Semkim (1.7)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Uji Adsorpsi Pb dan Cr oleh nZVI

Citation preview

REMEDIATION OF Cr(VI) AND Pb(II) AQUEOUS SOLUTIONS, USING SUPPORTED NANOSCALE ZERO-VALENT IRONSherman M. Ponder, John G. Darab, dan, Thomas E. Mallouk

REMEDIASI Cr(VI) DAN Pb(II) DARI LARUTAN,MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL BESI BERVALENSI NOL

Dikaji sebagai salah satu prasyarat lulus dalam mata kuliahSeminar Kimia

OlehEkrima Astari3325101439Program Studi Kimia

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2013

ii

KATA PENGANTAR

Bismillah, penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah seminar kimia yang berjudul Remediation Of Cr(Vi) And Pb(Ii) Aqueous Solutions, Using Supported Nanoscale Zero-Valent Iron ini.Makalah Seminar kimia ini ditulis untuk melengkapi kegiatan kuliah Seminar Kimia di Universitas Negeri Jakarta pada semester 098. Data didapat melalui pengkajian jurnal dan studi literatur yang relevan. Penulisan karya ilmiah ini dimungkinkan oleh adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan tersebut kepada: kedua orang tua penulis, ketua Jurusan Kimia, ketua Program Studi Kimia, dan bapak Setia Budi, S.Si., M.Sc. selaku dosen pembimbing dan dosen pengampu mata kuliah seminar kimia. Penulis menyusun karya ilmiah ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima dengan rasa syukur. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Maret 2013Penulis,

Ekrima Astari

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiDAFTAR TABELivDAFTAR GAMBARvDAFTAR LAMPIRANviINTISARIviiPENDAHULUAN1PEMBAHASAN42.1KAJIAN TEORI42.1.1Nanopartikel42.1.2nZVI42.1.2.1.Aplikasi nZVI52.1.2.2.Sintesis nZVI72.1.2.3.Karakterisasi nZVI92.1.2.3.1.Penentuan Komposisi Kristal dengan X-Ray Diffractometer (XRD)102.1.2.3.2.Penentuan Kadar Logam dengan Atomic Absorbance Spertrophotometer (AAS)132.1.2.3.3.Penentuan Komposisi Permukaan menggunakan X-Ray Photoelecrtron Spectrophotometer (XPS)142.1.2.3.4.Penentuan Luas Permukaan nZVI dengan metode BET152.1.3Pencemaran Air172.1.4Remediasi Air172.1.5Adsorpsi192.1.6Isoterm Adsorpsi212.1.7Isoterm Langmuir222.1.8Isoterm Freundlich242.1.9Isoterm BET242.1.10Timbal252.1.11Krom292.2EKSPERIMEN292.2.1.Alat dan Bahan302.2.2.Sintesis Ferragel302.2.3.Batch Test312.2.4.Pengukuran322.3HASIL PENELITIAN322.3.1.Karakterisasi Material322.3.2.Remediasi Cr(VI) dan Pb(II)332.3.3.Pengujian Ferragel untuk Remediasi In situ41KESIMPULAN45DAFTAR PUSTAKA46LAMPIRAN50

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kontaminan yang dapat diremediasi oleh nZVI (Li et al., 2006).6Tabel 2. Perbandingan konstanta laju berbagai besi valensi nol33

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Remediasi oleh nZVI (Li et al., 2006)7Gambar 2. Sintesis nZVI oleh Yuvakkumar8Gambar 3. Skema XRD11Gambar 4. Instrumen XRD12Gambar 5. Hasil XRD nZVI oleh Li et al. (2006)13Gambar 6. Komponen dasar AAS14Gambar 7. Skema XPS14Gambar 8. Hasil XPS pada nZVI oleh Li et al. (2006)15Gambar 9. Instrumen BET Micromeritics ASAP 201015Gambar 10. Skema BET16Gambar 11. Adsorpsi20Gambar 12. Grafik Isoterm Adsorpsi22Gambar 13. Model Isoterm Langmuir23Gambar 14. Model isoterm BET25Gambar 15. Perbandingan kinetika orde pertama untuk reduksi Cr(VI) danPb(II).35Gambar 16. Hasil XPS 0,500g Ferragel pada 200ml Pb(II) selama 30hari.37Gambar 17. Hasil XRD bubuk dan index Miller dari Ferragel yang tersisa.37Gambar 18. Breakpoints dari konstanta laju yang teramati pada remediasi menggunakan Ferragel.40Gambar 19. Perbandingan konsentrasi kontaminan42Gambar 20.43

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Artikel Remediation Of Cr(Vi) And Pb(Ii) Aqueous Solutions, Using Supported Nanoscale Zero-Valent Iron.........................................................51Lampiran 2. Form Semkim 02..................................................................56Lampiran 3. Form Semkim 04..................................................................57

