1
[JAKARTA] Dampak kebi- jakan Presiden AS Donald Trump, dinilai berisiko meningkatkan situasi keti- dakpastian global. Perubahan secara drastis, diyakini akan dilakukan sebagai antitesis kebijakan Barack Obama. Contohnya, rencana keluar- nya AS dari kemitraan Trans Pacific Partenership (TPP), defisit fiskal yang akan diperlebar, program jaminan sosial Obamacare yang ter- ancam dilikuidasi, serta kebijakan perdagangan. Rencana Trump menge- nakan tarif impor 45% ter- hadap produk dari Tiongkok, jelas mengancam ekspor Indonesia ke Tiongkok. Untuk menangkal dampak negatif kebijakan Trump, pemerintah harus meningkatkan diplo- masi agar AS tetap menem- patkan Indonesia sebagai mitra strategis di peta politik luar negeri dan ekonomi. “Kalau ekspor Tiongkok ke AS melambat akibat dampak kebijakan Trump, dikhawatirkan ekspor Indonesia ke Tiongkok juga akan melambat. Sebab, dengan sendirinya kapasitas produksi Tiongkok berkurang. Untuk itu, selain mencari alternatif negara tujuan eks- por di luar Tiongkok, peme- rintah perlu meningkatkan diplomasi ke AS agar ekspor dari Indonesia tidak diberikan tambahan tarif impor,” kata ekonom Ekonom yang juga Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, Senin (23/1). AS, menurut Firmanzah, sebaiknya menempatkan Indonesia sebagai negara strategis dan penting di kawasan Asia Pasifik. “Sebagai negara anggota G-20, negara demokrasi yang memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia, kelas menengah yang tumbuh, serta peluang kerja sama perda- gangan dan investasi, meru- pakan faktor-faktor yang dapat menjadi pertimbangan AS mengapa Indonesia begi- tu penting,” jelas dia. Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, ada dua hal yang menjadi dampak kebijakan Trump yang perlu dicermati. Pertama, protek- sionisme yang sudah terang -terangan ingin dilakukan Trump. Proteksi ini bukan sekadar bahan kampanye, namun sudah mulai terlihat dari peringatan Trump kepa- da produsen otomotif Ford, agar memindahkan pabriknya dari Meksiko ke Amerika. “Proteksi juga akan memicu perang dagang den- gan Tiongkok. Risiko bagi Indonesia adalah penurunan ekspor bahan baku ke Tiongkok, karena Tiongkok akan mengurangi produksi sebagai antisipasi proteksi Trump,” jelasnya. Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia juga terancam kebanjiran produk impor dari Tiongkok akibat barang Tiongkok dihambat masuk AS. “Pasar domestik Indonesia yang menjanjikan bisa jadi pelampiasan eks- portir Tiongkok,” tukasnya. Kedua, soal Trump yang berencana menaikkan belan- ja infrastruktur, hal itu ber- imbas pada sisi inflasi yang diprediksi akan naik. Dampaknya, suku bunga Federal Reserve dipastikan akan naik. “Fed Fund Rate yang meningkat, dolar akan kuat, sehingga rupiah mele- mah. Dana asing di Indonesia juga terancam keluar dan pulang ke AS. Padahal 38,8% surat utang dikuasai asing, jadi pasar keuangan kita sangat fragile (rentan). Bunga surat utang pemerintah Indonesia terpaksa menjadi lebih mahal. Beban bunga bertambah, apalagi di 2018 adalah puncak buyback atau pembayaran utang SBN (Surat Berharga Negara),” jelasnya. Menyangkut Tiongkok, Bhima menilai negara terse- but akan sangat terpukul dengan kebijakan baru Trump. Oleh karena itu, dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengkritik Trump yang dinilainya kontraglo- balisasi. Proyeksi pertum- buhan Tiongkok akibat kebijakan Trump, bisa di bawah 6,7% atau tidak ber- gerak dibanding tahun 2016. Alhasil, produksi Tiongkok akan melambat, sembari Tiongkok penetrasi ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Adapun, dampak untuk Indonesia, ekspor masih tertekan sementara angka impor dari Tiongkok akan meningkat. Bhima melihat, saat ini peta geoekonomi berubah. Hal itu ditandai dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), kebijakan ekonomi Trump yang cen- derung protektif, dan renca- na referendum di Italia. Semua hal itu, menurutnya, menjadi bukti bahwa negara maju lebih melihat ke dalam dibanding melihat ke luar. Pengaruh ke Indonesia Terkait hal itu, lanjutnya, meski Trump mungkin mem- benci produk Tiongkok dan buruh dari Meksiko, tapi tidak semua segmen akan terkena dampak. “Untuk industri otomotif dan