17

Click here to load reader

Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

1

SISTEM PEMASARAN SAYURAN (Kondisi faktual dan upaya reformasi secara konseptual)1

Witono Adiyoga

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391

Pemasaran merupakan aspek kritikal dalam pengusahaan sayuran. Berdasarkan karakteristik biologis spesifik komoditas sayuran, aspek pemasaran untuk komoditas ini bahkan seringkali menjadi lebih kritikal dibandingkan dengan pemasaran untuk komoditas lain. Pemasaran melibatkan berbagai aktivitas menyangkut transformasi produk yang dijual petani menjadi bahan makanan yang dibeli konsumen. Proses transformasi ini biasanya ditunjukkan secara nyata dari adanya perubahan penampakan fisik atau bentuk. Sebagai contoh, tomat hasil panen menjadi tomat yang telah dicuci dan di “grading”, atau kentang segar menjadi kentang goreng dan keripik kentang. Fungsi pemasaran lain yang juga berperan penting adalah transportasi. Produk sayuran harus diangkut dari sentra produksi ke pasar/pedagang eceran agar dapat dibeli oleh konsumen. Dalam hal ini, faktor waktu juga sangat penting, karena untuk sebagian jenis sayuran, komoditas ini harus dipasarkan segera setelah panen. Pemasaran sayuran pada dasarnya melibatkan transfer kepemilikan dari produsen ke konsumen. Uraian di bawah ini menggambarkan kondisi umum pemasaran sayuran yang terjadi di Indonesia serta reformasi yang diperlukan secara konseptual.

• Karakteristik komoditas Karakteristik biologis sayuran memerlukan penanganan khusus dalam sistem pemasaran. Sayuran cenderung bersifat memerlukan ruang (bulky). Dalam kaitan ini, berat dan volume sangat berpengaruh terhadap nilai moneter yang dihasilkan. Beberapa jenis sayuran, seperti kentang dan bawang merah, kualitasnya masih dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif agak lama, namun jenis sayuran daun, seperti kubis, sawi dan bawang daun, cenderung cepat rusak jika tidak segera dikonsumsi atau disimpan dalam lemari pendingin. Tabel 1 Perisabilitas relatif beberapa jenis sayuran berdasarkan persepsi dan pengamatan

petani/pedagang

Jenis PerisabilitasRelatif

Jenis Perisabilitas Relatif

Jenis PerisabilitasRelatif

Kubis *** Sawi **** Broccoli **

Tomat ** Lettuce **** Wortel ***

Kentang * Cabai merah ** Bawang merah *

Kubis bunga ** Cabai rawit ** Lobak ***

Buncis ** Bawang daun **** Kacang merah **

Petsai **** Kailan ***

Note: * = rendah; **** = tinggi

Produk dengan keragaman kualitas tinggi yang dihasilkan oleh usahatani sayuran merupakan konsekuensi alami dari sistem produksi biologis. Keragaman ini tercermin dari variasi atribut

1 Makalah disampaikan dalam Kegiatan Diseminasi Teknologi Pemupukan, Balai Penelitian Tanaman Sayuran – PT. Johny Jaya Makmur, Lembang, 2 - 4 September 2002.

Page 2: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

2

produk, misalnya ukuran, rasa, aroma, warna, bentuk, tektur, untuk jenis sayuran yang sama. Dalam kondisi seperti ini, kelas dan standar (grades and standard) diperlukan sebagai bahasa pasar yang dapat menyederhanakan proses pemasaran dan membentuk etika dasar dalam kegiatan jual beli/transaksi. Pengkelasan dan standarisasi (grading and standardization) adalah dua terminologi yang secara konsepsual sangat berkaitan erat dan umumnya berhubungan dengan dimensi kualitas suatu komoditas. Terminologi standarisasi berkaitan dengan suatu alat ukur yang telah disepakati dan berfungsi sebagai batasan (boundary) untuk pengkelasan. Kaitannya dengan kualitas produk, standar kualitas adalah properti yang diterima secara umum untuk membedakan nilai suatu komoditas dihadapan pembeli/konsumer. Standar kualitas ini dapat bersifat fisiologis -- misalnya nilai nutrisi suatu komoditas, tetapi kebanyakan bersifat sensori -- misalnya rasa, warna, atau aroma suatu komoditas. Sementara itu, pengkelasan merupakan kegiatan sortasi untuk memilih/memilah produk berdasarkan keseragaman dalam suatu kategori tertentu. Ketepatan dan akurasi proses pengkelasan sangat bergantung pada keterkaitan antara standar kualitas, preferensi pembeli dan penjual, kisaran kualitas yang disortasi, serta relevansi sortasi terhadap pilihan konsumen. Perlakuan pertama setelah sayuran dipanen adalah sortasi yang biasanya dilakukan berdasarkan ukuran, bentuk, tingkat kematangan atau atribut lain yang berpengaruh terhadap nilai komersial produk. Fungsi fasilitasi lain dalam sistem pemasaran sayuran adalah pengkelasan yang merupakan pengembangan kegiatan sortasi memilah produk ke dalam beberapa kategori/kelas berdasarkan standar kualitas. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Langensari and Margamulya melakukan sortasi produk. Pada dasarnya, petani memilah hasil panen antara produk yang dapat dipasarkan dan tidak dapat dipasarkan berdasarkan kriteria busuk, cacat dan kotoran (kecuali pada sistem tebasan). Sementara itu, hanya sebagian kecil petani di Langensari melakukan pengkelasan, namun sebagian besar petani di Margamulya melaksanakan kegiatan ini, terutama untuk kentang. Observasi lapang selanjutnya menunjukkan bahwa petani melakukan pengkelasan kentang berdasarkan ukuran dan keseragaman bentuk umbi. Faktor kualitas lain, misalnya tekstur, warna dan aroma tidak digunakan sebagai dasar pengkelasan karena sukar diukur dan cenderung mengandung subyektivitas yang tinggi. Tabel 2 Sortasi dan pengkelasan yang dilakukan petani di Langensari (Lembang) dan Margamulya

(Pangalengan)

No Aktivitas

Langensari

(%, n=26)

Margamulya

(%, n=27)

Sortasi

Tidak pernah

Kadang-kadang

Selalu

30.8

11.5

57.7

11.2

25.9

62.9

Pengkelasan

Tidak pernah

Kadang-kadang

Selalu

92.3

-

7.7

33.3

18.5

48.2

Pengkelasan pada kentang (di Margamulya) berhubungan langsung dengan harga masing-masing kelas, yaitu: AL (Rp. 2, 000 – Rp. 2, 300), AB (Rp. 1, 800 – Rp. 2, 000), ABC (Rp. 1, 600 - Rp. 1, 800), DN (Rp. 1, 200 – Rp. 1, 400), TO (Rp. 800 – Rp. 1, 000), and ARES (Rp. 500 – Rp. 700). Aktivitas pengkelasan ini tidak biasa dilakukan untuk jenis sayuran lainnya. Berbagai penelitian lain mengindikasikan bahwa hanya jika petani menjual produk berbasis

