49
PRESENTASI KASUS Sindrom Nefrotik Yofara Maulidiah Muslihah 1111103000047 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA OKTOBER 2015

Sindrom Nefrotik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Nephrotic syndrome case illustration.

Citation preview

Page 1: Sindrom Nefrotik

PRESENTASI KASUS

Sindrom Nefrotik

Yofara Maulidiah Muslihah

1111103000047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OKTOBER 2015

Page 2: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 2

KATA PENGANTAR

Assalmu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan Syukyr kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah presentasi

kasus yang berjudul “Sindrom Nefrotik”. Shalawat dan salam kami sampaikan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan

pengikutnya.

Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Elsa, SpPD yang telah memberikan

kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing kami dalam menyelesaikan

makalah presentasi kasus ini.

Makalah presentasi kasus yang berjudul “Sindrom Nefrotik” ini kami sadari masih

terlalu jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

kami sebagai penulis memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dalam

makalah ini, Kritik dan saran yang membangun selalu kami tunggu.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang

membacanya dan bagi kami, penulis yang sedang menempuh kegiatan

kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Bekasi.

Bekasi, 5 Oktober 2015

Penulis

Page 3: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

BAB II ILUSTRASI KASUS ........................................................................ 5

2.1. Identitas Pasien.......................................................................................... 5

2.2. Anamnesis ................................................................................................. 5

2.3. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 7

2.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 12

2.5. Resume ...................................................................................................... 14

2.6. Daftar Masalah .......................................................................................... 14

2.7. Tata Laksana ............................................................................................. 14

2.8. Saran Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 15

2.9. Prognosis ................................................................................................... 15

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 16

3.1. Sindrom Nefrotik ...................................................................................... 16

3.1.1. Definisi .............................................................................................. 16

3.1.2. Etiologi dan Klasifikasi ..................................................................... 17

3.1.3. Patofisiologi ....................................................................................... 26

3.1.4. Manifestasi Klinis .............................................................................. 28

3.1.5. Diagnosis ........................................................................................... 30

3.1.6. Diagnosis Banding ............................................................................ 30

3.1.7. Tatalaksana ........................................................................................ 31

3.1.8. Komplikasi ........................................................................................ 43

3.1.9. Prognosis .......................................................................................... 43

BAB IV PENGKAJIAN MASALAH ........................................................... 44

BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48

Page 4: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 4

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif (≥ 3 – 3,5 g/hari atau

rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia

(< 3,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan manifestasi klinis edema periferal. Pada

proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala

tersebut harus ditemukan.1,2,3

SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1

pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya

dan SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik,

metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.1,2,3,4

Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang

disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang.

Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.

Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan

nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta

hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal

kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap

akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon

yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat berkembang menjadi

kronik.1,2,3

Page 5: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 5

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. MR

Tanggal lahir/Usia : 03/01/1987 (28 tahun)

Alamat : Kav. Bulak Sentul No. 121

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Guru

Jenis kelamin : Perempuan

Status Pernikahan : Belum menikah

No. RM : 03527134

2.2. Anamnesis

A. Keluhan Utama

Bengkak di kedua tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan bengkak di

kedua tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS. Bengkak di tungkai

dirasakan sepanjang hari, sedangkan pada wajah terutama pada saat

bangun tidur di pagi hari dan berkurang saat pasien beraktivitas.

Bengkak tidak disertai dengan sesak nafas, keluhan badan menjadi

kuning, penurunan berat badan drastis, dan keluhan nyeri sendi.

Keluhan lemas, tidak selera makan, nyeri perut, mual, muntah, serta

diare disangkal pasien. Pasien mengakui kencingnya berwarna keruh

namun tidak berbusa sejak mengalami keluhan seperti ini. Pasien

pernah disuntik dexamethasone sebanyak 2 ampul di klinik sekitar 7

Page 6: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 6

hari SMRS menyebabkan keluhan bengkak sedikit berkurang, namun

kemudian bengkak kembali.

Seminggu sebelum keluhan bengkak muncul, pasien mengeluh

badan lemas, demam tidak tinggi, tidak nafsu makan, serta batuk.

Pasien kemudian berobat ke klinik dan diberikan antibiotik, obat batuk,

obat flu, dan vitamin.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat

mengalami sakit ginjal yang diketahui sebelumnya disangkal pasien.

Riwayat mengalami nyeri dan kaku pada jari-jari disangkal. Riwayat

kencing manis disangkal. Riwayat sakit pada hati disangkal. Riwayat

rutin mengonsumsi obat-obatan tertentu disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga tidak ada yang pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

E. Riwayat Kebiasaan dan Sosial

Riwayat mengonsumsi jamu-jamuan disangkal pasien. Riwayat

seks bebas dan penggunaan narkotika suntik disangkal pasien.

Page 7: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 7

2.3. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

BB : 50 kg (sebelum sakit)

TB : 150 cm

BMI : 22 kg/m2

Keadaan Gizi : Dalam batas normal

B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 70 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7ºC

C. Kepala dan Leher

Bentuk kepala : Normocephali.

Rambut : Hitam, distribusi rata, sulit dicabut

Wajah : Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash –

Mata

Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra

Konjunctiva anemis +/+

Sklera ikterik -/-

Pupil bulat isokor, diameter 3 mm/ 3mm

Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra

Reflek cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+

Edema palpebra +/+

Page 8: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 8

Telinga

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra

Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan

kulit, tidak hiperemis

Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra

Nyeri tekan tragus -/-

Nyeri tekan aurikula -/-

Nyeri tarik aurikula -/-

Nyeri tekan retroaurikula -/-

Hidung

Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan –

Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-

Tidak ditemukan deviasi septum

Mulut

Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan

bicara, sudut bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan

tersenyum.

Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral

Bibir lembab, tidak sianosis

Oral higiene kurang, karies gigi (-)

Lidah tidak tremor, lurus terjulur ditengah, tidak hiperemis, tidak

kering

Uvula terletak ditengah, tidak oedem

Oral thrush (-)

Faring tidak hiperemis

Tonsil T1-T1 tenang.

Page 9: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 9

Leher

Inspeksi:

Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran kelenjar

tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea

Palpasi:

Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP 5-2

cmH2O.

Auskultasi: Tidak terdengar bruit

D. Thorax

Thorax Anterior

Inspeksi

Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada

pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdominotorakal

Tidak tampak retraksi sela iga

Tidak ditemukan eflouresensi pada kulit dinding dada

Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum

Tidak terlihat spider navy

Palpasi

Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba

benjolan pada dinding dada

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremitus

(-), thrill (-)

Teraba ictus cordis pada sela iga V, 2 jari medial dari linea

midclavicularis kiri

Perkusi

Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor

Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan

Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 2 jari medial dari

midcavicularis kiri

Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri

Page 10: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 10

Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi +/+, wheezing-/-

BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-), splitting (-)

Thorax Posterior

Inspeksi

Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis

Tidak terlihat eflouresensi

Tidak terlihat benjolan

Tidak terdapat kelainan vertebra

Palpasi

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris

Tidak ditemukan nyeri tekan

Perkusi

Tidak terdapat nyeri ketuk

Perkusi secara umum terdengar sonor

Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada

sela iga XI

Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+

E. Abdomen

Inspeksi

Bentuk perut datar

Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (+)

Umbilikus terletak di garis tengah

Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Arterial bruit (-)

Page 11: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 11

Palpasi

Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik

Nyeri tekan epigastrium (-)

Hepar dan lien tidak teraba

Ballotement -/-

Undulasi (-)

Perkusi

Shifting dullness (-)

F. Ekstremitas

Ektremitas atas

Inspeksi

Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak

terdapat lesi kulit

Palmar eritema (-)

Tidak sianosis, tidak ikterik

Clubbing finger –

Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua ekstremitas atas dapat

bergerak aktif dan bebas

Tidak ada gerakan involunter.

