Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM: SUATU PERBANDINGAN
Alief Hadi Zulkarnaen
Abstrak
Setiap negara berdasarkan kedaulatannya memiliki berbagai cara atau dalam hal ini, sistem yang dibentuk untuk melindungi kedaulatan tersebut serta kepentingan nasionalnya, khususnya di laut. Setidaknya dikenal tiga jenis sistem penegakan hukum di laut, yakni sistem Single Agency Multi Tasks, sistem Multi Agency, dan sistem Three Tier Coastal Security. Ketiga sistem tersebut memiliki cirinya masing-masing, yang paling jelas dapat dilihat adalah jumlah instansi yang melakukan fungsi penegakan hukum di laut dan bagaimana penunjukan instansi utama yang melakukan fungsi tersebut. Secara umum negara yang menerapkan sistem Single Agency Multi Task memiliki satu instansi utama penegak hukum di laut, sistem Multi Agency tidak memiliki instansi utama penegak hukum di laut, dan sistem Three Tier Coastal Security sesuai namanya memiliki tiga instansi utama penegak hukum di laut. Artikel ini membahas mengenai berbagaipermasalahan di laut dan bagaimana suatu negara, yang dalam hal ini adalah Amerika Serikat, Australia, India, Indonesia, dan Malaysia menerapkan ketiga bentuk sistem penegakan hukum pada zona maritim yang sebelumnya telah disebutkan.
Kata kunci:
Sistem Penegakan Hukum, Penegakan Hukum Laut, Single Agency Multi Tasks, Multi Agency, Three Tier Coastal Security.
I. LATAR BELAKANG
Masalah di lautan tentu terus berkembang setiap waktu. Dengan kompleksnya dan
ketidakpastian lingkungan keamanan saat ini, termasuk non-militer, transnasional dan ancaman
asimetris,1 harus dihadapi dengan tindakan pencegahan yang tegas. Pada masa ini, ancaman
keamanan dari pemerintah asing tidak sebesar ancaman keamanan dari pelaku non-pemerintah,
sehingga memerlukan lebih dari tindakan militer secara umum.2 Setiap negara tentu memiliki
1Ancaman asimetris / Asymmetrical warfare merupakan serangan-serangan kecil oleh grup-grup kecil pula namun dengan teknologi yang tinggi. Lihat H. D. S. Greenway, The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security, World Policy Journal Vol. 20, No. 2, (New York: World Policy Institute, 2003), Pp.73-78, hlm. 77.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
2
keadaan dan kepentingan nasional yang berbeda satu sama lain sehingga membentuk pandangan-
pandangan yang berbeda pula dalam hal pembentukan instansi penegakan hukum pada zona
maritim, dan setiap negara akhirnya memiliki jumlah instansi penegakan hukum pada zona
maritim yang berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda-beda pula. Sistem penegakan hukum
pada zona maritim disini dilihat dari berapa jumlah instansi penegakan hukum pada zona
maritim dan apa saja fungsi dari instansi tersebut.
Setidaknya pada artikel ini akan dibahas tiga jenis sistem penegakan hukum pada zona
maritim. Ketiganya adalah sistem sistem Single Agency Multi Tasks, sistem Multi Agency, dan
sistem Three Tier Coastal Security.
Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai berbagai permasalahan di laut dan
pengaturan hukum internasional terkait, kemudian akan dibahas sistem penegakan hukum pada
zona maritim dan penerapannya di beberapa negara.
II. BERBAGAI PERMASALAHAN DI LAUT DAN HUKUM INTERNASIONAL
TERKAIT
Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, berbagai permasalahan di laut
terus berkembang dan terkadang diperlukan usaha yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Berbagai permasalahan tersebut setidaknya dapat dilihat tingkatannya
berdasarkan beberapa aspek seperti aspek politik, strategis, dan ekonomi yang antara lain:3
a) Negligible / Dapat Ditolerir, tidak memiliki dampak yang serius pada hubungan regional
dan kegiatan ekonomi;
b) Minor / Kecil, meningkatnya sementara ketegangan regional yang dimulai dari
ketegangan bilateral, namun dapat diatasi dengan langkah-langkah diplomatis;
2 Iskandar Sazlan, The Concept Of A Malaysian National Maritime Security Policy, MIMA Maritime Studies,
Vol. 148, (Malaysia: Centre for Maritime Security and Diplomacy Maritime Institute of Malaysia, 2006), Pp. 15-19, hlm. 17.
3 Sam Bateman, The Future Maritime Security Environment In Asia: A Risk Assessment Approach,
Contemporary Southeast Asia Vol. 37, No. 1, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2015), Pp. 49-84, hlm. 53.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
3
c) Signifikan, terjadinya beberapa konflik dan gangguan perdagangan namun terbatas pada
wilayah tertentu. Konflik tersebut bersifat sementara dan secara umum dapat diatasi oleh
kesepakatan regional dan respon dari PBB;
d) Major / Besar, terjadinya gangguan pada kegiatan ekonomi yang signifikan, dan terus
terjadi konflik namun terbatas pada wilayah tertentu;
e) Catastrophic / Bencana Besar, hancurnya hubungan regional secara menyeluruh,
gangguan kegiatan ekonomi yang menyeluruh dan terjadinya perang pada wilayah
tertentu, serta ikut campurnya kekuatan ekstra-regional.
Setelah mengetahui berbagai tingkatan ancaman pada zona maritim, berikut akan
dijelaskan mengenai berbagai macam masalah pada zona maritim sesuai dengan tingkatan
bahayanya, diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar.
