33
Yuri Alpha Fawnia 0211100118 A. PENGANTAR TENTANG SENGKETA LINGKUNGAN 1.1. PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/ atau telah berdampak pada lingkungan hidup. 1 Umumnya sengketa lingkungan hidup dipicu oleh kerusakan atau pencemaran lingkungan yang menimbulkan kerugian pada suatu pihak tertentu, bisa masyarakat, pemerintah maupun sector swasta. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup ini menyebabkan perselisihan yang disertai dengan tuntutan atau klaim terhadap suatu hak atas lingkungan, dapat berupa tuntutan untuk ganti rugi, tuntutan untuk pemulihan lingkungan hidup menjadi seperti sediakala, maupun tuntutan atas hak tertentu atas lingkungan hidup yang dijamin oleh UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Yuri Alpha Fawnia

0211100118

A. PENGANTAR TENTANG SENGKETA LINGKUNGAN

1.1. PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SENGKETA LINGKUNGAN

HIDUP

Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009, Lingkungan Hidup adalah kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sengketa Lingkungan Hidup adalah

perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/

atau telah berdampak pada lingkungan hidup.1 Umumnya sengketa lingkungan hidup

dipicu oleh kerusakan atau pencemaran lingkungan yang menimbulkan kerugian pada

suatu pihak tertentu, bisa masyarakat, pemerintah maupun sector swasta. Kerusakan dan

pencemaran lingkungan hidup ini menyebabkan perselisihan yang disertai dengan

tuntutan atau klaim terhadap suatu hak atas lingkungan, dapat berupa tuntutan untuk ganti

rugi, tuntutan untuk pemulihan lingkungan hidup menjadi seperti sediakala, maupun

tuntutan atas hak tertentu atas lingkungan hidup yang dijamin oleh UU No. 32 Tahun

2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.2. SENGKETA LINGKUNGAN DAN MEKANISME PERADILAN

Konsekuensi suatu Negara hukum adalah menempatkan hukum diatas segala

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara dan masyarakat diatur dan

diperintah oleh hukum, bukan diperintah oleh manusia. Hukum berada di atas segala-

galanya, kekuasaan dan penguasa tunduk kepada hukum. Salah satu unsure Negara

hukum adalah berfungsinya kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh

badan peradilan. 2

1 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup2 Handri Wirastuti dan Rahadi Wasi Bintoro, “Sengketa Lingkungan dan Penyelesaiannya”, Jurnal FH Unsoed

Page 2: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Dalam hal ini tidak ada badan lain yang berkedudukan sebagai tempat mencari

penegakan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and justice) apabila timbul

sengketa atau pelanggaran hukum.3

1.3. GANTI RUGI DALAM SENGKETA LINGKUNGAN

Ganti rugi dalam sengketa lingkungan diawali dengan Perbuatan Melawan Hukum

yang kemudian berkembang menjadi Asas Tanggung Jawab Mutlak. Asas tanggung

jawab mutlak (strict liability) merupakan salah satu jenis pertanggung jawaban

perdata (civil liability). Pertanggung jawaban perdata dalam konteks penegakan

hukum lingkungan merupakan instrumen hukum perdata untuk mendapatkan ganti

kerugian dan biaya pemulihan lingkungan akibat pencemaran dan atau perusakan

lingkungan. Pertanggung jawaban perdata tersebut mengenal 2 (dua) jenis

pertanggung jawaban : 1. pertanggung jawaban yang mensyaratkan adanya unsur

kesalahan (fault based liability) 2. pertanggung jawaban mutlak/ketat (strict liabil-ity)

suatu pertanggung jawaban tanpa harus dibuk-tikan adanya unsur kesalahan (fault)

Konsep pertama teroebut dikenal sebagaimana yang termuat dalam ketentuan pasal

1365 KUH Perdata yaitu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum

berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan penggugat membuktikan adanya

unsur kesalahan (fault).4 Mengandalkan unsur kesalahan dalam konteks pesatnya

perkembangan keilmuan dan teknologi sering-kali menimbulkan kesulitan dalam

memprediksi risiko yang timbul dari suatu kegiatan (industri). Melihat keterbatasan

dari fault based liability ini maka mungkin terjadi timbulnya pencemaran atau

perusakan lingkungan tanpa dapat dikenakan pertanggung jawaban. Fault based

liability juga memungkinkan pence-mar atau perusak lingkungan terbebas dari

pertang-gung jawaban perdata apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah

melakukan upaya maksimal pencegahan pencemaran melalui pendekatan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (dengan melaksanakan RKL dan RPL secara

konsisten)5 Oleh karena itu, sejak adanya UU No. 23 Tahun 1997 tentang

3 M. Yahya Harahap, 2004, Beberapa Tinjauan Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 344 Dessy Andrea Muslim, PENERAPAN ASAS TANGGUNG JAWAB MUTLAK DALAM KASUS LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN NEGERI, www.eprints.undip.ac.id, 2010, diakses 22 Apri 20135 Ibid.

