22
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah Muhammad Naim Program Megister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin A B S T R A K Reformasi di bidang keuangan menuntut peningkatan kinerja tata kelola keuangan daerah yang akuntabel dan transparan sebagai salah satu indikator ketercapaian good governance, kriterianya adalah ketepatan dan keakuratan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah melalui penerapan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Namun, sisi lemahnya pada pembenahan sumber daya aparatur pengelola keuangan, komitmen pemerintah daerah, dan teknologi informasi yang terintegrasi (e-government). Makalah ini menyajikan informasi berdasarkan pertimbangan; keterdesakan, keterpenuhan, keterlibatan, dan keberhasilan dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah melalui implementasi SIKD. Dan melalui beberapa studi kasus dan hasil penelitian lintas sektor publik dan sektor privat disajikan untuk mengetahui lebih dalam variabel-variabel yang memberi pengaruh (positif-negatif) terhadap implementasi SIKD. Kata kunci : kinerja keuangan daerah, akuntabilitas, transparansi, implementasi SIKD. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas pemerintahan daerah yang baik (good governance) tidak hanya ditentukan oleh akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dan supremasi hukum. Namun, kualitas pemerintahan yang baik juga ditentukan oleh faktor lain seperti responsiveness, consessus orientation, equity efficiency, effectiviness dan strategic vision. Hal ini sesuai dengan karakteristik pelaksanaan pemerintahan yang menurut UNDP dan World Bank. Dalam reformasi kelembagaan, lembaga keuangan memiliki konsekuensi penting bagi kinerja belanja pemerintah, baik dari segi tingkat pengeluaran, komposisi belanja, dan tingkat defisit dan utang. Hal ini menunjukkan bahwa desain kelembagaan yang tepat dapat membantu mengurangi masalah, divergensi antara preferensi publik dan apa yang sektor publik berikan, serta pemborosan fiskal. (Hagen, 2002) 1 . Hal penting dalam peningkatan kinerja pemerintah daerah adalah pelaksanaan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah, kenyataannya mekanisme akuntabilitas keuangan daerah tidak berjalan dengan baik terutama kepada masyarakat. Akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah tidak begitu dipahami oleh masyarakat sebagai user/pemakai. Sebagian besar masyarakat tidak dalam asumsi memiliki pengetahuan yang memadai 1 Lihat, Hagen, Jurgen Von. 2002. Fical Rules, Fiscal Institutions, and Fiscal Performance. The Economic and Social Review, Vol. 33, No. 3, Winter, 2002, pp. 263-284.

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)

sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Muhammad Naim Program Megister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin

A B S T R A K Reformasi di bidang keuangan menuntut peningkatan kinerja tata kelola

keuangan daerah yang akuntabel dan transparan sebagai salah satu

indikator ketercapaian good governance, kriterianya adalah ketepatan dan

keakuratan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah melalui

penerapan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Namun, sisi

lemahnya pada pembenahan sumber daya aparatur pengelola keuangan,

komitmen pemerintah daerah, dan teknologi informasi yang terintegrasi

(e-government). Makalah ini menyajikan informasi berdasarkan

pertimbangan; keterdesakan, keterpenuhan, keterlibatan, dan

keberhasilan dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah melalui

implementasi SIKD. Dan melalui beberapa studi kasus dan hasil

penelitian lintas sektor publik dan sektor privat disajikan untuk

mengetahui lebih dalam variabel-variabel yang memberi pengaruh

(positif-negatif) terhadap implementasi SIKD.

Kata kunci : kinerja keuangan daerah, akuntabilitas, transparansi,

implementasi SIKD.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas pemerintahan daerah yang baik (good governance) tidak hanya

ditentukan oleh akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat dan supremasi

hukum. Namun, kualitas pemerintahan yang baik juga ditentukan oleh faktor lain

seperti responsiveness, consessus orientation, equity efficiency, effectiviness dan strategic

vision. Hal ini sesuai dengan karakteristik pelaksanaan pemerintahan yang

menurut UNDP dan World Bank.

Dalam reformasi kelembagaan, lembaga keuangan memiliki konsekuensi

penting bagi kinerja belanja pemerintah, baik dari segi tingkat pengeluaran,

komposisi belanja, dan tingkat defisit dan utang. Hal ini menunjukkan bahwa

desain kelembagaan yang tepat dapat membantu mengurangi masalah, divergensi

antara preferensi publik dan apa yang sektor publik berikan, serta pemborosan

fiskal. (Hagen, 2002)1.

Hal penting dalam peningkatan kinerja pemerintah daerah adalah

pelaksanaan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah, kenyataannya

mekanisme akuntabilitas keuangan daerah tidak berjalan dengan baik terutama

kepada masyarakat. Akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah

daerah tidak begitu dipahami oleh masyarakat sebagai user/pemakai. Sebagian

besar masyarakat tidak dalam asumsi memiliki pengetahuan yang memadai

1 Lihat, Hagen, Jurgen Von. 2002. Fical Rules, Fiscal Institutions, and Fiscal Performance. The Economic and

Social Review, Vol. 33, No. 3, Winter, 2002, pp. 263-284.

Page 2: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

2

tentang aktivitas pemerintahan dalam pengelolaan keuangan, aset daerah dan

akuntansi. (Idhar, 2006)2.

Disisi lain Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) secara rasional

diperlukan dalam penyediaan informasi keuangan daerah yang komprehensif

kepada masyarakat luas serta dasar bagi para pejabat pembuat kebijakan fiskal

dalam membuat keputusan. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah

terhadap seluruh hasil pembangunan. Dalam UU No. 14 tahun 2008 dan PP No. 61

tahun 2010, menegaskan hak penerimaan dan penyebarluasan informasi publik

secara terbuka berdasarkan ketentuan perundangan oleh setiap pengguna

informasi publik. Informasi publik yang dimaksud adalah informasi yang

dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik

yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara/badan publik

lainnya sesuai yang diperundang-undangkan, dalam hal ini termasuk informasi

keuangan daerah.

Fakta menunjukkan bahwa dari jumlah 524 pemda, sebanyak 361 atau 68,89%

pemda telah menggunakan sistem informasi keuangan, dan 163 pemda (31,11%)

belum diketahui secara pasti sistem yang digunakan dalam pengeloaan keuangan

daerah. Data per Oktober 2012 memberikan gambaran pengelolaan keuangan

daerah yang digunakan oleh pemda juga masih tidak seragam. Sebanyak 223

pemda menggunakan SIMDA, 68 pemda menggunakan SIPKD, 123 pemda

menggunakan sistem lain, dan 110 pemda tidak menggunakan sistem informasi

(Ditjen Perimbangan Keuangan, 2012; Eko 2013)3.

Keberadaan sejumlah institusi daerah (SKPD) yang tidak menggunakan

sistem informasi keuangan merupakan salah satu kendala peningkatan kinerja

pada pengelolaan keuangan yang menuntut ketepatan dan keakuratan penyajian

laporan keuangan pemerintah daerah untuk mewujudkan pengelolaan keuangan

yang transparan dan akuntabel.

