15
S U A M I S I A G A 1. Pendahuluan Sebuah pepatah untuk para suami mengatakan, “Jika kamu ingin istrimu menjadi seperti Khadîjah, maka jadilah kamu seperti Muhammad untuknya!” Nabi kita Saw. memang merupakan teladan ideal tentang bagaimana seharusnya seorang suami memperlakuka n istrinya. Ada suami yang habis-habisan memaki istrinya hanya karena sang istri terlambat menyiapkan makan . Ada lagi suami memukul istrinya cuma karena sang istri tidak membuatkan secang kir teh untuk sang suami. Di tempat lain seorang istri harus rela ditampar suami hanya karena si istri t erlalu banyak menambahkan garam pada makanan yang dibuatnya. Kejadian-kejadia n ini mengabarkan hubungan yang tidak sehat antara suami dan istri. Pangkal dari ketidaksehatan hubunga n itu adalah dominasi dan superioritas suami atas istri. Tidak sedikit suami yang membebani istrinya dengan tugas-tugas melebihi kemampuannya dengan dalih bahwa kewajiban istri adalah taat terhadap semua perintah suami. Banyak kaum suami hanya melihat hak-hak di tangannya tanpa memperhatikan kewajiban-kewa jiban di  pundakny a. Sesungguh nya, untuk keluar dari kemelut rumah-tangga, untuk terbebas dari belitan disharmoni suami-istri, hanya satu solusi yang tersedia. Yaitu meneladani sunnah Nabi dalam mengelola dan menakhodai kehidupan rumah-tangganya. Ucapan, tindakan, serta sikap Nabi dalam membina dan mengelola rumah-tangganya merupakan contoh terbaik bagi para suami, kapan dan di mana pun. Tulisan ini, selain diharapkan menjadi pencerahan dan panduan bagi para suami dalam memperlakuka n para istri, juga terutama merupakan seruan bagi para pengritik dan penuduh  Nabi yang ma sih saja mempersoalkan jumlah istri be liau. Kepada m ereka bab ini hen dak  berkata, “Mengapa kalian mas ih saja berkuta t menyoal perka winan Nabi denga n banyak i stri? Ketimbang hanya mempergunjing kan soal jumlah istri serta motif di balik pernikahan beliau, setidaknya lihatlah sisi lain dari rumah-tangga Nabi; bagaimana harmoni yang beliau bangun dengan para istrinya, seperti apa perlakuan dan sikap yang beliau kembangkan terhadap mereka, dan banyak lagi seluk-beluk yang perlu digali pada sisi ini. Yang jelas, semua  pembahasa n tentang aspek ini akan bermu ara pada satu simp ulan; Sang Na bi adalah telada n terbaik.” 1. Akhlak Rasulullah Saw. terhadap Para Istrinya Berikut beberapa perilaku santun dan perangai mulia Baginda Nabi dalam berumah tangga: 1.  Lembut dan Penuh Kasih  Rasulullah Saw. adalah seorang suami yang sangat meninggikan kedudukan para istrinya dan amat menghormati mereka. „Â`isyah bercerita tentang hal ini:  Sekelompok orang Habasya h masuk masjid dan bermain di dalamnya. Ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepadaku, “Wahai  Humayrâ`, apakah kamu senang melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkan daguku di atas pundaknya dan kusandarka n wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka

s u a m i s i a g a Ala Rasul

Embed Size (px)

Citation preview

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 1/15

S U A M I S I A G A

1.  Pendahuluan

Sebuah pepatah untuk para suami mengatakan, “Jika kamu ingin istrimu menjadi seperti

Khadîjah, maka jadilah kamu seperti Muhammad untuknya!” Nabi kita Saw. memangmerupakan teladan ideal tentang bagaimana seharusnya seorang suami memperlakukanistrinya. Ada suami yang habis-habisan memaki istrinya hanya karena sang istri terlambatmenyiapkan makan. Ada lagi suami memukul istrinya cuma karena sang istri tidakmembuatkan secangkir teh untuk sang suami. Di tempat lain seorang istri harus rela ditamparsuami hanya karena si istri terlalu banyak menambahkan garam pada makanan yangdibuatnya.