INTISARI

Reaksi antara senyawa borohidrida dan larutan besi sulfat dengan penambahan resin PolyFlo menghasilkan Ferragel dengan diameter 10 s.d. 30nanometer. Setelah proses pengeringan, diketahui bahwa produk yang dihasilkan stabil dengan kadar besi pada Ferragel adalah sebesar 22,6%. Ferragel mampu memisahkan dan mengimobilisasi Cr(VI) dan Pb(II) dari larutan melalui proses reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) dan Pb(II) menjadi Pb(0) sedangkan Fe(0) teroksidasi menjadi senyawa geotit (-FeOOH). Kinetika dari reaksi reduksi yang terjadi sangatlah kompleks dengan melibatkan fase adsorpsi pada tahap awal remediasi. Sekitar 10% besi pada Ferragel terletak pada sisi aktif permukaan. Setelah sisi aktif Ferragel menjadi jenuh, proses reduksi terus berlansung namun laju reaksinya lebih lambat. Laju reaksi remediasi Cr(VI) dan Pb(II) oleh Ferragel 30kali lebih besar dibandingkan laju remediasi oleh ZVI komersial (iron filling). Setelah lebih dari 2bulan, jumlah Cr(VI) yang direduksi oleh Ferragel 4,8kali lebih banyak dibandingkan reduksi oleh ZVI komersial dengan massa yang sama walaupun kadar besi pada ZVI komersial 21kali lebih banyak dibanding kadar besi pada Ferragel. Besarnya laju reaksi dan besarnya jumlah kontaminan yang tereduksi secara keseluruhan, menunjukkan bahwa Ferragel dapat digunakan untuk remediasi Cr(VI) dan Pb(II) secara in situ.

45

PENDAHULUAN

Kontaminasi logam berat pada sumber air baku merupakan suatu bahaya pencemaran lingkungan yang nyata. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environmental Protection Agency (USEPA) menetapkan kadar aman untuk ion Cr(VI) dan Pb(II) secara berturut-turut sebesar 0,1mg/l dan 0,015mg/l. USEPA juga menetapkan target untuk kadar Pb(II) pada sistem air baku sebesar 0mg/l. Sebagian besar kontaminasi Cr(VI) berasal dari limbah industri pengolahan logam dan erosi alami dari pertambangan yang mengandung Cr(VI), sedangkan kontaminasi Pb(II) pada lingkungan disebabkan oleh korosi dari sistem pipa perairan rumah tangga serta erosi alami dari pertambangan yang mengandung Pb(II). USEPA memperkirakan bahwa empat puluh juta orang warga Amerika Serikat mengkonsumsi air yang mengandung Pb(II) dengan kadar lebih dari 0,15mg/l.Zero Valent Iron (ZVI) atau besi bervalensi nol umumnya digunakan dalam proses remediasi air secara in situ di Amerika Serikat. Awalnya, penelitian mengenai remediasi sistem perairan menggunakan ZVI hanya terfokus pada kontaminan berupa senyawa organik terklorinasi namun saat ini ZVI juga digunakan dalam remediasi kontaminan yang dapat direduksi, seperti logam berat. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa nZVI mampu meremediasi kontaminan Cr(VI) dan Pb(II) dari air, sayangnya belum banyak artikel yang dipublikasikan mengenai proses dan faktor yang mempengaruhi proses remediasi kedua kontaminan tersebut.ZVI dapat meremediasi kontaminan organik terklorinasi melalui proses deklorinasi reduktif, sedangkan remediasi kontaminan logam berat yang larut dalam air menggunakan ZVI didasari oleh reaksi reduksi kontaminan oleh ZVI sehingga kontaminan yang semula larut, tereduksi menjadi bentuk yang tidak larut dalam air. Selain bereaksi dengan kontaminan, dalam sistem berair ZVI juga mengalami reaksi redoks dengan molekul-molekul oksigen terlarut serta dengan molekul-molekul air.2Fe0(s) + O2(g) + 2H2O 2Fe2+(aq) +4OH-(aq) (1)Fe0(s) + 2H2O Fe2+(aq) + H2(g) +2OH-(aq) (2) Faktor penting yang mempengaruhi laju reaksi remediasi adalah luas permukaan partikel ZVI, semakin besar luas permukaan ZVI maka semakin besar laju reaksi remediasi. Menurut penelitian sebelumnya, persamaan laju dari proses remediasi menggunakan Nanoscale Zero Valent Iron (nZVI) atau nanopartikel besi bervalensi nol yang disintesis menggunakan natrium borohidrida (NaBH4) adalah:v = kAs [Me](3)dengan v sebagai laju reaksi, k sebagai konstanta laju, (M-1 m-2), Me adalah konsentrasi dari kontaminan ion logam (M), dan As merupakan luas permukaan dari nZVI yang digunakan (m2). Sayangnya persamaan laju yang diajukan tidak dapat diaplikasikan secara universal pada seluruh reaksi remediasi karena persamaan laju ini memberi asumsi bahwa: (1) sisi reaktif dari permukaan nZVI jauh di bawah jenuh, (2) konstanta laju tidak bergantung pada konsentrasi awal dari kontaminan ion logam, (3) reaksi yang terjadi adalah reaksi orde pertama dan monophasic (hanya melalui satu tahap reaksi). Ketiga asumsi ini bertentangan dengan hasil penelitian mengenai remediasi kontaminan organik baik menggunakan ZVI maupun nZVI yang telah dipublikasikan sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa laju reaksi remediasi tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi awal dari ZVI/nZVI yang digunakan, namun laju reaksi juga dipengaruhi oleh konsentrasi awal kontaminan. Selain itu ditunjukkan pula bahwa tahap awal dari proses remediasi merupakan proses adsorpsi kontaminan pada permukaan ZVI/nZVI, proses adsorpsi yang terjadi memiliki laju reaksi lebih besar dibandingkan proses reduksi sehingga diketahui bahwa reaksi redoks antara kontaminan dan ZVI/nZVI merupakan tahap penentu laju pada proses remediasi. Terjadinya proses adsorpsi pada remediasi menunjukkan bahwa proses remediasi bukanlah suatu reaksi orde pertama yang sederhana.Pada penelitian ini, nZVI disintesis menggunakan NaBH4 sebagai reduktor Fe2+. Dalam sintesis dilakukan pula penambahan padatan pendukung, seperti resin polimer, silica gel, atau pasir, untuk mencegah terjadinya aglomerasi partikel besi sehingga diharapkan nZVI hasil sintesis ini memiliki luas permukaan yang lebih besar dibanding nZVI yang disintesis dengan metode konvensional. Dari hasil sintesis dihasilkan nZVI yang terikat pada padatan pendukung, selanjutnya disebut sebagai Ferragel, berwarna hitam dengan diameter 10nm hingga 30nm. Setelah Ferragel disintesis, dilakukan pengujian kemampuan Ferragel dalam meremediasi kontaminan Cr(VI) dan Pb(II) dari larutan berair. Selain itu dilakukan pula perbandingan kemampuan dari beberapa jenis besi bervalensi nol dalam meremediasi Cr(VI) dan Pb(II). Beberapa jenis besi bervalensi nol yang dibandingkan kemampuannya adalah bubuk besi komersial atau commercial iron powder (CIP), serbuk besi komersial atau commercial iron fillings (CIF), nZVI tanpa padatan pendukung (nZVI), dan nZVI dengan padatan pendukung (Ferragel)