Apabila dikaitkan dengan teori institusi dan hubungannya dengan perilaku

korupsi maka dapat kita melihat hubungan yang serius bahwa pendekatan

organisasional terkait korupsi merupakan hal penting dengan beberapa alasan

yaitu; pertama, sebuah organisasi merupakan unit dasar terjadinya praktik korupsi.

Kedua, organisasi bertanggung jawab untuk mengetahui penyebab sulitnya

memberantas korupsi pada organisasi tersebut. Ketiga, organisasi merupakan

jendela untuk melihat tingkat korupsi pada sebuah negara. Keempat, mengetahui

dampak terjadinya korupsi pada level organisasi merupakan hal yang penting.

Korupsi akan menghambat kinerja organisasi dan menambah cost yang harus

dikeluarkan oleh perusahaan. (Luo, 2005; Yudha Aryo Sudibyo, Sun Jianfu, dan

Icuk Rangga Bawono; 2014)4.

Terkait korupsi, Asia merupakan wilayah yang potensial untuk dilakukan

penelitian berkaitan dengan isu-isu di bidang korupsi (Luo, 2002). Transparency

2 Lihat, Yahya, Idhar. 2006. Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Sistem

Teknik Industri Volume 7, No. 4. FE. USU. 3 Lihat, Budiriyanto, Eko. 2013. Kajian Legal Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD); Disharmonisasi

Peraturan Perundangan. Kementerian Republik Indonesia. 4 Lihat, Aryo Sudibyo Yudha, Sun Jianfu, Icuk Rangga Bawono. 2014. Teori Institusi dan Korupsi: Studi

Empiris pada Organisasi Sektor Publik di Cina dan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII. Lombok:

Ikatan Akuntansi Indonesia.

Page 3: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

3

International (2013) menunjukkan tingkat korupsi pada organisasi sektor publik

dengan menggunakan Corruption Perceptions Index (CPI) untuk 34 negara di Asia,

hanya Singapura, Hongkong SAR dan Jepang yang mempunyai nilai cukup tinggi

secara berurutan yaitu 86, 75 dan 74. Sedangkan, Uni Emirat Arab, Qatar, Buthan,

Taiwan, Brunei, Korea Selatan dan Malaysia mempunyai skor antara 50 sampai

dengan 70. Negara sisanya mempunyai skor dibawah 50, yang mengindikasikan

adanya korupsi dengan tingkatan yang serius5.

1.2. Pokok Masalah

Dari uraian latar belakang makalah, maka pokok masalah dapat dikemukakan

bahwa upaya peningkatan kinerja pada pengelolaan keuangan daerah tidak

didukung oleh sistem informasi keuangan daerah yang memadai sehingga

melemahkan mekanisme akuntabilitas dan transparansi keuangan daerah.

2. KERANGKA TEORITIS

2.1. Konsep Dasar Sistem Informasi

Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat

didefinisikan sebagai satu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi

bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya

tergabung dalam suatu entitas organisasi formal, seperti Departemen atau

Lembaga suatu Instansi Pemerintahan yang dapat dijabarkan menjadi Direktorat,

Bidang, Bagian sampai pada unit terkecil dibawahnya. Informasi menjelaskan

mengenai organisasi atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang telah

terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin akan

terjadi dimasa yang akan datang tentang organisasi tersebut.

Sistem informasi memuat berbagai informasi penting mengenai orang, tempat,

dan segala sesuatu yang ada di dalam atau di lingkungan sekitar organisasi.

Informasi sendiri mengandung suatu arti yaitu data yang telah diolah ke dalam

suatu bentuk yang lebih memiliki arti dan dapat digunakan untuk pengambilan

keputusan. Data sendiri merupakan fakta-fakta yang mewakili suatu keadaan,

kondisi, atau peristiwa yang terjadi atau ada di dalam atau di lingkungan fisik

organisasi. Informasi harus dikelola dengan baik dan memadai agar memberikan

manfaat yang maksimal. Penerapan sistem informasi di dalam suatu organisasi

dimaksudkan untuk memberikan dukungan informasi yang dibutuhkan,

khususnya oleh para pengguna informasi dari berbagai tingkatan manajemen.

Sistem informasi yang digunakan oleh para pengguna dari berbagai tingkatan

manajemen ini biasa disebut sebagai Sistem Informasi Manajemen.

Sistem informasi mengandung tiga aktivitas dasar di dalamnya, yaitu;

aktivitas masukan (input), pemrosesan (processing), dan keluaran (output). Tiga

aktivitas dasar ini menghasilkan informasi yang dibutuhkan organisasi untuk

pengambilan keputusan, pengendalian operasi, analisis permasalahan, dan

menciptakan produk atau jasa baru. Masukan berperan di dalam pengumpulan

bahan mentah (raw data), baik yang diperoleh dari dalam maupun dari lingkungan

sekitar organisasi.

5

Ibid.

Page 4: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

4

Pemrosesan berperan untuk mengkonversi bahan mentah menjadi bentuk

yang lebih memiliki arti. Sedangkan, keluaran dimaksudkan untuk mentransfer

informasi yang diproses kepada pihak-pihak atau aktivitasaktivitas yang akan

menggunakan. Sistem informasi juga membutuhkan umpan balik (feedback), yaitu

untuk dasar evaluasi dan perbaikan di tahap input berikutnya.

Dewasa ini, sistem informasi yang digunakan lebih berfokus pada sistem

informasi berbasis komputer (computer-based information system). Harapan yang

ingin diperoleh adalah bahwa dengan penggunaan teknologi informasi atau sistem

informasi berbasis komputer, informasi yang dihasilkan dapat lebih akurat,

berkualitas, dan tepat waktu, sehingga pengambilan keputusan dapat lebih efektif

dan efisien.

a. Model Dasar Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi

Menurut Jogiyanto (2007), model yang baik adalah model yang lengkap

tetapi sederhana. Model semacam ini disebut dengan model parsimoni yang

kemudian dikembangkan dan diberi nama model kesuksesan sistem informasi

DeLone & McLean (D&M IS Success Model). Model ini merefleksikan enam

pengukuran kesuksesan informasi, sebagai berikut;

1) Kualitas sistem (system quality),

2) Kualitas informasi (information quality),

3) Penggunaan (use),

4) Kepuasan pemakai (user satisfaction),

5) Dampak individual (individual impact), dan

6) Dampak organisasi (organization impact).

Model kesuksesan ini didasarkan pada proses dan hubungan kausalitas

(sebab-akibat) dari dimensi-dimensi model. Model ini tidak mengukur ke

enam dimensi secara independen tetapi mengukurnya secara keseluruhan

satu mempengaruhi yang lainnya.

Terkait dengan model tersebut di atas, juga terdapat model proses dan

model varian yang menjelaskan bahwa kualitas sistem (system quality) dan

kualitas informasi (information quality) secara mandiri dan bersama-sama

mempengaruhi baik pengguna (use) dan kepuasan pemakai (user satisfaction).

