Upload
phamcong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
“SAWERAN SEBAGAI BENTUK INTERAKSI SIMBOLIK ANTARA PEMAIN DAN PENONTON DALAM TARI REOG GONDORIYO
PADA KESENIAN BARONGAN SINGO LODRO DI DESA TODANAN KECAMATAN TODANAN KABUPATEN BLORA”
SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1)
Oleh:
Nama : Selvi Widya A
NIM : 2501412154
Program Studi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik
JURUSAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK (PENDIDIKAN TARI) FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara
Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan
Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora” telah
disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Kripsi
Semarang, 11 Agustus 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Bintang Hanggoro P. M. Hum.. Restu Lanjari, S.Pd, M.Pd.
NIP. 196002081987021001 NIP. 196112171986012001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang
pada hari : Jumat
tanggal : 11 Agustus 2017
Panitia Ujian Skripsi
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum. (196008031989011001)
Ketua
Abdul Rachman, S.Pd.M.Pd (198001202006041002)
Sekertaris
Dra. Eny Kusumastuti, M.Pd (196804101993032001)
Penguji I
Restu Lanjari, S.Pd, M.Pd (196112171986012001)
Penguji II/Pembimbing II
Drs. Bintang Hanggoro P, M. Hum. (196002081987021001)
Penguji III/Pembimbing I
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum. (196008031989011001)
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi yang berjudul
“Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton
Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa
Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora” adalah benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 11 Agustus 2017
Selvi Widya Astuti
NIM. 2501412154
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusanmu
yang lain. Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan,
bersabar dalam menghadapi cobaan (Selvi Widya Astuti)
Persembahan:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak
Widodo dan Ibu Winarni
2. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan
Seni, Universitas Negeri Semarang
3. Adiku Agung Wisnu Aji
4. UNNES Semarang
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan hidayah-Nya
yang telah memberikan kelancaran penulis dalam menyelesaikan tugas akhir
skripsi dengan judul “Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain
Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro
Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.”
Berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik. Penulis
menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rochman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas
Negeri Semarang.
2. Prof. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian.
3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian.
4. Drs. Bintang Hanggoro Putra, M. Hum., Dosen Pembimbing I yang telah
mencurahkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaikan
tugas akhir skripsi.
5. Restu Lanjari, S.Pd, M. Pd, Dosen Pembimbing II yang telah membimbing
dan memberikan saran-saran dalam penyusunan skripsi.
vii
6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang
7. Seluruh keluarga besar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Grobogan yang telah membantu dalam memperoleh data untuk
menyelesaikan tugas akhir skripsi penulis.
8. Widodo, Ketua grup Kesenian Barongan Singo Lodro yang telah banyak
memberikan informasi dan membantu dalam proses pengambilan data
9. Seluruh keluarga besarku yang telah memberi semangat dan dorongan
dalam menyelesaikan pendidikan S1.
10. Teman-teman Pendidikan Seni Tari angkatan 2012 yang telah berjuang
bersama untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
11. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga
menambah khasanah pengetahuan tentang Kesenian.
Semarang,Agustus 2017
Penulis
Selvi Widya Astuti
viii
SARI
Astuti, Selvi Widya. 2017. Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik. Fakultas
Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs.
Bintang Hanggoro Putra, M.Hum. , Pembimbing II: Restu Lanjari, S.Pd,
M.Pd
Kata Kunci: Saweran Sebagai Interaksi Simbolik, Tari Reog Gondoriyo, Todanan
Tari Reog Gondoriyo merupakan salah satu Tari kreasi baru yang
berkembang di Kabupaten Grobogan. Tari Reog Gondoriyo merupakan gambaran
dari seorang bapak yang sedang menimang anaknya, oleh karena itu pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk penyajian Tari Reog
Gondoriyo, Bagaimana bentuk saweran sebagai interaksi simbolik antara pemain
dengan penonton pada Tari Reog Gondoriyo. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo dan bagaimana bentuk
saweran sebagai interaksi simbolik antara pemain dengan penonton pada Tari
Reog Gondoriyo di Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan,
Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.
Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan metode kulitatif yang
menghasilkan data deskriptif dengan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara dan dokumentasi, serta triangulasi yang sekaligus sebagai
teknik keabsahan data. Data yang dikumpulkan berupa informasi yang berkaitan
tentang saweran sebagai interaksi simbolik antara penari dan penonton dalam Tari
Reog Gondoriyo yang membagi analisis data menjadi tiga bagian yaitu reduksi
data, paparan data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian mengemukakan bahwa bentuk penyajian Tari Reog
Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora dapat dilihat dari aspek: tema, pelaku, gerak,
musik/iringan, tata rias, tata busana, pola lantai. Saweran sebagai bentuk interaksi
simbolik Tari Reog Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa
Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora meliputi : Bentuk Saweran tahun
50-an, bentuk saweran pada Tari Reog Gondoriyo di tahun 50-an para penonton
memberi uang saweran dengan cara melemparkan uang dibawah para penari,
bentuk saweran pada Tari Reog Gondorio pada tahun 2016 cara pemberian
saweran dari penonton ke penari sama-sama menggunakan mulut.
Saran penelitian yaitu bagi seniman Tari Reog Gondoriyo, adanya
kreativitas seniman untuk memperindah sajian Tari Reog Gondoriyo baik gerak
atau bentuk saweran, yang khususnya memperjelas bagaimana bentuk saweran yang sebagaimana mestinya. Bagi generasi muda untuk mau mempelajari Tari
daerah yaitu Tari Reog Gondoriyo. Bagi pemerintah daerah untuk lebih
memperhatikan perkembangan Tari Reog Gondoriyo karena Tari Reog Gondoriyo
merupakan Kesenian lokal daerah Grobogan.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
PERNYATAAN ........................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
SARI ............................................................................................................ vi
PRAKATA ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 5
x
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS ........... 8
2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 8
2.2 Landasan Teori .................................................................................... 11
2.2.1 Kesenian Tradisi ............................................................................... 11
2.2.2 Tari ................................................................................................... 12
2.2.3 Bentuk Penyajian ............................................................................. 14
2.2.4 Pelaku ............................................................................................... 17
2.2.5 Penonton ............................................................................................ 18
2.2.6 Interaksi Simbolik ............................................................................. 19
2.2.6.1 Proses dan bentuk komunikasi .......................................................... 25
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 35
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................. 36
3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian ................................................................. 37
3.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................................. 37
3.2.2 Sasaran Penelitian ............................................................................ 37
3.3 Data dan Sumber Data Penelitian .......................................................... 37
3.3.1 Data Penelitian ................................................................................ 37
3.3.2 Data Primer ...................................................................................... 38
3.3.3 Data Sekunder .................................................................................. 38
3.3.4 Sumber Data Penelitian .................................................................... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 41
3.4.1 Observasi .......................................................................................... 42
xi
3.4.2 Wawancara ....................................................................................... 44
3.4.3 Dokumen .......................................................................................... 47
3.4.4 Triangulasi ....................................................................................... 47
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 51
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 51
4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Todanan ............................. 51
4.1.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 53
4.1.3 Keadaan Penduduk Dan Kepercayaan ................................................. 55
4.1.4 Mata Pencaharian ................................................................................. 58
4.1.5 Keberadaan Kesenian Barongan Singo Lodro Di Todanan ................. 59
4.2 Latar Belakang Penciptaan Tari Reog Gondoriyo .................................. 61
4.3 Bentuk Penyajian Tari Reog Gondoriyo ................................................. 66
4.3.1 Tema ..................................................................................................... 67
4.3.2 Pelaku ................................................................................................... 67
4.3.3 Gerak ................................................................................................... 70
4.3.4 Musik .................................................................................................. 82
4.3.5 Tata Rias............................................................................................... 88
4.3.6 Tata Busana .......................................................................................... 93
4.3.7 Tata Pentas ........................................................................................... 101
4.3.8 Tata Lampu .......................................................................................... 101
4.3.9 Pola Lantai ........................................................................................... 102
