129
SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : ENI NURAENI MARYAM NIM : 0 7 2 1 1 1 0 6 1 KONSENTRASI ILMU FALAK JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO S E M A R A N G 2010

SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/121/jtptiain-gdl... · menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang ... Pondok Pesantren

  • Upload
    hadang

  • View
    244

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

i

SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAHDR. ING. KHAFID DALAMPROGRAM MAWAAQIT

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

ENI NURAENI MARYAMNIM : 0 7 2 1 1 1 0 6 1

KONSENTRASI ILMU FALAKJURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

S E M A R A N G2010

ii

Semarang, 15 Desember 2010

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syariah

IAIN Walisongo Semarang

Di

Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 4 (empat) eks.

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Eni Nuraeni Maryam

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Setelah saya mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya,

bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara :

Nama : Eni Nuraeni Maryam

N I M : 072111061

Judul : Sistem Hisab Awal Bulan Kamariah Dr. Ing. Khafid

dalam Program Mawaaqit

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Musahadi, M.Ag H. Ahmad Izzuddin, M.AgNIP : 19690709 199403 1003 NIP : 19720512 199903 1003

iii

PENGESAHAN

Nama : Eni Nuraeni Maryam

N I M : 072111061

Fakultas / Jurusan : Syari’ah / Ahwal Al-Syakhsiyah / Konsentrasi Ilmu Falak

Judul : “SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH

DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM

MAWAAQIT”

Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal :

30 Desember 2010

dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan

studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2010/2011 guna memperoleh

gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah.

Semarang, 30 Desember 2010

Dewan Penguji,

Ketua Sidang,

Drs. H. Nur Khoirin, M. AgNIP. 19630801 199203 1 001

Sekretaris Sidang,

H. Ahmad Izzuddin, M. AgNIP. 19720512 199903 1 003

Penguji I,

Achmad Arif Budiman, M. AgNIP. 19691031 199503 1 002

Penguji II,

Ahmad Syifaul Anam, SHI, MHNIP. 19800120 200312 1001

Pembimbing I,

Drs. H. Musahadi, M. AgNIP. 19690709 199403 1003

Pembimbing II,

H. Ahmad Izzuddin, M. AgNIP. 19720512 1999903 1003

iv

M O T T O

ߧôJ ¤±9$#ã•yJs) ø9 $# ur5b$ t7ó¡çt¿2

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan .(QS. Ar-Rahman:5)1

uq èd“Ï%©! $#Ÿ@ yèy_š[ôJ ¤±9 $#[ä !$u‹ÅÊt•yJs) ø9 $#ur# Y‘q çR¼çnu‘£‰ s%urtAΗ$ oYtB(#qßJn=÷è tFÏ9

yŠ y‰tãtûüÏZÅb¡9$#z>$|¡Åsø9$# ur

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)

bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahuibilangan tahun dan perhitungan (waktu) .

(QS. Yunus:5)2

1 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,2005, hlm. 531.

2 Ibid, hlm. 208.

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Apa dan Mamah tercinta

(Dadang Nurul Huda dan Atisah)

yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada

hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.

Adik-adikku tersayang (Sadut, Petet, Itot) dan seluruh keluarga besarku

tercinta, dukungan serta doa kalian, semoga Allah

membalas kebaikan kalian semua.

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-

pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat

dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 15 Desember 2010 Deklarator

Eni Nuraeni Maryam 0 7 2 1 1 1 0 6 1

vii

ABSTRAK

Di antara program-program komputer berbasis astronomi modern yangmendukung penentuan awal bulan Qamariah adalah Jean Meeus, New Comb,Almanac Nautica, Ephemeris, Mawaaqit, Starrynight dan software falak lainnya.Di antara kesekian pemrograman tersebut, penulis tertarik untuk mengkajiProgram Mawaaqit hasil karya Dr. Ing. Khafid (ahli geodesi). Menurut ilmuastronomi bentuk bumi itu bulat sehingga rumus yang digunakan dalamperhitungan awal bulan Qamariahnya adalah segitiga bola (sphericaltrigonometri), sedangkan menurut ilmu geodesi bentuk bumi itu bukan bulattetapi ellipsoid (geodetic). Dengan background keilmuan Dr. Ing. Khafid sebagaiahli geodesi, penulis ingin menelusuri sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing.Khafid dalam program Mawaaqit.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif evaluatif dimana dataprimernya berupa hasil wawancara dengan Dr. Ing. Khafid selaku pemilikProgram Mawaaqit, sedangkan data sekundernya adalah seluruh dokumentasiberupa buku-buku yang membahas tentang hisab rukyat, sumber dari arsip,kamus, ensiklopedi dan buku yang berkaitan dengan penelitian. Data-data tersebutkemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis dankomparatif.

Hasil penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penentuan awalbulan Qamariah program Mawaaqit adalah metode hisab hakiki kontemporer.Dimana sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakanmatematika yang telah dikembangkan. Kriteria penentuan awal bulan Qamariahyang dipakai oleh Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit adalah kriteriaMABIMS yakni ketinggian hilal minimum dua derajat dan umur bulan saatmatahari terbenam minimum delapan jam. Tingkat akurasi Program Mawaaqitdalam penentuan awal bulan Qamariah dapat dikatakan cukup akurat. Karena teoridan algoritma yang digunakan Mawaaqit adalah VSOP87 yang tingkat akurasinyalebih baik dari 0.01”. Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasilhisab Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris yangtermasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang selama ini sering dijadikanpedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan awal bulan Qamariah yang hanyaberbeda pada hitungan detik.

Kata kunci: Astronomi, Awal Bulan Qamariah, Mawaaqit

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ‘inayahnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul: Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr.

Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit. Shalawat serta salam senantiasa penulis

sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-

sahabatnya dan para pengikutnya yang telah membawa kita dari zaman kegelapan

menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih

payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari

usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis

sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu-

pembantu Dekan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini.

2. Kementerian Agama RI PD. Pontren, atas beasiswanya selama penulis

menempuh pendidikan S1 di IAIN Walisongo Semarang.

3. Drs. H. Musahadi, M. Ag selaku pembimbing I, atas bimbingan dan

pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.

4. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag selaku pembimbing II sekaligus Pengasuh

Pondok Pesantren Daarun Najaah di mana penulis tinggal selama kuliah di

IAIN Walisongo Semarang, atas bimbingan, motivasi serta nasehat yang

tiada hentinya diberikan kepada penulis.

5. Eman Sulaeman, M.H., selaku Kaprodi Konsentrasi Ilmu Falak, beserta

segenap pengelola Prodi Konsentrasi Ilmu Falak, dosen-dosen dan

karyawan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala

didikan, bantuan dan kerjasamanya.

ix

6. Dr. Ing. Khafid (Pemilik Program Mawaaqit) atas wawancaranya baik

secara langsung, via email maupun via sms dan semua data serta

informasinya yang diberikan kepada penulis.

7. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do’a,

perhatian, pengorbanan, nasehat dan curahan kasih sayangnya yang tidak

dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.

8. Kyai Siradj Khudlari selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daarun Najaah,

atas do’a, nasehat dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.

9. KH. Ahmad Ghozali, Mu’tie, S. Ag., KH. Asep Sholahuddin Mu’tie, B.A.,

KH. Cecep Ishaq Asy’ari Mu’tie, Usth. Lilis Jamilah dan segenap guru-

guru penulis di Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kersamanah

Garut, atas do’a kalian.

10. Ahmad Syifaul Anam, S.H.I., M.H, Gus Sayful Mujab, S.H.I, M.S.I., Tedi

Kholiludin, S.H.I., M.S.I., atas segala bantuan dan pengarahannya.

11. Teman-teman CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang khususnya teman-

teman angkatan 2007, Genk Star tercinta (Yoyo, Usro, Anop, Jadul, Ibor,

Mahyo, Niez, Cepot, Katrok, Mbah Uti, Saroful, Bekong, Ada Ben,

Nyonyon, Ipeh, Opil, Aro, Ifa, Mbah Anshor, Gus Kriwil, Iyan, Oji, Jay

ndut, Gus Faqih, Ncep, Yosi, Sule, Hasan, Remon).

12. Segenap santriah Pondok Pesantren Putri Daarun Najaah khususnya

Kamar al-Qamariah (Jadul, Mahyo, Nafiez, Oink, Lilik, Diana).

13. Dulur-dulur HMJB (Himpunan Mahasiswa Jawa Barat) di IAIN

Walisongo Semarang.

Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah

membalas semua kebaikan kalian dengan balasan yang lebih baik.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

x

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.

Semarang, 15 Desember 2010Penulis,

Eni Nuraeni MaryamNIM. 072111061

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL SKRIPSI .................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK .............................................................................. v

HALAMAN MOTTO .................................................................................. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii

HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 5

D. Telaah Pustaka .............................................................. 5

E. Metode Penelitian ......................................................... 8

F. Sistematika Penulisan ................................................... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAT

A. Pengertian Umum Hisab Rukyat ................................... 13

B. Dasar Hukum Hisab Rukyat .......................................... 18

C. Sejarah dan Perkembangan Hisab Rukyat ..................... 24

D. Metode Hisab Rukyat .................................................... 38

BAB III SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH DR. ING.

KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT

A. Biografi Intelektual Dr. Ing. Khafid .............................. 56

B. Karya-karya Dr. Ing Khafid ......................................... 58

xii

C. Pemikiran Dr. Ing. Khafid tentang Hisab Awal

Bulan Kamariah dalam Program Mawaaqit ................... 59

D. Sistem Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Program

Mawaaqit ...................................................................... 63

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH

DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT

A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan

Kamariah dalam Program Mawaaqit ............................. 82

B. Analisis terhadap Kriteria Penentuan Awal Bulan

Kamariah dalam Program Mawaaqit ............................. 84

C. Analisis terhadap Tingkat Akurasi Hisab Awal

Bulan Kamariah dalam Program Mawaaqit ................... 87

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 93

B. Saran-Saran ................................................................... 95

C. Penutup ......................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penentuan awal bulan Qamariah sangat penting artinya bagi

segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang

pelaksanaannya dikaitkan dengan perhitungan bulan Qamariah. Di antara

ibadah-ibadah itu adalah shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat gerhana

bulan dan matahari, puasa Ramadhan dengan zakat fitrahnya, haji dan

sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

diperhitungkan menurut perhitungan bulan Qamariah.3

Sebenarnya, secara teknis ilmiah, posisi dan gerakan benda-benda

langit sudah dapat dihitung, yaitu dengan ilmu astronomi modern dan

bantuan komputer yang sangat teliti. Jangankan penampakan hilal yang

sangat biasa dan selalu terjadi setiap bulan, perhitungan gerhana bulan

maupun matahari yang relatif jarang pun bisa diperkirakan melalui

perhitungan yang sangat teliti. Bahkan, soal yang jauh lebih rumit, seperti

peristiwa langka berupa penampakan komet4 yang terjadi setiap puluhan

tahun bahkan ratusan tahun sekali, bisa diperhitungkan dengan baik.5

3 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: ProyekPembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 98.

4 Komet adalah anggota tata surya yang berwujud gas dan menarik pandangan jika kebetulanada di dekat matahari. Linatasan komet mengelilingi matahari berbentuk lonjong. Makin dekatdengan matahari makin menonjol ekornya, yang tak lain adalah gas mengembang. Lihat IratiusRadiman, dkk, Ensiklopedi singkat astronomi dan ilmu yang bertautan, Bandung: Penerbit ITB,1980, hlm. 50.

5 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan Teknologi,Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 33.

2

Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan

tingkat presisi6 yang jauh lebih tinggi dan akurat. Berbagai perangkat

lunak (software) yang praktis juga telah ada.7 Bahkan dengan banyaknya

program komputer, siapa pun yang bisa mengoperasikannya dengan

mudah dapat menghitung posisi bulan dan matahari. Masalahnya, tidak

semua orang mengerti arti angka dalam penentuan awal bulan Qamariah,

khususnya dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Kini, dengan metode astronomi yang sama, bahkan dengan

program komputer, hasil hitungan pasti akan sama. Tidak peduli siapa

yang menghitung, apakah Muhammadiyah, NU, Persis, atau orang awam.

Terlalu naif, ada yang merasa hasil hisab-nya lebih unggul dan seolah

metodenya beda dengan metode ormas lain yang menggunakan rukyat.

Padahal tidak ada bedanya, semua ormas bisa menghitung dengan hasil

yang sama.

Dengan kemajuan teknologi yang didukung perangkat komputer

modern, hasil hisab/rukyat yang dilakukan umat Islam di belahan bumi

lain dapat diketahui dengan cepat atau bahkan dalam hitungan milidetik

oleh umat Islam di belahan bumi yang lainnya.

Di antara program-program komputer berbasis astronomi modern

yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah adalah Jean Meeus,

New Comb, EW Brown, Almanac Nautica, Astronomical Almanac,

6 Presisi adalah ketelitian. Lihat Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus IlmiahPopuler, Surabaya: Arkola, 1994, hlm. 623.

7 Encup Supriatna, Hisab Rukyah dan Aplikasinya (Buku Satu), Bandung: Refika Aditama,Cet I, 2007, hlm. 1.

3

Mawaaqit, Ascript, Astro Info, Starrynight dan banyak software-software

falak yang lain. Sistem hisab dalam program-program tersebut memiliki

tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High

Accuracy Algorithm.

Hal tersebut dapat terlihat dari data perhitungan ijtima' dan tinggi

hilal awal Ramadhan 2010 M/1431 H menurut berbagai macam sistem8:

Ijtima’No Kitab/Program

Hari/tanggal JamTinggi hilal

1 Sullam an Nayirain 09:45:19,90 04º 07' 20,05"

2 Fathurrouf al Mannan 09:53:35,98 04º 03' 12,01"

3 Syamsul Hilal 10:13:30,00 03º 53' 16,80”

4 Ittifaq Dzatil Bain 10:03:57,00 04º 34' 27,05"

5 Khulashotil Wafiyyah 09:59:55,37 03º 53' 30,00"

6 Badiatul Mitsal 08:48:32,04 04º 57' 12,15"

3 Almanak Nautika 10:08:00,00 02º 24' 18,93"

4 Ephemeris Hisab Rukyat 10:09:44,51 02º 28' 32,61"

5 Program Ahillah 10:08:34,93 02º 32' 12,45"

6 Mawaaqit 10:09:00,00 02º 12' 08,40"

9 Starry Night Pro 5

Sela

sa,

10 A

gust

us 2

010

10:13:42,00 01º 58' 24,00”

Di antara kesekian pemrograman komputer berbasis astronomi

modern yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah tersebut,

penulis tertarik untuk mengkaji Program Mawaaqit yang merupakan

implementasi dari hasil pemikiran Dr. Ing. Khafid.

8 Muthoha Arkanuddin, Mengenal Peralatan Hisab Rukyat, Disampaikan pada AcaraPelatihan Hisab Rukyat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 29 Juli 2007,di Hotel Plaza Arjuna Yogyakarta.

4

Dr. Ing. Khafid adalah seorang ahli geodesi9 yang kini bekerja di

Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan Badan Koordinasi

Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cibinong Bogor.

Para ahli astronomi menyatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat.

Hal tersebut terlihat dari rumus segitiga bola yang digunakan dalam

penentuan awal bulan Qamariah. Sedangkan menurut ilmu geodesi, bentuk

bumi tidaklah bulat pepat akan tetapi ellips (geoid).

Dengan background keilmuan Dr. Ing. Khafid yang bukan

astronomi maupun ilmu falak melainkan geodesi, penulis ingin menelusuri

salah satu software aplikasi falak yang terdapat dalam program tersebut

yaitu mengenai sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam

program Mawaaqit.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dan

untuk membatasi skripsi agar lebih spesifik dan tidak terlalu melebar,

maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode hisab awal bulan Qamariah dalam program

Mawaaqit?

2. Apa kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang digunakan Dr. Ing.

Khafid dalam program Mawaaqit?

9 Geodesi merupakan ilmu mengenai ukuran dan bentuk bumi serta metode untuk mengetahuiukurannya. Lihat Iratius Radiman, dkk, op.cit. hlm. 35.

5

3. Bagaimana tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah program

Mawaaqit?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penulis adalah berikut:

1. Untuk mengetahui metode hisab awal bulan Qamariah dalam Program

Mawaaqit.

2. Untuk mengetahui kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang

digunakan Dr. Ing. Khafid dalam program Mawaaqit.

3. Untuk mengetahui tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah program

Mawaaqit.

D. TELAAH PUSTAKA

Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan yang secara

khusus dan mendetail membahas tentang Sistem Hisab Awal Bulan

Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit, namun demikian

terdapat beberapa tulisan yang berhubungan dengan yang tersebut di atas.

Penelitian Ahmad Izzuddin dengan judul Zubaer Umar al-Jaelani

Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia10. Hasil penelitian

tersebut memaparkan pemikiran hisab Zubaer Umar al-Jaelany yang

dibukukan dalam Khulasoh al-Wafiyah yaitu menggunakan anggaran baru

10 Ahmad Izzuddin, Zubaer Umar al-Jaelani (Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyat diIndonesia), Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang, 2002, tp.

6

prinsip heliosentris11 yang sampai sekarang masih diakui kebenaran

ilmiahnya. Pada prinsipnya pemikiran hisab Zubaer Umar al-Jaelany

menggunakan prinsip matematika modern (astronomi modern), hanya saja

masih menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu pemikiran hisab Zubaer

Umar al-Jaelany tidak jauh berbeda bahkan sama keakurasiannya dengan

hisab kontemporer.12

Skripsi A. Syifaul Anam Studi Tentang Hisab Awal Bulan

Qamariah dalam Kitab Khulashoh al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi bi

at-Tahqiq13 yang menerangkan bagaimana hisab awal bulan Qamariah

dengan metode kitab Khulasoh al Wafiyyah serta menjelaskan kelebihan

dan kekurangan metode yang terdapat dalam kitab tersebut. Adapun

metode hisab awal bulan Qamariah dalam kitab ini tidak jauh berbeda

dengan beberapa konsep yang dikembangkan hisab haqiqi kontemporer.

Skripsi M. Taufiq Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan

Qamariah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyat di

Indonesia14 yang menerangkan metode yang dipakai oleh Muhammadiyah

dalam menentukan awal bulan Qamariah. Metode hisab awal bulan

11 Heliosentris adalah pandangan yang dimunculkan oleh Copernicus yang menyatakan bahwamatahari sebagai pusat peredaran benda-benda langit dalam tatasurya. Bumi, bulan, dan planet-planet sebagai anggota tatasurya. Muhyiddin Khazin, Jogjakarta: Buana Pustaka, Cetakan pertama,2005, hlm. 29.

12 Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yangtelah dikembangkan dengan sistem koreksi yang lebih teliti dan kompleks, sesuai dengankemajuan sains dan teknologi. Susiknan Azhar, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:Lazuardi, 2001, hlm. 18.

13 A. Syifaul Anam, Studi Tentang Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Khulashoh alWafiyyah dengan Metode Haqiqi bit Tahqiq, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN WalisongoSemarang, 2001, t.d.

14 M. Taufiq, Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariah Menurut MuhammadiyahDalam Perspektif Hisab Rukyat Di Indonesia, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN WalisongoSemarang, 2006, t.d.

7

Qamariah yang digunakan oleh Muhammadiyah yaitu hisab wujud al-

hilal,15 prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudah dinyatakan

di atas ufuk16, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal

satu tanpa harus menunggu hasil rukyat.

Skripsi Sudarmono Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan

Qamariah Menurut Persatuan Islam17 yang menerangkan metode serta

kriteria hisab yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis) dalam

menentukan awal bulan Qamariah serta dasar hukumnya. Adapun kriteria

yang dipakai oleh Persis untuk saat ini adalah Imkan al-Rukyat

(kemungkinan hilal dapat dilihat) yang artinya pergantian bulan itu

ditentukan dengan hasil hisab dan posisi hilal atau ketinggian hilal sekian

derajat dari ufuk. Sama seperti yang dipakai oleh Pemerintah yang dalam

hal ini adalah Departemen Agama. Walaupun sebenarnya sebelumnya

Persis menggunakan kriteria-kriteria yang lain. Dalam melakukan

perhitungannya Persis mengalami perubahan atau selalu berkembang,

yang semula hanya menggunakan sistem Hisab Hakiki Taqribi dengan

kriteria Ijtima Qobla al-Ghurub18 dengan kitab Sullam Nayirain, Wujud

15 Menurut aliran hisab wujudul hilal, prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudahdinyatakan di atas ufuk, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal satu tanpaharus menunggu hasil rukyat. Aliran ini yang dipakai oleh Muhammadiyah. Lihat AhmadIzzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya),Semarang: Komala Grafika, hlm. 127.

16 Ufuk atau horizon atau cakrawala biasa diterjemahkan dengan “kakilangit”. MuhyiddinKhazin, op.cit. hlm. 85.

17 Sudarmono, Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Kamariah Menurut PersatuanIslam, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008, t.d.

18 Pada madzhab ijtima’ qabla al-ghurub, kondisi rukyatul hilal (apakah hilal tampak secaravisual atau tidak) dianggap tidak terlalu penting sepanjang faktor-faktor kelahiran hilal secaraastronomis telah ada (wujud). Yang menjadi persyaratan utama madzhab ini hanyalah peristiwakonjungsi (ijtima un nayirain) yang terjadi sebelum matahari tenggelam. Lihat Tono Saksono,

8

al-Hilal di sebagian wilayah Indonesia, Wujud al-Hilal di seluruh

Indonesia dan kini sesuai dengan perkembangannya Persis menggunakan

sistem hisab Ephemeris dengan kriteria Imkan al-Rukyat.

Skripsi Anisah Budiwati Sistem Hisab Arah Kiblat Dr. Ing. Khafid

dalam Program Mawaaqit yang menerangkan sistem hisab arah kiblat Dr.

Ing. Khafid. Adapun hasil penelitiannya bahwa Program Mawaaqit masih

memiliki penyimpangan sudut kiblat sebesar 12 km dari ka’bah akan tetapi

masih masuk wilayah Mekkah.

Dalam kajian pustaka tersebut terdapat beberapa penelitian yang

membahas tentang hisab awal bulan Qamariah dengan berbagai metode

dan kriteria, demikian pula penelitian terhadap pemikiran Dr. Ing. Khafid

tentang sistem hisab arah kiblat Program Mawaaqit, tapi menurut penulis

belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang Sistem Hisab

Awal Bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit .

E. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif evaluatif. Dengan

metode deskriptif evaluatif, penulis berupaya mengungkap dan

memahami sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam

Program Mawaaqit dan mengevaluasinya dengan membandingkannya

dengan sistem lain.

Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas Publicita (www.majalah farmacia.com)Center for Islamic Studies (www.c4is.web.id), 2007, hlm. 145.

9

Penelitian ini juga tergolong penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah bahan-

bahan pustaka, baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal, majalah dan

sumber lainnya yang relevan dengan topik yang dikaji.19

2. Sumber Data

Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan menjadi data

primer dan data sekunder. Data primer atau data tangan pertama adalah

data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, baik itu berupa

dokumentasi20 maupun wawancara21 yang penulis dapatkan langsung

dari Dr. Ing. Khafid sebagai pemilik Program Mawaaqit. Sedangkan

data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang tidak langsung

diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder ini

akan penulis dapatkan melalui wawancara terhadap pihak lain yang

berkompeten dalam bidang astronomi maupun ilmu falak dan

dokumentasi22 yaitu berupa buku-buku yang membahas tentang hisab

rukyat, majalah ilmiah, sumber dari arsip, kamus, ensiklopedi dan

19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta: Rajawali, 1986, hlm. 15.

20 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupacatatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dansebagainya. Lihat dalam Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002, hal. 206.

21 Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang inginmemperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanberdasarkan tujuan tertentu. Lihat Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma BaruIlmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet IV, hlm. 180.

22 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet IV, 2004, hlm. 36.

10

buku yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai tambahan atau

pelengkap.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam skripsi ini,

dalam hal mendapatkan data primer penulis menggunakan metode

wawancara, yaitu penulis melakukan wawancara dengan Dr. Ing.

Khafid selaku pemilik Program Mawaaqit. Penulis juga menggunakan

metode dokumentasi yaitu penulis mengumpulkan buku-buku atau

data-data penunjang yang berkaitan dengan sistem hisab awal bulan

Qamariah program Mawaaqit. Di samping itu penulis juga

mengumpulkan buku-buku atau tulisan yang membicarakan tentang

hisab rukyat, khususnya masalah penentuan awal bulan Qamariah baik

yang penulis dapatkan langsung dari sumber primer maupun sekunder.

4. Metode Analisis Data

Data mentah yang penulis kumpulkan akan dianalisis dengan

metode deskriptif analitis23 dan metode komparatif yang mana penulis

akan memberikan deskripsi mengenai hasil analisis yang penulis

lakukan dan membandingkannya dengan salah satu sistem hisab lain.

23 Analisis deskriptif merupakan prosedur statistik untuk menguji generalisasi hasil penelitianyang didasarkan atas satu variabel. Lihat dalam Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi MetodologiPenelitian dan Aproplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 136.

11

Proses analisis data dimulai dengan pengumpulan buku-buku

atau data-data yang berkaitan dengan sistem hisab awal bulan

Qamariah Program Mawaaqit untuk kemudan diolah sehingga

menghasilkan data baru. Yang pertama kali penulis lakukan adalah

mencari tahu metode yang digunakan dalam hisab awal bulan

Qamariah Program Mawaaqit. Selanjutnya penulis menganalisis

kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang digunakan Dr. Ing.

Khafid dalam Program Mawaaqit. Tahap terakhir penulis melakukan

evaluasi terhadap sistem dan hasil hisab awal bulan Qamariah program

Mawaaqit dengan sistem lain untuk mengetahui sejauh mana

keakuratan hisab Program Mawaaqit.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab.

Dimana dalam setiap bab terdapat sub-sub pembahasan, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum tentang Hisab Rukyat

Bab ini membahas masalah pengertian umum hisab rukyat,

dasar hukum hisab rukyat, sejarah dan perkembangan hisab

rukyat, metode hisab rukyat.

12

BAB III : Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid

dalam Program Mawaaqit

Bab ini meliputi Biografi intelektual Dr. Ing. Khafid,

Karya-karya Dr. Ing Khafid, Pemikiran Dr. Ing. Khafid

tentang hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit,

Sistem hisab awal bulan Qamariah dalam program

Mawaaqit.

BAB IV : Analisis Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr. Ing.

Khafid dalam Program Mawaaqit

Bab ini membahas Analisis terhadap metode hisab awal

bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit, Analisis

terhadap kriteria penentuan awal bulan Qamariah Dr. Ing.

Khafid dalam Program Mawaaqit, Analisis terhadap tingkat

akurasi hisab awal bulan Qamariah dalam Program

Mawaaqit.

BAB V : Penutup

Bab ini merupakan bab penutup skripsi yang meliputi:

kesimpulan, saran-saran, dan penutup.

13

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAT

A. Pengertian Umum Hisab Rukyat

1. Pengertian Hisab

Secara etimologis kata hisab berasal dari bahasa Arab yang berarti

perhitungan atau Arithmatic.24 Di dunia Islam istilah hisab25 sering

digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi

matahari dan bulan terhadap bumi.26

Dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 5 disebutkan:

uq èd“Ï% ©!$#Ÿ@yèy_š[ ôJ ¤±9$#[ä !$u‹ ÅÊt• yJ s)ø9$#ur#Y‘q çR¼ çn u‘£‰s%urtAΗ$oY tB(#q ßJ n=÷ètFÏ9

yŠy‰tãtûü ÏZÅb¡9$#z>$|¡ Åsø9$#ur4

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahundan perhitungan (waktu)”. (QS. Yunus:5)27

Juga dalam Surat Ar-Rahman ayat 5:

ߧôJ ¤±9$#ã• yJ s)ø9$#ur5b$t7 ó¡çt¿2

24 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta: Buana Pustaka, Cetakan pertama, 2005,hlm. 30.

25 Ilmu hisab yang dimaksudkan di sini adalah ilmu hisab sebagai ilmu falak yang biasadigunakan umat Islam dalam proses penentuan berbagai hal dalam praktik ibadah. Lihat EncupSupriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya Buku Satu, Bandung: Refika Aditama, Cetakan Pertama,2007, hlm. 2.

26 Ibid, hlm. 1.27 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,

2005, hlm. 208.

14

Artinya : “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (QS. Ar-Rahman:5)28

Secara etimologis kata falak29 berasal dari bahasa Arab yang

mempunyai persamaan arti dengan kata madar30 atau kata orbit31 dan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai lingkaran langit

atau cakrawala32, sehingga ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari lintasan benda-benda langit (khususnya bumi, bulan, dan

matahari) pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk mengetahui

posisi benda-benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui

waktu-waktu di permukaan bumi.33

Ilmu ini disebut dengan ilmu falak, karena ilmu ini mempelajari

lintasan benda-benda langit. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu hisab,

karena ilmu ini menggunakan perhitungan. Ilmu ini disebut pula ilmu

rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. Ilmu ini sering disebut

pula ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas waktu.34

28 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,2005, hlm. 531.

29 Falak adalah jalan benda-benda langit; atau garis lengkung yang dilalui oleh suatu bendalangit dalam lingkaran hariannya. Falak disebut dengan “orbit” yang diterjemahkan denganlintasan. Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op.cit, hlm. 24.

30 Madar adalah lingkaran yang sejajar equator. Madar ini merupakan tempat suatu bendalangit beredar, sehingga ia disebut pula dengan “lingkaran harian” suatu benda langit. LihatMuhyiddin Khazin, ibid, hlm. 50.

31 Orbit = Falak. Ibid, hlm. 62.32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Gramedia, Edisi ke empat, 2008, hlm. 387.33 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,

Cetakan Pertama, 2004, hlm. 3.34 Ibid.

15

Dari keempat istilah di atas, yang populer di masyarakat adalah ilmu

falak dan ilmu hisab .35

Ilmu hisab itu pada garis besarnya ada dua macam yaitu 'ilmiy dan

'amaliy. Ilmu hisab 'ilmiy adalah ilmu hisab yang membahas teori dan

konsep benda-benda langit, misalnya dari segi asal mula kejadiannya

(cosmogoni), bentuk dan tata himpunannya (cosmologi), jumlah

anggotanya (cosmografi), ukuran dan jaraknya (astrometik), gerak dan

daya tariknya (astromekanik), dan kandungan unsur-unsurnya

(astrofisika).36

Sedangkan ilmu hisab 'amaliy adalah ilmu hisab yang melakukan

perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit

antara satu dengan yang lainnya. Ilmu hisab 'amaliy inilah yang oleh

masyarakat umum dikenal dengan ilmu hisab.37

Pokok bahasan dalam ilmu hisab adalah penentuan waktu dan

posisi benda-benda langit (matahari dan bulan) yang diasumsikan

memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah (hablun min Allah).

Sehingga pada dasarnya pokok bahasan ilmu falak adalah berkisar pada:38

1. Penentuan arah kiblat dan bayangan arah kiblat

2. Penentuan waktu shalat

3. Penentuan awal bulan (khususnya bulan Qamariah)

4. Penentuan gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan.

35 Zubair Umar al-Jailany, Khulashah al-Wafiyah, hlm. 3.36 Ibid, hlm. 4.37 Ibid, hlm. 4.38 Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis (Metode HIsab Rukyat Praktis dan Solusi

Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 3.

16

Adapun pembahasan awal bulan dalam ilmu hisab adalah

menghitung waktu terjadinya konjungsi (ijtima )39, yakni posisi matahari

dan bulan memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung

posisi (tinggi dan azimuth40) bulan (hilal) dilihat dari suatu tempat ketika

matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu.41

2. Pengertian Rukyat

Kata rukyat merupakan kata isim bentuk masdar dari fi’il ra a

yara ( – ). Kata dan tashrifnya mempunyai banyak arti,

antara lain:42

a. Ra’a ( ) bermakna , artinya melihat dengan mata kepala.

Bentuk masdarnya . Diartikan demikian jika maf’ul bih

(obyek)nya menunjukkan sesuatu yang tampak/terlihat.

Contoh:

....

apabila kamu melihat hilal (HR. Muslim)

b. Ra’a ( ) bermakna / , artinya mengerti, memahami,

mengetahui, memperhatikan, berpendapat dan ada yang mengatakan

39 Ijtima’ artinya kumpul atau bersama, yaitu posisi matahari dan bulan berada pada satu bujurastronomi. Dalam astronomi dikenal dengan istilah conjunction (konjungsi). Para ahli astronomimurni menggunakan ijtima’ ini sebagai kriteria penggantian bulan Kamariah, sehingga ia disebutpula dengan New Moon. Lihat Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat,Yogyakarta: Ramadhan Press, 2009, hlm. 70.

40 Azimuth atau jihah berarti arah, yaitu harga suatu sudut untuk tempat atau benda langit yangdihitung sepanjang horizon dari titik utara ke timur searah jarum jam sampai titik perpotonganantara lingkaran vertikal yang melewati tempat atau benda langit itu dengan lingkaran horizon.Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, hlm. 40.

41 Ibid, hlm. 3.42 A. Ghozali Masroeri, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya, Disampaikan dalam

Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh BadanHisab Rukyat Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008, hlm. 1-2.

17

melihat dengan akal pikiran. Bentuk masdarnya . Diartikan

demikian jika maf’ul bih (obyek)nya berbentuk abstrak atau tidak

mempunyai maf’ul bih (obyek).

Contoh:

|M÷ƒ uä u‘r&“Ï% ©!$#Ü> Éj‹s3 ãƒÉúï Ïe$!$$Î/

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” (QS. Al-Maun:1)

c. Ra’a ( ) bermakna / , artinya mengira, menduga, yakin,

dan ada yang mengatakan melihat dengan hati. Bentuk masdarnya

. Dalam kaedah bahasa Arab diartikan demikian jika mempunyai

dua maf’ul bih (obyek).

Contoh:

öN åk̈X Î)¼ çm tR÷rt• tƒ#Y‰‹ Ïèt/

Artinya: “Sesungguhnya mereka menduga siksaan itu jauh (mustahil)”(QS. Al-Ma’arij: 6)

Secara harfiah, rukyat berarti “melihat”. Arti yang paling umum

adalah “melihat dengan mata kepala”.43 Namun demikian kata rukyat

yang berasal dari kata ra a ini dapat pula diartikan dengan melihat bukan

dengan cara visual, misalnya melihat dengan pikiran atau ilmu

(pengetahuan). Ragam arti dari kata tersebut tergantung pula pada obyek

yang menjadi sasarannya.44

43 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan Teknologi,Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 41.

44 A. Ghozali Masroeri, loc.cit, hlm. 2.

18

Ketika kata rukyat dihubungkan dengan kata hilal, maka ia akan

berarti sesuai dengan definisi hilal yang digunakan. Rukyat dalam

pengertian melihat secara visual (melihat dengan mata kepala) atau rukyat-

bashariyah atau disebut juga rukyat bi al-fi li, hanya cocok untuk hilal

dalam pengertian hilal aktual.45

Rukyat al-hilal yang terdapat dalam sejumlah hadits Nabi saw

tentang rukyat hilal Ramadan dan Syawal adalah rukyat al-hilal dalam

pengertian hilal aktual. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai

pengamatan terhadap hilal .46

Menurut hadis Shahih Bukhari Muslim, disunahkan melakukan

rukyat baik jika langit cerah atau mendung. Namun jika tidak

memungkinkan, maka lakukanlah “pengkadaran” atau dalam bahasa

aslinya faqduru lahu.47

B. Dasar Hukum Hisab Rukyat

3. Dasar hukum dari Al-Qur’an

a. Surat al-Baqarah ayat 189

š• tRq è= t«ó¡ o„Ç t̀ãÏ' ©#Ïd F{ $#(ö@è%}‘ÏdàM‹ Ï%ºuq tBĨ$̈Y=Ï9Ædkysø9$#ur3}§øŠs9ur•ŽÉ9ø9$#

b r' Î/(#q è?ù' s?šVq ãŠç6 ø9$#Ï̀B$yd Í‘q ßgàߣ Å̀3» s9ur§ŽÉ9ø9$#Ç t̀B4† s+ ¨?$#3(#q è?ù&ur

šVq ã‹ ç7 ø9$#ô Ï̀B$ygÎ/ºuq ö/ r&4(#q à)̈?$#ur©!$#öN à6 ¯=yès9šcq ßsÎ=øÿè?

45 Ibid.46 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 41.47 Ibid, hlm. 51.

19

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan(bagi ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialahkebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allahagar kamu beruntung”. (QS. Al-Baqarah:189)48

b. Surat al-Anbiya ayat 33

uq èd ur“Ï% ©!$#t, n=y{Ÿ@ø‹ ©9$#u‘$pk̈]9$#ur}§ôJ ¤±9$# urt• yJ s)ø9$#ur(@@ä.’Îû;7n=sùtbq ßst7 ó¡ o„

Artinya: “Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang,matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya ituberedar di dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya:33)49

c. Surat al-An’am ayat 96

ß, Ï9$sùÇy$t6 ô¹ M}$#Ÿ@yèy_urŸ@øŠ©9$#$YZs3 y™}§ôJ ¤±9$#urt• yJ s)ø9$#ur$ZR$t7 ó¡ ãm4y7Ï9ºsŒ

㕃 ωø)s?Í“ƒ Í• yèø9$#ÉOŠÎ=yèø9$#

Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untukberistirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untukperhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagiMaha Mengetahui”. (QS. Al-An am:96)50

d. Surat al-An’am ayat 97

uq èd ur“Ï% ©!$#Ÿ@yèy_ãN ä3 s9tPq àf‘Z9$#(#r߉tG öktJ Ï9$pkÍ5’ÎûÏM» yJ è=àßÎhŽy9ø9$#Ì• óst7 ø9$#ur3ô‰s%

$uZù=¢Á sùÏM» tƒ Fy$#5Q öq s)Ï9šcq ßJ n=ôètƒ

Artinya: “Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agarkamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan

48 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 29.49 Ibid, hlm. 324.50 Ibid, hlm. 129.

20

di laut. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tandakebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Al-An am:97)51

e. Surat Yasin ayat 39

t• yJ s)ø9$# urçm»tRö‘£‰s%tAΗ$oY tB4Ó®LymyŠ$tãÈbq ã_ó• ãèø9$% x.ÉOƒÏ‰s)ø9$#

Artinya: “Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”. (QS.Yasin:39)52

f. Surat Yasin ayat 40

ŸwߧôJ ¤±9$#ÓÈöt7 . t̂ƒ!$olm;b r&x8 Í‘ô‰è?t• yJ s)ø9$#Ÿwurã@ø‹ ©9$#ß, Î/$y™Í‘$pk̈]9$#4@@ä. ur’Îû

;7n=sùšcq ßst7 ó¡ o„

Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan danmalampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masingberedar pada garis edarnya”. (QS. Yasin:40)53

Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, tidak ada ayat yang secara

tegas menunjukkan bahwa penetapan awal bulan Qamariah adalah dengan

metode hisab atau rukyat. Ayat-ayat tersebut hanya memberikan isyarat

bahwa bulan dan matahari bisa dijadikan pedoman dalam menetapkan

waktu-waktu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan ibadah. Apa yang

ditunjukkan dalam al-Qur’an tersebut masih global. yang kemudian di

spesifikan lagi oleh hadis-hadis Nabi.

51 Ibid, hlm. 129.52 Ibid, hlm. 442.53 Ibid, hlm. 442.

21

4. Dasar Hukum dari Hadis

a. Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah

)(

Artinya : “ Berpuasalah kamu semua karena terlihat hilal (Ramadan)dan berbukalah kamu semua karena terlihat hilal (Syawal).Bila hilal tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilanganbulan Sya’ban tigapuluh”. (HR. Muslim)

Inti hadis ini, bahwa penentuan puasa Ramadan harus di

dasarkan sistem rukyat pada tanggal 29 Sya’ban malam 30. Jika hilal

terlihat, maka keesokan harinya berpuasa; dan jika hilal tidak terlihat,

maka umur bulan Sya’ban harus digenapkan 30 hari baru kemudian

esoknya berpuasa atas dasar istikmal.55

b. Hadits Riwayat Muslim dari Ibn Umar

)(56

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satubulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelummelihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya danjika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim).

54 Ibid, hlm. 482.55 A. Ghozali Masruri, op.cit, hlm 6.56 Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, Juz III, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm 122.

22

c. Hadis Riwayat Bukhari

:)(57

Artinya :” Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasannya Rosulallahsaw menjelaskan bulan ramadhan kemudian belia bersabda:janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan(kelak) janganlah kamu berbuka hingga kamu melihatnya,jika tertutup awan maka perkirakanlah. (HR. Bukhori).

Kata faqduru dalam kedua hadis tersebut masih harus

diperjelas lagi maksudnya. Kata faqduru adalah bentuk amr dari fi’il

madly qadara dan memiliki banyak arti; sanggupilah, kuasailah,

ukurlah, bandingkanlah, pikirkanlah, pertimbangkanlah, sediakanlah,

persiapkanlah, muliakanlah, bagilah, tentukanlah, takdirkanlah,

persempitlah, tekanlah, dan masih banyak arti lain.58

Menurut para ahli ushul kata faqduru disebut kata mujmal

(banyak artinya). Untuk memahaminya harus dijelaskan dengan

mencarikan kata mufassar (pasti artinya) dalam hadis lain, seperti kata

fakmilu (sempurnakanlah) sebagaimana terdapat pada hadis Muslim

(maka sempurnakanlah bilangan bulan

Sya ban menjadi tiga puluh).59

57 Ibid, hlm 3558 A. Ghozali Masruri, op.cit, hlm 8.59 Ibid.

23

Dengan demikian jelaslah, bahwa yang dimaksud dengan

faqduru lahu dalam kedua hadis tersebut harus dipahami dengan

makna sempurnakanlah bilangan bulan Sya ban menjadi tiga

puluh .60

d. Hadis Riwayat Bukhari

)(

Artinya : “ Dari Sa’id bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibnu Umarra dari Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kamiadalah umat yang ummi tidak mampu menulis danmenghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitukadang 29 hari dan kadang 30 hari. (HR. Bukhori)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa usia bulan Qamariah

kadang 29 hari dan kadang 30 hari, berbeda dengan umur bulan

Syamsiyah.

Hadis-hadis tersebut di atas memiliki redaksi yang berbeda-

beda tetapi memiliki maksud dan tujuan yang sama. Hadis-hadis

tersebut memperjelas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-

Qur’an yang masih global.

Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksudkan

menentukan waktu-waktu ibadah dalam Al-Qur’an adalah dengan cara

melihat dan mengamati hilal secara langsung pada hari ke 29 (malam

60 Ibid.61 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 34.

24

ke-30) dari bulan yang sedang berjalan. Apabila ketika itu hilal dapat

terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas

dasar rukyat al hilal, tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka

malam itu tanggal 30 dari bulan yang sedang berjalan dan kemudian

malam berikutnya dimulai tanggal 1 dari bulan baru atas dasar

istikmal (menggenapkan 30 hari bagi bulan sebelumnya).62

C. Sejarah dan Perkembangan Hisab Rukyat

Merujuk pada penemu pertama ilmu falak atau astronomi yakni Nabi

Idris sebagaimana disebutkan dalam setiap mukadimah kitab-kitab falak,

nampak bahwa wacana ilmu falak sudah ada sejak waktu itu, atau bahkan

lebih awal daripada itu.63

Menurut Ahmad Izzuddin, baru sekitar abad ke-28 sebelum Masehi

embrio ilmu falak mulai nampak. Ia digunakan untuk menentukan waktu bagi

saat-saat penyembahan berhala. Keadaan seperti ini sudah nampak di beberapa

negara seperti di Mesir untuk menyembah Dewa Orisis, Isis, dan Amon, di

Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah dewa Astoroth dan Baal.64

Pada abad XX sebelum Masehi, di negeri Tiong Hoa telah ditemukan

alat untuk mengetahui gerak matahari dan benda-benda langit lainnya dan

mereka pula yang mula-mula dapat menentukan terjadinya gerhana

matahari.65

62 A. Ghozali Masroeri, op.cit, hlm. 4.63 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 664 Ibid.65 Ibid.

25

Kemudian berlanjut pada asumsi Phytagoras (580-500 SM) bahwa

bumi berbentuk bulat bola, yang dilanjutkan Heraklitus dari Pontus (388-315

SM) yang mengemukakan bahwa bumi berputar pada sumbunya, Merkurius

dan Venus mengelilingi matahari dan matahari mengelilingi bumi.66

Pendapat tersebut diperkuat oleh Aristoteles (384-322 SM) yang

mengemukakan bahwa pusat jagad raya adalah bumi. Pandangan manusia

terhadap jagad raya mulai saat itu umumnya mengikuti pandangan Aristoteles,

yaitu Geosentris yakni bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit.67

Kemudian penelitian tersebut dipertajam dengan penelitian Aristarchus

dari Samos (310-230) tentang hasil pengukuran jarak antara bumi dan

matahari, dan pernyataannya bumi beredar mengelilingi matahari. Lalu

Eratosthenes dari Mesir (276-196 SM) juga sudah dapat menghitung keliling

bumi.68

Kemudian pada masa sesudah masehi ditandai dengan temuan Cladius

Ptolomeus (140 M) berupa catatan-catatan tentang bintang-bintang yang diberi

nama Tabril Magesty .69 Pendapat yang dikemukakan oleh Ptolomeus sesuai

dengan pandangan Aristoteles tentang kosmos, yaitu pandangan Geosentris,

bumi dikitari oleh bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus.