1. Pencemaran Laut
Pencemaran laut merupakan ancaman terbesar dalam industri perikanan, wisata pantai, dan
ekologi laut. Pencemaran laut setidaknya memiliki dua sumber, yakni sumber dari laut, seperti
dari kapal dan dari tambang lepas pantai, dan sumber dari darat, seperti dari pipa pembuangan
dan sisa-sisa sampah dari sungai yang mengalir ke laut. Namun, kebanyakan sumber pencemaran
laut bersumber dari darat, yang dilatarbelakangi oleh lemahnya pembangunan wilayah pantai,
banyaknya penduduk didekat pantai, serta lemahnya hukum yang berlaku.4
2. Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUUFishing)
Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUUFishing) merupakan kegiatan
perikanan yang ilegal (seperti pencurian ikan), tidak teregulasi pengelolaannya, dan tanpa
melapor mengenai kegiatan perikanan tersebut. Di Indonesia sendiri kegiatan IUUFishing telah
merugikan Indonesia sebesar 1,4 miliar dollar AS setiap tahunnya, belum lagi kerugian terhadap
4Ibid., hlm. 57
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
4
sumber daya perikanan itu sendiri seperti mengganggu komposisi stok dalam proses pendugaan
stok ikan5 dan kerusakan ekosistem laut.6
3. Transnational Organized Crime (TOC)
Laut merupakan sarana utama dalam pergerakan ilegal dari manusia dan barang-barang
seperti senjata dan obat-obatan, hal ini dikarenakan besarnya kuantitas barang yang dapat
diangkut, kemungkinan pengangkutan gelap, dan perbatasan di laut memiliki banyak celah jika
dibandingkan dengan perbatasan di darat dan udara.7 Masalah penyelundupan dan perdagangan
senjata, obat-obatan, manusia dan barang selundupan lainnya seperti alkohol dan rokok sangatlah
dinamis dengan berkembangnya taktik, dan didukung dengan jaringan perorangan dan kelompok
internasional yang rumit, bahkan kelompok yang sama dapat terlibat dalam lebih dari satu tindak
pidana (penyelundupan dan perdagangan), seperti kelompok tersebut dapat terlibat juga dalam
pembajakan dan perampokan di laut.8
4. Pembajakan di Laut / Piracy
Dengan dibentuknya Convention on the High Seas 1958 dan UNCLOS 1982, telah
diperkenalkan definisi dari pembajakan di laut yang diakui secara internasional. Berdasarkan
Pasal 101 UNCLOS 1982, pembajakan di laut terdiri dari tindakan:9
a) Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak syah, atau setiap tindakan
memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang
dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan :
i. di laut bebas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau
barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian;
5 Akhmad Fauzi, Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, Dan Pengelolaan, (Jakarta: Gramedia, 2010),
hlm.12. 6 Marhaeni Ria Siombo, S.H., M.Si., Hukum Perikanan Nasional Dan Internasional, (Jakarta: Gramedia,
2010), hlm. 54. 7 Sam Bateman, Loc. Cit., hlm. 59. 8 Karsten von Hoesslin, Smuggling in South East Asia Dynamically Fluid, Strategic Insight 31, (Marievej:
Risk Intelligence, 2011), pp. 17-23, hlm. 19. 9 Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, Pasal 101.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
5
ii. terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar
yurisdiksi Negara manapun;
b) Setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat
udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara
pembajak.
c) Setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan
dalam sub-ayat (a) atau (b).
5. Terorisme di Laut
Terorisme di laut mengacu pada tindakan dan kegiatan terorisme yang: (1) dilakukan di
lingkungan laut, (2) dengan menggunakan atau mentargetkan kapal atau platform di laut atau di
pelabuhan, termasuk penumpang atau awak kapal yang ada didalamnya, (3) dilakukan pada atau
menargetkan fasilitas pantai seperti hotel turis, wilayah pelabuhan, dan kota pelabuhan.10
Dengan demikian, hal-hal yang mendukung perkembangan terorisme di laut dan
pembajakan di laut memang dapat dikatakan sama, namun yang berbeda adalah motivasi dari
kedua tindak pidana tersebut. Teroris bergerak karena faktor politik, ideologi yang timbul karena
perasaan ketidakadilan, dan latarbelakang sejarah, sedangkan pembajak laut bergerak karena
faktor ekonomi.
III. BEBERAPA JENIS SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA ZONA MARITIM
Fungsi pemerintahan dalam perencanaan dan pembentukan kebijakan nasional didasari
pada pandangan bahwa perlu adanya fragmentasi kelembagaan, perubahan peran dari pemerintah
pusat dan kebangkitan jaringan-jaringan baru yang saling berkoordinasi dalam wilayah
perencanaan dan pembentukan kebijakan.11 Persepsi tersebut sangat berkaitan dengan apa yang
akan dibahas pada bab ini, dimana akan dilihat bagaimana pemerintah dari suatu negara
10 Definisi ini digunakan oleh Council for Security Cooperation in the Asia Pacific Working Group on
Maritime Terrorism. Meskipun definisinya cukup luas, setidaknya terdapat esensi dari tindakan terorisme diatas laut. Lihat Metaparti Prakash, “Maritime Terrorism: Threats to Port and Container Security and Scope for Regional Co-operation”, (makalah disampaikan pada The 12th Meeting of the Council for Security Cooperation in the Asia PacificWorking Group on Maritime Co-operation, Singapore, December 10–11 Desember 2002), hlm. 1.