Palpasi

Tidak terdapat nyeri tekan

Akral hangat

Pitting edema -/- -/-

Refleks patologis Hoffmann Tromner -/-

Flapping tremor -/-

Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

Kekuatan otot normal 5555 5555

5555 5555

Page 12: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 12

Ekstremitas bawah

Inspeksi

Tungkai kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak

tampak pembengkakan, tidak terdapat lesi kulit

Tidak sianosis, tidak ikterik

Clubbing finger –

Kedua tungkai dapat bergerak aktif dan bebas

Palpasi

Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri

Pitting oedem - -

+ +

Klonus patella -/-, klonus achilles -/-

Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

G. Status Neurologis

Tanda rangsang meningeal

- Kaku kuduk (-)

- Lasegue (-), Kernig (-)

- Brudzinski I/II (-)/(-)

Refleks fisiologis (+)

Refleks patologis (-)

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan 25/09

18:30

27/09

14:40 Nilai Rujukan

Hemoglobin 8.9 9.4 11.7- 15.5 g/dl

Hematokrit 26 28.6 33-45 %

Leukosit 6.5 8.0 5-10 ribu/UL

Trombosit 236 279 150-440 ribu/UL

SGOT 26 0-34 u/l

SGPT 10 0-40 u/l

Protein Total 6.0 6.6-8.0 g/dl

Albumin 3.4 3.40-4.80 g/dl

Globulin 3.12 1.5-3.0 g/dl

Page 13: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 13

Ureum darah 19 20-40

Kreatinin Darah 0.6 0.6-1.5

GDS 104 103 70-140 mg/dl

Natrium 140 135-147 mmol/l

Kalium 3.8 3.10-5.10 mmol/l

Klorida 98 95-108 mmol/l

Kolesterol Total 286 < 200 mg/dl

Trigliserida 142 < 160 mg/dl

Asam Urat 5.8 2.2-6.2 mg/dl

Pemeriksaan Urin Lengkap (26/09/15)

Kimia Urine

Warna

Kejernihan

pH

Berat Jenis

Albumin Urin

Glukosa

Keton

Urobilinogen

Bilirubin

Darah Samar

Lekosit Esterase

Kuning

Agak keruh

6,5

1015

Positif 1 (+)

Negatif

Negatif

0,2

Negatif

Positif 3 (+++)

Positif 1 (+)

Mikroskopis Urine

Eritrosit

Lekosit

Silinder

Epitel

Kristal

Bakteri

Lain lain

10-15

5-10

Negatif

Gepeng

(+)

Negatif

Positif (+)

Negatif

Pemeriksaan Apusan Darah Tepi

Kesan: Anemia normositik normokrom akibat perdarahan

Page 14: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 14

2.5 Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan bengkak di kedua

tungkai serta wajah sejak 3 minggu SMRS. Bengkak di tungkai dirasakan

sepanjang hari, sedangkan pada wajah teruma pada saat bangun tidur di pagi

hari dan berkurang jika pasien beraktivitas. Pasien mengakui kencingnya

berwarna keruh. Pasien pernah disuntik dexamethason sebanyak 2 ampul di

klinik, kemudian keluhan bengkak sedikit berkurang.

Seminggu sebelum keluhan bengkak muncul, pasien mengeluh badan lemas,

demam tidak tinggi, tidak nafsu makan, serta batuk.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, edema palpebra,

dan pitting edema pada ekstemitas inferior.

Pada pemerikaan labooratorium didapatkan anemia dengan kesan

normositik normokrom, hiperlipidemia, proteinuria, hematuria mikroskopik,

dan bakteriuria.

2.6 Daftar Masalah

a) Sindrom Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis

b) Anemia ec. Blood Loss DD/ Defisiensi Nutrisi

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Non-Medikamentosa

Sindrom Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis

Diet

• Restriksi asupan protein (0,8g/kgbb/hari)

• Restriksi cairan

• Rendah garam, rendah lemak jenuh, rendah kolesterol

Page 15: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 15

Anemia e.c. Blood Loss e.c. DD/ Defisiensi Nutrisi

Atasi penyebab perdarahan

2.7.2 Medikamentosa

Sindrom Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis

• Furosemid 1 x 40 mg IV

• Metilprednisolone 3 x 16 mg PO

• Captopril 3 x 6,25 mg PO

• KSR 1 x 1 tab PO

• Simvastatin 1 x 20 mg PO

Anemia e.c. Blood Loss DD/ Defisiensi Nutrisi

Atasi penyebab perdarahan

2.8 Saran Pemeriksaan Penunjang

a) Albumin serum

b) Protein urin kuantitatif 24 jam

c) ANA test, ds-DNA

d) ASTO

e) C3, C4

f) Biopsi ginjal

g) Serum ferritin, asam folat, dan B12

2.9 Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : bonam

Page 16: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Sindrom Nefrotik

3.1.1. Definisi

Dalam bukunya, Walsh mendefinisikan sindrom nefrotik sebagai

edema, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan proteinuria berat.

Jumlah proteinuria yang bermakna sebagai nefrotik adalah ekskresi

sebanyak lebih dari 40 mg/m2/jam atau dengan rasio protein/kreatinin

lebih dari 2,0 hingga 3,0.1

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria

masif ≥ 3,5 g/ hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia,

dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan

diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria

masif merupakan tanda khas SN, akan tetapi pada SN berat yang

disertai kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga

berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai

komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia,

dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas,

gangguan metabolisme kalsuim dan tulang, serta hormon tiroid sering

dijumpai pada SN. Umumnya SN dengan fungsi ginjal normal,

kecuali sebagai kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap

akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan

menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, akan tetapi

sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.2

Page 17: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 17

3.1.2. Etiologi dan Klasifikasi

Sindroma nefrotik dapat dibagi menjadi kongenital, primer

(dari tipe glomerulonefritis manapun), atau sekunder (penyakit

sistemik, keganasan, reaksi alergi, atau oleh karena reaksi dengan

nefrotoksin).1 Adapun, secara mudah, kebanyakan referensi

membagi etiologi sindroma ini menjadi etiologi primer (dari ginjal)

maupun sekunder (di luar ginjal dan biasanya disebabkan oleh

penyakit sistemik). Lebih dari 50% SN pada dewasa disebabkan oleh

penyebab sekunder.

a. Sindrom Nefrotik Primer

SN primer (idiopatik) berhubungan dengan kelainan

primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui tanpa

adanya penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai

pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah

sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom

nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di

bawah 1 tahun.3

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik

primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC

(International Study of Kidney Disease in Children).

Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui

pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,

disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan

klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak

berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi

ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children,

1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).4

Page 18: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 18

Tabel 1. Klasifikasi Kelainan Glomerulus pada

Sindrom Nefrotik Primer

1. Glomerulonefritis lesi minimal/ kelainan minimal

(KM)

2. Glomerulosklerosis (GS)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

3. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus

(GNPMD)

4. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus

eksudatif

5. Glomerulonefritis kresentik (GNK)

6. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe III dengan deposit

transmembran/subepitelial

7. Glomerulonefritis membranosa (GM)

8. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Di antara klasifikasi tersebut, yang sering dijumpai adalah

dengan urutan paling banyak hingga sedikit adalah GSFS

(40%), GM (30%), KM (20%, pada anak), GNMP (5%), dan

GNPMD (5%):

1. Minimal Change Disease/ Kelainan Minimal (MCD/ KM)

Kelainan glomerulus ini terjadi pada 80% SN pada

anak lebih muda dari 16 tahun dan 20% terjadi pada orang

dewasa. Insiden puncaknya terjadi pada usia 6 dan 8

tahun. Hematuria mikroskopik muncul pada 20-30%

kasus. Jarang disertai oleh hipertensi dan insufisiensi

ginjal.5,6

Sebagian besar etiologi MCD ini idiopatik dan biasanya

terjadi setelah infeksi saluran pernafasan atas, imunisasi

dan serangan atopi. Pasien dengan atopi dan MCD

mengalami peningkatan insiden HLA-B12 yang

menunjukkan adanya predisposisi genetik. MCD sering

Page 19: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 19

kali berhubungan dengan nefritis interstitialis yang

merupakan efek samping yang jarang dari pemberian obat

anti inflamasi non steroid (OAINS), rifampisin dan

interferon α.6

Keterkaitan dengan keganasan limfoproliferatif seperti

limfoma Hodgkin, kerentanan MCD idiopatik untuk

mengalami remisi selama infeksi virus seperti campak dan

respon yang baik terhadap agen imunosupresan

menunjukkan adanya etiologi imun dalam kasus ini.7 Pada

anak-anak, urin mengandung albumin dan sebagian kecil

protein dengan berat molekul yang lebih tinggi seperti Ig

G dan makroglobulin α2. Adanya proteinuria selektif

menunjukkan adanya keruskan pada podosit dan

hilangnya kemampuan filtrasi glomerulus terhadap protein

5,6

MCD ini disebut juga penyakit nil, nefrosis lipoid dan

memiliki gambaran:

Pemeriksaan mikroskop cahaya: morfologi normal

Pemeriksaan mikroskop elektron: Ig M yang negatif

Identifikasi imunofluoresensi: gambaran Ig M dan C3

yang negatif.

Etiologi dari MCD meliputi:6

Idiopatik (sebagian besar)

Berhubungan dengan penyakit sistemik maupun obat :

- Nefritis interstitialis akibat OAINS, rifampisin,

interferon α

- Penyakit Hodgkin dan keganasan limfoproliferatif

- Infeksi HIV

Page 20: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 20

Gambar 1. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis kelainan

minimal.

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel

epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata

tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.7

2. Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (FSGS/ GSFS)

Lesi morfologi patognomonik FSGS ini ialah

hialinosis yang mengenai hingga 50% bagian glomerulus.

Insiden dari FSGS idiopatik meningkat selama dua

dekade terakhir dan merupakan satu pertiga bagian kasus

SN pada orang dewasa.6

Etiologi FSGS ini masih belum jelas ini ada bukti yang

menunjukkan bahwa faktor permeabilitas non

imunoglobulin dalam sirkulasi ikut memicu terjadinya

FSGS. Hasil pemeriksaan biopsi jaringan ginjal

menunjukkan bahwa FSGS memiliki gambaran:

Pemeriksaan mikroskop cahaya: Adanya materi hialin

amorf. Sklerosis segmental awal pada beberapa

glomerulus dengan atrofi tubulus, bila lanjut dapat

mengenai seluruh tubulus8

Pemeriksaan mikroskop elektron: fusi foot process,

sklerosis, hialin

Identifikasi imunofluoresensi: Ig M fokal dan

segmental6

Etiologi dari FSGS meliputi:6

Page 21: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 21

Idiopatik (sebagian besar)

Berhubungan dengan penyakit sistemik maupun obat

- Infeksi HIV - Sialidosis

- Diabetes melitus -Penyakit Charcot Marie Tooth

- Penyakit Fabry

Konsekuensi dari sustained glomerular capillary

hypertension

- Oligonefropati kongenital

1. Agenesis renal unilateral

2. Oligomeganefronia

- Acquired nephron loss

1. Reseksi bedah

2. Refluks nefropati

3. Glomerulonefritis atau nefritis tubulointerstitialis

- Respon adaptif lainnya

1. Nefropati sickle cell

2. Obesity dengan sindrom sleep apnea

3. Disautonomia familial

- Penggunaan obat Heroin

Gambar 2. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

glomerulosklerosis fokal segmental.

3. Nefropati Membranosa (Glomerulonefritis Membranosa)

Lesi ini merupakan penyebab SN pada dewasa hampir

30-40% dan jarang dijumpai pada anak. Insiden tertinggi

pada usia 30 hingga 50 tahun dengan rasio pria : wanita

2:1. Hematuria mikroskopik dijumpai pada lebih dari 50%

Page 22: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 22

kasus. Hipertensi terjadi pada 10-30% kasus dan lebih

sering dijumpai jika telah memasuki fase gagal ginjal

progresif .8

Hasil pemeriksaan biopsi jaringan ginjal menunjukkan

bahwa FSGS memiliki gambaran:

Pemeriksaan mikroskop cahaya: Penebalan GBM

dengan adanya maupun tanpa inflamasi atau proliferasi

seluler8

Pemeriksaan mikroskop elektron: deposit subepitelial

dan ekspansi GBM5

Identifikasi imunofluoresensi: deposit Ig G, C3 dan

komponen terminal komplemen (C5b-9) di sekitar

dinding kapiler glomerulus8

Etiologi dari Nefropati membranosa meliputi:6

Idiopatik (sebagian besar)

Berhubungan dengan penyakit sistemik maupun obat

- Infeksi: Hepatitis B dan C, sifilis kongenital dan

sekunder, malaria, lepram filariasis, endokarditis

enterokokus, penyakit hidatid

- Penyakit autoimun sistemik: SLE, rheumatoid,

penyakit Hashimoto, sindrom Sjogren, penyakit

Graves, dermatitis herpetiformis, myasthenia gravis,

spondilitis ankilosa, sirosis bilier primer dll.

- Neoplasia: Karsinoma mamae, paru, colon, dan

esofagus

- Obat: penicillamin, captopril, OIANS, mercury

- Lain-lainnya: sarcoidosis, diabetes melitus, penyakit

Crohn, penyakit weber-Christian, defisiensi

antitripsin, sindrom Fanconi.

Page 23: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 23

Gambar 3. Gambaran histopatologis sindrom nefrotik primer jenis

glomerulopati membranosa.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN/ GNMP)

Kelainan ini juga dikenal sebagai glomerulonefritis

mesangiokapiler dengan ciri adanya penebalan GBM dan

perubahan proliferatif.8 Ada dua tipe MPGN yaitu:

MPGN tipe I dengan gambaran:

Pemeriksaan mikroskop cahaya: glomerulus

hiperseluler duplikasi GBM9

Pemeriksaan mikroskop elektron: deposit subendotelial

dan mesangial yang mengandung C3 dan Ig G atau Ig

M.8

Identifikasi imunofluoresensi: deposit Ig G, Ig M, C3

dan kadang-kadang Ig A atau deposit imun

subendotelial.6

MPGN tipe II dengan gambaran :

Pemeriksaan mikroskop cahaya: glomerulus

hiperseluler duplikasi GBM10

Pemeriksaan mikroskop elektron: adanya deposit padat

elektron dalam GBM dan membran basement renal

lainnya. GBM padat8

Identifikasi imunofluoresensi : C3 dinding kapiler dan

nodul mesangial8

Etiologi dari MPGN meliputi:6

Page 24: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 24

Idiopatik (sebagian besar)

- Tipe I dengan deposit subendotelial dan mesangial

- Tipe II dengan deposit padat intramembranosa

dengan maupun tanpa Ig yang berhubungan dengan

faktor nefritik C3

- Tipe III Gambaran MPGN tipe I dan nefropati

membranosa

Berhubungan dengan penyakit sistemik maupun obat

- Penyakit imun kompleks: SLE, krioglobulinemia,

sindrom Sjogren

- Infeksi kronik: hepatitis B dan C, HIV, endocarditis

bakterialis, abses visceral, shunt ventriculoatrial

- Keganasan: Leukemia, limfoma

- Penyakit hati: Lipodistrofi parsial, penggunaan

heroin, sarkoidosis, mikroangiopati trombotik

- Lain-lain

5. Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial

Sekitar 5-10% kasus ini muncul dengan SN idiopatik.

