Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SINTESIS PEMIKIRAN TRADISIONAL DAN MODERN:
Studi Kasus Peran Lora di Desa Dempo Barat
Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan Jawa Timur
Skripsi
Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Saniman
NIM: 1113032100079
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ABSTRAKSI
Skripsi ini meneliti peran lora sebagai elit di tingkat desa dan strategi yang
digunakan dalam sintesis pemikiran tradisional dan modern. Lora begitu
berkarisma dalam tatanan kehidupan masyarakat desa, sehingga dengan mudah
dia diterima oleh kalangan masyarakat. Dalam hal ini lora bisa dikatakan sebagai
miniatur dari kiai atau pengasuh pondok pesantren.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan menggunakan studi kasus. Luas cakupan wilayahnya salah satu
desa, yaitu desa Dempo Barat, Kecamatan Pasean, Kabupaten Pamekasan. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepemimpinan transformasional
dan teori perubahan sosial. Teori yang pertama berguna untuk menjelaskan gaya
kepemimpinan lora yang selalu memberikan inspirasi kepada setiap individu,
memiliki karisma yang luar biasa sehingga disegani oleh masyarakat. Teori yang
kedua berguna untuk menjelaskan perubahan yang dilakukan oleh lora, baik
melalui pengajian mingguan, diversifikasi pendidikan dan merubah persepsi
masyarakat terhadap pesantren.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, lora berperan penting
dalam mengkolaborasikan antara pemikiran tradisional dan modern baik di
pesantren maupun di masyarakat. Kedua, pengajian mingguan merupakan sarana
lora dalam merubah masyarakat menuju masyarakat modern, merawat pemikiran
tradisional dan sarana regenerasi yang dilakukan oleh kiai pondok pesantren.
Ketiga dukugan kiai terhadap lora sangat baik, kiai selalu mendukung gagasan
perubahan yang dilakukan oleh lora. Keempat, perubahan di masyarakat juga
tidak lepas dari peranan pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Kelima, secara
pemikiran lora cenderung inklusif, dia lebih terbuka menerima pemikiran yang
beragam dan tidak hanya mewarisi pemikiran-pemikiran yang sudah ada dari
sebelumnya tetapi juga memberikan nuansa baru baik di pesantren dan di
masyarakat.
Kata Kunci : Lora, Kiai, Tradisional, Modern
ii
Pedoman Transliterasi
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts te dan es ث
j Je ج
h h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis di bawah ص
d de dengan garis di bawah ض
t te dengan garis dibawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
gh ge dan غ
ha
f Ef ف
q I ق
k Ka ك
l L ل
m Em م
n En ن
w We و
ـ
ھ
h Ha
iii
Kata Pengantar
Allahamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala nikmat dan hidayah yang telah diberkan-Nya sehigga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul: Sintesis Pemikiran Tradisional dan
Modern: Studi atas Pemikiran Lora di Desa Dempo Barat Kecamatan
Pasean Kabupaten Pamekasan Jawa Timur. Shalawat beriring salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabatnya, serta umatnya yang selalu istiqomah menjalankan ajarannya.
Dengan selasainya skripsi ini, maka selasai pula tugas akademis Strata I
pada jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis bangga dan bahagia bisa menjadi bagian dari kampus ini. Tugas
akademis sebagai mahasiswa telah paripurna. Dengan selesainya skripsi ini yang
tentunya dengan proses tidak singkat dan berbagai tantangan yang ada. Penulis
sadar bahwa karya ini bukan murni dari pikiran penulis, tetapi juga inspirasi dari
karya-karya terdahulu yang memberikan cakrawala pengetahuan terhadap pola
dan sistematika berpikir penulis.
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan untaian terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Teristimewa kepada orang tua penulis, ayahanda tercinta Limin dan
ibunda tersayang Ummi Qulsum, yang telah menghantar penulis hingga seperti
sekarang dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, keikhlasan dan perjuangan
hidup demi kelangsungan puteranya.
iv
Penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Ridwan Lubis, MA., selaku pembimbing dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin beserta
jajarannya.
3. Syaiful Azmi, MA., selaku Ketua Program studi Studi Agama-agama.
4. Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku Sekretaris Program studi Studi Agama-
agama.
5. Segenap dosen civitas akademika Fakultas Ushuluddin, khususnya Studi
Agama-agama yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala ilmu
dan pengetahuan selama penulis menempuh studi di kampus tercinta ini, baik
di dalam maupun di luar kelas perkuliahan.
6. Segenap masyarakat Dempo Barat, terkhusus K.H. Qomaruddin Burhan, K.H.
Sulaiman Qurdi, Lora Zubairi, Lora M. Kholil Kawakib, Lora Ali Maksum,
Joko Pranoto, Ilyas Kurdiyanto dan Ustad Hawi yang sudah merelakan waktu
berbagi informasi dan memberikan sambutan yang hangat kepada penulis,
sehingga penulis dapat menemukan informasi yang lebih mendalam terkait
penelitian ini.
7. Kawan-kawan Studi Agama-Agama 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu, tanpa mengurangi rasa bangga atas persaudaraan, pengalaman di
dalam dan luar kelas.
8. Kawan-kawan pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama
periode 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, tanpa mengurangi
v
rasa bangga atas persaudaraan, pengalaman dan dedikasinya terhadap HMJ-
PA 2016.
9. Kawan-kawan HMI KOMFUF yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
tanpa mengurangi rasa bangga atas perkawanan, persaudaraan, pengalaman
yang telah mendidik penulis di luar kelas.
10. Kawan-kawan Forum Mahasiswa Madura (FORMAD). Terima kasih atas
solidaritasnnya yang tinggi.
11. Kawan-kawan kajian Indonesian Culture Academi (INCA), dari forum ini,
penulis banyak menimba ilmu pengetahuan.
12. Kawan-kawan Al-Falah in Campus (AF-IC) dari yang paling senior sampai
adek-adek junir. Terima kasih telah banyak memberikan masukan sampai
akhirnya skripsi ini rampung.
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah diberikan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi keluarg besar
Studi Agama-Agama pada khususnya.
Billahitaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 26 Desember 2019
Saniman
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ....................................................................................................... i
PEDOMAN LITERASI ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 11
D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 12
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 13
F. Sistematika penulisan ..................................................................... 18
BAB II PENGERTIAN KEPEMIMPINAN ISLAM DI MADURA ........... 19
A. Pengertian Tradisional ..................................................................... 19
B. Pengertian Modern ........................................................................... 23
C. Pengertian dan Jumlah Lora di Dempo Barat .................................. 29
D. Kerangka Teori: ............................................................................... 34
1. Teori Kepemimpinan Transformasiona ...................................... 34
2. Teori Perubahan Sosial ............................................................... 36
vii
BAB III STRATEGI PENDEKATAN LORA ................................................ 38
A. Pengajian Mingguan ........................................................................ 38
B. Diversifikasi Pendidikan .................................................................. 41
C. Perubahan Persepsi Sosial Terhadap Pesantren ............................... 45
D. Pesantren sebagai Penggerak Perubahan ......................................... 47
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU LORA ...... 50
A. Kesinambungan dan Perubahan ....................................................... 50
B. Dukungan Kiai terhadap Perubahan ................................................ 52
C. Peranan Pejabat Pemerintah: Kepala Desa dan Kantor Urusan
Agama .............................................................................................. 54
D. Peranan Tokoh Masyarakat ............................................................. 59
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 61
A. Kesimpulan ...................................................................................... 61
B. Kritik dan Saran ............................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 63
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 68
DAFTAR DOKUMENTASI .............................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah Islamisasi di Madura selama ini menghasilkan beragam teori,
seperi layaknya teori atau kajian tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Setidaknya ada dua pandangan yang dapat penulis jabarkan di sini. Pertama,
pandangan dari sejarawan Belanda, H. J. De Graaf dan T. H. Pigeaud, yang
menyatakan bahwa Islamisasi di Madura berkembang melalui dua proses di dua
tempat, yaitu Islamisasi di Madura Barat (Bangkalan dan Sampang) dan Islamisasi
di Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan).1 Di mana kedua proses islamisasi
tersebut sama-sama melibatkan kalangan elite-aristokrat.
Di Madura Barat, proses Islamisasi dimulai dari seorang raja di Gili
Mandingan atau Sampang yang bernama Lembu Peteng, putra Raja Brawijaya
dari Majapahit dengan putri Islam dari Cempa.2 Menurut Sadjarah Dalem, Putri
Lembu Peteng dari Sampang itu diperistri oleh putra Maolana Ishak, menurut
legenda Islam dia adalah ayah Sunan Giri. Sehingga dapat diperkirakan bahwa
pada paruh kedua abad XV di Madura Barat para penguasa Jawa dari golongan
ningrat dan orang Islam dan seberang lautan menjalin hubungan persahabatan.
Meskipun menurut Tomes Pires, pada permulaan dasawarsa abad XVI
Raja Madura belum memeluk agama Islam. Tetapi menurut cerita Madura, pada
tahun 1450 J (1528) putra mahkota di Madura Barat telah memeluk agama
1 H.J. De Graaf dan TH. Pigeud, Kerajaaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah
Politik Abad XV dan XVI, terj Pustaka Utama Grafiti dan KITLV (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
2003), Cet V, h. 189. 2 Abd Halim Soebahar, Modernisasi Pesantre: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai
dan Sistem Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2013), h. 25.
2
Islam,karena pada tahun 1527 kerajaan Majapahit diduduki oleh orang Islam.
Pada tahun 1528 penguasa di Madura Barat memutuskan mengakui raja Islam
baru di Jawa sebagai atasannya.3
Sementara Islamisasi di Madura Timur didasarkan pada cerita Sumenep
tentang adanya makam tua yang bertarikh tahun 1504 J (1582) di Kampong Pasar
Pajhinggha’an di ibu kota itu, di mana makam tersebut merupakan makam Adipati
Kanduruwun yang dikenal memiliki peranan besar di Sumenep pada seperempat
kedua dan ketiga abad XVI. Kanduruwun merupakan seorang dari keluarga seibu
dengan Sultan Trenggana dari Demak (paman Sultan Jipang). Alhasil, dari
Kanduruwun inilah Islam hadir di Madura Timur.4
Kedua, pandangan dari Dr. Abdurrahaman, sejarawan yang telah
mempublikasikan banyak tulisan-tulisan tentang sejarah Madura. Menurutnya
proses Islamisasi di Madura adalah melalui Sunan Giri, Gresik, yang merupakan
salah satu anggota Walisanga.5 Penting untuk sedikit disinggung di sini bahwa
secara umum telah diyakini bahwa penyebar agama Islam di Jawa adalah para
wali yang menurut sejarawan berjumlah Sembilan orang (Walisanga).6
Penyebaran Islam di Madura semakin meluas setelah raja-raja, sekitar
pertengahan abad XVI, memeluk agama Islam dan menyebar luasan ke pelosok-
pelosok di Madura. Terutama di Sumenep, kawasan dengan perdagangan yang
3 H.J. De Graaf dan TH. Pigeud, Kerajaaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah
Politik Abad XV dan XVI, terj Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, h. 191. 4 Abdur Rozak, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai
Rezim Kembar di Madura (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), h. 45. 5 Abd Halim Soebahar, Modernisasi Pesantre: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai
dan Sistem Pendidikan Pesantren, h. 26. 6 Kesembilan wali tersebut adalah (1) Sunan Ampel, (2) Sunan Drajat, (3) Sunan Bonang,
(4) Sunan Giri, (5) Sunan Gunnung Jati, (6) Sunan Kalijaga, (7) Sunan Kudus, (8) Sunan Muria,
(9) Sunan Lemah Abang atau yang kita kenal Syekh Siti Jenar.
3
paling ramai, tumbuh dan menjadi daerah Islam yang penting.7 Pada pertengahan
abad yang lalu di Sumenep terdapat 2.130 ulama Islam, lebih banyak daripada di
Madura Barat dan Pamekasan.
Selain penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Giri, tidak kalah
pentingnya untuk mengemukakan sebuah informasi yang berbeda. Sebelumnya
sudah banyak pedangang Muslim dari Gujarat yang singgah di pelabuhan pantai
Madura, terutama di Kalianget Sumenep. Penduduk pantai selatan Sumenep
mungkin sekali pada paruh abad XV mulai berkenalan dengan agama Islam.
Keyakinan akan kepercayaan baru mula-mula disebarluaskan di tempat-tempat
seperti Parindu, tempat perdagangan yang mempunyai hubungan dengan daerah-
daerah seberang.
Penyebaran agama Islam berlangsung sejalan dengan perluasan
perdagangan. Penyebaran yang pertama adalah pedagang Islam dari India
(Gujarat), Malaka, dan Sumatera (Palembang). Mereka disusul dengan pengikut
Sunan Ampel dan Sunan Giri, para wali suci Islam yang berkedudukan di dekat
kerajaan-kerajaan dangan kecil di Surabaya dan Gresik.8 Interaksi yang dilakukan
oleh penduduk lokal dengan para saudagar tentunya telah membawa pengaruh
terhadap kebudayaan dan kepercayaan masyarakat lokal.
Hal ini tampak dari sebuah kisah bahwa di suatu daerah dekat dengan
Desa Parsanga Sumenep datanglah seorang penyiar Islam – yang kemudian
dikenal dengan nama Sunan Padusan.9 Dia memberi pelajaran agama Islam
7 Hub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Perdagangan, Perkembangan, Ekonomi
dan Islam (Jakarta: PT Gramedia, 1989), h.241. 8 Hub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Perdagangan, Perkembangan, Ekonomi
dan Islam, h.240-241. 9 Sunan Padusan merupakan seorang laki-laki keturunan Arab, ayahnya bernama Usman
Haji, anak dari Raja Sunan Ampel. Jadi secara geneologis Sunan Padusan adalah keponakan Sunan
4
kepada rakyat Sumenep. Apabila seorang santri dinilainya telah mampu
mempraktikkan rukun islam, maka ia akan dimandikan dengan air yang dicampur
dengan aneka ragam bunga yang sangat wangi. Cara memandidikan inilah
kemudian dikenal dengan sebutan “edudus”.10
Sunan Pandusan kemudian pindah tempat tinggal ke Keraton Batuputih.
Dari sinilah kemudian penyebaran Islam meluas di daerah Madura. Tidak hanya
di pesisir Madura tetapi juga ke pelosok-pelosok desa. Itulah yang menyebabkan
mengapa masyarakat Madura sampai sekarang pemeluk agama Islam lebih dari
90%. Penyebaran agama Islam di Madura disertai dengan beragam representasi
kebudayaan Arab di dalamnya, seperti kesenian hadrah/rebana, gambus dan
samrah.11 Kebudayaan ini juga tersebar sampai ke polosok desa sehingga menjadi
elemen tak terpisahkan dari kebudayaan Madura itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, sangat jelas bahwa proses lahir
dan berkembangnya agama Islam di Madura tidak lepas dari tiga elemen jaringan
yang sama-sama memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat
Madura. Ketiga elemen tersebut adalah jaringan elit istana, jaringan kiai dan
ulama, dan jaringan para saudagar yang kemudian diikuti oleh kalangan warga
masyarakat.
Bila dilihat dari peran sosialnya, kiai di Madura memiliki beragam peran
atau pun keahlian, tidak saja mereka memerankan diri sebagai tokoh agama yang
mengajarkan pendidikan moral-keagamaan tetapi juga melakukan praktik
Ampel. Diketahui pula bahwa Raja yang sedang berkuasa di Sumenep (Pangeran Jokotole) juga
memeluk agama Islam dan menjadikan Sunan Padusan sebagai menantunya. 10 Abdur Rozak, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai
Rezim Kembar di Madura, h. 46. 11 Abdurrahman, Sedjarah Madoera Selajang Pandang: Melipoeti Kaboepaten-
kaboepaten Soemenep, Pamekasan, Sampang (Sampang: Automatic The Sun, 1971), h. 17.
5
perdukunan dengan cara memberikan pengobatan tradisional terhadap beberapa
penyakit dengan pertolongan doa-doa dan obat-obatan tertentu.12
Selain itu, kiai di Madura juga memberikan kontribusi dalam pergerakan
sosial keagamaan, seperti pada masa kolonialisme. Dalam praktiknya, tidak jarang
terjadi ketegangan antara kiai dengan para kolonial (Belanda), bahkan dalam
kasus KH. Samantri di Parajjan Sampang, ketegangan itu memuncak pada terjadi
pemberontakan.
Kebangkitan gerakan sosial keagamaan yang lebih sistematis dan
terorganisir dengan baik, seperti Sarikat Islam (SI) di Jawa juga merambah ke
Madura. SI di Madura berkembang dengan baik dan sangat beperan dalam
mengangkat martabat dan nasib para petani dan buruh. Meskipun gerakan SI di
Madura tidak berlangsung cukup lama, mengingat pasang surut SI di Jawa dan
kondisi internal aktivis SI di Madura sendiri sangat berperan dalam memudarnya
gerakan SI di masyarakat.13
Gerakan SI dimotori oleh komunitas kiai, bangsawan dan para haji yang
memiliki semangat keagamaan baru yang dapat menghubungkan gerakan sosial
kegamaan di perkotaan dengan pedesaan di Madura, meskipun pada akhirnya
pupus sirna akibat pasang surut SI di Jawa dan kondisi internal SI yang
berantakan.
Pasca SI sejak tahun 1926, jaringan keagamaan di Madura yang tumbuh
dan berkembang di dalam masyarakat pedesaan bahkan merambah ke kawasan
perkotaan adalah Islam kultural model Nahdlatul Ulama (NU). Di Madura, NU
12 Muthmainnah, Jembatan Suramadu: Respon Ulama terhadap Industrialisasi
(Yogyakarta: LKPSM, 1998), h. 44. 13 Abdur Rozak, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai
Rezim Kembar di Madura, h. 51.
6
tampil secara dominan dan mewarnai corak keberagamaan masyarakat. Bahkan
sikap fanatik terhadap identitas keislaman menempel lengket dengan identitas ke-
NU-an ini. Apalagi mengingat kelahiran NU secara geneologis keagamaan masih
terkait dengan seorang wali yang bernama KH. Kholil Bangkalan, yang para
murid-muridnya adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah yang
bertindak sebagai aktor utama yang membidani kelahiran NU.
Di Bangkalan dan beberapa tempat lainnya di Madura serta di beberapa
daerah di Jawa, kiai Kholil masih mempunyai pengaruh keberagamaan yang
dominan sampai saat ini, bahkan sampai keturunannya pun yaitu “Bani Kholil”,
memperoleh kedudukan kultural dengan penghormatana yang begitu tinggi oleh
sebagian besar masyarakat atas karisma dan kewaliannya.
