20
SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU PERBANDINGAN Alief Hadi Zulkarnaen Abstrak Setiap negara berdasarkan kedaulatannya memiliki berbagai cara atau dalam hal ini, sistem yang dibentuk untuk melindungi kedaulatan tersebut serta kepentingan nasionalnya, khususnya di laut. Setidaknya dikenal tiga jenis sistem penegakan hukum di laut, yakni sistem Single Agency Multi Tasks, sistem Multi Agency, dan sistem Three Tier Coastal Security. Ketiga sistem tersebut memiliki cirinya masing-masing, yang paling jelas dapat dilihat adalah jumlah instansi yang melakukan fungsi penegakan hukum di laut dan bagaimana penunjukan instansi utama yang melakukan fungsi tersebut. Secara umum negara yang menerapkan sistem Single Agency Multi Task memiliki satu instansi utama penegak hukum di laut, sistem Multi Agency tidak memiliki instansi utama penegak hukum di laut, dan sistem Three Tier Coastal Security sesuai namanya memiliki tiga instansi utama penegak hukum di laut. Artikel ini membahas mengenai berbagaipermasalahan di laut dan bagaimana suatu negara, yang dalam hal ini adalah Amerika Serikat, Australia, India, Indonesia, dan Malaysia menerapkan ketiga bentuk sistem penegakan hukum pada zona maritim yang sebelumnya telah disebutkan. Kata kunci: Sistem Penegakan Hukum, Penegakan Hukum Laut, Single Agency Multi Tasks, Multi Agency, Three Tier Coastal Security. I. LATAR BELAKANG Masalah di lautan tentu terus berkembang setiap waktu. Dengan kompleksnya dan ketidakpastian lingkungan keamanan saat ini, termasuk non-militer, transnasional dan ancaman asimetris, 1 harus dihadapi dengan tindakan pencegahan yang tegas. Pada masa ini, ancaman keamanan dari pemerintah asing tidak sebesar ancaman keamanan dari pelaku non-pemerintah, sehingga memerlukan lebih dari tindakan militer secara umum. 2 Setiap negara tentu memiliki 1 Ancaman asimetris / Asymmetrical warfare merupakan serangan-serangan kecil oleh grup-grup kecil pula namun dengan teknologi yang tinggi. Lihat H. D. S. Greenway, The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security, World Policy Journal Vol. 20, No. 2, (New York: World Policy Institute, 2003), Pp.73-78, hlm. 77. Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU PERBANDINGAN

Alief Hadi Zulkarnaen

Abstrak

Setiap negara berdasarkan kedaulatannya memiliki berbagai cara atau dalam hal ini, sistem yang dibentuk untuk melindungi kedaulatan tersebut serta kepentingan nasionalnya, khususnya di laut. Setidaknya dikenal tiga jenis sistem penegakan hukum di laut, yakni sistem Single Agency Multi Tasks, sistem Multi Agency, dan sistem Three Tier Coastal Security. Ketiga sistem tersebut memiliki cirinya masing-masing, yang paling jelas dapat dilihat adalah jumlah instansi yang melakukan fungsi penegakan hukum di laut dan bagaimana penunjukan instansi utama yang melakukan fungsi tersebut. Secara umum negara yang menerapkan sistem Single Agency Multi Task memiliki satu instansi utama penegak hukum di laut, sistem Multi Agency tidak memiliki instansi utama penegak hukum di laut, dan sistem Three Tier Coastal Security sesuai namanya memiliki tiga instansi utama penegak hukum di laut. Artikel ini membahas mengenai berbagaipermasalahan di laut dan bagaimana suatu negara, yang dalam hal ini adalah Amerika Serikat, Australia, India, Indonesia, dan Malaysia menerapkan ketiga bentuk sistem penegakan hukum pada zona maritim yang sebelumnya telah disebutkan.

Kata kunci:

Sistem Penegakan Hukum, Penegakan Hukum Laut, Single Agency Multi Tasks, Multi Agency, Three Tier Coastal Security.

I. LATAR BELAKANG

Masalah di lautan tentu terus berkembang setiap waktu. Dengan kompleksnya dan

ketidakpastian lingkungan keamanan saat ini, termasuk non-militer, transnasional dan ancaman

asimetris,1 harus dihadapi dengan tindakan pencegahan yang tegas. Pada masa ini, ancaman

keamanan dari pemerintah asing tidak sebesar ancaman keamanan dari pelaku non-pemerintah,

sehingga memerlukan lebih dari tindakan militer secara umum.2 Setiap negara tentu memiliki

1Ancaman asimetris / Asymmetrical warfare merupakan serangan-serangan kecil oleh grup-grup kecil pula namun dengan teknologi yang tinggi. Lihat H. D. S. Greenway, The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security, World Policy Journal Vol. 20, No. 2, (New York: World Policy Institute, 2003), Pp.73-78, hlm. 77.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 2: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

2

keadaan dan kepentingan nasional yang berbeda satu sama lain sehingga membentuk pandangan-

pandangan yang berbeda pula dalam hal pembentukan instansi penegakan hukum pada zona

maritim, dan setiap negara akhirnya memiliki jumlah instansi penegakan hukum pada zona

maritim yang berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda-beda pula. Sistem penegakan hukum

pada zona maritim disini dilihat dari berapa jumlah instansi penegakan hukum pada zona

maritim dan apa saja fungsi dari instansi tersebut.

Setidaknya pada artikel ini akan dibahas tiga jenis sistem penegakan hukum pada zona

maritim. Ketiganya adalah sistem sistem Single Agency Multi Tasks, sistem Multi Agency, dan

sistem Three Tier Coastal Security.

Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai berbagai permasalahan di laut dan

pengaturan hukum internasional terkait, kemudian akan dibahas sistem penegakan hukum pada

zona maritim dan penerapannya di beberapa negara.

II. BERBAGAI PERMASALAHAN DI LAUT DAN HUKUM INTERNASIONAL

TERKAIT

Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, berbagai permasalahan di laut

terus berkembang dan terkadang diperlukan usaha yang diperlukan untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Berbagai permasalahan tersebut setidaknya dapat dilihat tingkatannya

berdasarkan beberapa aspek seperti aspek politik, strategis, dan ekonomi yang antara lain:3

a) Negligible / Dapat Ditolerir, tidak memiliki dampak yang serius pada hubungan regional

dan kegiatan ekonomi;

b) Minor / Kecil, meningkatnya sementara ketegangan regional yang dimulai dari

ketegangan bilateral, namun dapat diatasi dengan langkah-langkah diplomatis;

2 Iskandar Sazlan, The Concept Of A Malaysian National Maritime Security Policy, MIMA Maritime Studies,

Vol. 148, (Malaysia: Centre for Maritime Security and Diplomacy Maritime Institute of Malaysia, 2006), Pp. 15-19, hlm. 17.

3 Sam Bateman, The Future Maritime Security Environment In Asia: A Risk Assessment Approach,

Contemporary Southeast Asia Vol. 37, No. 1, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2015), Pp. 49-84, hlm. 53.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 3: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

3

c) Signifikan, terjadinya beberapa konflik dan gangguan perdagangan namun terbatas pada

wilayah tertentu. Konflik tersebut bersifat sementara dan secara umum dapat diatasi oleh

kesepakatan regional dan respon dari PBB;

d) Major / Besar, terjadinya gangguan pada kegiatan ekonomi yang signifikan, dan terus

terjadi konflik namun terbatas pada wilayah tertentu;

e) Catastrophic / Bencana Besar, hancurnya hubungan regional secara menyeluruh,

gangguan kegiatan ekonomi yang menyeluruh dan terjadinya perang pada wilayah

tertentu, serta ikut campurnya kekuatan ekstra-regional.

Setelah mengetahui berbagai tingkatan ancaman pada zona maritim, berikut akan

dijelaskan mengenai berbagai macam masalah pada zona maritim sesuai dengan tingkatan

bahayanya, diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar.

1. Pencemaran Laut

Pencemaran laut merupakan ancaman terbesar dalam industri perikanan, wisata pantai, dan

ekologi laut. Pencemaran laut setidaknya memiliki dua sumber, yakni sumber dari laut, seperti

dari kapal dan dari tambang lepas pantai, dan sumber dari darat, seperti dari pipa pembuangan

dan sisa-sisa sampah dari sungai yang mengalir ke laut. Namun, kebanyakan sumber pencemaran

laut bersumber dari darat, yang dilatarbelakangi oleh lemahnya pembangunan wilayah pantai,

banyaknya penduduk didekat pantai, serta lemahnya hukum yang berlaku.4

2. Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUUFishing)

Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUUFishing) merupakan kegiatan

perikanan yang ilegal (seperti pencurian ikan), tidak teregulasi pengelolaannya, dan tanpa

melapor mengenai kegiatan perikanan tersebut. Di Indonesia sendiri kegiatan IUUFishing telah

merugikan Indonesia sebesar 1,4 miliar dollar AS setiap tahunnya, belum lagi kerugian terhadap

4Ibid., hlm. 57

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 4: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

4

sumber daya perikanan itu sendiri seperti mengganggu komposisi stok dalam proses pendugaan

stok ikan5 dan kerusakan ekosistem laut.6

3. Transnational Organized Crime (TOC)

Laut merupakan sarana utama dalam pergerakan ilegal dari manusia dan barang-barang

seperti senjata dan obat-obatan, hal ini dikarenakan besarnya kuantitas barang yang dapat

diangkut, kemungkinan pengangkutan gelap, dan perbatasan di laut memiliki banyak celah jika

dibandingkan dengan perbatasan di darat dan udara.7 Masalah penyelundupan dan perdagangan

senjata, obat-obatan, manusia dan barang selundupan lainnya seperti alkohol dan rokok sangatlah

dinamis dengan berkembangnya taktik, dan didukung dengan jaringan perorangan dan kelompok

internasional yang rumit, bahkan kelompok yang sama dapat terlibat dalam lebih dari satu tindak

pidana (penyelundupan dan perdagangan), seperti kelompok tersebut dapat terlibat juga dalam

pembajakan dan perampokan di laut.8

4. Pembajakan di Laut / Piracy

Dengan dibentuknya Convention on the High Seas 1958 dan UNCLOS 1982, telah

diperkenalkan definisi dari pembajakan di laut yang diakui secara internasional. Berdasarkan

Pasal 101 UNCLOS 1982, pembajakan di laut terdiri dari tindakan:9

a) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak syah, atau setiap tindakan

memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang

dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan :

i. di laut bebas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau

barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian;

5 Akhmad Fauzi, Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, Dan Pengelolaan, (Jakarta: Gramedia, 2010),

hlm.12. 6 Marhaeni Ria Siombo, S.H., M.Si., Hukum Perikanan Nasional Dan Internasional, (Jakarta: Gramedia,

2010), hlm. 54. 7 Sam Bateman, Loc. Cit., hlm. 59. 8 Karsten von Hoesslin, Smuggling in South East Asia Dynamically Fluid, Strategic Insight 31, (Marievej:

Risk Intelligence, 2011), pp. 17-23, hlm. 19. 9 Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, Pasal 101.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 5: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

5

ii. terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar

yurisdiksi Negara manapun;

b) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat

udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara

pembajak.

c) Setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan

dalam sub-ayat (a) atau (b).

