Upload
ngobao
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
SIMBOL OKULTISME DALAM DESAIN KAOS INDIE
(Studi Kasus Persepsi Pemakai dan Desainer Terhadap Penggunaan Simbol
Okultisme Dalam Desain Kaos Indie)
De Baron Martha
Sofiah
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Occult symbol has close associated with science and often considered to
be associated with magic, mystical and tend to be obscured. Occult Symbols are found in many cultures, used from generation to generation and those are considered sacred. World of independent design, or commonly referred as indie, is starting to exploit those symbols belong to their products, especially shirts. The aims of this research are to determine how the perception of the people involved in the indie industry, namely designers and consumers, on occult symbols that they adopt into designs and they wear.
In general, the perception of designers is deeper than consumers’ perception. This is because the designers did a deep observation to a symbol before they adopt it into their design. Whereas, most of consumers don’t do an observation to history or meaning of a symbol on their shirt they wear. Therefore, their perception becomes common. Except one sources of consumers, he has a personal interest in occultism, including its symbols. Whereas perceptions arising from both sides, strongly influenced by consistency of form on related symbol. It is evident of how an on eye image is perceived as All-Seeing Eye. Consistency of form is also an important factor in the process of perception. Keywords: Indie Shirt, Occult Symbol, Perception.
2
Pendahuluan
Perkembangan industri clothing line di Indonesia, semakin hari semakin
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Fenomena ini tidak dapat dipungkiri lagi,
mengingat semakin banyaknya remaja yang kini lebih memilih untuk membeli
kaos-kaos independen atau akrab disebut indie, di distribution store atau yang
lebih dikenal dengan istilah distro.
Fenomena perkembangan industri kaos indie ini juga tampak pada
semakin menjamurnya festival maupun pameran yang diadakan untuk
memfasilitasi kreativitas dan hasil karya para desainer indie. Beberapa pameran
desain indie yang cukup punya nama antara lain adalah Jakcloth dan Kickfest.
Fakta di atas tentu bisa menjadi bukti, bahwa industri independen tak lagi bisa
dianggap sepele lagi. Industri yang awalnya lahir sebagai pemberi alternatif bagi
masyarakat ini, perlahan mempu menjadi lifestyle baru dan bahkan trendsetter.
Keberadaan kaos independen itu sendiri, erat hubungannya dengan
gerakan indie desain. Gerakan indie desain sendiri terdiri dari perancang
independen, seniman dan pengrajin yang merancang dan membuat berbagai
macam produk tanpa menjadi bagian besar dari sebuah perusahaan atau industri
besar .
Kelahiran dan perkembangan industri kaos indie, tak bisa dilepaskan dari
semakin menjamurnya pemusik-pemusik independen pada era 90-an. Idealisme
dari para pemusik ‘bawah tanah’ ini, yang memutuskan untuk tetap berkarya di
luar pasar industri musik, tentu saja berdampak pada profit dan pendapatan
mereka secara materi. Dampak yang lebih lanjut, adalah kesulitan yang ditemui
ketika para pemusik tersebut akan membuat karya karena faktor kekurangan dana.
Berawal dari permasalahan itulah, beberapa pemusik independen tersebut
lalu berinisiatif untuk membuat berbagai macam merchandise seperti stiker, kaos
sampai pin yang berisikan pesan tentang kelompok musik, idealisme dan gerakan
yang mereka usung dalam bermusik.
Pada dasarnya, industri kaos indie ini, adalah tentang bagaimana kreatifitas
anak muda dalam membangun merk pakaian mereka sendiri, membuat desain
yang kreatif, inovatif dan berbeda, dan mendistribusikannya secara mandiri. Dan
3
yang tak boleh dilupakan adalah pesan apa yang ingin mereka sampaikan lewat
desain kaos yang mereka buat.
