Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SISTEM MUZARA’AH PETANI BAWANG MERAH DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT
DESA SINGKI KECAMATAN ANGGERAJA
KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Sarjana Hukum
(S.H) Pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
MUH. RETNO
10525032015
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1440 H/2019 M
x
ABSTRAK
MUH.RETNO 105 25 0320 15. Sistem Muzara’ah Petani Bawang Merah Dalam Meningkatkan Pendapatan Msyarakat Desa Singki Kecama Anggeraja Kabupaten Enrekang. Di bimbing oleh Ferdinan dan Hasanuddin.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahu sistem muzara’ah yang digunakan petani bawang merah dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang 2) Mengetahui tingkat pendapatan petani bawang merah masyarakat Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang 3) Mengetahu kendala-kendala yang dialami petani bawang merah Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulitatif, lokasi dan objek penelitian yang digunakan bertemapat di Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, dalam penelitian ini peneliti menggunakan fokus penelitian yaitu sistem muzara’ah dan tingkat pendapatan masyarakat, tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Sistem Muzara’ah Petani Bawang Merah Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang adalah 1) Sistem Muzara’ah yang digunakan petani bawang merah adalah sistem yang sudah sesuai dengan anjuran Islam. 2) Tingkat pendapatan petani bawang merah tidak menentu yang dipengaruhi oleh harga bawang merah di pasar. Harga bawang merah dipengaruhi oleh kebutuhan dan pasokan bawang merah di pasar lokal maupun permintaan dari kota tertentu. 3) Kendala yang di alami petani bawang merah yang ada di desa singki yaitu hama yang kerap membuat petani gagal panen, modal yang banyak, harga bawang merah yang tidak tetap dan juga bibit yang digunakan dapat mempengaruhi hasil panen.
x
ABSTRAK
MUH.RETNO 105 25 0320 15. Muzara'ah System of Shallot Farmers in Increasing the Income of Singki Village, Kecama Anggeraja, Enrekang Regency. Supervised by ferdinan and hasanuddin.
This research aims to. 1) Knowing the muzara'ah system used by shallot farmers in increasing the income of the community of Singki Village, Anggeraja District, Enrekang Regency. 2) Knowing the level of income of shallots farmers in the community of Singki Village, Anggeraja District, Enrekang Regency. 3) knowing the constraints experienced by shallot farmes in Singki Village, Anggeraja District, Enrekang Regenecy.
This type of research used in this study is qualitative, the location and reseaech in Singki Village, Anggeraja District, Enrekang Regenency, in this study the researchers used the focus of research that is the muzara’ah system and the level of community income,data collection techniquens used are observation, intervierws, and documentation .
From the results of the study showed that the red onion farmers Muzara’ah Sysstem in Increasing the Income of the Community of Singki Village, Anggeraja District, Enrekang Regency was 1) The Muzara'ah system used by shallot farmers is a system that is in accordance with Islamic advice 2) The level of income of shallot farmers is uncertain due to the price of shallots on the market. The price of shallots is influenced by the needs and supply of shallots in the local market and the demand from certain cities. 3) The obstacle experienced by shallot farmers in the village of Singki is pests that often make farmers fail to harves, capital intensive, the price of red onions is not fixed and also the seeds used can affect crop yields.
vii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى الحمد ا بعد اله وصحبه أجمعين أم
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah
Swt, karena atasa segala limpahan rahma, taufiq dan petunjuk-Nya
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya,
meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan masih terdapat
kekurangan yang tentunya masih memerlukan berbagai perbaikan.
Selanjutnya shalawat dan taslim peneliti haturkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad Saw dan segenap keluarganya, para
sahabat, tabi’in sampai kepada orang-orang yang mukmin yang telah
memperjuangkan islam sampai saat ini dan bahkan sampai akhir zaman.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian
penelitian tentunya tidak dapat sekesai tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu maka patutlah kiranya
peneliti menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua tercinta yaitu, ayahanda tercinta Nunang dan ibunda
tersayang Hayati yang telah mengantarkan penulis hingga seperti
sekarang dengan penuh kasih sayang, do’a, kesabaran, dan
viii
keikhlasan dan perjuangan hidup demi kelansungan pendidikan
putranya, terimakasih untuk semuanya.
2. Prof Dr. H Abd Rahman Rahim, SE. MM, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membina dan
mengembangkan fakultas tersebut tempat peneliti menimba ilmu
pengetahuan.
4. Dr.Ir.Muchlis Mappangaja, MP dan Hasanuddin, SE. sy M.E selaku
Ketua Jurusan Dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. Ferdinan S. Pd.I., M.Pd.I dan Hasanuddin, SE. sy M.E selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang dengan tulus ikhlas meluangkan
waktunya memberikan bimbingan dalam pengarahan sehingga
penelitian ini dapat dirampungkan sejak dari awal hingga selesai.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Asisten Dosen yang telah banyak
memberikan atau mentransfer ilmu pengetahuan kepada peneliti sejak
awal hingga menjelang sarjana seperti sekarang ini.
7. Kepada pihak Desa Singki Kecamatn Anggeraja Kabupaten Enrekang
sebagai obyek penelitian penulis.
8. Untuk Rezky Widasari, Hartik Susanti, Hasrul Asis, Yulinda, Zafranul
Zajid, Andriani Oktaviani, Syahfuddin, Nadia Abbas,Dian Ekawati,
ix
teman kelas HEKIS C dan teman-teman seperjuangan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
9. Almamaterku tercinta Fakultas Agama Islam Prodi Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Muhammadiyah Makassar yang selalu mendidik,
mengajarkan, serta mendewasakan dalam berfikir dan bertindak
secara baik.
Semoga pertemanan kita abadi selamanya. Terima kasih atas do’a dan
dukungan yang diberikan untuk peneliti.
Akhirnya peneliti berharap semoga apa yang telas diberikan
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca
pada umumnya dan bagi keluarga besar Hukum Ekonomi Syariah
pada khususnya.
28 Januari 2020 Makassar,
3 Jumadil Akhir 1441 H
Peneliti
MUH.RETNO NIM.105 25 0320 15
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... iii
BERITA ACARA MUNAQASYAH .................................................. iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................... vi
ABSTRAK ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS ......................................................... 7
A. Muzara’ah ....................................................................... 7
1. Pengertian Muzara’ah dan Mukharabah .................... 7
2. Rukun dan Syarat Muzara’ah .................................... 14
3. Akibat dan Berakhirnya Akad Muzara’ah ................... 21
4. Bentuk-bentuk Muzara’ah .......................................... 25
B. Pendapatan Ekonomi ...................................................... 30
1. Pengertian Pendapatan Ekonomi .............................. 30
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
Ekonomi .................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 35
A. Jenis Penelitian ............................................................... 35
B. Lokasi dan Objek Penelitian ........................................... 35
C. Fokus Penelitian ............................................................. 36
D. Deskripsi Fokus Penelitian .............................................. 36
vi
E. Sumber Data ................................................................... 36
F. Instrumen Penelitian ....................................................... 37
G. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 39
H. Teknik Analisis Data ....................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................... 44
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 44
B. Sistem Muzara’ah Petani Bawang Merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang ................... 48
C. Tingkat Pendapatan Petani Bawang Merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang ................... 51
D. Kendala-kendala yang mempengaruhi Pendapatan Petani
Bawang Merah Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang .......................................................................... 53
BAB V PENUTUP ........................................................................... 56
A. Kesimpulan ..................................................................... 56
B. Saran ............................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 59
RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 61
LAMPIRAN ..................................................................................... 62
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Batas Wilayah Desa Singki .............................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa Allah menjadikan manusia dengan saling
membutuhkan satu sama lain, supaya mereka saling menolong, tukar
menukar keperluan dalam segala urusan yang menyangkut kepentingan
hidup masing-masing, baik dalam jalan jual beli, sewa-menyewa, bagi
hasil, bercocok tanam, atau perusahaan dan lain-lain, baik dalam urusan
kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan
demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur, pertalian antara satu
dengan yang lain menjadi baik. Dalam hal usaha ataupun bisnis, pertanian
merupakan salah satu bidang usaha yang sangat penting dan baik untuk
dipraktekan guna mencukupi kehidupan yang lebih baik, Imam Al-Qurtubi
memandang bahwa usaha pertanian adalah fardu kifayah. Dimana
pemerintah wajib mengarahkan manusia kearah pertanian tersebut dan
segala hal yang berkaitan dengannya dalam bentuk menanam pohon.1
Perjanjian bagi hasil muzara’ah merupakan salah satu perjanjian
yang berhubungan dengan tanah yang mana obyeknya bukan tanah
melainkan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tanah atau
yang melekat pada tanah seperti tanaman-tanaman, menggarap atau
menanami tanah tersebut dan sebagainya, yaitu merupakan perjanjian
1 Sayyid Sabiq,”Fiqih Sunnah”,(Beirut dar-al Fikr,1983), jilid 3, h. 191
2
kerjasama yang bersangkutan dengan tanah tetapi yang tidak dapat
dikatakan berobyek tanah, melainkan obyeknya adalah tanaman.2
Kesepakatan dalam pengolahan dipandang sebagai suatu kerja
sama antara pemilik tanah dan petani penggarap, persyaratan-
persyaratan yang diperlukan adalah kesesuaian dan keadilan. Pemilik
tanah tidak dibolehkan mengambil keuntungan yang tidak semestinya
karena kedudukannya yang kuat dan memberlakukan persyarata-
persyaratan tertentu kepada petani yang sangat memberatkannya.
Rasulullah SAW sebagai mana dikutip sebelumnya tidak mengizinkan
adanya perjanjian pengolahan yang tidak menempatkan posisi petani
sederajat dengan pemilik tanah.3
Dalam Islam bentuk kerjasama tersebut merupakan salah satu
bentuk kerjasama dalam lapangan ekonomi yaitu bentuk pemberian harta
dari seseorang pada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan
yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan
kesepakatan. Dalam hukum Islam praktek kerjasama muzara’ah atau
yang sering disebut dengan bagi hasil petani bawang merah termasuk
dalam katagori Muzara’ah dan Mukhabarah. Dalam kerjasama ini terdapat
dua belah pihak yang satu sebagai pemilik modal, sedangkan dipihak lain
sebagai pelaksana usaha. Keduanya mempunyai kesepakatan untuk
kerjasama, kemudian hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
2 Ter Haar Bzn,"Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat", Terjemahan K.Ng Subekti Poesponoto, Jakarta : Pradnya Paramita, 1999, hal.20
3 Afzalurrahman,”Doktrin Ekonomi Islam”, Yogyakarta : PT. Dana Bakti Wakaf, cet Ke-2, 1995, h 341
3
Seperti halnya mudharabah, merupakan bentuk kontrak yang melibatkan
antara dua kelompok yakni, pemilik modal (shahih al maal) yang
mempercayakan modalnya kepada pengelola usaha (mudharib) dengan
tujuan untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi di antara mereka
berdasarkan proporsi yang telah disetujui bersama.4
Dalam hal ini pihak pemilik modal bertugas mengawasi
penggarap agar bekerja dengan baik sesuai permintaan pemilik. Setelah
melihat kenyataan ini dalam masyarakat, maka pemilik lahan pertanian
menyerahkan lahannya kepada petani (pengolah) untuk ditanami hingga
kedua belah pihak saling diuntungkan. Dengan demikian rasa tolong
menolong, saling memperdulikan akan tumbuh dan berkambang dalam
masyarakat.5
Sistem Muzara’ah dan Mukhabarrah ini bisa lebih
menguntungkan dari pada sistem Ijarah (sewa tanah), baik bagi pemilik
tanah maupun bagi penggarapnya. Sebab pemilik tanah biasa
memperoleh bagian dari bagi hasil (Muzara’ah) ini, yang harganya lebih
banyak dari uang sewa tanah, sedangkan penggarap tanah tidak banyak
menderita kerugian dibandingkan dengan menyewa tanah, kalau ia
mengalami kegagalan tanamannya.6
4E.J.Brill Leiden, Islamic Banking and Interest A Study of The Prohibition of Riba and Its Contemporary Interpretation. Terj. Muhammad Ufuqul Mubin “Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, cet. Ke- I, h. 91.