Kejadian-kejadian ini mengabarkan hubungan yang tidak sehat antara suami dan istri.Pangkal dari ketidaksehatan hubungan itu adalah dominasi dan superioritas suami atas istri.Tidak sedikit suami yang membebani istrinya dengan tugas-tugas melebihi kemampuannya

dengan dalih bahwa kewajiban istri adalah taat terhadap semua perintah suami. Banyak kaumsuami hanya melihat hak-hak di tangannya tanpa memperhatikan kewajiban-kewajiban di

 pundaknya.

Sesungguhnya, untuk keluar dari kemelut rumah-tangga, untuk terbebas dari belitandisharmoni suami-istri, hanya satu solusi yang tersedia. Yaitu meneladani sunnah Nabi dalammengelola dan menakhodai kehidupan rumah-tangganya. Ucapan, tindakan, serta sikap Nabidalam membina dan mengelola rumah-tangganya merupakan contoh terbaik bagi para suami,kapan dan di mana pun.

Tulisan ini, selain diharapkan menjadi pencerahan dan panduan bagi para suami dalammemperlakukan para istri, juga terutama merupakan seruan bagi para pengritik dan penuduh

 Nabi yang masih saja mempersoalkan jumlah istri beliau. Kepada mereka bab ini hendak berkata, “Mengapa kalian masih saja berkutat menyoal perkawinan Nabi dengan banyak istri?Ketimbang hanya mempergunjingkan soal jumlah istri serta motif di balik pernikahan beliau,setidaknya lihatlah sisi lain dari rumah-tangga Nabi; bagaimana harmoni yang beliau bangundengan para istrinya, seperti apa perlakuan dan sikap yang beliau kembangkan terhadapmereka, dan banyak lagi seluk-beluk yang perlu digali pada sisi ini. Yang jelas, semua

 pembahasan tentang aspek ini akan bermuara pada satu simpulan; Sang Nabi adalah teladanterbaik.” 

1.  Akhlak Rasulullah Saw. terhadap Para Istrinya

Berikut beberapa perilaku santun dan perangai mulia Baginda Nabi dalam berumah tangga:

1.   Lembut dan Penuh Kasih 

Rasulullah Saw. adalah seorang suami yang sangat meninggikan kedudukan para istrinya danamat menghormati mereka. „Â`isyah bercerita tentang hal ini: 

Sekelompok orang Habasyah masuk masjid dan bermain di dalamnya. Ketika itu RasulullahSaw. berkata kepadaku, “Wahai Humayrâ`, apakah kamu senang melihat mereka?” Aku

menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkandaguku di atas pundaknya dan kusandarkan wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 2/15

(orang-orang Habasyah) waktu itu, „Abû al-Qâsim (Rasulullah) orang baik.‟ Lalu Rasulullah berkata, “Cukup.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, jangan tergesa-gesa.” Beliau pun berdiri lagiuntukku. Kemudian beliau berkata lagi, “Cukup.” Aku berkata, “Jangan tergesa-gesa, yaRasulullah.” Bukan melihat mereka bermain yang aku suka, melainkan aku ingin para

 perempuan tahu kedudukan Rasulullah bagiku dan kedudukanku dari beliau.”[1] 

Bayangkan seorang istri berdiri di belakang suaminya untuk melindunginya. Kemudian sangistri meletakkan dagunya di pundak sang suami, wajah sang istri menempel di pipi sangsuami. Sang istri meminta sang suami berdiri lebih lama untuknya. Mereka berdiri di pinturumah sambil memerhatikan orang-orang yang sedang bermain di masjid depan rumah.Kemudian sang istri bertutur, “Sesungguhnya bukan orang-orang yang sedang bermain ituyang menarik perhatianku. Bukan pemandangan itu yang membuatku ingin berlama-lama

 berdiri di sini bersama suami. Aku hanya ingin para istri tahu kedudukanku bagi suamiku dankedudukan suamiku bagiku.” Bersama itu, sang suami dengan sabar memenuhi permintaansang istri terkasih, demi cinta padanya dan guna menjaga perasaannya.

