1
Capres Independen Solusinya Kalau mau jujur, rakyat sebenarnya sudah cukup bosan dengan stok calon pemimpin yang disuguhkan parpol karena orangnya selalu yang itu-itu juga. SENIN, 4 APRIL 2011 28 F OKUS P ARYO BHAWONO A NGIN segar berhembus dari Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) awal pekan lalu. Lembaga yang se- ring kali dipandang sebelah mata dalam sistem ketatanegaraan itu mengusulkan wacana agar calon presiden dan calon wakil pre- siden bisa berasal dari calon independen dalam perubahan kelima UUD 1945. Sebuah wacana lama memang, tetapi baru kali ini muncul dari sebuah lembaga negara dan secara resmi diajukan dalam perubahan UUD 1945. DPD berharap sistem pemilihan presiden (pilpres) dari jalur independen itu sudah bisa diterapkan pada 2014. “Usulan capres independen itu untuk me- ningkatkan kualitas demokrasi dan tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu presiden. Harapannya metode ini sudah bisa dilaksanakan pada Pemilu Presiden 2014,” ujar Ketua DPD Irman Gusman seusai merampungkan usulan DPD itu, Senin (21/3). Menurutnya, lebih banyaknya calon presiden akan lebih bermanfaat karena memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi putra terbaik bangsa untuk mengaktualisasikan diri pada proses de- mokrasi pergantian kepemimpinan nasional. DPD menawarkan perubahan Pasal 6A UUD 1945 menjadi “Pasangan calon presiden dan wakil presiden berasal dari usul partai peserta pemilihan umum atau perseorangan”. Menurut Burhanuddin Muhtadi, peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), usul itu sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengakui hak- hak setiap warga negara untuk bersaing sebagai calon presiden dan calon wakil presiden meski tanpa kendaraan partai. Lalu seberapa kuat dukungan publik atas usul itu? Faktor apa yang terkait dengan dukungan atau penolakan ide calon independen? “LSI sudah pernah menggelar survei pada 2007 soal itu. Usulan itu didukung sebagian besar responden dengan alasan ketidakpuasan mereka terhadap pelaksanaan demokrasi saat ini,” ujarnya saat dihubungi Jumat (1/4) lalu. Dari hasil survei yang digelar pada 2007 lalu, LSI menemukan 68,8% dari 1.300 responden yang diambil Sabang sampai Merauke mendu- kung pencalonan presiden tidak hanya menjadi monopoli parpol. Hanya 20,2% yang tak setuju, dan sisanya menjawab ‘tidak tahu’. Mayoritas responden juga menilai aturan yang mengharuskan calon dari partai telah mengurangi hak warga mencalonkan diri seba- gai presiden (58%). Hanya 28,5% yang menilai ketentuan ini tak membatasi hak warga dan sisanya ‘tidak tahu’. Bahkan, 75,2% publik mendukung setiap warga yang punya hak pilih juga berhak menca- lonkan diri sebagai presiden. Hanya 12,8% yang tak setuju dengan pandangan ini. “Jadi kalau rancang lembaga politik kita pu- nya legitimasi dan basis dukungan massa kuat, dukungan kuat publik atas calon presiden inde- penden harus diakomodasi,” jelasnya. Dipaparkannya, ada tiga faktor yang memen- garuhi dukungan atas usul calon independen itu. Pertama, kekecewaan atau ketakpuasan masya- rakat terhadap pelaksanaan demokrasi. Kedua, rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol. Ketiga, meningkatnya kualitas pendidikan poli- tik masyarakat. “Konstituen PAN dan PKS paling mendukung usulan calon independen sebab latar pendidikan pemilih PAN dan PKS relatif lebih tinggi diban- dingkan partai lain,” imbuhnya. Boikot parpol Dukungan terhadap DPD guna