31
1 MAKALAH PROFESI PENDIDIK SERTIFIKASI GURU DAN KUALITAS PENDIDIK A. B. C. AHMAD JAYADI 1329040100 PTIK 01 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2015

sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

1

MAKALAH PROFESI PENDIDIK

SERTIFIKASI GURU DAN KUALITAS PENDIDIK

A.

B.

C.

AHMAD JAYADI

1329040100

PTIK 01

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2015

Page 2: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ada yang berpendapat bahwa sertifikasi adalah alat untuk

meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan

bahwa sertifikasi adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru.

Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan

kecemburuan profesi lain. Pemahaman seperti itu tidak terlalu salah sebab

dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa

guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif yang

berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan

oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.

Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan

untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke

depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin

mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di

Indonesia segera menjadi kenyataan dan diharapkan tidak semua orang

dapat menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan profesi guru sebagai

batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan

ini.

Namun, persepsi seperti itu cenderung mencari-cari kesalahan suatu

program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Peningkatan kesejahterann guru dalam kaitannya dengan sertifikasi harus

dipahami dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional , baik dari

segi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara

eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan,

pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,

Page 3: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

3

pembiyaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan

nasional.

Di samping itu, menurut Samami dkk. (2006), yang perlu disadari

adalah bahwa guru adalah subsistem pendidikan nasional. Dengan adanya

sertifikasi, diharapkan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran akan

meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan kompetensi

guru yang memenuhi standar minimal dan kesejahteraan yang memadai

diharapkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran dapat

meningkat. Kualitas pembelajaran yang meningkat diharapkan akan

bermuara akhir pada terjadinya peningkatan prestasi hasil belajar siswa.

Pada dasarnya terdapat barbagai faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana,

lingkungan pendidikan,dan kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru

dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah nemempati kedudukan yang

sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru

sebagai subjek pendidikan sangat menentuksn keberhasilan pendidikan itu

sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman dan Loxley pada tahun 1983 di 29

negara bahwa di antara berbagai masukan yang menentukan mutu

pendidikan (yang ditunjukan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya

ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah

keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara

sedang berkembang. Fasli Jalal (2007) mengatakan bahwa pendidikan yang

bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru

yang profesional, sejahtera dan bermatabat. Oleh karena itu keberadaan guru

bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan

yang bermutu.

Program sertifikasi tersebut dapat diterapkan untuk guru-guru agar

dapat memiliki standar kompetensi yang telah diterangkan di atas. Guru

diharapkan mampu memahami dan menguasai materi ajar yang ada dalam

Page 4: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

4

kurikulum, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang koheren

dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran yang

terkait dan menginternalisasikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari (life

skill). Selain itu melalui sertifikasi guru diharapkan mampu menguasai

langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam

pengetahuan kompetensinya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi UUGD,

patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis

meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan

mutu pendidikan di Indonesia, dan adakah jaminan bahwa dengan memiliki

sertifikasi, guru akan lebih bermutu. Pertanyaan ini penting untuk dijawab

secara kritis analitis. Karena bukti-bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan

peningkatan mutu guru bervariasi. Di Amerika Serikat kebijakan sertifikasi

bagi guru belum berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru, hal antara

lain dikarenakan kuatnya resistensi dari kalangan guru sehingga pelaksanaan

sertifikasi berjalan amat lambat. Sebagai contoh dalam kurun waktu sepuluh

tahun, mulai tahun 1997 – 2006, Amerika Serikat hanya mentargetkan

100.000 guru untuk disertifikasi. Bandingkan dengan Indonesia yang dalam

kurun waktu yang sama mentargetkan mensertifikasi 2,7 juta guru.

Sebaliknya kebijakan yang sama telah berhasil meningkatkan kualitas

kompetensi guru di Singapore dan Korea Selatan.

Page 5: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. SERTIFIKASI GURU

1. PENGERTIAN DAN IMPLEMENTASI SERTIFIKASI

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.

Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar

profesional guru. Standar profesioanal guru tercermin dari uji

kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian

portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman

profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen

yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,

pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,

penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya

pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman

organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang

relevan.

Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian

portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para

pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan

sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang

berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak

akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi

dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Apa yang

menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini

dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio

tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi

guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan.

Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang

amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa

Page 6: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

6

kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio guru di sekolahnya

tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru

tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat

sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara

cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat

sertifikasi akan diterapkan di sekolah atau di kelas.

Hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian

portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan

mutu pendidikan nasional terasa akan menjadi kenyataan bila

dibandingkan dengan pelaksanaan sertifikasi di beberapa negara maju,

khususnya dalam bidang pendidikan. Hasil studi Educational Testing

Srvice (ETS) yang dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa

pola-pola pembinaan profsesionalisme guru di negara-negara tersebut

dilakukan dengan sangat ketat. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan

Inggris yang menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon guru yang

baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua negara tersebut, setiap orang

yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian untuk memperoleh lisensi

mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut terdiri dari tiga

praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang dikenakan pada saat

seseorang masuk program penyiapan guru, penilaian terhadap

penguasaan materi ajar yang diterapkan pada saat yang bersangkutan

mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performa di kelas yang diterapkan

pada tahun pertama mengajar

.

2. UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-Undang Guru dan

Dosen, yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung

meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru

memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi.

Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan

Page 7: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

7

profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga

menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai

upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam UUGD

ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring

dengan peningkatkan kesejahteraan mereka.

3. KOMPETENSI GURU

Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,

keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk

kompetensi standar profesi guru, yang mencakup:

1) Penguasaan materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan

substansi ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu

yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan

metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk mempverivikasi dan

memantpkan pemahaman konsep yang dipelajari, serta pemahaman

manajemen pembelajaran.

2) Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakteristik,

tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapanya

(kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam mengoptimalkan

perkembangann dan pembelajaran.

3) Pembelajaran yang mendidik, yang terdiri atas pemahaman konsep

dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang

bersangkutan, serta penerpanya dalam pelaksanaan dan

pengembangan pembelajaran.

4) Pengembangan kepribadian profesionalisme, yang mencakup

pengem- bangan intuisikeagamaan yang berkepribadian, sikap dan

kemampuan mengaktualisasikan diri, serta sikap dan kemampuan

Page 8: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

8

mengembangkan profesionalisme kependidikan. Selain standar

kompetensi profesi di atas, guru juga perlu memiliki standar mental,

moral, sosial, spiritual, intelektual, fisik, dan psikis.Hal ini dipandang

perlu karena dalam melaksanakan tugasnya guru diibaratkan sebagai

pembimbing perjalanan (guide of journey) yang bertanggung jawab

atas kelancaran perjalanan berdasarkan pengetahuan dan

pengalamannya.

4. SERTIFIKASI PROFESI GURU

Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan suatu ketetapan politik

bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan

hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan,

pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat

hidup layak dari profesi tersebut.

Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki:

1) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen

pembelajaran.

2) Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program

sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai

dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.

3) Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi

sosial.

Pengertian profesi pendidik tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap

Page 9: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

9

peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki

oleh setiap pendidik yaitu kepribadian yang mantap, stabil,

dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,

dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi

dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama

pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan

masyarakat.

d. Kompetensi Profesianal

Kompetensi professional adalah kemampuan pendidik dalam

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh

kompetensi yang ditetapkan.

Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi

standard profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti

uji sertifikasi guru untuk pendidikan dasar dan menengah, serta uji

sertifikasi dosen untuk pendidikan tinggi.

Sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan dilaksanakan dalam

bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan

Page 10: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

10

atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang

mendeskripsikan:

1) Kualifikasi akademik

2) Pendidikan dan pelatihan

3) Pengalaman mengajar

4) Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

5) Penilaian dari atasan dan pengawas

6) Prestasi akademik

7) Karya pengembangan profesi

8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah

9) Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan social

10) Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan

mendapat sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian

portofolio dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi

portofolio agar mencapai nilai lulus, atau Mengikuti pendidikan dan

pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi/penilaian sesuai

persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara

sertifikasi.

Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat

sertifikat pendidik. Apa yang harus dilakukan? Menyimak dari pengalaman

pelaksanaan sertifikasi di berbagai negara, maka akan muncul pertanyaan.

"Bagaimana agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi guru?"

Dan apabila gagal, "Mengapa sertifikasi gagal meningkatkan kualitas guru?

Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk meningkatkan

kualitas kompetensi guru. Sertifikasi bukan tujuan, melainkan sarana

untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan guru yang berkualitas.

Kegagalan dalam mencapai tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan

Page 11: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

11

sertifikasi sebagai tujuan itu sendiri. Bagi bangsa dan pemerintah

Indonesia harus senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa jangan

sampai sertifikasi menjadi tujuan. Oleh karenanya, semenjak awal harus

ditekankan khususnya di kalangan pendidik, guru, dan dosen, bahwa

tujuan utama adalah kualitas, sedangkan kualifikasi dan sertifikasi

merupakan sarana untuk mencapai kualitas tersebut.

B. KUALITAS PENDIDIK

1. KUALITAS PENDIDIKAN

Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada

tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan

Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti

(diakses 7 Desember 2008). Indonesia memperoleh indeks 0,728. Dan

jika Indonesia dibanding dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan

dalam penelitian, Indonesia berada pada peringkat ke-7 dari sembilan

negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam penentuan komposit

Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau

pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas

sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia

yang rendah.

Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh

United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization

(UNESCO), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang

pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia dalam bidang

pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia.

Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah

Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Rendahnya mutu

pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat

internasional. Daya saing Indonesia menurut Wordl Economic Forum,

2007-2008, berada di level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat

Page 12: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

12

daya saing sesama negara ASEAN seperti Malaysia yang berada di urutan

ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7.

