19
A. SKENARIO Seorang Laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu buang air kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlansung lama, tetapi selesai buang air kecil ia merasa tidak puas. Keadaan ini dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita berjalan tidak stabil , karena keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak. Menurut keluarganya, setahun teraakhir ini, pembawaan bapak ini selalu marah dan sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkomsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu penderita mendapat serangan stroke. B. KATA / KALIMAT KUNCI - Laki-laki, 79 tahun - Buang air kecil sedikit-sedikit, berlangsung lama, rasa tidak puas setelah BAK, sejak 5 hari yang lalu. - Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak - Sering lupa dan marah - Riwayat komsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik sejak 7 tahun

SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan PBL Geriatri

Citation preview

Page 1: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

A. SKENARIO

Seorang Laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan

selalu buang air kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya

berlansung lama, tetapi selesai buang air kecil ia merasa tidak puas. Keadaan ini

dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita berjalan tidak stabil , karena

keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak.

Menurut keluarganya, setahun teraakhir ini, pembawaan bapak ini selalu

marah dan sering lupa setelah mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya.

Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkomsumsi obat-obatan kencing manis,

tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu penderita

mendapat serangan stroke.

B. KATA / KALIMAT KUNCI

- Laki-laki, 79 tahun

- Buang air kecil sedikit-sedikit, berlangsung lama, rasa tidak puas setelah

BAK, sejak 5 hari yang lalu.

- Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak

- Sering lupa dan marah

- Riwayat komsumsi obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung

dan rematik sejak 7 tahun terakhir

- Riwayat stroke 3 tahun lalu

C. PERTANYAAN

1. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur pasien dengan keluhan utama

yang dialami penderita pada skenario?

2. Mengapa pemderita pada skenario tidak pernah merasa puas saat BAK?

3. Apakah ada hubungan antara jalan pasien yang tidak stabil dan lutut yang

bengkak dengan keluhan utama penderita pada skenario?

4. Apakah ada hubungan antara psikologis pasien dengan keluhan utama pada

skenario?

Page 2: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

5. Apakah ada hubungan antara obat-obat yang sering dikonsumsi pasien

dengan keluhan utama yang dialami pada skenario?

6. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit dahulu dengan keluhan utama

yang dialami penderita pada skenario?

D. DAFTAR MASALAH

1. Inkontinensia urin

2. Osteoarthritis tipe genu

3. Demensia

4. Hipertensi

5. Diabetes mellitus

6. Penyakit jantung

7. Stroke

8. Sering marah

E. ANALISIS MASALAH

1. Inkontinensia urin

Buang air kecil sedikit-sedikit, berlangsung lama, rasa tidak puas setelak

BAK, sejak 5 hari yang lalu. Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urine.

Inkontinensia urine aadalah keluarnya urin secara tidak disadari dalam jumlah dan

frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan

sosial, hal ini umum terjadi pada lansia. Berdasarkan skenario, inkontinensia urin

yang dialami ialah inkontinensia akut yang baru muncul 5 hari yang lalu. Dengan

etiologi berupa DRIP. Laki-laki dengan usia 79 tahun akan mengalami berbagai

perubahan pada tubuhnya baik secara anatomis maupun fisiologis. Perubahan

yang terjadi di system urogenitalia terutama Hiperplasia prostate (Restricted) yang

dapat menyebabkan penurunan aliran urin. Hal ini akan menyebabkan

inkontinensia urin tipe overflow. Gejala ini disebut syndrom protatism.1,2

Page 3: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Inkontinensia luapan (overflow) yaitu keluarnya urine secara involunter

ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat

dari distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan

kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga

tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga

akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi

tetes.1,2

Secara garis besar, penyebabnya bisa dibagi sebagai berikut : 1,2,3

a. Biasa pada obstruksi parsial urethra à dekompensasi buli-buli misalnya

à flaccid neurogenic bladder

b. Pembesaran prostat (BPH, Ca.Prostat)

c. Hipotonia bladder: dysfungsi myoneural lokal

d. Hipotonia bladder senilis, coma

e. Obat narcose

f. Menahan kencing sampai overrelaksasi

2. Osteoarthritis tipe genu

Nyeri dan bengkak pada lutut merupakan keluhan utama pasien datang ke

dokter, selain itu perubahan gaya berjalan seperti jalan tidak stabil juga

dikeluhkan oleh pasien dan menyusahkan pasien. Gangguan berjalan dan

gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk

kemandirian pasien yang umumnya tua.4

Riwayat rematik pada pasien dapat didiagnosis sebagai Osteoarthritis Genu

atau yang bermanifestasi pada lutut. Hal ini dapat dikaitkan dengan inkontinensia

urin pada pasien dimana bisa terjadi inkontinensia urin tipe fungsional, terjadi

akibat penurunan berat fungsi fisik dan kognitif sehingga pasien tidak dapat

mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini ditandai dengan kemungkinan terjadi

kesulitan pada pasien untuk ke kamar mandi karena nyeri lututnya, sehingga

Page 4: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

umumnya penderita menunda keinginannya untuk miksi yang pada akhirnya dapat

menyebabkan penderita mengalami inkontinensia urin.4,5

Terapi OA dapat ditangani dengan terapi non farmakologis (edukasi dan

penerangan), terapi fisik, dan rehabilitasi. Terapi bedah juga dapat dilakukan.

Terapi farmakologik berupa :4,6

- Analgesik oral non opiate

- Analgesic topical

- OAINS

- Chondroprotective

- Steroid intra-artikuler

Pada umumnya seseorang dengfan keluhan rematik cenderung menggunakan

NSAID. Yang didalamnya terdapat prostaglandin, dimana mempunyai efek

analgesic,antipiretik, dan anti-inflamasi. Otot detrusor ternyata juga mempunyai

reseptor prostaglandin. Prostaglandin inhibiton drugs dapat mengganggu kontaksi

detrusor, dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk berkontraksi

dengan baik. Sehingga dapat menyebabkan retensi urin dan terjadi inkontinensia

overflow.6

3. Demensia dengan inkontinensia urin

Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi

intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi

hidup sehari-hari, dimana perjalanan penyakit bertahap dan tidak terdpat

gangguan kesadaran. Faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.

Gangguan pada susunan saraf pusat dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia

urin. Pada penderita demensia tahap lanjut, apabila terjadi kerusakan lobus frontal,

membuat penderita tidak sadar terhadap sensasi maupun keperluan untuk buang

air kecil. Kerusakan pada lobus parietal dan occipital akan menurunkan

kemampuan penderita untuk mengenali pasti persekitaran kamar mandi. Demensia

inilah yang semakin memperparah keadaan inkontinensia urin pada pasien di

atas.7

Page 5: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

1. Mobilitas sistem yang lebih terbatas karena menurunnya pancaindera,

kemunduran sistem lokomosi.

2. Kondisi-kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan

pengaturan urin misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif.

3. Hipertensi dengan inkontinensia urin

Obat-obatan antihipertensi memiliki efek inkontinensia urin sesuai dengan

cara kerja masing-masing;2,6

1. Diuretik dapat menyebabkan poliuria, frekuensi, dan urgensi.

2. Ca-channel Blocker menurunkan tonus smooth muscle dan

menurunkan kontraksi otot detrussor yang akan menimbulkan

retensi urine sehingga terjadi inkontinensia overflow

Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di

pembuluh darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak. Hal ini akan memberi

efek kepada penurunan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada

koordinasi fungsi sfingter uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan

inkontinensia urin secara tidak langsung.2,4

4. Diabetes Mellitus dengan inkontinensia urin

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degenerative pada

lansia, pada analisis nomor satu didapatkan pasien mengalami inkontinensia

overflow. Dengan kata lain pasien mengalami penumpukan urin yang berlebih

pada vesika urinaria dan sukar untuk dikeluarkan oleh sebab adanya obstruksi.