Besarnya pengguna (use) dapat mempengaruhi kepuasan pemakai (use

satisfaction) secara positif atau negatif. Pengguna (use) dan kepuasan pemakai

(use satisfaction) mempengaruhi dampak individual (individual impact) dan

selanjutnya mempengaruhi dampak organisasional (organizational impact)6.

b. Kerentanan dan Gangguan terhadap Sistem Informasi

BPKP (2007a), dari pengalaman berbagai organisasi dalam pemanfaatan

sistem informasi, salah satu hal yang dibutuhkan adalah bagaimana setiap

organisasi dapat memastikan bahwa sistem informasi yang ada memiliki

sistem pengamanan dan pengendalian yang memadai. Penggunaan sistem

informasi di organisasi bukannya tanpa risiko. Penggunaan atau akses yang

tidak sah, perangkat lunak yang tidak berfungsi, kerusakan pada perangkat

keras, gangguan dalam komunikasi, bencana alam, dan kesalahan yang

dilakukan oleh petugas merupakan beberapa contoh betapa rentannya sistem

6 Lihat, Jogiyanto. 2007a. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Page 5: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

5

informasi menghadapi berbagai risiko dan potensi risiko yang kemungkinan

timbul dari penggunaan sistem informasi yang ada. Beberapa hal yang

menjadi tantangan manajemen menghadapi berbagai risiko dalam

penggunaan sistem informasi yaitu;

a. Bagaimana merancang sistem yang tidak mengakibatkan terjadinya

pengendalian yang berlebih (overcontrolling) atau pengendalian yang

terlalu lemah (undercontrolling).

b. Bagaimana pemenuhan standar jaminan kualitas (quality assurance) dalam

aplikasi sistem informasi.

c. Kesenjangan Digital

Kesenjangan digital (digital inequality) merupakan kesenjangan akses dan

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi antara individual-individual

(DiMaggio et al. 2004: Jogiyanto, 2007). Internet, atau disebut juga dengan

nama information superhighway, dikenal sebagai sesuatu yang strategik untuk

membangun ekonomi nasional meliputi; potensi ekonomi individual,

organisasi, dan negara dalam bentuk produktivitas dan kemampuan untuk

berkompetisi di pasar-pasar global. Internet juga mempunyai kesempatan

yang dijanjikan untuk meningkatkan nilai sumber daya manusia, mengukur

struktur sosial dan ekonomi, memperkuat keterlibatan masyaraat, dan

meningkatkan efisiensi pemerintahan (United States Advisory Councl on the

National Information Infrastructure, 1996: Jogiyanto, 2007).

Walaupun investasi yang besar telah dilakukan baik dalam bentuk

deregulasi telekomunikasi dan usaha untuk mempromosikan teknologi

internet, beberapa isu masih tetap terjadi. Banyak orang masih belum percaya

bahwa kesenjangan digital dapat dipecahkan lewat akses teknologi. Negara

Amerika Serikat yang terkenal sebagai negara yang maju dalam akses

teknologi dan informasi, kenyataannya masih terjadi kesenjangan digital

dalam akses internet oleh masyarakatnya.7

Di sisi lain keterlibatan aktif masyarakat sipil dapat mengakses informasi,

menghasilkan analisis dan meminta pertanggungjawaban pemerintah, hal

tersebut nampak pada menguatnya gerakan masyarakat sipil yang melembaga

secara internasional, mempromosikan anggaran kerja masyarakat sipil dengan

mendorong berbagi informasi jaringan dan yang paling sukses adalah inisiatif

yang melibatkan pengembangan jaringan (Norton Andy and Diane Elson,

2002)8.

d. Kendala Informasi yang Relevan dan Andal

Tanjung (2011), kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan

adalah setiap keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi ideal

dalam mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan (relevan dan

andal) akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan.

Terdapat tiga hal yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan

laporan keuangan pemerintah adalah;

7 Lihat, Jogiyanto. 2007b. Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi Revisi. Bulaksumur: CV. Andi Offset.

8 Lihat, Norton Andy, Diane Elson. 2002. What’s behind the budget? Politics, rights and accountability in the

budget process. Overseas Development Institute.

Page 6: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

6

a. Materialitas. Informasi yang dipandang materialitas apabila kelalaian

untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut

dapat mempengrauhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas

dasar laporan keuangan;

b. Pertimbangan Biaya dan Manfaat. Manfaat yang dihasilkan seharusnya

melebihi biaya penyusunannya, berdasarkan evaluasi biaya dan manfaat

merupakan proses pertimbangan yang substansial, dan;

c. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. Hal ini dibutuhkan untuk

mencapai keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif

yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah.

Menjadi catatan penting bahwa informasi yang relevan dan handal

berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas

laporan keuangan, yang berarti informasi yang relevan dan andal dapat

mendukung transparansi dan akuntabilitas terhadap laporan keuangan9.

2.2. Sistem Informasi Keuangan pada Pemerintah Daerah

a. SIKD (Sistem Informasi Keuangan Daerah)

Sebagaimana dinyatakan dalam PP No. 56 tahun 2005 pasal 1 angka 15,

dan disebutkan pengertian yang sama pada Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 04/PMK.07/2011 pasal 1 angka 11, bahwa Sistem Informasi Keuangan

Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah “suatu sistem yang

mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan

keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada

masyarakat dan sebagai lahan pengembilan keputusan dalam rangka perencanaan,

pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban pemerintah daerah.”

b. SIPKD (Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah)

Dalam penjelasan PP No. 56 tahun 2005 pasa 13 huruf a, dinyatakan

bahwa; yang dimaksud dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah adalah serangkaian proses dan prosedur yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan anggaran, pelaksanaan

anggaran dan pelaporan keuangan daerah.

2.3. Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang menyebutkan defenisi; “Keuangan

daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan

Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk

kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pasal 1 angka 1).”

9 Informasi yang relevan dan andal merupakan kriteria karakterisitik laporan keuangan pemerintah yang

dipersyaratkan dalam PP. No. 24 Tahun 2005. Sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten Maros”, bertujuan untuk mengetahui seberapa besar karakteristik laporan keuangan yang berupa informasi

yang relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami berpengaruh terhadap transparansi dan akuntabilitas

laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Maros.

Page 7: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

7

Penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah; “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang

dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat

dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut”.

Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,

transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan

bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan yang dilaksanakan dengan berpedoman pada Sistem Pengendalian

Interen Pemerintah (SPIP). Tujuan SPIP tersebut memberikan keyakinan yang

memadai bagi tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara,

keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan.10

Aktivitas keuangan daerah harus dilaporkan berdasarkan Standar Akuntansi

Pemerintahahan, yang selanjutnya disingkat SAP, sebagai prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan

pemerintah.11

2.4. Paradigma Hukum Keuangan Daerah

Dimensi politik hukum pemerintahan daerah telah dibarengi dengan

paradigma baru yang lebih menitikberatkan pada desentralisasi dan

pengembangan otonomi daerah dalam rangka mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat, dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia (vide: Menimbang UU Nomor 32 Tahun

2004). Artinya, pemaknaan di dalam UUD 1945 pasal 18 ayat (5): “Pemerintahan

daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya”, haruslah berada dalam kerangka

penyejahteraan rakyat.

