25
BAB 1 PENDAHULUAN Sepsis neonatorum masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan dalam pelayanan dan perawatan Bayi Baru Lahir (BBL). Di negara berkembang, hampir sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan dinegara maju pada bayi yang dirawat diunit perawatan intensif BBL. Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan,tetanus neonatorum,sepsis dan infeksi gastrointestinal. Angka kejadian/insidens sepsis dinegara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000) dibanding dengan negara maju (1,5 pasien/1000 1 | Page

Sepsis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

presentasi

Citation preview

BAB 1PENDAHULUANSepsis neonatorum masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan dalam pelayanan dan perawatan Bayi Baru Lahir (BBL). Di negara berkembang, hampir sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan dinegara maju pada bayi yang dirawat diunit perawatan intensif BBL. Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan,tetanus neonatorum,sepsis dan infeksi gastrointestinal.Angka kejadian/insidens sepsis dinegara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1,8-18/1000) dibanding dengan negara maju (1,5 pasien/1000 kelahiran). Pada bayi laki-laki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat pada Bayi Kurang Bulan (BKB) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Pada bayi berat lahir amat rendah (18jam), demam intrapartum (>37,5), leukositosis ibu(>18000),perlunakan uterus dan takikardi janin(>180 kali/menit).

2.3 Klasifikasi Sepsis Neonatorum Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early- onset neonatal sepsis ) dan sepsis neonatorum awitan lambat ( late - onset neonatal sepsis).Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi pada hari hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran.Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15- 50% pasien tersebut meninggal. Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira- kira 10 -20%.Dini Lambat

Awitan 72jam

Sumber infeksi Jalan lahirInfeksi nosokomial

2.4 Etiologi dan Faktor ResikoMikroorganisme penyebab sangat berhubungan erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus E.Coli, S.aureus, Streptokokus grub B merupakan penyebab tersering. Pada anak yang lebih besar sepsis dapat disebabkan oleh S.pneumoniae, H.influenza tipe B,N.meningitidis, Salmonella sp, S.aureus, dan Streptococcus grub A. Anak dengan gangguan imunitas rendah dapat mengalami sepsis yang disebabkan oleh berbagai kuman bahkan oleh kuman yang tidak biasa.Sepsis lebih mudah terjadi pada anak yang mempunyai faktor resiko. Faktor risiko untuk terjadinya sepsis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 1. Faktor Risiko Terjadinya Sepsis41. Prematuritas2. Umur anak3. Defisiensi sistem imunMalnutrisiAgamaglobinuriaNeutropeni dengan imunosupresiAnemia bulan sabitSevere combined immunodeficiency syndromeAIDSAspleniaDefisiensi KomplemenDefek neutrophyl chemolatic factor4. Penyakit yang sedang dideritaKeganasanGalaktosemiaParaplegiLuka bakar yang luasSindrom nefrotikKecanduan obat secara intravenaInfeksi oleh gonokokus oada traktus urinarius5. Prosedur/instrumentasi medikIndwelling kateter intravena dan kateter urinAtrioventricular shuntPembedahanIntubasi endotrakeal2.5 PatogenesisInfeksi pada neonates dapat melalui beberapa caran Blanc (1961) membaginya dalam 3 golongan :a. Infeksi AntenalKuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman itu melalu batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilicus dan masuk ke janin.b. Infeksi IntranatalInfeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama mempunyai peran penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis.

