Upload
phamdung
View
376
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA
SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility)
PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
Oleh
NUR FATHONAH SADEK
F24062530
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA
SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility)
PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
Oleh
NUR FATHONAH SADEK
F24062530
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENERAPAN SISTEM HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
PADA WARUNG TEGAL DAN PEMBUATAN MODUL PELATIHANNYA
SEBAGAI SALAH SATU BENTUK CSR (Corporate Social Responsibility)
PT BINTANG TOEDJOE, JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
NUR FATHONAH SADEK
F24062530
Dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1988
Di Banyuwangi, Jawa Timur
Menyetujui,
Bogor, Juni 2010
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. Ir. Yunawati Gandasasmita, M.Sc.
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.
Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nur Fathonah Sadek, dilahirkan di Ba-
nyuwangi, 23 Januari 1988 dari keluarga Sadi (Ayah) dan
Eko Pratiwiningsih (Ibu). Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Pendidikan dasar penulis diawali pada
tahun 1994-2000 di SDN Kalibaru Wetan 1, Banyuwangi.
Pada tahun 2000 - 2003, penulis melan-jutkan pendidikan ke
SMPN 1 Jember. Selepas sekolah menengah pertama,
penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Jember pada tahun 2003-2006.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun
2006. Setahun kemudian, penulis dipastikan menjadi salah satu mahasiswa di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Selama di bangku perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan
akademik, non akadenik, dan organisasi kampus.
Penulis menyelesaikan tugas akhirnya pada tahun 2010 berupa praktik
kerja magang yang dilaksanakan di PT Bintang Toedjoe, Jakarta. Judul praktik
kerja magang tersebut adalah Penerapan Sistem HACCP pada Warung Tegal dan
Pembuatan Modul Pelatihannya sebagai Salah Satu Bentuk CSR PT Bintang
Toedjoe, Jakarta di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. dan Ir.
Yunawati Gandasasmita, M.Sc.
Nur Fathonah Sadek. F24062530. Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point) pada Warung Tegal dan Pembuatan Modul Pelatihannya
sebagai Salah Satu Bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) PT Bintang
Toedjoe, Jakarta. Di bawah bimbingan Tien R. Muchtadi dan Yunawati Gan-
dasasmita. 2010.
RINGKASAN
Warung tegal (warteg) merupakan salah satu jenis usaha yang berkembang
pesat di kota-kota besar, namun ternyata merupakan penyebab keracunan pangan
terbesar nomor dua di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan dari kegiatan praktik
kerja magang ini adalah untuk menganalisis bahaya-bahaya yang dapat muncul di
dalamnya berdasarkan pendekatan prinsip-prinsip HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point). Hasilnya akan disampaikan ke dalam bentuk pelatihan
yang merupakan salah satu bentuk CSR PT Bintang Toedjoe.
Sampling warteg dilakukan berdasarkan ukuran dan jumlah masakan serta
lokasi wartegnya. Hasilnya akan dianalisis untuk menentukan titik kritis serta
prosedur pemantauan dan tindakan koreksinya berdasarkan standar CODEX.
Prinsip-prinsip HACCP diterapkan pada penyelesaian bahaya yang ada pada tahap
pemilihan bahan baku, penanganan bahan, dan waktu tunggu penjualan. Sebelum
HACCP diterapkan, warteg harus memenuhi program prerequisite, yakni GHP
(Good Hygienic Practises). Berdasarkan hal tersebut, ada banyak bahaya yang
berasal dari lingkungan, suplai air, dan sanitasi pekerja yang harus dikontrol dari
segi GHP tersebut.
Faktor penyebab terjadinya keracunan melalui makanan yang dapat terjadi
terutama disebabkan oleh waktu tunggu penjualan yang terlalu lama di suhu
ruang, kontaminasi silang dari lingkungan, dan perilaku pekerja yang tidak
higienis. Bahaya fisik yang umum muncul berasal dari debu, bahaya biologi dari
Salmonella, S. aureus, dan C. perfringens, serta bahaya kimia berasal dari karsi-
nogen yang terdapat penggunaan minyak goreng yang dipakai berulang-ulang.
Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan pengelola, keterbatasan
waktu dan kondisi, serta tidak adanya tuntutan dari konsumen. Dari hasil analisis
tersebut selanjutnya dibuatlah modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan
pendekatan HACCP bagi para pengelola warung tegal.
Nur Fathonah Sadek. F24062530. The Application of HACCP System on Wa-
rung Tegal and Its Training Manual Making as the One of Bintang Toedjoe
Company’s CSR. Under Guidance of Tien R. Muchtadi and Yunawati Gandasas-
mita. 2010.
ABSTRACT
Warung tegal (warteg) is one kind of operation which grow fast in big cities,
but also become the second highest factor of foodborne diseases in Indonesia.
Because of that, the aim of this research is to analyze the hazards on warteg based on
HACCP principles, then the result will be used for making into food safety training
manual for warteg manager. This training will be the one of Bintang Toedjoe
Company’s CSR.
Warteg sampling is based on the large and total menu of warteg and also its
location. The results are analyzed to find its critical control points (CCP), its
procedures, and its corrective actions based on CODEX standards. The principles of
HACCP are applied in any kind of hazards which happened on selecting raw
materials, handling, processing, and sell waiting time. Prior to HACCP application,
warteg should have in place prerequisite program, GHP (Good Hygienic Practices).
Because of that, there are many sources of hazard from environment, water supply,
and personal hygiene must be controlled by GHP.
Foodborne diseases factors from warteg are caused especially by sell waiting
time which is too long in room temperature, environment cross contamination, and
personal unhygienic practices. Common hazards on warteg are from physical and
microbiological agent. Physical hazards are commonly from dust, the microbiological
ones are Salmonella, S. aureus, and C. perfringens, and also the chemical one is
carcinogent from over oxidized cooking oil. These conditions are caused by the lack
of managers knowledge, limitation of time and condition, and also there is no
consumers demand. The result of this analyis then be used for making a food safety
training manual base don HACCP principles for warteg managers.
ii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesai-
kan penelitian yang berjudul Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis Criti-
cal Control Point) pada Warung Tegal dan Pembuatan Modul Pelatihannya
sebagai Salah Satu Bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) PT Bintang
Toedjoe, Jakarta.
Pada kesempatan ini perkenanlah penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu, mendukung, serta membimbing penulis,
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi
ini, terutama kepada:
1. Keluarga tercinta, ibu, bapak, dan adikku, Moch. Sulthon Fathoni Sadek
yang senantiasa menemani, mendukung, mendoakan, dan memberikan ke-
kuatan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan segala bantuan kepada penulis selama
perkuliahan, penelitian, maupun penyusunan tugas akhir.
3. Ir. Yunawati Gandasamita, M.Sc. sebagai pembimbing lapang yang telah
memberikan kesempatan, bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam
melaksanakan kegiatan praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe, Pu-
lomas, Jakarta.
4. Dr. Suliantari, MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan
yang membangun.
5. Human Resources Development Manager, Bapak Leonard Luminta, yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan praktik kerja
magang selama empat bulan.
6. Seluruh staf Business Developmet, Novi, Meiry, Mas Agus, Mbak Vanie,
Asti, Mbak Rika, Mbak Verani, Mbak Sari, Mbak Erni, Mas Onter, Bu
Sien, dan Bu Mida. Terima kasih atas sambutan, kebersamaan, diskusi,
dan bantuan selama penulis melakukan magang.
iii
7. Pak Hari, Pak Rusmadi, Mas Ferdi, Pak Michael, dan para pengelola War-
Joss, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, atas kerja samanya sela-
ma penulis melakukan survei.
8. Sahabat-sahabatku di ITP 43, Della, Eri, Helen, Yua, Laras, Henni, Yogi,
Stefanus, Aan, Arius, Dzikri, Adit, Idham, Abdi, Bernand, Zaki, Sandra,
dan semua teman-teman di ITP 43 atas kebersamaannya selama tiga tahun
ini.
9. Teman satu bimbingan, Rima dan Deni. Tetap semangat teman. Sukses
selalu untuk kita bersama.
10. Keluarga kost Puri Fikriyyah dan asrama kamar 223, Indri, Tina, dan Ida.
11. Teman-teman OMDA Jember dan Banyuwangi, terutama Mas Nunus. Te-
rima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan nasihatnya.
12. Keluarga besar di Banyuwangi, Mbah Uti, Mbah Muncar, Bulik Titik, Om
Marno, Om Dar, Bulik Tutik, Bulik Tus, Om Tono, Bulik Mung, Om Da-
yat, Aci, Lia, Dita, Via, Ryaz, dan Diki. Terima kasih atas doa dan du-
kungannya.
13. A Asep Safari atas doa, dukungan, dan diskusinya.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selama ini te-
lah membantu penulis secara langsung maupun tidak dalam menyele-
saikan pendidikan di IPB.
Penulis sangat berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Depar-
temen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB.
Bogor, Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………….....1
B. TUJUAN DAN MANFAAT………………………………………………2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN………………………………………………3
B. VISI, MISI, DAN CORE VALUE PERUSAHAAN………………………4
C. ORGANISASI PERUSAHAAN…………………………………………..4
D. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN…………………………………..19
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN………………………………………………...21
B. KASUS KERACUNAN PANGAN DI INDONESIA…………………...22
C. WARUNG TEGAL………………………………………………………23
D. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)…………………24
E. GHP (Good Hygienic Practices)………………………………………...33
IV. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN………………………………………………………………….37
B. METODE………………………………………………………………..37
V. HASIL PENGAMATAN
A. Contoh Kondisi Warteg dan Praktik Kerja para Pengelolanya………… 40
B. Menu Masakan yang Umum Ditemui di Warteg………………………..50
C. Faktor Sosial Penyebab Pengolahan Pangan Menjadi Tidak Aman……52
VI. ANALISIS HACCP
Ruang Lingkup Pembelajaran Sistem HACCP pada Warung Tegal………..53
v
VII. PEMBAHASAN
A. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)………………64
B. GHP (Good Hygienic Practices)……………………………………...79
C. PEMBUATAN MODUL PELATIHAN KEAMANAN PANGAN….102
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN……………………………………………………….106
B. SARAN.………………………………………………………………106
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..108
LAMPIRAN……………………………………………………………………113
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemasaran produk-produk Bintang Toedjoe oleh SBU………………...7
Tabel 2. Produk-produk PT Bintang Toedjoe…………………………………..20
Tabel 3. Bahaya mikroorganisme berdasarkan resiko keparahan bahayanya….. 28
Tabel 4. Mikotoksin yang sering ditemukan pada makanan................................29
Tabel 5. Bahan kimia berbahaya pada makanan..................................................30
Tabel 6. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik...................................31
Tabel 7. Pengelompokan bakteri berdasarkan tingkat keakutannya……………55
Tabel 8. Bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaran………56
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bintang Toedjoe………………………….113
Lampiran 2. Panduan diskusi dan observasi lapang…………………………….114
Lampiran 3. Analisis HACCP di berbagai kegiatan/tahapan…………………...117
A. HACCP pada tahap penyimpanan…………...……………….…..117
B. HACCP pada tahap pencucian………………………………..…..123
C. HACCP pada suplai air…………………………………………...130
D. HACCP pada penanganan sampah dan air limbah………………138
E. HACCP pada penyajian makanan………………………………..142
F. HACCP pada pembuatan masakan yang umum di Warteg
F.1. HACCP pada pembuatan ayam goreng……………………..146
F.2. HACCP pada pembuatan rendang daging sapi……………..156
F.3. HACCP pada pembuatan telur bumbu bali…………………164
F.4. HACCP pada pembuatan ikan goreng………………………173
F.5. HACCP pada pembuatan cumi masak hitam……………….183
F.6. HACCP pada pembuatan udang asam manis………………192
F.7. HACCP pada pembuatan sayur asem………………………202
F.8. HACCP pada pembuatan tumis kacang panjang……………210
F.9. HACCP pada pembuatan bakwan sayur……………………218
F.10. HACCP pada pembuatanorek kentang/tempe……………..225
Lampiran 4. Alternatif design layout warteg yang dapat direkomendasikan....236
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Usaha jasa boga warung tegal (warteg) berkembang sangat pesat
terutama di daerah kota besar. BPS (2008) menyebutkan bahwa terdapat
823.936 jenis usaha ini atau sekitar 27.48% dari seluruh usaha penyediaan
makanan dan minuman di Indonesia. Menjamurnya usaha ini terjadi karena
orang-orang Tegal yang merantau tersebut memandang kota-kota besar,
seperti Jakarta dan sekitarnya, merupakan lahan bisnis yang menjanjikan.
Warteg menyediakan berbagai makanan siap santap yang disajikan secara
sederhana. Para pendatang yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan
rendah serta mahasiswa yang indekos menganggap warteg sebagi suatu solusi
tersendiri bagi mereka untuk menikmati makanan yang murah meriah.
Ironisnya jenis usaha jasa boga, termasuk warteg, merupakan sumber
penyebab keracunan pangan terbesar nomor dua di Indonesia (BPOM, 2005).
Berbagai masalah yang menyangkut warteg tersebut seharusnya dapat
dicarikan jalan keluarnya, bukan dengan melarangnya berjualan. Oleh karena
itu diperlukan suatu program pelatihan keamanan pangan bagi para pengelola
warteg, supaya mereka mengetahui praktik persiapan dan pengolahan pangan
yang benar serta bahaya yang ditimbulkan bila hal tersebut tidak terpenuhi.
Sebagai bentuk kepedulian, PT Bintang Toedjoe berusaha memberikan
solusi mengenai salah satu permasalahan keamanan pangan ini. Salah satu
bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan ini adalah
melakukan pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP bagi
para pengelola warteg. Program pelatihan yang akan dilakukan kepada para
pengelola warteg adalah dengan pendekatan HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point). Hal ini dikarenakan sistem ini dikenal sebagai alat
yang efektif dalam menjamin keamanan pangan di setiap tahap rantai
makanan (Mayes, 1994). Sistem HACCP dapat diterapkan di berbagai kegiat-
an pengolahan pangan, baik di industri pangan, restoran, katering, makanan
2
jajanan, rumah, bahkan warteg. Namun yang perlu diperhatikan adalah materi
pelatihan harus disampaikan dengan cara yang sederhana dan mudah
dimengerti, untuk menjamin bahwa dapat menyediakan makanan yang aman
untuk dikonsumsi.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan Penelitian
Tujuan dari praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe, Jakarta
mengenai penerapan sistem HACCP pada warung tegal dan pembuatan modul
pelatihannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi proses dan praktik kerja yang dapat menjadi sumber
bahaya pada warteg beserta alasannya.
2. Mengetahui titik-titik pengendalian kritis (CCP) yang harus diperhatikan
dalam usaha jasa boga warteg sekaligus prosedur pemantauan dan
tindakan koreksinya.
3. Menyusun modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan
HACCP pada warteg dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
untuk menjamin keamanan pangan yang dihasilkan dari jasa boga warteg.
4. Salah satu bentuk kepedulian PT Bintang Toedjoe, Jakarta terhadap
masalah keamanan pangan sekaligus meningkatkan kapabilitas warteg itu
sendiri.
Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya praktik kerja magang di PT Bintang Toedjoe
ini, diharapkan dapat disusun sebuah modul pelatihan keamanan pangan yang
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada Warung Tegal.
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN
PT Bintang Toedjoe didirikan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 29
April 1946 oleh Tan Jun She (seorang sinshe), Tjia Pu Tjien, dan Hioe On
Tjan. Nama Bintang Toedjoe sesuai dengan jumlah anak perempuan yang
dimiliki oleh Tan Jun She, yaitu sebanyak tujuh orang. Pada waktu itu, dengan
alat-alat yang sederhana dan mempekerjakan beberapa orang karyawan, PT
Bintang Toedjoe berhasil memproduksi obat-obatan yang dijual bebas guna
memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat. Salah satu obat yang diproduksi
sejak berdirinya perusahaan ini adalah Puyer No. 16 (Obat Sakit Kepala No.
16) yang sampai saat ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
dan diekspor ke beberapa negara.
Empat tahun kemudian, PT Bintang Toedjoe pindah dari Garut ke
kawasan Krekot, Jakarta dan selanjutnya pada tahun 1974, PT Bintang Toe-
djoe kembali pindah ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta. PT Bintang Toedjoe
mulai memproduksi resep dokter pada tahun 1970-an. PT Bintang Toedjoe
dibeli oleh Kalbe Group pada tahun 1985 dan berkembang dengan pesat. Ta-
hun 1990, produk-produk PT Bintang Toedjoe mulai diekspor ke mancane-
gara.
Sejalan dengan meningkatnya volume produksi menyebabkan lokasi di
Cempaka Putih tidak memadai lagi. Hal ini menyebabkan pada tahun 1993,
PT Bintang Toedjoe pindah ke kawasan industri Pulogadung, menempati area
seluas 12.000 meter persegi. Selanjutnya pada bulan Juni-Juli 2002, pabrik di
Pulomas mulai beroperasi, kemudian pada bulan September 2002, Head
Office pindah ke Pulomas dan pabrik di Pulogadung tetap beroperasi. Saat ini,
dengan mempekerjakan lebih dari seribu orang karyawan, PT Bintang Toedjoe
merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang tidak
hanya memproduksi obat-obatan, melainkan juga suplemen makanan.
4
B. VISI, MISI, DAN CORE VALUE PERUSAHAAN
a. VISI
Visi PT Bintang Toedjoe adalah menjadi produsen produk-produk
kesehatan terkemuka yang mendominasi pasar di Indonesia dan Asia.
b. MISI
Misi PT Bintang Toedjoe adalah menyediakan produk-produk ke-
sehatan yang terpercaya kepada setiap orang untuk kehidupan yang lebih
baik.
c. CORE VALUE
PT Bintang Toedjoe memiliki lima Core Value, yaitu :
1. Kami peduli terhadap lingkungan
2. Kami sukses atas dasar semangat kerja sama
3. Kami senantiasa berinovasi dan berjuang untuk mencapai yang terbaik
4. Kami peka dan selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan
5. Kami selalu bekerja dengan penuh semangat dalam lingkungan yang
menyenangkan dan harmonis.
C. ORGANISASI PERUSAHAAN
Adapun struktur organisasi PT Bintang Toedjoe dapat dilihat pada
Lampiran 1.
1. Business Development
Departemen ini bertanggung jawab terhadap ide dan pengembang-
an produk baru dan Quality System (HACCP, ISO 9001, SMK3, dll.) PT
Bintang Toedjoe. Departemen ini membawahi tiga bagian, yaitu Product
Innovation, Regulatory Affair, dan Consumer Insight.
a. Product Innovation
Bagian Product Innovation memiliki fungsi sebagai beri-kut:
1. Mendukung bagian Marketing dan Regulatory Affair untuk hal-hal
yang berkaitan dengan scientific issue.
2. Membantu pengembangan bisnis PT Bintang Toedjoe dengan
mengajukan usulan produk baru berdasarkan hasil proses New
Product Development (NPD) yang dapat dipertanggungjawabkan
5
secara ilmiah. Ide dilakukan melalui primary dan secondary rese-
arch. Data sekunder yang biasa digunakan adalah Index Hospital
Pharmaceutical Audit (IHPA), Index Pharmaceutical Audit (IPA),
Index Drugstore Audit (IDA), dan data riil perusahaan-pe-rusahaan
farmasi.
3. Memberi pertimbangan terhadap claim dan statement suatu produk.
4. Memberi pertimbangan scientific, berkaitan dengan komposisi
produk.
5. Memberikan training product knowledge, terhadap suatu produk
baru.
6. Mengkoordinir pelaksanaan uji praklinis dan uji klinis produk PT
Bintang Toedjoe.
7. Menyiapkan data-data farmakologi untuk registrasi.
b. Regulatory Affair
Bagian Regulatory Affair memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan proses untuk mendapatkan izin penayangan iklan
2. Melaksanakan proses pendaftaran atau registrasi produk baru
3. Memeriksa kebenaran isi atwork kemasan sesuai perundangan
yang berlaku
4. Coordinator planning produk baru
c. Consumer Insight
Bagian Consumer Insight memiliki fungsi untuk melakukan
survey terhadap konsumen yang hasilnya tersebut berkaitan dengan pe-
ngembangan produk PT Bintang Toedjoe sehingga produk yang di-
kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
6
2. Marketing and Sales
a. Marketing
Departemen Marketing bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan pemasaran dan penjualan produk-produk PT Bintang Toe-
djoe. Kegiatan yang dilakukan oleh departemen ini secara keseluruhan
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan target-target penjualan untuk tiap produk berdasarkan
kondisi pasar.
2. Menentukan strategi pemasaran untuk mencapai target penjualan,
yakni peningkatan kualitas produk, distribusi, menerapkan strategi
Marketing Mix 4P (Price. Product, Place, dan Promotion) dan STP
(Segmentasi, Targeting, dan Positioning).
3. Menjaga dan terus meningkatkan kepuasan konsumen (consumer
satisfaction) terhadap produk-produk PT Bintang Toedjoe dengan
cara menyediakan produk-produk dengan kualitas yang baik
dengan harga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
4. Membina hubungan baik dengan distributor, advertising agency,
dan end user (konsumen).
5. Sebagai Public Relation (PR) bagi PT Bintang Toedjoe dengan
cara melakukan kegiatan pemasaran yang menimbulkan image
positif di mata masyarakat sekaligus mengimplementasikan CRM
(Customer Relation Management)
Dalam melakukan pemasaran produk-produk PT Bintang Toe-
djoe, ditangani oleh dua Strategic Business Unit (SBU), yang mana se-
tiap SBU bertanggung jawab pada setiap platform, seperti terlihat pada
Tabel 1.
7
Tabel 1. Pemasaran produk-produk Bintang Toedjoe oleh SBU
SBU Platform Keterangan Jenis produk
SBU 1 Health &
Energy
Produk yang dikembangkan adalah
minuman kesehatan untuk
membantu memelihara kesehatan
dan kondisi tubuh, menyegarkan
badan, dan membantu metabolisme
tubuh untuk menghasilkan energi
dan kekuatan tubuh
Extra Joss
B7
Extra Joss
Endurance
Varian lain
Extra Joss
SBU 2 Heath
and Cure
Produk yang dikembangkan adalah
obat-obatan untuk kesembuhan
yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter
KOMIX
Peppermint
KOMIX
Jeruk Nipis
KOMIX
Jahe
KOMIX
OBH
KOMIX
OBH Botol
Men’s
Health
Produk yang dikembangkan adalah
produk yang dapat memelihara
stamina kesehatan pria dewasa
IREX MAX
IREX
SBU 3 Health
and
Balance
Produk yang dikembangkan adalah
produk yang meningkatkan
kesehatan dan pencegahan serta
memperbaiki daya tahan tubuh
CAXON
ENACE
CAXON
ION C
Health
and
Beauty
Produk yang dikembangkan adalah
produk kesehatan wanita serta
pencegahannya
N/A
8
Adapun tugas-tugas Departemen Marketing adalah menentukan
strategi promosi dan dan pemasaran untuk tiap produk seperti berikut :
1. Merencanakan kemungkinan suatu produk baru, yang mencakup
kelayakan, ide, launching, serta promosi.
2. Mempertahankan brand awareness produk yang ada dengan mela-
kukan promosi (seperti iklan, off air, dll.) dan Rolling forecast.
Rolling Forecast dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu: target penjualan, analisis stok, tren penjualan, aktivitas pro-
duksi, serta program lain seperti diskon dan kenaikan harga.
3. Melakukan survey pasar mengenai : ketersediaan, permintaan, dan
harga.
b. Sales Management
Sales Management menetapkan target penjualan tiap produk.
Target ini ditentukan berdasarkan Target Fixed yang ditetapkan dalam
Rapat Kerja (RAKER) Triwulan antara pihak Product Management
Pusat dengan sales (cabang dan pusat) serta trend hasil atau penca-
paian tiga bulan sebelumnya.
Produk-produk PT Bintang Toedjoe didistribusikan oleh PT
Enseval Putera Megatrading (EPM), yang masih satu grup dengan PT
Bintang Toedjoe (Kalbe Group). EPM melakukan distribusi dan sales
ke agen apotek, toko obat, dan outlet-outlet di seluruh Indonesia. Dis-
tributor ini memperoleh produk farmasi langsung dari pabrik PT Bin-
tang Toedjoe dengan harga jual pabrik. EPM memiliki cabang-cabang
di seluruh Indonesia. Adapun lokasi cabang-cabang PT Bintang Toe-
djoe tersebut antara lain Jakarta, Bandung, Semarang, Malang, Yogya-
karta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Pekan Baru, Makassar,
Palembang, dan Banjarmasin.
Aktivitas promosi yang dilakukan oleh PT Bintang Toedjoe
bertujuan agar masyarakat aware atau sadar terhadap produk-produk
yang ditawarkan. Aktivitas promosi terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
9
1. Above the Line
Above the Line adalah bentuk iklan yang menggunakan
media komunikasi massa seperti televisi atau radio sebagai sarana
penyampaian pesan dan sarana tersebut umumnya dikelola oleh pi-
hak ketiga. Dalam hal ini kreativitas sangat diperlukan dalam pena-
yangan iklan di televisi atau radio, sehingga sesuai dengan target
sasaran yang ingin dituju. Pada promosi ini kegiatan yang dilaku-
kan dapat berupa :
TV Commercial : bentuk iklan yang ditayangkan baik di televi-
si swasta atau negeri dan dapat berupa TV commercial biasa,
PSA (Public Service Advertising), dan Telop (tayangan slide
biasa / gambar tidak bergerak).
Radio Commercial : bentuk iklan yang disiarkan melalui sta-
siun radio, yang mana materi iklan yang disiarkan dapat ber-
bentuk Jingle (materi iklan yang dibuat dalam bentuk lagu de-
ngan atau tanpa aransemen musik) dan Non Jingle (Iklan biasa
tanpa aransemen atau lagu)
Advertising : bentuk iklan yang dapat berupa Print Advertising
(bentuk iklan yang dimuat di media massa cetak seperti maja-
lah atau koran) dan Outdoor Advertising (bentuknya dapat be-
rupa billboard, papan nama toko, panel bergerak (bus, gerobak
kaki lima, taxi, dan sepeda), jembatan, spanduk, shelter bus,
dll.)
2. Below the Line
Below the Line adalah bentuk iklan yang tidak memerlukan
media tertentu sebagai perantara (berinteraksi langsung dengan
konsumen). Tujuan dari kegiatan below the line ini adalah menarik
simpati pelanggan atau konsumen, meningkatkan citra brand,
menghasilkan penjualan, dan memeriahkan pasar. Bentuk kegiatan
below the line antara lain Direct Consumer Contact (kunjungan ke
rumah, demontrasi pemakaian, bazaar, dll.) dan Sponsorship/Event
10
(diselenggarakan pihak ketiga yang disponsori oleh perusahaan,
seperti lomba-lomba, pertunjukan, dll.).
Bagian Sales Management ini terdiri atas dua bagian, yaitu
Indonesia Sales Management dan Marketing Service & Data Support.
Indonesia Sales Management memilki tugas sebagai berikut :
1. Mengatur distribusi produk PT Bintang Toedjoe sehingga sampai
ke konsumen.
2. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan marketing di pusat maupun
cabang.
3. Memonitor dan mengevaluasi aktivitas distributor dan kantor ca-
bang PT Bintang Toedjoe di setiap daerah.
4. Menciptakan dan mengembangkan system distribusi yang efisien
dan efektif dengan penekanan pada area coverage dan product
availability seluas-luasnya.
5. Memperluas area penjualan produk PT Bintang Toedjoe, termasuk
membuka cabang-cabang baru.
6. Menentukan target penjualan yang sudah ditetapkan.
7. Membantu Brand Management dalam melaksanakan promosi abo-
ve the line di tiap cabang (radio) dan below the line (poster, sticker,
dan sbagainya) serta Merchandising di outlet-outlet atau super-
market.
Sales Management membawahi empat belas kantor cabang re-
gional yang dikepalai oleh Regional Sales Manager selaku pimpinan
tertinggi setiap regional dan Area Manager sebagai koordinator cabang
PT Bintang Toedjoe di seluruh Indonesia. Tiap kantor cabang dikepa-
lai oleh Area Coordinator. Setiap kantor regional dan cabang dibantu
oleh bagian District Leader, Brand Promotion Executive (BPE), Mer-
chandiser (MD), Team Serbu (TS), Sales Promotion Girl (SPG), dan
administrasi. Adapun tugas-tugas dari bagian tersebut adalah sebagai
berikut :
11
Brand Promotion Executive (BPE) dan Assistant BPE, bertugas
melakukan verifikasi terhadap proposal-proposal yang masuk dan
melakukan negosiasi serta survey kondisi pasar terutama dari segi
promosi. Selain itu, bagian ini juga melakukan survey media pro-
mosi, menjalankan program promosi, survey tentang media pro-
mosi yang digunakan competitor serta survey pasar untuk daerah
yang belum terjangkau.
Administrasi, bertanggung jawab terhadap proses pembukuan dan
laporan keuangan dimana Admin Cabang akan bekerja sama de-
ngan Finance Cabang.
Sales Promotion Girl (SPG), bertugas memasarkan produk PT Bin-
tang Toedjoe (Extra Joss) ke kantor, instansi atau acara tertentu se-
perti pameran atau stand. SPG akan digunakan ketika ada acara ter-
tentu yang membutuhkan jasa SPG.
Merchandiser (MD) bertugas memasarkan produk PT Bintang
Toedjoe ke High Class Outlet (HCO), seperti supermarket, mini
market, dan apotek.
Bagian Marketing Service dan Data Support (MSSD) memiliki
fungsi umum seperti mendukung fungsi kerja dan aktivitas marketing
dan bertanggung jawab pada distribusi Point of Sales (POS) atau per-
lengkapan promosi. Bagian-bagian yang mendukung dalam operasi
MSSD adalah Media Buying & Branch Operation, Trade Marketing,
dan Consumer Advisory.
3. Internal Compliance
Bagian Internal Compliance bertugas untuk mengawasi dan me-
monitor kegiatan setiap departemen dan cabang-cabang PT Bintang Toe-
djoe, serta memeriksa kebenaran laporan keuangan pusat dan cabang-
cabang PT Bintang Toedjoe.
12
4. Finance, Accounting, IT, Taxation, Legal (FAITL)
Departemen ini bertanggung jawab atas semua aktivitas finance
dan accounting di PT Bintang Toedjoe serta hal-hal yang berkaitan dengan
hukum dan IT support. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Finance Accounting (FA) dan Taxation, bagian ini memiliki fungsi-
fungsi sebagai berikut :
Mengatur dan mencatat cash inflow dan outflow perusahaan secara
keseluruhan (pendanaan) serta memberikan analisa rasio keuangan
untuk pengambilan keputusan manajemen.
Mengatur balance sheet, neraca, general ledger, dan account peru-
sahaan rutin.
Berhubungan dengan orang pajak (akutansi dan pelaporan pajak).
Menyiapkan segala masalah pajak dan pemeriksaannya.
Menyajikan laporan keuangan dan analisisnya.
Stock opname dan membuat laporan (control inventory).
Mengatur dan memroses perpajakan perusahaan baik yang masuk
maupun yang keluar.
b. Information Technology (IT)
Bertindak sebagai support departemen, dalam hal teknoogi infor-
masi dan bertanggung jawab dalam pengadaan atau upgrade pe-
rangkat komputer, hardware, software, dan network yang dibutu-
hkan oleh karyawan sesuai dengan fungsinya.
Mengembangkan program baru yang terintegrasi sesuai dengan ke-
butuhan tiap departemen.
Bertanggung jawab dalam menciptakan system teknlogi informasi
terintegrasi seperti Customer Relation Management (CRM), Supply
Chain Management, dan Warehouse Management.
Bertanggung jawab terhadap pengembangan sistem teknologi in-
formasi untuk Knowledge Management.
c. Legal
Bertanggung jawab atas seluruh aspek hukum yang berhubungan
dengan perusahaan.
13
Memeriksa setiap isi dokumen resmi (seperti surat perjanjian kon-
trak) dari pihak suplier sebelum ditandatangani oleh pejabat ber-
wenang perusahaan.
Membuat dan atau melakukan review terhadap semua perjanjian
yang melibatkan perusahaan dengan pihak lain.
Memberikan saran, nasihat hukum kepada setiap departemen sehu-
bungan dengan permasalahan hukum perusahaan yang mungkin
terjadi.
Melakukan legal audit secara rutin.
Membuat pernyataan keputusan rapat baik dalam RUPS tahunan
dan luar biasa.
Menyimpan dengan baik seluruh dokumentasi hukum perusahaan.
5. Human Resources (HRD)
Departemen ini bertanggung jawab dalam menentapkan strategi
pengembangan sumber daya manusia yang kompeten dengan didukung
budaya perusahaan yang harmonis serta melaksanakan proses rekrutmen,
penempatan pegawai, Individual Development Program (IDP), dan men-
jalankan sistem yang dapat mendukung terciptanya sumber daya yang
diharapkan.
Departemen HRD terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
Learning and Education, bertangung jawab atas pengembangan kom-
petensi karyawan PT BIntang Toedjoe melalui IDP dan training-
training. Melakukan pengembangan materi training, mengkoordiasikan
eksternal maupun internal training, serta melaksanakan internal train-
ing.
Assessment Development, bertanggung jawab atas ketersediaan tenaga
kerja yang handal dan memilki kompetensi yang sesuai dengan kebu-
tuhan PT Bintang Toedjoe melalui sistem rekruitmen yang baik, me-
lakukan penilaian terhadap seluruh karyawan untuk mengukur perkem-
bangan soft skill dan hard skill, serta melakukan penyesuaian.
14
Recruitment and IR, bertanggung jawab atas tersedianya tenaga kerja
yang kompeten serta sesuai dengan kebutuhan di lingkungan non ma-
nufacturing melalui sistem rekrutmen yang baik, melakukan penem-
patan karyawan pada posisi yang sesuai, baik itu di Head Ofice mau-
pun cabang-cabang PT Bintang Toedjoe dan bertanggung jawab untuk
memastikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan ketenagaker-
jaan agar berjalan dengan baik dan melakuan komunikasi dengan Se-
rikat Pekerja agar tercipta iklim kerja yang harmonis serta koordinasi
kegiatan-kegiatan yang sifatnya kebersamaan dan melakukan adminis-
trasi kepersonaliaan.