PEMBAHASAN

2.1 KAJIAN TEORI2.1.1 NanopartikelNanopartikel adalah istilah di bidang nanoteknologi yang untuk partikel dengan ukuran 1nm sampai 100nm. Nanopartikel lebih reaktif dibandingkan dengan partikel berukuran konvensional atau fine particle (100nm hingga 2500nm) karena nanopartikel memiliki luas permukaan yang lebih besar (Hwang et al., 2011). Saat ini telah dilakukan berbagai sintesis nanopartikel antara lain nanopartikel besi bervalensi nol (Zhang, 2008; Hoag, 2009; dan Yuvakkumar, 2011), nanopartikel perak (Guzman et al., 2009), dan nanopartikel emas (Tabrizi et al., 2009). Umumnya nanopartikel besi digunakan untuk remediasi air tanah (Cook, 2009), nanopartikel perak biasanya digunakan sebagai antibakteri (Kim et al., 2007), dan nanopartikel emas biasanya digunakan untuk pegobatan kanker (Cai et al., 2008). Secara umum terdapat dua teknik dalam menyintesis nanopartikel yaitu dengan metode top down dan bottoms up. Pada metode top down, nanopartikel diperoleh secara mekanis dengan memecah partikel dengan ukuran lebih besar menjadi partikel berskala nano sedangkan dengan metode bottoms up nanopartikel diperoleh dari atom-atom atau kluster kluster yang digabung membentuk partikel berukuran nanometer yang diharapkan.

2.1.2 nZVInZVI adalah nanopartikel besi bervalensi nol atau Nanoscale Zero Valent Iron. nZVI berwarna hitam dan dapat membentuk suspensi dalam air. Biasanya, nZVI memiliki diameter berkisar antara 60nm hingga 70nm (Sun et al., 2006) dan memiliki luas permukaan sebesar 12.000m2/kg hingga 17.000m2/kg (Sun et al., 2006). Morfologi nZVI berbentuk radial yang terdiri atas pusat yang merupakan Fe(0) dan pada bagian luarnya terbentuk sedikit lapisan Fe(II) dan Fe(III) akibat oksidasi Fe(0) oleh udara (Li et al., 2006).