5 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h. 271
6 Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997, h. 130.
4
Bagi hasil muzara’ah adalah suatu bentuk perjanjian antara
seorang yang berhak atas bidang suatu bidang tanah pertanian dari orang
lain yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian dimana penggarap
diperkenankan mengusahakan penggarap dan yang berhak atas tanah
tersebut menurut imbangan yang telah disetujui bersama.7
Sistem bagi hasil muzara’ah selama ini didasarkan pada
kepercayaan dan kesepakatan antara petani penggarap dan pemilik tanah
kepercayaan inilah modal utama bagi seorang penggarap untuk dapat ijin
pengelola tanah pertanian yang bukan miliknya, dengan obyek perjanjian
yakni tanah pertanian, dan semua yang melekat pada tanah.
Namun dalam kondisi masyarakat sekarang dan yang akan
datang, pembagian hasil yang seperti itu tentunya sangat tidak
memungkinkan, sebab kalau pembagian hasil tersebut hanya diserahkan
kepada kesepakatan antara pemilik tanah dan penggarap tanah,
kemungkinan besar pihak penggarap akan dirugikan, sebab penggarap
berada di posisi yang lemah, karena sangat tergantung pada pemilik
tanah, sebagaimana kita ketahui semakin hari jumlah tanah pertanian
semakin berkurang dan dari sisi lain jumlah petani penggarap semakin
bertambah banyak jumlahnya dari sinilah maka akan terjadi persaingan
antara sesama petani penggarap, jadi pengambilan bagi hasil tersebut
dapat menguntungkan pemilik tanah.
7 Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan”, Jakarta: Djambatan, 1997, h 116
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah pokok yang akan
peneliti kaji dalam skripsi ini, dapat dikemukakan permasalahannya
sebagai berikut.
1. Bagaimana sistem muzara’ah petani bawang merah di Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang?
2. Bagaimana tingkat Pendapatan Masyarakat di Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung
dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sistem muzara’ah petani bawang merah di Desa
Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
2. Untuk mengetahui tingkat pendapatan masyarakat yang ada di
Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
3. Untuk mengetahui dan menganalisa kendala-kendala apa saja
yang mempengaruhi pendapatan petani bawang merah di Desa
Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang serta solusinya.
D. Manfaat Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada
manfaat yang dapat diambil baik bagi diri penulis sendiri maupun bagi
6
masyarakat pada umumnya. Manfaat penelitian ini dibedakan dalam dua
bentuk, yaitu:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran guna pengembangan ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam khusunya
dalam bidang Ekonnomi pertanian, mengenai bagi hasil muzara’ah dalam
pertanian.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagia dasar guna
penelitian selanjutnya.
b. Untuk memberikan gambaran pelaksanaan perjanjian
muzara’ah dalam pertanian bawang merah.
c. Sebagai sarana menambah wawasan peneliti.
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Muzara’ah
1. Pengertian Muzara’ah
Menurut bahasa, Al-Muzara’ah yang berarti Tharh AlZur’ah
(melemparkantanaman)1, muzara’ah memilki dua arti yang pertama al-
muzara’ah yag berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman)
maksuudnya adalah modal(albudzar). Makna yang pertama adalah makna
majaz, makna yang kedu adalah al-inbat makna hakikimakna kedua ini
berarti menumbukan.2
Muzara’ah adalah suatu sistem kerja sama dalam bidang
pertanian antara pemmilik lahan pertanian dan petani penggarap3.
Sedangkan dalam terminologi fiqih terdapat beberapa definisi al-
muzara’ah yang dikemukakan oleh ulama fiqih. Menurut Ulama Syafi’iyah
muzara’ah dan mukhabarah adalah mukhabarah adalah mengelola tanah
di atas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola.
Adapun muzara’ah sama seperti mukhabarah hanya saja benihnya
berasal dari pemilik tanah.4 Sejalan dengan pemikiran ahli ekonomi Islam,
Imam Asy-Syaibani menurutnya, pertanian memproduksi berbagai
kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan
1Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 4, PT. Alma’Arif, Bandung, 1996, h. 81 2 Hadi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, PT, Raja Grofindo Persada, Jakarta, 2013, h,
153 3 M. Ali Hasan, “Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam: Fiqih Muamalah”,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004. Cet 2, h 271 4 Rachmat Syafe’I, “Fiqih Muamalah”, Bandung: CV Pustaka Setia 2001 h, 206
8
berbagai kewajibannya. Imam Asy-Syaibani menyatakan bahwa manusia
dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Seseorang tidak akan
menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya.
Dan kalaupun manusia berusaha keras, usia akan membatasinya. Dalam
hal itu kemaslahatan hidup manusia sangat tergantung padanya. Oleh
karena itu, Allah SWT memberi kemudahan pada setiap orang untuk
menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, sehingga manusia dapat
bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah yang
dicontohkan oleh Rsaulullah dan mentradisi di tengah para sahabat dan
kaum muslimin setelahnya. Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasulullah
SAW bekerja sama (muzara’ah) dengan penduduk khaibar untuk berbagi
hasil panen, makan dan buah-buahan. Bahkan Muhammad Albakir bin Ali
bin Al-Husain mengatakan bahwa tidak ada seorang muhajirin yang
berpindah kemadinah kecuali mereka bersepakat untuk membagi
pertanian sepertiga atau seperempat hal ini bisa kurang ataupun lebih
sesuai kesepakatan bersama.5
Menurut para ulama ada yang berpendapat bahwa Muzara’ah
sama dengan mukhabarah, menurut Hanafiyah, mukhabarah dan
muzara’ah hampir tidak bisa dibedakan, muzara’ah menggunakan kalimat
bi ba’d al-kharij min alard, sedangkan dalam mukhabarah menggunakan
5 M. Ali Hasan,”Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam: Fiqih Muamalah”,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, cet 2, h 272
9
kalimat bi ba’d ma yakhruju min al-arad, Menurut hanafiyah belum diketahi
perbedaan tersebut berdasarkan pemikiran Hanafiyah.6
Menurut Dharin Nas, Al-syafi’i berpendapat bahwa mukhabarah
adalah menggarap tanah denagan apa yang dikeluarkan dari tanah
tersebut. Sedangkan muzara’ah adalah seorang pekerja menyewa tanah
dengan apa yang dihasikan dari tanah tersebut7
Menurut Syaikh Ibrahim Al-bajuri berpendapat bahwa
mukhabarah adalah, sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah
kepada pekerja dan modal dari pengelola. Sedangkan muzara’ah adalah
pekerja mengelola tanah denagan sebagian apa yang dihasilkan darinya
dan modal dari pemilik tanah.8
Jadi dapat disimpulkan muzara’ah ialah mengerjakan tanah
(orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagaian
hasilnya (seper dua, seper tiga atau seper empat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah.
Mukhabarah adalah bentuk kerjasama antara pemilik
sawah/tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan
dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan
bersama, sedangkan biaya, dan benihnya dari penggarap tanah.
Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih
tanaman. Dalam muzara’ah benih tanaman berasal dari pemilik tanah
sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak
6 Hendi Suhendi, Loc. Cit. 53 7Rachmad Syafi’I, Fiqh mu’amalah, CV. Pustaka setia, Bandung 2001, h, 205 8 Hendi Suhendi, Op. Cit, h, 54
10
penggarap. Pada umumnya, kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada
perkebunan yang benihnya relatif murah seperti bawang merah, padi,
jagung dan kacang kacangan. Namun, tidak menutup kemungkinan pada
tanaman yang benihnya relatif murah pun dilkukan kerjasama muzara’ah.
Jadi mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti
sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat) sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan.
Berdasarkan dengan Imam Mawardi yang menyatakan bahwa
mukhabarah sama dengan muzara’ah. Yaitu menyewa tanah dengan
ganti sebagian dari hasil panen. Hanya saja berbeda pada asal kata
mukhabarah, yakni dikaitkan dengan praktik demikian di khaibar.