Compensation and Benefit, bertanggung jawab atas pembayaran gaji
(Payroll) karyawan dan tunjungan-tunjangan yang diklaim oleh kar-
yawan serta menetapkan sistem kompensasi yang kompetitif.
Organization Development
Memastikan bahwa organisasi di PT Bintang Toedjoe sudah sesuai
dengan kebutuhan perusahaan saat ini, misalnya dalam hal pengem-
bangan sistem, pengembangan struktur organisasi, dan change mana-
gement agar sesuai dengan tujuan perusahaan dan kondisi eksternal.
6. Manufacturing
Departemen ini bertanggung jawab atas proses produksi produk-
produk PT Bintang Toedjoe serta pengembangannya. Divisi ini terbagi ke
dalam empat line produksi, yaitu Line Powder (lokasi Pulogadung), Line
Likuid (lokasi Pulogadung), Line Effervescent (lokasi Pulogadung dan Pu-
lomas), dan Line Natural Product (lokasi Pulomas). Berikut ini adalah ke-
giatan yang dilakukan oleh departemen ini
a. Produksi
Alur proses produksi adalah sebagai berikut :
Production Planning Inventory Control (PPIC) mengeluarkan KP-
BB yang diterima oleh bagian compounding yang kemudian me-
minta bahan baku sesuai dengan yang tertera pada KPBB ke gu-
dang bahan baku (IMC). Bila pada kenyataannya terjadi kekurang-
15
an atau kelebihan bahan baku, maka diperlukan Kartu Pengambilan
atau Pengembalian bahan baku seri A.
Penimbangan bahan baku dilakukan oleh bagian penimbangan. Ba-
han baku yang telah ditimbang, diberi label penimbangan yang di-
paraf oleh penimbangan dan saksi. Selama proses penimbangan di-
lakukan inspeksi oleh pihak produksi, PPIC, dan Quality Control
untuk mencegah kesalahan timbang.
Pihak produksi melakukan proses produksi sesuai dengan prosedur
tetap dan secara berkala dilakukan pengawasan dalam proses oleh
pihak produksi dan Quality Control.
Produk ruahan hasil produksi dikarantina untuk dilakukan proses
sampling dan analisis oleh pihak Quality Control. Pihak Quality
Control akan mengeluarkan label “ditolak” atau “diluluskan”. Bulk
yang telah dinyatakan lulus oleh pihak Quality Control diserahkan
ke bagian pengemasan primer.
Bagian pengemasan memperoleh Kartu Penyerahan Bahan Penge-
mas Primer (KPBPP) dari bagian PPIC dan nomor batch yang ha-
rus dicetak pada kemasan.
Produk ruahan yang diperoleh dikemas primer oleh bagian filling
dan diberi nomor batch. Selama proses pengemasan tersebut, dila-
kukan pemeriksaan oleh pihak Quality Control dan produksi.
Produk ruahan yang telah dikemas primer diserahkan ke pihak
packaging untuk dikemas sekunder.
Selama proses pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan oleh
pihak Quality Control dan produksi, kemudian dilakukan proses
penimbangan dengan sistem komputerisasi tahap produk jadi.
Pihak packaging menyerahkan produk jadi ke gudang OMC diser-
tai dengan Formulir Penyerahan Hasil (FPH) dan tanda diluluskan
oleh pihak Quality Control.
16
b. Pembelian (Purchasing)
Peranan Departemen Purchasing adalah melakukan pembelian
bahan baku, bahan kemas, serta barang teknik dan umum. Pembelian
berdasarkan permintaan dari PPIC dengan menggunakan Formulir Per-
mintaan Barang (FPB) atau untuk barang-barang teknik dan umum
yang diperlukan tiap departemen menggunakan Permintaan Pembelian
(PP). kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Purchasing adalah
penyediaan bahan baku dan bahan kemas baru, pembelian bahan baku
atau bahan kemas rutin, penilaian vendor, dan menentukan Lead Time
(rentang waktu antara saat pemesanan hingga barang diterima)
c. Production Planning Inventory Control (PPIC)
Peranan PPIC dalam suatu perusahan adalah sebagai penghu-
bung antara pihak Sales dan Marketing dengan pihak produksi se-
hingga permintaan pihak Sales dan Marketing dapat dipenuhi oleh
pihak produksi dalam jangka waktu yang diinginkan. Ruang lingkup
kegiatan Departemen PPIC adalah sebagai berikut :
Production planning control (PPC)
Berdasarkan rolling forecast triwulan yang dibuat oleh
pihak Marketing, bagian PPC menyusun rencana produksi triwulan
yang kemudian dijabarkan menjadi rencana produksi bulanan. Ren-
cana produksi bulanan tersebut mengacu pada rolling forecast pada
bulan tersebut dan 50% rolling forecast berikutnya sebagai buffer
stock. Selain itu, bagian PPC memperhitungkan Stock on Hand
(SOH), Work in Process (WIP), dan kapasitas mesin produksi da-
lam penyusunan rencana produksi bulanan.
Inventory planning control (IPC)
Berdasarkan rolling forecastdari pihak Marketing atau
rencana triwulandari bagian PPC, dapat diperkirakan jumlah bahan
baku maupun bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi
selama tiga bulan. Dalam hal ini IPC harus memperhitungkan jum-
17
lah bahan yang dipesan dan jadwal kedatangannya agar dapat me-
menuhi kebutuhan produksi.
Incoming material control (IMC)
Bagian IMC menangani penerimaan barang-barang, meli-
puti bahan baku atau bahan kemas dari supplier, produk toll out,
bahan toll in, produk kembalian obat jadi dari distributor, barang-
barang teknis, dan alat-alat tulis. Bagian IMC memiliki gudang ba-
han baku dan bahan kemas yang mana penyimpanannya dise-
suaikan dengan kondisi penyimpanan yang telah ditetapkan oleh
pihak Quality Control.
Outgoing material control (OMC)
Ruang lingkup kegiatan OMC meliputi penerimaan obat
jadi dari pihak produksi, pengeluaran obat jadi dari OMC ke distri-
butor (lokal/ekspor), serta pengeluaran bahan baku dan bahan ke-
mas untuk produk Toll Out.
d. Product Development
Departemen Product Development dalam mengembangkan for-
mula dan kemasan baru dilakukan berdasarkan Formulir Permintaan
Produk atau Kemasan Baru dari Marketing kemudian dilakukan koor-
dinasi antara pihak Product Development dan Marketing dengan mem-
pertimbangkan perkiraan pemasaran, rencana pembatalan (Toll Out
atau tidak), dan spesifikasi produk yang diinginkan (bentuk, ukuran,
warna, dan kemasan). Setelah tercapai kesepakatan atau persetujuan
antar kedua pihak dan direktur produksi maka dilanjutkan ke beberapa,
yakni : studi literatur, membuat formula tentative, tahap formulasi dan
trial laboratorium, tahap tes stabilitas, pembuatan master formula, dan
trial produksi.
e. Quality Control (QC)
Quality Control merupakan departemen yang bertanggung ja-
wab terhadap pengawasan mutu suatu produk dengan cara pemantauan
18
semua proses produksi mulai dari kedatangan bahan baku hingga
produk beredar di pasaran. Dalam menjalankan tugasnya, QC dibagi
menjadi dua bagian, yaitu QC rutin dan QC nonrutin. QC rutin ber-
tugas menganalisis bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, dan me-
lakukan inspeksi di area produksi. QC nonrutin yang bertugas mela-
kukan kalibrasi alat ukur dan instrument, validasi proses produksi, pe-
mantauan stabilitasproduk baru, pengembangan dan validasi metode
analisa (kimia, fisika, dan kimia), pemeriksaan limbah pabrik, stan-
dardisasi bahan baku baru dan alternatif, dan pemeriksaan mikrobi-
ologi. Manager QC dan staf administrasi bertugas mengontrol batch
record, menangani retained sampel produk, produk kembalian, dan
komplain pelanggan.
f. Quality System (QS)
Departemen Quality System melakukan kegiatan-kegiatan yang
bertujuan sebagai berikut :
1. Semua sistem manajemen dapat diterapkan secara konsekuen di PT
Bintang Toedjoe.
2. Menjamin terimplementasinya Continuous Improvement (CI).
3. Mengawasi, memonitoring, mengevaluasi, dan mereview imple-
mentasi ISO 9001, HACCP, dan sistem manajemen lainnya.
Quality System di PT Bintang Toedjoe dikoordinasikan oleh
departemen Business Development, antara lain :
1. IS0 9001:2000, yaitu sistem manajemen untuk menjamin konsis-
tensi mutu secara keseluruhan (bukan hanya mutu produk, me-
lainkan mutu proses dari semua bagian), yang melibatkan mana-
jemen dan tenaga kerja dari semua departemen.
2. SMK3, yaitu suatu sistem manajemen untuk menciptakan kesela-
matan dan kesehatan di tempat kerja yang melibatkan unsur mana-
jemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan dan mengurangi kecelakaan dan pe-
19
nyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisi-
en, dan produktif.
3. HACCP, yaitu suatu sistem dalam rangka menghasilkan produk
yang aman untuk dikonsumsi, bebas dari zat-zat berbahaya dan be-
bas dari pencemaran oleh bahaya biologis, fisik, dan kimia.
4. CPOB, yaitu tata cara pembuatan obat yang baik, yang merupakan
pedoman wajib bagi semua industri farmasi, agar menghasilkan
produk yang berkhasiaat, aman, dan bermutu.
5. 5R, yaitu ringkas, rapih, resik, rawat, dan rajin. 5R merupakan pro-
gram yang diadopsi dari Jepang (di Jepang disebut 5S) dalam
rangka meningkatkan efisiensi, produktivitas, kualitas, dan kesela-
matan kerja. Semua sistem manajemen yang diterapkan di PT Bin-
tang Toedjoe diterapkan secara terintegrasi.
D. PRODUK-PRODUK PERUSAHAAN
Tabel 2 menunjukkan produk-produk PT Bintang Toedjoe, yang mana
terbagi menjadi lima platform. Terdapat lima platform dari produk-produk ter-
sebut, yaitu Health & Energy, Health & Cure, Health & Balance, Health &
Beauty, dan Men’s Health.
20
Tabel 2. Produk-produk PT Bintang Toedjoe
Platform Nama produk Jenis Produk Launch
Health & Energy Extra Joss Active
B7
Sachet powder 1994
Extra Joss
Flavour (New)
- Apel blackcur-
rant
- Anggur burst
- Krim soda
Sachet powder 2007
E-Juss (Anggur) Sachet powder 2009
E-Juss (Mangga
dan jeruk)
Sachet powder 2010
Health & Cure Komix pepper-
mint
Sachet liquid 1990
Komix jahe Sachet liquid 1994
Komix jeruk
nipis
Sachet liquid 2002
Komix OBH Sachet liquid 2003
Komix Kids Sachet liquid 2006
Waisan Hydro Sachet liquid 2006
Puyer 16 Sachet powder 2006
Bintangin Sachet liquid 2007
Health& Balance Caxon ENACE Effervescent tablet 2005
Caxon Ion C Effervescent tablet 2006
Health & Beauty N/A N/A -
Men’s Health Irex Max Kapsul 2004
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEAMANAN PANGAN
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Anonim, 1996).
Setiap produk pangan selain harus memiliki nilai mutu fisik dan sensori yang
optimal, harus memiliki mutu keamanan pangan. Hal ini bertujuan agar pro-
duk yang dikonsumsi tidak menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia.
Jaminan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen karena pa-
ngan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam ke-
hidupan manusia (Winarno, 1993). Pengertian keamanan pangan UU Pangan
No.7 tahun 1996 adalah kondisi dan upaya yang diperlakukan untuk men-
cegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Sistem keamanan pangan yang kurang diaplikasikan dengan baik pada
sejumlah usaha jasa boga warteg yang ada menyebabkan terjadinya berbagai
kasus keracunan pangan. Marriot (1994) melaporkan bahwa 66% kasus kera-
cunan pangan disebabkan karena toxin dari Staphylococcus aureus, Clostridi-
um perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, dan Vibrio parahae-
molitycus yang tertelan atau yang disebut dengan intoksikasi. Selain itu, ke-
racunan pangan juga dapat terjadi karena masuknya mikroba seperti Brucella
sp., E. coli, Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus grup A, Vibrio chole-
rae, dan virus hepatitis A yang masuk ke dalam saluran pencernaan atau yang
disebut dengan infeksi (Jenie, 1988).
22
B. KASUS KERACUNAN PANGAN DI INDONESIA
Ganowiak (1992) melaporkan bahwa di negara maju seperti Amerika
Serikat, sebanyak 77% kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh
oleh industri jasa boga, 20% kasus disebabkan makanan yang dimasak di ru-
mah, dan hanya 3% yang disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh in-
dustri pangan. Jika dilihat dari jumlah penderita, angka persentase tersebut
akan berbeda karena jangkauan konsumen untuk konsumen industri pangan
lebih banyak dan lebih luas. Meskipun data di Indonesia mungkin berbeda,
tetapi hal ini menunjukkan bahwa di negara-negara maju pun makanan jasa
boga memegang peranan penting sebagai penyebab keracunan pangan. De-
ngan kata lain, makanan siap santap merupakan makanan beresiko tinggi dari
segi keamanannya jika tidak dipersiapkan dengan baik.
Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sumber
terbesar keracunan makanan yang terjadi di Indonesia berada pada jasa boga
dan katering untuk karyawan maupun jajanan anak sekolah (Nda, 2004).
Diperkirakan penyebab utama kasus keracunan dari makanan yang disiapkan
jasa boga seperti warteg adalah penggunaan bahan mentah yang tercemar mi-
kroorganisme yang tercemar patogen, makanan didiamkan dalam waktu yang
cukup lama sebelum dikonsumsi, dan proses pemanasan kembali yang tidak
cukup (Miskiyah, 2006). Seringkali makanan di warteg disajikan dalam waktu
yang cukup lama, dari pagi hingga petang, hingga selama waktu tersebut dapat
terbentuk racun bakteri yang relatif tahan panas, misalnya enterotoksin Sta-
phylococcus aureus (Fardiaz, 1994). Apabila makanan tersebut tidak habis ter-
jual maka seringkali akan disimpan untuk dijual pada keesokan harinya, yang
memungkinkan telah terjadi akumulasi racun bakteri dan pemanasan yang di-
berikan tidak cukup untuk menginaktifkan racun tersebut.
Oleh karena itu cara terbaik untuk mengatasi hal tersebut adalah de-
ngan memasyarakatkan konsep-konsep HACCP kepada pengusaha jasa boga
warteg. Sosialisasi penerapan HACCP ini perlu dilakukan dengan cara yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh para pelakunya. Dengan adanya pe-
23
nyuluhan dan pembinaan tersebut dapat diharapkan sebagai jaminan bahwa
makanan yang disajikan benaar-benar aman untuk dikonsumsi.
C. WARUNG TEGAL
Warung tegal adalah salah satu jenis usaha yang menyediakan
makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga disingkat warteg,
nama ini seolah sudah menjadi istilah untuk warung makan kelas menengah
ke bawah di pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat
lain, baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain. Harga
yang murah dan penyajian yang sederhana merupakan ciri khas yang menjadi
faktor utama mengapa warteg lebih melekat di kalangan masyarakat tersebut
(Budi, 2009).
Penyajian di warteg begitu sederhana, yaitu dengan menata makanan
secara prasmanan, sehingga kita dapat mengambil sendiri pilihan hidangan,
namun ada juga model memilih menu hidangan dengan cara diambilkan oleh
pelayan. Adapun hidangan yang disajikan di warteg bervariasi dan sederhana,
terdiri atas olahan sayur-sayuran (seperti sayur tahu, sayur kacang merah, dan
soto), lauk pauk (tempe, tahu, perkedel, goreng-gorengan, goreng ayam, go-
reng ikan, remis, dan jeroan ayam), urap dan sebagainya. Makanan yang
disajikan di warteg didominasi oleh hidangan Jawa. Hal ini dikarenakan yang
mempunyai usaha warteg adalah orang-orang Tegal yang merantau di kota-
kota besar, terutama di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tange-
rang, dan Bekasi), Bandung, Semarang, Solo, dan beberapa daerah lain (Ano-
nim, 2009).
Meski demikian, tidak ada sumber yang pasti, bagaimana bermulanya
usaha warteg ini di daerah-daerah tersebut. Namun, diperkirakan eksistensi
warteg mulai berkembang pada kurun tahun 1970-an ketika arus urbanisasi
besar-besaran mulai terjadi di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Pen-
dorong utamanya adalah orang-orang Tegal yang merantau tersebut meman-
dang kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya, merupakan lahan bisnis
yang menjanjikan. Mereka pun menamakan warung nasinya dengan nama
“Warung Tegal”, karena memang dimiliki oleh orang-orang Tegal. Hampir
24
seluruh usaha rumah makan tersebut di wilayah manapun diberi label warteg.
Istilah warteg itu sendiri memang betul-betul sudah menjadi brand image atau
dengan kata lain sudah menjadi istilah yang merakyat di masyarakat Indonesia
hingga saat ini. Adanya warteg menjadikan hubungan kaum perantauan dari
Tegal ini dapat terjalin dengan baik sebagai sesama pengusaha seprofesi. Oleh
karena itu, para pengusaha warteg ini pun umumnya mempunyai inisiatif un-
tuk mendirikan perhimpunan Kowarteg (Koperasi Warung Tegal) yang bertu-
juan untuk menjalin kerjasama dan membantu anggotanya melalui wadah ko-
perasi tersebut (Syaifudin, 2006).
Banyaknya pendatang dari daerah ke Jakarta tentu menjadi alasan uta-
ma mengapa warteg makin bertambah jumlahnya dan makin kuat eksistensi-
nya. Banyak dari mereka yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya seba-
gai buruh bangunan, buruh pabrik, tukang becak, sopir bus, dan sebagainya
yang umumnya berpenghasilan rendah. Penghasilan yang rendah dan kebera-
daan warteg sudah pasti dihubungkan dengan kemampuan financial/keuangan
untuk mencari biaya makan yang murah, karena biaya hidup di kota-kota be-
sar begitu tinggi. Sehingga dengan kondisi demikian, warteg menjadi solusi
tersendiri bagi kaum ekonomi menengah ke bawah untuk menikmati makan
yang murah meriah. Selain itu, target konsumen mereka adalah para mahasis-
wa daerah yang indekos. Oleh karena itu tidaklah heran kalau di daerah kam-
pus, warteg dapat dicari dengan mudah (Yudhisti, 2008).
D. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
Menurut Fardiaz (1994), HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat pencegahan atau
preventif terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui
makanan. HACCP adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, pro-
duk atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang
harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan keamanan
yang ditetapkan. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan
25
dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tuju-
an untuk menjamin keamanan pangan (Fardiaz, 1996). Walaupun demikian,
harus tetap diingat bahwa sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan
keamanan pangan yang tanpa resiko (zero risk), tetapi dirancang untuk memi-
nimumkan resiko bahaya keamanan pangan (Hariyadi, 2001).
Konsep HACCP harus dapat diterapkan dalam semua mata rantai pro-
duksi makanan. Penerapan HACCP pada pengolahan makanan siap santap
seperti warteg dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan mentah, pena-
nganan/penyimpanan bahan mentah, persiapan, pengolahan, sampai penjualan
dan penyajiannya. Jadi sistem pencegahan dalam program HACCP dilakukan
sedini mungkin, yaitu mulai dari pemilihan bahan mentah. Hal ini disebabkan
beberapa cemaran seperti logam berat, pestisida, dan beberapa racun yang
mungkin mencemari bahan mentah mungkin tidak dapat dihilangkan melalui
proses pengolahan yang diterapkan (Fardiaz, 1994).
Sistem HACCP terdiri atas 12 langkah dan 7 prinsip. Prinsip-prinsip
HACCP telah diterima secara internasional dan telah dipublikasikan oleh Co-
dex Alimentarius Comission (1991) dan NACMCF (1992). Langkah-langkah
dalam menerapkan HACCP yang direkomendasikan oleh SNI 01-4852 (1998)
meliputi:
1. Menyusun tim HACCP
2. Membuat keterangan mengenai produk pangan (deskripsi produk)
3. Identifikasi mengenai cara penggunaan atau konsumsi oleh konsumen
4. Menyusun diagram alir proses
5. Verifikasi diagram alir
6. Prinsip 1 : Analisis bahaya dan pencegahannya
7. Prinsip 2 : Identifikasi CCP (Critical Control Point) di dalam proses
8. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP
9. Prinsip 4 : Menetapkan cara pemantauan CCP
10. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan koreksi
11. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur pencatatan
12. Prinsip 7 : Menyusun prosedur untuk verifikasi
26
Titik pengendali kritis (CCP) adalah suatu titik atau prosedur di dalam
suatu sistem penyediaan makanan yang jika tidak dikendalikan dengan baik
dapat mengakibatkan resiko bahaya yang tinggi. CCP dalam usaha jasa boga
ditetapkan mulai dari pemilihan/pembelian bahan mentah, persiapan, pengo-
lahan, penyimpanan, sampai penyajian (Ingham et al., 1994). Limit kritis ada-
lah toleransi yang ditetapkan yang harus dipenuhi untuk menjamin bahwa su-
atu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia, ma-
upun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan (Fardiaz,
1994).
Tergantung dari jenis perusahaannya, tahap kesebelas (Prinsip 6) dan
tahap keduabelas (Prinsip 7) mungkin tidak perlu dilakukan bagi usaha jasa
boga kelas menengah ke bawah semacam warteg. Prinsip kesatu hingga ke-
lima dapat diterapkan dengan cara yang sederhana dan mudah dilakukan
(Fardiaz, 1994).
Pendekatan sistem HACCP yang digunakan daam produksi makanan
adalah untuk menjamin keamanan pangan. Bahaya yang didefinisikan menu-
rut NACMCF (1992) adalah kimia, biologi, dan fisik yang dapat menimbulkan
resiko kesehatan konsumen yang tidak dapat diterima, selanjutnya bahaya ini
diklasifikasikan menjadi tiga macam bahaya, yaitu biologi, kimia, dan fisik.
1. Bahaya Biologi
Bahaya biologi menurut Mortimore dan Wallace (1995) secara ga-
ris besar ada dua macam makrobiologi dan mikrobiologi. Bahaya ma-
krobiologi berhubungan dengan serangga dan lalat, yang umumnya jarang
didapati resiko bahaya yang terjadi karena penampakannya yang me-
nimbulkan penolakan sebelum dikonsumsi. Adapun bahaya mikrobiologi
mempunyai resiko sangat besar karena kasat mata. Bahaya mikrobiologi
tersebut meliputi:
a. Bakteri patogen gram negatif, meliputi Salmonella, Shigella, Escheri-
cia coli, Campylobacter jejuni, dan Vibrio parahaemolyticus. Bakteri
27
jenis ini tidak tahan panas dan disebabkan kurangnya sanitasi dan hi-
gien pekerja, kontaminasi silang bahan mentah terhadap permukaan
alat, produk jadi, dan kemasan. Umumnya bakteri tersebut tidak terlalu
fatal dibandingkankan patogen gram positif, walaupun ada juga yang
berakibat fatal seperti Salmonella.
b. Bakteri patogen gram positif, meliputi Clostridium botulinum, Clos-
tridium perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Lys-
teria monocytogenes. Bakteri ini umumnya menghasilkan toksin yang
berakibat fatal bagi kesehatan.
c. Emerging patogen, dahulunya patogen ini tidak dikenal sebagai agen
penyakit manusia, namun saat ini terbukti bakteri ini menimbulkan pe-
nyakit perut, seperti Yersinia enterolitica, Aeromonas hydrophila, Plei-
somonas shigelloides, dan Vibrio vulnivicus.
d. Virus, penyakit utama dari virus adalah hepatitis A yang disebabkan
oleh Norwalk virus.
e. Parasit dan protozoa, parasit yang menyebabkan penyakit meliputi
Taenia saginata, Trichinella spiralis, dan Clonorchis sinensis, sedang-
kan protozoa meliputi Toxoplamsma gondii, Giardia intestinalis (lam-
blia), dan Cryptosporidium parvum.
ICMSF atau International Commission of Microbiological Specifi-
cations for Food (1992) membagi bahaya biologi berdasarkan tingkat resi-
ko bahaya. Grup I memiliki bahaya yang besar, grup II memiliki tingkat
bahaya sedang namun bahaya penyakit yang ditimbulkan potensial untuk
menyebar, dan grup III memiliki bahaya sedang dengan penyebaran terba-
tas. Jenis-jenis mikroor-ganisme tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
28
Tabel 3. Bahaya mikroorganisme berdasarkan resiko keparahan bahayanya
Bahaya Besar
(Grup I)
Bahaya Sedang,
Potensial Menyebar
(Grup II)
Bahaya Sedang,
Terbatas
Penyebarannya
(Grup III)
Clostidium botulinum
types A, B, E, dan F
Lysteria monocytogenes Bacillus cereus
Shigella dysenteriae Salmonella spp. Campylobacter jejuni
Salmonella typhi,
paratyphi A, B
Shigella spp. Clostrdum
perfringens
Hepatitis A dan E Enterovirulent
Eschericia coli (EEC)
Staphylococcus
aureus
Brucella abortis, B.
Suis
Streptococcus pygones Vibrio cholerae, non
OI
Vibrio cholerae OI Rotavirus Vibrio
parahaemolyticus
Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterolitica
Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia
Trichinella spiralis Diphyyllobothrium latum Taenia saginata
Ascaris lumbricoides
Cryptosporidium parvum
(ICMSF, 1992)
2. Bahaya Kimia
Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi men-
jadi dua macam, yaitu yang secara alami terjadi dan bahan kimia yang
ditambahkan dengan sengaja. Bahaya kimia menurut Pierson dan Corlett
(1992) dibagi menjadi lima macam, yaitu :
a. Toksin mikroorganisme, meliputi toksin bakteri dan mikotoksin.
Mikotoksin dihasilkan dari kapang. Jenis-jenis mikotoksin yang
sering ditemukan pada makanan dapat dilihat pada Tabel 4
29
b. Toksin bahan pangan, seperti toksin ikan dan toksin kerang
c. Bahan tambahan pangan yang dilarang atau ditambahkan secara
berlebihan
d. Cemaran atau residu, seperti bahan pembersih, pestisida, logam
atau bahan berbahaya, residu obat-obatan hewan, dan migrasi
bahan pengemas
e. Senyawa alergen yaitu komponen pada makanan yang
menyebabkan alergi atau respon food intolerance pada individu
yang sensitif, misalnya histamin pada ikan
Tabel 4. Mikotoksin yang sering ditemukan pada makanan
Mikotoksin Kapang penghasil Makanan yang tercemar
Aflatoksin Apergillus flavus Jagung, kacang tanah, beras, ko-
pra, biji kapas, susu, dan kacang-
kacangan lain
Patulin Penicillium claviforme Buah dan produk buah-buahan
Okratoksin Aspergillus ochraceus Gandum, jagung, barley, kacang
tanah, biji-bijian
Zearalenon Fusarium sp Jagung, barley, sorghum, wijen,
minyak jagung, pati
Fumonisin Fusarium moniliforme Jagung, barley, sorghum, wijen,
minyak jagung, pati
(Mortimore dan Wallace, 1995)
Adapun bahan-bahan kimia yang berbahaya pada makanan dapat
dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5. Bahan kimia berbahaya pada makanan
Sumber Bahan kimia berbahaya
Tebentuk secara alami Mikotoksin
Skrombotoksin m (histamin)
Ciguatoksin
Toksin jamur
Tebentuk secara alami Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin
diare (DSP), neurotoksin (NSP), dan toksin
amnestik (ASP)
Alkaloid pirolizidin
Fitohemaglutinin
Polychlorinated biphenyl (PCB)
Ditambahkan dengan
sengaja maupun tidak
sengaja
Bahan kimia pertanian, seperti pestisida, fungi-
sida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon per-
tumbuhan
Logam/bahan berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, siani-
da)
Bahan bangunan dan sanitasi: lubrikan, pember-
sih, sanitizer, pelapis cat
Bahan tambahan pangan (jumlah terbatas): pe-
ngawet (nitrit dan sulfit), penguat cita rasa (mo-
nosodium glutamat), penambah gizi (niasin), pe-
warna sintetik (amaranth, rodhamin B, methanyl
yellow), dan pemanis buatan
(Fardiaz, 1996)
3. Bahaya Fisik
Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk
fisik yang secara normalnya tidak terdapat dalam pangan serta dapat me-
nimbulkan penyakit (termasuk trauma psychological) atau luka terhadap
individu (Corlett, 1992). Sumber bahaya fisik antara lain bahan mentah,
31
air, gedung, peralatan, meterial gedung, dan pekerja. Bahaya yang terkait
dengan bahaya fisik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik
Material Bahaya potensial Sumber
Gelas Terpotong, berdarah, luka, dan
mungkin memerlukan operasi
untuk menghilangkannya
Botol, lampu, wadah,
lampu, peralatan
pengolahan
Kayu Terpotong, infeksi, tercekik, dan
mungkin memerlukan operasi
untuk menghilangkannya
Pallet, box, gedung,
pohon/ranting
Batu,
kerikil
Tercekik, gigi patah Lapangan, gedung
Logam Terpotong, infeksi, yang mungkin
memerlukan operasi untuk
menghilangkannya
Peralatan, kawat,
pekerja
Serangga
dan kotoran-
nya
Penyakit, trauma, dan tercekik Lapangan, ruang
penyimpanan, dan
peralatan yang sudah
lama tidak digunakan
Bahan
insulasi
Tercekik Material bangunan
dan penggunaan
asbes dalam waktu
lama
Potongan
tulang
Tercekik, trauma Lapangan dan proses
pengolahan
Plastik Tercekik, infeksi, dan mungkin
memerlukan operasi untuk
menghilangkannya
Lapangan, bahan
pengemas, dan
pekerja
Bagian
tubuh
Tercekik, terpotong, infeksi, dan
mungkin memerlukan operasi
untuk menghilangkannya
Pekerja
Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik
ikan dan pengulitan
hewan secara tidak
benar
(Corlett, 1992)
32
Selain bahaya fisik di atas, bahaya fisik lainnya meliputi rambut,
kotoran, kelupasan cat, karat, pelumas, debu, dan kertas (Pierson dan
Corlett, 1992).
E. GHP (Good Hygienic Practices)
Praktik produksi yang higienis (GHP) merupakan semua tindakan yang
menyangkut kondisi dan cara yang penting untuk memastikan keamanan dan
kelayakan makanan pada semua tahap rantai makanan (CAC, 2003a). Pene-
rapan GHP sangat penting untuk diterapkan pada industri makanan karena da-
pat menciptakan keamanan pangan. Elemen GHP baik di industri kecil mau-
pun industri besar adalah sama. Tujuan GHP adalah mencegah, menghilang-
kan atau mengurangi kontaminasi, serta mencegah pertumbuhan bakteri. Ja-
minan keamanan pangan yang lebih besar dapat diciptakan bersama dengan
penerapan HACCP.
Sebelum HACCP diterapkan di setiap sektor rantai pengolahan pa-
ngan, diperlukan penerapan program kelayakan dasar (prerequisite program)
seperti Good Hygienic Practices (GHP) terlebih dahulu (Wallace and Wil-
liams, 2001). Hal ini akan menjadikan penerapan HACCP menjadi lebih efek-
tif (Moy, 1994). WHO/ICD (2000) menyebutkan bahwa elemen GHP pada
industri kecil ada tiga kelompok, yaitu :
a. Penanganan makanan yang higienis
Cara penanganan makanan yang higienis harus dilakukan pada se-
mua tahap produksi untuk melengkapi higiene perorangan serta kebersihan
lingkungan yang harus dijaga selama persiapan makanan. Hal ini berguna
untuk mencegah kontaminasi, keberadaan, dan kontaminasi mikroba. Cara
penanganan yang dapat dilakukan dapat diklasifikasikan sebagai tindakan
pencegahan kontaminasi, membunuh mikroorganisme, dan mencegah per-
tumbuhan bakteri.
Cara-cara penanganan makanan yang higienis antara lain sebagai
berikut :
1. Pangan yang mudah busuk atau rusak sebaiknya disimpan di lema-
ri es
33
2. Pangan yang mudah busuk atau rusak sebaiknya tidak disimpan
terlalu lama, meskipun dalam suhu refrigerator
3. Lepas bekukan daging dan ayam beku secara sempurna sebelum
dimasak
4. Buanglah semua tetesan darah yang terbentuk selama pencairan
dan bersihkan semua permukaan atau peralatan kotor
5. Masaklah makanan secara sempurna, semua bagian makanan harus
mencapai suhu 700C supaya dapat membunuh mikroorganisme
6. Simpanlah makanan matang pada suhu panas (minimal 600C)
7. Simpan makanan matang dalam wadah yang tertutup
8. Panaskan kembali makanan matang pada suhu 700C
9. Simpanlah makanan matang terpisah dengan makanan mentah
10. Komponen makanan matang dalam suatu lauk yang disajikan di-
ngin, harus didinginkan (disimpan dalam suhu dingin) terlebih da-
hulu sebelum dicampur dengan komponen lain
11. Semua pekerjaan yang menangani makanan yang mudah rusak atau
busuk, sebaiknya diselesaikan secara singkat
12. Makanan yang matang sebaiknya tidak ditangani menggunakan ta-
ngan telanjang
b. Kebersihan dan perawatan yang higienis terhadap dapur dan peralat-
an masak
Dapur dan peralatan memasak harus selalu dijaga kebersihan dan
kehigienisannya untuk menjamin makanan yang disajikan dalam kondisi
yang aman. Adapun cara menjaga makanan tetap aman dari faktor dapur
serta peralatan memasak adalah sebagai berikut :
1. Area dapur dan ruangan penghubung dapur harus selalu bersih
2. Lampu di setiap ruangan persiapan harus terang, termasuk di ruang
penyimpanan
3. Dapur harus selalu dijaga kebersihannya
4. Pembersihan yang teratur menjamin higienitas dapur
34
5. Serbet dan kain pengering yang kontak dengan piring ataupun
peralatan dapur harus segera diganti bila mulai terlihat kotor
6. Lindungi area dapur dan gudang dari serangga dan binatang
pengerat
7. Jaga binatang agar tidak ada yang masuk dapur
8. Jaga agar bahan yang berbahaya atau yang beracun terletak jauh
dari area dapur, diberikan label pada kemasannya, dan disimpan
pada tempat yang tertutup
9. Bersihkan lemari es secara teratur
10. Hindarkan penyimpanan bahan pangan yang melebihi kapasitas
lemari es
11. Gunakan peralatan yang mudah dibersihkan
12. Buanglah sampah secara hati-hati
c. Kebersihan perorangan penjamah makanan
Kebersihan perorangan penjamah makanan menjadi sangat penting
karena
1. Manusia merupakan reservoir bagi agen penyakit infeksius (V.
cholerae, S. typhi, Shigella sp.)