Benda-benda langit tersebut jaraknya dari bumi berturut-turut semakin jauh.

Langit merupakan tempat bintang-bintang sejati, sehingga mereka berada pada

66 Ibid.67 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 24.68 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 7.69 Ibid.

26

dinding bola langit. Pandangan Ptolomeus yang Geosentris ini berlaku sampai

abad ke 6 Masehi tanpa ada perubahan.70

Selanjutnya di masa Islam (masa Rasulullah) kemunculan ilmu falak

memang belum masyhur di kalangan umat Islam, sebagaimana hadis Nabi:

inna ummatun umiyyatun la naktubu wala nahsibu . Walaupun sebenarnya

ada juga di antara mereka yang mahir dalam perhitungan. Sehingga realitas

persoalan ilmu falak pada masa itu tentunya sudah ada walaupun dari sisi

hisabnya tidak begitu masyhur. Sebenarnya perhitungan tahun hijriyah pernah

digunakan sendiri oleh Nabi Muhammad ketika beliau menulis surat kepada

kaum Nasrani Bani Najran, tertulis ke V Hijriyah, namun di dunia Arab lebih

mengenal peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga ada istilah tahun gajah,

tahun izin, tahun amar, dan tahun zilzal.71

Namun secara formal, wacana ilmu falak di masa ini baru nampak dari

adanya penetapan hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah sebagai pondasi dasar

kalender Hijriyah yang dilakukan oleh sahabat Umar bin Khattab, tepatnya

pada tahun ke tujuh belas Hijriyah. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya

bulan Muharram ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah.72

Selama hampir delapan abad ilmu pengetahuan pada umumnya dan

astronomi pada khususnya tidak nampak adanya masa keemasan. Ilmu

astronomi baru mendapat perhatian khusus pada masa Khalifah Abu Ja’far al-

70 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, loc.cit , hlm. 24.71 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 7.72 Ibid, hlm. 8.

27

Manshur (719-775 M), hal ini terlihat dari upaya penerjemahan kitab

Sindihind dari India.73

Khalifah Abu Ja’far al-Manshur memerintahkan Muhammad ibn

Ibrahim al-Fazari (796 M) untuk menerjemahkan kitab Sindihind ke dalam

bahasa Arab. Atas usahanya inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli ilmu falak

yang pertama di dunia Islam.74

Setelah al-Fazari, pada abad 8 muncul Abu Ja’far Muhammad bin

Musa al-Khawarizmi (780-847 M), sebagai ketua observatorium al-Makmun.

Dengan mempelajari karya al-Fazari (terjemahan Sindhind), al-Khawarizmi

berhasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran India

menjadi dasar operasional ilmu hitung. Dialah penyusun pertama tabel

trigonometri Daftar Logaritma yang ada sekarang ini. Di samping itu, al-

Khawarizmi menemukan bahwa zodiak atau ekliptika itu miring sebesar 23,5

derajat terhadap equator, serta memperbaiki data astronomis yang ada pada

buku terjemahan “Sindhind”.75

Kemudian di masa Khalifah al-Makmun, naskah Tabril Magesthy

diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Hunain bin Ishak. Dari sinilah lahir

istilah ilmu falak sebagai salah satu dari cabang ilmu keislaman dan

tumbuhnya ilmu hisab tentang penentuan awal waktu shalat, penentuan

gerhana, penentuan awal bulan Qamariah, dan penentuan arah kiblat.76

73 Ibid.74 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik , op.cit, hlm. 2575 Ibid.76 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 8.

28

Tokoh yang hidup di masa ini adalah Sultan Ulugh Beik, Abu Rayhan,

Ibnu Syatir dan Abu Manshur al-Balkhiy. Observatorium didirikan al-

Makmun di Sinyar dan Junde Shahfur Bagdad, dengan meninggalkan teori

Yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi

matahari. Juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku Sindihind

yang disebut Tables of Makmun dan oleh orang Eropa dikenal dengan

Astronomos atau Astronomy .77

Masa kejayaan itu juga ditandai dengan adanya al-Farghani seorang

ahli falak yang oleh orang Barat dipanggil dengan Farganus, buku-bukunya

dipakai pegangan dalam mempelajari ilmu perbintangan oleh astronom-

astronom Barat seperti Regiomontanus. Di samping itu juga ada pakar falak

kenamaan lainnya seperti Mirza Ulugh bin Timurlank yang terkenal dengan

Ephemerisnya, Ibnu Yunus (950-100 M), Nasiruddin (1201-1274 M) dan

Ulugh Beik (1344-1449 M) yang terkenal dengan landasan ijtima’ dalam

penentuan awal bulan Qamariah.78

Di Bashrah, Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039 M) seorang

pakar falak yang terkenal dengan bukunya Kitabul Manadhir dan tahun

1572 diterjemahkan dengan nama Optics yang merupakan temuan baru

tentang refraksi (sinar bias). Tokoh-tokoh tersebut sangat mempengaruhi dan

memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan ilmu falak di dunia

Islam pada masanya masing-masing, meskipun masih bernuansa Ptolomeus.79

77 Ibid, hlm. 9.78 Ibid.79 Ibid.

29

Dalam lintasan sejarah, selama pertengahan abad ke-20, peringkat

kajian Islam yang paling tinggi hanya dapat dicapai di Mekah, yang kemudian

beralih ke Kairo. Sehingga kajian Islam termasuk kajian hisab rukyat tidak

dapat lepas dari adanya jaringan ulama (meminjam istilah Azyumardi Azra).

Ini membuktikan adanya jaringan ulama yang dilakukan oleh ulama-ulama

hisab rukyat Indonesia. Seperti Muhammad Mas Mansur al-Batawi,80 ternyata

dari lacakan sejarah, diketahui bahwa kitab monumentalnya, Sullam al-

Nayyirain, adalah hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di

Jazirah Arab. Sehingga diakui atau tidak, pemikiran hisab rukyat di Jazirah

Arab, seperti di Mesir sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di

Indonesia.81

Sejak adanya peninggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia,

khususnya di Pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut

menjadi penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa

Indonesia sudah mengenal ilmu falak.

Kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia

dari bermukim di Mekah pada awal abad 20 M, ilmu falak mulai tumbuh dan

berkembang di tanah air ini. Mereka tidak hanya membawa catatan-catatan

80 Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al-Batawi adalah ahli falak dengan karyanyayang berjudul Sullamun Nayyirain fi Ma rifati Ijtima wal Kusufain . Buku Sullam Nayyirain inioleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah, pertama berjudul Risalatul Ula fi Ma rifatilIjtima in Nayyirain yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ hilal, posisi hilal, dan umur hilal.Kedua berjudul Risalatus Saniyah fi Ma rifatil Khusufil Qamar yakni memuat perhitungangerhana bulan dan yang ketiga berjudul Risalatus Salisah fi Ma rifati Kusufis Syams yaknimemuat perhitungan gerhana matahari. Buku Sullamun Nayyirain ini dipakai sebagai salah satupertimbangan penetapan awal bulan dalam Muker Badan Hisab dan Rukyat Departemen AgamaRI. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op,cit, hlm. 111.

81 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, hlm. 54.

30

ilmu tentang tafsir, hadis, fiqh, tauhid dan tasawuf, melainkan juga membawa

catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari Mekah sewaktu mereka

belajar di sana yang kemudian mereka ajarkan kepada para santrinya di

Indonesia.82

Pemetaan sejarah Islam di Indonesia yang mendapat perhatian khusus

terpilah menjadi dua periode, yakni periode masuknya Islam di Indonesia dan

periode zaman reformisme abad ke dua puluhan.83

Sejarah mencatat bahwa sebelum kedatangan agama Islam di

Indonesia pernah berlaku sistem penanggalan Hindu yang dikenal dengan

penanggalan “Soko”.84 Permulaan tahun Soko ini ialah hari Sabtu, 14 Maret

78 M yakni satu tahun setelah penobatan Prabu Syaliwohono (Aji Soko)

sebagai raja di India. Oleh sebab itulah penanggalan ini dikenal dengan

penanggalan Soko. Di samping penanggalan Soko, di tanah air ini berlaku

pula sistem penanggalan Islam atau Hijriyah yang perhitungannya berdasarkan

pada peredaran bulan mengelilingi bumi.85

Namun sejak tahun 1043 H/1633 M yang bertepatan dengan 1555

tahun Soko, tahun Soko diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau pada mulanya

tahun Soko berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah

menjadi tahun Hijriyah yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan

tahunnya tetap meneruskan tahun Soko tersebut. Sehingga jelas bahwa sejak

82 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 30.83 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi

Permasalahannya, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 12.84 Penanggalan Soko yakni sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran matahari

mengelilingi bumi. Lihat Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm.118.

85 Ibid.

31

zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah

terlibat dalam pemikiran ilmu falak, hal ini ditandai dengan adanya

penggunaan Kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Dan patut dicatat

dalam sejarah, bahwa prosesi tersebut berarti merupakan prosesi penciptaan

suatu masyarakat lama menjadi baru, yakni masyarakat kehinduan dalam

masyarakat keislaman.

Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran

penggunaan kalender resmi pemerintahan, semula kalender Hijriyah diubah

menjadi kalender Masehi (Miladiyah). Meskipun demikian, umat Islam tetap

menggunakan kalender Hijriyah, terutama daerah kerajaan-kerajaan Islam.

Tindakan ini tidak dilarang oleh pemerintah kolonial bahkan penetapannya

diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada,

terutama penetapan terhadap hari-hari yang berkaitan dengan persoalan

ibadah, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.86

Prosesi perkembangan ilmu falak terlihat cukup pesat, sejak abad

pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang

disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik Asmarakandi.87 Ilmu falak ini

berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa

dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di

86 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan SolusiPermasalahannya, op.cit, hlm. 13.

87 Ulugh Beik adalah ahli astronomi yang lahir di Salatin (1393 M) dan meninggal diIskandaria (1449 M) dengan observatoriumnya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yangbanyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya. Lihat MuhyiddinKhazin, op.cit, hlm.117.

32

Indonesia biasanya mabda (epoch)88 dan markaznya disesuaikan dengan

tempat tinggal pengarangnya. Seperti KH. Noor Ahmad Jepara dengan

karyanya Nurul Anwar dengan markaz Jepara89, KH. Muhammad Ma’soem

Jombang dengan kitabnya Badi atul Misal 90, dan Khulasoh al-Wafiyyah

karangan KH. Umar al-Jailani Salatiga.91 Walaupun ada juga yang tetap

berpegang pada kitab asal (kitab induk) seperti “al-Mathla al Sa id fi Hisab

al Kawakib ala Rasyd al-Jadid karya Syekh Husain Zaid al-Misra dengan

Markaz Mesir.92 Dan sampai sekarang, hasanah (kitab-kitab) ilmu falak di

Indonesia dapat dikatakan relatif banyak, apalagi banyak pakar falak sekarang

yang menyusun kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah

lama ada di masyarakat di samping adanya kecanggihan teknologi yang

dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data

kontemporer yang berkaitan dengan hisab rukyat.

88 Mabda’ adalah waktu yang digunakan sebagai patokan awal dalam perhitungan. Dalamastronomi dikenal dengan nama epoch. Ibid, hlm. 50.

89 Kitab Nurul Anwar adalah kitab falak yang disusun oleh KH. Noor Ahmad SS Jepara padatahun 1986 M. Kitab ini terinspirasi dari pemikiran kitab Mathla’us Sa’id karya Syekh HusainZaid Mesir, Badi’atul Mitsal karya KH. Muhammad Ma’shum Jombang, Khulashotul Wafiyahkarya KH. Zubair Umar Al-Jailani Salatiga, dan pemikiran dari Sa’duddin Djambek. Lihat NoorAhmad SS, Hisab Awal Bulan Hijriyah, disampaikan pada Seminar sehari, yang diselenggarakanoleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di KampusIAIN Walisongo Semarang.

90 Kitab Badi’atul Mitsal merupakan kitab karya Muhammad Ma’shum yang disusun padatahun 1930-an. Angka yang digunakan dalam kitab ini masih menggunakan angka abjadiyah danmasih menggunakan buruj. Adapun proses perhitungan dalam kitab ini menggunakan Rubu’ dalammengerjakannya. Ibid.

91 Kitab Khulashotul Wafiyah merupakan kitab falak karya KH. Zubair Umar Al-JailaniSalatiga yang dicetak oleh percetakan melati pada tahun 1935. Angka yang digunakan dalam kitabini sudah tidak menggunakan angka abjadiyah namun menggunakan angka seperti sekarang inidan masih menggunakan buruj. Adapun proses dalam mengerjakan kitab ini menggunakanlogaritma. Ibid.

92 Kitab Mathla’us Sa’id karya Syekh Husain Zaid Mesir merupakan kitab falak yangmemiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan hisab Qoth’i yang terjadi diIndonesia. Dari kitab inilah kemudian menjadi inspirasi terciptanya karya-karya kitab falak ulama’di Indonesia. Ibid.

33

Dengan melihat fenomena tersebut, Departemen agama telah

mengadakan pemilahan kitab dan buku astronomi atas dasar keakuratannya

yakni hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi tahqiqi dan hisab haqiqi kontemporer.

Namun tampaknya pemilahan tersebut tidak (belum) diterima oleh semua

kalangan, karena masih ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa

karyanya sudah akurat.93

Pada masa penjajahan, persoalan penentuan awal bulan berkaitan

dengan ibadah diserahkan pada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada.

Kemudian setelah Indonesia merdeka, secara berangsur-angsur mulai terjadi

perubahan. Dan setelah terbentuk Departemen Agama pada tanggal 3 Januari

1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk

penutupan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah) diserahkan kepada

Departemen Agama berdasarkan PP. Tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan

No. 10 tahun 1971.

Walaupun penetapan hari libur telah diserahkan pada Departemen

Agama, namun dalam wilayah etis praktis saat ini masih (terkadang) belum

seragam. Hal ini merupakan dampak dari adanya perbedaan antara beberapa

pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.94

Pada dasarnya, kehadiran Badan Hisab Rukyat adalah untuk menjaga

persatuan dan ukhuwah Islamiyah, khususnya dalam beribadah. Hanya saja

dalam dataran realistis praktis dan etis hal ini masih belum terwujud, di mana

masih sering terjadi perbedaan penentuan awal Ramadan maupun Idul Fitri.

93 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 57.

94 Ibid, hlm. 58.

34

Melihat fenomena tersebut, Ahmad Izzuddin melihat bahwa perhatian

pemerintah dalam persoalan hisab rukyat ini masih terkesan formalis, belum

dapat membumi dan belum menyentuh akar penyatuan yang baik. Sehingga

wajar kiranya di masa pemerintahan Gus Dur, sebagaimana disampaikan

Wahyu Widiana, Badan Hisab Rukyat Departemen Agama akan dibubarkan

dan persoalan hisab rukyat ini akan dikembalikan pada masyarakat (umat

Islam Indonesia). Namun demikian tampak bahwa eksistensi Badan Hisab

Rukyat di Indonesia ini memberikan warna tersendiri dalam dinamika

penetapan awal bulan Qamariah di Indonesia.95

Kemudian eksistensi kitab-kitab hisab rukyat di Indonesia sampai saat

ini tampak masih mewarnai diskursus hisab rukyat di Indonesia. Hanya

sayang, dalam daratan belantara Islamic Studies, fiqh hisab rukyat nyaris

terabaikan sebagai sebuah disiplin. Bahkan fiqh hisab rukyat hanya

merupakan disiplin minor. Sementara itu perkembangan astronomi di

Indonesia sangat pesat dan menggembirakan. Ini tampak dari munculnya

banyak pakar astronomi yang memberikan perhatian cukup besar terhadap

fiqh hisab rukyat, seperti Prof. Dr. Bambang Hidayat, Prof Ahmad Baiquni,

M. Sc., Ph. D., Dr. Djoni N. Dawanas, Dr. Moedji Raharto, dan Dr. Thomas

Djamaluddin.96

Perbedaan hari raya di Indonesia membawa hikmah bagi

perkembangan ilmu falak. Di samping karena adanya perbedaan sikap

terhadap laporan hasil rukyat pada saat itu, disebabkan pula oleh adanya

95 Ibid, hlm. 59.96 Ibid, hlm. 60.

35

perbedaan hasil hisab yang berkembang di Indonesia. Oleh sebab itulah orang-

orang yang berkecimpung dalam dunia astronomi mulai menaruh perhatiannya

terhadap perhitungan-perhitungan ilmu falak, khususnya perhitungan awal

bulan.

Dalam kesempatan itu muncul program-program software yang

menyiapkan data sekaligus melakukan perhitungan, sehingga program ini

dirasa lebih praktis dan lebih mudah bagi pemakainya. Program-program itu

di antaranya Falakiyah Najmi oleh Nuril Fuad pada tahun 1995, program

Badi atul Misal tahun 2000 dan Program Ahillah tahun 2004 oleh

Muhyiddin Khazin, program Mawaaqit versi 2001 oleh Khafid pada tahun

2001.97

Minimnya jumlah ahli falak di Indonesia melahirkan ide dibukanya

Program Studi Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Melalui IAIN

Walisongo Semarang, Depag RI memberikan beasiswa kepada seluruh

mahasiswa program studi ilmu falak mulai jenjang S-1 hingga S-3. Program

Studi Strata 1 (S-1) ilmu falak IAIN Walisongo Semarang dibuka pada tahun

2007, namun hingga saat ini pihak IAIN telah membuka jenjang S-2 (2009)

dan S-3 (2008) agar pengembangan ilmu falak lebih maksimal.98

Untuk program S-1, beasiswa diberikan kepada para santri berprestasi

yang berasal dari seluruh Indonesia melalui proses seleksi yang cukup ketat.

Sedangkan untuk program S-2 dan S-3 diberikan kepada para dosen melalui

proses seleksi pula tentunya.

97 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 38-39.98 http://www.oase.kompas.com. Diakses pada 14 Oktober 2010.

36

Menurut Dirjen Bimas Islam Depag Prof. Nazaruddin Umar, “Kota

Semarang ditunjuk karena banyak pondok pesantren maupun ahli-ahli yang

menguasai ilmu falak di kota tersebut.” Kota Semarang juga akan dijadikan

sebagai pusat pendidikan ilmu falak di Indonesia. Bahkan di Asia Tenggara,

Program Studi Ilmu falak ini mungkin satu-satunya hanya ada di IAIN

Walisongo Semarang.99

Sampai saat ini, mahasiswa S-1 Program Studi Ilmu Falak IAIN

Walisongo Semarang berjumlah 160 orang. Adapun untuk program S-2 dan S-

3 kuota beasiswa sampai saat ini baru untuk 20 dan 8 orang. Program

beasiswa S-2 dan S-3 sengaja diperuntukkan bagi para dosen yang ingin

memperdalam ilmu falak.100

Dengan adanya program studi ilmu falak di IAIN Walisongo

Semarang muncullah komunitas-komunitas pecinta ilmu falak di Indonesia, di

antaranya ADFI (Asosiasi Dosen Falak Indonesia) dan KFPI (Komunitas

Falak Perempuan Indonesia). Kedua komunitas falak tersebut berdiri dalam

waktu bersamaan. Pada 2 Desember 2009, Ahmad Izzuddin dikukuhkan

sebagai Ketua Umum ADFI. Dia pun memprakarsai berdirinya KPFI dan

terpilih menjadi penasehat.

ADFI merupakan kumpulan dosen-dosen falak seluruh perguruan

tinggi di Indonesia. Sekitar 50 dosen yang tergabung dalam ADFI

mengupayakan agar Ilmu Falak dikenalkan sejak dini di Madrasah Aliyah atau

99 Ibid.100 http://www.voa-islam.com. Diakses pada 12 Oktober 2010.

37

pondok pesantren dan mengupayakan agar ilmu falak menjadi rumpun ilmu

tersendiri sehingga terpisah dari fiqh atau pranata sosial.101

Sementara Komunitas Falak Perempuan Indonesia (KFPI) adalah

komunitas yang khusus didirikan untuk perempuan Indonesia pecinta ilmu

falak. Melalui program studi ilmu falak di IAIN Walisongo, muncullah satu

ide besar yang diharapkan benar-benar bisa mengangkat kembali ilmu falak ke

permukaan lewat perempuan-perempuan Indonesia yang selama ini tidak

pernah dan tercatat sejarahnya dalam perkembangan ilmu falak. KFPI

didirikan oleh 17 mahasiswi Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo

angkatan 2007 dan dideklarasikan pada hari Jum'at, 18 Desember 2009 M

yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1431 H.102

D. Metode Hisab Rukyat

Secara makro, metode yang dipakai dalam penentuan persoalan hisab

rukyat ada dua: sebagian umat Islam menggunakan metode hisab, sedangkan

sebagian yang lain menggunakan metode rukyat.103 Begitu pula dalam

penentuan awal bulan Qamariah.

5. Metode Rukyat

Rukyat adalah metode penentuan awal bulan Qamariah dengan cara

melihat dan mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung di lapangan

pada hari ke 29 (malam ke-30) dari bulan yang sedang berjalan, apabila

101 http://suaramerdeka.com. Diakses pada 12 Oktober 2010.102 http://komunitas-falak-perempuan-indonesia.blogspot.com103 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, hlm. 35.

