13
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU GEOLOGI (DARI FIXIST- MOBILIST KE TEKTONIK LEMPENG) Dibuat oleh: IMANUEL SERU (NPM: 270120140009) Dibuat untuk memenuhi tugas ke-2 mata kuliah GEODINAMIKA LANJUT (Q20A.102) Dosen Pengajar: DR. IR. NANA SULAKSANA, MSP IR. ISMAWAN, M.T PASCA SARJANA (S2) - TEKNIK

Sejarah Perkembangan Ilmu Geologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah Perkembangan Ilmu Geologi

Citation preview

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU GEOLOGI(DARI FIXIST- MOBILIST KE TEKTONIK LEMPENG)

Dibuat oleh:IMANUEL SERU (NPM: 270120140009)Dibuat untuk memenuhi tugas ke-2 mata kuliahGEODINAMIKA LANJUT (Q20A.102)Dosen Pengajar:

DR. IR. NANA SULAKSANA, MSP IR. ISMAWAN, M.T

PASCA SARJANA (S2) - TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN19 Desember 2014SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU GEOLOGI(DARI FIXIST- MOBILIST KE TEKTONIK LEMPENG)

PendahuluanSebelum sampai pada penemuan teori yang bersifat umum tentang Bumi, lebih dulu berkembang faham Fixist dan Mobilist yang masing-masing memiliki beberapa hipotesis yang saling terpisah. Faham Fixist menyandarkan pada adanya gerakan vertikal pada kulit Bumi, menganggap bahwa kerak Bumi (crust) menetap di suatu tempat (fixed). Beberapa hipotesis yang muncul dari adanya faham ini diantaranya Kontraksi, Ekspansi Benua, Undasi dan Geosinklin. Faham Mobilist didasarkan atas adanya gerakan lateral pada kulit Bumi, dengan dua hipotesisnya yang terkenal, yaitu Apungan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).Faham FixistDalam ilmu Geologi, jejak-jejak penemuan pertama kali dibuktikan dalam sketsa tinta seniman besar Leonardo da Vinci (14521519), yang secara hati-hati menggambarkan bentuk badan batuan dalam sketsa untuk memahami bentuk alami Bumi (Gambar 1). Kemudian pada abad 17, datanglah deskripsi pertama dedormasi batuan. Nicholas Steno (16311686) menguji singkapan- singkapan dimana perlapisan batuannya tidaklah horizontal, dan beranggapan bahwa lapisan (strata) tersebut tidak berposisi lapisan horizontal dan pasti telah berubah posisi (dislokasi) karena sesuatu hal. Mungkin pernyataan Steno ini untuk menyebutkan bahwa secara prinsip struktur geologi adalah horizontal. Pada awal abad 18, kemudian kompleksitas batuan di rentang pegunungan seperti Alpen dikenal secara luas dan membutuhkan penjelasan (Gambar 2).

Jejak penemuan kemudian semakin cepat dalam periode setengah abad 18 hingga 19. Dalam teorinya Theory of the Earth with Proofs and Illustrations, James Hutton (17261797) mengusulkan konsep uniformitarianism dan memberikan penjelasan asal muasal unconformities. Sejak publikasi bukunya pada 1785, ada sebuah grup ilmuan yang menamakan diri mereka ahli geologi (geologists). Para ahli geologi ini menentukan geometri struktur pada rentang pegunungan, mempelajari bagaimana membuat peta geologi, menemukan proses yang terlibat dalam formasi batuan, dan menebak asal muasal spesifik struktur dan rentang pegunungan pada umumnya.

Ide-ide tentang asal muasal pembentukan pegunungan kemudian berkembang. Pertama, rentang pegunungan diperkirakan terbentuk sebagai akibat dorongan vrtikal (vertical push)

Gambar 1. Sketsa yang dibuat oleh Leonardo da Vinci, memperlihatkan secara jelas detail lipatan perlapisan pegunungan di Italia (ca.1500 AD).