Page 3: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Azas yang dianut adalah tanggung jawab mutlak

(Strict Liability), begitu juga dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menganut azas ini, sehingga tidak perlu

dibuktikan adanya kesalahan, tetapi cukup membuat potensi tersebut terjadi, maka

dapat dijadikan dasar gugatan.

B. PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

1.1. MODEL PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

System penyelesaian sengketa meliputi sarana pemilihan hak melalui pengadilan

maupun upaya penjajagan perdamaian di luar pengadilan.6Dalam penyelesaian

sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan dapat dituntut adanya ganti kerugian

dan pemulihan lingkungan yang didukung oleh konten UU No. 32 Tahun 2009 yang

mengatur adanya prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).

1. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui jalur Litigasi

Litigasi sangat formal terkait pada hukum acara, para pihak berhadap-hadapan

untuk saling beragumentasi, mengajukan alat bukti, pihak ketiga (hakim) tidak

ditentukan oleh para pihak dan keahliannya bersifat umum, prosesnya bersifat

terbuka atau transaparan, hasil akhir berupa putusan yang didukung pandangan

atau pertimbangan hakim. Kelebihan dari litigasi adalah proses beracara jelas dan

pasti sudah ada pakem yang harus diikuti sebagai protap. Adapun kelemahan

litigasi adalah proses lama, berlarut-larut untuk mendapatkan putusan yang final

dan mengikat menimbulkan ketegangan antara pihak permusuhan; kemampuan

pengetahuan hukum bersifat umum; tidak bersifat rahasia; kurang

mengakomodasi kepentingan yang tidak secara langsung berkaitan dengan

sengketa.7 Mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dapat ditempuh

oleh perorangan, pemerintah, organisasi lingkungan maupun sekelompok

masyarakat (class action). Class action atau disebut pula dengan actro popularitas

diartikan dalam Bahasa Indonesia secara beragam disebut pula dengan gugatan

perwakilan, gugatan kelompok.8 Masyarakat berhak mengajukan gugatan

6 Dr. Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup, cet.1, (Jakarta:Rineka Cipta, 2005), hal.109 7 www.dalyerni.multiply.com, diakses 20 April 20138 www.emakalah.com Makalah Penyelesaian Sengketa Lingkungan , diakses 20 April 2013

Page 4: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

perwakilan apabila terdapat sebuah masalah lingkungan hidup yang merugikan

masyarakat tersebut, misalnya kasus pencemaran lingkungan oleh limbah sebuah

perusahaan yang mencemari sungai pada suatu desa. Hal yang terpenting dari

suatu gugatan perwakilan adalah adanya kesamaan (commonality) yaitu kesamaan

dalam hal mengalami peristiwa atau masalah dalam mengalami kerugian,

penderitaan oleh sebab-sebab yang dasar atau sumbernya sama.9 Gugatan

perwakilan ini menuntut ganti rugi. Kemudian jenis lainnya adalah legal standing,

yang apabila diartikan secara luas yaitu akses orang perorangan,

kelompok/organisasi di pengadilan sebagai pihak penggugat.10 Namun tidak

semua organisasi dapat mengajukan gugatan legal standing ini, melainkan harus

memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan tersebut maka secara

selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui dan berhak untuk

mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan. Namun dalam

gugatan legal standing, yang dituntut bukanlah ganti kerugian seperti dalam

gugatan class action yang bersifat keperdataan. Gugatan legal standing menuntut

adanya pemulihan lingkungan hidup pada keadaannya seperti sediakala karena

organisasi lingkungan dalam hal ini mewakili ekologi sebagai subjeknya.

Mekanisme gugatan dapat pula diajukan melalui jalur pidana sebagai salah satu

bentuk penyelesaian sengketa secara litigasi. Berkaitan dengan

pertanggungjawaban pidana maka terdapat aturan tentang penerapan doktrin strict

liability dan vicarious liability, dalam UU No. 32 Tahun 2009 dianut prinsip strict

liability, dimana seseorang sudah dapat dipertanggungjawabkan untuk tindak

pidana tertentu meskipun pada diri orang itu tidak ada kesalahan (mens rea).11

2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui jalur Non-Litigasi

Jalur non-litigasi adalah mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan

diluar pengadilan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa

melihat adanya faktor peluang untuk menyelesaikan masalah dengan baik

terutama karena ada unsure tawar-menawar dan harapan keberhasilan yang

9 www.emakalah.com, Loc. Cit, diakses 20 April 201310 Sulistiono, Jurnal Elsam 2007, hal. 111 Dr. Siswanto Sunarso, op.cit, hal 141