11 Michael Roe, Maritime Governance and Policy-Making, (London: Springer Science & Business Media,
2012), hlm. 46.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
6
membentuk instansi-instansi maritim yang memiliki fungsi penegakan hukum pada zona maritim
negara tersebut.
Setiap negara tentu memiliki keadaan dan kepentingan nasional yang berbeda satu sama
lain sehingga membentuk pandangan-pandangan yang berbeda pula dalam hal pembentukan
instansi penegakan hukum pada zona maritim, dan setiap negara akhirnya memiliki jumlah
instansi penegakan hukum pada zona maritim yang berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda-
beda pula. Sistem penegakan hukum pada zona maritim disini dilihat dari berapa jumlah instansi
penegakan hukum pada zona maritim dan apa saja fungsi dari instansi tersebut.
Pada beberapa negara bidang-bidang tersebut merupakan wewenang pada satu instansi
saja, beberapa ada yang membagi bidang-bidang tersebut pada dua instansi yang diperkuat
dengan koordinasi dari dua instansi tersebut, serta ada yang membagi rata bidang-bidang tersebut
pada beberapa instansi.
1. Sistem Single Agency Multi Task
Single Agency Multi Task merupakan sistem penegakan hukum pada zona maritim
dimana suatu negara menghendaki adanya satu instansi yang bersifat tunggal, integratif dan
dalam pelaksanaan operasinya ada pada "satu komando".12 Selain itu, terdapat kegiatan rutin
mengenai pembahasan penegakan hukum di laut yang diisi oleh perwakilan dari instansi lain
dalam bidang yang serupa, dan nantinya akan disebarkan lagi pada instansi lain dalam bidang
yang serupa.13 Selanjutnya, apabila dilihat dari kewenangannya, seluruh fungsi penegakan
hukum di laut mulai dari fungsi Search and Rescue (SAR) hingga fungsi pertahanan dan
keamanan laut berada pada satu institusi saja / satu atap.14
12 Eka Martina Wulansari, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Jurnal
Rechtsvinding Online, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014), hlm. 6. 13 Indian Navy, Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy, (New Delhi: Integrated
Headquarters - Indian Ministry of Defence, 2015), hlm. 123. 14 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kajian Pengawasan Lalu Lintas Laut di Indonesia, (Jakarta:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2014), hlm. 2.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
7
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ciri-ciri utama dari sistem penegakan hukum di laut
dengan Single Agency Multi Task adalah:
a) Terdapat satu instansi bersifat koordinatif;
b) Terdapat kegiatan rutin mengenai pembahasan sistem penegakan hukum di laut, yang
diisi oleh perwakilan dari instansi lain dalam bidang serupa; dan
c) Memiliki wewenang dalam bidang penegakan hukum di laut yang sangat luas.
2. Sistem Multi Agency
Sistem Multi Agency merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana tugas dan
kewenangan penegakan hukum di laut tersebut diberikan kepada banyak instansi dengan produk
hukumnya masing-masing15 yang dijadikan acuan untuk mengembangkan tugas dan
kewenangannya.16 Sehingga masing-masing instansi juga memiliki manajemen yang berbeda
satu sama lain berdasarkan bidangnya.17
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ciri-ciri utama dari sistem penegakan hukum di laut
dengan Multi Agency adalah:
a) Tidak ada instansi tersendiri yang bersifat koordinatif;
b) Tugas dan wewenang yang tersebar pada berbagai instansi sesuai dengan bidangnya;
c) Setiap instansi memiliki strategi, kebijakan, sarana prasarana, dan sumber daya
manusia yang berbeda-beda.
3. Sistem Three Tier Coastal Security
Berbeda dengan sistem lain sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, fenomena sistem
Three Tier Coastal Security dapat dilihat implementasinya di India. Sistem Three Tier Coastal
Security merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana terdapat tiga lapis apex body /
instansi utama yang menjalankan fungsi penegakan hukum di laut dan saling berkoordinasi satu
15Ibid. 16 Eka Martina Wulansari, Op. Cit., hlm. 4. 17Ibid.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
8
sama lain, dalam hal ini adalah Indian Navy / Angkatan Laut India, Indian Coast Guard (ICG),
dan Polisi Air India.18
IV. PENERAPAN DAN PERBANDINGAN SISTEM PENEGAKAN HUKUM PADA
ZONA MARITIM DI AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, INDIA, INDONESIA,
DAN MALAYSIA
1. Sistem Single Agency Multi Tasks
1.1. Malaysia dengan Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA)
Pada awalnya, wewenang penegakan hukum di laut Malaysia terbagi pada 14 kementerian,
sembilan departemen, dan Departemen Perdana Menteri, sedangkan kerangka legislatifnya
terdiri dari tujuh peraturan utama dan beberapa peraturan tambahan.19
Pemerintah Malaysia dalam rangka menegakkan hukum di laut akhirnya membentuk
Malaysian Maritime Enforcement Agency (MMEA) yang didasari oleh Malaysian Maritime
Enforcement Agency Act 2004. MMEA memiliki fungsi dan wewenang dari beberapa instansi
penegak hukum laut yang sebelumnya telah ada seperti Polisi Air, Departemen Perikanan,
Departemen Bea Cukai, dan Departemen Kelautan. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:20
a) Penegakan hukum dan ketertiban berdasarkan hukum nasional;
b) Melaksanakan fungsi Search and Rescue (SAR);
c) Pencegahan dan penanggulangan tindakan serangan di atas laut;
d) Memberikan bantuan dalam masalah pidana atas permintaan Negara Asing
sebagaimana diatur dalam Mutual Assitance in Criminal Matters Act 2002;
e) Melaksanakan pengawasan udara dan pantai;
f) Menyediakan layanan bantuan kepada instansi sejenis;
18 Suresh R, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, (New Delhi:
Vij Books India Pvt Ltd, 2014), hlm. 193. 19 Joshua Ho dan Sam Bateman, Maritime Challenges and Priorities in Asia: Implications for Regional
Security, (Oxon: Routledge, 2013), hlm. 78. 20 Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act No. 633/2004, Pasal 6 ayat (1).