38

ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi

bulan baru atas dasar rukyat al-hilal, tetapi apabila tidak berhasil melihat

hilal, maka malam itu tanggal 30 dari bulan yang sedang berjalan dan

kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar

istikmal (menggenapkan 30 hari bagi bulan sebelumnya).104

Menurut sistem ini, maka umur bulan Qamariah ialah 29 hari atau

30 hari. Rasulullah saw bersabda:

) .( :

Artinya: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak dapatmenulis dan tidak dapat menghitung (hisab) umur bulan. Umurbulan itu “sekian-sekian”, (HR. Bukhari Muslim). Menurut al-Bukhari “sekian-sekian” ialah kadang 29 hari dan kadang 30hari.”

Secara tradisional, rukyat dilakukan dengan bantuan peralatan yang

sangat sederhana. Jika menurut perkiraan hisab, pada suatu petang, hilal

akan terlihat, maka para perukyah pergi ke tempat yang tinggi dengan

pandangan lepas ke arah terbenamnya matahari. Pada arah pandangan itu

ufuk harus terlihat.106

Seiring dengan kemajuan teknologi pelaksanaan rukyat pun

mengalami perkembangan. Kini, pelaksanaan rukyat telah didukung oleh

alat-alat yang lebih modern. Di antaranya dengan menggunakan teropong

104 A. Ghozali Masroeri, loc.cit, hlm. 4.105 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 34.106 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syari ah, Sains dan Teknologi,

Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 50.

39

atau teleskop. Dengan bantuan teropong maupun teleskop benda yang jauh

akan tampak lebih dekat serta benda yang kurang jelas akan lebih jelas,

sehingga akan membantu proses rukyat menjadi lebih mudah. Dengan

demikian, teropong maupun teleskop sangat berguna dalam rukyat al hilal

untuk lebih memberikan keyakinan bahwa yang terlihat itu benar-benar

hilal.107

Untuk menentukan arah akan terlihatnya hilal, harus ditentukan

arah acuan yaitu dengan menggunakan ilmu hisab, sehingga dapat

diketahui di mana posisi hilal kemungkinan akan terlihat. Di sini terlihat

bahwa hisab dan rukyat ibarat satu keping uang dengan dua sisi, yaitu satu

sisi berlogo rukyat dan sisi lainnya berlogo hisab. Rukyat adalah petunjuk

Allah lewat Rasulullah SAW, sedangkan hisab adalah petunjuk Allah

lewat ilmu pengetahuan.108

Menurut Ahmad Izzuddin, ditinjau dari “kerja ilmiah”nya, ilmu

falak pada dasarnya menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan

hisab (perhitungan) dan pendekatan rukyat (observasi) benda-benda langit,

maka idealnya penamaan ilmu falak, disebut ilmu hisab rukyat.109

Pelaksanaan rukyat al hilal di Indonesia dilaksanakan secara

terorganisasi, yaitu Departemen Agama memberikan instruksi kepada

Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama seluruh Indonesia untuk

diteruskan kepada jajaran di bawahnya agar melakukan rukyat di daerah

107 Ibid, hlm. 90.108 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, hlm. 92.109 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi

Permasalahannya , op.cit, hlm. 1.

40

masing-masing bersama-sama dengan Pengadilan Agama, Ormas Islam,

Pesantren, Lembaga terkait dan masyarakat luas dengan koordinator ada

pada Departmen Agama ybs. Bagi kelompok-kelompok masyarakat yang

tidak bisa melakukan rukyat bersama-sama dengan Departemen Agama,

hendaknya memberitahukan kepada Departemen Agama agar pelaksanaan

rukyatnya terpantau oleh Departemen Agama.110

Apabila ada yang berhasil melihat, maka sebelum dilaporkan ke

Departemen Agama pusat hendaklah perukyat ybs diambil sumpah

terlebih dahulu oleh hakim agama yang sudah dipersiapkan untuk itu.

Kemudian barulah hasil rukyat itu dilaporkan oleh Koordinator rukyat

kepada Departemen Agama Pusat, bisa melalui telepon maupun fax yang

sudah disiapkan untuk keperluan itu.111

Sekalipun pelaksanaan rukyat tidak berhasil melihat hilal, laporan

tetap diharapkan, karena laporan rukyat akan dipakai sebagai salah satu

bahan sidang itsbat penetapan awal bulan.

Dalam kubu rukyat sendiri masih terdapat beberapa pertentangan,

di antaranya masalah pemberlakuan rukyat lokal dan rukyat global. Karena

umat Islam sekarang ini terkotak-kotak dalam negara yang berbeda-beda

sehingga tidak ada satu keputusan yang mengikat untuk seluruh umat

(mathla’)112.

110 Muhyiddin Khazin, hlm. 102.111 Ibid.112 Secara definitif kontekstual mathla’ berarti batas geografis keberlakuan rukyat. Lihat

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Departmen AgamaRI, Kumpulan Materi Pelatihan Keterampilan Khusus Bidang Hisab Rukyat, Lestarikan TradisiUlama Salaf Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat, Mesjid Agung Jawa Tengah, 2007.

41

Menurut Imam Hanafi dan Maliki penanggalan Qamariah harus

sama di dalam satu wilayah hukum suatu negara. Menurut Imam Hambali,

kesamaan tanggal Qamariah ini harus berlaku di seluruh dunia di bagian

malam dan siang yang sama. Sedangkan menurut Imam Syafi’i,

penanggalan Qamariah ini hanya berlaku di tempat-tempat yang

berdekatan sejauh jarak yang dikatakan satu mathla .113 Dalam prakteknya

batas mathla’ ini tidak jelas, sehingga muncul wilayat al hukmi.114

Indonesia menganut prinsip wilayat al hukmi yakni bahwa bila

hilal terlihat di manapun dalam wilayah wawasan nusantara, maka

dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia.115 Meskipun wilayah

Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasional yang secara

teknis berarti bahwa wilayah Indonesia terbagi atas dua bagian yang

mempunyai tanggal hijriah yang berbeda, maka seluruh umat Islam di

Indonesia melaksanakan ibadah puasa dan berhari raya secara serentak.

Selain dua masalah di atas, yang termasuk problem teknis adalah

masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan garis tanggal116. Akibatnya

suatu berita rukyat akan diterima serentak di segala penjuru dunia pada 24

zona waktu yang berbeda. Sehingga bisa saja terjadi, suatu berita diterima

di saat yang sama pada tempat lain yang masih atau sudah pagi/siang. Jika

113 http://paramujaddida.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010114 http://osolihin.files.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010115 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 19.116 Garis batas tanggal adalah garis hayal yang berposisi pada meridian 180 dari Greenwich,

yaitu yang melintasi Samudera Pasifik disebut juga International Date Line. Dengan perjanjianInternasional bahwa semua orang yang melewati garis batas tanggal ini perlu mengubah tanggal(walau waktu lokal tetap sama). Sebelah barat garis batas, satu hari lebih maju daripada tempatyang berada di timurnya. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: BuanaPustaka, 2005, hlm. 25.

42

hal ini tidak diperhatikan, maka bisa terjadi, suatu daerah hanya berpuasa

28 hari, sebab harus serentak mengikuti rukyat daerah lain.117

6. Metode Hisab

Metode hisab awal bulan Qamariah terdiri dari dua macam, yaitu

Hisab Aritmatik (hisab urfi) dan Hisab Astronomi (hisab haqiqi). Hisab

Aritmatik adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada

peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara

konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh Khalifah

Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam

abadi. Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada

tahun 16 H atau 18 H, namun yang lebih populer adalah tahun 17 H.118

Kaum Islam mendasarkan perhitungan kalender berdasarkan

peredaran sinodis bulan.119 Satu tahun dibagi atas 12 bulan, dan bulan

yang satu dengan bulan berikutnya masing-masing berjumlah 30 dan 29

hari berselang-seling. Dimulai dengan bulan Muharram (30 hari) dan

seterusnya. Jumlah yang berselang-seling 30 dan 29 hari tiap bulan ini

dimaksudkan untuk menyesuaikan pola peredaran sinodis bulan yang kira-

kira 29,5 hari itu. Sehingga satu tahun dihitung = (6 x 30) + (6 x 29) atau

12 x 29,5 = 354 hari.120

117 http://osolihin.files.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010.118 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah

Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Cetakan pertama, hlm. 3.119 Bulan sinodis atau dalam astronomi disebut Sinodic Month dan dalam bahasa arab disebut

Syahr Qamari adalah waktu yang diperlukan oleh bulan selama dua kali ijtima’ berturut-turut,yaitu selama 29 hari 12 jam 44 menit 02,8 detik. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 76.

120 P. Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985, hlm. 78.

43

Setiap satu daur (30 tahun) terdapat 11 tahun kabisat (panjang =

355 hari) dan 19 tahun basitah (pendek = 354 hari). Tahun-tahun kabisat

jatuh pada urutan tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Selain

urutan itu merupakan tahun basitah.121

Hasil hisab aritmatik itu kadang sesuai dengan posisi bulan yang

sebenarnya, tetapi sering pula berbeda jauh. Lagi pula hisab aritmatik itu

tidak memperhitungkan posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Menurut

sistem hisab aritmatik ini, bulan Ramadan pasti berumur 30 hari karena

bulan Ramadan jatuh pada urutan bulan ganjil, yakni bulan yang ke

sembilan. Sehingga jika berpuasa menggunakan hisab aritmatik maka

orang akan selalu berpuasa 30 hari. Padahal tidaklah demikian, jika pada

hari ke 29 bulan Ramadan hilal sudah tampak, maka malam itu keesokan

harinya merupakan tanggal 1 Syawal, sehingga puasanya cukup hanya 29

hari saja. Oleh karena itu, hisab aritmatik tidak bisa dijadikan landasan

untuk pelaksanaan ibadah.122

Sementara itu, Hisab Astronomi adalah hisab awal bulan yang

perhitungannya berdasarkan gerak bulan dan matahari yang sebenarnya,

sehingga hasilnya cukup akurat. Ketika melakukan perhitungan ketinggian

hilal menggunakan data deklinasi123 dan sudut waktu124 bulan serta harga

121 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik , op.cit, hlm. 79.122 Ibid, hlm. 81.123 Deklinasi atau adalah jarak sepanjang lingkaran deklinasi dihitung dari equator sampai

benda langit yang bersangkutan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Mail yang lambangnya (delta). Mail bagi benda langit yang berada di sebelah utara equator maka tandanya positif (+)

dan mail bagi benda langit yang berada di sebelah selatan equator maka tandanya negatif (–). LihatMuhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 51.

124 Sudut waktu atau fadllud dair adalah busur sepanjang lingkaran harian suatu benda langitdihitung dari titik kulminasi atas sampai benda langit yang bersangkutan. Sudut waktu ini disebut

44

lintang tempat observer yang diselesaikan dengan rumus ilmu ukur

segitiga bola125 atau Spherical Trigonometri.126

Menurut sistem ini, umur bulan tidaklah konstan dan juga tidak

beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. Artinya

boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Bahkan

boleh jadi bergantian seperti menurut hisab aritmatik.127

Dalam khazanah ilmu hisab dikenal beberapa metode untuk

menentukan ijtima (konjungsi) dan posisi hilal pada awal dan akhir

Ramadan. Metode-metode tersebut yakni sebagai berikut:

1. Metode Hisab Haqiqi Taqribi. Kelompok ini mempergunakan data

bulan dan matahari berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek dengan

proses perhitungan yang sederhana. Hisab ini hanya dilakukan dengan

cara penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian tanpa

mempergunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry).128

Termasuk dalam kelompok ini seperti kitab Sullam an Nayyirain

karya Muhammad Mansur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri

pula dengan Zawiyah Suwa iyyah. Dalam astronomi dikenal dengan istilah Hour Angle danbiasanya digunakan lambang huruf t. Ibid, hlm. 24.

125 Konsep dasar ilmu ukur segitiga bola adalah: “Jika tiga buah lingkaran besar padapermukaan sebuah bola saling berpotongan, terjadilah sebuah segitiga bola. Ketiga titik potongyang berbentuk, merupakan titik sudut A, B, dan C. Sisi-sisinya dinamakan berturut-turut a, b, danc yaitu yang berhadapan dengan sudut A, B, dan C. Lihat Ahmad Izzuddin, Menentukan ArahKiblat Praktis, Yogyakarta: Logung Pustaka, Cetakan pertama, 2010, hlm. 27.

126 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 78.127 Ibid, hlm. 4.128 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, hlm. 7.

45

el-Betawi dan Kitab Fathu ar-Raufil Mannan karya Abu Hamdan

Abdul Jalil.129

2. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi. Metode ini dicangkok dari kitab al-

Mathla al-Said Rushd al-Jadid yang berasal dari sistem astronomi

serta matematika modern yang asal muasalnya dari sistem hisab

astronom-astronom Muslim tempo dulu dan telah dikembangkan oleh

astronom-astronom modern (Barat) berdasarkan penelitian baru. Inti

dari sistem ini adalah menghitung atau menentukan posisi matahari,

bulan, dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam sistem

koordinat ekliptika. Artinya, sistem ini mempergunakan tabel-tabel

yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang relatif lebih rumit

daripada kelompok hisab haqiqi taqribi serta memakai ilmu ukur

segitiga bola.130 Termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab

Khulashoh al-Wafiyah karya K.H. Zubair Umar al-Jailani Salatiga,

kitab Badi atul Mitsal oleh K.H. Ma’shum Jombang, dan kitab Hisab

Haqiqi karya KRT. Wardan Diponingrat.131

3. Metode Hisab Haqiqi Kontemporer. Metode ini menggunakan

hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah

dikembangkan. Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi

hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan

kemajuan sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan

129 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan , op.cit, hlm. 18.

130 Ahmad Izzuddin, loc.cit.131 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah

Perbedaan, loc.cit.

46

sehingga untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau

personal komputer.132 Termasuk dalam kelompok ketiga ini, seperti

The New Comb, Astronomical Almanac, Islamic Calendar karya

Mohammad Ilyas, dan Mawaaqit karya Khafid dan kawan-kawan.133

Di samping perbedaan metode hisab itu, masih banyak lagi

perbedaan intern dalam madzhab hisab. Di antaranya adalah perbedaan

kriteria penetapan awal bulan Qamariah. Kriteria yang banyak dipedomani

oleh ahli hisab di Indonesia adalah: (a) Kriteria ijtima qabla al-ghurub

dan (b) Kriteria ijtima dan posisi hilal di atas ufuk. Oleh karena itu,

komponen besar yang perlu dihitung dalam penentuan awal bulan

Qamariah adalah: (1) saat terjadinya ijtima’, (2) saat matahari terbenam

(sunset) dan (3) ketinggian hilal pada saat matahari terbenam. Yang

terakhir ini digunakan apabila kriteria yang dipedomani adalah ijtima’ dan

posisi hilal di atas ufuk, sedangkan jika kriteria yang dipedomani adalah

ijtima qabla al-ghurub, maka cukup menghitung saat terjadinya ijtima’

dan saat matahari terbenam.134

1. Ijtima qabla al-ghurub

Aliran ini mengaitkan saat ijtima’ dengan saat matahari

terbenam. Mereka membuat kriteria jika ijtima terjadi sebelum

terbenan matahari, maka malam hari itu sudah dianggap bulan baru

(new moon); sedangkan jika ijtima terjadi setelah terbenam matahari,

132 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 8.

133 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan,,op.cit, hlm. 4.

134 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktik, hlm. 106.

47

maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari

terakhir dari bulan yang sedang berlangsung. 135

Aliran ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat juga tidak

memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari

terbenam sudah terjadi ijtima’ meskipun hilal masih di bawah ufuk,

maka malam hari itu sudah memasuki bulan baru.136

Dengan demikian, menurut aliran ini ijtima’ adalah pemisah di

antara dua bulan Qamariah. Namun, oleh karena menurut Islam hari

dimulai sejak terbenam matahari, maka malam itu sudah dianggap

masuk bulan baru dan jika ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam,

maka malam itu masih merupakan bagian akhir dari bulan yang sedang

berlangsung.137

2. Ijtima dan posisi hilal di atas ufuk

Adapun penganut aliran ijtima’ dan posisi hilal di atas ufuk

mengatakan bahwa awal bulan Qamariah dimulai sejak terbenam

matahari setelah terjadi ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah berada di

atas ufuk. Dengan demikian, secara umum kriteria yang dijadikan

dasar untuk menetapkan awal bulan Qamariah oleh para penganut

aliran ini adalah: (1) awal bulan Qamariah dimulai sejak saat terbenam

matahari setelah terjadi ijtima’ dan (2) hilal sudah berada di atas ufuk

pada saat matahari terbenam.138

135 Ibid, hlm. 98.136 Ibid.137 Ibid.138 Ibid, hlm.100

48

Aliran ini kemudian terbagi lagi menjadi tiga cabang. Masing-

masing memberikan interpretasi yang berbeda terhadap kriteria posisi

hilal di atas ufuk. Perbedaan interpretasi ini disebabkan oleh dua hal.

Pertama, ufuk (horizon) yang dijadikan batas untuk mengukur apakah

hilal sudah berada di atas atau masih di bawahnya pada saat matahari

terbenam. Kedua, berkaitan dengan visibilitas hial. Berangkat dari dua

pokok persoalan tersebut, maka lahirlah tiga cabang aliran ini.139

a. Ijtima dan Ufuk Haqiqi

Awal bulan Qamariah menurut aliran ini dimulai saat

terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal

sudah berada di atas ufuk haqiqi (true horizon). Adapun pengertian

dari ufuk haqiqi adalah lingkaran bola langit yang bidangnya

melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si

peninjau. Sedangkan posisi atau kedudukan hilal pada ufuk adalah

posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk haqiqi. Jelasnya,

menurut aliran ini awal bulan Qamariah dimulai pada saat

terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu titik

pusat bulan sudah berada di atas ufuk haqiqi.140

b. Ijtima dan Ufuk Hissi

Awal bulan Qamariah menurut aliran ini akan dimulai pada

saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu

tinggi hilal sudah berada di ufuk hissi (astronomical horizon).

139 Ibid, hlm. 101140 Ibid, hlm. 102.

49

Adapun pengertian dari ufuk hissi adalah lingkaran pada bola yang

bidangnya melalui permukaan bumi tempat si pengamat dan tegak

lurus pada garis vertikal dari si pengamat tersebut. Ufuk hissi ini

juga dikenal dengan istilah Horizon Semu atau Astronomical

Horizon. Bidang ufuk hissi ini sejajar dengan bidang ufuk haqiqi,

perbedaannya dengan ufuk haqiqi terletak pada beda lihat

(parallax). Posisi atau kedudukan hilal pada ufuk menurut aliran

ini adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk hissi.

Jelasnya menurut aliran ini, awal bulan Qamariah dimulai

pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat

itu titik pusat bulan sudah berada di atas ufuk hissi.

Dalam melakukan perhitungan posisi bulan terhadap ufuk,

aliran ini memberikan koreksi parallaks terhadap hasil perhitugan

menurut aliran ijtima’ dan ufuk hissi. Koreksi parallaks ini

dikurangkan terhadap hasil perhitungan.141

c. Ijtima dan Imkan al Rukyat

Awal bulan Qamariah menurut aliran ini dimulai pada saat

terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal

sudah diperhitungkan untuk dapat dirukyat, sehingga diharapkan

awal bulan Qamariah yang dihitung sesuai dengan penampakan

141 Ibid.

50

hilal sebenarnya (actual sighting). Jadi, yang menjadi acuan adalah

penentuan kriteria visibilitas hilal untuk dapat dirukyat.142

Para ahli hisab yang mendukung aliran ini masih berbeda

pendapat dalam menetapkan kriteria visibilitas hilal untuk dapat

dirukyat. Di kalangan mereka ada yang hanya menetapkan

ketinggian hilal saja dan ada pula yang menambah kriteria lain,

yakni angular distance (sudut pandang/jarak busur) antara bulan

dan matahari. Kedua kriteria tersebut digunakan secara kumulatif.

Konferensi Internasional tentang penentuan awal bulan Qamariah

yang diselenggarakan di Turki pada tahun 1978 menetapkan bahwa

untuk dapat terlihatnya hilal (cresent visibility) ada dua syarat yang

perlu dipenuhi, yaitu ketinggian hilal di atas ufuk tidak kurang dari

05º dan angular distance antara hilal dan matahari 07º 08’.143

Sebetulnya, metode ini relatif lebih mudah untuk dijadikan

pedoman penyusunan Kalender Islam. Dalam wilayah empiris

tampaknya metode ini lebih banyak digunakan kalangan astronom

dibandingkan ahli hisab. Persoalannya terletak pada kriteria

visibilitas hilal. Bagi ahli hisab yang penting secara hukmi hilal

sudah berada di atas ufuk. Sedangkan bagi astronom yang

dipentingkan adalah penampakan riil berdasarkan pengalaman

pengamatan di lapangan.144

142 Ibid.143 Ibid.144 Ibid, hlm. 103.

51

Mengenai imkan al Rukyat, pada bulan Maret 1998 para

ulama ahli hisab dan rukyat dan para perwakilan organisasi

masyarakat Islam mengadakan musyawarah kriteria imkan al

rukyat untuk Indonesia. Di mana keputusan musyawarahnya baru

dihasilkan pada tanggal 28 September 1998. Keputusannya adalah:

1. Penentuan awal bulan Qamariah didasarkan pada sistem hisab

haqiqi tahqiqi dan atau rukyat.

2. Penentuan awal bulan Qamariah yang terkait dengan

pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadan, Syawal dan

Dzulhijjah di tetapkan dengan mempertimbangkan hisab

haqiqi tahqiqi dan rukyat.

3. Kesaksian rukyat dapat diterima apabila ketinggian hilal 2

derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.

4. Kesaksian rukyat hilal dapat diterima apabila ketinggian hilal

kurang dari 2 derajat, maka awal bulan ditetapkan berdasarkan

istikmal.

5. Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih, awal bulan dapat

ditetapkan.

6. Kriteria Imkan al rukyat tersebut diatas akan dilakukan

penelitian lebih lanjut.

7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan organisasi

kemasyarakatan Islam untuk menyosialisasikan keputusan ini.

52

8. Dalam melaksanakan itsbat, pemerintah mendengarkan

pendapat-pendapat dari organisasi kemasyarakatan Islam dan

para ahli.145

Walau sudah disepakati adanya batasan minimal imkan al

rukyat, namun ternyata belum disepakati tentang boleh dan

tidaknya penetapan awal bulan dengan berpedoman pada imkan al

rukyat. Nahdlatul ulama tidak membolehkannya, sementara

Muhammadiyah juga masih berpegang pada hisab wujud al hilal.