Page 5: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

langgeng.12 Dalam menentukan mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan

perlu dipahami setidaknya enam aspek khusus, yaitu karakteristik kasus,

kelembagaan, hukum, pemberdayaan masyarakat, dukungan public dan kemauan

politik. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat

menggunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan

mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan,

untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.13 Penyelesaian

sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan pilihan para pihak dan

bersifat sukarela. Para pihak juga bebas untuk menentukan lembaga penyedia jasa

yang membantu penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Lembaga penyedia jasa

menyediakan pelayanan jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan

menggunakan bantuan arbiter atau mediator atau pihak ketiga lainnya. Apabila

para pihak telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar

pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya

tersebut dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak

yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri

dari perundingan. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 penyelesaian

sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai

tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau

perusakan dan/atau menjamin adanya tindakan guna mencegah timbulnya dampak

negatif terhadap lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini

tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.14 Adapun model

penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat ditempuh dengan jalur arbitrase,

mediasi, konsiliasi dan negosiasi. 1) Arbitrase adalah suatu proses yang mudah

yang dipilih oleh para pihak secara sukarela karena ingin agar perkaranya diputus

oleh juru pisah yang netral sesuai pilihan dimana keputusan mereka berdasarkan

dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima

12 Ibid,hal 11213 Ibid, hal 11914 www.ojosokgelem.com, Alternatif Penyelesaian sengketa Lingkungan diluar Pengadilan, diakses 20 April 2013

Page 6: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

putusan tersebut secara final dan mengikat. 15 2) Mediasi adalah menggunakan

seorang penengah yang bersifat netral untuk membantu menyelesaikan sengketa

lingkungan hidup, mediator dapat bersifat pasif maupun aktif. 3) Konsiliasi adalah

upaya untuk mempertemukan keinginan para pihak yang bersengketa, upaya

untuk membawa para pihak melakukan negosiasi. 4)Negosiasi adalah proses

tawar-menawar antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk menemukan

persetujuan tentang hal-hal yang menimbulkan sengketa.

C. HAK GUGAT

15 Ibid.

Page 7: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

1. HAK GUGAT PERORANGAN

Hak untuk menggugat secara perorangan adalah hak untuk menggugat berkaitan dengan

hak sebagai warga Negara yang dilindungi Undang-undang lain.

2. HAK GUGAT KELOMPOK (CLASS ACTION)

Masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan

dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian

akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 91 ayat 1 UU PPLH).

Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan ini disebut class action, yaitu sekelompok

korban mewakili sejumlah korban lainnya untuk bertindak mengajukan gugatan ke

pengadilan atas kerugian yang diderita, yang memiliki sifat kesamaan masalah, fakta

hukum, dan tuntutan.16 Dalam gugatan class action terdapat dua subjek penggugat, yaitu

sejumlah kecil penggugat yang mewakili sebagai wakil dari kelompok, dan kedua, yaitu

para korban yang diwakili yang berjumlah besar, bisa satu desa ataupun satu wilayah,

yang disebut anggota kelompok. Keuntungan dari gugatan class action adalah meskipun

para korban umumnya bersifat massal atau banyak, tetapi cukup diwakili oleh beberapa

orang dan tidak perlu harus memberikan surat kuasa satu persatu kepada mereka yang

mewakilinya. Inilah hal yang paling pokok membedakannya dengan gugatan biasa.17

Selain itu class action juga dapat menghemat biaya dibanding jika mengajukan gugatan

secara sendiri-sendiri yang juga akan mengakibatkan penumpukan perkara. Class action

berbeda dengan legal standing, perbedaannya adalah 1) semua anggota kelas sama-sama

langsung mengalami atau menderita suatu kerugian, 2) Tuntutannya dapat berupa ganti

kerugian berupa uang (monetary damage) dan/atau tuntutan pencegahan (remedy) atau

tuntutan berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

(injunction) yang sifatnya deklaratif.18 Sehingga yang ditonjolkan disini adalah kesamaan

nasib pada anggota kelas, baik yang mengajukan tuntutan sebagai wakil dari kelompok

maupun sejumlah besar anggota kelompok yang diwakili. Meskipun tuntutan dapat

berupa ganti rugi maupun hal lainnya, namun umumnya yang diminta oleh masyarakat

16 N.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, ed. 2, (Jakarta:Erlangga, 2004), hal 33417 Ibid.18 www.albar.wordpress.com, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Secara Litigasi maupun Non-Litigasi serta Tinjauan Gugatan Class Action dan Legal Standing di Peradilan Indonesia

Page 8: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

adalah ganti kerugian atas rusaknya lingkungan hidup yang berdampak pada kawasan

tempat tinggal mereka.