Selanjutnya relasi antarkiai pesantren menjadi sarana Islamisasi yang
semakin mempertebal pengaruh dan otoritas kiai di tengah masyarakat. Apalagi
jaringan kiai ini tidak hanya dibingkai oleh kesadaran kesamaan identitas
keislaman, tetapi juga dibingkai dengan ikatan kekerabatan, perkawinan dan
sejenisnya.14
Menurut data yang dihimpun oleh Kuntowijoyo, pada tahun 1880 terdapat
896 orang yang sudah melaksanakan ibadah haji, kemudian pada thaun 1890
jumlah semakin meningkat menjadi 1364 orang. Selain itu jumlah pesantren di
Madura terus bertambah, sehingga Madura dikenal sebagai pulau seribu
pesantren.15 Hal ini menunjukkan bahwa kiai – dalam kapasitasnya sebagai
14 Abdur Rozak, Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai
Rezim Kembar di Madura, h. 48. 15 Abd Halim Soebahar, Modernisasi Pesantre: Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai
dan Sistem Pendidikan Pesantren, h. 29-30.
7
pemuka agama – memiliki peran yang sangat vital di tengah-tengah masyarakat
Madura.
Di Madura, khususnya di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean, sifat
keislaman penduduknya sangat nampak, hal ini terlihat dari berdirinya dua
pesantren yang sangat besar di satu desa tersebut, yaitu Pondok Pesantren Sumber
Baru Al-Falah dan Pondok Pesantren Al-Miftah.
Pesantren merupakan lingkungan khusus yang meringkas nilai-nilai yang
berlaku, di mana hidup sebagai ibadah, ajaran dari guru agama tidak dapat
dibantah karena ajaran tersebut bagian dari ibadah, cinta terhadap doktrin Islam,
dedikasi pada masalah-masalah agama dan kesinambungan dengan santri.16 Posisi
kiai dan juga para ustadz dianggap sesuatu yang sulit untuk dibantah oleh
kalangan masyarakat, karena masyarakat bersandar pada setiap fatwa yang
disampaikan oleh Kiai, lora maupun para ustad.
Kiai dipandang oleh masyarakat sebagai seorang karismatik. Interaksi
kekarismaan terjadi antara tokoh karisma yang unggul yang mempengaruhi
pengikutnya.17 Masyarakat dan santri selalu mendengarkan dan taat dengan apa
yang diperintahkan oleh kiai. Segala fatwa yang disampaikan akan dilakukan
selama fatwa itu bersifat positif. Selain dipandang sebagai orang yang karismatik,
Kiai juga dipandang sebagai orang yang menguasai ilmu agama dan sangat dekat
dengan Tuhan karena ketakwaan dan ketaatannya dalam beribadah. Sehingga dia
dipatuhi dan dihormati oleh masyarakat.18
16 Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren – Kiai Langgar di Jawa
(Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 141. 17 Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, terj. Umar Basalim dan Andi Muarly
Sunrawa (Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1987), Cet I, h. 213. 18 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura (Jember: Tapal
Kuda, 2003), h. 21
8
Kiai tidak hanya sebagai figur yang dihormati oleh santri, tetapi juga oleh
masyarakat sekitarnya yang menjadikannya sebagai tempat untuk berkonsultasi,
baik bidang keagamaan, sosial, politik dan lain sebagainya. Meskipun beberapa
tahun terakhir sebagian masyarakat sudah tidak melakukan konsultasi kepada kiai-
kiai maupun keluarganya terkait isu-isu politik. Masyarakat mempunyai
pendangan sendiri, baik melalui media sosial maupun tokoh di sekitarnya. Tetapi
dalam kasus yang lain, kiai masih menjadi panutan dan selalu mendapatkan
penghormatan dari masyarakat.
Penghormatan masyarakat kepada kiai juga menular kepada keluarganya.
anak, isteri dan menantunya juga mendapatkan penghormatan yang sama.19 Putra
kiai biasanya mendapatkan panggilan kehormatan tertentu di kalangan santri
maupun masyarakat. Di Jawa Timur dan Jawa Tengah contohnya, mereka
dipanggil dengan sebutan Gus, Lora, Bindereh, Neng, dan Kang sejak mereka
lahir.
Lumrahnya masyarakat di Madura menyebut putra kiai (kiai muda)
maupun menantunya dengan sebutan lora (laki-laki) dan Nyai (perempuan).
Berdeda dengan panggilan bagi putra kiai langgar adalah Bindhereh dan Nyai.
Panggilan semacam ini masih sangat lumrah dan mudah kita temukan di Madura.
Kepercayaan masyarakat dan realita di lapangan terhadap lora yang
memiliki karisma luar biasa dengan mudahnya diterima dan memiliki peran yang
sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat Madura, khusunya bagi pesantren
dan masyarakat sekitar dalam mensinergikan pemikiran tradisional dan modern.
19 A. Fatih Syuhud, Menuju Kebangkitan Islam Dengan Pendidikan (Malang: Pustaka Al-
Khoirot, 2012), h. 15.
9
Masih banyak kita temui praktik-praktik keagamaan tradisional di Desa
Dempo Barat, seperti laki-laki memakai kopiah, sarungan, tahlilan, ngaji kitab
gundul, dan lain sebagainya. Tetapi juga kita bisa temukan perubahan-perubahan
baik dalam pesantren maupun masyarakat. Pesantren yang dulunya hanya
mempelajari agama tetapi sekarang juga mempelajari pelajaran umum.
Hal ini kita bisa lihat dengan berdirinya Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Tsanawiyah (MTs) Unggulan, Laboratorium berbasis
Komputer, Pendididkan Amsilati dan lain sebagainya. Contoh tersebut merupakan
gagasan dan terobosan yang dilakukan oleh lora dalam mensinergikan pola
tradisional dengan modern.
Dalam masyarakat Desa Dempo Barat, sebelumnya jarang anaknya
melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, karena bagi orang tua lulusan
pondok pesantren dengan pendidikan agama yang mempuni sudah sangat cukup.
Tetapi beberapa tahun terakhir pola pikir seperti sudah hampir punah, bahkan
orang tua selalu menyuruh anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
Rangsangan bagi orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke
jenjang yang lebih tinggi tidak lepas dari peran lora, dalam mengisi pengajian
rutin mingguan. Lora selalu mewanti-wanti masyarakat akan pentingnya sebuah
pendidikan bagi anaknya. Tidak hanya sebatas belajar di pesantren tetapi ke
jenjang lebih tinggi yaitu perkuliahan demi mengimbangi perkembangan zaman di
luar pesantren.
Terakhir adalah kiprah lora di luar kebiasaan sosok lora pada umumnya,
yaitu menjadi anggota DPRD Kabupaten Pamekasan. Realitas tersebut tentu
10
berbanding terbalik dari corak dan kebiasaan lora yang biasanya mengajar agama
di pesantren, mengisi pengajian mingguan dan kebiasaan tradisional lainnya.
Dengan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk membahas “Sintesis Pemikiran Tradisional dan Modern: Studi Kasus
Peran Lora di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan
Jawa Timur”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah proses penggarapan skripsi ini, maka penulis
membatasi masalah hanya pada sintesis pemikiran tradisional dan modern: studi
atas pemikiran lora di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean.
Perumusan masalah tersebut dapat disimpulkan dalam pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana Wacana Pemikiran Tradisional dan Modern di Desa
Dempo Barat Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan?
2. Bagaiman Proses Sintesis Pemikiran Tradisional dan Modern Bisa
Berlangsung?
3. Bagaimana Peran Lora dalam Mensinergikan Pemikiran Tradisional
dan Modern di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean Kabupaten
Pamekasan?
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan yang
ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui sejauhmana peran Lora mensinergikan
pemikiran tradisional dan modern
b. Untuk mengetahui Wacana Lora dalam Pemikiran Tradisional dan
Moder di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean Kabupaten
Pamekasan.
c. Untuk mengetahui strategi Lora dalam memadukan pemikiran
tradisinal dengan modern.
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dan kalangan akademis
tentang strategi Lora mensinergikan pemikiran tradisional dan
modern.
b. Sebagai salah satu referensi bagi pengelola pesantren untuk
mengembangkan dan meningkatkan pendidikan agar mampu
menjawab tuntutan modernisasi.
c. Sebagai salah satu acuan bagi kebijakan kepala desa Dempo Barat
dalam perkembangan kehidupan masyarakat khususnya di Desa
Dempo Barat Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan.
12
D. Tinjauan Pustaka
Tujuan adanya tinjauan pustaka yaitu untuk membuktikan orisinalitas
penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki objek penelitian
dan kajian yang relevan dengan penelitian ini.
Terdapat beberapa karya ilmiah yang membahas tentang agama dan
perubahan sosial, diantaranya adalah sebagai berikut:
Sandy Melyaz, judul skripsi Pelaksanaan Integrasi Pesantren Salaf
(Tradisional) dan Khalaf (modern) di Pondok Pesantren Qotrun Nada, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini meneliti pola intergrasi pesantren
tradisional dan modern di pondok pesantren Qotrun Nada. Fokus penelitian
skripsi ini adalah bagaimana pesantren tradisional mampu menjawab tuntukan dan
perkembangan zaman pada saat ini, karena pesantren satu sisi selalu identic
dengan ilmu agama dan bahkan cendrung menolak perkembangan di luar
pesantren.
Persamaan dengan skripsi penulis adalah sama-sama membahas pola
tradisional yang mampu menyesuaikan diri dengan modernisasi. Penekannya pada
skripsi Sandy adalah pondok pesantren, berbeda dengan penulis yang titik
penekannya pada sosok lora yang pemikirannya tradisional tetapi mempu
mensinergikan dengan modernisasi.
Khafidh Nasrullah, judul tesis konsep tradisional dan modern dalam
pendidikan islam (telaah pada pemikiran Abdurrahman Wahid) UIN Walisongo.
Penelitian ini membahas konsep Gus Dur dalam mengkolaborasikan yang
tradisional dengan modern. Serta bagaimana relasi antara tradisional dan modern
dalam pendidikan Islam.
13
Persamaannya dengan penulis adalah sama-sama membahas relasi antara
tradisional dengan modern. Pada tesis Khafidh penekannya adalah perspektif Gus
Dur, sedangkan penulis penekannya pada sosok kiai muda atau lora.
Perbedaannya sangat mencolok dengan skripsi penulis, mulai dari tokoh yang
diangkat dan lokasi penelitiannya yang sangat berbeda.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif,
yaitu sebuah teori yang bermaksud meneliti dan menemukan informasi seluas-
luasnya tentang pemikiran lora di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean dalam
sebuah permasalahan yang akan diteliti. Jadi objek penelitiannya fokus terhadap
lora yang ada di Desa Dempo Barat Kacamatan Pasean.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah Field Research, yaitu
penelitian lapangan yang dilaksanakan di Kecamatan Pasean. Sedangkan metode
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan metode kualitatif.
Metodologi penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati.20
1. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Sosiologis
Agama tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan
sang pencipta tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia. Agama
20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 1999), Cet XI, h. 3.
14
yang dipercaya kemudian melahirkan sebuah tindakan atau perilaku sosial,
kemudian perilaku tersebut tumbuh dan berkembangan bersama dalam
kehidupan masyarakat. Kadang-kadang perilaku yang dilakukan oleh
seorang (lora) bisa mempengaruhi pola perilaku orang lain.
Norma dan nilai-nilai agama diduga sangat berpengaruh dalam
tindakan perilaku sosial. Perilaku seseorang terkadang tidak keluar dari
koridor norma-norma sosial maupun norma agama. Dalam hal ini
penelitian tentang agama sangatlah menarik untuk dilihat, dipaparkan dan
dijelaskan dari berbagai fenomena keagamaan. kadang juga menarik untuk
melihat pengaruh suatu fenomena satu terhadap fenomena yang lain.
Untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan tersebut,
penulis menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan yang
menggunakan logika-logika dan teori-teori sosiologi, baik sosiologi klasik
maupun sosiologi modern untuk menggambarkan fenomena sosial
keagamaan serta pengaruh dari suatu fenomena terhadap fenomena yang
lainnnya.21
b. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis mencoba memahami kebudayaan-
kebudayaan hasil karya manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh
mana agama mempengaruhi kebudayaan ataupun sebaliknya.22 Pendekatan
kebudayaan mencoba melihat agama sebagai inti kebudayaan.
21 H.M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktik,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), Cet I, h. 100. 22 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama: Dari Era Teosofi Indonesia (1901-
1940) Hingga Masa Kini, Cet I, h. 47-48.
15
Pendekatan kebudayaan merupakan sudut pandang atau cara
melihat dan memperlakukan sesuai gejala yang menjadi perhatian dengan
menggunakan kebudayaan sebagai acuannya. Pendekatan kebudayaan
menurut Prof. Parsudi Suparlan (1986) adalah pedoman bagi kehidupan
masyarakat yang diyakini kebenarannya. Karena dianggap sebagai
pedoman maka kebudayaan harus berupa pengetahuan dan keyakinan-
keyakinan.23
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber Data Primer adalah sumber data yang dapat memberikan
data penelitian secara langsung.24 Sumber data primer ini merupakan
sumber utama adalah wawancara langsung dengan informan yaitu lora.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber Data Sekunder adalah data yang materinya secara tidak
langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.25 Sumber data
ini digunakan sebagai pelengkap dari sumber data primer yang berisi
tentang kajian-kajian pokok yang relevan atau yang berhubungan dengan
tema yang di angkat. Data sekunder ini berupa buku, artikel atau jurnal
ilmiah, majalah atau media lain yang mendukung.
23 H.M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktik, h. 73-
75. 24 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h.117. 25 Hadari Nawawi & Martini Hadari, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1996), h.217.
16
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah cara untuk memperoleh data dalam bentuk
mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik
observasi yang penulis lakukan adalah bersifat langsung, yaitu mendatangi
setiap lora di wilayah yang telah ditentukan sebagai obyek penelitian dan
informan sebagai narasumber dari penulis.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan langsung dengan informan, melalui
Tanya-Jawab sambil bertatap muka dengan menggunakan panduan
wawancara untuk memperoleh data yang diperlukan oleh penulis.
Wawancara dilakukan terhadap pihak yang dianggap berwenang dan
mengetahui permasalahan yang diteliti oleh penulis.
4. Analisa Data
Setelah data penelitian terkumpul, maka langkah selanjutnya penulis
melakukan analisis data. Analisis data adalah proses penyusunan data agar
data tersebut dapat ditafsirkan.26 Metode analisis yang digunakan ialah
kualitatif, adalah proses analisis kualitatif yang mendasarkan pada adanya
hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti. Dalam penelitian
Kualitatif ini, analisa data lebih difokuskan selama proses penelitian
bersamaan dengan pengumpulan data. Sehingga dalam kenyataannya, analisa
data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah
selesai pengumpulan data.
26 Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000),
h.102.
17
a. Proses Interpretasi
Dalam penafsiran atau interpretasi ini, penulis melakukan analisa
selama pengumpulan data dengan menggunakan beberapa bukti,
membangun beberapa bukti dan kemudian mengklarifikasinya. Setelah itu
data direduksi dan dilakukan berbagai proses pemilihan pemusatan
perhatian dan penyederhanaan data dasar. Selanjutnya dilakukan penyajian
data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
b. Penyimpulan Hasil Penafsiran atau Interpretasi
Penyimpulan hasil penelitian, penulis menggunakan pola fikir
deduktif dan induktif. Deduktif adalah menarik kesimpulan dari dalil-dalil
yang sifatnya umum untuk dijadikan kesimpulan yang sifatnya khusus.
Sedangkan induktif adalah menarik kesimpulan dari yang bersifat khusus
untuk kemudian dijelaskan secara luas.
5. Sistematika Penulisan
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada standar
penulisan skripsi yang berdasarkan pada buku Pedoman Akademik” yang
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam lima Bab dan Sub
Babnya, yaitu:
18
Bab pertama merupakan bab Pendahuluan yang meliputi penegasan judul,
latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua Pengertian Kepemimpinan Islam di Madura terdiri dari empat
sub, yaitu membahas tentang Pengertian Tradisional, Modern, Lora
(kepemimpinan Transformasional) dan kegiatan-kegiatan Tradisional dan Modern
di Desa Dempo Barat.
Bab ketiga Strategi Pendekatan Lora terdiri dari empat sub, yaitu Tauhid
Mingguan, Diverifikasi Pendidikan, Perubahan Persepsi Sosial terhadap Pesantren
dan Pesantren sebagai Penggerak Perubahan.
BAB keempat analisis terhadap Perubahan Perilaku Lora terdiri dari
empat sub, yaitu Kesinambungan dan Perubahan, Dukungan Kiai terhadap
Perubahan, Peranan Pejabat Pemerintah dan Peranan Tokoh Masyarakat.
BAB kelima Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Saran, dan Referensi.
19
BAB II
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN ISLAM DI MADURA
A. Pengertian Tradisional
1. Pengertian Tradisional
Istilah tradisional berasal dari kata tradisi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), tradisi berarti adat kebiasaan turun-temurun
dari leluhur yang masih dijalankan oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari.1 Tradisional berpegang teguh pada adat dan norma-norma
lama yang diwarisi oleh generasi sebelumnya. Kemudian menjadi
kebiasaan secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat.
Tradisi e dhelem arte se gempang, anikoh napeh se ampon
ekalakoh deri sapphen ben dheddi kabiasaan deri kaodhieen suatu
kelompok otabeh individu se pakkun ajelen sampe sanontoh.2
(Tradisional dalam pengertian paling sederhana, merupakan
sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi kebiasaan dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat maupun individu yang berlangsung
sampai sekarang).
Tradisi merupakan objek kultural atau sistem ide yang diteruskan
dari masa lampau ke generasi berikutnya. Tradisi sebagai makna,
dipertahankan oleh setiap anggota masyarakat dan dikomunikasikan dari
suatu generasi kepada generasi yang lain dalam rantai makna yang
meliputi kenangan kolektif dan kebiasaan-kebiasaan untuk melakukan
sesuatu.3
1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet IV, h.
1208. 2 Wawancara dengan Lora Ali Maksum, pada 05 September 2019. 3 Jhon Scot, Sosiologi: the Key Concepts, terj Tim Labsos FISIP UNSOED (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), h. 294.
20
Tradisi dewasa ini bermakna sebagai segala sesuatu yang secara
asasi berkaitan dengan aspek pemikiran dalam peradaban Islam. Kata itu
dipergunakan untuk mengidentifikasikan suatu ide, pemikiran atau cara
bertindak, tatanan yang tetap diteruskan pemakaiannya atau eksistensinya
dari masa lalu hingga masa kini, dengan berpegang pada norma dan adat
yang ada, melalui peran tokoh yang berkarisma, terutama dalam hal
ketekunan dan penguasaan diri yang berkadar tinggi. Kehadiran tokoh ini,
diartikan sebagai kelanjutan silsilah pewaris ilmu masa keagungan Islam
dahulu.4
Tradisional dapat diartikan sebagai masyarakat yang masih banyak
berpegang teguh dan dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat itulah
kemudian menjadi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosialnya. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu
kebudayaan akan hidup dan langgeng sampai dewasa ini.
Tradisional reah sesuatoh se pakkun arabet se sappen ben tak
acampor kalaben sebaru, baik deri pemikiran, budaya dhedhi pakun se
sappen se ekalakoh.5
(Tradisional adalah sesuatu hal yang masih mempertahankan pola-
pola lama dan masih belum terkontaminasi dengan hal-hal yang baru dan
pemikiran-pemikiran baru dan termasuk budaya-budaya baru jadi lebih
mempertahankan pola lama).
