31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Sepsis Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah. 17 2.2. Defenisi Sepsis Neonatorum Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. 18  Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory  Response Synd rome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. 7 Universitas Sumatera Utara

sepsis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sepsis

Citation preview

  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Defenisi Sepsis

    Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah

    atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan

    keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan

    adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah.

    Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di

    dalam darah.17

    2.2. Defenisi Sepsis Neonatorum

    Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi

    sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam

    sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi

    sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences

    (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory

    Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan

    mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi

    multiorgan, dan akhirnya kematian.7

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3. Klasifikasi Sepsis Neonatorum

    Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan

    menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis)

    dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).19

    Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera

    dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat

    proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah

    3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.7

    Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam)

    yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses

    infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka

    mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.7 SAD sering

    dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan

    infeksi postnatal terutama nosokomial.20 Tabel di bawah ini mencoba

    menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.

    Tabel 2.1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.7 Dini Lambat Awitan 72 jam Sumber Infeksi Jalan Lahir Lingkungan

    (Nosokomial)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Patogenesis

    Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman

    karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,

    khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19

    Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas

    infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:

    2.4.1. Infeksi Antenatal.

    Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu,

    kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui

    sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B.

    Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis.

    Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan

    skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).

    2.4.2. Infeksi Intranatal

    Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi

    yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari

    serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat

    korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi.

    Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini

    masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan

    infeksi disana.21

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1. Infeksi akibat chorioamnionitis

    Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat

    melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi

    ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah

    pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and

    Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum

    pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama

    melahirkan.22

    2.4.3. Infeksi Pascanatal

    Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh

    bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana

    perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang

    Universitas Sumatera Utara

  • sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif

    umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.21

    Lintas infeksi perinatal dapat dilihat pada gambar berikut:

    INFEKSI PRANATAL

    INFEKSI INTRANATAL

    Gambar 2.2. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan.

    Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi

    respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi

    tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada

    pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan

    berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus

    memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.7

    2.5. Gejala Klinik 21

    Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali

    sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.

    Universitas Sumatera Utara

  • Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi

    cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada

    neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.

    Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan

    karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu,

    dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat

    ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:

    2.5.1. Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau

    minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema.

    2.5.2. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung

    2.5.3. Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis.

    2.5.4. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi.

    2.5.5. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang.

    2.5.6. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.

    Gambar 2.3. Sepsis pada kulit bayi karena infeksi bakteri dan jamur dari jalan

    lahir23

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6. Epidemiologi

    2.6.1. Distribusi Frekuensi

    a. Distribusi Frekuensi Menurut Orang

    Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

    menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur

    0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%. Berdasarkan

    jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4% sedangkan bayi

    perempuan adalah 38,6%. 15 Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi

    yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis, dan terdapat 31 bayi yang

    berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis.24

    Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit

    putih, namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah

    ketuban, ibu demam, dan berat lahir rendah.18 Perbedaan kejadian sepsis neonatorum

    pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut

    oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang

    kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam simposium

    penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari semua penderita

    sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi berkulit hitam dan dari semua

    penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi pada bayi berkulit hitam.25

    b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu

    Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut

    waktu dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut

    dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan kondisi

    Universitas Sumatera Utara

  • lingkungan waktu perawatan.26 Penelitian Rasul tahun 2007 di Banglasdesh

    menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-60% selama dua

    puluh tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30% di negara-negara

    berkembang. Di India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian bervariasi antara

    10-20 per 1.000 kelahiran hidup.5

    Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi

    dilaporkan sekitar 44,2%, hasil yang sama dilaporkan di Basrah (Iraq) oleh Radhy H.

    pada tahun 2001 yaitu 43,5%, kemudian di Abha (Saudia Arabia) oleh Asindi A, dkk

    pada tahun 1999 diperoleh sebanyak 44% dan oleh Rodriguez-weber, dkk di Mexico

    pada tahun 2003 sebanyak 43,9%. Sementara angka kematian sepsis neonatus rendah

    oleh peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Ezechukwze C, dkk di Nigeria pada

    tahun 2004 yaitu 19,3%, oleh Koutouby A, dkk di UAE (United Arab Emirates) pada

    tahun 1995 melaporkan sebanyak 26%, Stall B. di USA pada tahun 2002 melaporkan

    sebanyak 28% dan Dawodu A, dkk di Al-Dammam (Saudi Arabia) pada tahun 1997

    melaporkan sebanyak 28%, perbedaan angka kematian sepsis neonatus ini di

    beberapa negara dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti keadaan sosial

    ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras, penggunaan ventilator dan inkubator,

    perbedaan mikroorganisme dan penggunaan antibiotik yang berbeda.24

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6.2. Determinan Sepsis Neonatorum

    Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent,

    dan environment.

    a. Host

    Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat

    dilihat dari faktor bayi dan ibu.

    a.1. Faktor Bayi

    a.1.1. Umur

    Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara

    statistik angka kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi

    berumur < 7 hari dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari (p

  • Jumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children Hospital, penderita sepsis

    neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75% yang hidup

    dan 43,25% yang meninggal.24

    a.1.3. Prematuritas

    Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan

    sepsis. Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir.18 Bayi

    prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

    Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang

    mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran

    prematur.27 Bayi prematur rentan mengalami infeksi/septikemia.

    Infeksi/septikemia empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur.28

    Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.

    Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir

    trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,

    menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan

    pertahanan kulit.29

    Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8

    per 1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan

    dengan berat badan lahir rendah.7

    a.1.4. Berat lahir rendah.

    Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan

    2500 gram saat lahir. Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini.

    Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gram

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan

    medik khusus.30

    Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat

    rendah (berat lahir

  • a.2. Faktor Ibu

    a.2.1. Umur ibu

    Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur

    < 20 tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan

    kelompok usia risiko tua dengan umur > 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih

    muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak

    baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah juga

    meningkat.33 Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun

    1999 ditemukan 84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20

    tahun dan usia lebih dari 35 tahun (umur risiko tinggi).34

    Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan

    penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis

    neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2 %, lebih

    tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu

    kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman

    Streptococcus Grup Beta di jalan lahir.35

    a.2.2. Pendidikan Ibu

    Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang

    mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang

    ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu

    dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau

    himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta

    Universitas Sumatera Utara

  • menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan

    kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.

    Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar

    terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa

    pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.36

    a.2.3. Pekerjaan Ibu

    Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.

    Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada

    golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh,

    kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan

    istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat

    dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga

    rendah.37

    Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu

    menopang kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah

    tangga, menyiapkan makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi

    menunjukkan bahwa 25% dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan

    kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang

    selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang

    merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.38

    a.2.4. Umur Kehamilan

    Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari

    pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

    Universitas Sumatera Utara

  • i. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada

    kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat

    janin antara 1.000-2.500 gram.

    ii. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada

    kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500

    gram.

    iii. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2

    minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.32

    a.2.5. Ketuban pecah dini (KPD)

    Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum

    mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling

    sering ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi

    secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan

    dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas

    perinatal akibat imaturitas janin.39

    Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi

    dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan

    KPD, demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens

    ini dapat berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut

    korioamnionitis.40 Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada

    bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan

    meningkat menjadi 4 kalinya.18

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan

    rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD

    pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7

    kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali.35 Selain itu, KPD merupakan faktor risiko

    utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian

    perinatal.40

    a.2.6. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum

    Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih,

    kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E.

    coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.18 Ibu yang menderita infeksi ketika hamil

    dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi

    neonatal seperti infeksi neonatal.39

    a.2.7. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

    Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan

    rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

    terdapat proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang

    mengalami sepsis neonatorum sebanyak 33,1%.15 Menurut hasil penelitian

    Simbolon di instalasi kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari

    bulan Januari 2001 ditemukan 72 % faktor risiko sepsis neonatorum adalah

    BBLR dengan keadaan air ketuban bau busuk.10

    a.2.8. Riwayat Persalinan Ibu

    Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio

    sesaria) berisiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi dari

    Universitas Sumatera Utara

  • lingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang

    terkontaminasi.41 Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan

    desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu,

    kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa

    kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat

    persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi

    yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum

    dibandingkan dengan bayi yang lahir secara normal.10

    a.2.9. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

    Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai

    kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga

    dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.42

    Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari

    trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan

    kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi

    sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.43 Pemeriksaan kehamilan

    yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang

    sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama

    hamil dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang

    nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya.

    Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati

    Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan

    antenatal yaitu K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihat

    Universitas Sumatera Utara

  • relatif tinggi drop out antara K1 dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya

    pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil

    merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya

    sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya

    perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja

    kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan

    keluarga sehubungan dengan kondisi ibu hamil.44

    b. Agent

    Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli

    dan Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75%

    kasus pada kebanyakan pusat pelayanan kesehatan),21 Streptococcus termasuk

    kelompok bakteri yang heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk

    mengklasifikasikannya. Ada dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes

    (group A), streptococcus agalactiae (group B) dan jenis enterococcus (group D),

    dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi: dari karakteristik

    koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis , hemolisis ,

    atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi

    biokimia. Jenis Streptococcus pneumonia (pneumococcus) lebih lanjut

    dikalsifikasikan berdasarkan komposisi antigen polisakarida pada kapsul.

