14

SAAT TERJADI KONFLIK. Istri curhat pada suaminya dan dijawab : “Masalah sepele, tak usah dipedulikan. Kan bisa pakai obat penghilang bekas jahitan, kamu bisa bebas dari bekas jahitan

Embed Size (px)

Citation preview

SAAT TERJADI KONFLIK

Dalam berumah tangga, tak dapat dihindari yang namanya

konflik atau permasalahan. Ibarat sendok dan garpu pasti

ada gesekan walaupun kadang tidak disadari. Karena

sekali lagi, perempuan dan laki – laki diciptakan dengan

karakter yang berbeda. Maka, wajar bila nanti saat menjalani

kehidupan berumah tangga akan ada konflik antara suami

maupun istri. Konflik pun ada berbagai tingkatan dari yang

sederhana sampai yang tertinggi. Misalnya:

KONFLIK RENDAH : MASIH DAPAT

DIKOMUNIKASIKAN

Dalam tahap konflik rendah ini terjadi hal-hal sepele.

Misalnya suami atau istri suka telat, suami pelupa, kurang

teliti, jam ‘ngaret’, atau masalah kurang peduli dan

miskomunikasi.

Contohnya ada seorang istri yang masuk rumah sakit untuk

menjalani operasi caesar. Setelah operasi berhasil dan keluar

dari rumah sakit, ada teman yang membuat istri gelisah

disebabkan karena bekas yang kelihatan buruk akibat

operasi. Istri curhat pada suaminya dan dijawab :

“Masalah sepele, tak usah dipedulikan. Kan bisa pakai obat

penghilang bekas jahitan, kamu bisa bebas dari bekas jahitan itu.

Masalah ini kecil dan penanganannya juga mudah.”

Jawaban ini menambah sedih istrinya dan membuatnya

marah, karena ia merasa suaminya tidak memahami hakikat

perasaan sedihnya. Seharusnya yang perlu dilakukan suami

adalah berempati pada istrinya. Ini akan membuat istri

senang dan membuat istri merasa dekat dengan suami.

Memberikan nasehat dan pemecahan justru akan

menjadikan istri marah, merasa jauh darinya dan tidak mau

duduk dengannya.

Atau contoh lainnya suami pulang dari kerja, ia sangat lelah

dan butuh istirahat. Suami masuk rumah, salam dengan istri

dan anak, dan menunggu makan. Makanan datang, dan

semua duduk mengelilingi meja makan. Sebelum suami

hendak makan, istrinya tiba-tiba berkata :

Istri : “Bagaimana keadaan pekerjaanmu hari ini?”

Suami : “Hari ini berat”

Istri : “Apa yang terjadi disana?”

Suami : “Masalah seperti biasanya”

Istri : “Masalah seperti apa itu?”

Suami (tampak gelisah dan berkata) :

“Apakah kita bisa makan terlebih dahulu, lalu setelah selesai

baru bicara?”

Istri (diam sebentar, lalu bicara):

“Temanmu tadi baru saja telpon, ia harap kamu

menghubunginya.”

Suami : “Iya, aku akan menghubunginya nanti sore.”

Istri : “Apa kira-kira yang ia inginkan?”

Suami (tampak marah) :

“Bagaimana aku bisa tahu apa yang ia inginkan? Akan

kuberitahu setelah aku menghubunginya.”

Istri : “Bila dia punya niat berkunjung hari jumat datang, ingat

kita punya janji dengan anak-anak.”

Suami semakin marah : “Baik, apakah tidak bisa kita

selesaikan makan dengan tenang.”

Istri terlihat kesal : “Baik”.

Lelaki yang sedang menghadapi permasalahan akan

menumpahkan seluruh pikirannya untuk permasalahan

tersebut. Ketika ia pulang ke rumah, sebenarnya pikirannya

belum pulang, pikirannya masih sibuk dengan pekerjaannya,

sehingga ketika ada orang yang ingin mengajak bicara ia

akan merasa terganggu.

Penyebabnya adalah pembicaraan tersebut telah memotong

rangkaian pikirannya atau menjauhkan dia dari objek yang

sedang ia pikirkan. Lelaki akan terus bersikap seperti ini

selama permasalahannya sulit dipecahkan, sarafnya akan

tetap tegang dan mencari kesibukan dengan pekerjaan yang

lain seperti membaca buku, koran, mendengar radio atau

pekerjaan yang lain sampai secara bertahap emosinya akan

menjadi tenang.

Hati-hati dengan konflik rendah ini. Karena jika terus

menerus dibiarkan dan didiamkan maka bisa masuk ke

konflik sedang. Ibarat api yang masih kecil, segera

dipadamkan dengan komunikasi yang baik antar sami istri.