Dalam definisi yang lain tradisional merupakan sikap mental dalam
merespon (di dalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan
bertindak) berbagai persoalan dalam masyarakat, yang selalu berpegang
teguh atau berpedoman pada nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Setiap persoalan dalam tindakan biasanya diselesaikan
4 Abdurrahman Wahid, Menggerakan Tradisi: Esai-Esai Pesantren (Yogyakarta: LKiS,
2001), h. 15. 5 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
21
berdasarkan tradisi yang berpegang teguh pada adat dan norma-norma
yang berlaku. Tradisi itulah menjadi hasil karya dari generasi lalu, yang di
dalamnya mengandung unsur kebudayaan. Tradisi merupakan manifestasi
kehidupan setiap orang dan kelompok.6
Tradisi bisa artikan sebagai kebudayaan yang berarti simpanan
akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayan, nilai, sikap,
makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang
luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan
oleh sekelompok orang atau sutau generasi.7
Adapun pemakaian istilah tradisional ditujukan pada bentuk atau
model dari sesuatu hal-hal yang ditempatkan pada waktu di belakang atau
muncul pada generasi sebelumnya. Penempatan makna tradisional lebih
mengarah pada sifatnya yang terpadu, prioritaskan makna yang
komprehensif, penciptaan kondisi secara harmonis, berpegang pada
prinsip-prinsip tertentu secara kokoh.
Dengan demikian tradisional menggambarkan bahwa adanya
ketentuan adat dan bentuk tampilan sosial masyarakat, sehingga unsur
lokal dan penghayatan terhadap nilai-nilai lebih ditekankan. Keadaan
tersebut memberikan tuntutan norma dan aturan yang penuh makna dan
keterpaduan dengan menggunakan bentuk, ide dan metode yang berlaku
pada generasi sebelumnya. Sedangkan ciri khas Tradisional adalah
tingginya penghargaan akan nilai-nilai dan penghormatan, yang didorong
sepenuhnya oleh pencapaian-pencapaian tradisi generasi pemulanya.
6 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 31. 7 Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya (Yogyakarta: LKiS,
2009), h. 9.
22
Wacana pemikiran tradisional di masyarakat yaitu dengan pola
mempertahankan tradisi-tradisi yang diwarisi oleh generasi sebelumnya
yang masih relevan diaplikasikan dalam kehidupan sekarang, contohnya
adalah tahlilan, maulidan, sholawatan dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan
tersebut masih berlangsung sampai saat ini.
Berkenaan dengan acara tahlilan dalam masyarakat, para ulama
sepakat bahwa tahlilan sebetulnya bukan tradisi melainkan ajaran agama.
Adapun praktiknya yang tumbuh dan dikembangkan oleh masyarakat,
itulah wujud tradisinya.8 Sedangkan konsep dan praktiknya di Madura
dengan cara berkumpul (bil jamaah). Dengan bil jamaah sebagaimana
sabda Nabi “jika berkumpul pada suatu tempat dengan 40 orang, maka
salah satunya adalah waliyulllah”. Maka dengan adanya waliyullah, insya
Allah doa yang dipanjatkan akan diterima oleh Allah SWT.
Kedua, dengan konsep bil jamaah maka baik tahlilan, maulidan
dan sholawatan menjadi sarana untuk menjalin silaturrahmi (nyambung
bheleh) dan itu dianggap baik oleh para ulama serta dianjurkan dalam
syariat. Ketiga hubungan antar sesama semakin kokoh. Jadi para ulama
berkeyakinan bahwa di dalam agama itu terdapat unsur ukhuwah islamiah
(saudara seiman), ukhuwah watoniyah (saudara sebangsa dan senegara)
dan ukhuwah basyariah/insaniah (saudara sesama manusia).
Dengan adanya tradisi bil jamaah yang bingkai dengan kegiatan-
kegiatan keagamaan maka kegiatan seperti tersebut mestinya selalu
8 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019
23
dipertahankan dan dilestarikan dalam masyarakat. Karena qoidah yang
masyhur dalam ulama khususnya ahlu sunnah wal jamaah:
لاصلحدْایدبالجذْلاخواْلصالحمْایدلقاْعلیْةظمحافلْا
(mempertahankan budaya lama yang baik dan mengadopsi budaya
baru yang lebih baik) sehingga seperti tahlilan, maulidan bil jamaah harus
betul-betul dipertahankan karena di dalamnya mengandung nilai-nilai
agama, kemanusian, keislaman dan insya Allah juga mengandung nilai-
nilai kebangsaan.9
B. Pengertian Modern
1. Pengertian Modern
Kata modern berarti sekarang. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata modern berarti sikap, cara berfikir dan cara bertindak
sesuai dengan tuntutan zaman.10 Modern adalah pemikiran yang sifatnya
selalu disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan zaman.11
Istilah modern selalu diidentikkan dengan pembaharuan. Bisa
dikatakan sebagai antonim dari kata lama, kolot dan lain sebagainya.
Modern salah satunya disimbolkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, yang dicapai oleh manusia.12 Secara harfiah modernisasi
berarti proses menuju masa kini atau menuju masyarakat modern.13
9 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019 10 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 751. 11 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019. 12
Ruchman Basori, The Founding Father: Pesantren Modern Indonesia, Jejak Langkah
KH. A. Wahid Hasyim (Jakarta: Inceis, 2006), h. 11. 13 Idianto Muin, Sosiologi Jilid 3 (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 20.
24
Modernisasi merupakan proses perubahan yang mengikuti
perkembangan zaman baik dalam sistem sosial, politik dan ekonomi yang
telah berkembang di Eropa dan Amerika sekitar abak ke-17 sampai ke-19.
Sistem sosial yang baru kemudian menyebar ke negara-negara Eropa
lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia dan Afrika
pada abad ke-19 dan 20 ini.14
Modern reah pemikiran se teros aobe ben berkembang nurok
perkembangan zaman se bedheh, termasok tekhnologi, lingkungan. Artena
narema pemikiran-pemikiran baru se modern.15
(Modern adalah pemikiran yang dinamis dan terus berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, termasuk perkembangan
tekhnologi, lingkungan. Artinya menerima pemikiran-pemikiran baru yang
modern).
Istilah modern dianggap sebagai lawan dari istilah tradisional.
Kedua istilah tersebut merupakan tipe ideal dalam tatanan masyarakat
yang berbeda. Pada umumnya dalam pengertian modern tercakup ciri-ciri
masyarakat tertentu yang ditemukan sekarang ini.
Modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran,
aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham atau adat istiadat,
institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana
baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.16
Modern lebih merupakan cara memfungsikan individu untuk
bertindak dengan cara tertentu, yang melibatkan pemikiran, perilaku,
mentalitas dan sebagainya. Dalam perkembangannya, pemaknaan kata
modern bergeser menjadi transisi dari lama ke baru. Pemakaian istilah
14 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Cet IV,
h. 345 15 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019. 16 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.4.
25
modern di sini berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat dengan didukung oleh perangkat materi-teknologinya,
untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini, karena adanya sebuah
desakan atau tantangan keadaan yang kian maju kedepan.
Istilah modernisasi sering disosialisaikan dengan kemajuan yang
berkaitan dengan gagasan bahwa perkembangan dari masyarakat primitif
menuju ke arah masyarakat maju. Dengan demikian, setruktur kebudayaan
dapat diramalkan. Selain itu cenderung disederhanakan yakni dalam
mempelajari problem yang sering digunakan suatu pembagian menjadi
dua, sperti terlihat dari pasangan konsep kaya-miskin, dan maju-
terbelakang.17
Sekarang realitas tersebut tergambarkan melalui peran teknologi
informasi dan komunikasi yang cepat, canggih dan mendunia. Sehingga
iklim tersebut selalu menuntut pertimbangan waktu dan menggunakan
bentuk, ide dan metode yang baru. Dimana proses lingkup dan intensitasya
tidak ada yang menyamai, yang melibatkan tranformasi masyarakat yang
statis dan tradisional menjadi kontinyu mampu membangkitkan,
menyerap, menopang dan memproses bentuk perubahan yang merebak.
Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat
tradisional menuju yang masyarakat modern. Modenisasi merupakan
proses masyarakat dalam memperbaharui dirinya agar menuju ciri-ciri atau
karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat modern.18
17 Rikza Chamami, Pendidikan Neomodernisme (Semarang: Walisongo Press, 2010), h.
43. 18 Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 80.
26
Ciri-ciri dari modern adalah tingginya tingkatan rasionalitas, sistem
administrasi yang baik, yaitu objektif dan efektif yang didorong
sepenuhnya oleh pencapaian-pencapaian dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, tingkat organisasi yang tinggi (disiplin), perencanaan sosial
yang matang.19
Sikap mental progresif dan juga transformasi sosial sebagai
implikasinya. Kemodernan mengandung tiga aspek, yaitu perubahan
sosial, kemajuan, dan menonjolnya peran serta posisi rasionalitas. Hal ini
mendesak kehidupan sosial seseorang kepada suatu usaha untuk
mengendalikan, mengorganisasi, dan mempergunakan kemampuan kearah
kegiatan yang mendatangkan hasil optimal dengan menekankan tingginya
rasionalitas dan pencapaian hal-hal yang prestisius.
Berpijak dari uraian sebelumnya, dapat dipahami dalam
pembaharuan atau kemodernan mengandung lima pokok, yaitu adanya
perubahan, proses, kearah perbaikan (kualitas), objeknya jelas, terjadi di
lingkup tertentu.
Pada dasarnya proses kemodernan atau modernisasi merupakan
suatu proses yang melibatkan transformasi manusia, masyarakat dan
budayanya serta memiliki kepercayaan fundamental dalam rasionalitas dan
pemikiran ilmiah, secara kontinu mampu membangkitkan, menyerap,
menopang dan memproses segala bentuk perubahan yang merebak.
Dengan demikian menuntut adanya semangat perorangan dengan tingkat
19 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 349.
27
kemandirian yang tinggi, mempunyai kemampuan menyesuaikan diri
dengan keadaan yag selalu berubah, baik dalam pemikiran dan gerakan.
Wacana pemikiran modern dalam masyarakat harus dilestarikan
agar masyarakat tidak tertinggal dengan perkembangan yang ada di luar.
Mengadopsi budaya atau metode baru yang sekiranya bisa diterima oleh
masyarakat. Contohnya dalam konsep pengajian mingguan.
Pengajian mingguan saat ini berbeda dengan pengajian yang
diwarisi oleh sosok penda’i sebelumnya. Sekarang tema-tema biasanya
masukan dari masyarakat, dan setelah ceramah ada kegiatan dialog
interaktif antara penda’i dengan anggota. Dengan tujuan agar masyarakat
lebih terbuka. Karena jika penda’i maupun tokoh masyarakat secara
pemikiran masih eksklusif atau menjaga jarak maka masyarakat akan
sungkan.20
Para tokoh masyarakat khususnya lora, harusnya tidak boleh jaga
jarak dengan masyarakat sekalipun juga harus dipahami bahwa ada
batasan-batasan etika antara masyarakat baik dengan lora maupun dengan
kiai. Dengan adanya dialog interaktif dan tema-tema dari masyarakat
diharapkan agar masyarakat tidak sungkan untuk bertanya baik tentang
ekonomi, sosial, keagamaan, pendidikan dan seterusnya sehingga
masyarakat lebih terbuka secara pemikiran.
Perubahan sistem pengajian mingguan tidak lepas dari
perkembangan zaman. Selain itu juga menjadi tuntutan bagi kehidupan
masyarakat. Konsep berdakwah dalam pengajian mingguan sekarang harus
20 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019
28
berbeda dengan berdakwah sebelumnya. Sekarang pengajian mingguan
pembahasannya lebih komprehensif, lebih luas dan tidak hanya membahas
keagamaan semata tetapi juga membahas tema-tema tentang sosial, politik,
ekonomi, pendidikan dan seterusnya. Dengan seperti itu maka masyarakat
akan terbuka terhadap pentingnya pendidikan, berperan dalam politik dan
sosial dengan baik. Selain itu para tokoh masyarakat berharap agar
masyarakat tidak tertingal dengan perkembangan zaman yang ada di luar.
Tokoh masyarakat harus mendorong kemandirian masyarakat
dengan mengembangkan kehidupan masyarakat baik melalui
pengembangan pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Ajaran islam
sesungguhnya menegaskan perlunya keseimbangan antara aktivitas ibadah
dengan keduniawian, yang pada akhirnya semua tersebut untuk
kepentingan akhirat (demi agama dan bangsa). Contohnya pentingnya
pendidikan sekalipun bukan ilmu agama, karena semua pasti ada
hikmahnya.
Masyarakat jangan berhenti hanya dalam persoalan upacara
keagamaan semata yang dibahas, jika hanya berhenti dalam persoalan
keagamaan maka akan tertinggal dengan perkembangan zaman.
Masyarakat tidak boleh memisahkan aktivitas keduniawian dengan akhirat,
karena hal itu bisa menyebabkan lambatnya kemajuan Islam. Sehingga
perlu adanya pembaharuan, penyadaran dan kemandirian dalam
masyarakat khususnya masyarakat desa Dempo Barat.21
21 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019
29
C. Pengertian Lora
Sebelum membahas definisi lora, maka lebih baik perlu dijelaksan
pengertian kiai terlebih dahulu, karena status lora tidak terlepas dari sosok
kiai itu sendiri. Melacak asal-usul sosial kiai di Madura tentu tidak lepas dari
proses masuknya Islam ke Madura. Sebab kemunculan kiai sebagai elit sosial
di masyarakat berkaitan dengan wacana dan praktik keislaman sebagai agama
yang disebarkan melalui jaringan ulama atau Kiai.22
Kiai merupakan sebutan untuk seorang ulama atau sosok pemimpin
pondok pesantren. Penyebutan kiai sangat populer di kalangan pesantren,
tidak hanya menjadi penyangga utama dalam kelangsungan sistem
pendidikan di pesantren tetapi juga merupakan cerminan dari nilai hidup di
lingkungan pesantren dan masyarakat.23
Kiai di Madura sebagai elit masyarakat memainkan peran yang
dominan dan dihormati oleh sebagian besar masyarakat. Di lingkungan
pesantren dan masyarakat pedesaan, kiai merupakan figur yang dihormati
oleh santri maupun masyarakat yang menjadikannya sebagai figur tempat
berkeluh-kesah, konsultasi dalam berbagai bidang, baik persoalan sosial,
ekonomi maupun persoalan lainnya. Sisi lain penghormatan masyarakat tidak
hanya kepada Kiai semata melainkan juga kepada keluarganya.24
Bila dilihat dari peran sosialnya, kiai di Madura memiliki beragam
peran, tidak saja sebagai tokoh agama yang mengajarkan pendidikan moral-
22 Abdur Rozak, Menabur Kharisma Menuai Kuasa (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004),
h. 41. 23 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan
(Jakarta : PT Raja Grafinda Persada, 2008), h. 55. 24 A. Fatih Syuhud, Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan (Malang: Pustaka
Alkhoirot, 2012), h. 16.
30
keagamaan tetapi juga melakukan praktik perdukunan. Orang Madura
menyebutnya sebagai kiai dhukon. Kiai ini melakukan pengobatan tradisional
melalui praktik magisme, yaitu doa-doa yang kemudian dibacakan kepada
orang yang sedang sakit, agar penyakitnya segera hilang dan tidak kambuh
lagi.25
Kiai juga menjadi agen of change dalam setiap perkembangan
kehidupan masyarakat. Karisma yang melekat dalam sosok kiai mampu
mempengaruhi setiap pola kehidupan masyakarat. Kiai berdakwah tidak
hanya melalui ucapan-ucapan yang disampaikan ketika pengajian tetapi
kemudian memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari, dengan harapan agar
masyarakat mengikuti apa yang telah dilaksanakan kiai dalam kehidupan
sehari-harinya. Baik dalam hubungan antar sesama manusia maupun upacara
peribadatan kepada Allah SWT.
Pengakuan masyarakat terhadap sosok kiai tidak melalui pemilihan,
tetapi melalui pengakuan masyarakat tentang pengetahuan kiai baik dalam
bidang keagamaan, sosial serta dianggap lebih dekat kepada Allah SWT. jika
dibandingkan dengan masyarakat awam. Selain itu kiai dianggap menguasai
segala hal. Contohnya dalam mistisme, masyarakat biasanya meminta
petunjuk kepada kiai. Karena sosok kiai dianggap mampu menguasai
pengetahuan tentang mistisme yang kemudian melalui praktik magisme yaitu
doa-doa yang diucapkan mampu manyelesaikan persoalan tersebut.
Kiai biasanya setiap menghadiri sebuah kegiatan mendapatkan
pesangon baik dari tuan rumah maupun panitia. Dengan alasan mengharap
25 Wawancara dengan Ilyas Kurdianto pada 21 September 2019. Dia merupakan tokoh
masyarakat dan juga menjadi tenaga pengajar yaitu ustadz di dua pondok pesantren yang ada di
Desa Dempo Barat di mana penulis teliti.
31
barokah dari kiai. Dan kiai juga aktif dalam berpolitik, meskipun tujuannya
bukan mencari kedudukan dalam struktur kepengurusan pemerintah
melainkan menjaga soliditas antara kiai dan masyarakat.
Di Madura kiai dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama,
kiai pondok pesantren yaitu sebagai tokoh agama (yang juga berperan
menjadi kiai dhukon). Kedua kiai surau. Ketiga kiai dhukon (dukun). Secara
peran, kedua kiai tersebut (kiai pondok pesantren dan kiai surau) memiliki
peran yang sama yaitu sebagai tokoh agama, akan tetapi penghormatan
masyakat di Madura lebih cenderung kepada kiai pondok pesantren, karena
karisma dan pendidikan keagamaan lebih mempuni kiai pondok pesantren
daripada kiai surau. Sedangkan untuk kiai dhukon penghormatan masyarakat
biasa saja karena ia bukan tokoh agama, tidak memiliki pengikut dan tidak
memilik karisma sebagaimana kiai pesantren maupun kiai surau.
Maka tidak heran jika kiai pondok pesantren memiliki peran yang
dominan dalam kehidupan masyarakat. Apalagi pesantren baik secara
kelembagaan maupun individu figur kiai (beserta keluarganya) itu sendiri
menjadi role model bagi kehidupan masyarakat pedesaan di Madura.
Selanjutnya apa pengertian lora? Secara diskursus tidak begitu banyak
yang membahas apa itu lora dan bagaimana perannya. A. Fatih Sayuti dalam
bukunya menjelaskan bahwa lora merupakan putra kiai laki-laki, di Jawa
Timur dan Jawa tengah contohnya, masyarakat memanggil putra kiai dengan
sebutan gus, lora, bindereh, kang dan neng sejak mereka baru lahir.
Sedangkan putri kiai disebut dengan ning.26
26 A. Fatih Syuhud, Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan, h. 16.
32
Di Madura penyebutan lora dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu,
kepada putra kiai semata, menantunya dan juga santri yang dijadikan anak
angkat yang kelak diharapkan menjadi penerus kiai.27 Secara penghormatan
dan peran, lora memiliki peran yang hampir sama dengan kiai yaitu sebagai
tokoh pemuka agama yang mengajarkan pendidikan moral-kegamaan kepada
masyarakat baik di pesantren maupun di luar pesantren.