3. HAK GUGAT LSM (NGO’S LEGAL STANDING)

Hak gugat organisasi lingkungan hidup diatur dalam pasal 92 UU No.32 Tahun

2009, dan merupakan salah satu jenis standing selain citizen suit. Dalam legal standing,

kecakapan LSM tampil dimuka pengadilan didasarkan pada suatu asumsi bahwa LSM

sebagai wali (guardian) dari lingkungan. Pendapat ini berangkat dari teori yang

dikemukakan oleh Professor Christoper Stone, dimana dalam artikelnya yang dikenal

luas di Amerika Utara yang berjudul Sholud Tress Have Standing. Dalam teori ini

memberikan hak hukum (legal right) kepada objek‐objek alam (natural objects) dan

menurut Stone hutan, laut, atau sungai sebagai objek alam layak memiliki hak hukum dan

adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya hanya karena sifatnya yang

inanimatif(tidak dapat berbicara). 19 Sehingga LSM bertindak untuk mewakili ekologi

sebagai subjeknya. Legal standing ini pertama kali dikenal dalam praktek peradilan di

Indonesia tahun 1988 yaitu ketika PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Yayasan

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) terhadap lima instansi pemerintah dan

PT IIU.20 Urgensi adanya standing ini didasari oleh dua factor, yaitu Faktor kepentingan

masyarakat luas dan factor penguasaan sumber daya alam oleh Negara. Sebelum adanya

hukum positif yang mengatur legal standing di Indonesia, terdapat beberapa kasus legal

standing yang menarik seperti Kasus Walhi vs PT Indorayon Utama, Kasus Walhi vs

Kejaksaan Negeri Mojokerto, dan Kasus Walhi vs Presiden RI. Perbedaan antara legal

standing dengan gugatan class action adalah : 1) organisasi tersebut tidak mengalami

kerugian langsung, kerugian dalam konteks gugatan organisasi (legal standing) lebih

dilandasi suatu pengertian kerugian yang bersifat public, 2) tuntutan organisasi (legal

standing) tidak dapat berupa ganti kerugian berupa uang, kecuali ganti kerugian yang

telah dikeluarkan organisasi untuk penanggulangannya objek yang dipermasalahkannya

dan tuntutannya hanya berupa permintaan pemulihan (remedy) atau tuntutan berupa

perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (injunction) yang

bersifat deklaratif.21

4. HAK GUGAT PEMERINTAH

19 www.elsam.or.id, diakses 20 April 201320 www.rangselbudi.com, diakses 20 April 2013

Page 9: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Hak gugat pemerintah diatur dalam Pasal 90 UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah dapat mengajukan hak

gugat ini apabila terdapat usaha atau kegiatan yang merugikan lingkungan hidup. Amanat

dan peletakan landasan mengenai kedudukan dan kepentingan hukum pemerintah

dan/atau pemerintah daerah dalam mengajukan gugatan perdata untuk kepentingan

lingkungan sangatlah penting. Disamping untuk memperkuat aspek legalnya dalam

mengajukan gugatan perkara di pengadilan (standi in judicio), juga mempunyai tujuan

untuk memulihkan kualitas lingkungan yang telah tercemar dan/atau rusak. 22 Hal ini

merupakan implementasi dari adanya welfare staat, dimana ada kewajiban pemerintah

untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Negara menjadi staatsbemoenies

yang menghendaki Negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan

social masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping

menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde).23 Tugas administrasi Negara dalam

welfare state ini menurut Lemaire adalah bestuurzorg yaitu menyelenggarakan

kesejahteraan umum.24 Berkaitan dengan tugas administrasi Negara atau pemerintah

untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, harus diingat bahwa lingkungan adalah

salah satu isu yang paling krusial diantara perebutan isu yang ada dalam suatu

Negara,karena apabila kita berbicara tentang lingkungan, maka itu bukanlah hanya

semata-mata untuk pemakaian generasi masa kini saja, tetapi juga kita harus memikirkan

kelangsungan ekologi untuk tetap memiliki daya dukung yang memadai untuk generasi-

generasi selanjutnya. Maka sudah sepantasnya pemerintah memiliki hak gugat, untut

menuntut ganti kerugian kepada usaha atau kegiatan yang menyebabkan kerugian

lingkungan. Lingkungan rusak menyebabkan masyarakat tidak sejahtera karena

kerusakan lingkungan berarti rusaknya kediaman dan juga kesehatan sehingga berarti

pemerintah gagal untuk menjalankan fungsinya dalam membangun welfare staat.

5. CITIZEN LAWSUIT

21 www.wonkdermayu.wordpress.com, Tinjauan Mengenai Gugatan Class Action dan Legal Standing, diakses 20 April 201322 www.medan.tribunnews.com, Pemerintah tidak menggunakan Hak Gugat, diakses 20 April 201323 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cet.6 (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hal 1524 Bachsan Mustafa, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990), hal 40