Page 3: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

3

kelas, manfaat sistem pengkelasan sebagai metode komunikasi antara produsen dan konsumen dapat terealisasi. Semakin luas penjualan berbasis kelas dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadinya transaksi yang curang atau tidak adil. Namun demikian, perlu pula diperhatikan adanya kemungkinan bahwa tidak semua petani diuntungkan oleh penjualan produk berbasis kelas. Petani yang memproduksi sayuran berkualitas tinggi, secara tidak langsung akan diuntungkan atas tanggungan petani yang memproduksi sayuran berkualitas lebih rendah. Untuk memproduksi sayuran berkualitas tinggi, biasanya dibutuhkan penanganan yang bersifat lebih hati-hati dan seringkali memerlukan biaya lebih tinggi. Dalam beberapa hal, biaya ekstra yang harus dikeluarkan mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan tambahan penerimaannya. Pada kondisi seperti ini, petani tidak akan tertarik terhadap metode penjualan produk berbasis kelas (seperti terjadi pada jenis sayuran lain). Ditinjau dari sisi konsumen, sistem pengkelasan tidak saja dapat mengurangi ketidak-pastian menyangkut kualitas produk, tetapi juga memberikan alternatif pilihan sesuai dengan tujuan kegunaan produk. Pada kenyataannya, konsumen tidak selalu menentukan pilihan untuk membeli produk yang memiliki kualitas terbaik. Sebagai contoh, konsumen akan membeli kentang dengan kualitas berbeda jika hendak menyiapkan menu sayur (kualitas relatif lebih rendah) atau “french fries” (kualitas relatif lebih tinggi). Walaupun berbeda, kedua kualitas tersebut dapat memenuhi kebutuhan konsumen karena ditujukan untuk kegunaan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengkelasan diarahkan untuk memberikan jaminan bahwa bukan hanya produk dengan kualitas terbaik yang dapat dipasarkan, tetapi juga mempertemukan kebutuhan konsumen dengan berbagai kualitas produk yang tersedia. Melangkah ke tahapan selanjutnya, berdasarkan Keppres No. 12 Tahun 1991, standarisasi kualitas di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mulai diberlakukan sejak 1 April 1994. Sampai saat ini terdapat sekitar 28 SNI komoditas hortikultura, sedangkan khusus untuk sayuran yang telah memiliki SNI adalah bawang putih, bawang merah, kubis, tomat segar, petsai segar, wortel segar dan kentang segar. Untuk jenis sayuran lain, khususnya kentang dan kubis, bahkan SNI yang dimiliki adalah SNI wajib. Tabel di bawah ini adalah salah satu contoh SNI untuk kubis. Tabel 3 Standar kualitas kubis segar

Syarat Mutu Karakteristik

Mutu I Mutu II

Keseragaman varietas seragam seragam

Keseragaman ukuran seragam seragam

Kepadatan padat kurang padat

Warna daun luar putih kehijauan dan segar putih kehijauan dan segar

Kubis cacat , % (bobot/bobot) maks 0 0

Kadar kotoran, % (bobot/bobot) maks 0 0

Panjang batang, cm, maks 1 1

Sumber : Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil (1999).

Namun demikian, operasionalisasi standardisasi sayuran ini tampaknya masih belum berjalan baik dan menjadi salah satu titik lemah sistem pemasaran sayuran di Indonesia. Beberapa hasil penelitian memberikan konfirmasi bahwa penanganan produk yang berlaku saat ini hanya bersifat pengkelasan (untuk jenis sayuran tertentu) yang sifatnya tidak baku/standar. Konsekuensi dari kondisi ini adalah adanya keragaman yang tinggi dari standar kualitas sayuran, misalnya untuk bawang merah, mentimun atau kentang.

Page 4: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

4

• Pola konsumsi Konsumsi sayuran di Indonesia sampai tahun 1996 baru mencapai 38 kg/kapita/ tahun yang ternyata relatif masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rekomendasi FAO untuk konsumsi sayuran, yaitu sebesar 65 kg/kapita/tahun. Persentase pengeluaran bulanan per capita untuk sayuran yang mencakup periode 1987-1996 adalah sebesar 8,83% (1987); 8,86% (1990); 8,73% (1993) dan 8,96% (1996). Berdasarkan tiga skenario elastisitas pendapatan (0,3; 0,6 dan 0,9), pertumbuhan permintaan sayuran 2000-2005 diproyeksikan sebesar Tabel 4 Indikator pengeluaran untuk mengkonsumsi sayuran berdasarkan berbagai data Susenas

1981 1984 1987 1990 1993

Indonesia 1 611 1 698 1 820 1 902 1 971

Pertumb. 1.00 1.05 1.13 1.18 1.22

Perkotaan 2 148 2 188 2231 2 234 2 363

Pertumb. 1.00 1.02 1.04 1.04 1.10

Pedesaan 1 451 1 547 1 674 1 759 1 777

Rata-rata pengeluaran bulanan per kapita (Rp.)

Pertumb. 1.00 1.07 1.15 1.21 1.22

Indonesia 5.84 5.72 5.41 5.35 4.96

Perkotaan 5.13 4.71 4.39 4.32 4.05

Persentase pengeluaran per tahun (%)

Pedesaan 6.20 6.30 6.09 6.16 5.84

Perkotaan 0.60 0.62 0.61 0.61 0.55 Elastisitas pendapatan

Pedesaan 0.89 0.88 0.82 0.78 0.74

2,7; 4,1 dan 5,5% per tahun. Permintaan sayuran diperkirakan akan meningkat dari 5 835 ribu ton pada tahun 2000, menjadi 7 131 ribu ton pada tahun 2005. Tabel 4 memperlihatkan perkembangan pengeluaran konsumen domestik untuk mengkonsumsi sayuran serta elastisitas pendapatan untuk sayuran selama periode 1981-1993. Walaupun relatif lambat, indikator di atas mengindikasikan kecenderungan peningkatan pengeluaran secara nominal untuk sayuran dari tahun ke tahun. Namun demikian, indikator tersebut tidak dapat secara konklusif menggambarkan adanya peningkatan konsumsi sayuran dari sisi kuantitas. Sementara itu, indikator persentase pengeluaran justru menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Secara implisit, hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan peningkatan pendapatan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan peningkatan konsumsi sayuran. Secara tidak langsung, kondisi ini juga tergambarkan dari elastisitas pendapatan yang menunjukkan konsistensi dengan gejala umum, yaitu semakin tinggi pendapatan, semakin berkurang porsi pendapatan tersebut yang digunakan untuk konsumsi makanan. Tabel 5 menunjukkan bahwa volume ekspor sayuran dari tahun ke tahun, terutama dalam bentuk segar, belum menunjukkan perkembangan yang positif. Tingkat kebersaingan produk sayuran di pasar global tampaknya masih relatif rendah, terutama dikaitkan dengan kualitas produk sayuran yang berorientasi keamanan pangan serta jaminan kontinuitas pasokan. Perkembangan positif ditunjukkan oleh volume ekspor sayuran olahan. Namun demikian, perkembangan negatif ditunjukkan baik oleh sayuran segar, maupun sayuran olahan. ditinjau dari nilai ekspor yang diperoleh.