Di Madura kiprah lora begitu masif, dia memiliki peran yang signifikan
dalam perkembangan kehidupan masyarakat, baik dalam spiritual maupun
dalam bidang yang lain. Apalagi di dalam pesantren, gagasan-gagasan tentang
perpaduan antara pendidikan tradisional dan modern begitu menonjol.
Pada awal-awal berdirinya pondok pesantren, kiai hanya fokus
mengajarkan pendidikan keagamaan, tetapi seiring berjalannya waktu, lora
melakukan trobosan baru dengan menggagas pendidikan umum, seperti
bahasa inggris, matematika, dan mata pelajaran umum lainnya.28
Pada kenyatannya, lora berperan penting dalam tatanan kehidupan
masyarakat terutama di dalam pesantren sendiri. Dia menjadi acuan dalam
berperilaku bagi para santri. Jadi para lora itu merupakan miniatur dari kiai
sehingga segala sikap dan tindakan hampir pasti diikuti oleh para santri dan
masyarakat.
Dalam tatanan masyarakat secara umum, lora sekarang berbeda dengan
lora zaman dahulu, kalau zaman dulu lora hanya mengikuti apa yang menjadi
tradisi di dalam pesantren dalam artikata pesantren yang salaf. Akan tetapi
sekarang lora-lora sudah banyak yang sarjana sehingga dengan demikian
27 Wawancara dengan Ilyas Kurdianto pada 21 September 2019. 28 Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019. Dia adalah kepala Desa
Dempo Barat dan juga mantan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al-Falah di mana penulis teliti.
33
baik dalam pemikiran dan sisi moralitasnya seringkali tetap dijadikan acuan
oleh masyarakat di sekitarnya.29
Sebutan lora yang disematkan kepada putra kiai, menantu (laki-laki)
maupun anak angkat kiai akan berubah menjadi kiai apabila lora tersebut
posisinya telah menggantikan sosok kiai itu sendiri. Artinya ketika kiai wafat
maka lora tersebut yang akan menggantikan posisi kiai sebagai pemimpin
pondok pesantren dan saat itu pula lah kata lora akan digantikan dengan
sebutan kiai. Meskipun terkadang masih ada sebagian masyarakat yang
menyebut lora.
Terdapat perbedaan penyebutan putra kiai pesantren dengan kiai surau.
Putra, menantu (laki-laki) maupun anak angkat kiai pesantren disebut lora.
Sedangkan putra kiai surau disebut Bindereh dan menantunya disebut ustad.
Perbedaan penyebutan antara lora dan bindereh juga berdampak pada
penghormatan masyarakat yang disematkan kepadanya. Biasanya masyarakat
lebih cenderung menghormati lora ketimbang bindereh.
Jumlah lora di desa Dempo Barat berjumlah 7 lora. Di antaranya 3 di
pondok pesantren Sumber Baru Al-Falah dan 4 di pondok pesantren Al-
Miftah. Sejauh ini pemikiran dan perilaku lora di mata masyarakat begitu
positif karena perilaku maupun pemikiran lora tidak ada yang menyimpang
dari ajaran agama.
Penyebutan lora tidak dilihat dari sejauh mana pendidikan dan peran
lora, baik di pesantren maupun di masyarakat. Akan tetapi pelabelan lora
sudah melekat pada setiap putra kiai pondok pesantren, menantunya dan
29 Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019.
34
santri yang dijadikan anak angkat oleh kiai. Pada tiga ciri-ciri itulah pelabelan
lora melakat.
D. Kerangka Teori
1. Teori Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen
yang menduduki posisi strategis dalam sistem dan hirarki kerja dan
tanggung jawab pada sebuah organisasi.30 Kepemimpinan berkaitan
dengan mobilisasi, mengarahkan dan mengkoordinasi kesetiaan orang-
orang dalam melakukan kegiatan bersama-sama.31
kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang
aktif memberikan inspirasi kepada setiap individu, berkomitmen untuk
mewujudkan visi dan misinya, mendorong pengikutnya agar aktif
mengontrol dan menyelesaikan permasalahan secara inovatif serta
berkarisma. Adapun ciri-ciri teori kepemimpinan transformasional adalah
sebagai berikut :32
• Karisma, berperilaku dengan cara mempengaruhi pengikut mereka sehinga
pengikut dapat mengagumi, menghormati dan dipercaya.
• Inspirasi, memberikan motivasi dan menginspirasi orang-orang di sekitarnya
dan antusiasme yang tinggi, pemimpin mendapatkan pengikut yang aktif
terlibat dengan pola komunikasi yang intens serta menunjukkan komitmen
terhadap tujuan dan visi bersama.
30 Nasharuddin Baidan & Erwati Aziz, Etika islam dalam Berbisnis (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 126. 31 Hamzah Yakub, Menuju Keberhasilan, Manajemen dan Kepemimpinan (Bandung:
Diponegoro, 1984), h. 125. 32 B. J. Avolo and B. M. Bass, Transformational Leadership, Charisma and Beyond
(Binghanmron: State University of New York, 1985), h. 14.
35
• Stimulasi Intelektual, mendorong pengikutnya untuk kreatif dan inovatif,
rasional dan cermat dalam menyelesaikan masalah-masalah.
• Pertimbangan Individual, memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan
masing-masing pengikut individu, memberikan nasihat dan mendengar
setiap masukan dari pengikutnya.
Kepemimpinan transformasional dibangun dari dua kata yaitu
Kepemimpinan (leadership) yang berarti setiap tindakan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mengkoordinasikan, mengarahkan, dan
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan. transformasional
(transformational) yaitu mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang
berbeda. Sedangkan Formulasi dari teori Kepemimpinan Transformasional
antara lain karisma, stimulasi intelektual, perhatian yang individualisasi.33
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang memiliki
kemampuan untuk memberi inspirasi dan memotivasi para pengikut untuk
mencapai hasil-hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan. Dengan
suatu visi, pemimpin transformasional membujuk para pengikut untuk
bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama.
Kiai dan juga lora memiliki sebagian dari ciri-ciri dari
kepemimpinan transformasional sehingga mampu mempengaruhi
pengikutnya baik dengan karisma dan pengetahuan tentang keagamaan
yang mempuni. Sehingga lebih mudah diterima oleh kalangan masyarakat,
baik kalangan masyarakat bawah, menengah dan kalangan atas.
33 Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 54.
36
Kiai maupun lora dianggap memiliki kemapanan dalam segala
bidang keilmuan, baik dalam keagamaan, mistisme dan sebagainya.
Dengan kemapanan keilmuan yang dimiliki, mereka juga terapkan ke
dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya adalah agar masyarakat mempu
mengikuti apa yang dilakukan oleh kiai dan lora tersebut. Karena sosok
kiai dan lora masih menjadi role model bagi kehidupan masyakarat.
2. Teori Perubahan Sosial
Perubahan sosial merupakan proses wajar dan akan terus- menerus
berlangsung bagi kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan
modernisasi, adanya perubahan sosial menjadi jalan atau pintu yang
membuka manusia ke arah kemajuan.
Perubahan sosial merupakan perubahan perilaku masyarakat dari
keadaan tertentu menuju keadaan yang lain melalui fungsi kebudayaan itu
sendiri.34 Charles R. Herper memusatkan perubahan sosial pada perubahan
struktur sosial, yaitu sebuah jaringan relasi sosial yang mapan, di mana
interaksi yang terjadi di dalamnya telah menjadi rutinitas dan terjadi secara
berulang-ulang.
Selain pengertian di atas, perubahan sosial dapat diartikan sebagai
perubahan suatu fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia
mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.35
Ada beberapa tokoh yang mencoba mendefinisikan perubahan
sosial, diantaranya adalah Parsel, perubahan sosial adalah modifikasi atau
34 Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.
163. 35 J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta:
Kencana, 2007), h.363.
37
transformasi dalam pengorganisasian masyarakat. Sedangkan Macionis
mengatakan bahwa perubahan sosial adalah sebuah proses transformasi
dalam organisasi masyarakat, dalam pola pikir, dalam perilaku pada waktu
tertentu. Yang terakhir adalah menurut Ritzer, ia mengatakan bahwa
perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antar individu,
kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu.36
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan sampai sejauh ini,
lora memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi para santri
maupun masyarakat sekitar. Tindakan dalam mempengaruhi santri dan
masyarakat sekitar bisa disebut sebagai bagian dari tindakan sosial (social
action). Menurut Weber, tindakan sosial merupakan bagian dari perubahan
sosial, di mana individu mempengaruhi individu, individu mempengaruhi
kelompok maupun sebaliknnya.
Dengan demikian yang disebut dengan social action adalah
tindakan individu yang bermakna atau arti subjektif bagi dirinya dan
diarahkan kepada tindakan orang. Sehingga terjadilah interaksi yang
membawa terhadap perubahan sosial.
Menurut Weber tindakan sosial merupakan tindakan yang
diarahkan terhadap orang lain baik berupa tindakan yang bersifat batin
atau subjektif, yang memungkinkan terjadi karena adanya pengaruh positif
dari situasi tertentu.37
36 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar (Jakarta: Labotarium Sosiologi Agama,
2008), h. 180. 37 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 38.
38
BAB III
STRATEGI PENDEKATAN LORA
A. Pengajian Mingguan
Pengajian merupakan pengajaran (agama Islam), yaitu menanamkan
norma agama melalui dakwah.1 Pengajian mingguan berarti pengajaran
dakwah Islamiah yang dilaksanakan secara rutin setiap minggu. Di desa
Demo Barat, pengajian mingguan dilaksanakan tiga kali dengan hari yang
berbeda, yaitu setiap hari jumat, selasa dan ahad. Anggotanya berbeda-
berbeda karena jamaahnya satu pengajian terdiri dari tiga dusun (RT).
Sedangkan tema biasanya inisiatif masyarakat dengan cara meminta kepada
penda’i untuk pembahasan berikutnya. Sekarang sudah beragam tema yang
dibahas, tidak hanya membahas keagamaan tetapi juga membahas yang lain,
tentunya tema yang actual. Misalnya tentang pendidikan, sosial dan
seterusnya.
Di Madura pengajian semacam ini sangatlah lumrah dan mudah
dijumpai di masyarakat pedesaan. Masyarakat begitu antusias mengikuti
setiap pengajian, karena mereka sadar bahwa ketika mereka hadir ke
pengajian, bukan hanya sekedar ilmu yang didapat tetapi juga ngamri barokah
(mengharap barokah) dan pahala untuk bekal di akhirat.
Pengajian mingguan juga menjadi sarana dan strategi lora dalam
melakukan gerakan perubahan baik di pesantren maupun di masyarakat. Atas
sarana itulah kemudian lora maupun penda’i yang lain melakukan
1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet IV, h.
491.
39
pengarahan kepada masyarakat, baik dalam bidang keagamaan, pendidikan
maupun dalam bidang yang lainnya.
Pangajien mingguan reah benni karo sakadher ajelenakin elmu tapeh
beremah caranah tokang caramah aperrik contoh dhek masyarakat, atemmuh
langsung ben masyarakat ben semmak ben masyarakat. Tapeh salaen deri
nyebarakin agema Islam, pangajien mingguan dheddhi sarana begi lora e
dhelem arabet pemikiran tradisional.2
(Pengajian mingguan bukan hanya sebatas mengaplikasikan ilmu
pengetahuan tetapi bagaimana para penda’i memberikan contoh kepada
masyarakat, berkomunikasi secara langsung, besosialisasi dan dekat dengan
masyarakat. Terlepas dari tujuan dalam menyebarkan siar-siar Islam,
pengajian mingguan juga menjadi sarana dalam merawat pemikiran-
pemikiran tradisional).
Jadi pengajian mingguan selain sebagai siar-siar Islam tentu manjadi
sarana bagi para lora dalam merawat pemikiran-pemikiran tradisonal yang
ada di masyarakat. Sehingga apa yang telah ada dan dianggap relevan tentu
dipertahankan melalui pengajian tersebut. Meskipun satu sisi terkadang lora
melakukan perubahan cara perpikir, berprilaku yang sesuai dengan apa yang
telah dicontohkan oleh Nabi.
Pengajian mingguan di masyarakat memang sudah menjadi budaya
siar Islam sejak dulu, artinya lora menyampaikan siar-siar Islam yang
bertahan sampai sekarang melalui pengajian itu sendiri. Temanya memang
tidak selalu tentang keagamaan maupun praktiknya, tetapi juga membahas
persoalan yang lain misalnya pendidikan, ekonomi, sosial dan lain
sebagainya.3
Selain sebagai sarana siar-siar Islam, tujuan dari pengajian mingguan
juga menjadi sarana regenerasi bagi lora itu sendiri. Penunjukan lora untuk
terjun ke masyarakat bukan hanya sebatas menyampaikan siar Islam. Akan
2 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019. 3 Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto pada 21 September 2019.
40
tetapi bagaimana kemudian lora bisa mampu hidup mandiri dan menjalin
komunikasi yang baik dengan masyarakat.4
Pengajian mingguan di Desa Dempo Barat adalah pengajian yang
rutin dilaksakan oleh lora dengan masyarakat. Pengajian tersebut anggotanya
berbeda-beda, biasanya setiap pengajian selalu dipisah antara pengajian yang
anggota laki-laki dengan pengajian yang anggotanya perempuan. Artinya ada
pengajian yang khusus anggotanya perempuan dan ada pula pengajian yang
khusus anggota laki-laki. Tetapi penceramahnya tetap sama yaitu lora dan
harinya juga berbeda.
Jadi dalam satu minggu lora aktif mengisi pengajian sebanyak tiga
kali, yaitu hari selasa, jumat dan ahad. Kadang lebih tiga dari itu, apabila ada
kegiatan-kegiatan di masyarakat. Contohnya. walimatul ‘urs, khitan maupun
kegiatan yang lain.
Selain sebagai siar Islam, pengajian mingguan juga menjadi sarana
dalam perubahan sosial. biasanya setiap mengisi pengajian selalu ditekankan
kepada anggota maupun masyakarat di sekitar agar diaplikasikan dalam
kehidupan nyata.5 Jadi tidak hanya sebatas mendengar dan mengetahui tetapi
harus berlanjut dengan mempraktikkan apa yang telah disampaikan oleh
penceramah.
Perubahan melalui ceramah-ceramah memang tidak begitu semarak,
karena memang penekanannya pada siar-siar Islam yang tentunya masih
mempertahankan tradisi lama (yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits).
Tetapi satu sisi pendakwah khususnya lora juga menekankan pentingya
4 Wawancara dengan Sulaiman Kurdi pada 03 September 2019. Dia adalah Pengasuh
Pondok Pesantren Al-Miftah Desa Dempo Barat. 5 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019.
41
pendidikan bagi kehidupan di masa yang akan datang, semangat dalam
mengelola perekonomian, menggunakan teknologi sesuai dengan semestinya,
bertani yang rajin. Dan itu semua dibungkus dengan dalil-dalil agama.
Contohnya bertani, jika bertani diniatankan karena Lillah, maka bertaninya
masyarakat akan mendapatkan balasan pahala oleh Allah SWT.6
Pengajian mingguan selain sebagai sarana siar-siar Islam, merawat
tradisional dan perubahan sosial. pengajian mingguan juga menjadi sarana
regenarasi yang dilakukan oleh kiai. Artinya mendidik lora agar mampu
memimpin pondok pesantren. Dekat dengan masyarakat, mandiri dan mampu
membawa perubahan ke arah yang lebih daripada sebelum-sebelumnya.
B. Diversifikasi Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.7 Di Madura pendidikan keagamaan sangatlah
kental dan selalu menjadi prioritas di sekolah-sekolah swasta, baik tingkat
Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar Islam (SDI dan sederajat),
Madrasah Tsanawiyah (MTs dan sederajat) dan Madrasah Aliyah (MA dan
sederajat).
Penting kiranya proses penganekaragaman pendidikan di masyarakat
khususnya di pelosok desa. Karena di luar pendidikan keagamaan juga
penting untuk dipelajari oleh setiap siswa yang sedang mengenyam
pendidikan. Tentu jangan sampai kemudian meninggalkan pendidikan
6 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019. 7 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet IV, h. 263
42
keagamaan yang sudah menjadi adat dan istiadat baik di pesantren maupun
masyarakat.
Sering sekali lora menyampaikan tentang pentingnya pendidikan di
pengajian-pengajian, tetapi tidak semua ketika menghadiri pengajian
membahas seputar pentingnya pendidikan saja, yaitu sesuai dengan kondisi.
Namun pada suatu saat itu juga dapat dikatakan cukup maksimal dalam
menyampaikan tema tentang pendidikan. Apalagi dalam kegiatan-kegiatan
yang bersifat pengajian-pengajian umum, seperti menghadiri haflatul imtihan
(perayaan akhir semester di pondok pesantren maupun sekolah diniyah) dan
rata-rata yang sifatnya pendidikan yang digelar dilembaga-lembaga memang
lebih fokus kepada persoalan pendidikan dan kesadaran untuk pentingnya
ilmu pengetahuan.8
Pada awal 90-an pendidikan di Desa Dempo Barat masih fokus
mempelajari pendidikan keagamaan saja, yaitu belajar kitab kuning (tanpa
harokat dan makna). Tetapi pada awal tahun 2000-an sudah banyak yang
berubah, di pesantren-pesantren khususnya di Desa Dempo Barat pendidikan
bagi siswa tidak hanya belajar kitab kuning tetapi juga sudah belajar
pendidikan umum lainnya, seperti Kimia, bahasa Inggris, Komputer dan
pendidikan umum lainnya.9
Diversifikasi pendidikan di Desa Dempo Barat tidak lepas dari peran
lora-lora yang ada di pesantren. Dengan latarbelakang pendidikan sarjana
dan secara pemikiran tergolong lebih terbuka dari pengasuh maka penting
kiranya pesantren juga harus menerapkan pendidikan umum.
8 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019. 9 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
43
Sisi lain, diversifikasi pendidikan sangatlah menguntungkan pesantren
(secara kuantitas), karena selain mengajarkan pendidikan keagamaan
pesantren juga menyediakan pendidikan umum yang dipelajari oleh santri.
Dengan demikian sangatlah mudah menarik minat siswa untuk melanjutkan
studinya di pesantren tersebut. Mengapa masih mau sekolah di sekolah negeri
jika pesantren ada matapelajaran umum?10
Diversifikasi pendidikan juga menjadi bagian dari daya saing
pesantren dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Dengan pelajaran yang
tidak hanya mengajar pendidikan keagamaan saja tentu menjadi nilai jual
pesantren untuk menarik siswa agar mau melanjutkan studinya di pesantren
tersebut.