komo- ditas akan berdampak, tapi tidak untuk barang lain, misalnya elektronika, tekstil, dan alas kaki, yang tidak mungkin dibuat di Amerika karena tenaga kerja Indonesia lebih kompetitif. Itu peluang bagi Indonesia untuk mem- buka kerjasama bilateral dengan Trump. Tapi nam- paknya dibanding memper- erat hubungan dengan AS, Indonesia justru ingin terke- san mendekatkan diri dengan Tiongkok. Padahal masih ada ceruk potensi dagang dengan AS yang bisa dimanfaatkan,” imbuhnya. AS, sambungnya tetap membutuhkan Indonesia sebagai mitra dagang penting. Dalam APEC dan G-20, posisi Indonesia pun setara. Bhima pun menilai, sikap AS di bawah Trump dipre- diksi tidak akan berubah secara signifikan dengan Indonesia. Kerja sama per- dagangan, keuangan, dan investasi pasti terus berlanjut. Terlebih saat ini soal relak- sasi ekspor minerba mem- beri angin bagi industri tambang AS di Indonesia. “Kunjungan pertama Trump seharusnya ke Indonesia. Walaupun dari segi politik kurang diterima, tapi dari segi ekonomi bisa memper- erat kerjasama,” imbaunya. Sedangkan, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kebijakan eko- nomi Donald Trump seperti ekspansi fiskal, khususnya belanja infrastruktur, pengu- rangan pajak serta proteksi- onisme, berpotensi mendo- rong capital flight dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, kebi- jakan fiskal yang ekspansif akan mendorong kenaikan inflasi, sehingga akan men- dorong berlanjutnya norma- lisasi kebijakan suku bunga The Fed pada tahun ini, dengan eskpektasi kenaikan sekitar 50-75 basis poin (0,5%-0,75%) Selanjutnya, kenaikan suku bunga acuan AS akan mendorong kenaikan premi, ketika pemerintah akan mengeluarkan SUN, sehing- ga berimplikasi pada kena- ikan yield. Kenaikan yield tersebut pada akhirnya akan membatasi ruang pelonggar- an kebijakan moneter BI. Namun demikian, mes- kipun ada potensi capital flight, investasi asing dari AS masih akan tetap masuk ke Indonesia, mengingat reformasi struktural serta perbaikan kemudahan berin- vestasi terus diupayakan oleh pemerintah. “Dengan demikian seca- ra keseluruhan, prospek ekonomi Indonesia masih cukup baik dimana pertum- buhan ekonomi diperkirakan tumbuh dikisaran 5,1%-5,2% pada tahun ini karena eko- nomi Indonesia masih meng- andalkan potensi domestik untuk meredam risiko dari kebijakan ekonomi Trump,” ungkap Josua. Konsumsi Domestik Dari sisi pengusaha, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui, banyak pengusa- ha yang khawatir terhadap kebijakan Trump, sehingga ketidakpastian di urusan bisnis meningkat. “Trump sifatnya protektif, jadi kita khawatir ekspor kita ke sana seperti apa,” imbuhnya. Pengetatan terhadap impor Tiongkok ke AS pun disinyalir akan membuat negara berkembang keban- jiran produk asal Tiongkok. Untuk itu, Pemerintah perlu mengantisipasi pasar dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disumbang oleh konsumsi rumah tangga harus diamankan. Pasalnya, kalau pertumbuhan ekonomi 5,1%-5,3% digerus dari barang impor, hal itu tak ada nilai tambahnya bagi masya- rakat Indoesia. “Kita harus antisipasi dengan memiliki kebijakan mendorong substitusi impor, barang kebutuhan masyara- kat seperti pangan harus diproduksi di dalam negeri. Kita tidak bisa main-main, karena imbas Trump bisa ke semua sektor. Ini harus jadi momentum perbaikan pasar dalam negeri,” tegas- nya. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani pun memastikan, iklim investasi di Indonesia akan terdampak. Pasalnya, Trump yang dikenal dengan nasionalismenya yang kuat, akan memproteksi perda- gangan perusahaan AS dengan membatasi ekspor ke AS, sehingga perusahaan AS lebih diuntungkan. Jika hal itu dilakukan, tentunya bakal memengaruhi daya ekspor ke Amerika. “Ya, kalau lihat kebijak- annya yang national interest itu pasti kepentingan nasio- nalnya tidak diragukan. Kami harapkan, kebijakan-kebi- jakannya tidak kontrapro- duktif terhadap perkembang- an perdagangan atau inves- tasi kepada dunia luar,” ungkapnya. [O-2] 3 Suara Pembaruan Senin, 23 Januari 2017 Utama Indonesia Mitra Strategis AS Negara Maju Mulai Mengutamakan Kepentingan Domestik Firmanzah Bhima Yudhistira Hariyadi Sukamdani FOTO-FOTO:ISTIMEWA Rosan Perkasa Roeslani