2. KUALITAS GURU

Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah

komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat

dilihat dari kelayakan guru mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas,

guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun

swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta 60,99%.

Guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%. Guru SMK negeri 55,91 %,

swasta 58,26 %. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mengatasi permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan

mengadakan sertifikasi. Dengan adanya sertifikasi, pemerintah berharap

kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan

nasional akan meningkat pula.

Keterpurukan mutu pendidikan Indonesia di dunia internasional

memang amat memprihatinkan. Akan tetapi, keprihatinan ini jangan

sampai membuat kita putus harapan. Keterpurukan ini hendaknya

membuat kita sungguh-sungguh terdorong mencari jalan yang tepat,

bukan dengan cara-cara instan dan mengutamakan kepentingan pribadi.

Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu

pendidikan yang rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas

gurunya melalui sertifikasi guru.

Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan

meningkat sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam

pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi

banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini

disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator

inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan

sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak sama

Page 13: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

13

sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu

pendidikan nasional.

Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan sertifikasi negara-negara

maju, terutama dalam bidang pendidikan, peningkatkan mutu pendidikan

hanya dapat dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola

instan hanya akan menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi

terbuang percuma. Sedangkan apa yang menjadi substansi sama sekali

tidak tersentuh.

3. FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN SERTIFIKASI GURU

Adakah jaminan bahwa sertifikasi akan meningkatkan kualitas

kompetensi guru? Ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji secara

mendalam untuk memberikan jaminan bahwa sertifikasi akan

meningkatkan kualitas kompetensi guru.

Pertama, sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk

mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Seperti yang telah

dikemukakan di atas, perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua

fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Sertikasi

bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan

aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk

mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk

kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk mendapatkan tambahan ilmu

pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-

1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara

yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah

mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau

guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan

tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang

bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam

standard kemampuan guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis

yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari

Page 14: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

14

hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh

sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar

untuk menghadapi uji sertifikasi.

Kedua, konsistensi dan ketegaran pemerintah. Sebagai suatu

kebijakan yang merentuhan dengan berbagai kelompok masyarakat akan

mendapatkan berbagai tantangan dan tuntutan. Paling tidak tuntutan dan

tantangan akan muncul dari 3 sumber yaitu:

1) Sumber pertama adalah dalam penentuan lembaga yang berhak

melaksanakan uji sertifikasi. Berbagai lembaga penyelenggara

pendidikan tinggi, khususnya dari fihak Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan Swasta akan menuntut untuk diberi hak

menyelenggarakan dan melaksanakan uji sertifikasi. Demikian juga,

akan muncul tuntutan dari berbagai LPTK negeri khususnya di daerah

luar jawa akan menuntut dengan alasan demi keseimbangan

geografis. Tuntutan ini akan mempengaruhi penentuan yang

mendasarkan pada objektivitas kemampuan suatu perguruan tinggi.

Ketegaran dan konsistensi pemerintah juga diperlukan untuk

menghadapi tuntutan dan sekaligus tantangan bagi pelaksana

Undang-Undang yang muncul dari kalangan guru sendiri.

2) Sumber kedua adalah mereka yang sudah senior atau

3) Sumber ketiga adalah mereka para guru yang masih jauh dari

pensyaratan akan menentang dan menuntut berbagai kemudahan

agar bisa memperoleh sertifikat profesi tersebut.

Ketiga, tegas dan tegakkan hukum. Dalam pelaksanaan sertifikasi,

akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada.

Adanya penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai fihak,

khususnya guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan

pintas. Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah

pelaksanaan sertifikasi yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada

Page 15: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

15

gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan

tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang

dimaksud, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji

sertifikasi, dan lain sebagainya.

Keempat, laksanakan UU secara konsekuen. Tuntutan dan tantangan

juga akan muncul dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki

tingkat pendidikan yang relatif tertinggal. Kalau UUGD dilaksanakan

maka sebagian besar dari pendidik di daerah ini tidak akan lolos

sertifikasi.

Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard

nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian

waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk

daerah yang terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standard tidak mengenal

toleransi.

Kelima pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan

anggaran yang memadai, baik untuk pelaksanaan sertifikasi maupun

untuk pemberian tunjangan profesi.

4. PEMBINAAN PASCA SERTIFIKASI

Pembinaan guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena

prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar

sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan

telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus

mempertahankan prosionalitasnya sebagai guru.

Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous

profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada,

yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru

mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru

di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran

yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi

Page 16: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

16

dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan

refleksi diri.

Desain jejaring kerja (networking) peningkatan profesionalitas guru

berkelanjutan melibatkan instansi Pusat, Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga

Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan

Propinsi/Kabupaten/Kota serta Perguruan Tinggi setempat. P4TK yang

berbasis mata pelajaran membentuk Tim Pengembang Materi

Pembelajaran, bekerjasama dengan Perguruan Tinggi bertugas:

1) menelaah dan mengembangkan materi untuk kegiatan KKG dan

MGMP

2) mengembangkan model-model pembelajaran.