Tentu, paradigma ini tidaklah cukup ditafsir dan dipahami sekadar sebagai

teks suatu hukum, melainkan lebih dari itu, tatanan konstitutionalitas

(constitutional order) menjadi sangat berarti melihat sejauh mana implementasi

politik hukum otonomi atau desentralisasi tersebut. Dalam urusan keuangan

daerah, paradigma penyejahteraan rakyat (social welfare paradigm) juga menjadi

bagian tidak terpisahkan, sebagaimana mandat dalam UUD 1945 pasal 18A ayat

(2): “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur

dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.”

(Wiratraman, tanpa tahun)

Untuk memantapkan konsep otonomi daerah yang dimunculkan melalui UU

No. 22/1999 memiliki substansi otonomi yang lebih jelas di dalam kerangka negara

yang demokratis dengan pokok-pokok pikiran berupa; a) redistribusi kekuasaan,

b) pemberdayaan komunitas dan pemerintah daerah, dan c) efektifitas dan

efisiensi penyelenggaraan pemerintahan12. Demikian juga untuk melanggengkan

10 Lihat, Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Interen Pemerintah.

11 Lihat, Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

12 Lihat, Rasyid, Ryaas. 2005. Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya: dalam Syamsuddin

Harris (ed.) Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press, 2005: 3.

Page 8: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

8

pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri diperlukan reformasi kelembagaan

(Institutional reform) dan reformasi manajemen publik (public management reform)

secara lebih nyata. Salah satu reformasi manajemen sektor publik yang terpenting

adalah reformasi pengelolaan keuangan daerah, yang salah satu unsurnya adalah

reformasi penganggaran. Reformasi pengelolaan keuangan daerah merupakan

konsekuensi meningkatnya tuntutan agar pengelolaan uang rakyat (public money)

dilakukan secara transparan dengan mendasarkan konsep value for money (efektif,

efisien, dan ekonomis); sehingga tercipta akuntabilitas publik (public accountability)

yang lebih baik daripada sebelum pelaksanaan otonomi13.

2.5. Pengelola Keuangan Daerah

BPKP (2007b). Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh pemegang

kekuasaan pengelola keuangan daerah. Kepala daerah selaku kepala pemerintah

daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili

pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kepala

daerah perlu menetapkan pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk

melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Para pengelola keuangan daerah

tersebut adalah;

a. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD);

b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD);

c. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB);

d. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK);

e. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD);

f. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.

Contoh Pengelolaan Keuangan yang Melibatkan Kebijakan Pengelola

Keuangan Daerah pada Penyajian Laporan Arus Kas

a. Pengertian Laporan Arus Kas

Lampiran I Permendagri No. 64/2013 menjelaskan bahwa Laporan Arus Kas

menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara

kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal

pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas

operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.

Laporan arus kas hanya disusun oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) untuk

seluruh transaksi di tingkat pemerintah daerah. Laporan arus kas dipandang

sebagai laporan yang menjelaskan perubahan posisi kas di neraca, sehingga saldo

akhir kas di neraca tentu harus sama dengan saldo akhir kas menurut laporan arus

kas. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang berhubungan dengan

arus kas diatur dalam PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.14

Untuk kepentingan penyusunan Laporan Arus Kas ini, nilai-nilai yang

ditampilkan adalah yang ada di buku kas, baik yang ada di SKPD maupun di

13

Lihat, Jumiati, Ipah Ema. _____. Pengelolaan Keuangan Negara dalam Mekanisme Penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah. Jakarta: Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 14

Lihat, Hadi Marmah, Margono, Andy P Hamsah. 2010. Penggunaan Program Excel untuk Akuntansi

Keuangan Daerah. Tangerang: STAN Press.

Page 9: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

9

PPKD, yang terdiri atas seluruh penerimaan kas yang meliputi; pendapatan,

penerimaan pembiayaan, dan transaksi transitoris. Juga ditampilkan nilai-nilai

dari seluruh pengeluaran kas, yang meliputi: belanja, pengeluaran pembiayaan,

dan transaksi transitoris15.

Yang dimaksud dengan transaksi transitoris di sini adalah transaksi yang

dilakukan Pemda tetapi uangnya bukan hak Pemda, melainkan hak pihak ketiga,

sehingga Pemda di sini sifatnya hanya perantara. Contoh transaksi transitoris

adalah pemotongan pajak yang dilakukan Pemda, seperti pemotongan pajak, IWP,

Taperum, dan lainnya yang serupa.16

b. Bentuk/Metode Penyajian Laporan Arus Kas

Terdapat dua bentuk penyajian laporan arus kas, yang pertama metode

langsung dan yang kedua metode tidak langsung. Perbedaan antara kedua metode

terletak pada penyajian arus kas berasal dari kegiatan operasi. Dengan metode

langsung, arus kas dari kegiatan operasional dirinci menjadi arus kas masuk dan

arus kas keluar. Arus kas masuk dan keluar dirinci lebih lanjut dalam beberapa

jenis penerimaan atau pengeluaran kas. Sementara itu dengan metode tidak

langsung, arus kas dari opersional ditentukan dengan cara mengoreksi laba bersih

yang dilaporkan di laporan laba rugi dengan beberapa hal seperti biaya

penyusutan, kenaikan harta lancar dan utang lancar serta laba/rugi karena

pelepasan investasi. Berikut ini diberikan contoh bentuk laporan arus kas dengan

metode langsung dan metode tidak langsung.

Dalam sebuah penelitian dikemukakan bahwa arus kas operasi yang diwakili

oleh rasio kecukupan arus kas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap keputusan investasi (Ratmawati dan Lailatul, 2013)17. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan investasi, antara lain tingkat pengembalian yang

diharapkan oleh perusahaan, biaya investasi, pengaruh nilai tukar (kurs mata

uang asing), tingkat suku bunga, tingkat inflasi, pengaruh infrastruktur, kebijakan

pajak, atau faktor-faktor external yang lain.

2.6. Isu Sistem Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah

a. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah

Sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan pada prinsipnya dipegang

oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan (vide Psl 6 UU 17/2003). Kekuasaan

tersebut, kemudian dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola

fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang

dipisahkan dan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang dipimpinnya.

Untuk daerah, kekuasaan tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/

Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk mengelola keuangan

daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah

yang dipisahkan.

15

Lihat. Pusat Pengembangan Keuangan dan Ekonomi Daerah. 2014. Modul Akuntansi Keuangan Pemda.

Makassar: UNHAS – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI. 16

Lihat, Pemerintah Kabupaten Bandung. Manual Sistem Prosedur Akuntansi Pelaporan Keuangan Daerah. 17

Lihat, Ratmawati, Ana dan Lailatul Amanah. 2013. Pengaruh Arus Kas dan Kebijakan Pendanaan terhadap

Keputusan Investasi. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Volume 1 No.1.)

Page 10: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

10

Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan oleh;

1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat

Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)

2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah.

b. Permasalahan (Mala)praktik Manajemen Keuangan Negara/Daerah

Fachturrahman (2011), mengemukakan tiga masalah pokok tata kelola

keuangan pemerintahan yang dinilai perlu komitmen pembenahan oleh para

pemangku kebijakan, yaitu; Pertama, problem proporsi alokasi sebagaimana

ditunjukkan rasio antara belanja modal (pembangunan) dan belanja aparatur

(rutin). Hanya sekitar 20-30% APBD untuk belanja langsung bagi kepentingan

masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai birokrasi.