Betapa pun banyak dan beratnya tanggung jawab yang harus dipukul Sang Rasul, beliau tidak pernah lupa akan hak-hak para istrinya. Beliau memperlakukan mereka dengan amat lembutdan penuh kasih. Tidak pernah sedikit pun beliau mengurangi hak mereka. Beliaulah yangdalam salah satu haditsnya bersabda, “Kaum perempuan (para istri) adalah saudara kandungkaum laki-laki (para suami).”[2] 

Hadits ini menjadi dalil bahwa beliau tidak pernah menganggap kecil kedudukan paraistrinya. Beliau menempatkan mereka pada kedudukan yang setara dengan beliau danmemposisikan mereka pada posisi yang agung. Bagaimana tidak, pada diri seorang istritersandang sejumlah predikat mulia: ibu, istri, saudara perempuan, bibi, dan anak perempuan.

1.   Pengakuan di Depan Publik

Pada saat banyak suami menganggap bahwa sekadar menyebut nama istri di depan orang laindapat mengurangi harga diri, kita mendapati Rasulullah justru menampakkan cintanya pada

 para istrinya di depan umum. Shafiyah binti Huyay mendatangi Rasulullah saw. sewaktu beliau beri‟tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Kemudian ia berbincang dengan beliau beberapa waktu. Ia berdiri untuk pulang. Rasulullah pun ikut berdiri mengantarkan Shafiyah pulang. Ketika Shafiyah dan Rasulullah sampai di depan pintuUmmu Salamah, dua orang Anshâr lewat dan memberi salam kepada Rasulullah. Kepada duaorang Anshâr itu beliau bersabda, “Perhatikanlah baik -baik oleh kamu berdua, dia ini tidak

lain Shafiyah binti Huyay.”[3] 

1.  Tempat Bersandar di Kala Susah

 Nabi Saw. adalah suami yang sangat memahami kondisi para istrinya, baik kondisi fisikmaupun psikis. Dua kondisi ini dari satu waktu ke lainnya dapat berubah-ubah. Nabi Saw.sangat pandai memahami hal itu terhadap para istrinya. Maymûnah, salah satu istri Nabi,

 berkata, “Suatu kali Rasulullah mendatangi salah seorang dari kami. Salah seorang dari kamiitu sedang haid. Maka beliau meletakkan kepalanya di dada istrinya yang sedang haid itu, lalu

 beliau membaca al-Qur`an.”[4] 

Pada kali lain, Rasulullah Saw. berupaya begitu rupa menenangkan salah satu istrinya yangsedang mengalami tekanan batin. Pada suatu hari, beliau mendatangi Shafiyah binti Huyay.

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 3/15

Beliau menemukan Shafiyah sedang menangis. Kepadanya beliau bertanya, “Apa yangmembuatmu menangis?” Shafiyah menjawab, “Hafshah berkata bahwa aku anak orangYahudi.” Beliau berkata, “Katakan padanya, suamiku Muhammad, ayahku Hârûn, dan

 pamanku Mûsâ!”[5] 

Terlihat bagaimana Baginda Nabi menyelesaikan masalah dengan kata-kata sederhana namunmengandung makna yang dalam.

1.  Selalu Siaga Membantu Para Istri

Pada saat banyak suami yang enggan sekadar membantu istrinya karena dianggap dapatmenurunkan reputasi sang suami, kita dapati Rasulullah Saw. tidak pernah terlambatmembantu para istrinya. „Â`isyah pernah ditanya tentang apa yang dilakukan Nabi Saw. dirumahnya? Ia menjawab, “Beliau selalu melayani (membantu) istrinya.”[6] 