4.4 Interaksi simbolik ................................................................................... 104
4.4.1 Perubahan Bentuk Saweran Tahun 50-an dan Masa Kini ................... 106
xii
4.4.1.1 Bentuk Saweran Tahun 50-an ......................................................... 106
4.4.1.2 Bentuk Saweran Tahun 2016 ........................................................... 109
4.4.2 Interaksi Simbolik Antara Penari dan Penonton ................................. 113
4.4.3 Penonton ............................................................................................. 120
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 122
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 122
5.2 Saran ........................................................................................................ 123
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 124
LAMPIRAN ................................................................................................. 127
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Tiap RW Desa Todanan ............................................ 56
4.2 Strktur Penduduk Menurut Pendidikan ................................................... 56
4.3 Mata Pencaharian .................................................................................... 59
4.4 Penari Kesenian Barongan Singo Lodro ................................................. 68
4.5 Pemusik Kesenian Barongan Sngo Lodro .............................................. 69
4.6 Deskripsi Tari Reog Gondoriyo .............................................................. 71
4.7 Tata Busana Pada Tari Reog Gondoriyo ................................................. 96
4.8 Desain Lantai Pada Tari Reog Gondoriyo .............................................. 103
4.9 Bentuk Pengambilan Saweran Tari Reog Gondoriyo Tahun 50-an ...... 108
xiv
DAFTAR FOTO
Halaman
4.1 Lokasi Penelitian Rumah Bapak Widodo ………................ .................. 55
4.2 Ragam Gerak Jalan Mundur ................................................................... 71
4.3 Ragam Gerak Geyolan ........................................................................... 72
4.4 Ragam Gerak Sindetan ........................................................................... 73
4.5 Ragam Gerak Pentangan ........................................................................ 74
4.6 Ragam Gerak Gedrug ............................................................................. 76
4.7 Ragam Gerak Laku Telu ........................................................................ 76
4.8 Ragam Parikan ....................................................................................... 77
4.9 Ragam Gerak Amploan .......................................................................... 78
4.10 Ragam Gerak Dengklaan ..................................................................... 78
4.11 Ragam Gerak Angkatan ....................................................................... 79
4.12 Ragam Gerak Lenggan ......................................................................... 79
4.13 Ragam Gerak Lenggaan ....................................................................... 80
4.14 Ragam Gerak Alihan ............................................................................ 80
4.15 Ragam Gerak Puteran ......................................................................... 81
4.16 Ragam GerakAmbil Saweran ................................................................ 81
4.17 Alat Musik Kendang ............................................................................. 83
4.18 Alat Musik Bonang ............................................................................... 85
4.19 Alat Musik Saron .................................................................................. 85
4.20 Alat Musik Demung .............................................................................. 86
4.21 Alat Musik Bonang ............................................................................... 87
4.22 Alat Musik Gong ................................................................................... 87
4.23 Alat Rias Pada Tari Reog Gondoriyo................................................... 91
4.24 Tata Rias Wajah Penari Reog Gondoriyo Tampak Depan .................... 92
xv
xv
4.25 Tata Rias Rambut Penari Reog Gondoriyo Tampak Depan ................ 93
4.26 Tata Busana Baju Singklet .................................................................... 96
4.27 Tata Busana Celana Panjen .................................................................. 97
4.28 Tata Busana Jarit .................................................................................. 97
4.29 Tata Busana Sabuk ................................................................................ 97
4.30 Tata Busana Kacip ................................................................................ 98
4.31 Tata Busana Stagen ............................................................................... 98
4.32 Tata Busana Amben ............................................................................... 98
4.33 Tata Busana Sampur ............................................................................. 98
4.34 Tata Busana Kelat Bahu ........................................................................ 99
4.35 Tata Busana Kaos .................................................................................. 99
4.36 Tata Busana Celana Krembol................................................................ 99
4.37 Tata Busana Rapek ................................................................................ 99
4.38 Tata Busana Tari Reog Gondoriyo Tampak Depan .............................. 101
4.39 Bentuk Inteaksi Simbolik……………………….. ............................... 105
4.40 Ragam Pengambilan Saweran Dari Depan Bawah ............................... 108
4.41 Ragam Pengambilan Saweran Dari Kayang ......................................... 108
4.42 Ragam Pengambilan Saweran Dari Depan Atas ................................... 108
4.24 Cara Menghindari Kenakalan Penonton Pada Saweran Tari Reog Gondoriyo
Sekarang ........................................................................................................ 112
4.25 Bentuk Inteaksi Simbolik Penari dan Penonton ……………………….. 119
4.26 Penonton ……………………….. ......................................................... 120
xvi
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Instrumen Penelitian.................................................................................. 127
2. Transkip Wawancara ................................................................................. 132
3. Jadwal Observasi dan Jadwal Wawancara ................................................ 144
4. Surat Keputusan Dosen Pembimbing........................................................ 146
5. Surat Izin Penelitian .................................................................................. 147
6. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ........................................ 148
7. Foto Tari Reog Gondoriyo ........................................................................ 149
8. Biodata Penulis ........................................................................................ 151
9. Biodata Narasumber .................................................................................. 152
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesenian adalah salah satu unsur dalam kebudayaan yang merupakan
pedoman hidup bagi masyarakat pendukungnya dalam mengadakan kegiatan yang
berisi tentang sistem simbol dalam masyarakat. Sistem simbol dalam masyarakat
digunakan secara selektif oleh masyarakat pendukungnya sebagai media
berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, dan bersikap serta
bertindak (Rohidi 2000:29).
Kesenian sangat erat hubungannya dengan tradisi. Menurut Jennifer
Lindsay (dalam Wadiyo 2008:61) Kesenian tradisi dalam masyarakat berkaitan
dengan faktor ruang lingkup wilayah, waktu, status sosial penyangganya, serta
unsur-unsur estetis didalamnya. Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni
yang bersumber dan berakar serta telah dirasaa sebagai milik sendiri oleh
masyarakat serta lingkunganya.
Konotasi tentang tradisi, tentang Kesenian dalam pikiran orang Belanda
yang terdahulu. Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan
berakar serta telah dirasa sebagai milik sendiri oleh masyarakat serta
lingkunganya. Pengolahannya berdasarkan atas cita-cita masyarakat
pendukungnya. Cita rasa disini mempunyai pengertian yang luas, termasuk nilai
keindahan tradisi, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis
(Wadiyo 2008:61).
2
Seni tumbuh dan berkembang lebih banyak merupakan hasil ekspresi dan
kreativitas masyarakat pemiliknya. Masyarakat dan seni merupakan kesatuan yang
satu sama lain saling terkait dan berkaitan. Oleh karenanya hadirnya suatu kelas
atau golongan tertentu, menghadirkan gaya seni yang tertentu pula sesuai dengan
bentuk masyarakat yang ada pada saat itu. Oleh karena itu tumbuh dan
berkembangnya kesenian disuatu daerah sangat ditentukan oleh perhatian
masyarakatnya terhadap kesenian tersebut (Maizarti, 2013: 37).
Sama halnya dengan seni tari, tari dalam masyarakat tradisional pedesaan
telah dicirikan dengan sifat sama derajat. Mereka menganggap bahwa tari berasal
dari mereka dan untuk mereka sendiri. Sifat kebersamaan itu dapat terlihat dari
berbagai macam pelembagaan tari yang sifatnya komunal, dan tidak ada
perbedaan penokohan yang prinsipil (Hadi 2005:60). Pelembagaan Kesenian
tradisional masyarakat pedesaan sering disebut “kerakyatan” atau Kesenian rakyat
(Hadi 2005:54). Sama halnya dengan Barongan, Barongan adalah seni
pertunjukan yang dianggap sebagai Kesenian rakyat yang muncul dari masyarakat
pedesaan. Sebagai seni Tari rakyat yang tumbuh di pedesaan, tentu saja dalam
Kesenian Barongan muncul fenomena-fenomena baik dari pelaku seninya ataupun
dari para penontonya.
Kesenian Barongan merupakan salah satu Kesenian tradisional yang
diwariskan secara turun temurun yang ada di beberapa daerah, seperti Blora, Pati
dan Demak. Kesenian Barongan yang ada didaerah tersebut masing-masing
memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakatnya.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Widodo selaku ketua grup Kesenian
3
Barongan Singo Lodro, Kesenian Barongan adalah suatu bentuk Tari rakyat yang
sangat terkenal di daerah Jawa Tengah khususnya di daerah Blora, yang biasa
disajikan dalam bentuk drama Tari atau fragmen yang ceritanya mengambil dari
Cerita Panji atau Menak.
Selain Kesenian Barongan bisa disajikan dalam bentuk drama tari atau
fragmen, seiring perkembanganya telah muncul fenomena lain yaitu dengan
menambahkan beberapa tarian dalam penyajianya, agar dalam penyajian Kesenian
Barongan Blora khususnya dalam grup Kesenian Barongan Singo Lodro terlihat
lebih ramai, hal ini juga dilakukan untuk menarik perhatian penonton. Salah
satunya yaitu dengan diadakanya Tari Reog Gondorio yang berasal dari
Kabupaten Grobogan.