Senin, 23 Januari 2017 Utama Indonesia Mitra Strategis ASgelora45.com/news/SP_20170123_3.pdf · pakan faktor-faktor yang ... keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), kebijakan

  • Upload
    vothu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

[JAKARTA] Dampak kebi-jakan Presiden AS Donald Trump, dinilai berisiko meningkatkan situasi keti-dakpastian global. Perubahan secara drastis, diyakini akan dilakukan sebagai antitesis kebijakan Barack Obama. Contohnya, rencana keluar-nya AS dari kemitraan Trans Pacific Partenership (TPP), defisit fiskal yang akan diperlebar, program jaminan sosial Obamacare yang ter-ancam dilikuidasi, serta kebijakan perdagangan.

Rencana Trump menge-nakan tarif impor 45% ter-hadap produk dari Tiongkok, jelas mengancam ekspor Indonesia ke Tiongkok. Untuk menangkal dampak negatif kebijakan Trump, pemerintah harus meningkatkan diplo-masi agar AS tetap menem-patkan Indonesia sebagai mitra strategis di peta politik luar negeri dan ekonomi.

“Kalau ekspor Tiongkok ke AS melambat akibat dampak kebijakan Trump, d ikhawat i rkan ekspor Indonesia ke Tiongkok juga akan melambat. Sebab, dengan sendirinya kapasitas produksi Tiongkok berkurang. Untuk itu, selain mencari alternatif negara tujuan eks-por di luar Tiongkok, peme-rintah perlu meningkatkan diplomasi ke AS agar ekspor dari Indonesia tidak diberikan tambahan tarif impor,” kata ekonom Ekonom yang juga R e k t o r U n i v e r s i t a s Paramadina Firmanzah, Senin (23/1).

AS, menurut Firmanzah, sebaiknya menempatkan Indonesia sebagai negara strategis dan penting di kawasan Asia Pasifik. “Sebagai negara anggota G-20, negara demokrasi yang memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia, kelas menengah yang tumbuh, serta peluang kerja sama perda-gangan dan investasi, meru-pakan faktor-faktor yang dapat menjadi pertimbangan AS mengapa Indonesia begi-tu penting,” jelas dia.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, ada dua hal yang menjadi dampak kebijakan Trump yang perlu dicermati. Pertama, protek-sionisme yang sudah terang-terangan ingin dilakukan Trump. Proteksi ini bukan sekadar bahan kampanye, namun sudah mulai terlihat dari peringatan Trump kepa-da produsen otomotif Ford, agar memindahkan pabriknya dari Meksiko ke Amerika.