Gambaran klinik yang didapatkan adalah pasien buang air kecil sedikit-sedikit dan

tidak merasa puas.4

DM yang dialami pasien berdasarkan umur diduga adalah DM tipe 2, pada

skenario didapatkan riwayat mengkonsumsi obat selama 7 tahun terakhir, hal ini

menandakan telah terjadi DM yang cukup lama (berlangsung kronis), gejala DM

yang berhubungan dengan inkontinensia pada skenario adalah poliuri, dan

neuropatic diabetik.4

Page 6: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Salah satu obat yang sering diberikan pada penderita DM yaitu golongan

sulfonylurea, dimana efek samping golongan tersebut adalah hipoglikemia akibat

kerja yang meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Namun

hipoglikemia pada orang tua tidak mudah dikenali akibat tidak adanya reflex

simpatis. Namun pada umumnya, hipoglikemia cenderung menyebabkan relaksasi

otot-otot termasuk otot detrusor. Dan hal ini dapat menyebabkan inkontinensia

urin.4,6

5. Penyakit jantung dengan inkontinensia urin

Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri

jantung menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan

untuk memompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan perifer yang

akan memberi gejala edema pada penderitanya. Edema dapat menyebabkan pasien

mengalami frekuensi dan nokturia. Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis

diuretic dimana diuretic merupakan salah satu obat dalam menangani penyakit

jantung, namun kerja obat ini meningkatkan absorbs di tubulus ginjal sehingga

kecepatan produksi urin meningkat.2,4

Selain itu jenis obat-obatan yang sering digunakan untuk pasien jantung yaitu

Calsium Channel Bloker dimana obat ini merupakan salah satu terapi

medikamentosa pada penyakit jantung yang memiliki efek samping relaksasi otot

kandung kemih, sehingga pada saat kandung kemih penuh, tidak ada kontraksi

yang menahan aliran urin keluar melalui erethra.6

a) Obat jantung dan hipertensi4,6

1. Calcim channel blockers

Menurunkan tonus “smooth muscle”, termasuk menurunkan

kontraksi otot detrusor. Kontraksi kandung kemih juga sangat

bergantung pada kerja ion kalsium, sehingga dengan menghambat

ion kalsium terntu saja akan mengganggu kontaksi kandung kemih.

2. Diuretic

Page 7: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Diuretic menyebabkan eklsresi air dan natrium melalui ginjal

meningkat, sehingga akumulasi produksi urin akan meningkat.

Vesika urinaria akan cepat merengang karena volume yang

berlebih, sehingga sensasi ingin miksi akan sering dirasakan pada

seseorang yang menggunakan diuretic.

3. Anti kolinergik

Aksi kolinergik dari saraf pelvis kemudian menyebabkan otot

detruisor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kendung

kemih. Oleh karena itu intervensi anti kolinergik pada seseorang

yang mengalami masalah kardiovaskuler akan menyebabkan

penurunan kontraktilitas otot-otot detrusor.

6. Stroke dengan inkontinensia urin

Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan

kecacatan dan kematian. Inkontinensia setelah stroke kadang terjadi pada pasien

afasia karena pasien tidak dapat menyampaikan keinginannya atau akibat

gangguan pergerakan berat yang menyebabkan penderita terlambat menuju kamar

mandi, ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan

control motorik dan postural atau karena lokasi kelainan di otak.4,7

Pada kandung kemih dan uretra, kedua-duanya menerima persarafan simpatik

dan parasimpatik. Pada pasien stroke reflex miksi spinal sudah tidak mungkin

sehingga pengosongan kandung kemih harus dilaksanakan dengan penekanan

suprapubik secara terus menerus sampai air seni yang terkandung dikeluarkan

semuanya. Oleh karena itu, tonus kandung kemih hilang dan akibatnya residu air

seni setelah pengosongan dengan jalan penekanan supra pubik, masih cukup

besar. Lama-kelamaan sfingter menjadi longgar dan timbullah inkontentinensia. 2,4,7

7. Sering marah

Page 8: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Marah merupakan reaksi emosional yang aku ditimbulkan oleh sejumlah

situasi yang merangsang,termasuk ancaman,agresi lahiriah,pengekangan

diri,serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi kuat pada

sistem saraf otonomik .Pada skenario penderita sering marah karna disebakan oleh

situasi dan kondisi yang sering mau kencing sedangkan penderita tersebut sudah

tidak mampu untuk selalu berjalan ke toilet.8

F. SKALA PRIORITAS

a) Benign Prostat Hipertrophy (BPH)