Tari Reog Gondorio merupakan tarian yang berasal dari daerah Purwodadi
yang kini sedang berkembang di Kesenian Barongan Singo Lodro. Tari Reog
Gondoriyo merupakan bentuk tarian yang dilakukan oleh dua orang penari, yaitu
laki-laki dan perempuan. Tari Reog Gondorio memiliki keunikan yaitu pada
bentuk Nyawernya (saweran ). Bentuk nyawer merupakan wujud dari bentuk
interaksi simbolik antara pemain dengan penonton melalui pemberian dan
penganbilan uang saweran dengan menggunakanakan mulut.
Sebuah kehidupan seni di masyarakat yang didekati menggunakan
kacamata sosiologi atau biasa disebut dengan sosiologi seni, yang dipelajari atau
yang dikaji adalah bukan seninya tetapi masyarakatnya atau sekelompok
masyarakat yang menggunakan kesenian tersebut. Pentingnya mempelajari
kehidupan kelompok dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat untuk
4
mengetahui bagaimana kesenian digunakan sebagai sarana berinteraksi atau
hubungan sosial antar individu, kelompok, dan unsur sosial yang lain berdasar
pada pranata sosial yang dijadikan pedoman atau acuan dalam bersikap dan
bertindak (Hadi 2005:54).
Berdasarkan latar belakang Saweran sebagai bentuk Interaksi Simbolik
antara pemain dan penonton, peneliti tertarik pada Saweran Tari Reog Gondorio.
Tari Reog Gondorio memiliki keunikan bentuk Nyawer yang berbeda dengan Tari
Tayub, Dangdut, dan yang lain. Bentuk Nyawer yang menggunakan mulut
menjadi ciri khas Tari Reog Gondoriyo didaerah Purwodadi. Dari berbagai alasan
yang ada topik penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu “Saweran Sebagai
Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog
Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang a dikaji dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo?
2. Bagaimana saweran sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain
dan penonton?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang dicapai dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo, saweran
sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton pada Tari Reog
5
Gondorio di Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan, Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian
berikutnya.
2. Memberikan informasi tertulis bagi masyarakat umum, khususnya
generasi muda sebagai pewaris serta penerus kebudayaan bangsa sehingga
dapat lebih mengenal dan mampu melestarikan Tari Reog Gondoriyo.
1.4.2 Manfaat Praksis
1. Bagi Penulis, diharapkan agar penulis mendapatkan wawasan tentang
bentuk saweran dalam Tari Reog Gondoriyo.
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Grobogan, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai perbendaharaan kesenian, khususnya kesenian
tradisional. Serta dapat mengembangkan Kesenianya di daerahnya sendiri.
3. Bagi grup Kesenian Barongan Singo Lodro, penelitian ini dapat digunakan
sebagai patokan yang benar dalam memotifasi anak-anak muda untuk
mengembangkan serta melestarikan Tari Reog Gondoriyo.
4. Bagi mahasiswa pendidikan seni Tari Universitas Negeri Semarang,
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya peningkatan
apresiasi seni pada mahasiswa serta data dimanfaatkan sebagai landasan
dan motivasi untuk mengambangkan serta melestarikan kesenian
tradisional.
6
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal skripsi bertujuan untuk memberikan
gambaran serta mempermudah pembaca dalam mengetahui garis-garis besar dari
skripsi ini, yang berisi sebagai berikut:
1.5.1 Bagian Awal
Bagian awal skripsi terdiri dari atas Halaman Judul, Persetujuan
Pembimbing, Pengesahan Kelulusan, Pernyataan, Motto dan Persembahan, Sari,
Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran.
1.5.2 Bagian Pokok
Bagian pokok dalam skripsi terbagi atas bab Pendahuluan, Landasan
Teori, Metode Penelitian, Hasil Penelitian, dan pembahasan.
BAB I Pendahuluan
Bab pendahuluan digunakan peneliti sebagai pengantar pembaca untuk
mengetahui apa yang diteliti. Dalam bab pendahuluan memuat uraian tentang 1)
Latar Belakang, 2) Rumusan Masalah, 3) Tujuan Penelitian, dan 4) Manfaat
penelitian.
Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoretis
Berisi tentang teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan untuk
landasan kerja penelitian. Penelitian Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik
dalam Tari Reog Gondoriyo landasan teori yang digunakan meliputi tentang Tari,
intraksi simbolik, bentuk penyajian (gerak, musik, tata rias, tata busana, dan pola
lantai), bentuk saweran dan kerangka berfikir dalam penelitian.
7
Bab III Metoode Penelitian
Berisi mengenai pendekatan penelitian, data dan sumber data, lokasi
penelitian, sasaran penelitian, teknik pengumpulan data (observasi, wawancara,
dan dokumentasi, teknik keabsahan data, dan teknik analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian
Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan kajian Saweran
sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton dalam Tari Reog
Gondoriyo yang meliputi proses terjadinya interaksi antara pemain dan penonton
dan deskripsi bentuk Tari Reog Gondoriyo
Bab V Penutup
Merupakan bab terakhir dalam bagian pokok skripsi yang berisi simpulan
(berdasarkan hasil penelitian) dan saran (berdasarkan kesimpulan yang ada).
1.5.3 Bagian Akhir
Bagian akhir dalam skripsi terdiri dari daftar pustaka dan lampiran, dan
biografi penulis.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Tari merupakan hasil karya manusia. Tari diciptakan melalui proses
penciptaan sehingga menjadi bentuk Tari yang dapat dinikmati. Sebelum
membahas tentang landasan teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian “F
Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Dalam Tari Reog Gondoriyo”.
Peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian terdahulu yang sejenis
untuk dijadikan bahan pertimbangan penelitian yang diteliti dengan penelitian
sebelumnya, selain sebagai bahan pertimbangan, penelitian terdahulu juga
menjadi bahan referensi untuk menulis penelitian. Berikut adalah beberapa
penelitian yang relevan yang digunakan sebagai bahan pertimbagan dan referensi
dalam penelitian.
Pertama, penelitian yang dilakukan Nur Rachma Permatasary (2015)
dengan judul “Interaksi Sosial Penari Bujangganong Pada Sale Creative
Community Di Desa Sale Kabupaten Rembang”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale creative Community
(SCC) di Desa Sale Kabupaten Rembang. Objek penelitian ini adalah penari
Bujangganong karena banyak anggapan bahwa kelompok kesenian memiliki
fenomena interaksi sosial yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dan
adanya pernyataan lain bahwa antara penari satu dengan penari lainnya memiliki
karakter yang berbeda untuk dapat menyesuaikan dalam sebuah kelompok
Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok
9
Kesenian Bujangganong lainnya yang mempunyai gerakan yang khas dan tujuan
yang berbeda dari masing-masing kelompok untuk dapat berkolaborasi.
Persamaan dari Penelitian ini sama-sama meneliti tentang interaksi. Perbedaan
dari penelitian ini yang membedakan antara lain interaksi sosial dan interaksi
simbolik.
Skripsi yang kedua dari Izzatul Makrifa (UNNES 2015) yang berjudul
“Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun Kurahan Cawangsar Desa
Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang”. Bentuk pertunjukan
Topeng Purba sangat menarik, hal ini dilihat dari bentuk gerak dan pola lantai
yang variatif untuk menghidupkan suasana pertunjukan sehinga penonton tetap
melihat pertunjukan dari awal sampai selesai. Bentuk pertunjukan Kesenian
Topeng Purba terbentuk dari berbagai aspek-aspek pertunjukan yang menjadi
kesatuan. Aspek-aspek pendukung pertunjukan Kesenian Topeng Purba antara
lain : pelaku (penari) gerak, iringan musik, rias dan busana, tata pentas, tata
lampu, tata suara, dan properti.
Kesenian ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai sarana keagamaan. Fungsi
Kesenian Topeng Purba sebelumnya adalah sebagai sarana upacara adat di dusun
Kurahan Cawangsari Kabupaten Magelang misalnya Upacara pembangunan
masjid, nyadran, sedekah desa. Fungsi yang dimaksud adalah selain digunakan
sebagai sarana interaksi sosial juga digunakan sebagai salah satu penunjang sarana
ekonomi masyarakat Dusun Krahan Desa Borobudur Magelang. Fungsi Kesenian
Topeng Purba sebagai sarana interaksi sosial bagi masyarakat Desa Borobudur
dan fungsi sebagai hiburan semata.