“Proteksi juga akan memicu perang dagang den-gan Tiongkok. Risiko bagi

Indonesia adalah penurunan ekspor bahan baku ke Tiongkok, karena Tiongkok akan mengurangi produksi sebagai antisipasi proteksi Trump,” jelasnya.

Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia juga terancam kebanjiran produk impor dari Tiongkok akibat barang Tiongkok dihambat masuk AS. “Pasa r domes t ik Indonesia yang menjanjikan bisa jadi pelampiasan eks-portir Tiongkok,” tukasnya.

Kedua, soal Trump yang berencana menaikkan belan-ja infrastruktur, hal itu ber-imbas pada sisi inflasi yang diprediksi akan naik . Dampaknya, suku bunga Federal Reserve dipastikan akan naik. “Fed Fund Rate yang meningkat, dolar akan kuat, sehingga rupiah mele-mah. Dana asing di Indonesia juga terancam keluar dan pulang ke AS. Padahal 38,8% surat utang dikuasai asing, jadi pasar keuangan kita sangat fragile (rentan). Bunga surat utang pemerintah Indonesia terpaksa menjadi lebih mahal. Beban bunga bertambah, apalagi di 2018 adalah puncak buyback atau pembayaran utang SBN (Surat Berharga Negara),” jelasnya.

Menyangkut Tiongkok, Bhima menilai negara terse-but akan sangat terpukul dengan kebijakan baru Trump. Oleh karena itu, dalam World Economic Forum (WEF) di Davos, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengkritik Trump yang dinilainya kontraglo-balisasi. Proyeksi pertum-buhan Tiongkok akibat kebijakan Trump, bisa di bawah 6,7% atau tidak ber-gerak dibanding tahun 2016. Alhasil, produksi Tiongkok akan melambat, sembari Tiongkok penetrasi ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Adapun, dampak untuk Indonesia, ekspor masih tertekan sementara angka impor dari Tiongkok akan meningkat.

Bhima melihat, saat ini peta geoekonomi berubah. Hal itu ditandai dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), kebijakan

ekonomi Trump yang cen-derung protektif, dan renca-na referendum di Italia. Semua hal itu, menurutnya, menjadi bukti bahwa negara maju lebih melihat ke dalam dibanding melihat ke luar.

Pengaruh ke IndonesiaTerkait hal itu, lanjutnya,

meski Trump mungkin mem-benci produk Tiongkok dan buruh dari Meksiko, tapi tidak semua segmen akan terkena dampak. “Untuk industri otomotif dan komo-ditas akan berdampak, tapi tidak untuk barang lain, misalnya elektronika, tekstil, dan alas kaki, yang tidak mungkin dibuat di Amerika karena tenaga kerja Indonesia lebih kompetitif. Itu peluang bagi Indonesia untuk mem-buka kerjasama bilateral dengan Trump. Tapi nam-paknya dibanding memper-erat hubungan dengan AS, Indonesia justru ingin terke-san mendekatkan diri dengan Tiongkok. Padahal masih ada

ceruk potensi dagang dengan AS yang bisa dimanfaatkan,” imbuhnya.

AS, sambungnya tetap membutuhkan Indonesia sebagai mitra dagang penting. Dalam APEC dan G-20, posisi Indonesia pun setara.

Bhima pun menilai, sikap AS di bawah Trump dipre-diksi tidak akan berubah secara signifikan dengan Indonesia. Kerja sama per-dagangan, keuangan, dan investasi pasti terus berlanjut. Terlebih saat ini soal relak-sasi ekspor minerba mem-beri angin bagi industri tambang AS di Indonesia. “Kunjungan pertama Trump seharusnya ke Indonesia. Walaupun dari segi politik kurang diterima, tapi dari segi ekonomi bisa memper-erat kerjasama,” imbaunya.

