124
Sejarah Budaya Kabupaten Klaten Purwadi 2020

Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

  • Upload
    others

  • View
    46

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

Sejarah Budaya

Kabupaten Klaten

Purwadi

2020

Page 2: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| ii

SEJARAH BUDAYA KABUPATEN KLATEN Penulis: Purwadi Cover & isi: Omahdesign ISBN: 978-623-94193-7-0 Cetakan I, Desember 2020 Penerbit: Bangun Bangsa Jl. Kakap Raya 36 Minomartani, Yogyakarta Email: [email protected]

Page 3: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

iii |

KATA PENGANTAR

Masyarakat Klaten selalu mewarnai perjalanan sejarah kebudayaan Jawa. Telah muncul tokoh terkemuka yang berpengaruh dalam bidang pemikiran. Ambil contoh pujangga kraton Surakarta Hadiningrat, yakni Raden Ngabehi Ranggawarsita. Lewat karya-karyanya peradaban Jawa dianyam menjadi lebih agung dan anggun.

Dalam bidang kesenian Ki Nartasabda menjadi pelaku utama. Pembaharuan dalam seni pedalangan mendapat sambutan hangat dikalangan masyarakat. Lagu-lagu ciptaan Ki Nartasabda mengandung unsur pembinaan mental spiritual. Pada umumnya lagu karya Nartasabda selaras dengan irama musik gamelan.

Pembinaan seni budaya di Kabupaten Klaten berhu-bungan dengan faktor kesejarahan yang telah berkembang. Kesadaran sejarah budaya ini membuat masyarakat Klaten giat dalam mewujudkan kesenian yang bermutu.

Klaten, 21 Desember 2020

Purwadi

Page 4: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii Daftar Isi iv BAB I Perkembangan Tradisi Ritual di Jatinom Klaten 1 BAB II Apresiasi Sejarah Sastra di Palar, Trucuk, Klaten 11 BAB III Warisan Ajaran Leluhur Masyarakat Klaten 27 BAB IV Pelestarian Upacara Wilujengan Masyarakat Klaten 43 BAB V Kegiatan Sejarah Ekonomi di Klaten Dengan Sentuhan Budaya 63 BAB VI Pengembangan Sejarah Kerajinan di Klaten Demi Melestarikan Budaya 81 BAB VII Pembahasan Kesenian Klaten Dari Masa Ke Masa 95

BAB VIII Pembinaan Seni Budaya Rakyat di Kabupaten Klaten 111 Daftar Pustaka 116 Biodata 120

Page 5: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

1 |

BAB I

PERKEMBANGAN TRADISI RITUAL

DI JATINOM KLATEN

A. Kepercayaan Masyarakat Tradisional Upacara tradisional yang diselenggarakan di daerah

Jatinom Klaten selalu diikuti oleh segenap lapisan masya-rakat. Bagi masyarakat umum dilaksanakannya upacara adat itu memiliki nilai filosofis kultural yang luhur.

Masyarakat Jawa tradisional menganggap bahwa tokoh yang punya karisma tinggi memiliki aura yang dapat mendatangkan keberuntungan. Dengan mengikuti upacara adat ini masyarakat akan mendapatkan berkah. Keyakinan itu berlangsung secara turun temurun.

Setiap tahun masyarakat Jatinom Kabupaten Klaten menyelenggarakan upacara adat Yaqowiyu. Upacara ini di-selenggarakan dalam rangka untuk menghormati jasa serta perjuangan Ki Ageng Gribig. Sebagai guru spiritual Ki Ageng Gribig mewariskan nilai keutamaan dan kebajikan.

Page 6: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 2

Upacara adat istiadat tradisional di Kabupaten Klaten sesungguhnya mempunyai akar historis, sosiologis dan filosofis. Masyarakat sebagai suatu organisme yang hidup bersifat dinamik, karena ia terdiri atas manusia-manusia yang dinamik. Karena itu masyarakat sesuai dengan dinamikanya, mempunyai gerak dan arah menuju ke cita-citanya. Masyarakat Jawa mengidam-idamkan adanya kehidupan yang aman-tenteram dan sejahtera, penuh kebahagiaan lahir dan batin.

Sultan Agung di Mataram sedang merasa susah hati karena mendengar laporan dari telik sandinya bahwa Raja Palembang di Pulau Sumatra hendak memberontak. Pe-nguasa negeri yang dibelah Sungai Musi itu menghentikan upeti persembahan kepada Mataram dan malah di-kabarkan hendak merebut tahta Mataram di Jawa. Sultan Agung kemudian mengheningkan cipta untuk memohon kepada Allah agar Mataram terhindar dari malapetaka.

Sekalipun bala tentara Mataram jauh lebih banyak, namun jika terjadi perang, tidak urung akan terjadi banyak korban di kedua belah pihak. Dalam puja semedi ini, muncul ilham dari ruh Sunan Kalijaga. Ruh Sunan Kalijaga menyarankan agar Sultan Agung pergi ke daerah hutan Merbabu. Di daerah ini, Sultan Agung akan menemukan seorang ulama yang akan mampu meredam niat raja Palembang. Peninggalan Ki Ageng Gribig ada tiga jenis,

Page 7: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

3 |

yakni kebudayaan, bangunan dan dongeng (Soerjanto Poespowardojo, 1993: 17).

Upacara Tradisional Yaqowiyu. Peninggalan yang bersifat kebudayaan yakni rangkaian upacara Yaqowiyu. Upacara ini mula pertamanya adalah majlis pengajian yang dikunjungi oleh umat Islam dan masyarakat sekeliling Jatinom (Abdul Hakim, 1982: 30). Ara-ara Tarwiyah, Ara-ara ini merupakan tanah lapang yang letaknya di ujung barat kota Jatinom.

Tempat ini terdapat mihrab yang digunakan untuk shalagt id setiap tahun. Di bawah mihrab dalam ara-ara ini ditanam segenggam tanah yang asalnya dari Padang Arafah Arab Saudi. Tanah ini diambil oleh Kyai Ageng ketika sedang mengumpulkan air untuk bekal wukuf di Arafah pada tanggal 8 Dzulhijah di mana para jama’ah haji mengumpulkan air sebanyak-banyaknya untuk persedian ketika melakukan wukuf.

Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi, maka rakyat tidak saja dapat menentukan sendiri melalui pemberdayaan masyarakat, melainkan yang utama adalah berupaya untuk memperbaiki nasibnya, sesuai dengan kepentingan dan potensi daerah melalui berbagai aktivitas pembangunan (Dewantoro, 2001: 23).

Masjid Alit dan Masjid Ageng, Peninggalan berupa masjid ada dua, yakni masjid alit dan masjid besar.

Page 8: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 4

Peninggalan berupa sendang ada beberapa buah, seperti Sendang Plampeyan, Sendang Caruwet, Sendang Suran, Sendang Soka, dan Sendang Brunyah. Selain itu pening-galan Ki Ageng Gribig yang lain adalah gua dan makam.

Makam beliau sampai saat ini masih banyak sekali yang mengunjungi untuk berziarah. Peninggalan Ki Ageng Gribig lain yang sampai saat ini adalah dongeng. Banyak dongeng rakyat yang berasal atau dihubungkan dengan Ki Ageng Gribig. Dongeng Bedug Jatinom. Raden Ngabehi Ranggawarsita menceritakan juga pertemuan antara Ki Ageng Gribig dengan Sultan Agung sebagai berikut: Ki Ageng Gribig pada suatu siang sedang mencoba bedug yang baru saja selesai dibuat (Anjar Any, 1983: 33).

Pada waktu itu siang hari saatnya Shalat Dhuhur. Suara bedug yang dipukul di Jatinom tersebut terdengar di Mataram yang jaraknya 40 km. Sultan segera mengutus seorang abdi untuk mencari suara tabuh itu. Suara itu akhirnya ditemukan di Jatinom. Pada waktu itu Ki Ageng Gribig sedang mengimami Shalat Dhuhur. Abdi itu kemudian menyampaikan undangan kepada beliau untuk menghadap Sultan Agung. Nilai tersebut sampai sekarang masih dipertahankan oleh segenap elemen pesantren pada khususnya dan masyarakat Klaten pada umumnya (Nadjamuddin, 2017: 109).

Page 9: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

5 |

Upacara tradisional adat Jawa dilakukan demi men-capai ketenteraman hidup lahir batin. Dengan mengadakan upacara tradisional itu, orang Jawa memenuhi kebutuhan spiritualnya, eling marang purwa daksina. Kehidupan ruhani orang Jawa itu memang bersumber dari ajaran agama yang diberi hiasan budaya lokal. Oleh karena itu, orientasi kehidupan keberagamaan orang Jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya.

Di samping itu, upacara tradisional dilakukan orang Jawa dengan tujuan untuk memperoleh solidaritas sosial, lila lan legawa kanggo mulyaning negara. Upacara tradisional juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang tercermin dalam ungkapan gotong-royong nyambut gawe. Dalam berbagai kesempatan, upacara tradisional itu memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang. Mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh para sesepuh dan pinisepuh masyarakat. Upacara tradisional juga berkaitan dengan lingkungan hidup. Masyarakat Klaten mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan dengan cara ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai kearifan lokal.

Menurut kepercayaan masyarakat Ki Ageng Gribig masih keturunan kerajaan Majapahit. Oleh karena itu segenap pengikutnya menganggap bahwa trah Majapahit

Page 10: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 6

yang sudah melakukan penyebaran agama itu dimuliakan upacara yaqowiyu. Bentuknya berupa pembagian apem pada masyarakat umum. B. Nilai Luhur Upacara Adat

Nilai luhur upacara adat tradisional dihayati oleh masyarakat Klaten yang berada di Jatinom. Tata cara tradisi yaqowiyu yang diselenggarakan untuk memuliakan Ki Ageng Gribig mengandung nilai filosofis yang dapat digunakan sebagai bahan renungan.

Oleh karena itu paparan ini menguraikan tata laksana upacara tradisional yaqowiyu secara sistematis, integral dan komprehensif. Masyarakat yang berbondong-bondong untuk ngalap berkah percaya bahwa keberadaan upacara tradisional ini akan membawa ketentraman.

Nilai luhur upacara adat hendaknya tetap dilestari-kan. Oleh karena upacara adat itu dapat meningkatkan jati diri serta kepribadian bangsa. Bagi generasi muda pe-laksanaan upacara adat merupakan sarana untuk membina karakter.

Pembinaan karakter masyarakat pada umumnya serta generasi muda pada khususnya menjadi wahana efektif untuk menjaga kualitas mental spiritual bangsa. Melalui media adat istiadat tradisional nilai luhur warisan

Page 11: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

7 |

nenek moyang akan menjadi mengokoh kepribadian tiap warga negara.

Pembangunan manusia seutuhnya merupakan ke-giatan menyeluruh yang meliputi aspek lahir batin jasmani dan rohani. Nilai kearifan lokal yang tersebar dari Sabang sampai Merauke merupakan anyaman yang dapat di-gunakan untuk menunjukkan identitas nasional. Upacara yang dilakukan di kawasan makam Ki Ageng Gribig merupakan sumbangan yang berharga buat penanaman budi pekerti luhur.

Ki Ageng Gribig segera menyanggupi dan akan datang pada pukul 21.00. Pada waktu malam harinya, Ki Ageng Gribig benar-benar berkunjung ke Mataram. Ketika itu Sultan Agung sedang tahlilan di Masjid Panepen. Keduanya berbincang-bincang tentang kenegaraan dan keislaman sampai pukul 03.00 dinihari. Ada lagi dongeng lain yang dihubungkan dengan tempat seperti cerita Asal Mula Sendang Plampeyan.

Suatu hari Ki Ageng Gribig sedang membicarakan tentang hukum Islam dengan ustadz Ibrahim (Soejadi, 1999: 15). Tetapi sulit diketemukan kesatuan pendapat antara keduanya. Masing-masing memiliki alasan yang kuat. Waktu shalat Dhuhur telah tiba. Maka keduanya segera mengambil air wudhu. Ustadz Ibrahim berwudhu ke sungai. Tapi Ki Ageng Gribig cukup menancapkan carang

Page 12: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 8

atau ujung batang bambu di pinggir masjid dan keluarlah airnya.

Dongeng lain sebagai peninggalan Ki Ageng Gribig adalah dongeng Asal Mula Banyu Malang. Cerita ini terja-dinya bersamaan dengan letusan gunung Merapi. Ki Ageng Gribig khawatir lahar Merapi akan menimpa penduduk Jatinom. Kemudian Ki Ageng Gribig berdoa dengan sujud di sebelah barat Ara-ara Tarwiyah memohon keselamatan. Dugaan kyai itu benar, lahar Merapi melewati Sungai Soka yang membentur tepat di ujung barat Ara-ara Tarwiyah.

Tidak diduga, tiba-tiba aliran itu berbelok ke ujung. Tempat belokan itu sekarang disebut Banyu Malang. Upacara ini diselenggarakan tiap pertengahan bulan Sapar dan selalu dijatuhkan pada hari Jum’at. Upacara ini pada intinya bertujuan untuk memperingati kedatangan Ki Ageng Gribig seusai menunaikan ibadah haji serta melan-jutkan tradisi “pengajian” yang biasa dilakukan Ki Ageng Gribig bersama murid-murid beliau. Kekuasaan negara mencari legitimasi yang benar dan mempersulit meraja-lelanya legitimasi-legitimasi ideologis (Magnis Suseno, 1994: 22). Beragam upacara tradisional di Kabupaten Klaten merupakan modal dasar untuk pembinaan mental spiritual masyarakat.

Penyebaran agama Islam yang dilakukan Ki Ageng Gribig selalu menggunakan adat istiadat tradisional.

Page 13: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

9 |

Upacara yaqqowiyu yang dilakukan secara turun temurun itu berlangsung terus hingga sekarang. Masyarakat Jatinom Klaten menyelenggarakan upacara ini secara rutin.

Page 14: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 10

Page 15: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

11 |

BAB II

APRESIASI SEJARAH SASTRA DI PALAR, TRUCUK, KLATEN

A. Menggali Keutamaan Hidup Apresiasi karya Ranggawarsita kerap dilaksanakan

di daerah Palar, Trucuk, Klaten. Adapun kegiatan seni bu-daya yang diselenggarakan oleh Paguyuban Putri Berkarya ini memiliki tujuan menggali ajaran luhur warisan pujang-ga Ranggawarsita. Menjadikan ajaran Ranggawarsita seba-gai panduan untuk membaca tanda-tanda zaman, yang sesuai dengan kepribadian luhur bangsa. Mencari butir-butir pemikiran dari pujangga masa lalu untuk memahami situasi terakhir, yang bersumber dari seni budaya tradisional.

Melestarikan pokok-pokok pikiran yang tersimpan dalam pustaka klasik, guna memperkaya kebudayaan nasional. Menyadarkan generasi muda untuk menghargai pemikiran masa silam, demi menyongsong masa depan

Page 16: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 12

yang lebih gemilang. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakikatnya adalah pembagian tugas dan wewenang secara bertangung jawab. Tujuannya adalah untuk melaksanakan pelayanan yang semakin dekat dan mudah bagi masya-rakat. Dengan demikian kesejahteraan rakyat dapat lebih ditingkatkan (Jimly Ashiddiqie, 2006: 12).

Serat Kalatidha merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa pendidikan moral. Isinya menggambarkan keadaan jaman edan. Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot, keadaan negara telah rusak, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi, sudah banyak yang meninggalkan aturan-aturan lama, orang cerdik cendekiawan terbawa arus kalatidha, suasananya mencekam, karena dunia penuh dengan kerepotan. Sebagai konsekuensi logis adalah perlunya dilakukan penataan terhadap berbagai elemen yang berkaitan dengan pemerintah daerah sebagai manisfestasi dari otonomi daerah (Ismawan, 2001: 4).

Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, Patih-nya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik, tapi segalanya itu tidak mencip-takan kebaikan, oleh karena daya jaman kala bendu, bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi, lain orang lain pikiran dan maksudnya.

Page 17: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

13 |

Serat Jaka Lodhang merupakan karya Ranggawar-sita dalam bentuk puisi tembang macapat. Jenis termasuk fiksi, berupa jangka atau lambang, isinya tentang ramalan jaman yang akan datang. Jaka Lodhang berayunan, kemudian duduk merentang kaki dan berkata dengan keras, ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan, bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah, sedangkan jurang yang curam akan tampil ke permukaan, karena kalah perang maka diusir dari negerinya. Tapi jangan salah terima menguraikan kata-kata ini, sebab bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung, akan tetap masih terlihat bekasnya. Lain sekali dengan jurang yang curam.

Serat Sabda Tama merupakan karya Ranggawarsita yang berisi tentang keutamaan hidup, nilai kebenaran dan keadilan diulas dalam bentuk tembang gambuh yang ber-nuansa riang gembira. Pujangga Ranggawarsita memberi nasehat selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi.

Timbul suatu keinginan, melahirkan perasaan de-ngan hati yang jernih, disebabkan ingin memberikan petuah-petuah, agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah. Diharap semuanya maklum, bahwa di jaman kalabendu sebaiknya mengurangi nafsu pribadi, yang akan membenturkan kepada kerepotan, karena hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk. Dengan mengingat adanya

Page 18: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 14

landasan etis tersebut segala persoalan akan dapat diatasi secara proporsional dan tidak sampai mengorbankan kepentingan orang banyak (Prabarini, 2001: 25).

Serat sabda jati merupakan karya pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita yang berisi tentang pendidikan budi pekerti luhur. Di dalamnya meliputi ajaran mental moral spiritual yang dipadukan dengan keyakinan orang Jawa. Sebagian masyarakat membacanya sebagai karya yang bernuansa magis, karena terdapat ungkapan yang bisa digunakan untuk membaca tanda-tanda jaman.

Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat ke-bajikan, agar mendapat kegembiraan, serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita, terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin. Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama, intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan di dalam hati, agar mudah menanggapi sesuatu. Sistem awal-akhir yang memahami bahwa awal yang buruk akan bermuara pada hasik akhir yang baik, dan sebaliknya awal yang baik justru menghasilkan buah yang buruk. Dengan demikian manusia akan mengalami hidup yang lengkap (Moedjanto, 1994: 63.)

Serat Pamoring Kawula Gusti merupakan karya Ranggawarsita yang bernuansa mistis, yakni jalan untuk memperoleh kesempurnaan. Kalau tahu Pamoring Kawula

Page 19: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

15 |

Gusti, serta Suksma yang dituju ada, oleh warna pada kamu tempatnya, seperti wayang kamu itu, dari dalang gerak wayang, padahal panggung itu jagat, seperti badan itu, bergerak jika digerakkan, pergerakannya tertatap men-dengar melihat, bertindak dan berkata.

Sama menguasai dikuasai, tak antara pamoring kar-sa, memang tanpa rupa, sudah ada pada dirimu, umpama paesan jati, yang berkaca Hyang Suksma, wayangan adalah, yang ada dalam kaca, yaitu kamu nama manusia, rupa dalam kaca. Keutuhan raja dan kraton bukan saja dapat dilihat sebagai refleksi dari keutuhan kekuasaan, akan tetapi juga mengungkapkan ada kesatuan dan keteraturan tata kosmos Sinuwun Paku Buwana IV yang mereplikasi-kan dirinya ke dalam bangunan kekuasan raja dan kraton (Fachry Ali, 1986: 42).

Serat Candrarini merupakan karya pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita yang memuat ajaran kewanitaan. Piwulang luhur tentang etika kewanitaan diperlukan agar masyarakat aman sejahtera dan damai. Pendidikan generasi muda tergantung pada kemampuan wanita dalam mengarahkan anak-anaknya. Pada hakikatnya orang Jawa lampau tidak membedakan antara sikap-sikap religius dan non religius. Bahkan interaksi-interaksi sosial sekaligus merupakan sikap terhadap alam. Sebaliknya sikap terha-dap alam sekaligus mempunyai relevan sosial. Antara

Page 20: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 16

pekerja, interaksi dan doa tidak ada perbedaan prinsip hakiki.