Semakin kesini, konsep kaos indie yang awalnya bertujuan sebagai sebuah
media protes dan perlawanan, perlahan-lahan mulai beralih menjadi sebuah
industri yang menjanjikan. Beberapa brand kaos indie lokal, seperti Peter Says
Denim, ElectroHell dan Rown Division, bahkan telah tembus di pasar
internasional dan menjadi brand yang kini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Penulis melihat kecenderungan di masa sekarang, industri kaos indie mulai
berkonsentrasi pada desain yang unik semata, tanpa memberikan pesan yang
berarti bagi pemakainya. Salah satu yang sedang populer adalah, penggunaan
simbol-simbol okultisme dalam desain produk, terutama kaos, dari banyak
clothing line di Indonesia.
Simbol okultisme sendiri, adalah simbol-simbol yang memiliki sejarah
panjang dan telah dimanfaatkan oleh berbagai peradaban dan diturunkan dari
generasi ke generasi dengan tetap menjaga kesakralannya. Dalam beberapa artikel
yang penulis baca, sejak jaman Mesir Kuno sampai jaman modern saat ini,
simbol-simbol tersebut tetap terjaga dan digunakan untuk berbagai maksud dan
tujuan.
Salah satu definisi tentang Okultisme, diungkapkan oleh Robert C.
Broderick. Broderick mengatakan bahwa Okultisme berasal dari kata Latin yang
berarti “tersembunyi” dan digunakan pada teori-teori, praktek-praktek, dan
kelompok-kelompok terorganisir dari ilmu pengetahuan yang tidak diakui yang
mencoba mengungkap masa depan atau untuk menentukan berbagai peristiwa
yang akan terjadi dengan cara suatu permohonan kepada kekuatan supranatural.
Sejak meledaknya novel fenomenal karya Dan Brown yang berjudul The
Da Vinci Code, dan terbitnya novel dengan tema dan pengarang yang sama, yang
berjudul The Lost Symbol, atensi masyarakat terhadap simbol-simbol, terutama
simbol okultisme mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pengaruh
tersebut juga sampai ke ranah desain independen, dimana tampak semakin
banyaknya desain-desain kaos indie yang mencomot simbol-simbol dari
4
organisasi masyarakat rahasia (secret society) seperti Freemason dan Illuminati,
yang memang dekat kaitannya dengan ajaran okultisme.
Maka berdasarkan pemaparan diatas, penulis ingin meneliti fenomena
tersebut, dengan mengangkat judul: Simbol Okultisme dalam Desain Kaos Indie
(Studi Kasus Persepsi Pemakai dan Desainer Terhadap Penggunaan Simbol
Okultisme Dalam Desain Kaos Indie).
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah :
a. Bagaimana Persepsi Pemakai dan Desainer Terhadap Penggunaan Simbol
Okultisme dalam Desain Kaos Indie?
b. Apa Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemakai dan Desainer Terhadap
Simbol Okultisme dalam Desain Kaos Indie?
c. Bagaimana Perbandingan diantara Persepsi Pemakai dan Desainer Terhadap
Simbol Okultisme dalam Desain Kaos Indie?
Tujuan
Tujuan pada penelitian ini adalah :
a. Mengetahui bagaimana persepsi desainer dan pemakai kaos-kaos indie
terhadap simbol-simbol okultisme.
b. Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pemakai dan Desainer
Terhadap Simbol Okultisme dalam Desain Kaos Indie.
c. Membandingkan persepsi tentang simbol okultisme antara desainer dan
pemakai Terhadap Simbol Okultisme dalam Desain Kaos Indie.
Tinjauan Pustaka
a. Proses Komunikasi
Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka. Sedangkan Harold Lasswell menyebut
5
Komunikasi adalah tentang “Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada
Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?”.1
Dari dua definisi di atas, dapat ditarik benang merah bahwa Komunikasi
adalah tentang mentransfer pesan. Proses mentransfer pesan tersebut adalah satu
hal yang penting, agar pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Proses Komunikasi sendiri adalah penyampaian pesan dari komunikator
kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna
antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif.2
b. Simbol
Dalam bahasa komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang.