5. Terorisme di Laut

Terorisme di laut mengacu pada tindakan dan kegiatan terorisme yang: (1) dilakukan di

lingkungan laut, (2) dengan menggunakan atau mentargetkan kapal atau platform di laut atau di

pelabuhan, termasuk penumpang atau awak kapal yang ada didalamnya, (3) dilakukan pada atau

menargetkan fasilitas pantai seperti hotel turis, wilayah pelabuhan, dan kota pelabuhan.10

Dengan demikian, hal-hal yang mendukung perkembangan terorisme di laut dan

pembajakan di laut memang dapat dikatakan sama, namun yang berbeda adalah motivasi dari

kedua tindak pidana tersebut. Teroris bergerak karena faktor politik, ideologi yang timbul karena

perasaan ketidakadilan, dan latarbelakang sejarah, sedangkan pembajak laut bergerak karena

faktor ekonomi.

III. BEBERAPA JENIS SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM

Fungsi pemerintahan dalam perencanaan dan pembentukan kebijakan nasional didasari

pada pandangan bahwa perlu adanya fragmentasi kelembagaan, perubahan peran dari pemerintah

pusat dan kebangkitan jaringan-jaringan baru yang saling berkoordinasi dalam wilayah

perencanaan dan pembentukan kebijakan.11 Persepsi tersebut sangat berkaitan dengan apa yang

akan dibahas pada bab ini, dimana akan dilihat bagaimana pemerintah dari suatu negara

10 Definisi ini digunakan oleh Council for Security Cooperation in the Asia Pacific Working Group on

Maritime Terrorism. Meskipun definisinya cukup luas, setidaknya terdapat esensi dari tindakan terorisme diatas laut. Lihat Metaparti Prakash, “Maritime Terrorism: Threats to Port and Container Security and Scope for Regional Co-operation”, (makalah disampaikan pada The 12th Meeting of the Council for Security Cooperation in the Asia PacificWorking Group on Maritime Co-operation, Singapore, December 10–11 Desember 2002), hlm. 1.

11 Michael Roe, Maritime Governance and Policy-Making, (London: Springer Science & Business Media,

2012), hlm. 46.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 6: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

6

membentuk instansi-instansi maritim yang memiliki fungsi penegakan hukum pada zona maritim

negara tersebut.

Setiap negara tentu memiliki keadaan dan kepentingan nasional yang berbeda satu sama

lain sehingga membentuk pandangan-pandangan yang berbeda pula dalam hal pembentukan

instansi penegakan hukum pada zona maritim, dan setiap negara akhirnya memiliki jumlah

instansi penegakan hukum pada zona maritim yang berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda-

beda pula. Sistem penegakan hukum pada zona maritim disini dilihat dari berapa jumlah instansi

penegakan hukum pada zona maritim dan apa saja fungsi dari instansi tersebut.

Pada beberapa negara bidang-bidang tersebut merupakan wewenang pada satu instansi

saja, beberapa ada yang membagi bidang-bidang tersebut pada dua instansi yang diperkuat

dengan koordinasi dari dua instansi tersebut, serta ada yang membagi rata bidang-bidang tersebut

pada beberapa instansi.

1. Sistem Single Agency Multi Task

Single Agency Multi Task merupakan sistem penegakan hukum pada zona maritim

dimana suatu negara menghendaki adanya satu instansi yang bersifat tunggal, integratif dan

dalam pelaksanaan operasinya ada pada "satu komando".12 Selain itu, terdapat kegiatan rutin

mengenai pembahasan penegakan hukum di laut yang diisi oleh perwakilan dari instansi lain

dalam bidang yang serupa, dan nantinya akan disebarkan lagi pada instansi lain dalam bidang

yang serupa.13 Selanjutnya, apabila dilihat dari kewenangannya, seluruh fungsi penegakan

hukum di laut mulai dari fungsi Search and Rescue (SAR) hingga fungsi pertahanan dan

keamanan laut berada pada satu institusi saja / satu atap.14

12 Eka Martina Wulansari, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Jurnal

Rechtsvinding Online, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014), hlm. 6. 13 Indian Navy, Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy, (New Delhi: Integrated

Headquarters - Indian Ministry of Defence, 2015), hlm. 123. 14 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kajian Pengawasan Lalu Lintas Laut di Indonesia, (Jakarta:

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2014), hlm. 2.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 7: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

7

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ciri-ciri utama dari sistem penegakan hukum di laut

dengan Single Agency Multi Task adalah:

a) Terdapat satu instansi bersifat koordinatif;

b) Terdapat kegiatan rutin mengenai pembahasan sistem penegakan hukum di laut, yang

diisi oleh perwakilan dari instansi lain dalam bidang serupa; dan

c) Memiliki wewenang dalam bidang penegakan hukum di laut yang sangat luas.

2. Sistem Multi Agency

Sistem Multi Agency merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana tugas dan

kewenangan penegakan hukum di laut tersebut diberikan kepada banyak instansi dengan produk

hukumnya masing-masing15 yang dijadikan acuan untuk mengembangkan tugas dan

kewenangannya.16 Sehingga masing-masing instansi juga memiliki manajemen yang berbeda

satu sama lain berdasarkan bidangnya.17

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ciri-ciri utama dari sistem penegakan hukum di laut

dengan Multi Agency adalah:

a) Tidak ada instansi tersendiri yang bersifat koordinatif;

b) Tugas dan wewenang yang tersebar pada berbagai instansi sesuai dengan bidangnya;

c) Setiap instansi memiliki strategi, kebijakan, sarana prasarana, dan sumber daya

manusia yang berbeda-beda.