Ajaran tentang etika kewanitaan, digambarkan se-bagai seorang putri yang pintar berdandan agar tampak cantik jelita. Wanita mesti pintar merawat kecantikan. Keselarasan jagad raya ini banyak dipengaruhi oleh ke-mampuan wanita dalam mengelola keluarga.

Serat Wedharaga merupakan karya R.Ng. Rangga-warsita dalam bentuk puisi. Termasuk nonfiksi berupa pendidikan yang berisi uraian tentang nilai kependidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ki Pujangga memberi peringatan, tentang anak muda yang kegelapan hatinya karena tertutup, terlanjur menempuh dan melanggar kesopanan, tetap demikian karena terbiasa, akhirnya bahkan bertindak menjadi guru.

Konsep tentang kenegaraan dalam budaya Jawa bersifat simbolis. Dalam pengertian simbolis, kesatuan atau koordinasi ini dipahami sebagai hubungan harmonis antara jagat gedhe (tata kosmos) dan jagad cilik (manusia). Kesatuan keduanya ini merupakan tujuan akhir perjalanan manusia dalam kehidupan manusia (Budiono, 1992: 16).

Kadang-kadang berdukun, hatinya bernafsu sering menyatakan serba sanggup, janganlah demikian kalau boleh dinasehati, berbuatlah yang kira-kira patut, seperti apa yang biasanya dilakukan orang. Sistim” awal-akhir”

Page 21: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

17 |

yang memahami bahwa gejala awal yang buruk akan bermuara pada hasik akhir yang baik, dan sebaliknya gela awal yang baik justru menghasilkan buah yang buruk. Dengan demikian manusia akan mengalami hidup yang lengkap (Hadiwirjanto, 2002: 27). Pamoring kawulo Gusti menghendaki hubungan yang manunggal antara peme-rintah dengan rakyat.

Serat Cemporet merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi, berupa pendidi-kan moral, isinya menceritakan Raden Mas Jaka Pramana, seorang putra Pagelen, menikah dengan Rara Kumenyar, seorang anak angkat Ki Buyut Kumenyar. Songsonggora sebagai lambang keselamatan, bagaikan winidyan yang sesuai benar dengan apa yang diidam-idamkan, namun tetap ringa-ringa sewaktu menggubah, karena tidak memiliki kemampuan yang tinggi.

Sehingga terlebih dahulu harus mencari kerisauan batin, dan menjaga angkara murka, semoga terbebas dari kesedihan, agar jangan bingung dalam menyusun jalannya cerita ini, dan demikianlah cerita ini ginupita. Dalam menjalankan roda perekonomian, penguasa dihimbau untuk berhati-hati bila berhadapan dengan pengusaha yang memiliki kecenderungan berkolusi. Di situ terdapat pesan bahwa materialisme cenderung untuk menumbuh-

Page 22: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 18

kan sifat egoisme, melik nggendhong lali (Andi Harsono, 2006: 13).

Sesungguhnya buku cerita ini disusun atas kehen-dak Sri Baginda IX, yang bertahta di kerajaan besar Surakarta. Sri Baginda termasyhur di dunia karena kesaktiannya dan sebagai perujudan utama akan sifat-sifat utama, suci, berhati sabar, sentosa, pemurah serta tulus cintanya kepada rakyat, sehingga besar maupun kecil mereka semua mendoakan kesejahteraan kerajaan Sri Baginda.

Serat Supanalaya merupakan karya R.Ng. Rangga-warsita dalam bentuk puisi. Karya ini termasuk jenis termasuk nonfiksi. Isinya berupa uraian tentang filsafat kehidupan sehari-hari. Karya ini cocok digunakan untuk mencari nilai kebenaran dan keutamaan. Kitab ini sebenarnya adalah sama dengan risalah ketiga dari Suluk Supanalaya tersebut di atas.

Hanya dalam penerbitan Wiryapanitra ini, setiap bait diberi uraian tentang maksud ajarannya. Sebagaimana yang diketahui, kitab yang selesai ditulis pada hari Ahad tanggal 19 Besar 1735 tahun Dal Windu Sancaya Wuku Sungsang atau tahun 1808 Masehi ini, pada mulanya merupakan serat wewelar (pedoman/penuntun) bagi para pangeran dalam bentuk Sekar Macapat atau nyanyian yang dimasukkan dalam rumpun Macapat.

Page 23: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

19 |

Serat Sukma Lelana berarti pengembaraan jiwa untuk memperoleh kesempurnaan. Jalan kesempurnaan ini diperoleh dengan melakukan lara lapa tapa brata. Dengan disertai ilmu pengetahuan maka seseorang akan mencapai tingkatan rasa jati.

Dalam suluk Sukma Lelana memberi ajaran tentang syariat tarekat hakikat makrifat. Keempat ajaran itu harus dipahami sebagai satu kesatuan. Tak boleh dipisah-pisahkan agar kehidupan menjadi sempurna. Pesan-pesan moral dalam masyarakat Jawa disampaikan lewat media seni, dongeng, têmbang, pitutur, piwêling para orang tua secara turun-temurun. Hal ini bisa dilacak dengan banyak-nya sastra piwulang (Suyanto, 1985: 14).

Serat Jayengbaya merupakan karya Ranggawarsita yang terkait dengan ragam pekerjaan. Dalam memilih profesi hendaknya dilakukan dengan cara mantap dan sungguh-sungguh. Dijauhkan dari sifat bimbang dan ragu. Segala pekerjaan ada kurang dan lebihnya. Tembang dalam Serat Jayengbaya ini mengajarkan agar seseorang mau mantab saat bekerja. Tak usah silau dengan kerja pihak lain. Orang hidup itu sawang-sinawang. Lebih baik tekun dalam pekerjaan. Biar dapat hasil maksimal. Dimensi sosial nilai-nilai etis memberikan suatu kadar objektif yang jarang terdapat dalam bidang kreativitas yang pada dasarnya bersifat pribadi. Objektivitas ini merupakan suatu

Page 24: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 20

prasyarat bagi universalitas nilai-nilai etis (Sunoto, 1986: 23). Pengkajian nilai lokal itu dilakukan oleh masyarakat Klaten melalui pentas kesenian.

Perkembangan sejarah sastra yang diciptakan oleh para pujangga selalu disalin dari masa ke masa. Misalnya karya sastra ciptaan Empu Kanwa pada jaman Kerajaan Ka-huripan disalin oleh Paku Buwana III dengan judul Serat Wiwaha Jarwa. Masyarakat Klaten memberi apresiasi kar-ya pujangga ini dalam bentuk lakon Bagawan Mintaraga. B. Sarasehan Budaya Lokal

Sarasehan budaya lokal di Klaten kerap dilakukan di sanggar, paguyuban dan instansi pemerintah. Pertemuan abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat dilakukan di Pendapa Kabupaten Klaten. Harinya Sabtu Wage, 23 Fe-bruari 2019. Temanya: Dengan keterbukaan, kebersamaan, kekompakan kita lestarikan budaya yang bersumber dari Kraton Surakarta Hadiningrat. Sesantinya: saraya, setiya, rumeksa.

Wadah organisasi abdi dalem ini bernama Pagu-yuban Kawula Kraton Surakarta Hadiningrat disingkat PAKASA. Organisasi ini berdiri pada 1931 pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwana X. Warga Pakasa menjadi tulang punggung keberadaan Kraton Surakarta. Tiap Kraton Surakarta mempunyai hajad, dengan sukarela

Page 25: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

21 |

warga Pakasa berdatangan hadir, sowan untuk ngalap berkah. Grebeg Pasa, Grebeg Besar dan Grebeg Mulud mereka sowan dengan busana Jawa lengkap.

Pengetan Hadeging Kraton, Kirab Sura, Kirab Malem Selikur senantiasa hadir dengan riang gembira. Sedang acara nyadran di Imogiri dan Kota Gedhe mereka ndherek nyekar dengan kesungguhan.

Susunan pengurus Pakasa berpusat di Kraton Surakarta. Lantas dibentuk cabang per kabupaten. Untuk lokasi dekat seperti Klaten, Boyolali, Sragen, Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo merupakan kawasan basis yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan tinggi. Uba rampe dan perlengkapan kraton dikelola oleh mereka. Keadaan ini yang memperkokoh Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Cabang Pakasa yang punya solidaritas organisasi tinggi misalnya Pakasa Malang, Blitar, Ponorogo, Tuban, Purwodadi, Pati dan Semarang. Mereka warga Pakasa yang tinggal berjauhan dari pusat kebudayaan, namun memiliki militansi tinggi. Hati mereka sudah menyatu dengan Kraton. Bahkan orientasi spiritual mereka tertambat di Kraton Surakarta Hadiningrat. Jatidiri dipertahankan dengan penuh kebanggaan. Jawa Jawa kang kajawi, seolah-olah Kraton Surakarta menjadi pusat spiritual, yang menyelaraskan jagad gumelar jagad gumulung.

Page 26: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 22

Pimpinan pusat Paguyuban Kawula Kraton Sura-karta Hadiningrat sekarang dipegang oleh KP Dr Wirobhumi, SH. Alumni UNS dan Undip ini pengusaha dan aktivis yang cerdik, cekatan dan banyak gagasan segar. Di bawah kepemimpinan KP Dr Wirobhumi, SH, Pakasa berkembang pesat. Konsolidasi dan kaderisasi berjalan normal. Acara Pakasa diperhatikan oleh berbagai kalangan. Pakasa menjadi payung yang teduh, ayem dan ngayomi. Manajemen modern beriringan dengan tradisi yang sudah berabad-abad.

Motto, semboyan atau sesanti saraya, setiya dan rumeksa dihayati dalam hidup. Saraya berarti warga Pakasa setiap saat siap sedia untuk memberi pertolongan. Pekerjaan dan tenaga siap dipersembahkan pada kraton setiap diperlukan. Setiya menunjukkan loyalitas yang tinggi. Kesehatan dibutuhkan untuk membuat suasana kebersamaan, kerukunan dan kekompakan. Rumeksa berarti turut serta menjaga kelestarian budaya.

Pelestarian budaya dirasa amat penting. Pelaku bu-daya banyak yang terjebak dalam kegiatan kreatif. Bentuk kreasi budaya bermacam-macam jumlahnya. Pada titik tertentu keaslian malah dilupakan. Sifat asli ini harus dipertahankan. Bahkan perlu dengan kesadaran dan kebanggaan, bahwa barang-barang budaya yang asli punya kemegahan dan kemewahan. Warga Pakasa dengan kukuh

Page 27: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

23 |

teguh bersikap mandiri dalam budaya, pakaian, adat dan ritual tetap dilestarikan.

Kira-kira pukul 08.30 pendopo Kabupaten Klaten penuh dengan abdi dalem Pakasa. Panitia bekerja keras demi suksesnya konsolidasi Pakasa. Pakasa Klaten yang dipimpin KRA Probonagoro seluruh anak cabang dan ran-ting pengurus. Pengurus Pakasa dari Gantiwarno, Pram-banan, Manisrenggo, Karangnongko, Jogonalan, Kemalang, Bayat, Cawat, Trucuk, Wonosari, Jatinom, Wedhi, Juwiring dan Karangdowo berkumpul beserta pengurusnya. Mereka adalah abdi dalem budaya yang terbukti memegang sesanti saraya, setiya, rumeksa.

Terlebih dulu disajikan pasugatan gendhing-gen-dhing oleh paguyuban seni laras madya. Namanya Ma-nunggal Roso dari Karangnongko. Syair-syair laras madya umumnya diambilkan dari cakepan Serat Wulangreh, Wedhatama, Rama, Dewaruci, dan Wulang Putri. Reriptan para pujangga Kraton Surakarta itu telah mendunia. Sarjana dari berbagai negara mengkaji serat-serat kejawen sebagai bekal untuk memahami hidup yang sejati.

Paguyuban seni laras madya menggunakan instru-men yang sederhana. Barangkali mirip samrohan dan terbangan. Hanya saja waranggana dan wiyaga laras madya memakai busana Jawa jangkep. Mirip pengrawit wayang purwa. Instrumen yang digunakan yaitu kendhang,

Page 28: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 24

kemanak, jedhar, terbang. Lagunya bersifat madya atau tengah. Maka nadanya dapat menampung beragam lelagon. Lagu-lagu dolanan dengan mudah masuk dalam laras ma-dya. Dalam tradisi kraton Surakarta lebih populer dengan istilah Santiswaran.

Tiap malam Selasa Wage diadakan gladhen Santi-swaran. Tempatnya di Sitihinggil. Begitulah seni Santiswa-ran. Upacara malem selikuran waranggana dan wiyaga santiswara keliling beteng untuk pentas. Lagu-lagu spi-ritual hadir berkumandang. Nadanya magis. Cocok untuk membangun suasana yang kultural sosiologis.

Pembukaan acara di Pendopo Klaten ini diawali dengan tari golek. Maknanya untuk mencari makna kehidupan. Ketua panitia KRA Probonagoro mengatakan bahwa tari golek mengandung nilai filosofis yang luhur. Lantas disusul dengan tampilnya bambang cakil. Penarinya dari mahasiswi ISI Surakarta. Perang kembang ini begitu populer. Semua cita-cita pasti menjumpai halangan, ujian, cobaan.

Sambutan Bupati Klaten dibaca oleh Kepala Dinas Pariwisata Klaten. Dilanjutkan sesorah dari GKR Wandan-sari, Pengageng Sasana Wilapa Kraton Surakarta Hadi-ningrat. Beliau mendapat tugas dari Sinuwun Paku Buwana XII untuk menjaga pusaka Bedhaya Ketawang. Tahun 1990 Gusti Wandansari mendirikan Yayasan Pambiwara.

Page 29: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

25 |

Pembicara selanjutnya giliran GKR Ayu Koes In-driyah anggota DPD RI. Beliau berjuang lewat pintu par-lemen. Budaya harus dijaga. Selanjutnya KP Dr Wirabhumi, SH mengajak warga Pakasa untuk terus mengenal identitas historis. Peradaban Jawa sudah amat tua. Para peneliti melakukan riset yang mendalam atas budaya Jawa. Sampai pukul 13.00 peserta tetap bersemangat.

Kembul bujana andrawina dengan makan pras-manan menjadi akhir penutupan acara. Jangan asem dan jangan bobor kluwih terasa sedap. Ayam kampung gurih rasanya. Tahu tempe menjadi pendamping. Tak ketinggal-an rempeyek, krupuk. Siang itu semua abdi dalem kraton yang berdomisili di Kabupaten Klaten berbahagia sekali. Kegiatan dapat berlangsung lancar. Rum kuncaraning bangsa dumunung ing luhuring budaya, semoga identitas dan kepribadian bangsa makin kokoh. Dengan begitu setianya masyarakat Klaten mengkaji kearifan lokal lewat forum sarasehan.

Apresiasi karya sastra yang diciptakan oleh Kyai Yasadipura berjudul Serat Bimasuci. Masyarakat Klaten lewat seni pedalangan menampilkan sastra ini dalam ben-tuk wejangan Dewaruci. Renungan atas lakon Dewaruci bagi masyarakat Klaten merupakan usaha untuk mema-hami tekad hidup.

Page 30: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 26

Page 31: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

27 |

BAB III

WARISAN AJARAN LELUHUR MASYARAKAT KLATEN

A. Menggali Butir-butir Kebijaksanaan Ajaran leluhur perlu digali dan diterapkan oleh

masyarakat Klaten dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi kepenulisan telah dirintis oleh Raden Ngabehi Ranggawar-sita. Kegiatan tulis-menulis ini juga sudah berlangsung lewat kegiatan literasi yang sudah dicontohkan oleh Kyai Yasadipura.

Kapujanggan yang sudah menjadi tradisi ini cukup memberi warna terhadap jalannya kesusastraan Jawa. Ranggawarsita dilahirkan pada hari Senin Legi, tanggal 10 Dulkaidah, tahun Be 1728, pukul 12.00, wuku Sungsang, atau 15 Maret 1802 di Kampung Yasadipuran Surakarta. Setelah lahir diberi nama Bagus Burhan. Ketika masih kecil,

Page 32: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 28

ia dipelihara oleh R.T. Sastranegara sesuai dengan anjuran kakek piutnya, R.T. Yasadipura I yang meramalkan bahwa Bagus Burhan akan menjadi pujangga besar. Setelah berusia empat tahun, Bagus Burhan diserahkan oleh R.T. Sastranegara kepada Ki Tanujaya, seorang abdi keper-cayaan R.T. Sastranegara.

Sejak jaman awal kehidupan Ranggawarsita, ia telah memiliki sikap spiritual tersendiri. Ranggawarsita adalah seorang beragama Islam, alumni Pondok Pesantren. Ia membawa pengaruh besar pada masyarakat, dengan membawa angin perubahan keyakinan dari Hindu-Budha ke Islam. Anggapan bahwa raja adalah imam dan agama ageming aji-lah yang turut menyebabkan beralihnya agama masyarakat karena beralihnya agama raja, di samping peran aktif para pujangga masa itu.

Para penyebar Islam para wali dan guru-guru tare-kat-memperkenalkan Islam yang bercorak tasawuf. Pan-dangan hidup Ranggawarsita sebelumnya yang bersifat mistik dapat sejalan, untuk kemudian mengakui Islam-tasawuf sebagai keyakinannya. Sifat atau pribadi Ki Tanu-jaya itu ramah, pandai bergaul, lucu dan banyak ilmunya. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya hingga berusia kurang lebih 12 tahun.

Jadi, kurang lebih selama delapan tahun. Usia 12 tahun itu adalah masa seorang anak yang telah menye-

Page 33: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

29 |

lesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, tetapi pendidikan formal pada waktu itu belum ada. Pendidikan yang ada ialah pendidikan nonformal di lingkungan keluarga atau semacam pondok pesantren. Bagus Burhan menempuh pendidikan di pondok pesantren Gebang Tinatar. Pendi-dikan ini meliputi: Ngelmu Jaya kawijayan, Ngelmu Pangawikan, Ngelmu Kasantikan, Ngelmu Kanuragan.

Pendidikan Bagus Burhan semasa kecilnya berada di tangan Ki Tanujaya. Bagi Bagus Burhan, Ki Tanujaya adalah seorang abdi dan sekaligus seorang guru sejati. Sistem pendidikan itu hanya diperoleh putra-putri raja atau kawula dalem yang mampu, para keluarga sentana dalem dan abdi dalem. Pondok-pondok pesantren yang terkenal pada waktu itu antara lain, Pondok Tegalsari Ponorogo, Pondok Banjarsari Madiun, Pondok Kebonsari Madiun, dan Pondok Pesantren Darat Semarang. Sebagai anggota golongan priyayi, Ranggawarsita memiliki hak atas kesempatan menurut ilmu pengetahuan dan ngelmu kejawen.

Pada waktu berusia 12 tahun, yaitu pada tahun 1813, Bagus Burhan berguru dan belajar mengaji kepada Kanjeng Kyai Imam Besari, di Pondok Pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo. Kanjeng Kyai Imam Besari itu adalah putra menantu Paku Buwana IV, dan teman se-perguruan R.T. Sastranegara. Dalam bidang tulis-menulis,

Page 34: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 30

dia banyak mencrima ajaran dari kakeknya ialah R.T. Sastranegara atau R. Ng. Yasadipura II yang ahli dalam tulis-menulis dan ahli kepujanggaan sehingga akhirnya Bagus Burhan menjadi seorang yang cerdas, kritis, sastrawan, dan sekaligus pujangga.