mencari solusi dari kegagalan parpol menghadirkan pemimpin yang didambakan rakyat juga datang dari pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin. Menurutnya, wacana capres independen men- jadi gairah baru dalam politik nasional. Ia melihat selama ini capres menjadi wilayah tak tersentuh yang dimiliki oleh parpol. Di saat parpol gagal memenuhi kehendak rakyat, capres independen menjadi sebuah keniscayaan. “Masyarakat bisa mengusulkan calon yang tidak ditampung oleh parpol. Kan selama ini oligarki parpol sangat kuat,” ungkapnya ketika dihubungi Jumat (1/4). Dengan adanya capres independen, sam- bungnya, parpol akan lebih selektif dalam mengajukan calon presidennya. Mereka harus memperbaiki sistem kaderisasi untuk menampil- kan capres yang tepat, atau setidaknya mendapat sambutan dari rakyat. “Jika parpol tidak memenuhi kehendak rakyat atau konstituennya, rakyat dapat memboikot de- ngan mengajukan calonnya sendiri. Parpol tidak dapat bertindak eksklusif dalam menentukan capres,” terang Irman. Usulan itu juga menjadi tantangan bagi parpol untuk melakukan konsolidasi internal secara lebih serius. Karena, kader yang tidak diakomodasi menjadi capres oleh partainya dapat menggunakan jalur independen sebagai kendaraan politiknya. “Misalnya saja Anas Urbaningrum tidak diusung oleh Partai Demokrat dalam Pemilu 2014 karena partai itu masih ingin mengusung keturunan Susilo Bambang Yudhoyono. Anas dapat maju atas nama independen. Paling tidak ini membuka peluang cita-cita politisi semasa di bangku SD untuk menjadi presiden, semakin luas,” jelasnya. Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Centre For Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay mengungkapkan, perjalanan wacana capres independen sebenarnya sudah dimulai pada proses amendemen UUD 1945 di paruh 1999-2000. Ia menuturkan terdapat beberapa tuntutan perubahan konstitusi pada waktu itu antara lain pemilihan presiden langsung, adanya per- wakilan daerah (DPD), penghapusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan capres independen. “Ini artinya sejak lama sudah ada pemikiran kuat mengenai calon independen dalam sistem demokrasi kita,” jelasnya. Pada 17 Februari 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan pernah menolak permohonan uji materi UU No 42/2008 tentang Pemilihan Pre- siden. Pengujian terhadap UU tersebut diajukan Fadjroel Rachman selaku capres independen dan Mariana serta Bob Febrian selaku pemilih. Fadjroel menilai pasal dalam UU Pilpres yang tidak mengakomodasi capres independen telah bertentangan dengan UUD 1945. Hanya saja, enam dari sembilan hakim konstitusi menolak permohonan itu. (Wta/P-2) [email protected] Monopoli Politik itu tidak Sehat Wawancara Irman Gusman Ketua DPD USULAN calon presiden (capres) inde- penden yang termasuk dalam pengajuan amendemen kelima UUD 1945 adalah al- ternatif yang ditawarkan Dewan Perwaki- lan Daerah (DPD) untuk mengakomodasi gur terbaik bangsa yang tak terusung partai politik. Sistem capres independen dinilai DPD sebagai langkah untuk meng- hindari pencalonan yang oligarkis. “Amendemen kelima itu akan dijadikan agenda konsolidasi demokrasi yang pen- ting dilakukan menjelang tinggal landas kepemimpinan 2014,” kata Ketua DPD Irman Gusman di sela-sela kunjungannya ke sejumlah kota di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu. Apa yang mendasari DPD melahirkan usulan tersebut? Berikut petikan pen- jelasannya kepada Anata