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
9
g) Mendirikan dan mengatur institusi maritim untuk pelatihan petugas dari MMEA; dan
h) Secara umum melaksanakan tugas lainnya dalam rangka peningkatan keselamatan
dan keamanan.
MMEA juga dalam beroperasi berada dibawah satu komando dan kontrol, sehingga dapat
beroperasi lebih efektif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum di laut termasuk
pembajakan kapal di Malaysian Maritime Zones (MMZ).21 Selain itu, MMEA dalam
menjalankan fungsinya sangat sering terlihat dekat dengan RMN dan instansi terkait lainnya.22
Hal ini dikarenakan MMEA ditujukan untuk saling berkoordinasi, berkonsultasi, menjalin
komunikasi, dan saling membantu dengan instansi terkait dalam melaksanakan isi dari
Malaysian Maritime Enforcement Agency Act 2004.23
1.2. Amerika Serikat dengan United States Coast Guard (USCG)
Tugas untuk menjaga pelabuhan dan garis pantai sepanjang 95,000 mil di Amerika Serikat
diberikan kepada United States Coast Guard (USCG). USCG merupakan lembaga yang dapat
dikatakan hybrid, dimana USCG merupakan salah satu cabang dari United States Military
Services, tetapi dengan fungsi dan misi yang lebih bersifat sipil jika dibandingkan dengan fungsi
militer dan penegakan hukum.24
Selain menjaga wilayah pantai, USCG juga memiliki fungsi yang sangat luas mulai dari
bertugas untuk menangkap penyelundup barang terlarang dan imigran gelap, melaksanakan
Search And Rescue (SAR), pemecah es, menangani polusi lingkungan, serta mengatur
penangkapan ikan, kapal-kapal sipil, dan keselamatan di laut. Fungsi dari USCG terbagi menjadi
21 Swati Parashar, Maritime Counter-terrorism: A Pan-Asian Perspective, (Delhi: Dorling Kindersley, 2008),
hlm. 114. 22 Gordon Houlden dan Hong Nong, Maritime Security Issues in the South China Sea and the Arctic:
Sharpened Competition or Collaboration?, (Beijing: China Democracy And Legal System Publishing House, 2012). 23 Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act 2004, Pasal 16. 24 Hugh David Scott Greenway , The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security,
World Policy Journal, Vol. 20, No. 2 (North Carolina: Duke University Press, 2003), pp. 73-78, hlm. 73.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
10
dua jenis, yakni misi Homeland Security(Keamanan dalam Negeri) dan Non-Homeland
Security(Keamanan non-dalam Negeri):25
1. Homeland Security Missions :
a) Keselamatan wilayah maritim;
b) Search & Rescue (Pencarian dan Pertolongan);
c) Bantuan Navigasi;
d) Penegakan hukum perikanan;
e) Perlindungan lingkungan maritim; dan
f) Ice Operations (Pemecahan es).
2. Non-HomelandSecurity Missions :
a) Menjaga keamanan pelabuhan, jalur laut, dan pantai;
b) Pencegatan narkoba;
c) Pencegatan imigran gelap;
d) Persiapan pertahanan; dan
e) Penegakan hukum lainnya
2. Sistem Multi Agency di Australia
Kewenangan pembentukan kebijakan dan penegakan hukum di laut Australia sampai saat
ini terbagi-bagi pada berbagai instansi. kewenangan pembentukan kebijakan dan administrasinya
berada pada beberap Pemerintah Persemakmuran, yang menunjukkan bahwa kewenangan
tersebut tersebar di pemerintahan dan tidak adanya instansi tertentu yang memimpin dalam
bidang kelautan seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan di Indonesia.26 Sebagai contoh,
Australian Fisheries Management Authority (AFMA) merupakan lembaga Pemerintah
Persemakmuran yang bertanggunjawab untuk melakukan manajemen yang efisien dan
berkelanjutan atas sumber daya perikanan sebagaimana diatur oleh Australian Fisheries
25 Amerika Serikat, United States Code-Title 6, Pasal 468 huruf a. 26 Natalie Klein, Joanna Mossop dan Donald R. Rothwell, Maritime Security: International Law and Policy
Perspectives from Australia and New Zealand, (Oxon: Routledge, 2009), hlm. 47.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
11
Management Act 1991,27 dan Australian Border Force (ABF) yang merupakan lembaga yang
baru berdiri pada 1 Juli 2015 yang mengkombinasikan seluruh fungsi operasional di perbatasan,
termasuk bea cukai, keamanan perbatasan, investigasi, penahanan, dan kepatuhan imigrasi,
sebagaimana diatur dalam Australian Border Force Bill 2015.