Diversifikasi pendidikan merupakan realita di lapangan yang
berkaitan dengan sintesis pemikiran tradisional dan modernisasi. Di mana
pesantren satu sisi masih mengajarkan pendidikan keagamaan dan sisi lain
pesantren sudah mengajarkan pendidikan umum lainnya. Tentu ini tidak lepas
dari peran lora itu sendiri. Karena yang menggagas pelajaran umum adalah
lora itu sendiri, kemudian dilaksanakan musyawarah dengan pengasuh, para
guru dan pengurus pondok pesantren.11
Perkembangan pendidikan di Desa Dempo Barat begitu pesat. Perlu
diketahui juga bahwa untuk Kabupaten Pamekasan wilayah pantura12
Pendidikan yang paling bagus masyarakatnya di antaranya termasuk Desa
Dempo Barat. Itu bisa dilihat dari lembaga-lembaga pendidikan yang ada,
10 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019. 11 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019. 12 Pantura di sini terdiri dari tiga Kecamatan, yaitu Batumarmar, Waru dan Pasean.
Sedangkan lokasi di mana penulis teliti adalah di Desa Dempo Barat Kecamtan Pasean.
44
kemudian kesadaran pendidikan masyarakat. Jika dibandingkan dempo barat
dengan desa-desa yang lain se-pantura maka Desa Dempo Barat adalah Desa
yang jumlah sarjananya juga paling banyak dan bahkan pelaku-pelaku
pendidikan di wilayah pantura Pamekasan rata-rata dari Desa Dempo Barat
jadi tenaga pengajarnya.13
Potret perkembangan pendidikan di Desa Dempo Barat begitu pesat
sekali bila diukur dengan rata-rata output sarjana yang sudah malang-
melintang di masyarakat. Sudah banyak sebenarnya para sarjana yang ada di
desa Dempo Barat mulai dari paling ujung barat Dempo Barat sampai dengan
ujung timur Dempo Barat sudah banyak. Artinya masyarakat sudah tidak
awam lagi, kalau boleh dibilang 69 % sudah rata-rata sarjana.
Jadi kontek pemahaman mengenai kemajuan seharusnya sudah
berhubung dengan banyaknya sarjana yang sudah output dari kampusnya
masing-masing berdasarkan latar belakang profesional organisasi yang
digeluti di kampusnya masing-masing, wajar misalnya Desa Dempo Barat ini
banyak perang opini, karena memang sudah dari sisi pendidikan di sini
banyak yang sudah sarjana yang ditularkan oleh masing-masing kampus itu
sendiri yang tentunya menginginkan perubahan yang secepatnya.14
Sedangkan pendidikan lora semuanya berlatarbelakang pesantren,
mereka alumni dari pondok pesantren yang ada di Madura. Lora-lora
sebagaimana telah penulis teliti adalah sarjana semua. Bahkan sudah ada yang
selesai S2 dan ada juga yang masih mengecam pendidikan S2 di salah satu
13 Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019. 14 Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto 21 September 2019.
45
perguruan tinggi di Jawa Timur. Jadi secara pemikiran lora-lora lebih inklusif
daripada kiai.
C. Perubahan Persepsi Sosial Terhadap Pesantren
Pesantren merupakan tempat para santri atau murid-murid belajar
mengaji.15 Pesantren merupakan lingkungan khusus yang meringkas nilai-
nilai yang berlaku, di mana hidup sebagai ibadah, ajaran dari guru agama
tidak dapat dibantah karena ajaran tersebut bagian dari ibadah, cinta terhadap
doktrin Islam, dedikasi pada masalah-masalah agama dan kesinambungan
dengan santri. Posisi kyai, lora dan juga para ustadz dianggap sesuatu yang
sulit untuk dibantah oleh kalangan masyarakat, karena masyarakat bersandar
pada setiap fatwa yang disampaikan oleh Kyai, Lora maupun para ustadz.
Pesantren era 90-an berbeda dengan zaman sekarang, khususnya dari
tahun 2000-an sampai sekarang. Pada tahun 90-an pondok pesantren hanya
fokus pada pendidikan keagamaan semata, yaitu belajar kitab kuning (tanpa
harokat). Berbeda dengan tahun 2000-an ke atas, di mana pesantren tidak
hanya mengajarkan pendidikan keagamaan saja melainkan juga mengajarkan
pendidikan umum, seperti Bahasa Inggris, Matematika, Komputer dan lain
sebagainya.16
Tahun 2000-an ke atas pesantren menerapkan bagaimana menjaga dan
merawat serta mengoptimalkan keberlangsungan pendidikan, artinya
diusahakan dalam lembaga, baik di sekolah maupun di pesantren supaya
programnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sehingga outputnya dari
15 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet IV, h. 866. 16 Wawancara dengan Qomarudin Burhan pada 01 September 2019. Dia adalah
pengasuh pondok pesantren Sumber Baru Al-Falah Desa Dempo Barat.
46
siswa dan santri yang mondok atau yang ada di formal itu benar-benar
terlihat. Output yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk kemampuan
keilmuan semata. Tetapi juga bagaimana lora dan para guru berusaha agar
pasa siswa dan santri yang sudah keluar dari lembaga, potretnya bagus baik
dari segi moral, akhlak juga spiritualnya, itu yang diupayakan. Sehingga
respon masyarakat akan bagus.17
Pesantren tidak hanya fokus mengajarkan pendidikan keagamaan saja.
Melainkan juga memberikan edukasi mata pelajaran umum kepada murid-
muridnya. Ini juga menjadi nilai jual pesantren agar menarik minat para siswa
agar mau belajar di lembaga-lembaga tersebut. Mak pas ghik ajereh kaloar
pesantren mun neng pesantren bedheh pengajaran umum? (Kenapa mesti
belajar di lembaga-lembaga umum bila di pesantren juga memberikan
pelajaran umum?).18
Penambahan mata pelajar umum juga menjadi strategi lora maupun
dewan guru yang lain agar siswa maupun orang tua siswa supaya tertarik
untuk memondokkan atau menyekolahkan anaknya ke lembaga tersebut.
Karena di pesantren sudah menyediakan pelajaran-palajaran umum selain
pelajaran keagamaan.
Setiap orang tua pada dasarnya sama menginginkan anaknya itu baik,
bukan hanya cerdas tetapi juga baik. Jika apa yang diharapkan masyarakat
tercapai ketika memondokkan anaknya maka kepercayaan masyarakat akan
semakin tinggi untuk menyekolahkan dan memondokkan anaknya.
17 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019. 18 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019.
47
Apalagi keadaaan masyarakat sekarang begitu miris ketika tidak
memiliki dasar yang mapan, aqidah yang kokoh, amaliyah yang tangguh,
maka akan mudah di ombang-ambing oleh zaman, terutama faktor
lingkungan seperti tawuran, konsumsi obat-obatan, sehingga masyarakat
menilai bahwa tempat yang paling aman memang di pesantren. Yang sudah
mengakomodir sistem tradisional dan sistem modern.19
D. Pesantren sebagai Penggerak Perubahan
Pesantren merupakan role model bagi kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu pesantren selalu melatarbelakangi pola kehidupan masyarakat di
Desa Dempo Barat, baik dari segi ekonomi, sosial, keagamaan dan dalam
bidang yang lainnya.
Pesantren hakekatnya yaitu amar ma’ruf nahi mungkar. Kalau secara
konsisten benar-benar dilaksanakan baik dalam hablumminallah maupun
dalam hablumminannas maka akan merubah manusianya baik secara sikap,
ahlakulkarimah, mindset, dan lain-lain. Tetapi masalahnya dalam kelompok
masyarakat tidak terlepas dari gejala yang dihadapi sehingga bagaimana
sekarang eksistensi pesantren itu mampu memberikan contoh yang uswatun
hasanah kepada masyarakat, tidak mereduksi hal-hal yang sekiranya kurang
bermanfaat ditabur lagi kepada masyarakat.
Dalam konteks desa, pesantren adalah ukuran media kepada publik
yang ada di masyarakat, jadi acuan maju dan berkembangnya masyarakat
19 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
48
adalah pondok pesantren itu sendiri.20 Karena pesantren menjadi tolak ukur
bagi kehidupan masyarakat.
Selain fokus pada edukasi kepada para siswa, pesantren juga menjadi
mesin penggerak bagi kehidupan masyarakat. Karena pesantren menjadi role
model bagi perkembangan kehidupan masyarakat. Maka tidak heran apabila
pesantren memiliki peran bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
Pesantren sudah bergerak dari tradisi-tradisi sebelumnya. Di mana
pesantren yang semula hanya fokus pada bidang keagamaan, sekarang
pesantren membuat gerakan baru yaitu membuka usaha dalam bidang
perekonomian. Contohnya adalah koperasi pondok pesantren (kapontren).
Kapontren ini diharapkan supaya masyarakat sadar bahwa, perekonomian
juga penting untuk diperhatikan oleh masyarakat. Karena ketika
perekonomian sudah mapan maka keberlagsungan hidup masyarakat juga
akan mapan.21
Memang pesantren itu tak lepas dari apa yang telah dicontoh Rosulullah
SAW. Bagaimana pesantren menjadi contoh yang baik bagi masyarakat,
karena benteng agama salah satunya adalah pesantren. Kalau pesantren sudah
tidak dipercaya oleh masyarakat maka tidak ada lagi yang mampu
membentengi agama.
Pada umumnya pesantren mengikuti apa yang telah dicontohkan
Rasulullah SAW. Baik dalam berdakwah, berkomunikasi dan berprilaku yang
baik. Jadi di pesantren itu lebih ditekankan kepada akhlak, bukan hanya
20 Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto pada 21 September 2019. 21 Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019.
49
belajar dan belajar saja tetapi juga berperilaku dengan akhlakul karimah. Di
samping juga ditanam rasa keimanannya kepada Allah SWT.22
Melihat kinerja dan tujuan didirikan pesantren, maka lembaga ini
identik dengan Islam. Islam itu kaffah, Islam itu menyeluruh. Politik pun
diperintahkan dalam Islam. Dalam kitab Assiasah contohnya, diajarkan
bagaimana berpolitik yang baik jadi bukan hanya mengajarkan cara solat, jadi
pesantren harus menjadi penggerak bagi masyarakat agar apa yang dilakukan
sejalan dengan risalah-risalah Islamiyah.23 Tentu sesuai dengan Al-quran dan
yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw.
Pesantren itu realisasinya ketika komunikasi dengan masyarakat.
Kalau komunikasi dengan masyarakat tidak baik itu pasti ada masalah di
dalam berkomunikasi dengan Allah, jadi tidak bisa dipisahkan antara ilmu
agama dan ilmu umum karena semuanya bersumber terhadap Al-Quran dan
Hadits.
22 Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019. 23 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
50
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU LORA
A. Kesinambungan dan Perubahan
Madura merupakan daerah di mana masyarakatnya masih aktif
melaksanakan kegiatan kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah berlangsung
dari generasi sebelumnya. Mengubah kebiasaan tersebut dalam masyarakat
tidaklah mudah, butuh waktu yang cukup lama. Sehingga apa yang dilakukan
oleh masyarakat harus sesuai dengan nila-nilai dan norma yang berlaku dan
tentu norma-norma tersebut berlandaskan pada warisan generasi-generasi
sebelumnya.
Berbagai macam cara dilakukan oleh kiai, lora maupun tokoh
masyarakat dalam merawat tradisi baik di pesantren maupun di masyarakat
itu sendiri. Di pesantren, dalam merawat pemikiran tradisional melalui
pelajaran kitab kuning dan itu menjadi pelajaran utama. Kemudian santri juga
belajar amsilati, sebuah metode cepat bisa memahami nahwu sorof. Belajar
nahwu dan sorof agar bisa membaca dan memahami Al-Quran dengan baik
benar.1
Salaen deri jeriah, kita tak olle lepas deri agema, artena tak olle lepas
deri Al-Quran ben hadits, ben sunnah-sunnah rosul. Jeriah adalah sistem
berema caranah arabet pemikiran tradisioan sebersifat tradisional.
Saterosah esesuai akin ben budaya edimmah posisi kita apimpin.2
(Selain itu, tentu kita tidak boleh lepas dari ajaran agama, artinya dari
dasar Al-Quran dan hadist, dan sunnah-sunnah rosul. Itu adalah sistem kita
merawat pemikiran yang bersifat tradisional, dan disesuaikan juga dengan
budaya daerah di mana kita berperan sebagai pemimpin).
1 Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019. 2 Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019.
51
Sedangkan di masyarakat lebih cenderung menerima yang salaf dan
masyarakat cenderung kepada akhlak karena ukuran utamanya adalah akhlak.
Di masyarakat pula banyak ditemukan kegiatan-kegiatan yang secara
karakteristik mengarah ke salafiyah atau tradisonal. Contohnya tahlilan,
sholawatan, atau pengajian bulanan yang tema utamanya berasal dari kitab
kuning. Kegiatan tersebut masih aktif sampai sekarang dan itu menjadi bagian
dari strategi merawat pemikiran tradisional di masyarakat.
Sedangkan perubahan tentu sudah ada, yang jelas dalam dunia
pendidikan, dulu masih memakai metode-metode lama seperti sarungan,
kajian-kajian kitab kuning baik yang di pondok, atau yang di sekolah sendiri
masih membaca dan mengkaji kitab kuning yang memang peninggalan
ulama-ulama salaf, tanpa ada pendidikan-pendikan penunjang yang formal.
Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman maka dibangun pendidikan
formal mulai dari tingkat paling bawah yaitu PAUD sampai dengan yang
paling tinggi yaitu Madrasah Aliyah dan yang sederajat.3
Ini sebetulnya pola-pola modern yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sekarang, jadi ada perpaduan tersebut khususnya di Dempo Barat
sedangkan di masyarakat tentunya ada juga di mana sekarang masyarakat
sudah menggunakan ala-alat teknologi informasi yang canggih, semuanya
sudah menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada sekarang ini.
Sisi lain dalam pengajian, konsepnya sudah tidak seperti sebelum-
sebelumnya. Sekarang lora-lora menggunakan konsep yang berbeda di mana
tema pengajian mingguan tidak ditentukan oleh lora itu sendiri melainkan
3 Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
52
permintaan dari anggota dan juga sudah ada sistem tanya-jawab.4 Nampak
berbeda dari karakteristik pengajian yang diwarisi oleh generasi sebelumnya
yang cenderung tema-tema pengajian ditentukan oleh pendakwah.
Tahapan-tahapan dalam mensinergikan pemikiran tradisional dan
modern dapat dilihat di lembaga pendidikan dan pengajian mingguan.
Lembaga pendidikan (pesantren) awalnya hanya mengajarkan pendidikan
keagamaan akan tetapi sekarang berkembang mata pelajaran pendidikan
umum. Dalam pengajian mingguan yang sebelumnya menggunakan pola
loma yang sifatnya monoton dan model ceramah, maka secara perlahan
berkembang menggunakan konsep dan prakti-praktik modern seperti dialog
interaktif dan tema-tama kontekstual yang sesuai dengan perkembangan
zaman
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesinambungan dalam merawat
pemikiran tradisional terwujud dalam kehidupan masyarakat. Di mana masih
banyak ditemukan praktik-praktik yang merujuk kepada pengertian
tradisional itu sendiri. Sedangkan perubahan juga dapat dilihat baik dari
meningkatnya kesadaran tentang pendidikan, perekonomian, sosial, dan
sektor-sektor yang lain. Dan itu pun tidak hanya terjadi di masyarakat
melainkan juga di pesantren sudah terjadi perubahan-perubahan yang sesuai
dengan perkembangan zaman atau kekininan yang bisa disebut dengan
modern.
4 Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019.
53
B. Dukungan Kiai terhadap Perubahan
Dukungan kiai terhadap perubahan begitu baik. Hal ini ditunjukkan
dengan sikap kiai yang selalu mendukung setiap gagasan perubahan yang
dilakukan oleh lora. Selama perubahan itu bernilai baik bagi kemaslahatan
masyarakat pasti didukung tetapi kalau perubahan itu sebaliknya maka saya
perbaiki perubahan atau gagasan itu.5 Tetapi selama ini belum pernah ada
gagasan yang berseberangan dengan kiai karena asumsi kiai gagasan lora
tentang perubahan selaras dengan Al-Quran dan hadits.
Kiai selalu mendukung setiap perubahan selama perubahan tersebut
menuju ke arah yang lebih baik. Contohnya di pesantren, awalnya pesantren
hanya mengajarkan pendidikan agama, mempelajari nahwu sorof dengan
metode lama tetapi lora mempunyai gagasan perubahan dengan
menggunakan metode cepat belajar nahwu sorof yang sekarang dikenal
dengan istilah Amsilati. Amsilati ini merupakan gagasan lora yang kemudian
diterapkan di pesantren dan bahkan berlangsung sampai sekarang. Meskipun
sebetulnya amsilati tersebut mengadopsi dari luar tapi sekarang outputnya
juga jelas bagi para santri. Santri dengan mudah dan cepat bisa memahami
nahwu sorof dan tentu dengan mudah juga memahami Al-Quran.
Sedangkan dalam pendidikan formal, dulu belum ada pelajaran seperti
bahasa Inggris, komputer dan pelajaran umum lainnya, pelajaran hanya fokus
pada pembelajaran kitab kuning, nahwu shorof dan pelajaran agama.
Kemudian lora menggagas pendidikan umum tersebut dan terbukti sampai
sekarang bahwa pendidikan umum juga penting bagi para siswa. Meskipun
5 Wawancara dengan Sulaiman Qurdi pada 03 September 2019.
54
pesantren sudah mendidik siswa dengan pelajaran umum tetapi pesantren
tetap mengajarkan pendidikan keagamaan kepada siswa-siswinya.6
Dari gagasan-gagasan perubahan di atas, sekiranya perubahan itu
menguntungkan bagi masyarakat dan pesantren terutama kepada agama pasti
didukung oleh kiai. Siapapun yang mempunyai gagasan selama itu baik harus
diambil. Jadi bukan hanya gagasan lora maupun ustadz yang harus diambil,
yang terpenting jangan melihat siapa yang menyampaikan tetapi lihat apa
yang disampaikan. Selama itu baik harus diambil dan diterapkan.7
C. Peranan Pejabat Pemerintah: Kepala Desa dan Kantor Urusan Agama
Pejabat pemerintah memiliki andil peranan dalam pengembangan
kehidupan masyarakat pedesaan khususnya Desa Dempo Barat, baik dari segi
pendidikan, perekonomian, sosial, politik dan seterusnya. Dengan program
kerja yang direncanakan maka dengan mudah diikuti oleh masyarakat. Tentu
program menuju masyarakat yang lebih baik daripada sebelum-sebelumnya.
Pemerintah desa dalam menata perkembangan masyarakat selalu
disesuaikan dengan perkembangan zaman, meskipun terkadang masyarakat
menganggap itu hal biasa. Contohnya dalam pembangunan infrastruktur.
Masyarakat biasanya menganggap pembangunan itu hanya semata-mata
pembangunan fisik saja padahal tidak, pembangunan itu bisa bersifat fisik dan
juga bisa bersifat spiritual. Dari sisi inilah peran ulama, tokoh masyarakat dan
juga lora baik di pesantren dan di masyarakat begitu signifikan.8
6 Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019. 7 Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019. 8 Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019.
55
Lora selalu memberikan bimbingan melalui kelompok-kelompok kecil
seperti halaqah dan juga kelompok tahlilan, yasinan dan yang semua itu
biasanya diisi dengan pembahasan ilmu pengetahuan baik ilmu-ilmu agama
maupun ilmu kemasyarakatan.