1.   Bermusyawarah Sebelum Mengambil Keputusan 

Di kala banyak suami memandang istrinya kurang akal dan agama, Rasulullah yang muliatidak pernah segan atau merasa keberatan mendengar serta mengambil pendapat istrinya. Initerlihat ketika beliau meminta pendapat Ummu Salamah dalam perjanjian Hudaybiyah.Waktu itu beliau memerintahkan para sahabat untuk mencukur rambut dan menyembelihhewan kurban, namun mereka tidak mau melakukannya. Melihat respon para sahabattersebut, Baginda Nabi masuk ke tenda Ummu Salamah. Begitu beliau menceritakan kepadaUmmu Salamah apa yang beliau terima dari para sahabat, Ummu Salamah langsungmengajukan pendapat yang cerdas. Ia berkata: “Keluarlah, ya Rasulullah, kemudian engkau

 bercukur lalu potong hewan kurban lalu!” Beliau pun keluar dari tenda, bercukur lalumemotong kurban. Melihat hal itu, sontak para sahabat bangkit; mereka serempak bercukurlalu memotong hewan kurban.[7] 

1.  Tetap Santun Meski Saat Marah

Di kala tidak sedikit para suami yang ringan tangan kepada para istri saat mereka melakukankesalahan, kita mendapati Sang Nabi tetap bijak, lembut, dan santun dalam memperlakukan

 para istrinya saat terjadi silang-pendapat atau perselisihan antara beliau dan mereka. Ketikakemarahan beliau agak tinggi, maka pergi menjauhi istri untuk sementara waktu menjadi

 pilihannya. Tidak pernah beliau menampar satu pun dari istrinya. Beliau menjauhi paraistrinya pada saat mereka mendesaknya menuntut nafkah.

Bahkan ketika Rasulullah berniat mencerai salah satu istrinya, kita mendapati beliau tetapsantun, lembut dan penuh kasih. Sawdah binti Zam‟ah yang sudah tua, tidak cantik, dan

 berbadan gemuk, merasa bahwa jatahnya dari hati Rasulullah hanya rasa kasihan, bukancinta. Rasulullah pun kemudian berpikir untuk menceraikan Sawdah secara baik-baik gunamembebaskannya dari keadaan yang dianggap membebaninya dan memberatkan hatinya.Dengan sabar Rasulullah menunggu sikap dan jawaban Sawdah atas niat beliau untukmenceraikannya.[8] 

Kesantunan, kesabaran dan keterkendalian diri Nabi saw. tetap terpelihara, bahkan ketikaujian terberat menerpa dan mengguncang rumah tangga beliau, yaitu saat terjadi apa yang

disebut hâdits al-ifk . Sikap Nabi kala itu sungguh merupakan teladan bagi setiap Muslim.

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 4/15

Ketika hâdits al-ifk  ini tersebar, dengan kelembutannya yang khas dan tidak pernah luntur,Rasulullah berbicara kepada „Â`isyah: 

 Amma ba‟d . Wahai „Â`isyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku tentangmu begini danbegitu. Jika kamu bebas (tidak melakukannya), maka Allah akan membebaskanmu, dan jika

kamu pernah melakukan dosa maka mohonlah ampun kepada Allah dan tobatlah kepada- Nya.[9] 

Sampai akhirnya Allah menurunkan ayat pembebasan yang membuat tenang dan gembirahati Nabi, „Âisyah dan kaum Muslim semuanya. 

Meski Rasulullah saw. memiliki kedudukan yang agung dan posisi yang tinggi sertamemanggul tugas mengurus umat Islam seluruhnya, namun kelembutan dan kesantunan

 beliau dalam memperlakukan para istrinya sungguh mengagumkan. Tidak seperti kebanyakansuami yang sering menjadikan kesibukan kerja dan urusan-urusan di luar rumah sebagai dalihkurangnya perhatian terhadap para istri mereka. Perlu diingatkan bahwa berperilaku baik

terhadap istri bukan hanya tidak menyakitinya, tapi juga siap menerima perlakuan kurang baik darinya serta tetap lembut terhadapnya ketika ia marah.