Bagus Burhan dan Ki Tanujaya meninggalkan Pono-rogo menuju Kediri dan singgah di rumah Kasan Ngali di Mara. Atas anjuran Kasan Ngali maksud mereka untuk mengembara di Jawa Timur dapat diurungkan. Mereka menanti Pangeran Cakraningrat di rumah Kasan Ngali, di Madiun. Ketika di Madiun, Bagus Burhan bertemu dan menikah dengan Raden Ajeng Gombak, putri Adipati Cakraningrat.

Ia sering melakukan puasa, bertapa, bersemadi, atau bertirakat dengan berbagai cara. Perubahan tingkah-laku ini membuat Kyai Imam Besari menjadi senang. Kepandaian Bagus Burhan pun mulai tampak bahkan sangat menonjol dan melebihi siswa-siswa yang lain. Setelah dikhitan pada tanggal 21 Mei l8l5 Masehi, Bagus Burhan diserahkan kepada Panembahan Buminata, untuk mempelajari ilmu jaya kawijayan, dan olah fisik. Setelah tamat berguru, Bagus Burhan dipanggil oleh Sri Paduka Paku Buwana IV dan diangkat sebagai pegawai istana. Raden Ngabehi Ranggawarsita diangkat menjadi pujangga kraton Surakarta Hadiningrat.

Page 35: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

31 |

Ditinjau dari keseluruhan karyanya, Ranggawarsita telah menggubah karya, baik dalam bentuk prosa maupun puisi yang indah-indah. Tentang penulisan prosa, Rangga-warsita dapat disebut sebagai pelopor jaman peralihan dari bentuk puisi ke prosa, sebab pada jaman itu yang lazim adalah penulisan karya sastra dalam bentuk puisi.

Untuk memudahkan pemahaman terhadap karya-karya Ranggawarsita, maka disusun sebagai berikut: Karya Ranggawarsita yang ditulis sendiri, misalnya, Serat Pustaka Raja dan Serat Wirid Hidayat Jati. Karya Ranggawarsita yang disalin oleh orang lain, misalnya, Serat Aji Pamasa dan Serat Cemporet. Karya Ranggawarsita bersama orang lain, misalnya Serat Saridin dan Serat Sidin.

Karya Ranggawarsita yang diubah bentuknya oleh orang lain, misalnya Serat Jaman Cacad. Karya Rangga-warsita yang digubah lagi oleh orang lain, misalnya Pustaka Raja Purwa. Karya orang lain yang pernah disalin oleh Ranggawarsita, misalnya, Serat Bratayudha dan Serat Jayabaya. Karya orang lain yang dilakukan sebagai karya Ranggawarsita, ialah Kalatidha Piningit, Wirid Hidayat Jati.

Pujangga Ranggawarsita mempunyai banyak karya yang bermutu tinggi. Beliau adalah pujangga agung Kraton Surakarta Hadiningrat. Karya-karya Ranggawarsita banyak tersimpan dalam perpustakaan Reksa Pustaka Kraton Surakarta. Perhatian terhadap Ranggawarsita datang dari

Page 36: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 32

seluruh tanah air, khususnya para pecinta kepustakaan Jawa.

Perhatian ini demikian besar sehingga Ranggawar-sita dipandang sebagai pujangga penutup. Sejarah Rangga-warsita merupakan kisah biografi intelektual yang melukiskan, menganalisa, dan mengevaluasi situasi kondisi rakyat Jawa pada masanya. Karya-karya Ranggawarsita terkenal mempunyai nilai yang dapat digunakan sebagai sumber kebijaksanaan hidup.

Semenjak masa hidupnya, pujangga Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga penutup. Dan kata penutup ini mempunyai konotasi yang sama dengan nabi penutup. Hal ini berarti bahwa sesudah wafatnya Ranggawarsita, tidak ada atau tidak diperlukan lagi tugas kepujanggaan.

Tugas kepujanggaan telah dikerjakan oleh para pu-jangga sebelumnya dan kemudian telah diselesaikan selu-ruhnya oleh Ranggawarsita. Sebenarnya tugas pengem-bangan kesusastraan serta kepustakaan Jawa tidak akan berakhir sepanjang masa. Generasi muda perlu mengenang dan memahami karya sang pujangga.

Ranggawarsita sebagai seorang pujangga istana, tugas pokoknya adalah menyusun karya-karya sastra. Kar-ya-karya itu semua dalam bentuk tulisan tangan. Karena Ranggawarsita menjabat sebagai pujangga istana, maka karya-karyanya banyak yang dipersembahkan kepada raja.

Page 37: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

33 |

Di samping itu banyak pula yang beredar dalam lingkungan keluarga Ranggawarsita.

Buku Karya Ranggawarsita di antaranya: Babad Itih, Babon Serat Pustaka Raja Purwa, Serat Hidayat Jati, Serat Mardawa Lagu, Serat Paramasastra, Purwakane Serat Pawukon, Rerepen Sekar Tengahan, Sejarah Pari Sawuli, Serat Iber-Iber, Uran-Uran Sekar Gambuh, Widyapradana, Serat Aji Darma, Serat Aji Darma Aji Nirmala, Serat Aji Pamasa, Serat Budayana, Serat Cakrawarti, Serat Cemporet, Serat Darmasarana, Serat Joko Lodhang, Seral Jayengbaya, Serat Kalatidha, Serat Nyatnyanaparta, Serat Pambeganing Nata Binathara, Serat Panji Jayengtilam.

Selain itu juga ada Serat Pamoring Kawula Gusti, Se-rat Paramayoga, Serat Partakareja, Serat Pawarsakan, Serat Purrusangkara, Serat Purwagnyana, Serat Sari Wahana, Serat Sidawakya, Serat Wahanyasampatra, Serai Wedha-raga, Serat Wedhasatya, Serat Wedhatama Piningit, Serat Wedyatmaka, Serat Wirid Sopanalaya, Serat Wiraradya, Serat Yudhayana, Kawi-Javaansche Woordenboek, Serat Sa-loka akaliyan Paribasan, Serat Saridin, Serat Sidin, Pakem Pustaka raja Purwa, Pakem Pustaka raja Madya, Pakem Pustaka raja Antara, Pakem Pustaka raja Wasana, Jaman Cacad, Serat Paramayoga, Serat Bratayuda, Serat Jayabaya, Setrat Panitisastra, Serat Kalatidha Piningit, Serat Wirid

Page 38: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 34

Hidayat Jati. Ajaran pujangga dihayati benar oleh masya-rakat Klaten dalam kehidupan sehari-hari.

Serat Pustaka Raja yang diciptakan Ranggwarsita jaman Sinuwun Paku Buwana VII menjadi acuan bagi seni pedalangan Klaten. Dari serat Pustaka Raja ini cerita pedalangan dipentaskan secara berurutan. B. Pengkajian Nilai Kesusastraan

Kesusastraan mengandung berbagai macam ajaran kebijaksanaan hidup. Masyarakat Klaten gemar mengkaji sastra piwulang. Serat Pustaka Raja merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk gancaran. Berjenis nonfiksi, berupa filsafat dan ilmu pengetahuan. Berisi tentang silsilah raja-raja dari Nabi Adam sampai berdiri Kerajaan Majapahit, baik dengan melalui dongeng maupun dengan melalui cerita wayang.

Wirid Hidayat Jati merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk prosa, berjenis nonfiksi, isinya berupa moral dan ajaran agama, memuat tentang delapan syarat untuk menjadi guru ilmu jaya kawijayan dan pujangga. Sejarah Pari Sawuli. Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk gancaran yang ditulis sendiri. Berjenis nonfiksi, memuat tentang pemberian pangkat kepada Ranggawarsita.

Page 39: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

35 |

Selain itu ada Serat Aji Darma. Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk non-fiksi, berupa biografi Dewi Satati, berisi Dewi Satati berdukacita atas meninggalnya Pangeran Jayawijaya dan seterusnya. Sedangkan Serat Aji Darma-Aji Nirmala merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Jenis termasuk fiksi, berupa kepercayaan dan ajaran agama, berisi tentang musyawarah para dewa di pertapaan mereka.

Karena Ranggawarsita adalah pujangga yang banyak dikagumi para pecinta kepustakaan Jawa, maka banyak pula yang menyebar di tengah-tengah masyarakat. Karya-karya Ranggawarsita, dipindahkan atau disalin dengan cukup cermat. Salah satunya adalah Serat Aji Pamasa. Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Serat Budayana. Serat Budayana ini masih berupa naskah tulisan tangan. Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Jenis termasuk nonfiksi, berupa sejarah. Isinya men-ceritakan Pangeran Endrayana pindah ke Widarba. Serat Cemporet merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi yang ditulis oleh orang lain. Jenis termasuk fiksi, berupa pendidikan moral, isinya menceritakan Raden Mas Jaka Pramana, seorang putra Pagelen, menikah dengan Rara Kumenyar, seorang anak angkat Ki Buyut Kumenyar.

Page 40: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 36

Selain itu ada Serat Darmasarana, naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Termasuk fiksi, berupa pendidikan moral, isinya cerita tentang Parikesit hingga mendapatkan ajaran ilmu kesempurnaan hidup. Serat Jaka Lodhang. Buku ini meru-pakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi tembang macapat. Jenis termasuk fiksi, berupa jangka atau lambang, isinya tentang ramalan jaman yang akan datang.

Bagi masyarakat Jawa, Ranggawarsita bukan hanya merupakan sastrawan, melainkan juga sebagai pujangga dalam arti yang sebenarnya. Salah satu karyanya yaitu Serat Jayengbaya. Naskah ini merupakan karya Rangga-warsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi, berupa pendidikan moral.

Isinya tentang hakikat seseorang yang mencari ke-sempurnaan hidup. Serat Kalatidha merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa pendidikan moral. Isinya menggambarkan keadaan jaman edan. Serat Natnyanaparta juga merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa cerita sejarah. Isinya Prabu Angling Darma turun tahta dan digantikan oleh cucunya yang bernama Gandakusuma. Serat Panji Jayengtilam merupakan buku karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Page 41: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

37 |

Karya ini termasuk fiksi, berupa biografi. Isinya ten-tang Panji Jayengtilam dengan segala seluk-beluknya. Serat Paramayoga. Buku ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi dan fiksi, berupa cerita sejarah dan biografi, isinya menceritakan tentang asal-usul Tanah Jawa beserta tahun surya. Serat Purwa-wasana adalah buku karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa filsafat. Isinya tentang orang yang mencari nilai-nilai luhur dilihat dari sudut filsafat.

Ranggawarsita yang disebut sebagai pujangga memi-liki kriteria mandraguna dan nawungkridha yang mengua-sai pengetahuan lahir dan batin dengan segala kewaski-thaannya. Karyanya Serat Sari Wahana, merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk nonfiksi berupa cerita sejarah. Isinya cerita Pangeran Sari Wahana dinobatkan menjadi raja sampai akhir hayatnya.

Buku berjudul Serat Wedharaga merupakan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk non-fiksi berupa pendidikan. Isinya uraian tentang nilai kepen-didikan dalam kehidupan sehari-hari. Serat Wedhasatya. Buku ini merupakan karya R.Ng. Ranggawarsita, dalam bentuk puisi. Termasuk nonfiksi, berupa filsafat. Isinya uraian tentang rilsafat, khususnya mengenal fidsarat

Page 42: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 38

perjodohan. Serat Wirid Supanalaya. Buku ini merupakan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Jenis termasuk nonfiksi. Isinya uraian tentang filsafat kehidupan sehari-hari. Serat Witaradya. Naskah ini meru-pakan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa sejarah yang berisi riwayat Pangeran Aji Pamasa yang pindah ke Pengging. Sedangkan Serat Yudayana merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk nonfiksi, berupa cerita sejarah. Isinya Pangeran Yudayana digantikan oleh Pangeran Hendrayana.

Karyanya yang lain yaitu Kawi Javaansche Woorden-boek. Buku ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi, berupa ilmu pengetahuan. Isinya Kamus Kawi-Jawa. Serat Saloka Akalian Paribasan merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi, berupa filsafat dan ilmu pengetahuan. Isinya kumpulan saloka berjumlah 436 buah yang disusun menurut abjad dan kumpulan paribasan sebanyak 144 buah, yang disusun sesuai dengan abjad.

Ranggawarsita mengabdikan seluruh hidupnya un-tuk kemajuan kebudayaan Jawa. Ia layak digelari budaya-wan agung yang pernah dimiliki tanah Jawa. Dalam karya-nya yaitu Serat Saridin, R.Ng. Ranggawarsita menggubah-nya dalam bentuk prosa. Jenis termasuk nonfiksi, berupa

Page 43: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

39 |

ilmu pengetahuan. Serat Sidin. Buku ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Jenis termasuk nonfiksi, berupa ilmu pengetahuan.

Karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi lainnya yaitu Pakem Pustaka Raja Purwa. Naskah ini termasuk fiksi, berupa seni dan ilmu pengetahuan. Isinya tentang pakem pedalangan untuk Wayang Purwa. Pakem Pustaka Raja Madya. Naskah ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi, berupa seni dan ilmu pengetahuan, isinya tentang pakem pedalangan untuk Wayang Madya.

Pakem Pustaka Raja Antara merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis temasuk fiksi, berupa seni dan ilmu pengetahuan. Isinya tentang Pakem Pedhalangan untuk Wayang Gedhog. Pakem Pustaka Raja Wasana. Naskah ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Jenis termasuk fiksi, berupa seni dan ilmu penge-tahuan. Isinya tentang pakem pedalangan untuk Wayang Klithik. Serat Jaman Cacad. Buku ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Pembahasan ini termasuk nonfiksi dan fiksi, di dalamnya terdapat pula pendidikan moral. Isinya tentang lukisan keadaan jaman yang tidak menentu.

Page 44: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 40

Ranggawarsita telah memenuhi persyaratan sebagai seorang pujangga dalam konsep Jawa yang seutuhnya. Bagi Ranggawarsita, menulis karya sastra adalah dalam rangka mendidik atau widyatama dan memberikan penyadaran rakyat terhadap berbagai persoalan. Dalam Serat Parama-yoga, R. Ng. Ranggawarsita menulis sejarah dan biografi. Isinya menceritakan riwayat hidup Nabi Adam dan Hawa sampai anak-cucunya. Serat Bratayuda. Buku ini merupa-kan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

Buku ini termasuk jenis fiksi, berupa pendidikan moral. Isinya menceritakan peperangan antara keluarga Barata, yaitu antara Pandawa dan Korawa. Serat Jayabaya. Buku ini merupakan karya Yasadipura I dalam bentuk puisi yang disalin oleh R. Ng. Ranggawarsita. Termasuk fiksi berupa jangka atau lambang. Isinya uraian tentang ramalan jaman yang akan datang dengan segala sesuatunya yang akan terjadi.

Serat Kalatidha Piningit adalah naskah karya orang lain yang diatasnamakan sebagai karya Ranggawarsita yang ditulis dalam bentuk puisi. Jenis temasuk fiksi, berupa jangka atau lambang. Isinya uraian tentang ramalan bahwa Gunung Merapi akan meletus.

Karya sastra ciptaan para pujangga kraton Pajang, Demak, Mataram dan Surakarta selalu menjadi bahan

Page 45: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

41 |

acuan berkesenian. Kesenian yang berkembang di Klaten mendapatkan referensi kesastraan yang berlimpah ruah.

Dari bermacam-macam karya yang digubah itu menunjukkan betapa hebatnya kemampuan Ranggawarsita dalam berkarya, demikian luas bidang yang dikaji sehingga dapat mencerminkan cakupan pengarang sebagai sastra-wan pujangga, dan penulis jangka. Amanat yang disampai-kan Ranggawarsita itu sangat luas tidak terbatas pada pendidikan moral, tetapi juga kritik sosial dan filsafat hidup. Butir-butir kearifan lokal bagi masyarakat Klaten merupakan sarana refleksi kehidupan.

Pemahaman masyarakat Klaten atas ajaran luhur yang disampaikan dalam bentuk sastra piwulang menjadi bahan renungan. Lewat seni santiswaran, sastra piwulang itu mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 46: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 42

Page 47: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

43 |

BAB IV

PELESTARIAN UPACARA WILUJENGAN MASYARAKAT KLATEN

A. Pelaksanaan Upacara Wilujengan

Wilujengan bagi masyarakat Klaten merupakan tata cara untuk mendapat keselamatan. Makna Tumpeng Sewu terkait dengan tata kehidupan manusia. Bermakna banyak teman, sahabat dan mitra. Dalam cerita pewayangan terdapat istilah raja sewu negara, patih njaba sewu, patih njero sewu, dengan wadya bala berjuta-juta jumlahnya (Drewes, 1977: 28). Mereka siap mendukung segala program yang dicanangkan Kraton Surakarta. Prinsipnya seribu teman masih kurang, satu musuh terlalu banyak. Bentuk tumpeng sewu ini merupakan warisan Ki Ageng Pemanahan.

Page 48: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 44

Tumpeng Robyong bermakna ngombyongi, ngro-byongi, gotong-royong, gugur-gunung dan bekerja sama. Masyarakat Klaten selalu menjunjung asas kebersamaan, kesahajaan, keterbukaan dan kemitraan. Semua kegiatan dilakukan dengan doktrin lila lan legawa kanggo mulyaning negara. Bentuk tumpeng robyong ini merupakan warisan Ki Ageng Penjawi. Apabila terjadi perselisihan, disarankan supaya mau mengalah. Kata-kata kasar dihindari dan mau mencegah kelakuan yang merugikan. Demikian itu cara orang untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan (Soetrisno, 2004: 17).

Tumpeng Lulut bermakna kasih sayang, welas asih dan ramah tamah. Selama melakukan lobi dan pendekatan dengan segala lapisan masyarakat, masyarakat senantiasa berpegang pada ajaran berbudi bawa leksana, memayu hayuning bawana, memangun karyenak tyasing sesama. Tumpeng lulut ini merupakan warisan Ki Ageng Juru Martani.

Tumpeng Golong bermakna manunggal, nyawiji, dan bersatu padu. Masyarakat Klaten menjunjung tinggi azas persatuan dan kesatuan nasional. Bersama dengan pemerintah, ormas, orsospol, LSM dan elemen lain meng-ayunkan langkah demi mencapai tujuan luhur, manunggal-ing cipta-rasa-karsa. Bentuk tumpeng ini merupakan warisan Ki Ageng Gribig. Arti penting moral juga terpatri

Page 49: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

45 |

dalam epitaph makam Imannuel Kant: Cellum stellatum supra me, lex morralis intra me, yang berarti begitu cemerlang bintang-bintang di angkasa raya, demikian pula moral susila di dada manusia (Damardjati Supadjar, 1993: 37).

Tumpeng Suci bermakna kebersihan, kebeningan, kesucian lahir batin. Niat suci selalu diridhai oleh Gusti Allah. Tekad kuat mengantarkan kepada sukses gemilang. Masing-masing pribadi, diharapkan berpegang teguh pada norma susila, hukum negara dan agama, sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti. Bentuk tumpeng ini merupakan warisan Ki Ageng Pandhanaran.

Tumpeng Ayu bermakna keselamatan, keindahan dan kebaikan. Kegiatan budaya hendaknya mengutamakan ketentraman masyarakat. Oleh karena itu harus dilakukan dengan kesantunan. Jika diamati semua kegiatan itu tak pernah meninggalkan aspek keindahan, seni edi peni. Se-dangkan aspek kebaikan terkait dengan keluhuran budi atau kagunan adi luhung. Bentuk tumpeng ayu ini me-rupakan warisan Ki Ageng Enis.