2.1.2.1. Aplikasi nZVInZVI umumnya diaplikasikan dalam meremediasi air tanah baik yang tercemar berbagai jenis kontaminan. Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa nZVI dapat meremediasi air dari polutan anorganik seperti As(III) (Giasuddin et al., 2007), As(V) (Giasuddin et al., 2007), dan Cr(VI) (Hoch et al., 2008). Prinsip remediasi ion logam menggunakan nZVI adalah proses chemosorption (Cook, 2009). Pada proses ini, ion logam yang bermuatan positif akan teradsorpsi pada permukaan nZVI yang memiliki kecenderungan untuk melepas elektron. Setelah terjadi adsorpsi, ion logam yang semula larut dalam air, akan direduksi oleh nZVI menjadi suatu spesi yang mengendap, sedangkan nZVI akan teroksidasi menjadi FeOOH yang juga mengendap (Ponder et al., 2000)Selain kontaminan anorganik, nZVI juga terbukti dapat meremediasi air dari senyawa organik seperti diklorodifeniltrikloroetana (Poursaberi et al., 2012), trikloroetilena (Janoukovcov et al., 2012), dan tetrakloroetilena (Janoukovcov et al., 2012). Dalam meremediasi kontaminan organik berupa hidrokarbon terklorinasi, nZVI berperan sebagai donor elektron dan hidrokarbon terklorinasi berperan sebagai akseptor elektron. Kontaminan hidrokarbon terklorinasi akan menerima elektron dari nZVI sehingga Kontaminan mengalami deklorinasi reduktif (Li et al., 2006). Persamaan remediasi kontaminan organik dengan nZVI adalah:Fe0 Fe2+ +2e- (4)RCl + H+ +2e- RH + Cl- + (5)RCl + Fe0 + H+ RH + Fe2+ Cl- ( 6) Selain senyawa yang telah disebutkan, kontaminan lain yang dapat diremediasi menggunakan nZVI Tercantum pada Tabel.1 (Li et al., 2006):

Tabel 1. Kontaminan yang dapat diremediasi oleh nZVI (Li et al., 2006).Metana terklorinasiKarbon tetraklorida (CCl4)Kloroform (CHCl3)Diklorometana (CH2Cl2)Klorometana (CH3Cl)TrihalometanaBromoform (CHBr3)Dibromoklorometana (CHBr2Cl)Diklorobromometana (CHCl2Br)Anion anorganikPerklorat (ClO4-) dan Nitrat (NO3-)Pewarna organikOrange II (C16H11N2NaO4S)Chrysoidin (C12H13ClN4)Tropacolin (C12H9N2NaO2S)Benzena terklorinasiHeksaklorobenzena (C6Cl6)Pentaklorobenzena (C6HCl5)Tetraklorobenzena (C6H2Cl4)Triklorobenzena (C6H3Cl3)Diklorobenzena (C6H4Cl2)Klorobenzena (C6H5Cl)Etena terklorinasiTetrakloroetena (C2Cl4)Trikloroetena (CHCl3)cis-Dikloroetena (C2H2Cl2)trans-Dikloroetena (C2H2Cl2)1,1-Dikoroetena (C2H2Cl2)Vinil Klorida (C2H2Cl2)PestisidaDDT (C14H9Cl5) dan Lindane (C6H6Cl6)Senyawa Poliklorinasi lainHidrokarbon, PCB, Pentaklorofenol1,1-trikloroetanaKontaminan organik lainnyaN-nitrosodiumetilamina(NDMA) (C4H10N2O)TNT (C7H5N3O6)Logam beratMerkuri (Hg2+)Nikel (Ni2+)Kadmium (Cd2+)Timbal (Pb2+)Kromium (Cr6+)Arsenik (As5+ dan As3+)

Gambar 1. Remediasi oleh nZVI (Li et al., 2006)

2.1.2.2. Sintesis nZVITerdapat dua metode untuk memperoleh nZVI yaitu metode top down dan metode bottoms up. Pada metode top down, nZVI diperoleh secara mekanis dengan memecah partikel (grinding) besi dengan ukuran lebih besar menjadi partikel besi berskala nano menggunakan planetary ball mill (Zhang, 2008). Metode ini tidak menghasilkan produk samping yang berbahaya bagi lingkungan namun proses grinding tidak efisien karena membutuhkan energi listrik dalam waktu yang cukup lama dengan kata lain produksi nZVI melalui metode ini membutuhkan biaya produksi yang tinggi. Pada sintesis nZVI dengan metode bottoms up, nZVI biasanya diperoleh melalui jalur wet chemistry yaitu dengan mereduksi besi bervalensi dua (Fe2+) atau besi bervalensi tiga (Fe3+) dengan reduktor NaBH4 (Sun et al., 2007; Yuvakkumar et al., 2011). Pada sintesis yang dilakukan oleh Yuvakkumar (2011), nZVI disintesis menggunakan 0.5406g FeCl3.7H2O dan 0.3783g NaBH4. FeCl3 yang telah ditimbang dilarutkan dalam campuran 24ml etanol dan 6ml air deionisasi, larutan ini kemudian diaduk hingga FeCl3 larut sempurna. Pada wadah lain, NaBH4 dilarutkan dalam 100ml air deionisasi.Berikutnya, NaBH4 dimasukkan ke dalam buret dan dititrasi tetes demi tetes (1tetes dalam 2 detik) ke dalam larutan FeCl3 sambil diaduk terus-menerus.Pada tetes pertama terbentuk padatan hitam yang merupakan partikel nZVI, selanjutnya NaBH4 ditambahkan secara berlebih untuk memperbesar laju reaksi. Campuran didiamkan selama 10menit, setelah 10menit partikel nZVI dipisahkan dari larutan melalui proses vacuum filtration menggunakan dua lembar kertas Whatman. Setelah disaring, partikel nZVI dicuci tiga kali menggunakan 25ml etanol teknis lalu nZVI dikeringkan pada suhu 323K selama semalam. nZVI yang telah kering disimpan dalam wadah yang di dalamnya diberi lapisan tipis etanol.Reaksi pembentukan Fe0 dari senyawa FeCl36H2O dan dengan reduktor NaBH4 sebagai berikut :Fe3+ + 3e- Fe0E0 = +2,87 volt (7)BH4+ + 8OH- H2BO3- + 5H2O + 8e-E0 = +1,240 volt (8) +8Fe3+ + 3BH4- + 24OH- 8Fe0 + 3H2BO3- + 15H2O (9)