1.  Romantika dan Harmoni Rumah Tangga Nabi Saw.

Dalam rangka memuliakan, menghormati dan menggembirakan istri, Nabi Saw. menjelaskankepada umatnya bahwa bercanda-ria dan bersenda-gurau (bermesraan) dengan istri termasuk

 perbuatan berpahala bagi suami. Beliau bersabda, “Segala yang melalaikan seorang Muslimadalah batil, kecuali memanah, melatih kuda, dan bercanda-ria dengan istri; ini semuatermasuk kebenaran.”[10] 

Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw., pemimpin besar umat Islam, pengemban risalahagung kemanusiaan yang hati dan pikirannya tercurah memperjuangkan kebaikan umat sertakejayaan Islam, adalah seorang suami yang romantis. Tangannya yang mulia nan suci tidaksegan-segan menyuapi para istrinya. Dituangkannya air ke dalam cangkir lalu diberikannya

 pada istrinya. Suatu hari beliau menjenguk salah satu sahabatnya yang sedang sakit.Kepadanya beliau bersabda, “Bahkan suapan yang kamu angkat ke mulut istrimu, itu bernilaisedekah untukmu.”[11] 

Betapa indah Islam. Sungguh menyeluruh ajaran-ajarannya. Memang hanya suapan. Namunia mendekatkan pasangan suami-istri sehingga satu sama lain saling merasa nyaman dan

tenang berada di sisi pasangannya. Memang hanya suapan. Tetapi ia dapat memantik cintadan kasih-sayang di antara suami-istri. Memang hanya suapan. Tapi ia menorehkan senyumdi bibir suami-istri yang saling menyayangi. Memang hanya suapan. Namun rasa sehati dansehaluan yang ditimbulkannya menularkan romantika dan harmoni antara suami-istri.

Lihatlah Baginda Rasul, bagaimana beliau minum satu gelas dengan para istrinya. Dengarkan penuturan „Â`isyah berikut: 

Aku minum, ketika itu aku sedang haid, lalu aku memberikannya kepada Nabi Saw. Beliaumeletakkan mulutnya pada tempat (bekas) mulutku lalu minum. Aku menggigit daging,ketika itu aku sedang haid, lalu memberikannya kepada Nabi Saw. Beliau meletakkan

mulutnya pada tempat (bekas) mulutku.[12] 

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 5/15

Sungguh indah apa yang diperagakan Sang Nabi. Sungguh mengagumkan apa yang beliauteladankan untuk umatnya. Pribadi agung dan mulia itu tidak canggung menunjukkan cintadan kemesraannya terhadap para istrinya.

“Ritual” lain yang kerap Nabi Saw. lakukan ter hadap istri-istrinya dalam rangka memupuk

romantisme dan harmoni rumah tangga adalah mengecup istri. Dalam keadaan puasa pun beliau mengecup „Â`isyah. Ia bertutur, “Rasulullah Saw. mendekatiku untuk mengecupku.Aku katakan bahwa aku sedang berpuasa. Beliau bersabda, „Aku juga sedang berpuasa.‟Beliau menghampiriku lalu mengecupku.”[13] 

Kemudian, bagi Nabi Saw. yang mulia dan agung, membantu mengerjakan tugas-tugasrumah tangga bukanlah perbuatan yang menurunkan harkat dan martabat beliau, justrumemperteguh keluhuran akhlak beliau. Perhatikan bagaimana junjungan alam, pemimpinumat Islam, dan pemuka seluruh manusia itu tidak pernah merasa malu mengerjakan

 pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, membantu para istrinya, memperbaiki sandalnya,menjahit sendiri pakaiannya, mengolah bahan makanan dan lain sejenisnya. Alih-alih

merendahkan derajat sang suami, hal itu justru memperteguh tali kasih pasangan suami-istri.Hal itu juga akan mematri perasaan istri bahwa sang suami penuh perhatian, peduli, dan siagadalam membantu meringankan tugas-tugas dirinya.