2. Manusia merupakan reservoir bagi mikroba penghasil enterotoksin
(S. aureus)
3. Beberapa patogen (Shigella sp, virus) dapat menyebabkan infeksi
walau tingkat kontaminasinya ringan
4. Tangan penjamah makanan dapat menjadi media kontaminasi si-
lang
Penjamah makanan harus mematuhi peraturan higiene pero-
rangan. Pekerja seharusnya sadar bahwa dengan mematuhi peraturan
higiene perorangan akan lebih menjamin makanan yang mereka ha-
silkan aman untuk dikonsumsi. Mereka harus selalu didorong untuk
melakukan hal-hal di bawah ini ketika sedang menjamah makanan
35
1. Mencuci tangan sebelum bekerja menangani makanan dan selama
bekerja menangani makanan
2. Membalut dengan rapi bila ada luka di tangan atau lengan
3. Hindari batuk dan bersin di atas makanan
4. Tidak diperkenankan merokok
5. Selalu menggunakan penutup rambut
6. Tidak menggunakan perhiasan
7. Menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih
8. Penjamah makanan harus lapor bila terjadi gejala diare, demam,
sakit tenggorokan, muntah, luka infeksi, serta keluar cairan dari te-
linga, mata, dan hidung.
IV. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN
Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian praktik kerja ma-
gang ini berupa panduan yang berisikan berbagai macam pertanyaan. Per-
tanyaan tersebut digunakan sebagai acuan untuk melakukan observasi dan
wawancara dengan para pengelola warteg. Panduan yang digunakan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
B. METODE
Kegiatan praktik kerja magang dilakukan di PT Bintang Toedjoe, Jl.
Jend. Ahmad Yani, No. 2, Pulo Mas, Jakarta Timur 13210, selama empat bu-
lan, yaitu dari bulan Februari hingga Mei 2010. Peneliti melakukan magang di
bagian Business Development PT Bintang Toedjoe.
Metode yang dilakukan dalam melakukan penelitian praktik kerja ma-
gang ini terdiri atas enam tahapan, yaitu :
a. Sampling warteg
Survei dilakukan pada warteg dengan ukuran warteg, jumlah ma-
sakan, dan lokasi yang berbeda. Ukuran dan jumlah masakan warteg yang
berbeda bertujuan untuk memperoleh gambaran umum yang lengkap me-
ngenai pengelolaan sebuah warteg. Pengambilan sampel dengan tempat/lo-
kasi yang berbeda dilakukan untuk mengetahui tipikal warteg di berbagai
jenis lokasi. Pengambilan sampel dilakukan hingga diperoleh garis besar
pengelolaan dan tipikal warteg dari kriteria tersebut.
b. Observasi lapang
Observasi lapang dilakukan dengan cara live in, yang mana peneliti
tinggal di warteg tersebut selama satu hari, kira-kira pukul 09.00-16.30
WIB. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan gambaran yang sebe-
narnya mengenai kegiatan praktik pengelolaan warteg. Dengan dilakukan-
38
nya observasi langsung, diharapkan diperoleh hasil yang seobjektif mung-
kin.
c. Wawancara
Beberapa poin dalam panduan harus dipilah mana yang bisa diobs-
ervasi dan mana yang harus diperoleh melaui wawancara. Hal ini bertu-
juan supaya pengelola tidak menjadi kesal dengan begitu banyak perta-
nyaan. Wawancara digunakan untuk mengetahui faktor sosial penyebab
pengolahan pangan menjadi tidak aman, seperti mengukur sejauh mana
pengetahuan pengelola warteg mengenai keamanan pangan, alasan praktik
kerja yang tidak aman, serta tipikal warteg di berbagai lokasi.
d. Analisis HACCP
Dari hasil pengamatan pada tahap observasi dan wawancara, ke-
mudian dilakukan analisis tahapan yang dapat menjadi sumber bahaya da-
lam pengelolaan sebuah warteg berdasarkan prinsip HACCP. Sebagai pen-
dekatan untuk melakukan pelatihan atau menyampaikan penyuluhan, pe-
nerapan HACCP dapat dilakukan berdasarkan lima prinsip saja (Fardiaz,
1994).
Analisis bahaya pada warteg berdasarkan prinsip HACCP sebagai
berikut :
1. Analisis bahaya dan penetapan resiko yang terkait dengan bahan baku,
peralatan, air, kondisi dan lokasi, fasilitas, persiapan, pemasakan, pe-
nyimpanan, menu masakan, penyajian makanan.
2. Penetapan titik pengendalian kritis (Critical Control Point/CCP) yang
dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi.
3. Penetapan limit kritis (critical limit) yang harus dipenuhi untuk setiap
CCP yang telah ditentukan.
4. Penetapan prosedur untuk memantau CCP.
5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan apabila terjadi pe-
nyimpangan selama pemantauan.
39
e. Studi literatur CODEX
Penentuan prosedur untuk memantau CCP dan tindakan koreksinya
pada tahapan sebelumnya ditentukan dengan studi literatur pedoman CO-
DEX. Adapun panduan CODEX yang digunakan sebagai standar atau pe-
doman dalam melakukan penelitian ini yaitu:
1. General Principles of Food Hygiene (CAC, 2003)
2. Preparation and Sales of Street Foods (CAC, 2001)
3. Precooked and Cooked Foods in Mass Catering (CAC, 1993)
f. Penyusunan modul pelatihan
Hasil analisis bahaya berdasarkan prinsip HACCP yang telah dila-
kukan selanjutnya dituangkan ke dalam sebuah modul pelatihan. Penjelas-
an mengenai jenis-jenis bahaya, titik kritis, limit kritis, sistem pemantuan,
serta tindakan koreksinya harus disampaikan dengan bahasa yang sederha-
na dan mudah dimengerti. Sistem pemantuan dan tindakan koreksi juga di-
sampaikan sebagai solusi yang mudah diaplikasikan dengan kondisi war-
teg yang memiliki banyak keterbatasan.
V. HASIL PENGAMATAN
A. Contoh Kondisi Warteg dan Praktik Kerja para Pengelolanya
Kategori Penemuan di lapangan Keterangan
Lokasi
Lokasi warung berada di ping-
gir jalan sehingga debu dari
jalanan dapat masuk ke dalam
warung
Lokasi warung bersebelahan
langsung dengan sungai yang
sangat kotor sehingga dapat
menimbulkan bau yang kurang
sedap di dalam warung
Bangunan
Warung tegal semi permanen
dibuat dari pembatas kayu dan
atapnya ditutup dengan tenda.
Bagian atap umumnya dapat
melindungi warung terutama
pada saat hujan dan kondisinya
tidak bocor.
41
Bangunan
Lantai warung tegal umumnya
kedap air. Kebanyakan lantai
telah disemen namun tidak di
keramik. Lantai di tempat ma-
kan umumnya tidak disapu se-
gera setelah pengunjung pergi.
Pengelola warung kebanyakan
menyapunya ketika lantai telah
benar-benar kotor.
Beberapa warteg memiliki fa-
silitas toilet di dalam bangunan
yang terletak di samping area
pemasakan. Pada sebagian
warteg, design layout pintu
toilet mengarah langsung ke
arah area pemasakan.
Sistem sirkulasi udara yang
kurang memenuhi menjadikan
asap masakan tidak dapat ke-
luar warung dengan sempurna
dan mengotori seluruh dinding
dapur.
Fasilitas
Pencucian
Peralatan
Warung tegal umumnya tidak
memiliki sumber air yang me-
ngalir, sehingga mencuci per-
alatan kotor menggunaan air
yang ditampung dalam ember
Pengelola warung tegal umum-
nya menggunakan dua buah
ember. Ember pertama untuk
bilasan peralatan yang penuh
busa yang selanjutnya dibilas
lagi ke ember kedua. Air di
ember pertama baru diganti
bila sudah sangat penuh de-
ngan busa, setelah itu air dari
ember kedua dipindahkan ke
ember pertama.
42
Fasilitas
pencucian
tangan
Warung tegal umumnya tidak
mempunyai fasilitas khusus
untuk tempat mencuci tangan.
Para pengolah makanan di wa-
rung ini umumnya mengguna-
kan air dari ember cucian
untuk mencuci tangan.
Penanganan air
limbah
Saluran pembuangan yang le-
taknya berdekatan dengan area
memasak menyebabkan lantai
selalu basah dan dapat menjadi
sumber kontaminasi silang pa-
da masakan jadi.
Suplai air
Warung tegal yang tidak mem-
punyai air mengalir akan me-
nampung air dari tempat lain di
dalam drum-drum. Air tersebut
umumnya merupakan air tanah
yang tidak jelas kualitasnya.
Air tanah ini umumnya digu-
nakan untuk keperluan mencu-
ci peralatan dan bahan, serta
keperluan memasak.
Jika air tanah yang mereka gu-
nakan tidak cukup baik untuk
kualitas air minum, misalnya
terasa berkarang, bau, dan se-
bagainya, maka mereka akan
menggunakan air dari PDAM
yang dibeli dari tukang air ke-
lilling. Air tersebut disimpan
dalam jerigen-jerigen yang se-
lanjutnya direbus dahulu
sebelum diminum.
Banyak juga warteg yang me-
miliki sumber air mengalir
yang umumnya berasal dari air
tanah. Air tersebut diambil
menggunakan pompa manual
maupun pompa listrik.
43
Penggunaan Es
Batu
Es batu dibeli dari tukang es
keliling. Terlihat bahwa es di-
letakkan pada gerobak tanpa
adanya alas. Es tersebut lang-
sung dihancurkan ke dalam
termos es. Bila kapasitas ter-
mos tidak memenuhi maka es
akan diletakkan di lantai. Es
baru akan dicuci bila terlihat
benar-benar kotor. Pencucian
itupun dilakukan menggu-
nakan air di ember pencucian.
Kegiatan
Pembersihan
Lap yang digunakan umumnya
tidak setiap hari diganti. Peng-
olah umumnya baru meng-
gantinya bila lap telah tampak
benar-benar kotor. Lap yang
telah dicuci kebanyakan dike-
ringkan di atas panci yang di-
gunakan untuk merebus air.
Ada juga beberapa warung te-
gal yang beratapkan tenda
yang menjemur lapnya pada
bambu kerangka atapnya.
Kotoran yang telah disapu di-
kumpulkan pada pengki, ke-
mudian dibuang ke dalam tem-
pat sampah yang berada di area
warung. Warung dengan lantai
yang seperti ini umumnya ti-
dak pernah dipel.
44
Kegiatan
Pembersihan
Warung yang lantainya telah
dikeramik biasanya akan me-
mudahkan pengelola untuk
mengepelnya. Pengepelan
umumnya dilakukan dengan
menggunakan air saja, namun
ada juga yang menggunakan
cairan pembersih lantai.
Kegiatan pembersihan lantai
dilakukan dilakukan sekedar-
nya menggunakan sabun colek
atau deterjen, namun umumnya
hanya menggunakan air saja.
Penanganan
sampah
Umumnya hanya ada satu tem-
pat sampah di dalam warung.
Sampah masakan ditampung
dalam plastik hitam dan dibu-
ang setelah memasak. Sampah
kering dan sampah basah sela-
ma warung beroperasi ditam-
pung dalam ember yang letak-
nya berdekatan dengan area
memasak. Tempat sampah
tersebut tidak ditutup, dibiar-
kan seharian, dan dibuang bila
sudah penuh.
Tempat sampah yang telah pe-
nuh tidak langsung dibuang,
namun biasanya diinjak supaya
lebih mampat dan bisa menam-
pung sampah lagi. Sampah ini
dibiarkan selama satu hari dan
baru diangkut sore atau malam
harinya ketika warung hendak
tutup.
45
Penanganan
tikus dan
serangga
Serangga yang ada di dalam
warung seperti kecoa atau la-
lat juga dibiarkan saja. mereka
tidak menggunakan insektisida
untuk membunuhnya. Mereka
umumnya telah mengerti bah-
wa penggunaan bahan kimia
tersebut di area warung dapat
mengontaminasi masakan dan
bahan makanan yang ada di
warung.
Bangunan warteg umumnya
tidak mempunyai fasilitas khu-
sus untuk mencegah datangnya
tikus. Tikus yang berkeliaran
dibiarkan saja tanpa ada peran-
gkap ataupun racun. Mereka
enggan menggunakan perang-
kap karena tikus sering tidak
masuk jebakan. Bangkai tikus
yang mati karena racun nanti-
nya akan sulit ditemukan dan
menimbulkan bau yang sangat
tidak sedap. Oleh karena itu
mereka juga enggan menggu-
nakan racun tikus.
Kondisi
penyajian
makanan
Rak penyajian yang tidak tertu-
tup tidak melindungi masakan
dari lalat dan serangga, serta
menyebabkan makanan terce-
mar oleh debu jalanan.
Pencucian
bahan
Bahan makanan umumnya
tidak dicuci dengan air menga-
lir, melainkan disiram air di
dalam wadah. Bahan tidak di-
cuci dengan seksama, umum-
nya hanya dibolak-balik dan
satu kali bilas saja.
46
Penyimpanan
bahan
Bahan baku makanan disimpan
di dalam lemari yang letaknya
berdekatan dengan penyimpan-
an stok sabun colek. Hal ini
memungkinkan terjadinya
cemaran pada bahan baku.
Bahan baku masakan umum-
nya juga disimpan di kolong
meja yang kotor dan tidak ter-
tutup sehingga bisa saja ada
gangguan tikus atau serangga.
Penanganan
bahan
Ikan yang menunggu untuk di-
olah disimpan pada suhu ruang
di wadah terbuka sehingga di-
hinggapi lalat.
Ikan yang akan diolah diletak-
kan di kolong meja, yang ke-
mudian tidak dicuci terlebih
dahulu sebelum diolah.
Begitu pula dengan ayam yang
akan diolah, juga diletakkan di
bawah kolong meja yang dapat
menyebabkan ayam terkena
debu dan kotoran yang bisa
terbawa hingga makanan jadi
karena proses pencucian selan-
jutnya yang tidak sempurna.
47
Penanganan
bahan
Persiapan bahan yang akan di-
masak tidak dilakukan di tem-
pat yang bersih. Akibatnya ko-
toran atau kontaminasi yang
terjadi pada tahap ini dapat ter-
bawa hingga proses selanjut-
nya.
Proses persiapan bahan dilaku-
kan di lantai sehingga dapat
mencemari bahan yang akan
diolah.
Bahan bumbu tidak dicuci dan
tidak dikupas terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk me-
masak. Hal ini dilakukan de-
ngan alasan supaya lebih cepat.
Penggunaan
minyak goreng
Dengan alasan ekonomi, pe-
ngelola warteg umumnya
menggunakan minyak goreng
berulang-ulang hingga minyak
goreng tersebut menjadi sangat
hitam. Bahkan ada pula penge-
lola yang tidak pernah
mengganti minyak goreng, me-
lainkan terus menerus
menambahnya.
Pencucian
peralatan
Peralatan memasak dibersih-
kan kemudian dibilas namun
bukan dengan air mengalir.
Peralatan tersebut hanya dikuc-
ur air hingga tidak terlihat ada
busa lagi. Umumnya peralatan
tersebut jika dipegang masih
terasa licin di tangan.
48
Penyimpanan
peralatan
Peralatan disimpan di tempat
yang kotor dan terbuka, yang
mana sebelum digunakan per-
alatan tersebut tidak dicuci
kembali. Akibatnya peralatan
tersebut dapat menjadi sumber
kontaminasi pada makanan,
Peralatan disimpan berdekatan
dengan deterjen. Sebelum di-
gunakan, peralatan tersebut
juga tidak pernah dicuci terle-
bih dahulu, sehingga bila terja-
di kontaminasi dapat mence-
mari makanan yang sedang
diolah.
Peralatan yang disimpan di
tempat terbuka dapat menjadi
sarang debu dan bisa saja ter-
kena kotoran tikus atau serang-
ga. Hal ini juga tentu saja da-
pat mengontaminasi makanan
bila tidak dicuci terlebih
dahulu.
Kebiasaan
mencuci tangan
Kebiasaan para pengolah ma-
sakan di warung tegal dapat di-
katakan sangat jauh dari harap-
an. Mereka hampir tidak per-
nah mencuci tangan saat hen-
dak menjamah makanan. Me-
reka mencuci tangan bila ta-
ngan benar-benar kotor saja
menggunakan air untuk men-
cuci piring yang ada di ember.
Cuci tangan yang dilakukan
tidak menggunakan sabun dan
parameternya hanya asal ta-
ngan basah saja.tidak ada lap
khusus untuk mengeringkan
tangan. Mereka menggunakan
lap meja atau pakaian mereka
untuk mengelap tangan.
49
Mengobrol dan
bercanda saat
mengolah
masakan
Pengolah masakan mengobrol
dan bercanda melalui hand
phone saat memasak. Dia tidak
menyadari bahwa tanpa senga-
ja air ludahnya dapat mengon-
taminasi makanan yang diolah-
nya.
Merokok saat
memasak
Pengolah masakan yang mero-
kok saat menggoreng makan-
annya. Pekerja tidak menya-
dari bahwa abu rokoknya dapat
mengontaminasi makanan
yang dimasaknya sehingga
kotor.
Menggunakan
cincin dan
gelang ketika
mempersiapkan
masakan
Pengolah masakan mengguna-
kan cincin dan gelang saat
mempersiapkan masakan.
Mereka tidak menyadari bah-
wa barang-barang tersebut da-
pat menjadi sumber kontami-
nasi pada masakan yang tengah
dipersiapkannya.
Mengambil
masakan jadi
langsung
dengan tangan
tanpa
menggunakan
alat
Pengolah mengambil makanan
jadi langsung dengan tangan
tanpa menggunakan alat. Ta-
ngan pengolah yang tidak ter-
jamin kebesihannya dapat
menjadi sumber kontaminasi
silang bagi makanan.
50
B. Menu Masakan yang Umum Ditemui di Warteg
Masakan yang ada di warung tegal merupakan makanan yang umum di
rumah sehari-harinya. Para pengolah masakan pun umumnya mengaku tidak
pernah belajar memasak secara khusus. Resep masakan yang mereka miliki
diperoleh dari pengalaman sewaktu memasak di rumah atau ketika pernah ikut
membantu di warung orang lain sebelumnya.
Menu masakan di warung tegal umumnya selalu berganti-ganti setiap
harinya supaya pelanggan mereka tidak bosan. Namun ada beberapa jenis ma-
sakan yang kurang lebih hampir selalu ada di setiap warung. Jenis makanan
tersebut yang kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan selanjutnya
digunakan untuk analisis bahaya dengan prinsip-prinsip HACCP supaya di-
peroleh gambaran umum mengenai jenis bahaya apa saja yang mungkin ter-
jadi selama proses pemasakan makanan di warung tegal.
Pada pokok bahasan ini, jenis masakan yang umum ada di warung te-
gal terbagi atas enam kelompok. Adapun pengelompokan jenis makanan terse-
but adalah sebagai berikut :
Olahan ayam
Jenis olahan ayam yang biasanya ada di warung tegal antara lain
ayam goreng, opor ayam, ayam kecap, dan ayam bumbu bali. Contoh pro-
ses pengolahan ayam yang diambil untuk dilakukan analisis HACCP ada-
lah ayam goreng. Pemilihan ayam goreng dikarenakan menu ini selalu ada
pada hampir semua warung tegal yang saya temui pada saat observasi.
Tidak
menggunakan
celemek dan
penutup kepala
Rambut pengolah masakan
yang panjang dan tidak ditutup
dapat menjadi sumber konta-
minasi apabila terjatuh ke da-
lam masakan yang tengah dio-
lahnya. Mereka juga umumnya
tidak memakai celemek saat
memasak. Pakaian yang kotor
juga dapat menjadi sumber
kontaminasi bagi masakan
yang diolah.
51
Olahan daging sapi
Di warung tegal, masakan daging sapi yang bisa ditemui hampir di
setiap warteg adalah rendang. Oleh karena itu, contoh proses pembuatan
rendang daging sapi inilah yang selanjutnya digunakan untuk melakukan
analisis HACCP.
Olahan telur
Olahan telur ayam dapat dipastikan selalu ada di semua warung te-
gal setiap hari. Aneka masakan telur tersebut antara telur dadar, telur dadar
bumbu bali, telur mata sapi, dan telur bulat bumbu bali. Karena telur bulat
bumbu bali memilki proses pemasakan yang paling kompleks dibanding
menu lain. Oleh karena itu dipilihlah proses pembuatan menu ini untuk di-
lakukan analisis HACCP.
Masakan laut
Jenis masakan laut yang hampir selalu ada antara lain ikan laut, cu-
mi, dan udang. Ikan laut umumya digoreng, sedangkan cumi lebih sering
ditumis. Udang tidak selalu ada setiap hari, namun umumnya dimasak tu-
mis asam manis. Karena ketiga jenis masakan tersebut memilki karakte-
risik yang berbeda, oleh karena itu proses pembuatan ketiganya dima-
sukkan ke dalam analisis HACCP.
Sayur
Sayur adalah jenis masakan yang selalu ada di warung tegal. Ha-
nya saja jenis olahannya yang bermacam-macam. Sayur terdiri dari dua je-
nis besar, yaitu sayur kuah dan tumisan. Yang termasuk ke dalam sayur
kuah yang sering sekali ada antara lain sayur sop, sayur asem, sayur ba-
yam, dan sayur nangka. Tumis kacang panjang, capcay, tumis kol adalah
jenis tumisan yang juga sering dihidangkan di warung tegal. Proses pem-
buatan sayur kuah yang dipilih untuk analisis HACCP adalah sayur asem
karena selain hampir selalu ada, bahan yang digunakan juga kompleks.
Untuk proses pembuatan tumisan, dipilih tumis kacang. Hal ini didasarkan
selain karena umum di setiap warung tegal, tumis kacang umumnya di-
campur dengan tahu. Seperti kita tahu, terkadang ada penjual yang sengaja
menggunakan pewarna tekstil kuning (methanil yellow) supaya warna tahu
52
lebih bagus. Oleh karena itu, dengan dipilihnya menu ini di dalam analisis
HACCP. maka diharapkan dapat memberikan pelajaran bagi pengolah wa-
rung tegal dalam memilih tahu yang baik.
Gorengan
Pengolah warung hampir setiap hari selalu membuat gorengan, se-
perti tempe goreng, tahu goreng, bakwan sayur, dan bakwan jagung, Sela-
in itu juga ada orek tempe atau orek kentang yang selalu ada setiap hari-
nya. Untuk melakukan analisis HACCP, dipilihlah proses pembuatan orek
tempe/kentang karena hampir dipastikan selalu ada serta proses pembuatan
bakwan sayur karena bahan yang digunakan paling kompleks dibanding
jenis gorengan yang lain.
C. Faktor Sosial Penyebab Pengolahan Pangan Menjadi Tidak Aman
Pengetahuan yang dimiliki para pengelola warteg umumnya merupa-
kan pengetahuan yang sangat mendasar. Pendidikan mereka umumnya hanya
sampai pada tingkat SMP. Oleh karena itu, faktor inilah yang mungkin me-
nyebabkan mereka kurang mengerti mengenai pentingnya keamanan pangan.
Pengetahuan mereka mengenai pengelolaan warteg diperoleh secara
sederhana melalui kebisaan selama di rumah atau pengalaman pernah ikut
membantu di warteg lain. Pertimbangan yang mereka lakukan lebih ke arah
fisik yang kasat mata. Pertimbangan lain yang sering mereka gunakan adalah
dari segi rasa.
Lokasi warteg juga menentukan kepedulian pengelola warteg terhadap
keamanan pangan. Perbedaan ini bisa terlihat dari tipikal warteg yang berada
di lokasi berbeda. Tidak seperti daerah pasar, terminal, pasar, stasiun, dan pa-
brik, warteg yang berada di daerah sekolah, kampus, dan perkantoran umum-
nya lebih memperhatikan kehigienisan dalam pengelolaan warung dan pe-
ngolahan pangan. Hal ini dikarenakan karena konsumen mereka lebih me-
nuntut warung untuk lebih bersih.
VI. ANALISIS HACCP
Ruang Lingkup Pembelajaran Penerapan Sistem HACCP pada Warung Te-
gal
Untuk melakukan analisis titik kritis yang terjadi pada setiap tahapan pro-
ses di sebuah warung tegal, sebelumnya dilakukan penentuan berbagai jenis baha-
ya, bahaya potensial yang kemungkinan dapat terjadi, tingkat keakutan, dan resiko
kejadiannya. Jenis-jenis bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pem-
belajaran ini adalah bahaya biologi, kimia, dan fisik.
Identifikasi bahaya
a. Bahaya biologi (B)
Bahaya biologi penyebab keracunan pangan terdiri atas makrobiologi
dan mikrobiologi. Bahaya makrobiologi termasuk di dalamnya seperti lalat
dan serangga, yang umumnya jarang didapati resiko bahaya yang terjadi ka-
rena penampakannya yang menimbulkan penolakan sebelum dikonsumsi.
Mikrobiologi penyebab keracunan pangan meliputi bakteri, virus, kapang, fu-
ngi, dan parasit.
Sejumlah besar mikroba tersebut ada secara alami pada lingkungan da-
ri mana bahan pangan tersebut berasal. Akan tetapi hampir semua mikroba
tersebut dapat diinaktifkan selama proses pemasakan atau dikurangi jum-
lahnya dengan pengontrolan yang baik terhadap higien, suhu, dan waktu pada
proses penanganan dan penyimpanan. Dari kejadian keracunan pangan yang
dilaporkan, bakteri patogenlah yang memiliki andil paling besar.
Virus dapat menyebabkan keracunan melalui air yang terkontaminasi
atau berpindah pada makanan melalui manusia, hewan, atau yang lain. Tidak
seperti bakteri, virus tidak dapat berkembang biak di luar sel hidup. Virus ti-
dak dapat bereplikasi di dalam makanan, melainkan hanya sebagai pembawa
saja.
54
Yang termasuk ke dalam fungi adalah kapang dan khamir. Beberapa
jenis kapang dapat membentuk mikotoksin, namun lebih berperan pada pem-
busukan makanan, seperti halnya khamir. Parasit dapat termasuk bakteri dan
virus, namun secara umum yang dimaksudkan sebagai parasit adalah protozoa
dan cacing. Parasit-parasit ini kadang mempunyai siklus hidup yang kompleks
dimana manusia sebagai inangnya hanya merupakan salah satu tahap kehidup-
annya.
b. Bahaya Fisik (F)
Bahaya fisik dapat berasal dari kontaminasi atau praktik yang buruk
pada banyak tahap dalam rantai pangan, yaitu dari mulai tahap penanganan
hingga sampai kepada konsumen. Jenis bahaya fisik yang dapat muncul dalam
pokok bahasan ini antara lain kerikil, tanah, debu, gabah, serpihan kulit telur,
potongan tulang, sisik, kotoran tikus dan serangga, kutu, rambut, dan potong-
an plastik.
c. Bahaya Kimia (K)
Kontaminasi kimia pada makanan dapat terjadi secara alami maupun
sengaja ditambahkan selama proses. Senyawa kimia yang berbahaya pada le-
vel tinggi dapat menyebabkan kasus keracunan pangan yang akut dan dapat
mengarah pada penyakit kronis pada level yang rendah. Contoh bahaya kimia
antara lain adalah toksin yang dihasilkan mikroorganisme, toksin yang secara
alami ada pada bahan pangan, cemaran dan residu, serta bahan kimia yang di-
larang penggunaannya.
Identifikasi Tingkat Keakutan (Severity)
Tingkat keakutan (severity) dari suatu bahan pangan merupakan tingkat
keparahan yang dapat diakibatkan dari jenis-jenis bahaya apabila terkonsumsi.
Tingkat keakutan tersebut dapat dikelompokkan atas bahaya biologi, fisik, dan
kimia.
International Commision of Microbiological Spesifications for Food
(ICMSF, 1992) membagi bahaya mikrobiologi berdasarkan tingkat keakutan
bahayanya. Berikut ini merupakan daftar tingkat keakutan bahaya dari patogen
55
pada makanan yang dapat menyebabkan keracunan atau wabah penyakit. Tingkat
keakutan berbagai jenis bakteri dapat dilihat pada Tabel 7.
Pengelompokan lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahaya kimia dan
fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya kimia dan fisik dapat dikelom-
pokkan sebagai berikut (Dept. ITP IPB, 2009):
a. Tingkat keakutan bahaya tinggi (High = H) merupakan bahaya yang me-
ngancam jiwa manusia.
b. Tingkat kaekutan bahaya sedang (Medium = M) merupakan bahaya yang
mempunyai potensi mengancam jiwa manusia.
c. Tingkat keakutan bahaya rendah (Low = L) merupakan bahaya yang
mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi.
Tabel 7. Pengelompokan bakteri berdasarkan tingkat keakutannya
Keakutan tinggi
(High = H)
Keakutan sedang
(Medium = M)
Keakutan rendah
(Low = L)
Salmonella enteridis Listeria monocytogenes Bacillus cereus
Eschericia coli Salmonella spp Clostridium perfringens
Salmonella typhi Campylobacter jejuni Satpphylococcus aureus
Vibrio cholerae Shigella spp Taenia saginata
Clostridium botulinum Norwalk virus
Shigella dysentriae Rotavirus
Yersinia enterolitica
Cryptosporidium parvum
Hepatitis A dan E
Adenoviruses
Eteroviruses
Vibrio parahaemolyticus
Entamoeba hystolitica
(ICMSF, 1992)
56
Identifikasi Resiko (Risk)
Analisis resiko (risk) merupakan analisis yang digunakan untuk menen-
tukan peluang kemungkinan suatu bahaya yang akan terjadi. Sumber informasi
yang dapat digunakan untuk menentukan peluang kejadian di antaranya adalah
sejarah produk, keluhan konsumen, laporan morbiditas dan mortalitas, regulasi,
model pendugaan, hasil riset, dan literatur (Dept. ITP IPB, 2009). Analisis resiko
dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu
1. Peluang kejadian tinggi (High = H) merupakan bahaya yang selalu muncul
atau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak (+) pada suatu bahan
atau tahapan proses.
2. Peluang kejadian sedang (Medium = M) merupakan bahaya yang cukup
sering muncul atau ditemukan dalam jumlah sedang (++) pada suatu bahan
atau tahapan proses
3. Peluang kejadian jarang (Low = L) merupakan bahaya yang jarang sekali
muncul atau ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit (+++) pada suatu
bahan atau tahapan proses.
Tabel 8 menunjukkan jenis-jenis bahaya yang dapat muncul dalam ruang
lingkup pembelajaran penerapan sistem HACCP pada warung tegal. (WHO/ICD,
2000).
Tabel 8. Bahaya yang dapat muncul dalam ruang lingkup pembelajaranHACCP
Jenis Bahaya Bahaya potensial Keakutan Resiko
L M H L M H
1. BIOLOGI
a. Bakteri (B)
Salmonella spp Diare, demam, kram perut,
muntah (≥103 sel/g)
v <10
2
sel/g
102-10
3
sel/g
≥103
sel/g
Salmonella typhi Diare, demam, kram perut,
muntah (≥103 sel/g)
v <10
2
sel/g
102-10
3
sel/g
≥103
sel/g
57
Salmonella
enteridis
Diare, demam, kram perut,
muntah (≥103 sel/g) v
<102
sel/g
102-10
3
sel/g
≥103
sel/g
Eschericia coli
(EPEC, EIEC,
ETEC)
Diare, disentri (≥106
sel/g)
v <10
3
sel/g
103-10
6
sel/g
≥106
sel/g
Eschericia coli
0157:H7
Diare ringan, diare berdarah
akut, Haemolytic Uremic
Syndrome (HUS) (dosis tidak
diketahui tapi diperkirakan
sangat rendah)
v + ++ +++
Vibrio cholerae Diare, kram perut, dehidrasi,
dan ketidak seimbangan garam
(106-10
8 sel/g)
v <10
3
sel/g
103-10
6
sel/g
106-
108
sel/g
Clostridium
botulinum
Lemah otot, pandangan kabur,
sulit bernafas (104-10
6 sel/g,
toksin terbentuk pada 103 sel/g)
v <10
2
sel/g
102-10
3
sel/g
≥103
sel/g
Shigella
dysentriae
Mucosal ulceration, rectal
bleeding, dehidrasi, HUS
(≥10 sel/g)
v 1-5
sel/g
5-10
sel/g
≥10
sel/g
Listeria
monocytogenes
Meningitis, enchepalitis,
septicaemia, dan abortus (≥103
sel/g)
v <10
2
sel/g
102-10
3
sel/g
(≥103
sel/g
Yersinia
enterolitica
Gastroenteritris, muntah, diare,
demam, sakit perut (dosis tidak
diketahui)
v + ++ +++
Bacillus cereus Diare, sakit perut, merasa sakit,
muntah (104-10
5 sel/g, toksin
terbentuk pada 102 sel/g)
v < 10
sel/g
10-102
sel/g
≥102
sel/g
58
Clostridium
perfringens
Kram perut, diare, dan dehidrasi
(>106 sel/g) v
<103
sel/g
103-10
6
sel/g
>106
sel/g
Staphylococcus
aureus
Merasa sakit, muntah, kram
perut, sakit perut, kram otot
toksin terbentuk pada 106 sel/g)
v <10
3
sel/g
103-10
6
sel/g
≥106
sel/g
Vibrio
parahaemolyticus
Diare, kram perut, dan merasa
sakit (>103 sel/g)
v <10
sel/g
10-100
sel/g
>103
sel/g
Campylobacter
jejuni
Demam, merasa sakit, kram
perut, muntah (kadang), diare
berdarah, hingga HUS
(500-1000 sel/g)
v <500
sel/g
500 -
1000
sel/g
>
1000
sel/g
b. Virus (V)
Norwalk virus Gastro-enteritris (10-100 sel/g) v + ++ +++
Hepatitis A dan E Hepatitis (10-100 sel/g) v + ++ +++
Rotavirus Diare, muntah, dan demam (10-
100 sel/g) v + ++ +++
Adenoviruses Diare (10-100 sel/g) v + ++ +++
Enteroviruses Diare, meningitis, serta
penyakit tangan, kaki, dan
mulut (10-100 sel/g)
v + ++ +++
c. Parasit (P)
Cryptosporidium
parvum
Diare, seperti flu, sakit perut,
anoreksia, merasa sakit, demam
ringan, muntah, berat badan
turun, malabsorbsi, dan
flatulensi.
v + ++ +++
Giardia
intestinalis
(lamblia)
Kram perut, diare, berat badan
turun, dan malabsorbsi v + ++ +++
59
Entamoeba
histoyitica
Diare v + ++ +++
Taenia saginata Cacing menyerang otak, mata,
otot, dan jaringan subkutaneus v + ++ +++
d. Kapang (K)
Aspergillus spp.