Kedua, problem kapasitas daya serap anggaran. Saat ini, sekitar 60% dana

APBN kita beredar di daerah (30% lewat skema transfer ditambah 30% berasal

dari dana dekonsentrasi, medebewind dan dana sektoral).

Ketiga, selain kedua masalah di atas, hari-hari ini media massa juga gencar

memberitakan problem ketiga dalam manajemen keuangan daerah, yakni

administrasi pelaporan keuangan. Hal ini tentu tidak saja menyangkut

problem akuntansi dan tata pembukuan, tetapi lebih mendasar lagi

mencerminkan politik kebijakan dan komitmen penegakan good governance di

daerah.

Ketika merujuk laporan BPK, setiap tahun terdapat tendensi memburuk

dalam kualitas pengelolaan dan laporan keuangan. Data (2009) menunjukan,

hanya ada 21 daerah yang memiliki status laporan wajar tanpa pengecualian,

249 daerah wajar dengan pengecualian, 7 daerah berstatus disclaimer (tak

memberikan pendapat) dan 10 daerah adverse (tak wajar).

Setelah memperoleh kembali otonomi dan independensinya dalam UU

No. 15 Tahun 2006, ada enam bentuk inisiatif yang telah dilakukan oleh BPK

untuk mempercepat pembangunan sistem keuangan negara agar sesuai

dengan jiwa, semangat transparansi dan akuntabilitas dalam UU Tahun 2003-

2004. Inisiatif pertama adalah untuk memperluas objek pemeriksaannya, baik

pada sisi pendapatan maupun pengeluaran negara. Selama masa

pemerintahan Orde Baru, BPK hanya dapat memeriksa sebahagian saja dari

pengeluaran negara. Misalnya, laporan keuangan instansi penegak hukum

dan keamanan, seperti Dephan, TNI/POLRI, berbagai BUMN/BUMD strategis,

seperti Pertamina dan bank-bank negara adalah diluar jangkauan

pemeriksaan BPK. Hal ini juga terjadi disisi penerimaan negara seperti pajak,

berbagai jenis PNBP, penjualan aset negara termasuk privatisasi

BUMN/BUMD, serta penerimaan negara dari hibah maupun hutang.18

c. Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah

Menurut Nugroho (2008), reformasi pengelolaan keuangan dilatar

belakangi oleh kebutuhan penggantian peraturan perundang-undangan

keuangan yang masih mengacu pada peninggalan pemerintah kolonial. Hal

itu senada dengan makin besarnya belanja negara yang dikelola oleh

18

Lihat, http://ovy19.wordpress.com

Page 11: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

11

pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang memadai

selain pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan.

Bentuk pengawasan diperlukan baik secara internal melalui Satuan Kerja

Pengawasan maupun secara eksternal melalui pelibatan masyarakat dan

pemangku-kepentingan/stakeholders lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam

pengawasan pengelolaan keuangan pemerintah seiring dengan semakin

berkurang dan terbatasnya sumberdaya alam sebagai salah satu sumber

pendapatan utama sehingga pajak dari masyarakat ditempatkan sebagai porsi

unggulan/sumber utama penerimaan menggantikan sumberdaya alam dalam

mendanai penyelenggaraan pemerintahan termasuk pembangunan. Agar

masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan pertanggungjawaban

pemerintah secara transparan atas penggunaan pajak dari masyarakat.

Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan

tuntutan masyarakat tersebut diatas, maka reformasi di bidang keuangan

sebagai perangkat pendukung terlaksananya penerapan good governance

dilakukan dengan cara;

1) Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;

2) Penataan kelembagaan;

3) Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan

4) Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

Jembrana-Bali, merupakan daerah yang berhasil menerapkan desain

pengelolaan di bidang keuangan yang efektif dan efisien (Owner Estimate/OE)

sehingga memberi dampak terhadap peningkatan kinerja keuangananya. Hal

tersebut dilakukan dengan mendesain kembali Sistem Perencanaan Anggaran,

Pemanfaatan atau Pendayagunaan Anggaran, Manajemen Kontrol atas

Pemanfaatan Anggaran, serta Sistem dan Mekanisme Alur Uang/Dana yang

harus dikelola, sehingga memudahkan kontrol dan pelaporannya.19

2.7. Hasil Penelitian pada Pengelolaan Keuangan (Sektor Publik)

a. Evana (2007), dalam Rancang Bangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah “Studi Kasus pada SKPD Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Kabupaten Kepulauan Sangihe”, Israel 2012.

Hasil Penelitian:

Penelitian tentang analisis sistem dan prosedur akuntansi keuangan daerah,

penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk

membandingkan antara pelaksanaan pada objek penelitian berdasarkan

aturan dan teori. Hasil penelitian pada SKPD Pendapatan Daerah Lampung tidak

melaksanakan aturan yang tersirat pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang

perlakuan akuntansi yang akuntabilitas. Kelemahan dari implementasi aturan adalah

pada kemampuan sumber daya manusia menggunakan teknologi untuk melakukan

standar akuntansi keuangan.

19

Lihat, Loka, Cahya. _____. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Reformasi Pemerintahan

Kabupaten Jembrana-Bali: Studi Kasus Kesuksesan Pemeirntah Kabupaten Jembrana dalam Menyediakan Pelayanan

Publik yang Terjangkau dan Gratis.

Page 12: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

12

b. Tuasikal (2008), dalam Rancang Bangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah “Studi Kasus pada SKPD Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Kabupaten Kepulauan Sangihe”, Israel 2012

Hasil Penelitian:

Penelitian tentang Pengelolaan Keuangan terhadap Kinerja Unit SKPD,

dengan variabel independen adalah pemahaman sistem akuntansi keuangan

daerah dan pengelolaan keuangan daerah, sedangkan variabel dependen

adalah kinerja unit satuan kerja pemerintah daerah, Penelitian ini

menyimpulkan bahwa baik secara simultan maupun parsial pemahaman mengenai

sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan

kerja pemerintah daerah, artinya bila pengelolaan keuangan daerah dikelola sesuai

mekanisme yang berlaku dan didukung oleh peningkatan pemahaman tentang

akuntansi keuangan daerah maka dapat mendorong kinerja masing-masing satuan

kerja pemerintah daerah.

c. Rohman (2009), dalam Rancang Bangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah “Studi Kasus pada SKPD Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Kabupaten Kepulauan Sangihe”, Israel 2012.

Hasil Penelitian:

Penelitian tentang pengelolaan keuangan daerah terhadap fungsi

Pengawasan dan Kinerja Pemerintah Daerah, metode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Analisis Path. Berdasarkan hasil uji hipotesis

dengan menggunakan Analisis Path menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem

akuntansi pemerintah, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan fungsi

pengendalian internal berpengaruh terhadap kinerja pemerintah.

d. Mustofa (2012), dalam Rancang Bangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan

Daerah “Studi Kasus pada SKPD Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Kabupaten Kepulauan Sangihe”, Israel 2012.

Hasil Penelitian:

Penelitian tentang pengaruh penyajian dan aksesibilitas laporan keuangan

terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah oleh para pengguna

Laporan keuangan. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive

sampling. Metode analisis data yang digunakan dalam pengujian hipotesis

berupa beberapa uji statistik. Hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan

bahwa;

1) Penyajian laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan secara positif

terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah;

2) Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah; dan

3) Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara

bersama-sama berpengaruh dan signifikan terhadap akuntabilitas pengelolaan

keuangan daerah.