    Klasifikasi bakteri streptococcus dari sisi kepentingan medis yaitu sebagai

    berikut:

    b.1. Streptococcus pyogenes: Kebanyakan bakteri streptococcus yang

    termasuk dalam antigen grup A adalah S. pyogenes. Bakteri ini

    Universitas Sumatera Utara

  • bersifat hemolitik-. S. pyogenes adalah bakteri pathogen utama pada

    manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan

    immunologi pasca infeksi oleh streptococcus.

    b.2. Streptococcus agalactiae: Termasuk dalam streptococcus group B.

    Mereka adalah anggota dari flora normal pada saluran organ wanita

    serta penyebab penting dari sepsis neonatal dan meningitis. Dan

    mereka menunjukkan jenis hemolitik dan menghasilkan daerah

    hemolisis yang sedikit lebih luas daripada koloninya (berdiameter 1-2

    meter). Bakteri streptococcus group B dapat menghemolisis natrium

    hippurate dan memberi respon positif terhadap tes CAMP (Christie,

    Atkins, Munch-Peterson).

    b.3. Grup C dan G: Bakteri streptococcus ini kadang terdapat di dalam

    nasofaring dan menimbulkan sinusitis, bakteremia atau endokarditis.

    Sering kelihatan seperti S. pyogenes grup A pada medium darah agar

    dan bersifat hemolitik . Dapat diidentifikasi menggunakan reaksi

    dengan antiserum spesifik untuk grup C atau G.

    b.4. Enterococcus faecalis (E. faecium, E. durans): Bakteri enterokokus

    dapat bereaksi dengan antiserum grup D. Enterokokus ini merupakan

    bagian dari flora normal enterik. Mereka biasanya bersifat

    nonhemolitik tapi suatu saat dapat bersifat hemolitik-.

    b.5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group

    D nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan

    kadangkala dapat mengakibatkan endokarditis, dan juga dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • mengakibatkan bakteremia pada pasien dengan carcinoma colon.

    Bakteri bersifat nonhemolitik.

    b.6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan bagian

    dari flora normal. Bisa bersifat , , atau nonhemo litik. S. anginosus

    meliputi bakteri streptococcus hemolitik yang membentuk koloni

    kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan bereaksi dengan antiserum grup A,

    C, atau G; dan terhadap semua hemolitik grup F.

    b.7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada

    manusia namun dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu.

    b.8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini

    terdapat terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia.

    b.9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat hemolitik-

    .

    b.10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitik-,

    tapi kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri

    streptococcus viridians merupakan bakteri yang paling umum sebagai

    flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk

    menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat disana.45

    Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus

    aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria

    monocytogenes dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses

    nyata, yang mengenai banyak organ pada minggu pertama kehidupan, sedangkan

    Universitas Sumatera Utara

  • sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu

    pertama kehidupan.

    Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme

    yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir,

    dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber

    di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas

    terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella,

    Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis

    awitan lambat.21

    c. Environment

    Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum

    terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah

    pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan,

    kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak

    nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan

    isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.

    Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan

    masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab

    tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir

    ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap

    mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.7

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Komplikasi

    Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:7

    2.7.1. Meningitis

    2.7.2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya

    hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular

    2.7.3. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi

    acut respiratory distress syndrome (ARDS).

    2.7.4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,

    seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.

    2.7.5. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis

    mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental

    2.7.6. Kematian

    2.8. Pencegahan Sepsis Neonatorum

    2.8.1. Pencegahan Primordial

    Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk

    memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak

    mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.46

    Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah munculnya faktor

    predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif

    terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat

    dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial

    adalah:

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup

    pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan

    diri sehingga terhindar dari penyakit infeksi.

    b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil

    (Antenatal Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau

    media massa lainnya.

    c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun

    atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi

    dengan berat badan lahir rendah.

    2.8.2. Pencegahan Primer

    Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan

    kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer

    juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada

    seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan

    primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah:

    a. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu

    Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan.

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang

    baik dan bermutu antara lain:

    a.1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan

    kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam

    kehamilan, persalinan, dan nifas.

    a.2. Pelayanan yang diberikan bermutu.