Fusarium spp.
Penicillium spp.
Menyebabkan kebusukan dan
menghasilkan mycotoxin
v + ++ +++
e. Khamir (KH)
Saccharomyces
cerevisiae
Menyebabkan kebusukan v + ++ +++
f. Makrobiologi (M)
Lalat Membawa penyakit dan
mengotori makanan
v + ++ +++
Serangga Membawa penyakit dan
mengotori makanan
v + ++ +++
2. FISIK (F)
a. Kerikil, batu Tercekik, gigi patah v + ++ +++
b. Gabah Tercekik v + ++ +++
c. Debu Makanan menjadi tidak layak v + ++ +++
d. Tanah Makanan menjadi tidak layak v + ++ +++
e. Serpihan kulit
telur
Tercekik v + ++ +++
f. Potongan
tulang
Tercekik v + ++ +++
g. Sisik Tercekik v + ++ +++
h. Kotoran tikus
dan serangga
Menyebabkan penyakit dan
menjadikan makanan tidak
layak
v + ++ +++
60
i. Kutu Menghasilkan racun dan
menjadikan makanan tidak
layak
v + ++ +++
g. Rambut Tercekik, makanan menjadi
tidak layak v + ++ +++
j. Potongan
plastik
Tercekik v + ++ +++
k. Ulat Makanan menjadi tidak layak v + ++ +++
3. KIMIA (K)
a. Toksin Mikroorganisme (Micotoksin) (TM)
Aflatoksin Berpotensi karsinogen (> 50
µg/kg) dan kanker hati
v
< 5
µg/kg
5-50
µg/kg
>50
µg/kg
Okratoksin,
Fumonisin
Okratoksin dan fumonisin adalah mikotoksin yang umum terdapat
pada jagung. Mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang ini tumbuh pada
jagung yang disimpan secara tidak benar. Dalam pokok bahasan ini,
keduanya dapat diabaikan karena penggunaan jagung dalam masakan di
warung tegal adalah jagung segar yang dibeli setiap harinya, bukan yang
telah mengalami penyimpanan dalam waktu lama.
Trichotesan
Zearalenon,
Trichotesan dan zearalenon adalah mikotoksin yang umum terdapat
pada serealia. Kedua jenis mikotoksin ini bisa saja terdapat pada terigu,
namun akan sulit untuk menelusuri apakah produsen terigu menggunakan
gandum yang telah terkontaminasi atau tidak. Oleh karena itu, keduanya
dapat diabaikan dalam pokok bahasan ini.
b. Toksin Bahan Pangan (TB)
Solanin
(glikoalkaloid)
Demam, muntah, merasa sakit v + ++ +++
Histamin Pening dan penurunan tekanan
darah (80 µg/100g bb) v + ++ +++
Ciguatera Ciguatera adalah toksin yang umum ditemui pada ikan karang di
daerah tropis yang disebabkan karena dinoflagelata. Ciguatera
berakumulasi pada rantai bahan pangan, sehingga ikan paling besar
adalah yang paling beracun. Dalam pokok bahasan ini, ciguatera dapat
61
diabaikan karena akan sulit sekali menelusuri sumber ikan laut yang ada
di pasar.
c. Cemaran atau residu (CR)
Sabun colek Makanan berbau dan berasa
sabun
v + ++ +++
Migrasi mono
mer plastik
Berpotensi karsinogen
v + ++ +++
Asam lemak
bebas dan
senyawa benzen
Berpotensi karsinogen
v + ++ +++
3-MCPD 3-MCPD dapat muncul sebagai residu pada kecap yang dibuat
dengan hidrolisis asam, jika proses tersebut tidak dikontrol dengan baik.
Dalam pokok bahasan ini, akan sangat sulit menelusuri kecap yang
mengandung 3-MCPD tersebut. Oleh karena itu, jenis bahaya kimia ini
dapat diabaikan.
Formalin Formalin terkadang ditambahkan ke dalam tahu supaya bisa lebi
awet. Adanya penambahan formalin tidak dapat dilihat secara kasat mata.
Oleh karena itu, dalam pokok bahasan ini jenis bahaya formalin dapat
diabaikan.
d. Bahan tambahan berbahaya yang dilarang (BB)
Rhodamin B Berpotensi karsinogen
(pewarna tekstil merah)
v + ++ +++
Methanil yellow Berpotensi karsinogen
(pewarna tekstil kuning)
v + ++ +++
e. Bahan tambahan pangan yang digunakan secara berlebihan
Kasus penggunaan bahan tambahan pangan yang berlebihan, misalnya penggunaan
pemanis buatan dan asam benzoat secara berlebih. Dalam ruang lingkup pembelajaran
HACCP pada warung tegal bahasan mengenai bahan tambahan pangan yang digunakan
berlebihan dapat diabaikan. Hal ini dikarenakan mereka dalam mengolah masakan sehari-
hari tidak pernah menggunakan bahan tersebut. Jenis masakan di warung tegal umumnya
juga tidak menggunakan bahan tambahan pangan yang berlebihan. Oleh karena itu jenis
62
bahaya kimia ini dapat diabaikan dalam ruang lingkup studi HACCP pada warung tegal.
f. Allergen
Senyawa allergen adalah komponen dalam makanan yang dapat menyebabkan alergi
atau respon food intolerance pada individu yang sensitif, misalnya histamin pada ikan,
protein pada kacang, dan telur. Dalam ruang lingkup pembelajaran HACCP pada warung
tegal bahasan mengenai allergen dapat diabaikan. Pengabaian allergen ini didasarkan target
konsumen warung ini adalah semua orang umum. Orang tersebut dapat menghindarinya
dengan memilih jenis makanan yang dapat menimbulkan reaksi alergi bagi tubuhnya. Selain
itu, kasus alergi makanan di populasi sangatlah jarang kurang lebih hanyalah sekitar 1-2%,
sehingga jenis bahaya kimia allergen dapat diabaikan dalam ruang lingkup studi HACCP
pada warung tegal.
g. Logam berbahaya
Logam berbahaya adalah logam yang apabila terkonsumsi dapat menyebabkan
keracunan. Yang termasuk ke dalam logam berbahaya antara lain Pb, Zn, As, Hg, dan
sianida. Dalam ruang lingkup pembelajaran HACCP pada warung tegal, adanya logam-
logam berbahaya yang ada pada bahan pangan dapat diabaikan. Hal ini didasarkan sulitnya
untuk menelusuri sumber bahan baku tersebut berasal, terlebih apabila telah sampai di
pasar. Para penjual juga kemungkinan besar tidak dapat mengetahui apakah bahan tersebut
berasal dari daerah yang tercemar atau tidak.
h. Residu obat hewan
Obat yang dimaksud dalam hal ini antara lain antimikroba, obat cacing, dan
perangsang pertumbuhan. Residu obat hewan yang terdapat pada hewan yang dikonsumsi
dapat menyebabkan bahaya pada manusia. Namun dalam cakupan pembelajaran sistem
HACCP pada warung tegal bahaya kimia dari residu obat dan hormon dapat diabaikan.
Pengabaian ini didasarkan pada sulitnya menulusuri adanya residu obat dan antibiotik pada
daging hewan yang ada di pasaran.
(WHO/ICD, 2000).
Pada ruang lingkup pembelajaran sistem HACCP di warung tegal akan
dilakukan analisis titik kritis pada tahap penyimpanan (bahan baku dan pera-
latan), tahap pencucian (bahan baku dan peralatan), suplai air (bahan baku,
pencuci bahan baku dan peralatan, serta penggunaan es batu), penanganan
sampah dan air limbah, penyajian (wadah dan rak penyajian), serta proses
63
pemasakan berbagai jenis resep masakan yang umum ada di warung tegal.
Identifikasi titik kritis (critical control point) dan analisis HACCP pada setiap
tahapan proses tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.
Adapun instruksi dalam penentuan titik kendali kritis (CCP=Critical
Control Point) dapat dibagi pada pada tahapan bahan baku dan tahapan pro-
ses. Insruksi untuk menentukan titik kendali kritis tersebut adalah sebagai be-
rikut :
1. Penentuan CCP pada Bahan Baku
Q1: Apakah terdapat bahaya pada bahan baku? Jika tidak, Not CCP,
jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
Q2: Apakah perlakuan selanjutnya dapat menghilangkan bahaya
tersebut? Jika iya, Not CCP, jika tidak berarti CCP
2. Penentuan CCP pada Tahapan Proses
Q1: Apakah terdapat bahaya pada bahan baku? Jika iya lanjut ke per-
tanyaan selanjutnya. Jika tidak, apakah tindakan pencegahan perlu di-
lakukan? Jika tidak, Not CCP, jika iya lakukan modifikasi proses dan
lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
Q2: Apakah ada pengontrolan/tindakan pencegahan? Jika tidak, Not
CCP, jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
Q3: Apakah tindakan tersebut sengaja dirancang untuk menghilangkan
bahaya? Jika iya, CCP, jika tidak lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
Q4: Dapatkah kontaminasi berkembang hingga level tidak aman? Jika
tidak, Not CCP, jika iya lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
Q5: Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan bahaya tersebut?
Jika iya, Not CCP, jika tidak berarti CCP.
VII. PEMBAHASAN
A. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
Bryan (1990) menyebutkan bahwa pencegahan dan kontrol dapat dila-
kukan melaui mencegah atau meminimalkan kontaminasi, membunuh mikro-
ba kontaminan atau mendenaturasi racun, menghambat pertumbuhan mikro-
organisme patogen dalam makanan. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan
sistem HACCP. Sistem ini memfokuskan pada pemecahan masalah, yang me-
liputi inspeksi pada proses atau praktik penanganan makanan (Anonim, 2006).
Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spe-
sifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan
pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan untuk
menjamin keamanan pangan (Fardiaz, 1996). HACCP adalah suatu sistem
kontrol pangan yang berbasis pada usaha pencegahan. Oleh karena itu dalam
rangkaian proses produksi harus ditetapkan titik-titik proses yang kemung-
kinan menimbulkan bahaya. Selajutnya pengawasan dan tindakan pencegahan
akan terjadinya bahaya perlu ditetapkan pada titik-titik kritis tersebut (Morti-
more and Wallace, 1995).
Lebih lanjut Ropkins dan Beck (2000) menjelaskan bahwa HACCP
merupakan suatu alat untuk pengembangan dan implementasi, serta pe-
ngelolaan prosedur jaminan pangan yang efektif. Sistem HACCP ini diguna-
kan sebagai alat untuk menganalis semua titik proses pada warung tegal yang
kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya bahaya. Menurut Bryan (1990),
pendekatan untuk aplikasi prsosedur HACCP dapat dilakukan melalui :
a) Review resep, yang mana data resep tersebut dibuat diagram alir se-
hingga bahaya dapat diperkirakan.
b) Review terhadap proses atau pengolahan, kemungkinan kontaminasi,
ketahanan kontaminan, dan pertumbuhan mikroorganisme.
c) Observasi, pengukuran, dan pengujian tahapan proses dan penyimpan-
an.
d) Memperkirakan bahaya dan resiko setelah bahaya teridentifikasi.
65
Dari analisis tersebut dapat diperoleh tahapan-tahapan kritis yang perlu
dilakukan pengawasan dan tindakan pencegahan. Pada ruang lingkup pembe-
lajaran ini, dilakukan analisis pada berbagai jenis menu masakan yang umum
ada pada warteg. Di sisi lain, dengan segala macam keterbatasan yang dimilki
pengelola warteg, ada faktor-faktor lain di luar proses pengoahan masakan itu
sendiri yang dapat menjadi sumber bahaya atau titik kritis yang perlu diawasi
dan dikontrol untuk mencegahnya.
Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan masalah penyimpanan per-
alatan, pencucian bahan baku, pencucian peralatan, penggunaan air tanah un-
tuk mencuci peralatan dan tangan, penanganan sampah dan air limbah, peng-
gunaan es batu, serta kondisi wadah dan rak penyajian. Selain itu, ada pula
faktor sanitasi pengolah masakan di warteg yang kurang baik, yang dapat
menjadi sumber kontaminasi pada masakan yang diolah. Faktor-faktor ter-
sebut yang menjadi kritis di warung tegal, namun mungkin tidak di tempat
lain yang telah menerapkan GHP (Good Hygienic Practises). Titik-titik kritis
ini selanjutnya dapat dihilangkan dengan merubah design proses, yang akan
dibahas alternatif pemecahan masalahnya pada bagian selanjutnya.
Alternatif pemecahan masalah dari proses pemasakan yang dibahas de-
ngan penerapan sistem HACCP disini merupakan jenis-jenis bahaya yang me-
mang merupakan resiko apabila kita mengonsumsi masakan tersebut. Seperti
yang telah dianalisis sebelumnya, beberapa jenis masakan yang akan dibahas
proses pemasakannya disini adalah untuk mendapatkan gambaran umum yang
lengkap pada pengolahan ayam, daging, telur, hasil laut, sayur, dan gorengan
yang ada di warteg.
Adapun pembahasan mengenai alternatif pemecahan masalah yang ter-
kait dengan titik kritis dari rantai pemasakan jenis masakan tersebut, akan di-
bagi ke dalam beberapa pokok bahasan. Titik-titik kritis pada rantai proses
pengolahan masakan di warteg umumnya terjadi pada tahap pemilihan bahan,
penanganan bahan, proses pemasakan, dan penyajian masakan.
66
a. Pemilihan bahan
Bahan pangan yang tidak aman tentu saja dapat menjadi salah satu
sumber bahaya pada masakan yang akan diolah. Para pengolah warteg ha-
rus berhati-hati dalam memilih bahan pangan. Bahan yang dibeli haruslah
berasal dari sumber yang aman dan menunjukkan tanda-tanda organoleptik
yang bagus. Bahan dengan kualitas yang bagus bukan hanya aman dari
bahaya mikrobiologi, melainkan juga memberikan pengaruh positif
terhadap mutu organoleptik masakan yang dihasilkan, terutama dari segi
rasa dan penampakan. Bahan pangan yang akan dibahas akan dibagi ke
dalam beberapa kelompok, yaitu: ayam, daging sapi, hasil laut, telur,
sayuran, dan jenis makanan lain.
Ayam
Pengelola warteg harus memilih ayam yang segar dan tidak
menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan. Pengelola warung ha-
rus cermat dalam memilih untuk menghindari ayam yang telah mati
sebelum dipotong. Daging ayam yang kondisinya baik memiliki tanda-
tanda sebagai berikut: warna kulit karkas putih bersih serta agak meng-
kilap, bau agak amis sampai tidak berbau spesifik, konsistensi otot da-
da dan paha kenyal, keadaan serabut otot putih pucat, keadaan pem-
buluh darah di daerah leher dan sayap putih bersih, warna hati coklat
kemerahan sampai putih kekuningan, serta bagian dalam karkas ber-
warna putih pucat (Hermanianto, 2008).
Hermanianto (2008) juga menjelaskan ciri-ciri ayam yang mati
terlebih dahulu sebelum dipotong adalah sebagai berikut: berbau agak
anyir, terdapat bercak-bercak plak berdarah pada bagian kepala, leher,
punggung, sayap, dan dada, konsistensi otot dada dan paha lembek,
serabut otot berwarna kemerah-merahan, pembuluh darah di leher dan
sayap penuh darah, warna hati merah kehitaman, dan bagian dalam
karkas berwarna kemerah-merahan. Daging ayam yang telah mati se-
belum dipotong tidak layak untuk dikonsumsi.
67
Daging sapi
Menurut Arief (2009), daging sapi yang baik dan sehat dapat
dilihat dari warnanya yang harus merah cerah, tidak lembek dan harus
kenyal. Hermanianto (2008) menganjurkan untuk menghindari daging
sapi yang berair, berwarna hijau atau abu-abu, berlendir, dan memiliki
bau dan aroma yang busuk (NH3, H2S,N2). Hal ini disebabkan karena
adanya kontaminasi sewaktu penyembe-lihan, transportasi, pelayuan,
pengecilan, dan deboning (Eubakteria).
Ikan
Pengolah masakan haruslah memilih ikan laut yang segar se-
bagai bahan baku masakannya. Selain menberikan rasa yang lebih
enak dibanding yang sudah tidak segar lagi, ada bahaya lain yang
seringkali tidak diketahui oleh mereka. Ikan yang dibiarkan dalam
suhu ruang terlalu lama dapat terbentuk histamin di dalamnya. His-
tamin berkaitan dengan dekomposisi scromboid ikan, yang dihasilkan
oleh bakteri sebagai hasil dekarboksilasi histidin (WHO, 2000).
Histamin tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak dapat dihilangkan se-
lama proses pengolahan (Loken, 1995).
Biasanya rasa pening dan penurunan tekanan darah yang terjadi
setelah tiga puluh menit mengonsumsi racun tersebut akan menghilang
setelah tiga jam. Oleh karena itu, pengolah masakan harus memilih
ikan yang benar-benar segar supaya kandungan histaminnya tidak
terlalu banyak. Batas ambang histamin yang dapat menimbulkan kera-
cunan adalah 0.8 mg/ kg berat badan (CAC, 2003b).
Cara pemilihan ikan yang baik menurut Panai (2008) adalah
ikan tampak cemerlang mengkilap sesuai jenis, badan ikan utuh, tidak
patah, fisiknya tidak rusak, bagian perut masih utuh dan lubang anus-
nya tertutup. Bagian mata cerah (terang) selaput mata jernih, pupil hi-
tam dan menonjol, Insang berwarna merah cemerlang atau sedikit ke-
coklatan, tidak ada atau sedikit lendir. Berbau segar spesifik jenis atau
sedikit berbau amis yang lembut. Selaput lendir di permukaan tubuh-
nya tipis, encer, bening, mengkilap, cerah, tidak lengket, berbau sedikit
68
amis dan tidak berbau busuk. Tekstur dan daging ikan bila ditekan de-
ngan jari bekasnya cepat pulih kembali, sisiknya tidak mudah lepas. Ji-
ka dagingnya disayat tampak jaringan antar daging masih kuat dan
kompak dengan sayatan cemerlang menampilkan warna daging ikan
asli.
Ikan yang sudah tidak segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
mata suram dan tenggelam, sisik suram dan mudah lepas, warna kulit
suram dengan lendir tebal, insang berwarna kelabu dengan lendir tebal,
dinding perut lembek, serta warna keseluruhan suram dan berbau
busuk. Ikan yang sudah tidak segar selain dapat menurunkan cita rasa
masakan, namun yang lebih berbahaya adalah kandungan histaminnya
yang telah tinggi. Kadar histamin yang tinggi tentu saja dapat me-
nyebabkan keracunan pangan bagi para pengunjung warteg.
Udang
Bau udang segar, masih berciri amis khas udang, namun jika
sudah dicampur dengan serbuk es, biasanya bau amis kurang tercium.
Oleh karena itu, lebih baik menggunakan indera tangan dan mata un-
tuk memilihnya. Panai (2008) menyampaikan bahwa udang segar mu-
dah bergeser di antara sesamanya, tidak ada bau busuk, daging kenyal,
berwarna putih kehijauan, dan semi transparan.
Pilih udang yang masih terlihat kekar, kaki dan kulitnya tidak
mudah lepas begitu pula dengan bagian kepalanya. Kalau bisa, hindari
memilih udang yang sudah mulai berwarna kehitaman, udang seperti
ini sudah agak lama mati, walaupun tidak busuk. hal ini disebabkan
karena adanya reaksi enzimatis yang menyebabkan terbentuknya black
spot pada udang atau yang biasa disebut dengan melanosis.
Cumi-cumi
Cumi-cumi yang masih segar memiliki badan yang kenyal dan
kokoh bila ditekan. Cumi-cumi kecil mempunyai badan berwarna keu-
nguan dengan bintik-bintik hitam, sedangkan cumi-cumi besar (beru-
kuran >20 cm) berwarna putih dengan sedikit bintik hitam. Cumi segar
69
di lapisi selaput lender yang jernih, serta mengeluarkan bau khas dan
bukan bau busuk (Panai, 2008).
Sayuran dan bahan bumbu
Sayuran dan bahan bumbu yang dibeli harus dalam keadaan
segar dan berada dalam kondisi yang baik. Bahan yang berkualitas ren-
dah tersebut bukan hanya mengandung mikroba dalam jumlah yang
tinggi, mengandung racun, tetapi juga memberikan efek yang negatif
dari segi organoleptik. Jika bahan tersebut tetap diolah, maka selain
memberikan rasa yang tidak enak (umumnya pahit), tetapi juga
memberikan penampakan yang tidak menarik pada masakan.
Pada analisis HACCP sayur asem merupakan sayur yang ham-
pir selalu ada di setiap warteg setiap harinya, perlu diperhatikan peng-
gunaan kacang tanah. Pengolah masakan hendaknya tidak meng-
gunakan kacang yang berwarna hitam. Hal ini dikarenakan kemung-
kinan adanya aflatoxin yang disebabkan oleh Aspergillus flavus. Afla-
toxin merupakan karsinogen yang tidak dapat dihilangkan selama
pengolahan. Karena aflatoxin memberikan penanda rasa yang pahit ji-
ka dikonsumsi, maka dapat disampaikan kepada para pengolah masak-
an dengan alasan untuk menjaga cita rasa masakan yang mereka saji-
kan.
Pengolah masakan juga harus berhati-hati bila menggunakan
bumbu siap pakai yang umum dijual di pasar. Hindari penggunaan
bumbu apabila memiliki rasa yang pahit. Hal ini dapat disebabkan
karena bumbu tersebut dibuat dari bahan yang telah busuk, namun
tidak terlihat karena dijual dalam bentuk halus. Akibatnya pengunjung
pun malas untuk makan di warteg tersebut.
Penggunaan bahan yang dilarang
Adakalanya untuk membuat bahan yang dijual memiliki pe-
nampakan yang lebih menarik, penjual yang nakal menggunakan ba-
han tambahan berbahaya untuk menarik selera pembeli. Bahan tam-
bahan yang berbahaya tersebut antara lain adalah pewarna tekstil. Pe-
warna tekstil akan memberikan warna yang sangat mencolok, sebenar-
70
nya dapat dengan mudah dikenali karena sangat mencurigakan. Con-
tohnya pada tahu yang umumnya menggunakan pewarna alami kunyit.
Kunyit memberikan warna kuning yang pucat, namun dengan pewarna
pakaian, misalnya methanil yellow, tahu akan berwarna kuning yang
sangat cerah (Fardiaz, 1994).
Begitu pula dengan saos tomat, yang mana umumnya saos
tomat murahan memiliki warna merah yang menyala. Pewarna merah
tekstil yang dilarang contohnya adalah Rhodamin B dan amaranth. Pe-
ngelola warteg seharusnya curiga dengan hal yang seperti itu dan dapat
menghindarinya. Penggunaan pewarna pakaian pada makanan dapat
memicu terjadinya kanker dalam jangka waku yang lama (Fardiaz,
1994)..
b. Penanganan bahan
Waktu pembelanjaan warteg umumnya dilakukan pada pukul 04.00
- 06.00 WIB. Sayuran yang dibeli umumnya akan dimasak keesokan ha-
rinya, sedangkan bahan lauk pauk untuk diolah sepulang dari pasar. Bahan
lauk pauk, seperti daging ayam, daging sapi, ikan, dsb. dimasak setelah sa-
yuran karena membutukan proses yang lebih rumit. Bahan-bahan tersebut
didiamkan pada suhu ruang selama kurang lebih 1-3 jam selama proses
tunggu. Selama proses tunggu, apabila bahan-bahan tersebut tidak dita-
ngani dengan baik dapat memberikan kesempatan bagi mikroba untuk ber-
kembang ke dalam batas yang tidak aman. Berikut ini akan dibahas pe-
ngaruh proses tunggu dan cara penanganannya pada berabagai jenis bahan
pangan.
Sayuran
Umumnya di setiap warteg, penanganan sayur dilakukan lebih
awal. Dengan alasan untuk meringankan pekerjaan, sayuran disiangi
dan dipotong pada sore hari, lalu baru dicuci dan dimasak pada ke-
esokan harinya. Pengaruh waktu tunggu pada sayuran ini tidak ber-
pengaruh terhadap keamanannya dari segi mikrobiologis.
71
Daging ayam, daging sapi, ikan, udang, dan cumi-cumi
Bahan-bahan ini merupakan bahan yang mudah rusak, terutama
bila disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang cukup lama. Praktik
penanganan yang tidak benar menyebabkan mikroba berkembang
hingga batas yang tidak aman. Terutama untuk ikan laut, perlu
diperhatikan bahwa penyimpanan dalam suhu ruang yang terlalu lama
dapat menyebabkan terbentuknya histamin. Histamin berkaitan dengan
dekomposisi scromboid ikan, yang dihasilkan oleh bakteri sebagai
hasil dekarboksilasi histidin.
Oleh karena itu, pengolah masakan sebaiknya menyimpan
bahan lauk pauk, terutama ikan ke dalam kulkas. Apabila pengelola
warteg tidak memilikinya, maka sebaiknya diberikan taburan es batu
pada bahan yang sedang menunggu untuk diolah. Jika hal tersebut juga
dirasa sulit untuk diterapkan oleh pengelola warteg, maka sebelumnya
bahan-bahan tersebut sebaiknya dibersihkan dahulu kemudian dibe-
rikan bumbu-bumbu.
Bumbu seperti rempah-rempah diketahui bersifat antimikroba,
sehingga selama sekitar 1-2 jam bahan tersebut menunggu untuk dio-
lah, ada pengaruh antimikroba dari bumbu yang dapat mencegah per-
tumbuhan mikroba hingga batas yang tidak aman. Bisa disampaikan
kepada para pengelola warteg bahwa hal tersebut dapat membuat bum-
bu lebih meresap, sehingga rasa masakan lebih enak.
Perlu juga diperhatikan bahwa selama persiapan, pangan
mentah hendaknya dipisahkan dengan pangan yang telah matang. Per-
alatan yang digunakan untuk menangani masakan dengan bahan baku
harus dipisahkan. Pangan mentah terutama daging sapi, daging ayam,
hasil laut, dan cairan yang dihasilkannya dapat mengandung mikroba
patogen yang dapat mencemari pangan dan menyebabkan penyakit,
sehingga harus diletakkan terpisah. Hal ini perlu dilakukan untuk men-
cegah terjadinya kontaminasi silang antara pangan masak dan pangan
mentah.
72
c. Proses pemasakan
Proses pengolahan bervariasi tergantung kebiasaan masyarakat se-
tempat. Pemanasan yang dilakukan selama pemasakan merupakan salah
satu metode dari penggunaan suhu tinggi untuk mengawetkan makanan
berdasarkan pengaruh destruktifnya pada mikroba. Pemanasan yang ku-
rang mengakibatkan mikroorganisme yang sensitif terhadap pemanasan te-
tap bertahan, dimana spora bakteri tetap bertahan terhadap perlakuan suhu
atau waktu pemasakan tertentu (Bryan, 1990). Perlakuan tersebut akan
membunuh bentuk vegetatif mikroorganisme patogen yang terdapat pada
bahan mentah, sedang spora masih mampu bergerminasi. Kombinasi suhu-
waktu sering sering menjadi titik kritis yang yang harus dikontrol selama
proses, sehingga perlu ditentukan secara hati-hati (Anonim, 1986).
Penjelasan proses pemasakan akan dibagi menjadi dua bagian, ya-
itu proses pemasakan itu sendiri dan penggunaan minyak goreng sebagai
media pemasakan. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut:
Pemasakan
Pemasakan merupakan titik kritis yang harus dikendalikan, ter-
utama pada produk yang menggunakan santan, yang mana biasanya se-
ring dikontaminasi oleh bakteri patogen enterik, walaupun oleh Bryan
et al. (1992) disebutkan bahwa untuk sereal, biji-bijian, beras, atau ma-
kanan yang mengandung rempah-rempah pemasakan bukan merupa-
kan titik kritis.
Pemanasan selama 70oC selama dua menit umumnya dapat
membunuh mikroba patogen. Berdasarkan lima kunci keamanan pa-
ngan dari WHO, salah satunya berisi bahwa memasak makanan de-
ngan benar, dengan cara memastikan suhu internal bahan mencapai
70oC dapat memberikan kepastian pangan aman untuk dikonsumsi.
Tanda masakan yang sudah benar-benar matang dapat diidentifikasi
secara visual, diantaranya adalah masakan berair hingga mendidih,
kuning telur memadat, daging berwarna coklat, olahan hasil laut (ikan,
udang, dan cumi-cumi) berwarna putih pucat, dan pada bagian dalam
daging ayam dipastikan tidak ada darah. Yang perlu diperhatikan ada-
73
lah daging yang diiris dengan ukuran tebal, karena harus benar-benar
matang hingga bagian dalamnya.
Proses pemasakan sendiri pada warteg umumnya sudah benar.
Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan jenis masakan sebagai berikut :
a) Sayuran
Sayur berkuah dimasak hingga benar-benar mendidih dan
sayur di dalamnya sudah cukup empuk yang menandakan suhu
minimal 70oC telah tercapai. Begitu pula dengan sayur tumis,
smoke point minyak sawit sendiri yang menunjukkan bahwa
minyak goreng telah panas adalah 230oC dan sayur juga dimasak
hingga cukup layu, sehingga dapat menjamin keamanannya.
b) Daging ayam, ikan, dan gorengan
Penggorengan ayam dilakukan dilakukan dengan cara deep
fat frying yang suhunya bisa mencapai 170oC. Penggorengan ini
dilakukan hingga tidak ada darah lagi di bagian dalam daging
ayam, yang digunakan sebagai indicator bahwa proses pemanasan
telah cukup. Apabila hal ini tercapai, maka dapat dipastikan secara
visual bahwa minimal suhu internal 70oC juga telah tercapai.
Begitu pula dengan olahan ikan yang umumnya digoreng
dengan tekhnik deep fat frying hingga dagingnya berwarna putih
pucat yang menunjukkan masakan tersbut telah aman dikonsumsi.
Jenis masakan berupa gorengan seperti tempe goreng, tahu goreng,
bakwan, dan orek tempe ataupun orek kentang juga merupakan
makanan yang aman dilihat dari segi mikrobiologisnya.
c) Daging sapi
Untuk masakan daging, tebal irisannya juga sangat mem-
pengaruhi suhu-waktu proses pemasakannya. Irisan daging sapi
yang digunakan kurang dari 5 cm supaya harganya terjangkau oleh
pembelinya yang rata-rata kelompok kelas menengah ke bawah.
Pembuatan rendang dilakukan dengan cara merebus irisan daging
dan santan secara bersamaan hingga berminyak yang memerlukan
waktu yang cukup lama.
74
Synder (1986) menyatakan bahwa daging potongan tipis
(<5 cm) membutuhkan pemanasan minimal pada suhu 121o-204
oC
selama 2-40 menit. Pendidihan santan hingga berminyak
membutuhkan waktu kurang lebih setengah hingga dua jam,
tergantung banyaknya daging yang dimasak. Suhu pemasakan
santan dan daging hingga mendidih tentu saja memenuhi kisaran
suhu di atas karena titik didihnya pasti jauh di atas air murni yang
hanya 100oC. Hal ini menandakan bahwa pemasakan rendang telah
mencukupi pemanasan minimal supaya olahan daging dapat
dikatakan aman.
d) Cumi-cumi dan udang
Tumisan cumi-cumi dan udang dimasak dengan teknik
shallow frying yang mana smoke point minyak sawit adalah 230oC
(O’Brien, 1998). Kedua bahan tersebut selanjutnya ditumis hingga
seluruh dagingnya tampak putih pucat. Hal ini juga dapat dijadikan
sebagai tanda visual bahwa minimal pemanasan telah tercapai.
Penggunaan minyak goreng
Satu hal yang menjadi kritis dalam proses pengorengan pada
warteg adalah tingginya penggunaan minyak goreng secara berulang-
ulang. Minyak goreng bekas tersebut baru diganti apabila telah benar-
benar hitam atau bahkan tidak pernah diganti sama sekali melainkan
terus menerus ditambah. Para pengolah masakan tidak menyadari ba-
haya yang dapat muncul dari penggunaan minyak goreng bekas terse-
but.
Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang dapat
memicu terjadinya kanker. Hal ini disebabkan karena oksidasi minyak
menghasilkan asam lemak bebas dan senyawa benzen yang dapat
memicu penyakit kanker atau bersifat karsinogen. Semakin sering mi-
nyak mengalami oksidasi, maka semakin banyak pula asam-asam le-
mak bebas dan senyawa benzen yang terbentuk. Hal ini yang sering ti-
dak disadari oleh pengolah masakan, yang didasarkan karena perasaan
75
sayang untuk membuang minyak goreng. Oleh karena itu, perlu dibe-
rikan edukasi kepada mereka supaya dapat menyadari betapa penting-
nya mengganti minyak goreng yang telah digunakan berulang-ulang.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk mekanisme penggantian
minyak goreng bagi pengelola warteg adalah sebagai berikut. Tumisan
sebaiknya menggunakan minyak goreng yang masih baru supaya hasil
tumisannya juga bersih. Jika tumisan terlihat kotor akibat penggunaan
minyak goreng bekas, maka dapat mengurangi selera pembeli.