Syah Fitri dari Media Indonesia: Seperti apa konsep capres independen yang diusulkan DPD itu? Calon perorangan itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas demo- krasi. Ini kan sama seperti anggota DPD yang perorangan, tapi tidak menafikan juga orang partai boleh masuk. Itu untuk mencari kader terbaik menjadi capres di negeri ini. Ibarat membangun jalan tol, pasti harus ada jalan alternatifnya. Apa keuntungan dari penerapan sis- tem capres independen? Capres independen ini lebih mengako- modasi aspirasi masyarakat. Memang kita akui pilar utamanya adalah partai politik. Tapi sistem capres independen ini perlu untuk memperkuat sistem rekrutmen national leadership. Dalam memperkuat sistem itu, ibarat ingin membuat jalan tol, harus ada jalan alternatif. Semakin banyak calon, semakin bagus untuk perkembangan sistem demokrasi. Rakyat bisa lihat selain calon ditawarkan partai, yang manakah yang menawarkan gagasan terbaik. Jangan pencalonan itu dioligarki. Jangan seperti pengalaman pemilihan gubernur DKI, pada saat calonnya hanya Fauzi Bowo dan Adang Daradjatun. Orang-orang kecewa, masa dari sekian banyak orang terbaik, calon- nya hanya dua. Seharusnya dibuka ruang yang luas. Kalau bisa dicalonkan sampai sepuluh calon, itu kan bagus. Kalau calonnya ha- nya sedikit dan dibatasi, tingkat partisipasi masyarakatnya jadi menurun. Demokrasi itu harus pula meng- ukur partisi- pasi masyara- kat. Pesta de- mokrasi itu harus terbuka lebar. Usulan ini ditu- ding memperlemah parpol. Sementara menu- rut Anda sistem ini justru memperkuat parpol.... Iya dong, itu kan lebih sehat. Mana yang lebih sehat, monopoli atau ada persaingan? Kalau hanya berpikir untuk kepentingan sendiri, mungkin ini bisa dianggap gangguan. Tapi kita kan bicara untuk kepentingan rakyat, bangsa. Kalau untuk kepentingan partai politik, pasti bicara dari oligarkinya dia. Tapi rakyat kan ingin ruang yang terbu- ka. Untuk apa tujuan kita berdemokrasi, untuk apa tujuan kita berparpol, apakah untuk pengurus parpol atau untuk kepen- tingan rakyat? Media massa menyebutkan hampir 80% berdasarkan polling, rakyat menginginkan capres independen. Saya khawatir kalau aspirasi rakyat tidak terakomodasi, parpol sendiri jadi jauh dengan rakyatnya. Jadi tidak perlu khawatir, di Amerika Serikat saja ada capres independen, tapi dominasi parpol masih kuat. Jadi tidak ada masalah, capres perse- orangan ini sebagai satu sistem. Sistem itu harus sehat. Jadi kita perlu hindarkan sistem oligarki. Sudah sejauh apa proses sosialisasi ke parpol-parpol dan bagaimana target DPD? DPD tidak menargetkan sesuatu. Saat ini masih dalam tahap pembicaraan. Su- dah diserahkan ke fraksi, silakan dibicara- kan di fraksi masing-masing. Fraksi PKB sudah setuju, fraksi lainnya masih kami sosialisasikan. Jadi ini bukan kepentingan DPD, tapi kepentingan bangsa ini. Harapan kami, menjelang 2014 sudah memiliki sistem yang kuat. Jadi tidak ada lagi perdebatan tentang sistem presiden- sial seperti sekarang. Hal yang abadi itu adalah perubahan. Anda optimistis mendapatkan du- kungan dari parpol? Jangan diadu logika DPR atau logika parpol dengan logika kami. Seandainya saya ketua umum parpol, jika ini me- mang baik untuk rakyat, ya akan saya pertimbangkan. Dan ini juga berdasarkan pengalaman di negara lain, bukan sekadar mengarang-ngarang juga. Jadi jangan be- lum apa-apa sudah tidak diberikan ruang bahkan dialog untuk mendiskusikannya. (P-2) ANTARA/ISMAR PATRIZKI