Tumpeng Kalis bermakna selamat dan terhindar dari segala macam marabahaya, nir bita, nir baya, nir sambikala. Harapannya, tidak ada gangguan apa pun dalam upaya mewujudkan ketentraman masyarakat. Para kase-puhan memberi wulangan, wejangan dan wedharan yang

Page 50: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 46

berguna sebagai pedoman kehidupan, oboring jagad raya. Bentuk tumpang kalis ini merupakan warisan Ki Ageng Selo. Sistem pendidikan Kraton Jawa diarahkan agar para keluarga Kraton selalu memiliki kepribadian yang pari-purna (Ruspana, 1986: 32). Keselarasan sangat diuta-makan bagi warga Klaten.

Masyarakat Klaten melakukan upacara tradisional di daerah Jatinom, Pengging, Alas Krendhawahana, Paji-matan Sunan Bayat, Pasarean Kempul. Kegiatan ritual ini terkait dengan aspek kesejarahan masa silam. B. Demi Ketentraman Masyarakat

Upacara wilujengan bagi masyarakat Klaten di samping untuk mendapat keselamatan juga berguna untuk melestarikan lingkungan. Gunung Merapi yang mengeluar-kan awan panas atau sering disebut wedhus gembel pada 26 Oktober dan 05 November 2010 lalu yang telah menewaskan banyak korban, bencananya tak cukup sampai di situ.

Bencana yang timbul akibat letusan gunung merapi tersebut adalah aliran lahar dingin yang kini mengancam warga-warga DAS yang menjadi arah aliran lahar dingin. Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Code. Kali Opak, Kaliworopun tak luput dari derasnya aliran lahar dingin. Warga yang rumahnya berada di bantaran sungai sebagian sudah

Page 51: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

47 |

mengantisipasi adanya ancaman lahar dingin yang biasa terjadi setelah wedhus gembel atau lahar panas dimuntah-kan oleh Gunung Merapi.

Upaya antisipasi warga membuat tanggul semen-tara menggunakan karung/sak yang diisi dengan pasir. Tetapi derasnya aliran lahar dingin membuat sia-sia upaya antisipasi warga. Cuaca ekstrem yang tidak menentu menjadi faktor pendukung derasnya aliran lahar dingin dari puncak Gunung merapi.

Jika cuaca mendung kemudian hujan turun dengan waktu yang lama maka kemungkinan akan segera diikuti mengalirnya lahar dingin. Sungai opak yang terletak di Prambanan tepatnya perbatasan wilayah Yogyakarta dan Surakarta sudah menjadi salah satu aliran lahar dingin Merapi. Masyarakat sekitar Prambanan yang juga khawatir akan ancaman lahar dingin merapi melakukan berbagai upaya agar bencana ini segera mereda.

Itulah tadi gambaran mengenai bencana alam Lahar dingin yang menjadi titik awal Tolak bala lahar Gunung Merapi pada 04 April 2011 pukul 19.00 – 23.00 malam. Acara tersebut dilaksanakan oleh warga Paguyuban Kula-warga Kraton Surakarta (PAKASA). Urut–urutan acara meliputi wilujengan Kirab Tumpeng Ageng yang terdiri dari oncor, dupa, kembang, spanduk, tumpeng ageng dan para pengiringnya. lantas diadakan ujub atau Pangageng

Page 52: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 48

Sasana Wilapa menyuruh ulama untuk mendoakan tum-peng ageng saubarampe. Kemudian diakhiri dengan sara-sehan Budaya dan hukum adat dengan beberapa nara-sumber.

Wilujengan Kirab Tumpeng Ageng bertempat di pendopo Taji, Prambanan Klaten. Lokasinya kurang lebih 2 km dari Candi Prambanan. Mereka mengadakan tolak bala ini dengan tujuan memohon kepada Tuhan agar bencana lahar dingin yang sudah sampai di Prambanan ini segera mereda dan masyarakat kembali hidup ayem tentrem. Dalam benak mereka percaya bahwa leluhur Kraton surakarta senantiasa memberikan perlindungan dengan warisan budaya yang kental dengan mistik.

Hadirnya GKR. Dra. Wandansari, M.Pd sebagai pengembaning Warga Paguyuban Kawula Surakarta (PAKASA) yang merupakan keturunan darah biru yakni putri dari Sunan paku Buwana XII sangat dihormati baik para kawula kraton, tokoh masyarakat maupun tamu undangan yang hadir. Beliau yang juga selain anggota komisi II DPR RI sekaligus menjadi ketua Dewan Adat di Kraton Surakarta.

Di awal acara yang dimeriahkan oleh salah satu kawula kraton dengan sekar Pangkur Kala Sumingkir yang berasal dari Wejangan Sunan Giri menambah khidmat acara Tolak bala lahar dingin Merapi. Alunan sekar Pang-

Page 53: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

49 |

kur ini berisi tentang doa agar bencana dan keburukan yang ada sekarang segera hilang. Para tamu undangan mendengarkan kekidungan dengan lirih seraya ditemani berhembusnya angin malam persawahan yang sejuk. Tak ayal masyarakat desa Taji yang hadir di pendopo merasakan suasana keakraban Kraton Surakarta di sini.

Acara Tolak bala yang terbilang dadakan ini dapat terlaksana dengan meriah dan khidmat dihadiri oleh semua anak cabang PAKASA yang berjumlah 26 untuk hadir. Terlaksananya Tolak bala ini juga berkat dukungan Kepala Desa Taji yang merupakan anggota dari PAKASA, segera menyediakan ubarampe yang dibantu segenap masyarakat sekitar. Tumpeng Ageng yang berisi sekul suci, Sekul Golong, Ulam sari/ingkung, Pisang ayu, jenang baro – baro, gantal suruh dan jajan pasar yang komplit me-ngandung filosofi Jawa sebagai simbolik memohon kepada Tuhan agar dijauhkan dari bencana apapun.

Daerah Surakarta memiliki semangat yang tinggi dari semua elemen masyarakatnya sampai di daerah ping-giran seperti Prambanan ini. Seperti yang diulas dalam sarasehan Budaya dan hukum adat yang bernarasumber GKR. Koes Moertiyah, Julianto Ibrahim, SS, M.Hum (Dosen sejarah UGM), Kusno Setyo Utomo, S.Sos (LSM) dan Imam Samroni, S.Pd (mahasiswa pasca sarjana UGM).

Page 54: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 50

Bahwasannya isu mengenai Karesidenan Surakarta yang pro terhadap Belanda adalah salah. Daerah Surakarta sebenarnya tidak pernah dijajah oleh Belanda. Bahkan GKR. Koes Moertiyah mengatakan, “Bapak menika dereng nate thuk srauk kaliyan Walanda”. Jadi dengan berbagai bukti otentik baik maklumat PB XII – MN VIII 1 September 1945, Piagam Kedudukan Presiden RI 19 agustus 1945 ataupun fakta lain bahwa Surakarta merupakan perjanjian Lang Kontrak atau kontrak panjang. Pada hari Ahad Kliwon, tanggal 17 April ada per-temuan Pakasa di Bendungan Jatinom Klaten. Tempatnya teduh, sejuk dan damai. Pengunduhnya adalah Kanjeng Sudarmo. Beliau adalah mantan Kepala Desa Bendungan. Priyayi grapyak semanak yang selalu momong momor momot. Amemangun kasyenak tyasing sesama. Mengabdi pada desa Bendungan dengan sifat welas asih tebih saking pamrih. Lila lan legawa kanggo mulyaning negara.

Suara cokekan dan terbangan menambah suasana asri. Kendhang, jedor, saron, dan siter menghiasi lagu-lagu Jawa pilihan. Menambah mat-matan, regeng dan gayeng. Makan siang pun lahap. Pasugatan mbanyu mili untuk mahargya para pangageng Kraton. Tampak pula wartawan RRI yang meliput jalannya kegiatan, dengan tema memetri tata krama budaya Jawa.

Page 55: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

51 |

Jalan untuk menuju Desa Bendungan sangat asyik. Hutan dengan pepohonan yang rindang. Aktivitas ekonomi berbasis kehutanan di sini berjalan normal dan tertata. Cuma jalan-jalan sama berlubang. Truk dengan muatan berat perlu pengaturan. Supaya tak ada yang dirugikan. Sama-sama enak. Para tamu yang diundang berasal dari seluruh anak cabang Pakasa di Kabupaten Klaten. Tampak guyub dan semangat benar-benar bikin kangen.

Tugas untuk membantu kelancaran upacara tradisi-onal sudah menjadi rutinitas Bu Nanda, tokoh wanita yang mendapat gelar Nyi Mas Rahayu Hariningtyas ini. Semua pahargyan mesti bisa sukses maksimal, sehingga benar-benar edi peni dan adi luhung.

Edi peni terkait dengan puncak-puncak keindahan. Mengutamakan aspek estetis. Sing nyawang bakal ke-pranan. Apalagi sejak dulu kala wong Jawa sugih budaya. Bahkan bangsa manca pun kagum terpesona. Oleh karena itu, Bu Nanda segera cancut tali wanda, berpartisipasi aktif dalam kegiatan Pakasa.

Konsep adi luhung terkait dengan nilai etis filosofis, yaitu pikiran yang genep, genah, jangkep, bener, pener, luwes dan mentes. Ajaran para luhur senantiasa membuat hidup ayem tentrem, guyub rukun, selaras, serasi dan seimbang. Perpaduan antara ilmu-lahir, jangka-jangkah, edi peni-adi luhung mengantarkan warga Pakasa untuk

Page 56: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 52

memperoleh prestasi dengan kualitas prima, sebagaimana teladan titisan Dewi Rara Jonggrang.

Kabupaten Klaten menjadi basis utama penyangga peradaban sejarah Jawa. berhubung di sini banyak lahir pujangga kraton dan segenap abdi dalem. Kecamatan Ka-rangnongko Klaten mengadakan wilujengan tempat pagu-yuban pada tanggal 31 Januari 2011. Acara ini merupakan tindak lanjut dari kepyakan di Pendopo Bupati Klaten tanggal 29 Januari 2011. Di sini warga Pakasa khidmat menyelenggarakan acara yang diisi dengan kegiatan spiritual dan seremonial.

Berlanjut di dusun Gedong Desa Sengon Prambanan. Letaknya di bawah kaki Gunung Pegat yang membatasi wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Jalannya naik turun. Tempatnya di jalan setapak. Benar-benar berada di kawasan pinggiran. Dalam bahasa Sosiologi kerap disebut dengan istilah marginal dan peripheral. Orang Jawa menyebut tiyang ndhusun.

Prinsip demokrasi dan kesetaraan dijunjung tinggi. Kelompok tradisi diyakini dapat mengancam kemajuan. Modernitas hanya bisa disuguhkan seiring rasionalitas. Tak ayal, mistik, benda-benda magis, tempat-tempat keramat mesti dibuang jauh.

Belum lagi yang takut pada faktor syariat. Syirik dipercaya sebagai perbuatan yang menyekutukan Tuhan.

Page 57: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

53 |

Dosanya paling besar dan tidak diampuni. Kredo yang dianut harus membudayakan agama. Jangan sampai meng-agama-kan budaya. Iman dan tauhid tidak boleh dikotori. Kemurnian taukhid merupakan harga mati.

Penghayat Kejawen lain pendapatnya. Suasana halus dan penuh dengan nilai-nilai adat luhur sempat diutama-kan. Kesejukan, ketentraman, kedamaian hidup hanya bisa dicapai dengan nguri-uri budaya Jawa. Terus terang mereka bereaksi terhadap kebudayaan modern yang amat jauh dengan tradisi mereka. Musik, cerita, seni tontonan, drama, berita dan tayangan televisi sungguh membuat tidak nyaman.

Perbatasan Yogya dan Solo, yaitu Gunung Pegat menjadi perhelatan penting. Minggu Kliwon, 6 Februari 2011 jam 12-15, diadakan peresmian tempat paguyuban di Gedong Sengon, Prambanan. Pesertanya dari Trucuk, Gantiwarno, Kebondalem, Jaganalan. Acaranya prasaja dan sederhana, namun cukup khidmat dan berwibawa. Usia mereka sudah tua dan banyak pensiunan. Sisa hidupnya itu dipersembahkan buat mengabdi pada Keraton.

Kabupaten Klaten adalah daerah yang sangat strategis menurut geografis, karena terletak di antara Surakarta dan Yogyakarta. Sebelum Indonesia merdeka tepatnya tahun 1819, Kabupaten Klaten dibawah pemerin-tahan Nagari Surakarta telah menjalankan roda peme-

Page 58: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 54

rintahan sejak jaman penjajahan Belanda karena Kraton Surakarta Hadiningrat adalah Kraton Mataram Islam yang terakhir. Pada masa itu Kabupaten Klaten mengalami banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh penjajah Belanda.

Mangun Nagoro (nama kecil tak diketahui), pada masa itu masih bertempat tinggal di Kampung Klaten yang letaknya tidak jauh dari makam Kyai Mlati. Beliau sangat prihatin dengan keadaan masyarakat yang tertindas, maka Mangun Nagoro banyak melakukan prihatin/mati raga (melaksanakan spiritual) di bawah pohon besar yang tidak jauh dari tempat tinggal Mangun Nagoro (sekarang disebut kampung Skalekan).

Walaupun dihujani peluru oleh pasukan Belanda, namun Mangun Nagoro tetap tinggal di bawah pohon terse-but, akhirnya sikap Mangun Nagoro yang selalu menentang penjajah dan melerai perusuh-perusuh di daerah Klaten dan sekitarnya didengar oleh Susuhunan Paku Buwana IV di Nagari Surakarta Hadiningrat.

Akhirnya Mangun Nagoro diangkat menjadi Bupati Klaten dan diberi nama KRT Mangun Nagoro (tahun 1819). Sejak itulah berdiri pemerintahan Kabupaten Klaten di-bawah pemerintahan Nagari Surakarta dan rumah KRT Mangun Nagoro pindah ke kampung Sidawayah dimana beliau mulai membangun rumah di atas pekarangan bekas

Page 59: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

55 |

makam (yang sekarang dihuni oleh kerabat cucu Mangun Nagoro trah KRMT Martanagara).

Bupati mangun Nagoro juga disebut ‘Bupati Gunung’, karena besar kewibawaannya dan besar kekua-saannya. Sejak itulah Klaten mulai tenang dan tidak ada kerusuhan, maka Bupati Mangun Nagoro mempunyai jabatan rangkap yaitu Bupati Gunung dan Bupati kliwon (perpajakan).

Setelah Bupati Mangun Nagoro meninggal dima-kamkan di Kajoran Dusun Jimbung Kecamatan Kalikotes (sekarang), dimana di makam tersebut juga bersemayam Panembahan Agung Mortua Kanjeng Panembahan Senapati ing Mataram.

Sepeninggalan Mangun Nagoro maka jabatan bupati dijabat oleh anak sulungnya yang bernama KRMT Suradirjo, menantu GPH Natapura, dan jabatan bupati pajak dipisah dengan bupati pemerintahan dimana bupati pajak dijabat oleh RT Mangundilogo. Pada saat itu pemerintah Nagari Surakarta mendirikan angkatan kepolisian, maka bupati Suradirjo diangkat menjadi Bupati kepala dari seluruh angkatan kepolisian.

Dari riwayat tersebut maka bisa kita tarik kesim-pulan bahwa sebelum negara Republik Indonesia merdeka (tahun 1945), Nagari Surakarta telah menjalankan roda

Page 60: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 56

pemerintahan sampai di tingkat kabupaten bahkan di tingkat kademangan (lurah).

Keyakinan terhadap wilujengan juga kerap dihu-bungkan dengan kisah Ki Ageng Pandanaran. Di sana terdapat suri tauladan bagi kehidupan manusia. Ki Ageng Pandanaran merupakan bangsawan kerajaan Demak Bintoro yang pernah menjabat sebagai Bupati Semarang. Paripurna sebagai pejabat Bupati, Ki Ageng Pandanaran lengser keprabon madeg pendita. Beliau menjadi guru spiritual di daerah Bayat Klaten.

Pada hari Kamis malam Sunan Bayat menunjukan wasiat berwujud golok dari leluhurnya. Dia berkata dengan bersahaja, "Siapa saja orangnya yang mati karena golokku, di akan mati naik ke surga yang lebih. Apa lagi bila manu-sia. Seluruh makhluk yang ada bila mati karena golokku akan memperoleh surga yang lebih".

Saat itu ada lalat yang terbang hinggap di golok lalu mati. Raganya pun kemudian musnah naik ke surga. Seh Domba berpikir dalam hati. Dia kemudian menubruk golok, seketika itu meninggal. Sunan Bayat berkata bahwa jena-zahnya segera disuruh membungkus dengan kait putih. Pada waktu itu jenazah dikubur di kuburan yang terletak di bukit. Seh Domba siang malam di kubur berkata dengan kerasnya. "Enak sekali orang mati, naik ke surga yang indah. Ketahuilah bahwa meskipun enak di dunia lama-

Page 61: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

57 |

lama tidak enak juga. Sangat bodoh orang berada di dunia dan tidak mau mati".

Setiap siang dan malam Seh Domba berkata begitu. Sunan Bayat mengunjungi kuburan Seh Domba. Segera kuburan diinjak-injaknya dan berkata keras, "Sudah enak, sudahlah!" Dia lantas diam tidak bicara. Sesampai di alam hari akhir semua orang akan tumpul hatinya. Suara yang tidak baik, ambillah manfaat yang baik dari kuburan Seh Domba.

Oleh karena itu, hendaknya semua melakukan dan segera memberi makan berupa tujuh nasi tumpeng setiap hari Jum'at jangan sampai lupa. Niatnya adalah memberi makan Gusti dan kedua Seh Domba. Selain itu, ambil tanah di kuburan Seh Domba, lalu makan, pasti tajam dalam berpikir.

Berganti yang dikisahkan yaitu tentang Sunan Kalijaga yang baru saja dari tempat pemancingan. Dalam hati dia bermaksud akan pergi ke Bintoro untuk menemui putranya. Yakni Jaka Sahid yang tidak mengetahui ayahnya. Sang Pandeta sangat sayang kepadanya, Raden Jaka menyembah mencium pada kedua telapak kakinya. Berkata Sunan Kali, “Kamu putraku”.

Dia pelan menyembah agak takut kepada ayahnya yang tiba-tiba datang tidak tahu dari mana asalnya. Benar-benar bila telah diterima, seluruh kehendaknya terwujud.

Page 62: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 58

Jaka Sahid berkata, “Sejak dulu ananda cari hingga sampai sekarang, kini telah bisa bertemu”. Hati ayahnya lega. “Anaku, kamu telah dikasihi oleh Allah”.

“Ikutilah saranku. Hendaklah kamu bertapa lagi di desa Kadilangu. Ketahuilah tempat itu kelak yang mem-punyai keturunanmu. Bergelarlah kamu Pangeran Wijil”. Raden Sahid mencium kaki dan berpamitan kepada ayah-nya. Sunan pelan berkata, “Ya, anaku, aku izinkan. Mudah-mudahan tercapai apa yang kamu niatkan. Selamat Pangeran Wijil!” Setelah sampai di Kadilangu, Pangeran Wijil menempati bekas tempat tinggal ayahnya. Sewaktu Sunan Kalijaga diboyong ke Demak, Sunan Kali telah mempersiapkan untuk memilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya.

Setelah putranya berangkat, pada waktu itu, Sunan Kali bermaksud hendak berkelana. Ganti yang diceritakan yaitu tentang Pangeran Wijil. Dia telah selesai membangun masjid. Ibadahnya sangat tekun. Keramatnya telah keluar, pertanda dia dikasihi oleh Suksma. Demikianlah Sunan Kalijaga bertemu dengan putranya. Sabda Sunan Kalijaga bahwa putranya telah diberi ilmu kebenaran yang mulia.