Walaupun dalam muker 1999/2000, baik Nahdlatul ulama maupun

Muhammadiyah menyatakan akan membahas masalah kriteria

imkan al rukyat tersebut pada muktamarnya masing-masing,

namun sampai sekarang mereka masih juga berpegang pada prinsip

masing-masing. Sehingga saat ini sistem imkan al rukyat terkesan

sebagai madzhab pemerintah.146

Lepas dari itu, Ahmad Izzuddin menduga bahwa lahirnya

sistem imkan al rukyat di Indonesia terilhami oleh adanya batas

imkan al-rukyat 2 derajat yang lebih awal diputuskan oleh Komite

Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri

Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura).147 Salah satu

hasil keputusannya menyatakan:

Had/batas minimal ketinggian yang dijadikan pedomanimkan al-rukyat dan diterima oleh ahli hisab falaki syar i di

145 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 92.146 Ibid, hlm. 92147 Ibid.

53

Indonesia serta negara-negara MABIMS adalah dua derajat dariumur bulan dan minimal delapan jam dari saat ijtima , perludikembangkan dengan penelitian-penelitian yang sistematis danilmiah.

MABIMS telah menentukan kriteria bersama dalam

penentuan hilal yang bisa menjadi solusi bersama umat Islam.

MABIMS menentukan berdasarkan imkan al rukyat dengan

analisis sederhana dan diterima oleh negara-negara Asia Tenggara.

Kriteria MABIMS adalah ketinggian hilal minimum dua derajat

dan umur bulan saat matahari terbenam minimum delapan jam.148

Kriteria visibilitas hilal merupakan kajian astronomi yang

terus berkembang, bukan sekadar untuk keperluan penentuan awal

bulan Qamariah bagi umat Islam, tetapi juga merupakan tantangan

saintifik para pengamat hilal. Dua aspek penting yang

berpengaruh: kondisi fisik hilal akibat iluminasi (pencahayaan)

pada bulan dan kondisi cahaya latar depan akibat hamburan cahaya

matahari oleh atmosfer di ufuk (horizon).149

Kondisi iluminasi bulan sebagai prasyarat terlihatnya hilal

pertama kali diperoleh Danjon yang berdasarkan ekstrapolasi data

pengamatan menyatakan bahwa pada jarak bulan-matahari < 7o

hilal tak mungkin terlihat. Batas 7o tersebut dikenal sebagai limit

Danjon. Beberapa peneliti membuat kriteria berdasarkan beda

148 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan, hlm. 157.

149 http://tdjamaluddin.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010.

54

tinggi bulan-matahari dan beda azimutnya. Ilyas memberikan

kriteria jarak busur minimal 10,5 o dan tinggi hilal 5o.150

Berdasarkan data kompilasi Kementerian Agama RI yang

menjadi dasar penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah,

Thomas Djamaluddin mengusulkan kriteria visibilitas hilal di

Indonesia yang dikenal sebagai Kriteria LAPAN, yaitu:

1. Umur hilal harus > 8 jam.

2. Jarak sudut bulan-matahari harus > 5,6o.

3. Beda tinggi > 3o (tinggi hilal > 2o) untuk beda azimut ~ 6o,

tetapi bila beda azimutnya < 6o perlu beda tinggi yang lebih

besar lagi. Untuk beda azimut 0o, beda tingginya harus > 9o.

Kriteria tersebut memperbarui kriteria MABIMS yang selama

ini dipakai dengan ketinggian minimal 2o, tanpa memperhitungkan

beda azimuth.

Dengan menganalisis berbagai kriteria visibilitas hilal

internasional dan mengkaji ulang kriteria LAPAN yang didasarkan

pada data rukyat di Indonesia yang dikompilasi oleh Kementerian

Agama RI dan data baru rukyat di wilayah sekitar Indonesia yang

dihimpun Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), Thomas Djamaluddin

mengusulkan kriteria baru “Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia”

sebagai kriteria tunggal hisab-rukyat di Indonesia. “Kriteria Hisab-

Rukyat Indonesia” adalah sebagai berikut:

150 Ibid.

55

1. Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o.

2. Beda tinggi bulan-matahari > 4o.

Menurut Thomas Djamaluddin kriteria baru tersebut hanya

merupakan penyempurnaan kriteria yang selama ini digunakan

oleh BHR dan ormas-ormas Islam untuk mendekatkan semua

kriteria itu dengan fisis hisab dan rukyat hilal menurut kajian

astronomi. Dengan demikian aspek rukyat maupun hisab

mempunyai pijakan yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i

tetapi juga interpretasi operasionalnya berdasarkan sains-astronomi

yang bisa diterima bersama. Jangan sampai kriteria yang menjadi

pedoman sekadar berdasarkan interpretasi dalil syar’i tanpa

landasan ilmiah astronomi atau berdasarkan laporan rukyat lama

yang kontroversial secara astronomi.151

151 Ibid.

56

BAB III

SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH

DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT

A. Biografi Intelektual Dr. Ing. Khafid

Khafid, lahir di Demak, 4 Maret 1967. Sebagian besar masa

kecilnya dihabiskan di Demak. Sekolah di SD Negeri Kadilangu I Demak,

SMP Negeri II Demak, dan SMA Negeri I Demak. Baru meninggalkan

Demak pada tahun 1987 setelah menerima beasiswa OFP (Offersis Felope

Program) yang disponsori oleh Bapak BJ. Habibi. Khafid merupakan satu

dari 250 penerima beasiswa tersebut yang dikirim ke berbagai negara

seperti Prancis, Jerman, Belanda, Amerika, Jepang, Austria, dan negara

lainnya yang kemudian akan ditempatkan di beberapa lembaga,

diantaranya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BMKG (Badan

Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), BAKOSURTANAL (Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional), BPPT (Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi), LAPAN (Lembaga Penerbangan Antariksa

Nasional), dan lembaga lainnya.152

Sesuai dengan minatnya kepada teknik informatik, Khafid memilih

jurusan Teknik Informatika ke Jepang, akan tetapi nasib berkata lain,

Khafid mendapatkan jatah beasiswa ke Belanda dengan jurusan Teknik

Geodesi sesuai dengan penempatannya nanti di Bakosurtanal. Karena pada

152 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.

57

awalnya Khafid memang berkeinginan untuk mempelajari teknik

informatika, meskipun sekolah jurusan teknik geodesi tetapi dia senang

mengotak-atik komputer yang akhirnya menghasilkan macam-macam

software, salah satu diantaranya Mawaaqit.153

Lulus SMA (1987) dia kemudian melanjutkan program S1 di

Teknik Geodesi Universitas Delft Belanda. Karena program S1 dan S2 nya

merupakan satu paket, program S2 nya pun diselesaikan di Universitas

yang sama. Program sarjana dan magisternya diselesaikan dalam kurun

waktu 6,5 tahun. Kemudian Khafid melanjutkan program Doktornya di

Universitas Teknik Munchen Jerman.154

Bersamaan dengan masuknya Khafid menjadi anggota Badan

Hisab Rukyat Pusat pada tahun 2001, disanalah program Mawaaqit mulai

dikenal. Tahun 2006 Khafid dimintai kesediannya oleh Rois PBNU, KH.

Ghozali Masruri, untuk menjadi anggota Litbang LF-PBNU.155

Saat ini Khafid bekerja di BAKOSURTANAL. Selain menjadi

anggota Badan Hisab Rukyat nasional mewakili BAKOSURTANAL, dia

juga menjadi salah satu tim penyusun Sub Misi Landas Kontinental

Indonesia yang dikirim ke PBB. Hal ini terkait dengan batas wilayah

Indonesia yang dimungkinkan untuk diperluas, dimana dia harus

membuktikan data-datanya dengan menyusun data taktis untuk dikirim ke

PBB.156

153 Ibid154 Ibid155 Khafid, Wawancara via Email pada 12 Oktober 2010156 Ibid

58

B. Karya-karya Dr. Ing. Khafid

Mawaaqit merupakan salah satu software karya Khafid yang

berasal dari kegemarannya terhadap teknik informatika dan keinginan

untuk menyatukan perbedaan penentuan awal bulan Qamariah yang terjadi

di sekelilingnya, khususnya diantara teman-temannya yang berasal dari

berbagai negara, seperti Maroko, Mesir, Suriname, Turki, dan negara lain.

Berdasarkan perbedaan tersebut Khafid merasa tertarik untuk mempelajari

ilmu falak.157 Dengan keahliannya di bidang teknik informatika, Khafid

dkk berhasil menciptakan software penentuan awal bulan Qamariah yang

diberi nama Mawaaqit 1.0.

Ketika duduk di bangku kuliah, dia lebih banyak mempelajari

Teknik Satelit Altimetri (mengukur permukaan air laut dari satelit) untuk

memprediksi gunung bawah laut, kedalaman laut, naik turunnya air laut,

dan sebagainya. Sesuai dengan jurusannya tersebut, dia menghasilkan

software pemrosesan data altimetri, software untuk menghitung geoid, dan

software-software lainnya. Mawaaqit adalah satu-satunya software hisab

rukyat karyanya. Di antara semua software buatannya, software yang

cukup besar adalah Mawaaqit dan software Pemrosesan Data Altimetri.158

Karya lain yang berbentuk buku adalah buku formal (tidak

diperjual belikan di pasaran melainkan untuk dikirim ke PBB), di

antaranya adalah buku laporan survey. Adapun buku hisab rukyat karya

Khafid hanya Buku Garis Tanggal Kalender Islam yang berisi tentang

157 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (Pembuat Program Mawaaqit) di Kantor Pasca SarjanaIAIN Walisongo Semarang pada tanggal 8 Mei 2010.

158 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid, op.cit.

59

kalender Qamariah, garis tanggal Internasional, problematika penentuan

awal bulan kalender Islam, penentuan awal bulan di Saudi Arabia, peran

ilmu Astro-Geodesi dalam penanggalan Qamariah dan penelitian

perhitungan penentuan awal bulan Qamariah.

C. Pemikiran Dr. Ing. Khafid tentang Hisab Awal Bulan Qamariah

Program Mawaaqit

Geodesi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari ilmu

ukur tanah (bumi). Sebagai seorang ahli geodesi, Khafid tidak

mempelajari ilmu astronomi secara mendalam ketika di bangku kuliah.

Hal ini dikarenakan di fakultas geodesi tidak ada mata kuliah yang

mempelajari astronomi secara khusus, yang ada mata kuliah Geodetik

Astronomi yang hanya mempelajari masalah positioning (tempat).

Meskipun demikian Khafid telah berhasil menciptakan sebuah program

(software) yang merupakan aplikasi dari ilmu falak, yaitu Mawaaqit.

Perbedaan penentuan awal bulan Qamariah yang terjadi di antara

Khafid dkk menjadi motivasi penyatuan penentuan awal bulan Qamariah

di Belanda. Pada tahun 1992/1993 ICMI orsat Belanda mensponsori

penelitian perhitungan awal bulan Qamariah dengan metode astronomi

modern. Pelaksanaan kegiatan penelitian itu dilakukan oleh beberapa

siswa yang sedang tugas belajar di Delft Belanda. Adapun peneliti-peneliti

tersebut adalah Khafid, Wakhid Sudiantoro Putro, Dadan Ramdani, Ade

60

Komara Mulyana, Adi Junjunan Mustafa (dari Bakosurtanal) dan Kiki

Yaranusa (dari IPTN).159

Kegiatan penelitian ini menghasilkan software Mawaaqit 1.0 yang

ditulis dalam bahasa program PASCAL dalam DOS. Tanggapan positif

dari kalangan masyarakat muslim Indonesia baik yang berada di

mancanegara maupun yang ada di dalam negeri, bahkan banyaknya

tanggapan dari masyarakat muslim dari negara lain memberikan bukti

bahwasanya penelitian lebih lanjut sangat diperlukan. Pada periode tahun

1994 sampai 1996, Khafid dan Fahmi Amhar dari Bakosurtanal

melakukan perbaikan-perbaikan program Mawaaqit sampai pada versi 1.3.

Bersamaan dengan perkembangan teknologi komputer, terutama

didorong dengan munculnya sistem operasi baru Windows 95 dan

Windows NT dan juga teknologi internet, penelitian lebih lanjut tentang

perhitungan kalender Qamariah dilakukan oleh Khafid. Sebagai hasilnya

dipublikasikan serangkaian versi software Mawaaqit dan Mawaaqit 32++

yang ditulis dengan bahasa program C/C++ berjalan dalam sistem operasi

Windows 95/Windows NT, Mawaaqit 96.04 versi Internet ditulis dengan

Java. Selanjutnya muncul Mawaaqit 2000 yang sudah dilengkapi dengan

modul-modul analisis yang diperlukan. Saat ini, Mawaaqit yang teraktual

adalah versi 2001.

Khafid merancang Mawaaqit 2001 untuk pemakai di seluruh dunia.

Untuk memenuhi tujuan ini maka disediakan opsi menu dalam empat

159 Khafid, Petunjuk Pemakaian Program Mawaaqit Versi 2001 Disampaikan pada KuliahUmum dan Penutupan Kursus Hisab Rukyat Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tanggal 4-5September 2005 dengan topik: Komputerisasi Program Hisab Rukyat.

61

bahasa, yakni: Inggris, Jerman, Belanda dan Indonesia. Program ini terdiri

dari program al-Qur’an, al-Hadis, waktu shalat dan arah kiblat, dan

kalender.160

Khafid menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan awal

bulan Qamariah Program Mawaaqit. Kaitannya dalam penentuan awal

bulan Qamariah, metode astro-geodesi digunakan untuk memprediksi

kenampakan bulan. Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana

dapat diperhitungkan.161

Tugas ilmu geodesi salah satunya adalah penentuan posisi, baik

dipermukaan bumi maupun di luar angkasa, sehingga sangat akrab dengan

ilmu astronomi. Hal ini dapat dilihat pada awal-awal perkembangan ilmu

geodesi, sewaktu manusia mencoba menentukan bentuk dan ukuran bumi

secara pasti dengan bantuan astronomi, yakni dengan merumuskan

hubungan matematis antara jarak Alexandria ke Shiena di muka bumi

terhadap posisi matahari untuk menghitung jari-jari bumi. Demikian

halnya dahulu orang menentukan posisinya kapalnya di laut dengan

bantuan astronomi untuk keperluan navigasi. Perpaduan ilmu geodesi

dengan ilmu astronomi tersebut, baik dalam teori maupun dalam praktek

kemudian melahirkan cabang ilmu astro-geodesi ataupun teknik-teknik

geodesi antariksa (Space Geodetic Technique).162

160 Ibid161 Khafid, Garis Tanggal Kalender Islam 1427H, Bogor: Badan Koordinasi Survey dan

Pemetaan Nasional, 2006, hlm. 17162 Ibid. hlm. 16

62

Dalam program penentuan awal bulannya, Khafid menggunakan

teori dan algoritma dengan ketelitian yang sangat tinggi yaitu VSOP87.

Variations Seculaires des Orbites Planetaires Theory (VSOP) ini disusun

oleh Bretagnon pada tahun 1982 dan disempurnakan oleh Bretagnon dan

Francou pada tahun 1987 sehingga sering disebut VSOP87. 163 Jean Meeus

menyatakan bahwa dengan teori dan algoritma VSOP87 akurasi yang

didapatkan adalah lebih baik dari 0.01”.164

Pada Mawaaqit versi 1.0 yang ditulis dalam bahasa program

PASCAL dalam DOS hingga Mawaaqit versi 2000 Khafid menggunakan

algoritma Meeus dengan kisaran ketelitian sekitar 1”, akan tetapi pada

Mawaaqit versi 2001 Khafid mengkombinasikan algoritma Meeus dengan

VSOP87 yang ketelitiannya mencapai 0.01”.

Khafid menggunakan teori dan algoritma VSOP87 untuk

menentukan koordinat matahari yang meliputi lintang matahari165, bujur

matahari166, jarak matahari dari bumi, deklinasi matahari167, ascension

rekta168, tinggi matahari dari horizon169, dan azimuth matahari170.

163 Dhani Herdiwijaya, Makalah disampaikan pada acara Diklat Nasional Pelaksana RukyatNahdatul Ulama, oleh Lajnah falakiyah NU di Masjid Agung Jawa Tengah, 19 Desember 2006.

164 http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/posisi-matahari-algoritma-meeus.htm.diakses pada 9 Desember 2010.

165 Lintang ekliptika dikenal dalam bahasa Indonesia dengan lintang astronomi yang dikenalpula dengan ‘ardlusy syams. Data ini adalah jarak titik pusat matahari dari lingkaran ekliptika.Lihat Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan MasyarakatIslam, Ephemeris Hisab Rukyat, Departemen Agama RI, hlm. 3

166 Bujur ekliptika dikenal dalam bahasa Indonesia dengan bujur astronomi yang dikenal puladengan istilah Taqwim atau Thul yakni jarak matahari dari titik Aries (Vernal Equinox) diukursepanjang lingkaran ekliptika. Ibid.

167 Apparent declination dikenal dalam bahasa Indonesia dengan deklinasi matahari yangterlihat (bukan matahari hakiki) atau yang dikenal dengan mail syams adalah jarak matahari dariequator. Ibid.

168 Apparent right ascension dikenal dalam bahasa Indonesia dengan Asensio Rekta. Data iniadalah jarak matahari dari titik aries diukur sepanjang lingkaran equator. Ibid.

63

Sedangkan untuk menentukan posisi bulan, Khafid menggunakan

algoritma Jean Meeus yang meliputi lintang bulan, bujur bulan, jarak

bulan dari bumi, deklinasi bulan, ascension rekta, tinggi bulan dari

horizon, dan azimuth bulan, umur bulan, fase illuminasi171, elongasi172.

Algoritma Meeus sendiri sebenarnya merupakan reduksi dari

algoritma VSOP87 yang lengkap. Dari ribuan suku koreksi dalam

algoritma VSOP87, maka yang diperhitungkan adalah sekitar ratusan

suku-suku yang besar dan penting dalam algoritma Meeus ini.173

D. Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit

Di antara data-data yang diperlukan dalam penentuan awal bulan

Qamariah adalah waktu ijtima’ dan tinggi hilal. Berikut langkah-langkah

dalam penentuan awal bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit:

Contoh perhitungan awal Ramadan 1431 H dengan Sistem MAWAAQIT :

Lintang Semarang ( x) : 6° 58’ LS

Bujur Semarang ( x) : 110° 29’ BT

169 Ketinggian yang dalam astronomi dikenal dengan istilah altitude, yaitu ketinggian bendalangit dihitung sepanjang lingkaran vertical dari ufuk sampai benda langit yang dimaksud.Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila benda langit ybs berada di atas ufuk. demikianpula bertanda negatif (-) apabila ia berada di bawah ufuk. Dalam astronomi biasanya diberi notasih (hight). Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op.cit, hlm. 37.

170 Azimuth matahari adalah busur matahari pada lingkaran horizon diukur mulai dari titikutara ke arah timur atau kadang-kadang diukur dari titik selatan ke arah barat. Dalam bahasa arabdisebut as-simt. Lihat Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung: Refika Aditama,Cetakan Pertama, 2007, hlm. xi.

171 Illuminasi adalah luas bagian bulan yang memancarkan sinar. dalam praktek perhitungan,harga maksimal iluminasi bulan adalah 1 (satu) yakni ketika terjadi bulan purnama. MuhyiddinKhazin, op.cit, hlm. 34.

172 Elongasi adalah sudut pada bumi yang dibentuk oleh garis hubung antara suatu planetdengan bumi. Elongasi 0° ketika terjadi konjungsi; 90° ketika pada kwartir pertama; 180° ketikaoposisi, dan 270° ketika pada kwartir kedua. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 23.

173 Dhani Herdiwijaya, op.cit.

64

Ketinggian tempat (h) : 0 m

1. Menghitung perkiraan Akhir Sya’ban 1431 H

29 Sya’ban 1431 H secara astronomis berarti 1430 th + 7 bl + 29 hari

1430/30 = 47 Daur + 20 Thn + 7 bl + 29 hari

47 daur x 10631 = 499657 hari

20 th = (20 x 354) + 7 = 7087 hari

7 bl = (30x4) + (29x3) = 207 hari

29 h = 29 hari

= 506980 hari

Tafawut (Angg M – H) = 227016 hari

Anggaran baru Gregorius (10 +3)= 13 hari

= 734009 hari

734009 /1461 = 502 + 587 hari

502 Siklus = 502 x 4 = 2008

587 hari = 1 th + 222 hari

Sehingga menjadi 222 hari + 1th + 2008 tahun (yang sudah dilewati)

Maka menjadi 10 Agustus 2010 hari Selasa Kliwon.