10
Persamaan dari Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun
Kurahan Cawangsar Desa Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang
yang dilakukan oleh Izzatul Makrifa dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terletak pada penelitian fungsi suatu Kesenian sebagai sarana interaksi
sosial. Sedangkan perbedaannya terletak pada fungsi yang dikaji oleh peneliti
lebih fokus pada fenomena yang terjadi akibat interaksi antar penari dan penonton
dan objek penelitian yang berbeda, yakni peneliti meneliti Tari Reog Gondoriyo.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Eny Kusumastuti (2006) dengan
judul “Laesan sebuah Fenomena Kesenian Pesisir: Kajian Interaksi Simbolik
antara Pemain dan Penonton “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui,
memahami, dan menjelaskan bentuk kesenian Laesan, proses terjadinya interaksi
simbolik antara pemain dan penonton, dan menjelaskan simbol-simbol yang ada
dan digunakanakan untuk membentuk interaksi simbolik antara pemain dan
penonton . Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian Laesan mempunyai
bentuk penyajian yang meliputi (a) tiga bagian penyajian yaitu awal pertunjukan,
inti pertunjukan, akhir pertunjukan, (b) unsur-unsur perlengkapan pentas, (c)
iringan, (d) rias dan busana, (e) gerak Tari representasional dan non
representasional. Proses interaksi simbolik terjadi pada setiap bagian pertunjukan.
Simbol-simbol yang membentuk proses interaksi simbolik meliputi dupa, sesaji,
nyanyian pengiring, makna trance dalam Laesan. Persamaan penelitian ini sama-
sama meneliti tentang interaksi simbolik, meneliti tentang interaksi simbolik
antara pemain dan penonton, Perbedaan penelitian ini anatara lain peneliti ini
meneliti tentang kesenian sedang kajian dalam penelitian ini adalah Tari.
11
2.2 Landasan Teoretis
2.2.1 Kesenian Tradisi
Konotasi tentang tradisi Kesenian dalam pikiran orang Belanda yang
terdahulu adalah (kepribumian, keaslian), kesinambungan dan kekunoan (Lindsay,
1991). Jennifer Lindsay memuat diskusi panjang mengenai istilah Kesenian tradisi
yang dikaitkan dengan faktor ruang lingkup wilayah, waktu, status sosial
penyangganya, serta unsur-unsur estetis di dalamnya.
Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar
serta telah dirasa sebagai milik sendiri oleh masyarakat serta lingkunganya.
Pengolahannya berdasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Cita rasa
disini mempunyai pengertian yang luas, termasuk nilai keindahan tradisi,
pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis (Wadiyo 2008:61).
Seni tumbuh dan berkembang lebih banyak merupakan hasil ekspresi dan
kreativitas masyarakat pemiliknya. Masyarakat dan seni merupakan kesatuan yang
satu sama lain saling terkait dan berkaitan. Oleh karenanya hadirnya suatu kelas
atau golongan tertentu, menghadirkan gaya seni yang tertentu pula sesuai dengan
bentuk masyarakat yang ada pada saat itu. Oleh karena itu tumbuh dan
berkembangnya kesenian disuatu daerah sangat ditentukan oleh perhatian
masyarakatnya taerhadap kesenian tersebut Maizarti (2013, 37). Sama halnya
dengan seni Tari, Tari dalam masyarakat tradisional pedesaan telah dicirikan
dengan sifat sama derajat. Mereka menganggap bahwa Tari berasal dari mereka
dan untuk mereka sendiri. Sifat kebersamaan itu dapat terlihat dari berbagai
macam pelembagaan Tari yang sifatnya komunal, dan tidak ada perbedaan
12
penokohan yang prinsipil (Hadi 2005:60)
2.2.2 Tari
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, dan bahasa yang
berbeda. Keanekaragaman budaya yang ada melahirkan beragam seni budaya.
Salah satu keanekaragaman budaya yaitu seni Tari. Indonesia memiliki seni Tari
dari berbagai daerah dengan ciri khas yang berbeda, hal inilah yang membuat
Indonesia kaya seni daerah.
Tari adalah salah satu bidang seni yang merupakan bagian dari manusia.
Tari sebagai karya seni merupakan alat ekspresi dan sarana komunikasi seorang
seniman kepada orang lain (penonton/penikmat). Sebagai alat ekspresi, Tari
mampu mencipt untaian gerak yang dapat membuat penikmatnya peka terhadap
sesuatu yang terjadi (Jazuli 2008:1-4).
Menurut Hidajat (2005:1-2) Tari sebagai bentuk seni merupakan aktivitas
khusus yang bukan hanya sekedar ungkapan gerak yang emosional atau
mengungkapkan perasaan dalam wujud gerak tanpa arah dan tujuan atau hanya
menyalurkan kelebihan energi. Kehadiran Tari bermula dari rangsangan (stimulus)
yang mempengaruhi organ saraf kinetik manusia dan dengan tujuan tertentu lahir
sebagai sebuah perwujudan pola-pola gerak yang bersifat konstruktif.
Menurut Maizarti (2013:1) Tari merupakan salah satu bentuk aktivitas
budaya masyarakat, dimana segala bentuk dan fungsi selalu berkaitan erat dengan
kehidupan masyarakat tempat Tari itu tumbuh dan berkembang. Berdasarkan
berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seni tari adalah salah satu
bentuk seni yang merupakan bagian penting dalam masyarakat yang merupakan
13
bagian dari aktivitas manusia, yaitu sebagai ritual keagamaan, upacara adat,
hiburan, komunikasi, dan lain-lain, yang diungkapkan lewat gerak yang indah dan
penuh makna.
Di Indonesia terdapat berbagai macam Tari dari Sabang sampai Merauke
yang masing-masing memiliki ciri khas, dari yang sederhana sampai yang rumit.
Menurut Soedarsono (1977:28-29) berdasarkan pola garapnya tari dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu tari tradisional dan tari kreasi.
(1) Tari Tradisional
Tari Tradisional ialah semua tari yang telah mengalami perjalanan sejarah
yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang ada.
Berdasarkan nilai artistik garapannya, tari tradisional dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tari Sederhana
Tari Sederhana adalah Tari ungkapan kehendak dan keyakinan yang
bersifat magis dan sakral atau suci.
2. Tari Rakyat
Tari rakyat adalah Tari yang pola garapnya berpijak pada unsur budaya
tradisional dan lebih merupakanakan ungkapan kehidupan rakyat pada umumnya
yang berfungsi sebagai Tari pergaulan.
3. Tari Klasik
Tari klasik adalah Tari yang semula berkembang di kalangan raja dan
bangsawan dan telah mencapai kritalisasi artistik yang tinggi dan telah pula
menempuh jalan sejarah yang cukup panjang sehingga dalam tari klasik juga
terdapat nilai tradisional yang melekat.
14
(2) Tari Kreasi
Tari kreasi adalah Tari yang mengarah kepada kebebasan dalam
mengungkapkan, tidak berpijak pada pola tradisi, dan lebih merupakan garapan
baru yang tidak berpijak pada standart yang telah ada.
Tari dalam masyarakat memiliki peranan penting. Seperti yang dikat oleh
Hadi (2005:12-13) bahwa, kehadiran tari baik itu tari tradisional, tari kerakyatan,
dan tari modern atau tari kreasi baru tidak lepas dari masyarakat pendukungnya.
Tari Reog Gondoriyo kehadirannya dalam masyarakat disajikan dengan pola
garap bebas dengan mengutam keindahan serta kreatifitas, hal ini dikarena Tari
Reog Gondoriyo merupakan tari kreasi yang tidak berpatokan pada pola tradisi.
2.2.3 Bentuk Penyajian
Unsur-unsur pendukung/pelengkap sajian tari antara lain adalah: gerak,
iringan, tema, desain lantai, tata busana, tata rias, dan tempat pertunjukan (Jazuli
2008: 8).
2.2.3.1 Gerak
Gerak adalah peralihan tempat atau kedudukan (Suharso, 2012: 155).
Gerak di dalamnya terkandung tenaga/energi yang melibatkan ruang dan waktu.
Artinya gejala yang menimbulkan gerak adalah tenaga. Gerak di dalam tari adalah
gerakan yang maknanya indah , yang didalamnya merupakan suatu penggambaran
dari dunia nyata, kemudian diwujudkan dalam bentuk gerak-gerak di dalam suatu
tarian. Gerakan yang ada dalam garapan tarian adalah suatu gerak yang sudah
diolah , dan disusun serta mengandung suatu nilai estetis didalamnya. Timbulnya
gerak tari berasal dari hasil proses pengolahan yang telah mengalami stilasi
15
(digayakan) dan distorsi (pengubahan), yang kemudian melahirkan dua jenis
gerak, yaitu gerak murni dan gerak maknawi (Jazuli 2008: 8).