Page 10: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Citizen Lawsuit merupakan jenis standing selain bentuk legal standing. Citizen Lawsuit atau

dapat pula disebut action popularis ini sebenarnya tidak dikenal dalam system hukum

keperdataan Indonesia, karena yang dituntut dalam Citizen Lawsuit adalah ganti rugi, namun

merupakan adaptasi dari hukum perdata asing. Asas dasar utama yang penting dalam hukum

acara perdata kita adalah asas point d'interet point d'action , yang berarti bahwa barangsiapa

mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan. Kepentingan di sini

bukan asal setiap kepentingan, tetapi kepentingan hukum secara langsung, yaitu kepentingan

yang dilandasi dengan adanya hubungan hukum antara penggugat dan tergugat dan hubungan

hukum itu langsung dialami sendiri secara konkrit oleh penggugat.25 Asas penting lainnya

dalam hukum acara perdata adalah asas actori incumbit probatio yang berarti barangsiapa

mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak

atau peristiwa itu (Pasal 163 HIR). Penggugat harus membuktikan adanya hubungan antara

dirinya dengan hak atau kepentingan.Menurut Syahdeini, yang dimaksud dengan actio

popularis adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara

perwakilan. Dalam hal ini, pengajuan gugatan ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga

negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum.26 Dengan demikian setiap

anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau

pemerintah atau siapa saja yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-

nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam actio

popularis, hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas nama kepentingan umum adalah

tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang

yang mengalami sendiri kerugian secara langsung, dan juga tidak memerlukan surat kuasa

khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.27 Sehingga intinya citizen Lawsuit adalah

mekanisme bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara Negara atas

kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara., merupakan gugatan yang

mengatasnamakan kepentingan seluruh Warga Negara atau kepentingan public, untuk

melindungi Warga Negara dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat tindakan maupun

25 Brierly Napitupulu, Antara Actio Popularis dan Citizen Lawsuit, www.magisterhukum-kenotariatan.blogspot.com, diakses 21 April 201326 Ela Laela Fakhriah, Actio Popularis (Citizen Lawsuit) dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Artikel Pustaka Unpad), hal.227 Prof. Sudikno Mertokusumo, www.hukumonline.com, Gugatan Actio Popularis dan Batas Kewenangan Hakim, diakses 21 April 2013

Page 11: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

pembiaran dari Negara yang seharusnya tidak terjadi karena merupakan implementasi dari

Undang-undang, dan penggugat tidak perlu membuktikan adanya kerugian yang bersifat

langsung. Namun, citizen lawsuit tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia, sehingga

dalam praktik banyak hakim tidak seragam dalam memutus gugatan citizen lawsuit ini. Ada

yang menerima ada yang menolak. 28 Meskipun terjadi ketidakseragaman antara hakim yang

ada di Indonesia, namun biasanya gugatan Citizen Lawsuit tidak ditolak oleh pengadilan,

sehingga tetap diajukan oleh orang yang berkepentingan. Karakteristik tergugat dalam citizen

Lawsuit ini adalah tergugat dalam Gugatan Citizen Lawsuit adalah Penyelenggara Negara,

Mulai dari  Presiden dan Wakil Presiden sebagai pimpinan teratas, Menteri dan terus sampai

kepada pejabat negara di bidang yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi

hak warga negaranya. Dalam hal ini pihak selain penyelenggara negara tidak boleh

dimasukkan sebagai pihak baik sebagai Tergugat maupun turut tergugat. 29 Selain itu dalam

hal pengajuan  Gugatan Citizen Lawsuit, penggugat harus memiliki “standing” untuk 

melakukan gugatan Citizen LawSuit ini. Apabila tidak maka Tergugat dapat menuntut

pembatalan gugatan Citizen LawSuit apabila penggugat tidak memiliki “standing” untuk

menjadi penggugat Citizen Law Suit. Di dalam sistem hukum yang berlaku di Amerika

Serikat, persoalan “Standing” merupakan persoalan penting karena berkaitan dengan

kewenangan atau jurisdiksi pengadilan. Seperti yang dikatakan oleh Michael D. Axline “…

because standing involves the question of whether a court has jurisdiction to hear a

particular controversy,….“30 Di Amerika Serikat, perkembangan hukum “standing”

didasarkan pada pendapat yang bersumber dari putusan The Supreme Court yang

menentukan bahwa siapapun “yang dirugikan” dengan tindakan lembaga negara dapat

mengajukan gugatan melawan para agen pemerintah untuk pelanggaran kewajiban yang telah

ditentukan oleh Kongres.Jika ada pihak lain (individu atau badan hukum) yang ditarik

sebagai Tergugat/Turut Tergugat maka Gugatan tersebut menjadi bukan Citizen Lawsuit lagi,

karena ada unsur warga negara melawan warga negara. Gugatan tersebut menjadi gugatan

biasa yang tidak bisa diperiksa dengan mekanisme Citizen Lawsuit.31

28 www.hukumonline.com, Calon Hakim Agung Tak Paham Citizen Lawsuit, diakses 21 April 201329 Cekli Setya Pratiwi, www.ceklipratiwi.staff.umm.ac.id, Karakteristik Tergugat dalam Citizen Lawsuit, diakses 21 April 201330 Ibid.31 Ibid.