Peran pemerintah Desa Dempo Barat, untuk sementara ini bisa
dikatakan terbuka dan juga bisa dikatakan tertutup. Karena apabila berbicara
sistem pemerintahan bersifat relatif. Dikatakan terbuka karena pemerintah
desa membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun. Dikatakan tertutup karena kebijakan-kebijakan pemerintah desa
tidak dipublish kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak begitu tahu dan
paham apa rancangan dan program pemerintah desa baik jangka panjang
maupun jangka pendek.9
Tetapi apabila dilihat dari kebijakan dan bukti fisiknya memang sudah
ada terobosan-terobosan yang dilakukan oleh kepala desa seperti perbaikan
jalan, bantuan-bantuan seperti raskin dan ada juga beasiswa. Makanya bisa
dikatakan semi terbuka dan semi tertutup. Artinya tidak secara totalitas
terbuka dan tidak secara totalitas juga tertutup.
Dari sisi SDM, peran pemerintah dalam pendidikan begitu bagus
artinya melalui pendidikan formal yang ada baik yang dirintis oleh pondok
pesantren maupun pendidikan formal yang ada di luar. Yang jelas membantu
kepada perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Tetapi yang selalu
menjadi tolak ukur bagi masyarakat cenderung kepada perubahan yang
9 Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto pada 21 September 2019.
56
bersifat fisik, itu biasanya yang menjadi acuan paling jelas dan mudah bagi
masyarakat.
Padahal perubahan yang hanya bersifat fisik tidak kekal, mungkin
hanya bisa bertahan 5 atau 10 sampai 15 tahun selebihnya sudah tidak ada.
Tetapi perubahan-perubahan dalam bentuk pemikiran dan perilaku yang baik
dan ini juga tidak bisa dirasakan dengan serta merta, perubahan-perubahan
seperti ini memakan waktu yang cukup lama dalam eksistensinya. Bisa 5
sampai 10 tahun tapi setelah itu baru mayarakat bisa merasakan
perubahannya.10
Dari segi ekonomi pemerintahan desa itu diberi kewenangan dalam
menata anggaran sendiri dan diberi keleluasaan sejak tahun 2015, jadi dalam
porsi ini untuk desa Dempo Barat masih kurang pasti menyentuh langsung
kepada sektor ekonomi, karena masyarakat di sini masih erat kaitannya
dengan yang bersifat fisik yaitu infrastruktur yang kemudian arahnya secara
tidak langsung juga akan mempengaruhi sektor ekonomi juga. Namun secara
jelas dan secara langsung bisa dikatakan masih belum optimal, karena
memang Dempo Barat volume jalannya begitu luas.11
Sektor-sektor lain tentu sudah dilaksanakan oleh pemerintah desa
dalam menunjang kemajuan perekonomian masyarakat. Program pemerintah
desa mulai tahun depan akan mengadakan pelatihan-pelatihan bahkan rencana
pemerintah desa dalam visi dan misinya akan membentuk indeks yang dapat
menunjang penghasilan masyarakat dan pemerintahan desa.
10 Wawancara dengan joko Pranoto pada 20 September 2019. 11 Wawancarra dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019.
57
Jadi kehidupan masyarakat Dempo Barat tidak semuanya sudah
modern tetapi sudah mulai berubah kepada yang modern dalam segala aspek
kehidupan, untuk itu kalau dikategorikan sebagai desa yang tradisional
kiranya juga tidak, dan perlu diketahui juga sebetulnya untuk Pamekasan
wilayah pantura, pendidikan yang paling bagus masyarakatnya di antaranya
termasuk desa Dempo Barat itu bisa dilihat dari lembaga-lembaga pendidikan
yang ada kemudian kesadaran pendidikan. Jika dibandingkan dengan desa-
desa yang lain, jumlah sarjananya paling banyak dan bahkan mungkin pelaku-
pelaku pendidikan yang ada di wilayah pantura Pamekasan rata-rata dari
Dempo Barat jadi tenaga pengajarnya banyak yang didatangkan dari Dempo
Barat.12
Keberadaan kantor urusan agama (KUA) juga berperan dalam
perkembangan kehidupan masyarakat desa Dempo Barat, khususnya dalam
bidang perkawinan dan edukasi tentang haji. KUA di kecamatan Pasean
memang lebih cenderung dan fokus memperbaiki dan merubah sistem
perkawinan di desa-desa tidak terkecuali desa Dempo Barat.
Bahkan setiap bulan ada sosialisasi kepada masyarakat. Contohnya
bimbingan nikah. Jadi KUA Pasean melakukan bimbingan kepada pengantin
yang secara umur relatif muda, khususnya yang baru lulusan MA (dan
sederajat).13 Dan itu tergolong efektif dalam merubah pola pikir masyarakat.
Di mana sebelumnya masyarakat desa Dempo Barat banyak yang melakukan
pernikahan dini dengan beragam alasan akan tetapi sekarang sudah jarang ada
12 Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019. 13 Wawancara dengan Hawi pada 21 September 2019.
58
pernikahan dini dan itu tidak lepas dari peran KUA itu sendiri dalam
memberikan edukasi kepada masyarakat melalui program sosialisasi.
Selain karena faktor program sosialisasi, perubahan pola pikir
masyarakat tentang perkawinan dini juga disebabkan oleh faktor pendidikan
dan bimbingan lora, para guru/ustad maupun tokoh masyarakat serta
kesadaran dari masyarakat khususnya orang tua yang tidak mau menikahkan
anaknya di bawah umur, karena nikah di bawah umur tatanan keluarga
cenderung retak dan mudah cerai. Artinya selesaikan dulu pendidikannya
baru menikah.
Selain memperbaiki kebiasaan masyarakat dalam perkawinan dini,
KUA juga melakukan sosialisasi persoalan haji, penyuluhan pembangunan
musholah, memberikan bimbingan ke masjid-masjid terus mengisi pengajian
rutin kepada masyarakat. Bahkan dulu di KUA ada kegiatan kuliah tujuh
menit (kultum) dan ditunjuk pengurus desa untuk mengisi tausiah di
masyarakat di mana dia diamanatkan.14
Kegiatan tersebut terlihat efektif dalam merubah pola pikir masyarakat
yang hanya mewarisi pemikiran-pemikiran sebelumnya. Masyarakat sekarang
sudah sadar bahwa pernikahan dini tidak bagus bagi perkembangan
kehidupan anaknya. Karena yang paling utama dalam menata kehidupan yang
lebih mapan di masa yang akan datang tentu benahi dari pendidikan setiap
anaknya agar kemudian tidak bernasib sama dengan orang tuanya.
14 Wawancara dengan Hawi pada 21 September 2019.
59
D. Peranan Tokoh Masyarakat
Selain peran pejabat pemerintah baik pemerintah desa maupun KUA
tentu juga tidak lepas dari peran tokoh masyarakat yang lebih aktif di tingkat
masyarakat akar rumput. Tokoh masyarakat di desa Dempo Barat mencakup
kiai surau, pamong (RT) dan seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat
meskipun ia di luar dari label kiai dan pamong.
Peran tokoh masyarakat bisa dikatakan hampir sama dengan perangkat
desa yang lain, mereka juga berperan dalam melakukan perubahan-perubahan
menuju modernisasi. Baik lora maupun perangkat desa harus merangkul
tokoh-tokoh desa yang ada dan tanpa merangkul mereka kiranya mustahil
akan mengadakan perubahan menuju modernisasi.15
Sejauh ini lumayan banyak peran tokohnya masyarakat, khususnya
kepala dusun, kiai surau dan seseoarang yang ditokohkan oleh masyarakat.
Mereka berperan aktif dalam perkembangan kehidupan masyarakat baik dari
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.16
Tokoh masyarakat rata-rata sam’an wa taatan kepada sistem yang
memang diakui benar atau sudah diyakini sebagai keyakinan contohnya,
pondok pesantren dan lain semacamnya. Artinya tokoh masyarakat di situ
apabila berkaitan dengan manajemen sosial pendekatan kepada masyarakat
secara sistemik dan secara organisatoris masih cenderung mengikuti apa yang
dilakukan oleh kiai, lora maupun kepala desa.17
Tokoh masyarakat merupakan figur yang disegani dalam masyarakat.
Karena mereka menjadi panutan dan tempat bertanya dalam segala hal.
15 Wawaancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019. 16 Wawancara dengan Hawi pada 21 September 2019. 17 Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto pada 21 September 2019.
60
Meskipun secara karisma masih di bawah lora. Tetapi mereka juga memiliki
peran dalam perkembangan kehidupan masyarakat dengan ajakan-ajakan agar
berubah menuju ke arah yang lebih. Mereka juga memberi contoh kepada
masyarakat baik dari praktik-praktik keagamaan, sosial, politik, dan
sebagainya.
Jadi ada kesinambungan antara tokoh masyarakat, lora dan kepala
desa. Tokoh masyarakat biasanya lebih cenderung meniru apa yang dilakukan
oleh lora maupun pejabat pemerintah. Karena kiai surau maupun pamong
juga tidak lepas dari apa yang telah dilaksanakan oleh lora maupun pejabat
pemerintah tersebut.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skripsi ini merumuskan kesimpulan sebagai berikut:
Wacana pemikiran masyarakat di desa Dempo Barat Kecamatan
Pasean Kabupaten Pamekasan terjadi dua corak, yaitu tradisional dan modern.
Contohnya pola pikir yang tradisional adalah berorientasi pada masa lalu,
irrasional dan bersikap pasrah, serta ekslusif. Sedangkan pemikiran yang
modern adalah masyarakat yang rasional, menilai agama tidak hanya terbatas
pada ritual-ubudiayah, tetapi memahami nilai ajaran agama sebagai dasar
aspek segala kehiduan sosial kemasyarakatan.
Proses sintesis pemikiran tradisional dan modern di desa Dempo Barat
berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur. Hal ini prosesnya dapat
dilihat di lembaga pendidikan dan pengajian mingguan. Lembaga pendidikan
(pesantren) awalnya hanya mengajarkan pendidikan keagamaan akan tetapi
sekarang berkembang mata pelajaran pendidikan umum. Dalam pengajian
mingguan yang sebelumnya menggunakan pola loma yang sifatnya monoton
dan model ceramah, maka secara perlahan berkembang menggunakan konsep
dan prakti-praktik modern seperti dialog interaktif dan tema-tama kontekstual
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Peran lora dalam sintesis pemikiran tradisional dan modern melalui
berbagai kegiatan, yaitu pengajian mingguan, lembaga pendidikan, hubungan
sosial dan keterlibatan langsung dalam integrasi dengan masyarakat. Peran
62
lora ini dipengaruhi oleh: pertama laratbelakang pendidikan lora, yang
semuanya adalah sarjana. Maka secara pemikiran inklusif. Sehingga lebih
terbuka dalam menerima budaya-budaya baru. Kedua adalah tantangan
zaman. Lora-lora sadar bahwa masyarakat maupun pesantren harus peka dan
mengikuti perkembangan zaman.
B. Saran
1. Oleh karena peranan lora begitu strategis dalam struktur kehidupan
masyarakat Madura maka disarankan agar keberadaan lora terus dipelihara
karena dia menjembatani antara tradisi dan modern. Dan mengikat
masyarakat agar selalu berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam.
2. Lora harus berupaya meningkatkan wawasan kemampuan dan
kepemimpinan sosial melalui studi formal atau pembelajaran informal.
3. Kiai seharusnya memberikan peluang kepada lora untuk secara bertahap
menggambil alih kepemimpinan agar ketika lora mengganti posisi kiai
sebagai pemimpin pondok pesantren dan pemimpin masyarakat tidak
kaku.
4. Pemerintah lokal yaitu kepala desa Dempo Barat dan Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Pasean harus menggalang kebersamaan agar
pesan pembangunan dapat diterjamahkan oleh lora. Lora seharusnya aktif
menjembatani aspirasi masyarakat kepada pemerintah lokal.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Sedjarah Madoera Selajang Pandang: Melipoeti
Kaboepaten-kaboepaten Soemenep, Pamekasan, Sampang. Sampang: Automatic
The Sun, 1971.
Ali, H.M. Sayuti. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan
Praktek. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cet I, 2001.
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Aziz, Nasharuddin Baidan & Erwati. Etika islam dalam Berbisnis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama: Dari Era Teosofi
Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet I,
2015.
Basori, Ruchman. The Founding Father: Pesantren Modern Indonesia,
Jejak Langkah KH. A. Wahid Hasyim. Jakarta: Inceis, 2006.
Bass, B. J. Avolo and B. M. Transformational Leadership, Charisma and
Beyond. Binghanmron: State University of New York, 1985.
Chamami, Rikza. Pendidikan Neomodernisme. Semarang: Walisongo
Press, 2010.
Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
64
Dirdjosanjoto, Pradjarta. Memelihara Umat: Kiai Pesantren – Kiai
Langgar di Jawa. Yogyakarta: LKiS, 1999.
Djamas, Nurhayati. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca
Kemerdekaan. Jakarta : PT Raja Grafinda Persada, 2008
Hadari, Hadari Nawawi & Martini. Penelitian Terapan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1996.
Horikoshi, Hiroko. Kyai dan Perubahan Sosial. terj. Umar Basalim dan
Andi Muarly Sunrawa. Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat, Cet I , 1987.
Jonge, Hub de. Madura dalam Empat Zaman: Perdagangan,
Perkembangan, Ekonomi dan Islam. Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Liliweri, Alo. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.
Yogyakarta: LkiS, 2009.
Martono, Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, Cet XI, 1999.
Muin, Idianto. Sosiologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga, 2006.
Muthmainnah, Jembatan Suramadu: Respon Ulama terhadap
Industrialisasi. Yogyakarta: LKPSM, 1998.
65
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Pigeud, H.J. De Graaf dan TH. Kerajaaan Islam Pertama di Jawa:
Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, terj Pustaka Utama Grafiti dan
KITLV. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Cet V, 2003.
Rahmad, Dadang. Metode Penelitian Agama. Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000.
Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Labotarium
Sosiologi Agama, 2008.
Rozak, Abdur. Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater
sebagai Rezim Kembar di Madura. Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004.
Scot, Jhon. Sosiologi: the Key Concepts. terj Tim Labsos FISIP UNSOED.
Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Soebahar, Abd Halim. Modernisasi Pesantre: Studi Transformasi
Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKiS, 2013.
Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura.
Jember: Tapal Kuda, 2003.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press,
Cet IV, 2009.
Suyanto, J. Dwi Narwoko & Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana, 2007.
66
Syani, Abdul. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara, 2002.
Syuhud, A. Fatih. Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan. Malang:
Pustaka Alkhoirot, 2012.
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cet
IV, 2007.
Wahid, Abdurrahman. Menggerakan Tradisi: Esai-Esai Pesantren.
Yogyakarta: LkiS, 2001.
Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia,
2009.
Yakub, Hamzah. Menuju Keberhasilan, Manajemen dan Kepemimpinan.
Bandung: Diponegoro, 1984.
67
WAWANCARA
Wawancara dengan Lora Ali Maksum pada 05 September 2019.
Wawancara dengan Lora M. Kholil Kawakib pada 08 September 2019.
Wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019.
Wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019.
Wawancara dengan Sulaiman Qurdi pada 03 September 2019.
Wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019.
Wawancara dengan Ilyas Kurdiyanto pada 21 September 2019.
Wawancara dengan Hawi pada 21 September 2019.
68
Transkip wawancara dengan Qomaruddin Burhan pada 01 September 2019
P. Apa definisi tradisional menurut ajunan?
Q. Tradisional adalah suatu hal yang dilakukan dan menjadi kebiasaan di masyarakat.
Kebiasaan yang mengikuti ajaran ulama khulafus salaf. Secara bahasa tradisional itu
tradisi, yang menjadi kebiasaan pendahulu kita dan masih dirawat sampai sekarang.
Tradisional identik dengan salafiyah.
Q. Mengambil sesuatu (melaksanakan) yang beru yang lebih baik tetapi tetap
menjaga masa lampau yang baik.
P. Cara merawat tradisional?
Q. Kita merawat di pesantren, melalui pelajaran kitab kuning dan itu menjadi
pelajaran utama. Kemudian santri juga belajar amsilati, sebuah metode cepat bisa
memahami nahwu sorof. belajar nahwu dan soro agar bisa membaca dan
memahami al-quran dengan baik benar. Kalau di masyarakat lebih cenderung
menerima yang salaf dan masyarakat cenderung kepada akhlak karena ukurannya
adalah akhlak.
Salaen deri jeriah, kita tak olle lepas deri agema, artena tak olle lepas deri Al-
Quran ben hadits, ben sunnah-sunnah rosul. Jeriah adalah sistem berema caranah
arabet pemikiran tradisioan sebersifat tradisional. Saterosah esesuai akin ben
budaya edimmah posisi kita apimpin. (Selain itu, tentu kita tidak boleh lepas pada
konsep-konsep agama, artinya dari dasar Al-Quran dan hadist, dan sunnah-sunnah
rosul. Itu adalah sistem kita merawat pemikiran yang bersifat tradisional, dan
disesuaikan juga dengan budaya daerah dimana kita bertugas sebagai pemimpin).
P. Pengajian mingguan atas ini siapa?
Q. Memang ini siatif kiai, agar para lora bisa belajar bermasyarakat. Kita tidak ada
mengkonsep tanya jawab tetapi kita kasih waktu bagi jamaah untuk bertanya. Setelah
memberikan materi, judulnya apa kemudian kita kasih waktu untuk bertanya. Setiap
ada pengajian pasti kita buka pertanyaan. Kadang-kadang masyarakatnya saja tidak
mau bertanya. Karena tanya jawab itulah yang lebih mudah dipahami oleh
69
masyarakat. Soal tema pendidikan saya selalu sampaikan kepada masyarakat apalagi
di madrasah-madrasah. Kecuali di perkwaninan.
P. Bagaimana kiprah lora, khususnya di desa dempo barat?
Q. Selama masih ada kiai, lora sebetulnya tak bisa langsung mendahului kiai.
Masyarakat itu, siapapun yang disuruh oleh kiai dianggap sama dengan kiai. Apalagi
dakwahnya lebih mantap. Yang dinilai itu perintah kiai kepada lora karena
masyarakat masih loyal kepada kiai dan siapa saja yang diperintah oleh kiai.
P. Pesantren sampai sekarang masih menjadi role model bagi masyarakat. Bagaimana
konsep pesantren agar daya jualnya tinggi?
Q. Memang pesantren itu tak lepas dari contoh kepada rosulullah saw. Bagaimana
pesantren menjadi contoh yang baik bagi masyarakat, karena benteng agama salah
satunya adalah pesantren. Kalau pesantren sudah tidak percaya oleh masyarakat maka
tidak ada lagi yang mampu membentengi agama. Di mana pun pesantren pasti
mengikuti apa yang dicontohkan rosulullah saw. Baik acara berdkwah,
berkomunikasi. Jadi di pesantren itu lebih ditekankan kepada akhlak, bukan hanya
belajar-belajar saja tetapi juga perilaku akhlakul kariah yang baik. Di samping juga
ditanam rasa keimanannya kepada allah swt.