Mulia untuk awal dan akhir. Wejangan ilmu untuk mengetahui hal ikhwal badan yang sifatnya rahasia. Seluruh ilmu telah diterimanya baik ilmu lahir maupun batin. “Aku akan melanjutkan perjalananku. Tekunlah

Page 63: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

59 |

dalam bertapa, anaku, dan jadilah kamu seorang imam seluruh agama yang lebih”.

Sangat ramai shalat Jumatnya. Yang datang sebagai santri dari daerah pantai dan luar negeri banyak. Mereka semuanya dipersaudarakan, tertarik agama yang mulia. Pangeran Wijil semakin tekun dalam mengajarkan agama. Tetangga kanan kirinya telah masuk. Pesantren Kadilangu sedemikian besar. Banyak yang mengaji syariat, syariat Nabi saw yaitu Nabi Mulia pemimpin seluruh dunia kekasih Allah. Saat itu Pangeran Wijil telah diberi putri cantik, putra Sunan Giri yang kedua. Dia cicit Sunan Ampel Gading.

Kemudian Kadilangu semakin ramai, telah terben-tuk seperti kota. Kemashuran rumah Pangeran Wijil dengan pesantrennya terdengar dari kerajaan Demak. Segera dia disuruh untuk dipanggil. Utusan dari Demak telah sampai di Kadilangu, bertemu dengan Pangeran Wijil. Dia menyampaikan perintah Sri Bupati Demak, supaya datang menghadap. Pangeran Wijil menyanggupi. Segera dia diiringi oleh sang duta. Maka dia berangkat memenuhi panggilan menghadap ke hadapan Sultan Demak. Kedua tangannya menghaturkan sembah.

Dia telah dipersilahkan duduk berjajar dengan sangat raja. Sultan lalu berguru kepada Pangeran Wijil. Seluruh ilmu diwejangkan. Seluruh ilmu kesempurnaan lahir batin diterima oleh sang raja. Setelah selesai Pangeran

Page 64: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 60

Wijil disuruh pulang. “Hai, Paman, segera pulanglah. Ambil milikilah Kadilangu sampai besok turun-temurun. Jangan ada yang mengubah-ubah. Saya rela lahir dan batin”.

Sang alim meninggalkan Demak. Para Siswa tidak ketinggalan. Perjalanan mereka cepat segera telah sampai di Kadilangu lagi. Ganti cerita yaitu tentang kerajaan Demak. Sultan sedang dihadap para duta. Utusan dari Bayat datang menghadap sang raja, dipanggil tidak lama datang. Sang duta berkata pelan, “Mohon maaf Gusti, Gusti telah perintahkan hamba memanggil Sunan Bayat. Wahai hamba Sang Prabu, hamba sudah memanggil Ki Ageng Tembayat untuk menghadap Sang Prabu, mohon maaf Gusti, beliau belum menyanggupi". Sultan berkata pelan. Dalam hati sangat heran ketika mendengar kata-kata utusan dari Tembayat. Hal itu dipikir dalam hati. Tidak berapa lama kemudian Sultan mendahului wafat. Dia digantikan oleh adiknya, bernama Raden Trenggana. Raden Trenggana adalah Sultan Demak yang terakhir. Demikian-lah tentang Kerajaan Demak. Tentang keadaan di Bayat akan dikisahkan lagi.

Riwayat tentang Sunan Bayat. Beliau sakit keras, tidak mau diobati. Istrinya sangat sedih. Dia telah tahu bahwa takdir Allah telah sampai janjinya. Berkatalah dia kepada istri, putra, dan seluruh saudara-saudaranya. Kepada putranya Pangeran Pemalang, Ki Ageng berkata

Page 65: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

61 |

agar dibuatkan kaluwat di dalam masjid. Tak begitu lama telah jadi. Sunan Bayat memanggil anak-anak, istri, cucu-cucunya, dan tidak terkecuali istri selir yang terkasih. Pada waktu Pangeran Pemalang berada dihadapnya, ayahnya berkata pelan.

"Selamat tinggallah putraku, baik-baiklah semua". Sunan Bayat telah siap menempatkan diri, menarik nafas kemudian meninggal. Mereka yang ditinggal susah dan sedih. Jenazahnya telah dimandikan dibersihkan, di-bungkus dengan kain mori, dan dimakamkan di punggung Gunung Jabalkat. Syariatnya sangat suci. Terjadi bencana besar. Gunung Jabalkat gempa, Gunung Lawu dan Merapi berbunyi gemuruh keluar api. Angin puyuh berputar di-sertai hujan, hujan abu dan banjir.

Tujuh hari tujuh malam terjadi bencana menjelang wafatnya Sunan Bayat. Istrinya, Nyai Ageng, sangat sedih, kemudian sakit keras, dan akhirnya wafat pula. Jenazahnya telah dimandikan, dimakamkan menjadi satu tempat dengan suaminya yaitu di sebelah kirinya. Putranya sangat sedih. Wafatnya pada hari Kamis. Sunan Bayat wafat pada hari Kamis bulan Muharam, tanggal 15, tahun Alif, diberi sengkalan nur molah kartining bumi (1466 Jawa = 1547 M). Bagi seluruh anak cucu, renungkanlah dengan baik, ajaran Sunan Kalijaga, juga para wali lain, untuk meraih keba-hagiaan, dari dunia sampai akhirat. Sebaiknya tauladanilah

Page 66: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 62

keutamaan para Wali dalam mengamalkan agama, dengan cara yang anggun dalam menyebarkan agama di tanah Jawa, mencapai luhur dan lestari.

Kegiatan ritual budaya itu dilakukan oleh generasi ke generasi secara turun temurun. Dengan demikian pelestarian budaya daerah di Klaten memiliki landasan historis yang kuat. Pada kenyataannya kegiatan budaya ini diyakini telah menimbulkan suasana ayem tentram.

Page 67: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

63 |

BAB V

KEGIATAN SEJARAH EKONOMI DI KLATEN DENGAN SENTUHAN BUDAYA

A. Memperoleh Keselamatan Lahir Batin

Kegiatan ekonomi dalam masyarakat Klaten juga dihubungkan dengan unsur rohaniah. Aspek budaya selalu melingkupi kegiatan di pabrik gula. Dengan pendekatan budaya ini manajemen pabrik gula selalu melibatkan pelaku seni budaya di sekitar Klaten.

Pabrik gula Gondang Winangun terletak di desa Kraguman Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Peng-hasilan pabrik gula ini mendatangkan kemakmuran bagi sekalian rakyat. Industri angkutan pun berjalan maju.

Usaha kuliner berkembang pesat. Penyedia jasa ke-senian mendapat pekerjaan yang laris manis. Industri gula Gondang Winangun selalu diharapkan untuk membawa

Page 68: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 64

kemakmuran. Eksistensi gula dalam budaya Jawa dapat ditinjau berdasarkan aspek historis, mekanis, ekonomis dan filosofis. Dari segi historis sesungguhnya telah terbukti bahwa kepulauan nusantara, khususnya tanah Jawa, menjadi eksportir dan produsen gula. Kasunanan Surakar-ta dan Pura Mangkunegaran menjadi pelopor keberhasilan industri gula di tanah Jawa.

Industri gula yang cukup menggembirakan pada saat itu berpengaruh pada segi-segi kehidupan yang lain. Misalnya pada bidang transportasi yang pesat. Perusahaan kereta api berkembang di Jawa dengan jalur antar kabupaten, bahkan sampai kecamatan dan pedesaan. Tentu saja korelasi antar usaha ini meningkatkan kemakmuran. Masyarakat Jawa mendapat pengetahuan dan pengalaman baru dalam bidang perkebunan dan industri. Baik per-kebunan maupun industri, keduanya membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha.

Bahan pembuatan gula adalah sukrosa atau dikenal dengan karbohidrat. Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman yang mengandung sukrosa dalam jumlah yang banyak, sehingga menjadi bahan baku utama pembuatan gula. Sukrosa pada tebu terdapat di dalam suatu cairan yang disebut nira. Nira inilah yang akan diolah melalui beberapa proses sehingga dihasilkan kristal gula. Pem-buatan gula merupakan proses yang sangat kompleks.

Page 69: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

65 |

Untuk itu dibutuhkan ketelitian dan keahlian khusus dalam pengolahannya, agar gula yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik dan memenuhi standar mutu internasional. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat pabrik gula yang unggul, sehingga mendatangkan kemakmuran bagi rakyat.

Pabrik gula beserta aktivitas produksinya menarik minat para pakar untuk melakukan penelitian dan pengkajian. Beberapa pakar yang telah mengulas tentang gula diantaranya adalah Moerdokusumo (1993) yang menguraikan tentang Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Mubyarto dan Daryanti (1991) telah menulis tentang Gula: Kajian Sosial Ekonomi. Sedangkan Soediro (1982) memberi deskripsi tentang Pengolahan Gula Merah Kristal dari Tebu. Ulasan para pakar tersebut menunjukkan betapa pentingnya gula dalam kehidupan masyarakat.

Dengan pendekatan filosofis diharapkan butir-butir kearifan lokal dapat diperoleh demi penyusunan kebijakan yang bertumpu pada nilai kebudayaan. Pendekatan filo-sofis atas kajian gula bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun. Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula

Page 70: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 66

sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Ada gula ada semut adalah ungkapan yang menggambarkan adanya daya tarik, sehing-ga banyak pihak yang datang berbondong-bondong. Seperti misalnya urbanisasi dari desa ke kota, karena banyaknya peluang dan harapan.

Orang Jawa sangat akrab dengan gula beserta fungsinya. Tidak mengherankan apabila budaya Jawa kerap melagukan tembang dhandhanggula. Oleh karena itu Dhan-dhanggula secara etimologis dapat diberi makna demikian. Dhandhanggula: dhandhang = hitam gula = legi atau manis, melambangkan seseorang telah menemukan gula hitam atau manisnya madu kehidupan sebagai suami istri. Dhandhanggula yang berasal dari kata dhandhang dan gula yang berarti pengharapan akan yang manis.

Menurut Sardjijo (1991: 26), watak tembang adalah sebagai berikut: Tiap nama tembang Macapat mempunyai watak masing-masing. Oleh karena itu pemaparan atau penggambaran sesuatu hal biasanya diselaraskan dengan sifat/watak tembangnya. Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala kea-daan.

Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara (1968: 73) setiap tembang memiliki watak. Dhandhanggula mempu-

Page 71: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

67 |

nyai arti harapan yang manis, daunnya sebagai hiasan kehidupan, glali, dhandhang. Tembang Dhandhanggula ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Adapun wataknya fleksibel, luwes. Cocok untuk pembukaan, pertengahan dan penutup suasana.

Bendera Gula Klapa menjadi simbol kebanggaan dan kejayaan kerajaan Jawa. Dalam seni pewayangan seringkali ditampilkan adegan yang diiringi dengan lagu Gula Klapa laras pelog. Irama lagu Gula Klapa tampak bersemangat dan gagah berani. Musik yang disertai dengan gerakan wayang yang lincah membuat suasana menjadi sangat meriah.

Gula klapa mengandung makna nasionalisme atau kebangsaan. Gula berwarna merah dan kelapa putih. Bendera Indonesia berwarna merah putih. Sejak zaman Kraton Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram dan Surakarta Hadiningrat selalu mengibarkan bendera merah putih. Semua sepakat bahwa bendera itu mengandung arti berani karena benar, dalam rangka membela kesucian.

Rasa gula itu manis. Dalam budaya Jawa komunitas yang hadir dalam suasana kemanisan serta ketertiban adalah lebah. Lebah mempunyai makna kiasan yang dekat dengan gula. Madu dihasilkan oleh komunitas lebah. Dua-duanya berasa manis. Filsafat lebah mempunyai deskripsi dan argumentasi demikian. Welingku ngger-angger,

Page 72: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 68

mumpung durung kedelarung marenana, ngger-angger, luwih ala milk darkebing wong liya. Nasehatku, wahai anakku, Sebelum terlambat, berhentilah: Sangat tidak sepantasnya merebut milik orang.

Tala adalah sarang lebah. Dalam Al Qur’an Allah verfirman: Dan Tuhan mewahyukan kepada lebah: Bersarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan pada bangunan-bangunan lainnya dibuat oleh manusia. Dan makanlah olehmu bermacam-macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan Tuhan-mu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman berupa madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan.

Dahulu Nusantara mendapatkan kemudahan alami, berupa subur makmur tanah airnya tetapi lalu lalai, bahwa kemudahan itu adalah karena perkenan-Nya, dependen pada-Nya. Ketika kolonialisme-Imperialisme Barat secara aktif menyerang, Nusantara berada di bawah penderitaan penjajahan (Damardjati Supadjar, 2001: 64).

Wacana sosial tentang perumpamaan-perumpama-an dapat menjadi tema-tema: mistik dan politik; mistik dan teknik; politik dan teknik. Gambaran masyarakat lebah sebagai acuan yang sangat penting, adapun alasannya adalah sebagai berikut: sarang lebah itu di tempat yang

Page 73: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

69 |

tinggi, artinya punya kualitas, baik secara intelektual atau secara moral; Makanannya adalah makanan yang pilihan, yaitu sari buah-buahan; Masyarakat lebah adalah masyara-kat yang cara-kerjanya berdasarkan suatu Tata; Produkti-vitasnya mengagumkan, yaitu madu yang serba manfaat, bahkan berkhasiat obat yang mujarab.

Museum Gula didirikan atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah pada waktu itu (Bapak Soepardjo Roestam) dan segera ditindaklanjuti oleh Direktur Utama PTP XV-XVI pada waktu itu (Bapak Ir. Waryatmo). Museum ini diresmikan pada tanggal 11 September 1982 oleh Bapak Soepardjo Roestam untuk menyambut diadakannya Kongres International Society of Sugar Cane Technologists (ISSCT) XIX yang anggotanya terdiri dari para ahli gula sedunia di Pasuruan, Jawa Timur 22 Agustus 1986.

Aktivitas perekonomian yang berbasis seni budaya terjadi pada kegiatan giling pabrik tebu. Upacara ritual juga menyertai pembukaan panen tembakau dengan wilujeng-an. Tentu saja kegiatan ekonomi ini dalam sejarahnya diharapkan menumbuhkan keyakinan atas keselamatan bersama. B. Mewujudkan Sarana Kesadaran Budaya

Kesadaran budaya masyarakat Klaten diwujudkan dalam bentuk pembangunan museum serta perpustakaan.

Page 74: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 70

Pendirian museum gula bertujuan untuk memberi pelajaran buat generasi muda. Terutama di kalangan pelajar. Museum ini menempati salah satu bangunan bekas tempat tinggal yang berada di kompleks Pabrik Gula Gondang Baru, Jogonalan, Klaten.

Koleksi yang dimiliki terdiri dari peralatan untuk menanam tebu sampai dengan peralatan pengolahan tebu menjadi gula pasir seperti: peralatan tanam tebu tradisional, macam-macam bibit dan penyakit tanaman tebu, alat-alat perawatan tanaman tebu, alat-alat pengolah tebu menjadi gula pasir, miniatur pabrik gula, alat-alat administrasi pada pabrik gula, sarana pengangkut tebu, dan sebagainya. Museum ini juga dilengkapi dengan perpustakaan, mushola, ruang pertemuan, dan cafe kecil untuk bersantai.

Masa kejayaan gula dalam lintasan sejarah telah mendukung eksistensi kebudayaan Jawa. KGPAA Mangku-negoro IV adalah disebut juga sebagai Raja Gula Indonesia pada masanya. Pabrik gula yang memproduksi gula kristal, seperti PG Colomadu dan PG Tasikmadu diprakarsai oleh KGPAA Mangkunegoro IV, termasuk PG Candi di Jawa Timur pada 1830-an. Dalam hal sastra budaya Jawa beliau adalah pengarang Serat Wedhatama dan Tripama yang terkenal itu. Mangkunegoro IV lahir pada tahun 1736,

Page 75: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

71 |

menjadi penguasa Mangkunegaran pada tanggal 17 Mei 1850. Wafat pada tanggal 2 September 1881.

Kemilaunya karier Mangkunegoro IV di bidang pergulaan, yang langka digeluti oleh raja pribumi ini akhir-nya berembus sampai penjuru dunia. Brooshooft dalam De Locomotief (2 September 1881) menulis, saban orang luar, pegawai tinggi atau swasta manakala berkunjung ke Solo minta diperbolehkan untuk melihat pabrik gula Mangku-negaran untuk menghapus rasa penasaran yang melanda dan belajar manajemen perkebunan “raja gula dari Jawa” itu.

Mangkunegoro IV telah meninggalkan warisan ber-harga berupa semangat berwirausaha. Bukti sejarah ini telah menghantam dengan sekeras-kerasnya citra me-rugikan yang diberikan oleh pejabat kolonial bahwa orang pribumi Jawa pemalas dan selalu kalah tanding dengan orang asing dalam usaha.

Titik awal pemerintahan Sri Mangkunegoro IV inilah yang oleh Pringgodigdo disebut menginjak zaman baru, karena pada era Sri Mangkunegoro IV inilah muncul perusahaan-perusahaan Mangkunegaran, yang pening-galannya berdiri dan berjalan, serta dapat disaksikan sampai tahun 1937 (Pringgodigdo, 1950: 30). Perusahaan-perusahaan itulah yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap keuangan raja, dan juga keuangan pemerintahan

Page 76: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 72

Mangkunegaran, sehingga Mangkunegaran mampu menye-jajarkan diri dengan raja-raja besar yang ada di Jawa waktu itu (Soetomo Siswokartono, 2006: 152).

Kraton Surakarta Hadiningrat juga mewariskan pabrik gula yang besar. Namanya Pabrik Gula Manisharja (Wirodiningrat, 2005: 4). Ternyata para pemimpin Jawa itu dulu ulung dalam memutar roda ekonomi. Raja Jawa menyadari arti penting industri yang berbasis pertanian.

Bermacam-macam jenis gula yang dikenal masya-rakat. Gula Tebu adalah gula kristal putih (sakarosa) yang diperoleh dari tanaman tebu. Terkadang dijual dalam bentuk gula coklat (brown sugar) di Eropa. Pada awalnya gula tebu dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar ke India. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar.

Untuk gula lokal terdapat gula Jawa yang tetap diproduksi sampai sekarang. Gula Jawa adalah istilah gula merah, biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari

Page 77: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

73 |

bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan.

Lebih spesifik masyarakat Banyumas punya penga-laman yang panjang. Banyumas adalah sentra pembuatan gula jawa yang telah berumur ratusan tahun, tapi proses produksinya tidak banyak mengalami perubahan, yakni menggunakan pongkor penadah nira dari bambu. Untuk menjaga nira tidak terkontaminasi bakteri, pongkor lebih dulu diisi cairan laro, terbuat dari larutan kapur tohor dan kulit buah manggis atau tatalan pohon kulit buah nangka. Ada sebagian petani yang menggunakan natrium bisulfit 0,02 persen, tetapi ini tidak dianjurkan.

Proses pembuatannya, nira hasil sadapan dimasak dengan kayu bakar sekitar tiga jam, hingga membentuk caramel siap dicetak. Ada yang menggunakan potongan bambu untuk mendapatkan ukuran 100 gram sebagai alat cetak, ada juga yang menggunakan cetakan aluminium untuk memperoleh gula ukuran berat 50 gram.

Masyarakat Jawa selalu menyelenggarakan pesta yang dikemas dengan adat istiadat budaya. Tata upacara adat manten tebu menganggap tebu sebagai bagian dari kosmos alam memiliki energi yin yang, laki-laki perem-puan. Oleh karena itu biar tebu yang ditanam subur dan menghasilkan kesejahteraan dilakukan pengawinan lam-bang tebu jantan dan betina. Biasanya dilakukan dengan

Page 78: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 74

sarana wayang kulit. Tujuan lain untuk mengusir segala gangguan, maupun keangkaramurkaan yang ada di dalam pabrik sehingga proses penggilingan tebu dapat berjalan lancar dan selamat baik karyawan, pekerja maupun hasilnya.