Masakan yang menggunakan minyak dalam jumlah banyak
untuk melakukan deep fat frying contohnya adalah telur dadar, tempe
dan tahu goreng, ayam goreng, dan ikan goreng. Masakan ayam dan
ikan menyebabkan minyak menjadi hitam setelah penggorengan dan
masakan selanjutnya pun menjadi amis karenanya. Solusi yang dapat
ditawarkan ialah minyak yang telah digunakan untuk menggoreng tem-
pe, tahu, telur dadar dapat digunakan lagi untuk menggoreng ayam
atau ikan, setelah dilakukan penyaringan sebelumnya dan selanjutnya
langsung dibuang. minyak tersebut secara total hanya digunakan untuk
dua jenis penggorengan saja.
Selain itu, minyak yang telah berubah dalam hal warna, asap,
dan aroma tentu saja akan sangat berpengaruh kepada mutu orga-
noleptik makanan yang diolah. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah
satu alasan kepada para pengelola warteg agar sesering mungkin
mengganti minyak goreng. Bisa disampaikan kepada mereka bahwa
masakan yang tidak sedap dapat mengurangi selera, sehingga pengun-
jung kurang suka untuk makan di warteg tersebut.
d. Penyajian makanan
Penyajian makanan merupakan salah satu masalah yang sering ter-
jadi pada warteg. Jenis bahaya yang muncul pada tahap ini adalah ke-
mungkinan pertumbuhan mikroorganisme akibat penyajian makanan yang
terlalu lama pada suhu ruang. Makanan yang disajikan umumnya disimpan
76
pada suhu ruang selama kurang lebih sepuluh jam, bahkan ada pula yang
lebih dari itu.
Makanan sebaiknya dikonsumsi tidak lebih dari dua jam setelah di-
masak, yang bertujuan untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme
yang cepat pada suhu ruang. Untuk mencegah terjadinya keracunan pa-
ngan, makanan yang disajikan seharusnya disajikan pada suhu di atas
60oC. Dengan menjaga suhu makanan di bawah 5
oC atau di atas 60
oC,
pertumbuhan mikroba dapat dihambat atau dihentikan (BPOM RI, 2005).
Jeda waktu antara pemasakan dan konsumsi bisa mencapai enam jam bila
makanan disimpan pada suhu di atas 60oC, dan bisa mencapai satu hari
bila disimpan pada maksimum suhu 5oC (CAC, 2001).
Bakteri yang umum berkembang pada makanan yang terlalu lama
disimpan pada suhu ruang adalah Clostridium perfringens. Bakteri yang
berbentuk batang ini bersifat anaerobik, gram positif, dan dapat memben-
tuk spora. Keracunan yang sering disebabkan oleh bakteri ini adalah diare
dan kram perut. Sel vegetatif dan spora bakteri ini dapat diinaaktivasikan
dengan pemanasan pada suhu 100oC, selama enam hingga tiga belas menit
(WHO/ICD, 2000).
Sayangnya kondisi dan keadaan warteg sendiri tidak memung-
kinkan para pengelolanya menerapkan hal tersebut, di samping pengeta-
huan mereka yang minim sekali tentang keamanan pangan. Hampir semua
warteg tidak memiliki pemanas makanan, sehingga makanan yang mereka
sajikan disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang cukup lama. Hal ini
tentu saja sangat rawan akan terjadinya pertumbuhan bakteri patogen yang
dapat menyebabkan keracunan. Sesuai dengan (WHO/ICD, 2000) yang
menyatakan bahwa salah satu penyabab keracunan pangan pada industri
makanan jajanan adalah pertumbuhan mikroorganisme yang diakibatkan
makanan teralu lama disimpan pada suhu ruang.
Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa alternatif pemecahan
masalah yang dapat dilakukan oleh para pengelola warteg. Penyelesaian
masalah ini didasarkan pada jenis bahan pangan, tingkat kesulitan cara
pembuatannya, serta keadaan fasilitas yang dimiliki pemilik warteg. Solusi
77
ini haruslah yang sebisa mungkin mudah untuk diterapkan pada kondisi
warteg yang memiliki banyak keterbatasan sedemikian rupa.
Bahan pangan sayur yang lebih mudah proses pemasakannya, pe-
ngolah masakan dapat mengatur volume pemasakannya. Sayur sebaiknya
tidak dibuat dalam jumlah terlalu banyak sehingga dapat cepat habis
terjual. Pengolah masakan dapat dengan mudah memasak sayur kembali
supaya masakan dapat selalu dihidangkan dalam kondisi aman dan ha-
ngat. Sayur segar sendiri dapat disimpan dalam kondisi ruang dalam waktu
yang lebih lama.
Selain sayur, jenis makanan yang dapat dengan mudah disiapkan
adalah telur dan gorengan. Olahan telur yang sangat mungkin diolah de-
ngan cepat adalah telur dadar dan telur ceplok. Pengelola dapat mengatur
jumlah telur yang dimasak pada pagi hari, kemudian memasaknya lagi saat
siang atau sore harinya. Begitu pula untuk gorengan, pengolah masakan
dapat membedakan jenis gorengan yang dibuat pada pagi, siang, dan sore
hari. Hal ini tentu saja mempunyai alasan seperti di atas, yaitu menjaga
makanan selalu hangat dan aman dari mikroba patogen.
Jenis makanan yang cepat sekali rusak bila disimpan pada suhu ru-
ang, seperti ayam, daging sapi, dan hasil laut memerlukan penyelesaian
masalah yang agak rumit. Yang perlu diperhatikan adalah apakah penge-
lola warteg memiliki kulkas atau tidak. Apabila pengelola warteg memiliki
kulkas, kita dapat menyarankan mereka untuk mengatur volume pema-
sakan dengan menyimpan sebagian bahan yang belum diolah ke dalam
kulkas. Sebagian bahan tersebut dapat dimasak kembali jika masakan
sebelumnya hampir habis atau mendekati jam-jam makan. Dapat disam-
paikan kepada mereka supaya pengunjung lebih berselera karena makanan
mereka selalu hangat,. Di balik itu alasan yang paling penting adalah ma-
kanan terhindar dari zona berbahaya pertumbuhan bakteri patogen, yaitu
5oC
- 60
oC (Schumann, et al., 1997).
Jika solusinya adalah menyarankan mereka untuk mengatur volu-
me pemasakan, tentu saja akan sulit sekali diterapkan. Bahan-bahan ter-
sebut tidak dapat disimpan pada suhu ruang, sedangkan mereka tidak
78
memiliki pendingin untuk menyimpan bahan mentah tersebut. Apalagi jika
pasar tempat mereka berbelanja jauh dan hanya buka di pagi hari, akan
semakin menyusahkan pengelola warteg bila harus mengikuti saran ini,
belum lagi dengan tenaga yang harus pergi lagi ke pasar dan persiapannya.
Satu-satunya cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan
menyarankan mereka untuk menghangatkan masakan sesering mungkin.
Dengan cara seperti ini, yakni bila terpaksa mereka harus menghangatkan
kembali, maka makanan tersebut minimalnya harus mencapai suhu 70oC
dan seluruhnya bagiannya harus terpapar oleh panas (Kusumaningrum,
2009). Pemanasan kembali mungkin dapat dilakukan setiap empat hingga
enam jam sekali, sehingga jumlah mikroba yang terbentuk masih dapat
diinaktifkan melalui pemanasan hingga batas yang aman (Jermini et al.,
1997). Pemanasan ulang tersebut bertujuan untuk membunuh sel vegetatif
yang tumbuh dan spora yang terbentuk (Bryan et al., 1982).
Pengelola warteg seharusnya dapat menentukan volume
pemasakan mereka selama satu hari. Mereka seharusnya sudah dapat me-
ngamati kapan saja warung mereka biasanya ramai atau sepi pengunjung.
Dengan demikian, mereka dapat menentukan jumlah makanan yang harus
mereka persiapkan untuk mencegah adanya makanan sisa.
Pengertian yang lebih mendalam terhadap bahaya yang diakibatkan
penyimpanan makanan pada suhu ruang dalam waktu lama perlu dierikan
kepada masyarakat, khususnya pengeloa warteg. Hal tersebut hendaknya
menjadi prioritas utama dalam mendidik masyarakat, petugas kesehatan,
pedagang kaki lima termasuk pengelola warteg (Bryan et al., 1992). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa keamanan pangan untuk masakan yang disajikan
pada warteg hendaknya difokuskan pada reduksi terhadap waktu penyim-
panan, display, dan mempertahankan panas di atas suhu dimana bakteri
patogen bermultiplikasi.
79
B. GHP (Good Hygienic Practises)
a. Lokasi .
Lokasi warteg umumnya berada dekat sekali dengan jalan raya
ataupun sungai atau got yang kotor. Keterbatasan tempat inilah yang me-
nyebabkan mereka harus berjualan di tempat yang seperti itu. Lokasi
tersebut menyebabkab warteg tidak terhindarkan dari debu, asap, dan bau.
Merupakan hal yang mustahil dilakukan jika menyarankan mereka untuk
pindah dari lokasi tersebut ke tempat lain yang lebih layak. Hal ini dise-
babkan hanya sampai disitulah kemampuan mereka dan mereka mungkin
menganggap bahwa justru disitulah tempat yang strategis.
Terlepas dari hal itu, dapat disarankan jalan keluar supaya makan-
an yang disajikan bisa sedikit lebih aman dari dari bahaya yang disebab-
kan oleh lokasi yang kurang layak tersebut. Misalnya saja untuk meng-
hindari debu dari jalanan dapat digunakan kelambu untuk menutup pintu
dan rak penyajian makanan. Penggunaan kelambu ini dapat digunakan un-
tuk mencegah debu yang mengganggu pada tempat makan maupun debu
yang dapat mengotori makanan yang menjadikannya tidak layak. Selain
itu dapat juga dilakukan pengaturan design layout ruangan warteg yang
dapat meminimalkan terjadinya pencemaran. Adapun alternatif layout
warteg yang dapat direkomendasikan pada warteg dapat dilihat pada Lam-
piran 4. Tempat makan dan makanan yang bersih tentu saja akan menarik
pengunjung untuk makan di warteg tersebut.
Kondisi warteg yang berdekatan dengan sungai dan got dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap di dalam area warteg. Bau yang tidak
sedap ini tentu saja menyebabkan pengunjung merasa malas atau jijik
untuk makan di warteg tersebut. Cara yang mungkin dilakukan adalah
dengan menjaga kebersihan sungai dan got tersebut dengan tidak mem-
buang sampah ke dalamnya karena kadang kala pemilik warteg yang loka-
sinya di pinggir sungai tersebut membuang sisa makanan ke sungai.
Pemilik warteg juga harus sesering mungkin melakukan pembersihan su-
ngai dan got tersebut supaya tidak terjadi penyumbatan air yang dapat me-
nimbulkan bau yang sangat tidak sedap dan bisa menghilangkan selera
makan para pengunjung.
80
b. Bangunan
Bangunan warteg ada yang dibangun dalam bentuk permanen, na-
mun ada pula yang semi permanen. Hal ini didasarkan kepada status kepe-
milikan tanah dan bangunan sang pemilik warteg. Pembahasan mengenai
bangunan akan lebih diarahkan ke bagian dinding, atap, lantai, ventilasi,
dapur, serta kamar mandi.
Dinding
Dinding warteg harus selalu dijaga kebersihannya. Idealnya
dinding warteg harus bersih, rata, mudah dibersihkan, dan kedap air
(Jenie, 2008). Jika pengelola warteg mempunyai modal, maka dapat
disarankan untuk selalu memperbarui catnya supaya ruangan warung
selalu tampak bersih. Ruangan warteg sebaiknya dicat dengan warna
yang cerah, supaya dapat segera dibersihkan bila tampak kotor.
Atap
Warung sebaiknya memiliki atap yang tidak menjadi sarang ti-
kus dan serangga, tidak bocor, memiliki langit-langit yang rata dan
bersih, tidak terdapat lubang, dan tinggi minimal 2,4 meter (WHO
/ICD, 2000) . Atap warteg dengan bangunan permanen umumnya be-
rupa genteng, sedangkan atap warteg semi permanen umumnya terbuat
dari terpal. Bagian atap harus sesering mungkin dibersihkan dari
kotoran, terutama sarang laba-laba supaya tidak menjadi sumber kon-
taminasi. Atap tersebut apabila bocor harus segera dibenahi. Atap yang
bocor di atas area pemasakan dapat menjadi sumber kontaminasi, se-
dangkan kebocoran di tempat makan akan sangat mengganggu pe-
ngunjung.
Lantai
Lantai bangunan warteg pada umumnya sudah disemen, se-
hingga kedap air (WHO/ICD, 2000). Lantai tersebut harus selalu dija-
ga kebersihannya dari debu, tanah, dan sampah. Setiap kali pengun-
jung selesai makan, pengelola harus langsung menyapunya untuk
menjaga kebersihan war-teg. disamping juga harus dilakukan penge-
pelan sesering mungkin. Lantai yang kotor dapat mengundang lalat
81
yang dapat membawa kuman dan penyakit, serta menyebabkan warung
tampak kotor dan jorok. Apabila demikian, pengunjung tentu saja akan
malas untuk datang ke warteg tersebut.
Ventilasi
Sistem sirkulasi udara yang baik atau ventilasi yang memadai
diperlukan untuk mencegah terjadinya panas yang berlebihan dan kon-
densasi uap, serta mengeluarkan udara yang terkontaminasi (WHO
/ICD, 2000). Di dalam bangunan warung harus tersedia ventilasi yang
berfungsi dengan baik, dapat menghilangkan bau yang tidak sedap,
serta cukup menjamin rasa nyaman bagi para pengelolanya. Letak
ventilasi juga perlu diperhatikan supaya aliran udara yang masuk ke
area pemasakan tidak berasal dari daerah yang kotor.
Adakalanya terdapat warteg yang bagian dapurnya tertutup dan
tidak ditemukan ventilasi di dalamnya. Akibatnya asap yang berasal
dari proses pemasakan tidak dapat bersirkulasi keluar warung. Hal ini
tentu saja akan menyebabkan kondisi yang tidak nyaman bagi pengelo-
la warteg di dalamnya. Satu-satunya cara yang dapat disarankan adalah
memberikan lubang ventilasi pada dapur warteg yang benar-benar
tertutup.
Dapur
Bagian yang paling penting dalam pengelolaan makanan di
dalam warung tentu saja adalah dapur. Area dapur dan ruangan peng-
hubungnya harus selalu dijaga kebersihannya. Setiap sisa, remah, atau
potongan makanan akan berpotensi menjadi sumber germs (Jenie,
2008). Pembersihan yang teratur akan menjamin higienitas dapur dan
mengurangi resiko kontaminasi makanan.
Sisa makanan yang telah mongering akan sangat sulit dihilang-
kan dari permukaan meja dan peralatan dapur. Hal ini tentu saja dapat
menjadi sumber kontaminasi pada makanan yang sedang diolah. Oleh
karena itu, pembersihan harus dilakukan secara sempurna setiap kali
proses pengolahan selesai dilakukan.
82
Selain itu, bagian dapur juga harus memiliki sistem pencaha-
yaan yang baik. Pencahayaan yang memadai di area ini berguna untuk
menghindari terjadinya kesalahan saat persiapan bahan dan apabila ter-
dapat kotoran bisa langsung terlihat. Pencahayaan tersebut juga seha-
rusnya tidak mempengaruhi warna (CAC, 2001).
Kamar mandi
Bagian dapur hendaknya tidak berhubungan langsung dengan
pintu kamar mandi. Hal ini bertujuan supaya tidak terjadi kontaminasi
silang antara mikroba dari kamar mandi dengan bahan yang sedang
diolah di dapur. Ada sebagian warung yang layout ruangan pemasakan
berhadapan langsung dengan pintu kamar mandi. Oleh karena itu, jika
merubah design ruangan merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan
bagi mereka, hal yang dapat disarankan adalah kamar mandi tersebut
harus selalu bersih dan tertutup untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi. Saluran pembuangan dari kamar mandi juga harus keluar
dari warung sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi pada area
pemasakan.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk proses pengolahan harus selalu
kondisi baik dan bersih. Semua peralatan yang kontak langsung dengan
makanan harus terbuat dari bahan yang tidak beracun, tidak berbau, tidak
berasa, tidak mudah mengalami korosi, serta dapat dengan mudah untuk
dibersihkan dan disinfeksi. Permukaan peralatan tersebut harus halus,
tidak berlubang dan tidak bercelah. Bahan yang cocok untuk peralatan
pengolahan adalah stainless steel, kayu sintesis, dan plastik. Penggunaan
kayu dan bahan lain yang menyebabkannya sulit untuk dibersihkan dan
disinfeksi harus dihindari, meskipun penggunaan bahan tersebut bukan
merupakan sumber kontaminasi. Penggunaan peralatan yang terbuat dari
besi yang dapat berkarat seharusnya juga dihindari (Jenie. 2008).
Peralatan pengolahan juga dapat menjadi salah satu sumber
kontaminasi silang dari peralatan ke makanan. Peralatan yang telah digu-
83
nakan untuk menangani makanan mentah harus dicuci dan disinfeksi sebe-
lum digunakan untuk makanan matang. Apabila memungkinkan peng-
gunaan peralatan untuk makanan matang dipisahkan dengan peralatan un-
tuk makanan mentah.
Pengelola warteg umumnya menggunakan peralatan yang terbuat
dari bahan kayu, plastik, besi, dan adapula sebagian yang menggunakan
stainless steel. Oleh karena itu disarankan kepada para pengelola warteg
untuk merawat peralatan dengan baik dan segera menggantinya apabila
telah rusak atau berkarat. Peralatan yang terbuat dari batu, seperti cobek
juga harus selalu diperhatikan kondisinya karena bila aus dapat terbawa
pada makanan, sehingga menjadi kontaminasi bahaya fisik.
Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus
selalu dijaga kebersihannya. Peralatan yang telah digunakan untuk mena-
ngani bahan mentah hendaknya dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan
untuk menangani makanan matang.
d. Fasilitas pencucian
Warteg yang ideal harus memiliki sumber air bersih dan mengalir
yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan pencucian dan pember-
sihan. Kenyataan yang ada di lapangan ternyata tidaklah demikian. Be-
berapa warteg yang tidak memiliki sumber air mengalir, harus mengambil
air bersih dari tempat lain kemudian menampungnya pada drum-drum air.
Oleh karena itu, lokasi warteg harus dekat dengan sumber air su-
paya dapat dengan mudah mengganti air yang telah kotor. Wadah atau
drum yang digunakan untuk menyimpan air pun harus tertutup, karena pe-
nyimpanan air yang tidak tertutup bisa menyebabkan terjadinya cemaran
oleh debu dan kotoran. Adapun tempat penyimpanan air tersebut harus se-
sering mungkin mungkin dibersihkan untuk menghindari tumbuhnya lu-
mut dan biofilm di dalamnya (Jenie, 2008).
Pencucian peralatan
Untuk mencuci peralatan seharusnya digunakan air yang meng-
alir, namun seperti telah dijelaskan di atas bahwa tidak semua warteg
84
memilikinya. Pemilik biasanya menggunakan ember-ember sebagai fa-
silitas mencuci piring dan peralatan lainnya. Jumlah ember yang me-
mungkinkan untuk kondisi warteg yang serba terbatas adalah dua bu-
ah.
Sebelum digunakan untuk tempat pembilasan, air di ember
pertama dicipratkan terlebih dahulu pada peralatan yang telah digosok
dengan sabun untuk menghilangkan busa sehingga tidak terlalu me-
ngotori air. Peralatan dari ember pertama tersebut selanjutnya dibilas
lagi pada ember kedua. Yang perlu diperhatikan adalah air pada ember
pertama jangan sampai terlalu penuh dengan busa. Air pada ember
pertama harus segera diganti bila sudah mulai muncul busa dan ber-
ubah warna. Selanjutnya air pada ember kedua dapat dipindahkan pada
ember pertama.
Saat melakukan pencucian, pekerja harus menggosok peralatan
dengan seksama agar tidak ada sisa makanan yang menempel, yang
dapat menjadi sumber kontaminasi pada makanan yang diolah selan-
jutnya. Pekerja juga harus memastikan tidak ada residu sabun yang
menempel pada peralatan, yang dapat menyebabkan peralatan licin,
berbau, dan berasa sabun. Dapat disampaikan bahwa peralatan yang
masih berbau dan berasa sabun akan cukup mengganggu dan dapat
menghilangkan selera makan pengunjung.
Adakalanya terdapat warteg yang memiliki sumber air meng-
alir namun tidak menggunakannya sebagaimanan mestinya. Pengelola
tetap menggunakan air di ember-ember untuk mencuci piring sebagai-
mana warteg yang tidak mempunyai sumber air mengalir. Mereka juga
baru mengganti air apabila telah penuh dengan busa sabun. Oleh ka-
rena itu perlu disampaikan kepada mereka bahwa penggunaan air pen-
cuci yang bersih merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga
kehigienisan peralatan.
Pencucian bahan
Kegiatan mencuci bahan baku seperti sayuran, ayam, daging,
ikan, dan sebagainya juga umum dilakukan ala kadarnya saja. Parame-
85
ter kebersihan pencucian bagi mereka hanyalah cukup telah disiram air
satu hingga dua kali. Pekerja umumnya tidak benar-benar menggosok
dan memeriksa apakah bahan yang mereka cuci benar-benar bersih
dari kotoran atau tidak. Pada sayuran bisa saja masih terdapat tanah
yang akan mengotori masakan yang akan diolah. Sedangkan pada
ayam, daging, dan ikan juga bisa saja masih terdapat tanah, kotoran,
dan darah akibat pencucian yang kurang bersih. Oleh karena itu, proses
pencucian yang benar-benar bersih akan menjamin masakan aman dan
menjadi lebih layak untuk dikonsumsi.
Sayuran hendaknya disiangi dan dihilangkan bagian yang tidak
layak dimakan sebelum dicuci. Pengolah masakan umumnya mencuci
sayuran setelah selesai dipotong. Pengetahuan tentang zat gizi yang
minim, menyebabkan mereka tidak mengetahui bahwa sebagian vita-
min yang larut air dapat ikut terbawa ketika proses pencucian. Proses
pencucian sebelum pemotongan juga menjamin proses yang lebih ber-
sih ke depannya.
Pencucian tangan
Hampir tidak pernah ditemukan fasilitas khusus untuk mencuci
tangan, baik bagi pengolah masakan maupun pengunjung. Pengunjung
yang meminta biasanya diberikan mangkuk berisi air untuk cuci ta-
ngan. Jika tidak, pengunjung akan mencuci tangan mereka pada tempat
mencuci peralatan, seperti halnya yang dila-kukan pengolah masakan.
Tidak tersedia sabun untuk mencuci tangan. Parameter keber-
sihan tangan menurut mereka hanyalah asal tangan basah dan sudah ti-
dak ada kotoran yang terlihat menempel di tangan. Tangan yang telah
dicuci pun umumnya tidak dikeringkan menggunakan lap bersih atau-
pun tisu, melainkan dengan pakaian mereka atau lap untuk meja.
Jika memungkinkan, dapat disarankan kepada para pengelola
warteg untuk membuat tempat mencuci tangan yang sederhana, untuk
pengelola dan pengunjungnya. Jika tidak, pengelola harus menggu-
nakan air yang bersih, bukan dengan air pada ember pencucian. Begitu
86
pula dengan para pengunjung yang ingin mencuci tangan, sebaiknya
diberikan air yang bersih kepada mereka.
e. Fasilitas tempat sampah
Warteg umumnya hanya memiliki satu buah tempat sampah yang
diletakkan di dekat area pemasakan. Sampah hasil pemasakan pagi hari
umumnya ditampung ke dalam kantong plastik, lalu dibuang keluar setelah
pemasakan selesai. Tempat sampah yang ada di dalam warung tersebut
selanjutnya digunakan untuk menampung sampah kering dan sampah ma-
sakan apabila masih ada kegiatan memasak di sela-sela itu. Sampah terse-
but umumnya ditampung selama seharian dan baru dibuang keesokan hari-
nya atau menjelang tutupnya warung tersebut.
Tanpa mereka sadari bahwa sampah di dekat area pemasakan yang
dibiarkan menumpuk dapat menjadi salah satu sumber kontaminasi silang
pada makanan yang diolah. Tempat sampah dapat mengundang lalat ber-
datangan ke area pemasakan. Lalat ini dapat menjadi perantara berpindah-
nya mikroba dari sampah ke makanan (Loken, 1995).
Tempat sampah seharusnya dibedakan antara sampah basah dan
sampah kering. Sampah basah pada warteg merupakan hasil samping dari
proses pemasakan, seperti kulit dan batang sayuran, sedangkan sampah ke-
ring umumnya merupakan kemasan minuman serbuk. Sampah basah ter-
sebut harus langsung dibuang keluar warung segera setelah kegiatan me-
masak utama selesai. Sampah bekas makanan di tempat pencucian piring
juga harus sesering mungkin dibuang keluar dari warung. Hal ini bertujuan
untuk menghindari datangnya lalat dan kucing.
Pengelola warteg juga seringkali tidak menyadari bahwa tempat
sampah sendiri juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang lain. Tempat
sampah yang kotor dan tidak pernah dicuci tentu saja akan mendatangkan
kontaminasi. Tampaknya pengelola warteg sendiri tidak mempunyai ba-
nyak waktu untuk melakukan hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut,
sebaiknya pengelola mengalasinya dengan kantong plastik. Penggunaan
87
kantong plastik tersebut selain untuk memudahkan pembuangan sampah,
tetapi juga supaya tidak mengotori tempat sampah itu sendiri.
f. Fasilitas saluran pembuangan air limbah
Saluran pembuangan air limbah dari pencucian peralatan dan ba-
han umumnya terletak di dekat area pemasakan. Hal ini dikarenakan fasi-
litas tempat pencucian yang dekat dengan area pemasakan. Air limbah dari
proses pencucian tersebut langsung mengalir keluar warteg melalui saluran
yang berujung pada got, sungai, atau saluran air bawah tanah. Saluran
pembuangan yang berdekatan dengan area pemasakan dapat menjadi sum-
ber kontaminasi pada makanan yang diolah. Mikoorganisme yang umum
berada pada saluran pembuangan yang kotor antara lain Shigella spp
(Loken, 1995).
Saluran pembuangan air limbah ini sebisa mungkin harus berada
jauh dengan area pemasakan supaya tidak menjadi sumber kontaminasi
silang pada makanan yang diolah. Apabila kondisi tempat warteg yang
sempit dan tidak memungkinkan untuk merubah design tata letak ruangan
warteg, pengelola sesering mungkin membersihkan saluran tersebut supa-
ya tidak mampet dan memberikan pembatas supaya area pemasakan tidak
bersebelahan langsung dengan saluran pembuangan air limbah.
g. Fasilitas penyimpanan
Fasilitas penyimpanan pada warteg dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu penyimpanan peralatan masak dan bahan. Penjelasan mengenai fasi-
litas penyimpanan tersebut adalah sebagai berikut :
Penyimpanan peralatan
Keterbatasan warteg yang tidak memiliki cukup banyak ruang
dan tempat menyebabkan mereka tidak dapat menyimpan peralatan
dalam tempat yang layak. Idealnya peralatan masak disimpan dalam
keadaan bersih di tempat yang bersih dan tertutup untuk menghindari
terjadinya kontaminasi. Namun pada kenyataannya, keterbatasan inilah
88
yang membuat mereka harus menyimpannya di tempat terbuka. Aki-
batnya peralatan tersebut menjadi kotor dan berdebu.
Praktik kerja yang kurang bersih adalah menggunakan
peralatan yang kotor tersebut tanpa dicuci terlebih dahulu. Debu dan
kotoran yang menempel pada peralatan dapat mengotori makanan yang
menjadikannya kurang layak. Oleh sebab itu, apabila warteg tidak
mempunyai cukup tempat untuk menyimpan peralatan, maka penge-
lola hendaknya meletakkan alat dengan posisi yang tertutup untuk
menghindari ekspos debu yang berlebihan dan mencucinya kembali
sebelum digunakan.
Penyimpanan bahan baku
Bahan baku yang disimpan pada warteg umumnya sayur untuk
dimasak keesokan harinya dan bahan bumbu, seperti bawang dan rem-
pah-rempah. Sayuran umumnya disiangi dan dipotong pada sore hari,
kemudian disimpan untuk dimasak keesokan harinya. Sayuran tersebut
baru dicuci ketika hendak diolah karena takut busuk selama penyim-
panan.
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan baku ada-
lah hendaknya bahan tersebut disimpan pada tempat yang bersih dan
tertutup untuk menghindari debu dan gangguan tikus atau serangga.
Bahan baku tersebut harus disimpan pada tempat yang terpisah dari
bahan-bahan kimia, seperti sabun colek, pembersih lantai, atau pem-
basmi serangga. Hal ini ditujukan untuk meng-hindari adanya pence-
maran oleh bahan kimia yang tidak diingin-kan.
h. Kegiatan pembersihan dan sanitasi
Pembersihan dan sanitasi adalah bagian integral dari keseluruhan
proses persiapan makanan, terutama di bagian dapur dari sebuah warteg.
Tujuan utama pembersihan adalah untuk menghilang-kan sisa makanan
dan debu, sedangkan sanitasi bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme. Higiene yang baik membutuhkan pembersihan yang
89
efektif dan teratur untuk menghilangkan sisa makanan yang mungkin
mengandung patogen. Higiene yang baik juga membutuhkan langkah sa-
nitasi untuk memastikan bahwa terjadi pengurangan jumlah patogen sam-
pai pada tingkat yang aman.
Sanitasi tidak selalu membunuh spora, oleh karena itu sanitasi ha-
rus dilakukan setelah pembersihan supaya efektif. Sisa makanan yang ti-
dak dibersihkan dahulu sebelum disanitasi akan melindungi mikro-
organisme, menjadi sumber makanan bagi mikroba, mengurangi efektivi-
tas desinfektan. Prosedur yang benar akan membantu mence-gah makanan
dari pencemaran.
Metode sanitasi dapat menggunakan suhu tinggi atau juga dapat
dilakukan secara kimia. Metode sanitasi dengan suhu tinggi meliputi
perendaman dalam air panas dan penguapan. Desinfektan oksidasi
(halogen) serta desinfektan non oksidasi (surfaktan) merupa-kan sanitasi
dengan metode kimia (Jenie, 2008).
Metode sanitasi dengan suhu tinggi menggunakan panas sedang
(74-900C) merupakan cara yang umum digunakan dalam industri pangan
dan katering. Alat-alat dan perlengkapan yang berukuran kecil dapat diren-
dam dalam tangki air panas. Perendaman yang baik adalah selama dua
menit pada air panas bersuhu 800C. Perlu diingat bahwa air pada suhu ini
dapat menyebabkab luka bakar, maka dapat digunakan rak, keranjang, atau
alat lain untuk meletakkan peralatan (WHO/ICD, 2000).
Kenyataannya adalah kegiatan di warteg hanya terbatas hingga
tahap pembersihan saja. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan mereka
tidak mengetahui betapa pentingnya kegiatan sanitasi pada peralatan yang
mereka gunakan. Jika memungkinkan, penggunaan metode suhu tinggi ter-
sebut masih dapat diterapkan pada peralatan warteg yang terbuat dari
logam. Jika tidak mungkin untuk diterapkan, kegiatan pembersihan dan sa-
nitasi dapat dikombinasikan menjadi satu. Kegiatan pembersihan dapat di-
lakukan dengan penggunaan sabun yang mengandung antibakteri. Umum-
nya pembersihan di warteg menggunakan sabun colek atau deterjent yang
hanya menghilangkan lemak, namun tidak membunuh bakteri.
90
i. Suplai air
Air berfungsi untuk sebagai pelarut untuk beberapa jenis bahan, ju-
ga digunakan untuk mencuci, merendam, maupun mengolah masakan. Pe-
ranan air dalam industri makanan antara lain: sebagai bahan (ingredient),
mencuci bahan dan peralatan, melarutkan bahan makanan, dan sebagai
sarana pemanasan dan pendinginan (Thomas dan Berryman, 1986).
Masyarakat tradisional, termasuk para pengelola warteg umumnya
menggunakan air yang belum mengalami perlakuan pendahuluan untuk
mengolah makanan, sehingga perlakuan yang tidak cukup dan air yang
terkontaminasi setelah perlakuan juga diyakini sebagai penyebab sebagian
besar dari kasus keracunan. Kebutuhan untuk mengontrol secara rutin pada
air umumnya lebih banyak dilakukan untuk pengujian terhadap kemung-
kinan polusi feses manusia atau hewan dari pada pencarian secara lang-
sung terhadap keberadaan bakteri patogen secara spesifik (Thomas dan
Berryman, 1986).
Bukan merupakan hal yang mengejutkan jika pada air ditemukan
koliform, koliform fekal, bahkan E. coli yang mencemari sumber air bia-
sanya karena pengaturan sanitasi yang kurang memenuhi syarat. Kebera-
daan fekal coliform pada air merupakan indikasi adanya kontaminasi fekal
dan bakteri enterik lainnya (Brian et. al., 1992 dan Schmitt et. al., 1997).
Walaupun jumlahnya tinggi, fekal coliform akan mati beberapa waktu ke-
mudian (Schmitt et. al., 1997).
Bahaya yang dapat muncul di air tanah antara lain adalah patogen
penyebab penyakit, rembesan dari lahan pertanian dan sistem pembu-
angan, produk limbah rumah tangga yang membahayakan, bahan kimia
pertanian, dan kebocoran tanki penyimpanan bawah tanah. Kontaminasi
mikrobiologi yang dapat terjadi merupakan masalah yang serius. Patogen
tersebut antara lain bakteri (misalnya Campylobacter dan Shigella spp),
virus (Hepatitis A&E), dan parasit (Cryptosporidium parvum dan Giardia
intestinalis). Mikroba tersebut dapat masuk ketika sumber air terkontami-
nasi oleh pembuangan kotoran atau buangan hewan, atau jika sumur di-
91
bangun tapi tidak ditutup dengan sempurna. Infeksi yang diakibatkan oleh
organisme ini, seperti gastro enteritis, infeksi Salmonella, disentri, shigel-
losis, hepatitis, cryptosporidiosis, dan giardiasis adalah resiko yang paling
umum terjadi yang disebabkan oleh air minum (WHO, 2000).