P. Bagaimana cara pesantren menjawab tantangan zaman?
Q. Itu harus peka, seorang pengasuh, lora di pesantren harus peka situasi. Kita
mempelajari metodi lain kemudian kita terapkan selama tidak menyimpang dari
aturan. Jadi kita kalau tidak responsive maka kita ketinggalan zaman. Contohnya kita
sekarang ada akselerasi kitab kuning, bukan hanya pelajaran ipa tetapi kita juga
menerapkan akselerasi pada kitab kuning dan sudah diterapkan di sini.
P. Bagaimana perkembangan pendidikan di desa dempo barat?
Q. Perkembangan pendidikan sangat pesat sekali. Sekarang baik yang swasta maupun
umum bersaing dengan sehat agar siswanya menjadi yang terbaik.
P. Apakah keadaan pesantren mampu merubah masyarakat dempo barat?
Q. Di manapun pesantren menjadi rujukan bagi masyarakat. Seacara logika pesantren
bisa merubah masyarakat tetapi tidak ada jaminan semua merubah.
P. Apakah pesantren hanya bergerak dalam bidang keagamaan saja di masyarakat?
70
Q. Tidak, bidang sosial juga ada tentu sangat ditekankan dalam bidang sosial. karena
berbicara agama juga tidak lepas dari sosial. kalau orang tidak bersosial tidak
diterima sholatnya oleh allah.
Q. Dalam ekonomi sudah usaha, dalam alumni sudah ada usaha tetapi mesih gagal.
Kiai selalu tekankan persoalan ekonomi kepada alumni bagaimana bisa berkembang.
Tetapi kalau di pesantren sendiri sudah berjalan, karena pesantren sudah punya
koperasi pesantren dan itu menjual kepada masyarakat dan masyarakat beli di situ
mereka beramal. Karena 20% hasil dari penjualan setiap bulan dialokasikan untuk
pesantren. Dan saya berharap masyarakat bisa meniru juga bagaimana mengelola
perekonomian keluarga. Sisi lain memang itu tujuan kami, menyadarkan masyarakat
bahwa perekonomian juga penting.
P. Apakah kiai selalu mendukung setiap gagasan yang digagas oleh lora baik di
pesantren maupun masyarakat?
Q. Tidak semuanya. Sekirarnya menguntungkan bagi masyarakat dan pesantren
terutama kepada agama pasti kita dukung. Siapapun yang mempunyai gagasan selama
itu baik harus kita ambil.
P: Penanya
Q: Qomaruddin Burhan
71
Transkip wawancara dengan Sulaiman Qurdi pada 03 September 2019
P. menurut anda apa yang disebut dengan tradisional dan modern?
S. tradisional adalah tradisi yang dilaksanakan dari dulu sampai dengan saat
sekarang seperti memperi pelajaran kepada masyarakat maupun kepada santri
dari pendidikan agama yang terutama, adapun pendidikan secara modern
adalah pendidikan yang memakai metode yang telah dikembangkan dari
metode pendidikan yang telah dipakai metode tradisional dari dulu.
P. respon anda terhadap kiprah lora bagaimana?
S. respon saya baik sekali, karena bagian anak-anak kita adalah penerus kita
konyol nanti apabila seorang kiai tidak ada penerusnya dan memang saya suruh
supaya anak kita ini untuk terjun langsung kepada masyarakat agar supaya
dapat dikenal dengan baik oleh masyarakat. Adapun penyampaiannya kepada
masyarakat saya serahkan kepada anak-anak kami, asalkan tidak keluar dari
ajaran islam. kadang-kadang kan para penceramah atau da’I penyampaiannya
itu tidak sama, tetapi maksudnnya itu sama dan saya juga pesan, kita menjadi
pemimpin kita menjadi penceramah,,menjadi tokoh kita harus memperbaiki
ahlakulkarimah.
P. berarti apabila lora mengisi pengajian mingguan atas inisiatif anda dan tentu
bagian dari regenerasi?
S. iya betul , dan ada sebagian memang dengan kemauan sendiri.
P. anda sendiri apabila mengisi pengajian di masyarakat pernah membahas hal-hal
diluar keagamaan, misalnya temanya itu pendidikan atau tentang ekonomi atau
bidang yang lain ?
S. pernah, karena keagamaan itu tidak akan sukses kecuali dengan ekonomi yang
tangguh bahkan ada 4 orang yang disabdakan oleh rosul, dunia ini milik 4
orang pertama milik orang yang diberi ilmu dan harta,dan harta kan berarti
ekonomi dan ilmu tampa dicari tidak akan datang dan tidak akan diperoleh
denmikian pula harta tanpa dicari dengan ilmu tidak akan maksimal jadi kedua
duanya tidak akan terpisah dan sama-sama dicari dan siapapun yang punya
harta pasti didapat dari penghasilan dan kerja kerasnya sendiri,jadi agama tidak
akan lepas dari ekonomi, dengan demikian pendidikan agama dan pendidikan
72
secara keekonomian anggaplah pendidikan umum itu seimbang, apabila
pendidikan agama saja itu kurang, pendidikan umum apalagi kalau tampa
agama.
P. kalau pendidikan bagaimana menurut anda sendiri perkembangannya di desa
dempo barat?
S. pendidikan di dempo barat Alhamdulillah cukup maju, dulu waktu saya baru
keluar dari pondok pesantren dan pulang ke sini itu tidak ada sekolah lebih
tinggi dari Madrasah iptidaiyah (MI) TAHUN 1984, Alhamdulillah dengan
kesadaran masyarakat dan kesemangatan saya sendiri, saya datang dari pondok
dan saya mengajar disini dengan mengajar alquran dan setelah para santri tau
membaca alquran diperi pelajaran nahhu,sorrof, sullam safina, dan setelah itu
ada orang yang minta pada kami agar saya mengajar disalah satu lembaga dan
saya sanggup itu tempatnya di daerah gunung belanda. Saya diminta untuk
membantu disana dan disana juga sarana dan prasarana belum maksimal jadi
membangun madrasah itu agak kemudian dulu sebelum ada madrasah itu saya
mengajarnya di surau, Alhamdulillah berkat perjuangan dan kesemangatan para
ustad dan masyarakan dan juga dengan izin Allah bisa membangun sekolah dan
Alhamdulillah maju dan sampai saat ini bisa berjalan. Dan adalagi nurul huda
bersama-sama dengan ustad yang lain dan Alhamdulillah samapai saat ini juga
ada MI dan ada SD setelah itu tahu 1987 ada orang datang kesini dia bilang
“gimana kalau anda mengadakan madrasah di daerah selatan kira-kira anda
sanggup untuk mengajarnya”, akhhirnya jadi dan bekerja sama juga dengan
para tokoh disana diantaranya ust marzuki,alm munasir,ust suhan dan yang
lainnya Alhamdulillah berjalan sampai saat ini ya caranya yatu dengan
mengadakan pendekatan kepada masyarakat yang pada akhirnya juga ada ust
yanglain dan juga ada peserta didik ngaji dan peserta didik sekolah. Dan
peserta didik yang keluar dari lembaga itu dan mau meneruskan ke jenjang
yang lebih tinggi itu baru masuk kepada lembaga ini al-miftah,
P. bagaimana sampai sekarang santri dan peserta didik yang lain makin banyak,
apa yang menjadi strategi dan daya jualnya pesantren untuk itu ?
S. yang utama itu didik dengan baik, terutama dalam aklaq dan ilmu pengetahuan
agama setelah diketahui oleh masyarakat apabila ngaji dipondok pesantren ini
73
cukup berhasil dan banyak menjadi ustad itu baru masyarakat mempunyai rasa
simpati untuk pondok pesantren ini.
P. terus keberadaan pesantren disini mampu tidak merubah keadaan masyarakat
umum dan dalam bidang apa yang utama yang dapat merubahnya ?
S. jelas begitu, dan yang utama kita mengajak masyarakat untuk melakukan
bidang keagamaan yang yang benar dan sesuai syariat, contohnya dalam
melakukan solat berjemaah dengan sendirinya masyarakat akan menjadi lebih
baik, disekitar pondok pesantren ini khususnya dan Alhamdulillah sampai
sekarang masyarakat disekitar pondok pesantren ini khususnya cukup senang
melaksanakan solat berjemaah.
P. kalau sektor yang lain gimana kira-kira mampu tidak ?
S. cukup mampu caranya dengan mendorong masyarakat untuk senang meminta
kepada Allah dan senag beribadah kepada Allah karena dunia itu bisa dilalui
lewat 3 perkara pertama yaitu berkasyaf dengan benar yang rajin dan giat,
kemudian berdoa kepada Allah dan yang selanjutnya bersedekah karena harta
tidak akan kurang karena disedekahkan dan bahkan bertambah, tampa ketiga
itu orang tidak akan mempunyai harta dan dengan ketiganya insyaallah akan
berhasil. Ketiganya itu juga harus di imbangi, nah itu kami dorong kepada
masyarakat agar ketiganya itu bisa dilalui, itu dalam bidang eknomi.
P. pesantren kan sudah banyak berkembang, lalu bagaimana pesantren itu
manjawab tantangan zaman misalnya di luar sudah banyak berkembang
persoalan tehnologi nah bagaimana pesantren itu menyikapinya ?
S. selama tehnologi itu tidak bertentangan dengan keagamaan tetap kita
laksanakan, tetapi kalau tidak sesuai dengan agama terutama kan peran
pesantren memberikan pendidikan agama maka tidak direlisasikan itu selagi
tidak bertentangan maka kami laksanakan itu.
P. kalau merawat tradisi atau ketradisionalan itu bagaimana caranya baik di
pesantren maupun di masyarakat?
S. caranya ya tetep menjalankan dan menjaga tradisi-tradisi yang dulu dan itu
bukan hanya dirawat itu dan apabila ada semacam kekurangan kita tambahkan
karena tidak ada sesuatupun yang sempurna kecuali Alllah.
74
P. yang terakhir yaitu apakah anda selalu mendukung setiap hal-hal ataupun setiap
perubahan yang dilakukan atau di gagas oleh lora sendiri ?
S. selama perubahan itu menarik ke maslahatan itu pasti saya dukung tetapi kalau
perubahan itu malah sebaliknya maka saya cegah perubahan itu atau gagasan
itu.
P. kalau pengajian tiap minggu itu apakah polanya tetap sama artinya anda
berceramah dan masyarakat mendengarkan atau sudah berubah misalkan sistem
dialog ?
S. kadang-kadang ada Tanya jawab sesudah pengajian tersebut dan dalam
kumpulan yang lain juga ada yang bawa kitab dan saya mimpin baca kitab
mereka sambil mengartikan atupun juga memperhatikan bacaan dan yang tidak
dipahami oleh audien itu bertanya. Kalau dikalangan ibu-ibu itu tidak ada
Tanya jawab karena ibu-ibu pada saat ini bukan orang yang semuanya pintar
tetapi banyak yang bodoh karena dari bodohnya sampai tidak ada yang mau
ditanyakan justru kiai harus betul-betul paham pada situasi kalau ceramah
jangan ragu-ragu artinya harus transparan sehingga bisa dipahami oleh
masyarakat, sehingga masyarakat tidak punya rasa ragu lagi.
P: Penanya
S: Sulaiman Qurdi
75
Transkip wawancara dengan Lora Zubairi pada 07 September 2019
P. menururt pandangan anda apa definisi tradisional?
Z. tradisional terkait dengan kepemimpinan adalah kepemimpinan yang emang
latar belakangnya berangkat dari pemikiran-pemikiran yang sifatnya lebih
kepada pemikiran yang berangkat dari masa rasul, kemudian diteruskan
kepada sahabat,tabiin,dan diteruskan kepada ulama sekarang yang menurut
pemikiran kami yaitu lebih terhadap tradisional sebenarnya. Walaupun
sementara apa yang digagas oleh para rosul dan penerusnya itu tidak lepas dari
modern sebenarnya, tapi yang murni memang berangkat dari ketradisionalan
yang digagas oleh para rosul tadi.
P. dan kemodernan apa menurut anda ?
Z. pemikiran modern adalah pemikiran yang sifatnya selalu disesuaikan dengan
kemajuan dan perkembangan zaman, yang arahnya lebih disesuaikan, Yang
artinya kondisionaldisesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan dari
pemikiran-pemikiran lain. Tapi pada dasarnya tidak melepas/terlepas dari
pemikiran yang tradisional.
P. jadi bagaimana merawat pemikiran yang tradisional tersebut khususnya dalam
lembaga pondok pesantren ini dan pada masyarakat ?
Z. cara merawatnya tentunya kita tidak boleh lepas pada konsep-konsep agama,
artinya dari dasar al-quran dan hadist, dan sunnah-sunnah rosul. Itu adalah
sistim untuk kita merawat pemikiran yang bersifat tradisional, dan disesuaikan
juga dengan budaya daerah dimana kita bertugas sebagai pemimpin.
P. apabila dimasyarakat bagaimana merawat pemikiran tradisional tersebut, kan
apabila di pesantren masih banyak kajian-kajian tentang al-quran dan hadist
dan kitab kuning yang menurut anda adalah bagian cara untuk merawat
pemikiran yang tradisional, dan untuk dimasyarakat apa strategi untuk merawat
yang tradisional tersebut ?
Z. untuk merawat pemikiran yang tradisional dikalangan masyarakat tentunya kita
bisa dengan melalui pengajian-pengajian seperti yang menjadi budaya di
pedesaan yang kalau perempuan ada muslimatan, da nada pengajian solawatan.
76
Dan itu adalah benteng utama untuk merawat pemikiran tradisional sekaligus
untuk merawat keutuhan bangsa dan Negara.
P. apabila seperti pengajian tersebut , asumsi saya itu adalah strategi Lora untuk
mempertahankan yang tradisional dan mencoba hal yang baru artinya hal
keduanya dipadukan. dan di kajian tersebut apa sebetulnya tujuan diadakan
pengajian mingguan ?
Z. Pangajien mingguan reah benni karo sakadher ajelenakin elmu tapeh beremah
caranah tokang caramah aperrik contoh dhek masyarakat, atemmuh langsung
ben masyarakat ben semmak ben masyarakat. Tapeh salaen deri nyebarakin
agema Islam, pangajien mingguan dheddhi sarana begi lora e dhelem arabet
pemikiran tradisional. (Pengajian mingguan bukan hanya sebatas
mengaplikasikan ilmu pengetahuan tetapi bagaimana para penda’i memberikan
contoh kepada masyarakat, berkomunikasi secara langsung, besosialisasi dan
dekat dengan masyarakat. Terlepas dari tujuan dalam menyebarkan siar-siar
Islam, pengajian mingguan juga menjadi sarana dalam merawat pemikiran-
pemikiran tradisonal).
P. dalam pengajian tersebut untuk tema siapa yang menentukan apakah
masyarakat, apakah anda ?
Z. apabila pengajian untuk tema yang menentukan adalah pendakwanya dalam
artian dari pihak lora yang menjadi pendakwah, dan seorang penyampai
dakwah memang harus tau kondisi. Artinya benara-benar disesuaikan dengan
situasi, umpama pada saat memasuki bulan ramadhan penyampaiannya itu
disesuaikan dengan materi-materi yang adahubungannya dengan keutamaan
dan kewajiban bulan ramadhan, dan seperti sekarang lagi ada musim haji dan
yang kita sampaikan sesuai dengan kondisi dan seterusnya sehingga pererta
pengajian/jamaah responnya akan lebih bagus dan bisa mengamalkannya.
P. jika di masyarakat dalam pengajian-pengajian pernahkah anda membahas
tentang pentingnya pendidikan ?
Z. sering, menyampaikan tentang pentingnya pendidikan , tetapi tidak semua
ketika menghadiri pengajian-pengajian itu tidak membahas seputar pentingnya
pendidikan saja, seperti yang disampaikan tadi sesuai dengan kondisi. Namun
pada suatusaat itu juga dapat dikatakan cukup maksimal kita menyampaikan
77
tentang tema pengajian maslah pendidikan. Apalagi dalam kegiatan-kegiatan
yang bersifat pengajian-pengajian umum, seperti tadi malam saya menghadiri
haflatul imtihan (perayaan akhir semester dipondokpesantren) dan rata-rata
kalau yang sifatnya pendidikan yang digelar dilembaga-lembaga ini memang
lebih fokus kepada persoalan pendidikan dan kesadaran untuk pentingnya ilmu
pengetahuan.
P. menurut anda bagaimana perkembangan pendidikan yang ada di desa Dempo
barat ini ?
Z. menurut analisis saya, didempobarat ini dari sekian desa yang ada disekitar
desa Dempo barat ini adalah termasuk satusatunya desa yang cukup banyak
perkembangan dan kemajuan. Dan bahkan diibaratkan kalau di daerah
Pamekasan, dan didaerah selatan ada daerah Pademawu yang dianggap desa
yang cukup maju dalam bidang pendidikan, maka untuk wilayah pantura
adalah Dempo barat yang maju dalam bidang pendidikan. Asumsi kami kenapa
bisa menyampaikan seperti itu, kita melihat dari masyarakat yang ada di desa
Dempo barat ini hamper berapa sekian persen yang sudah tingkat
pendidikannya mencapai sarjana dan bahkan pasca sarjana juga udah cukup
banyak di Dempo barat. Terbukti lagi dengan banyaknya lembaga-lembaga
pendidikan dan ini menjadi salah satu acuan.
P. jika berbicara pendidikan tentu berbicara tentang lembaga, dan bagaimana cara
khususnya dilembaga pesantren baik di Al-Falah dan Almiftah ini strateginya
pesantren dalam menarik perhatian orangtua anak-anak agar untuk
disekolahkan atau dimondokkan di Al-Falah, bagaimana strategi untuk itu ?
Z. untuk menarik minat dari para wali sekaligus juga anaknya strategi yang paling
bagus yang kami terapkan adalah bagaimana kita menjaga dan merawat serta
mengoptimalkan tentang keberlangsungan pendidikan, artinya diusahakan
dalam lembaga,disekolah,di pesantren, agarsupaya programnya berjalan
sebagaimana kita harapkan. Sehingga outputnya dari anak-anak yang mondok
atau yang ada diformal itu benar-benar keliatan, tetapi dalam arti output yang
kita sampaikan bukan hanya di dalam bentuk kemampuan kekeilmuan
saja,seperti di ajang-ajang lomba, tetapi juga bagaimana kita berusaha di anak
didik yang sudah keluar dari lembaga Al-Falah ini baik dari segi
78
moral,akhlaknya,juga spritualnya, itu yang berusaha kami upayakan, Sehiangga
respon masyarakat akan bagus.
P. di Al-Falah sendiri kan sudah mulai terbuka baik secara pendidikan maupun
sistem yang berbau modernisasi, dan sudah banyak kurikulum-kurikulum yang
diluar basis agama, nah bagaimana strategi pesantren dalam menjawab
tantangan Zaman khususnya modernisasi ?