Semua pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur berbahan baku tebu. Dalam konteks adat istiadat Jawa, tebu memiliki fungsi yang vital. Tebu menjadi piranti da-lam upacara pengantin Jawa. Tebu jarwa dhosoknya adalah antebing kalbu. Sepasang tebu wulung tebu yang berwarna ungu melambangkan mantabnya kalbu, pasangan baru itu akan membina keluarga dengan sepenuh hati, dengan segala tekad dan pikiran bijak, akan selalu mempertahan-kan kehidupan keluarga.

Cengkir gadhing-kelapa kecil yang berwarna kuning melambangkan kencang-kuatnya pikiran baik, artinya pasangan itu saling mencintai dengan sungguh-sungguh dan akan saling memelihara. Berbagai macam dedaunan segar seperti: beringin, majakara, alang-alang, dhadhap serep, diharapkan supaya pasangan tersebut tumbuh dengan kuat dalam kehidupan berkeluarga dan selalu berada dalam keadaan selamat (Adjid & Tessa, 2002: 2).

Perlengkapan yang sangat penting, di atas gapura sebuah perhiasan yang dinamakan bleketepe yang terbuat dari anyaman daun kelapa harus digantungkan, ini

Page 79: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

75 |

dimaksudkan untuk mengusir roh jahat dan sebagai tanda bahwasanya pesta perkawinan sedang diselenggarakan di rumah ini. Adapun srana tarub yang pokok yang disebut "Tuwuhan" terdiri dari: Sepasang pohon pisang raja yang berbuah yang maknanya secara singkat demikian: Agar mempelai kelak menjadi pimpinan keluarganya/ling-kungannya dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Seperti pohon pisang dapat tumbuh dan hidup dimanapun saja, maka diharapkan bahwa mempelai berdua pun dapat hidup dan menyesuaikan diri di lingkungan manapun juga dan berhasil berbuah.

Orang Jawa kerap memberi nama bunga pada tanaman misalnya kembang belimbing maya, kembang pelem wujud, kembang ketela ingklik, kembang kacang kupu, kembang pring blas-blasan, kembang jambu karuk, kembang kopi blanggreng, kembang lombok menik. Sedangkan gleges adalah nama kem-bang tebu. Kata ini juga bisa dibuat teka-teki atau cangkriman dalam bentuk wangsalan, misalnya: Kembang tebu, wiwit mau guyune gumleges. Tebakannya adalah gleges.

Tebu wulung mempunyai makna yang mendalam. Sepasang tebu wulung: tebu artinya "anteping kalbu" tekad yang bulat. Wulung artinya mulus matang, maknanya dari mempelai diharapkan agar segala sesuatu yang sudah dipikir matang-matang dikerjakan/dilaksanakan dengan

Page 80: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 76

tekad yang bulat, pantang mundur atau mulat sarira hang-rasa wani. Sedangkan menurut Adjied dan Tessa (2002: 2) kata tarub berasal dari kata benda yang menunjukkan pengertian tentang suatu "bangunan darurat" yang khusus didirikan di depan rumah atau di sekitar rumah orang yang mempunyai hajad menyelenggarakan perhelatan perka-winan dengan tujuan rasional dan irrasionil.

Rasionil yaitu membuat tambahan ruang untuk tempat duduk tamu, menata meja dan perlengkapan untuk resepsi perkawinan. Irrasionil karena pembuatan "Tarub" menurut adat harus disertai dengan macam-macam per-syaratan khas yang disebut srana-srana/sesaji, maka yang demikian mempunyai tujuan "keselamatan lahir batin" dalam arti luas.

Setiap pabrik gula punya tradisi yang berbeda. Adat Pengantin Tebu di Pabrik Gula Tasikmadu sudah ber-langsung sejak zaman Mangkunegara IV menjelang musim giling setiap tahunnya. Hal serupa juga diselenggarakan di pabrik gula lain untuk memulai musim giling. Namun tradisi di Pabrik Gula Tasikmadu disebut-sebut yang ter-lengkap dan terpelihara sejak diadakan sekitar 1.300 tahun lalu. Pada malam hari di sekitar pabrik diselenggarakan pasar malam cembrengan yang menyaji-kan produk sandang selain makanan khas seperti jenang kelapa.

Page 81: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

77 |

Pengantin yang diarak bukan sembarang pengantin. Bagus Sri Sadono Jati dan Raden Roro Sri Mulyaning Sejati, adalah pasangan tebu pilihan yang diambil dari Kebun Buntar dan Alastuwo, Karanganyar. Sehari sebelumnya, tebu temanten ini juga menjalani ritual selamatan usai dipetik dengan menyajikan tujuh kepala kerbau, mido-dareni, dan rias tebu temanten yang dilakukan di rumah dinas kepala tanaman.

Pabrik gula melibatkan lingkungan sekitar dalam menyelenggarakan adat tradisi. Di Kudus upacara nggantingi yang merupakan acara ritual menyambut musim giling di Pabrik Gula Rendeng Kudus, masih terus diuri-uri pihak manajemen. Kemeriahan pelaksanaan selalu dikaitkan dengan maju mundurnya usaha Pabrik Gula yang bersangkutan. Hal ini bisa dimaklumi karena menyangkut biaya.

Acara nggantingi berlangsung di halaman pabrik gula yang terletak beberapa ratus meter arah timur pusat Pemerintahan Kabupaten Kudus. Namun sebelum puncak acara nggantingi, puluhan tempat yang dianggap mem-punyai hubungan tidak langsung dengan Pabrik Gula Rendeng diberikan sesaji, seperti di sejumlah tempat di Gunung Muria dan Rahtawu. Tujuannya untuk melestari-kan warisan budaya, khususnya petani tebu di Kudus dan sekitarnya. Mudah-mudahan tradisi ini tetap lestari.

Page 82: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 78

Giling tebu punya adat istiadat yang menarik. Cembrengan adalah selamatan masa pra giling tebu yang diselenggarakan setiap tahun sekali. Ritual cembrengan sebagai bagian dari evaluasi untuk meningkatkan produkti-vitas gula yang telah dicapai sebelumnya. Cembrengan juga dimaksudkan untuk keselamatan terutama di bagian juru masak pabrik gula saat mereka bekerja menggiling tebu selama masa giling. Penyelenggaraan cembrengan biasanya diikuti pasar malam seperti sekatenan selama sebulan di sekitar lokasi pabrik gula. Tak lupa nanggap wayang dan kethoprak.

Upacara ini tetap dilaksanakan. Ritual Temanten Tebu, adalah acara yang dilaksanakan hanya sekali dalam setahun, tepatnya pada selamatan pesta giling (April-Mei). Ritual yang mengekspresikan rasa syukur kepada Tuhan sang penguasa alam. Simbol penganten tebu, diambil dari tebu milik petani dan milik Pabrik Gula Pangka. Satu simbol persatuan antara petani dan pabrik gula dalam menyongsong panen raya dan giling. Konon sinar wajah temanten dapat mencerminkan berhasil atau tidak dalam pasca panen. Setiap upacara tradisional tersebut berfungsi untuk menjaga tertib kosmis.

Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan

pokok (sembako) bagi masyarakat Indonesia. Gula diguna-

Page 83: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

79 |

kan dalam campuran bahan makanan, minuman, untuk menambah stabilitas terhadap mikroorganisme serta seba-gai sumber energi. Oleh karena itu keberadaan gula sangat dibutuhkan. Pemerintah selalu berupaya agar Indonesia mampu berswasembada gula. Impor gula dari luar negeri dibatasi dan bahkan berharap Indonesia dapat menjadi negara pengekspor gula. Hal ini dapat juga mengatasi kekurangan lapangan pekerjaan bagi para pemuda di tanah air.

Lahan untuk penanaman tebu sebagai bahan dasar pembuatan gula cukup terhampar dan berlimpah-ruah jumlahnya. Sebuah potensi ekonomis yang telah berjalan secara empiris dalam perjalanan bangsa ini. Oleh karena itu argumentasi bahwa gula menjadi sakaguru pereko-nomian nasional merupakan keniscayaan. Andaikan saat ini terdapat kekeliruan dalam manajemen pergulaan nasional, maka secepatnya perlu adanya kesadaran dan gerakan nyata. Revitalisasi Gula Nasional perlu mendapat dukungan dari semua warga bangsa.

Bangsa Indonesia secara kultural filosofis merupa-kan komunitas yang menyukai gula dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam kategori konotatif maupun denotatif, kata yang mengacu pada gula banyak ditemukan. Misalnya tembang dhandhanggula, gula klapa, tembung manis, ireng manis, manis-manis lathi, madu basa, madu

Page 84: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 80

rasa, madu brangta, pahit padu, dan sebagainya. Semua kata ini merupakan fakta simbolis yang mempunyai makna mendalam. Di balik manisnya gula, ternyata banyak ditemukan nilai-nilai luhur yang dapat digunakan sebagai kaca benggala kehidupan.

Masyarakat Klaten terbiasa dengan manajemen pa-brik gula. Makanya orang Klaten gemar nembang Dandang-gula. Sebisa-bisanya hidup itu selalu tampil dengan rasa manis. Pabrik gula memberi pelajaran tentang kemandirian ekonomi rakyat. Pada masa depan pabrik gula semakin memberi kesejahteraan.

Kesejahteraan ekonomi berhubungan dengan aspek lahiriah. Sedang aspek batiniah dilakukan dengan kegiatan seni budaya. Sepanjang jaman sejak masa kerajaan hingga sekarang masyarakat Klaten berusaha membuat kese-larasan.

Page 85: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

81 |

BAB VI

PENGEMBANGAN SEJARAH KERAJINAN DI KLATEN DEMI MELESTARIKAN BUDAYA

A. Pengembangan Kerajinan Masyarakat Pengembangan kerajinan di daerah Bayat selalu

berhubungan dengan unsur material, moral dan spiritual. Pengrajin batik yang berada di wilayah Bayat Klaten senantiasa menyertakan unsur budaya. Bayat menjadi penyangga utama industri batik tradisional di Kabupaten Klaten. Pemasok pasaran batik di Klewer kebanyakan dilakukan oleh orang Bayat. Sebagian dari mereka dulu menjadi abdi dalem yang khusus mengurusi tata busana batik. Daerah Bayat Klaten dengan kraton Surakarta mempunyai hubungan kultural dalam bidang industri batik tulis.

Page 86: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 82

Identitas kebudayaan nasional dapat diperoleh dengan meningkatkan peran produk lokal yang telah diakui oleh masyarakat luas. Khusus busana batik sebenarnya telah mendapat pengakuan internasional. Sebagai warisan nenek moyang batik boleh dikatakan pembentuk jati diri bangsa yang cukup mem-banggakan. Sebagian batik masih merupakan barang mewah, yang hanya dipakai oleh masyarakat kelas atas sebab hanya merekalah yang dapat membelinya. Kain batik pada masa itu dalam masa konteks hubungan dagang antara India dengan kepulauan Nusantara, adalah merupakan komoditi utama (Mari S. Condronegoro, 1995: 18). Berawal dari kontak dengan para pe-dagang India, batik masuk ke hubungan perdagangan di seluruh kepulauan Nusantara.

Pada tahun 1877, dalam sebuah artikelnya tentang pakaian Jawa Poensen menyatakan bahwa kain batik pada akhir abad XIX terutama dikenakan oleh kaum pria, meskipun dibuat oleh wanita (Adjied Swastedi, 2002: 4). Pada saat itu batik merupakan pakaian eksklusif dari go-longan atas atau ningrat. Kepercayaan akan dapat tercipta-nya suasana religius magis dari pancaran batik membuat para bangsawan lebih mengutamakan corak batik yang mengandung arti simbolik.

Yogya dan Solo adalah merupakan lingkungan keraton di mana seni batik tradisional dipelihara dan

Page 87: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

83 |

dikembangkan secara turun temurun (Darsiti, 1989: 31). Dalam perkembangannya, generasi penerus kebanyakan hanya mengagumi nilai keindahan visualnya saja, mereka kurang mengetahui nilai keindahan simbolik (makna keindahan) yang terkandung dalam setiap motif-motifnya (Kartini dkk, 1992: 23).

Setiap daerah mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik motif maupun tata warnanya. Namun demikian, dapat dilihat adanya persamaan maupun perbedaan antar batik di berbagai daerah tersebut (Kodiron, 1989: 25). Motif batik lainnya yang menjadi standar istana adalah corak semen, sawat dan udan liris. Kata semen mempunyai konotasi semi atau tumbuh. Corak semen penuh dengan simbolisme yang menunjukkan pe-mujaan terhadap kesuburan dan tata tertib alam semesta.

Oleh karena itu ragam corak batik perlu men-dapatkan perhatian dan pengkajian yang lebih mendalam. Batik merupakan busana warisan para leluhur. Menurut Kartini dkk (1992: 17) batik adalah hasil karya atau produk yang menggunakan lilin sebagai bahan bakar untuk me-nutup design atau motif yang diinginkan, sebelum produk atau hasil karya tersebut diproses sampai final. Sedangkan kata tradisional adalah berasal dari kata tradisi yang berarti sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang atau menurut adat.

Page 88: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 84

Ragam hias bersifat naturalis dan pengaruh ber-bagai kebudayaan asing terlihat kuat. Warna beraneka ragam (Rian S. Djoemena, 1986: 43). Selain yang disebut-kan di atas, corak cemukiran/cemungkiran berpola sinar merupakan salah satu corak larangan pula. Dewa Syiwa menurut kepercayaan Jawa diyakini menjelma dalam diri raja, sehingga fungsi cemungkiran sama dengan huk yaitu hanya berhak dipakai oleh raja dan putra mahkota (Sewan Susanto, 1973: 52).

Motif batik udan liris termasuk dalam pola geo-metris yang tergolong motif lereng, disusun secara garis miring (Mari S. Condronegoro, 1995: 31). Karena sifat dan warnanya inilah maka batik dari daerah Garut, Banyumas, Ponorogo dan sejenisnya dimasukkan dalam kelompok batik pesisir, meskipun daerah-daerah ini tidak terletak di pesisir. Mengenai ragam hias alasan yang berarti hutan, adalah lambang kesuburan atau kemakmuran. Ragam hias ini sering dipakai untuk kain dodot.

Sementara itu di lain pihak, Solo terkenal dengan sawutannya yang halus dan berbagai jenis parangnya. Di desa Bayat yang terletak antara Solo dan Yogya ber-kembang Jenis batik rakyat yang dibatik oleh sebagian besar masyarakat setempat. Batik-batik lokal ini ternyata mempunyai kualitas yang sangat bagus sehingga dapat bersaing di tingkat global.

Page 89: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

85 |

Bangsa yang dapat bersaing di tingkat global harus mampu menunjukkan kualitas produknya. Lambat laun bangsa tersebut akan kokoh jati dirinya. Busana ini ada tiga macam, pertama busana sabukwala nyamping batik sebagai busana harian atau untuk menghadiri upacara alit. Kedua, busana sabukwala nyamping praos khusus untuk acara resepsi tetesan yang diadakan apabila resepsi itu diselenggarakan bersamaan dengan upacara supitan.

Sesungguhnya makna terdalam dari tata laksana upacara pengantin Jawa masih berkaitan dengan keterangan berikut: Perhiasan yang dipakainya terdiri dari subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata uang (dinar), gelang berbentuk ular atau gligen, atau dapat pula memakai gelang model sigar penjalin. Bagi yang berambut panjang disanggul dengan model konde. Kainnya bermotif parang ceplok atau gringsing.

Batik, pada dasarnya termasuk karya seni khusus-nya seni lukis. Alat yang digunakan untuk melukis adalah canting, yang di dalam penggunaannya memiliki berbagai macam ukuran tergantung pada jenis dan halusnya garis atau titik yang diinginkan. Canting yang bercarat satu untuk membuat garis, titik atau cecek dan yang mem-punyai carat lebih dari satu (sampai dengan tujuh) dapat dipakai untuk membuat hiasan berupa kumpulan titik-titik atau garis-garis (Kartini dkk, 1992: 24).

Page 90: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 86

Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah, yang bersangkutan. Keadaan alam sekitarnya, termasuk flora dan fauna. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan (Rian S Djoemena, 1986: 33). Seni batik, dapat dilihat dari berbagai aspek seperti antara lain: proses pembatikan atau pembuatan, mutu pembatikan, ragam hias dan tata warna. Batik sebagai karya seni, dalam arti batik diciptakan oleh nenek moyang dalam bentuk (motif) yang beraneka ragam. Batik termasuk seni lukis yang unik, di samping itu warna yang digunakan juga warna khas, yang melalui proses yang rumit.

Motif batik itu merupakan salah satu manifestasi dari kepercayaan raja atau masyarakat pada waktu itu, atau diciptakan untuk sesuatu harapan yang baik biasanya ter-cantum pada nama-nama dari motif batik tersebut. Misal-nya motif semen. Semen berasal dari kata semi (tumbuh). Polanya berbentuk kuncup tanaman. Pola ini mengandung pengharapan agar barang siapa yang menggunakan akan mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh (semi).

Secara garis besar ada dua golongan ragam bias batik, yaitu ragam hias geometris dan ragam hias non geometris. Yang termasuk golongan geometris adalah: Garis miring atau Parang, misalnya: parang rusak, parang curiga, parang parung, parang wenang, parang kusuma, parang gondosuli,

Page 91: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

87 |

parang pari sauli, parang seling naga. Garis silang atau ceplok dan kawung.

Kelengkapan busana pinjung harian (pinjung padin-tenan) terdiri atas kain batik, tanpa baju, lonthong tritik, kamus songketan, memakai udhet tritik (semacam selen-dang sebagai hiasan pinggang yang dikenakan di bawah lonthong kamus), mengenakan subang, kalung dinar, gelang gligen atau sigar penjalin. Sanggulnya berbentuk sanggul tekuk polos tanpa hiasan. Busana pinjung dikenakan para putri raja sampai usia remaja (Mari S. Condronegoro, 1995: 49).

Untuk remaja atau dewasa, dalam kesehariannya mengenakan busana semekanan. Semekan dalam penger-tian ini berupa kain panjang dengan lebar separo dari lebar kain panjang biasa, berfungsi sebagai penutup dada. Dalam perkembangannya ada motif batik yang pemberian nama dari motif batik tersebut melibatkan nama dari perusahaan pembuatnya, misalnya Batik Danarhadi dibuat oleh perusa-haan Danarhadi dan Batik Semar, buatan perusahaan Batik Semar.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kreatifitas dari si seniman batik, dikhawatirkan batik tradisional akan luntur dalam arti lama kelamaan akan tersisih dan kehilangan makna simboliknya, karena mung-kin sudah tidak sesuai dengan alam pikiran modern ini.

Page 92: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 88

Busana tetesan untuk putri raja yang sedang dikhitan, terdiri dari nyamping cindhe yang dikenakan dengan mo-del sabukwala, lonthong kamus bludiran jenthir. Sedang-kan busana para pangeran berupa busana kampuhan sikepan lugas dengan kuluk kanigara.

Misalnya, warna biru tua pada batik tradisional diartikan sama dengan warna hitam. Warna-warna di dalam batik ini dipadukan sehingga menghasilkan perpaduan warna yang indah, dan mempe-sona. Pada usia dewasa para bangsawan mulai terlibat di dalam beberapa kegiatan seremonial kraton. Perkembang-an batik memang terkait dengan kebudayaan kraton.