c. Infeksi PascanatalInfeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saar penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini sangat penting sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion. Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH (toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes). 2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/ antiseptik misalnya saat pengambilan contoh darah janin, amniosentesis. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk kedalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban pecah lebih dari 18 24 jam.Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.Perubahan fisiologis tubuh yang terjadi pada sepsis diinduksi oleh mikroorganisme atau produk mikroorganisme, baik yang beredar didalam darah maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi. Untuk mempertahankan suasana fisiologis,tubuh mengadakan berbagai upaya yang antara lain melalui sistem imunologik. Sebagai contoh, sel retikuloendotelial dan fagosit membuang bakteri yang telah teropsoniasasi oleh komplemen antibodi,berbagai enzim dan substansi didalam serum melaksanakan fungsi detoksikasi, hidrolisis, dan netralisasi dari produk mikroorganisme. Substansi atau mediator tyang berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh diantaranya adalah Tumor Necrosis Factor (TNF),Interleukin-1 Beta,Gamma interferon,Platelet activating factor(PAF) dan leukotrien.Bila produksi substansi tersebut berlebihan seperti yang terjadi pada keadaan induksi yang hebat dari infeksi yang tidak terkendali,maka hal tersebut akan merugikan bagi tubuh sendiri. Sebagai contoh,TNF dan IL-1 beta dalam kadar tertentu dapat menyebabkan depresi miokardium,hipotensi,peninggian permeabilitas kapiler yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan perfusi organ.3 Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada sistem koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Fctor (TF) yang bersama dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dan fibrinogen. Pada pasien sepsis respons fibrinoliss yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1) dirangsang oleh mediator inflamasi. Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernafasan,hipotensi,gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan kematian pasien.12.6 Gejala Klinik Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat. Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 5.000 s/d 30.000 per mm3. Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu, dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai: 1. Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema . 2. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung 3. Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis. 4. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi. 5. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable , dan kejang. 6. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.

2.7 DiagnosisSaat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi (tabel 2.2).Tabel 2.2. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus

Variabel Klinis Suhu tubuh tidak stabil Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intolerans iminum Variabel Hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan ) Variabel Perfusi Jaringan Pengisi an kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L Variabel Inflamasi Leukositosis ( > 34000x109/L ) Leukopenia ( < 5000 x 109/L ) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal

2.8 Diagnosis bandingManifestasi klinis sepsis dapat pula ditemukan pada keadaan lain,baik pada keadaan infeksi maupun oleh sebab non-infeksi. Pada sebab non-infeksi, intoksikasi dan sindrom kawasaki dapat memberikan manifestasi klinis seperti sepsis. Syok anafilaksis kadang-kadang dapat menyerupai syok septik. Termasuk kedalam sebab infeksi, leptospirosis, tuberkulosis, malaria, kriptokokosis, penyakit Lyme dan Rocky Mountain Spotted Fever kadang-kadang sulit dibedakan dengan sepsis.4

2.9 PenatalaksanaanEliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.1. Pemberian Antibiotik Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2- 3 hari dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan. a. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan diniPada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi Streptococcus Group B , E. coli , dan Lysteria monocytogenes . Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.

b. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat digunakan untuk terapi awal sepsis awitan lambat. Pada kasus infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing - masing unit perawatan neonatus. 2. Terapi Suportif ( adjuvant)Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G- CSF dan GM - CSF), inhibitor reseptor IL- 1, transfusi tukar (TT) dan lain- lain.

2.10 KomplikasiKomplikasi sepsis neonatorum antara lain:1. Meningitis 2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular 3. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut respiratory distress syndrome (ARDS). 4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal. 5. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental Kematian 2.11 PrognosisAngka kematian masih cukup tinggi terutama pada keadaan syok septik. Pada keadaan ini angka kematian berkisar anatara 40-70%,bila disertai dengan gagal organ berganda seperti shock lung,gangguan fungsi hati atau gagal ginjal kematian dapat mencapai 90-100%.4

BAB 3KESIMPULAN

Sepsis neonatorum merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan,infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri,virus,jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus.Sepsis neonatorum merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir. Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.Eliminasi kuman penyebab dengan menggunakan merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminullah,Asril. 2014. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir dalam Buku Ajar Neonatologi. Sholeh Kosim,Ari Yunanto,Rizalya Dewi,Gatot Irawan Sarosa,Ali Usman. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta.2. Kosim,Sholeh. Fatimah Indarso. 2005.Pelayanan Kedaruratan Obstetri dan Neonatal Esensial Dasar. Depkes RI; Jakarta.3. Departemen Kesehatan. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif : Protokol Asuhan Neonatal. Depkes RI; Jakarta.4. Gotoff,P Samuel. 1996.Sepsis dan Meningitis Neonatus dalam Nelson Textbook of Pediatrics. Wahab Samik. Edisi 15 Volume I. EGC; Jakarta.5. Soedarmo,SSP. 2010.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Sosial Edisi II. IDAI; Jakarta.

17 | Page