Proteinuria persisten menandakan prognosis yang buruk.

Penyakit ini memiliki gambaran:

Pemeriksaan mikroskop cahaya: Meningkatnya

selularitas glomerulus yang difus akibat proliferasi sel

mesangial dan endotel serta adanya proses infiltrasi

monosit.

Identifikasi imunofluoresensi: bervariasi meliputi

adanya deposit Ig A, Ig G dan Ig M dan.atau

komplemen tanpa adanya reaktan imun.8

6. Sindrom Nefrotik Kongenital

Merupakan kelaian autosomal resesif dengan defek

pada struktur kimia membran basalis. Kelainan ini

mungkin diawali dalam uterus dengan adanya peningkatan

kadar alfa-fetoprotein dalam cairan amnion pada gestasi

Page 25: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 25

minggu ke-20. Saat lahir, biasanya plasenta besar dan

beratnya hampir 25-40% berat bayi. Proteinuria terjadi

saat lahir dan 25% telah mengalami edema, 25% lainnya

mengalami edema dalam minggu pertama. Azotemia

jarang dijumpai. Prognosisnya biasanya buruk, hanya 25%

yang dapat bertahan sampai usia 1 tahun dan 3% yang

bertahan sampai usia 3 tahun.5

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau

sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti

misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai

adalah infeksi, keganasan, penyakit jaringan penyambung

(connective tissue diseases), obat atau toksin, dan akibat

penyakit sistemik.2

Tabel 2. Penyebab Sindrom Nefrotik Sekunder

Infeksi

- HIV, hepatitis virus B dan C

- Sifilis, malaria, skistosoma

- Tuberculosis, lepra

Keganasan

- Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma

Hodgkin, multiple mieloma, dan karsinoma ginjal.

Penyakit jaringan penghubung

- SLE, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective

tissue diseases)

Efek obat dan toksin

- Obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas,

penisilinamin, probenesid, air raksa, captopril, dan

heroin

Lain-lain

- Diabetes mellitus, amiloidosis, preeklamsia, rejeksi

alograf kronik, refluk vesikoureter, atau sengatan

lebah

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai

misalnya pada glomerulonefritis pasca infeksi streptokokus

Page 26: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 26

atau virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamasi

nonsteroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit

sistemik misalnya SLE dan diabetes melitus.2

3.1.3. Patofisiologi

Pada SN terjadi kerusakan dinding kapiler glomerulus yang

menyebabkan kebocoran protein yang lebih dari normal melalui

kapiler glomelurus menuju lumen tubulus renalis yang menyebabkan

terjadinya proteinuria.11

Proteinuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuria sebagian

besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan

hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular).

Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan

protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat

proteinuria tidak berhubungan dengan langsung dengan keparahan

kerusakan glomerulus. Lewatnya protein plasma yang berukuran lebih

dari 70 kD melalui membrana basalais glomrulus normalnya dibatasi

oleh charge selective barrier dan size selective barrier. Charge

selective barrier merupakan suatu polyanionic glycosaminoglycan.

Pada nefropati lesi minimal, proteinuria disebabakan terutama oleh

hilangnya charge selective barrier, sedangkan pada nefropati

membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selective

barrier.4

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui

urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di

hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti

Page 27: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 27

kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau

menurun.4

Hiperlipidemia

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low

density lipoprotein, trigliserida meningkat, sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan

katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,

kilomikron, dan intermediate density lipoprotein dari darah).

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan

albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.4

Edema

Menurut teori underfill, edema pada sindrom nefrotik disebabkan

oleh penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia dan

retensi natrium. Hipovolemia menyebabkan peningkatan renin,

aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin serta penurunan

atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan

meningkatkan volume, meningkat laju filtrasi glomerulus dan eksresi

fraksional NaCl dan air yang menyebabkan edema berkurang.4

Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi

volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta

peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan

kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema

merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma

menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan

meningkat selama fase diuresis.4

Lipiduria

Page 28: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 28

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen

urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui

membrana basalis glomerulus yang permeabel.12

Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III,

protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan

meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,

peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta

menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).12

Kerentanan terhadap Infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan

lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme

menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri

berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus.

Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T.

Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.12

3.1.4. Manifestasi Klinis

Gejala utama yang ditemukan adalah:3

1. Proteinuria Masif. Proteinuria > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24

jam atau > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada

anak-anak. Biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien

SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari

pasien-pasien dengan tipe yang lain.

2. Hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama

kedua pada sindrom nefrotik. Disebut hipoalbuminemia apabila

kadar albumin serum < 3,5 g/dl.

3. Edema Anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat

ditemukan edema muka, asites, dan efusi pleura.

Page 29: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 29

4. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Kadar

kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol

HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah

remisi sempurna dari proteinuria.

Manifestasi klinik utama sindrom nefrotik adalah sembab, yang

tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali

sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak

bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten.

Biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai

resistensi jaringan yang rendah seperti daerah periorbita, skrotum

atau labia. Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif

(anasarka/generalisata).3

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak

sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur dan

kemudian menjadi sembab pada ekstremitas bawah pada siang

harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan

(pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi

lebih tipis dan mengalami oozing.3

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan

penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan

sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali

disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau

keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang

berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh

karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan

menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein

mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom

nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia

umbilikalis dan prolaps ani.3

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura

atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-

Page 30: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 30

kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian

infus albumin dan diuretik.3

3.1.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak

mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah

urin yang berkurang.

2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di

kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema

skrotum/labia.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+). Pada

pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl),

hiperkolesterolemia, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum

dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi

ginjal.

3.1.6. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:3

1. Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan

edema hepatal.

