5
TRANSLATE INDONESIA 4. Sistem ruang terbuka perkotaan di Semarang Para Peneliti mengirimkan sebagian dari bahan tersebut ke dalam lomba karya tulis ilmiah yang populer pada tahun 2012, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. Tema perlombaan ini adalah tentang konsep hijau. Para peneliti akan menguji konsep tersebut pada kasus kota Semarang. Sebenarnya, ide Soekarno untuk membuat ruang terbuka baru yang pada awalnya untuk menggantikan konsep lama agar memiliki efek positif. Namun, dalam prosesperkembangan kota Semarang, hal itu sangat jelas terlihat bahwa lokasi untuk alun-alun yang baru telah tumbuh menjadi pusat kota baru. Lokasi ini dapat dengan cepat meningkatkan nilai tanah di daerah pembangunan ke arah selatan kota Semarang. Selain itu ruang terbuka pun menjadi sistem ruang terbuka yang berkelanjutan. Hal Itu merupakan konsep yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan kota. Sebuah peta asal usul kota Semarang tidak bisa dikatakan sebagai kota dengan kondisi saat ini. Para peneliti bisa menggambarkannya sebagai sebuah dusun kecil di tepi sungai kecil yang disebut kali Semarang. Tempat ini merupakan lokasi strategis untuk pedagang asing dan permukiman. Pada abad ke-16 Ki ageng Pandanaran merancang pusat kota Semarang dengan konsep tata ruang yang mirip dengan sistem kesultanan Islam di sepanjang pantai utara Jawa. Dia adalah Bupati pertama serta penyebar agama Islam di Semarang. Kolonial Belanda (abad ke-16) mengubah konsep tradisional dari tata ruang kota. Kolonial Belanda menciptakan beberapa pusat kota tradisional, terutama di pusat pemerintahan pribumi. Pada periode 1700 – 1906 Kota Semarang, mereka memindahkan kegiatan militer Belanda ke Semarang dari Jepara (perjanjian Sunan Pakubuwono - 1 Oktober 1705). Sebagai hasil dari perpindahan ini, muncullah kehidupan sosial baru di dekat pusat kota tradisional. Belanda mendirikan benteng yang berdekatan dengan pusat kota pribumi. Pusat kota tua yang memiliki konsep kota tradisional telah kehilangan bentuknya, ketika kolonial Belanda mengembangkan kota ke arah barat (Kawasan Bulu). Di daerah ini, pemerintah kolonial mendirikan sebuah ruang terbuka yang bernama Wilhelmina Plein. Pada tahun 1930, lahan ini bergabung menjadi bundar dan pada tahun 1953, pemerintah membangun Tugu Muda. Para peneliti menyimpulkan bahwa Pribumi dan penguasa kolonial selalu menciptakan ruang terbuka baru dalam

Sistem Ruang Terbuka Perkotaan Di Semarang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistem open space semarang

Citation preview

Page 1: Sistem Ruang Terbuka Perkotaan Di Semarang

TRANSLATE INDONESIA

4. Sistem ruang terbuka perkotaan di Semarang

Para Peneliti mengirimkan sebagian dari bahan tersebut ke dalam lomba karya tulis ilmiah yang populer pada tahun 2012, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. Tema perlombaan ini adalah tentang konsep hijau. Para peneliti akan menguji konsep tersebut pada kasus kota Semarang. Sebenarnya, ide Soekarno untuk membuat ruang terbuka baru yang pada awalnya untuk menggantikan konsep lama agar memiliki efek positif. Namun, dalam prosesperkembangan kota Semarang, hal itu sangat jelas terlihat bahwa lokasi untuk alun-alun yang baru telah tumbuh menjadi pusat kota baru. Lokasi ini dapat dengan cepat meningkatkan nilai tanah di daerah pembangunan ke arah selatan kota Semarang. Selain itu ruang terbuka pun menjadi sistem ruang terbuka yang berkelanjutan. Hal Itu merupakan konsep yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan kota.

Sebuah peta asal usul kota Semarang tidak bisa dikatakan sebagai kota dengan kondisi saat ini. Para peneliti bisa menggambarkannya sebagai sebuah dusun kecil di tepi sungai kecil yang disebut kali Semarang. Tempat ini merupakan lokasi strategis untuk pedagang asing dan permukiman. Pada abad ke-16 Ki ageng Pandanaran merancang pusat kota Semarang dengan konsep tata ruang yang mirip dengan sistem kesultanan Islam di sepanjang pantai utara Jawa. Dia adalah Bupati pertama serta penyebar agama Islam di Semarang.