3. Sistem Three Tier Coastal Security

Berbeda dengan sistem lain sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, fenomena sistem

Three Tier Coastal Security dapat dilihat implementasinya di India. Sistem Three Tier Coastal

Security merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana terdapat tiga lapis apex body /

instansi utama yang menjalankan fungsi penegakan hukum di laut dan saling berkoordinasi satu

15Ibid. 16 Eka Martina Wulansari, Op. Cit., hlm. 4. 17Ibid.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 8: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

8

sama lain, dalam hal ini adalah Indian Navy / Angkatan Laut India, Indian Coast Guard (ICG),

dan Polisi Air India.18

IV. PENERAPAN DAN PERBANDINGAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA

ZONA MARITIM DI AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, INDIA, INDONESIA,

DAN MALAYSIA

1. Sistem Single Agency Multi Tasks

1.1. Malaysia dengan Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA)

Pada awalnya, wewenang penegakan hukum di laut Malaysia terbagi pada 14 kementerian,

sembilan departemen, dan Departemen Perdana Menteri, sedangkan kerangka legislatifnya

terdiri dari tujuh peraturan utama dan beberapa peraturan tambahan.19

Pemerintah Malaysia dalam rangka menegakkan hukum di laut akhirnya membentuk

Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA) yang didasari oleh Malaysian Maritime

Enforcement Agency Act 2004. MMEA memiliki fungsi dan wewenang dari beberapa instansi

penegak hukum laut yang sebelumnya telah ada seperti Polisi Air, Departemen Perikanan,

Departemen Bea Cukai, dan Departemen Kelautan. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:20

a) Penegakan hukum dan ketertiban berdasarkan hukum nasional;

b) Melaksanakan fungsi Search and Rescue (SAR);

c) Pencegahan dan penanggulangan tindakan serangan di atas laut;

d) Memberikan bantuan dalam masalah pidana atas permintaan Negara Asing

sebagaimana diatur dalam Mutual Assitance in Criminal Matters Act 2002;

e) Melaksanakan pengawasan udara dan pantai;

f) Menyediakan layanan bantuan kepada instansi sejenis;

18 Suresh R, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, (New Delhi:

Vij Books India Pvt Ltd, 2014), hlm. 193. 19 Joshua Ho dan Sam Bateman, Maritime Challenges and Priorities in Asia: Implications for Regional

Security, (Oxon: Routledge, 2013), hlm. 78. 20 Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act No. 633/2004, Pasal 6 ayat (1).

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 9: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

9

g) Mendirikan dan mengatur institusi maritim untuk pelatihan petugas dari MMEA; dan

h) Secara umum melaksanakan tugas lainnya dalam rangka peningkatan keselamatan

dan keamanan.

MMEA juga dalam beroperasi berada dibawah satu komando dan kontrol, sehingga dapat

beroperasi lebih efektif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum di laut termasuk

pembajakan kapal di Malaysian Maritime Zones (MMZ).21 Selain itu, MMEA dalam

menjalankan fungsinya sangat sering terlihat dekat dengan RMN dan instansi terkait lainnya.22

Hal ini dikarenakan MMEA ditujukan untuk saling berkoordinasi, berkonsultasi, menjalin

komunikasi, dan saling membantu dengan instansi terkait dalam melaksanakan isi dari

Malaysian Maritime Enforcement Agency Act 2004.23

1.2. Amerika Serikat dengan United States Coast Guard (USCG)

Tugas untuk menjaga pelabuhan dan garis pantai sepanjang 95,000 mil di Amerika Serikat

diberikan kepada United States Coast Guard (USCG). USCG merupakan lembaga yang dapat

dikatakan hybrid, dimana USCG merupakan salah satu cabang dari United States Military

Services, tetapi dengan fungsi dan misi yang lebih bersifat sipil jika dibandingkan dengan fungsi

militer dan penegakan hukum.24

Selain menjaga wilayah pantai, USCG juga memiliki fungsi yang sangat luas mulai dari

bertugas untuk menangkap penyelundup barang terlarang dan imigran gelap, melaksanakan

Search And Rescue (SAR), pemecah es, menangani polusi lingkungan, serta mengatur

penangkapan ikan, kapal-kapal sipil, dan keselamatan di laut. Fungsi dari USCG terbagi menjadi

21 Swati Parashar, Maritime Counter-terrorism: A Pan-Asian Perspective, (Delhi: Dorling Kindersley, 2008),

hlm. 114. 22 Gordon Houlden dan Hong Nong, Maritime Security Issues in the South China Sea and the Arctic:

Sharpened Competition or Collaboration?, (Beijing: China Democracy And Legal System Publishing House, 2012). 23 Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act 2004, Pasal 16. 24 Hugh David Scott Greenway , The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security,

World Policy Journal, Vol. 20, No. 2 (North Carolina: Duke University Press, 2003), pp. 73-78, hlm. 73.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 10: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

10

dua jenis, yakni misi Homeland Security(Keamanan dalam Negeri) dan Non-Homeland

Security(Keamanan non-dalam Negeri):25

1. Homeland Security Missions :

a) Keselamatan wilayah maritim;

b) Search & Rescue (Pencarian dan Pertolongan);

c) Bantuan Navigasi;

d) Penegakan hukum perikanan;

e) Perlindungan lingkungan maritim; dan

f) Ice Operations (Pemecahan es).