2. Glomerulonefritis akut.

3. Lupus sistemik eritematosus.

Page 31: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 31

3.1.7. Tatalaksana

Penatalaksanaan SN meliputi:5

1. Terapi spesifik berdasarkan keadaan morfologi dan jika mungkin,

penyakit kausalnya

2. Kendali umum akan proteinuria jika remisi tidak dapat dicapai

dengan pemberian terapi imunosupresan dan ukuran lainnya

3. Kendali terhadap komplikasi nefrotik

Keadaan proteinuria perlu dikendalikan terutama jika pasien tidak

memberikan respon terhadap terapi imunosupresan dan adanya gagal

ginjal progresif dengan komplikasi yang berat. Pengobatan

nonspesifik yang dapat mengurangi proteinuria ialah pemberian ACE

inhibitor dan OAINS. Pemberian obat ini bertujuan untuk menurunkan

proteinuria dan memperlambat progresivitas gagal ginjal kronis

(GGK) dengan menurunkan tekanan intraglomerulus dan mencegah

kegagalan hemodinamik akibat adanya glomerulosklerosis.5

Adanya edema harus ditindak lanjuti lebih serius dengan restriksi

garam biasanya 1 hingga 2 g setiap harinya dan penggunaan diuretik

yang tepat. Pemindahan edema lebih dari 1 kg per harinya dengan

diuresis bukanlah tindakan yang tepat karena akan menyebabkan

deplesi volume intravaskuler dan memicu azotemia prerenal.5

1. Penatalaksanaan Non-Farmakologi

Penatalaksanaan Diet

Belum ada konsensus yang mengatur diet yang optimal bagi pasien

SN. Diet tinggi protein untuk mencegah malnutrisi protein tidaklah

membantu. Disarankan pemberian suplemen vitamin D bila

dijumpai bukti defisiensi vitamin D.5

Pada SN dilakukan restriksi protein dengan diet protein 0,8

gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein urin dalam 24 jam. Bila

Page 32: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 32

fungsi ginjal menurun, diet disesuaikan hingga 0,6 mg/kgBB

ideal/hari + ekskresi protein urin 24 jam. Diet rendah garam dan

restriksi cairan pada edema. Diet rendah kolesterol < 600 mg/hari.

Pasien diharuskan berhenti merokok.

2. Penatalaksanaan Farmakologi

a. Penatalaksanaan Edema

Pemberian diuretik ditujukan untuk menekan edema dengan

memobilisasi cairan dari sirkulasi. Dosis perlu dipertimbangkan

agar pasien dapat mengalami reduksi edema dengan penurunan

berat badan 1-2 lb setiap harinya bahkan pada pasien dengan

edema masif karena hipotensi dapat terjadi bila cairan hilang

terlalu cepat.13

Beberapa diuretika yang sering dipakai ialah:

Furosemide (loop diuretic) dapat dipakai sebagai diuretika

tunggal. Dosis dinaikkan sampai timbul diuresis. Diperlukan

suplementasi kalium. Pemberian furosemid

direkomendasikan 40 mg sehari. Bila tidak ada respon dosis

dinaikkan 40 mg setiap 12 jam hingga dosis maksimal 160

mg tercapai. Jika masih tidak memberikan respon maka

ditambahkan diuretik lainnya seperti metolazon yang bersifat

potensiasi terhadap diuretik loop. Hampir semua pasien

memberikan respon terhadap terapi oral walaupun beberapa

memerlukan furosemide 160 mg plus metolazone 10 mg dua

kali sehari untuk mencapai efek yang diinginkan.13

Spironolakton sebaiknya dihindari jika kadar kalium serum

tinggi atau pasien mengalami gangguan fungsi ginjal

Klortiazid memiliki kerja sinergistik dengan furosemide dan

spironolakton.

Page 33: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 33

Gambar 4. Proses Terbentuknya pada Sindrom Nefrotik.

Penderita SN kadang menunjukkan resistensi terhadap

diuretika yang sering digunakan dan sering memerlukan

pengobatan dengan dosis tinggi loop diuretic (misalnya

furosemide, torsemide, bumetanide). Resistensi diuretika loop

dapat diterangkan melalui ikatannya terhadap albumin dan

protein yang lain. Obat-obatan ini masuk ke dalam lumen nefron

melalui sekresi aktif lewat sel-sel tubulus proksimal. Jika terjadi

proteinuria berat, obat yang disekresikan terikat protein di lumen

tubulus, membatasi kemungkinannya untuk berikatan dengan

reseptor-reseptor pada bagian nefron yang lebih jauh. Resistensi

ini diatasi dengan meningkatkan dosis obat. Untuk mendapatkan

diuresis yang cukup sering diperlukan kombinasi diuretika loop

dan diuretika mirip thiazide.10

Page 34: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 34

Diuretika yang berlebihan dapat mempercepat kekurangan

volume dan gagal ginjal akut-suatu fenomena yang sering

dijumpai pada penderita-penderita dengan minimal change

disease. Dalam penatalaksanaan edema jarang sekali diberikan

diuretik intravena atau infus albumin untuk menekan edema

tetapi kombinasi infus albumin dan diuretika loop mungkin

diperlukan untuk mencapai diuresis pada penderita-penderita

dengan hipoalbuminemia berat.13

b. Penatalaksanaan Proteinuria dan Hipertensi

Proteinuria adalah petanda utama penyakit ginjal. Proteinuria

dapat juga digunakan sebagai penentu prognosis. Penderita

glomerulonefritis yang mengalami ekskresi protein urin lebih dari

1 gram perhari, biopsi ginjalnya sangat mungkin menunjukkan

glomerulosklerosis atau scarring. Sedang mereka yang

proteinurianya lebih dari 2 gram sehari, follow up jangka

panjangnya menunjukkan insiden untuk mengalami gagal ginjal

yang lebih tinggi. Dulu dipercaya proteinura adalah akibat

kerusakan ginjal, tetapi akhir-akhir ini bukti-bukti menunjukkan

bahwa kebalikannya juga benar; yaitu proteinuria dapat langsung

menyebabkan kerusakan ginjal.14,15

Gambar 5. Proses Kerusakan Ginjal Akibat Proteinuria.

Page 35: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 35

Jika ada kebocoran protein yang berlebihan dalam tubulus

ginjal, sel-sel tubulus proksimal (Proximal Tubular Cells - PTC)

menjadi kelebihan beban protein. Lysosome PTC akan

membengkak jika menelan protein ini, kemudian pecah dan

melepaskan enzym-enzym lysosome, sehingga timbul kerusakan

tubulo-interstitiel disertai fibrosis yang memicu gagal ginjal.

Kelebihan protein pada PTC juga mendorong pelepasan faktor

pertumbuhan seperti PDGF dan transforming growth factor-beta

(TGF-β) yang mitogenik pada PTC. Materi ini memicu produksi

kolagen berlebihan serta proliferasi sel-sel interstitiel yang

menimbulkan fibrosis dan gagal ginjal. Beban protein PTC juga

menyebabkan aktivasi gen-gen transkriptase, pelepasan bahan

vasoaktif pengkode gen-gen dan mediator peradangan. Pelepasan

ini memicu vasokonstriksi dan peradangan jaringan ginjal

sehingga akhirnya teradi kerusakan dan gagal ginjal (Gambar

5).13

Saat ini pengobatan untuk mengurangi proteinuria pada

penyakit ginjal dianggap penting seperti halnya penurunan

tekanah darah pada penderita hipertensi karena keduanya penting

untuk memelihara fungsi ginjal. Dalam keadaan normal, setiap

hari kedua ginjal mengeksresi kurang dari 150 mg protein dalam

urin. Proteinuria pada penderita-penderita di atas harus diturunkan

serendah mungkin hingga mencapai batas di bawah 0,5 gram

sehari. Salah satu cara terbaik melindungi ginjal dari kerusakan

akibat proteinuria ialah menggunakan ACE Inhibitor.13

Pada kondisi sesungguhnya yang dihubungkan dengan

proteinuria, ada fenomena hiperfiltrasi glomerulus (Glomerular

Hyperfiltration - HF) yang menginduksi proteinuria disamping

efek imunologis langsung dari glomerulonefritis yang juga

menyebabkan kerusakan ginjal dengan kebocoran protein ke

dalam urin. HF adalah kondisi akiba glomerulus rusak atau

Page 36: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 36

sklerosis. Glomerulus disekitarnya yang masih normal kemudian

menjadi sasaran aliran darah berlebihan dengan vasodilatasi

arteriol glomerulus aferen.13

Gambar 6. Fungsi Glomerulus dan Penghambatan ACE menurut Lewis.