Page 5: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

5

Tabel 5 Volume dan nilai ekspor sayuran Indonesia, 1994-1998

1994 1995 1996 1997 1998

Volume (ton)

• Sayuran segar 884 499,18 678 758,06 562 326,28 354 894,25 260 370,53

• Sayuran olahan 34 063,39 52 956,04 68 961,42 52 448,77 63 921,90

Nilai (US$ juta)

• Sayuran segar 111,09 111,17 87,42 48,72 32,56

• Sayuran olahan 42,16 49,80 56,04 33,59 26,14

Prospek pasar sayuran domestik maupun global pada dasarnya masih cukup terbuka. Upaya peningkatan perlu digarap secara lebih komprehensif, tidak hanya dari sisi produksi/teknis, tetapi lebih ditekankan pada sisi pemasaran serta regulasi pendukung yang diarahkan untuk memperbaiki kebersaingan produk.

• Situasi pasokan Tingkat pertumbuhan rata-rata produksi sayuran dalam periode 1969-1995 berkisar antara 7,7% (terendah--terong) sampai 24,2% (tertinggi--bawang putih). Produksi kentang, tomat, cabai, bawang merah, bawang putih, petsai, buncis, mentimun, terong dan lobak memperlihatkan pola pertumbuhan yang bersifat meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan kubis, bawang daun dan wortel menunjukkan pola pertumbuhan produksi yang konstan. Faktor dominan sumber pertumbuhan produksi kentang, tomat, kubis, cabai, bawang putih, bawang daun, wortel, buncis, terong dan lobak adalah peningkatan areal tanam dari tahun ke tahun. Sementara itu, peningkatan produktivitas merupakan faktor dominan pertumbuhan produksi bawang merah, petsai dan mentimun. Indikator ini memberikan gambaran perlunya strategi pendekatan pengembangan yang lebih memberikan penekanan pada peningkatan akselerasi pertumbuhan produksi sayuran berbasis peningkatan produktivitas atau inovasi teknologi. Tabel 6 Produksi beberapa jenis sayuran , 1994-1999 (ton)

Jenis sayuran 1994 1995 1996 1997 1998 1999

Bawang putih 134 940 152 421 145 836 102 283 83 664 62 222

Bawang merah 636 864 592 548 768 567 605 736 599 304 938 293

Cabai merah 1 417 977 1 625 227 1 580 408 1 338 507 1 459 232 1 447 910

Petsai 455 570 530 269 592 930 441 861 462 384 469 996

Leek 272 182 299 923 351 899 294 426 287 506 323 855

Wortel 237 178 247 179 269 837 227 322 332 846 286 536

Lobak 57 871 61 714 56 204 49 547 12 651 13 967

Kentang 877 146 1 035 259 1 109 560 813 368 998 032 924 058

Cabai rawit 724 445 1 589 978 1 043 792 801 832 848 524 1 007 726

Mentimun 456 025 631 326 614 381 489 595 506 889 431 950

Terung 260 861 390 447 364 899 279 625 311 765 300 323

Buncis 213 631 330 827 305 932 295 312 311 994 282 198

Kacang merah 85 469 99 391 92 013 104 148 98 854

Tomat 476 124 625 045 591 597 460 542 547 257 562 406

Labu siam 46 569 44 689 41 007 84 873 121 233

Kangkung 278 980 248 713 188 594 201 147 211 597

Bayam 150 147 120 182 73 790 98 410 81 433

Kacang panjang 693 730 495 571 368 352 447 596 386 188

Page 6: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

6

Variabilitas areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi terhadap ketidak-stabilan produksi sayuran selama periode 1969-1995, dibandingkan dengan variabilitas produktivitas. Hal ini mengindikasikan masih dominannya pengaruh berbagai faktor, misalnya profitabilitas sayuran relatif terhadap komoditas pangan lain, kendala ketersediaan lahan siap tanam secara kontinyu, kendala musim (iklim dan cuaca), dan respon produsen terhadap harga sayuran yang bersifat fluktuatif terhadap realisasi areal tanam. Tabel 7 Areal panen beberapa jenis sayuran, 1994-1999 (ha)

Jenis sayuran 1994 1995 1996 1997 1998 1999

Bawang putih 20 809 21 896 20 551 18 567 18 238 12 936

Bawang merah 84 630 77 210 96 292 88 540 76 498 104 289

Cabai merah 67 350 65 821 69 815 64 990 69 150 65 352

Petsai 45 252 54 035 53 918 48 105 52 125 49 102

Leek 34 081 34 740 40 279 38 828 36 563 36 882

Wortel 17 126 18 311 19 502 17 428 20 945 17 985

Lobak 5 206 6 039 5 346 5 057 1 811 1 778

Kentang 56 057 62 388 69 946 50 190 65 047 62 776

Cabai rawit 177 639 182 263 169 764 161 602 164 944 183 347

Mentimun 56 834 56 910 56 052 52 849 54 901 48 121

Terung 47 634 43 532 42 616 40 509 43 533 39 451

Buncis 35 054 38 815 36 404 33 444 34 083 28 546

Kacang merah 76 699 62 329 59 061 42 026 33 842

Tomat 50 640 49 283 49 575 44 068 46 845 46 259

Labu siam 7 610 8 106 8 578 6 254 9 178

Kangkung 27 527 26 591 25 018 28 602 31 151

Bayam 39 869 38 182 35 068 38 344 34 614

Kacang panjang 108 876 104 806 98 162 98 519 89 026

Disamping kota-kota besar disetiap propinsi, Jakarta masih merupakan destinasi utama pemasaran sayuran di Jawa. Sebagian sayuran yang berasal dari Sumatera juga dipasarkan ke Jakarta. Perdagangan antar pulau lainnya adalah dari Jawa ke Kalimantan dan Sulawesi serta kawasan timur. Sementara itu, pasar ekspor sayuran utama adalah Singapura dan Malaysia yang sebagian besar dipasok dari Sumatera Utara. Beberapa jenis sayuran khusus, misalnya vegetable soybean juga diekspor ke Jepang dalam volume yang relatif kecil.

• Hubungan harga dan musiman Harga merupakan acuan dari aktivitas ekonomi sayuran yang berfungsi sebagai suatu mekanisme rasional yang mendasari kegiatan produksi sayuran dan menjadi barometer atau ukuran kinerja pasar sayuran. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan sayuran secara terus menerus berubah, sehingga harga sayuran juga akan menunjukkan keragaman dari waktu ke waktu. Pada kondisi persaingan, fluktuasi harga dapat diakibatkan oleh adanya pergeseran permintaan dan penawaran. Dalam kaitan ini, upaya membandingkan variabilitas harga di berbagai tingkat pasar dapat memberikan indikasi lokus ketidak-stabilan harga. Table 8 menunjukkan bahwa besaran variasi harga di tingkat petani secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan di tingkat pasar grosir untuk semua jenis sayuran. Hal ini mengimplikasikan bahwa petani harus berhadapan dengan tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang. Ditinjau dari perspektif lain, keadaan tersebut konsisten dengan pasar persaingan sempurna dimana dalam jangka pendek, penawaran komoditas pertanian relatif inelastis jika dibandingkan dengan permintaan konsumen.