Berikan waktu yang berkualitas untuk berdiskusi dan

berkomunihati antara suami dan istri. Usahakan jangan

sampai ditunda besok. Sampaikan apa keluh kesah dan

harapan pasangan. Mesti ada saling keterbukaan dan saling

menerima kekurangan. Jangan lupa diakhiri dengan saling

memaafkan. Dan bertekad untuk tidak mengulangi

kesalahan.

------------------------------------------------------------------

KONFLIK SEDANG : PERANG DINGIN, SALING

MENDIAMKAN.

Dalam tahap ini, level masalah sudah lebih serius. Sudah ada

penumpukan emosi yang dibiarkan cukup lama, sehingga

mulai banyak prasangka yang tak wajar. Misalnya, istri

menganggap suami sudah tak sayang lagi. Atau suami sudah

menganggap istri sudah mulai berani membangkang. Atau

permasalahan lainnya.

Namun masalahnya, suami dan istri sudah mulai perang

dingin. Hanya mampu saling menyindir, mengungkapkan

secara tak langsung lewat status sosial media, status BBM,

atau bahkan sampai curhat ke pihak ketiga yang tidak

berkepentingan.

Untuk menyelesaikannya bisa dilakukan beberapa tahap ini:

Suami istri mesti menyadari bahwa mereka ada dalam

konflik sedang. Mesti ada kesadaran untuk

menyelesaikan bersama.

Ingat kembali tujuan pernikahan. Menikah itu untuk

ibadah, mesti ada perjuangan untuk membangun

kesakinahan.

Ingat kembali kebaikan pasangan. Tekadang dalam

konflik yang difokuskan hanya kesalahan pasangan.

Padahal masih banyak kebaikan pasangan yang kurang

disyukuri dan tertutup oleh nafsu amarah.

Jangan merasa diri yang paling berjasa. Hal ini yang

menimbulkan keegoisan setiap pasangan paling

banyak berkorban, paling banyak memberi, paling

merasa lelah dan merasa tidak setimbang dengan apa

yang telah diberikan pasangannya.

Turunkan ego, ambil jalan tengah. Dalam

permasalahan keluarga. Tidak ada yang 100% salah atau

100 % benar. Maka, ambil win-win solution. Beranilah

untuk menjadi pahlawan keluarga. Berani mendatangi

pasangan dan meminta maaf terlebih dahulu entah

siapapun yang salah.

Perbaiki komunikasi dan bicara dari hati ke hati. Jangan

sampai masuk ke taham konflik tinggi.

-----------------------------------------------------------------

KONFLIK TINGGI : SUDAH MULAI ADA UNSUR

KEKERASAN FISIK.

Biasanya setelah perang dingin, tidak ada yang

menurunkan ego hingga terjadi adu mulut, saling

menyindir, sampai saling menyalahkan, dan tidak mau

mengalah. Hingga beberapa kali terjadi kekerasan fisik

seperti menampar, memukul bagian tubuh, mendorong,

menendang, melempar barang, memecahkan barang.

Dalam tahap konflik tinggi ini masing-masing pasangan

sudah semakin menunjukkan otoritasnya. Bahkan mulut

sudah tak bisa lagi dirasa cukup untuk mengatasi

permasahan. Hingga akhirnya terjadi kontak fisik yang

semestinya dihindari.

Untuk menyelesaikan konflik level tinggi yang bisa

dilakukan:

Sebelum terjadi kekerasan fisik berlanjut, cobalah

menghindari pasangan. Namun usahakan tidak keluar

rumah. Misalnya masuk ke dalam kamar.

Jika marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika

marah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika masih

marah berwudhulah, lalu sholat dua raka’at untuk

meredakan konflik dan meminta petunjuk dari Allah

Subhanahu wa Ta ‘ala.

Cari pihak ketiga, usahakan dari pihak orangtua atau

mertua untuk jadi penengah konflik.

Jika masih belum bisa diselesaikan, cari pihak yang

paling dekat dan berpengaruh dengan istri dan suami.

Seperti sahabat, saudara, sampai ustadz yang dihormati

dan didengar oleh kedua belah pihak.

Usahakan jangan sampai berlanjut pada tahap

perceraian. Karena itu adalah hal yang dibenci Allah.

------------------------------------------------------------------

Saat terjadi konflik dalam rumah tangga, yang paling

terpenting adalah bagaimana caranya ada kesediaan untuk

saling mengalah baik dari suami maupun isteri. Jangan

mengunggulkan rasa egois yang ada dalam masing masing

pribadi karena hal itu akan membuat konflik semakin rumit.

Demikian pembahasan mengenai exit plan yang harus

dilakukan ketika terjadi konflik dalam rumah tangga. Ingat !

Manusia tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan

pasangan kita. Maka alangkah lebih baik bila kita mampu

memahami kekurangan dan mensyukuri kelebihan pasangan

masing – masing.

Semoga bermanfaat

Sahabatmu, Setia Furqon Kholid