3) mengembangkan modul untuk pelatihan instruktur dan guru inti.

4) memberikan pembekalan kepada instruktur pada LPMP.

5) mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dan guru inti dalam

kegiatan KKG dan MGMP.

LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi melakukan seleksi

guru utk menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Propinsi per mata

pelajaran dengan tugas :

1) menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP

2) mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP

3) menjamin keterlaksanaan kegiatan KKG dan MGMP

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan seleksi Instruktur Mata

Pelajaran Tingkat Kab/Kota dan membentuk Guru Inti per mata pelajaran

dengan tugas:

1) motivator bagi guru untuk aktif dalam KKG dan MGMP

2) menjadi fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP

3) mengembangkan inovasi pembelajaran

Page 17: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

17

4) menjadi narasumber pada kegiatan KKG dan MGMP

KKG dan MGMP sebagai wadah pengembangan profesi guru

melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi profesi guru. Selain itu perlu

adanya pemberdayaan guru yang telah memperoleh sertifikat. Hal ini

dapat dilakukan dengan adanya pemberian tugas yang sesuai dengan

kompetensi guru maupun adanya dorongan dari pihak manajemen

sekolah yang mampu menumbuhkan motivasi kerja bagi para guru.

Meningkatnya kompetensi guru yang didukung dengan adanya motivasi

kerja yang tinggi akan dapat meningkatkan kinerja guru. Meningkatnya

kinerja guru akan meningkatkan kualitas pembelajaran, yang pada

akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan,

karena ujung tombak dari kegiatan pendidikan adalah pada kegiatan

pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru.

C. PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP KUALITAS PENDIDIK

1. PENGARUH NEGATIF SERTIFIKASI GURU BERBASIS PORTOFOLIO

TERHADAP KOMPETENSI GURU

Fakta dilapangan sangat jelas bahwa untuk memperoleh sertifikasi

guru, hanya dengan menyerahkan portofolio. Padahal jika dilihat dari

aspek evaluasi, uji portofolio tidak menggambarkan kompetensi atau

kemampuan para guru sesuai dengan Undang-undang No. 14 tahun 2005

pasal 8 yang menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional.

Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas

pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan

bangsa Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru sudah memasuki

periode keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang

menyertai sertifikasi guru sirna. Bahkan, problematika yang berasal dari

Page 18: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

18

para peserta sertifikasi sendiri bermunculan, karena para guru saling

berlomba melengkapi berbagai persyaratan sertifikasi dengan cara yang

tidak benar. Terlebih, syarat sertifikasi hanya menyusun portofolio yang

di dalamnya berisi berbagai dokumen mengenai kompetensi guru dalam

berbagai bidang.

Adapun dampak negatif dari sertifikasi guru berbasis portofolio

terhadap kinerja dan kompetensi guru adalah:

1) Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented

Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian

portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para

pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan

sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang

berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak

akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru,

apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal

ini berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya

indikasi kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh para

guru peserta sertifikasi. “Kecurangan dengan memalsukan dokumen

portofolio itu memang ada. Indikasinya kuat sekali. Temuan ini nanti

akan diklasifikasi ke guru hingga kepala sekolah yang bersangkutan,”

Rochmat Wahab, Ketua Panitia Pelaksana Uji Sertifikasi dari

Universitas Negeri Yogyakarta (Kompas 18/9). Semua guru ribut ikut

seminar dan lokakarya agar mendapat sertifikat, legalisasi ijazah

dengan cara scan, lengkap dengan tanda tangan kepala sekolah dan

cap sekolah, termasuk ijazah S-1 yang entah berasal dari perguruan

tinggi mana. Salah satu penyebab terjadinya penyimpangan tersebut

adalah lemahnya pengarsipan data sehingga pada saat dokumen

tertentu dibutuhkan, para guru kerepotan karena tidak terbiasa

mengarsip. Hal seperti ini bisa saja lulus dalam proses sertifikasi.

Page 19: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

19

Sebab tidak dapat dipungkiri bahwasannya asesor sebagai orang yang

menilai portofolio melakukan kesalahan dan tidak cermat dalam

melakukan penilaian. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah

guru sebagai cermin siswa itu jujur, apakah layak untuk mendapat

sertifikat pendidik sebagai pendidik profesional? Apa tidak malu jika

bersertifikat profesional, tetapi ijazah yang dimiliki ditempuh dengan

cara seperti itu?. Sebagian guru menjadi seorang yang certificate-

oriented bukannya programa-oriented yang seharusnya sibuk

memikirkan teknik pengajaran apa yang akan digunakan di dalam

kelas agar hasil pembelajaranya maksimal.

2) Miskin Keterampilan dan Kreatifitas

Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan

pelaksanaan kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan,

dan sikap professional tenaga guru (Soedijarto, 1993). Kalau dikaitkan

persyaratan professional seorang guru yang sesuai dengan Standar

Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan, mengembangkan,

melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif

maka seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos

sertifikasi berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya.