Selain sumber kontaminasi di atas, ada pula sumber kontaminasi
lain yang dapat mencemari air tanah, antara lain korosi atau deposit pada
pipa dan tangki penyimpanan yang diakibatkan oleh zat besi dan bakteri
sulfur, kolonisasi mikroorganisme pada pipa, sambungan, dan lapisan non
logam, pertumbuhan mikroorganisme pada sistm distribusi, ditambah
dengan adanya zat organik karbon dalam air, dan cemaran yang diaki-
batkan adanya kehidupan hewani pada air. Beberapa organisme tidak
bermasalah bagi bagi kesehatan secara signifikan, tetapi mengakibatkan
kekeruhan, perubahan rasa dan bau (WHO, 2000).
Penggunaan air
Air yang digunakan di warung tegal umumnya dibedakan anta-
ra air untuk pencucian peralatan serta air untuk minum dan memasak.
Air tanah merupakan air yang biasa digunakan untuk mencuci per-
alatan, sedangkan untuk mencuci bahan dan memasak digunakan air
PAM. Penggunaan yang berbeda ini dikarenakan air tanah di beberapa
daerah warteg memiliki kualitas yang kurang bagus, misalnya mem-
punyai kesan berkarang (mengandung belerang atau sulfur). Adaka-
lanya beberapa warteg yang kualitas air tanahnya tidak kalah dengan
kualitas air PAM, yakni tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna.
Air yang digunakan untuk minum umumnya merupakan rebusan air
PAM atau air tanah yang bersih, ataupun air galon isi ulang.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa telah ada kesa-
daran dari para pengelola warteg untuk menggunakan air yang mereka
anggap aman untuk masakan dan air minum. Sedangkan dengan alasan
ekonomi, mereka meggunakan air dengan kualitas lebih rendah untuk
mencuci peralatan dan bahan baku. Pembagian jenis air yang mereka
lakukan tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan dari segi rasa,
bukan dari segi mikrobiologisnya. Idealnya air yang digunakan untuk
92
seluruh kegiatan di warteg haruslah memiliki kualitas seperti air mi-
num. Namun dengan pertimbangan hal ini tentu akan sangat sulit sek-
ali diterapkan pada warteg, maka penggunaan air untuk segala kegiatan
yang berhubungan langsung dengan makanan seharusnya tidak berasa,
tidak berbau, dan tidak berwarna.
Apabila sumber air yang digunakan para pengelola warteg per-
lu dilakukan proses penjernihan, maka cara yang dapat dilakukan anta-
ra lain (WHO/ ICD, 2000 dan Jenie, 2008) :
1. Desinfeksi awal yang meliputi perlakuan air tanpa penyim-
panan terhadap bakteri tinja dan patogen, serta memisahkan
ganggang dan amonia.
2. Koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dengan penambahan ba-
han kimia yang menyebabkan partikel-partikel menggumpal.
Flok terbentuk kemudian didepositkan. Hal ini untuk memisah-
kan larutan suspens (suspended solid). Koagulan yang dapat di-
gunakan antara lain ferrosulphate, ferrisulphate, sodium alumi-
nate, atau alumunium sulphate yang umum disebut dengan isti-
lah tawas.
3. Penyaringan untuk menghilangkan patogen dan parasit yang
dapat digunakan filter pasir.
4. Disinfeksi yang biasanya dilakukan dengan penggunaan klorin
atau hipoklorin untuk mematikan patogen yang tersisa.
Penggunaan es batu
Salah satu hal yang juga perlu diperhatikan terkait dengan su-
plai air adalah penggunaan es batu. Es batu umumnya digunakan pada
penyajian minuman dingin. Es batu tersebut seharusnya terbuat dari air
matang (kualitas air minum) dan diletakkan di tempat yang bersih
untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Untuk memenuhi suplai es batu pada warteg umumnya diguna-
kan es batu dari tukang es keliling. Es batu yang mereka gunakan tentu
tidak terjamin keamanannya. Tukang es membawa dagangannya di se-
93
buah gerobak yang tidak diberi alas sehingga dapat mengotori es batu
tersebut. Es batu yang telah dibeli pun ter-kadang tidak langsung dile-
takkan di termos es jika termos tidak mencukupi, melainkan di atas
lantai tanpa diberikan alas. Es batu tersebut langsung dihancurkan tan-
pa dicuci terlebih dahulu. Memang adakalanya jika es tersebut terlihat
benar-benar sangat kotor, penjual es atau pengeloa warteg akan mem-
bilasnya terlebih dahulu. Sayangnya pembilasan tersebut tidak meng-
gunakan air bersih, melainkan air yang berasal dari ember pencucian.
Bakteri patogen yang umum terdapat pada es batu yang terbuat
dari air yang tidak aman adalah Vibrio cholerae (WHO/ICD, 2000).
Pembekuan di bawah suhu -200C memang dapat mengurangi, tetapi ti-
dak dapat menghilangkan keseluruhan mikroorganisme ini (Bryan,
1990). Lebih dari itu, penanganan yang tidak bersih juga akan semakin
menambah kontaminasi pada es batu tersebut. Bahaya yang dapat dia-
kibatkan apabila mengonsumsi es yang terbuat dari air yang tercemar
antara lain diare, muntah, dan kram otot (Rahayu dan Satiawihardja,
2007).
Selain itu, ada pula Escherichia coli, yang merupakan bakteri
yang umumnya terdapat pada air yang tercemar atau yang terkonta-
minasi kotoran manusia atau saluran pembuangan (WHO/ICD, 2000).
Bakteri ini dapat bertahan dengan baik pada suhu pembekuan, sehing-
ga dapat bertahan pada proses saat pembuatan es batu. Bahaya yang di-
akibatkan karena konsumsi es batu yang mengandung bakteri ini an-
tara lain diare akut yang selanjutnya dapat berkembang menjadi hae-
molytic uremic syndrome (HUS) (Winiati dan Satiawihardja, 2007).
Solusi yang dapat disarankan kepada para pengelola warteg
adalah memastikan es batu dibeli dari sumber yang terpercaya. Pe-
ngelola harus mendapat kepastian dari penjual bahwa es tersebut di-
buat dari air matang. Jika terdapat kulkas di warteg tersebut, pe-
ngelola dapat membuat es batu sendiri supaya dapat dipastikan bahwa
es batu terbuat dari air matang.
94
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila es
batu tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam termos karena tempat
tidak memenuhi. Es batu hendaknya jangan diletakkan di lantai tanpa
alas. Pengelola hendaknya meletakkan es batu di tempat yang bersih.
Apabila pengelola terpaksa meletakkan es batu di lantai karena alasan
ruang dan peralatan, es batu harus dicuci dengan air matang, bukan de-
ngan air yang berasal dari ember pencucian.
j. Penangangan tikus dan serangga
Pengelola warteg umumnya tidak memiliki fasilitas khusus untuk
menangani tikus dan serangga. Pengelola warteg umumnya membiarkan
tikus-tikus tersebut berkeliaran daripada memberikan racun untuk mem-
basminya. Alasan mereka tidak menggunakan racun adalah khawatir jika
tikus tersebut mati di tempat yang tidak diketahui, nantinya akan me-
nimbulkan bau tidak sedap yang tentu saja akan sangat mengganggu.
Mereka juga malas menggunakan perangkap atau lem tikus karena se-
ringkali tidak berhasil. Supaya tikus tidak mengganggu bahan baku, mere-
ka menyimpannya ke dalam lemari tertutup supaya aman. Mereka umum-
nya juga membiarkan gangguan serangga, karena sebagian besar dari me-
reka sadar bahwa penggunaan obat pembasmi serangga dapat mencemari
makanan dan bahan bakunya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan tikus dan
serangga adalah memberikan kawat pada tempat-tempat yang menjadi
jalan masuk tikus dan sesering mungkin melakukan kegiatan pembersihan
supaya tidak ada tempat yang dijadikan sarang oleh tikus (Jenie, 2008). Ti-
kus dan kecoa juga bisa saja melewati peralatan yang disimpan di tempat
terbuka. Oleh karena itu, pencucian kembali peralatan yang akan digu-
nakan sangat penting. Tindakan ini tidak hanya menghilangkan debu, te-
tapi juga membersihkan kotoran yang dibawa oleh tikus dan serangga.
95
k. Penyajian makanan
Rak penyajian
Penyajian makanan biasanya dilakukan pada rak atau etalase
kaca. Letak warteg yang umumnya berada di dekat jalan besar
menyebabkannya tidak terhindarkan dari datangnya debu. Sebagian
pengelola warteg ada yang menutup rak penyajian mereka dengan
kelambu untuk mencegah masuknya debu yang dapat mengotori
makanan mereka. Namun, karena pemberian kelambu dirasa cukup
mengganggu saat melayani pembeli, maka ada sebagian pengelola
warteg yang enggan menggunakannya.
Selain bahaya fisik debu, penyajian makanan pada rak yang ti-
dak ditutup juga menyebabkan makanan tidak aman dari gangguan
lalat dan serangga. Untuk menghindari datangnya lalat dan debu dapat
digunakan kelambu pada rak penyajian. Namun sekali lagi jika
pengelola warteg merasa pemberian kelambu juga mengganggu, maka
dapat digunakan lilin atau kipas angin untuk mencegahnya. Sedangkan
supaya rak penyajian aman dari debu jalanan, maka pengelola warteg
harus memindahkan posisinya ke tempat yang tidak berada pada arah
angin, yang menyebabkannya teerekspos langsung dari sumber debu.
Rak penyajian berikut kacanya juga dapat menjadi sumber kon-
taminasi jika kondisinya kotor. Tempat penyajian harus dibersihkan
sesering mungkin untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada ma-
kanan yang dihidangkan. Pembersihan tersebut diawali dengan pem-
bersihan kotoran yang dilanjutkan dengan penyemprotan cairan anti-
bakteri. Dapat disampaikan kepada para pengelola warteg bahwa pem-
bersihan ini juga bertujuan supaya pembeli dapat melihat dengan jelas
makanan yang disajikan.
Makanan harus disajikan menggunakan wadah dan peralatan
bersih. Wadah penyajian yang kotor dapat mengontaminasi makanan
yang disajikan, menjadikan makanan jorok, kotor, dan tidak layak un-
tuk dimakan. Oleh karena itu, peralatan yang digunakan untuk menya-
jikan makanan, seperti wadah, piring, sendok dan garpu, serta kertas
96
nasi harus disimpan pada tempat yang bersih dan tertutup. Solusi lain
yang dapat disampaikan adalah tidak lupa mengelap peralatan tersebut
sebelum digunakan menggunakan lap yang bersih.
Selain itu, tempat penyimpanan uang biasanya bersatu dengan
rak penyajian makanan, yang umumnya berada di bawah rak. Tanpa
penyaji masakan sadari, bahwa uang merupakan salah satu sumber
kontaminasi pada makanan. Penyimpanan uang sebaiknya harus bera-
da jauh dari etalase atau rak penyajian makanan siap saji. Hal ini bertu-
juan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari uang terse-
but ke makanan yang disajikan. Pekerja yang bertugas untuk menerima
uang (kasir), sebaiknya tidak merangkap sebagai pengolah masakan ju-
ga tidak menjadi penyaji masakan. Jika hal ini tidak memungkinkan
untuk dilaksanakan, maka pekerja hendaknya mencuci tangan sebelum
menangani atau menyajikan makanan lagi.
Peralatan penyajian
Pengelola warteg banyak yang menggunakan wadah plastik
untuk menyajikan masakan mereka. Wadah plastik tersebut digunakan
untuk menyajikan masakan panas sekalipun. Mereka tidak menyadari
bahwa suhu yang tinggi dapat mengurai monomer plastik dari wadah
tersebut. Jika monomer plastik ini terbawa masuk ke dalam tubuh,
dapat menjadi karsinogen yang memicu kanker. Oleh karena itu,
wadah plastik sebaiknya tidak digunakan untuk meletakkan masakan
yang masih panas. Pengelola dapat menggunakan bahan lain yang
lebih aman, seperti stainless steel, keramik, dan kaca.
Selain keamanan wadah penyajian, satu hal yang sangat
penting adalah kebersihannya. Wadah masakan yang bersih sebaiknya
disimpan di tempat yang bersih untuk menghindari debu dan kotoran.
Jika hal ini tidak dapat dilakukan oleh pengelola warteg, maka wadah
tersebut hendaknya dicuci kembali sebelum digunakan untuk
menghilangkan debu dan kotoran.
Hal ini juga berlaku pada peralatan makan, seperti piring,
sendok, dan garpu. Peralatan ini juga sebaiknya disimpan di tempat
97
yang tertutup. Namun bila hal ini juga tidak memungkinkan untuk
diterapkan, maka pengelola harus memastikan kebersihannya dengan
cara mengelap sebelum digunakan.
l. Sanitasi pekerja (Personal Hygiene )
Kebiasaan mencuci tangan
Kebiasaan mencuci tangan para pengelola warteg dapat
dikatakan sangat buruk karena hampir tidak pernah mencuci tangan
saat akan mengolah atau berhubungan dengan makanan. Kegiatan
mencuci tangan hanya dilakukan bila tangan mereka benar-benar
kotor. Parameter kebersihan dalam mencuci tangan adalah hanya
sekedar membasahi tangan.
Tangan tidak dicuci menggunakan sabun dan air mengalir,
melainkan dengan air di ember tempat mencuci piring. Air yang
berada di dalam ember tempat mencuci tangan sendiri juga tidak selalu
bersih. Setelah mencuci tangan, mereka mengeringkan tangan bukan
dengan lap bersih atau tisu, melainkan dengan lap untuk peralatan atau
pakaian mereka. Kegiatan mencuci tangan yang sebenarnya bertujuan
untuk membersihkan tangan akan percuma. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menanamkan kepada para pengolah masakan betapa
pentingnya cuci tangan untuk menghindarkan kontaminasi silang pada
makanan yang mereka oleh.
Pengelola warteg yang tidak mempunyai sumber air mengalir
hendaknya tetap menggunakan air bersih untuk mencuci tangan, bukan
dengan air yang ada di ember pencucian peralatan. Pengelola harus
menggunakan air bersih yang telah mereka tampung di wadah-wadah
tertutup. Untuk mengambil air dapat digunakan gayung bergagang
panjang untuk mencegah air tersebut tercemar oleh kotoran atau busa
sabun dari tangan.
Menurut Loken (1995), pengolah seharusnya mencuci tangan
pada saat-saat berikut ini :
98
1. Sebelum memulai dan selama proses pemasakan jika diperlu-
kan.
2. Setelah makan, minum, dan istirahat.
3. Setelah melakukan aktivitas lain, misalnya merokok.
4. Setelah bersin, batuk, atau menggunakan toilet.
5. Setelah memegang bahan mentah, seperti daging dan telur.
6. Setelah memegang peralatan kotor.
7. Setelah mengelola sampah, menyapu, dan mengambil sesuatu
dari lantai.
8. Setelah menggunakan pembersih dan bahan kimia.
9. Setelah memegang sumber kontaminasi yang lain, seperti
telepon, uang, pegangan pintu, dan sebagainya.
Adapun langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar
menurut Nuraida et. al. (2009) adalah sebagai berikut :
1. Basahi tangan.
2. Tuangkan sabun ke telapak tangan.
3. Gosok bagian telapak tangan.
4. Gosok bagian punggung tangan.
5. Gosok sela-sela jari.
6. Gosok bagian ujung jari.
7. Gosok ibu jari dan pergelangan tangan.
8. Bersihkan kuku.
9. Bilas hingga bersih.
10. Keringkan tangan dengan lap bersih atau kertas tisu.
b. Penggunaan celemek, sarung tangan, penutup rambut, dan lap
a) Celemek
Penggunaan celemek pada saat mengolah masakan bertuju-
an untuk mencegah kotoran berpindah dari pakaian pengolah ke
masakan. Celemek yang digunakan juga harus selalu bersih supaya
bukan malah menjadi salah satu sumber kontaminasi. Penggunaan
99
celemek disarankan yang berwarna cerah supaya dapat langsung
terlihat dan diganti bila sudah kotor.
b) Sarung tangan
Sarung tangan dapat digunakan untuk memaksimalkan pen-
cegahan terhadap kontaminasi silang melalui jari-jari tangan. Peng-
gunaan sarung tangan plastik setelah mencuci tangan dapat mence-
gah kontaminasi pada sarung tangan tersebut. Penggantian sarung
tangan juga berlaku sebagaimana para pengolah perlu mencuci ta-
ngan mereka.
Sebelum mengganti sarung tangan, pengolah masakan juga
perlu mencuci tangan mereka untuk mencegah terjadinya konta-
minasi pada sarung tangan yang akan digunakan. Namun satu hal
yang perlu diingat, mencuci tangan sesering mungkin akan lebih
baik dari pada menggunakan sarung tangan yang tidak pernah di-
ganti (Nuraida et al., 2009). Oleh karena itu, hal yang sangat perlu
ditanamkan kepada para pengolah masakan di warteg adalah
mencuci tangan mereka dengan cara yang benar sesering mungkin.
c) Penutup rambut
Rambut merupakan salah satu kontaminan fisik pada
makanan. Makanan yang ada di dalam rambut selain menyebabkan
makanan menjadi tidak layak karena tampak menjijikkan, juga me-
nyebabkan bahaya tercekik pada konsumen bila terkonsumsi. Se-
lain itu, pada rambut sendiri juga banyak terdapat mikroba, seperti
Staphylococcus aureus (Loken, 1995).
Penggunaan penutup rambut (hair net) selama mengolah
masakan merupakan hal yang sangat disarankan. Apabila pengolah
masakan merasa tidak nyaman dengan penggunaan penutup rambut
ini, maka sebaiknya mereka menyisir dan menguncir rambut su-
paya rapi. Namun kegiatan menyisir dan membenarkan ikatan ram-
but tidak boleh dilakukan di dekat makanan dan setelahnya mereka
tidak boleh lupa untuk mencuci tangan mereka kembali.
100
d) Lap
Penggunaan lap merupakan salah satu hal yang sangat pen-
ting untuk menjaga kebersihan. Penggunaan lap di warteg umum-
nya terpisah antara lap meja, lap tangan, dan lap untuk peralatan
makan. Sayangnya, tidak semua warteg mengganti lap mereka seti-
ap hari. Lap hanya diganti bila tampak benar-benar kotor, sehingga
lap tersebut malah dapat menjadi sumber kontaminasi pada pera-
latan yang ingin dibersihkan.
Ada baiknya bila digunakan lap yang berwarna cerah supa-
ya dapat segera terlihat bila mulai kotor. Lap tersebut harus diganti
sesering mungkin kemudian dicuci hingga bersih. Pencucian lap
yang benar adalah merebus lap kotor ke dalam air mendidih supaya
dapat menghilangkan kotoran yang menempel dan dapat membu-
nuh mikroba yang terdapat pada lap tersebut.
Bila cara ini dirasa tidak mungkin dilakukan oleh pengelola
warteg, maka lap hendaknya dicuci dan digosok berkali-kali hing-
ga tidak ada kotoran yang menempel. Lap tersebut kemudian dike-
ringkan di tempat yang bersih. Seringkali pengelola mengeringkan
lap di atas panci yang digunakan untuk merebus air. Hal sebenar-
nya tidak berpengaruh terhadap air panas tersebut, namun tindakan
ini mungkin menjadi kurang sedap dilihat oleh para pengunjung.
c. Penggunaan perhiasan (cincin, gelang) dan jam tangan
Perhiasan dan jam tangan pengolah masakan sebaiknya disim-
pan sebelum memulai bekerja. Barang-barang ini dapat menyimpan
kotoran dan bakteri, yang bisa berasal dari sisa-sisa makanan yang
menempel padanya. Oleh karena itu, penggunaan perhiasan dan jam
tangan saat memasakdapat menjadi sumber kontaminasi silang pada
makanan.
101
d. Kebersihan tangan dan kuku
Saat mengolah masakan, selain tangan harus selalu bersih juga
harus terhindar dari luka yang terbuka. Luka yang tidak ditutup akan
menjadi kontaminasi pada makanan yang diolah. Luka sebaiknya
ditutup dengan plester yang berwarna terang supaya dapat langsung
diganti bila telah kotor.
Kuku pengolah masakan harus selalu bersih untuk mencegah
terjadinya pencemaran. Kuku hendaknya dipotong pendek supaya
tidak ada kotoran yang menempel di dalamnya. Penggunaan cat kuku
bagi pengolah masakan juga dilarang. Cat kuku yang terkelupas dapat
menjadi bahaya kimia jika terbawa hingga makanan yang dikonsumsi.
e. Tidak mengobrol, bersin, batuk, meludah, serta merokok saat me-
nyiapkan makanan
Kegiatan mengobrol, batuk, bersin, dan meludah tidak diper-
bolehkan saat menyiapkan makanan. Hal ini dikarenakan tanpa disa-
dari air liur pengolah dapat mencemari makanan yang sedang diolah.
Cemaran air liur pada makanan dapat menjadikannya tidak layak kare-
na menjijikkan.
Oleh karena itu, idealnya para pengolah masakan harus menu-
tup mulut dengan masker untuk menghindari terjadinya hal yang demi-
kian. Jika pengunaan masker dirasa tidak memungkinkan bagi penge-
lola warteg, maka selama proses pemasakan pengolah masakan tidak
mengobrol, bersin, batuk, dan meludah di area pemaskan. Setelah ber-
sin dan batuk pun, pengolah masakan juga tidak boleh lupa untuk men-
cuci tangan kembali. Karena abu rokok juga dapat mengotori makanan
yang diolah, maka selama proses pengolahan masakan, kegiatan mero-
kok juga tidak diperkenankan.
f. Kesehatan pengolah masakan
Banyak terdapat laporan yang mencatat tentang kasus ke-
racunan makanan yang berhubungan dengan pengolah masakan yang
102
terinfeksi. Idealnya mereka harus melakukan pemeriksaan kesehatan
dan mikrobiologi secara rutin. Namun hal ini tidak disarankan bagi
para pengolah masakan di warteg, dengan alasan mereka tidak mem-
punyai banyak waktu dan cukup uang untuk melaksanakan hal terse-
but.
Apabila pengolah masakan terserang penyakit dengan gejala
diare, muntah, demam, sakit tenggorokan disertai demam, luka infeksi
pada kulit, serta keluar cairan dari mata, hidung, dan telinga, mereka
sebaiknya lapor kepada pemilik warung atau yang bertanggung jawab
(WHO/ICD, 2000). Pengolah yang diare tidak diperbolehkan mena-
ngani makanan, sehingga perlu untuk ditugaskan untuk menangani pe-
kerjaan lain. Pengolah yang sedang batuk dan flu dapat menggunakan
masker penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada masakan
yang sedang diolahnya.
C. PEMBUATAN MODUL PELATIHAN KEAMANAN PANGAN
Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan berbagai macam ba-
haya yang umumnya lebih banyak berasal dari faktor lingkungan, suplai air,
dan sanitasi pekerja. Pada tahap pengolahan makanan sendiri, bahaya yang
paling penting untuk dikontrol adalah waktu tunggu persiapan bahan,
penggunaan minyak goreng, dan waktu tunggu penjualan.
Supaya penerapan sistem HACCP dapat berjalan dengan efektif, maka
pembenahan dari segi lingkungan, air, dan pekerja perlu untuk disampaikan
supaya para pengelola warteg dapat memastikan bahwa makanan yang mereka
persiapkan benar-benar aman. Materi yang akan disampaikan pada modul pe-
latihan antara lain mengenai pengenalan keamanan pangan, pemilihan bahan
dan persiapannya,kegiatan pengolahan pangan, kebersihan pekerja, kebersihan
peralatan dan fasilitas, serta penyajian makanan.
a. Pengenalan keamanan pangan
Bagian ini menjelaskan secara singkat mengenai pengertian ma-
kanan yang aman. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari
103
berbagai jenis bahaya biologi, fisik, dan kimia yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, di-
sampaikan pula pengenalan mengenai jenis-jenis bahaya tersebut.
Pengenalan jenis bahaya dilakukan dengan memberikan contoh
yang dapat mudah dimengerti. Misalnya contoh bahaya biologi adalah la-
lat, serangga, serta kuman penyakit. Contoh bahaya fisik adalah staples,
debu, kerikil, sisik, rambut, serta gabah. Contoh bahaya kimia adalah ba-
han pembersih, obat pembasmi serangga, racun dari tanaman, serta peng-
gunaan bahan terlarang (pewarna tekstil, formalin, boraks).
Setelah dilakukan pengenalan berbagai jenis bahaya, selanjutnya
juga dijelaskan kepada mereka mengenai akibat yang ditimbulkan apabila
bahaya tersebut terkonsumsi. Pengenalan ini dilakukan supaya mereka da-
pat mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan muncul dan bahaya yang
diakibatkan. Hal ini menyebabkan mereka dapat lebih berhati-hati dalam
melakukan persiapan dan pengolahan makanan di sebuah warung.
b. Pemilihan bahan dan persiapannya
Supaya makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi, maka
seharusnya digunakan bahan-bahan yang aman pula. Oleh karena itu,
dijelaskan kepada mereka bagaimana cara memilih bahan pangan yang
baik. Bahan pangan yang akan dijelaskan tata cara pemilihannya meru-
pakan bahan pangan yang umum digunakan sebagai bahan masakan di
warteg, yakni meliputi daging ayam, daging sapi, ikan, udang, cumi-cumi,
sayuran, dan bahan bumbu. Selanjutnya diberikan materi mengenai persi-
apan bahan pangan yang baik.yakni pencucian dan penyimpanan bahan.
Air dan es batu yang digunakan pun harus berasal dari sumber yang aman
supaya tidak menyebabkan penyakit bagi yang mengonsumsinya.
c. Pengolahan pangan
Pengolahan pangan yang akan dijelaskan mencakup persiapan pe-
ngolahan, penanganan pangan yang baik, proses pemasakan yang benar
dan aman, penggunaan minyak goreng, serta tips-tips memasak.
104
d. Kebersihan pekerja
Salah satu bahaya yang paling sering terjadi akibat praktik kerja
yang kurang benar adalah kurangnya kesadaran mereka mengenai penting-
nya mencuci tangan. Oleh karena itu disampaikan pentingnya mencuci ta-
ngan, cara mencuci tangan yang benar dan cara mengeringkannya, serta
kapan saja harus mencuci tangan.
Selama mengolah makanan, ada beberapa hal yang tidak boleh di-
lakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran pada makanan yang di-
hasilkan. Oleh karena itu, mereka perlu mengetahui apa saja praktik kerja
yang tidak benar selama mengolah makanan. Selain itu, kebersihan dan
kesehatan pekerja juga harus selalu dijaga. Berdasarkan hal tersebut, maka
tidak lupa disampaikan bagaimana cara pekerja menjaga kebersihan dan
apa saja yang harus dilakukan bila sedang sakit.
Terakhir yang tidak kalah penting adalah penerimaan uang. Se-
ringkali tidak kita sadari bahwa uang juga merupakan salah satu sumber
pencemaran. Oleh karena itu, cara-cara yang dapat dilakukan untuk men-
cegah terjadinya hal ini juga disampaikan ke dalam modul pelatihan.
e. Kebersihan peralatan dan fasilitas
Peralatan yang digunakan dalam melakukan pengolahan makanan
harus selalu dijaga kebersihannya. Oleh karena itu perlu disampaikan
kepada mereka bagaimana kondisi peralatan yang baik, cara pembersihan
dan sanitasinya, hingga bagaimana cara penyimpanan peralatan yang baik
dan benar. Tata cara penggunaan lap yang benar juga penting untuk disam-
paikan karena lap juga akan bersentuhan langsung dengan peralatan. Hal
ini penting karena peralatanlah yang selanjutnya akan kontak langsung de-
ngan makanan yang diolah.
Selain peralatan, kondisi bangunan, saluran pembuangan, dan loka-
si warteg juga mempengaruhi keamanan makanan yang dihasilkan, sehing-
ga diberikan pula materi yang berisi persyaratan mengenai ketiga hal
tersebut. Manajemen sampah serta cara penanganan tikus dan serangga
yang baik juga perlu disampaikan supaya penyediaan makanan semakin
aman.
105
f. Penyajian makanan
Rak penyajian makanan harus selalu dijaga kebersihannya supaya
tidak mencemari makanan yang disajikan, begitu pula dengan tempat ma-
kan bagi bara pengunjung. tempat makan selain harus bersih, namun juga
harus nyaman, bebas dari debu. Di dalam modul dijelaskan mengenai cara
menjaga kondisi penyajian, tempat makan, wadah penyajian, dan cara pe-
nyajian makanan yang aman.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Titik kritis yang paling penting untuk dikontrol menggunakan prinsip
HACCP adalah waktu tunggu pengolahan bahan yang mudah rusak terutama
ikan, penggunaan minyak goreng, dan waktu tunggu penjualan. Supaya pene-
rapan prinsip HACCP dapat berjalan lebih efektif, masih banyak hal yang per-
lu diperbaiki dari segi GHP, pada bahaya yang berasal dari lingkungan, suplai
air, dan sanitasi pekerja. Bahaya fisik yang umum terjadi dari debu, bahaya ki-
mia dari karsinogen pada minyak goreng bekas, dan bahaya biologi adalah
Salmonella, S. aureus, C. perfringens, dan E. coli. Faktor eksternal penyebab
pengelolaan pangan menjadi tidak aman pada warteg adalah kurangnya pe-
ngetahuan pengelola, keterbatasan waktu dan kondisi warteg, serta tidak ada-
nya tuntutan dari konsumen. Dari hasil analisis tersebut selanjutnya dibuatlah
modul pelatihan keamanan pangan berdasarkan pendekatan HACCP bagi para
pengelola warung tegal.
B. SARAN
Mengingat kegiatan para pengelola warteg sangat padat setiap harinya,
program pelatihan keamanan pangan ini sebaiknya dilakukan di berbagai regi-
onal wilayah untuk memudahkan mereka untuk hadir. Pemilihan waktu pela-
tihan juga harus disesuaikan dengan waktu yang dimiliki para pengelola war-
teg. Waktu yang memungkinkan adalah sore hari di hari Sabtu atau Minggu.
Waktu pelaksanaan pelatihan juga sebaiknya tidak terlalu lama, sehingga ma-
teri pelatihan dapat disampaikan secara bertahap atau disampaikan poin-poin
pentingnya saja.
Program pelatihan ini sebaiknya dilanjutkan dengan adanya program
pendampingan. Program ini diharapkan dapat memberikan edukasi kepada pa-
ra pengelola warteg mengenai pentingnya keamanan pangan. Tekhnik edukasi
yang dapat dilakukan adalah pendampingan secara rutin untuk menyampaikan
107
cara-cara persiapan dan pengolahan pangan yang aman. Pengelola warteg da-
pat dilatih mengenai modifikasi praktik kerja yang tidak aman, titik kritis dan
batas kritis, serta cara perbaikan, yang tentunya disampaikan dengan cara dan
bahasa yang sederhana. Pendampingan ini juga bisa dikombinasikan dengan
sistem perjanjian dan mekanisme pemberian hadiah.
Karena bahaya yang umum terjadi pada warteg lebih banyak dari segi
GHP, yang diakibatkan banyaknya keterbatasan mereka, maka dapat diberikan
bantuan untuk menjamin HACCP dalam berjalan efektif. Bantuan yang dibu-
tuhkan terutama perbaikan fasilitas, misalnya fasilitas pencucian piring dan
tangan, membenahi design lokasi pemasakan dengan saluran pembuangan dan
kamar mandi, mengecat kembali dinding bangunan yang telah kotor, dan seba-
gainya. Bantuan berupa barang juga dapat diberikan, misalnya celemek, tirai
penutup rak makanan, penutup kepala, lap, penutup piring dan sendok. Barang
-barang tesebut hendaknya dibuat dalam warna yang cerah sehingga dapat
langsung diganti bila telah kotor.
Pelatihan lain yang dapat dilakukan untuk semakin meningkatkan ka-
pabilitas WarJoss (Warung Extra Joss) antara lain mengenai penyediaan air
bersih, gizi dari makanan yang mereka olah, resep masakan baru, cara penyaji-
an manakan yang menarik, serta manajemen dan keuangan warteg. Hal ini da-
pat digunakan sebagai jaminan bahwa WarJoss menyediakan makanan yang
aman dan enak, penyajian yang menarik, dan tempat yang nyaman. Hal ini se-
cara tidak langsung akan membantu promosi dari produk Extra Joss itu sen-
diri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tentang Pangan.
Kantor Menteri Urusan Pangan, Jakarta.
_______. 2006. Food Safety in the Kitchen : A “HACCP” Approach (Safe Food
Handling). Food Safety and Inspection Services, USDA. USA.
_______. 2009. Warung tegal (warteg). http://wikipedia.org. [28 November
2009].
Arief, II. 2009. Berbagai tips memilih daging sehat.Fakultas Peternakan IPB,
Bogor.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2005. Kejadian luar biasa
keracunan pangan. BPOM, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis Profil Perusahaan/Usaha Indonesia.
Hasil Pendaftaran Perusahaan/Usaha Sensus Ekonomi 2006. BPS, Jakarta.
Bryan, FL. 1990. Application of HACCP to ready to eat chilled foods. Food
Technology. 7: 70-77.
Bryan, FL., CA, Bartleson, M. Sugi, B. Sakai, L. Miyashiro, S. Tsutsumi, dan C.
Chun. 1982. Hazard analysis of char siu and roast pork in cheese
restaurant and market. J. Food. Prot. Vol. 45. No. 5, pp: 422-429.
Bryan, FL., P. Teufel, S. Riaz, S. Roohi, F. Qadar, dan Z. Malik. 1992. Hazard
and critical control point of street-vended chat regionally popular food in
Pakistan. J. Food Prot. Vol 55, no. 9, pp: 701-707.
Budi. 2009. Bagaimana cara memesan makanan di warteg. http://usaha-kecil.com.
[28 November 2009].
[CAC] Codex Alimentarius Comission. 1991. Recommended International Code
of Practice General Principles of Food Hygiene. Food and Agriculture
Organization of The United Nations World Health Organization, Rome.
109
_____. 1993. Code of Hygienic Practice for Precooked and Cooked Foods in
Mass Catering. Food and Agriculture Organization of The United Nations
World Health Organization, Rome.
_____. 2001. Code of Hygienic Practice for the Preparation and Sales of Street
Foods. Food and Agriculture Organization of The United Nations World
Health Organization, Rome.
_____. 2003a. Recommended International Code of Practice General Principles of
Food Hygiene. Fourth Revision. Food and Agriculture Organization of
The United Nations World Health Organization, Rome.