2.2.3.2. Iringan atau Musik
Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung
irama, lagu, dan keharmonisan terutama dari suara yang dihasilkan dari alat-alat
yang dapat menghasilkan irama Walaupun musik adalah sejenis fenomena intuisi,
untuk mencipta, memperbaiki dan mempersembahkannya adalah suatu bentuk
seni. Gerak dan ritme merupakan unsur utama dari suatu tarian. Selain
gerakan, musik atau iringan merupakan unsur lain yang memegang peranan
penting di dalam suatu karya tari. Musik dan tari merupakan pasangan yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Keduanya berasal dari sumber yang
sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis. Musik memiliki fungsi yaitu : (1)
Sebagai pengiring, (2) Sebagai pemberi suasana tari, (3) Sebagai ilustrasi dan
pengantar. Dalam hal ini musik tersebut bukan hanya sekedar sebagai iringan saja
tetapi juga pelengkap tari yang sangat terkait, yang dapat memberikan suasana
yang ditinggalkan dan mendukung suasana alur cerita (Jazuli 2008 : 13).
2.2.3.3. Tema
Tema adalah pokok pikiran, gagasan utama atau ide dasar. Tema biasanya
merupakan suatu ungkapan atau komentar mengenai kehidupan. Tema lahir dari
pengalaman hidup seorang seniman tari yang telah diteliti dan dipertimbangkan
agar bisa dituangkan atau diungkapkan ke dalam gerakan-gerakan tari (Jazuli
2008 : 16).
16
2.2.3.4. Desain Lantai
Desain lantai adalah garis-garis yang dilalui oleh seorang penari atau
garis garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok (Jazuli 2008 :
18).
2.2.3.5. Tata Busana
Tata busana adalah seni pakaian dan segala perlengkapan yang menyertai
untuk menggambarkan tokoh. Fungsi busana tari adalah untuk mendukung tema
atau isi tari, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Fungsi
fisik adalah penutup dan pelindung tubuh. Fungsi artistik menampilkan aspek seni
rupa melalui garis, bentuk, corak dan warna busana. Busana tari yang baik bukan
hanya sekedar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga harus dapat
mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari (Jazuli 2008 : 20).
2.2.3.6. Tata Rias
Tata rias adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli
sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Tata rias panggung berbeda
dengan rias untuk sehari-hari. Tata rias dalam pertunjukan memperlihatkan
kejelasan dalam garis-garis wajah serta ketebalannya, karena diharapkan dapat
memperkuat garisgaris ekspresi wajah dan memberikan bentuk karakter. Fungsi
tata rias antara lain mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang
sedang dibawakan untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik
penampilan (Jazuli 2008 : 23).
17
2.2.3.7. Tempat Pertunjukan atau Panggung
Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana
interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan
penonton. Suatu pertunjukan apa pun bentuknya selalu memerlukan tempat atau
ruangan guna menyelenggarakan pertunjukan itu sendiri. Di Indonesia kita dapat
mengenal bentuk-bentuk tempat pertunjukan (pentas), seperti di lapangan terbuka
atau arena terbuka, di pendhapa, dan pemanggungan.
Ada beberapa bentuk pertunjukan yang dikenal di Indonesia yaitu : 1.
Panggung Proscenium yaitu panggung yang hanya dapat disaksikan dari satu arah
panggung saja. 2. Panggung Tapal Kuda yaitu panggung yang dapat disaksikan
oleh penonton dari sisi depan dan samping kanan dan kiri. 3. Panggung Leter L
yaitu panggung yang dapat disaksikan dua sisi memanjang dan sisi melebar. 4.
Pendhapa yaitu tempat pertunjukan berbentuk segi empat yang biasa
digunakanakan untuk pertunjukan tradisional Jawa dan Kraton. 5. Tempat
petunjukan OD yaitu tempat di luar ruangan atau tempat terbuka dapat berupa
lapangan, tanah atau rumput (Jazuli 2008 : 13-25).
2.2.4 Pelaku
Pelaku seni dalam tari bentuk biasanya disebut penari. Penari adalah
seorang yang menyajikan sebuah keindahan gerak tubuhnya dengan melibatkan
daya tafsir dari ide estetik pada sebuah koreografi hampirpun imajinasinya. Penari
yang baik adalah penari yang mampu menyalurkan tenaga dengan cermat dan
penuh semangat di dalam membawakan suatu tarian (Garha 1979: 68). Hubungan
antara pecipta tari dan penari tidak dapat dipisahkan, karena diperlukan kerja
18
sama yang menyeluruh dalam memberikan arti pada penataannya dan ekspresi
sebagai sasaran (Parani 1986: 54).
Faktor-faktor esensial yang harus dimiliki penari yaitu : (1) wiraga atau
kemampuan peragaan yang meliputi penguasaan kelenturan tehnik tenaga, ruang
serta ungkapan gerak yang jelas dan bersih, (2) Wirama yaitu pengaturan tempo
dan ritme yang penting yang erat sekali hubungannya dengan irama, baik irama
yang diatur sendiri oleh penari ataupun irama dari iringan tari, dan (3) Wirasa
atau penguasaan jiwa yaitu aspek bersifat rohaniah yang memberikan keseluruhan
pada tarian yang sedang dibawakan, melalui pemusatan pikiran, rasa, mental atau
laku yang luluh disertai adanya keseimbangan dan kesinambungan dari berbagai
unsur atau elemen-elemen tari (Garha 1979: 64-71).
2.2.3 Penonton
Penonton adalah orang-orang yang bergerombol atau mengerumuni sebuah
kejadian atau pertunjukan di suatu tempat. Pertunjukan mengandung pengertian
untuk mempertunjukkan suatu yang bernilai seni pada penonton.Penonton akan
mempunyai kesan setelah menikmati pertunjukan dan akan merasakan kepuasan
pada dirinya, sehingga menimbulkan perubahan dalam diri penonton yang
ditunjukkan dengan diperoleh wawasan dan pengalaman baru, kepekaan dalam
menangkap sesuatu sehingga bermakna (Jazuli 1994:60).
19
2.2.4 Interaksi Simbolik
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang berinteraksi yang tidak
hanya melalui interaksi secara ekslusif antar manusia, tetapi juga inklusif dengan
seluruh mikrokosmos. Terkadang manusia dalam interaksi sosialnya disadari
hampirpun tidak sering menampakkan fenomena-fenomena yang berupa simbol-
simbol dan mempunyai banyak pemaknaan yang beragam antar individu.
Fenomena berupa simbol-simbol yang bisa ditangkap dan dimaknai di masyarakat
merupakan refleksi dari fenomena interaksionisme simbolis. Pemaknaan tersebut
didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh
Blumer disebut self-indication. Proses self-indication adalah proses komunikasi
pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya
makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut (George
2012: 632-633).
Teori interaksi simbolik pada saat kemunculannya mendapat tempat utama
dan mengalami perkembangan pesat hingga saat ini. Max Weber (dalam
Soeprapto 2002: 46-48) adalah orang yang turut berjasa besar dalam
memunculkan teori interaksi simbolik, yang pertama kali mendefinisikan tindakan
sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat orang memberikan suatu makna
subyektif terhadap perilaku yang ada. Sebuah tindakan bermakna sosial manakala
tindakan tersebut timbul dan berasal dari kesadaran subyektif dan mengandung
makna intersubyektif. Artinya terkait dengan orang di luar dirinya. Teori interaksi
simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan
perilaku tertentu yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial
20
masyarakat. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti proaktif,
refleksif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit dan
sulit diinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan dua hal. Pertama,
manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Kedua ialah
bahwa interaksi dalam masyarakat mewujud dalam simbol-simbol tertentu yang
sifatnya cenderung dinamis (Mika 2012: http://www.academia.edu/6766895).
Teori interaksi simbolik ini akan berhubungan dengan struktur-struktur
sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang
bersifat dugaan, Interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat
interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Paham
interaksi simbolis ditujukan untuk mempelajari cara sekumpulan orang
membentuk makna suatu objek. Interaksi simbolis (SI-Symbolic Interactionism)
merupakan sebuah cara berpikir mengenai pikiran, individu, dan masyarakat yang
memiliki peranan yang cukup besar pada tradisi sosiokultural dalam teori
komunikasi. Dengan adanya landasan dalam bidang sosiologi SI menjelaskan
bahwa selama seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya, mereka
tengah bertukar pemahaman mengenai tindakan dan situasi tertentu. Interaksi
antara tari individu melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika seseorang
berinteraksi dengan yang lainnya, seseorang secara konstan mencari “petunjuk”
mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai
bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain.