2. Non-HomelandSecurity Missions :

a) Menjaga keamanan pelabuhan, jalur laut, dan pantai;

b) Pencegatan narkoba;

c) Pencegatan imigran gelap;

d) Persiapan pertahanan; dan

e) Penegakan hukum lainnya

2. Sistem Multi Agency di Australia

Kewenangan pembentukan kebijakan dan penegakan hukum di laut Australia sampai saat

ini terbagi-bagi pada berbagai instansi. kewenangan pembentukan kebijakan dan administrasinya

berada pada beberap Pemerintah Persemakmuran, yang menunjukkan bahwa kewenangan

tersebut tersebar di pemerintahan dan tidak adanya instansi tertentu yang memimpin dalam

bidang kelautan seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan di Indonesia.26 Sebagai contoh,

Australian Fisheries Management Authority (AFMA) merupakan lembaga Pemerintah

Persemakmuran yang bertanggunjawab untuk melakukan manajemen yang efisien dan

berkelanjutan atas sumber daya perikanan sebagaimana diatur oleh Australian Fisheries

25 Amerika Serikat, United States Code-Title 6, Pasal 468 huruf a. 26 Natalie Klein, Joanna Mossop dan Donald R. Rothwell, Maritime Security: International Law and Policy

Perspectives from Australia and New Zealand, (Oxon: Routledge, 2009), hlm. 47.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 11: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

11

Management Act 1991,27 dan Australian Border Force (ABF) yang merupakan lembaga yang

baru berdiri pada 1 Juli 2015 yang mengkombinasikan seluruh fungsi operasional di perbatasan,

termasuk bea cukai, keamanan perbatasan, investigasi, penahanan, dan kepatuhan imigrasi,

sebagaimana diatur dalam Australian Border Force Bill 2015.

Secara singkat, tabel di bawah ini menggambarkan beberapa instansi lain yang memiliki

wewenang dalam bidang penegakan hukum di laut Australia.

Tabel 4.2.: Instansi Pemerintah Persemakmuran dengan Kewenangannya28

3. Sistem Three Tier Coastal Securitydi India

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam hal ini adalah Indian Navy /

Angkatan Laut India, Indian Coast Guard (ICG), dan Polisi Air India, kewenangan tiga instansi

tersebut dibagi berdasarkan zona maritim India yang diatur dalam Indian Coastal Security

Scheme (ICSS).

27 Australia, Australian Fisheries Management Act 1991, Pasal 3 ayat (1). 28 Martin Tsamenyi, Constabulary Arrangements for Enforcement of Australia’s Maritime Jurisdiction,

Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs, Vol. 4 (1), (New South Wales: Wollongong University Press, 2012), Pp. 11-17, hlm. 13.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 12: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

12

Gambar 4.1: Pembagian Indian Coastal Security Scheme

Dalam menjalankan fungsi penegakan hukumnya, Angkatan Laut India, ICG, dan Polisi

Air India memiliki perannya masing-masing. Angkatan Laut India dan ICG saling bersinergi

dalam menjalankan fungsinya. Angkatan Laut India dipercaya untuk menjalankan fungsi

keamanan maritim secara keseluruhan, ICG memiliki tugas untuk menjaga keamanan pada zona

maritim India dan melindungi kepentingan nasional diatasnya, dan Polisi Air India memiliki

tugas menjaga keamanan di laut teritorial.29 Selain itu, fungsi penting lainnya dari Polisi Air

India adalah melakukan penindaklanjutan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana yang

tertangkap baik oleh Angkatan Laut India, ICG, maupun Polisi Air India.30

4. Praktik Indonesia Saat Ini

Indonesia yang dua pertiga wilayahnya merupakan wilayah perairan tentu memerlukan

sistem keamanan maritim yang memadai untuk melindungi perairan nasional. Sebelum

didirikannya Badan Keamanan Laut (Bakamla), keamanan maritim mengenai penegakan hukum

pada perairan Indonesia dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah:31

1. Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Kehutanan

29 Indian Navy, Op. Cit., hlm. 68. 30 Aparat kepolisian India dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak

pidana di laut yang tertangkap berdasarkan Indian Code of Criminal Procedure. Lihat Indian Piracy Bill 2012, Pasal 6 ayat (1).

31 Dirhamsyah, Maritime Law Enforcement And Compliance in Indonesia: Problems And Recommendations, Maritime Studies, Vol. 144, (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2005), Pp. 1-16, hlm. 2.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 13: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

13

a) Direktorat Jenderal Kontrol Sumber Daya Laut dan Perikanan (Dirjen KSDLP) dari

KKP yang memiliki fungsi untuk mengawasi, mengontrol, memantau, dan

menegakkan hukum mengenai pengendalian sumber daya. Bersamaan dengan

Angkatan Laut dan Polisi Air, Dirjen KSDLP melaksanakan tugas-tugas diatas pada

wilayah laut teritorial dan lepas pantai Indonesia.

b) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) juga

memiliki fungsi pemantauan dan penegakkan hukum di Marine Protected Areas /

wilayah maritim terlindungi. Dalam melaksanakan tugasnya kedua Dirjen tersebut

memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berwenang untuk melakukan

investigasi atas tindakan ilegal.32

2. Polisi Air Indonesia merupakan instansi utama yang bertugas untuk penegakan hukum di

laut terkait dengan pencegahan obat-obatan terlarang, imigrasi, dan kewajiban sipil

lainnya. Mereka memiliki kewenangan yang terbatas, dan hanya bergerak mengawasi dan

menegakkan hukum di perairan dalam seperti laut teritorial dan zona tambahan.

3. Sama dengan seperti angkatan laut di beberapa negara, Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL) memiliki tugas utama untuk melindungi kedaulatan nasional di

zona maritim Indonesia. Namun, dengan mempertimbangkan beberapa hukum nasional

Indonesia, TNI AL juga bertugas untuk memantau dan menegakkan hukum pada zona

maritim diatas laut teritorial, yakni pada Zona Ekonomi Eksklusif, dan pada kapal

penangkap ikan dengan bendera Indonesia di laut bebas (akibat dari ratifikasi Indonesia

atas UN Fish Stocks Agreement 1995).