Imam Taqiyuddin didalam kitab “kifayatul ahya” menyebutkan
bahwa muzara’ah adalah menyewa seseorang pekerja untuk menenami
tanah dengan upah sebagian yang keluar daripadanya. Sedangkan
mukhabarah adalah transaksi pengolahan bumi dengan upah sebagian
hasil yang keluar dari padanya.9
Hukum mukhabarah sama dengan muzara’ah, yaitu mubah
(boleh). Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi saw:
حمن لوتركت هذه المخابرة فاءنهم عن طاوس انه كان يخابر, قال عمروفقلت له ياابا عبدالر
وسلم نهى عن المخابرةفقال اي امرو : اخبرنى اعلمهم بذالك يزعمون ا ن النبي ص لى
عبايعني ابن من عليه وسلم لم ينه انما قال يمنح احدكم اخا ه خيرله س ان النبي صلى
ان يا خد عليها خرجامعلوما (رواه مسلم)
9 Imam Taqiyudddin, Kifayatul Ahyar, Juz I, Dar al-Ihya’, Surabaya Indonesia, h, 314
11
Artinya:
“Dari thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah. Amru berkata: lalu aku katakana kepadanya: ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarahini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi saw. Telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah telah menceritakakn kepada qu orang yang sungguh-sungguuh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbasbahwa Nabi saw. Tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik dari pada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu”, (HR. Muslim.)10 Dikalangan ahli fiqih Islam terdapat perbedaan pendapat tentang
keabsahan sistem bagi hasil dalam pengolahan tanah. Sebagian sebagian
ahli fiqih menganggap bahwa kesepakatan bagi hasil sama dengan
persekutuan dalam perdagangan. Oleh karena itu dibolehkan, sementar
sebagian lainnya menolak sistem tersebut karena dianggap terlalu berat
dan bersifat menindas, dan masih ada lagi yang lain menganggap itu
boleh tapi dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
Sebelum dibahas tentang pendapat-pendapat dari kelompok-
kelompok yang saling bertentangan, terlebih dahulu digambarkan tentang
sistem bagi hasil yang sering dijalankan pada masa pemerintahan
khalifah. Pada masa itu sistem bagi hasil difahami sebagai kerja sama
dalam pengolahan tanah. Seperti misalnya dengan membiarkan tanah itu
dalam pengolahan seorang petani dan memberikan bagian tertentu dari
hasil pengolahan sebagai alat penukarnya, para ahli fiqih telah membatasi
sistem bagi hasil sebagai sua tu bentuk pengolahan dimana tanah
10 Afzalur Rahman,” Doktrin Ekonomi Islam”, Jilid II, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995, h, 262
12
diberikan untuk diolah dan sebagai gantinya diperoleh bagian tertentu dari
hasil produksi tanah tersebut.11
Dalam Al-qur’an disebutkan:
عيشتهم فى الحيواة الد نيا ورفعنا بع ضهم فوق أهم يقسمو ن رحمت ربك نحن قسمنا بينهم ما تجمعون بعض درجت يتخذ بعضهم بعضا سخر يا ورحمت ربك خير مم ل
Artinya:
32. Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.12
Ayat ini menegaskan bahwa penganugrahab rahmat Allah, apabila
pemberi wahyu, semata-mata adalah wewenang Allah, bukan manusia,
apakah mereka yang musyri, durhaka, dan bodoh itu yang dari saat ke
saat dan secara bersinambungan membagi- bagi rahmat Tuha
pemelihara dan pelimpah rahmat bagimu, wahai nabi yang agung, tidak
kami telah membagi melalui penetapan hukum-hukum kami tetapkan
antara mereka serta berdasarkan kebijaksanaan kami yang baik bersifat
umum maupn khusus kami telah membagi sarana kehidupan dunia karena
tidak dapat melakukannya sendiri dan kami telah meningkatkan sebagian
mereka dalam harta benda, ilmu, kekuatan dan lain-lain atas sebagian
yang lain peninggian beberapa derajat agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain sehingga mereka dapat tolong
menolong dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
11 Ibid.h. 256 12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan, CV Diponegoro, Bandung,
2010, h, 491
13
Penggunaan kata Rabbika yang di tunjukkan kepada Nabi
Muhammad saw. Kata ma’isyatahum/penghidupan mereka, terambil dari
kata ‘aisy yaitu kehidupan yang berkaitan dengan hewan dan manusia di
dunia ini. Ba’ dhuhum ba’dhan/ sebagian kamu atas sebagian yang lain
mencakup semua manusia. Misalnya, sikaya membutuhkan kekuatan fisik
si miskin, dan simiskin membutuhkan uang si kaya.13
Dalil al-Qur’an atau hadist tersebut diatas merupaka landasan
hukum yang dipakai oleh para ulama’ yang membolehkan akad perjanjian
atau mukhabarah. Menurut para ulama’ akad ini bertujuan untuk saling
membantu antara petani dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah
tidak mampu mengerjakan tanahnya, sedang petani tidak mempunyai
tanah atau lahan tanah14
Munculnya pengertian dan mukhabarah dengan ta’rif atau
pengertian yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang
membedakan antara arti dan mukhabarah, yaitu Imam Syafi’I berdasarkan
dzhahir nash Imam Syafi’I sedangkan ulama yang menyamakan (ta’rif)
dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari
Al Bandanji. Mengartikan sama dengan memberi ketentuan usaha
mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi sesuai dengan
kesepakatan.15
13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Volume 12, Letera hati, jln. Kartimuki,
Jakarta, 2010, Hlm. 240-241
15 Nasrun Harun,” Fiqih Muamalah”, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 277
14
2. Rukun dan Syarat
a. Rukun
Jumhur ulama membolehkan akad, mengemukakan rukun yang
harus dipenuhi agar akad tersebut menjadi sah.
1) Pemilik Lahan dan penggarap (akid)
Akid adalah seorang yang mengadakan akad, disini berperan
sebagai penggarap atu pemilik tanah pihak-pihak yang mengadakan
akid, maka para mujtahid sepakat bahwa akad sah apabila dilakukan:
seorang yang telah mencapai umur, seorang berkal, sempurna dan
seseorang berihtiar.
Jika tidak bisa terselenggara akad atau mukharabah di atas
orang gila dan ank kecil yang belum pandai, maka apabila melakukan
akad ini dapat terjadi dengan tampa adanya pernyataan dari walinya.
untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaraktan
berkemampuan yaitu keduanya berakal dan dapat membedakan. Jika
salah seorag yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat
membedakan, maka akad itu tidak sah.16
Adapun kaitannya dengan orang yang berakal sempurna, yaitu
orang tersebut telah dapat diminta pertanggung jawaban, yang
memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang
buruk(berakal). Nampak padanya bahwa dirinya telah mampu
16Sayyid Sabid, Op. Cit, h, 115
15
mengatur harta bed padanya bahwa dirinya telah mampu mengatur
harta bendanya.
2) Harus ada ketentuan bagi hasil
Menurut ketentuan dalam akad perlu diperhatikan ketentuan
pembagian hasil seperti setengah, sepertiga, seperempat, lebih
banyak atau lebih sedikit dari itu.17 Hal itu harus diketahui dengan
jelas, di samping untuk pembagiannya. Karena masalah yang sering
muncul kepermukaan dewasa ini dalam dunia perikatan adalah
masalah yang menyangkut pembagian hasil serta waktu pembagian
hasil. Pembagian hasil harus sesuai dengan kesepakatan keduanya.
3) Objek (ma’qud ilaih)
Ma’qud ilaih adalah benda yang berlaku pada hukum akad atau
barang yang dijadikan objek pada akad.18Ia dijadikan rukun karena
kedua belah pihak telah mengetahui wujud barangnya, sifat keduanya
serta harga dan manfaat apa yang di ambil. Akad itu tidak boleh
kecuali tanah yang sudah diketahui. Kalau tidak diketahui kecuali
dengan dilihat seperti tanah pekarangan, maka dengan hal ini tidak
boleh hingga terlihat terlebih dahulu. Dan juga tidak boleh kecuali atas
tanah-tanah yang bermanfaat atau subur. Kesuburan tanah-tanah
dapat dilihat dari penggunaan alat pengukur kualitas kesuburan tanah
17Syekh Muhammad Yusuf Qurdawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, PT. Bina
Ilmu, Jakarta, 2001, h, 384 18Tengku Muhammad Tasbih As-Ahididieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Bulan
Bintang, Jakarta, 1998, h, 23
16
tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian (bak tenaga
maupun biaya) dari masing -masing pihak yang bersangkutan.
Hal-hal yang harus diperhatikan perjanjian kerjasama yang
berkaitan dengan tanah antara lain: untuk apa tanah tersebut
digunakan? apabila tanah digunakan untuk pertanian, maka harus
diterangkan, dalam perjanjian jenis apakah tanaman yang harus
ditanam ditanah tersebut. Sebab jenis tanaman yang di tanam akan
berpengaruh terhadap jangka Panjang(sewa) tersebut. Dengan
sendirinya akaa berpengaruh terhadap uang sewanya. Pengunaan
yang tidak jelas dalam perjanjian, dikhawatirkan dapat menimbulakan
prestasi yang akan berbeda antara pemilik tanah dengan
penyewa(penggarap) dan pada akhirnya akan menimbulkan
persengketaan.19
4) Ijab dan Qobul
Suatu akad terjadi apabila ada ijab dan qabul, bak dalam betuk
perkataan atau dakam bentuk persyartan yang menunjukan adanya
persetujuan kedua belah pihak dalam melakuka akad tersebut. Ijab
dan Qabul artinya ikatan antara pemilik lahan dan penggarapnya.
Dalam ini baik akad munajjaz (akad yang diucapkan seseorang
dengan memberi tahu batasan) maupun qhairu munajjaz (akad yang di
19Suhwardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h, 148
17
ucapkan seorang tampa memberi batasan) dengan suatu kaidah tanpa
mensyaratkan dengan suatu syarat.20
Akad dalam fiqh mu’amalah berasal dari kata bahasa Arab عقد -
,yang berarti, membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian عقدا
percampuran, menyatukan.21 Sedangkan menurut para ulama ada
beberapa pendapat diantaranya : Menurut al-Sayyid Sabiq akad berarti
ikatan atau kesepakatan.22Menurut basri, akad menurut bahasa berarti
ikatan (al-rabthu), kaitan (al- ‘akadah) atau janji (al-‘ahdu).23Menurut M.
Ali Hasan, akad berasal dari bahasa Arab adalah “perkataan,
perjanjian dan permufakatan “.Pertalian ijab (pernyataan menerima
ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada
obyek perikatan.24 Yang dimaksud ijab dalam definisi akad adalah
ungkapan atau pernyataan kehendak melakukan perikatan (akad) oleh
suatu pihak, biasanya disebut sebagai pihak pertama. Sedangkan
qabul adalah pernyaan atau ungkapan yang menggambarkan
kehendak pihak lain, biasanya dinamakan pihak kedua, menerima atau
menyetujui pernyataan ijab.25
20Tengku Muhammad Hasbi As-Shididieqy, Op. Cit, h, 75 21A. Warson Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, Ponpes Al-Munawir,
Yogyakarta, 1997, h, 1023 22 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid 3, Cet. Ke-3, Dar Al-Fikr, Beirut, 1993 h, 12 23 Hasan Basri, Kontekstualisasi Transaksi Jual Beli Dalam Sistem Ekonomi
Islam, Dalam Aiyub Ahmad, Transaksi Ekonomi: Perspektiif Hukum Perdata Dan Hukum Islam, Kiswah, Jakarta, 2004, h, 24
24 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h, 101
25 Ghufron A. mas’adi, Fiqh Mu’amalah kontekstual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h, 77
18
Secara sederhana, ijab dan qobul cukup dengan lisan saja.
Namun sebaiknya dapat dituangkan kedalam surat perjanjian yang di
setujui oleh kedua belah pihak, termasuk bagi hasil kerjasama tersebut.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak memerlukan qabul
secara lafadz, tetapi cukup hanya dengan mengerjakan tanah, itu sudah
termasuk qobul.26 Sifat akad menurut ulama Hanafiyah adalah sifat-sifat
perkongsian yang tidak lazim. Adapun pendapat ulama Malikiyah harus
menabur benih di atas tanah supaya tumbuh tanaman atau dengan
menanam tumbuhan diatas tanah yang tidak ada bijinya. Menurut
pendapat yang paling kuat, perkongsian harta temasuk dan harus
menggunakan sighat (ijab qobul).27
b. Syarat-syarat
Adapun syarat-syarat menurut jumhur ulama ada yang
menyangkut orang yang berakad, benih yang ditanam, tanah yang
dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan menyangkut waktu berlakunya
akad.28
1) Syarat orang yang berakad harus baligh dan berakal. Imam Abu
Hanifah mensyaratkan bukan oranag murtad, tetapi ulam Hanafiyah
tidak mensyaratkan.29
2) Syarat yang ditanam harus jelas dan menghasilkan.
3) Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian.
26 Rachmat syafe’I Op. Cit h, 207 27 Ibid. h, 208 28 Nasrun harun, Loc.Cit, h, 276 29 Rachmat syafe’I, Loc. Cit, h, 208
19
a) Tanah tersebut bisa digarap dan dapat menghasilkan
b) Batas-batas lahan tersebut hasrus jelas
c) Ada penyerahan tanah
d) Tanah tersebut diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap
untuk diolah
4) Syarat yang berkaitan dengan lahan yang akan dipanen
a) Jelas ketika akad
b) Pembagian panen harus jelas
c) Hasil panen tersebut harus jelas benar-benar milik bersama orang
yang berakad.
d) Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang ma’lum.30
5) Syarat yang berkaitan dengan waktu harus jelas
6) Syarat yang berkaitan objek akad juga harus jelas pemanfaatan
benihnya, pupuknya dan obatnya. Seperti yang berlaku dengan adat
dan kebiasaan daerah setempat.
Imam Abu Yusuf dan Muhammad Hasan Asy-Syaibani
perpendapat bahwa dilihat dari segi sahnya akad maka ada empat
bentuk.31
Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari
petani penggarap, sehingga yang menjadi objek adalah jasanya petani,
hukumnya sah.
30 Hendi Suhendi,” Fiqih Muamalah”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.
159 31 M Ali Hasan, Op.Cit, h. 277.
20
1) Apabila pemilik lahan hanya menyediakan lahan saja, sedangkan
penggarap menyediakan bibit, alat, dan kerja yang menjadi objek
adalah manfaat tanah/lahan hukumnya sah.
2) Apabila lahan, bibit, alat, dan kerja dari petani, maka akad juga sah.
3) Apabila lahan dan alat dari pemilik lahan dan bibit serta kerja dari
petani penggarap, maka hukum akadnya tidak sah. Mereka
berpendapat apabila alat pertanian dari pemilik lahan, maka akad
menjadi rusak, karena alat pertanian tidak biasa mengikat pada lahan.
Alat pertanian tersebut tidak sejenis dengan manfaat lahan. Karena
lahan adalah untuk menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan alat hanya
sebagai untuk pengolahannya. Alat pertanian seharusnya dari
penggarap bukan dari pemilik lahan.
4) Hukum akad shahih menurut ulama Hanafi adalah sebagai berikut.32
a) Segala keperluan untuk menggarap tanaman diserahkan
sepenuhnya kepada penggarap
b) Pembiayaan atas tanaman di bagi antara pemilik lahan dengan
penggarap
c) Hasil yang diperoleh dibagi atas kesepakatan yang disepakati
d) Menyiram dan merawat tanaman adalah tanggung jawab
penggarap, kecuali disyaratkan bersama dalam kesepakatan akad.
32Rachmat Syafe’I, Op. Cit, h. 210
21
e) Jika salah seorang yang akad meninggal maka penggarap tidak
mendapatkan apa-apa, karena ketetapan akad didasarkan atas
waktu.
5) Hukum akad fasid apabila terdapat:
a) Penggarap tidak melakukan kewajiban terhadap akad yang telah
disepakati
b) Hasil yang didapatkan merupakan pemilik benih
c) Jika benih dari penggarap, maka berhak mendapatkan upah
3. Akibat dan Berakhirnya Akad
a. Akibat Akad
Jumhur ulama yang membolehkan akad, jika pemilik tanah dan
penggarap telah melakukan akad akan berakibat, sebagai berikut.33
1) Pemilik lahan bertanggung jawab terhadap biaya benih dan
pemeliharaan pertanian tersebut.
2) Biaya pertanian seperti pupuk, biaya perairan, biaya pembersihan
tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik lahan sesuai dengan
persentase bagian masing-masing
3) Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama
4) Perairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama dan
apabila tidak ada kesepakatan, berlaku adat dan kebiasaan ditempat
masing-masing.
33 M Ali Hasan ,Op.Cit, h. 278
22
5) Apabila seseorang meninggal dunia, akad tersebut tetap berlaku
sampai panen dan diwakili oleh ahli warisnya, lebih lanjut akad
tersebut dapat dipertimbangkan oleh ahli waris diteruskan atau tidak.
b. Berakhirnya Akad
Apabila akad berakhir sebelum masa panen, akad tersebut tidak
dibatalkan dan ditunggu sampai masa panen.34 Dalam menunggu masa
panen tersebut petani penggarap berhak mendapat pembayaran sesuai
dengan adat kebiasaan setempat, dan biaya untuk pertanian selanjutnya
ditanggung bersama oleh pemilik lahan dan petani penggarap.35
Yakni jika masa atau waktu yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak telah habis maka, yang dilakukan oleh kedua belah pihak itu
secara otomatis berakhir. Jika diiantara keduanya akan melanjutkan
tersebut maka kedua belah pihak harus melakukan akad kembali.
1) Salah seorang yang berakad meninggal
Jika salah satu diantara orang yang berakad meninggal dunia
maka akad yang telah dilaksanakan atau yang baru akan dilaksanakan
secara otomatis berakhir, karena adalah akad kerja sama dalam hal
percocok tanama, jadi kedua belah pihak memiliki tanggung jawab
masiing-masing.
” Menurut ulama mazhab hanafi dan hanabilah, maka akad berakhir. Sedangkan menurut ulama mazhab Syafi’I dan maliki akad tersebut tidak berakhir dan dapat diteruskan oleh ahli warisnya”.36
34 Nasrum Harun, Op.cit, h. 280 35 M Ali Hasan, Op. Cit, h. 279 36 Ibid, h. 279
23
2) Adanya uzur.
Menurut ulama Hanafiyah, diantara uzur yang menyebabkan
batalnya antara lain: tanah garapan terpaksa dijual, misalnya untuk
membayar utang atau keperluan lain oleh pemilik tanah. Penggarapan
tidak dapat mengelola tanah, seperti sakit, jihat dijalan Allah SWT dan
lain sebagainya.37
Menurut ulam Hanafiyah uzur tersebut dapat berupa.
a) Tanah garapan tersebut terpaksa dijual karena pemilik lahan
memiliki hutang.
b) Penggarap tidak dapat mengelola tanah dikarenakan sakit, jihad
di jalan Allah SWT, dan naik haji.38
Suatu akad menurut imam al-Mawardi akan berakhir pada
a) Meningalnya salah satu pihak. Namun dapat iteruskan oleh ahli
warisnya. Jika pemilik lahan meninggal dunia sementara
tanamannya masih hijau, maka penggarap harus terus bekerja
sampai tanamanitu matang. Ahli waris dari yang meninggal tidak
berhak melarang orang itu untuk berbuat demikian. Jika
penggarap yang meninggal dunia, maka ahli warisnya
menggantikannya dan jika ia mau boleh meneruskan
kerjamengolah tanah sampai tanaman itu matang dan p[emilik
lahan tidak melarangnya.
37Rachemad Syafe’I, Op.Cit. h. 21 38 Rachmt Syafe’I, Op. Cit, h. 211
24
b) Jangka waktu yang disepakati berakhir. Jika dalam menyewa
tanah berada dalam tahun (waktu dalam tahun tersebut) yang
dimungkinkan adanya panen, maka diperbolehkan. Hal itu
menghindari waktu habis sebelum panen tiba.
c) Jika terjadi banjir dan melanda tanah sewaan tersebut sehingga
kondisi tanah dan tanaman rusak maka perjanjian berakhir
d) Jika waktu berakhir pemilik dilarang mencabut tanaman sampai
pembayaran diberikan dan hasil panen dihitung.
Sedangkan menurut para ulama fiqh yang membolehkan akad atau
mukhabarah bahwa akad ini akan berakhir apabila:
a) Jangka waktu yang disepakati berakhir. Akan tetapi jika jangka
waktu sudah habis, sedangkan hasil pertanian itu belum layak
panen, maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan
hasilnya dibagi sesuai denagn kesepakatan bersama diwaktu
akad.
b) Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, apabila salah seorang
yang berakat wafat, maka akad muzaraa’ah atau mukhabarah
berakhir. Karena mereka berpendapat bahwa akad ijarah tidak
boleh diwariskan. Akan tetapi Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah
berpendapat bahwa akad atau mukhabarah itu dapat
diwariskan. Oleh sebab itu akad tidak berakhir disebabkan oleh
wafatnya salah seorang yang berakad.
25
c) Adanya uzursalah satu pihak. Baik dari pihak pemilik tanah
ataupun dari pihak pengarap atau pengelola yang
meneybabkan tidak boleh untuk melanjutkan akad tersebut.
Kerjasama bidang pertanian seperti di atas mempunyai banyak
kebaikan dan hikmah yang bisa diambil. tersebut bisa dijadikan tolong
menolong antara pemilik lahan yang tidak bisa menggarap lahannya
kepada petani penggarap yang tidak mempunyai lahan. Hal tersebut bias
mencegah terjadinya lahan yang menganggur dan petani penggarap yang
sebelumnya tidak punya lahan tapi punya kemampuan.
4. Bentuk-bentuk
Dengan beberapa adanya perbedaan pendapat dari para ulama
islam tentang keabsahan itu sendiri dalam hal kegunaannya, akhirnya
mempengaruhi keabsahan sistem itu sendiri. Namun ada beberapa
bentuk yang diakui oleh ulama fiqih.39
a. Bentuk yang tidak diperbolehkan ialah:
1) Suatu bentuk perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang
harus diberikan kepada pemilik tanah, maksudnya adalah apapun hasil
yang akan diperoleh nantinya pemilik tanah akan tetap mendapatkan
hasil yang sebelumnya telah disyaratkan diawal. Contoh pemilk tanah
akan tetap menerima 5 atau 10 mound dari hasil panen (1 mound = 40
kg).
39 Afzalurrahman,”Doktrin Ekonomi Islam”, Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995, h
285
26
2) Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan tersebut yang
berproduksi, misalnya, bagian utara atau selatan yang hanya
memproduksi dan hasil dari bagian yang berproduksi tersebut untuk
pemilik tanah.
3) Apabila hasil tersebut berada pada bagian tertentu, misalnya pada
bagian sungai atau di daerah yang mendapat cahaya matahari dan
hasilnya hanya untuk pemilik tanah. Hal tersebut merugikan petani
penggarap yang hasilnya belum akan diketahui. Sedangkan hasil
pemilik lahan telah ditentukan.
4) Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut
tetap akan menjadi miliknya jika pemilik tanah masih
menginginkannya, hal tersebut dilarang karena mengandung unsur
ketidak adilan karena merugikan para petani yang akan
membahayakan hak-hak mereka dan bisa menimbulkan kesengsaraan
dan kemelaratan.
5) Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tetapi
satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnnya menyediakan alat-alat
pertanian.
6) Apabila tanah menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan kepada
pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga, dan tenaga kerja
kepada pihak keempat, atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat
pertanian dibebankan kepada pihak ketiga.
27
7) Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi
tanggung jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat pertanian
pada pihak lainnya.
8) Bagian seseorang harus ditetapkan dalam jumlah, misalnya
seperdelapan (1/8) atau seperempat (1/4) untuk satu pihak dan
sisanya untuk pihak lain.
9) Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harusnya dibayarkan
kepada satu pihak lain dari bagiannya dari hasil tersebut.
10) Adanya hasil panen lain (selain yang ditanam di lahan tersebut) harus
dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran
tanah.40
Singkatnya perjanjian akan sah apabila tidak ada seorangpun
yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil
atas kelemahannya dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada
syarat-syarat yang sejenisnya dapat menimbulkan perselisihan antara
kedua belah pihak. Adapun bentuk yang diharamkan adalah apabila
bentuk kesepakatannya tidak adil. Misalnya dari luas 1000 m persegi yang
disepakati pemilik lahan menetapkan bahwa dia berhak atas tanaman
yang tumbuh di area 600 m tertentu. Sedangkan tenaga buruh tani berhak
atas hasil yang akan didapat pada 400 m tertentu.
Perbedaanya dengan bentuk yang halal di atas adalah pada cara
pembagian hasil. Bentuk yang boleh adalah semua hasil panen
40 Ibid, h286
28
dikumpulkan terlebih dahulu, baru dibagi hasil sesuai prosentase.
Sedangkan bentuk yang kedua dan terlarang itu, sejak awal lahan sudah
dibagi dua bagian menjadi 400 m dan 600 m. buruh tani berkewajiban
untuk menanami kedua lahan, tetapi haknya terbatas pada hasil di 400 m
itu saja. Sedangkan apapun yang akan dihasilkan di lahan satunya lagi
yang 600 m, menjadi hak pemilik lahan.
Cara seperti ini adalah cara yang diharamkan. Inti larangannya
ada pada masalah gharar. Sebab boleh jadi salah satu pihak akan
dirugikan. Misalnya bila panen dari lahan yang 600 m itu gagal, maka
pemilik lahan akan dirugikan. Sebaliknya, bila panen di lahan yang 400 m
itu gagal, maka buruh tabi yang akan dirugikan. Maka yang benar adalah
bahwa haasil panen keduanya harus disatukan terlebih dahulu, setelah itu
baru dibagi hasilkan sesuai perjanjian prosentase.41
b. Bentuk yang dibolehkan:
1) Perjanjian kerjasama dalam pengolahan lahan dimana tanah, benih
dari satu pihak, perlatan pertanian, dan tenaga kerja dari pihak lainnya
dan setuju bahwa pemilik tanah akan mendapat bagian tertentu dari
hasil.
2) Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya beban pemilk
tanah sedangkan hanya buruh tani yang dibebankan kepada petani
maka harus ditetapkan bagian tertentu bagi pemilik.
41 Ibid, h 287
29
3) Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik lahan dan peralatan
pertanian dan kerja daru petani dan pembagian dan hasil tersebut
harus ditetapkan secara proporsional.
4) Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih
dan buruh serta menetapkan bagian masing-masing yang akan
diperoleh dari hasil.
5) Imam Abu Yusuf berpendapat: jika tanah diberikan secara Cuma-
Cuma kepada seseorang untuk digarap, semua pembiayaan
pengolahan ditanggung oleh penggarap dan semua hasil menjadi
miliknya tapi kharaj (pajak bumi/tanah) akan dibayar pemilik tanah, jika
ushr (zakat) dibayar petani.
6) Apabila tanah berasal dari satu pihak dan kedua belah pihak sama-
sama menanggung benih, buruh dan pembiayaan pengolahan, dalam
hal ini keduanya akan mendapat hasil. Jika merupakan ushr, harus
dibayar berasal dari hasil dan jika kharaj akan dibayar oleh pemilik
tanah.
7) Apabila tanah disewakan kepada seseorang, dan itu adalah kharaj
menurut Imam Abu Hanifah harus dibayar oleh pemilik tanah, dan jika
ushr sama juga dibayar oleh pemilk tanah, tetapi menurut Abu Yusuf
jika ushr dibayar oleh petani.
30
8) Apabila perjanjian ditetapkan dengan sepertiga atau seperempat dari
hasil, menurut Imam Abu Hanifah, keduanya kharaj atau ushr akan
dibayar oleh pemilik tanah.42
B. Pendapatan Ekonomi
1. Pengertian Pendapatan Ekonomi
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang
maupun berupa barang yang berasal dari pihak lain maupun hasil industri
yang dinilai atas dasar sejumlah uang dari harta yang berlaku saat itu.
Pendapatan merupakan unsur yang harus di lakukan dalam melakukan
suatu usaha tentu ingin mengetahui nilai atau jumlah pendapatan yang di
peroleh selama melakukan usaha.43
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia pendapatan adalah hasil
kerja (usaha atau sebagainya).44 Sedangkan pendapatan dalam kamus
manajeman adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan dan
organisasi lain dalam bentuk upah, sewa, bunga, komisi, ongkos, dan
laba.45
Tingkat pendapatan merupakan salah satu kriteria maju tidaknya
suatu daerah. Bila pendapatan suatu daerah relatif rendah, dapat
dikatakan bahwa kemajuan dan kesejahteraan tersbut akan rendah pula.
43Hestanto “pengertian pendapatan”, diakses dari hpttps://www.hestanto.web.id/
pengertia-pendapatan/21 juli 2019 44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Budaya Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1998), h. 185
45 BN. Marbun, Kamus Manajemen. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 230
31
Pendapatan ekonomi adalah pendapatan yang diperoleh
seseorang atau keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
tanpa mengurangi atau menambah asset bersih. Pendapatan ekonomi
meliputi upah, gaji, hasil produksi, pendapatan bunga deposito,
pendapatan transfer dan lain-lain.
Pendapatan masyarakat adalah penerimaan gaji atau balas jasa
dari hasil usaha yang diperoleh individu atau kelompok rumah tangga
dalam satu bulan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Soekartiwi mwnjwlaskan pendapatam akan mempengaruhi banyaknya
barang yang di konsumsi, bahwa sering kali di jumpai dengan
bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja
bertambah, tapi juga khualitas barang tersebut ikut menjadi perhatian.
Misalnya sebelum adanya penambahan pendapatn beras yang
dikonsumsi adalah kualitas yang kurang baik, akan tetapi setelah adanya
penambahan pendapatan maka konsumsi beras menjadi khualitas yang
baik.46
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Ekonomi
a. Kualitas sumber daya manusia
Negara yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas tinggi tentu akan memiliki pendapatan yang tinggi pula. Ciri-ciri
SDM yang memiliki kualitas tinggi adalah:
1) Memiliki bekal ilmu pengetahuan yang tinggi
46 Soekartiwi, Faktor-faktior produksi, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), h, 132
32
2) Memiliki etos kerja yang baik (rajin, disiplin, jujur, tepat waktu, dan lain-
lain).
3) Memiliki tingkat keterampilan yang baik.
4) Menyukai tantangan dan perubahan.
Jika di bandingkan dengan faktor-faktor lain yang bisa
mempengaruhi besar kecil pendapatan eekonomi masyarakat, faktor
kualitas SDM memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
besar kecilnya pendapatan masyarakat. Karena jika kualitas SDM baik
maka dapat dipastikan pengelolaan dan pengendalian faktor-faktor lain
untuk mencapai kemakmuran dapat terlaksana dengan baik.
b. Potensi Sumber Daya Alam
Negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah
jika di kelola dengan baik akan menghasilkan pendapatan yang tinggi.
Seperti halnya Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya
alam tentu akan memiliki pendapatan ekonomi yang tinggi, seandainya
potensi sumber daya alam dikelola dengan baik.
c. Modal.
Setiap usaha memerlukan modal yang digunakan untuk
operasional usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimal.
Dalam kegiatan penjualan, semakin banyak jumlah barang yang dijual
maka keuntungan akan semakin tinggi. Apabila ingin meningkatkan
jumlah barang yang dijual maka pedagang harus membeli barang dalam
jumlah yang besar. Oleh karena itu diperlukan tambahan modal untuk
33
membeli baragang dagangan tersebut sehingga dapat meningkatkan
pendapatan.
d. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap pencapaian
pendapatan. Jika suatu pemerintah yang bersih, berwibawa, dan
berkualitas maka pemeritah tersebut pasti akan membuat kebijakan-
kebijakan yang tepat, baik kebijakan di bidang politik maupun ekonomi.
Kebijakan-kebijakan yang tepat dan disertai pelaksanaan yang
bertanggung jawab tentu akan berpengaruh pada naiknya pendapatan
ekonomi.47
Sedangkan menurut boediono pendapatan seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dipengaruhi:48
a. Jumlah faktor-faktor produksi yang dimiliki yang beersumber pada,
hasil-hasil tabungan tahun ini dan warisan atau pemberian.
b. Harga per-unit dari masing-masing faktor produksi harga ini ditentukan
oleh penawaran dan permintaan dari pasar faktor produksi.
c. Hasil kegiatan anggota keluarga sebagai pekerjaan sampingan.
Tingkat pendapatan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat.
Hubungan antar pendapatan dan konsumsi merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam berbagai permasalahn ekonomi. Kenyataan
47 Respati “faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional”, ekonomisku, diakses dari
http://ekonomisku.blogskot.com/2015/04/faktor-yang-mempengaruhi-pendapatan-
nasional.html?m=1 21juli 2019 48 Boediono, pengantar Ekonomi, (Jakarta; Erlangga, 2002), h. 150
34
menunjukan bahwa pengeluaran konsumsi meningkat dengan naiknya
pendapatan, dan sebaliknya jika pendapatan turun, pengeluaran konsumsi
juga turun. Tinggi rendahnya pengeluaran sangat tergantung kepada
kemampuan keluarga dalam mengelola penerimaan atau pembelanjaan.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang di gunakan dalam proposal ini adalah penelitian
kualitatif yaitu Manurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.1 Sugiyono menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif
digunakan peneliti pada kondisi objek yang alamiah.2
Dari penelitian kualitatif inilah peneliti dapat melakukan penelitian
untuk mendapatkan hasil yang ingin diketahui, yaitu berupa data-data dari
para orang tua yang akan diteliti.
B. Lokasi Dan Objek Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Karena area perkebunan
pada desa tersebut cukup luas sehingga mayoritas penduduknya
berprofesi sebagai petani. Dan yang menjadi objek penelitian dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang berprofesi sebagai penggarap dan
pemilik lahan.
1 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 4
2 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R & D).(Bandung: Penerbit Alfabeta 2014), h.15
36
C. Fokus Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus,
yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Adapun fokus
dalam penelitian ini yaitu:
1. System muzara’ah.
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat.