Page 13: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

13

e. Fontanella, Amy dan Hilda Raossieta (2014).

“Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja terhadap Akuntabilitas Pelaporan

Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia”

Hasil Penelitian :

Penelitian ini menginvestigasi secara empiris pengaruh Desentralisasi

Fiskal dan Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah terhadap

kemungkinan tingginya Akuntabilitas Pelaporan Keuangan pemerintah

daerah. Selain sebagai Variabel independen, penelitian ini juga menguji secara

empiris peran Kinerja sebagai Variabel Moderasi dalam konteks tersebut.

Sesuai hipotesa, secara umum ditemukan bahwa;

1) Desentralisasi Fiskal dalam bentuk Tingkat Kemandirian Daerah dan Kinerja

penyelenggaraan pemerintah berpengaruh positif terhadap kemungkinan

tingginya Akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah;

2) Secara parsial, terkait peran moderasi Kinerja, ditemukan bahwa Kinerja

penyelenggaraan pemerintah daerah memperlemah pengaruh negatif tingkat

Ketergantungan pada Pemerintah Pusat terhadap kemungkinan tingginya

Akuntabilitas pelaporan keuangan dalam bentuk opini audit yang baik.

f. Verawaty (2014)

“Analisis Komparasi Indeks Internet Financial Reporting Pemerintah Daerah di

Indonesia”

Hasil Penelitian :

Seperti sektor privat, sektor publik pun telah menggunakan internet. Pada

semua level dan adopsinya dalam bentuk e-government, internet berperan

signifikan dalam administrasi publik, terutama dalam pelaporan keuangan

sektor publik. Melalui e-government, pegawai pemerintah dapat menyediakan

informasi dan melakukan pelayanan kepada stakeholder internal dan eksternal

melalui website. Fokus penelitian ini, pemerintah daerah tingkat provinsi dan

kota di Indonesia, tentunya bukan pengecualian untuk tren ini.

Penelitian ini berusaha membandingkan kualitas pengungkapan

pelaporan keuangan atau IFR (Internet Financial Reporting) pemerintah

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan

indeks pengungkapan yang dikembangkan oleh Cheng et al. (2000)

berdasarkan komponen content, timeliness, technology dan user support.

Dengan hasil survei, yaitu 78,79% e-government pemerintah kota dalam

status online, sisanya 9,09% e-government yang dimiliki dalam status error

(kemungkinan dalam status under maintenance) dan 12,12% pemerintah kota

bahkan belum memiliki e-government. Hasil survei juga menunjukkan adanya

disparitas praktek pengungkapan informasi keuangan melalui e-government

dan masih sedikitnya pemerintah daerah memanfaatkan penggunaan

teknologi internet. Dari total 90,91% e-government pemerintah provinsi, hanya

56,67% yang melakukan IFR. Adapun dari total hanya 78,79% e-government

pemerintah kota, hanya 42,31% yang melakukan IFR. Kualitas pengungkapan

dilakukan oleh kedua kelompok sampel sangat bervariasi.

Berdasarkan hasil pengujian dengan Mann Whitney Test, semua

komponen tidak signifikan. Artinya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ;

Page 14: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

14

“tidak terdapat perbedaaan antara kualitas pengungkapan pelaporan keuangan atau

IFR (Internet Financial Reporting) pemerintah provinsi dan pemerintah kota di

Indonesia dengan menggunakan indeks pengungkapan yang menilai empat komponen

sekaligus, yaitu content (isi), timeliness (ketepatwaktuan), technology

(pemanfaatan teknologi), dan user support (dukungan bagi pengguna) yang

dikembangkan oleh Cheng et al (2000), (Verawaty, 2014)”

Adapun berdasarkan hasil wawancara, permasalahan di lapangan tentang

kurangnya optimalisasi terhadap penggunaan e-government untuk bidang

akuntansi sektor publik (keuangan daerah) antara lain adalah mengenai

regulasi-regulasi yang relevan tentang penggunan teknologi informasi di

pemerintahan, yaitu tentang bagaimana standardisasi content yang

menyangkut akuntansi keuangan daerah yang masih belum bersifat

mandatory. Pelimpahan kewajiban diseminasi kinerja keuangan pemerintah

daerah untuk komponen timeliness adalah kepada pihak BPK. Hal ini

setidaknya bisa diakomodir melalui optimalisasi hiperlink dari e-government

pemerintah daerah tersebut ke website BPK jika tidak ingin didesiminasikan ke

dalam e-government yang dimiliki.

Adapun jika menyangkut technology dan user support, untuk mengatasi

hambatan langkanya SDM yang handal, maka perlu dilakukan pendidikan

dan pelatihan SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang

terintegrasi. Keberhasilan pelaksanaan e-government bukan terletak pada

teknologinya tetapi bergantung pada kemampuan manusia yang

mengelolanya.

g. Almilia, Luciana Spica dan Irmaya Briliantien. (tanpa tahun).

“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi pada Bank

Umum Pemerintah Di Wilayah Surabaya dan Sidoarjo”.

Hasil penelitian :

Bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor keterlibatan

pemakai dalam proses pengembangan sistem informasi dengan kinerja sistem

informasi akuntansi baik dari segi kepuasan pemakai atau pemakaian sistem. Hasil ini

terjadi karena pemakai sistem informasi kurang dilibatkan dalam pemakaian

sistem itu sendiri sehingga pemakai merasa tidak puas.

2.8. Hasil Penelitian pada Pengelolaan Keuangan (Sektor Privat)

a. Suhartati, Titi dan Setyo Hari Wijanto (2014).

“Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi dan Kualitas Audit terhadap

Penentuan Opini Audit”

Hasil Penelitian :

1) Diungkapkan bahwa sistem informasi akuntansi secara statistik tidak

berpengaruh terhadap opini audit.

2) Sedangkan kualitas audit secara statistik signifikan berpengaruh terhadap

penentuan opinin audit.

Hasil ini berlawanan dengan pendapat (Noviari, 2009) bahwa

perkembangan akuntansi yang menyangkut SIA berbasis komputer dalam

menghasilkan laporan keuangan akan mempengaruhi praktik pengauditan.

Page 15: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

15

Perubahan proses akuntansi akan mempengaruhi proses audit karena audit

merupakan suatu bidang praktik yang menggunakan laporan keuangan

(produk akuntansi) sebagai objeknya.

Kemajuan TI juga mempengaruhi perkembangan proses audit. Kemajuan

software audit memfasilitasi pendekatan audit berbasis komputer, selanjutnya

praktik auditing bertujuan untuk memberikan opini terhadap kewajaran

penyajian laporan keuangan yang dihasilkan oleh SIA, dengan adanya

kemajuan yang telah dicapai dalam bidang akuntansi yang menyangkut SIA

berbasis komputer dalam menghasilkan laporan keuangan. Perbedaan hasil

ini kemungkinan karena pendekatan yang berbeda terhadap sistem informasi

akuntansi.

b. Bastian, Elvin dan Ewing Yuvisa Ibrani. 2014.