Simbol dan lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya, berdasarkan kesepakatan orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan
verbal), perilaku non verbal, dan obyek yang maknanya disepakati bersama,
misalnya memasang bendera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan
atau kecintaan kepada negara.3
Simbol-simbol Okultisme yang telah dipakai dan dimanfaatkan oleh
beberapa peradaban dan komunitas, kini diadopsi oleh kalangan desainer indie
dan dipakai sebagai desain bagi produk-produk mereka, terutama kaos. Jika
mengutip kajian Peirce tentang simbol diatas, maka pemahaman subyek, dalam
hal ini desainer indie, menjadi penting dalam penggunaan simbol-simbol
okultisme dalam desain produk mereka.
1 http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertian-komunikasi-teori-fungsi.html. Diakses pada 17 Juni 2013 pukul 19.41 WIB. 2 http://www.lusa.web.id/proses-komunikasi/. Diakses pada 17 Juni 2013 pukul 19.55 WIB. 3 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, Hal. 157
6
c. Tanda Verbal
Secara sederhana komunikasi verbal dapat didefinisikan sebagai
komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan.4
Sedangkan simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita
sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang
dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa
dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.5
d. Tanda Non-Verbal
Atep Adya Barata mengartikan komunikasi nonverbal sebagai komunikasi
yang diungkapkan melalui pakaian dan setiap kategori benda lainnya (the object
language), komunikasi dengan gerak (gesture) sebagai sinyal (sign language),
dan komunikasi dengan tindakan atau gerakan tubuh (action language).6
e. Okultisme
Robert C. Broderick mendefinisikan bahwa Okultisme berasal dari kata
Latin yang berarti “tersembunyi” dan digunakan pada teori-teori, raktek-praktek,
dan kelompok-kelompok terorganisir dari ilmu pengetahuan yang tidak diakui
yang mencoba mengungkapkan masa depan atau untuk menentukan berbagai
peristiwa yang akan terjadi dengan cara suatu permohonan kepada kekuatan
supranatural.7
Sejak meledaknya novel The Da Vinci Code karya Dan Brown beberapa
waktu silam, kelompok yang dianggap okultis seperti Freemason dan Illuminati,
serta simbol-simbol yang mereka pakai, menjadi populer di berbagai kalangan.
Tak terkecuali di komunitas indie. Penulis, dalam kesehariannya, sering 4 http://faisal-wibowo.blogspot.com/2013/01/komunikasi-verbal-dan-nonverbal.html. Diakses pada 14 Desember 2014 pukul 00.26 WIB. 5 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, Hal. 237. 6 http://riswantohidayat.wordpress.com/komunikasi/komunikasi-non-verbal/. Diakses pada 13 Februari 2013 pukul 00.51 WIB 7 Paul W. Van Der Veur, Freemansory di Indonesia dari Radermacher Hingga Soekanto 1761 – 1961, Pusat Studi Internasional Universitas Ohio Program Asia Tenggara, Ohio, 1976, Hal. 6.
7
menemukan beberapa teman yang memakai kaos indie dengan simbol-simbol
okultisme. Hal ini menarik untuk diteliti, bagaimana simbol-simbol yang pada
asalnya bersifat “disakralkan” tersebut, dipahami dan dimaknai, baik oleh para
desainer maupun pemakai dari kaos indie.
f. Kaos Indie
Kemunculan industri kaos Independen atau lebih akrab dengan sebutan
kaos indie, tak bisa lepas dari gerakan independen di Indonesia yang dimotori oleh
para musisi dari berbagai aliran pada tahun 1970-an. Gerakan indie sendiri
didasari pada ide tentang orisinalitas, konsep-konsep segar, dan cita-cita
berpikiran maju. Bagi mereka yang menganggap dirinya merupakan bagian dari
konsep dan sistem berpikir gerakan desain indie, itu berarti melakukan bisnis
(atau bisnis operasi) yang tidak terkait dengan perusahaan besar. Ini berarti pula
dukungan kepada pengrajin yang memperoleh proyek hidup mereka-oleh-proyek,
bukan menetap untuk diproduksi secara massal produk dari toko besar dan
menjadi terkotak-kotakkan. 8
Industri independen ini sendiri merupakan bagian dari gerakan independen
yang berprinsipkan pada paham DIY (Do It Yourself). Kemandirian para pelaku
industri independen ini tampak pada bagaimana mereka memasarkan barang-
barang hasil karya mereka. Fatina Saikaly mengemukakan bagaimana para pelaku
industri independen menjual produk mereka; “These products are usually sold
directly to buyers through craft fairs, street markets and a variety of web
platforms.”.9
g. Persepsi
Fieldman mengartikan persepsi sebagai proses konstruktif yang mana kita
menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi (Perception a
8 http://blog.unm.ac.id/diancahyadi/layanan-mk-2/mk-tinjauan-desain/desain-indie-di-indonesia/. Diakses pada 22 Desember 2012 pukul 16.33 WIB 9 Fatina Saikaly, Designing Web Platforms for The Intermediation Between Local Designers and Craftspeople and Global Consumer, Strategic Design Research Journal, Vol. 4, No.1, Januari-April 2011, Hal. 3.