Pada arteriol glomerulus eferen, terjadi vasokonstriksi

dimediasi Angiotensin II (ATII). Aliran darah meningkat saat

masuk dari arteriol aferen dan menurun saat keluar dari arteriol

eferen memicu kelebihan darah glomerulus dan meningkatkan

tekanan darah intraglomerulus (Intraglomerular Hypertension,IG-

HPT). Pada awalnya IG-HPT dihubungkan dengan peningkatan

GFR satu nefron disertai kebocoran protein dalam urin. Seiring

berjalannya waktu, timbul kerusakan ginjal disertai sklerosis

ginjal akibat IG-HPT dan akhirnya terjadi gagal ginjal.13

Penghambatan kerja AT-II dengan ACE inhibitor pada arteriol

glomerulus eferen memicu vasodilatasi sehingga menurunkan IG-

HPT dan mempertahankan fungsi ginjal (Gambar 6). Sekitar 20 -

30% pasien yang mendapat ACE Inhibitor akan mengalami efek

samping batuk kering dan menjadi lebih berat jika ada infeksi

saluran napas. Pada pasien ini, dianjurkan ARB yang tidak

memiliki efek samping batuk. ARB bersaing dengan reseptor

angiotensin dan karena itu menghambat kerja angiotensin. Obat

Page 37: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 37

ini sama efektif dengan ACE Inhibitor dalam menurunkan

proteinuria dan memelihara fungsi ginjal.13

Angiotensin receptor blocker (ARB) ternyata juga dapat

memperbaiki proteinuri karena menghambat inflamasi dan

fibrosis interstisium, menghambat pelepasan sitokin, faktor

pertumbuhan, adesi molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada

ginjal. Kombinasi ACEI dan ARB dilaporkan memberi efek

antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis primer

dibandingkan pemakaian ACEI atau ARB saja. Obat antiinflamasi

non-steroid dapat digunakan pada pasien nefropati membranosa

dan glomerulosklerosis fokal segmental untuk menurunkan

sintesis prostaglandin1.

Dengan menggunakan ACE Inhibitor atau ARB, target awal

penurunan proteinuria adalah 50%. Dengan kata lain, dosis ACE

Inhibitor atau ARB kalau perlu harus dinaikkan secara bertahap

sampai mecapai dosis maksimum untuk mencapai penurunan

proteinuria yang efektif.13,16

Penggunaan ACE inhibitor dan Angiotensin II Receptor

Antagonist (ARB), Calcium Channel Blocker (CCB) Non

Dehydropiridine (DHPP) (antagonis kalsium juga mempunyai

sifat antiproteinuria) ditujukan untuk menekan GFR dan

membatasi kehilangan protein dalam urin.13

OAINS dapat menekan proteinuria melalui reduksi GFR. Efek

samping akibat inhibisi prostaglandin seperti efek dinamik perfusi

ginjal, pembentukan edema, hiperkalemia dan toksisitas renal

telah membatasi pemakaian obat ini. Demikian pula dengan

inhibitor selektif siklooksigenase II (COX-II) yang juga

menunjukkan manfaatnya dalam menekan proteinuria.13

Pemberian heparin jangka pendek juga dapat menekan

proteinuria dan memperbaiki insufisiensi ginjal. Walaupun

Page 38: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 38

demikian, glikosaminoglikan, bagian membran basal glomerulus,

seperti halnya heparin bekerja sebagai polianion dan antagonis

efek merusak polikation seperti protamin sehingga turnover sel

mesangial menurun. Pada kasus diabetes melitus akibat gangguan

degradasi matriks ekstraseluler, glikosaminoglikan dapat

memodulasi defek ini pada glomerulus dan retina dengan

menghambat kaskade TGF-β. Saat ini glikosaminoglikan tersedia

sebagai medikasi oral non antikoagulan.13,16

Pemberian antikoagulan harus diberikan pada pasien dengan

proteinuria, atau dengan kadar albumin dibawah 20 g/l atau

keduanya mengingat risiko tromboemboli yang cukup tinggi.

Pada SN, trombosis arterial lebih jarang dijumpai daripada

trombosis vena tetapi komplikasi serius ini menyebabkan

morbiditas penting. Pasien SN dengan trombosis arteri plmonal

dan tromboemboli saat ini dapat diterapi dengan trombolitik

seperti pemberian urokinase intravena atau streptokinase yang

diinfuskan dalam arteri pulmonalis.5

Bila pasien memiliki komplikasi tromboemboli simptomatis

maka heparin harus diberikan walaupun efeknya cukup kuat

karena kadar anti trombin III menurun. Fungsi trombosit

meningkat, akibatnya perlu diberikan inhibitor agregasi trombosit

misalnya aspirin dosis rendah sebagai pilihan yang rasional

walaupun belum ada studi terkontrol yang mendukung.5

c. Penatalaksanaan Dislipidemia

Sindrom nefrotik menyebabkan lipiduria: sedimen urin dalam

cahaya terpolarisasi memberikan gambaran ”Maltese crosses”

yang merupakan ester kolesterol yang terikat pada protein.

Sindrom nefrotik juga menyebabkan hiperlipidemia.13

Page 39: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 39

Pada sebuah penelitian di Amerika Serikat ditemukan sekitar

87% pasien SN memiliki kadar kolesterol diatas 200 mg/dl, 53%

diatas 300 mg/dl dan 25% diatas 400 mg/dl. Kadar kolesterol

diatas 600 mg/dl jarang dijumpai.13

Pada penelitian yang sama, dijumpai peningkatan LDL

dimana 77% kasus menunjukkan kadar LDL diatas 130 mg/dl dan

65% kasus menunjukkan kadar LDL diatas 160 mg/dl.13

Mekanisme hiperlipidemia tidak diketahui. Kadar albumin

rendah dan tekanan osmotik rendah dapat memicu hati

meningkatkan sintesis lipoprotein untuk mengikat kolesterol.

Teori lain menyatakan hilangnya protein regulator dalam urin

memberikan umpan balik dan meningkatkan produksi lipid

elevating lipoprotein dalam hati. Walaupun hati pada SN

menghasilkan lipoprotein tetapi kadar HDL tidak meningkat.

Kadar HDL-2 sebagai faktor protektif aterosklerosis seringkali

rendah.13

Penatalaksanaan hiperlipidemia ini ditujukan untuk menekan

kadar kolesterol hingga berada dibawah 200 mg/dl dan kadar

LDL dibawah 100 mg/dl. Beberapa obat yang dapat diberikan

pada penatalaksanaan hiperlipidemia ialah:

Golongan statin, lovastatin, dapat menekan kolesterol total,

LDL dan trigliserida. Makin poten obat statin ini maka efek

reduksinya juga makin tinggi. Statin dapat memperbaiki fungsi

endotel dan memperlambat progresivitas penyakit ginjal serta

menekan albuminuria pada beberapa kasus.13

Hydroxymethylglutrayl coenzyme A reductase inhibitors

memiliki efek menekan lipid yang kuat terutama pada

dislipoproteinemia akibat SN, berperan menekan aterosklerosis

dan progresivitas ginjal.16

Page 40: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 40

Torcetrapib merupakan obat yang sedang dikembangkan.