Karena sebelumnya guru tersebut telah giat mengembangkan dirinya

demi anak didiknya. Namun yang menjadi persoalan adalah mereka,

para guru yang melakukan kecurangan dalam sertifikasi. Temuan

kecurangan dalam sertifikasi tersebut jelas membuktikan bahwa guru

yang lolos sertifikasi dengan cara memanipulasi berkas portofolio,

akan tetap mengajar dengan seadanya. Guru yang terampil dan kreatif

akan mampu menguasai dan membawa situasi pembelajaran dengan

bekal keterampilan dan ide-ide kreatifnya. Sehingga peserta didik pun

lebih menarik mengikuti pelajaran, tidak jenuh dan berpikiran bahwa

guru tersebut adalah orang yang handal dan mempunyai banyak

Page 20: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

20

pengalaman. Berbeda halnya dengan guru yang tidak kreatif. Mereka

miskin keterampilan dan kreatifitas sehingga apa yang disampaikan

serasa kaku tanpa pengembangan konsep pembahasan. Penyajian

pelajaran hanya sebatas penyampaian secara tekstual. Dan menurut

hemat penulis hal ini lah yang dialami oleh para guru yang

memanipulasi berkas portofolio mereka dalam sertifikasi.

3) Degradasi Semangat Mengembangkan Diri

Jika dalam Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa guru

harus mengembangkan kepribadiannya ke arah profesionalisme.

Maka sertifikasi berbasis portofolio dipandang dapat menghambat

proses pengembangan tersebut. Karena seperti yang penulis paparkan

di atas, bahwa sertifikasi selain untuk meningkatkan kualitas guru dan

pendidikan di Indonesia juga untuk meningkatkan kesejahteraan guru

itu sendiri. Dengan memberikan tunjangan satu kali gaji pokok. Kalau

proses sertifikasi hanya dinilai dengan berkas portofolio maka guru

pun akan dengan instant melengkapinya. Pengembangan diri yang

meliputi standar profesi dan standar mental, moral, sosial, spiritual,

intelektual, fisik, dan psikis membutuhkan proses yang panjang, tidak

bisa secara instant. Apalagi hanya dibuktikan dengan sertifikat

kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan kependidikan jelas

tidak bisa dijadikan standar pengembangan diri seorang guru. Pada

akhirnya para guru pun enggan untuk berusaha mengembangkan

dirinya sebagaimana yang dituntut dalam Undang-Undang Guru dan

Dosen serta Standar Pendidikan Nasional.

4) Merosotnya Kompetensi Profesi

Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada

tahun 2007 tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan

Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara yang diteliti

Page 21: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

21

Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya

manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia yang

rendah. Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan

oleh United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization

(UNESCO)-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang

pendidikan. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di

Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya profesionalitas

guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar. Salah

satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi

permasalahan rendahnya kualitas guru ini adalah dengan

mengadakan sertifikasi berbasis portofolio. Dengan adanya sertifikasi,

pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada

gilirannya mutu pendidikan nasional akan meningkat pula. Namun

sertifikasi yang berbasis portofolio tersebut menjadi keprihatinan

banyak pihak. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam

bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap

tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan

tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat

tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak

mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang

menyetting berkas portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai

batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru tersebut dapat

mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka

akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Dan

pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan

diterapkan di sekolah atau di kelas. Fenomena ini menerangkan

bahwa sertifikasi berbasis portofolio menyebabkan merosotnya

kompetensi profesi guru.

Page 22: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

22

2. ANTISIPASI PENGARUH NEGATIF SERTIFIKASI GURU BERBASIS

PORTOFOLIO TERHADAP KINERJA DAN KOMPETENSI GURU

Berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan dari sertifikasi berbasis

portofolio di atas, cara untuk mengantisipasi pengaruh negatif yang lahir

akibat gejala-gejala tersebut. Diharapkan cara yang dimaksud dapat

mendatangkan hasil positif bagi permasalahan yang diangkat. Sehingga

yang menjadi masalah dapat dikendalikan. Cara yang dapat dilakukan

sebagai langkah awal untuk membendung pengaruh negatif sertifikasi

guru berbasis portofolio adalah sebagai berikut :

1) Mensosialisasikan dan Meningkatkan Pengawasan Sertifikasi

Terkait dengan indikasi adanya kecurangan dokumen portofolio yang

diserahkan guru yang terpilih dalam kuota, maka perlu kiranya, Dinas

Pendidikan di daerah selaku lembaga fasilitator kaum “Umar Bakri”

ini agar dapat terus mensosialisasikan program sertifikasi, supaya

guru tidak panik dalam menghadapi proses penilaian portofolio. Hal

Ini harus disosialisasikan oleh dinas pendidikan setempat bahwa guru

tetap punya kesempatan untuk lulus melalui pendidikan dan

pelatihan. Bagi yang sudah dapat sertifikat pendidik pun perlu

diingatkan supaya bertanggung jawab terhadap kualifikasi yang sudah

diraih. Selain itu sosialisasi terkait sertifikasi ini dapat membantu para

guru yang belum mengerti apa yang harus dilakukan agar lolos

sertifikasi dengan jalan yang benar.