8
contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us
and attempt to construct a meaningful situation).10
Definisi lain dikemukakan oleh Leavit yang membagi definisi persepsi
menjadi dua macam; dalam arti sempit dan arti luas. persepsi dalam arti sempit
adalah penglihatan; bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam
arti luas, persepsi dapat didefinisikan sebagai pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.11
Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kualitatif
dengan teknik wawancara.
Penelitian kualitiatif memiliki beberapa karateristik, yaitu menganggap
realitas sosial itu bersifat ganda. Realitas sosial merupakan hasil konstruksi
pemikiran dan bersifat holistik. Yang kedua, Penelitian kualitatif menganggap
bahwa proses penelitian tidak dapat dikatakan sepenuhnya ‘bebas nilai’. Sedang
yang terakhir, Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif tidak bersifat kaku,
tetapi selalu disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Demikian pula dengan
hubungan antara peneliti dan yang diteliti bersifat interaktif dan tidak dapat
dipisahkan.12
Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara
dengan menggunakan pedoman wawancara atau interview guide. Wawancara
dengan menggunakan interview guide pada umumnya dimaksudkan untuk
kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada
persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Hal demikian akan
lebih mempermudah langkah-langkah sistemasi data. Pedoman wawancara
biasanya tidak berisi pertanyaan-pertanyaan yang mendetail, tetapi sekadar garis
besar tentang data atau informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang
10 Robert S. Fieldman, Understanding Psychology, McGrow Hill College, Singapore, 1999, Hal. 126 11 Alex Sobur, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2003, Hal. 445 12 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta, 2007, Hal. 168-169
9
nanti dapat dikembangkan dengan memerhatikan perkembangan, konteks dan
situasi wawancara. Jenis wawancara ini sering disebut dengan wawancara
mendalam (in-depth interview).13
Penelitian ini menggunakan model deskriptif kualitiatif dengan penelitian
mengenai persepsi. Sedangkan Lokasi penelitian yang penulis ambil adalah di
tempat tinggal para narasumber yang tersebar di kota Surakarta.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer, yaitu data
yang diperoleh secara langsung dari khalayak yang telah ditetapkan menjadi
responden. Dalam penelitian ini, peneliti memilih responden dari kalangan
desainer dan pemakai kaos indie yang tinggal di kota Surakarta. Responden
tersebut berjumlah delapan orang, masing-masing empat dari kalangan desainer
dan empat dai kalangan pemakai. Sedangkan yang kedua adalah data sekunder
yang diperoleh dari artikel, buku, literatur dan hal-hal lain di luar data primer.
Sajian dan Analisis Data
Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan hasil penelitian yang dilakukan
melalui wawancara mendalam dengan para narasumber dan dari berbagai tulisan,
artikel, esai dan literatur lain yang berhubungan dengan obyek penelitian.
Dari delapan desain kaos yang peneliti gunakan sebagai obyek penelitian,
semuanya merepresentasikan tiga simbol okultisme, yaitu All-Seeing Eye, Square
And Compassess dan Hexagram. Berdasarkan ketiga simbol tersebut, maka
peneliti akan menjabarkan bagaimana persepsi para narasumber tentang masing-
masing simbol, dan membandingkannya dengan makna yang sebenarnya.
Gambar 1: Simbol Okultisme Yang Diadopsi Menjadi Desain
13 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKiS, Yogyakarta, 2007, Hal. 133.