Page 7: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

7

Table 8 Keragaman harga di tingkat petani dan pasar grosir untuk beberapa jenis sayuran penting di Jawa Barat, 1995-1999

Rata-rata Standar Deviasi Koefisien Variasi (%) Harga

(Rp/kg) TP PG TP PG TP PG

Kentang 1 336.2167 1 596.5167 780.4411 881.6165 58.4 55.2

Tomat 548.0333 1 114.1667 427.2543 602.2284 77.9 54.1

Kubis 527.9667 691.1833 396.8134 471.1467 75.2 68.2

Petsai 318.2000 501.8833 195.7623 201.6459 61.5 40.2

TP = harga di tingkat petani; PG = harga di pasar grosir

Pergerakan harga musiman seringkali merupakan penentu kunci keberhasilan dalam pengambilan keputusan pemasaran. Perkiraan pola harga musiman dapat dilakukan dengan menghilangkan pengaruh trend dan menghitung harga rata-rata bulanan. Melalui pengekspresian harga bulanan rata-rata sebagai persentase dari harga secara keseluruhan, pola harga musiman dapat diperkirakan. Tabel 9 menunjukkan bahwa harga kentang, sebagai contoh, pada bulan Pebruari berada 20% di bawah harga rata-rata tahunan, sedangkan pada bulan Desember berada 22% di atas harga rata-rata tahunan. Hal ini mengindikasikan bahwa selama periode 1995-1999, harga kentang terendah terjadi pada bulan Pebruari dan harga tertinggi terjadi pada bulan Desember. Walaupun ada sedikit perbedaan diantara berbagai jenis sayuran yang dikaji, pendekatan yang digunakan ternyata mengidentifikasi pola harga musiman yang serupa diantara berbagai komoditas tersebut. Harga sayuran pada umumnya menurun pada bulan Januari-Pebruari, mulai meningkat pada bulan Maret-Mei, kemudian menurun kembali pada bulan Juni-September, dan mencapai harga tertinggi pada bulan November-Desember. Tabel 9 Pola musiman harga beberapa jenis sayuran penting di tingkat petani di Jawa Barat, 1995-1999

Bulan Harga di

tingkat petani J P M A M J J A S O N D

Harga bulanan rata-rata (Rp/kg)

Kentang 1170 1098 1224 1350 1334 1267 1409 1215 1290 1391 1617 1681

Kubis 480 390 579 652 715 575 429.2 368.8 383.3 410 624 754

Tomat 496 448 736 697 778 528.8 274.2 284.8 369 366 649 948

Petsai 208.4 181.2 381 427 401 308 267.2 269.2 251 315 434.6 408.6

Kubis bunga 705 710 677 596 824 707 832 752 822 984 1088 1094

Harga bulanan rata-rata sebagai persentase dari harga rata-rata keseluruhan a

Kentang 0.85 0.80 0.89 0.98 0.97 0.92 1.02 0.88 0.94 1.01 1.17 1.22

Kubis 0.91 0.74 1.09 1.23 1.35 1.08 0.81 0.70 0.72 0.77 1.18 1.42

Tomat 0.91 0.82 1.34 1.27 1.42 0.96 0.50 0.52 0.67 0.67 1.18 1.73

Petsai 0.65 0.56 1.19 1.33 1.25 0.96 0.83 0.84 0.78 0.98 1.35 1.27

Kubis bunga 0.86 0.87 0.83 0.73 1.01 0.87 1.02 0.92 1.01 1.21 1.33 1.34

a Dihitung dengan membagi setiap harga bulanan rata-rata dengan harga rata-rata keseluruhan dari setiap komoditas: kentang (Rp. 1 377.22), kubis (Rp. 530.13), tomat (Rp. 548.03), petsai (Rp. 321.08) dan kubis bunga (Rp. 816.05)

• Partisipan serta perilaku partisipan dalam sistem pemasaran

Page 8: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

8

Paling sedikit terdapat empat karakteristik struktur pasar yang perlu dipelajari untuk mengungkap berbagai tingkah laku partisipan yang terjadi di dalam suatu pasar. Keempat karakteristik tersebut termasuk: (1) jumlah dan ukuran pelaku pasar, (2) sifat produk dari sisi pandang pembeli, (3) kondisi yang diperlukan untuk masuk atau keluar pasar, dan (4) status, ketersediaan serta pengetahuan partisipan pasar menyangkut informasi biaya, harga dan kondisi pasar. Pada pemasaran sayuran, terutama yang melibatkan pelaku skala kecil, jumlah pelaku pasar memang agak sukar diidentifikasi. Sampai saat ini, sukar diperoleh dokumentasi akurat, misalnya jumlah pelaku yang terdaftar sebagai pedagang pengumpul, pedagang antar daerah, dsb. Informasi ini tampaknya cenderung lebih mudah diperoleh untuk pelaku skala besar. Lebih jauh lagi, jarang sekali ditemui pedagang yang melakukan spesialisasi untuk sejenis sayuran saja, karena pada umumnya pedagang tersebut menangani beberapa jenis sayuran secara sekaligus. Terlepas dari terbatasnya ketersediaan informasi tersebut, pengamatan di lapangan menunjukkan tidak adanya pedagang tunggal yang dapat memaksimalkan keuntungan tanpa memperhitungkan keberadaan pedagang lainnya. Dalam kondisi seperti ini, setiap pedagang harus berusaha keras untuk mendapatkan pasar dengan memanfaatkan berbagai strategi atau taktik penjualan. Produk sayuran yang dipasarkan pada umumnya bersifat homogen. Hal ini mengimplikasikan bahwa kebanyakan pembeli akan menganggap bahwa produk yang ditawarkan oleh seorang penjual pada dasarnya tidak berbeda dengan produk yang ditawarkan penjual lainnya. Sebagai contoh, seorang petani kentang akan menemui kesulitan untuk meyakinkan seorang pembeli bahwa produknya lebih baik dibandingkan dengan petani lain, kecuali ada perbedaan yang terukur (misalnya, kelas/grade atau varietas). Jika diferensiasi produk terjadi, maka penjual/pembeli tersebut dimungkinkan untuk melakukan praktek-praktek perdagangan yang mengarah pada sifat monopolistis/monopsonistis. Keadaan ini pada batas-batas tertentu diduga mulai terjadi pada pemasaran kentang jenis prosesing.

Pasar sayuran pada dasarnya memungkinkan pelaku pasar untuk secara bebas masuk atau keluar pasar. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap market entry/exit diantaranya adalah kemungkinan untuk melakukan penghematan biaya absolut, kemampuan manajerial yang bersifat unik/khusus serta kompetensi teknis yang dimiliki pelaku pasar. Sebagai contoh, pertumbuhan perusahaan pemasaran/pengepakan sayuran di Lembang yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, ternyata juga diikuti dengan dengan penghentian operasi beberapa perusahaan karena tidak lagi mampu bersaing. Pembeli dan penjual dapat mengambil keputusan yang lebih rasional jika memiliki informasi berguna pada saat yang tepat. Di Jawa Barat, informasi harga sayuran di tingkat grosir secara regular disebar-luaskan melalui radio atau papan pengumuman di pasar pengumpul yang ada di sentra produksi. Namun demikian, pengetahuan pasar bagi seorang pelaku tidak cukup hanya menyangkut informasi harga dan kualitas produk secara teknis, tetapi harus pula mencakup kemungkinan tindakan yang akan dilakukan oleh kompetitor dan pedagang, serta penilaian berdasar mengenai kondisi pasar ke depan. Dalam konteks pemasaran sayuran, pada batas-batas tertentu, pengetahuan pasar yang dimiliki petani dan pedagang telah memungkinkan keduanya mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan kondisi lingkungan pasar yang dihadapi. Salah satu keputusan sulit yang harus dibuat petani adalah menentukan kapan menerima harga dan kapan menunggu untuk memperoleh harga yang lebih baik. Dalam pemasaran sayuran, hampir semua jenis komoditas diperdagangkan dan dihargai melalui negosiasi individual, yaitu proses tawar menawar sederhana antara penjual dan pembeli pada setiap

