3
SKENARIO TUTOR 2 MANAJEMEN KEPERAWATAN Apakah kualitas pelayanan keperawatan yang baik bisa diberikan dalam kondisi konflik seperti ini? Skenario Perawat A adalah perawat pemula yang merupakan lulusan S1 Keperawatan dan bekerja di suatu RS negeri tipe A berkapasitas 800 tempat tidur. Setelah melewati masa seleksi dan orientasi selama 1 bulan, perawat A akhirnya ditempatkan diruangan penyakit dalam dewasa. Dibulan-bulan pertama perawat A bekerja, dan perawat A mulai merasakan adanya lingkungan kerja yang tidak kondusif di ruangan tersebut. Ruangan berkapasitas 20 tempat tidur ini terdiri atas dua kelompok tim (metode penugasan tim), dengan komposisi perawat 17 orang yang terdiri dari dua s1 keperawatan (perawat A dan perawat B) dan 14 lulusan D3 Keperawatan. Situasi yang terjadi dan sering membuat perawat A tidak nyaman, diruangan tersebut sering sekali terjadi konflik antar sejawat. Yang paling kelihatan adalah konflik antara perawat C dan perawat D. Terkadang juga terlihat adanya konflik antara perawat lainnya. Perawat C adalah tipe fellowership sheep, dimana tidak aktif terlibat dalam aktivitas tim tetapi cendrung selalu mensuport apapun ide yang dikatakan kepala ruangan. Sementara perawat D adalah tipe “alienated followers” yang terlihat terkadang mau mengekspresi idenya dan mengkritisi

SKENARIO_TUTOR_2[1]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

SKENARIO TUTOR 2MANAJEMEN KEPERAWATANApakah kualitas pelayanan keperawatan yang baik bisa diberikan dalam kondisi konflik seperti ini?

Skenario

Perawat A adalah perawat pemula yang merupakan lulusan S1 Keperawatan dan bekerja di suatu RS negeri tipe A berkapasitas 800 tempat tidur. Setelah melewati masa seleksi dan orientasi selama 1 bulan, perawat A akhirnya ditempatkan diruangan penyakit dalam dewasa. Dibulan-bulan pertama perawat A bekerja, dan perawat A mulai merasakan adanya lingkungan kerja yang tidak kondusif di ruangan tersebut. Ruangan berkapasitas 20 tempat tidur ini terdiri atas dua kelompok tim (metode penugasan tim), dengan komposisi perawat 17 orang yang terdiri dari dua s1 keperawatan (perawat A dan perawat B) dan 14 lulusan D3 Keperawatan. Situasi yang terjadi dan sering membuat perawat A tidak nyaman, diruangan tersebut sering sekali terjadi konflik antar sejawat. Yang paling kelihatan adalah konflik antara perawat C dan perawat D. Terkadang juga terlihat adanya konflik antara perawat lainnya. Perawat C adalah tipe fellowership sheep, dimana tidak aktif terlibat dalam aktivitas tim tetapi cendrung selalu mensuport apapun ide yang dikatakan kepala ruangan. Sementara perawat D adalah tipe alienated followers yang terlihat terkadang mau mengekspresi idenya dan mengkritisi kepala ruangan namun akhir akhir ini malah cenderung malas mengemukakan ide idenya karena merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan penting ruangan. Perawat D ini pernah berkomentar jadi malas kalau mau mengemukakan ide baru karena si C selalu membela dengan keras pendapat kepala ruangan atau kebiasan lama ruangan sehingga ide baru sulit didiskusikan apalagi di terapkan. Situasi yang terjadi dalam rapat ini pun dirasakan oleh hampir semua perawat diruangan sehingga akhirnya terbentuk status quo dimana konflik acap terjadi tanpa penyelesaian yang efektif, dan sebaiknya yes saja lah diruangan tersebut. Semua perawat merasakan bahwa kepala ruangan memberikan banyak kemudahan pada perawat C, dalam hal izin libur, jika mendadak tidak masuk kerja, namun mempersulit mereka mereka yang menginginkan lingkungan kerja yang lebih kondusif dimana ide baru bisa disalurkan, sehingga tim lebih kompak dan sasaran pelayanan keperawatan bisa di tingkatkan secara berkesinambungan. Perawat A merasa setiap perawat jika dihadapan kepala ruangan seperti harus mengangkat dan memuji kepala ruangan. Tetapi jika dibelakang berkata hal yang berbeda. Perawat A merasa kepala ruangannya tidak mencirikan pimpinan yang efektif namun merupakan manajer yang mempertahankan status quo dan tidak mau mengambil resiko kehilangan jabatan kepala ruangan. Ketika baru bekerja pun, tidak ada metode mentorship dimana perawat yang baru lulus ini memiliki seorang senior yang bisa membimbingnya untuk menjadi perawat mahir. Semua ia pelajari sendiri meskipun teori dengan lapangan kadang dirasakan berbeda. Perawat A pun merasakan situasi ini bisa dikategorikan politik kerja yang tidak sehat. Ada kecendrungan saling menjatuhkan baik diruang rapat maupun dalam keseharian. Akibat situasi status quo ini ia mulai membaca buku manajemen konflik dan membaca buku winning at office politics. Ia menginginkan pelayanan keperawatan yang lebih baik melalui situasi kerja yang sehat dan tim yang lebih kompak. Ia pun mulai mencoba mempelajari dan pelan pelan menerapkannya setelah setahun bekerja. Pengalamannya berorganisasi selama s1 cukup membantunya dan ia pun memiliki hubungan cukup baik ke sejawat maupun ke kepala ruangan dan manajer keperawatan. Ia tidak mau melakukan political suicidedan dijadikan victim politik kerja. Jadi langkah langkah berpolitik pun mulai dilakukan dengan mengenali pendukung dan menjalin kepercayaan dari tim. Meskipun signs of a toxic workplace pernah ia rasakan, tapi ia yakin perubahan bisa terjadi secara perlahan. Ia mempelajari siapa yang punya power di RS tersebut dan berupaya menjalin hubungan yang baik. Dengan niat yang baik ingin memperbaiki situasi kerja, pelan pelan ia menyusun langkah langkah agar situasi tersebut bisa membaik.