Penggunaan motif kerajinan batik berhubungan de-ngan aspek keselamatan yang diajarkan oleh para pujangga kraton. Misalnya motif sidomukti dengan harapan peng-gunanya akan mendapat kemuliaan. B. Kebanggaan dalam Keserasian

Masyarakat Klaten memahami ungkapan ajining diri saja lathi, ajining raga saka busana. Hal ini berhubungan dengan keselarasan dalam tata pergaulan. Memakai batik dapat menambah rasa penghormatan menjadi sarana metode untuk penghormatan pesta pengantin. Salah satu cara menghormati pengantin adalah menggunakan busana batik. Busana dodotan atau kampuhan, merupakan rang-

Page 93: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

89 |

kaian busana untuk putra dalem terdiri dari kuluk biru dengan hiasan mundri (nyamat), kampuh konca setunggal, clana cindhe gubeg, moga renda berwarna kuning, pethat jeruk sak ajar, rante, karset, kamus, timang (kretep), dan kering branggah. Menurut Kartini dkk (1992: 55), batik tradisi-onal mempunyai warna yang khas bila dilihat dari segi nuansanya, maka bisa dikategorikan bernuansa gelap atau suram.

Di samping itu, warna kuning juga sebagai lambang kemuliaan, keagungan dan bercita-cita luhur. Warna hijau merupakan simbol dari nafsu mutmainah atau moyang. Di dalam motif batik digambarkan bentuk garuda. Nafsu mutmainah mempunyai sifat budi luhur, membela kebenaran, kebijaksanaan dan penuh pengorbanan. (Ki Siswomiharsojo, 1966: 71). Di samping itu nafsu ini juga dapat memberikan petunjuk kearah kebaikan (Sevan Susanto, 198). Warna hijau memberi kesan pengharapan, usaha mencapai hidup lestari, ketabahan dan kekerasan hati, berkuasa, meningkatkan rasa bangga, perasaan lebih superior dari yang lain.

Warna putih merupakan simbol dari nafsu mutmainah, berasal dari unsur udara yang disimbolkan motif burung atau binatang bersayap. Nafsu mutmainah berada di dalam hidung atau indera penciuman, sifat dari nafsu ini adalah suci, berterus terang, bakti, belas kasih

Page 94: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 90

serta teguh. Sesuai dengan kesan warna putih yang suci, bersih, murni, tenteram bahagia dan luhur. Nafsu ini merupakan penerang bagi nafsu-nafsu yang lain. Nafsu ini merupakan penerang bagi nafsu-nafsu yang lain untuk berbuat kearah kebaikan. Kelengkapan busana kanigaran pada dasarnya sama dengan busana dodotan, hanya saja jika busana dodotan dikenakan tanpa baju, maka busana kanigara ini dilengkapi dengan baju sikepan bludiran. Mengenakan sikepan bludiran biasanya dilengkapi dengan memakai kuluk kanigara, namun ada kalanya memakai kuluk biru.

Motif Parangrusak hanyalah untuk para bangsawan tinggi. Pada waktu itu para bangsawan tinggipun tidak diperkenankan memakai motif Parangrusak untuk harian, tetapi hanya untuk upacara-upacara kenegaraan. Motif Parangrusak terdiri dari unsur ornamen lidah api dan ornamen blumbangan atau mlinjon. Lidah api melam-bangkan Dewa api atau agni yang merupakan simbol nafsu amarah. Sedangkan motif blum-bangan atau mlinjon menggambarkan unsur air yang melam-bangkan nafsu supiyah.

Air adalah salah satu unsur kehidupan. Sifat manusia dapat digambarkan seperti keadaan air samodra yang luas, kadang bisa tenang dan apabila diterjang badai sifat air menjadi sangat berbahaya. Motif lidah api dan blumbangan

Page 95: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

91 |

yang terdapat pada batik parang rusak keduanya mempunyai makna yang saling menopang. Unsur api yang berkobar dapat dipadamkan dengan unsur air, tetapi airpun dapat dipanasi dengan unsur api. Nafsu amarah yang disimbolkan unsur api akan berkobar atau padam apabila memperoleh daya dari unsur air sebagai simbol nafsu supiyah.

Motif kawung juga dihubungkan dengan binatang, bentuk-nya bulat lonjong yaitu kuwangwung (Sewan Susanto, 1960: 55). Bila, ditinjau menurut gambaran buah aren atau kolang-kaling, maka motif kawung mempunyai makna simbolik sebagai berikut: Pohon aren sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dari batang, daun, ijuk, nira, buah, secara keseluruhan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Hal ini mengingatkan agar manusia dalam hidupnya dapat berdaya guna bagi bangsa dan negaranya seperti pohon aren.

Pada pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII, motif kawung diperuntukkan cucu-cucu Sultan sehingga bagi mereka yang menggunakan motif kawung, kemung-kinan besar adalah cucu Sultan. Dengan menggunakan kain ini si pemakai mengharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik seperti rezeki, kebahagiaan, keturunan dan hidup rukun (Djoemena, 1986: 45).

Page 96: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 92

Sesungguhnya makna terdalam dari tata laksana upacara pengantin Jawa masih berkaitan dengan keterang-an berikut. Motif batik ini biasa dipakai oleh pengantin wanita dan pria pada pernikahan. Sido berarti terus-menerus dan mukti berarti hidup dalam berkecukupan dan kebahagiaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ragam hias ini melambangkan harapan masa depan yang baik, penuh keba-hagiaan yang kekal untuk kedua mempelai tersebut.

Motif batik tradisional semen, mempunyai corak yang beraneka ragam, baik itu yang dipakai sebagai pakai-an upacara kebesaran adat atau keagamaan (Semen Gedhe Sawat Gurda, Semen Huk, Semen Panca Murti) maupun yang dipakai dalam kegiatan lain. Di antara motif-motif batik tradisional yang ada dan biasa dipakai oleh golongan masyarakat luas adalah motif batik Semen Rama.

Motif ini melambangkan kesetiaan seorang istri, sebagaimana digambarkan seharusnya seorang istri yang baik (Kartini dkk, 1992: 38). Motif batik tradisional Truntum merupakan lambang cinta yang bersemi. Motif-motif batik tradisional tersebut hendaknya dikembangkan terus baik oleh pemerintah, swasta, atau masyarakat demi memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa.

Busana adat digunakan untuk berbagai keperluan upacara. Masing-masing upacara memiliki kostum yang berbeda. Misalnya upacara kematian, pernikahan, tentu

Page 97: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

93 |

menggunakan busana khusus. Oleh karena perlu pema-haman atas ragam busana secara benar. Keselarasan dalam pergaulan akan mewujudkan ketertiban sosial.

Penggunaan motif parang misalnya, bertujuan un-tuk melindungi keselamatan rakyat. Oleh karenanya motif parang digunakan oleh para pimpinan kerajaan. Ini melambangkan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab atas keselamatan anak buah.

Page 98: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 94

Page 99: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

95 |

BAB VII

PEMBAHASAN KESENIAN KLATEN DARI MASA KE MASA

A. Kreativitas Seniman Klaten

Kabupaten Klaten telah memunculkan tokoh-tokoh kesenian yang populer dalam masyarakat. Mereka tampil sebagai sosok seniman yang produktif dan kreatif.

Contoh seniman yang menonjol di antaranya, Ki Anom Suroto, Ki Nartasabda dan Ki Warseno Slenk. Juga dalam bidang sanggit pedalangan tampil Ki Sayoko. Mereka merupakan seniman handal yang telah teruji dalam lapangan.

Tokoh karawitan dan pedalangan yang unggul yaitu Ki Nartasabda. Beliau adalah dalang populer yang lahir tanggal 25 Agustus 1925 di Krangkungan, Pandes, Wedi,

Page 100: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 96

Klaten, Jawa Tengah. Nama kecilnya adalah Soenarto. Soenarto pernah mengenyam pendidikan lima tahun di SD Muhammadiyah. Karier Ki Nartasabda dimulai dengan bergabung pada kelompok wayang orang Ngesti Pandawa, pimpinan Ki Sastrasabda. Ki Sastrasabda sangat sayang pada Soenarto karena kemahirannya dalam karawitan dan lawakan.

Nama Soenarto dirubah menjadi Nartasabda atas hadiah Ki Sastrasabda pada tahun 1948. Pada tahun 1958, Ki Nartasabda untuk pertama kalinya mendalang dengan Lakon Kresna Duta, suatu lakon yang penuh dengan sanggit dan sangat estetis. Pentas pakeliran Ki Nartasabda terkenal dengan gendhing-gendhingnya, antawacana, greget, sang-git, komposisi alur dan dhagelannya (Biman Putro, 1994: 12). Peranan sindhen dalam pergelaran wayang purwa yaitu membantu dalang dengan membawakan lagu-lagu atau melantunkan syair-syair tembang yang disesuaikan dengan jalan cerita atau lakon wayang.

Dalam pewayangan digambarkan sifat-sifat atau perilaku yang sangat mendasar terdapat pada para tokoh wayang yang diteladankan. Kawruh sangkan paraning dumadi, satataning panembah, kawruh jumbuhing kawula gusti, ngèlmu kasampurnan, ngelmu kasunyatan dan sebagainya sering ditampakkan pada setiap pagelaran wayang atau cerita-cerita dalam kesusasteraan Jawa.

Page 101: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

97 |

Sebagai dalang wayang purwa Ki Nartasabda sangat mahir dalam menciptakan lagu-lagu yang mengandung nilai pendidikan luhur, yang relevan untuk dijadikan se-bagai objek pembahasan. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan oleh para waranggana. Kata waranggana dalam bahasa Kawi Jawa yang berarti wara (wanita) dan anggana (pilihan) (Winter, 1987:29).

Sindhènan merupakan salah satu perbendaharaan musikal yang diperlukan dalam karawitan termasuk kara-witan pertunjukan wayang purwa. Dalam pelaksanaannya sindhènan menggunakan teks atau syair sebagai cakêpan, yang dapat berupa wangsalan, isén-isén, sêkar, dan parikan. Banyak sindhen yang menggunakan wangsalan, tetapi sindhen yang menyajikan itu, kadang-kadang sering kurang memahami makna yang terkandung dalam wangsalan itu, apalagi penyusun wangsalan itu karena menggunakan kata-kata dan bahasa atau sastra yang tinggi.

Berikut ini contoh lagu karya Nartasabda yang mengandung nilai pendidikan nasionalisme dan cinta tanah air. Bumi kelahiran, tanah tumpah darah, dan rasa ke-bangsaan mendapat apresiasi positif di mata rakyat Jawa. Ki Nartasabda mengungkapkan rasa cinta tanah air itu dalam bentuk lagu Ketawang Ibu Pertiwi.

Lagu Ibu Pertiwi sering digunakan untuk mengiri-ngi langen tayub, sebagai lagu kehormatan, karena sifatnya

Page 102: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 98

yang khidmat, tenang, berwibawa, dan kontemplatif. Ibu Pertiwi atau tanah air harus dijunjung, dihargai dan dicin-tai agar jiwa nasionalisme kita tetap lekat. Rasa nasionalisme itu perlu dipupuk supaya kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara selama ini tetap terjamin dan lestari.

Biasanya bagi sindhen yang kreatif, tidak mau hanya melakukan hal-hal yang sudah biasa dilakukan sindhen lain atau kebiasaan-kebiasaan yang ada yang selalu diikuti tan-pa ada pengembangan yang berarti. Bagi sindhen kreatif, dia ingin mengadakan pembaruan dalam sindhènan-nya, baik mengenai penggunaan wilêdan maupun dalam penggunaan syair-syairnya. Dalam konteks ini mereka berbahasa untuk membuat wilêdan yang berbeda dengan wilêdan yang disajikan oleh sindhen lainnya. Demikian pula dalam penggunaan syair, mereka berusaha untuk meng-gunakan syair yang sesuai dengan adegan pertunjukan yang sedang berlangsung.

Para sindhen yang telah disebut sebelumnya, biasa-nya mereka melakukan kreativitas dalam menyajikan sindhènan-nya. Menjadi sindhen atau pesindhen banyak diminati tidak hanya oleh mahasiswa Indonesia tetapi juga oleh mahasiswa dari luar negeri antara lain Ester, seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia yang berasal dari

Page 103: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

99 |

Inggris sering pentas untuk mendukung pergelaran wayang kulit.

Wibawa kesenian yang mengandung unsur estetika kontemplatif terlihat dalam pentas wayang kulit purwa. Kemiskinan dan penderitaan yang melilit masyarakat pe-desaan Jawa seolah-olah tidak terasa dengan hadirnya seni adiluhung pergelaran wayang. Apalagi yang memainkan adalah dalang idola publik dan terkenal, meskipun membutuhkan dana dan daya yang besar, mereka akan tetap berusaha keras agar dapat menikmatinya.

Lagu-lagu ciptaan Nartasabda banyak dikutip oleh para sindhen dalam pergelaran wayang purwa. Sindhen sesuai dengan peranannya selain melantunkan tembang juga dapat menyanyi untuk memenuhi keinginan masya-rakat terutama pada adegan Limbuk-Cangik dan adegan Gara-gara ditandai munculnya Sêmar, Garéng, Pétruk dan Bagong (Budiono, 1987: 42). Dalam lagu karya Nartasabda yang berjudul Lumbung Desa berisi muatan pendidikan tentang kesadaran pangan.

Rakyat Jawa sangat menyadari arti penting pangan, sebagai kebutuhan hidup yang paling mendasar. Pangan harus selalu ada dan mencukupi. Konflik sosial yang cepat bergolak salah satunya karena persediaan pangan di suatu daerah yang bersangkutan mengalami kehabisan. Untuk itu Ki Nartasabda menganjurkan adanya lumbung desa.

Page 104: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 100

Syair tembang sederhana di atas mengandung mak-na kebersamaan, ketekunan, kemandirian, kesejajaran, kemitraan, dan kegiatan yang tulus. Kondisi begini akan mengantarkan masyarakat itu mempunyai percaya dan harga diri. Ketahanan pangan penting supaya rakyat tentram hidupnya. Intuisisme beranggapan bahwa intuisi adalah sumber pengetahuan yang mengatasi akal atau pengalaman. Intuisi adalah bentuk pengamatan langsung atas pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi yang langsung.

Berkaitan dengan eksistensi filsafat wayang ditemu-kan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang sering diungkapkan oleh pemikir akademisi dan budayawan. Per-tanyaan itu antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut. Apakah dalam wayang sungguh-sungguh ditemukan kan-dungan filsafat? Jika ada, apakah dalam filsafat wayang di-temukan sistem-sistem pemikiran yang bersifat sistematis; misalnya apakah terdapat rumusan tentang ontologi wa-yang, tentang epistemologi wayang, dan tentang aksiologi wayang.

Pengetahuan yang bersumber pada otoritas dan wahyu. Otoritas sebagai sumber pengetahuan bukan hanya menunjuk pada diri seseorang tetapi juga institusi atau lembaga tertentu yang diyakini menjadi sumber penge-tahuan. Wahyu sebagai sumber pengetahuan sebagaimana

Page 105: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

101 |

diyakini oleh penganut-penganut agama tertentu. Pengeta-huan yang berdasar pada wahyu dianggap sebagai salah satu jenis pengetahuan yang paling objektif dengan tingkat kebenaran paling universal karena ia berasal dari Tuhan. Sebelum memasuki refleksi atas asumsi ontologi, epistemologi, dan aksiologi wayang; kiranya perlu dikemu-kakan di sini beberapa catatan penting terkait dengan filsafat wayang (Bakker, 1984: 32). Pertama, secara historis wayang pada hakikatnya merupakan bagian dari kebuda-yaan Jawa, walaupun sebagian ceriteranya bersumber pada epos India Hindu, namun bentuk wayang di Jawa di-kerjakan berdasarkan sikap kebudayaan Jawa. Bahkan karena begitu besarnya pengaruh wayang atas kehidupan orang Jawa, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa yang merupakan identitas budaya Jawa. Kedua, wayang tidak lain dan tidak bukan adalah simbol hidup dan kehidupan itu sendiri.

Sri Mulyono (1989: 75) menegaskan bahwa wayang adalah ensiklopedi tentang hidup yang diungkapkan secara ontologik-metafisik. Wayang adalah simbol keberadaan atau cara beradanya manusia, yang dalam pertunjukan dimulai dari pendapa suwung atau kosong dan diakhiri atau kembali menjadi pendapat suwung lagi. Ketiga, wayang dapat dikatakan sebagai literatur mengenai filsafat Jawa. Sebagai filsafat, wayang adalah simbol sangkan paran dan

Page 106: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 102

perbuatan yaitu sikap atau cara manusia beramal dan ber-jalan menuju kepada penciptanya.

Pergelaran wayang semalam suntuk adalah lam-bang atau simbol renungan transendental atau metafisis-religius. Dalam istilah paguron faham semacam itu disebut sangkan paraning dumadi. Keempat, wayang oleh keba-nyakan orang selalu dikaitkan dengan mitos, mistik, magi, dan ritus. Namun dalam perkembangannya wayang me-ngalami diferensiasi fungsional, fungsi wayang mengalami pergeseran dari mitos ke logos. Pentas wayang banyak mengandung simbol kehidupan. Dalam pentas wayang purwa memang semua hal yang dipajang itu mengandung makna simbolik yang dapat dijadikan sebagai tuntunan dan tontonan.

Nilai filosofis yang tercermin dalam syair tembang sindhen selalu menyertai pergelaran wayang purwa, sehingga pertunjukan menjadi lebih hidup. Contoh karya Nartasabda yang mengandung nilai optimis terdapat dalam lagu Mbok Ya Mesem. Betapa pun sulitnya kehidupan, segalanya harus dihadapi dengan penuh keyakinan dan optimis. Sikap putus asa hanya akan memperparah hambatan. Istilah populernya masalah diselesaikan dengan serius tetapi santai. Ki Nartasabda mengungkapkan dengan lagu Mbok Ya Mesem.

Page 107: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

103 |

Orang marah dan susah menurut syair tembang tersebut diragukan manfaatnya. Asal jujur tak perlu kece-wa. Asal serius cita-cita akan tercapai. Sikap optimis akan menghindarkan seseorang dari kegelisahan dan frustasi. Mereka yang bisa mengelola dirinya dengan sebaik-baiknya akan memperoleh keberhasilan.

Selain Ki Nartasabda, ada pula Ki Warseno Slenk adalah dalang termashur di Indonesia. Rumahnya berala-mat di daerah Kranggan, Pajang Kartasura. Terdapat studio Radio Suara Slenk yang menyiarkan seni budaya Jawa. Tempat tinggal berbentuk joglo yang terpajang indah. Kursi ukiran jati dan gebyog mewah, lincak, amben berukir. Dihiasi dengan dua pangkon gamelan dan wayang.

Lahir dari keluarga dalang terpandang pada tanggal 18 Juli 1965. Orang tuanya tinggal di Juwiring Klaten. Ayah bernama Ki Harjo Darsono, dalang terkenal pada jamannya. Sang ayah yang menjadi inspirasi, panutan Ki Warseno Slenk dalam meniti karir pedalangan. Cita-citanya hendak meniru sang ayah. Ketika sudah tua berlaku bijak dan menjadi kaca benggala bagi anak cucu.

Orang tua mendorong ngudi kawruh, mencari ilmu setinggi-tingginya. Menempuh pendidikan SD Kanisius di Juwiring, lantas melanjutkan sekolah di SMPN 3 Solo. Bela-jar di SMA Kristen Solo. Kuliah di jurusan Agrobisnis Fakul-tas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.

Page 108: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 104

Lantas diteruskan program Pasca Sarjana UGM, jurusan MAP dengan beasiswa. Kini sedang mempersiapkan Pro-gram Doktor di UGM.