SENIN, 4 APRIL 2011 Capres Independen - ftp.unpad.ac.id filemereka terhadap pelaksanaan demokrasi saat ini,” ujarnya saat dihubungi Jumat (1/4) lalu. Dari hasil survei yang digelar

Embed Size (px)

Citation preview

Capres Independen

SolusinyaKalau mau jujur, rakyat sebenarnya sudah cukup bosan dengan stok calon pemimpin yang disuguhkan parpol

karena orangnya selalu yang itu-itu juga.

SENIN, 4 APRIL 201128 FOKUS P

ARYO BHAWONO

ANGIN segar berhembus dari Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) awal pekan lalu. Lembaga yang se-ring kali dipandang sebelah mata

dalam sistem ketatanegaraan itu mengusulkan wacana agar calon presiden dan calon wakil pre-siden bisa berasal dari calon independen dalam perubahan kelima UUD 1945.

Sebuah wacana lama memang, tetapi baru kali ini muncul dari sebuah lembaga negara dan secara resmi diajukan dalam perubahan UUD 1945. DPD berharap sistem pemilihan presiden (pilpres) dari jalur independen itu sudah bisa diterapkan pada 2014.

“Usulan capres independen itu untuk me-ningkatkan kualitas demokrasi dan tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu presiden. Harapannya metode ini sudah bisa dilaksanakan pada Pemilu Presiden 2014,” ujar Ketua DPD Irman Gusman seusai merampungkan usulan DPD itu, Senin (21/3).

Menurutnya, lebih banyaknya calon presiden akan lebih bermanfaat karena memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi putra terbaik bangsa untuk mengaktualisasikan diri pada proses de-mokrasi pergantian kepemimpinan nasional.

DPD menawarkan perubahan Pasal 6A UUD 1945 menjadi “Pasangan calon presiden dan wakil presiden berasal dari usul partai peserta pemilihan umum atau perseorangan”.

Menurut Burhanuddin Muhtadi, peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), usul itu sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengakui hak-hak setiap warga negara untuk bersaing sebagai calon presiden dan calon wakil presiden meski tanpa kendaraan partai.

Lalu seberapa kuat dukungan publik atas usul itu? Faktor apa yang terkait dengan dukungan atau penolakan ide calon independen?

“LSI sudah pernah menggelar survei pada 2007 soal itu. Usulan itu didukung sebagian besar responden dengan alasan ketidakpuasan mereka terhadap pelaksanaan demokrasi saat ini,” ujarnya saat dihubungi Jumat (1/4) lalu.

Dari hasil survei yang digelar pada 2007 lalu, LSI menemukan 68,8% dari 1.300 responden yang diambil Sabang sampai Merauke mendu-kung pencalonan presiden tidak hanya menjadi monopoli parpol. Hanya 20,2% yang tak setuju, dan sisanya menjawab ‘tidak tahu’.

Mayoritas responden juga menilai aturan yang mengharuskan calon dari partai telah mengurangi hak warga mencalonkan diri seba-gai presiden (58%). Hanya 28,5% yang menilai ketentuan ini tak membatasi hak warga dan sisanya ‘tidak tahu’.

Bahkan, 75,2% publik mendukung setiap warga yang punya hak pilih juga berhak menca-lonkan diri sebagai presiden. Hanya 12,8% yang tak setuju dengan pandangan ini.

“Jadi kalau rancang lembaga politik kita pu-nya legitimasi dan basis dukungan massa kuat, dukungan kuat publik atas calon presiden inde-penden harus diakomodasi,” jelasnya.

Dipaparkannya, ada tiga faktor yang memen-garuhi dukungan atas usul calon independen itu. Pertama, kekecewaan atau ketakpuasan masya-rakat terhadap pelaksanaan demokrasi. Kedua, rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol. Ketiga, meningkatnya kualitas pendidikan poli-tik masyarakat.

“Konstituen PAN dan PKS paling mendukung usulan calon independen sebab latar pendidikan pemilih PAN dan PKS relatif lebih tinggi diban-dingkan partai lain,” imbuhnya.