10
A. Persepsi Desainer Kaos Indie
1. Simbol All-Seeing Eye
Gambar 2: Desain Kaos All-Seeing Eye
Dari hasil wawancara dengan narasumber, peneliti menemukan tiga kata
kunci yang menjadi benang merah dari persepsi para narasumber tentang simbol
All-Seeing Eye. Ketiga kata kunci tersebut adalah pengawasan, pencerahan, dan
tingkat yang lebih tinggi.
Dalam makna sebenarnya, All-Seeing Eye merupakan representasi dari
mata Tuhan. Simbol ini dapat ditemukan di berbagai zaman dan kebudayaan.
Terkadang, simbol ini juga bisa diartikan sebagai mata Tuhan yang mengawasi
umat manusia atau menggambarkan pengawasan dan kekuatan pelindung dari
‘Yang Tertinggi’, terutama ketika entitas tersebut berhubungan dengan konteks
surgawi.14
Sedangkan dalam organisasi Freemason, All-Seeing Eye direpresentasikan
sebagai Great Architect of Universe atau Arsitek Agung Alam Semesta. Biasanya,
14 http://www.crystalinks.com/allseeingeye.html. Diakses pada 9 Juni 2014 pukul 15.52 WIB.
11
All-Seeing Eye dalam kalangan Masonik digambarkan dengan cahaya setengah
lingkaran di bawah simbol mata dan terkadang tertutup oleh segitiga.15
Jika dibandingkan dengan persepsi dari narasumber, maka tampak bahwa
ada kesamaan dengan makna simbol yang sebenarnya. Kesan yang timbul
persepsi visual dan perhatian narasumber cocok dengan makna sebenarnya, yaitu
pengawasan dan sesuatu yang lebih tinggi (Supreme Being).
Dan jika menilik faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dalam
Pengantar Psikologi Umum karya Bimo Walgito, maka faktor terkuat yang
mempengaruhi persepsi narasumber di atas adalah adanya perhatian yang cukup
besar dari narasumber terhadap obyek. Hal ini tampak pada kecenderungan para
desainer di atas, yang mempelajari dan mencari referensi tentang obyek terkait
sebelum membuatnya menjadi sebuah desain kaos.
2. Simbol Hexagram
Gambar 3: Desain Kaos Hexagram
Salah satu pendapat mengatakan bahwa simbol Hexagram dapat dimaknai
sebagai sebuah bentuk “kebijaksanaan tuhan” yang melindungi dan mengitari para
Okultis selama bertahun-tahun.16
Dalam persepsinya, narasumber menyebut Hexagram sebagai sebuah
perlindungan atau sebuah perlindungan bagi sebuah pergerakan. Jika kita melihat
salah satu makna simbol Hexagram di atas, dimana Hexagram dianggap sebagai
satu simbol yang merepresentasikan perlindungan yang mengelilingi para Okultis, 15Ibid. Diakses pada 9 Juni 2014 pukul 16.11 WIB. 16 http://www.crossroad.to/Books/symbols1.html. Diakses pada 12 Juni pukul 22.21 WIB
12
maka persepsi Antonius tidaklah salah. Ditambah lagi penggambaran yang
Antonius sampaikan lewat desainnya, dimana di situ dicitrakan hexagram yang
mengitari simbol All-Seeing Eye, semakin menguatkan persepsi tentang
Hexagram sebagai satu bentuk perlindungan.
3. Simbol Square And Compassess
Gambar 4: Desain Kaos Square And Compassess
Persepsi narasumber tentang simbol Square and Compasses sendiri adalah
melambangkan ilmu pengetahuan atau lebih khususnya sains. Selain itu,
narasumber juga mempersepsikan simbol terkait dengan makna keseimbangan
dan kesempurnaan.
Selain itu peneliti juga menangkap kesan bahwa simbol Square and
Compassess dalam desain terkait, seperti disamarkan. Narasumber menyatakan
bahwa hal tersebut sengaja dia lakukan karena menyesuaikan dengan apa yang
selama ini erat kaitannya dengan organisasi Freemason, yaitu rahasia dan
eksklusif.