Z. dipesantren ini sendiri dalam menjawab tantangan zaman hubungannya dengan
kurikulum yang berkembang dalam saat ini, sehingga kami dilingkungan
pesantren sudah beberapa tahun ada semacam kepengurusan yang dikenal
dengan DMM (Dewan Makhadiyah wal Madrasiyah), dan bahkan juga ada
LPM (Lembaga Penjamin Mutu ). Dan DMM itu mengkaji,menelaah dan
mengevaluasi keberlangsungan dalam lembaga, mana yang tidak berjalan dan
dianggap lemah dan sekaligus DMM itu membuat undang-undang pesantren,
sehingga dengan undang-undang yang digarap oleh DMM dan disahkan oleh
pengasuh itu diterapkan di pondok, Alhamdulillah sampai saat ini sudah cukup
berjalan dengan baik. Kemudian yang sangat kami rasakan untuk
mengantisipasi dari tantangan zaman yang kadang-kadang bisa menggeser
terhadap masa-masa kepesantrenan, ini dengan adanya program keagamaan
yaitu amtsilati, ini sangat luar biasa karena dengan program amtsilati ini anak
pondok pesantren bukan hanya sistem pembelajaran tetapi bagaimana anak
tersebut/peserta didik yang mengikuti program tersebut dibina tentang
ubudiahnya,solat berjemaah,solat dhuha, bahkan solat tahajjudnya. Sehingga
sampai saat ini Alhamdulillah hampir semua santri itu bernuansa ciri khas
pesantren.
P. disini berbicara pesantren bisa berbicara lembaga, maupun elemen-elemen yang
ada didalamnya tersebut. Apakah keberadaan pesantren itu mampu mengubah
keadaan di masyarakat menurut anda ?
Z. ya sangat jelas pesantren dapat merobah terhadap masyarakat sekitarnya
pondok pesantren, karena dalam tinjauan agama sudah banyak dalil-dalil
apakah itu hadist yang menyatakan kemajuan suatu daerah,suatu desa,suatu
lingkungan itu ditentukan dengan pendidikannya,ditentukan dengan
pesantrennya. Apabila ada pesantren bagus dan pengelolaannya juga baik maka
79
disekitarnya itu juga akan menjadi bagus itu banyak dalil-dalil dan kaidah-
kaidah yang menyampaikan semacam itu, Diantaranya orang alim itu ibaratkan
sama dengan sinar sembit bintang, akan menjadi sinar jadi itu berarti
masyarakat itu akan tersinari baik secara keilmuan,termasuk akan kemajuan
ekonominya. Dan faktanya didempo barat sampai saat ini masyarakatnya baik
dari segi perekonomiannya cukup lumayan, walaupun sementara ini memang
tidak lepas dari kiprah penguasa namun kedepannya tetap ada gagasan
bagaimana kordinasi antara lembaga dengan aparat desa khususnya juga
dengan kepala desa sendiri.dan apabila ada sinergi yang bagus insyaallah
bukan hanya keilmuan tetapi dalam segi ekonomi dan sebagainya kami akan
kembangkan.
P. berarti sejauh ini belom ada? Artinya lembaga hanya bergerak dalam bidang
keagamaan dalam masyarakat, dalam bidang yang lain belum ada.
Z. lembaga juga bergerak dalam bidang perekonomian tetapi sementara kordinasi
dengan masyarakat belum sepenuhnya namun lambat laun sudah ada, dengan
dibukanya Kopotren(koperasi pesantren), dan dibentuknya took bangunan, hal
ini kan tidak lepasa degan kordinasi bersam masyarakat.
P. mungkin pertanyaan terakhir yaitu kiranya menerima tidak apabila ada
masukan baik saran dari masyarakat,atau misalkan dari santri, tentang
perubahan di Dempo barat baik dari segi sosial ekonomi maupun yang lain ?
Z. sangat menerima karena hal ini akan lebih berpotensi untuk kemajuan agama
kemudian masyarakat hal itu yang kita harapkan. Jadi kita harapkan bukan
hanya bahagia di akherat tetapi bahagia juga di dunia.
P. baik terimakasih atas wawancaranya dan terimakasih juga sudah meluangkan
waktu buat wawancara ini
P = Penanya
Z = Zubairi
80
Transkip wawancara dengan Joko Pranoto pada 20 September 2019
P. menurut anda apakah itu yang disebut dengan tradisional dan apa yang disebut
dengan modern?
J. tradisional itu kan cara-cara hidup yang masih mengacu kepada tradisi atau
kebiasaan-kebiasaan dan modern itu sendiri adalah semacam tatanan hidup
dengan memadukan antara ilmu tehnologi kedalam segala aspek kehidupan kita,
itu mungkin secara umum gambarannya
P. apabila seperti itu kan anda sendiri sampai sekarang masih jadi kepala di
madrasah aliyah dan di MA sendiri sudah ada perpaduan antara tradisional dan
modern nah bagaimana bisa berlangsung proses seperti itu artinya perubahan
kepada yang modern?
J. memang sejak saya masuk di pondok pesantren al-falah, itu memang masih
banyak cara-cara tradisional atau mungkin bisa dibilang sistem salaf yang ada di
pesantren yang dipakai tetapi saya masuk kesana dan kami mencoba untuk
memadukan itu, memasukkan ilmu pengetahuan dan tehnologi diterapkan dan
digunakan untuk kepentingan-kepentingan sekolah yang ada di pondok
pesantren itu sendiri. Dan Alhamdulillah ya walupun mungkin saya kira karena
ini mendapatkan dukungan moral yang sangat luarbiasa dari pengasuh maka
kami tidak banyak mengalami kesulitan, artinya memang tidak revolusi secara
total dan kami secara perlahan perubahannya dan saya kira pasti walupun
demikian dan lembaga kita sudah menuju kearah itu.
P. menurut anda bagaimana kiprah lora baik di pesantren maupun di masyarakat
sendiri ?
J. lora yang jelas punya peran yang luar biasa dalam tatanan kehidupan
masyarakat terutama kalau didalam pesantren sendiri karena memang beliau
sudah langsung dianggap sebagai putra pak kiai baik langsung maupun tidak
langsung yang jelas tetap menjadi acuan dalam berprilaku santri-santrinya, jadi
para lora itu kan merupakan miniature dari pak kiai sehingga segala sikap dan
tindakan diikuti oleh santri. Dalam tatanan masyarakat saya kira juga sangat
besar dalam arti kata masyarakat secara umum karena lora sekarang kan berbeda
dengan lora jaman dulu,kalau lora jama dulu itu hanya mengikuti apa yang
81
menjadi tradisi didalam pesantren dalam artikata pesantren yang salaf tetapi
kalau sekarang lora-lora sudah banyak yang sarjana sehingga dengan demikian
baik dalam pemikiran-pemikirannya dan sisi moralitasnya seringkali tetap
dijadikan acuan oleh masyarakat disekitarnya.
P. kalau anda sendiri apakah pernah mengadakan sebuah kegiatan yang bekerja
sama dengan pondok pesantren al-falah maupun lora-lora tertentu ?
J. dalam menata masyarakat pasti, karena dalam menata masyarakat khususnya di
pedesaan ya ini yang perlu diluruskan pada masyarakat, kan di msyarakat
menganggap pembangunan itu hanya semata-mata pembangunan fisik saja
padahal tidak, pembangunan itu bisa bersifat fisik dan juga bisa bersifat
spritualnya nah dari sisi ini peran ulama dan peran masyarakat danjuga peran
lora di pesantren sangat luar biasa dia selalu memberikan bimbingan melalui
kelompok-kelompok kecil kholakoh lah seperti itu dan juga ada kelompok
tahlilan, yasinan dan yang semua itu biasanya diisi dengan pembahasan dengan
ilmu pengetahuan baik ilmu ilmu agama maupun ilmu kemasyarakatan. Ini
peran sertanya sangat luar biasa
P. terus bagaimana sejauh ini selama anda menjabat kepala desa, apa perubahan
yang telah dilakukan di desa baik SDM maupun SDA dan di bidang yang lain?
J. kalau dari sisi SDM saya kira peran pendidikan sangat luar biasa artinya melalui
pendidikan formal yang ada baik yang dirintis oleh pondok pesantren maupun
pendidikan formal yang ada di luar itu yang jelas sangat membantu kepada
perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Tetapi yang selalu menjadi tolak
ukur bagi masyarakat cendrung kepada perubahan yang bersifat fisik itu
biasanya yang menjadi acuan paling jelas dan mudah bagi masyarakat, padahal
hal yang seperti itu sangat tidak kekal sekali mungkin hanya bisa bertahan 5
atau 10 sampai 15 tahun selebihnya dari itu sudah tidak tetapi perubahan-
perubahan dalam bentuk pemikiran dan prilaku yang luar biasa dan ini juga
tidak bisa dirasakan dengan serta merta perubahan-perubahan seperti ini
memakan waktu yang cukuplam dalam eksistensinya. Bisa 5 sampai 10 tahun
tapi setelah itu baru mayarakat bisa merasakan.
P. dalam sektor ekonomi ?
82
J. dari segi ekonomi pemerintahan desa itu diberi kewenangan dalam menata
anggaran sendiri itu katakanlah yang bisa leluasa hanya sejak tahun 2015, jadi
dalam porsi ini saya kira untuk dempo barat masih kurang ada yang pasti dan
jelas yang langsung menyentuh kepada sektor ekonomi, masih sangat erat
kaitannya dengan yang bersifat fisik yang bersifat infrastruktur itu memang
nanti arahnya secara tidak langsung akan mempengaruhi kepada sektor ekonomi
juga cuman secara jelas dan secara langsung saya kira masih belum, karena
memang dempo barat folume jalannya sangat luar bisa, dempo barat itu kurang
lebih sekitar kalau sekarang 35 kilometer folume jalan desanya padahal kita
hanya bisa artinya kemampuan anggaran dengan aturan menyesuaikan kepada
aturan-aturan yang ada itu kurang lebih hanya antara 3 sampai 4 kilometer kita
dalam pertahun anggarannya, jadi untuk itu desa masih perlu memikirkan
bagaimana penghasilan desa lebih dari yang sekedar ada program dari
pemerintah seperti DD dan ADD
P. terus bagaimana peranan pejabat pemerintah terhadap modernesasi khususnya
di dempo barat
J. saya kira perubahan menuju arah itu saya kira sangat vital sekali jadi semua
perangkat desa mempunyai peranan untuk itu Cuma masih kita akui bahwa
didalam kehidupan kita sehari-hari lebih-lebih kepada perangkat desa yang ada
itu masih ada yang berpendidikan secra formal masih relatif rendah tetapi untuk
itu menyangkut kepada kepada kepercayaan dari masyarakat ya ditengah-tengah
masyarakat kita tidak selalu mempunyai kepercayaan kepada mereka yang
berpendidikan tinggi yang kadang-kadang tidak jarang juga ditemui mereka
yang berpendidikan tinggi tetapi kurang mampu menyelesaikan persoalan –
persoalan yang yang ada di masyarakat.
P. kalau peran tokoh masyarakat menurut anda bagaimana di dempo barat sendiri?
J. peran tokoh masyarakat saya kira hampir sama dengan perangkat desa hampir
sama juga dengan lora, mereka juga mempunyai peran yang sangat luar biasa
karena didalam melakukan perubahan-perubahan menuju kemodernisasi ini baik
lora maupun perangkat desa harus merangkul tokoh-tokoh desa yang ada dan
tampa merangkul mereka saya kira mustahil kita akan mengadakan perubahan
menuju modernisasi.
83
P. berarti sejauh ini masih relatif tradisional atau memang sudah mulai masuk
terhadap modern baik secara moral maupun secara yang lain ?
J. mungkin kesimpulannya yang perlu diluruskan, sudah seperti yang saya katakan
dari tadi memang kehidupan kita tidak semuanya sudah modern tetapi kita
sudah mulai berubah kepada yang modern dalam segala aspek kehidupan, jadi
untuk itu kalau disini dikategorikan sebagai desa yang tradisional saya kira juga
tidak, dan perlu kita kaui juga sebetulnya untuk Pamekasan wilayah pantura
kalu menurut saya pendidikan yang paling bagus masyarakatnya diantaranya
termasuk desa dempo barat itu bisa dilihat dari lembaga-lembaga pendidikan
yang ada kemudian kesadaran pendidikan masyarakat itu mungkin diantaranya
dan dempo barat dibandingkan dengan desa-desa sebelah jumlah sarjananya
juga paling banyak dan bahkan mungkin pelaku-pelaku pendidikan yang ada di
wilayah pantura pamekasan rata-rata dari dempo barat jadi tenaga pengajarnya
banyak yang didatangkan dari dempo barat.
P. jadi kesadaran pendidikan di demppo barat sangat pesat, kesadaran itu sendiri
atas dasar inisitif sendiri atau ada peranan dari pemerintah, lora ataupun dari
pengasuh dari pondok pesantren?
J. untuk itu semua lini mempunyai peran yang sangat luarbiasa jadi tidak mungkin
untuk melakukan perubahan semacam itu memang butuh kerja sama dari semua
pihak dan dari semua lini, baik dari tokoh, perangkat desa, tokoh agama, tokoh
pemuda, lebih-lebih kepada pengasuh lembaga pendidikan saya kira semuanya
mempunyai peranan yang besar untuk perubahan itu.
P. selanjutnya apakah bapak terbuka menerima gagasan-gagasan baru yang
digagas oleh lora misalnya?
J. saya kira, saya selama itu untuk perubahan terhadap tatanan masyarakat dari
siapapun itu apalagi dari lora dari siapapun kami tetap terbuka, tentu dengan
memperhatikan potensi dan yang bisa menghambat terhadap program itu sendiri
dari gagasan yang ada perlu diperhitungkan antara potensi yang ada di desa
maupun hambatan-hambatan yang akan kita hadapi.
P. apabila anda hadir mengisi sambutan ataupun hal yang lain di acara nikahan
maupun imtihan pernah tidak menyinggung tentang persoalan ekonomi,
pendidikan?
84
J. pendidikan pasti ketika kami ada di even-even pendidikan kami biasanya juga
membahas tentang bagaimana pendidikan, minimal kami memberikan
penyadaran terhadap masyarakat tentang pentingnya pendidikan atau setidaknya
kami memotifasi bagaimana pemikiran-pemikiran mereka tentang pendidikan
bisa lebih baik.
P: Penanya
J: Joko Pranoto
85
Transkip wawancara dengan Hawi pada 21 September 2019
P. Pengertian tradisional?
H. Pemikiran yang masih menganut dan mengikuti sebelum-sebelumnya.
Contohnya pernikahan, sebelum tahun 2000-an masyarakat desa dempo barat
kebanyakan nikah dibawa umur karena dipaksa orang tua dengan alas an
ekonomi, ingin melihat kebahagiaan anaknya.
P. Perngertian modern?
H. Modern itu mengikuti perkembangan zaman. Kalau modern dalam beragama
adalah bagaimana dia berusaha agar beragama lebih baik dari sebelumnya. Dalam
pernikahan zaman sekarang jarang menikah di bawah umur, minimal tamat
Madrasah Aliyah (dan sederajat) itu lebih maju daripada sebelumnya yang
melaksanakan akad sebelum umur. Dari kemajuan itulah bisa kita kategorikan
seabagai modern kaena lebih maju daripada sebelumnya. Jadi modern yang
mengikuti kita bukan kita yang mengikuti modern.
P. Pernahkah KUA melakukan sosialisasi kepada masyarakat?
H. Sudah, bahkan setiap bulan sekarang ada sosialisasi kepada masyarakat.
Contohnya bimbingan nikah. Jadi KUA Pasean melakukan bimbingan kepada
pengantin yang secara umur relatif muda, khususnya yang baru lulusan MA (dan
sederajat).
P. Bagaimana bisa berubah pola pikir masyarakat dalam konteks pernikahan dini?
H. Selain karena factor sosialisasi, ada juga factor pendidikan dan bimbingan para
guru/ustadz maupun tokoh masyarakat serta kesadaran dari masyarakat khususnya
orang tua maka yang tidak mau menikahkan anaknya di bawa umur, karena nikah
di bawah umur tatanan keluarga cenderung retak dan mudah cerai. Artinya
selesaikan dulu pendidikannya baru menikah.
P. Pernah tidak, KUA melakukan kegiatan yang melibatkan Lora?
H. Sementara belum ada, tapi insya allah ke depan kita akan melaksanakan
kegiatan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, bukan hanya lora tepapi
juga tokoh masyarakat.
P. Apakah KUA Kecamatan Pasean hanya fokkus dalam bidang perkawinan
semata?
86
H. Ada selain perkawinan, yaitu persoalan Haji, penyuluhan pembangunan
musholah, memberikan bimbingan ke masjid-masjid terus mengisi pengajian rutin
kepada masyarakat. Bahkan dulu di KUA ada kegiatan kuliah tujuh menit
(kultum) dan ditunjuk pengurus desa untuk mengisi tausiah di masyarakat di mana
dia diamanatkan.
P. Apakah KUA pernah membahas persoalan aliran Islam yang ada di desa dempo
barat?
H. Sementara belum ada. Karena itu sangatlah sensitif. Dulu itu setiap bulan
biasanya KUA mengundang kiai maupun lora yang dianggap mumpuni dalam
bidang keagamaan. tujuannya mendengar infromasi serta keluahan-keluahan
masyarakat. Tapi sekarang belum tapi saya berharap kegaitan seperti itu
dilanjutkan kembali oleh kepala KUA Pasaean.
P. Bagaimana peran tokoh masyarakat di desa dempo barat?
H. Sejauh ini lumayan banyak peran tokohnya masayrakat, khususnya kepala
dusun dan kiai surau. Mereka berperan aktif dalam perkembangan kehidupan
rakyatnya. Baik dari pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
P. Bagaiman potret pendidikan di desa demp barat?
H. Sudah sangat bagus, masyarakat sudah sadar bahwa pendidikan kunci utama
dalam segala kebutuhan baik dunia maupun akhirat.
P. Lantas bagimana peran kepala desa?
H. Dalam pendidikan sudah bangat banyak perannya, kekurangannya hanya
kurang control terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang ada di desa dempo
barat. Kalau dalam keagamaan sudah aman. Kalau persoalan perkawinan dan dia
diundang dia hadir dan biasanya memberikan sambutan. Dalam bidang
inftastruktur sudah sangat maju, jalan sudah lumayan bagus sehingga dengan
bagusnya infrastruktur juga berdampak kepada bidang yang lain khususnya
ekonomi.
P. Bagaiman bisa berlangsung sisntesi pemikiran tradisional dan modern di
pesantren-pesantren?
H. Karena pertama kesadaran para dewan guru, baik itu pengasuh maupun lora.
Mereka sadar bahwa pendidikan selain pendidikan keagamaan juga penting untuk
diterapkan di pesantren. Kedua mengikuti perkembangan zaman dan yang terakhir
87
sebagai daya saing terhadap sekolah umum yang ada di kecamatan pasean. Saya
kira itu kenapa bisa berlansung elaborasi pendidikan agama dan umum di
pesantren.
P. Bagaimana Peran dan kiprah lora di masyarakat?
H. Saya kira sudah mapan dan lora-lora sudah berasimilasi dengan masyarakat.
Contonya pengajian setaip minggu dengan masyarakat. Kiprahnya luar biasa
dalam pendidikan terutama dalam mendidik moral, akhlak dan pendidikan
keagamaan. dari segi moral sudah banyak yang berubah di masyarakat.
P: Penanya
H: Hawi