D. Deskripsi Fokus Penelitian
Adapun deskripsi fokus penelitian ini adalah:
1. Sistem muzara’ah merupakan suatu sistem kerja sama dalam
bidang pertanian antara pemmilik lahan pertanian dan petani
penggarap. Keberhasilan sistem tersebut tergantung dari
bagaimana petani bawang merah bekerja satu sama lain antara
penggarap dan pemilik modal.
2. Pendapatan ekonomi petani bawang merah yang dipengaruhi oleh
sistem muzara’ah yang digunakan.
E. Sumber Data
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
yang langsung, kepada pengumpul data.3 Berdasarkan pengertian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa data primer merupakan data utama yang
didapatkan langsung dari apa yang diteliti.
3 Sugiono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2006). h.105
37
Adapun data primer dalam penelitian ini yaitu melakukan
konsioner/wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data dari
responden yaitu pemilik lahan dan petani bawang.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data
kepada peneliti, misalnya peneliti harus melalui orang lain atau mencari
melalui dokumen data itu diperoleh dengan menggunakan literatur yang
dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan-
catatan yang berhubungan dengan penelitian.4
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dihasilkan dari hasil objek yang mendukung pernyataan data primer yaitu
kepala Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
F. Instrument Penelitian
Instrument penelitian sebagai alat pengumpulan data yang harus
betul-betul direncanakan yang dibuat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan data empiris sebagaimana adanya sebab penelitian akan
berhasil apabila banyak mengunakan instrument agar data tersebut dapat
menjawab pertanyaan.
Penelitian dan menguji hipotesis, maka penulis menggunakan
beberapa teknik pedoman observasi, pedoman wawancara dan catatan
dokumentasi
4 Ibid. h.106
38
1. Pedoman observasi
Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan
sengaja, sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian
dilakukan pencatatan.5 Observasi diartikan sebagai usaha mengamati
fenomena-fenomena yang akan di selidiki baik itu secara langsung
maupun secara tidak langsung dengan mengfungsikan secara alat indera
dari pengamatan untuk mendapatkan informasi dan data akan diperlukan
tanpa bantuan dan alat lain. Sedangkan observasi tidak langsung adalah
pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa
yang akan diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui file,
rangkaian slide, atau rangakian photo.
Dalam menggunakan teknik observasi baik langsung maupun
tidak langsung diharapkan memfungsikan setiap alat indera untuk
mendapatkan data yang lengkap.
2. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi antara respon untuk
menemukan informasi atau keterangan dengan cara langsung bertatap
muka dan bercakap-cakap secara lisan dengan cara mengajukan
beberapa pertanyaan yang menghubungkan dengan informasi yang
diperlukan dengan jarak yang dibutuhkan secara lisan pula, memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil
5 P. Joko Subagyo, Metodologi Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka cipta,
2004), h. 63.
39
bertatap muka antara sipenanya atau pewancara dengan si pengaruh
atau responden yang menggunakan alat panduaan wawancara.
3. Catatan Dokumentasi
Dokumentasi yaitu, peninggalan tertulis dalam berbagai kegiatan
ataukejadian yang dari segi waktu relatif, belum terlalu lama dan teknik
pengumpulan data dengan hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan
sebagainya.
Dalam hal ini penulis menggunakan catatan dokumentasi untuk
memperkuat hipotesa agar hasil penelitian yang lebih akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi
Menurut Sugiyono penelitian dimulai dengan mencatat,
menganalisis dan selanjutnya membuat kesimpulan tentang pelaksanaan
dan hasil program yang dilihat dari ada atau tidaknya perkembangan
usaha yang dimiliki warga belajar.6
Dalam hal ini observasi dilakukan untuk melihat dan mengamati
keadaan obejek penelitian yaitu keadaan sitem bagi hasil yang ada di
Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
6 Sugiyono. Op.cit. h.33
40
2. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi dua arah mendapatkan data dari
responden. Wawancara dapat berupa wawancara personal, wawancara
intersep, dan wawancara telepon.7
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi atau keterangan8
Metode wawancara dalam konteks ini berarti proses memperoleh
suatu data dengan melakukan komunikasi langsung dengan responden
penelitian. Dengan pedoman pertanyaan yang sudah dibuat diharapkan
pertanyaan dan pernyataan responden lebih terarah dan memudahkan
untuk rekapitulasi catatan hasil pengumpulan data penelitian.
Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk menggali informasi
secara langsung dan mendalam dari beberapa informan yang terlibat
dalam kerjasama atau bagi hasil antara penggarap dan pemilik lahan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku-buku, dokumen, peraturan-peraturan,
catatanharian, gambar dan sebagainya.9 Metode ini digunakan untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi umum, dokumen kegiatan
7Jogiyanto, MetodologiPenelitianBisnis, Yogyakarta: BPFE Yogyakart, 2004, h. 93-94
8Abu, Achmadi, Narbuko, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Buka Aksara, 2009, h.83
9Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h. 206.
41
muzara’ah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan gambaran umum
petani bawang merah di Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang.
H. Teknik Analisis Data
Analis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara
sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penulis
tentang kasus yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang
lain.
Pada tahapan ini data yang telah dikumpulkan baik melalui
penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, terlebih dahulu
diolah kemudian dianalisis. Dalam pengolahan analisis data ini,
dipergunakan beberapa metode, yaitu:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal- hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.10 Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data dalam penelitian
ini akan memfokuskan pada hasil wawancara dengan pemilik lahan dan
penggarap.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data merupakan proses penyusunan informasi secara
10 Ibid h. 338
42
sistematis dalam rangka memperoleh kesimpulan sebagai temuan
penelitian dan pengambilan tindakan. Penyajian data dilakukan dalam
rangka menyusun teks naratif dari sekumpulan informasi yang berasal dari
hasil reduksi data, sehingga dapat memungkinkan untuk ditarik suatu
kesimpulan. Dalam penyajian data ini dilengkapi dengan analisis data
yang meliputi analisis hasil observasi, analisis hasil dokumentasi dan
analisis hasil wawancara.
3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Pada tahap penarikan kesimpulan ini yang dilakukan adalah
memberikan kesimpulan terhadap hasil analisis/penafsiran data dan
evaluasi kegiatan yang mencakup pencarian makna serta pemberian
penjelasan dari data yang telah diperoleh. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesa,
teori.11
Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh
dianalisis dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Menganalisis data di lapangan yang dikerjakan selama pengumpulan
data berlangsung.
b. Menganalisis data yang telah terkumpul atau data yang baru diperoleh.
11 Ibid h. 345
43
c. Setelah proses pengumpulan data selesei maka peneliti membuat
laporan peneliti dengan menggunakan metode deskriptif yaitu jenis
penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian.
Dengan teknik ini data yang diperoleh akan dipilah-pilah
kemudian dilakukan pengelompokan atas data yang sejenis dan
selanjutnya dianalisis isinya sesuai dengan informasi yang dibutuhkan
secara kongkrit dan mendalam.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Fisik wilayah
Desa Singki termasuk dalam wilayah dataran tinggi dengan
ketinggian letak (Altitude) 850 <meter diatas permukaan air laut. (dpal).
Terletak di bagian Barat Kecamatan Anggraja Kabupaten Enrekang
Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jarak tempuh 27 km dari cakke (ibu
Kota Kecamatan Anggeraja). 27 km dari Enrekang (Ibu Kota Kabupaten
Enrekang) dan 400 km dari Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi
Selatan).
Desa Singki yang terletak di Kecamtan Anggeraja ini dengan
batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:
Tabel 4.1 Batas Wilayah Desa Singki
Batas Desa Kecamatan
Sebelah Utara Masalle Masalle
Sebelah Selatan Siambo Anggeraja
Sebelah Timur Pekalobean Anggeraja
Sebelah Barat Desa tallu bamba Kec. Enrekang
(Sumber data: Dokumen Desa singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Tahun 2019)
45
2. Luas, Wilayah dan Jarak Desa Singki
a. Luas Desa Singki
Wilayah Administrasi Desa Singki terbagi atas 4 Dusun, dengan
luas wilayah = 14,50 km
Luas wilayah menurut jenis penggunaan lahan:
1) Lahan pertanian 129,93 Ha
2) Lahan nonpertanian: 113,21 Ha
b. Wilayah Desa Singki
Wilayah Desa Singki terbagi empat (4) Dusun yaitu:
1) Dusun Buntu passe
2) Dusun Singki
3) Dusun Batu rape
4) Dusun Paropo
Wilayah Dusun terbagi RW dan RT yaitu:
1) Dusun Singki terbagi Tiga (2) RW dan enam (6) RT
2) Dusun Buntu passe terbagi satu (1) RW dan enam (3) RT
3) Dusun Batu rape terbagi Satu (1) RW dan dua (2) RT
4) Dusun Paropo terbagi Satu (1) RW dan Satu (1) RT
c. Jarak Desa Singki
Jarak dan Waktu Tempuh
1) Jarak ibu kota Kecamatan: 27 Km
2) Waktu tempu: 24 Menit
3) Jarak Ibu kota Kabupaten: 27 Km
46
4) Waktu tempuh: 35 Menit
5) Jarak Ibu kota propensi: 400 Km
6) Waktu Tempuh: 8 Jam
(Sumber data: Dokumen Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Tahun 2018)
3. Sejarah terbentuknya Desa Singki
Menurut sejarah, Desa Singki awalnya merupakan tempat
pengungsian warga Lebok (Sekarang Kelurahan Mataram) sekitar tahun
1960 yang dikenal dalam masyarakat adat dengan istilah “TALLU BATU
ARIRI” atau “Tiga Tiang Rumah” yaitu tiga rampun keluarga yang hidup
dalam satu atap ditempat pengungsian, jadi bila di simpulkan bahwa Desa
Singki berasal dari kata singkir atau menyingkir.
Desa singki adalah desa yang dibentuk pada tahun 1997 sebagai
salah satu wilayah Pemerintahan yang ada di Kabupaten Enrekang. Desa
Singki dan Desa Pekalobean dulunya satu Desa yaitu Desa Mataram
(Sekarang Kelurahan Mataram), jadi Desa Singki, Desa Pekalobean dan
Kelurahan Mataram dulunya punya jalan antar kampung dan sampai
sekarang jadi jalan setapak antara kedua Desa dan satu kelurahan
tersebut (Desa Singki, Desa Pekalobean, dan Kelurahan Mataram)
4. Keadaan Desa Singki
Sumber mata pencaharian penduduk Desa Singki bermacam-
macam. Ada yng berprofesi sebagai peda gang, petani, pegawai negeri
sipil dan karyawan swasta. Selain profesi di atas, ada juga sebagai
sebagian penduduk yang mempunyai kerja tambahan seperti warung di
47
bawa rumah mereka karena rata-rata rumah yang ada di Desa Singki
adalah rumah panggung
Desa singki memiliki kekerabatan dan persaudaraan yang baik.