Para pengawas sertifikasi dalam hal ini tim asesor juga perlu

meningkatkan kejelian dan ketelitian dalam mensertifikasi para

peserta, agar tidak meloloskan peserta yang memanipulasi berkas

portofolionya. Serta meningkatkan kewaspadaan terhadap indikasi

kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi.

2) Meningkatkan Suguhan Up Grading untuk Para Guru

Page 23: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

23

Suguhan Up Grading yang penulis maksud berupa peningkatan-

peningkatan kualitas guru diberbagai kompetensi. Up Grading ini

dapat berupa Kegiatan-kegiatan training, penataran, workshop, dan

apapun istilah lainnya. Cara ini dapat mengubah rahasia umum para

guru, bahwa yang dapat menikmati suguhan Up Grading tersebut

hanyalah segelintir dari mereka. Diutamakan yang dapat bekerjasama

dengan pimpinan atau dianggap berprestasi “di mata” atasan.

Sehingga, yang dapat mengikuti sertifikasi dengan baik dan benar juga

akan menjadi sedikit saja. Sementara kuota yang demikian besar

membuat, lagi-lagi, menyediakan celah penyimpangan. Terjadilah

pemalsuan sertifikat, berkas-berkas terkait, data-data dan sebagainya.

Proses Up Grading harus sesuai dengan tujuan, yaitu meningkatkan

empat kompetensi guru sebagaimana amanat Undang-undang Guru

dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 tentang kompetensi guru dan

pasal 32 tentang pembinaan dan pengembangan. Pengembangan

jangan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional yang

lebih bersifat managerial kelas dan administratif. Kompetensi lain

yang meliputi paedagogis, kepribadian dan sosial juga harus

ditingkatkan. Selain itu pengembangan kompetensi tersebut

dilakukan tidak hanya dalam bentuk himbauan atau ceramah saja.

D. ULASAN

Selama tahun 2000-2014 tidak terjadi peningkatan kualitas kompetensi

guru dan kualitas pendidikan meski pemerintah mengalokasikan anggaran

bagi guru pegawai negeri sipil sekitar Rp 70 triliun setiap tahun. Padahal, niat

awal pemberian tunjangan profesi atau program sertifikasi adalah untuk

meningkatkan kualitas kompetensi guru yang berpengaruh pada

peningkatan kualitas pendidikan.

Page 24: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

24

Sertifikasi belum banyak berpengaruh terhadap kualitas guru. Buktinya,

hasil kajian Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyatakan

sekitar 40 persen guru yang lulus sertifikasi memiliki nilai di bawah lima.

"Dengan hasil itu, masih banyak guru yang kualitasnya belum meningkat

walaupun telah menerima tunjangan profesi pendidik (TPP),".

Kajian tersebut dilakukan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Kemendiknas terhadap sejumlah guru yang bersertifikasi dan menerima TPP.

Dari kajian itu disimpulkan, hanya 29,6 persen kompetensi guru yang naik

setelah sertifikasi. "Pemberian tunjangan setelah sertifikasi hanya

berdampak kecil bagi kualifikasi guru," ungkapnya. Meski demikian, Salamun

mengatakan Kemendiknas akan membuat program diklat terakreditasi.

Diklat tersebut bersifat wajib diikuti oleh seluruh guru yang telah lulus

sertifkasi dan menerima TPP. "Jika tidak ada program pendidikan dan

latihan, proses sertifikasi semakin tidak berdampak pada kualifikasi guru,".

Guru sekarang menjadi sebuah profesi, dulunya orang mengenal guru itu

dengan seorang yang memiliki harkat dan martabat lebih tinggi. Atau orang

menyebutnya dengan pahalawan tanpa tanda jasa. Memang guru memberi

peranan besar dalam memajukan pendidikan. Pendidikan yang

mengarahakan manusia untuk mengembangkan dirinya, menjadikan apa

yang dulu tak mengerti menjadi mengerti dan juga memanusiakan manusia

dengan mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan. Dan sekarang

ini rasanya guru menjadi pilihan pekerjaan yang diburu banyak orang.

Tentunya karena berbagai alasan, mulai dari kesejahteraan yang bisa lebih

baik sampai niat suci untuk memajukan pendidikan. Guru memberikan

jaminan hidup, dengan gaji dan tunjangan, pensiunan layaknya PNS, dan yang

tak kalah menariknya yaitu tunjangan profesi.