Salah satu kebutuhan dasar manusia dalam hidupnya adalah kebutuhan
terhadap simbol. Proses terjadinya simbol adalah apabila subjek berhadapan
21
dengan realitas. Untuk dapat menangkap simbol, orang harus mengambil jarak
terhadap realitas karena pada saat subjek berhadapan dengan realitas akan terjadi
transformasi pengalaman. Pada Hakikatnya, komunikasi merupakan kegiatan
primer yang tidak akan lepas dari seluruh manusia. Komunikasi memilki
pengertian yakni proses penyampaian maksud atau pesan dari sang komunikator
kepada komunikan baik dalam bentuk satu arah atau dua arah, dengan
menggunakan media (alat bantu) hampirpun tidak, dengan tujuan terwujudnya
mutual understanding, perubahan pemikiran dan perilaku.
Komunikasi memiliki dua jenis dalam bentuk penyampaiannya, yakni
verbal dan non verbal. Verbal itu mencakup lisan dan tulisan, sedangkan non
verbal mencakup mimik wajah dan bahasa tubuh. Komunikasi ini juga memiliki
turunan teori dalam menyampaikan maksud dan tujuan dari komunikator kepada
komunikan yakni interaksi simbolik. Esensi dari interaksi simbolik yakni adalah
suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau
pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana 2003: 59). Paham interaksionisme
simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif
ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Paham interaksionisme
simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual. Semua
interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika
individu berinteraksi dengan yang lainnya, secara konstan mencari “petunjuk”
mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai
bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain.
Interaksionisme simbolik, mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar
22
individu, dan bagaimana hal ini dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain
katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.
Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Kata-
kata pada umumnya adalah simbol. Tetapi penanda hampirpun sebuah objek,
suara, sosok, dapat bersifat simbolik (Danesi 2011: 38). Simbol yang bersifat
abstrak yang maknanya diberikan oleh orang yang menggunakan simbol. Simbol
dapat berbentuk antara lain benda-benda, warna, suara, atau gerak suatu benda.
Manusia hidup di tengah-tengah tiga lingkungan, salah satunya lingkungan
simbolik, yang dimaksud lingkungan simbolik ialah segala sesuatu yang meliputi
makna dan komunikasi, seperti kata, bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara,
tingkah laku, benda-benda, konsep, dan sebagainya (Kuntowijoyo 2006: 89).
Manusia mempelajari simbol-simbol dan juga makna-makna di dalam interaksi
sosial.
Sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, manusia
merespons simbol-simbol di dalam cara yang penuh pemikiran. Menurut Ritzer
(2012: 630) kata-kata adalah simbol-simbol digunakanakan untuk melambangkan
benda-benda lain, kata-kata membuat semua simbol lain menjadi mungkin.
Tindakan-tindakan, objek-objek dan kata-kata lain ada dan mempunyai makna
hanya karena manusia ada dan dapat dilukiskan melalui penggunaan kata-kata.
Simbol-simbol sangat penting dalam memungkinkan orang bertindak di dalam
cara-cara manusiawi yang khas.
Makna dan simbol-simbol memberi karakteristik yang khas pada tindakan
sosial (yang meliputi suatu aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang meliputi dua
23
atau lebih aktor yang terlibat di dalam tindakan sosial bersama) manusia. Proses
interaksi sosial, orang mengkomunikasikan secara simbolis makna-makna kepada
orang-orang yang terlibat. Makna merupakan segala hal (tindakan, ucapan,
gerakan dan benda) yang menandai atau mewakili sesuatu Kusumawardani (2012:
3), karena itu makna merupakan sesutu hal yang dianggap penting bagi manusia
dan mempunyai nilai (value).
Para pencipta seni dalam menuangkan gagasan idenya tentu saja dilandasi
oleh makna yang tertuang dalam bentuk simbol-simbol. Hal tersebut
dilatarbelakangi oleh manusia sebagai makluk yang bersimbol, homo symbolicum
dan beraktvitas dalam dunia simbol (Jazuli 2011: 95). Simbol adalah sesuatu yang
diciptakanakan oleh manusia dan secara konvensional digunakanakan bersama,
teratur, dan benar-benar dipelajari, sehingga memberi pengertian hakikat “karya
seni”, yaitu suatu kerangka yang penuh arti untuk mengorientasikan dirinya
kepada yang lain, kepada lingkungan, dan pada dirinya sendiri, sekaligus sebagai
produk dan ketergantungannya dalam interaksi sosial (Hadi 2007: 22). Dalam
analisis simbolik terhadap karya seni, dapat dipahami bahwa sistem simbol
sebagai suatu sistem penandaan. Maka terdapat hubungan antara penanda dan
petanda yang bersifat atbitrer (manasuka) atau sewenang-wenang sesuai
kesepakatan bersama masyarakat pemilik atau pembuat simbol (Hadi 2007: 91).
Kreativitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya
dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses
simbolis. Proses simbolis, yaitu pada kegiatan manusia dalam menciptakan makna
yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Proses
24
simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan
bahasa (Kuntowijoyo 2006: 3).
Perwujudan kesenian senantiasa terkait dengan penggunaan kaidah dan
simbol. Penggunaan simbol dalam seni, sebagaimana dalam bahasa, menyiratkan
suatu bentuk pemahaman bersama diantara masyarakat pendukungnya.
Perwujudan seni, sebagai suatu kesatuan karya, dapat menjadi ekspresi individual,
sosial, hampirpun budaya, yang bermuatan isi sebagai subtansi ekspresi yang
merujuk berbagai tema, interpretasi, atau pengalaman hidup penciptanya. pertama
karya seni berisikan pesan dalam idiom komunikasi, dan kedua merangsang
semacam perasaan misteri; yaitu sebuah perasaan yang lebih dalam dan kompleks
daripada apa yang tampak dari luar karya tersebut (Bahari 2008: 105-106).
Simbol-simbol dalam kesenian adalah simbol ekspresif yang berkaitan dengan
perasaan atau emosi manusia yang digunakanakan ketika mereka terlibat dalam
kegiatan atau komunikasi seni. Dunia pertunjukan, seni membutuhkan interaksi
atau komunikasi, selain interaksi seni juga membutuhkan unsur-unsur pendukung
saat pertunjukan berlangsung.
Pengrawit menyampaikan pesan musikal kepada penonton tetapi tidak
pernah penonton menyampaikan pesan musikal terhadap pengrawit, karena
penonton tidak mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk menyampaikan
pesan tersebut. Apalagi penonton tidak mengadakan dialog musikal, tetapi para
penonton menerima dan mencerna pesan tersebut dengan cara masing-masing,
yang diyakni dapat mewujudkan kesan yang relevan bagi kehidupan mereka.
Ketiga, komunikasi musikal mempersyaratkan pemahaman estetik yaitu
25
pemahaman yang menuntut kemampuan refleksi dan imajinasi yang lebih dalam
sehingga walaupun penonton kelihatannya tidak terlibat dengan intensif, terutama
ketika penonton tidak mengekspresikan reaksinya secara eksplisit pada saat
pertunjukan.
Proses tersebut menyiratkan bahwa komunkasi musikal bukanlah proses
tanpa pemahaman oleh pengrawit dan penonton hampirpun proses yang terjadi
secara instan, tetapi merupakan proses yang memerlukan persiapan, pengertian,
dan tidak Jarang perenungan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kreatif
dari kedua belah pihak. Proses tersebuat tidak hanya memerlukan ketajaman
berfikir tetapi juga kepekaan terhadap indiom yang digunakanakan dalam
pertunjukan serta kebiasaan untuk memahami “struktur dan makna” pertunjukan
gamelan, sehingga memerlukan proses yang lama. Dengan perkataan lain,
penonton adalah orang-orang yang mempunyai keunggulan dalam komunikasi
musikal (Santosa 2012: 54-55).
2.2.6.1 Proses dan Bentuk Komunikasi
Secara singkat interaksi ialah apabila A dan B sedang bercakap-cakap. A
berbicara dan B mendengar. Kemudian B interaksi diartikan sebagai proses di
mana orang-orang yang berkomunikan saling mempengaruhi dalam pikiran dan
dalam tindakan (Lawang dalam Raho 2014: 63). Hal yang terpenting dalam proses
itu ialah adanya pengaruh timbal balik. Contoh berbicara dan A mendengar dan
seterusnya. Proses iteraksi itu dapat dipahami dari kata interaksi itu sendiri. Secara
etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) inter (antara). Jadi,
26
interaksi adalah tindakan yang dilakukan di antara dua atau lebih orang atau
tindakan yang berbalas-balasan (Raho 2014: 63).