Secara singkat, tabel di bawah ini menggambarkan beberapa instansi lain yang memiliki
wewenang dalam bidang penegakan hukum di laut Australia.
Tabel 4.2.: Instansi Pemerintah Persemakmuran dengan Kewenangannya28
3. Sistem Three Tier Coastal Securitydi India
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam hal ini adalah Indian Navy /
Angkatan Laut India, Indian Coast Guard (ICG), dan Polisi Air India, kewenangan tiga instansi
tersebut dibagi berdasarkan zona maritim India yang diatur dalam Indian Coastal Security
Scheme (ICSS).
27 Australia, Australian Fisheries Management Act 1991, Pasal 3 ayat (1). 28 Martin Tsamenyi, Constabulary Arrangements for Enforcement of Australia’s Maritime Jurisdiction,
Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs, Vol. 4 (1), (New South Wales: Wollongong University Press, 2012), Pp. 11-17, hlm. 13.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
12
Gambar 4.1: Pembagian Indian Coastal Security Scheme
Dalam menjalankan fungsi penegakan hukumnya, Angkatan Laut India, ICG, dan Polisi
Air India memiliki perannya masing-masing. Angkatan Laut India dan ICG saling bersinergi
dalam menjalankan fungsinya. Angkatan Laut India dipercaya untuk menjalankan fungsi
keamanan maritim secara keseluruhan, ICG memiliki tugas untuk menjaga keamanan pada zona
maritim India dan melindungi kepentingan nasional diatasnya, dan Polisi Air India memiliki
tugas menjaga keamanan di laut teritorial.29 Selain itu, fungsi penting lainnya dari Polisi Air
India adalah melakukan penindaklanjutan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana yang
tertangkap baik oleh Angkatan Laut India, ICG, maupun Polisi Air India.30
4. Praktik Indonesia Saat Ini
Indonesia yang dua pertiga wilayahnya merupakan wilayah perairan tentu memerlukan
sistem keamanan maritim yang memadai untuk melindungi perairan nasional. Sebelum
didirikannya Badan Keamanan Laut (Bakamla), keamanan maritim mengenai penegakan hukum
pada perairan Indonesia dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah:31
1. Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Kehutanan
29 Indian Navy, Op. Cit., hlm. 68. 30 Aparat kepolisian India dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana di laut yang tertangkap berdasarkan Indian Code of Criminal Procedure. Lihat Indian Piracy Bill 2012, Pasal 6 ayat (1).
31 Dirhamsyah, Maritime Law Enforcement And Compliance in Indonesia: Problems And Recommendations, Maritime Studies, Vol. 144, (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2005), Pp. 1-16, hlm. 2.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
13
a) Direktorat Jenderal Kontrol Sumber Daya Laut dan Perikanan (Dirjen KSDLP) dari
KKP yang memiliki fungsi untuk mengawasi, mengontrol, memantau, dan
menegakkan hukum mengenai pengendalian sumber daya. Bersamaan dengan
Angkatan Laut dan Polisi Air, Dirjen KSDLP melaksanakan tugas-tugas diatas pada
wilayah laut teritorial dan lepas pantai Indonesia.
b) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) juga
memiliki fungsi pemantauan dan penegakkan hukum di Marine Protected Areas /
wilayah maritim terlindungi. Dalam melaksanakan tugasnya kedua Dirjen tersebut
memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berwenang untuk melakukan
investigasi atas tindakan ilegal.32
2. Polisi Air Indonesia merupakan instansi utama yang bertugas untuk penegakan hukum di
laut terkait dengan pencegahan obat-obatan terlarang, imigrasi, dan kewajiban sipil
lainnya. Mereka memiliki kewenangan yang terbatas, dan hanya bergerak mengawasi dan
menegakkan hukum di perairan dalam seperti laut teritorial dan zona tambahan.
3. Sama dengan seperti angkatan laut di beberapa negara, Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut (TNI AL) memiliki tugas utama untuk melindungi kedaulatan nasional di
zona maritim Indonesia. Namun, dengan mempertimbangkan beberapa hukum nasional
Indonesia, TNI AL juga bertugas untuk memantau dan menegakkan hukum pada zona
maritim diatas laut teritorial, yakni pada Zona Ekonomi Eksklusif, dan pada kapal
penangkap ikan dengan bendera Indonesia di laut bebas (akibat dari ratifikasi Indonesia
atas UN Fish Stocks Agreement 1995).
Dalam beberapa tahun terakhir, berkembang wacana dan upaya dari pihak tertentu untuk
membentuk single agency multi task yang dinamakan Badan Keamanan Laut (BAKAMLA)
sebagai satu-satunya penegak hukum di laut dengan segala bentuk dan caranya. Oleh karena
32 Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Lembaran Negara
No. 118 Tahun 2004, dan Tambahan Lembaran Negara No. 4433, Pasal 31. Dan Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Lembaran Negara No. 167 Tahun 1999, Pasal 77.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
14
terdapat pro dan kontra, maka dilakukan rapat pembahasan lagi dan ada perubahan tentang
BAKAMLA sebagai berikut:33
a) Masing-masing perwakilan instansi sepakat mengenai pembentukan Bakamla;
b) Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Bakamla adalah melaksanakan patroli
keamanan dan keselamatan di Perairan Indonesia;
c) Bentuk Patroli keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia yang dilaksanakan
oleh Bakamla adalah Patroli Mandiri dan Patroli Terkoordinasi dengan instansi
penegak hukum di laut yang ada saat ini;
d) Salah satu tugas dan fungsi Bakamla adalah menyusun kebijakan nasional bidang
keamanan dan keselamatan di Perairan Indonesia;
e) Kepala Badan Keamanan Laut dijabat oleh personil dari instansi penegak hukum yang
memiliki kekuatan armada patroli laut secara bergiliran.