Page 9: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

9

transaksi. Kekuatan serta informasi pasar yang secara seimbang dimiliki oleh setiap partisipan dalam proses transaksi merupakan prosedur implisit dari model pasar persaingan sempurna. Peraturan resmi transaksi biasanya tidak ada. Petani berharap dapat menjual produknya pada kemungkinan harga tertinggi, namun tidak seorangpun mengetahui pasti kapan harga tertinggi tersebut ditawarkan (karena sebaliknya, pembeli berharap dapat memperoleh produk tersebut pada tingkat harga terendah). Tidak ada satupun strategi pemasaran yang dapat menjamin diperolehnya kemungkinan harga tertinggi. Strategi pemasaran yang diarahkan untuk mendapatkan tingkat harga yang dapat diterima semua pihak memiliki peluang keberhasilan yang lebih baik dibandingkan dengan strategi yang diarahkan untuk mencapai harga tertinggi. Oleh karena itu, petani harus menguasai tingkat harga berapa yang konsisten dengan tingkat keuntungan yang harus dicapai atas semua kegiatan operasional suatu usahatani. Perhatian seksama terhadap kecenderungan pasar dapat menolong petani untuk memutuskan kapan menerima harga dan kapan menunggu untuk harga yang lebih baik. Sebagian petani di Lembang dan Pangalengan cukup sering menjual tanamannya secara tebasan, misalnya untuk kubis, petsai dan kubis bunga. Satu sampai tiga minggu sebelum waktu panen, pedagang melihat tanaman petani di kebun, mengestimasi hasil produksi, mengosiasikan harga, membayar secara tunai atau memberikan uang muka, serta mengambil alih semua kegiatan usahatani mulai dari kesepakatan dibuat sampai panen. Cara tebasan ini dilakukan petani untuk memenuhi kebutuhan uang tunai yang bersifat segera dan sebagai upaya spekulasi untuk mendapatkan tingkat harga tertinggi serta menghindarkan pengeluaran usahatani lebih jauh. Sementara itu, petani lain lebih memilih menjual produknya dengan cara ditimbang pada saat panen berdasarkan ekspektasi untuk memperoleh harga yang lebih tinggi melalui proses tawar menawar. Tabel 10 Cara penjualan, transaksi dan pembeli

Lembang (n=26) Pangalengan (n=27) No Uraian

Σ % Σ %

1 Cara penjualan produk:

Tebasan

Ditimbang

Tebasan dan ditimbang

3

16

7

11.5

61.5

27.0

-

11

16

-

40.7

59.3

2 Alasan menjual tebasan:

Menerima uang tunai sekaligus

Menghemat biaya panen

Menghemat waktu

6

2

2

60.0

20.0

20.0

9

3

4

56.3

18.8

24.9

3 Alasan menjual ditimbang:

Lebih menguntungkan

Mengharapkan harga lebih baik melalui tawar menawar

Memperoleh estimasi hasil secara aktual

5

11

7

21.7

47.8

30.5

9

13

5

33.3

48.1

18.6

4 Tempat transaksi:

Pasar lokal

Kebun

Rumah petani

Gudang pedagang

2

2

9

13

7.7

7.7

34.6

50.0

13

6

4

4

48.1

22.3

14.8

14.8

5 Lawan transaksi:

Langsung dengan pedagang/pembeli

Melalui perantara

24

2

92.3

7.7

24

3

88.9

11.1

6 Pedagang yang paling sering dihubungi:

Pedagang pengumpul lokal

Pedagang pengumpul antar daerah

Pedagang besar/grosir

15

8

3

57.7

30.8

11.5

16

11

-

59.3

40.7

-

7 Kesulitan untuk memperoleh pembeli:

Tidak pernah

Kadang-kadang

20

6

76.9

23.1

16

11

59.3

40.7

Page 10: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

10

Aliran produk sayuran dari produsen ke konsumen difasilitasi oleh berbagai proses yang terjadi sepanjang rantai pemasaran. Pemasaran sayuran pada umumnya dicirikan oleh beragam rantai pemasaran yang sudah mapan, walaupun bersifat informal. Berbagai rantai tataniaga tersebut relatif sederhana dan pendek, karena jasa/pelayanan pemasaran yang dibutuhkan ternyata tidak banyak. Beberapa jenis pedagang yang biasanya terlibat dalam pemasaran sayuran, diantaranya adalah:

1. Pedagang pengumpul skala kecil atau komisioner Pedagang ini berskala kecil yang secara rutin mengikuti perkembangan tanaman di kebun petani dan melakukan transaksi. Pedagang tersebut membeli produk dari petani dan menjualnya kepada pedagang pengumpul lokal atau bandar. Pedagang jenis ini dapat membiayai operasinya sendiri atau bertindak sebagai komisioner. Jika bertindak sebagai komisioner, maka pedagang ini hanya mengumpulkan produk dan meneruskannya untuk dibeli oleh bandar dengan imbalan komisi tertentu. 2. Pedagang tebasan/kontrak Jenis pedagang ini membeli sayuran dari petani berdasarkan kesepa-katan/perjanjian yang dilakukan jauh sebelum tanaman dipanen (kubis, petsai, kubis bunga). Kesepakatan jual beli dilakukan setelah pedagang mengestimasi hasil produksi maupun harga produk dan estimasi tersebut disepakati oleh petani. Setelah perjanjian jual beli disepakati, pedagang mengambil alih pemeliharaan tanaman dan semua biaya untuk mempersiapkan produk ke pasar ditanggung oleh pedagang. Dengan demikian, pedagang juga dihadapkan pada risiko-risiko pra dan pasca panen. Pedagang ini dapat membiayai operasinya sendiri atau dibiayai oleh bandar atau pedagang besar. 3. Pedagang pengumpul pedesaan atau bandar Fungsi pemasaran utama yang dilakukan oleh jenis pedagang ini adalah mengumpulkan produk sayuran dalam volume yang relatif besar dan mengirimkannya ke pusat-pusat konsumsi. Selain mengumpulkan dan mengirimkan produk sayuran ke pasar konsumsi, jenis pedagang ini juga terkadang memberikan uang muka (bahkan semacam pinjaman) kepada petani, menyewa tenaga kerja untuk melakukan sortasi dan pengkelasan serta memasok bahan-bahan yang diperlukan untuk pengiriman produk ke pasar. Sebagian bandar yang bermodal kuat juga biasa terlibat dalam proses produksi dengan melakukan penanaman sendiri atau membiayai petani melalui kesepakatan bagi hasil. 4. Pedagang antar daerah Jenis pedagang ini biasanya berasal dari luar sentra produksi. Pedagang ini membeli sayuran dan meneruskannya ke pasar-pasar grosir dan eceran. Pembelian sayuran langsung dilakukan dengan petani atau bandar yang biasanya telah dihubungi sebelum transaksi. Jenis pedagang ini pada umumnya telah memiliki hubungan baik dengan petani maupun bandar, sebagai pelanggan. 5. Pedagang besar/grosir Pedagang ini beroperasi di pasar-pasar pusat konsumsi dan menerima kiriman produk sayuran dari petani, bandar atau pedagang antar daerah. Produk sayuran yang diterima akan

