SetanLewat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Setan Lewat

Citation preview

************************************ Tulisan saya

Den Kepra dkk,

Kasus ini menarik buat saya membahas pengalaman saya (mungkin malah kita bersama). Masih ingat nggak dulu jaman kita kecil, kita selalu diingatkan kalau pegang pisau (meskipun pisau dapur) "ati-ati awas setan lewat"?

Dulu saya cerita, banyak nilai nilai bagus di Jawa/Indonesia yang tidak berasal dari agama Ibrahimi tetapi sebetulnya warisan tradisi lama - tradisi Timur (kemungkinan besar Hindhu, Budhist atau Lokal). Sebab kalau itu ada di agama Ibrahimi, pasti ungkapan serupa ada di Arab atau Amerika. Tetapi itu tidak aku jumpai disini, juga dari teman Islam dari negara lain misalnya. Safe untuk saya katakan warisan Timur.

Sekarang ini layer paling atas dari tradisi spiritual Indonesia adalah agama Ibrahimi, sehingga kalimat peringatan diatas tidak bermakna alias pudar. Apalagi di Barat (yang kita anut lewat dunia pendidikan modern) mengatakan setan itu tidak ada. Mengapa kita bisa teguh menganggap setan tidak ada? Karena tradisi agama Ibrahimi melihat setan sebagai entitas - sosok. Karena sosok, berarti kita sudah beranggapan bahwa mahluk itu berupa materi, dus harus terdeteksi dengan peralatan fisika atau kedokteran. Karena tidak terdeteksi, maka setan tidak ada. Argumen serupa bisa dipakai untuk roh, juga untuk batin. Karena tidak terdeteksi, roh dan batin seharusnya tidak ada. Jesus tidak ada, Muhammad tidak ada, sudah punah dengan jasadnya. Tuhan tidak ada. Yahwe tidak ada, Hyang Widhi tidak ada, Dharma tidak ada. Itu konsekwensi yang harus kita terima dengan menganggap segala sesuatu harus berbentuk entitas - sosok. Dengan perkataan lain, seperti yang pernah diungkap teman ITB, kita itu hanya kerlip-kerlip arus listrik. Boneka dengan baterai.

Saya merenung kalimat peringatan di atas. Dari mana asalnya? Dari Jawa paling tidak dari Buddhist. Bisa juga dari fisika kalau mau: ternyata ada interaksi yang kuat antara subjek dan objek. Orang Barat mengatakan subjek mengatur objek. Tapi orang fisika (di quantum misalnya) mengatakn objek bisa mempengaruhi subjek. Objek menjadi seperti itu karena subjek menghendaki seperti itu, tidak ada objek yang murni objektip. Sebelum subjek ber"aksi", objek itu tidak ada, ia hanyalah kondisi superposisi segala macam kemungkinan. Dengan manifestnya objek seperti yang diinginkan subjek, subjek bisa melakukan langkah selanjutnya. Disini objek manifest dan terekam oleh subjek dus mempengaruhi subjek. Itu di dalam fisika. Di dalam neuro-science atau bio-psikologi yang pernah saya baca: objek mempengaruhi struktur neuron subjek (brain plasticity). Tanpa ada rekaman oleh neuron, kita tidak akan ingat. Berkali kali kita disuguhi tahu dan tempe, kita tidak akan bisa membedakan tahu dan tempe. Apalagi membedakan, mengucap kata "tahu" dan "tempe" juga tidak bisa. Di dalam tradisi Timur dikatakan "tidak ada subjek dan objek".

Lalu apa hubungannya dengan pisau? Pisau itu muncul dan kita pegang, otomatis meninggalkan rekaman dibenak kita. Begitu kita berpikir negatip, rekaman negatip ini juga tertanam berdampingan dengan pisau tadi di benak kita. Dan rekaman negatip ini bisa semakin kuat dari faktor / kondisi lingkungan - dan kalau tidak hati hati bisa muncul (manifest) setiap saat. Kemunculan itu bisa terjadi saat kita lemah psikologisnya, juga saat lemah badan kita. Pikiran negatip ini yang disebut 'evil' atau setan tadi. Dan evil ini bisa menjadi devil - aparasi dalam sosok. Batin (mind) kita "membentuknya", seperti juga yang diungkap dan dibuktikan dalam fisika quantum (kalau mau lebih ilmiah) bahwa objek manifest seperti yang dikehendaki subjek. Pelajaran fisika dasar kan mengatakan cahaya adalah gelombang kalau kita mendeteksinya sebagai gelombang, cahaya adalah partikel kalau kita menghendakinya sebagai partikel.