Dengan didirikannya BAKAMLA yang baru terbentuk setelah dikeluarkannya Peraturan
Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut, yang hanya dua tahun yang
lalu, tidak dapat secara langsung dikatakan bahwa Indonesia kini menganut sistem single agency
multi task.34 Hal tersebut dikarenakan yang dapat dilakukan BAKAMLA sekarang adalah
menyinergikan instansi-instansi penegakan hukum di laut yang ada untuk menjalankan fungsinya
masing-masing sesuai yang diharapkan dan meningkatkan kemampuan surveillance /
pengawasan yang nantinya dapat disebar ke berbagai instansi terkait. Selain itu, selang waktu
yang singkat tersebut hampir tidak mungkin BAKAMLA dapat mengambil alih seluruh
wewenang dari instansi-instansi terkait, terlebih lagi jika dibandingkan dengan Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang jauh lebih lama berdiri saja belum bisa mengatasi
seluruh masalah keamanan di laut, bagaimana dengan BAKAMLA yang baru berumur dua
tahun.
5. Perbandingan dari Sistem Penegakan Hukum Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Task, Multi Agency, Dan Three Tier Coastal Security
33Ibid. 34 Hasil wawancara dengan Kolonel Laut Kresno Buntoro , S.H., LLM., P.hD, Op. Cit.. Dijelaskan bahwa
BAKAMLA sendirian belum bisa meng-cover seluruh fungsi penegakan hukum di seluruh perairan Indonesia, karena TNI AL yang berdiri lebih lama saja masih belum bisa maksimal.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
15
Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa dari berbagai sistem penegakan hukum di
laut, sistem tersebut menggambarkan cirinya masing-masing. Baik Single Agency Multi Task,
Multi Agency, dan Three Tier Coastal Security sesuai namanya memiliki berbagai jumlah apex
body / instansi utama yang berbeda-beda, yang melaksanakan fungsi penegakan hukum di laut.
Selain itu, dari ketiga jenis sistem penegakan hukum di laut tersebut hanya satu yang
memerlukan adanya dasar utama berupa pembagian kewenangan berdasarkan zona maritim. Hal
ini dapat dilihat praktiknya di India dengan sistem Three Tier Coastal Security-nya dimana tiga
instansi utama yakni Angkatan Laut India, Indian Coast Guard, dan Polisi Air India yang
ketiganya memiliki fungsi yang hampir sama, yakni keamanan maritim, tetapi dibagi ruang
geraknya berdasarkan zona maritim India mulai dari laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan
laut bebas.35
Meskipun suatu negara menerapkan sistem Single Agency Multi Task ataupun Three Tier
Coastal Security yang keduanya memiliki satu dan tiga apex body / instansi utama, bukan berarti
negara tersebut hanya memiliki apex body / instansi utama tersebut saja yang memiliki latar
belakang penegakan hukum di laut. Malaysia yang menerapkan sistem Single Agency Multi
Task-nya karena adanya Malaysian Maritime Enforcemenet Agency (MMEA) sebagai apex body
/ instansi utama bukan berarti MMEA adalah satu-satunya instansi yang berkeliling di perairan
Malaysia menjalankan fungsi penegakan hukumnya. Sebagai contoh, Polisi Air Malaysia
(sekarang Pasukan Gerakan Marin / PGM) masih menjalankan fungsinya untuk melakukan
patroli di perairan pantai dan kepulauan Malaysia.36 Dengan demikian, yang membedakan
MMEA dan apex body / instansi utama lainnya dalam sistem Single Agency Multi Task adalah
fungsi koordinasi dari instansi tersebut.
V. KESIMPULAN
Berbagai jenis sistem penegakan hukum pada zona maritim serta praktiknya antara lain
setidaknya terdapat tiga macam, yakni sistem Single Agency Multi Task, sistem Multi Agency,
35 Indian Navy, Loc. Cit. 36 Royal Malaysian Police, Dulu Pasukan Polis Marin kini Pasukan Gerakan Marin,
http://www.rmp.gov.my/news-detail/2014/06/09/dulu-pasukan-polis-marin-kini-pasukan-gerakan-marin, diakses pada 20 Juni 2016.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
16
dan sistem Three Tier Coastal Security. Sistem Single Agency Multi Task merupakan sistem
penegakan hukum pada zona maritim dimana suatu negara menghendaki adanya satu instansi
yang bersifat tunggal, integratif dan dalam pelaksanaan operasinya ada pada "satu komando".37
Tugas untuk menjaga zona maritim di Amerika Serikat diberikan kepada United States
Coast Guard (USCG). Malaysia memiliki suatu apex body / instansi utama yang menjalankan
fungsi penegakan hukum pada zona maritimnya, yakni Malaysian Maritime Enforcement Agency
(MMEA).