Maka, bagi pribadi Nabi Saw. yang seperti digambarkan di atas, bukan perkara berat untukmelakukan kerja-sama dengan para istrinya dalam urusan-urusan „ubudiyah seperti shalat,sedekah serta kewajiban dan amal-amal sunnah lainnya, seperti kerja-sama (salingmembangunkan) untuk shalat malam. Beliau pernah bersabda:

Allah merahmati seorang suami yang bangun malam lalu shalat lalu membangunkan istrinya,kemudian istrinya juga shalat. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikan air ke wajahnya.Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, lalu shalat lalu membangunkan suaminya,kemudian suaminya juga shalat. Jika suaminya enggan bangun, ia memercikan airwajahnya.[14] 

Beliau juga bersabda:

Subhânallâh. Fitnah apa yang telah diturunkan malam ini dan rahmat apa yang telahditurunkan. Siapa lagi yang akan membangunkan para penghuni kamar-kamar (istri-istri)?Duhai, betapa banyak yang berpakaian di dunia tapi telanjang di akhirat.[15] 

Hadits di atas mengandung beberapa pelajaran, di antaranya himbauan agar para suamimembangunkan istrinya di malam hari untuk beribadah. Indah sekali sepasang suami-istri bangun malam hari. Keheningan suasana menambah ketenangan dan ketenteraman jiwamereka. Di hadapan Sang Pencipta keduanya meratakan dahi, rukuk, sujud mengakuikelemahan diri, menyatakan kepasrahan total pada Sang Mahakuasa. Kedua tangan merekalalu menengadah memohon yang terbaik dari Yang Mahabaik. Airmata mereka melelehmemastikan ketulusan doa dan asa yang mereka panjatkan pada Yang Maha Pengabul doa.

„Â`isyah menceritakan sepotong kisah indah bersama Rasulullah saw.: 

Pada suatu malam, ketika beliau tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan

kulitku, beliau berkata, “Ya „Â`isyah, izinkan aku beribadat kepada Tuhanku.” Aku berkata,“Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadat

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 6/15

kepada Tuhanmu.” Beliau bangkit mengambil ghariba lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat,kudengar beliau terisak-isak menangis. Kemudian beliau duduk membaca al-Qur`an, jugasambil menangis sehingga airmatanya membasahi janggutnya. Ketika beliau berbaring,airmata mengalir lewat pipinya membasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilâl datangdan masih melihat Rasulullah Saw. menangis. Bilâl bertanya, “Mengapa Anda menangis

 padahal telah Allah ampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang kemudian?” Beliau menjawab,“Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam taditurun surat Âli „Imrân ayat 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidakmemikirkannya.”[16] 

Bagi „Â`isyah, seluruh perilaku Rasulullah Saw. mempesonakan. Dia mengutip saat ketikaRasulullah Saw., junjungan alam, manusia paling mulia, meminta izin kepadanya untuk

 beribadat di tengah malam. Bagi „Â isyah, istri Rasulullah Saw., pada permintaan izin ituterkandung penghormatan, perhatian, dan kemesraan. Apa lagi yang lebih indah yangdiperoleh seorang istri dari suaminya selain itu? [17] 

Di luar itu, kehidupan Rasulullah Saw. amatlah sederhana, meskipun Allah memudahkan bagi kaum Muslim mendapatkan banyak ghanîmah. Dua kejadian berikut menjadi bukti akankesederhanaan dan kebersahajaan beliau: Pertama, kejadian îlâ`. Ketika kaum Muslimmengalami banyak kemenangan, ghanîmah dan harta, para istri Nabi Saw. menuntut beliausedikit menambah income buat belanja rumah-tangga mereka. Mereka ingin ada sedikit

 perubahan, dari hidup miskin dan sulit menjadi sedikit berkecukupan dan lapang. Tuntutanini cukup membuat Nabi Saw. terganggu. Ketika Abû Bakr dan „Umar tahu hal ini, keduanyamendatangi putri masing-masing. Kepada putri- putrinya Abû Bakr dan „Umar mengingatkan