Dalam beberapa tahun terakhir, berkembang wacana dan upaya dari pihak tertentu untuk

membentuk single agency multi task yang dinamakan Badan Keamanan Laut (BAKAMLA)

sebagai satu-satunya penegak hukum di laut dengan segala bentuk dan caranya. Oleh karena

32 Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Lembaran Negara

No. 118 Tahun 2004, dan Tambahan Lembaran Negara No. 4433, Pasal 31. Dan Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Lembaran Negara No. 167 Tahun 1999, Pasal 77.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 14: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

14

terdapat pro dan kontra, maka dilakukan rapat pembahasan lagi dan ada perubahan tentang

BAKAMLA sebagai berikut:33

a) Masing-masing perwakilan instansi sepakat mengenai pembentukan Bakamla;

b) Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Bakamla adalah melaksanakan patroli

keamanan dan keselamatan di Perairan Indonesia;

c) Bentuk Patroli keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia yang dilaksanakan

oleh Bakamla adalah Patroli Mandiri dan Patroli Terkoordinasi dengan instansi

penegak hukum di laut yang ada saat ini;

d) Salah satu tugas dan fungsi Bakamla adalah menyusun kebijakan nasional bidang

keamanan dan keselamatan di Perairan Indonesia;

e) Kepala Badan Keamanan Laut dijabat oleh personil dari instansi penegak hukum yang

memiliki kekuatan armada patroli laut secara bergiliran.

Dengan didirikannya BAKAMLA yang baru terbentuk setelah dikeluarkannya Peraturan

Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut, yang hanya dua tahun yang

lalu, tidak dapat secara langsung dikatakan bahwa Indonesia kini menganut sistem single agency

multi task.34 Hal tersebut dikarenakan yang dapat dilakukan BAKAMLA sekarang adalah

menyinergikan instansi-instansi penegakan hukum di laut yang ada untuk menjalankan fungsinya

masing-masing sesuai yang diharapkan dan meningkatkan kemampuan surveillance /

pengawasan yang nantinya dapat disebar ke berbagai instansi terkait. Selain itu, selang waktu

yang singkat tersebut hampir tidak mungkin BAKAMLA dapat mengambil alih seluruh

wewenang dari instansi-instansi terkait, terlebih lagi jika dibandingkan dengan Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang jauh lebih lama berdiri saja belum bisa mengatasi

seluruh masalah keamanan di laut, bagaimana dengan BAKAMLA yang baru berumur dua

tahun.

5. Perbandingan dari Sistem Penegakan Hukum Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Task, Multi Agency, Dan Three Tier Coastal Security

33Ibid. 34 Hasil wawancara dengan Kolonel Laut Kresno Buntoro , S.H., LLM., P.hD, Op. Cit.. Dijelaskan bahwa

BAKAMLA sendirian belum bisa meng-cover seluruh fungsi penegakan hukum di seluruh perairan Indonesia, karena TNI AL yang berdiri lebih lama saja masih belum bisa maksimal.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 15: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

15

Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa dari berbagai sistem penegakan hukum di

laut, sistem tersebut menggambarkan cirinya masing-masing. Baik Single Agency Multi Task,

Multi Agency, dan Three Tier Coastal Security sesuai namanya memiliki berbagai jumlah apex

body / instansi utama yang berbeda-beda, yang melaksanakan fungsi penegakan hukum di laut.

Selain itu, dari ketiga jenis sistem penegakan hukum di laut tersebut hanya satu yang

memerlukan adanya dasar utama berupa pembagian kewenangan berdasarkan zona maritim. Hal

ini dapat dilihat praktiknya di India dengan sistem Three Tier Coastal Security-nya dimana tiga

instansi utama yakni Angkatan Laut India, Indian Coast Guard, dan Polisi Air India yang

ketiganya memiliki fungsi yang hampir sama, yakni keamanan maritim, tetapi dibagi ruang

geraknya berdasarkan zona maritim India mulai dari laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan

laut bebas.35

Meskipun suatu negara menerapkan sistem Single Agency Multi Task ataupun Three Tier

Coastal Security yang keduanya memiliki satu dan tiga apex body / instansi utama, bukan berarti

negara tersebut hanya memiliki apex body / instansi utama tersebut saja yang memiliki latar

belakang penegakan hukum di laut. Malaysia yang menerapkan sistem Single Agency Multi

Task-nya karena adanya Malaysian Maritime Enforcemenet Agency (MMEA) sebagai apex body

/ instansi utama bukan berarti MMEA adalah satu-satunya instansi yang berkeliling di perairan

Malaysia menjalankan fungsi penegakan hukumnya. Sebagai contoh, Polisi Air Malaysia

(sekarang Pasukan Gerakan Marin / PGM) masih menjalankan fungsinya untuk melakukan

patroli di perairan pantai dan kepulauan Malaysia.36 Dengan demikian, yang membedakan

MMEA dan apex body / instansi utama lainnya dalam sistem Single Agency Multi Task adalah

fungsi koordinasi dari instansi tersebut.