Dengan deretan rincian gaji seperti itu seharusnya memberikan nilai

tambah guru. Artinya apa yang sudah diberikan haruslah sebanding dengan

apa yang harus dilaksanakan. Sertifikasi guru, adalah salah satu upaya yang

Page 25: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

25

dilakukan oleh pemerintah yang secara umum bertujuan untuk

meningkatkan kualitas guru sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan

pendidikan. Konsekwensinya bagi guru yang lolos sertifikasi adalah

mendapatkan tunjangan yang besar. Sehingga seorang guru berharap atau

ingin bisa lolos dalam sertifikasi. Tapi sertifikasi guru ini tidak begitu besar

dampaknya dalam meningkatkan kemajuan pendidikan. Memang pemerintah

selain terus menambah jumlah guru juga harus meningkatkan kualitasnya.

Tapi tentunya ada skala prioritas, dan rasanya sertifikasi tidak memberikan

dampak maksimal.

Proses sertifikasi guru. Untuk bisa dikatakan profesional tentunya harus

ada evaluasi, indikator yang harus nampak pada guru profesional. Fakta yang

ada di lapangan, guru itu banyak yang membuatkan atau secara instan

menyusun portofolio. Dan jika pun lewat DIKLAT yang dilakukan beberapa

minggu tidak bisa memberikan perubahan yang begitu terlihat. Setelah guru

dinyatakan lolos sertifikasi, apakah dia mau mengembangkan terus

kemampuannya dalam mengajar atau mendidik? Hanya sedikit yang mau,

misal dengan mengikuti seminar, workshop atau melanjutkan pendidikan

formalnya. Yang ada mereka berpikir, apa yang diinginkan sudah didapat ya

sudah.

Selain itu tentunya proses sertifikasi ini harus berkelanjutan, guru

dikatakan profesional harus ada tenggang waktunya, misalnya dengan 3

tahun sekali diadakan evaluasi guru kembali. Kenyataannya tidak, hanya

sekali dan berlaku untuk waktu sampai kapan tidak jelas. Produknya tak

jelas, dengan tunjangan sertifikasi yang besar seharusnya menghasilkan

sesuatu yang jelas. Misalnya saja bagi guru yang sudah sertifikasi haruslah

mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan apa yang dipelajarinya dengan

baik, misalnya dengan patokan nilai. Atau bagi guru yang sudah sertifikasi

harus secara berkala membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan.

Page 26: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

26

Kenyataanya target dan beban tugasny sama saja dengan guru yang belum

sertifikasi. Semangat kerja dan dedikasi yang kurang.

Faktanya guru yang sudah sertifikasi tidak lebih berdedikasi dari guru

sukarelawan (guru sukwan). Banyak beban mengajar atau diluar mengajar

yang masih ada hubungannya dengan sekolah malah diberikan kepada guru

sukarelawan. Dengan uang yang sudah banyak dimilikinya dengan mudah ia

memberikan sebagaian uangnya untuk guru sukarelawan tapi dengan beban

pekerjaan yang diberikan kepadanya. Sudah banyak dibahas kenaikan gaji itu

juga akan dibarengi dengan kenaikan harga barang, jadi berapa besar

tambahan gajinya nilainya menjadi sama. Dan tentunya jika ini tidak

dilaksanakan secara jujur dan adil akan menciptakan kecemburuan sosial.

Niatnya sudah baik, yaitu dengan sertifikasi guru akan meningkatkan kualitas

guru dan selanjutnya memperbaiki kualitas pendidikan. Prosesnya yang

harus dilakukan dengan juga profesioanl yang nantinya juga bisa

menghasilkan guru yang profesional. Karena didalam proses itulah tahapan

yang paling penting. Dan tentunya apa yang sudah diberikan haknya terlebih

dahulu berupa tunjangan profesi haruslah diimbangi dengan melaksanakan

kewajiban yang semestinya dilakukan. Sehingga semua tidak menjadi

percuma. Karena masih ada banyak komponen dan sektor pendidikan yang

juga harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Page 27: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

27

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Pengaruh sertifikasi guru terhadap kualitas pendidikan mulai tampak

jelas setah 4 tahun pelaksanaan sertifikasi guru baik pengaruh yang bersifat

positif maupun negatif. Secara garis besar pengaruh tersebut dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan

guru yang professional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini

merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik

pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas

merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran

dan kemajuan suatu bangsa.

2. Dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan meningkat sehingga

prestasi siswa meningkat pula. Namun untuk membentuk guru yang

profesional sangat tergantung pada banyak hal yaitu guru itu sendiri,

pemerintah, masyarakat dan orang tua. Berdasarkan kenyataan yang

ada, pemerintah telah mengupayakan berbagai hal, diantaranya

sertifikasi guru. Dengan adanya program sertifikasi tersebut, kualitas

mengajar guru akan lebih baik.