Page 11: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

11

diteruskan ke pedagang pengecer atau pedagang besar sekunder. Volume pembelian pedagang ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal dan kontak/jaringan yang dimiliki. Pedagang besar biasanya telah memiliki jaringan pemasok yang dapat menjamin kontinuitas pasokan. 6. Pedagang pengecer Jenis pedagang ini merupakan mata rantai terakhir dari pemasaran sayuran dengan volume transaksi relatif kecil yaitu 25 kg - 100 kg per minggu. Pemenuhan pasokan biasanya dirancang untuk meminimalkan risiko produk rusak dan kemungkinan menurunnya harga secara drastis.

Berbagai alternatif rantai pemasaran sayuran cenderung bersifat tipikal, yaitu:

• produsen – pedagang pengumpul pedesaan – pedagang antar daerah – pedagang besar/grosir – pedagang pengecer - konsumen.

• produsen – pedagang pengumpul pedesaan – pedagang besar/grosir – pedagang pengecer - konsumen.

• produsen – pedagang pengumpul skala kecil atau komisioner – pedagang pengumpul pedesaan/bandar – pedagang besar/grosir – pedagang pengecer - konsumen.

• produsen – pedagang tebasan – pedagang pengumpul pedesaan - pedagang pengecer - konsumen.

• produsen – perusahaan pengepakan – pedagang pengecer - konsumen

PRODUSEN SAYURAN

PEDAGANG PENGUMPUL LOKAL

ATAU TEBASAN

PEDAGANG BESAR DI

BANDUNG

PEDAGANG BESAR DI

JAKARTA

PEDAGANG PENGECER DI BANDUNG

PEDAGANG ANTAR DAERAH

PERUSAHAAN PENGEPAKAN

PEDAGANG PENGECER DI JAKARTA

SUPER MARKET RESTAURANT HOTEL

KONSUMEN

Page 12: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

12

Untuk sentra produksi Lembang dan Pangalengan, diperkirakan rantai pertama dan kedua menyerap 70% dari pasokan total, sedangkan 30% sisanya diserap oleh rantai ketiga, keempat dan kelima. Observasi lebih lanjut menunjukkan bahwa pedagang pengumpul pedesaan atau bandar memiliki peran yang sangat dominan dalam menjembatani produsen dengan konsumen. Volume sayuran yang ditangani oleh jenis pedagang ini berkisar antara 5 - 25 ton per hari. Secara keseluruhan, sebagai contoh, Langensari dan Margamulya memasok 15 - 50 ton (minimal) and 75 - 150 ton (maksimal) sayuran ke pasar-pasar kota besar, terutama Bandung dan Jakarta. Berikut ini adalah hasil observasi untuk suatu perusahaan pengepakan sayuran di Lembang yang telah beroperasi sejak tahun 1997. Produk sayuran diperoleh dan dikumpulkan dari petani koperator yang direkrut berdasarkan: (1) kesediaan untuk memasok jenis sayuran tertentu sesuai pesanan secara teratur setiap hari, (2) kesepakatan sistem pembayaran, tiga minggu pengiriman dikompensasi dengan pembayaran pada minggu berikutnya, dan (3) kesepakatan tingkat harga yang dikaji-ulang setiap minggu dan kontrak/perjanjian yang dikaji-ulang setiap enam bulan. Produk sayuran yang dikumpulkan dari petani kemudian akan melewati proses pencucian/pembersihan, sortasi, pengkelasan, penimbangan, pengepakan/pengemasan, pelabelan dan pengiriman ke supermarket, restaurant dan hotel di Jakarta dengan menggunakan truk pengangkut yang dilengkapi alat pendingin. Perusahaan ini setiap hari mengirim sayuran dalam volume yang relatif kecil serta jenis yang sesuai dengan pesanan. Berikut ini adalah contoh jenis dan volume sayuran yang dikirim ke Jakarta setiap hari.

No Jenis Kuantitas (kg) No Jenis Kuantitas (kg)

1. Tomat 321 10. Paprika merah 17

2. Cherry tomato 30 11. Paprika kuning 10

3. Kentang 140 12. Kubis 192

4. Seledri 37 13. Lobak 45

5. Petsai 338 14. Baby chinese mustard 17

6. Kubis bunga 76 15. Peterseli 6

7. Zucchini 88 16. Lettuce 271

8. Paprika hijau 37 17. Pumpkin 200

9. Buncis 5

Harga jual per unit dihitung berdasarkan harga beli ditambah dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengkompensasi kehilangan hasil, pengkelasan, sortasi, pengepakan, transportasi dan marjin keuntungan. Berikut ini beberapa contoh penentuan harga jual untuk beberapa jenis sayuran:

Sayuran Harga beli Susut Pengke-lasan

Sortasi Penge-masan

Trans-portasi

Marjin keun-tungan

Harga jual

Rp/kg

Kentang 2 800 170 85 85 140 145 225 3650

Kubis bunga 4 000 240 125 125 200 200 260 5150

Tomat 2 700 168 81 81 135 135 150 3450

Lettuce 4 000 240 120 120 200 220 300 5200

Paprika hijau 8 000 480 240 240 400 400 640 10 400

Paprika merah 11 000 660 330 330 550 550 880 14 300

Paprika kuning 11 000 660 330 330 550 550 880 14 300

Page 13: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

13

Jika terjadi kekurangan pasokan dari petani, perusahaan akan mencari sayuran dari pasar grosir di Bandung dan secara hati-hati memilih produk yang masih memenuhi persyaratan yang diminta konsumen. Pengelola mengindikasikan adanya trend permintaan yang semakin meningkat untuk produk sayuran berkualitas tinggi, terutama dari supermarket dan hotel. Dua macam ukuran yang seringkali digunakan untuk mengevaluasi keragaan pasar adalah: (1) bagian petani atau the farmer’s share of the consumer’s expenditure, dan (2) marjin pemasaran. Tabel 11 memberikan gambaran umum menyangkut keragaan pasar kentang, tomat, kubis, dan petsai di Jawa Barat. • Koefisien variasi harga kentang di tingkat petani lebih rendah dibandingkan dengan harga tomat,

kubis dan petsai. Hal ini mengindikasikan bahwa harga kentang relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga sayuran lainnya. Namun demikian, indikasi ini ternyata tidak terjadi di tingkat pasar grosir.