Mekanisme kerjanya melalui blok protein transfer ester

kolesterol sehingga dapat meningkatkan kadar HDL.13

e. Penatalaksanaan Kausal

1. Pemberian Kortikosteroid

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya

janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena

remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai

apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14

hari.7

Pada MCD dapat diberikan serial prednisolon dimulai

dosis 60 mg atau 1 mg/kgBB/hari dan diturunkan secara

bertahap dalam periode 3 bulan (dengan dosis maksimal

80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan

dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu,

lalu setelah itu pengobatan dihentikan). Bila dijumpai

kegagalan maka dipertimbnagkan siklosfosfamid

Pada glomerulonefritis proliferatif mesangial difus ringan,

pemberian prednisolon juga dapat memberikan hasil yang

baik

Pada glomerulonefritis membranosa biasanya memberikan

respon pada pemberian prednisolon selama 3 bulan

Pada FSGN, respon yang baik dapat tercapai dengan

pemberian prednisolon dan siklosfosfamid selama 6 bulan,

bila gagal dipertimbangkan siklosporin14

Efek samping dari pemberian kortikosteroid sangat banyak

dan memiliki korelasi dengan dosis kumulatif. Efek samping

seperti obesitas, hirsutisme, hipertensi arterial dan gangguan

Page 41: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 41

psikologi biasanya bersifat reversibel setelah terapi dihentikan,

namun striae dan katarak tidak reversibel. Disamping itu

gangguan pertumbuhan terjadi pada pasien yang mendapat

terapi kortikosteroid jangka panjang setiap harinya, sedangkan

pada pasein yang mendapat terapi kortikosteroid jangka

panjang dengan pemberian selang sehari tidak dijumpai

gangguan pertumbuhan.16

2. Penggunaan Obat Sitotoksik

Beberapa obat sitotoksik yang digunakan sebagai obat

immunosupresif pada sindrom nefrotik ialah:

Siklofosfamid.

Siklofosfamid diberikan untuk induksi remisi pada

o MCD dan nefritis lupus yang tidak memberikan respon

terhadap prednison dan sering mengalami kekambuhan.

Siklofosfamid yang dianjurkan ialah 2 mg/kgBB selama

3 bulan. Bila gagal dengan siklofosfamid maka diberikan

siklosporin.12

o Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus yang gagal

memberikan respon terhadap prednison

o Glomerulonefritis membranosa yang gagal memberikan

respon terhadap prednisolon selama 3 bulan

o FSGS primer, diberikan bersama prednison selama 6

bulan. Jika gagal dapat diberikan siklosporin14

Siklosporin.

Siklosporin bekerja dengan menghambat produksi

interleukin 2 dan telah digunakan dalam transplantasi sejak

tahun 1980. Penggunaannya dalam glomerulonefritis diuji-

coba mulai tahun 1986. Mekanisme kerjanya pada

glomerulonefritis tidak diketahui. Siklosporin memberikan

Page 42: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 42

efek samping hipertensi dan nefropati.7 Beberapa indikasi

siklosporin ialah:

o MCD dan nefritis lupus yang gagal terhadap terapi

siklofosfamid, diberikan serial siklosporin 5 mg/kgBB

selama 3 bulan dan diturunkan dalam 3 bulan

berikutnya.12

o FSGS yang tidak memberikan respon terhadap prednison

dan siklofosfamid14

Klorambucil A. Pemberian klorambucil dapat menginduksi

remisi bebas steroid yang lebih lama terutama pada anak

dengan FRNS dan SDNS dan efeknya setara dengan

siklosfosfamid atau bahkan lebih baik. Dosis yang diberikan

sekitar 0,2 mg/kgBB selama 8 hingga 12 minggu.

Kemungkinan risiko terjadinya keganasan hematologi lebih

tinggi pada klorambucil dibandingkan dengan

siklosfosfamid.14

Takrolimus, bekerja dengan memblok aktivasi interleukin-2

dalam sel T dan digunakan pada beberapa kasus resistensi

seperti halnya siklosporin. 16

Mizoribine (MZR). Penelitian di Jepang memunculkan

Mizoribine (MZR) sebagai agen imunosupresan novel

dengan kemampuan inhibisi ioosin monofosfat

dehidrogenase yang memicu efek inhibisi proliferasi sel T

dan sel B. MZR digunakan tanpa efek samping serius pada

kasus tranplantasi ginjal dan semua kasus SN. Walaupun

demikian pemakaian MZR ini masih terbatas dalam SN dan

belum seluas agen lainnya seperti siklosfosfamid maupun

siklosporin. Namun pemakaian terapi MZR oral pada pasien

SRNS dengan kombinasi prednison memberikan efek anti

proteinurik yang kurang adekuat.16

Mycophenolate Mofetil (MMF) bekerja menghambat

sintesis purin de novo sehingga menekan proliferasi sel B

Page 43: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 43

dan T, demikian pula dengan proliferasi sel otot polos dan

fibroblas sehingga dapat melindungi ginjal dari penyakit

yang progresif.5 Bersama FK 506, dosis 0,1-0,2

mg/kgBB/hari, MMF diberikan pada dosis 0,75-1 g dua

kali sehari selama 3 bulan.14

3.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan pada sindrom nefrotik adalah

sebagai berikut:3

1. Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

2. Trombosis akibat hiperkoagulabilitas

3. Infeksi

4. Hambatan pertumbuhan

5. Gagal ginjal akut atau kronik

6. Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi,

osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku.

3.1.9. Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai

berikut:3

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun

atau di atas enam tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons

yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira

50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak

memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.3

Page 44: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 44

BAB IV

PENGKAJIAN MASALAH

4.1. Sindroma Nefrotik e.c. DD/ Glomerulonefritis

Dasar Diagnosis

a. Anamnesis

Edema anasarka bertahan selama lebih dari 3 minggu

Riwayat membaik dengan injeksi kortikosteroid

b. Pemeriksaan Fisik

Konjungtiva anemis

Edema palpebra

Pitting edema pada ekstemitas inferior

c. Pemeriksaan Penunjang

Hiperlipidemia

Proteinuria

Hematuria mikroskopik

Bakteriuria.

Pembahasan

Pada pasien ini, kemungkinan etiologi SN yang dideritanya adalah

glomerulonefritis berdasarkan diagnosis eksklusi tidak ditemukan adanya

penyebab sekunder seperti diabetes mellitus, SLE, RA, infeksi (seperti HIV,

hepatitis, dan tuberkulosis), penggunaan obat-obatan khusus, dan keganasan.

Kemungkinan etiologi glomerulonefritis didasarkan pada adanya keluhan urin

keruh, hematuria, bakteriuria, serta adanya hasil pemeriksaan darah tepi yang

menggambarkan adanya anemia dengan kemungkinan diakibatkan blood loss.

Untuk memastikan diagnosis kausatif diperlukan pemeriksaan penunjang

berupa biopsi ginjal. Prognosis pasien ini bonam, kecuali secara fungsionam

– dubia ad bonam – mengingat bahwa SN pada pasien ini termasuk pada

klasifikasi primer dengan kemungkinan etiologinya berupa glomerulonefritis.

Page 45: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 45

Penatalaksanaan

Non-Medikamentosa

• Restriksi asupan protein ~ 40 g/ hari (0,8g/kgbb/hari)

Dibutuhkan restriksi protein untuk mengurangi kejadian proteinuria

dan mencegah terjadinya kondisi hiperfiltrasi ginjal yang dapat

memperburuk kondisi ginjal.