Page 12: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

6. UU NO. 32 TAHUN 2009 PASAL 90-93

Pasal 90

Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah

(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang

lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu

terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di

bidang lingkungan hidup, berwenang untuk mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan

tertentu terhadap usaha dan atau kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan

hidup dan atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan

hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. ( Pasal 90 Ayat 2).32 Dalam

penjelasannya, dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup”

adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

yang bukan merupakan hak milik privat.

Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran

dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak akan

terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.33 Hal ini merupakan

implementasi dari fungsi pemerintah atau administrasi Negara sebagai alat untuk

mewujudkan welfare staat di Indonesia, dimana implementasi dari welfare staat tertuang

dalam konstitusi, dan salah satu hak yang dimiliki Warga Negara adalah hak atas

lingkungan yang baik dan sehat, dan UU No. 32 Tahun 2009 menjamin hal tersebut agar

dapat terjadi. Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam

lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat

melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan. 34

32 Brierly Napitupulu, Loc.cit33 www.prolingkungan.blogspot.com, Penjelasan UU No.32 Tahun 2009, diakses 21 April 201334 Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara, www.kunami.wordpress.com, diakses 21 April 2013

Page 13: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Namun dalam welfare state terdapat diskresi, dan tujuannya untuk mensejahterakan

rakyat. Apabila pemerintah bisa melakukan diskresi untuk tujuan pelayanan terhadap

rakyat, apalagi kewajiban konstitusional yang ada implementasinya dalam Undang-

undang. Maka sudah seharusnya pemerintah memanfaatkan dengan semaksimal mungkin

keberadaan dari hak gugat pemerintah tersebut agar Negara tidak perlu menanggung

kerugian lingkungan hidup yang bukan disebabkan oleh bencana alam.

Pasal 91

Hak Gugat Masyarakat

(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan

dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian

akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,

serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.35

Merupakan gugatan dimana satu orang/lebih yang mewakili kelompok mengajukan

gugatan untuk diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang

jumlahnya banyak yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil

kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud;Wakil Kelompok, yang dimaksud

dalam gugatan perwakilan adalah satu orang atau lebih (banyak orang) yang

menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok

orang yang lebih banyak jumlahnya;Anggota Kelompok, merupakan sekelompok

orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili

oleh wakil kelompok di pengadilan.36 Konsep gugatan class action baik di dalam

doktrin maupun praktiknya, terdiri dari dua jenis. Pertama, class action yang

menuntut ganti rugi dalam bentuk uang. Kedua, gugatan yang hanya mengajukan

permintaan deklaratif atau injunction tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk uang.37

35 UU No. 32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201336 www.tanyahukum.com, Class Action, diakses 21 April 201337 www.hukumonline.com, Objek Class Action Terbatas?, diakses 21 April 2013

Page 14: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Perbedaan yang prinsipil antara gugatan perwakilan (class actions) dengan hak gugat

organisasi (legal standing) antara lain: dalam gugatan perwakilan (class actions). 1)

seluruh anggota kelas (class representatives dan class members) sama-sama langsung

mengalami atau menderita suatu kerugian, 2) tuntutannya dapat berupa ganti kerugian

berupa uang (monetary damage) dan/atau tuntutan pencegahan (remedy) atau tuntutan

berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (injunction)

yang sifatnya deklaratif.)38 Erman Rajagukguk, dkk., memberikan pengertian, class

actions adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai

kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau

digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota

kelompok.39 Lebih lanjut Erman Rajagukguk, dkk., menyatakan keterlibatan pengadilan

dalam gugatan class actions sangat besar setiap perwakilan untuk maju ke pengadilan

harus mendapat persetujuan dari Pengadilan dengan memperhatikan: a. class actions

merupakan tindakan yang paling baik untuk mengajukan gugatan. b. mempunyai

kesamaan tipe tuntutan yang sama. c.penggugatnya sangat banyak, d. perwakilan

layak/patut.40Pengaturan mengenai hak gugat masyarakat ini kemudian diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan

Perwakilan Kelompok. Dengan berbagai produk hukum sebagai dasar penerapannya,hak

gugat masyarakat dan kelompok ini telah banyak dilakukan belakangan ini. Hal ini

membuktikan bahwa semakin banyaknya kepedulian masyarakat yang ada di Indonesia

guna menjaga dan ikut serta secara aktif meminimalisir pelanggaran terhadap undang-

undang mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Contoh dari gugatan

yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah kasus rokok Bentoel yang terjadi di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,Kasus pencemaran sungan Ciujung yang diajukan di

Pengadilan Negeri Jakarta Utara,kasus pembakaran lahan di Riau yang diajukan melalui

pengadilan Negeri Pekanbaru,dan Gugatan Walhi terhadap PT.Indorayon Utama.41

38 Erna Herlinda, Tinjauan Tentang Gugatan Class Action dan Legal Standing di Peradilan Tata Usaha Negara, www.repository.usu.ac.id, hal 239 Erman Rajagukguk,dkk., Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:PT Mandar Maju, 2000), hal 7140 Ibid.41 Ferli Hidayat, Class Action dan Legal Standing, www.ferli1982.wordpress.com, diakses 21 April 2013

Page 15: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Pasal 92

Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan

pelestarian fungsi lingkungan hidup.