2. Mencari saat Ijtima Akhir Sya’ban 1431 H

K = (thn + bulan/12 + tgl/365.25 - 2000) x 12.3685

K = (2010 + 8/12 + 10/365.25 - 2000) x 12.3685 = 132

K = k – 1 = 1

T = k / 1236,85 = 0.105914218

E = 1 – 0.002516 x T – 0.0000074 x T2 = 0.999733437

65

M = 2.5534 + 29.10535669 x K – 0.0000218 x T2) / 360) x

360 = 3.758656012

M1 = 201.5643 + 38581693528 x K + 0.0107438 x T2 +

0.00001239 x T3 – 0.000000058 x T4 = 5.996653595

F = 160.7108 + 390.67050274 x K – 0.0016341 x T2 –

0.00000227 x T3 + 0.000000011 x T4 = 3.814358448

= 124.7746 – 1.5637558 x K + 0.0020691 x T2 +

0.00000215 x T3 = 4.885571255

A1 = (299.77 + 0.107408 x k – 0.009173 x T2 ) x PI

= 5.477547348

A2 = (251.88 + 0.016321 x k) x Phi = 4.433451349

A3 = (251.33 + 26.651886 x k) x Phi = 65.33163695

A4 = (349.42 + 36.412478 x k) x Phi = 89.35133899

A5 = (84.66 + 18.206239 x k) x Phi = 43.1040005

A6 = (141,74 + 53.303771 x k) x Phi = 124.346576

A7 = (207.14 + 2.453732 x k) x Phi = 9.225442022

A8 = (154.84 + 7.30686 x k) x Phi = 19.40873603

A9 = (34.52 + 27.261239 x k) x Phi = 62.93207527

A10 = (207.19 + 0.121824 x k) x Phi = 3.894683795

A11 = (291.34 + 1.884379 x k) x Phi = 9.301795936

A12 = (161.72 + 24.198154 x k) x Phi = 58.14875375

A13 = (239.56 + 25.513099 x k) x Phi = 62.51378373

A14 = (331.55 + 3.592518 x k) x Phi = 14.00050518

66

JDE = 2451550.09765 + 29.530588853 x k + 0.0001337 x T2 –

0.00000015 x T3 + 0.00000000073 x T4 = 2455418.605

Corr planet = ((325 x sin A1) + (165 x sin A2 ) + (164 x sin A3) +

(126 x sin A4) + (110 x sin A5) + (62 x sin A6) + (60 x

sin A7) + (56 x sin A8) + (47 x sin A9) + (42 x sin A10)

+ (40 x sin A11) + (37 x sin A12) + (35 x sin A13) + (23

x sin A14)) / 100000 = -0.000244366

Corr fase = (-40720 x Sin M1 + 17241 x e x Sin M + 1608 x sin

(2 x M1) + 1039 x sin (2 x F) + 739 x e x sin (M1 – M)

– 514 x e x sin (M1 + M) + 208 x e2 x sin (2 x M) – 111

x sin (M1 -2 x F) -57 x sin (M1 +2 x F) + 56 x e x sin (2

x M1 + M) – 42 x sin (3 x M1) + 42 x e x sin (M+2 x F)

+ 38 x e x sin (M -2 x F) – 24x e x sin (2 x M1 - M) –

17 x sin ( ) – 7 x sin (M1 +2 x M) + 4 x sin (2 x(M -

M1)) + 4 x sin (3 x M) + 3 x sin (M1+ M-2 x F) +3 x

sin (2 x(M1 + F)) – 3 x sin (M1 + M +2 x F) + 3 x sin

(M1 – M +2 x F) – 2 x sin (M1 – M – 2 x F) – 2 x sin (3

x M1 + M) + 2 x sin (4 x M1))/100000 = 0.026796947

JDE corrected = JDE + corr planet + corr fase = 2455418.631

T = 66.72201387 / 86.400 = 0.000775089

JD (LT) = JDE corrected - T = 2455418.922

JD (LT) + 0.5 = 2455419.422

Z = int (JD ijtima’) = 2455419

67

F = JD ijtima’ – z = 0.422235402

= int ((z – 1867216.25)/36524.25 = 16

A = z + 1 + – int ( / 4) = 2455432

B = A + 1524 = 2456956

C = int ((B – 122.1) / 365.25) = 6726

D = int (365.25 x C) = 2456671

E = int ((B – D) / 30.6001 = 9

Tahun = C – 4716 = 2010

Bulan = E – 1 = 8

Tanggal = int (hari) = 10

Hari = B –D – int (30.6001 x E) + F = 10.4222354

Jam = (hari – tanggal) = 10:08:01

Jadi, ijtima akhir Sya ban 1431 H terjadi pada tanggal 10 Agustus

2010 M Pk. 10. 08. 01 WIB

3. Menentukan terbenam Matahari di Semarang pada tanggal 29 Sya’ban

1431 H/10 Agustus 2010 M.

a. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus:

h0 = - ( ku + ref + sd )

ku = 0° 1.76’ √ h

= 0° 1.76’ √ 0 m

= 0° 00’ 00”

h0 = - ( ku + ref + sd )

= - ( 0° 00’ 00” + 0° 34’ + 0° 16’ )

= - 0° 50’ 00”

68

b. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam dan equation of

time ( e ) Ta dilal Waqt/Ta dil asy Syam atau Perata Waktu pada

tanggal 29 Sya’ban 1431 H/10 Agustus 2010 M saat ghurub di

Semarang dengan prakiraan ( taqriby ) maghrib kurang lebih pk.

18 WIB, diperoleh:

δ0 = 15° 31’ 12,2” dan e = -0j 05m 22,95d

c. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) saat terbenam dengan rumus:

Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .

= sin -0° 50’ 00”÷cos 6° 58’÷cos 15° 31’ 12,2” – Tan 6°58’

x tan 15° 31’ 12,2”

t0 = 88° 55’ 37.07”

= +5j 55m 42.47 d

d. Terbenam matahari

= pk. 12 + (+5j 55m 42.47 d)

= pk. 17. 55. 42,47 WH – e + ( BTd –BTx )

= pk. 17. 55. 42,47 – (-0j 05m 22,95d) + ( 105° – 110° 29’)

= pk. 17. 39. 09.42 WIB.

= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )

e. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 39. 09

WIB dengan rumus:

Sin A = sin h cos cos a

69

sin A = sin 88° 55’ 35.12” x cos 15° 31’ 27,49” : cos -0° 50’

A = 740 27’ 40,72” ( UB )

Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 - 740 27’ 40,72”

= 2850 32’ 19”

f. Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) al-Mathalai al-

Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB dengan rumus interpolasi (Ta dil)

sebagai berikut:

ARA0 = ARA01 + k ( ARA0

2 – ARA01 )

ARA01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 140° 07’ 38,7”

ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 140° 10’ 00,9”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

ARA0 = 140° 07’ 38,7” + 00j 39m 09d x (140° 09’ 0,9” -

140°07’38,7”) = 140° 09’ 11”

g. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) al-Mathalai al-

Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB dengan rumus interpolasi (Ta dil)

sebagai berikut:

ARA( = ARA(1 + k ( ARA(

2 – ARA(1 )

ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 143° 00’ 49,6”

ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 143° 36’ 35,2”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

ARA( = 30° 56’ 38” + 00j 39m 09d x (31° 28’ 30”– 30° 56’ 38”)

= 143° 24’ 09,6”

70

h. Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t( ) pk. 17. 39. 09 WIB dengan

rumus sebagai berikut:

t( = ARA0 + t0 - ARA(

= 140° 09’ 11” + 88° 55’ 35.12” - 143° 24’ 09,6”

= 85° 40’ 36.52”

i. Menentukan Deklinasi Bulan ( δ( ) Mail Qamar pk. 17. 39. 09

WIB dengan menggunakan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai

berikut:

δ( = δ(1 + k (δ(

2 -δ(1 )

δ(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 11° 05’ 3,9”

δ(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 10° 50’ 28,2”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

δ( = 11° 05’ 09”+ 00j 39m 09d x (10° 50’ 33” - (11° 05’ 09”))

= 10° 55’ 32.51”

j. Menentukan Tinggi Bulan Haqiqi ( h ( ) dengan menggunakan

rumus:

Sin h( = cos t( cos δ( cos φx + sin δ( sin φx .

Sin h( = cos 85° 40’ 36.52” x cos 10° 55’ 32.51” x

cos -60 58’ + sin 10° 55’ 32.51” x sin -60 58’

h( = +020 53’ 36,73” ( tinggi hilal haqiqi )

k. Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal

Mar i ( h( ):

71

1. Parallaks, digunakan untuk mengurangi tinggi hilal haqiqi.

Untuk mendapatkan Parallaks harus melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Menentukan Horizontal Parallaks (HP) Ikhtilaful Mandhar

saat ghurub, dengan rumus interpolasi (Ta dil) sebagai

berikut :

HP = HP1 + k ( HP2 – HP1 )

HP(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 01° 01’ 15,4”

HP(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 01° 01’ 15,6”

k( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

HP = 01° 01’ 15” + 00j 39m 09d x (01° 01’ 16” –

01° 01’ 15”) = 01° 01’ 15.53”

b. Parallaks ( Par ) = HP cos h(

= 01° 01’ 15. 53” x cos 020 53’ 36,73”

= 01° 01’ 10.84”

2. Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal

haqiqi, dan untuk mendapatkan refraksi dapat digunakan

rumus:

+

+=

4.436,73"53'02°31.736,73"53'02°tan

1R = 00° 14’ 41”

+

+

=

4.431.7tan

1

oo h

hR

72

l. Menentukan tinggi hilal mar i ( h( ), dengan rumus:

h( = h’( - Par + Ref

= +02° 53’ 36,73” - 01° 01’ 10.84” + 00° 14’ 41”

= +02° 07’ 06.89”

m. Azimuth hilal ( Az( ) dapat diperoleh dengan rumus:

Sin A = sin h cos cos a

sin A = sin 85° 40’ 36.52” x cos 10° 55’ 32.51” :

cos 02° 53’ 36,73”

A = 780 37’ 01,38” ( UB )

Azimuth Bulan (Az( ) = 360 - 780 37’ 01,38”

= 2810 22’ 58”

n. Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:

P( = Az( – Az0

= 2810 22’ 58” - 285 32’ 19”

= 4° 09’ 20.38” ( miring ke utara )

Dari hasil hisab tersebut dapat disimpulkan:

1. Ijtima’ akhir Sya’ban 1431 H terjadi hari tanggal 10 Agustus 2010 M

Pk. 10. 08. 01 WIB

2. Matahari terbenam (ghurub) pada pukul 17. 39. 09 WIB

3. Tinggi hilal haqiqi +020 53 36,73

4. Tinggi hilal mar’i +02° 07 06.89

5. Azimuth Bulan 2810 22 58

73

6. Azimuth Matahari 2850 32 19

7. Posisi hilal 4° 09 20.38 di Selatan Matahari terbenam (miring ke

Selatan).

Untuk memprediksi visibilitas hilal, hal pokok yang harus

diketahui adalah posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Untuk itu

setidaknya harus dipertimbangkan faktor-faktor astro-geodesi sebagai

berikut:174

1. Konjungsi

Sebagai syarat mutlak nampaknya hilal adalah terjadinya

ijtima . Ijtima artinya berkumpul atau bersama, yaitu posisi Matahari

dan Bulan berada pada satu bujur astronomi. Dalam astronomi dikenal

dengan istilah Conjunction (konjungsi). Para ahli astronomi murni

menggunakan ijtima’ ini sebagai kriteria pergantian bulan Qamariah,

sehingga ia disebut pula dengan New Moon (bulan baru).175

Bulan baru dalam astronomi tidaklah sama dengan definisi

bulan baru dalam kalender Qamariah. Bulan baru dalam astronomi

adalah konjungsi yang terjadi serentak untuk seluruh dunia, akan tetapi

belum tentu pada saat tersebut bulan dapat terlihat dengan mata.

Sedangkan bulan baru dalam kalender Islam disebut dengan awal

bulan Qamariah, tergantung pada kenyataan kenampakan bulan (hilal)

pertama kali dari pengamat yang berada di bumi setelah terjadinya

konjungsi. Kenampakan bulan sudah barang tentu tergantung juga

174 Khafid, op.cit.175 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan

Press, 2009, hlm. 70.

74

pada lokasi atau posisi dimana pengamat berada di muka bumi. Hal

inilah diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan

prediksi teramatinya hilal. Perbedaan atau selisih waktu tersebut dapat

menyebabkan beda penanggalan satu hari.

Secara perhitungan astro-geodesi modern kapan terjadinya

konjungsi dapat diperkirakan dengan ketelitian sampai beberapa detik.

Contoh yang jelas adalah prakiraan terjadinya gerhana bulan atau

gerhana matahari yang dapat dilakukan dengan ketelitian sampai

bilangan beberapa detik.176

2. Peta Ketinggian Bulan

Pada dasarnya dengan ilmu astro-geodesi, ketinggian bulan

atau hilal dapat diperkirakan untuk berbagai tempat di seluruh belahan

bumi. Adanya perhitungan yang akurat dan penyajian yang gamblang

dalam bentuk peta akan sangat membantu analisis untuk keperluan

prediksi kenampakan bulan. Peta semacam ini perlu dibuat dihari saat-

saat yang diduga hilal akan nampak. Di dalam peta, bisa kita lihat

adakalanya satu wilayah mempunyai ketinggian bulan positif dan ada

kalanya negatif. Wilayah-wilayah yang mempunyai ketinggian bulan

negatif sudah barang tentu dapat disimpulkan di wilayah tersebut

tidaklah mungkin bulan akan nampak. Sedangkan untuk daerah-daerah

176 Khafid, op.cit, hlm. 18.

75

yang mempunyai ketinggian positif masih perlu di analisis lebih lanjut

dengan gabungan data-data lainnya.177

Gambar tersebut menunjukkan ketinggian bulan di saat

matahari terbenam di masing-masing tempat pada tanggal 8 September

2010. Semakin tinggi keberadaan bulan di atas ufuk semakin besar

kemungkinan terlihatnya hilal. Garis tebal menunjukkan garis

penanggalan awal Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikannya

semata-mata dari ketinggian bulan 2 derajat pada saat matahari

terbenam.178

3. Peta Ketinggian Matahari

Kenampakan bulan dari pengamat yang berada di bumi sangat

dipengaruhi oleh sinar matahari. Disamping itu di saat-saat terjadinya

177 Khafid, op.cit, hlm. 18.178 Program Mawaaqit Versi 2001, peta ketinggian bulan dari ufuk pada 10 Agustus 2010.

Peta ketinggian bulan dari ufuk dalam derajat pada8 September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing

tempat

76

hilal dimana intensitas pencahayaan bulan masih sangat rendah,

cahaya matahari sangat berpengaruh dalam hasil pengamatan

kenampakan bulan. Itulah sebabnya pengamatan kenampakan hilal

harus dilakukan setelah matahari terbenam. Peta ketinggian matahari

akan sangat membantu perhitungan kenampakan bulan dengan teliti.179

4. Peta Umur Bulan Saat Matahari Terbenam

Terjadinya konjungsi saja tidak memberikan jaminan bahwa

hilal pasti nampak. Syarat-syarat berikutnya yang harus dipenuhi

adalah umur bulan180 saat matahari terbenam. Informasi tentang umur

bulan pada saat matahari terbenam inipun dapat disajikan dalam

bentuk peta sebagai bahan analisis kenampakan hilal.181

179 Khafifd, op.cit, hlm. 19.180 Umur bulan didefinisikan sebagai hitungan waktu dengan epoch saat terjadinya konjungsi.

Sebagai contoh: apabila hari ini terjadi konjungsi pada jam 15.00 WIB, dan matahari terbenam jam18.00. Maka umur bulan saat matahari terbenam adalah 3 jam.

181 Khafifd, op.cit, hlm. 20.

Peta ketinggian matahari dari ufuk dalam derajatpada 8 September 2010 jam 18:00 WIB

77

Garis tebal pada gambar tersebut dapat disebut sebagai garis

penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan

kenampakan bulan semata-mata berdasarkan umur bulan sudah

mencapai 8 jam pada saat matahari terbenam di masing-masing

tempat.182

5. Peta Fase Pencahayaan Bulan

Syarat yang harus dipertimbangkan untuk memperkirakan

kenampakan hilal adalah fase pencahayaan bulan. Bisa jadi karena

bulan sudah cukup fase pencahayaannya di saat syarat-syarat lain

masih belum memenuhi kriteria yang ditentukan, namun dalam

kenyataannya hilal sudah nampak atau terjadi sebaliknya. Informasi

tentang fase pencahayaan bulan yang tergantung tempat dan waktu ini

182 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan umur bulan.

Peta umur bulan dari saat terjadinya konjungsi dalam jam pada 8September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing tempat

78

bisa dipetakan juga untuk membantu analisis prakiraan kenampakan

hilal.

Garis tebal pada gambar tersebut dapat disebut sebagai garis

penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan

kenampakan bulan semata-mata berdasarkan fase pencahayaan sudah

mencapai 0.5% di saat matahari terbenam di masing-masing tempat.183

6. Peta Jarak Waktu Terbenam Antara Matahari dan Bulan

Rukyat harus dilakukan sesaat setelah matahari terbenam

sampai bulan terbenam. Jadi tidak mungkin mengamati hilal apabila

pada hari melakukan rukyat ternyata bulan terbenam mendahului

matahari atau dalam artian bulan masih di bawah ufuk. Jarak waktu

matahari dan bulan terbenam yang terlalu pendek pun mempunyai

183 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan prosentase fasepencahayaan bulan.

Peta prosentase fase pencahayaan bulan dalam % pada 8September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing

79

tingkat kemungkinan kenampakan hilal yang sangat kecil.

Kenampakan hilal dapat dikaitkan dengan jarak waktu terbenam antara

matahari dan bulan terbenam, “semakin lama jangka waktunya

semakin besar kemungkinan hilal dapat diamati”. Komponen inipun

informasinya dapat dituangkan dalam bentuk peta, karena dari

kenyataan bahwa jarak waktu terbenam antara matahari dan bulan juga

tergantung letak geografis suatu tempat.184

Garis tebal pada gambar di atas dapat disebut sebagai garis

penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan

kenampakan bulan semata-mata berdasarkan terbenamnya bulan 15

menit setelah terbenamnya matahari.185

184 Khafid, op.cit, hlm. 22.185 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan selisih waktu

terbenamnya matahari dan bulan

Peta selisih waktu terbenamnya matahari dan bulan dalam menitpada 8 September 2010

80

7. Overlay Antara Berbagai Topik Peta

Dari berbagai faktor-faktor yang disebutkan diatas dapat

dilakukan overlay186 peta sesuai dengan definisi kenampakan bulan

menurut kriteria astro-geodesi.

186 Overlay adalah lembaran penutup; lapisan atas; hamparan. Lihat John M. Echols danHassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke XXIV,2000, hlm. 412

Peta kenampakan bulan pada 9 September 2010 jam 18:00 WIB

Peta kenampakan bulan pada 8 September 2010 jam 18:00 WIB

81

Gambar tersebut menunjukkan hasil overlay peta ketinggian

bulan dan ketinggian matahari pada tanggal 8, 9 dan 10 September

2010. Dalam gambar-gambar tersebut terlihat bahwa semakin besar

umur bulan semakin besar pula cakupan wilayah yang memungkinkan

untuk mengamati kenampakan bulan.187

Di sekitar hari terjadinya konjungsi dapat dilakukan analisis

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan bulan. Dari

analisa itu akan menghasilkan prakiraan tempat-tempat dimana hilal

akan nampak dan tempat-tempat yang tidak memungkinkan dapat

melihat hilal. Batas dari kedua tempat-tempat tersebut secara geografis

dapat dituangkan dalam bentuk peta garis penanggalan Kalender

Qamariah. Karena posisi bulan dan matahari berubah-rubah, maka peta

semacam ini haruslah dibuat setiap pergantian bulan Qamariah.188

187 Program Mawaaqit, Peta Kenampakan bulan.188 Khafid, op.cit, hlm. 26.

Peta kenampakan bulan pada 10 September 2010 jam 18:00 WIB

82

BAB IV

ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH

DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT

A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program

Mawaaqit

Mawaaqit merupakan salah satu contoh program komputer yang

berbasis astronomi modern. Metode yang digunakan dalam penentuan

awal bulan program Mawaaqit adalah menggunakan metode hisab haqiqi

kontemporer. Dimana sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian

terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.

Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja

sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan

sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga

untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal

komputer.189

Mawaaqit menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan

awal bulan Qamariah-nya. Meskipun demikian rumus perhitungannya

tetap menggunakan rumus astronomi (spherical trigonometry). Peran

metode astro-geodesi adalah untuk memprediksi kenampakan bulan.

189 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 8.

83

Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana dapat

diperhitungkan.190

Dalam perhitungannya ada beberapa koreksi terhadap ketinggian

hilal, di antaranya:

a. Berbeda dalam melihat (Parallaks/ikhtilaf al-mandhar). Dengan

koreksi ini berarti tinggi hilal diperhitungkan dari permukaan bumi

tempat pengamat, bukan dari titik pusat bumi.

Parallaks ini diformulasikan dengan besarnya suatu sudut antara dua

garis yang ditarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan garis

yang ditarik dari benda langit ybs ke mata peninjau di permukaan

bumi. Semakin jauh jaraknya semakin kecil harga parallaksnya.

Begitu pula semakin tinggi posisi benda langit dari ufuk semakin

kecil pula harga parallaksnya.191

b. Pembiasan Sinar (Refraksi). Refraksi yaitu perbedaan antara tinggi

suatu benda langit yang sebenarnya dengan tinggi benda langit itu

yang dilihat sebagai akibat adanya pembiasan sinar. Refraksi terjadi

karena sinar yang datang sampai ke mata kita telah melalui lapisan-

lapisan atmosfer, sehingga sinar yang datang itu mengalami

pembengkokan, padahal yang kita lihat adalah arah lurus pada sinar

yang ditangkap mata kita.192

190 Khafid, Garis Tanggal Kalender Islam 1427 H, Cibinong: Badan Koordinasi Survey danPemetaan Nasional, 2006, hlm. 17

191 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,Cetakan Pertama, 2004, hlm. 138

192 Ibid, Hlm. 142

84

Dengan koreksi ini yang dihisab adalah tinggi melihat hilal, bukan

tinggi nyata.

Pada Mawaaqit koreksi refraksi hanya diterapkan ketika matahari

berada di atas ufuk. Jika hilal dibawah ufuk refraksi tidak

diperhitungkan. Adapun refraksi di sekitar ufuk sebesar 0° 34’.193

Ketinggian hilal pada Mawaqit dihitung dari titik pusat bulan,

sehingga semidiameter bulan tidak diperhitungkan.194 Begitupun

dengan kerendahan ufuk tidak diperhitungkan, karena dalam

Mawaaqit ketinggian seluruh tempat dianggap 0.

B. Analisis terhadap Kriteria Penentuan Awal Bulan Qamariah Dr. Ing.

Khafid dalam Program Mawaaqit

Data-data yang diberikan ke BHR dalam penanggalan Hijriyah

tidak secara spesifik mengikuti kriteria yang mana. Namun karena di

BHR disepakati memakai kriteria MABIMS yang dimodifikasi yakni

tinggi hilal 2 derajat atau umur bulan 8 jam maka Mawaaqit memberikan

data untuk mendukung kriteria ini.195

Kriteria tersebut merupakan keputusan Komite Penyelarasan

Rukyat dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia,

Malaysia dan Singapura) yang salah satu keputusannya menyatakan

bahwa batas minimal ketinggian yang dijadikan pedoman imkan al-rukyat

193 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.

194 Khafid, op.cit.195 Wawancara dengan Khafid via sms.

85

dan diterima oleh ahli hisab falaki syar’i di Indonesia serta negara-negara

MABIMS adalah dua derajat dari umur bulan dan minimal delapan jam

dari saat ijtima’.196

Banyak ormas Islam termasuk NU dan Persis yang menerima

kriteria MABIMS, namun Muhammadiyah termasuk ormas besar yang

belum bisa menerimanya hingga berpatokan pada wujud al hilal.