Sistem Multi Agency Merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana tugas dan
kewenangan penegakan hukum di laut tersebut diberikan kepada banyak instansi dengan produk
hukumnya masing-masing38 yang dijadikan acuan untuk mengembangkan tugas dan
kewenangannya.39
Tanggung jawab untuk mengamankan wilayah maritim Australia tersebar luas di beberapa
lembaga-lembaga baik dari Persemakmuran dan Negara -negara bagian.Lembaga-lembaga
tersebut dapat saling meminta bantuan secara ad hoc, dan pemerintah negara bagian dapat
meminta bantuan ke pemerintah persemakmuran.40
Sistem Three Tier Coastal Security Merupakan sistem penegakan hukum di laut dimana
terdapat tiga lapis apex body / instansi utama yang menjalankan fungsi penegakan hukum di laut
dan saling berkoordinasi satu sama lain, dalam hal ini adalah Indian Navy / Angkatan Laut India,
Indian Coast Guard (ICG), dan Polisi Air India.41 Penerapan sistem ini dapat dilihat di India.
37 Eka Martina Wulansari, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Jurnal
Rechtsvinding Online, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014), hlm. 6. 38 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kajian Pengawasan Lalu Lintas Laut di Indonesia, (Jakarta:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2014), hlm. 2. 39 Eka Martina Wulansari, Op. Cit., hlm. 4. 40Donald R. Rothwell dan David L. Vanderzwaag, Towards Principled Oceans Governance: Australian
and Canadian Approaches and Challenges, (New York: Routledge, 2006), hlm. 121. 41 Suresh R, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, (New Delhi:
Vij Books India Pvt Ltd, 2014), hlm. 193.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
17
India memiliki tiga apex body / instansi utama, yakni Angkatan Laut India dipercaya untuk
menjalankan fungsi keamanan maritim secara keseluruhan, Indian Coast Guard (ICG) memiliki
tugas untuk menjaga keamanan pada zona maritim India dan melindungi kepentingan nasional
diatasnya, dan Polisi Air India memiliki tugas menjaga keamanan di laut teritorial. Ketiga
instansi utama tersebut kewenangannya terbagi berdasarkan zona maritim oleh Indian Coastal
Security Scheme, dimana Polisi Air India berwenang di laut teritorial, ICG berwenang di Zona
Ekonomi Eksklusif, dan Angkatan Laut India berwenang di laut bebas.
Praktik Indonesia Saat ini, sebelum Badan Keamanan Laut (Bakamla) berdiri, Indonesia
menerapkan sistem Multi Agency, dimana kewenangan untuk menjalankan fungsi penegakan
hukum di laut tersebar pada berbagai instansi, mulai dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut (TNI AL), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Polisi Air Indonesia.
Semenjak didirikannya Bakamla, Indonesia mulai mengarah ke penerapan sistem Single
Agency Multi Task dengan diberikannya kewenangan untuk melakukan patroli keamanan dan
keselamatan di perairan Indonesia42 dan melakukan sinergi dengan koordinasi antar instansi
terkait dalam menjalankan fungsi penegakan hukum pada perairan Indonesia.43
Berbagai sistem penegakan hukum yang sebelumnya telah disebutkan dapat diidentifikasi
jika dilihat dari berapa jumlah apex body / instansi utama yang ada pada sistem tersebut. Sistem
Single Agency Multi Task memiliki satu instansi utama seperti United States Coast Guard atau
Malaysian Maritime Enforcement Agency, sistem Multi Agency tidak memiliki instansi utama,
melainkan kewenangannya tersebar pada berbagai macam instansi sesuai dengan bidangnya, dan
sistem Three Tier Coastal Security memiliki tiga instansi utama sebagaimana diterapkan oleh
India yakni Angkatan Laut, Coast Guard, dan Polisi Air yang dibagi kewenangannya
berdasarkan zona maritimnya masing-masing.
Dari ketiga sistem penegakan hukum pada zona maritim tersebut, masalah ego sektoral
merupakan salah satu masalah yang utama dalam pelaksanaan fungsi penegakan hukum pada
42 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Lembaran Negara
No. 294 Tahun 2014, dan Tambahan Lembaran Negara No. 5603, Pasal 61. 43 Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut,
Lembaran Negara No. 380 Tahun 2014, Pasal 3.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
18
zona maritim. Masalah tersebut dapat diatasi dengan memberikan dasar hukum yang jelas dan
kuat pada setiap instansi yang menjalankan fungsi penegakan hukum pada zona maritim,
terutama mengenai hal ruang lingkup kewenangan dan wilayah kewenangannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. HUKUM NASIONAL AMERIKA SERIKAT
Amerika Serikat, The United States Code.
Amerika Serikat, Code of Federal Regulation.
2. HUKUM NASIONAL AUSTRALIA
Australia, Australian Border Force Bill 2015.
Australia, Australian Fisheries Management Act 1991.
Australia, Australian Maritime Safety Authority Act 1990.
2. HUKUM NASIONAL INDIA
India, Indian Coast Guard Act 1978.
India, Indian Piracy Bill 2012.
India, Territorial Waters, Continental Shelf, Exclusive Economic Zone and other Maritime Zones Act 1976.
3. HUKUM NASIONAL INDONESIA
Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut, Lembaran Negara No. 380 Tahun 2014.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Lembaran Negara No. 118 Tahun 2004, dan Tambahan Lembaran Negara No. 4433.
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Lembaran Negara No. 294 Tahun 2014, dan Tambahan Lembaran Negara No. 5603
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
19
4. HUKUM NASIONAL MALAYSIA
Malaysia, Malaysian Fisheries Act 1985.
Malaysia, Malaysian Maritime Enforcement Agency Act No. 633/2004.