“Tingkat Integrasi Sistem Akuntansi dan Dampaknya Pada Keputusan Manajemen;

Studi pada Perusahaan Manufaktur di Provinsi Banten.”

Hasil penelitian :

Menunjukan bahwa tingkat integrasi sistem akuntansi tidak berpengaruh

signifikan terhadap kualitas output controllership. Pada praktiknya di

perusahaan integrasi sistem akuntansi terjadi sebagian (integrasi parsial).

Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Weiβenberger and

Angelkort, (2011) dan Joseph, et.al (1996) yang menemukan integrasi dalam

sistem data dan pelaporan, namun manajer masih mengandalkan informasi

akuntansi internal (perencanaan dan penganggaran dan pengukuran kinerja)

untuk pengambilan keputusan dan pengendalian.

Tingkat integrasi sistem akuntansi berpengaruh positif terhadap

consistency of financial language. Hubungan antara pelaporan keuangan

eksternal, akuntansi internal dan pengambilan keputusan dihubungkan

dengan tiga faktor berikut yaitu: peraturan eksternal dan penggunaan

kebijakan laporan keuangan, sistem akuntansi internal dan pengambilan

keputusan dan pengaruh auditor eksternal Joseph, et.al (1996: Elvin dan

Ewing, 2014).

c. Yurano, Ispon Asep dan Sitti Nurwahyu Harahap. (2014).

“Persepsi Pengguna Laporan Keuangan di Indonesia terhadap Internet Financial

Reporting (IFR).

Hasil penelitian:

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi

manfaat dan kemudahan penggunaan yang dipersepsikan oleh pengguna

laporan keuangan terhadap praktek Internet Financial Reporting (IFR) yang ada

saat ini.

Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengguna laporan

keuangan Indonesia memiliki persepsi yang kurang baik untuk manfaat IFR ini,

dimana pengguna laporan keuangan di Indonesia masih memerlukan sumber

informasi keuangan lain selain IFR, informasi yang tersedia dalam IFR masih kurang

untuk pengambilan keputusan, dan pengguna laporan keuangan belum dapat

mengandalkan informasi dalam IFR untuk pengambilan keputusan.

Page 16: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

16

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Khaldoon et al. (2011),

dimana pengguna laporan di Jordania juga belum yakin dengan penggunaan

informasi IFR sebagai satu-satunya sumber informasi untuk pembuatan

keputusan dan masih mengandalkan laporan keuangan dalam bentuk hard

copy.

Namun, meskipun pengguna laporan keuangan belum yakin sepenuhnya

dengan informasi yang ada dalam IFR untuk pengambilan keputusan,

pengguna laporan keuangan di Indonesia menilai bahwa format IFR telah

memungkinkan mereka untuk mengumpulkan informasi yang cukup

meskipun jumlah informasi tersebut masih kurang jika digunakan untuk

pengambilan keputusan.

d. Nur DP, Emrinaldi dan Okki Fitrian. (2014)

“Evaluasi Empiris Transparansi dan Visibilitas Praktek Pelaporan Keuangan

Perbankan Basis Internet (Internet Financial Reporting)”

Hasil penelitian:

Terdapat beberapa argumentasi yang mendasar hubungan ukuran

perusahaan dengan tingkat pengungkapan. Pertama, perusahaan besar

cenderung memiliki sumber daya untuk menghasilkan lebih banyak informasi

dalam sistem informasi pelaporannya, perusahaan besar memiliki insentif

untuk menyajikan pengungkapan sukarela, karena perusahaan besar

dihadapkan pada tekanan politik yang lebih tinggi. Kedua, perusahaan kecil

cenderung untuk menyembunyikan informasi penting dikarenakan competitive

disadvantage. (Emrinaldi dan Okki, 2014)

2.9. Contoh Kasus Kegagalan Internet Financial Reporting (IFR) di Negara

Berkembang

Berdasarkan studi yang dilakukan World Bank (2011)20, mengemukakan

beberapa contoh kasus Internet Financial Reporting (IFR), sebagai berikut;

a. Albania

Proyek di Albania berlangsung dari tahun 2000 dengan biaya 8,8 juta

dollar, dimana 5,2 juta dollar dihabiskan pada pengembangan sistem

keuangan (ICT) yang dijadikan desain proyek percontohan pelaksanaan

sistem keuangan ditingkat daerah. Namun karena sistem keuangan tidak

sepenuhnya termanfaatkan disebabkan oleh minimnya sumber daya, teknik

operasional dan kurangnya komitmen pemerintah untuk memberdayakan

sistem tersebut sehingga ICT selesai pada bulan Desember 2006. Proyek

tersebut dianggap gagal dengan faktor;

1) Kurangnya persiapan teknis;

2) Proses pengadaan yang relatif panjang dan berbelit/birokrasi;

3) Kebijakan politis lebih berpengaruh ketimbang kebijakan ekonomi;

4) Tidak adanya kejelasan tugas dalam tim.

20

Lihat, Dener, Cem. Joanna Alexandra Watkins, William Leslie Dorotinsky. 2011. Financial Management

Information System: 25 Years of World Experience on What Works and What Doesn’t. World Bank Studies.

Washington, D.C.: The World Bank.

Page 17: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

17

b. Pakistan

Proyek aktif senilai 93 juta dollar, dan 18,4 juta dollar digunakan untuk

program perbaikan komponen FMIS ICT. Diselesaikan tahun 2005. Hal yang

memotivasi dan tujuan program adalah;

1) Memodernisasi kelembagaan anggaran, pembukuan, memperkuat praktik

pengelolaan kelembagaan anggaran, pembukuan, dan Memperketat

internal kontrol untuk mengurangi terjadinya kesalahan dan

penyimpangan;

2) Memperkenalkan sistem otomatis modern untuk mendukung proses

penganggaran dan akuntansi;

3) Membangun kapasitas laporan agar selesai tepat waktu, dan dapat

diandalkan;

4) Memodernisasi sistem audit pemerintah, prosedur dan mengadopsi

standar audit internasional.

Adapun yang menghambat keberhasilan proyek tersebut adalah;

1) Masalah ekonomi politik yang labil/tidak menentu;

2) Kelemahan tenaga teknisi dan manajemen proyek;

3) Adanya desakan untuk memisahkan tugas dan fungsi akuntansi dan

audit.

3. KESIMPULAN

Kesenjangan sistem informasi dalam pengelolaan keuangan daerah harus

disadari kemudian menegaskan komitmen penyelenggara pemerintahan untuk

melaksanakan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Mengingat kebutuhan atas keterbukaan informasi publik, desakan para pengguna

informasi dan pemangku kepentingan untuk merumuskan arah kebijakan

strategis, maka tidak ada pilihan untuk tidak menyelenggarakan pengelolaan

keuangan daerah yang berbasis teknologi, informasi, komunikasi yang terintegrasi

(e-government).