Kolonial Belanda (abad ke-16) mengubah konsep tradisional dari tata ruang kota. Kolonial Belanda menciptakan beberapa pusat kota tradisional, terutama di pusat pemerintahan pribumi. Pada periode 1700 – 1906 Kota Semarang, mereka memindahkan kegiatan militer Belanda ke Semarang dari Jepara (perjanjian Sunan Pakubuwono - 1 Oktober 1705). Sebagai hasil dari perpindahan ini, muncullah kehidupan sosial baru di dekat pusat kota tradisional. Belanda mendirikan benteng yang berdekatan dengan pusat kota pribumi. Pusat kota tua yang memiliki konsep kota tradisional telah kehilangan bentuknya, ketika kolonial Belanda mengembangkan kota ke arah barat (Kawasan Bulu). Di daerah ini, pemerintah kolonial mendirikan sebuah ruang terbuka yang bernama Wilhelmina Plein. Pada tahun 1930, lahan ini bergabung menjadi bundar dan pada tahun 1953, pemerintah membangun Tugu Muda. Para peneliti menyimpulkan bahwa Pribumi dan penguasa kolonial selalu menciptakan ruang terbuka baru dalam pengembangan kota. Pada tahap ketiga, kota Semarang dikembangkan ke arah selatan. Tio 2014, menyatakan bahwa Thomas Karsten merencanakan pengembangan baru pada daerah di perbukitan Candi Baru (1916). Dia telah merancang dengan lengkap bahwa daerah dengan jalan dan ruang terbuka di Taman Diponegoro. Tahap keempat, Soekarno merancang penambahan ruang terbuka di Simpang Lima. Daerah ini terletak diantara pusat kota tua dan pengembangan kota baru ke selatan. ketika kita melihat pada peta kota tua Semarang, lokasi pusat kota baru berada di pusat kota Semarang. Formasi bersambung daril ruang terbuka perkotaan di kota Semarang dapat mengatur wilayah yang mengikat pada expansi yang tak terkendali pada area perkotaan.. Fenomena ini hanya terjadi pada awal perkembangan era Semarang menuju era Soekarno (pasca kemerdekaan). Sayangnya, rezim era Orde Baru tidak melanjutkan fenomena ini. Ketika wilayah Semarang mengalami ekspansi dan reklamasi ke pantai utara pada tahun 1976, Pemerintah tidak menambah jumlah ruang terbuka sebagai pengikat untuk mengintegrasikan kota. Kesimpulan dari gejala yang terjadi di kota Semarang adalah pengetahuan tentang konsep ruang terbuka sebagai sejarah hidup dari pembangunan berkelanjutan dalam

Page 2: Sistem Ruang Terbuka Perkotaan Di Semarang

sejarah kota Semarang. Konsep ini diharapkan akan menjadi pengetahuan yang lengkap dari sistem ruang terbuka perkotaan dalam proses perluasan kota.

Para peneliti berharap bahwa sistem ruang terbuka kota akan menjadi teori pelengkap dari ruang terbuka dalam pengembangan kota. Sistem ini juga mampu menjawab program Kementerian Pekerjaan Umum, yang diprakarsai “Green Cities Development Program”. Jika pemerintah selalu mengambil penambahan ruang terbuka dalam pengembangan kotanya, tentu kebutuhan ruang terbuka hijau di skala perkotaan akan terpenuhi. Sebagai kelanjutan dari studi ini, peneliti perlu untuk memperluas fokuspenelitian pada daerah ruang terbuka sampai tingkat expansi yang tak terkendali pada area perkotaan. Dengan demikian, para peneliti berharap bahwa salah satu ciri sebagai kota hijau untuk pengembangan kota di masa depan dapat dicapai. Praktek terbaik dari fenomena alam dalam pengembangan kota Semarang adalah lokasi ruang terbuka di atas tanah milik pemerintah kota. Dalam struktur ruang terbuka antara kota-kota baru dan lama memiliki struktur penghubung. Kota yang terbentuk akan memiliki fungsi sebagai ruang yang mengikat kota tua dengan kota baru. Gejala yang terjadi di Kota Semarang adalah pengetahuan tentang konsep / sistem / model keberlanjutan ruang terbuka perkotaan dalam proses ekspansi kota.

RANGKUMAN

4. Sistem ruang terbuka perkotaan di Semarang

Pada tahun 2012 para peneliti akan menguji konsep tersebut pada kasus kota Semarang dengan mengirimkannya ke dalam lomba karya tulis ilmiah populer di Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang yang bertemakan tentang konsep hijau. Ide Soekarno untuk membuat ruang terbuka baru yang pada awalnya untuk menggantikan konsep lama merupakan solusi agar memiliki efek positif. Namun dalam prosesperkembangan kota Semarang, lokasi untuk alun-alun yang baru telah tumbuh menjadi pusat kota baru dan dengan cepat meningkatkan nilai tanah di daerah pembangunan ke arah selatan kota Semarang. Selain itu ruang terbuka pun memiliki sistem yang berkelanjutan. Dan hal ini menjadi konsep tepat bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan kota.