Berhubung hidup di tengah keluarga seniman kondang, maka darah seni mengalir deras. Kakaknya Ki Anom Suroto merupakan dalang yang tersohor, arum kuncara sedunia. Popularitas ini juga merembes pada diri Ki Warseno Slenk. Sejak kecil terbiasa main wayang dan gamelan. Pada usia 17 tahun, saat kuliah semester II, Ki Warseno mulai laris mendapat tanggapan. Dari waktu ke waktu aktivitas seni makin moncer. Kiprah seniman ter-sebut memang telah banyak memberi sumbangan pada perkembangan budaya.

Perkembangan kesenian di Kabupaten Klaten umumnya berkiblat pada seni gaya Kraton Surakarta. Sebagaimana referensi sastra piwulang yang diciptakan oleh pujangga Yasadipura dan Ranggawarsita. B. Gagasan Kreativitas Pakeliran

Pakeliran yang berkembang kerap dipengaruhi oleh gaya pakeliran yang berasal dari Klaten. Dalam pergelaran wayang purwa, wayang adalah simbol hidup, wewayange ngaurip (Darusuprapta, 1972: 34). Hidup sebagai prinsip ontologi dengan jelas disimbolkan kayon (gunungan berdiri di tengah) sebelum pergelaran dimulai dan sesudah per-

Page 109: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

105 |

gelaran selesai dipentaskan. Oleh karena itu, hidup dapat dikategorikan sebagai prinsip pertama (the first principle) dalam ontologi wayang. Dalam tradisi filsafat Barat, pandangan ini hampir mirip dengan vitalisme-spiritual, sebuah faham kefilsafatan yang menjadikan hidup sebagai pangkal tolak untuk menjelaskan realitas.

Filsafat wayang cenderung pada pemikiran yang menjadikan kehidupan rohani sebagai dasar dan memberi isi kebudayaan. Nilai filosofis karya Nartasabda yang me-ngandung makna cinta pada bangsa negara terdapat dalam lagu Santi Mulya. Meskipun nguri-uri budaya Jawa, sikap keindonesiaan rakyat Jawa tidak perlu diragukan lagi. Aksi disintegrasi tidak pernah bersemi dalam dada rakyat Jawa Tengah. Lagu Santi Mulya karya Ki Nartasabda menegaskan mengenai kelestarian, kejayaan dan kemakmuran Indone-sia sebagai bangsa mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari rakyat Jawa. Meskipun demikian orang Jawa tidak begitu ekstrim memegang sifat kedaerahan. Terbukti bahasa Indonesia bisa diterima oleh orang Jawa sebagai bahasa nasional kenegaraan.

Filsafat wayang tidak bertanya tentang manusia itu, namun eksistensi manusia pertama-tama diasumsikan se-bagai kenyataan hidup. Dari kenyataan itu kemudian muncul pertanyaan yang mendasar dari mana dan kemana akhirnya. Di sini terlihat gerak keterlibatan manusia itu

Page 110: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 106

sendiri. Dari sinilah dikenal konsep-konsep yang kemudian terkenal dengan ungkapan: sangkan paraning dumadi, dumadining sangkan paran, sangkan paraning manungsa. Jawaban atas persoalan tentang apakah realitas itu satu atau banyak dalam pandangan filsafat wayang antara lain dapat dirumuskan bahwa realitas yang sungguh-sungguh nyata (kasunyatan) berada dalam kesatuannya dengan yang mutlak.

Dalam banyak literatur yang mengkaji kebudayaan Jawa, muncul berbagai pendapat antara lain menyatakan bahwa wayang adalah ungkapan filsafat Jawa; wayang adalah salah satu bentuk manifestasi budaya Jawa yang èdi-péni dan adiluhung (Koentjaraningrat, 1984: 35). Berbeda dengan aliran rasionalisme. Empirisme yang mengajarkan bahwa apa yang dilihat, disentuh, didengar, dicium, dan di-cicipi manusia adalah pengalaman konkret guna mem-bentuk pengetahuan. Empirisme menekankan kemampuan manusia untuk persepsi, atau pengamatan, atau apa yang diterima panca indera dari lingkungan. Pengetahuan diperoleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang diamati manusia.

Dengan ringkas, empirisme beranggapan bahwa manusia mengetahui dari apa yang didapatkan panca inderanya (Drijarkara, 1978: 47). Contoh karya Nartasabda berikut ini menunjukkan tentang refleksi kehidupan terkait

Page 111: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

107 |

dengan syariat keagamaan. Agama mana pun mewajibkan pemeluknya untuk melaksanakan amalan yang sudah di-cantumkan dalam kitab sucinya. Agama Islam mempunyai aturan syariat berupa shalat lima waktu. Ki Nartasabda menyiarkan agama Islam lewat lagunya yang berjudul Singa-singa.

Sewaktu bangun pagi, udara masih bersih dan segar. Shalat Subuh sekaligus gerak badan, akan berguna bagi proses menjaga kesehatan. Orang yang sholat Subuh teratur, tentu cara kerjanya juga lebih tertib. Permulaan kerja yang tertib akan mempengaruhi kualitas hasilnya. Berbeda dengan orang yang telat bangun, tugasnya akan dikerjakan dengan tergesa-gesa. Tubuhnya pun gampang terserang penyakit, karena gerak-geriknya tidak ajeg. Lagi pula bangun kesiangan hawanya tak cocok lagi.

Mengenai sumber pengetahuan, dalam wacana ke-filsafatan dikenal ada bermacam-macam sumber pengeta-huan, yang masing-masing dinyatakan paling valid dan paling adekuat oleh pendukung-pendukungnya. Para pemikir yang menekankan bahwa pikiran atau akal adalah yang pokok dalam pengetahuan dinamakan rasionalis.

Rasionalisme adalah aliran yang mengajarkan bah-wa manusia mengetahui apa yang dipikirkannya, akal manusia memiliki kemampuan untuk menangkap dan mengungkapkan kebenaran (Magnis Suseno, 1986: 41).

Page 112: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 108

Dengan demikian, akal atau pikiran diyakini sebagai sum-ber pengetahuan yang pokok. Suasana keagungan, kegem-biraan atau sedih dibawakan oleh para sindhen mewarnai keberhasilan suatu pementasan.

Keberhasilan suatu pergelaran merupakan kerja sama yang harmonis antara pangrawit sebagai pengiring, sindhen, dan dalang. Mengingat dalang sebagai pamurba, niyaga atau pangrawit sebagai pamangku irama dan sindhen sebagai pengisi jiwa (yatmaha). Sindhen adalah penyanyi putri yang mempunyai fungsi untuk melantunkan lagu atau gêndhing yang suaranya menambah semarak dalam pertunjukan wayang.

Syair-syair tembang karya Nartasabda masih rele-van dengan kehidupan masa kini. Dalam dunia pedalangan dan atau karawitan, kata waranggana biasa disebut juga swarawati atau sindhèn. Baik swarawati maupun sindhèn dimaksudkan sebagai seorang penyanyi dalam karawitan yang umumnya dilakukan oleh seorang perempuan (Jazuli, 1999: 6). Para sindhen tersebut kerap mengutip lagu-lagu ciptaan Nartasabda yang memang mengandung nilai pendidikan luhur.

Berkenaan dengan lagu-lagu karya Nartasabda, ma-ka kehadiran sindhen di arena pergelaran wayang purwa tidak hanya berfungsi sebagai pelantun tembang baik yang telah dibakukan sebagai bagian dari pergelaran wayang

Page 113: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

109 |

purwa maupun sebagai pengisi suasana agar lebih se-marak, akrab dan menarik. Sindhen juga mempunyai peran untuk mengantarkan suasana pergelaran yang bersifat mendidik. Cerita pewayangan itu sangat menarik karena di dalamnya kaya simbolisme.

Dalam membawakan lagu ciptaan Nartasabda ter-sebut para pesindhen tetap memilih syair-syair yang dapat digunakan untuk melakukan refleksi kehidupan. Oleh karena itu Ki Nartasabda berperan serta dalam membina dan membentuk kepribadian manusia Indonesia seutuh-nya. Para seniman Klaten hingga kini selalu setia dalam mengemban majunya kebudayaan.

Perkembangan seni budaya Klaten telah mencapai bobot yang sangat tinggi. Sehingga pengaruh seni budaya Klaten meluas sampai ke beberapa daerah. Hal ini menunjukkan bahwa seniman Klaten selalu tekun dalam proses pembelajaran.

Page 114: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 110

Page 115: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

111 |

BAB VIII

PEMBINAAN SENI BUDAYA RAKYAT DI KABUPATEN KLATEN

Pembinaan seni di klaten dilakukan agar penam-

pilan seni bisa lebih terarah. Kesenian menjadi sarana untuk membangun solidaritas sosial. Pada hari Jumat, 10 Januari 2020 pukul 20.00 diadakan pentas seni Srandul. Lakonnya Risang Cokroyudo. Bertempat di Balai desa Sawit Gantiwarno Klaten Jawa Tengah. Paguyuban Seni Srandul mengandung nilai pendidikan budi pekerti luhur.

Pimpinan seni srandul yakni Nyi Behi Kinah Renggo Jiwo. Seorang abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat yang aktif dalam kegiatan seni budaya. Sehari-hari Nyi Behi Kinah menjalankan bisnis di Pasar Dawung. Roda dagang-nya bermacam-macam. Usaha salon, sewa pakaian pesta, bunga. Kerap menjalankan profesi sebagai rias manten. Juga bergabung dalam organisasi HARFI, wadah untuk para

Page 116: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 112

perias Indonesia. Tiap ada kegiatan kraton Surakarta Hadiningrat, Nyi Behi Kinah berusaha untuk sowan.

Memimpin paguyuban seni budaya memang harus mau menghibahkan tenaga, pikiran, waktu dan dana. Untuk itu ada pula staf yang mendampingi. Beliau bernama bu Sri Muryani. Kebetulan bu Sri Muryani adalah istri Kepala Desa Sawit. Kedua tokoh wanita ini aktif sekali dalam pementasan seni Srandul.

Peralatan musik gamelan boleh dibilang sederhana. Hanya laras slendro. Terdiri dari kempul, kethuk, kenong, Peking, saron, demung, kendang, ketipung dan jedhor. Mirip laras madya. Menggunakan irama tengah. Intonasi serba gumyak, meriah, lincak. Cocok untuk mengiringi gerak sigrak riang gembira.

Penokohan seni Srandul yang mengambil lakon Ri-sang Cokrojoyo ini dirias dengan gaya protagonis antago-nis. Tokoh protagonis selalu digambarkan dengan kostum formal standar. Sedangkan tokoh antagonis ditampilkan norak. Dengan busana gagrag raksasa atau buta alasan. Waranggana kali ini disertai oleh Nyi Behi Suprihaningtyas. Beliau juga abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat. Para tokoh wanita memang kerap tampil dalam berbagai acara budaya. Mereka adalah penegak jatidiri Bangsa.

Pementasan kali ini dalam rangka HUT Paguyuban Seni Srandul Ngesthi Rasa yang ketiga belas. Dalam perja-

Page 117: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

113 |

lanannya Paguyuban Seni Srandul Ngesthi Rasa sudah tam-pil di Yogyakarta, Klaten, Boyolali, Sukoharjo dan Karang-anyar. Kebanyakan di sekitar wilayah Solo raya. Sungguh menarik karena seni Srandul memadukan teater, sastra, sejarah, folklor, kerawitan, tari. Perpaduan tata busana, tata suara, tata wiraga. Semua ditata rapi, indah dan estetis. Barangkali perlu keterlibatan anak muda. Generasi penerus sebaiknya diberi peran yang membuat mereka lebih gumreget.

Seni kerakyatan ditampilkan dengan semangat ke-mandirian. Misalnya seni Srandul dikelola dengan mengu-tamakan rasa kebersamaan. Pembuatan panggung, kostum dan alat musik diselenggarakan dengan cara urunan. Oleh karena itu keberlangsungan seni kerakyatan selalu muncul atas dasar kesadaran warga.

Klaten memiliki banyak ragam seni kerakyatan. Tanda pagelaran dengan berkumandangnya lagu Suwe Ora Jamu. Nadanya begitu mempesona. Suara sindhen betul-betul merdu. Dilanjutkan seremonial yang meliputi sam-butan dari pimpinan desa. Peserta bersemangat hadir un-tuk menikmati pertunjukan. Makin malam suasana tambah gemerlap. Paraga atau pemain yaitu Tukijan, Maryadi, Mardiyanto, Suharjo Budi Saputro, Joko Anom, Mulyono. Adapun perannya yaitu Cokroyudo, Cokrowongso, Dha-dhungawuk, Kacur, Kenyo Kuning, Cempluk, Prawan Sun-

Page 118: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 114

thi, Setro Waskitho. Berhubung sering latihan, maka pentas ini berjalan lancar. Penghayatan peran sungguh trampil. Introduksi dengan tetembangan, lelagon.

Suaranya mengalun, ngumandhang ngebaki awang-awang, mirip cengkok Ki Nartasabda. Saat tolak balak Gunung Merapi, tembangnya mengiringi kirab tumpeng ageng, yang diarak mengelilingi Pendhopo Taji Prambanan.

Kanjeng Suyudi, tokoh BPUPKS dan Pakasa Ganti-warno merupakan pendukung adat istiadat dan budaya Jawa ini memang mahir olah seni. Tiap ada acara Pakasa, beliau tampil gumreget, gumregut dan gumregah. Beliau punya gawe pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2011. Sebagai pengurus Pakasa Gantiwarno, beliau menyelenggarakan pertemuan Putri Narpa Wandawa. Pareng paring sesorah adalah Gusti Ratu Sekar Kencono, yang mewakili Pengageng Kraton Surakarta. Ular-ular, dha-wuh pangandikan Gusti Sekar sungguh membuat hadirin kepranan ing penggalih. Kabupaten Klaten punya motto Bersinar: bersih, sehat, indah, nyaman, aman, rapi. Sebuah motto bagus yang perlu diwujudkan dalam alam kenyataan. Klaten tempat hidup pujangga Ranggawarsita.

Kesenian rakyat memberi sumbangsih bagi peme-nuhan bidang kerohanian. Masyarakat Klaten selalu ber-produksi dan berkreasi dalam mengembangkan seni

Page 119: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

115 |

kerakyatan. Paguyuban Seni Laras Madya dan Srandul ber-kembang di banyak tempat sebagai sarana hiburan yang murah meriah. Kesenian yang berkembang di Kabupaten Klaten diarahkan agar tetap berpedoman pada paugeran. Seni diharap sebagai tontonan dan tuntunan.

Seni budaya Klaten terbina sejak jaman Kerajaan Demak, Pajang, Mataram dan Surakarta. Kebetulan sekali banyak pujangga kraton yang berdomisili di daerah Klaten. Wajar sekali pembinaan seni budaya itu berlangsung lancar.

Tumbuhnya seni rakyat yang berada di Klaten berjalan secara mandiri. Masyarakat melakukan kegiatan kesenian dengan cara belajar dan berlatih secara terus menerus.

***

Page 120: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 116

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, 1982. Dasar Etika Modern. Surabaya: Cipta Ilmu

Adjied Swastedi dan Tessa Theofile Prihatini, 2002. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa, Yogyakarta: Pustaka Raja.

Andi Harsono, 2006, Tafsir Serat Wulangreh, Yogyakarta: Pura Pustaka.

Anjar Any. 1983. Ranggawarsita, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu.

Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Biman Putro, 1994. Lagu-lagu Karya Ki Nartasabda. Surakarta: Cendrawasih.

Budiono, 1992, Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.

Damardjati Supadjar, 1993. Nawangsari. Yogyakarta: Widyatama.

_____________, 2001. Mawas Diri. Yogyakarta: Philosophy Press

Darsiti, 1989. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939. Disertasi UGM. Yogyakarta.

Darusuprapta. 1972. Wayang dan Kesusasteraan Jawa. Surabaya: Citra Jaya.

Dewantoro Boedi, 2001. Strategi Pemberdayaan Daerah dalam Konteks Otonomi, Yogyakarta: Media Pressindo.

Page 121: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

117 |

Drewes, 1977. Ranggawarsita, the Pustaka Raja Madya and the Wayang Madya. Oriens Extremus.

Drijarkara. 1978. Percikan Filsafat. Jakarta: Pembangunan.

Fachry Ali, 1986. Etika Pemerintahan dalam Perspektif Budaya Jawa. Jakarta: Cides.

Franz Magnis Suseno, 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia.

_________, 1994, Etika Politik Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia.

Hadiwirjanto, 2002. Serat Wulangreh dan Terjemahannya. Pendidikan Budi Pekerti, Karya Sri Susuhunan Paku Buwana IV. Yogyakarta: SDP.

Indra Ismawan, 2001. Kumpulan Peraturan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jilid I, Yogyakarta: Media Pressindo.

Jimly Ashiddiqie, 2006, Sistem Tata Negara Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press.

Kartini, dkk., 1992. Nilai Estetis Simbolis yang Terkandung pada Seni Batik Tradisional Yogya dan Solo. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

Ki Hadjar Dewantara, 1968. Dasar Pengetahuan Gendhing Jawa. Yogyakarta: Taman Siswa.

Kodiron, 1989, Sekar Setaman, Surakarta: Cendrawasih.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Mari S. Condronegoro, 1995. Busana Adat Kraton Yogyakarta 1877-1937 Makna dan Fungsi Dalam Berbagai Upacara. Yogyakarta:Pustaka Nusatama.

Page 122: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 118

Moedjanto, 1994. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius.

Moerdokusumo, 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Bandung: ITB.

Mohamad Jazuli, 1999. “Dalang Pertunjukan Wayang Kulit. Studi Tentang Ideologi Dalang Dalam Perspektif Hubungan Negara dengan Masyarakat”. Disertasi. Universitas Airlangga.

Mubyarto dan Daryanti, 1991. Gula: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Nadjamuddin Ramly & Nasruddin Anshoriy, 2017, Islam dalam Paradigma Kebudayaan, Yogyakarta: Ilmu Giri

Prabarini Utari, 2001, Pengalaman Manca Negara Dinamika Politik Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pustaka Kendi.

Pringgodigdo, 1950. Geschiedenis der Ondernemingen van het Mangkoenagorosche Rijk, ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Rian S. Djoemena, 1986, Batik Its mystery and In earning, Jakarta: Djembatan.

Ruspana, 1986. Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV. Jakarta: Antarkota.

Sardjijo, 1991. Apresiasi Seni Tembang. Yogyakarta: FPBS IKIP Yogyakarta.

Sewan Susanto, 1980, Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Departemen Perindustrian RI.

Soediro, 1982. Pengolahan Gula Merah Kristal dari Tebu. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soejadi, 1999, Pancasila sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Yogyakarta: Lukman Offset.

Page 123: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

119 |

Soerjanto Poespowardojo, 1993. Strategi Kebudayaan Studi Pendekatan Filosofis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Soetomo Siswokartono, 2006. Sri Mangkunagara IV Sebagai Penguasa dan Pujangga (1853-1881). Semarang: Aneka Ilmu.

Soetrisno, 2004. Wayang Sebagai Ungkapan Filsafat Jawa. Yogyakarta: Adityo Pressindo.

Sri Mulyono, 1982. Wayang dan Filsafat Nusantara. Jakarta: Haji Masagung.

Sunoto, 1986, Filsafat Nusantara, Yogyakarta: Liberty.

Suyanto, 1985. Otonomi Daerah yang Luas dan Bertanggung Jawab, Semarang: Dahara Press.

Page 124: Sejarah Budaya Kabupaten Klaten

| 120

BIODATA

Purwadi, Lahir di Grogol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 16 September 1971. Gelar sarjana diperoleh di Fakultas Sastra UGM yang ditempuh tahun 1990-1995, kemudian melanjutkan pada Program Pascasarjana

UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor diperoleh tahun 2001. Sebagai Staf Pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Alamat tinggal: Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta. Telp. 0274 – 881020, HP. 087864404347.