Terlihat dari cara mereka melakukan panen bawang, seluruh masyarakat
desa yang tidak memiliki kesibukan akan turun tangan langsung dala
melakukan panen bawang tanpa ada upah dan setelah panen selesai
akan disiapkan makan bersama.
Hal penting dari semua ini adalah wujud rasa kekeluargaan yang
tertanam di dalamnya, sehingga terwujud tatanan masyarkat yang saling
menghargai dan menghormati satu sama lain.
5. Sarana dan Prasaran
Keadaan sarana dan prasaran yang memadai mutlak diperlukan
guna penguatan otonomi menuju kemandirian Desa Singki yang
bersumber dari Dana Desa untuk membangun beberapa fasilitas yang
dibutuhkan seperti pembanguna Saluran Irigasi, Jalan Tani, Rabat Beton
serta pengembangan sepert Badan Usaha Milik Desa dan Koperasi Unit
Desa (KUD) unit Desa Singki. Sedangkan ada pula sarana komunikasi, Air
Bersih dan Lembaga Kemasyarakatan Seperti PKK, KARANG TARUNA,
RT/RW, Lembaga Adat dan BUMDES. Selain itu juga terdapat prasarana
Peribadatan yaitu Masjid, Olahraga, Kesehatan, dan Pendidikan yang
tidak lepas dan ikut serta dalam kemajuan Desa Singki.
48
6. Visi dan Misi Desa Singki
Visi : Bersama pemerintah dan masyarakat dengan rasa kebersaan dan
kekeluargaan.
Misi : Menjadikan Desa dengan lingkungan bersih, sehat, nyaman, dan
indah dihiasi dengan tutur sapa yang santun.
B. Sistem Muzara’ah Petani Bawang Merah Desa Singki Kecamatan
Anggeraja Kabupaten Enrekang
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah
atau ladang dengan imbalan sebagaian hasilnya (seper dua, seper tiga
atau seper empat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah.
Perjanjian bagi hasil (Muzara’ah) merupakan suatu perjanjian
yang sudah tidak asing lagi bagi masyarkat pedesaan, yang sebagian
besar dari mereka umumnya adalah petani.
Masyarakat yang ada di desa Singki dalam menerapkan sistem
muzara’ah atau bagi hasil antara pemilik modal dan penggarap biasanya
melakukan perjanjian dengan cara musyawarah antar pemilik lahan dan
penggarap untuk tidak ada kesalahan dalam pembagian hasil.
Peneliti mengajukan pertanyaan kepada salah seorang warga
yang bernama Sulihin (pemilik lahan) mengenai sistem muzara’ah yang
ada di Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang:
“Untuk sistem bagi hasil yang digunakan yaitu dengan cara hasil panen akan dibagi rata antara pemilik lahan dan penggarap setelah modal yang digunakan saat penanaman sampai perawatan bawang
49
merah itu sendiri di bayar. Tidak ada satu pihak yang lebih banyak di dapat dari hasil panen kerjasama (muzara’ah).”1
Hal tersebut juga di ungkapkan oleh harman selaku penggarap
bahwasanya:
“Sebenarnya bagi hasil yang ada di desa singki memang rata-rata dengan cara hasil panen yang di dapat akan dibagi rata setelah modal yang di gunakan saat menanam dan merawat bawang merah terlebih dahulu di lunasi dari hasil panen dan sisah hasil besih dari panen bawang merah akan di bagi rata sesuai dengan perjanjian dari hasil musyawarah, meski pemilik lahan yang menanggung bibit. Dengan adanya sistem ini kami selaku petani sangat terbantu karena kurang dan minimnya modal yang kami miliki sehingga sangat tertolong dengan adanya kerjasama muzara’ah dan tidak ada yang merasa dirugikan.” 2
Dari sini dapat di simpulkan bahwasanya sistem yang di gunakan
oleh petani yang ada di Desa Singki adalah sudah sesuai dengan sistem
muzara’ah yang di bolehkan agama dengan pembagian hasil dan
kesepakatan yang tidak memihak. Hal ini akan membuat meratanya
pendapatan kepala keluarga sehingga dapat memajukan daerah
setempat.
Adapun hasil wawancara dari H. Norsin (pemilik lahan) tidak jauh
berbeda dengan pendapat dari sulihin dan harman yang mengatakan:
“Sistem bagi hasil yang digunakan masayarakat di desa ini merupakan sistem yang tidak akan memberatkan satu pihak yang sedang bekerjasama. Pemilik lahan akan menyediakan alat yang akan digunakan saat tanam bawang merah hinga panen. Begitu pula penggarap yang sepenuhnya akan merawat bawang merah sampai panen tiba seperti memberi pupuk dan pestisida, siram bawang merah dan sebagainya. Hasil akan di bagi setelah pembayaran modal yang digunakan selama proses tanam, perawatan bawang merah hingga panen. Setelah pelunasan modal
1 Sulihin, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang 23 Januari 2020 2 Harman, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang, 23 Januari 2020
50
hasil bersih panen akan di bagi rata tanpa ada pihak yang mendapatkan lebih. ”3
Dari hasil wawancara H. Norsin dapat di simpulkan bahwasanya
pembagian hasil sudah sesua dengan syarat sistem muzara’ah yang di
bolehkan sebab tidak ada yang di rugikan dalam hal pembagian hasil
antara kedua pihak dan tidak ada pula yang diberatkan dalam kerja sama
saat penanaman bawang hingga panen.
Dari berbagai hasil wawancara dengan petani yang ada di dusun
Singki Desa Singki ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa sistem
muzara’ah yang digunakan oleh petani bawang merah adalah sudah
sesuai dengan rukun dan syarat sebagai berikut:
a. Rukun Muzara’ah
1) Pemilik Lahan
2) Petani Penggarap
3) Objek Muzara’ah, yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja
4) Ijab dan Qobul
b. Syarat-syarat Muzara’a
1) Pemilik lahan bertanggung jawab terhadap biaya benih dan
pemeliharaan pertanian tersebut.
2) Biaya pertanian seperti pupuk, biaya perairan, biaya pembersihan
tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik lahan sesuai dengan
persentase bagian masing-masing
3) Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama
3 H. Norsin, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten
Enrekang, 24 januari 2020
51
Jadi, sistem yang ada di desa Singki sudah halal dimana
ketentuan pembagian hasil, bentuk yang memang di bolehkan adalah
semua hasil panen dikumpulkan terlebih dahulu, hasil bersih dari
penghitungan biaya yang digunakan untuk modal, hasilnya akan di bagi
rata setelah hasil bersih di dapat.
C. Tingkat Pendapataan Petani Bawang Merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
Pendapatan merupakan suatu unsur penting dalam
perekonomian yang berperan meningkatkan derajat hidup orang banyak
melalui kegiatan produksi barang dan jasa. Besar pendapatan seseorang
tergantung pada jenis pekerjaannya.
Tingkat pendapatan merupakan salah satu kriteria maju tidaknya
suatu daerah. Bila pendapatan suatu daerah relatif rendah, dapat
dikatakan bahwa kemajuan dan kesejahteraan tersbut akan rendah pula.
Pendapatan yang dimiliki masyarakat petani bawang merah dapat
menjadi tolak ukur terhadap kesejahteraan keluarga baik itu anak maupun
istri petani. Apabila dalam kegiatan yang di lakukan petani bawang merah
mendapatkan tingkat pendapatan yang tinggi jelas akan mempengaruhi
kesejahteraan keluarga petani itu sendiri baik dari segi konsumsi maupun
dari kelayakan hidup.
Adapun peneliti mengajukan pertanyaan kepada seorang
penggarap bapak Nunang, beliau mengatakan:
52
“Untuk tingkat pendapatan petani bawang merah di desa singki tidak dapat di pastikan karena pada dasarnya harga bawang tidak menentu, terkadang tingkat pendapatan akan naik dan terkadang pula akan turun bahkan beberapa petani kerap mengalami kerugian, namun akhir-akhir ini beberapa petani pendapatannya meningkat di bulan awal desember hingga menjelanng natal karena kurangnya pasokan bawang di daerah setempat. 4
Menurut bapak Nunang dari hasil wawancara diatas dapat
disimpulkan bahwasanya pendapatan petani bawang relatif tinggi
dipengaruhi harga bawang merah yang tinggi dan jumlah hasil panen
bawang merah.
Sedangkan menurut bapak Rustam selaku petani bawang merah
mengatakan:
“Pendapatan petani bawang merah tidaklah menentu karena harga bawang sangat berperan penting dalam pendapatan masyarakat karena memang harga bawang merah terkadang naik dan juga turun itu tergantung dari pasokan bawang merah yang ada di pasar baik di pasar lokal maupun permintaan pengiriman di kota-kota tertentu seperti di kota Banjar, Kendari, Manado dan untuk sekarang pendapatan petani bawang di desa singki terbilang tinggi karena harganya yang cukup tinggi ”5
Dari hasil wawancara dengan bapak Rustam dapat di simpulkan
bahwasanya tingkat pendapatan masyarakat meningkat di waktu tertentu
tergantung dari pasokan bawang merah dan kebutuhan masyarakat pada
umumnya. Kesimpulannya adalah tingkat pendapatan petani bawang
tidaklah menetu karena sangat di pengaruhi peubahan harga yang tidak
tetap.
4 Nunang, petani bawang merah, desa singki kecamatan anggeraja kabupaten enrekang 24 januari 2020
5 Rustam, petani bawang merah, desa singki kecamatan anggeraja kabupaten enrekang ,21 February 2019
53
Adapun pendapat lain dari Suryadi yang mengatakan
bahwasanya:
“untuk pendapatan petani bawang merah meningkat ketika memasuki awal bulan Desember hingga menjelang natal harga bawang merah stabil dan terkadang diatas harga normal yang ada di pasar. Bisa dikatakan bahwa pendapatan petani bawang tidak tetap tergantung dari harga pasaran yang ada dan kualias bawang serta luas lahan yang digunakan. Terkadang juga petani rugi sebab besar modal dan harga yang jatuh di pasaran sehingga hasil hanya mampu menutupi modal yang digunakan cukup terbilang tinggi”6
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulakan pendapatan
petani bawang tidak menentu karena harga bawang yang selalu berubah
disebabkan dari harga dan kebutuhan pasokan bawang merah di pasar.
Pendapatan petani bawang merah meningkat diwaktu tertentu juga sangat
dipengaruhi oleh kualitas bawang merah serta luas lahan yang di miliki
atau yang di garap sehingga jumlah panen akan meningkat pula. Namun
terkadang pula akan mengalami kerugian yang di sebabkan rendahnya
harga bawang yang ada di pasar.