• Variasi marjin untuk tomat dan petsai lebih rendah dibandingkan dengan variasi harga dua komoditas bersangkutan di tingkat petani. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar cenderung beroperasi sedemikian rupa sehingga marjin untuk tomat dan petsai bersifat lebih stabil dibandingkan dengan harganya di tingkat petani

• Variasi marjin untuk kentang dan kubis lebih tinggi dibandingkan dengan variasi harga dua komoditas bersangkutan di tingkat petani dan di tingkat grosir. Perbandingan ini memberikan gambaran bahwa dalam jangka pendek, pedagang juga menyerap atau terkena dampak yang cukup signifikan dari variasi harga kentang dan kubis. Hal ini mengindikasikan bahwa pedagang tidak memiliki posisi tawar yang cukup kuat untuk membebankan pengaruh yang ditimbulkan oleh pergeseran penawaran dan permintaan kepada produsen dan konsumen.

• Besaran variasi atau keragaman harga di tingkat grosir secara umum lebih rendah dibandingkan dengan keragaman marjin tataniaga dan harga di tingkat petani. Dalam jangka pendek, pasar tampaknya cenderung beroperasi untuk meningkatkan stabilitas harga di tingkat pasar grosir. Indikasi ini memberikan acuan agar perbaikan sistem pemasaran lebih diarahkan untuk memecahkan ketidak-stabilan harga yang relatif tinggi di tingkat petani.

• Secara umum, bagian yang diterima petani cukup tinggi untuk semua komoditas yang mencerminkan adanya persaingan tinggi antar partisipan di dalam pasar. Besaran variasi bagian yang diterima petani secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan dengan keragaman marjin tataniaga. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka pendek pasar cenderung bekerja mengarah pada stabilisasi bagian petani.

Tabel 11 Bagian petani dan marjin pemasaran beberapa sayuran penting di Jawa Barat, 1995-1999

Kentang Tomat Kubis Petsai

Harga di tingkat petani (Rp/kg)

Rata-rata

Standar Deviasi

Koefisien Variasi (%)

1 336.2

780.4

58.4

548.0

427.3

77.9

527.9

396.8

75.2

318.2

195.8

61.5

Harga di tingkat grosir (Rp/kg)

Rata-rata

Standar Deviasi

Koefisien Variasi (%)

1 596.5

881.6

55.2

1 114.2

602.2

54.1

691.2

471.1

68.2

501.9

201.6

40.2

Bagian petani dari harga grosir (%)

Rata-rata

Standar Deviasi

Koefisien Variasi (%)

0.8287

0.1121

13.5

0.4597

0.1312

28.5

0.7527

0.1483

19.7

0.6109

0.1831

30.0

Marjin tataniaga (Rp/kg) (harga grosir – harga petani)

Rata-rata

Standar Deviasi

Koefisien Variasi (%)

260.3

242.4

93.1

566.1

264.0

46.6

163.2

142.6

87.4

183.7

105.0

57.2

Page 14: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

14

Petani di Lembang dan Pangalengan bahwa faktor utama yang menjadi acuan dalam menentukan harga produk adalah pengetahuan mengenai harga yang sedang berlaku di pasar. Hal ini sekaligus memberikan konfirmasi mengenai petani yang berperilaku sebagai price taker. Menarik untuk dicatat bahwa sebagian besar petani memperoleh informasi harga yang berlaku di pasar dari pedagang atau petani lainnya. Dalam konteks ini, pelayanan informasi harga melalui media cetak dan elektronik perlu dipertanyakan efektivitasnya. Sebagian besar petani sepakat bahwa faktor penting lain yang mempengaruhi proses penentuan haraga adalah kualitas produk. Sementara itu, sistem pembayaran yang dominan terjadi adalah pembayaran tunda. Paling sedikit ada dua kebiasaan pembayaran tunda yang terjadi di lapangan: (1) pembayaran dilakukan 2-10 hari setelah transaksi dan (2) pembayaran uang muka sebesar 20-50% dan sisanya dilunasi 2-14 hari setelah transaksi atau setelah produk habis terjual. Table 17 Penentuan harga dan pembayaran dalam pemasaran sayuran di Lembang dan Pangalengan

Langensari (n=26) Margamulya (n=27) No Uraian

Σ % Σ %

1 Acuan penentuan harga dalam transaksi:

Perhitungan biaya per unit dan keuntungan yang diharapkan

Pengetahuan mengenai harga yang berlaku di pasar

2

24

7.7

92.3

2

25

7.4

92.6

2 Sumber informasi harga pasar:

Media cetak atau elektronik

Petani lain

Pedagang

Petani lain dan pedagang

-

3

12

11

-

11.5

46.2

42.3

-

3

7

17

-

11.1

25.9

63.0

3 Faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan harga akhir:

Kuantitas produk

Kualitas produk

Tempat transaksi

Jenis pedagang

Hubungan baik dengan pedagang tertentu

Keterkaitan dengan pedagang pemberi kredit

5

26

13

20

10

1

19.2

100.0

50.0

76.9

38.5

3.8

23

27

8

20

6

11

85.2

100.0

29.6

74.1

22.2

40.7

4 Sistem pembayaran yang paling sering dialami:

Tunai

Dibayar kemudian

Tunai dan dibayar kemudian

2

3

21

7.7

11.5

80.8

2

18

7

7.4

66.7

25.9

Sistem pemasaran sayuran cenderung masih bersifat konvensional dan merupakan sumber utama ketidak-pastian yang sangat berpengaruh terhadap keberlajutan usahatani. Perbaikan sistem kelembagaan pemasaran sudah saatnya diposisikan pada urutan kepentingan yang mendapatkan prioritas dalam program pengembangan sub-sektor hortikultura. Perbaikan sistem pemasaran merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah. Dalam kaitan ini, pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk memberikan pelayanan dasar serta menciptakan kondisi kondusif agar dapat mendorong terwujudnya sistem pemasaran yang efisien. Pada dasarnya, terdapat beberapa alternatif tindakan yang dapat ditempuh pemerintah dalam rangka menjalankan proses reformasi pemasaran, diantaranya:

• Reformasi peraturan atau regulasi. Pemerintah meninjau kembali kendala administratif dan regulasi yang menghambat keragaan optimal lembaga pemasaran, dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran.

• Reformasi harga produk. Pemerintah perlu menjamin bahwa harga yang disepakati pada setiap transaksi merupakan luaran dari mekanisme pasar

Page 15: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

15

• Perbaikan efisiensi lembaga pemasaran. Langkah ini pada umumnya ditempuh sebagai tahapan awal dari reformasi pemasaran

• Penekanan terhadap keterlibatan pihak swasta untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran.

Transformasi pasar mengubah nilai jenis sayuran tertentu melalui perubahan-perubahan bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan sayuran bersangkutan bersamaan dengan pergerakannya di dalam sistem pemasaran. Setiap fungsi tersebut menciptakan tambahan nilai, tetapi juga menimbulkan tambahan biaya. Pofitabilitas dari berbagai fungsi pemasaran, misalnya pengolahan, transportasi, penyimpanan dan perantara, akan bergantung kepada selisih antara nilai tambah dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk operasionalisasi fungsi-fungsi tersebut. Prinsip dasar pemasaran ini tampak cukup sederhana, tetapi konsep funda-mental yang mendasari ekspansi vertikal dari usahatani ke pemasaran tetap harus dibangun secara cermat.

