalani perintah Allah dan
menjauhi larangannya kalau ikhtiyar nggak tau
Sarah Kalau shalat kamu rajin apa?
Pewawancara Lima waktu soalnya kan mamah dirumah nggak
ada kegiatan jadi kalau nggak shalat ngapain
gitu
Sarah Kalau kamu sendiri ngukur diri kamu udah jadi
orang yang sabar ikhlas belum?
Pewawancara Sabar si udah tapi kalau ikhlasnya belum
Sarah Kamu tau apa itu ikhtiyar?
Pewawancara Tawakkal itu menjalani perintah Allah dan
menjauhi larangannya kalau ikhtiyar nggak tau
Sarah Kalau shalat kamu rajin apa?
Pewawancara Lima waktu soalnya kan mamah dirumah nggak
ada kegiatan jadi kalau nggak shalat ngapain
gitu
102
102
Lembar Transkrip Wawancara
Nama informan: Andi
Jabatan/status informan: Siswa
Hari/tanggal: Jum‟at, 28 Agustus 2018
Waktu : 13.30
Tempat: Kelas
Pewawancara Hai Andi, gimana kabarnya?
Andi Alhamdulillah ka
Pewawancara Katanya kamu pernah jatoh dari
motor ya, ndi?
Andi Iya ka
Pewawancara Ya ampun, gimana ceritanya itu bisa
jatuh ndi?
Andi Iya jatoh dari motor aku yang nyetir
jadi aku nyalip, nggak parah lukanya,
abis itu aku trauma nggak mau naik
motor lagi, pertama kali aku cerita ke
orangtua, itu kejadian pas pertama
kali masuk kelas 7, sekarang aku
udah nggak trauma,
Pewawancara Guru yang paling sering kamu
curhatin siapa?
Andi Kelas 7 doang, bu Dita, guru
pelajaran MTK
Pewawancara Dia adalah guru yangpaling peka
yang suka nasihatin saya
Andi Sabar nggak tau, hijarh nggak tau
semuanya nggak tau
Pewawancara Kalau menurut kamu guru PAI itu
103
103
sebagai apa?
Andi Guru PAI menjadi pembimbing yang
membuat saya lebih baik
Pewawancara Saya pernah si sabar tpai nggak bisa
definisiinnya
Andi Guru yang paling peka menurut
hafidz siapa?
Pewawancara Siapa ya, bu Lia
Andi Biasanya bu Lia ngapain
Pewawancara Ya ngapain ya, gimana gimana
Andi Misalkan kamu kan tadi bu Lia
bilang peka
Pewawancara Bu Lia paling ngasih saran
Andi Sabar itu nahan diri, tawakkal ini
bukan apa si lupa, ikhlas dalam
berbuat, ikhtiyar hmmmm lupa, kalau
hijrah itu berpindah
Pewawancara Menurut kamu kita penting nggak
kita buat bersabar?
Andi Penting
Pewawancara Bagi Andi, guru PAI itu siapa di
hidup Andi?
Andi Guru PAI lebih ke pembimbing lah,
pembina rohani juga
104
104
Lembar Transkrip Wawancara
Nama informan: Jono
Jabatan/status informan: Siswa
Hari/tanggal: Jum‟at, 28 Agustus 2018
Waktu : 14.00
Tempat: Kelas
Pewawancara Hai Jono
Jono Hai ka
Pewawancara Sehat Jon?
Jono Alhamdulillah dong ka
Pewawancara Mantap, Jono gmn kabarnya Ayah,
katanya Ayah sakit?
Jono Iya ka, tapi sekarang udah sembuh
Pewawancara Alhamdulillah
Jono Gatau ka, abis sembuh dari stroke
Ayah jadi suka marah-marah
Pewawancara Marah-marah gimana itu?
Jono Ngusir-ngusir aku gitu dari rumah
Pewawancara Kok gitu, kamunya nakal kali hehe
Jono Hehe nggak ka, bukan aku doang,
Ayah suka ngusir aku, Ibu sama adek
aku
Pewawancara Wah, mungkin Ayahmu lagi banyak
pikiran Jon... Setiap ayahmu coba
ngusir kamu dari rumah, perasaan
kamu gimana?
Jono Ya awalnya kesel ka, tapi sekarang
udah biasa aja
Pewawancara Kamu bales dengan ucap kasar gitu
105
105
atau diem aja?
Jono Aku nggak bales, aku diem aja kasian
Ibuku juga nanti yang kena
Pewawancara Wih anak pintar, bagus ya... berarti
yang buat kamu kuat menghadapi
Ayah kamu itu Ibumu ya
Jono Iya ka, sama sekolah
Pewawancara Sekolah?