V. KESIMPULAN

Berbagai jenis sistem penegakan hukum pada zona maritim serta praktiknya antara lain

setidaknya terdapat tiga macam, yakni sistem Single Agency Multi Task, sistem Multi Agency,

35 Indian Navy, Loc. Cit. 36 Royal Malaysian Police, Dulu Pasukan Polis Marin kini Pasukan Gerakan Marin,

http://www.rmp.gov.my/news-detail/2014/06/09/dulu-pasukan-polis-marin-kini-pasukan-gerakan-marin, diakses pada 20 Juni 2016.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 16: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

16

dan sistem Three Tier Coastal Security. Sistem Single Agency Multi Task merupakan sistem

penegakan hukum pada zona maritim dimana suatu negara menghendaki adanya satu instansi

yang bersifat tunggal, integratif dan dalam pelaksanaan operasinya ada pada "satu komando".37

Tugas untuk menjaga zona maritim di Amerika Serikat diberikan kepada United States

Coast Guard (USCG). Malaysia memiliki suatu apex body / instansi utama yang menjalankan

fungsi penegakan hukum pada zona maritimnya, yakni Malaysian Maritime Enforcement Agency

(MMEA).

Sistem Multi Agency Merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana tugas dan

kewenangan penegakan hukum di laut tersebut diberikan kepada banyak instansi dengan produk

hukumnya masing-masing38 yang dijadikan acuan untuk mengembangkan tugas dan

kewenangannya.39

Tanggung jawab untuk mengamankan wilayah maritim Australia tersebar luas di beberapa

lembaga-lembaga baik dari Persemakmuran dan Negara -negara bagian.Lembaga-lembaga

tersebut dapat saling meminta bantuan secara ad hoc, dan pemerintah negara bagian dapat

meminta bantuan ke pemerintah persemakmuran.40

Sistem Three Tier Coastal Security Merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana

terdapat tiga lapis apex body / instansi utama yang menjalankan fungsi penegakan hukum di laut

dan saling berkoordinasi satu sama lain, dalam hal ini adalah Indian Navy / Angkatan Laut India,

Indian Coast Guard (ICG), dan Polisi Air India.41 Penerapan sistem ini dapat dilihat di India.

37 Eka Martina Wulansari, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Jurnal

Rechtsvinding Online, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014), hlm. 6. 38 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kajian Pengawasan Lalu Lintas Laut di Indonesia, (Jakarta:

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2014), hlm. 2. 39 Eka Martina Wulansari, Op. Cit., hlm. 4. 40Donald R. Rothwell dan David L. Vanderzwaag, Towards Principled Oceans Governance: Australian

and Canadian Approaches and Challenges, (New York: Routledge, 2006), hlm. 121. 41 Suresh R, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, (New Delhi:

Vij Books India Pvt Ltd, 2014), hlm. 193.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 17: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

17

India memiliki tiga apex body / instansi utama, yakni Angkatan Laut India dipercaya untuk

menjalankan fungsi keamanan maritim secara keseluruhan, Indian Coast Guard (ICG) memiliki

tugas untuk menjaga keamanan pada zona maritim India dan melindungi kepentingan nasional

diatasnya, dan Polisi Air India memiliki tugas menjaga keamanan di laut teritorial. Ketiga

instansi utama tersebut kewenangannya terbagi berdasarkan zona maritim oleh Indian Coastal

Security Scheme, dimana Polisi Air India berwenang di laut teritorial, ICG berwenang di Zona

Ekonomi Eksklusif, dan Angkatan Laut India berwenang di laut bebas.

Praktik Indonesia Saat ini, sebelum Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdiri, Indonesia

menerapkan sistem Multi Agency, dimana kewenangan untuk menjalankan fungsi penegakan

hukum di laut tersebar pada berbagai instansi, mulai dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan

Laut (TNI AL), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Polisi Air Indonesia.

Semenjak didirikannya Bakamla, Indonesia mulai mengarah ke penerapan sistem Single

Agency Multi Task dengan diberikannya kewenangan untuk melakukan patroli keamanan dan

keselamatan di perairan Indonesia42 dan melakukan sinergi dengan koordinasi antar instansi

terkait dalam menjalankan fungsi penegakan hukum pada perairan Indonesia.43

Berbagai sistem penegakan hukum yang sebelumnya telah disebutkan dapat diidentifikasi

jika dilihat dari berapa jumlah apex body / instansi utama yang ada pada sistem tersebut. Sistem

Single Agency Multi Task memiliki satu instansi utama seperti United States Coast Guard atau

Malaysian Maritime Enforcement Agency, sistem Multi Agency tidak memiliki instansi utama,

melainkan kewenangannya tersebar pada berbagai macam instansi sesuai dengan bidangnya, dan

sistem Three Tier Coastal Security memiliki tiga instansi utama sebagaimana diterapkan oleh

India yakni Angkatan Laut, Coast Guard, dan Polisi Air yang dibagi kewenangannya

berdasarkan zona maritimnya masing-masing.

Dari ketiga sistem penegakan hukum pada zona maritim tersebut, masalah ego sektoral

merupakan salah satu masalah yang utama dalam pelaksanaan fungsi penegakan hukum pada

42 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Lembaran Negara

No. 294 Tahun 2014, dan Tambahan Lembaran Negara No. 5603, Pasal 61. 43 Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut,

Lembaran Negara No. 380 Tahun 2014, Pasal 3.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 18: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

18

zona maritim. Masalah tersebut dapat diatasi dengan memberikan dasar hukum yang jelas dan

kuat pada setiap instansi yang menjalankan fungsi penegakan hukum pada zona maritim,

terutama mengenai hal ruang lingkup kewenangan dan wilayah kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. HUKUM NASIONAL AMERIKA SERIKAT

Amerika Serikat, The United States Code.

Amerika Serikat, Code of Federal Regulation.

2. HUKUM NASIONAL AUSTRALIA

Australia, Australian Border Force Bill 2015.

Australia, Australian Fisheries Management Act 1991.

Australia, Australian Maritime Safety Authority Act 1990.

2. HUKUM NASIONAL INDIA

India, Indian Coast Guard Act 1978.

India, Indian Piracy Bill 2012.