Gambar 2. Sintesis nZVI oleh Yuvakkumar

Untuk sintesis Fe0 menggunakan Fe3+ menghasilkan potensial reduksi reaksi total +4,11 volt. Hal ini menunjukkan bahwa kedua reaksi tersebut dapat berlangsung secara spontan.Walaupun metode sintesis yang dilakukan oleh Yuvakkumar (2011) berhasil menghasilkan nZVI, sayangnya metode ini memiliki beberapa kekurangan yaitu NaBH4 yang digunakan untuk mereduksi Fe(II) atau Fe(III) pada sintesis adalah senyawa yang berbahaya karena bersifat toksik, korosif, dan mudah terbakar, di samping itu NaBH4memiliki harga yang tinggi sehingga metode ini tidak ekonomis. Kekurangan lain dari sintesis nZVI menggunakan NaBH4 dihasilkannya produk samping berupa gas H2 yang bersifat eksplosif dan B(OH)3 yang beracun kelemahan lainnya adalah dengan terbentuknya B(OH)3, nZVI yang dihasilkan perlu dicuci akibat pencuian ini nZVI cenderung mudah terkorosi pada proses pencucian dan pengeringan.Hoag (2009) melakukan sintesis nZVI dengan metode yang lebih ramah lingkungan dengan menggunakan polifenol sebagai pengganti NaBH4 dalam proses sintesis. Pada sintesis yang dilakukan Hoag polifenol mereduksi garam Fe(II) atau Fe(III) sehingga didapat Fe(0). Polifenol pada sintesis Hoag berasal dari ekstrak teh hijau. Ekstrak teh hijau diperoleh dengan cara memanaskan 20g teh hijau dalam 1L air deionisasi pada suhu 80C. Selanjutnya campuran difiltrasi secara vakum sehingga didapat ekstrak teh hijau yang mengandung polifenol.Tahap berikutnya dari sintesis Hoag adalah meneteskan larutan FeCl3 ke dalam ekstrak teh hijau dengan perbandingan volume antara FeCl3 dan ekstrak teh hijau sebesar 2:1. Larutan FeCl3 dibuat dengan cara melarutkan 16,2g FeCl3 ke dalam 1L air deionisasi. Dari sintesis ini dihasilkan 66mM nZVI. Selain lebih ramah lingkungan metode sintesis Hoag lebih cost efficient dibanding sintesis menggunakan NaBH4 karena harga teh hijau lebih murah dibanding harga NaBH4. Kelebihan lain dari metode sintesis Hoag adalah nZVI yang dihasilkan lebih terlindung dari korosi karena nZVI yang dihasilkan tidak melalui tahap pencucian serta polifenol berperan capping agent sehingga nZVI terlindung dari korosi selama proses pengeringan dan selama penyimpanan.

2.1.2.3. Karakterisasi nZVIUntuk mengetahui sifat-sifat nZVI hasil sintesis perlu dilakukan karakterisasi. Ukuran nanopartikel yang sangat kecil memerlukan karakterisasi yang berbeda dengan mikromolekul pada umumnya. Karakterisasi nZVI dapat dilakukan secara fisiologi dan struktur fisik. Poole & Owens (2003) membagi metode karakterisasi fisik nanopartikel menjadi tiga macam yaitu metode kristalografi, mikroskopi, dan spektroskopi. Kristalografi dengan menggunakan sinar X sangat berguna untuk mengidentifikasi kristal isomorfik yaitu kristal yang memiliki kesamaan struktur tetapi berbeda dalam pola-pola geometrisnya. Metode mikroskopi dapat digolongkan menjadi mikroskop elektron transmisi, mikroskop elektron payar, dan mikroskop medan ion. Umumnya karakterisasi nZVI dilakukan untuk mengetahui struktur molekul atau morfologi, komposisi, titik leleh, titik didih, tekanan uap, pH, kelarutan, luas permukaan, kelarutan, distribusi ukuran partikel, agregasi, analisis permukaan air, zeta potensial, kelembaban, potensi adsorpsi, ketajaman dan ukuran permukaan interaktif. Pada penelitian ini karakterisasi dilakukanuntuk mengetahui kadar besi, luas permukaan nanopartikel hasil sintesis, dan kemampuan adsorpsi dari nanopartikel hasil sintesis. Untuk mengetahui kadar besi dan komposisi nanopartikel digunakan AAS. XRD dan XPS digunakan untuk komposisi dari nanopartikel. Untuk mengetahui luas permukaan dari nanopartikel digunakan metode BET.