• Mencabut subsidi dengan tindakan- tindakan yang terukur dan memiliki target yang jelas

• Reformasi kebijakan perdagangan luar negeri

• Mendukung tumbuhnya saluran-saluran pemasaran yang baru

Pengalaman di banyak negara-negara berkembang menunjukkan bahwa reformasi pemasaran telah memberikan manfaat bagi partisipan pasar, melalui:

• Peningkatan kebersaingan yang mengarah pada pengurangan biaya pemasaran (berpotensi untuk memberikan manfaat baik bagi produsen maupun konsumen)

• Penghilangan kesempatan bagi kegiatan-kegiatan spekulasi non-produktif (rent-seeking)

• Rasionalisasi kebijakan penetapan harga yang memungkinkan sumberdaya pertanian digunakan secara lebih produktif serta pengurangan beban fiskal dari sistem pemasaran

Persepsi kurang tepat yang mengasumsikan bahwa sistem pemasaran secara otomatis akan berkembang untuk mengimbangi peningkatan produksi perlu segera diluruskan. Pra-kondisi utama untuk keberhasilan perbaikan sistem pemasaran adalah pendekatan terkoordinasi antara spesialis pemasaran dan instansi pemerintah terkait yang bertanggung jawab dalam merancang, mengimplementasikan dan melakukan sosialisasi program perbaikan. Pendekat-an sistematis yang dapat dilakukan dalam memperbaiki sistem pemasaran adalah sebagai berikut:

• Mendefinisikan tujuan program perbaikan -- sasaran program perbaikan serta target grup

• Mengidentifikasi sistem yang relevan untuk mencapai tujuan -- sistem agribisnis secara keseluruhan atau sub-sistem pemasaran saja

• Menentukan komponen dari sistem yang akan diperbaiki -- institusi pemelihara stabilisasi harga atau jaringan informasi pasar

• Mendefinisikan lingkungan di mana sistem bersangkutan akan beroperasi serta berbagai faktor yang dapat menghambat dan mengkondisikan berfungsinya sistem tersebut

Page 16: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

16

• Mendefinisikan luaran dari sistem yang hendak diperbaiki -- efisiensi penggunaan sumberdaya dalam memberikan pelayanan pemasaran serta efektivitas dari sistem dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

• Menentukan secara konseptual berbagai macam keterkaitan yang mungkin terjadi antar bagian-bagian dalam sistem -- harga tinggi akan cenderung mendorong peningkatan pasokan atau harga rendah cenderung akan meningkatkan permintaan

• Melakukan delineasi alternatif tindakan yang teruji kelayakannya sesuai dengan lingkungan operasi, ketersediaan sumberdaya serta kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan

• Melakukan evaluasi menyangkut konsekuensi yang mungkin ditimbulkan dari alternatif tindakan yang dipilih, berkaitan dengan luaran dan keragaan sistem

Sesuai dengan kondisi aktual yang dihadapi, pendekatan sistematis di atas dapat pula digunakan sebagai check list untuk menentukan langkah awal program perbaikan. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa perbaikan sistem pemasaran dilakukan melalui:

• Pembangunan dan/atau perluasan pasar induk serta perbaikan fasilitas pemasaran yang bersifat mendasar

• Perbaikan manajemen pasar dan sistem transaksi

• Penguatan koperasi pemasaran yang dioperasikan organisasi petani

• Pembuatan berbagai regulasi/peraturan pemasaran sesuai kebutuhan

• Pelatihan personil untuk spesialisasi pemasaran produk

• Pelaksanaan survai pasar dan penelitian yang berkesinambungan Sejalan dengan perbaikan berbagai hal di atas, rekayasa sosial dan kelembagaan juga terus digarap, terutama berkaitan dengan pemberlakuan serta penerapan berbagai regulasi pasar, misalnya:

• Peraturan menyangkut sistem transaksi produk pertanian

• Peraturan menyangkut sistem pemasaran koperatif

• Peraturan menyangkut persetujuan kontrak produksi dan pemasaran

• Peraturan menyangkut penyusunan standarisasi dan grading produk untuk pasar domestik dan pasar ekspor

• Peraturan menyangkut penyelenggaraan pasar-pasar pengumpul

• Peraturan menyangkut manajemen pasar induk

• Peraturan menyangkut manajemen dan supervisi pasar eceran

• Peraturan menyangkut operasionalisasi dan manajemen sistem informasi pasar

• Peraturan menyangkut pengawasan residu kimiawi Berbagai peraturan di atas disusun untuk memberikan jaminan atas kepentingan dan hak semua pihak yang terlibat dalam proses pemasaran. Disamping itu, peraturan tersebut memberikan dasar hukum yang solid bagi pemerintah dalam mempromosikan perbaikan sistem pemasaran. Secara lebih kongkrit, pengalaman di negara-negara berkembang juga menunjukkan pentingnya perbaikan fungsi pasar induk sebagai titik tumpu upaya perbaikan sistem pemasaran secara keseluruhan. Keberhasilan operasionalisasi dan manajemen pasar induk sangat bergantung pada upaya-upaya perbaikan yang ditempuh dengan:

Page 17: Sistem Pemasaran Sayuran_Kondisi Faktual Dan Upaya Reformasi Secara Konseptual

17

• Memberikan penekanan pada hal-hal yang bersifat legislatif sebagai dasar acuan untuk upaya perbaikan pasar

• Membentuk organisasi berbadan hukum yang bertugas untuk mengelola pasar induk

• Mendirikan pasar induk di sentra-sentra produksi utama dan pusat-pusat konsumsi utama (kota besar)

• Meningkatkan keeratan hubungan antara koperasi pemasaran dengan pasar induk berdasarkan fasilitasi yang diberikan pemerintah

• Membantu pasar induk dalam membangun sistem transaksi (misalnya, sistem lelang) yang didukung oleh pemerintah serta memperkenalkan berbagai teknologi maju di bidang pemasaran

• Mengatur imbalan bagi pelayanan yang diberikan oleh pasar induk secara layak

• Menstabilkan harga di pasar induk melalui perencanaan dini menyangkut volume produk yang akan masuk ke pasar

• Membentuk sistem informasi pasar yang menghubungkan sentra-sentra produksi utama dengan pasar-pasar induk

• Membentuk komisi penentuan harga yang bertanggung jawab untuk menentukan harga minimal beberapa komoditas utama di pasar induk

• Mengatur transaksi berbasis borongan yang dilakukan di pasar induk

• Menyediakan fasilitas ruang yang cukup bagi pedagang besar dan jobber

Berbagai pengalaman dari negara lain mungkin saja diadaptasi untuk perbaikan sistem pemasaran produk sayuran di Indonesia melalui proses perencanaan yang matang dan terkoordinasi. Reformasi pemasaran dapat mengurangi biaya pemasaran, mengurangi beban fiskal yang disebabkan oleh inefisiensi dalam sistem pemasaran, meningkatkan integrasi pasar dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan respon produksi dan pemasaran yang signifikan. Beberapa hal yang perlu mendapat catatan berkenaan dengan kemungkinan kegagalan reformasi pemasaran adalah: (a) kegagalan untuk menyelesaikan konflik politis dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda, (b) adanya inkonsistensi kebijakan yang dilakukan pemerintah, dan (c) adanya respon yang kurang antusias terhadap upaya reformasi. Reformasi sistem pemasaran sayuran memang bukan merupakan tugas yang mudah, tetapi tetap harus dilakukan, karena bukan sesuatu hal yang bersifat pilihan.