Menjadi tugas penting untuk mewujudkan good governance sebagai instrumen

pengelolaan organisasi yang modern, meski disadari lemahnya kualitas sumber

daya pengelola keuangan, pembangunan infrastrukur di bidang informasi dan

teknologi yang terhambat oleh investasi yang cukup besar menjadi pekerjaan berat

pemerintah di masa mendatang. Namun tantangan tersebut masih dapat dijawab

dengan optimisasi di semua tingkatan pemerintahan, dengan merumuskan

langkah-langkah, sebagai berikut;

a. Meningkatkan efisiensi pemerintahan untuk investasi infrastruktur jaringan

(teknologi, informasi, dan komunikasi);

b. Peningkatan kesadaran masyarakat dan penyelenggara pemerintahan untuk

mempersempit kesenjangan (gap) digital melalui akses teknologi;

c. Merubah paradigma hukum dan implementasinya atas keuangan daerah yang

lebih berorientasi pada penyejahteraan rakyat;

d. Reformasi pengelolaan dan pengawasan keuangan daerah, berangkat dari

penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum dan

penataan kelembagaan;

Page 18: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

18

e. Penataan sistem pengelolaan keuangan negara, berangkat dari redesain sistem

perencanaan anggaran, pemanfaatan dan pendayagunaan anggaran,

manajemen kontrol dan mekanisme penyaluran dana;

f. Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

Page 19: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

19

DAFTAR BACAAN :

1. ______. 5 Januari 2010.

Sistem Transparansi dan Akuntabilitas terhadap Keuangan Negara.

(Online), (http://ovy9.wordpress.com, diakses 2 Oktober 2014).

2. Almilia, Luciana Spica dan Irmaya Briliantien. ______.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi pada Bank Umum

Pemerintah DI Wilayah Surabaya dan Sidoarjo.

Surabaya: STIE PERBANAS.

3. Aryo Sudibyo Yudha, Sun Jianfu, Icuk Rangga Bawono. 2014.

Teori Institusi dan Korupsi: Studi Empiris pada Organisasi Sektor Publik di Cina dan Indonesia.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII.

Lombok: Ikatan Akuntansi Indonesia.

4. Bastian, Elvin dan Ewing Yuvisa Ibrani. 2014.

Tingkat Integrasi Sistem Akuntansi dan Dampaknya Pada Keputusan Manajemen; Studi pada

Perisahaan Manufaktur di Provinsi Banten).

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII. Lombok: IAI.

5. Budiriyanto, Eko. 2013.

Kajian Legal Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD); Disharmonisasi peraturan perundangan.

Kementerian Republik Indonesia.

6. Dener, Cem. Joanna Alexandra Watkins, William Leslie Dorotinsky. 2011.

Financial Management Information Systems : 25 Years of World Experience on What Works

and What Doesn’t.

World Bank Studies. Washington, D.C. : The World Bank.

7. Fachturahman, Turiman Nur. Mei 2011.

13 Masalah Pengelolaan Keuangan Negara dan Daerah.

(Online), (http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com, diakses tanggal 2 Oktober 2014).

8. Fontanella, Amy dan Hilda Raossieta. 2014.

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah

Daerah di Indonesia.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII. Lombok: IAI.

9. Hadi Marmah, Margono, Andy P Hamsah. 2010.

Penggunaan Program Excel untuk Akuntansi Keuangan Daerah.

Tangerang: STAN Press.

10. Hagen, Jurgen Von. 2002.

Fical Rules, Fiscal Institutions, and Fiscal Performance.

The Economic and Social Review, Vol. 33, No. 3, Winter, 2002, pp. 263-284.

11. Israel, Ella Helmy. 2012.

Rancang Bangun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah: Studi Kasus pada SKPD Dinas

Energi dan Sumber Daya Mineal Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

12. Jogiyanto. 2007a.

Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi.

Yogyakarta: Penerbit CV. Andi Offset.

Page 20: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

20

13. Jogiyanto. 2007b.

Sistem Informasi Keperilakuan.

Edisi Revisi. Bulaksumur: CV. Andi Offset.

14. Jumiati, Ipah Ema. _____.

Pengelolaan Keuangan Negara dalam Mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.

Jakarta: Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

15. Loka, Cahya. _____.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Reformasi Pemerintahan Kabupaten Jembrana-Bali:

Studi Kasus Kesuksesan Pemeirntah Kabupaten Jembrana dalam Menyediakan Pelayanan Publik

yang Terjangkau dan Gratis.

16. Norton Andy, Diane Elson. 2002.

What’s behind the budget? Political, rights and accountability in the budget process.

Overseas Development Institute.

17. Nugroho, adam. Prayudha Wijaya, Utoro Shindubilowo, Aries P. Gunawan. 2008.

Panduan Membentuk Organisasi Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.

Seri Manajemen Pelayanan Publik. USAID-LGSP.

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang

Penetapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

2013. Jakarta: Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

19. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.07/2011 tentang Tata Cara

Penyampaian Informasi Keuangan Daerah.

2011. Jakarta: Menteri Keuangan Republik Indonesia.

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi

Keuangan Daerah.

2005. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Interen Pemerintah.

2008. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

2010. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

2010. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

24. Peratutan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.

2010. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

2000. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Page 21: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

21

26. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan. 2007a.

Sistem Administrasi Keuangan Daerah II (Diklat Pembentukan AuditorAhli).

Modul Edisi Keenam.

Bogor: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

27. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan. 2007b.

Sistem Informasi Manajemen (Diklat Penjenjangan Auditor Ketua Tim).

Modul Edisi Keempat.

Bogor: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

28. Pusat Pengembangan Keuangan dan Ekonomi Daerah. 2014.

Modul Akuntansi Keuangan Pemda.

Makassar: UNHAS – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.

29. Rasyid, Ryaas. 2005.

Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Syamsuddin Harris (ed.)

Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Jakarta: LIPI Press, 2005: 3.

30. Ratmawati, Ana dan Lailatul Amanah. 2013.

Pengaruh Arus Kas dan Kebijakan Pendanaan terhadap Keputusan Investasi.

Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Volume 1 No.1.).

31. Suhartati, Titi dan Setyo Hari Wijanto. 2014.

Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi dan Kualitas Audit terhadap Penentuan Opini

Audit.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII.

Lombok: IAI.

32. Tanjung, Abdul Hafiz. 2011.

Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Akrual, Pendekatan Teknis sesuai PP No. 71/2010.

Bandung: Alfabeta.

33. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik.

2008. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

34. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2003. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia

35. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2004. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

36. Verawaty. 2014.

Analisis Komparasi Indeks Internet Financial Reporting Pemerintah Daerah di Indonesia.

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII.

Lombok: IAI.

37. Windrastuti Indah, H. Rahardjo Adisasmita, R.A. Damayanti. 2013.

Pengaruh Karakteristik Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Transparansi dan

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Maros.

Staf Badan Pengelola Keuanagn Daerah Kabupaten Maros – Staf Pengajar FEB UNHAS

Makassar.

Page 22: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sebagai Sarana Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Daerah

22

38. Wiratraman, R. Erlambang Perdana. ______.

Paradigma Hukum dan Demokratisasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

39. Yahya, Idhar. 2006.

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah.

Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 4 Oktober 2006.

FE. USU.

40. Yurano, Ispon Asep dan Sitti Nurwahyu Harahap. 2014.

Persepsi Pengguna Laporan Keuangan di Indonesia terhadap Internet Financial Reporting (IFR).

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XVII.

Lombok: IAI.