2.1.2.3.1. Penentuan Komposisi Kristal dengan X-Ray Diffractometer (XRD)

XRD atau X-ray diffractometer merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi sampel berupa padatan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X. Sinar-X yang dipancarkan akan dihamburkan (difraksi) oleh kisi-kisi yang terdapat di antara atom-atom. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatik sinar-X pada kisi tersebut memberikan suatu interferensi konstruktif. Dasar dari penggunaan XRD untuk mempelajari suatu kisi kristal adalah persamaan Bragg, yaitu:n. = 2d sin (10)dengan:n: orde pembiasan (1,2,...): panjang gelombang sinar-X yang digunakan (nm)d: jarak antara 2 bidang kisi: sudut sinar datang dengan normal

Gambar 3. Skema XRD https://www.jiscmail.ac.uk/cgi-bin/webadmin?A2=xrd;b01ba668.1205

Gambar 4. Instrumen XRD http://www.utc.edu/Faculty/Jonathan-Mies/xrd/restricted/xrd_parts.jpg

Berdasarkan persamaan Bragg jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal akan menghamburkan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama besar dengan jarak antar-kisi pada kristal tersebut. Sinar yang dihamburkan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi dan dapat ditentukan komposisi besi yang terdapat pada nZVI hasil sintesis. Puncak yang didapatkan dari data pengukuran kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards). Semakin banyak bidang kristal yang terdapat pada sampel maka semakin kuat intensitas penghamburan yang dihasilkan (Li et al., 2006).

Gambar 5. Hasil XRD nZVI oleh Li et al. (2006)

2.1.2.3.2. Penentuan Kadar Logam dengan Atomic Absorbance Spertrophotometer (AAS)Atomic Absorbance Spertrophotometer (AAS) atau Spektrofotometri Serapan Atom adalah suatu teknik untuk menentukan konsentrasi unsur logam tertentu dalam suatu sampel. AAS pertama kali dikembangkan oleh Walsh, Alkamede, dan Melatz pada 1955. Sampel yang dianalisis pada AAS harus dalam fasa cair (dilarutkan terlebih dahulu). Pada AAS, pertama sampel yang berupa cairan dilewatkan melalui pipa kapiler yang terdapat pada instrumen. Setelah melalui pipa kalier, sampel dialirkan menuju nebulizer, pada nebulizer sample disemprotkan sehingga berupah menjadi titik-titik cairan (spray). Setelah diubah menjadi titik-titik cairan, sample dilewatkan pada nyala api, pada tahap ini terjadi tiga peristiwa, yaitu: pelarut teruapkan, senyawa yang terdapat pada sampel terdekomposisi, dan senyawa diubah menjadi bentuk atomnya. Selanjutya gelombang elektromagnetik dilewatkan sehingga sebagian panjang gelombang diserap dan gelombang yang dilewatkan ditangkap oleh detektor. Dengan demikian, melalui AAS dapat diketahui jenis dan konsentrasi logam yang terdapat pada sampel.

Gambar 6. Komponen dasar AAS

2.1.2.3.3. Penentuan Komposisi Permukaan menggunakan X-Ray Photoelecrtron Spectrophotometer (XPS)

Gambar 7. Skema XPShttp://www.crc.tum.de/fileadmin/w00bgo/www/03_People/Guenther/guenther1web.jpg

XPS atau X-ray photoelectron spectrophotometer adalah alat yang digunakan untuk mengetahui komposisi permukaan dari suatu material. Prinsip kerja XPS adalah mendeteksi eksitasi elektron pada permukaan material akibat radiasi radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X. Sinar-X yang dipancarkan akan mengeksitasi elektron dari atom pada permukaan material. Elektron yang dieksitasi akan ditangkap oleh detektor yang kemudian akan diterjemahkan sebagai grafik. Melalui analisis menggunakan XPS dapat diketahui komposisi dari permukaan nZVI. Contoh hasil XPS dari nZVI adalah sebagai berikut:

Gambar 8. Hasil XPS pada nZVI oleh Li et al. (2006)

2.1.2.3.4. Penentuan Luas Permukaan nZVI dengan metode BETTeori BET diperkenalkan pada tahun 1938 oleh Stephen Brunauer, Paul Emmet, dan Edward Teller (Labib, 2010). Teori ini menjelaskan fenomena adsorpsi pada permukaan adsorben zat padat. Luas permukaan pada zat padat seperti nZVI sangat mempengaruhi kuantitas adsorbat yang diadsorpsi seperti timbal. Semakin besar luas permukaan nZVI maka semakin besar kuantitas adsorbat yang dapat diadsorpsi. Luas permukaan nZVI akan semakin besar jika ukuran partikel nZVI semakin kecil.