Menurut penulis, kriteria tersebut masih memerlukan penelitian

lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan penulis selama ini, ketinggian hilal

sulit sekali untuk dilihat apalagi jika beda azimuth matahari dan bulan

ketika matahari terbenam cukup dekat. Hal ini terjadi pada rukyat akhir

Sya’ban 1431 H dimana ketinggian hilal ketika itu sekitar 2 dengan beda

azimuth sekitar 4 . Dari sekian titik tempat dilaksanakannya rukyat al

hilal di seluruh wilayah Indonesia hanya dua tempat saja yang berhasil

melihat hilal yaitu di daerah Gresik dan Probolinggo. Berdasarkan

pengalaman tersebut perlulah kiranya agar para ahli mengadakan

penelitian lebih lanjut untuk mencari kriteria imkan al rukyat yang

memiliki landasan operasional yang ilmiah.

Penulis sepakat dengan pendapat Thomas Djamaluddin bahwa

kriteria yang digunakan harus memiliki pijakan aspek rukyat maupun

hisab yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i tetapi juga interpretasi

operasionalnya berdasarkan sains-astronomi yang bisa diterima bersama.

196 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 92.

86

Jangan sampai kriteria yang menjadi pedoman sekadar berdasarkan

interpretasi dalil syar’i tanpa landasan ilmiah astronomi.

Sekarang sudah ada kriteria baru yang diusulkan oleh Thomas

Djamaluddin yaitu Kriteria LAPAN yang merupakan pembaharuan dari

kriteria MABIMS yang selama ini dipakai dengan ketinggian minimal 2o,

tanpa memperhitungkan beda azimuth. Kriteria LAPAN adalah sebagai

berikut:197

4. Umur hilal harus > 8 jam.

5. Jarak sudut bulan-matahari harus > 5,6o.

6. Beda tinggi > 3o (tinggi hilal > 2o) untuk beda azimut ~ 6o, tetapi bila

beda azimutnya < 6o perlu beda tinggi yang lebih besar lagi. Untuk

beda azimut 0o, beda tingginya harus > 9o.

Akan tetapi setelah menganalisis berbagai kriteria visibilitas hilal

internasional dan mengkaji ulang kriteria LAPAN, Thomas Djamaluddin

memperbaharui kembali kriteria tersebut dengan Kriteria Hisab-Rukyat

Indonesia sebagai berikut:198

3. Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o.

4. Beda tinggi bulan-matahari > 4o.

Menurut Thomas Djamaluddin, kriteria baru tersebut hanya

merupakan penyempurnaan kriteria yang selama ini digunakan oleh BHR

dan ormas-ormas Islam untuk mendekatkan semua kriteria itu dengan

fisis hisab dan rukyat hilal menurut kajian astronomi.

197 http://tdjamaluddin.wordpress.com198 Ibid.

87

Terlepas dari itu semua, Mawaaqit sendiri merupakan software

yang dirancang untuk dijadikan alat bantu dalam penentuan awal bulan

Qamariah. Mawaaqit sifatnya opsional, dapat digunakan oleh ormas

manapun baik NU, Muhammadiyah, maupun Persis. Tidak ada kriteria

khusus yang dipakai program Mawaaqit dalam penentuan awal bulan

Qamariah. Dengan sifatnya yang opsional Mawaaqit bisa diset untuk

kriteria apapun baik Danjon, MABIMS, Imkan al Rukyat, ataupun Wujud

al Hilal.199

Di dalam Mawaaqit disediakan beberapa opsi yang digunakan

sebagai kriteria penentuan awal bulan Qamariah, antara lain berdasarkan

umur hilal, ketinggian hilal, fase pencahayaan bulan serta selisih waktu

terbenamnya matahari dan bulan.

C. Analisis terhadap Tingkat Akurasi Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

Program Mawaaqit

Dalam program penentuan awal bulannya, Khafid menggunakan

sumber data dan algoritma dengan ketelitian yang sangat tinggi, yaitu

VSOP87.

Melihat teori dan algoritma yang digunakan Mawaaqit yaitu

VSOP87 dengan tingkat akurasinya yang sangat tinggi (lebih baik dari

0.01”), hisab awal bulan Kamariah Program Mawaaqit dapat dikatakan

cukup akurat.

199 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.

88

Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasil hisab

Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris

Hisab Rukyat yang termasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang

selama ini sering dijadikan pedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan

awal bulan Qamariah.

Pada awalnya data yang dipakai oleh para astronom dalam

perhitungan awal bulan Qamariah di Indonesia adalah data almanak

nautika. Mengingat data almanak nautika itu hanya diterbitkan setiap

tahun, sehingga apabila ingin melakukan perhitungan untuk dua tahun

yang akan datang tentu mengalami kesulitan, sebab almanak nautika

belum ada karena memang belum dikirim.200

Ephemeris yang dikenal dengan “Hisab for Windows ver 1.0

merupakan salah satu program software data astronomis yang disusun

pada tahun 1993 oleh Drs. H. Taufik beserta putranya atas biaya

Departemen Agama RI. Software ini dibuat karena langkah perhitungan

ilmu falak sampai periode ini yang dirasa panjang dan melelahkan, juga

buku Almanak Nautika sering terlambat datang. Software ini hasilnya

mirip dengan Almanak Nautika atau semacamnya. Kemudian pada tahun

1988, program ini disempurnakan dan berganti nama menjadi “Winhisab

versi 2.0” dengan hak lesensi pada Badan Hisab Rukyat Departemen

Agama RI. Di antara isi program ini adalah data astronomis (Ephemeris)

matahari dan bulan untuk keperluan perhitungan pengukuran arah kiblat,

200 http://prisdaba.blogspot.com

89

waktu-waktu shalat, awal bulan dan gerhana. Perhitungan yang

menggunakan data dari program Winhisab ini dikenal dengan Sistem

Ephemeris atau Sistem Ephemeris Hisab Rukyat.201

Berikut data hasil hisab Program Mawaaqit dan Ephemeris Hisab

Rukyat dalam penentuan awal bulan Ramadan 1431 H untuk markaz

Semarang dengan koordinat 6° 58’ LS dan 110° 29’ BT dengan

ketinggian 0 m.

Sistem

Hasil Hisab Ephemeris

Hisab RukyatMawaaqit

Ijtima’

Selasa,

10 Agustus 2010

Pukul. 10:09:17

Selasa,

10 Agustus 2010

Pukul. 10:08:01

Matahari terbenam 17. 39. 09,33 WIB 17. 39. 09 WIB

Azimuth matahari 285° 32’ 20,00” 285° 32’ 19,00”

Azimuth bulan 281° 23’ 03,70” 281° 22’ 58,00”

Posisi hilal 04° 09’ 16,38” SM 04° 09’ 20,38” SM

Tinggi hilal 02° 06’ 27,03” 02° 07’ 06,89”

Ketidaksamaan hasil perhitungan itu terjadi mungkin karena:202

1. Data koordinat (lintang dan bujur tempat observasi) yang digunakan

tidak sama.

2. Koreksi-koreksi terhadap gerak bulan yang dimasukkan tidak sama.

201 Ibid.202 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, hlm. 83

90

3. Pangkal ukur perhitungan ketinggian hilal tidak sama. Ada yang

menghitung ketinggian hilal dari ufuk haqiqi dan ada pula yang

menghitungnya dari ufuk mar’i.

4. Bagian hilal yang dihitung tidak sama. Ada yang menghitung

ketinggian hilal dari ufuk sampai titik pusat hilal. Ada yang

menghitung ketinggian hilal dari ufuk sampai piringan atas hilal dan

ada yang menghitung ketinggian hilal dari ufuk sampai pirigan

bawah hilal.

Secara kesuluruhan rumus-rumus yang digunakan dalam

perhitungan awal bulan Qamariah Program Mawaaqit sama dengan

rumus perhitungan yang digunakan Ephemeris Hisab Rukyat, hanya saja

ada beberapa turunan rumus yang berbeda, di antaranya rumus

menghitung azimuth, dan refraksi.

Di samping itu koreksi terhadap ketinggian hilal pada Program

Mawaaqit hanya terdiri dari dua macam, yaitu koreksi refraksi dan

parallax, berbeda dengan koreksi pada sistem Ephemeris Hisab Rukyat

yang juga memperhitungkan kerendahan ufuk/dip. Hal ini disebabkan

karena pada Mawaaqit ketinggian semua tempat dianggap 0.

Perbedaan lain pada Mawaaqit dan Ephemeris Hisab Rukyat

adalah sumber data ephemeris yang digunakan dalam Mawaaqit

menggunakan jam LMT (Local Mean Time), sedangkan Ephemeris Hisab

Rukyat mengggunakan jam GMT (Greenwich Mean Time).

91

Kemudian terdapat perbedaan data koordinat Program Mawaaqit

dengan data koordinat dari sumber lain. Misalkan koordinat Kota

Semarang, pada Mawaaqit dituliskan bahwa koordinat Kota Semarang

adalah 6° 58’ LS dan 110° 29’ BT sedangkan kebanyakan sumber lain

menyatakan bahwa koordinat Kota Semarang adalah 7° 00’ LS dan 110°

24’ BT. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena

Program Mawaaqit belum dikoreksi kembali setelah versi terakhirnya

yang dikeluarkan pada tahun 2001.

Program Mawaaqit dalam penentuan awal bulan Qamariah

tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihannya antara lain:

1. Penentuan awal bulan Qamariah Program Mawaaqit yang bersifat

opsional memudahkan semua golongan untuk menyesuaikan kriteria

penentuan awal bulan yang dikehendakinya untuk mengetahui kapan

awal bulan Qamariah dimulai sejak jauh-jauh hari, terutama bulan-

bulan yang ada kaitannya dengan ibadah umat Islam.

2. Program Mawaaqit dilengkapi dengan peta kenampakan hilal dan

data koordinat kota-kota besar di seluruh dunia, sehingga akan

memudahkan pengguna untuk mengetahui kapan dan dimana hilal

akan terlihat.

3. Tingkat ketelitian data yang digunakan dalam program Mawaaqit

cukup tinggi. Dengan teori dan algoritma VSOP87 akurasi yang

didapatkan adalah lebih baik dari 0.01”. Sehingga hasil hisab

92

Program Mawaaqit bisa menghasilkan data yang akurat dan dapat

dijadikan pedoman penentuan awal bulan Qamariah.

Adapun kekurangannya antara lain:

1. Program Mawaaqit belum mencantumkan ketinggian tempat dalam

perhitungan awal bulan Qamariah, ketinggian semua tempat

dianggap 0 padahal ketinggian bulan dipengaruhi juga oleh

ketinggian tempat.

2. Data koordinat kota-kota yang terdapat pada Program Mawaaqit

adalah data lama yang belum diperbaharui lagi selama 10 tahun.

Sehingga data-data tersebut memerlukan koreksi dengan data-data

koordinat yang terbaru.

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Metode hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit adalah Hisab

Haqiqi Kontemporer. Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian

terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.

Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja

sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan

sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga

untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal

komputer.

Mawaaqit menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan awal

bulan Qamariah. Kaitannya dalam penentuan awal bulan Qamariah,

metode astro-geodesi digunakan untuk memprediksi kenampakan

bulan. Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana dapat

diperhitungkan.

2. Kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang dipakai oleh Dr. Ing.

Khafid dalam Program Mawaaqit adalah kriteria MABIMS yakni:

4. Ketinggian hilal minimum dua derajat

5. Umur bulan saat matahari terbenam minimum delapan jam

94

Penggunaan kriteria tersebut didasarkan pada kesepakatan anggota

BHR (Badan Hisab Rukyat) untuk menggunakan kriteria MABIMS

dalam penentuan awal bulan Hijriyah.

Program Mawaaqit sendiri merupakan software yang dirancang

sebagai alat bantu untuk mempermudah hisab awal bulan Qamariah.

Mawaaqit sifatnya opsional, dapat digunakan oleh ormas manapun

baik NU, Muhammadiyah, maupun Persis. Tidak ada kriteria khusus

yang dipakai Mawaaqit dalam penentuan awal bulan Qamariah.

Dengan sifatnya yang opsional Mawaaqit bisa diset untuk kriteria

Danjon, MABIMS, Imkan al Rukyat, ataupun Wujud al-Hilal.

3. Tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit dapat

dikatakan cukup akurat. Karena teori dan algoritma yang digunakan

Mawaaqit adalah VSOP87 yang tingkat akurasinya lebih baik dari

0.01”. Pada awalnya Mawaaqit menggunakan sumber data dan

algoritma Jean Meeus dengan tingkat keteletian 1”, akan tetap pada

Mawaaqit versi 2001 Mawaaqit mengkombinasikannya dengan

VSOP87 yang memiliki ketelitian yang sangat tinggi, yaitu 0,01”.

Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasil hisab

Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris

yang termasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang selama ini

sering dijadikan pedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan awal

bulan Kamariah yang hanya berbeda pada hitungan detik.

95

B. Saran-Saran

4. Dengan munculnya program-program komputer berbasis astronomi

modern yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah bukan

berarti kita tidak perlu lagi belajar ilmu hisab, untuk menjaga khazanah

keilmuan khususnya ilmu falak, hendaknya kita harus tetap

memelihara dan melestarikan ilmu hisab.

5. Dengan metode astronomi yang sama, bahkan dengan program

komputer, semua ormas bisa menghitung dengan hasil yang sama.

Akan tetapi penyelesaian permasalahan hisab rukyah tidak semata

dapat diselesaikan dengan hitungan astronomi atau penggunaan

teknologi modern. Wilayah Indonesia yang dilewati oleh garis

penanggalan Islam Internasional yang secara teknis berarti bahwa

wilayah Indonesia terbagi atas dua bagian yang mempunyai tanggal

hijriah yang berbeda. Untuk penyatuan garis tanggal dalam

penanggalan Hijriyah di Indonesia, perlu juga ditetapkan sebuah

lembaga yang mempunyai wewenang memutuskan garis tanggal yang

diberlakukan. Dengan keputusan ini diharapkan perbedaan-perbedaan

yang selama ini ada dapat disatukan.

6. Perlu dicari kriteria Imkan al Rukyat yang memiliki pijakan aspek

rukyat maupun hisab yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i

tetapi juga interpretasi operasionalnya berdasarkan sains-astronomi

yang bisa diterima bersama dan perlu komitmen bersama untuk

mematuhi kriteria tersebut.

96

7. Dalam perhitungan koreksi tinggi hilal, hendaknya Mawaaqit

menerapkan koreksi ketinggian tempat. Karena posisi pengamat di

permukaan bumi akan mempengaruhi perhitungan ketinggian hilal

yang akan dirukyat. Dalam hal ini yang diperlukan adalah rumus

menghitung kerendahan ufuk/dip.

8. Data koordinat kota-kota yang terdapat pada Program Mawaaqit

adalah data lama yang belum diperbaharui lagi selama 10 tahun.

Sehingga data-data tersebut memerlukan koreksi dengan data-data

koordinat yang terbaru.

C. Penutup

Alhamdulillahirabbil‘alamin rasa syukur penulis panjatkan ke

hadirat Ilahi Rabbi. Setelah perjalanan panjang yang penulis tempuh

akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan. Ibarat kata pepatah Tiada gading

yang tak retak , begitu pun dalam skripsi yang penulis susun. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat

konstruktif sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Demikian yang dapat penulis susun dan sampaikan. Mudah-

mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

97

DAFTAR PUSTAKA

Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, jilid I, Beirut, Dar al Fikr.

Ahmad, Noor, Hisab Awal Bulan Hijriyah, disampaikan pada Seminar sehari,

yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo

Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus IAIN Walisongo

Semarang.

Anam, A. Syifaul, Studi Tentang Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab

Khulashoh al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi bit Tahqiq, Skripsi

Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2001.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,

Penerbit Rineka Cipta, 2002.

Arkanuddin, Muthoha, Mengenal Peralatan Hisab Rukyat, Disampaikan pada

Acara Pelatihan Hisab Rukyat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan

Pusat Muhammadiyah, 29 Juli 2007, di Hotel Plaza Arjuna

Yogyakarta.

Azhari, Susiknan, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta, Lazuardi,

2001.

_______, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

Tengah Perbedaan, Yogyakarta, Putaka Pelajar, 2007.

Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet IV,

2004.

98

Badan Hisab dan Rukyah Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyah,

Jakarta, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Islam, 1981.

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rineka Cipta,

2008.

Departeman Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung, Syaamil

Cipta Media, 2005.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta, Gramedia, Cetakan Pertama Edisi IV, 2008.

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam

Departemen Agama RI, Kumpulan Materi Pelatihan Keterampilan

Khusus Bidang Hisab Rukyat, Lestarikan Tradisi Ulama Salaf

Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat, Mesjid Agung Jawa

Tengah, 2007.

Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan

Masyarakat Islam, Ephemeris Hisab Rukyat, Departemen Agama RI.

Djamaluddin, Thomas, Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal, dalam

Media Indonesia, 10 Oktober 2007.

Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke XXIV, 2000.

Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,

Bogor, Ghalia Indonesia, 2002.

99

Herdiwijaya, Dhani, Makalah disampaikan pada acara Diklat Nasional

Pelaksana Rukyat Nahdatul Ulama, oleh Lajnah falakiyah NU di

Masjid Agung Jawa Tengah, 19 Desember 2006.

Izzuddin, Ahmad, Zubaer Umar al-Jaelani (Dalam Sejarah Pemikiran Hisab

Rukyat di Indonesia), Penelitian Individual IAIN Walisongo

Semarang, 2002, tp.

_______, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi

Permasalahannya), Semarang, Komala Grafika, 2006.

_______, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta,

Erlangga, 2007.

_______, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Yogyakarta, Logung Pustaka,

Cetakan pertama, 2010.

Khafid, Hisab Dan Rukyah Kontemporer, Peran Kemajuan Teknologi Sebagai

Solusi Sekaligus Pemicu Permasalahan Baru, disampaikan pada

Seminar sehari, yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana

IAIN Walisongo Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus

IAIN Walisongo Semarang.

_______, Petunjuk Pemakaian Program Mawaaqit Versi 2001, disampaikan

pada Kuliah Umum dan Penutupan Kursus Hisab Rukyat Pengadilan

Tinggi Agama Surabaya Tanggal 4-5 September.

_______, Garis Tanggal Kalender Islam 1427H, Bogor, Badan Koordinasi

Survey dan Pemetaan Nasional, 2006.

100

Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta, Buana

Pustaka, Cet I, 2004.

_______, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta, Buana Pustaka, Cetakan pertama,

2005.

_______, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta,

Ramadhan Press, 2009.

Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan

Hisab Nahdlatul Ulama, Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul

Ulama, 2006.

Masroeri, A. Ghozali, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya,

Disampaikan dalam Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat

Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Hisab Rukyat

Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja

Rosdakarya, Cet XXI, 2005.

Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut, Dar al Fikr.

Mulyana, Deddy, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja Rosdakarya,

Cet IV, 2004.

Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya,

Arkola, 1994.

Radiman, Iratius, dkk, Ensiklopedi singkat astronomi dan ilmu yang

bertautan, Bandung, Penerbit ITB, 1980.

101

Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan

Teknologi, Jakarta, Gema Insani Press, 1996.

Saksono, Tono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta, Amythas

Publicita (www.majalah farmacia.com) Center for Islamic Studies

(www.c4is.web.id), 2007.

Simamora, P., Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta, Pedjuang Bangsa, 1985.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1986.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tata

Langkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, Cet ke 1, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2003.

Sudarmono, Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Kamariah Menurut

Persatuan Islam, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang, 2008, t.d.

Supriatna, Encup, Hisab Rukyat dan Aplikasinya Buku Satu, Bandung, Refika

Aditama, Cetakan Pertama, 2007.

Taufiq, M, Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariah Menurut

Muhammadiyah Dalam Perspektif Hisab Rukyat di Indonesia, Skripsi

Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2006, t.d.

http://suaramerdeka.com

http://komunitas-falak-perempuan-indonesia.blogspot.com

http://www.oase.kompas.com

http://tdjamaluddin.wordpress.com

102

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

N a m a : Eni Nuraeni Maryam

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 17 Juni 1987

Alamat Asal : Perum Puteraco Blok E2 No 4 RT 06 RW 03 Pasir

Nanjung Cimanggung Sumedang 45364

Alamat Sekarang : Ponpes Daarun Najaah Jl. Stasiun No 275 Jrakah

Tugu Semarang 50151

Jenjang Pendidikan :

a. Pendidikan formal

1. Sekolah Dasar Negeri Awi Gombong Cicadas Bandung 1993-1995

2. Sekolah Dasar Negeri Pasir Huni Pasir Nanjung Cimanggung

Sumedang lulus tahun 1999

3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama PGRI 1 Cicalengka lulus tahun

2002

4. TMI Darussalam Sindangsari Kersamanah Garut lulus tahun 2006

b. Pendidikan Informal

1. Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kersamanah Garut

2002-2007

2. Pondok Pesantren ”Daarun Najaah” Jerakah Tugu Semarang 2007-

sekarang

Semarang, 13 Desember 2010

Eni Nuraeni Maryam NIM. 072111061

103

Contoh perhitungan awal Ramadan 1431 H dengan Sistem EPHEMERISHISAB RUKYAT:Lintang Semarang ( x) : 6° 58’ LSBujur Semarang ( x) : 110° 29’ BTKetinggian tempat (h) : 0 m

4. Menghitung perkiraan Akhir Sya’ban 1431 H29 Sya’ban 1431 H secara astronomis berarti 1430 th + 7 bl + 29 hari

1430/30 = 47 Daur + 20 Tahun + 7 bl + 29 hari 47 daur x 10631 = 499657 hari 20 th = (20 x 354) + 7 = 7087 hari 7 bl = (30x4) + (29x3) = 207 hari 29 h = 29 hari

= 506980 hari Tafawut (Angg M – H) = 227016 hari Anggaran baru Gregorius (10 +3 ) = 13 hari

= 734009 hari 734009 /1461 = 502 + 587 hari 502 Siklus = 502 x 4 = 2008 587 hari = 1 th + 222 hari

Sehingga menjadi 222 hari + 1th + 2008 tahun (yang sudah dilewati)Maka menjadi 10 Agustus 2010 hari Selasa Kliwon.