_____. 2003b. Code of Practice for Fish and Fishery Products. Food and
Agriculture Organization of The United Nations World Health
Organization, Rome.
Cliver, DO. 1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di
dalam Pierson, D. M. dan Corlett, D. A, Jr. (eds.). HACCP Principles and
Aplications. Chapman and Hall, New York, 21 p.
Corlett, DA. 1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di
dalam Pierson, DM. dan DA. Corlett, Jr. (eds.). HACCP Principles and
Aplications. Chapman and Hall, New York, 27 p.
Dept. ITP IPB. 2009. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan Pangan. Fateta
IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1994. Pengendalian keamanan pangan dan penerapan HACCP dalam
perusahaan jasa boga. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V, no.
3, pp: 71-78.
_____. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Fateta IPB, Bogor.
Ganowiak, Z. 1992. Objectives of investigation of foodborne disease out breaks.
Proc. of World Congress Foodborne Infections and InIntoxications, Vol. I,
pp: 64-66.
110
Hermanianto, J. 2008. Karakteristik Bahan Pangan Hewani. Fateta, IPB.
Hariyadi, RD. 2001. Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis
(HACCP). M-Brio Training Body, Bogor.
Ingham, SC., AL. Jill, LB. Katie, dan RB. Dennis. 2004. Growth of e. coli
O157:H7 and salmonella serovars on raw beef, pork, chicken, bratwurst,
and cured corned beef: implication for haccp plan critical limits. J. Food
Safety. Vol.24, no. 4, pp: 246-256.
[ICMSF] International Comission on Microbiological Spesifications for Foods.
1992. Overview of biological, chemical, and physical hazard. Di dalam
Pierson, D. M. dan DA. Corlett, Jr. (eds.). HACCP Principles and
Aplications. Chapman and Hall, New York, 9 p.
Jenie, BSL. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Fateta IPB, Bogor.
_______. 2008. Keamanan dan Sanitasi Pangan. Fateta IPB, Bogor.
Jermini, M., FL. Bryan, R. Schmitt, C. Mwande, J. Mwenya, MH. Zyuulu, EN.
Chilufya, A. Matoba, AT. Hakalima, dan M. Michael. 1997. Hazard and
critical control point of food vending operations in a city zambia. J. Food
Prot. Vol. VX, no. 3, pp: 288-299.
Kusumaningrum, H., L. Nuraida, RD. Hariyadi, NS. Palupi, dan Sumarto. 2009.
Usaha Makanan Jajanan yang Aman. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Loken, JK. 1995. The HACCP Food Safety Manual. John Willey and Sons, New
York.
Marriot, G. N. 1994. Principles of Food Sanitation. Third Edition. Chapman and
Hall, New York.
Mayes, T. 1994. HACCP training. J. Food Control. Vol. 5, no. 3, pp: 190-195.
Miskiyah. 2006. Studi penerapan hazard analysis critical control point (HACCP)
pada makanan jajanan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol. 2,
no. 1, pp: 12-21.
111
Mortimor, S dan C. Wallace. 1995. HACCP a Practical Approach. Chapman and
Hall, New York Moy, G., F, Kaferstein, dan Y. Motorjemi. 1994.
Application of HACCP to food manufacturing: some considerations on
harmonization through training. J. Food Control, Vol. 5, no. 3, pp: 131-
139.
NACMCF. 1992. HACCP Principles for Food Production. USDA-FSIS
Information Office, Washington DC.
Nda. 2004. Kesehatan: zat kimia masih ditemukan dalam makanan anak.
http://mediaindonesiaonline.com. [27 November 2009].
Nuraida, L., W. Widjayanti, H. Kusumaningrum, NS. Palupi, S. Koswara, S.
Madanijah, Zulaikhah, Rini, dan S. Madjij. 2009. Menuju Kantin Sehat di
Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional dan Seafast Center, Bogor.
O’Brien, RD. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications.
Technomic Publishing Co., Inc., New York.
Panai, R. 2008. Cara memilih pangan hasil perikanan. Website Resmi Dinas
Kesehatan Kabupaten Bone Belango, Gorontalo. [29 Maret 2010].
Pierson, DM. dan DA. Corlett. 1992. HACCP Principles and Applications.
Chapman and Hall, New York.
Panisello, PJ., R. Rooney, PC. Quantick, dan RS. Smith. 2000. Application of
foodborne diseases outbreak data in the development and maintenance of
HACCP system. J. Food Maicrobiology. Vol. 53, no. 3, pp: 221-234.
Rahayu, W. dan B, Satiawihardja. 2007. Food Microbiology. Fateta IPB, Bogor.
Ropkins, K. dan AJ. Beck,. 2000. Evaluation of worldwide approach to the use of
HACCP to control food safety. Trends in Food Science and Technology,
11: 10-21.
112
SNI 01-4852. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Departemen Perindustrian
Indonesia, Jakarta.
Syaifudin. 2006. Kedekatan hubungan antar pengusaha warung tegal.
http://organisasi.org. [28 November 2009].
Synder, OP. 1986. Microbiological quality assurance in food service operations.
Food Technology. Vol. 40, no. 7, 122p.
Schumann, MS., TD. Schneid, BR. Schumann, dan MJ. Fagel. 1997. Food Safety
Law. Van Nostrand Reinhold, Melbourne.
Schmitt, R., FL. Bryan, M. Jermini, AN. Chilufya, AT. Hakalima, M. Zyuulu, E.
Mfume, C. Mwande, E. Mullungushi, dan D. Lubasi. 1997. Hazard and
critical control point of food preparation in homes which person had
diarrhea in zambia. J. Food. Prot. Vol. 60, no.2, pp: 161-171.
Thomas, WM. dan PM. Berryman. 1986. Water and waste water. Di dalam SM,
Herschnoefer (ed). Quality Control in Food Industry. 2nd
ed. Academic
Press. London , 1p.
Wallace, C. dan T. Williams. 2001. Pre-requisites: a help or a hindrance to
HACCP?. J. Food Control. Vol. 4, no. 4, pp: 235-240.
Winarno, FG. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
[WHO/ICD] World Health Organization dan Industry Council for Development.
2000. Food safety for nutritionist and other health professionals. World
Health Organization, Jenewa.
Yudhisti. 2008. Warteg, sajian yang murah meriah. http://yudhisti.wordpress.com.
[28 November 2009].
113
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bintang Toedjoe
Presiden direktur
Managing direktur
Sekretaris
Deputi Direktur
Marketing and
Sales
Kepala Internal
Compliance
Kepala Finance
and Accounting
Deputi Direktur
Manufacturing
Deputi Direktur
Business
Development
Kepala
General Affair
Kepala Human
Resources
SBU 1
SBU 2
Field Marketing
Sales
Production
Product
development
QA-QC
Quality system
PPIC
Purchasing
Consumer
insight
Product
innovation
Regulatory
affair
CSR
Medical
Finance
Accounting and
tax
Legal
Industrial
relation
Employee
relation
General affairs
Poli klinik
Organization
development
Learning and
education
Reqruitmen
and
development
Comdev
117
Lampiran 3. Analisis HACCP di berbagai kegiatan/tahapan
A. HACCP PADA TAHAP PENYIMPANAN
A.1 PENYIMPANAN BAHAN BAKU
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Penyimpan
an bahan
bumbu dan
sayuran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Debu, tanah,
kotoran tikus
dan serangga
Penyimpanan
di kolong
meja
L
H
Menyimpan bahan
bumbu di tempat
yang bersih dan
tertutup
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Tahap pengupasan
dan pencucian bahan
akan membersihkan
kontaminan tersebut.
Kimia :
CR :
Sabun colek
TM, TB ,
BB : -
Penyimpanan
dilakukan
berdekatan
dengan sabun
colek
M
H
Memisahkan
penyimpanan bahan
baku masakan
dengan stok sabun
colek
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Tahap pencucian
dapat menghilangkan
residu apabila terjadi
pencemaran
118
2 Penyimpan
an kentang
dan tempe
goreng
Biologi :
B :
C. perfri-
ngens
V, P, K, KH,
M : -
Penyimpanan
pada suhu
ruang selama
satu malam
L
H
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan
kentang/tempe ke
proses selanjutnya
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Tahap pemanasan
selanjutnya (6-13
menit 1000C) dapat
membu nuh sel
vegetatif dan
sporanya.
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia: - - - - - - - - - - - -
A.2 PENYIMPANAN PERALATAN
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Penyimpan
an
peralatan
masak
B iologi:
B : C.
perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Penyimpanan
di tempat
kotor dan
terbuka
L
H
Pencucian kembali
atau menyimpan
peralatan masak di
tempat yang bersih
dan tertutup
Y
Y
N
Y
N
Not
CCP
Tahap pemanasan
dapat membunuh
mikroba
119
Fisik :
Debu
Penyimpanan
di tempat
kotor dan
terbuka
L
H
Pencucian kembali
atau menyimpan
peralatan masak di
tempat bersih dan
tertutup
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu pada peralatan
masak dapat terbawa
hingga masakan jadi
Kotoran
tikus dan
serangga
Penyimpanan
di tempat
kotor dan
terbuka
L
L
Pencucian kembali
atau menyimpan
peralatan masak di
tempat bersih dan
tertutup
Y
Y
N
Y
N
CCP
Kotoran tikus dan
serangga pada
peralatan masak
dapat terbawa hingga
masakan jadi
Kimia: - - - - - - - - - - - -
2 Penyimpan
an wadah
asakan dan
peralatan
makan
Bakteri :
B : C.
perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Penyimpanan
di tempat
kotor dan
terbuka
L
H
Menyimpan
peralatan bersih di
tempat yang bersih
Y
Y
N
Y
N
CCP
Wadah dan peralatan
kotor dapat menjadi
sumber kontaminasi
silang pada masakan
120
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
A. 1 PENYIMPANAN BAHAN BAKU
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
- - - - - - - - - -
F isika:
Debu
Penyimpanan
di tempat
kotor dan
terbuka
L
H
Pencucian kembali
atau menyimpan
peralatan masak di
tempat bersih dan
tertutup
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu pada wadah
masakan dan
peralatan makan
dapat mengotori
masakan jadi.
Kimia: - - - - - - - - - - - -
121
A .2 PENYIMPANAN PERALATAN
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penyimpan
an peralatan
masak
Fisik :
Debu dan kotoran
Peralatan
bebas dari
debu
Kebersihan
peralatan
masak yang
akan
digunakan
Setiap akan
memasak
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Menyimpan
peralatan
masak di
tempat bersih
dan tertutup
Mencuci kembali
peralatan masak
yang berdebu
sebelum digunakan
Fisik :
Kotoran tikus dan
serangga
Tidak ada
kotoran
tikus dan
serangga
pada
peralatan
masak
Kebersihan
peralatan
masak yang
akan
digunakan
Setiap akan
memasak
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Menyimpan
peralatan
masak di
tempat bersih
dan tertutup
Mencuci kembali
peralatan masak
yang sebelum
digunakan
122
2 Penyimpan
an wadah
masakan
dan
peralatan
makan
Biologi :
C. perfringens
Wadah
masakan
serta
peralatan
makan
bersih dan
higienis
Kehigienisan
wadah
masakan dan
peralatan
makan yang
akan
digunakan
Setiap akan
meletakkan
dan
menyajikan
masakan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
dan area
penyajian
Menyimpan
wadah
masakan dan
peralatan
makan bersih
di tempat
bersih dan
tertutup
Mengganti wadah
dan peralatan
kotor dengan atau
mencuci kembali
wadah dengan air
bersih dan sabun
antibakteri
Fisik :
Debu
Wadah
masakan
dan
peralatan
makan
bebas dari
debu
Kebersihan
wadah
masakan dan
peralatan
makan yang
akan
digunakan
Setiap akan
meletakkan
dan
menyajikan
masakan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
dan area
penyajian
Menyimpan
wadah
masakan dan
peralatan
makan di
tempat bersih
dan tertutup
Mengganti wadah
dan peralatan
kotor, mengelap
wadah dan
peralatan yang
akan digunakan
atau mencuci
kembali wadah dan
peralatan yang
akan digunakan
123
B. HACCP PADA TAHAP PENCUCIAN
B.1 PENCUCIAN BAHAN BAKU
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Pencucian
bahan
bumbu
dan
sayuran
Bakteri :
B :
E. coli,
B. cereus
V, P, K, KH,
M : -
Tanah masih
menempel
karena
pencucian
tidak bersih
H
L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih bebas dari
tanah
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pemanasan
yang dapat
membunuh mikroba
tersebut
F isik:
Tanah
Pencucian
kurang bersih
sehingga tanah
masih
menempel
L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih bebas dari
tanah
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah yang masih
menempel dapat
terus terbawa hingga
masakan jadi
Kimia: - - - - - - - - - - - -
124
2 Pencucian
daging
ayam
Biologi :
B :
Salmonella
C. jejuni
S. aureus
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Pencucian
daging ayam
yang tidak
bersih
M
M
L
L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Proses pemanasan
selanjutnya dapat
membunuh mikroba
tersebut
(700C, 2 menit)
F isik:
Tanah dan
kerikil
Pencucian
daging ayam
yang tidak
bersih
L
M
Memastikan
pencucian daging
ayam dilakukan
hingga bersih
dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah dan kerikil
yang masih
menempel dapat
terus terbawa hingga
masakan jadi
Kimia: - - - - -
- - - - - - -
125
3 Pencucian
daging
sapi
B iologi:
B :
C. botulinum
E. coli patogen
L. monocytoge
nes
Salmonella
C. perfringens
S. aureus
V, P, K, KH,
M : -
Pencucian
daging sapi
yang tidak
bersih
H
H
M
M
L
L
M
Memastikan
daging sapi
dicuci hingga
bersih
menggunakan air
mengalir
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Proses pemanasan
selanjutnya dapat
membunuh mikroba
tersebut.
(1000C, 6-13 menit)
F isik:
Tanah dan
kerikil
Pencucian
daging sapi
yang tidak
bersih
L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah dan kerikil
yang masih
menempel dapat
terus terbawa hingga
masakan jadi
Kimia: - - - - - - - - - - - -
126
4 Pencucian
ikan,
cumi-
cumi, dan
udang
Biologi :
B :
C .botulinum
V. cholerae
V. parahaemoti
ticus
V, P, K, KH,
M : -
Pencucian
yang tidak
bersih
H
H
M
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
pemanasan
selanjutnya yang
dapat membunuh
mikroba (700C, 2
menit)
F isik:
Tanah, kerikil
Pencucian
tidak dilakukan
dengan bersih L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tanah dan kerikil
yang masih
menempel dapat
terbawa hingga
masakan jadi
Kimia: - - - - - - - - - - - -
127
B.2 PENCUCIAN PERALATAN
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Pencucian
peralatan
masak,
wadah
masakan,
dan
peralatan
makan
Biologi: - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Residu sabun
colek
TM, TB : -
Proses
pembilasan
yang tidak
bersih
L
H
Memastikan
peralatan dibilas
hingga bersih
dengan air
mengalir
Y
Y
N
Y
N
CCP
Residu sabun colek
pada peralatan
menyebabkan
masakan berbau dan
berasa sabun
128
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
B.1 PENCUCIAN BAHAN BAKU
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Pencucian
bahan
bumbu dan
sayuran
Pencucian
daging
ayam
Pencucian
daging sapi
Pencucian
ikan, cumi-
cumi, dan
udang
Fisik :
Tanah dan kerikil
Tidak ada
tanah dan
kerikil yang
menempel
pada bahan
baku
masakan
Tanah dan
kerikil pada
bahan baku
masakan
Setiap kali
melakukan
pencucian
bahan baku
masakan
Pengolah
masakan
Tempat
pencucian
bahan baku
Memastikan
pencucian
dilakukan
dengan bersih
dan tidak ada
kerikil atau
tanah yang
masih
menempel
Mencuci kembali
bahan baku hingga
benar-benar bersih
dari tanah dan
kerikil
129
B.2 PENCUCIAN PERALATAN
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Pencucian
peralatan
masak,
wadah
masakan,
dan
peralatan
makan
Kimia :
Residu sabun colek
Peralatan
tidak licin
dan tidak
berbau
sabun
Residu sabun
colek pada
peralatan
Setiap kali
mencuci
peralatan
Pengolah
masakan
Tempat
pencucian
bahan baku
Mematikan
peralatan
bebas dari
residu sabun
(tidak licin)
dan tidak
berbau sabun
Membilas kembali
peralatan yang
masih licin dan
berbau sabun.
130
C. HACCP PADA SUPLAI AIR
C.1 AIR TANAH UNTUK MENCUCI
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Air tanah
untuk
mencuci
bahan
baku dan
peralatan
masak
Biologi :
B :
V. cholerae
Shigella spp.
E. coli
C. jejuni
V :
Hepatitis A&E
Norwalk virus
Enteroviruses
Rotavirus
Air tanah yang
tercemar
saluran
pembuangan
atau
terkontaminasi
kotoran hewan
atau manusia
H
H
H
M
M
M
M
M
M
Memastikan air
berasal dari
sumber yang
bersih (tidak
berwarna, tidak
berasa, dan tidak
berbau) dan
menggunakan
sabun antibakteri
untuk mencuci
peralatan masak
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
pemanasan
selanjutnya yang
dapat membunuh
mikroba tersebut
131
P :
G. intestinalis
C. parvum
E. histolytica
K, KH, M : -
M
M
M
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
2 Air tanah
untuk
mencuci
wadah
masakan,
peralatan
makan,
dan
mencuci
tangan
Biologi :
B :
V. cholerae
Shigella spp.
E. coli
C. jejuni
V :
Hepatitis A&E
Norwalk virus
Enteroviruses
Rotavirus
Air tanah yang
tercemar
saluran
pembuangan
atau
terkontaminasi
kotoran hewan
atau manusia
H
H
H
M
M
M
M
M
M
Menggunakan air
dari sumber yang
bersih (tidak
berwarna, tidak
berasa, dan tidak
berbau), serta
menggunakan
sabun antibakteri
untuk mencuci
peralatan dan
mencuci tangan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Wadah masakan ,
peralatan makan, dan
tangan yang tercemar
dapat menjadi
sumber kontaminasi
silang pada masakan
yang disajikan
132
P :
G. intestinalis
C. parvum
E. histolytica
K, KH, M : -
M
M
M
Fisik : -
- - - - - - - - - - -
Kimia : -
- - - - - - - - - - -
C. 2 AIR TANAH UNTUK MEMASAK
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Air tanah
untuk
memasak
Fisik : -
- - - - - - - - - - -
Kimia : -
- - - - - - - - - - -
133
Biologi :
B :
V. cholerae
Shigella spp.
E. coli
C. jejuni
V :
Hepatitis A&E
Norwalk virus
Enteroviruses
Rotavirus
P :
G. intestinalis
C. parvum
E. histolytica
K, KH, M : -
Air tanah yang
tercemar
saluran
pembuangan
atau
terkontaminasi
kotoran hewan
atau manusia
H
H
H
M
M
M
M
M
M
M
M
M
Memastikan air
berasal dari
sumber yang
bersih (tidak
berwarna, tidak
berasa, dan tidak
berbau),
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
pemanasan
selanjutnya yang
dapat membunuh
mikroba tersebut
134
C.3 PENGGUNAAN ES BATU
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Pengguna
an es batu
untuk
minuman
Biologi :
B :
V. cholerae
E. coli
Es batu terbuat
dari air yang
mentah dan
tidak aman
H
H
Memastikan es
batu terbuat dari
air matang
Y
N
-
-
-
CCP
Pembekuan hingga
suhu -200C dapat
mengurangi, tapi
tidak dapat
menghilangkan
bakteri tersebut
sepenuhnya
Fisik :
Tanah
Es batu
diletakkan di
tempat yang
tidak bersih
L
H
Tidak meletakkan
es batu di lantai
tanpa alas
Y
N
-
-
-
CCP
Tanah yang
menempel dapat
terbawa hingga saat
es dihancurkan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
135
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
C.1 AIR TANAH UNTUK MENCUCI
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Air tanah
untuk men
cuci bahan
baku dan
peralatan
masak
- - - - - - - -
2 Air tanah
untuk men
cuci wadah
masakan,
peralatan
makan, dan
mencuci
tangan
Biologi :
B :
V. cholerae
Shigella spp.
E. coli
C. jejuni
Air tanah
yang
digunakan
tidak
berwarna,
tidakberasa,
dan tidak
berbau
Air tanah yang
digunakan
untuk mencuci
bahan baku dan
peralatan masak
Setiap kali
mengambil
air untuk
mencuci
bahan baku
dan
peralatan
masak
Pengolah
masakan
Tenpat
pengambilan
air tanah
Memastikan
air tanah
tidak
berwarna,
tidak berasa,
dan tidak
berbau
Mencari sumber
air lain yang lebih
aman, melakukan
penjernihan air
(penyaringan,
flokulasi, koa
gulasi, sedimen
tasi, dan klorinasi)
136
V :
Hepatitis A&E
Norwalk virus
Enteroviruses
Rotavirus
P :
G. intestinalis
C. parvum
E. histolytica
C. 2 AIR TANAH UNTUK MEMASAK
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Air tanah
untuk
memasak
- - - - - - - -
137
C. 3 PENGGUNAAN ES BATU
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penggunaan
es batu
untuk
minuman
Biologi :
B :
V. cholerae
E. coli
Es batu
terbuat dari
air matang
Air yang
digunakan
untuk es batu
Setiap akan
membeli es
batu
Pengelola
warteg
Tempat
pembelian
es batu
Memastikan
es batu yang
dibeli terbuat
dari air
matang
Membeli es batu
dari penjual lain
yang lebih
terpercaya atau
membuat es batu
sendiri
Fisik :
Tanah
Es batu
tidak
diletakkan
di tempat
yang kotor
Tempat
meletakhanckan
es batu sebelum
dihancurkan
Setelah
membeli es
batu dan
termos es
tidak
memenuhi
Pengelola
warteg
Area warteg Meletakkan
es batu di
tempat yang
bersih
Mencuci kembali
dengan air yang
bersih
138
D. HACCP PADA PENANGANAN SAMPAH DAN AIR LIMBAH
D.1 PENANGANAN SAMPAH
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Penangan
an sampah
B iologi :
B :
Salmonella
Tempat
sampah tidak
bertutup yang
berada di dekat
area
pemasakan
H
M
Menggunakan
tempat sampah
bertutup dan
mengangkut
sampah sesering
mungkin
Y
Y
N
Y
N
CCP
Tempah sampah
tidak bertutup di area
pemasakan dapat
menjadi sumber
kontaminasi silang
pada masakan jadi
M : Lalat
Tempat
sampah tidak
bertutup yang
berada di dekat
area
pemasakan
M M Menggunakan
tempat sampah
bertutup dan
mengangkut
sampah sesering
mungkin
Y Y N Y N CCP Lalat dapat menjadi
penyebab
kontaminasi silang
pada masakan jadi
139
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
D.2 PENANGANAN AIR LIMBAH
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Penangan
an air
limbah
B iologi:
B :
Shigella spp.
V : -
P : -
K : -
KH : -
M : -
Saluran
pembuangan
air limbah
yang berada di
dekat area
pemasakan
H
M
Memberikan
pembatas supaya
area pemasakan
tidak
bersebelahan
langsung dengan
saluran
pembuangan air
limbah
Y
Y
N
Y
N
CCP
Saluran pembuangan
air limbah yang
berdekatan dengan
area pemasakan
dapat menjadi
sumber kontaminasi
silang pada masakan
jadi
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
140
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
D. PENANGANAN SAMPAH DAN AIR LIMBAH
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penanganan
sampah
Biologi :
B :
Salmonella
Tempat
sampah di
area
pemasakan
harus bersih
dan ditutup
Tempat
sampah di
area
pemasakan
Setiap hari Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Menggunakan
tempat
sampah
bertutup
Menjauhkan
tempat sampah dari
area pemasakan
dan
mengangkutnya
sesering mungkin
M :
Lalat
Tidak ada
lalat di area
pemasakan
Lalat di area
pemasakan
Setiap kali
memasak
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Menutup
tempat sam
pah bertutup
Menjauhkan
tempat sampah dari
area pemasakan
dan
mengangkutnya
sesering mungkin
141
2 Penanganan
air limbah
Biologi :
Shigella spp.
Saluran
pembuangan
air limbah
tidak
berdekatan
dengan area
pemasakan
Saluran
pembuangan
air limbah
Saat
merancang
pembagian
letak
warung
Pengolah
makanan
Area
pemasakan
Memberikan
pembatas
supaya
saluran
pembuangan
air limbah
tidak
bersebelahan
langsung
dengan area
pemasakan
Memindahkan area
atau saluran
pembuanngan air
limbah agar tidak
berdekatan dengan
area pemasakan
142
E. HACCP PADA PENYAJIAN MAKANAN
E. 1 PENGGUNAAN WADAH
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Wadah
plastik
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Monomer
plastik
TM, TB, BB : -
Penggunaan
wadah
plastik untuk
masakan
yang masih
panas
M
H
Menggunakan
wadah keramik,
kaca, atau
stainless steel
untuk masakan
yang masih panas
Y
Y
N
Y
N
CCP
Monomer plastik
dapat terbawa masuk
ke dalam tubuh
2 Kertas
pembung
kus
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - -
- - - - - - - -
143
Fisik :
Debu
Penyimpanan
kertas
pembungkus
di tempat
kotor
L
M
Menyimpan kertas
pembungkus di
tempat bersih dan
terhindar dari debu
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu dapat
mengotori makanan
yang dibungkus
E. 2 PENYAJIAN DI RAK TIDAK BERTUTUP
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Makanan
tidak
bertutup
Biologi :
M : Lalat
V, P, K, KH,: -
Makanan
tidak ditutup
mengundang
lalat
M
H
Menutup rak
makanan atau
menggunakan
pengusir lalat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Lalat dapat menjadi
penyebab
kontaminasi silang
pada makanan
Fisik :
Debu
Debu dari
jalanan
L
M
Menutup rak
makanan
Y
Y
N
Y
N
CCP
Debu dapat
mengotori makanan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
144
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
E.1 PENGGUNAAN WADAH
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penggunaan
wadah
plastik
Kimia :
CR :
Monomer plastik
Wadah
plastik tidak
untuk
masakan
panas
Wadah yang
digunakan
untuk
meletakkan
masakan
panas
Setiap kali
memasak
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Tidak
menggunakan
wadah plastik
untuk
masakan
panas
Mengganti wadah
plastik dengan
wadah keramik,
kaca, atau stainless
steel
2 Penggunaan
kertas
pembungkus
Fisik :
Debu
Kertas
pembungkus
bebas dari
debu
Kebersihan
kertas
pembungkus
Setiap
menyimpan
kertas
pembungkus
Pengolah
masakan
Area
penyajian
Menyimpan
kertas
pembungkus
di tempat
bersih dan
tertutup
Mengelap kertas
pembungkus
dengan lap bersih
145
E.2 PENYAJIAN DI RAK TIDAK BERTUTUP
No Proses yang
dikontrol Bahaya
Critical
Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penyajian di
rak tidak
bertutup
Biologi :
M : Lalat
Tidak ada
lalat di area
penyajian
makanan
Lalat di area
penyajian
Setiap
menyajikan
makanan
Pengolah
masakan
Area
penyajian
makanan
Memberikan
penutup pada
rak makanan
Menggunakan
pengusir lalat
Fisik :
Debu
Area
penyajian
makanan
terlindung
dari debu
Lalat di area
penyajian
Setiap
menyajikan
makanan
Pengolah
masakan
Area
penyajian
makanan
Memberikan
penutup pada
rak makanan
Memindahkan area
penyajian makanan
di tempat yang
lebih terlindung
dari debu
146
F. HACCP PADA PROSES PEMASAKAN BERBAGAI MASAKAN YANG UMUM DI WARUNG TEGAL
F.1 HACCP PADA PEMBUATAN AYAM GORENG
Diagaram alir pembuatan ayam goreng
Bawang putih, Kunyit
Merica
Pengupasan
Pencucian
Pengirisan
Penghalusan
Daging ayam rebus
Daging ayam
Air *
Tunggu ± 1 jam suhu ruang
Pencucian
Perebusan
Bumbu halus
Perendaman ± 1 jam
Minyak goreng bekas
Pemanasan
Gula Garam
Penggorengan
Ayam goreng
Penjualan ± 10 jam
(suhu ruang)
Daging ayam bumbu
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup
Penyimpanan 1-2 hari
147
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
merah,
bawang
putih
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C.perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
V, P, M : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
148
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Merica Biologi :
Kapang
Merica mulai
busuk
L
L
Menggunakan
merica yang bagus Y Y - - - Not
CCP
Ada pemanasan
untuk membunuh
kapang
B, V, P, KH,
M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
149
4 Daging
ayam
Biologi :
B :
Salmonella
C. jejuni
Mikroba
patogen pada
daging ayam
H
M
M
Memasak ayam
hingga benar-benar
matang
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pemanasan yang
dapat membunuh
bakteri tersebut
V, P, K, KH,
M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik :
Potongan
tulang
Serpihan
tulang pada
daging ayam
M
L
Mencuci dengan
bersih agar
potongan tulang
hilang
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pencucian yang dapat
menghilangkan
potongan tulang
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Minyak
goreng
bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas
Senyawa
benzen
TM, TB, BB:-
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
bekas
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat terbawa ke
dalam tubuh
150
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Biologi : - - - - - - - - - - - -
6 Penyimpa
nan
bumbu 1-2
hari
Biologi :
Kapang
Khamir
Bakteri
Mikroba
pembusuk
L
L
L
Membuang bagian
yang mulai busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
V, P, M : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
7 Daging
ayam di
suhu ruang
± 1 jam
Biologi :
B :
Salmonella
Bakteri
berkembang
biak dengan
cepat pada
suhu ruang
M
H
Mempersingkat
waktu pengolahan
atau
menyimpannya
dalam suhu dingin
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada pemanasan yang
dapat membunuh
bakteri
M :
Lalat
Disimpan
pada wadah
terbuka
L M Menyimpan daging
ayam pada wadah
tertutup
Y Y N Y Y Not
CCP
Ada pemanasan yang
dapat membunuh
mikroba yang dibawa
lalat
151
V, P, K,
KH : -
- - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
8 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pencucian Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pengirisan Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Penghalus
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Serpihan batu
Kondisi cobek
dan ulekan
keropos
M
L
Memastikan cobek
dan ulekan dalam
kondisi baik (tidak
keropos)
Y
Y
N
Y
N
CCP
Serpihan batu dapat
terus terbawa hingga
masakan jadi
152
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Perebusan Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Perendam
an dalam
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Pemanas
an minyak
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
15 Penggo
rengan
Biologi :
B :
Salmonella
C.. jejuni
Bakteri
patogen pada
daging ayam
H
M
M
Memastikan bagian
dalam daging ayam
matang dan tidak
ada darah
Y
Y
Y
-
-
CCP
Pemanasan harus
dikontrol agar bakteri
inaktif (suhu internal
700C)
V, P, K, KH,
M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : - - - - - - - - - - - -
153
Kimia : - - - - - - - - - - - -
16 Penjualan
± 10 jam
suhu ruang
Biologi :
B :
C..
perfringens
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Mengatur volume
pemasakan atau
menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
V, P, K, KH,
M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
154
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan se-
nyawa benzen
Minyak
goreng ridak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menggoreng
ayam
Pengolah
masakan
Area
pemaskan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Mengganti minyak
goreng bekas
dengan minyak
goreng baru
2 Penghalusan Fisik :
Serpihan batu
Tidak ada
serpihan batu
dari cobek dan
ulekan
Proses
penghalusan
Setiap
melakukan
penghalusan
bumbu
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Melakukan
penghalusan
dengan hati-hati
Mengganti cobek
dan ulekan yang
kondisinya sudah
keropos
3 Penggorengan Biologi :
B :
Salmonella
C.. jejuni
Bagian dalam
daging ayam
matang dan
tidak ada
darah
Proses
penggorengan
Setiap kali
menggoreng
ayam
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan
proses
penggorengan
cukup (suhu
internal mencapai
700C)
Menggoreng
kembali ayam
yang bagian
dalamnya masih
ada darahnya
hingga benar-
benar matang
155
4 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Ayam goreng
tidak
dibiarkan
terlalu lama
pada suhu
ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
ayam
goreng
Pengolah
masakan
Area
penyajian
ayam
goreng
Memastikan ayam
goreng tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Mengatur kembali
volume pemasakan
ayam goreng
156
F.2 HACCP PADA PEMBUATAN RENDANG DAGING SAPI
Diagram alir pembuatan rendang daging sapi
Bawang merah, Bawang putih,
Lengkuas, Jahe, Kunyit
Kemiri, Ketumbar,
Merica, Jintan
Penyimpanan 1-2 hari
Pengupasan
Pencucian
Pemblenderan
Bumbu halus
Daging sapi
Tunggu ± 1 jam (suhu ruang)
Pencucian
Pengirisan Air *
Daun salam, daun
jeruk, daun kunyit
Daging sapi iris
Pemanasan hingga berminyak
Santan
Rendang daging sapi
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup
Pencampuran
Gula Garam
157
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
merah
Bawang
putih
Lengkuas
Jahe
Kunyit
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C. perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bahan
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bahan mulai
busuk
L L Menggunakan
bahan yang bagus
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
158
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Merica
Jintan
Ketumbar
Kemiri
Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,,
M : -
Bahan mulai
busuk
L
L
Menggunakan
bahan yang bagus Y Y - - -
Not
CCP
Ada pemilihan bahan
dan pemanasan untuk
membunuh kapang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Daun
salam
Daun
jeruk
Daun
kunyit
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
ETEC
C. botulinum
Mikroba
pada sayuran
H
H
H
H
H
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup untuk
membunuh
mikroba
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pemasakan
dapat menghilangkan
mikroba tersebut
159
V :
Hepatitis A
Parasit
Kapang
KH, M : -
M
M
M
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
6 Santan
kelapa
Biologi :
B :
V. cholerae
V, P, K, KH,
M : -
Patogen
yang umum
di kelapa
H
M
Tidak menyimpan
santan kelapa
terlalu lama pada
suhu ruang
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh V.