Gambar 9. Instrumen BET Micromeritics ASAP 2010http://www.ou.edu/engineering/nanotube/bet.htm

Gambar 10. Skema BEThttp://cnx.org/content/m38278/latest/?collection=col10699/latest

Sebelum dilakukan analisis menggunakan metode BET, sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu di degassing agar tidak ada molekul gas yang menmpel pada permukaan sampel. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam chamber dan dialiri gas dengan jumlah tertentu. Gas digunakan adalah gas inert seperti nitrogen dan argon. Gas yang dialirkan memiliki tekanan sebesar P0 dan suhu analisis diatur agar konstan pada -195C. Sebagian gas yang dialirkan akan teradsorpsi pada permukaan adsorben hingga seluruh permukaan adsorben tertutupi oleh gas yang dialirkan akibatnya jumlah molekul yang bergerak dalam chamber makin berkurang sehingga tidak terjadi lagi adsorpsi gas pada sampel yang dianalisis dan tekanan pada chamber tidak mengalami perubahan. Keadaan ini disebut tekanan kesetimbangan P.Perbedaan tekanan awal (P0) dengan tekanan kesetimbangan (P) memberi informasi mengenai jumlah atom gas yang diadsorpsi oleh permukaan sampel adsorben sehingga luas permukaan nZVI dapat diketahui.

2.1.3 Pencemaran Air Pencemaran airadalah keadaandimanabahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan alami air. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaanpestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan air sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkutminyak, air limbah daritempat penimbunan sampahserta limbahindustriyang langsung dibuang ke sistem perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu (illegal dumping).Terdapat tiga parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran air yaitu biological oxygen demand, chemical oxygen demand, dan dissolve oxygen.Biological oxygen demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik pada suhu 20C. Oksidasi biokimia ini merupakan proses yang lambat. Chemical oxygen demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi dengan menggunakan kalium bikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. Dissolve oxygen (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air (Rukaesih, 2004).

2.1.4 Remediasi Air Kontaminan yang terdapat pada air akan membahayakan makhluk hidup sehingga perlu dilakukan remediasi. Remediasi air adalah kegiatan untuk membersihkan air dari kontaminan sehingga kadar kontaminan pada air tidak membahayakan makhluk hidup. Ada dua jenis remediasi air, yaitu insitu (atauon-site) dan exsitu (atauoff-site). Pembersihaninsituadalah pembersihan air dari kontaminan yang dilakukan secara langsung pada lokasi yang tercemar. Pembersihan ini umumnya lebih murah dan lebih mudah. Pembersihanexsituadalah pembersihan air dari kontaminan yang tidak dilakukan langsung pada lokasi yang tercemar. Pembersihan ini umumnya lebih rumit dan lebih mahal. Pembersihanoff-sitemeliputi pengangkutan air yang tercemar dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu, di daerah aman, air tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, air tersebut disimpan di wadah yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke wadah tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Secara umum, teknik remediasi air dibagi menjadi 5 yaitu fitoremediasi, bioaugmentasi, teknik injeksi gas, teknik pengendapan kimia, dan teknik pompa dan olah (USEPA, 2000). Fitoremediasi (phytoremediation) merupakan teknik remediasi secara in situ yang menggunakan tanaman untuk mengabsorpsi kontaminan dari air sehingga didperoleh air yang terbebas dari kontaminan dan kontaminan terakumulasi pada jaringan tubuh tumbuhan. Bioaugmentasi (bioaugmentation) merupakan teknik remediasi in situ yang memanfaatkan mikroorganisme untuk menghilangkan polutan dari air yang tercemar, dengan teknik ini, mikroorganisme akan menggunakan polutan dalam melakukan metabolisme sehingga polutan yang larut akan diubah menjadi biomass yang dapat dipuisahkan dari air melalui proses mekanik. (USEPA, 2000) Teknik injeksi gas (ozone gas injection) merupakan teknik remediasi in situ yang efisien dan cost effective.Pada teknik ini dilakukan injeksi ozon (O3) pada air yang tercemar kontaminan organik seperti pestisida. Ozon merupakan suatu oksidator yang dapat mengoksidasi kontaminan organik pada air sehingga kontaminan yang semula bersifat toksik menjadi tidak membahayakan. Teknik pengendapan kimia (chemical precipitation) merupakan teknik remediasi yang dapat dilakukan secara in situ maupun ex situ. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk meremediasi air yang tercemar. Prinsip dari teknik pengendapan kimia adalah reaksi redoks, kontaminan yang terlarut akan direduksi menjadi bentuk yang mengendap dan tidak membahayakan, endapan yang diperoleh selanjutnya difiltrasi sehingga air terbebas dari polutan. Teknik pompa dan olah (pump and treat) adalah teknik remediasi ex situ yang biasa diaplikasikan untuk air tanah. Pada teknik ini, air yang tercemar dipompa ke permukaan untuk diolah, setelh diolah air dikembalikan lagi ke dalam tanah. Teknik ini dinilai kurang efektif terutama bila daerah disekitar perairan juga ikut tercemar (USEPA, 2000).