5. Mencari saat Ijtima Akhir Sya’ban 1431 H FIB terkecil pada Tanggal 10 Agustus 2010 adalah 0,00070 dalam tabel

terjadi pada jam 3 GMT. Jam GMT EL AL 03 137° 24’ 15” 137° 18’ 45” 04 137° 26’ 39” 137° 56’ 41”

IJTIMA’ = J + ((EL1 – AL1)) / ((AL2 – AL1) – (EL2 – EL1)))= Pk. 03 + ((137° 24’ 15” – 137° 18’ 45”)) / ((137° 56’ 41” – 137°

18’45”) – (137° 26’ 39” – 137° 24’ 15”))) = Pk. 03. 09. 17,22 GMT + 7 j

= Pk. 03. 09. 17 GMT (pembulatan) + 7 j

= Pk. 10. 09. 17 WIBJadi, ijtima akhir Sya ban 1431 H terjadi hari Rabu Kliwon tanggal 10Agustus 2010 M Pk. 10. 09. 17 WIB

6. Menentukan terbenam Matahari di Semarang pada tanggal 29 Sya’ban 1431H/10 Agustus 2010 M.a. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus: h0 = - ( ku + ref + sd )

104

ku adalah kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus:

ku = 0° 1.76’ √ h

= 0° 1.76’ √ 0 m

= 0° 00’ 00”

ref = 0° 34’(refraksi/pembiasan tertinggi saat ghurub)

sd = 0° 16’ semi diameter matahari rata-rata.

h0 = - ( ku + ref + sd )

= - ( 0° 00’ 00” + 0° 34’ + 0° 16’ )

= - 0° 50’ 00”

b. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam dan equation of time ( e) Ta dilal Waqt/Ta dil asy Syam atau Perata Waktu pada tanggal 29Sya’ban 1431 H/10 Agustus 2010 M. saat ghurub di Semarang denganprakiraan ( taqriby ) maghrib kurang lebih pk. 18 WIB ( 11 GMT ),diperoleh:

δ0 = 15° 31’ 13” dan e = -0j 05m 23d

c. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) prakiraan ( taqriby ) saat terbenamdengan rumus:

Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .

= sin -0° 50’ 00”÷cos 6° 58’÷cos 15° 31’ 13”– Tan 6° 58’x

tan 15° 31’13”

t0 = 88° 55’ 36.97”

= +5j 55m 42.46 d

d. Terbenam matahari= pk. 12 + (+5j 55m 42.46 d)

= pk. 17. 55. 42,46 WH – e + ( BTd –BTx )

= pk. 17. 55. 42,46 – (-0j 05m 23d) + ( 105° – 110° 29’)

= pk. 17. 39. 09.46 WIB.

= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )

105

e. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) dan equation of time ( e ) Ta dilalWaqt/Ta diasy Syam atau Perata Waktu pada tanggal 29 Sya’ban 1431H/10 Agustus 2010 M di Semarang yang sesungguhnya ( hakiki ), yaitupk. 17. 39. 09 WIB dengan melakukan interpolasi sebagai berikut:

f. Deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam pk. 17. 39. 09 WIB denganrumus :

δ0 = δ01 + k (δ0

2 -δ01 )

δ01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 15° 31’ 57”

δ02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 15° 31’ 13”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

δ0 = 15° 31’ 57” + 00j 39m 09d x (15° 31’ 13” - (15° 31’ 57”)) = 15° 31’ 28,28”

g. Equation of Time ( e ) Ta’dilal Waqt/Ta’diasy Syam Pk. 17. 41. 46WIB. dengan rumus:

e = e1 + k (e2 - e1 ) e1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = -00j 05m 23d

e2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = -00j 05m 23d

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

e = -00j 05m 23d + 00j 39m 09d x (-00j 05m 23d - (-00j 05m 23d)) = -00j 05m 23d

h. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) sesungguhnya ( hakiki ), saatterbenam dengan rumus:

Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .

= sin -0° 50’ 00” ÷ cos -6° 58’ ÷ cos 15° 31’ 28,28” –

Tan -6° 58’ x tan 15° 31’ 28,28”

t0 = 88° 55’ 35.02”

= +5j 55m 42,33d

106

i. Terbenam matahari = pk. 12 + (+5j 55m 42,33d)

= pk. 17. 55. 42,33 WH – e + ( BTd –BTx )

= pk. 17. 55. 42,33 – (-00j 05m 23d) + ( 105° - 110° 29’)

= pk. 17. 39. 09,33 WIB.

= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )

j. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 39. 09 WIB (pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumus:Cotan A0 = tan δ0 cos φx : sin t – sin φx : tan t0.

= tan 15° 31’ 28,28” x cos -60 58’ ÷ sin 88° 55’ 35.02” –sin -60 58’

÷ tan 88° 55’ 35.02” A0 = 740 27’ 40” ( UB )

Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 - 740 27’ 40” = 2850 32’ 20”

k. Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) al-Mathalai al-Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumusinterpolasi (Ta’dil) sebagai berikut:

ARA0 = ARA01 + k ( ARA0

2 – ARA01 )

ARA01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 140° 07’ 37”

ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 140° 09’ 59”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

ARA0 = 140° 07’ 37” + 00j 39m 09d x (140° 09’ 59” - 140° 07’37”)

= 140° 09’ 09”

l. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) al-Mathalai al-Baladiyahpk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumus interpolasi(Ta’dil) sebagai berikut:

107

ARA( = ARA(1 + k ( ARA(

2 – ARA(1 )

ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 143° 00’ 50”

ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 143° 36’ 36”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

ARA( = 30° 56’ 38” + 00j 39m 09d x (31° 28’ 30”– 30° 56’ 38”)

= 143° 24’ 10”

m. Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t( ) pk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09GMT ) dengan rumus sebagai berikut:

t( = ARA0 + t0 - ARA(

= 140° 09’ 09” + 88° 55’ 35.02” - 143° 24’ 10”

= 85° 40’ 34.22”

n. Menentukan deklinasi Bulan ( δ( ) Mail Qamar pk. 17. 39. 09 WIB ( pk.10. 39. 09 GMT ) dengan menggunakan rumus interpolasi (Ta’dil)sebagai berikut:

δ( = δ(1 + k (δ(

2 -δ(1 )

δ(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 11° 05’ 09”

δ(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 10° 50’ 33”

k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

δ( = 11° 05’ 09”+ 00j 39m 09d x (10° 50’ 33” - (11° 05’ 09”))

= 10° 55’ 37.33”

o. Menentukan Tinggi Bulan Hakiki ( h ( ) dengan menggunakan rumus:Sin h( = sin φx sin δ( + cos φx cos δ( cos t( .

108

Sin h( = sin -60 58’ x sin 10° 55’ 37.33” + cos -60 58’ x cos 10°55’ 37.33” x cos 85° 40’ 34.22”

h( = +020 53’ 38,32” ( tinggi hilal hakiki )

p. Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal Mar i (h( ):3. Parallaks ( Par ), digunakan untuk mengurangi tinggi hilal hakiki.

Untuk mendapatkan Parallaks ( Par ) harus melalui tahapan sebagaiberikut:

c. Menentukan Horizontal Parallaks (HP) Ikhtilaful Mandhar saatghurub, dengan rumus interpolasi (Ta dil) sebagai berikut :

HP = HP1 + k ( HP2 – HP1 )

HP(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 01° 01’ 15”

HP(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 01° 01’ 16”

k( selisih waktu ) = 00j 39m 09d

HP = 01° 01’ 15” + 00j 39m 09d x (01° 01’ 16” – 01° 01’ 15”)

= 01° 01’ 15.65”

d. Parallaks ( Par ) = HP cos h(

= 01° 01’ 15.65” x cos 020 53’ 38,32”

= 01° 01’ 10.96”

4. Semi diameter ( s.d. ) Nisfu Quthr bulan tidak perlu diperhitungkankarena yang memantulkan cahaya bukan bagian atas, melainkankadang kala busur bagian bawah kanan, kadang kala bawah kiri dankadang kala busur bagian bawah tepat. Dalam hal ini adalah bagianbawah kanan.

5. Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki, danuntuk mendapatkan refraksi dapat digunakan rumus interpolasi(Ta dil) yang datanya diambil dari tabel refraksi:

109

Ref = Ref1 + k ( Ref2 - Ref1 )

Ref1 ( h( = +02° 51’ ) = 00° 14’,1

Ref2 ( h( = +02° 56’ ) = 00° 13’,9

k ( selisih ) = ((020 53’ 38,32” - 02° 51’) ÷ (02° 56’ - 02° 51’))

Ref = 00° 14’,1 + ((020 53’ 38,32” - 02° 51’) ÷ (02° 56’–

02° 51’)) x (00° 13’,9 - 00° 14’,1)

= 00° 13’ 59”,67

q. Kerendahan ufuk ( ku / dip ), digunakan untuk menambah tinggi hilalhakiki. Dan untuk mendapatkannya dapat digunakan rumus:

ku / dip = 0° 1’,76 √ h

= 0° 1’.76 √ 0 m

= 0° 50’ 00”

r. Menentukan tinggi hilal mar i ( h( ), dengan rumus: h( = h’( - Par + Ref + ku

= +020 53’ 38,32” - 01° 01’ 10.96” + 00° 13’ 59”,67+

0° 50’ 00”

= +02° 06’ 27.03”

s. Azimuth hilal ( Az( ) dapat diperoleh dengan rumus:Cotan A( = tan δ( cos φx : sin t( – sin φx : tan t(

= tan 10° 55’ 37.33” x cos -6° 58’ : sin 85° 40’ 34.22” – sin-60 58’ :

tan 85° 40’ 34.22”

A( = 780 36’ 56,3” ( UB )

Azimuth bulan (Az() = 360 - 780 36’ 56,3” = 2810 23’ 03.7”

110

t. Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:P( = Az( – Az0

= 2810 23’ 03.7” - 2850 32’ 20”

= 4° 09’ 16.3” ( miring ke utara ).

Dari hasil hisab tersebut dapat disimpulkan:8. Ijtima’ akhir Sya’ban 1431 H terjadi hari Rabu Kliwon tanggal 10

Agustus 2010 M Pk. 10. 09. 17 WIB9. Matahari terbenam (ghurub) pada pukul 17. 39. 09 WIB10. Tinggi hilal hakiki +020 53 38,3211. Tinggi hilal mar’i +02° 06 27.0312. Azimuth Bulan 2810 23 03.713. Azimuth Matahari 2850 32 2014. Posisi hilal 4° 09 16.3 di Selatan Matahari terbenam

(miring ke Selatan)

111

Hasil Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid di Hotel Nalendra Cihampelas

Bandung

tanggal 28 Juli 2010.

Eni Nuraeni : Riwayat Pendidikan Bapak?

Dr. Ing. Khafid : Saya sekolah di SD Negeri Kadilangu I Demak, SMP

Negeri II Demak, SMA Negeri I Demak, lalu meneruskan

S1 ke Teknik Geodesi University DELFT Belanda,

kemudian S2 di tempat yang sama karena sistemnya satu

paket, jadi S1 dan S2 diselesaikan di Universitas yang sama

selama 6,5 tahun, kemudian melanjutkan S3 di Universitas

Teknik Munchen Jerman.

Eni Nuraeni : Apa yang membuat Bapak tertarik untuk mempelajari

ilmu geodesi?

Dr. Ing. Khafid : Awalnya sebetulnya kaitannya dengan beasiswa, jadi

setelah lulus SMA, dulu ada program beasiswa dari Pak

Habibi, nama program beasiswanya OFP (Offersis Felope

Program). Ada beberapa angkatan, saya termasuk angkatan

OFP 3 tahun 1987. OFP 3 itu diantaranya ada 250 orang

yang seangkatan dengan saya, mereka ada yang dikirim ke

Perancis, Jerman, Belanda, Amerika, Austria, Belanda,

Jepang, dan Negara lain. Saya termasuk yang dikirim ke

Belanda. Ketika memilih, saya sebetulnya memilih teknik

komputer ke Jepang, akan tetapi saya mendapatkan jatah

teknik geodesi ke Belanda, karena memang kebetulan

penempatan saya di Bakosurtanal. Ketika itu

penempatannya ada di beberapa tempat, diantaranya

BMKG, BPPT, LIPI, LAPAN, Bakosurtanal, dll. Karena

saya penempatannya di Bakosurtanal dan masalahnya

pemetaan jadi lebih pas geodesi.. Ketika disodorkan pilihan

itu saya sendiri tidak tahu apa itu geodesi. Karena memang

112

awalnya ada keinginan untuk belajar teknik informatik

sehingga meskipun sekolah ke geodesi, saya juga hobi

mengotak atik komputer.

Eni Nuraeni : Tempat tanggal lahir Bapak?

Dr. Ing. Khafid : Demak, 4 Maret 1967

Eni Nuraeni : Karya Bapak selain Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Mawaaqit itu sebetulnya hasil dari penyaluran hobi, kalau

yang dibidang saya sendiri, saya banyak terlibat di batas

wilayah dan termasuk tim penyusun sub misi landas

Kontinen Indonesia dan akhir-akhir ini sering mondar

mandir ke PBB. Hal ini terkait dengan wilayah kita yang

dimungkinan untuk diperluas. Itu yang kita harus

membuktikan data-data taktisnya, data-data itu kita yang

susun lalu dikirim ke PBB.

Kalau sekolahnya dulu memang lebih banyak belajar teknik

satelit altimetri. Dengan satelit altimetri kita mengukur

permukaan air laut dari satelit. Dari pengukuran itu kita

bisa memprediksikan gunung bawah laut, berapa

kedalaman laut, aliran lautnya bagaimana, pasang surutnya

seperti apa. Termasuk software-software yang dibuat

program komputer, sebetulnya tidak mengarah ke hisab

rukyat, hisab rukyat itu diluar studi. Di antara software

karya saya adalah software pemrosesan data altimetri,

software untuk menghitung geoid, dll. Banyak sebetulnya

software lain, tapi kalau disebutkan satu per satu terlalu

banyak. Tapi yang besar memang diantaranya Mawaaqit

dan software pemrosesan data altimetri.

Eni Nuraeni : Karya Bapak dalam bentuk buku?

Dr. Ing. Khafid : Untuk buku sebetulnya banyak buku-buku formal (tidak

dijual belikan dipasaran) yaitu semacam buku-buku yang

dikirim ke PBB, pernah buat juga buku kalender Hijriyah,

113

buku laporan-laporan survey, dan kebanyakannya tidak

mengarah ke hisab rukyat.

Eni Nuraeni : Sejarah Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Mawaaqit sebetulnya berproses.

Tahun 1993, Saya membuat Mawaaqit 1.0, dibuatnya

ketika saya masih di Belanda, ditulis dengan MS. DOS.

Kemudian tahun 1995 ketika ada Windows, saya membuat

versi windowsnya atau Mawaaqit 32 ++. Karena Mawaaqit

yang pada awalnya hanya berkisar pada arah kiblat, waktu

shalat, dan tahun Hijriyah, kemudian saya menambahkan

dengan Al-qur’an dan Hadis.

Kemudian tahun 1996. Saya membuat Mawaaqit versi

internet. Jadi dulu ada Mawaaqit yang bisa diklik di

internet, itu sudah lama sekali tapi tidak terpelihara. Itu

dulu ketika saya di universitas Munchen.

Kemudian baru tahun 2000 membuat Mawaaqit versi

sekarang kemudian diperbaiki menjadi Mawaaqit 2001, dan

sampai sekarang belum pernah dikoreksi lagi sudah hampir

10 tahun.

Eni Nuraeni : Apakah masih ada koreksi-koreksi dalam Program

Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Sebetulnya memang ingin ada tambahan seperti

perhitungan gerhana yang sampai sekarang masih dalam

konstruksi. Saya akan mencoba menyisihkan waktu 1/2 jam

untuk memperbaiki Mawaaqit termasuk program gerhana.

Saya tidak menjanjikan, tapi mungkin setelah 10 tahun dari

tahun 2001, mungkin tahun 2011 saya akan memunculkan

Mawaaqit versi perbaikan. Itu kaitannya juga sebetulnya

dengan program arah kiblat yang masih terdapa kesalahan.

Untuk Indonesia sudah benar, akan tetapi untuk

menghitung ke arah Maroko terdapat kesalahan kecil,

114

kesalahannya hanya masalah sudut yang tidak

diperhitungkan kuadrannya. Sehingga mengakibatkan

perhitungannya salah. Sudah kadung salah dan sudah

kadung nyebar kemana-mana, tidak mudah untuk

memperbaiki dan menariknya kembali. Jadi kalau mau

memperbaiki harus dengan release yang baru.

Eni Nuraeni : Sumber data yang Bapak gunakan dalam Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Referensi pada Mawaaqit 2001 lebih banyak ke VSOP87,

dan memang itu mengalami perkembangan juga. Mawaaqit

yang sebelumnya memakai Jean Meeus, akan tetapi pada

Mawaaqit 2001 terdapat penambahan perhitungan posisi

matahari memakai VSOP87.

Eni Nuraeni : Kriteria yang Bapak gunakan dalam Program Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Kalau ditanya Mawaaqit itu kriterianya apa, Mawaaqit itu

tidak memberikan kriteria tapi memberikan tools, usernya

mau memakai kriteria apa saja silahkan, dan itu

dimungkinkan di Mawaaqit. Misalkan DEPAG ingin

memakai kriteria hanya ketinggian hilal saja atau fraction

illuminasion, itu ada. Jadi Mawaaqit tidak menentukan

kriterianya apa. Mawaaqit itu tidak bernuansa NU maupun

Muhammadiyah tetapi netral, jadi siapapun bisa

menggunakannya.

Eni Nuraeni : Apa kaitan antara ilmu astronomi dan ilmu geodesi?

Dr. Ing. Khafid : Jadi begini, karena background saya geodesi, dan di

geodesi itu ada metode-metode pengukuran posisi

berdasarkan astronomi, Dalam perkembangannya geodesi

memakai sistem astronomi dan sekarang memakai satelit,

salah satu hasil pengembangannya adalah GPS.

GPS merupakan bagian dari sistem pengembangan posisi di

geodesi yang didukung oleh kemajuan teknologi baik

komputer ataupun persatelitan.

115

Disebut astro-geodesi karna memang disana ada hal-hal

yang terkait dengan bidang saya. Jadi sebetulnya rumus-

rumusnya tetap menggunakan astronomi (seperti posisi

matahari, bulan).

Sebetulnya ada semacam overlap beberapa hal, misalkan

terkait dengan konversi atau transformasi koordinat,

misalkan transformasi koordinat goesentrik ke

toposentrik/elipstik/equator, dsb. Sebetulnya geodesi pun

belajar seperti itu.

Termasuk kalau kita bicara masalah arah kiblat, untuk

ukuran teliti menurut ilmu geodesi, bentuk bumi itu bukan

bulat tapi ellipsoid (sebetulnya lebih geodetic), akan tetapi

astronomi tidak memperhitungkan ketelitian sampai itu,

cukup dengan bumi itu bulat. Koordinat yang dipakai

biasanya juga koordinat bola.

Eni Nuraeni : Siapa yang mengeluarkan istilah astro-geodesi?

Dr. Ing. Khafid : Ada di dalam geodesi itu pengukuran posisi menggunakan

astronomi, yang biasa disebut dengan astro-geodesi. Ya

sebetulnya campuran unsur geodesi dan astronomi.

Eni Nuraeni : Lalu bagaimana dengan tingkat akurasi Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Dari rumus-rumus yang digunakan, VSOP memiliki

ketelitian posisi matahari kurang dari 1 detik, tetapi jika

menggunakan Jean Meeus kisaran 1 detik. Sebetulnya kalau

dari sisi ketelitian pastinya kita sulit juga untuk mengatakan

berapa detik, perbandingannya apa.

Setidaknya saya pernah mencoba membandingkannya

dengan Astronomical Almanac dalam hitungan ijtima’ (new

moon), hasilnya 96% sama, hanya sesekali ada perbedaan

pembulatan, itu berbeda satu menit.

Eni Nuraeni : Ketinggian hilal?

116

Dr. Ing. Khafid : Jika hilal sudah di bawah ufuk, Mawaaqit tidak

menerapkan koreksi refraksi. Koreksi refraksi itu cukup

signifikan, karena koreksi refraksi di sekitar ufuk bisa

kisaran 34 menit. Pada Mawaaqit koreksi hanya diterapkan

ketika bulan di atas ufuk. Termasuk juga di Mawaaqit

ketinggian hilal itu dihitung dari titik pusat bulan bukan

lower limb.

Eni Nuraeni : Jadi, semidiameter bulan tidak diperhitungkan?

Dr. Ing. Khafid : Semidiameter bulan tidak diperhitungkan. Seringkali

perhitungan-perhitungan software tidak menyebutkan

ketinggian bulannya diukur dari mana, apakah diukur dari

lower limb, pusat bulan, atau over limb. Sehingga kita pun

susah untuk membandingkan. Mawaaqit juga tidak

menyebutkan secara jelas.

Eni Nuraeni : Apakah bapak mencantumkan ketinggian tempat pada

Mawaaqit?

Dr. Ing. Khafid : Nggak. Itu bisa dilihat di data koordinat/lokasi yang hanya

memuat nama kota, lintang, bujur, dan time zone. Semua

ketinggiannya dianggap 0. Saya akan coba masukkan

ketinggian tempat itu di versi yang baru tapi nggak tau

kapan.

117

Wawancara via email dengan Dr. Ing. Khafid pada Selasa, 12 Oktober 2010

Eni Nuraeni : Kapan Bapak masuk menjadi anggota BHR dan LF-

PBNU?

Dr. Ing. Khafid : Mulai menjadi anggota BHR pada tahun 2001, disanalah

program Mawaaqit mulai dikenal di depag/BHR hingga

akhirnya saya diminta untuk memberikan presentasi dan

berlanjut hingga sekarang.

Sekitar 4 tahun yang lalu 2006 KH. Ghozali Masruri

meminta saya untuk menjadi anggota Litbang LF-PBNU.

Hal ini lebih banyak didasari seringnya bertemu di BHR.

Eni Nuraeni : Kriteria apa yang Bapak gunakan dalam Penentuan Awal

Bulan Qamariah?

Dr. Ing. Khafid : Data-data yang diberikan ke BHR dalam penanggalan

Hijriyah tidak secara spesifik mengikuti kriteria yang mana.

Namun karena di BHR disepakati memakai kriteria

MABIMS yang dimodifikasi yakni tinggi hilal 2 derajat

atau umur bulan 8 jam maka Mawaaqit memberikan data

untuk mendukung kriteria ini.