    Universitas Sumatera Utara

  • a.3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun

    ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit

    jika terjadi komplikasi.

    a.4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:

    a.4.1. Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit,

    preeklampsia-eklampsia, kelainan letak, dll).

    a.4.2. Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan

    postpartum, kematian janin sebelum lahir, dll).

    a.4.3. Jarak kelahiran 5 tahun.

    a.4.4. Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung,

    diabetes, dll.

    a.4.5. Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.

    a.4.6. Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun

    a.4.7. Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kali)

    a.4.8. Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan

    persalinan dengan aman.

    a.4.9. Tinggi badan

  • b.2. Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada

    tidaknya penyulit persalinan sehingga dapat segera ditangani secara

    cepat dan tepat.

    b.3. Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.47

    c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)

    Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

    upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada

    setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan

    jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk

    mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin

    sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan,

    puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai

    pemeliharaan bayinya.27 Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk

    mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah

    yang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan

    kehamilan dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat

    mengakibatkan sepsis neonatorum.

    Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa

    kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:

    c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.

    c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.

    c.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24

    minggu.48

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Mencuci tangan

    Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu

    syarat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh Karena

    itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling

    penting. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menurunkan bioburden (jumlah

    mikroorganisme) pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area

    yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan (TPK)

    dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan

    setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi

    tersebut.

    Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan

    tenaga perawatan kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga

    perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan

    organisme-organisme seperti Staphylococcus, Escheriscia coli, Pseudomonas,

    dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan

    infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien.49

    Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi

    nosokomial.

    Universitas Sumatera Utara

  • Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar:

    Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan.50

    e. Pemberian ASI secepatnya

    Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan

    gizi bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan

    pengaturan makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara

    benar dan tepat.51 Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga

    kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit

    setelah bayi lahir karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, disamping

    itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan

    bayi.52

    Universitas Sumatera Utara

  • Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya

    infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk

    memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI

    tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin

    sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur

    yang mendapat ASI (29,3%) lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang

    mendapat susu formula (47,2%).12

    f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi

    Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai

    dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama

    NICU (Neonatal Intensive Care Unit) memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi

    untuk 2 pasien yang terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat

    memakai baju steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau

    material yang sudah dibersihkan.7

    g. Perawatan persalinan aseptik

    Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian

    ampicillin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam

    selama persalinan. Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi

    awitan dini (early-onset) sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah

    dini, serta menurunkan resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada

    wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat

    menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi

    Streptococcus Grup B sebesar 86%. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti

    Universitas Sumatera Utara

  • korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin

    dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai

    obat profilaksis.7

    2.8.3. Pencegahan Sekunder

    Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau

    dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini

    dan pengobatan yang tepat.

    a. Diagnosis

    Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa

    perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan

    kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan

    perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4

    variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan

    variabel inflamasi (tabel 2.2).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.2. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 7 Variabel Klinis Suhu tubuh tidak stabil Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intoleransi minum Variabel Hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan ) Variabel Perfusi Jaringan Pengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L Variabel Inflamasi Leukositosis ( > 34000x109/L ) Leukopenia ( < 5000 x 109/L ) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

    Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya

    membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara

    statistik mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun

    gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.21

    b. Penatalaksanaan11

    Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana

    sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab

    membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah

    dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan

    berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.

    Universitas Sumatera Utara

  • b.1. Pemberian Antibiotik

    Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai

    tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan

    antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji

    resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari

    dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan.

    b.1.1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini

    Pada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi

    Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes. Kombinasi

    penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas

    antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme

    penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan

    meningkatkan aktivitas antibakteri.

    b.1.2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat

    Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat

    digunakan untuk terapi awal sepsis awitan lambat. Pada kasus infeksi

    Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu

    vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal.

    Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang

    ada pada masing-masing unit perawatan neonatus.

    b.2. Terapi Suportif (adjuvant)

    Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ

    atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,

    Universitas Sumatera Utara

  • gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada

    keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian

    inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan

    disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain

    pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen

    darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),

    inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.

    2.7.4. Pencegahan Tertier

    Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta

    usaha rehabilitasi. Penderita sepsis neonatorum mempunyai risiko untuk mengalami

    kematian jika tidak dilakukan diagnosis dini dan terapi yang tepat. Untuk itu bayi-

    bayi yang menderita sepsis perlu mendapat penanganan khusus dari petugas

    kesehatan dalam rangka mencegah kematian dan membatasi gangguan lain yang

    dapat timbul di kemudian hari.

    Universitas Sumatera Utara