Dalam makna yang sebenarnya, simbol Mistar dan Jangka diartikan
sebagai perlambang seksual. Seperti simbol Hexagram, dua unsur yang ada dalam
simbol ini, yaitu Mistar dan Jangka, merepresentasikan dua elemen yang bertolak
belakang.17
Sedangkan menurut Richard Cassaro, simbol Mistar dan Jangka
melambangkan keseimbangan dan keselarasan antara dua aspek, yaitu lahiriah dan
17 http://www.abovetopsecret.com/forum/thread208687/pg1&mem=. Diakses pada 15 Juni 2014 Pukul 15.35 WIB
13
batiniah. Dan dalam kasus ini, lingkaran di dalam persegi bukanlah soal
matematik belaka, namun juga merupakan referensi spiritual dalam pencarian
naluriah manusia untuk menyelaraskan sifat fisik dan rohani kita. Karena sudah
sejak jaman purbakala, bentuk persegi adalah representasi dari tubuh fisik.
Sedangkan lingkaran, di sisi lain, mewakili hal-hal yang bersifat rohaniah dan
kejiwaan.18
Jika melihat makna dari simbol Mistar dan Jangka di atas, peneliti melihat
adanya kesamaan dengan persepsi narasumber.
B. Persepsi Pemakai Kaos Indie
Gambar 5: Desain Kaos Pemakai
Jika melihat hasil wawancara dengan keempat narasumber dari kalangan
pemakai kaos indie, maka terlihat persepsi yang beragam terhadap simbol All-
Seeing Eye yang ada dalam desain kaos-kaos yang mereka miliki.
Peneliti menemukan beberapa kata kunci atas persepsi para pemakai kaos
indie, yaitu ‘pencerahan’, ‘mata Tuhan’, ‘mata Dajjal’, ‘melihat segala’, dan
‘mengawasi’. Bahkan salah satu narasumber menyebutkan hubungan antara
18 http://www.richardcassaro.com/square-compasses-unveiled. Diakses pada 15 Juni 2014 pukul 15.52 WIB.
14
simbol All-Seeing Eye dengan simbol mata Dewa Horus di peradaban Mesir
Kuno.
Menurut situs Masonic Dictionary, simbol All-Seeing Eye dapat diartikan
sebagai simbol pengawasan, atau juga bisa mewakili mata Tuhan sebagai sebuah
wujud pengawasan dan penjaga dunia.19
Sedangkan beberapa pendapat lain mengemukakan bahwa simbol All-
Seeing Eye bersumber pada representasi Mata Horus yang juga berasal dari
peradaban Mesir Kuno.20
Jika melihat persepsi yang timbul dari narasumber pemakai kaos indie, ada
persamaan yang terjadi dengan persepsi yang timbul dari narasumber desainer,
yaitu pencerahan, pengawasan dan melihat segala.
Namun ada sebuah persepsi yang sedikit berbeda yang peneliti temukan.
Yaitu persepsi tentang All-Seeing Eye yang dianggap merepresentasikan mata
Dajjal. Peneliti melihat, pengartian All-Seeing Eye sebagai representasi mata
Dajjal biasa dikemukakan oleh kalangan Agamawan, khususnya Islam.
Situs-situs yang mengasosiasikan Mata Dewa Horus atau All-Seeing Eye
dengan Mata Dajjal adalah Global Muslim21, VOA Islam22, IslamPos23 dan lain
sebagainya. Dari penemuan di atas, peneliti menganggap bahwa persepsi tentang
All-Seeing Eye yang memiliki kaitan dengan mata Dajjal timbul atas pengaruh
dan sumber yang bersifat keagamaan.
Dari wawancara dengan para narasumber, terlihat pula bahwa persepsi
yang terbangun dikarenakan faktor perhatian yang besar dari narasumber untuk
mempelajari atau mencari tahu tentang desain pada kaos yang mereka kenakan.
Nyaris semua narasumber mencari info tersebut dari Internet.