India, Territorial Waters, Continental Shelf, Exclusive Economic Zone and other Maritime Zones Act 1976.

3. HUKUM NASIONAL INDONESIA

Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut, Lembaran Negara No. 380 Tahun 2014.

Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Lembaran Negara No. 118 Tahun 2004, dan Tambahan Lembaran Negara No. 4433.

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Lembaran Negara No. 294 Tahun 2014, dan Tambahan Lembaran Negara No. 5603

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 19: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

19

4. HUKUM NASIONAL MALAYSIA

Malaysia, Malaysian Fisheries Act 1985.

Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act No. 633/2004.

Malaysia, Malaysian Exclusive Economic Zone Act 1984.

Malaysia, Malaysian Continental Shelf Act 1996.

Malaysia, Malaysian Emergency (Essential Powers) Ordinance No. 7/1969.

5. BUKU

Churchill, R.R. dan A.V. Lowe, The Law of The Sea, Ed. 3, Manchester: Manchester University Press, 1999.

Fauzi, Akhmad, Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, Dan Pengelolaan, Jakarta: Gramedia, 2010.

Ho, Joshua dan Sam Bateman, Maritime Challenges and Priorities in Asia: Implications for Regional Security, Oxon: Routledge, 2013.

Houlden, Gordon dan Hong Nong, Maritime Security Issues in the South China Sea and the Arctic: Sharpened Competition or Collaboration?, Beijing: China Democracy And Legal System Publishing House, 2012.

Indian Navy, Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy, New Delhi: Integrated Headquarters - Indian Ministry of Defence, 2015.

Parashar, Swati, Maritime Counter-terrorism: A Pan-Asian Perspective, Delhi: Dorling Kindersley, 2008.

R. Suresh, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, New Delhi: Vij Books India Pvt Ltd, 2014.

Rothwell, Donald R. dan David L. Vanderzwaag, Towards Principled Oceans Governance: Australian and Canadian Approaches and Challenges, New York: Routledge, 2006.

Satria, Arif, Ekologi Politik Nelayan, Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2009.

Siombo, Marhaeni Ria, Hukum Perikanan Nasional Dan Internasional, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Thachuk, Kimberley L., Transnational Threats: Smuggling and Trafficking in Arms, Drugs, and Human Life, Connecticut: Greewood Publishing Group, 2007.

United States Department of Commerce, A Coast Guard For the Twenty First Century: Executive Summary to Report of the Interagency Task Force on U.S. Coast Guard Roles and Missions, Virginia: National Technical Information Service, 1999.

6. JURNAL DAN ARTIKEL

Bateman, Sam, “The Future Maritime Security Environment In Asia: A Risk Assessment Approach, Contemporary Southeast Asia”, Institute of Southeast Asian Studies, Vol. 37, No. 1, (2015): 49-84.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016

Page 20: SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU

20

Chalk, Peter, “Grey Area Phenomenon in Sotheast Asia: Piracy, Drug Trafficking, and Political Terrorism”, Canberra Papers on Strategy and Defense, No. 123, Canberra: Strategic and Defense Studies Center, Australian National University, 1997.

Dirhamsyah, “Maritime Law Enforcement And Compliance In Indonesia: Problems And Recommendations”, Maritime Studies, Jakarta: Research Centre for Oceanography, (2005): 1-16.

Greenway, H. D. S., The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security, World Policy Journal Vol. 20, No. 2, New York: World Policy Institute, 2003, Pp.73-78.

Gurumo, Tumaini S. dan Lixin Han, The Role and Challenge of International Oil Pollution Liability Legislations in the Protection of Marine Environment, International Journal of Enviromental Science and Development, Vol. 3, No. 2,Singapore: International Journal of Enviromental Science and Development, 2012.

Pham, J. Peter, The Somali Solution to the Somali Crisis, Harvard Africa Policy Journal, Vol. 6, No. 71, Cambridge: Harvard University Press, 2010.

Samenyi,Martin dan Max Herriman, Rights and Responsibilities in the Marine Environment: National and International Dilemmas, Wollongong Paper on Maritime Policy No. 5, Wollongong: Centre for Maritime Policy University of Wollongong, 1996.

Sazlan, Iskandar, The Concept Of A Malaysian National Maritime Security Policy, MIMA Maritime Studies, Vol. 148, Malaysia: Centre for Maritime Security and Diplomacy Maritime Institute of Malaysia, 2006, Pp. 15-19.

Scott, David, India’s Drive for a “Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic Studies, Vol. 10, No. 2, Brunel: Brunel University, 2008.

Tsamenyi, Martin, Constabulary Arrangements for Enforcement of Australia’s Maritime Jurisdiction, Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs, Vol. 4 1), New South Wales: Wollongong University Press, 2012), Pp. 11-17.

Wulansari, Eka Martina, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Rechtsvinding Online, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014.

7. MEDIA ELEKTRONIK

Royal Malaysian Navy, Misi Visi Royal Malaysian Navy, http://www.navy.mil. my/index.php /mengenai-kami/penyata-arah/misi-visi, diakses pada 13 Juni 2016.

Tentara Nasional Indonesia: Angkatan Laut, Doktrin TNI Angkatan Laut, http://www.tnial.mil.id/Aboutus/DoktrinTNIAL.aspx, diakses pada 4 Juni 2016.

United States Coast Guard, Regulated Navigation Areas, http://www.uscg.mil/hq/cg5 /cg553/NAVStandards/RNA.asp, diakses pada 10 Juni 2016.

World Ocean Review, Why Does IUU Fishing Exist?, http://worldoceanreview.com /en/wor-2/fisheries/illegal-fishing/, diakses pada 22 Maret 2016.

Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016