Gambar 2. Kenampakan dari udara pegununganAlpin Eropa (Perancis).dari bawah, mungkin berhubungan dengan intrusi lelehan batuan di sepanjang zon alemah yang sudah ada sebelumnya, dan terlipat, serta patah pada lapisan (strata) yang diakibatkan oleh gaya gravitasi (Gambar 3). Berikutnya, pentingnya gaya horizontal (horizontal forces) kemudian ditekankan, dan para ahli geologi berspekulasi bahwa rentang pegunungan dan komponen strukturnya mencerminkan (teori) kontaksi dari Bumi yang dihasilkan dari pengaruh pendinginan yang menerus (progressif).

Gambar 3. Model perkembangan pegunungan dan deformasi yang berhubungan. Pengangkatan disebabkan oleh intrusi inti batuan beku, dan perlipatan dihasilkan dari0020 pergerakan turunnya pada arah lereng.Pada model ini, penyusutan Bumi telah membawa kepada bentuk kerut pada permukaan. Dari Eropa, ahli geologi Austri, Edward Suess (1831-1914) mempopulerkan gambar Bumi sebagai buah apel yang kering; teorinya dibahas secara luas dan diterima di Eropa, tetapi di Amerika Utara, ahli geologi James Dwight Dana (1813-1895) telah mengembangkan versi contraction yang berbeda. Dana berpendapat bahwa benua telah terbentuk pada tahap awal sejarah Bumi, saat mineral temperatur rendah seperti kuarsa feldspar dipadatkan. Kemudian Bumi terus mendingin dan mengkerut sampai mineral-mineral temperatur tinggi seperti olivin dan piroksen akhirnya dipadatkan. Saat pengkerutan Bumi berlanjut (setelah sebelumnya padat) permukaannya mulai berubah bentuk (deformasi). Batas- batas antara benua dan lautan adalah yang mengalami tekanan paling besar, dilihat dari konsentrasi pegunungan disepanjang tepi benua (teori permanence).

Di Amerika Utara, teori permanence dihubungkan dengan teori geosynclines, dikembangkan oleh Dana dan James Hall. Salah satu penemuan yang dikenal (sekitar 1850) adalah oleh James Hall (18111898) bahwa lapisan Paleozoic di pegunungan Appalachian Amerika Utara kebanyakan terdiri

dari tahapan perlipatan pada bentuk batuan sedimen perairan dangkal, yang tebalnya beberapa ribu kaki. Bagaimana bisa batuan tersebut terlipat dan terangkat ke pegunungan? Pada 1947, George Marshall Kay (1904-1975) menafsirkan bahwa asal muasal (Early Paleozoic) lipatan pegunungan Appalachian adalah sebagai suatu geosyncline yang memiliki bagian dalam yang miogeosynclinal, seperti pada deskripsi geosyncline klasik oleh Hall in 1859, menumpuk di landas kontinen, dan merupakan bagian eugeosynclinal luar yang terakumulasi di dasar laut dalam. Kay dalam Geological Magazine 1967, dengan konsep deterministik geosynclines dan siklus tektonik. Lempeng tektonik memungkinkan untuk interpretasi jauh lebih lengkap dari sedimentasi marjin benua dan orogenesis dalam hal fragmentasi benua, driftings, dan tabrakan.

Penemuan ini kemudian telah membawa kepada perkembangan teori geosyncline, suatu model cekungan-cekungan sedimen dalam, yang disebut geosynclines, tersusun kedalam rentang pegunungan. Hipotesis Undasi didasarkan pada hasil pemikiran Stille (1924) dan Erich Harman (1930) yang kemudian dikembangkan oleh van Bemmelen dari tahun 1933 sampai 1960-an atas dasar penelitian geologi di Indonesia.

Faham MobilistTeori contraction dan geosynclinal, atau dan beberapa kombinasinya, diterima secara luas hingga akhir 1960-an. Kemudian pemahaman oleh Alfred Wegener (18801930), Arthur Holmes (18981965), dan Harry Hess (19061969) telah membawa kepada formulasi model yang sangat berbeda.