Boikot parpolDukungan terhadap DPD guna mencari solusi

dari kegagalan parpol menghadirkan pemimpin yang didambakan rakyat juga datang dari pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin. Menurutnya, wacana capres independen men-jadi gairah baru dalam politik nasional.

Ia melihat selama ini capres menjadi wilayah tak tersentuh yang dimiliki oleh parpol. Di saat parpol gagal memenuhi kehendak rakyat, capres independen menjadi sebuah keniscayaan.

“Masyarakat bisa mengusulkan calon yang tidak ditampung oleh parpol. Kan selama ini oligarki parpol sangat kuat,” ungkapnya ketika dihubungi Jumat (1/4).

Dengan adanya capres independen, sam-bungnya, parpol akan lebih selektif dalam men gajukan calon presidennya. Mereka harus memperbaiki sistem kaderisasi untuk menampil-kan capres yang tepat, atau setidaknya mendapat sambutan dari rakyat.

“Jika parpol tidak memenuhi kehendak rakyat atau konstituennya, rakyat dapat memboikot de-ngan mengajukan calonnya sendiri. Parpol tidak dapat bertindak eksklusif dalam menentukan capres,” terang Irman.

Usulan itu juga menjadi tantangan bagi parpol untuk melakukan konsolidasi internal secara lebih serius. Karena, kader yang tidak diakomodasi menjadi capres oleh partainya dapat menggunakan jalur independen sebagai kendaraan politiknya.

“Misalnya saja Anas Urbaningrum tidak diusung oleh Partai Demokrat dalam Pemilu 2014 karena partai itu masih ingin mengusung keturunan Susilo Bambang Yudhoyono. Anas dapat maju atas nama independen. Paling tidak ini membuka peluang cita-cita politisi semasa di bangku SD untuk menjadi presiden, semakin luas,” jelasnya.

Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Centre For Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay mengungkapkan, perjalanan wacana capres independen sebenarnya sudah dimulai pada proses amendemen UUD 1945 di paruh 1999-2000.

Ia menuturkan terdapat beberapa tuntutan perubahan konstitusi pada waktu itu antara lain pemilihan presiden langsung, adanya per-wakilan daerah (DPD), penghapusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan capres independen.

“Ini artinya sejak lama sudah ada pemikiran kuat mengenai calon independen dalam sistem demokrasi kita,” jelasnya.

Pada 17 Februari 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan pernah menolak permohonan uji materi UU No 42/2008 tentang Pemilihan Pre-siden. Pengujian terhadap UU tersebut diajukan Fadjroel Rachman selaku capres independen dan Mariana serta Bob Febrian selaku pemilih.

Fadjroel menilai pasal dalam UU Pilpres yang tidak mengakomodasi capres independen telah bertentangan dengan UUD 1945. Hanya saja, enam dari sembilan hakim konstitusi menolak permohonan itu. (Wta/P-2)

[email protected]

Monopoli Politik itu tidak SehatWawancara

Irman GusmanKetua DPD

USULAN calon presiden (capres) inde-penden yang termasuk dalam pengajuan amendemen kelima UUD 1945 adalah al-ternatif yang ditawarkan Dewan Perwaki-lan Daerah (DPD) untuk mengakomodasi fi gur terbaik bangsa yang tak terusung partai politik. Sistem capres independen dinilai DPD sebagai langkah untuk meng-hindari pencalonan yang oligarkis.

“Amendemen kelima itu akan dijadikan agenda konsolidasi demokrasi yang pen-ting dilakukan menjelang tinggal landas kepemimpinan 2014,” kata Ketua DPD Irman Gusman di sela-sela kunjungannya ke sejumlah kota di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu.

Apa yang mendasari DPD melahirkan usulan tersebut? Berikut petikan pen-jelasannya kepada Anata Syah Fitri dari Media Indonesia:

Seperti apa konsep capres independen yang diusulkan DPD itu?