Peta asal usul kota Semarang tidak bisa dikatakan sebagai penggambaran kondisi kota saat ini. Dusun kecil di tepi sungai kecil yang disebut “Kali Semarang” merupakan lokasi strategis untuk pedagang asing dan permukiman. Pada abad ke-16 Ki ageng Pandanaran yang pada saat itu sebagaiBupati pertama serta penyebar agama Islam di Semarang merancang pusat kota Semarang dengan konsep tata ruang yang mirip dengan sistem kesultanan Islam di sepanjang pantai utara Jawa..

Kolonial Belanda (abad ke-16) mengubah konsep tradisional tata ruang kota dan menciptakan beberapa pusat kota tradisional, terutama di pusat pemerintahan pribumi. Pada periode 1700 – 1906 Kota Semarang, mereka memindahkan kegiatan militer Belanda ke Semarang dari Jepara (perjanjian Sunan Pakubuwono - 1 Oktober 1705) dan, muncullah kehidupan sosial baru di dekat pusat kota tradisional. Belanda mendirikan benteng yang berdekatan dengan pusat kota pribumi. Sehingga pusat kota tua yang memiliki konsep kota tradisional telah kehilangan bentuknya,

Page 3: Sistem Ruang Terbuka Perkotaan Di Semarang

ketika kolonial Belanda mengembangkan kota ke arah barat (Kawasan Bulu). Di daerah ini, pemerintah kolonial mendirikan sebuah ruang terbuka yang bernama Wilhelmina Plein. Pada tahun 1930, lahan ini bergabung menjadi bundar dan pada tahun 1953, pemerintah membangun Tugu Muda. Para peneliti menyimpulkan bahwa Pribumi dan penguasa kolonial selalu menciptakan ruang terbuka baru dalam pengembangan kota. Pada tahap ketiga, kota Semarang dikembangkan ke arah selatan. Tio 2014, menyatakan bahwa Thomas Karsten merencanakan pengembangan baru pada daerah di perbukitan Candi Baru (1916). Dia telah merancang dengan lengkap bahwa daerah dengan jalan dan ruang terbuka di Taman Diponegoro. Tahap keempat, Soekarno merancang penambahan ruang terbuka di Simpang Lima. Daerah ini terletak diantara pusat kota tua dan pengembangan kota baru ke selatan. ketika kita melihat pada peta kota tua Semarang, lokasi pusat kota baru berada di pusat kota Semarang. Formasi bersambung daril ruang terbuka perkotaan di kota Semarang dapat mengatur wilayah yang mengikat pada expansi yang tak terkendali pada area perkotaan.. Fenomena ini hanya terjadi pada awal perkembangan era Semarang menuju era Soekarno (pasca kemerdekaan). Sayangnya, rezim era Orde Baru tidak melanjutkan fenomena ini. Ketika wilayah Semarang mengalami ekspansi dan reklamasi ke pantai utara pada tahun 1976, Pemerintah tidak menambah jumlah ruang terbuka sebagai pengikat untuk mengintegrasikan kota. Kesimpulan dari gejala yang terjadi di kota Semarang adalah pengetahuan tentang konsep ruang terbuka sebagai sejarah hidup dari pembangunan berkelanjutan dalam sejarah kota Semarang. Konsep ini diharapkan akan menjadi pengetahuan yang lengkap dari sistem ruang terbuka perkotaan dalam proses perluasan kota.

Sistem ruang terbuka kota ini seharusnya menjadi teori pelengkap dari ruang terbuka dalam pengembangan kota bahkan sistem ini juga mampu menjawab program Kementerian Pekerjaan Umum, yang diprakarsai “Green Cities Development Program”. Jika pemerintah selalu mengambil penambahan ruang terbuka dalam pengembangan kotanya, tentu kebutuhan ruang terbuka hijau di skala perkotaan akan terpenuhi. Dalam hal studi diperlukan untuk memperluas fokus penelitian pada daerah ruang terbuka sampai tingkat expansi yang tak terkendali pada area perkotaan. Dengan demikian harapan tentang salah satu ciri sebagai kota hijau untuk pengembangan kota di masa depan dapat dicapai. Praktek terbaik dari fenomena alam dalam pengembangan kota Semarang adalah lokasi ruang terbuka di atas tanah milik pemerintah kota. Dalam struktur ruang terbuka antara kota-kota baru dan lama memiliki struktur penghubung. Kota yang terbentuk akan memiliki fungsi sebagai ruang yang mengikat kota tua dengan kota baru. Gejala yang terjadi di Kota Semarang adalah pengetahuan tentang konsep / sistem / model keberlanjutan ruang terbuka perkotaan dalam proses ekspansi kota.