cholerae (700C, 2
menit dapat
membunuh 6 log)
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
160
7 Daging
sapi
Kimia : - - - - - - - - - - -
Biologi :
B :
Salmonella
EPEC
Y. enterolitica
L. monocytoge
nes
S. aureus
C. perfringens
Parasit
V. K, KH, M : -
Patogen
yang umum
pada daging
sapi
H
H
M
M
L
L
M
M
Memastikan
dilakukan
pencucian yang
bersih dan
pemanasan yang
cukup
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pencucian dan
pemanasan yang
dapat menghilangkan
mikroba tersebut
Fisik :
Tanah, kerikil
Tanah yang
menempel
saat pe-
nyembelihan
L
L
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
benar-benar bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pencucian
dapat menghilangkan
tanah dan kerikil
161
8 Penyim
Panan
bahan
bumbu
1-2 hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
Membuang bahan
yang mulai busuk
Y
Y
N
Y
N
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang mulai busuk
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pencucian Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pemblen
deran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Daging
sapi di su-
hu ruang ±
1 jam
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
162
Biologi :
B :
Salmonella
Mikroba
berkembang
biak dengan
cepat pada
suhu ruang
H
M
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan atau
menyimpan daging
pada suhu dingin
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
bakteri (700C, 2
menit)
M : Lalat Daging
diletakkan di
tempat
terbuka
M M Meletakkan daging
sapi pada tempat
yang tertutup
Y Y N Y Y Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
mikroba yang dibawa
oleh lalat
13 Pengirisan Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Pencam
puran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
15 Pemanas
an hingga
berminyak
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
163
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Rendang tidak
dibiarkan
terlalu lama
pada suhu
ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
ayam
goreng
Pengolah
masakan
Area
penyajian
ayam
goreng
Memastikan
rendang tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Menyajikan
rendang selalu
dalam kondisi
hangat
16 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
V, P, K, KH,
M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
164
F.3 HACCP PADA PEMBUATAN TELUR BUMBU BALI
Diagram alir pembuatan telur bumbu bali
Cabe merah Bawang merah, Bawang putih
Asam Telur ayam
Perebusan
Pengupasan
Telur ayam
kupas
Pengupasan Pembuangan
tangkai
Pencucian
Pemblenderan
Minyak goreng bekas
Penggorengan
Bumbu halus
Air
asam
Air* Penyimpanan 1-2 hari
Penyngraian
Bumbu harum Telur kupas goreng
Pemasakan Penjualan ± 10 jam (suhu ruang) Telur bumbu bali
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah terutup
Pemanasan
Garam,
Gula
165
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
merah
Bawang
putih
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C.perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bahan
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bahan mulai
busuk
L L Menggunakan
bahan yang bagus
Y N - - - Not
CCP
Ada proses penghi-
langan bagian yang
busuk dan kapang
khamir diinatifkan
dengan pemanasan
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan tanah
166
Kimia : - - - - - - - - - - - -
2 Cabe
merah
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
ETEC
C. botulinum
V :
Hepatitis A
Parasit
KH, M : -
Mikroba
patogen pada
sayuran
H
H
H
H
H
M
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup agar dapat
membunuh
mikroba
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
mikroba
Fisik :
Tanah, debu
Tanah dan
debu
menempel
pada cabe
merah
L
M
Memastikan proses
pencucian
dilakukan hingga
benar-benar bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pencucian
dapat menghilangkan
tanah dan debu yang
menempel
Kimia : - - - - - - - - - - - -
167
Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Mikroba
pada asam
M
L
Menggunakan asam
yang kondisinya
bagus (tidak
berkapang)
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh kapang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
3 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
4 Telur
ayam
Biologi :
B:
S. enteridis
V, P, K, KH,
M : -
Mikroba
patogen pada
telur
H
M
Menggunakan telur
dengan kondisi
bagus dan memas-
tikan pemanasan
yang cukup
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
bakteri
(700C, 2 menit)
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
5 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
168
6 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR:
Asam lemak
bebas dan se
nyawa benzen
TM, TB, BB : -
Hasil
oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
bekas
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat terbawa ke
dalam tubuh
7 Penyim
panan
bumbu
1-2 hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Membuang bahan
yang mulai busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang mulai busuk
Fisik : - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
8 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pembuang
an tangkai
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
169
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pencucian Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pemblen
deran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Pemanas
an minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Penyang
raian
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Perebusan
telur
Biologi :
S. enteridis
V, P, K, KH
M : -
Bakteri
patogen pada
telur
H
M
Merebus telur
hingga benar-benar
matang
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Selanjutnya ada
penggorengan yang
dapat membunuh
bakteri
170
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
15 Pengupas
an telur
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Serpihan kulit
telur
Tertinggal
saat proses
pengupasan
M
M
Mencegah serpihan
kulit telur yang
tertinggal
Y
Y
N
Y
N
CCP
Serpihan kulit telur
dapat terbawa hingga
masakan jadi
Kimia : - - - - - - - - - - - -
16 Penggoren
gan telur
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
17 Pemasak
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
18 Penjualan
± 10 jam
pada suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
V, P,K, KH,M:-
Makanan di-
biarkan pada
suhu ruang
terlalu lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
171
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzene
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
2 Pengupasan
telur rebus
Fisik :
Serpihan kulit
telur
Tidak ada
serpihan kulit
telur yang
tertinggal
Sepihan kulit
telur
Setiap kali
melakukan
pengupasan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memeriksa supaya
tidak ada serpihan
kulit yang
tertinggal
Mengambil
serpihan kulit telur
yang tertinggal
dengan peralatan
bersih
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
172
3 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Telur bumbu
bali tidak
dibiarkan
terlalu lama di
suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
telur bumbu
bali
Pengolah
masakan
Area
penyajian
telur bumbu
bali
Memastikan telur
bumbu bali tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Menyajikan telur
bumbu bali selalu
dalam kondisi
hangat
173
F.4 HACCP PADA PEMBUATAN IKAN GORENG
Bawang putih, Kunyit Asam Ikan Ketumbar
Penyimpanan 1-2 hari
Tunggu ± 2 jam (suhu ruang)
Penyiangan
Pengupasan
Pencucian
Penghalusan bumbu
Pencucian
Penyayatan
Ikan bersih Bumbu halus
Perendaman
Minyak bekas
Pemanasan
Penggorengan
Ikan goreng
Penjualaan 10 jam (suhu ruang)
Ikan bumbu
Air *
Air asam
Sisik
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan di wadah tertutup
Diagram alir pembuatan ikan goreng
Garam Gula
174
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
putih,
kunyit
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C.perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bahan
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bahan yang bagus
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bahan
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan tanah
Kimia : - - - - - - - - - - - -
175
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Ketumbar Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Ketumbar
mulai busuk
L
L
Menggunakan
ketumbar yang
bagus
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada pemanasan
untuk membunuh
kapang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Asam Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Mikroba pda
asam
M
L
Menggunakan
asam dengan
kondisi baik
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada pemanasan
untuk membunuh
kapang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
5 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
176
6 Ikan Biologi :
B :
C. botulinum
V. cholerae
V. parahaemo
lyticus
L. moocyto
genes
V :
Hepatitis A
Norwalk virus
Parasit
K, KH, M : -
Mikroba
patogen pada
ikan
H
H
M
M
M
M
M
M
Memasak ikan
hingga benar-benar
matang
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pemanasan yang
dapat membunuh
bakteri tersebut
Fisik :
Sisik ikan
Terdapat
alami pada
ikan
M
H
Memastikan penyi
angan ikan dilaku
kan hingga bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Proses penyiangan
dapat menghilangkan
sisik ikan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
177
7 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan se
nyawa benzene
TM, TB, BB:-
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak berulang-
ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzene
dapat terbawa masuk
ke dalam tubuh
8 Penyim
panan
bumbu 1-
2 hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Membuang bahan
bumbu yang mulai
busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang mulai busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Ikan ± 2
jam di
suhu
ruang
Biologi :
Patogen ikan
Patogen ikan
berkembang
biak dengan
cepat di suhu
ruang
M
H
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan atau
menyimpan ikan
pada suhu dingin
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh patogen
pada ikan
178
M : Lalat Ikan
diletakkan di
tempat
terbuka
M H Menyimpan ikan di
tempat tertutup
Y Y N Y Y Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
mikroba yang dibawa
oleh lalat
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
TB :
Histamin
CR, TM, BB: -
Dekomposisi
scromboid
ikan, yang
dihasilkan
bakteri
sebagai hasil
dekarbosilasi
histidin
M
M
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan ikan
atau menyimpan
ikan pada suhu
dingin
Y
Y
N
Y
N
CCP
Histamin tidak dapat
dihilangkan selama
pengolahan
10 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
179
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Penghalu
san
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Serpihan batu
Cobek dan
ulekan
M
L
Memastikan cobek
dan ulekan dalam
kondisi baik
Y
Y
N
Y
N
CCP
Serpihan batu dapat
terbawa hingga
masakan jadi
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Penyiang
an sisik
ikan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Sisik ikan
Penyiangan
kurang
sempurna
M
M
Memastikan ikan
telah bersih dari
sisik
Y
Y
N
Y
N
CCP
Sisik ikan yang
kurang bersih dapat
menjadi bahaya fisik
pada makanan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Penyayat
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
15 Perendam
an ikan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
180
Kimia : - - - - - - - - - - - -
16 Pemanas
an
minyak
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
17 Penggo
rengan
Biologi :
Patogen ikan
Patogen alami
pada ikan
M
M
Memastikan
penggorengan
dilakukan hingga
ikan benar-benar
matang
Y
Y
Y
-
-
CCP
Pemanasan harus
benar-benar
dikontrol supaya
mikroba dapat
diinatifkan (700C, 2
menit)
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
18 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan di-
biarkan pada
suhu ruang
terlalu lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
181
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan se-
nyawa benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
2 Ikan pada
suhu ruang ±
2 jam
Kimia :
CR :
Histamin
Tidak
terbentuk
histamin pada
ikan
Waktu
tunggu atau
suhu
penyimpanan
ikan
Setiap akan
mengolah
ikan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan ikan
Menyimpan ikan
pada suhu dingin
atau memberikan
es batu
3 Penghalusan
bumbu
Fisik :
Serpihan batu
Kondisi
cobek dan
ulekan tidak
keropos
Cobek dan
ulekan yang
digunakan
Setiap kali
akan
menghaluskan
bumbu
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memeriksa
kondisi cobek dan
ulekan yang akan
digunakan
Mengganti cobek
dan ulekan yang
kondisinya sudah
keropos
Kimia : - - - - - - - - - - - -
182
4 Penyiangan
sisik ikan
Fisik :
Sisik ikan
Ikan cukup
bersih dari
sisiknya
Ketuntasan
proses
penyiangan
sisik ikan
Setiap kali
melakukan
penyiangan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan ikan
bebas dari sisik
Membersihkan
kembali bagian
yang masih
bersisik
5 Penggorengan Biologi :
Mikroba
patogen pada
ikan
Ikan digoreng
hingga benar-
benar matang
Proses
penggorengan
ikan
Setiap kali
menggoreng
ikan
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan ikan
benar-benar
matang (suhu
internal mencapai
700C)
Menggoreng
kembali ikan yang
kurang matang
6 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Ikan goreng
tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
ikan goreng
Pengolah
masakan
Area
penyajian
ikan goreng
Memastikan ikan
goreng tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Mengatur volume
pemasakan ikan
goreng
183
F.5 HACCP PADA PEMBUATAN CUMI MASAK HITAM
Bawang merah,
Bawang putih
Cabe
rawit Tomat
Pengupasan Pembuangan tangkai
Pencucian
Pengirisan
Pemanasan
Cumi–cumi
Tunggu ± 2 jam (suhu ruang)
Pengirisan “
Pencucian
Cumi–cumi utuh/iris Bumbu harum
Gula Garam Kecap Air *
Minyak goreng bekas Pemasakan
Cumi–cumi masak hitam Penjualan ± 10 jam
(suhu ruang)
Keterangan
Air * = air tanah yang disimpan dalam wadah bertutup
“” = proses tidak selalu dilakukan, tergantung ukuran cumi-cumi
Penyimpanan 1-2 hari
Diagram alir pembuatan cumi masak
hitam
Penyangraian
Irisan bumbu
184
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
merah,
bawang
putih
Biologi :
B :
E .coli
C. cereus
Salmonella
C.perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
pemanasan dapat
menginatifkannya
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian dapat
menghilangkan tanah
185
Kimia : - - - - - - - - - - - -
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Cabe
merah,
tomat
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
L. monocyto
genes
E. coli
C. botulinum
V:
Hepatitis A
Kapang
Parasit
KH, M : -
Mikroba
patogen pada
sayuran
H
H
H
M
H
H
M
M
M
M
Menghilangkan
kotoran dan
memastikan
pencucian
dilakukan hingga
bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Penghilangan
kotoran dan
pencucian dapat
menghilangkan
mikroba
Kimia : - - - - - - - - - - -
186
Fisik :
Tanah
Tanah
menempel
pada sayuran
L
M
Memastikan
pencucian
dilakukan hingga
benar-benar bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pencucian dapat
menghilangkan tanah
yang menempel
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Cumi-
cumi
Mikrobiologi:
B :
V. cholerae
C. botulinum
V. parahae
molyticus
L. monocyto-
genes
V :
Norwalk virus
Hepatitis A
P, K, KH,
M : -
Mikroba
patogen pada
cumi-cumi
H
H
M
M
M
M
M
Memastikan cumi-
cumi dimasak
hingga benar-benar
masak
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Proses pemanasan
dapat membunuh
mikroba tersebut
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
187
6 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
TM, TB, BB : -
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
berulang-ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat masuk ke
dalam tubuh
7 Kecap Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
8 Penyimpa
nan
bumbu 1-2
hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M: -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Tidak mengguna-
kan bahan bum-bu
yang mulai busuk
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang mulai busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
188
10 Pembuang
an tangkai
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pencucian Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Pengirisan Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Cumi-
cumi di
suhu ruang
± 2 jam
Biologi :
Patogen pada
cumi-cumi
Patogen ber-
kembang biak
dengan cepat
di suhu ruang
M
H
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan atau
menyimpan cumi-
cumi di suhu dingin
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh mikroba
patogen
M : Lalat Cumi-cumi
diletakkan di
tempat
terbuka
M M Menyimpan cumi-
cumi di wadah
tertutup
Y Y N Y Y Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh mikroba
yang dibawa oleh
lalat
189
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Pemanas
an minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - -
- - - - - -
-
15 Penyangra
ian bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - -
- - - - - -
-
16 Pemasak
an
Biologi :
Patogen pada
cumi-cumi
Patogen alami
pada ikan
M
M
Memastikan
pemasakan
dilakukan hingga
cumi-cumi benar-
benar matang
Y
Y
Y
-
-
CCP
Proses pemasakan
harus dikontrol
supaya cumi-cumi
benar-benar matang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
190
17 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C..
perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
191
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
2 Pemasakan Biologi :
Patogen pada
cumi-cumi
Ikan dimasak
hingga benar-
benar matang
Proses
pemasakan
cumi-cumi
Setiap kali
memasak
cumi-cumi
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan ikan
benar-benar
matang (suhu
internal mencapai
700C)
Memasak kembali
cumi-cumi yang
kurang matang
3 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Cumi masak
hitam tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
cumi masak
hitam
Pengolah
masakan
Area
penyajian
ikan goreng
Memastikan cumi
masak hitam tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Menyajikan cumi
masak hitam
selalu dalam
kondisi hangat
192
F.6 HACCP PADA PEMBUATAN UDANG ASAM MANIS
Diagram alir pembuatan udang asam manis
Bawang putih
Penyimpanan 1-2 hari
Pengupasan
Pencucian
Penggeprekan
Bawang putih geprek
Daun bawang
Penyiangan
Pengirisan Daun bawang iris
Minyak goreng bekas Pemanasan
Bumbu
harum
Udang
Pembuangan kotoran Kepala udang
Pencucian Air *
Udang bersih
Garam Gula Cuka
Udang asam manis
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Penyangraian
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah tertutup
Tunggu ± 2 jam (suhu ruang)
Pemasakan
Saos tomat
193
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
putih
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C.. perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus (tidak busuk)
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
194
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Daun
bawang
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
Patogen pada
sayuran
H
H
H
H
H
M
M
M
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup untuk
membunuh
mikroba
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh mikroba
195
KH, M : -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Cuka Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Udang Mikrobiologi:
B :
V. cholerae
C. botulinum
V. paramaemo
lyticus
L. monocyto-
genes
V :
Norwalk virus
Hepatitis A
P, K, KH,
Mikroba
patogen pada
udang
H
H
M
M
M
M
M
Memastikan udang
dimasak hingga
benar-benar matang
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pemanasan yang
dapat membunuh
mikroba tersebut
tersebut
196
M : -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
6 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
TM, TB, BB: -
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak berulang-
ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat masuk ke
dalam tubuh
7 Saos
tomat
Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Penyimpanan
saos tidak
benar
H
M
Menyimpan saos
dalam kondisi yang
bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh kapang
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
BB :
Pewarna tekstil
(Rhodamin B)
CR, TM, TB :
-
Pewarna
merah pada
saos murahan
M
H
Menggunakan saos
dari produsen
terpercaya
Y
N
-
-
-
CCP
Pewarna tekstil dapat
terbawa masuk ke
dalam tubuh
197
8 Penyim
panan
bawang
1-2 hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Menggunakan
bawang putih yang
tidak busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Penyiang
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Pengge
prekan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
198
13 Pengiris
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Udang
pada suhu
ruang ± 2
jam
Biologi :
Patogen udang
Patogen
udang
berkembang
biak dengan
cepat pada
suhu ruang
M
M
Mempersingkat
waktu tunggu
pengolahan udang
atau menyimpan
udang pada suhu
dingin
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh mikroba
patogen pada udang
M : Lalat Udang
diletakkan di
tempat
terbuka
M M Menyimpan udang
di tempat yang
tertutup
Y Y N Y Y Not
CCP
Pmanasan dapat
membunuh mikroba
yang dibawa oleh
lalat
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Lalat : - - - - - - - - - - - -
15 Pembu
angan
kotoran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
199
16 Pemanas
an
minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
17 Penyang
raian
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
18 Pemasak
an
Biologi :
Patogen pada
udang
Patogen alami
pada udang
M
M
Memastikan
pemanasan cukup
untuk membunuh
patogen
Y
Y
Y
-
-
CCP
Pemasakan harus
dikontrol supaya
dapat membunuh
patogen (suhu
internal mencapai
700C)
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
200
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
19 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
201
2 Saos tomat Kimia :
BB
Pewarna teksil
(Rhodamin B)
Warna saos
tomat tidak
merah
menyala
Warna saos
tomat
Setiap kali
akan membeli
saos tomat
Pengolah
masakan
Pasar Memastikan
warna saos tomat
tidak
mencurigakan
(merah menyala)
Mengganti saos
tomat dari sumber
terpercaya
3 Pemasakan Biologi :
Patogen pada
udang
Udang
dimasak
hingga
berwarna
putih pucat
Proses
pemasakan
udang asam
manis
Setiap kali
memasak
udang asam
manis
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan ikan
benar-benar
matang (suhu
internal mencapai
700C)
Memasak kembali
udang yang
kurang matang
4 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Udang asam
manis tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
udang asam
manis
Pengolah
masakan
Area
penyajian
udang asam
manis
Memastikan
udang asam manis
tidak terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Menyajikan udang
asam manis selalu
dalam kondisi
hangat
202
F.7 HACCP PADA PEMBUATAN SAYUR ASEM
Diagram alir pembuatan sayur asem
Bawang putih
Bawang merah
Asam
Kacang
panjang Jagung Biji belinjo
kacang tanah
Daun
belinjo
Pengupasan
Air *
Air asam
Penghalusan
Pencucian
Perebusan
Garam
Gula
Pemotongan
Pencucian
Sayuran bersih Bumbu halus
Sayur asem Penjualan ± 8 jam (suhu ruang)
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Penyimpanan 1-2 hari
203
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
putih
Bawang
merah
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C. perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus (tidak busuk)
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
204
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Kacang
panjang,
Daun
belinjo,
Biji
belinjo,
Jagung
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
Patogen pada
sayuran
H
H
H
H
H
M
M
M
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup supaya dapat
membunuh
mikroba
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh mikroba
KH, M : - - - - - - - - - - - -
205
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Asam Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Mikroba pada
asam
M
L
Menggunakan asam
yang bagus (tidak
berkapang)
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Kapang dapat
dihilangkan selama
peemanasan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Kacang
tanah
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
Mikroba
patogen pada
kacang
H
H
H
H
H
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup supaya dapat
membunuh
mikroba
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pemanasan yang
dapat membunuh
mikroba tersebut
tersebut
206
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
M
M
M
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
TM :
Aflatoksin
Metabolit
kapang
(A. flavus)
M
L
Tidak mengguna-
kan kacang yang
berwarna hitam dan
pahit
Y
Y
N
Y
N
CCP
Aflatoksin stabil
terhadap pemanasan
8 Penyim
panan
bahan 1-2
hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Menggunakan
bahan yang tidak
busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
207
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pemoto
ngan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
12 Pengha
lusan
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Serpihan batu
Cobek dan
ulekan
M
L
Memastikan cobek
dan ulekan tidak
keropos
Y
Y
N
Y
N
CCP
Serpihan batu dapat
terbawa hingga
masakan jadi
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Perebus
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
208
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Kacang tanah Kimia :
TM :
Aflatoksin
Kavang tanah
tidak berwar
na hitam dan
pahit
Aflatoksin
pada kacang
Setiap kali
akan
menggunakan
kacang
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastkan
kacang tidak
berwarna hitam
dan pahit
Membuang kacang
beraflatoksin dan
mengganti dengan
kacang baru
2 Penghalusan
bumbu
Fisik :
Serpihan batu
Kondisi co
bek dan ulek
an tidak kero
pos
Kondisi
ulekan dan
cobek
Setiap kali
akan
menghaluskan
bumbu
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Memastikan
cobek dan ulekan
dalam kondisi
tidak keopos
Mennganti cobek
dan ulekan yang
baru
14 Penjualan
± 8 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan dibi
arkan pada
suhu ruang
terlalu lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
209
3 Penjualan ± 8
jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C.. perfringens
Sayur asem
tidak dibiar
kan terlalu
lama di suhu
ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
sayur asem
Pengolah
masakan
Area
penyajian
sayur
asem
Memastikan
sayur asem tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Mengatur volume
pemasakan sayur
asem
210
F.8 HACCP PADA PEMBUATAN TUMIS KACANG PANJANG
Kacang panjang Bawang merah
bawang putih
Cabe merah
Cabe rawit
Pengupasan
Pembuangan
tangkai
Pengirisan
Penyiangan
Pemotongan
Air *
Pengirisan Kacang panjang iris
Bumbu iris
Pencucian
Minyak goreng bekas
Diagram alir pembuatan tumis kacang panjang
Pemanasan
Tumis kacang panjang
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Gula Garam
Tahu iris
Penyangraian
Tahu
Penumisan Penumisan
Kecap
Pencucian
Penyimpanan 1-2 hari
211
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
putih
Bawang
merah
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C.. perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus (tidak busuk)
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
212
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Kacang
panjang,
Daun
belinjo,
Biji
belinjo,
Jagung
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
Patogen pada
sayuran
H
H
H
H
H
M
M
M
M
M
Pemanasan yang
cukup dapat
dilakukan untuk
membunuh
mikroba
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada pemanasan
untuk membunuh
mikroba
213
KH, M : -
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
L
Memastikan pencu
cian dilakukan
hingga bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pencucian dapat
menghilangkan tanah
yang menempel
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Kecap Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
6 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan se-
nyawa benzen
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
berulang-ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat terbawa masuk
ke dalam tubuh
214
7 Tahu Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
BB :
Methanol
Yellow
TM, TB, CR: -
Pewarna
tekstil kuning
pada tahu
M
M
Tidak
menggunakan tahu
dengan warna
kuning mencolok
Y
N
-
-
-
CCP
Pewarna tekstil dapat
masuk ke dalam
tubuh
8 Penyim
panan
bahan 1-2
hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Menggunakan
bahan yang tidak
busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
9 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pembuan
gan
tangkai
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
215
11 Penyiang
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Pemoto
ngan/
Pengiris
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Pemanas
an
minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
15 Penyang
raian
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
16 Penumis
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
216
Kimia : - - - - - - - - - - - -
17 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
217
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Tahu Kimia :
BB :
Methanil
yellow
Tahu tidak
berwarna
kuning
mencolok
Warna tahu Setiap kali
akan membeli
tahu
Pengolah
masakan
Pasar Tidak memilih
tahu yang
berwarna kuning
mencolok
Mencari penjual
tahu yang lain
2 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menumis
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
3 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
Tumis kacang
tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
tumis kacang
Pengolah
masakan
Area
penyajian
tumis
kacang
Memastikan tumis
kacang tidak
terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Mengatur volume
kembali
pemasakan tumis
kacang
218
F.9 HACCP PADA PEMBUATAN BAKWAN SAYUR
Diagram alir pembuatan bakwan sayur
Wortel Kol
Pengupasan Penyiangan
Pencucian
Pengirisan korek api Sayuran iris
Terigu
Pencampuran
Gula Garam
Adonan terigu
Air *
Pencampuran
Adonan bakwan Minyak goreng
bekas Pemanasan
Penggorengan
Bakwan sayur Penjualan ± 8 jam (suhu ruang)
Penyimpanan 1-2 hari
Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
219
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Wortel
Kol
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
M : Ulat
Patogen pada
sayuran
Ulat pada
sayur kol
H
H
H
H
H
M
M
M
M
L
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup supaya dapat
membunuh
mikroba
Dilakukan
penyiangan untuk
Y
Y
Y
Y
-
-
-
-
-
-
Not
CCP
Not
CCP
Pemanasan dapat
menghilangkan
mikroba
Proses penyiangan
dapat menghilangkan
220
KH : - menghilangkan ulat ulat
Kimia : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci sayur
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air *
Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
4 Terigu Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik :
Kutu
Kualitas
terigu yang
jelek
M
L
Memastikan terigu
tidak berkutu
Y
Y
-
-
-
CCP
Kutu menjadikan
makanan tidak layak
Kimia : - - - - - - - - - - - -
221
5 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
TM, TB, BB: -
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
berulang-ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat terbawa masuk
ke dalam tubuh
6 Penyim
panan 1-2
hari
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
7 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
8 Penyiang
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
222
9 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
10 Pengiris
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
11 Pencamp
uran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
12 Pemanas
an
minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
13 Penggo
rengan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
223
14 Penjualan
± 8 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
224
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
2 Penjualan ± 8
jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
Bakwan sayur
tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
bakwan sayur
Pengolah
masakan
Area
penyajian
bakwan
sayur
Memastikan
bakwan sayur
tidak terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Mengatur volume
pemasakan
bakwan sayur
225
F.10 HACCP PADA PEMBUATAN OREK KENTANG/TEMPE
Bawang merah
Bawang putih Cabe merah Lengkuas Daun jeruk Asam Kentang Tempe Atau
Penyimpanan 1-2 hari
Pengupasan Pembuangan
tangkai Pengirisan
Penggeprekan
Air
asam
Air *
Penyimpanan 1-2 hari Penyimpanan ± 10 jam
Pengupasan
Pengirisan bentuk korek api
Pencucian Pencucian
Pemblenderan
Bumbu halus
Minyak
goreng
bekas
Pemanasan
Kentang / tempe iris
Penyangraian
Penggorengan
Simpan ± 12 jam
Diagram alir pembuatan orek kentang/tempe
Pencampuran
Orek kentang / tempe
Penjualan ± 10 jam (suhu ruang)
Garam, Gula, Kecap Keterangan :
Air * = air tanah yang disimpan pada wadah bertutup
Bumbu harum
Kentang / tempe goreng
226
TABEL PENENTUAN TITIK KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT)
No Tahap Bahaya Penyebab Keakutan
(L/M/H)
Resiko
(L/M/H)
Tindakan
pencegahan
Pengontrolan Alasan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 CCP
1 Bawang
putih
Bawang
merah
Lengkuas
Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C. perfringens
Bakteri yang
umum di
tanah dan
rempah-
rempah
H
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pengupasan dan
pencucian yang dapat
menghilangkan
bakteri
Kapang dan
khamir
V, P, M : -
Bawang mulai
busuk
L L Menggunakan
bawang yang
bagus (tidak busuk)
Y N - - - Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk dan
kapang khamir
diinatifkan dengan
pemanasan
Kimia : - - - - - - - - - - - -
227
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
M
Mengupas dan
mencuci bawang
hingga bersih
Y
N
-
-
-
Not
CCP
Selanjutnya ada
proses pengupasan
dan pencucian yang
dapat menghilangkan
tanah
2 Air * Dianalisis tersendiri pada HACCP penggunaan air tanah
3 Cabe
merah,
Daun
jeruk
Biologi :
B :
Salmonella
Shigella
V. cholerae
E. coli
C. botulinum
L. monocyto
genes
V :
Hepatitis A
Kapang
Parasit
Patogen pada
sayuran
H
H
H
H
H
M
M
M
M
M
Memberikan
pemanasan yang
cukup untuk
membunuh
mikroba
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada pemanasan
untuk membunuh
mikroba
228
KH, M : -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
4 Garam
Gula
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
5 Kecap
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
6 Asam
Biologi :
Kapang
B, V, P, KH,
M : -
Mikroba pada
asam
M
L
Menggunakan asam
yang bagus (tidak
berkapang)
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Kapang dapat
dihilangkan selama
peemanasan
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
229
7 Kentang Biologi :
B :
E .coli
B. cereus
Salmonella
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Mikroba di
tanah dan di
sayuran
H
H
M
M
M
Melakukan
pencucian dan
memberikan
pemanasan yang
cukup
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Ada proses
pencuciaon dan
pemanasan yang
dapat menghilangkan
mikroba tersebut
Fisik :
Tanah
Tanah yang
menempel
L
H
Memastikan
kentang dicuci
hingga bersih
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Pencucian dapat
menghilangkan tanah
yang menempel
Kimia :
TB :
Solanin
TM, CR, BB: -
Racun alami
pada kentang
M
L
Memilih kentang
yang tidak
berwarna hijau dan
tidak bertunas
Y
Y
-
-
-
Not
CCP
Penggorengan (deep
fat frying, 1700C)
dapat mengilangkan
solanin
8 Tempe Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
230
Biologi :
Kapang
(A. flavus)
Mikroba pada
tempe
M
L
Tidak
menggunakan
tempe yang
berbintik hitam
Y
N
-
-
-
CCP
Kapang dapat
menghasilkan toksin
yang stabil
pemanasan
9 Minyak
goreng
bekas
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
TM, TB, BB: -
Hasil oksidasi
minyak
M
H
Tidak
menggunakan
minyak goreng
berulang-ulang
Y
N
-
-
-
CCP
Asam lemak bebas
dan senyawa benzen
dapat masuk ke
dalam tubuh
10 Penyim
panan
bahan
bumbu
1-2 hari
Biologi :
Kapang
Khamir
B, V, P, M : -
Mikroba
pembusuk
M
L
L
Menggunakan
bahan bumbu yang
tidak busuk
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Ada proses
penghilangan bagian
yang busuk
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
231
11 Penyimp
anan
kentang
1-2 hari
Kimia :
TB : Solanin
Kentang
berwarna
hijau dan
bertunas
M
L
Tidak
menggunakan
kentang yang
berwarna hijau dan
bertunas
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Penggorengan (deep
fat frying, 1700C)
dapat mengilangkan
solanin
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
12 Penyimpa
nan
tempe ±
10 jam
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - -
-
13 Pengupas
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
14 Penyiang
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
232
15 Pengiris
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
16 Penggep
rekan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
17 Pencuci
an
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
18 Pemblen
deran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
19 Permanas
an
minyak
goreng
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
20 Penyang
raian
bumbu
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
233
21 Penggo
rengan
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
22 Penyimp
anan
tempe/
kentang
goreng ±
12 jam
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
M : -
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
lama
L
M
Tidak membiarkan
makanan terlalu
lama dalam suhu
ruang
Y
Y
N
Y
Y
Not
CCP
Pemanasan dapat
membunuh sel
vegetatif dan
sporanya (6-13
menit, 1000C)
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
23 Pencam
puran
Biologi : - - - - - - - - - - - -
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
24 Penjualan
± 10 jam
di suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
V, P, K, KH,
Makanan
dibiarkan
pada suhu
ruang terlalu
L
H
Menyajikan
masakan dalam
keadaan selalu
hangat
Y
Y
N
Y
N
CCP
Bakteri ini dapat
berkembang biak dan
menghasilkan spora
pada makanan
234
M : - lama
Fisik : - - - - - - - - - - - -
Kimia : - - - - - - - - - - - -
235
TABEL CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
No Proses yang
dikontrol Bahaya Critical Limit
Monitoring Tindakan Koreksi
What When Who Where How
1 Tempe Biologi :
Kapang
Tempe tidak
berbintik
hitam
Kondisi
tempe
Setiap akan
memasak
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Tidak
menggunakan
tempe yang
berbintik hitam
Membuang tempe
dan menggunakan
tempe baru
2 Minyak
goreng bekas
Kimia :
CR :
Asam lemak
bebas dan
senyawa
benzen
Minyak
goreng tidak
digunakan
berulang-
ulang
Minyak
goreng yang
digunakan
Setiap kali
akan
menyangrai
dan
menggoreng
Pengolah
masakan
Area
pemasakan
Membatasi
penggunaan
minyak goreng
berulang-ulang
berulang-ulang
Menggunakan
minyak goreng
baru
3 Penjualan ±
10 jam suhu
ruang
Biologi :
B :
C. perfringens
Orek tempe/
kentang tidak
dibiarkan
terlalu lama
di suhu ruang
Proses tunggu
penjualan
Setiap kali
menyajikan
orek tempe/
kentang
Pengolah
masakan
Area
penyajian
orek tempe/
kentang
Memastikan orek
tempe/ kentang
tidak terlalu lama
dibiarkan pada
suhu ruang
Menyajikan orek
tempe/ kentang
selalu dalam
kondisi hangat
236
Lampiran 4. Alternatif design layout warteg yang dapat direkomendasikan
1. Alternatif 1
2. Alternatif 2
3. Alternatif 3
Keterangan
Pintu masuk
Meja makan
Fasilitas cuci tangan
Rak makanan
Rak piring, sendok, dan gelas
Tempat masak
Tempat penyimpanan bahan
Fasilitas pencucian peralatan
Pintu keluar atau ventilasi
Penampungan sampah
--- Sekat