Sedangkan, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kebijakan eko-nomi Donald Trump seperti ekspansi fiskal, khususnya belanja infrastruktur, pengu-

rangan pajak serta proteksi-onisme, berpotensi mendo-rong capital flight dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, kebi-jakan fiskal yang ekspansif akan mendorong kenaikan inflasi, sehingga akan men-dorong berlanjutnya norma-lisasi kebijakan suku bunga The Fed pada tahun ini, dengan eskpektasi kenaikan sekitar 50-75 basis poin (0,5%-0,75%)

Selanjutnya, kenaikan suku bunga acuan AS akan mendorong kenaikan premi, ketika pemerintah akan mengeluarkan SUN, sehing-ga berimplikasi pada kena-ikan yield. Kenaikan yield tersebut pada akhirnya akan membatasi ruang pelonggar-an kebijakan moneter BI.

Namun demikian, mes-kipun ada potensi capital flight, investasi asing dari AS masih akan tetap masuk ke Indonesia, mengingat reformasi struktural serta perbaikan kemudahan berin-

vestasi terus diupayakan oleh pemerintah.

“Dengan demikian seca-ra keseluruhan, prospek ekonomi Indonesia masih cukup baik dimana pertum-buhan ekonomi diperkirakan tumbuh dikisaran 5,1%-5,2% pada tahun ini karena eko-nomi Indonesia masih meng-andalkan potensi domestik untuk meredam risiko dari kebijakan ekonomi Trump,” ungkap Josua.

Konsumsi DomestikDari sisi pengusaha,

Ketua Umum Asosiasi P e n g u s a h a I n d o n e s i a (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui, banyak pengusa-ha yang khawatir terhadap kebijakan Trump, sehingga ketidakpastian di urusan bisnis meningkat. “Trump sifatnya protektif, jadi kita khawatir ekspor kita ke sana seperti apa,” imbuhnya.

Pengetatan terhadap impor Tiongkok ke AS pun disinyalir akan membuat negara berkembang keban-jiran produk asal Tiongkok. Untuk itu, Pemerintah perlu mengantisipasi pasar dalam negeri.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disumbang oleh konsumsi rumah tangga harus diamankan. Pasalnya, kalau pertumbuhan ekonomi 5,1%-5,3% digerus dari barang impor, hal itu tak ada nilai tambahnya bagi masya-rakat Indoesia.

“Kita harus antisipasi dengan memiliki kebijakan mendorong substitusi impor, barang kebutuhan masyara-kat seperti pangan harus diproduksi di dalam negeri. Kita tidak bisa main-main, karena imbas Trump bisa ke semua sektor. Ini harus jadi momentum perbaikan pasar dalam negeri,” tegas-nya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani pun memastikan, iklim investasi di Indonesia akan terdampak. Pasalnya, Trump yang dikenal dengan nasionalismenya yang kuat, akan memproteksi perda-gangan perusahaan AS dengan membatasi ekspor ke AS, sehingga perusahaan AS lebih diuntungkan. Jika hal itu dilakukan, tentunya bakal memengaruhi daya ekspor ke Amerika.

“Ya, kalau lihat kebijak-annya yang national interest itu pasti kepentingan nasio-nalnya tidak diragukan. Kami harapkan, kebijakan-kebi-jakannya tidak kontrapro-duktif terhadap perkembang-an perdagangan atau inves-tasi kepada dunia luar,” ungkapnya. [O-2]

3Sua ra Pem ba ru an Senin, 23 Januari 2017 Utama

Indonesia Mitra Strategis ASNegara Maju Mulai Mengutamakan Kepentingan Domestik

Firmanzah Bhima Yudhistira Hariyadi Sukamdanifoto-foto:istimewa

Rosan Perkasa Roeslani