Jono Iya, kalau di sekolah bawannya
seneng aja gitu, jadi ga kepikiran
Pewawancara Senengnya karena belajarnya, karena
gurunya apa karena temen-temennya
nih
Jono Temen-temennya ka, gurunya juga
ada
Pewawancara Kamu pernah denger ga guru PAI
ngajarin kamu tentang ikhlas, sabar,
shalat, hijrah, tawakkal, ikhtiyar dan
ikhlas
Jono Pernah ka
Pewawancara Kalau ikhlas itu apa
Jono Nerima
Pewawancara Ya kurang lebih gitu, terima apa
adanya, niatkan semua untuk Allah,
kalau Hijrah?
Jono Hmmm apa ya ka, gatau
Pewawancara Kalau sabar?
Jono Sabar menghadapi cobaan
Pewawancara Tawakkal?
Jono Apa ya, lupa ka
106
106
Pewawancara Ikhtiyar?
Jono Lupa juga ka
Pewawancara Wah kumaha atuh lupa semua ini
kayaknya
Jono Hehe iya ka
Pewawancara Emang guru PAI ga sering ngasih tau
itu?
Jono Ngasih tau, tapi nggak bisa jelasinnya
aku
Pewawancara Yaudah, nanti belajar lagi ya, terus
terakhir nih Jon, menurutmu, guru
PAI itu bagi kamu sebagai apa si?
Jono Sebagai pembimbing ka, biar bisa
makin baik lagi
107
107
Observasi
No. Aspek yang diteliti Waktu dan
Tempat Keterangan
1. Interaksi guru PAI dengan
siswa Ruang kelas
Guru PAI memosisikan
dirinya sebagai
orangtua, sehingga
interaksi yang terjadi
adalah interaksi antara
ibu dan anak, guru PAI
kerap secara refleks
menegur murid yang
melakukan kesalahan,
mendekati setiap murid
selama pembelajaran
untuk mendapatkan
fokus dan perhatian
siswa selama
pembelajaran
2. Perilaku informan siswa di
dalam kelas Ruang kelas
Sarah: Fokus ke buku
cetak dan buku tulis
yang ada di
hadapannya. Sesekali
mengobrol dengan
teman sebangkunya.
Andi: Matanya tampak
tidak fokus ke guru
maupun buku, seperti
melamun, namun
sesekali terlihat
berusaha untuk tetap
108
108
fokus dengan menatap
guru lekat
Jono: Kerap bercanda
dan mengobrol dengan
temannya. Responsif
terhadap arahan guru
3. Perilaku informan siswa di luar
kelas
Koridor
Sekolah
Sarah: Mengikuti
temannya secara
berkelompok,
mengobrol dan
bercanda. Menyalami
guru yang lewat
Andi: Mengajak teman
untuk mengobrol dan
berkeliling sekolah
Jono: Mengobrol,
bermain dengan
temannya dan pergi ke
kantin
4. Perilaku guru PAI di dalam
kelas Ruang kelas
Raut muka pada
awalnya KBM terlihat
sangat bersemangat dan
ceria, namun mulai
memasuki pertengahan
waktu KBM terlihat
guru PAI semakin lelah
dengan perilaku murid
yang tidak bisa diatur
5. Perilaku guru PAI di luar kelas Koridor
sekolah
Kerap menyapa guru-
guru lain dan muridnya.
109
109
Selalu berjalan dengan
senyuman dan
menanyai kabar orang
yang berpapasan
dengannya. Guru PAI
sekaku mengingat
tegurannya kepada
murid-murid, sehingga
setiap bertemu murid
yang bersangkutan ia
selalu mengingatkan
murid tersebut terkait
tegurannya.
Catatan Deskriptif
Tempat: Kelas
Tanggal: 28 September 2018
Kegiatan: Pembelajaran
-Pembukaan dan persiapan
-Peringatan ke 2 murid yang tidak membaca do‟a dengan adab yang benar dan
kerudung yang berantakan, lalu mencatat nama siswa tsb
-Mengabsen siswa
-Mengecek tugas siswa
-Memperingati siswa yang pertemuan lalu kabur dan nakal
-Memberikan buku tugas yang telah dinilai
-Guru mengambil buku paket dan UKS siswa
-Guru berkeliling untuk persiapan siswa mengisi soal ulangan
-Siswa belum memahami intruksi ulangan
-Guru menasihati murid karena
-Guru – siswa itneraksi tidak sopan (saling menjawab dan lebih membangkang)
110
110
-Ibu membuang tutup pulpen
-Murid menyontek atau bekerjasama dengan kode dari jauh
-Siswa meminjam tip-ex dengan melempar
-Siswa tidak mengisi jawaban ulangan dengan tenang
-Peringatan 10 menit
-Bell berbunyi, ulangan dikumpulkan
-Siswa tidak mengerjakan ulangan dengan baik
-Peringatan tidak naik kelas dan akhlak-akhlak