2.1.5 AdsorpsiAdsorpsiadalah merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada permukaan padatan dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan tersebut (Robert, 1981). Adsorpsi dapat pula didefinisikan sebagai terikatnya ion-ion bebas dalam medium air oleh adsorben (Kusnaedi, 2010). Pada proses adsorpsi terdapat dua istilah yang sering digunakan yaitu adsorbat dan adsorben. Adsorbat adalah senyawa yang teradsorp atau senyawa yang akan dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan adsorben, sedangkan adsorban adalah merupakan suatu media penyerap yang dalam (Weber,1972). Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelarutan adsorbat, pH sistem, temperatur sistem, keberadaan zat terlarut selain adsorbat, jenis adsorben, dan waktu kontak. Molekul-molekul adsorbat dapat menempel pada permukaan adsorben akibat adanya energi permukaan (surface energy).

Gambar 11. Adsorpsi

Berdasarkan perbedaan besarnya gaya tarik-menarik antara adsorben dan adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu adsorpsi fisik (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemosorption). Adsorpsi fisik adalah proses adsorpsi yang diakubatkan terjadinya gaya van der Waals antara adsorbat dan adsorben. Gaya van der Waals adalah suatu gaya yang lemah sehingga adsorbat dapat bergerak bebas pada permukaan adsorben dan adsorbat dapat kembali lepas dari permukaan adsorben dengan demikian dapat dikethui bahwa adsorpsi fisik merupakan suatu proses reversible atau dapat balik dan dapat terbentuk beberapa lapis adsorbat pada permukaan adsorben. Adsorpsi fisik sangat dipengaruhu oleh suhu , semakin tinggi suhu maka semakin sedikit adsorbat yang teradsorpsi. Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat (terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan kimia),Pada proses ini molekul-molekul adsorbat tidak dapat bergerak bebas pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi kimia umumnya bersifat irreversible atau tidak dapat balik dan hanya terbentuk satu lapisan adsorbat pada permukaan adsorben. Proses adsorpsi kimia umumnya membutuhkan energi aktivasi, sehingga semakin tinggi suhu semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi.

2.1.6 Isoterm AdsorpsiIsoterm adsorpsi adalah persamaan yang menyatakan hubungan spesifik antara konsentrasi adsorbat (fasa teradsorpsi) dan distribusinya pada permukaan adsorben pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi juga menunjukkan jumlah zat yang dapat diadsorpsi oleh adsorben dengan tekanan dan konsentrasi kesetimbangan pada suhu konstan. Kesetimbangan adsorpsi digambarkan dengan persamaan isoterm. Parameter pada persamaan isoterm menunjukkan sifat permukaan dan afinitas dari adsorben. Beberapa penelitian dilakukan untuk menyelidiki isoterm adsorpsi antara ion logam pada pH optimum, jumlah adsorben dan waktu kontak dengan mengubah konsentrasi ion awal dalam larutan dalam rentang 5-50 mg/L (Cornell University, 2013). Grafik pada isoterm adsorpsi merupakan plot antara Ce (konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L)) dan qe (jumlah adsorbat yang teradsorpsi per unit bobot adsorben pada kesetimbangan (mg/g) ).Terdapat beberapa jenis persamaan isoterm adsorpsi. Tipe isoterm adsorpsi yang sering digunakan secara luas adalah isoterm Langmuir, isotem Freundlich, dan isoterm BET (Subramanyam & Das, 2009).

Gambar 12. Grafik Isoterm Adsorpsihttp://ceeserver.cee.cornell.edu/jjb2/cee6560/8-Adsorption.ppt.

2.1.7 Isoterm LangmuirIsoterm adsorpsi Langmuir merupakan penggambaran proses adsorpsi yang didasarkan pada asumsi adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer), panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, semua bagian dan permukaann adsorben bersifat homogen, dan sejumlah tertentu tapak aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau ion.

Gambar 13. Model Isoterm Langmuirhttp://www.jhu.edu/~chem/fairbr/OLDS/derive.html

Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dangan molekul-molekul yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut (Cornell University, 2013).:

(11)dengan, qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi per unit bobot adsorben pada kesetimbangan (mg/g), Qa0 merupakan kapasitas adsorpsi maksimum tiap lapisan (mg adsorbat/g adsorben), Ce adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L), dan K merupakan konstanta yang berhubungan dengan energi bebas adsorpsi (L/mg).Persamaan Langmuir juga digunakan untuk memperoleh nilai RL, yang menggambarkan dimensi parameter kesetimbangan atau faktor pemisahan dengan persamaan (Cornell University, 2013): (12)berdasarkan nilai RL, bentuk isoterm dapat ditafsirkan sebagai R>1 menggambarkan adsorpsi yang kurang baik, R=1 adsorpsi linear, 0