Interaksi sosial juga memiliki jenis-jenis. Berdasarkan obyek-obyeknya,
ada interaksi yang berfokus dan adapula interaksi yang tidak terfokus. Berikut ini
akan diuraikan pengertian dari masing-masing jenis interaksi-interaksi tersebut.
1. Interaksi tanpa kata: interaksi dapat terjadi walaupun di dalamnya para pelaku
atau aktor tidak menggunakan kata-kata. Dalam menukar informasi atau arti,
mereka menggunakan expresi pada wajah atau gerak-gerak tubuh. Orang
sederhana menyebut dengannya bahasa tubuh. Menggangguk, menggeleng,
mengangkat bahu, membelalakan mata atau menutup mata adalah contoh-
contoh dari interaksi tanpa kata.
2. Interaksi dengan menggunakan kata-kata: Sekalipun kita bisa berinteraksi
dengan menggunakan bahasa tubuh, namun kebanyakan sosiologi
berpendapat bahwa interaksi melalui kata-kata atau percakapan merupakan
unsur yang sangat penting dalam kehidupan sosial. Kata-kata menjadi penting
justru karena tidak semua gerak-gerik tubuh atau bahasa isyarat bisa
dimengerti dengan jelas. Gerak-gerak atauekpresi wajah tidak bisa
menjelaskan konsep. Tetapi kata-kata bisa menjelaskan gagasan yang sulit
diterangkan hanyadengan menggunakan bahasa tubuh.
3. Interaksi tidak terfokus: Interaksi seperti ini terjadi apabila dalam setting
ataulatarbelakang tertentu individu-individumenyadari kehadiran orang-orang
yang lahir pada tempat yang samanamun tidak memusatkan perhatian pada
apa yang dipercakapan oleh orang-orag itu. Hal ini biasanya terjadi dalam
27
situasi-situasi di mana banyak orang berkumpul dengan interaksi yang sangat
terbatas.
4. Interaksi yang terfokus: Interaksi yang seperti ini terjadi ketika individu-
individu memusatkan perhatian pada apa yang dikatakan atau diperbuat oleh
orang lain. Dalam hal ini, perhatian seseorang tertuju kepada sesuatu itu,
entah kepada perkataan ataupun tingkah laku tertentu dari seseorang (Raho
2014: 66-67).
Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah payung
perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspeksif fenomenologis atau
perspektif interpretif. Selanjutnya pandangan fenomenologis atas realitas sosial
menganggap dunia intersubjektif dalam aktivitas kesadaran yang salah satu
hasilnya adalah ilmu alam. Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi
yang merupaakan kegiatan sosial dinamis manusia (Mulyana 2001:59-61).
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif
interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai
proses yang yang memungkinkan manusia membentuk dan mangatur perilaku
dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi.
Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran atas objek-objek di
sekeliling. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer,
proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan
aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan
28
dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang
memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru
merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial
(Mulyana 2001: 68-70).
Menurut teori interaksi simbolik kehidupan sosial pada dasarnya adalah
interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas,
interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama,
individu merespon suatu situasi simbolik. Merespon lingkungan, termasuk objek
fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen
lingkungan tersebut. Kedua, adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak
melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Ketiga, makna dipresentasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perubahan situasiyang ditemukan dalam interaksi sosial.
Orang umumnya sepakat bahwa ketika pertunjukan gamelan berlangsung,
termasuk ketika diselenggarakan pementasan wayanng, Tari, teater, Jaran Kepang,
Tayub, Wayang Orang, hampirpun Kentrung, terjadi aksi dan reaksi antara
pengrawit (atau seniman pada umumnya) dengan penonton. Proses itu
berkangsung di dalam konteks khusus, yaitu dalam ranah estetik bukan ranah
diskursif seperti pada interaksi sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat
dengan gejala yang nampak jelas dan mudah diamati.
Misalnya, ketika pertunjukan gamelan para penonton segera menghentikan
pembicaraan dengan penonton lain didekatnya, penonton mulai melakukan
tindakan-tindakan khusus untuk mengikuti irama gamelan, menirukan melodi
29
instrumen hampirpun vokalis, mengangguk-angguk ketika mendengar alunan lagu
pesindhen, selain itu juga mengadakan asosiasi dari suara yang didengar dan
kemungkinan juga merenungkan berbagai kemungkinan dampak pertunjukan
terhadap kehidupan pribadi dan sosial di samping menikmati aspek estetik yang
merupakan daya tarik kuat dari pertunjukan itu. Hal ini menunjukan bahwa kontak
antara para pengrawit dengan penonton memang cukup intensif dan bisa meliputi
berbagai ranah kehidupan seperti rasa, logika, konsep, keyakinan pribadi,
pandangan dunia, pemahaman tentang kehidupan, hubungan mikro-makro
kosmos, dasar-dasar keidupan jiwa, hampirpun sikaphidup individual dala konteks
masyarakatnya. Proses yang terjadi memang tidak sederhana namun kompleks
sesuai dengan dinamikaaspek-aspek yang terlibat dalam pertunjukan (Santosa
2012: 46-47).
Salah satu proses komunikasi yang dekat dan mempunyai kesamaan
dengan proses ini adalah komunikasi verbal, yaitu bentuk komunikasi yang paling
banyak kita temui dan lakukan dalam kehidupan masyarakat, beragama,
berpolitik, hampirpun mengadakan kegiatan ekonomi. Proses komunikasi jenis
inilah yang dianggap paling mapan “benar” dalam kehidupan sosial (Santosa
2012: 50).
Komunikasi bentuk dan prosesnya lebih kompleks dari pada komunikasi
verbal dan komunikasi tulis, yang pemahaman pesannya dapat dilakukan terutama
dengan penalaran dan pemaknaan kata-kata secara diskursif. Komunikasi verbal
dan tulis tidak termasuk sastra dan puisi yang memerlukan proses pemahaman
serupa dengan komunikasi musikal, faktor logika lebih lebih ditonjolkan
30
sedangkan faktor lain bisa tidak menjadi prioritas bahkan kadang-kadang sama
sekali tidak perlu ada. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan sebagai berikut.
Pertama, komunikasi musikal terjadi melalui beberapa lapis yang setiap
lapis memerlukan proses tersendiri serta berada di dalam ranah yang berbeda
dengan komunikasi bentuk lain. Kedua, pengiriman pesan dalam komunikasi
musikal terjadi dari satu pihak ke pihak lain, dan tidak seperti pada komunikasi
tidak terjadi pada arah yang berbeda atau sebaliknya. Ketiga, komunikasi musikal
mempersyaratkanpemahaman estetik yaitu pemahaman yang menuntut
kemampuan refleksi dan imajinasi yang lebih dalam sehingga walaupun penonton
kelihatannya tidak terlibat dengan intensif terutama ketika mereka tidak
mengekspresikan reaksinya secara eksplisit pada saatpertunjukan, namun
kenyataannya mereka mengalami proses psikologi dengan intensitas tinggi dalam
mencerna pesan pertunjukan (Santosa 2012: 54-55).
Kontak sosial pada dasarnya aksi dari individu atau kelompok dan
mempunyai makna pada pelakunya, yang kemudian ditanggap oleh invidu atau
kelompok lain. Interaksi sosial mengandung makna tentang kontak secara timbal
balik dan respon antara individu-individu dan kelompok-kelompok (Taneko
1993). Interaksi sosial oleh Young dan Raymond (dalam soekanto 1990) diartikan
sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan
dengan kelompok manusia. Bertran (dalam Faisal 1980) mengartikan interaksi
sosial sebagai suatu hubungan timbal balik yang telah menamp aksi dan reaksi
diantara orang-orang yang berhubungan.
31
Dari beberapa pengertikan yang dikemuk oleh para ahli tersebut, dapat
dimengerti dalam bentuk konsep kasar bahwa, interaksi sosial adalah suatu
hubungan sosial manusia, baik individu-individu dan kelompok-kelompok dan
atau individu dengan kelompok dengan ditunjukan adanya suatu ciri telah terjadi
suatu aksi dan reaksi diantara mereka yang berhubungan (Wadiyo 2008:59)
Soekanto (1990) menyatakan bahwa Kontak sosial dapat berlangsung
dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Kontak sosial antara orang perorangan
2. Kontak sosial antara orang perorangan dengan suatu kelompok
manusia atau sebaliknya.
3. Kontak sosial antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
manusia lain.
Terjadinya suatu interaksi sosial karena adanya kontak sosial dan
komunikasi (Wadiyo 2008:60). Menurut Effendy (1986) komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat dan atau perilaku.