19 http://www.masonicdictionary.com/eye1.html. Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 00.32 WIB. 20 http://www.ancientegyptonline.co.uk/eye.html. Diakses pada 10 Juli 2014 pukul 01.42 WIB 21 http://www.globalmuslim.web.id/2011/03/mata-horus-dajjal-bermata-satu.html. Diakses pada 10 Juli 2014 pukul 19.56 WIB 22 http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/19/18733/makin-gila-simbol-dajjal-jadi-maskot-olimpiade-london-2012/#sthash.WtkRHdR7.dpbs. Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 20.06 WIB 23 http://www.islampos.com/serial-kartun-spongebob-dan-simbol-antikristus-dajjal-9755/. Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 20.10 WIB
15
Konsistensi Bentuk Mempengaruhi Persepsi
Wertheimer mengemukakan bahwa pada persepsi itu tidak hanya
ditentukan ditentukan oleh stimulus secara obyektif, tetapi juga akan ditentukan
atau dipengaruhi oleh keadaan diri orang yang mempersepsi.24
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mencari hubungan antara persepsi
yang timbul dari para narasumber dengan konsistensi bentuk dari simbol-simbol
Okultisme terkait.
Seperti contoh All-Seeing Eye dimana dalam benak narasumber, simbol
tersebut dipersepsikan sebagai bentuk segitiga dengan sebuah mata di dalamnya.
Sehingga, walaupun simbol All-Seeing Eye sudah mengalami berbagai modifikasi,
namun narasumber tetap mempersepsikannya sebagai All-Seeing Eye.
B. Perbandingan Antara Persepsi Pemakai dan Desainer Kaos Indie
Dari hasil wawancara mendalam untuk mengetahui persepsi yang timbul
dari pihak desainer dan pemakai kaos indie terhadap obyek penelitian, peneliti
menemukan perbedaan-perbedaan yang ada di antara keduanya.
Persepsi dari para desainer ini semuanya bersumber dari sebuah observasi
mendalam sebelumnya. Observasi yang dilakukan, entah dikarenakan tuntutan
pekerjaan maupun ketertarikan pribadi, telah ikut mempengaruhi persepsi yang
timbul dari para desainer yang menjadi narasumber dari penelitian ini.
Sedangkan jika melihat persepsi yang timbul dari pemakai kaos indie
dengan desain okultisme, peneliti melihat bahwa sebagian besar narasumber dari
kalangan pemakai kaos indie ini lebih melihat kaos milik mereka sebagai sebuah
produk desain belaka, tanpa terlalu peduli dengan pengaruh simbol-simbol kuno
okultisme di dalamnya. Dari keempat narasumber yang peneliti wawancarai,
hanya ada satu narasumber yang peneliti nilai memiliki pengetahuan yang dalam
tentang okultisme dan simbol-simbolnya. Sedangkan tiga lainnya hanya sebatas
tahu saja.
24 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi Offset, Yogyakarta, 2004, Hal. 97
16
Kesimpulan
Sebelum memasukkan simbol-simbol Okultisme ke dalam desain kaos
mereka, para desainer yang menjadi narasumber penelitian ini ternyata melakukan
observasi terlebih dahulu. Observasi ini yang turut mempengaruhi persepsi dari
narasumber desainer terhadap simbol-simbol terkait.
Sebagian besar narasumber dari pemakai kurang memiliki kepedulian
terhadap simbol-simbol dalam desain kaos mereka. Para pemakai umumnya hanya
melihat merk kaos, warna dan keunikan desain semata tanpa mencoba mencari
tahu lebih jauh tentang simbol-simbol yang terdapat di dalamnya.
Jika dibandingkan, persepsi yang timbul dari benak desainer atau pembuat
desain kaos indie yang mengadopsi simbol-simbol Okultisme relatif lebih
mendalam daripada persepsi yang timbul dari kalangan pemakai kaos indie.
Konsistensi bentuk turut menjadi faktor atas persepsi dari para narasumber
terhadap simbol-simbol okultisme. Seperti contoh All-Seeing Eye dimana dalam
benak narasumber, simbol tersebut dipersepsikan sebagai bentuk segitiga dengan
sebuah mata di dalamnya.