Holmes (seorang ahli geologi Inggris), berpendapat bahwa kekuatan pendorong adalah arus konveksi di dalam mantel. Dia berpendapat bahwa panas radiogenik akan menghasilkan arus konveksi: pegunungan dasar laut adalah situs arus konveksi upwelling, di mana benua terbelah, dan samudera dalam (geosynclines) adalah situs arus downwelling. Perkembangan pada kerja dari teori Alfred Wegener (1912) yaitu Teori Apungan Benua (continental drift theory), Gambar 4, dan Arthur Holmes yaitu model mantle convection. Wegener menyatakan bahwa pada 250 juta tahun yang lampau semua benua dan pulau-pulau yang ada saat ini asalnya satu daratan raksasa. Sekitar 200 juta tahun yang lalu daratan raksasa mulai retak dan terus bergerak (mengapung) yang diantaranya menyebabkan terjadinya Benua Amerika dan Afrika yang terpisah, serta benua-benua lainnya. Teori Apungan Benua ini mendapat kritikan dari ahli geologi Amerika serta beberapa reaksi pedas (dari penganut Fixist). Perdebatan pun terjadi.

Kemudian pada 1950-an, teori Apungan Benua (continental drift) dihidupkan kembali oleh ahli geofisika berkebangsaan Inggris yang mempelajari magnetisme batuan untuk memahami medan magnet Bumi. Ditemukan bukti bahwa batuan telah berpindah relatif terhadap kutub magnet Bumi,

sehingga baik benua atau kutub telah berpindah. Awalnya ahli geofisika lebih reseptif terhadap gagasan mengembara kutub, tetapi dengan akhir 1950-an bukti komparatif dari India dan Australia menunjuk ke arah perbergerakan benua. Terinspirasi oleh hasil ini, ahli geologi Amerika Harry Hess (1906-1969) menghidupkan kembali gagasan sebelumnya yang diusulkan oleh Arthur Holmes: bahwa arus konveksi melaju gerakan benua.

Gambar 4. Konsep super kontinen menurut Wegener (1912).Rekan Hess, Robert Dietz (1914-1995) kemudian mengusulkan ide yang revolusioner yaitu mobile seafloor (seafloor spreading hypothesis) yang kemudian membawa kepada formulasi teori tektonik lempeng (plate tectonic theory). Pada teori ini, Bumi terdiri dari beberapa lempeng padat yang berubah pada ruang dan waktu. Interaksi antara lempeng-lempeng tersebut memberikan penjelasan yang mempersatukan keberadaan rentang pegunungan, cekungan laut, gempa bumi, gunung api, serta fenomena geologi yang sebelumnya terpisah satu sama lainnya. Interpretasi Dietz kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan langsung dari dasar laut. Sementara itu, ahli geofisika telah menunjukkan bahwa medan magnet Bumi telah berulang kali dan sering terbalik polaritasnya. Pembalikan magnetic ditambah penyebaran dasar laut ditambahkan ke hipotesis diuji, diusulkan secara independen oleh Kanada Lawrence Morley dan geofisika Inggris Frederick Vine dan Drummond Matthews: Jika dasar laut menyebar sedangkan medan magnet Bumi berbalik, maka basal membentuk dasar laut akan merekam peristiwa ini dalam bentuk rangkaian paralel 'garis' normal dan terbalik magnet batuan. Sejak Perang Dunia II, Amerika Serikat Office of Naval Research telah mendukung penelitian dasar laut untuk tujuan militer, dan volume besar data magnetik telah dikumpulkan. Ilmuwan Amerika dan Inggris meneliti data, dan sejak 1966, hipotesis Vine dan Matthews telah dikonfirmasi. Pada 1967-1968, bukti benua melayang (drifting continents) dan penyebaran dasar laut (spreding sea floor) disatukan ke dalam kerangka kerja global. Bekerja secara independen, Daniel P. McKenzie dan Robert L. Parker di Scripps Institution of Oceanography, dan Jason Morgan di Princeton University, menunjukkan bahwa data yang ada dapat digunakan untuk menganalisis gerakan kerak sebagai rotasi benda tegar pada bola. Hasilnya dikenal sebagai Lempeng Tektonik.