(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu

tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:

a. berbentuk badan hukum;

b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan

c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2

(dua) tahun.42

Legal standing atau hak gugat organisasi “sebenarnya” hanya dikenal didalam sistem

hukum Anglo Saxon. Namun sejak diterimanya gugatan Walhi dan kemudian diadopsi

didalam UU no. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup dan kemudian diteruskan

didalam UU no. 32 Tahun 2009, mekanisme gugatan dengan cara “hak gugat organisasi”

sudah menjadi mekanisme yang diterima secara hukum.43 Ada beberapa persyaratan

dimana organisasi dapat menjadi para pihak dalam perkara-perkara yang berkaitan

dengan Lingkungan Hidup karena UU No.32 Tahun 2009 sendiri bersifat limitative.

Sedangkan gugatan yang ditujukan tidak berkaitan dengan “ganti rugi”, hanya

membicarakan perbaikan terhadap mekanisme lingkungan hidup. Pengadilan kemudian

memeriksa terhadap persyaratan itu sehingga organisasi tersebut dapat menjadi para

pihak didalam persidangan. Sedangkan terhadap pihak tergugat, gugatan organisasi

merupakan cara untuk melakukan “perbaikan” terhadap proses aktivitas lingkungan

hidup yang “dianggap” keliru oleh mekanisme sebagaimana diatur didalam UU no. 32

Tahun 2009.44 Pendapat yang memberikan hak gugat kepada suatu organisasi/lembaga

swadaya masyarakat (legal standing) berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Prof.

42 UU No.32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201343 www.istilahhukum.wordpress.com, diakses 21 April 201344 Ibid.

Page 16: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Christoper Stone, yang memberikan hak hukum kepada objek-objek alam (natural object)

seperti hutan, laut, sungai, gunung sebagai objek alam yang layak memiliki hak hukum

dan adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya dikarenakan sifatnya yang inanimatif

(tidak dapat berbicara) tidak diberi suatu hak hukum.45 Selanjutnya Stone berpendapat,

organisasi lingkungan yang memiliki data dan alasan untuk menduga bahwa suatu

proyek/kegiatan bakal merusak lingkungan, kelompok tersebut dapat mengajukan

permohonan kepada pengadilan agar mereka ditunjuk sebagai wali (guardian) dari objek

alam tersebut untuk melakukan pengawasan maupun pengurusan terhadap objek alam

terhadap indikasi pelanggaran atas hak hukum.46 Secara konvensional hak gugat hanya

bersumber pada prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum.” Kepentingan hukum

yang dimaksud disini adalah kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan atau

kepentingan material berupa kerugian yang dialami secara langsung. Perkembangan

hukum hak gugat konvensional berkembang secara pesat seiring pula dengan

perkembangan hukum yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimana seseorang atau

organisasi dapat bertindak sebagai penggugat walaupun tidak memiliki kepentingan

hukum secara langsung, tetapi dengan didasari oleh suatu kebutuhan untuk

memperjuangkan kepentingan masyarakat luas atas pelanggaran hak-hak public seperti

lingkungan hidup, perlindungan konsumen, serta hak-hak sipil dan politik. Sehingga

meskipun organisasi tidak memiliki kepentingan langsung, tetapi LSM atau organisasi

bertindak sebagai wakil dari ekologi dan masyarakat luas karena lingkungan menyangkut

hajat hidup orang banyak.

Pasal 93

Gugatan Administratif

(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara

apabila:

a. badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha

dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal;

45 Mas Achmad Santosa, dkk., Petunjuk Pelaksanaan Gugatan Perwakilan Makalah Topic 7, Civil Liability for Environmental Damage Indonesia, yang disampaikan dalam pelatihan hukum lingkungan di Indonesia bekerjasama dengan Australia, Desember 1999 – September 2000, ICEL, hal 53.46 Proyek Pembinaan Teknis Yustisial MARI, 1998, hal. 75.

Page 17: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

b. badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan

yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau

c. badan atau pejabat tata usaha Negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan

yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.

(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.47

Gugatan yang diajukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan Pasal 1 Ayat

5 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila didalam

ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui upaya administrasi, maka seseorang atau

Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha

Negara.48 Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat dalam hal ini berkaitan dengan

masalah tertib administrasi, yaitu amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan. Tertib

administrasi penting karena berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban,49 yaitu siapa

yang akan bertanggungjawab apabila terjadi sengketa maupun masalah lingkungan

dikemudian hari, karena masalah lingkungan hidup yang merupakan sebuah isu krusial

bernegara tidak dapat dilepaskan dari masyarakat dan juga adanya sengketa, sehingga

tertib administrasi dalam hal lingkungan yaitu amdal (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan), UKL-UPL dan juga Izin Lingkungan merupakan tertib yang harus dipatuhi

oleh pelaku usaha selaku Warga Negara yang baik dan taat asas.