Dalam konteks berkesenian seni Tari, ketika sebuah kelompok penari
beratraksi di panggung pertunjukan dan penontonya menyaksikan begitu seksama,
maka disitu telah terjadi sebuah interaksi sosial antara kelompok penari dengan
para penontonnya. Interaksi sosial juga otomatis terjadi karena telah ada aksi dan
reaksi, yakni aksi dari pencipta dan reaksi dari orang yang merespon Tarian atau
merespon proses penciptaan Tarian itu (Wadiyo 2008:63)
32
Adanya dua sisi berkait dengan berkesenian sebagai interaksi sosial disatu
pihak dan pemanfaatan produk seni sebagai sarana interaksi sosial yang terpisah
dari kegiatan berkesenian dipihak lain, menunjukan betapa besar manfaat
Kesenian bagi kehidupan manusia. Jika Kesenian telah terintegrasi dalam sistem
kebudayaan, berarti ia menjadi pedoman bagi masyarakat pendukungnya untuk
melakukan kegiatan yang di dalamnya terdapat perangkat-perangkat model
kognisi, sistem simbol, dan pemberian makna yang terjalin secara menyeluruh.
Sistem simbol itu kemudian digunakan swecara selektif oleh masyarakat
pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan,
bersikap dan bertindak untuk memenuhi kebutuhan integratif yang bertalian
dengan pengungkapan atau penghayatan estetik dalam menghadapi lingkungan
dengan sumber daya yang tersedia. Jika masyarakat pendukung dimanfaatkan
untuk berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, bersikap dan
bertindak memenuhi kebutuhan integratifnya, berarti pertunjukan tersebut memuat
fungsi social yang mampu mencipt kebersamaan masyarakat pendukungnya
(Irianto 2005:108).
33
2.3 KERANGKA BERFIKIR
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir
(Sumber: Selvi Widya A, September 2016)
Penelitian ini mendeskripsikan tentang Saweran Sebagai Bentuk Interaksi
Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada
Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan
TARI REOG GONDORIYO
Bentuk Interaksi Simbolik
1. Saweran
Bentuk Penyajian
1. Tema 2. Gerak 3. Iringan 4. Rias 5. Kostum 6. Tata pentas 7. Tata Lampu 8. Pola Lantai 9. Pelaku 10. Penonton
Proses Interaksi Simbolik
1. Penari dengan penonton
34
Kabupaten Blora. Kajian yang dikaji oleh peneliti menjelaskan tentang bentuk
penyajian Tari Reog Gondoriyo yang meliputi gerak, iringan, tema, desain lantai,
tata busana, tata rias, dan tempat pertunjukan dan bentuk interaksi simbolik antara
pemain dan penonton. Sehingga menghasilkan Saweran Sebagai Bentuk Interaksi
Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada
Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan
Kabupaten Blora.
122
122
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada Saweran Sebagai Bentuk Interaksi
Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada
Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan
Kabupaten Blora dapat ditarik kesimpulan bahwa : Bentuk penyajian Tari Reog
Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan
Todanan Kabupaten Blora dapat dilihat dari aspek :Tema, pelaku, gerak,
musik/iringan, tata rias, tata busana, pola lantai
Bentuk interaksi simbolik Tari Reog Gondoriyo pada Kesenian Barongan
Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora meliputi :
Bentuk Saweran tahun 50-an, bentuk saweran pada Tari Reog Gondoriyo di
tahun 50-an para penonton memberi uang saweran dengan cara melemparkan
uang dibawah para penari, baik di jalan, panggung ataupun dilayar yang
kemudian diambil dengan menggun mulut, dari bentuk saweran tahun 50-an yang
kemudian mengalami perubahan dimana bentuk saweran pada Tari Reog
Gondorio pada cara pemberian saweran dari penonton ke penari sama-sama
menggunakan mulut, seperti dilihat pada tahun 2016. Hasil dari proses interaksi
yang terjadi dalam sebuah pertunjukan akan menjadi sebuah bentuk, dimana
bentuk interaksi simbolik terdiri dari verbal dan non verbal yang akan dituangkan
melalui tanda, simbol, dan kata-kata.
123
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran dan masukan
kepada pihak-pihak yang terkait sebagai berikut:
1. Bagi ketua atau pendamping Kesenian Barongan Singo Lodro diperlukan
adanya kreativitas seniman untuk memperindah sajian Tari Reog Gondoriyo
baik gerak atau bentuk saweran yang khususnya memperjelas bagaimana
bentuk saweran yang sebagaimana mestinya, bagaimana tehnik untuk
menghindari kenakalan dari penonton supaya tidak adanya kejenuhan dan
pemikiran negatif dari penonton setiap melihat pertunjukan Tari Reog
Gondoriyo.
2. Bagi masyarakat penikmat seni maupun masyarakat awam dalam melihat suatu
pertunjukan seni dianjurkan tidak sekedar melihat atau menikmati, melainkan
mencermati lebih dalam bagaimana isi sajian yang semestinya.
3. Bagi Dinas Kabupaten Grobogan atau instansi yang berkaitan dengan
kebudayaan perlu adanya pelesTarian terhadap Tari Reog Gondoriyo dengan
cara terus menggun Tari Reog Gondoriyo dalam acara apapun baik di daerah
Grobogan bahkan luar daerah Grobogan.
124
124
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi .2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
_____, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Bahari, Nooryan.2008. Kritik Seni: Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Berger, Asa.Artur.2010. Pengantar Semiotika. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Danesi, Marcel.2011. Pesan Tanda, dan Makna.Yogyakarta: JALASUTRA.
Djelantik. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Jakarta : Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.
Kamus. 2001.
Faisal, Sanapiah. 1980. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, t.t.
Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari (Sebuah Pengenalan Awal). Yogyakarta:
Pustaka.
_____, Sumandiyo. Y. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher
Irianto, Agus Maladi. 2005. Erotika Petani Jawa Memuja Dewi (Tayub, Antara Ritualitas dan Sensualitas). Semarang: Lengkongcilik Press.
Jazuli, Muhammad, 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang
Press
_____, M. 2008. Pendidikan Seni Budaya (Suplemen Pembelajaran Seni Tari). Semarang: UNNES PRESS
_____.2011. Sosiologi Seni Pengantar dan Model Studi Seni.Surakarta: Sebelas
Maret University.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
_____. 1970. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Kuntowijoyo.2006. Budaya dan Masyarakat .Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya.
125
Kusumastuti, Eny. 2006. “ Laesan sebuah fenomena Kesenian Pesisir : kajian interaksi Simbolik Antar pemain dan penonton”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Vol. VII. No.3/September-Desember
2006. Hlm 10-17. Semarang : Jurusan Pendidikan Sendratasik,
FBS,UNNES
Makrifa,Izzatul. 2015. Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun
Kurahan Cawangsar Desa Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten
Magelang. Skripsi. Semarang. UNNES
Maryono. 2011. Penelitian Kualitatif Seni Pertunjukan. Surakarta:ISI Press Solo
Miles, matthew B dan A.Michael Huberman.2009. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjejep Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
.
Moleong, Lexy, J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mujiarti.2015. Interaksi Simbolik Pemain Campursari “Sekar Ayu Laras” Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Tesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Semarang.
Mulyana,Dedi. 2003. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Parani Yuliyanti.1986. Penari. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan
Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ratna, Nyoman Kutha.2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Raho, Bernard. 2014.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Goerge, Ritzer.2012. Toeri Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rohidi, Tjetjep R. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Semarang: Yayasan
Nuansa Cendekia.
Santosa. 2012. Komunikasi Seni - Aplikasi Dalam Pertunjukan Gamelan.
Surakarta: ISI Press
Sayodih, N. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Simatumpang,Lono.2013.Pergelaran.Yogyakarta:JALASUTRA.
Soedarsono. 1972. Jawa dan Bali “Dua Pusat Pengembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
126
Soegito, A.T. 2003. Pendidikan pancasila. Semarang: UNNES Press
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
_____., 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta,Cv.
_____. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suharso. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.
Taneko, L. Soleman. 1993. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV Rajawali
Wadiyo. 2008. Sosiologi Seni (Sisi Pendekatan Multi Tafsir). Semarang: UNNES
PRESS.
Widaryanto,F.X.2007. Antropologi Tari.Bandung:PRESS STSI
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Peneltian Sosial dan Pendidikan Teori – Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sumber lain : http://mika-punya.blogspot.co.id/2012/05/teori-simbolik.html. Diunduh senin
11/9/2017 (19.00 WIB)
http://www.academia.edu/6766895/TEORIINTERAKSI_SIMBOLIK.Diunduh
senin 11/9/2017 (19.00 WIB)