3. Pelaksanaan program sertifikasi guru pulalah yang memungkinkan

pemberian tunjangan profesi bagi para guru dapat terwujud yang

berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan guru. Peningkatan

kesejahteraan guru ini penting artinya bagi peningkatan kualitas

pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Dengan peningkatan kesejahteraan

guru dapat bekerja dengan lebih tenang, berpenampilan lebih baik,

Page 28: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

28

mempunyai kebanggaan profesi yang disandangnya, dapat membeli

buku-buku sumber yang lebih berkualitas, meningkatkan jenjang

pendidikannya. Pada akhirnya dengan peningkatan kesejahteraan

dapat pula meningkatkan martabat seorang guru. Sehingga profesi

seorang guru tidak dipandang sebelah mata lagi. Tidak lama lagi lagu

Iwan Fals yang berjudul “Umar Bakri” yang merupakan celenehan

bagi profesi guru tinggal menjadi kenangan masa lampau.

4. Pengaruh jangka panjangnya adalah menumbuhkan minat sumber

daya manusia yang berkualitas di Indonesia untuk menjadi seorang

guru yang profesiaonal. Hal ini sudah terlihat dengan meningkatnya

minat para lulusan SLTA untuk melanjutkan pendidikan di perguruan

tinggi keguruan atau pendidikan. Dengan input yang lebih berkualitas

di harapkan Perguruan Tinggi pencetak guru di Indonesia akan

menghasilkan output yang lebih berkualitas sehingga menghasilkan

outcome yang lebih berkualitas pula.

5. Karena komponen yang menentukan kualitas pendidikan bukan

hanya kualitas guru saja tetapi juga dipengaruhi juga oleh kualiatas

komponen yang lainnya seperti sarana prasarana, manajemen

sekolah, kurikulum, kesadaran masyarakat akan pentingnya

pendidikan, niat dan tekat para stake holder termasuk juga tingkat

daya beli masyarakat dan lain-lain maka perlunya pengadaan program

dan kebijakan yang simultan, selaras dan berkesinambungan di setiap

komponen yang kiranya akan saling terkait dalam mewujudkan

pendidikan di Indonesia yang berkualitas.

6. Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan yang belum merata bagi

semua guru berdampak keceburuan sosial bagi guru yang belum

tersertifikasi, sehingga akan dapat menurunkan motivasi kerja.

Terdapat pula kesenjangan kesejahteraan yang terlalu jauh antara

guru PNS yang sudah disertifikasi dan guru honorer yang belum

tersertifikasi.

Page 29: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

29

B. SARAN

Hal-hal yang harus dilakukan untuk lebih meningkatkan efektifitas

sertifikasi terhadap kualitas pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Program sertifikasi bagi guru harus dilanjutkan dengan percepatan

untuk menjamin pemerataan sertifikasi bagi seruh guru sesuai dengan

jadwal yang telah ditetapkan.

2. Program sertifikasi dengan pendekatan fortopolio harus dihindari dan

difokuskan pada pendakatan diklat untuk melaksanakan up grading

kompetensi guru.

3. Pengawasan pelaksanaan sertifikasi harus berkesinambungan dan

diperketat.

4. Program-program peningkatan kualitas guru melalui pembinaan

pasca sertifikasi harus dilaksanakan.

Page 30: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

30

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Blake, David dan Lansdell, Jenny. 2000. Quality in Teacher Education. Jurnal

Internasional.http://www.emeraldlibrary.com/10.1108/09684880010

325501 /2009/06/03 16:30

Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan

Pendidikan Dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. 2004. Standar

Kompetensi Guru Pemula Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Depdiknas

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate denagan program SPSS.

Semarang: BPUNDIP

Handoko, Hani. 1987. Menejemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE.

Karen Burke 2005. Teacher certification exams: What are the predictor of

success. College student Journal. Proquest.umi.com

Lora Cohen-vogel, Thomas M Smith. 2007. Qualification and assignments of

alternatively certified teacher: testing core Assumtions. United States-Us.

Proquest.umi.com.

Mathis , Robert L dan Jackson John. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia

Jakarta: Salemba Empat.

Mendikbud RI. Keputusan Mendikbud RI Nomor 25/0/1995. Tentang

Petunjuk Teknis dan Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru

dan angka kreditnya . Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen.

Mulyasa E. 2006. Standar kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:

Rosdakarya

Page 31: sertifikasi Guru Dan Kualitas Pendidik

31

Mulyasa E.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung:

Rosdakarya

Mulyasa, E.2004. Menjadi Kepala Sekolah professional : Konsep, strategi:

Dalam konteks menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesioanal Pendidik.

Malang: Bumi Aksara. Riduwan. 2002. Skala pengukuran variabel-

variabel penelitian. Bandung: Alfabeta

Sarimaya, Farida. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung: Yrama Widya

Sugiyono. DR. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: ALFABET

Sukardi. 2008. Pengaruh sertifikasi guru terhadap kinerja guru ekonomi

akuntansi SMA dan SMK Negeri Se Kota Semarang. Semarang

Tri Widodo WU dan Deden Hermawan.1999. Evaluasi Terhadap Sistem

Penilaian Prestasi Kerja menurut DP3

Yamin, Martinis. 2007. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta:

Gaung Persada