Diagnosis BPH dikaitkan dengan umur, jenis kelamin dan gambaran keluhan

yang diajukan oleh pasien. Selain itu, prevalensi terjadinya BPH sebagai

predisposisi inkontinensia urin pada lansia berjenis kelamin laki-laki cukup

tinggi. Diharapkan dengan menangani BPH sebagai masalah utama maka keluhan

inkontinensia urin yang dialami pasien akan teratasi juga, karena keadaan

inkontinensia urin dapat menurunkan kualitas hidup baik bagi pasien maupun

yang merawat pasien.2,4

Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan BPH bisa dilakukan reseksi prostat dengan catatan

indikasi terapi jelas dan syarat dilakukannya operasi terpenuhi. Jika ternyata

pasien belum memenuhi syarat atau belum masuk crri-ciri pasien yang harus di

terapi dengan pembedahan maka dapat diberikan Finasterid atau Episterid sebagai

terapi awal. Pilihan terapi untuk inkontinensia urin pasien geriatrik adalah : 2,4

1. Modalitas suportif non-spesifik : edukasi, memakai substitusi toilet,

manipulasi lingkungan, pakaian tertentu, modifikasi intake cairan dan

obat

2. Intervensi behavioral : latihan otot pelvis, bladder training, urine diary,

atau dengan obat-obatan (agonis-α, antagonis-α, antimuscarinic agent,

Page 9: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

dll), pemasangan peralatan mekanik (urethral plug, artificial sphincter),

dan atau pemasangan kateter (eksternal, intermitten, menetap)

3. Obat-obatan yang dipakai untuk inkontinensia urin : 2,4,6

Obat Dosis Tipe Inkontinensia Efek Samping

Hyoscamin 3 x 0,125

mg

Urge atau mix Mulut kering,

mata kabur,

glaucoma,

delirium,

konstipasi

Teltoridin 2 x 4 mg Urgensi Mulut kering,

konstipasi

Imipramin 3 x 25-50

mg

Urgensi Delirium,

hipotensi

ortostatik

Pseudoefedrin 3 x 30-60

mg

Stress Sakit kepala,

takikardi,

tek.darah tinggi

Doxazosin 4 x 1-4 mg BPH dengan

urgensi

Hipotensi

postural

4. Tindakan pembedahan dilakukan bila tindakan konservatif dan

medikamentosa gagal, dengan catatan harus jelas dulu tipe

inkontinensianya. Berikut jenis-jenis operasi untuk inkontinensia urin :

1. Injeksi kolagen / silicon periurethra

2. Colporraphy anterior transvaginal

3. Retropubic uretropexy / colposuspency

4. TVT

5. Kateterisasi

6. Bladder retainingà kembalikan pola berkemih Normal

Page 10: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

b) Untuk reumatik

Penggunaan NSAID dapat diteruskan dengan memperhatikan dosis agar

tidak menimbulkan gejala-gejala saluran cerna dan lebih mengutamakan terapi

konservatif seperti latihan ringan (aktif atau pasif) dengan terlebih dahulu

menggunakan kompres panas untuk menghilangkan nyeri.4

c) Untuk Diabetes Melitus

Pasien diabetes memerlukan kombinasi anti hipertensi untuk dapat

mencapai target tekanan darah optimal. ACEi merupakan terapi awal pilihan

karena dapat mencegah progresi ikroalbumiuriakenefropati. Pasien dengan

nefropati diabet harus mendapat ACEi atau AIIRA untuk meminimalkan resiko

kerusakan ginjal yang lebih lanjut, bahkan jika tekanan darahnya normal.

Sementara obat DM pada umumnya tidak mempengaruhi ataupun memperberat

incontinensia. Penatalaksaan yang dapat dilakukan sesuai skenario yaitu:4

a. Penerapan diet diabetes dengan beberapa syarat

1. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

normal.

2. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total

3. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total

4. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu

60-70%.

5. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak

diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu

6. Penggunaan gula alternative dalam jumlah terbatas.

7. Asupan serat dianjurkan 25 gr/hari

8. Cukup vitamin dan mineral.

Namun pada lansia pemberian diet harus diperhatikan bentuk makanannya

untuk membentu mempermudah proses pencernaanya.

b. Olahraga sebenarnya juga sangat membantu pada proses terapi DM namun

dengan usia pada skenario yaitu 79 tahun maka harus sangat berhati-hati

Page 11: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

karena sangat beresiko jatuh, fraktur, hipoglikemia,dll. Yang dapat

dilakukan pasien tersebut sebagai bentuk exercise adalah jalan kaki namun

hal ini pun perlu pemantauan dan pendampingan dari bidang medis.

c. Medikamentosa

Yang paling aman diberikan pada pasien ini yaitu sulfonilurea generasi

kedua; glipizid karena masa kerja singkat dan efek hipoglikemia yang

paling rendah. Yang tidak boleh diberikan adalah metformin Karena

merupakan kontraindikasi penyakit jantung, klorpropamid dan golongan

lain obat DM selain diatas tidak diberikan karena masa kerja yang panjang

dan efek hipoglikemia yang berkepanjangan.

d) Untuk Hipertensi

Pedoman NICE yang baru mengemukakan bahwa diuretik tiazid atau CCB

dihidropiridin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lanjut usia. Namun,

harus diperhatikan fungsi ginjal selama terapi dengan tiazid karena pasien lanjut

usia lebih beresiko mengalami gangguan ginjal. Pasien yang lebih dari 80 tahun

dapat diberi terapi seperti pasien usia > 55 tahun. 4

e) Untuk Stroke

Rehabiitasi, dan faktor-faktor resiko untuk stroke berulang harus

dieliminasi yakni dengan penanganan hipertensi dan DM di atas serta

dislipidemi.7

f) Untuk Demensia

Kemungkinan gejala awal dementia. Perhatian yang mendalam dari

keluarga dan orang terdekat serta latihan mengasah otak seperti main catur, isi

TTS dapat dilakukan untuk mengurangi gejala. 7

G. KESIMPULAN

Page 12: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

Dari analisis masalah kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien pada

skenario di atas mengalami inkontinensia urin tipe overflow akibat adanya BPH

(benign prostatic hyperplasia) yang sering terjadi pada pria lansia. Adapun

berbagai faktor resiko yang dialami pada pasien di atas dapat memperparah

keadaan inkontinensia uin pasien tersebut. Oleh karena itu perlu terapi yang tepat

dengan tetap menghindari polifarmasi. Skala prioritas pertama kelompok kami

adalah menangani inkontinensia urinnya sambil menangani BPH-nya. Kemudian

membatasi obat-obat yang biasa dikonsumsinya.

Page 13: SKENARIO 1 Klp 1 Modul 3 Inkontinensia Urin

DAFTAR PUSTAKA

1. Pauls J, PT. Urinary Incontinence and Impairment of The Pelvic Floor In The

Older Adult. In : Guccione A.A. Geriatric Physical Therapy.2nd. St. Louis :

Mosby. 2000. p. 340-50.

2. Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono. Inkontinensia urin. Dalam : Buku ajar

Geriatri kesehatan usia lanjut Ed. 2 Edit R. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

2011. Hal: 174-180.

3. Brocklehurst JC, Allen SC. Urinary incontinence. Geriatri Medicine for

students 3rd ed. Churchill Livingstone 1987. p. 73-91

4. Setiadi S, Pramantara IDP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed V.

Jakarta: interna publishing.

5. Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono. Aspek Fisiologik dan Patologik akibat

Proses Menua. Dalam: Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. Hal. 24, 71-72, 146, 153, 206, 226, 229.

6. Setiabudi R. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI. 2007.

7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 15. Jakarta: Dian

Rakyat; 2010. Hal. 26-27.

8. www. Refernsimakalah.com. Pengertian Marah Menurut Psikologi.