Malaysia, Malaysian Exclusive Economic Zone Act 1984.
Malaysia, Malaysian Continental Shelf Act 1996.
Malaysia, Malaysian Emergency (Essential Powers) Ordinance No. 7/1969.
5. BUKU
Churchill, R.R. dan A.V. Lowe, The Law of The Sea, Ed. 3, Manchester: Manchester University Press, 1999.
Fauzi, Akhmad, Ekonomi Perikanan Teori, Kebijakan, Dan Pengelolaan, Jakarta: Gramedia, 2010.
Ho, Joshua dan Sam Bateman, Maritime Challenges and Priorities in Asia: Implications for Regional Security, Oxon: Routledge, 2013.
Houlden, Gordon dan Hong Nong, Maritime Security Issues in the South China Sea and the Arctic: Sharpened Competition or Collaboration?, Beijing: China Democracy And Legal System Publishing House, 2012.
Indian Navy, Ensuring Secure Seas: Indian Maritime Security Strategy, New Delhi: Integrated Headquarters - Indian Ministry of Defence, 2015.
Parashar, Swati, Maritime Counter-terrorism: A Pan-Asian Perspective, Delhi: Dorling Kindersley, 2008.
R. Suresh, Maritime Security of India : The Coastal Security Challenges and Policy Options, New Delhi: Vij Books India Pvt Ltd, 2014.
Rothwell, Donald R. dan David L. Vanderzwaag, Towards Principled Oceans Governance: Australian and Canadian Approaches and Challenges, New York: Routledge, 2006.
Satria, Arif, Ekologi Politik Nelayan, Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2009.
Siombo, Marhaeni Ria, Hukum Perikanan Nasional Dan Internasional, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Thachuk, Kimberley L., Transnational Threats: Smuggling and Trafficking in Arms, Drugs, and Human Life, Connecticut: Greewood Publishing Group, 2007.
United States Department of Commerce, A Coast Guard For the Twenty First Century: Executive Summary to Report of the Interagency Task Force on U.S. Coast Guard Roles and Missions, Virginia: National Technical Information Service, 1999.
6. JURNAL DAN ARTIKEL
Bateman, Sam, “The Future Maritime Security Environment In Asia: A Risk Assessment Approach, Contemporary Southeast Asia”, Institute of Southeast Asian Studies, Vol. 37, No. 1, (2015): 49-84.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016
20
Chalk, Peter, “Grey Area Phenomenon in Sotheast Asia: Piracy, Drug Trafficking, and Political Terrorism”, Canberra Papers on Strategy and Defense, No. 123, Canberra: Strategic and Defense Studies Center, Australian National University, 1997.
Dirhamsyah, “Maritime Law Enforcement And Compliance In Indonesia: Problems And Recommendations”, Maritime Studies, Jakarta: Research Centre for Oceanography, (2005): 1-16.
Greenway, H. D. S., The Unwatched Ships At Sea: The Coast Guard And Homeland Security, World Policy Journal Vol. 20, No. 2, New York: World Policy Institute, 2003, Pp.73-78.
Gurumo, Tumaini S. dan Lixin Han, The Role and Challenge of International Oil Pollution Liability Legislations in the Protection of Marine Environment, International Journal of Enviromental Science and Development, Vol. 3, No. 2,Singapore: International Journal of Enviromental Science and Development, 2012.
Pham, J. Peter, The Somali Solution to the Somali Crisis, Harvard Africa Policy Journal, Vol. 6, No. 71, Cambridge: Harvard University Press, 2010.
Samenyi,Martin dan Max Herriman, Rights and Responsibilities in the Marine Environment: National and International Dilemmas, Wollongong Paper on Maritime Policy No. 5, Wollongong: Centre for Maritime Policy University of Wollongong, 1996.
Sazlan, Iskandar, The Concept Of A Malaysian National Maritime Security Policy, MIMA Maritime Studies, Vol. 148, Malaysia: Centre for Maritime Security and Diplomacy Maritime Institute of Malaysia, 2006, Pp. 15-19.
Scott, David, India’s Drive for a “Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic Studies, Vol. 10, No. 2, Brunel: Brunel University, 2008.
Tsamenyi, Martin, Constabulary Arrangements for Enforcement of Australia’s Maritime Jurisdiction, Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs, Vol. 4 1), New South Wales: Wollongong University Press, 2012), Pp. 11-17.
Wulansari, Eka Martina, Penegakan Hukum Di Laut Dengan Sistem Single Agency Multi Tasks, Rechtsvinding Online, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2014.
7. MEDIA ELEKTRONIK
Royal Malaysian Navy, Misi Visi Royal Malaysian Navy, http://www.navy.mil. my/index.php /mengenai-kami/penyata-arah/misi-visi, diakses pada 13 Juni 2016.
Tentara Nasional Indonesia: Angkatan Laut, Doktrin TNI Angkatan Laut, http://www.tnial.mil.id/Aboutus/DoktrinTNIAL.aspx, diakses pada 4 Juni 2016.
United States Coast Guard, Regulated Navigation Areas, http://www.uscg.mil/hq/cg5 /cg553/NAVStandards/RNA.asp, diakses pada 10 Juni 2016.
World Ocean Review, Why Does IUU Fishing Exist?, http://worldoceanreview.com /en/wor-2/fisheries/illegal-fishing/, diakses pada 22 Maret 2016.
Sistem penegakan ..., Alief Hadi Zulkarnaen, FH UI, 2016