Calon perorangan itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas demo-krasi. Ini kan sama seperti anggota D P D y a n g perorangan, t a p i t i d a k menafikan juga orang

partai boleh masuk. Itu untuk mencari kader terbaik menjadi capres di negeri ini. Ibarat membangun jalan tol, pasti harus ada jalan alternatifnya.

Apa keuntungan dari penerapan sis-tem capres independen?

Capres independen ini lebih mengako-modasi aspirasi masyarakat. Memang kita akui pilar utamanya adalah partai politik. Tapi sistem capres independen ini perlu untuk memperkuat sistem rekrutmen national leadership. Dalam memperkuat sistem itu, ibarat ingin membuat jalan tol, harus ada jalan alternatif.

Semakin banyak calon, semakin bagus untuk perkembangan sistem demokrasi. Rakyat bisa lihat selain calon ditawarkan partai, yang manakah yang menawarkan gagasan terbaik. Jangan pencalonan itu dioligarki. Jangan seperti pengalaman pemilihan gubernur DKI, pada saat calonnya hanya Fauzi Bowo dan Adang Dara djatun. Orang-orang kecewa, masa dari sekian banyak orang terbaik, calon-nya hanya dua. Seharusnya dibuka ruang yang luas.

Kalau bisa dicalonkan sampai sepuluh calon, itu kan bagus. Kalau calonnya ha-nya sedikit dan dibatasi, tingkat partisipasi masyarakatnya jadi menurun. Demokrasi

i tu harus pula meng-

ukur partisi-pasi masyara-

kat. Pesta de-mokrasi itu harus

terbuka lebar.

Usulan ini ditu-ding memperlemah

parpol. Sementara menu-rut Anda sistem ini justru

memperkuat parpol....Iya dong, itu kan lebih

sehat. Mana yang lebih sehat, monopoli atau ada persaingan? Kalau hanya berpikir untuk kepentingan sendiri, mungkin ini bisa

dianggap gangguan. Tapi kita kan bicara untuk kepentingan rakyat, bangsa. Kalau untuk kepentingan partai politik, pasti bicara dari oligarkinya dia.

Tapi rakyat kan ingin ruang yang terbu-ka. Untuk apa tujuan kita berdemokrasi, untuk apa tujuan kita berparpol, apakah untuk pengurus parpol atau untuk kepen-tingan rakyat? Media massa menyebutkan hampir 80% berdasarkan polling, rakyat menginginkan capres independen.

Saya khawatir kalau aspirasi rakyat tidak terakomodasi, parpol sendiri jadi jauh dengan rakyatnya. Jadi tidak perlu khawatir, di Amerika Serikat saja ada capres independen, tapi dominasi parpol masih kuat.

Jadi tidak ada masalah, capres perse-orangan ini sebagai satu sistem. Sistem itu harus sehat. Jadi kita perlu hindarkan sistem oligarki.

Sudah sejauh apa proses sosialisasi ke parpol-parpol dan bagaimana target DPD?

DPD tidak menargetkan sesuatu. Saat ini masih dalam tahap pembicaraan. Su-dah diserahkan ke fraksi, silakan dibicara-kan di fraksi masing-masing. Fraksi PKB sudah setuju, fraksi lainnya masih kami sosialisasikan. Jadi ini bukan kepentingan DPD, tapi kepentingan bangsa ini.

Harapan kami, menjelang 2014 sudah memiliki sistem yang kuat. Jadi tidak ada lagi perdebatan tentang sistem presiden-sial seperti sekarang. Hal yang abadi itu adalah perubahan.

Anda optimistis mendapatkan du-kungan dari parpol?

Jangan diadu logika DPR atau logika parpol dengan logika kami. Seandainya saya ketua umum parpol, jika ini me-mang baik untuk rakyat, ya akan saya pertimbangkan. Dan ini juga berdasarkan pengalaman di negara lain, bukan sekadar mengarang-ngarang juga. Jadi jangan be-lum apa-apa sudah tidak diberikan ruang bahkan dialog untuk mendiskusikannya.(P-2)

ANTARA/ISMAR PATRIZKI