7. PERBANDINGAN DENGAN UU NO.23 TAHUN 1997 PASAL 37-38 DAN UU

NO.18 TAHUN 2008 PASAL 36-37

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 37

(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau

melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang

merugikan perikehidupan masyarakat.

47 UU No. 32 Tahun 2009, www.komisiinformasi.go.id, diakses 21 April 201348 Jhon Dewangga, Hukum Acara PTUN dan Subyek Obyeknya, www.jhondewangga.wordpress.com, diakses 21 April 201349 www.hubdat.web.id, Tertib Administrasi itu Penting, diakses 21 April 2013

Page 18: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan

pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang

lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.50

Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan

perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak

mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan

permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup.51 Perbedaannya dengan Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai Hak Gugat

Masyarakat adalah tidak adanya ketentuan bahwa instansi pemerintah yang bertanggung

jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

Kemudian dalam UU PPLH terbaru, masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan bagi

dirinya sendiri maupun bagi masyarakat apabila terdapat kerugian karena

pencemaran/kerusakan lingkungan, tidak hanya yang merugikan perikehidupan

masyarakat saja seperti dalam UU No. 23 Tahun 1997. Ketentuan mengenai hak gugat

masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada UU PPLH,

sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 1997 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 terdapat penguatan demokrasi lingkungan melalui

akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak

masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 52

Pasal 38

(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai

dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk

kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.50 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, www.djlspe.esdm.go.id, hal 17, diakses 21 April 201351 UU no.23 Tahun 1997, ibid, hal 4052 www.yessca.blogspot.com, Perbandingan UU No. 4 Tahun 1982, UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009, diakses 21 April 2013

Page 19: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan

untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya

atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan :

a. berbentuk badan hukum atau yayasan;

b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan

dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

pelestarian fungsi lingkungan hidup;

c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.53

Dalam penjelasan Pasal 38 dinyatakan, berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan

hanya terbatas gugatan lain, yaitu :

a. memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan

hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup;

b. menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena

mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;

c. memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat

atau memperbaiki unit pengolah limbah. Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran

riil adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi

lingkungan hidup.54

Perbedaan antara kedua UU tersebut adalah dalam UU No.32 Tahun 2009 adanya

pencantuman klausul bahwa organisasi harus telah melakukan kegiatan sesuai dengan

anggaran dasarnya selama minimal 2 tahun, Pasal 92 ayat 2 c UU PPLH “telah

melaksanakan kegiatan nyata sesuaidengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua)

tahun.”55, dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup yang tidak mencantumkan syarat limitative mengenai waktu tersebut, yang penting

telah melaksanakan kegiatan sesuai anggaran dasarnya.

UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

53 UU No. 23 Tahun 1997, www.bk.menlh.go.id, hal 17 diakses 22 April 201354 Ibid, hal 4155 UU No.32 Tahun 2009, Loc.cit

Page 20: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

Pasal 36

Gugatan Perwakilan Kelompok

Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan

sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.56

Perbandingan dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup adalah dalam UU PPLH, masyarakat diberi keterangan dapat

mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat, sedangkan dalam

UU No. 18 Tahun 2008 hanya untuk kelompok. Persamaannya, kedua UU tersebut sama-

sama mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok atau class action, dimana yang

diutamakan adalah perasaan senasib antara wakil dari kelompok dan sejumlah besar

anggota kelompok yang diwakili, sehingga memiliki tuntutan yang sama.

Pasal 37

Hak Gugat Organisasi Persampahan

(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan

sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan

untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.

(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

a. berbentuk badan hukum;

b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah;

c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun57

Hak gugat organisasi persampahan ini memiliki kesamaan dengan hak gugat organisasi

lingkungan yang diatur dalam Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009, kecuali masalah

pelaksanaan anggaran dasar, dimana dalam organisasi lingkungan harus dilaksanakan

selama minimal dua tahun, sedangkan dalam organisasi persampahan harus dilaksanakan

minimal satu tahun.

56 UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah, www.bk.menlh.go.id, diakses 22 April 201357 Ibid.

Page 21: Sistematika Penulisan Teks Hukum Lingkungan-Tgs

8. PERMA NO.1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN

KELOMPOK

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 merumuskan gugatan Perwakilan

Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih

yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri

dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki

kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok

dimaksud. Dalam perma No.1 Tahun 2002, dirumuskan adanya Wakil kelompok, satu

orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus

mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya;

Anggota kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita

kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan;

Sub kelompok adalah pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih

kecil dalam satu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan/atau jenis

kerugian.58

58 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, www.hukum.unsrat.ac.id, diakses 22 April 2013