Mind kita sangat powerful, maka kita harus hati-hati. Kalimat peringatan "ati ati awas ana setan lewat" menjadi sangat urgent kalau kita memperkenalkan ke anak-anak sesuatu yang potensial melukai/menyakiti/membunuh mahluk lain. Itu yang sering kita lupa dan meremehkannya.

salam

************************ tanggapan dari prof Windhu

Mas Agung dan sedulurs sekalian.-Aku prihatin banget dengan kejadian di Amerika yang sudah untuk ke sekian kalinya (sudah puluhan kali atau mungkin lebih).

Ini jelas terjadi karena sistem (undang-undang, policy) yang didorong oleh budaya koboi (Wild Wild West) masyarakat Amerika, yaitu budaya pro-gun.

Bukan cuma policy dalam negeri, tapi lebih-lebih policy luar negerinya, menyelesaikan masalah apa pun nyaris selalu dengan senjata. Anehnya mereka selalu melarang negeri lain mengembangkan persenjataan (Iran atau Korea Utara mereka larang mengembangkan sistem persenjataan), yang boleh cuma Amerika doang. Ini memang negeri sing sak enak'e dewe.Selama sistem di situ seperti itu, peristiwa semacam nggak akan pernah berhenti, akan selalu berulang. Produksi senjata dilakukan terus secara masif dan makin canggih (senjata otomatis seperti M-16 untuk militer), penduduk sipil boleh membeli dan memiliki senjata plus amunisinya dengan cukup bebas seperti halnya membeli handset telpon seluler. Masyarakat Amerika (pro-gun) memang gila, sampai ada pikiran mencegah penembakan semacam dengan mempersenjatai diri. Senjata dicegah atau dilawan dengan senjata. Edan!Tentang setan lewat.

Aku beberapa kali ngobrol dengan beberapa orang, termasuk mahasiswaku, tentang berbagai hal, yang di antaranya berkaitan dengan "setan lewat". Ternyata ada beberapa orang pernah mengalami hal-hal yang mirip.

Ada yang menceritakan bahwa saat mereka berada di atas gedung yang tinggi dan melongok ke bawah, seakan-akan mereka tertarik (dan punya pikiran sesaat) untuk meloncat ke bawah. Ada juga yang lain bercerita bahwa pernah saat memegang senjata tajam, dia berkeinginan untuk menusukkannya ke tubuh orang lain. Padahal mereka semua saat sedang nggak berada di gedung tinggi atau memegang senjata tajam itu sama sekali nggak punya keinginan seperti itu.Suatu saat pernah aku berada di atas atap sebuah gedung yang cukup tinggi dan terbuka, kemudian aku mencoba melongok ke bawah, ternyata aku mengalami hal yang sama, yaitu seakan-akan tertarik, seperti ada magnet, untuk meloncat ke bawah. Ngeri. Segera aku menjauh dari tepi, ketertarikan itu serta merta menghilang.

Jadi benar apa yang disampaikan mas Agung, ada keterpengaruhan psikologis antara subyek dan obyek, di sini obyek justru yang mempengaruhi subyek. Ini lah yang dalam budaya Timur dinamai "setan lewat".

Mengapa ini tidak dipahami oleh orang-orang di lingkungan budaya yang berbasis agama-agama Ibrahimi? Padahal kalau orang memahami ini, peristiwa-peristiwa tragis serupa akan bisa dihindari. Yang terjadi malahan peristiwa-peristiwa serupa tanpa disadari "di-design" agar kelak terjadi, dengan sistem kemudahan kepemilikan senjata. Termasuk organisasi-organisasi preman berjubah atau tak berjubah saat demo berbekal pentungan dan atau senjata tajam.

Jabat jiwa,