Hal tersebut sangat mempengaruhi kesejahteraan dalam kelurga,
sebab kurang stabilnya pendapata masyarakat maka perlu ada kebijakan
pemerintah dalam menangani masalah fluktuasi pada bawang merah dan
itu
D. Kendala-Kendala Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Bawang
Merah di Desa Singki Kec. Anggeraja Kab. Enrekang
6 Suryadi, petani bawang merah, desa singki kecamatan anggeraja kabupaten
enrekang 21 February 2019
54
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran
unggulan Kabupaten Enrekang yang sangat fluktuatif harga maupun
produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan produktif yang tidak seimbang
panen pada musimnya serta panen diluar musimnya serta penanaman
diluar musum salah satu diantaranya disebabkan tingginya intensitas
serangan hama dan penyakit. Selain itu bawang merah merupakan
komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya bertahan 3-4 bulan
padahal konsumen membutuhkannya setiap saat
Sebagai petani tentu permasalahan utamanya yaitu, serangan
hama, rendahnya harga bawang, pestisida yang mahal. Semua hal itu
tentulah tidak lepas dari permasalahan yang di rasakan petani bawang
merah yang ada di desa singki sehingga pendapatanpun menurun, seperti
yang diungkapkan Akmal selaku petani bawang merah bahwa:
“Yang menjadi kendala kami sebagai petani bawang merah sudah pasti hama, modal yang tinggi, harga yang tidak menentu menjadikan pendatan kami tidak dapat dipastikan dan juga kualitas bibit bawang merah yang digunakan berperan sebagai banyak atau kurangnya hasil panen yang didapat .”7
Tidak jauh beda dengan pendapat dari Kahar yang mengatakan
bahwa:
“kendala yang kami rasakan sebagai petani bawang kebanyakan dari harga yang tidak menentu karena impor yang masuk lebih murah dari harga bawang lokal, hama yang sudah kebal dari pestisida sehingga modal yang digunakan semakin banyak karena perawatan harus ekstra agar gagal panen dapat dihindari .”8
7 Kahar, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatang Anggeraja Kabupaten Enrekang, 23 February 2020
8Akmal, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatang Anggeraja Kabupaten Enrekang, 23 February 2020
55
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa kendala
yang di rasakan oleh para petani bawang merah dipengaruhi oleh hama,
harga bawang yang tidak menentu, modal yang banyak. Hal tersebut akan
mempengaruhi pendapatan yang diterima masyarakat petani bawang
merah yang berujung pada kebutuhan pokok dalam keluargapun tidak
terpenuhi.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Rusdianto selaku
petani bawang, mengatakan bahwa:
“Kendala utama yang mempengaruhi tingkat pendapatan kami yaitu penyakit atau hama yang dapat membuat bawang merah gagal panen sehingga para petani membutuhkan modal yang banyak dan juga harga bawang sering jatuh harga kerap membuat petani rugi dan membuat pendapatan petani sangat kurang untuk kebutuhan atau modal selanjutnya.” 9
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kendala yang di rasakan oleh para petani bawang
merah yaitu hama dan penyakit, harga yang tidak menentu, harga
pestisida bawang merah yang mahal (modal), dan kualitas bibit yang akan
mempengaruhi hasil panen bawang merah.
Hama dan penyakit berkembang sehingga kebal akan pestidida
yang digunakan mempengaruhi pertumbuhan bawang merah dan hasil
panen pun berkurang tidak jarang para petani kerap mengalami gagal
panen yang diakibatkan serangan hama pada tanaman bawang merah.
9Rusdianto, petani bawang merah, Desa Singki Kecamatang Anggeraja Kabupaten Enrekang, 25 February 2020
56
Tingkat pendapatan petani bawang merah memang tidak
menentu yang di akibatkan oleh fluktuasi harga bawang merah. Fluktuasi
harga bawang merah sebabkan persaingan harga bawang merah impor
yang dapat menjatuhkan harga bawang merah lokal. Kualitas bibit yang
digunakan juga akan mempengaruhi jumlah hasil panen bawang merah
sehingga pengalaman petani dalam memilih bibit unggul sangat
diperlukan.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang sistem muzara’ah
petani bawang merah dalam meningkatkan pendapan masyarakat Desa
Singki Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem muzara’ah petani bawang merah Desa Singki Kecamatan
Anggeraja Kabupaten Enrekang merupakan sistem yang sudah
sesuai dengan syariat agama Islam. Sistem tersebut sangat
membantu sebagian kalangan masyarkat yang tidak memiliki cukup
lahan untuk bertanam bawang merah sehingga mereka yang tidak
memiliki lahan akan terbantu untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tidak ada pihak terkait yang merasa di rugikan sebab ratanya
pembagian hasil panen. Kepercayaan sesama masyarkat sangat
terjaga sehingga terjalinya hubungan yang baik antar sesama
masyarakat.
2. Tingkat pendapatan masyarakat petani bawang merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang tidak dapat diukur
dalam jangka panjang sebab harga bawang itu sendiri yang tidak
tetap. Fluktuasi harga membuat pendapatan petani bawang merah
tidak menentu. Tidak ada yang dapat memastikan kapan harga
57
bawang merah naik dan kapan harga bawang turun. Itulah sebab
dari pendapatan tidak pernah merata dari setiap hasil panen yang
didapat.
3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan pendapatan
masyarakat petani bawang merah Desa Singki Kecamatan
Anggeraja Kabupaten Enrekang di pengaruhi beberapa faktor
seperti: harga bawang itu sedendiri yang tidak tetap, modal yang
dibutuhkan cukup banyak, perawatan yang tidak mudah, hasil atau
luasnya fasilitas tanah yang dimiliki petani bawang, hama dan
penyakit. Beberapa faktor tersebut merupakan masalah yang
menghambat pertumbuhan pendapatan ekonomi masyarakat
petani bawang merah yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
petani dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
B. Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian ini, maka peneliti
memberikan saran yang di anggap peting yaitu:
1. Diharapkan kepada masyarakat petani bawang merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat
mempertahankan dalam menjalani sistem bagi yang sudah sesuai
dengan anjuran Islam sehingga terwujudnya tatanan masyarakat
yang saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain
juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani bawang
merah.
58
2. Di harapkan dari pemerintah untuk mengadakan kebijakan harga
atau menetapkan harga dimana kebijakan ini diperlukan untuk
menjaga agar harga pada saat panen tidak terjadi fluktuasi,
sehingga tingkat kesejahteraan petani bawang merah meningkat
tidak menutup kemungkinan akan diikuti oleh perkembangan
ekonomi yang lebih baik dan tingkat kemiskinan dapat berkurang di
kalangan petani bawang merah. Juga adanya kebijakan tentang
impor yang menjadi masalah pada jatuhnya harga bawang merah
lokal.
3. Diharapkan kepada masyarakat petani bawang merah Desa Singki
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat menjadikan
pengalaman pribadi ataupun memperluas pengetahuan agar dapat
mecari solusi atas apa yang menjadi kendala-kendala selama
bertani bawang merah dan mampu meningkatkan kualitas hasil
bawang merah sehingga dapat bersaing dengan bawang merah
impor.
59
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan Terjemahannya
Afzalurrahman 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Jakarta: Dana Bakti Wakaf
Al-Munawir A. Warson, 1997, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, Ponpes Al-Munawir, Yogyakarta, hlm. 1023
Arikunto Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. As-Ahididieqy Muhammad Tasbih Tengku, 1998, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Bulan Bintang, Jakarta, hlm.23 Basri Hasan, 2004, Kontekstualisasi Transaksi Jual Beli Dalam Sistem Ekonomi
Islam, Dalam Ahmad Aiyub, Transaksi Ekonomi: Perspektiif Hukum Perdata Dan Hukum Islam, Kiswah, Jakarta, hlm. 24
Bzn, Ter Haar, 1999. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan K.Ng Subekti Poesponoto. Jakarta: Pradnya Paramita
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Budaya Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1998)
Harsono, Boedi 2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Jembatan.
Harun, Nasrun 2007. Fiqih Muamalam. Jakarta: Gaya Media Pratama Hasan, M. Ali 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam: Fiqih
Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Hestanto “pengertian pendapatan”, 21 juli 2019 diakses dari
hpttps://www.hestanto.web.id/pengertia-pendapatan Jogiyanto 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta
Kementrian Agama Republik Indonesia
Leiden, E.J.Brill 2003. Islamic Banking and Interest A Study of The Prohibition of Riba and Its Contemporary Interpretation. Terj. Muhammad Ufuqul Mubin “Bank Islam dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
6o
Marbun, BN 2003. Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Moleong J Lexy 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Narbuko, Abu, Achmadi 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Buka
Aksara Respati “faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional” 21 juli 2019
ekonomisku, diakses dari http://ekonomisku.blogskot.com/2015/04/faktor-yang-mempengaruhi-pendapatan-nasional. html?m=1
Sabiq Sayyid, 1996, Fikih Sunnah, Jilid 4, PT. Alma’Arif, Bandung, hlm. 81
Sabiq, Sayyid 1983,” Fiqih Sunnah”, (Beirut dar-al Fikr,), jilid 3
Shihab M. Quraish, 2010, Tafsir Al-Misbah, Volume 12, Letera hati, jln. Kartimuki, Jakarta, Hlm. 240-241
Subagyo P. Joko 2004, Metodologi Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rineka cipta
Sugiono 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Sugiyono 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif,Kualitatif). Bandung: Penerbit Alfabeta Suhendi Hadi, 2013, Fiqih Mu’amalah, PT, Raja Grofindo Persada, Jakarta
hlm.153
Suhendi, Hendi 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syafe’I, Rachmat 2004. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia
Syekh Muhammad Yusuf Qurdawi, 2001, Halal Dan Haram Dalam Islam, PT. Bina Ilmu, Jakarta, hlm. 384
Zuhdi, Masyfuk 1997. Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam). Jakarta: PT. Toko Gunung Agung,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
SARTIKA ARIF, Lahir di Bone pada tanggal 24
Januari 1997, Anak pertama dari 3 bersaudara.
Buah hati dari pasangan suami istri bapak Arief
Hafied dan ibu Salmawati, Penulis memasuki TK
pada tahun 2001 di TK Laelatul Qadar Kabupaten
Bone. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat
dasar pada tahun 2003 di SD INPRES 6/75 Manurungge Kabupaten Bone
dan tamat pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat
menengah pertama pada tahun 2009 di MTsN 400 Watampone, dan
tamat pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat
menengah atas pada tahun 2012 di SMAN 4 WATAMPONE dan tamat
pada tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan
perguruan tinggi dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Agama Islam Jurusan Hukum
Ekonomi Syari’ah program strata satu (S1).
Atas ridho Allah Swt dan dengan kerja keras, pengorbanan serta
kesabaran pada tahun 2020 Penulis mengakhiri masa perkuliahan S1
Dengan judul Skripsi “Persepsi Pengajar Sekolah Islam Tariq
Pittayapat Phuket terhadap Minat Menabung di Bank Syariah”
DOKUMENTASI
Wawancara Harman, petani bawang merah
Wawancara ulihin, petani bawang merah
Wawancara Rusdianto dan Kahar, petani bawang merah