Saran
Setelah melakukan observasi, diketahui bahwa simbol-simbol Okultisme
seperti All-Seeing Eye, Heksagram, Square and Compass serta yang lainnya
memiliki nilai sejarah dan kesakralan yang tinggi. Maka sepatutnya semua pihak
mengetahui tentang seluk beluk dan makna dari simbol terkait sehingga
setidaknya ada pengetahuan yang cukup memadai mengenai simbol-simbol
tersebut.
Sesuatu hal yang baru, yang melakukan pengadopsian dari sesuatu yang
lebih lama atau lebih tua adalah sebuah fenomena yang wajar. Namun diperlukan
kesadaran dan kehati-hatian agar tidak terjadi pergeseran makna ataupun
degradasi nilai dari sesuatu yang diadopsi tersebut.
Secara umum, simbol Okultisme seperti All-Seeing Eye, Heksagram atau
Square and Compass sering dianggap negatif sebagai simbol setan maupun
berafiliasi dengan ajaran sesat dan konspirasi hitam. Peneliti, dalam penelitian ini
17
selalu berusaha seobyektif mungkin dalam melakukan observasi dan tidak
berusaha menghubungkan simbol-simbol tersebut dengan sentimen-sentimen
tertentu. Selayaknya setiap pihak menganggap simbol-simbol tersebut sebatas
karya seni dan bagian dari hasil peradaban manusia.
Daftar Pustaka
Fieldman, Robert S. (1999). Understanding Psychology. Singapore: McGrow Hill College
Pawito, Ph. D. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Walgito, Bimo. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Van Der Veur, Paul W. (1976). Freemansory di Indonesia dari Radermacher
Hingga Soekanto 1761 – 1961. Ohio: Pusat Studi Internasional Universitas Ohio Program Asia Tenggara.
Saikaly, Fatina. (2011). Designing Web Platforms for The Intermediation Between Local Designers and Craftspeople and Global Consumer. Strategic Design Research Journal.
http://blog.unm.ac.id/diancahyadi/layanan-mk-2/mk-tinjauan-desain/desain-indie-di-indonesia/. (Diakses pada 4 Desember 2012 pukul 19.04 WIB)
http://riswantohidayat.wordpress.com/komunikasi/komunikasi-non-verbal/. (Diakses pada 13 Februari 2013 pukul 00.51 WIB)
http://www.sarjanaku.com/2012/09/pengertian-komunikasi-teori-fungsi.html. (Diakses pada 17 Juni 2013 pukul 19.41 WIB.)
http://www.lusa.web.id/proses-komunikasi/. (Diakses pada 17 Juni 2013 pukul 19.55 WIB.)
http://www.crossroad.to/Books/symbols1.html. (Diakses pada 27 Juli 2013 pukul 03.32 WIB)
http://www.globalmuslim.web.id/2011/03/mata-horus-dajjal-bermata-satu.html. (Diakses pada 10 Juli 2014 pukul 19.56 WIB)
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/19/18733/makin-gila-simbol-dajjal-jadi-maskot-olimpiade-london-2012/#sthash.WtkRHdR7.dpbs. (Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 20.06 WIB)
http://www.islampos.com/serial-kartun-spongebob-dan-simbol-antikristus-dajjal-9755/. (Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 20.10 WIB)
http://www.masonicdictionary.com/eye1.html. (Diakses pada 10 Juli 2014 Pukul 00.32 WIB.)
http://www.ancientegyptonline.co.uk/eye.html. (Diakses pada 10 Juli 2014 pukul 01.42 WIB)
http://www.crystalinks.com/allseeingeye.html. (Diakses pada 8 Agustus 2014 pukul 00.29 WIB.)
http://www.abovetopsecret.com/forum/thread208687/pg1&mem=. (Diakses pada 8 Agustus 2014 Pukul 00.50 WIB)
18
http://www.richardcassaro.com/square-compasses-unveiled. (Diakses pada 8 Agustus 2014 pukul 01.09 WIB)
http://faisal-wibowo.blogspot.com/2013/01/komunikasi-verbal-dan-nonverbal.html. Diakses pada 14 Desember 2014 pukul 00.26 WIB.