Pembukaan dan penutupan dasar samudera dikenal sebagai teori Lingkaran Wilson (Wilson Cycle), Burke et al., 1976, yang menyebutkan J. Tuzo Wilson adalah yang pertama kali menjelaskannya pada

1966. J. Tuzo Wilson juga lah yang memperkenalkan istilah transform faults pada literatur geologi pada awal 1960-an, yang adalah kategori ke tiga dari batas lempeng (plate boundary pertama, batas konvergen, kedua, batas divergen).

Global Tektonik LempengSejak awal 1970-an atau akhir 1960-an pertentangan yang keras antara faham Fixist dan Mobilist akhirnya reda. Kata Global Tektonik Lempeng selanjutnya lebih dikenal dengan istilah Tektonik Lempeng (Plate Tectonics). Teori ini bukan hanya merevisi total faham Fixist seperti Geosinklin dan Undasi, tetapi juga sebagai pengembangan dari faham Mobilist, tampak jelas merupakan kolaborasi setidaknya antara hipotesis Continental Drift dengan Sea Floor Spreading. Oleh karena itu lahirnya konsep ini sebenarnya telah dimulai sebelum 1970, setidaknya setelah R.S. Dietz (1961) dan Hari Hess (1962) mengemukakan mengenai mekarnya lantai samudera.

Dengan teori yang bersifat umum maka akan mampu menjelaskan tatanan Bumi secara utuh sebagai satu kesatuan sistem, sehingga dapat diketahui bahwa pada hakekatnya semua yang ada di Bumi ini bersifat dinamis dan saling bertautan. Dengan demikian proses yang terjadi pada setiap elemen / bagian dari Bumi memberikan akibat pada elemen / bagian Bumi yang lainnya, baik secara sederhana maupun rumit. Teori ini dikenal dengan nama Global Tektonik Lempeng (Global Plate Tectonics), merupakan salah satu dari dua revolusi ilmiah dalam bidang geologi yang telah menyegarkan semua ilmu tentang Bumi, dan menjebol sekat-sekat lama yang memisahkan antar berbagai disiplin ilmu.

Ringkasan Analisa Tektonik Sangihe - Sulawesi UtaraBusur kepulauan vulkanik Sangihe memanjang ke utara melebihin 40 km dari lengan timur laut Sulawesi ke Mindanao di bagian selatan Filipina. Busur tersebut terletak dekat dengan batas bagian timur lempeng Eurasia dan akibat dari subduksi yang miring ke barat dari lempeng mikro Molucca Sea di bawah busur di sepanjang palung Sangihe Timur. Proses-proses subduksi membentuk busur magmatik berumur tersier-kuarter yang termasuk kepulauan Sangihe juga menghasilkan perkembangan sabuk metalogenik utama yang dicirikan oleh beberapa endapan logam dasar dan berharga. Endapan-endapan tersebut dalam lingkunan ini termasuk adalah: Gunung Pani (epithermal low sulphidation), Tombulilato (porphyry Cu-Au), Mesel (sediment-hosted Au), Toka Tindung (epithermal low sulphidation Au-Ag), dan Tampakan-Mindanao (porphyry Cu-Au).Endapan epitermal adalah hasil dari magmatisme langsung yang terbentuk pada suatu level kerak bumi yang dangkal (kurang dari 3000 kaki dari permukaan), dan temperatur rendah (50 C 200 C).

DAFTAR PUSTAKA1. Ben A. van der Pluijm., Stephen Marshak., 2004. Earth Structure, an introduction to structural geology and tectonics, 2nd edition. W. W. Norton & Company, Inc., United States of America.

2. Condie, K. C., 1997. Plate Tectonics and Crustal Evolution, 4th edition. New Mexico

Institute of Mining and Technology, Socorro, New Mexico.

3. Caracle Creek International Consulting Inc., 2010. Independent Technical Report, Sangihe

Island, North Sulawesi, Indonesia. EAST ASIA.

4. F. Park, Charles., MacDiarmid, R. A., 1970. Ore Deposits. W. H. Freeman and Company, San Fransisco, United States of America.

5. Mulyo, Agung. Sejarah Perkembangan Geologi (1), dari fixist- mobilist ke global tektonik.

Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran.

6. Oreskes, Naomi., 2002. Continental Drift. University of California, San Diego,