• Restriksi cairan dan diet rendah garam (1-2 gram/ hari)

Dimaksudkan agar tidak memperparah edema.

• Rendah lemak jenuh dan rendah kolesterol

Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi ke arah

arterosklerosis (pada akhirnya penyakit kardiovaskular) disebabkan

oleh karena tingginya kadar lemak darah.

Medikamentosa

• Furosemid 1 x 40 mg IV

Merupakan dosis awal yang bisa ditingkatkan 40 mg tiap 12 jam

jika diuresis/ target diuresis berupa penurunan berat badan

sebanyak 0,5-1 kg/ hari belum tercapai. Dosis maksimal yang dapat

diberikan per hari adalah sebesar 160 mg (ditambah dengan 10 mg

Metolazone 2 kali sehari).

• KSR 1 x 1 tab PO

Memastikan tidak terjadi deplesi kalium dengan pemberian loop

diuretic dosis tinggi.

• Metilprednisolone 3 x 16 mg PO

Diberikan pada pasien ini mengingat bahwa pasien telah

mengalami edema yang tidak kunjung membaik dalam kurun

waktu 3 minggu. Pemberian sebesar 1 mg/kgBB/hari dengan dosis

maksimal sebesar 80 mg/hari. Pada pasien ini, mengingat berat

badannya sebesar 50 kg, maka pemberian sebanyak yang

disebutkan di atas.

• Captopril 3 x 6,25 mg PO

Page 46: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 46

Pemberian ACE inhibitor dalam hal ini dimaksudkan untuk

mengurangi derajat proteinuria pada pasien (dengan maksud untuk

mencegah terjadinya perburukan pada ginjal pasien)

• Simvastatin 1 x 20 mg PO

Diberikan untuk mengurangi kadar kolesterol pasien dan mencegah

komplikasi aterosklerosis (dan penyakit kardiovaskuler).

4.2. Anemia e.c. Blood Loss DD/Defisiensi Zat Besi, Asam Folat, atau B12

Dasar Diagnosis

d. Anamnesis

Urin berwarna keruh setidaknya sejak 3 minggu SMRS

Tidak mengeluh lemas

e. Pemeriksaan Fisik

Konjungtiva anemis

f. Pemeriksaan Penunjang

Hematuria mikroskopik

Pembahasan

Pada pasien ini, satu-satunya perdarahan yang terdokumentasikan adalah per-

urin. Sehingga, kemungkinan anemia yang terjadi adalah oleh karena

perdarahan sedikit-sedikit, namun terus-menerus melalui BAK. Adapaun,

mengingat bahwa pasien tidak mengeluhkan lemas, pusing, dan sesak nafas,

kemungkinan anemia yang terjadi bersifat kronis, sehingga pasien sudah

terbiasa dengan kondisinya tersebut (kemungkinan karena kurang nutrisi).

Jadi, anemia yang terjadi pada pasien disebabkan selain oleh karena

perdarahan, disebabkan juga oleh karena nutrisi yang kurang.

Penatalaksanaan

Menangani penyebab perdarahan (atasi glomerulonefritis) dan memastikan

diagnosis etiologi anemia merupakan salah satunya disebabkan oleh

defisiensi nutrisi melalui pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serum

ferritin, asam folat, dan B12.

Page 47: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 47

BAB V

KESIMPULAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif ≥ 3,5

g/ hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, dan hiperkolesterolemia. Berdasarkan

etiologinya, SN dibagi menjadi SN primer dan sekunder dengan penatalaksanaan

kausatif bergantung pada etiologi. Penatalaksanaan SN di antaranya bertujuan

untuk mengatasi kausa, mengurangi manifestasi, dan mencegah terjadinya

komplikasi.

Pada pasien dalam ilustrasi kasus ini, SN yang terjadi merupakan SN e.c.

DD/ Glomerulonefritis yang dapat dipastikan diagnosisnya melalui pemeriksaan

biopsi ginjal. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah kortikosteroid untuk

mengatasi kausa, diuretik untuk mengatasi edema, obat penurun kadar lemak

darah dan ACE inhibitor untuk mencegah komplikasi. Adapun, anemia yang

terjadi diduga disebabkan oleh kombinasi defisiensi nutrisi dan perdarahan kronis

yang dialami pasien. Secara umum, prognosis pasien bonam. Adapun, mengingat

bahwa pasien memiliki manifestasi hematuri, ad fungionam pasien dubia ad

bonam.

Page 48: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 48

DAFTAR PUSTAKA

1. Palmer LS, Trachtman H. Chapter 112 Renal Functional Development and

Diseases in Children. In: Campbell-Walsh Urology 10th Edition Volume

1. Editors: Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA.

Pennsylvania: Elsevier Saunders. 2012. Pg 3002-3027

2. Prodjosudjadi W. Bab 131 Sindrom Nefrotik. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. Hal 558-

560.

3. Noer, Sjaifullah M, Soemyarso S. Slide Kuliah Sindrom Nefrotik. Bag/

SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR. 2006.

Surabaya, Indonesia.

4. International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in

children: Prediction of histopathology from clinical and laboratory

chracteristics at time of diagnosis. 1978. Kidney Int. 13:159-165.

5. Brady HR, O’Meare Y, Brenner BM. The Major Glomerulopathies.

Dalam: Braunwald, Fauci, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, penyunting.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-15. Mc Graw Hill

2001. h 1584-88

6. Roth KS, Amaker BH, Chan JCM. Nephrotic Syndrome: Pathogenesis and

Management. Pediatr Rev 2002;23:237-44

7. Wila, Wirya IGN. Penelitian Beberapa Aspek Klinis dan Patologi

Anatomis Sindrom Nefrotik Primer pada Anak Di Jakarta. Disertasi.

Jakarta: Universitas Indonesia. 1992.

8. Ahmed M, Solangi K, Abbi R, Adler S. Nephrotic Syndrome, renal Failure

and Renal Malignancy : An Unsual tumor-associated Glomerulonephritis.

Am J Soc Nephrol 1997;8:848-52

9. Schwarz A. New Aspect of Treatment of Nephrotic Syndrome. J Am Soc

Nephrol 2001;12:544-47

10. Hamm LL, Batuman V. Edema in the Nephrotic Syndrome : New Aspect

of an Old Enigma. J Am Soc Nephrol 2003;14:3288-9

Page 49: Sindrom Nefrotik

Preskas Sindrom Nefrotik

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 49

11. Lingappa VR. Renal Disease. Dalam: McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong

WF, Lange JD, penyunting. Pathophysiology of Disease: An introduction

to clinical Medicine. Edisi ke 3. New York: Mc Graw Hill. 1999. h.400-2

12. Gunawan AC. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan.

Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 2006. 150 (50-54).

13. Appel GB. Improved Outcomes in Nephrotic Syndrome. CCJM

2006;73(2):161-8

14. Yogiantoro M. The Management of Nephrotic Syndrome. Dalam : Adi S,

Setiawan PB, Yogiantoro M, Pranawa, Tjokroprawiro, penyunting.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XVI. Surabaya 18-19 Agustus

2001. h.95-111

15. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE, Dincer AP, Hirsch S. Proteinuria : How

to Evaluate an Important Finding. CCJM 2003;70(6):535-42

16. Schwarz A. New Aspects of The Treatment of Nephrotic Syndrome. J Am

Soc Nephrol 2001;12:544-7