 bahwa Nabi Saw. tidak berkenan dengan tuntutan mereka. Sedangkan istri-istri Nabi Saw.yang lain, Abû Bakr dan „Umar tidak campur tangan terhadap mereka. Maka mereka puntetap menuntut tambahan. Mereka menilai tuntutan itu wajar, terlebih kebanyakan orangIslam waktu itu hidup berkecukupan. Mereka juga menguatkan tuntutannya dengan alasan

 bahwa mereka selama ini sudah sabar menjalani kemiskinan, kekurangan dan kesulitanhidup. Maka setelah Allah mengkaruniakan harta dan ghanîmah yang melimpah kepada umatIslam, mereka pikir kini saatnya menghentikan kemiskinan, kekurangan dankeserbasempitan.

 Nabi Saw. benar-benar terganggu dengan tuntutan para istrinya itu. Sampai-sampai beliaumenjauhi mereka dan enggan bicara dengan mereka selama sebulan penuh, hingga tersebarrumor di tengah-tengah masyarakat bahwa beliau telah mencerai mereka.

 Kedua, kasus takhyîr  (tawaran opsi). Kejadian ini merupakan kelanjutan kejadian îlâ` (tuntutan istri-istri Nabi Saw.) di atas. Ketika para istri Nabi Saw. tetap dengan tuntutanmereka, Allah kemudian menurunkan ayat:

 Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan

dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut‟ah dan aku

ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan)

 Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah

menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar” (QS al-Ahzâb/33: 28-29).

Kepada para istrinya, Nabi Saw., mengajukan dua opsi: hidup bersama beliau dalamkemiskinan dan kesederhanaan, atau hidup tanpa beliau dalam keserbaadaan dan kelimpahan.

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 7/15

Kepada „Â`isyah beliau berkata, “Bermusyawarahlah dengan kedua orangtuamu, janganterburu- buru dalam urusan ini!” „Â`isyah segera menjawab, “Apakah aku harus

 bermusyawarah tentang Allah dan Rasul- Nya, ya Rasulullah?” Seperti diketahui, semua istri beliau pada akhirnya memilih Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat dalam kesederhanaan,kemiskinan, kesempitan dan kesulitan dunia. Sejarah menjadi saksi bahwa tidak ada minyak

untuk menyalakan lampu di rumah Nabi Saw. pada hari beliau dipanggil YangMahakuasa.[18] 

Jika bukan seorang nabi, terbayangkah ada orang bisa hidup seperti itu? Orang yang benar- benar mencermati hal ini dan mempelajari sîrah Nabi Saw., terutama kehidupan rumah-tangga beliau, tidak akan sampai menuduh beliau Saw. sebagai seorang pengumbar syahwatdan pencari kepuasan materil.

1.  Kunci Kebahagian dalam Rumah Tangga

Dalam al-Qur`an, kata paling tepat menggambarkan kebahagiaan adalah aflaha. Kata ini

adalah derivasi dari akar kata falâh. Kata falâh memiliki banyak arti seperti kemakmuran,keberhasilan, pencapaian apa yang kita inginkan atau kita cari, sesuatu yang dengannya kita

 berada dalam keadaan baik, menikmati ketenteraman, kenyamanan, kehidupan yang penuh berkah, keabadian, kelestarian, terus-menerus, keberlajutan.[19] 

Rincian makna falâh ini sejatinya merupakan komponen-komponen kebahagiaan.Kebahagiaan bukan hanya ketenteraman dan kenyamanan saja. Kenyamanan atau kesenangansatu saat saja tidak melahirkan kebahagiaan. Mencapai keinginan saja tidak dengansendirinya memberikan kebahagiaan. Kesenangan dalam mencapai keinginan biasanya

 bersifat sementara. Satu syarat penting harus ditambahkan, yakni kelestarian atau menetapnya perasaan itu dalam diri kita.[20] 

Kebahagiaan merupakan tujuan hidup. Kata-kata singkat ini memiliki cakupan makna danwilayah yang amat luas. Maknanya sudah dipaparkan di atas. Wilayahnya seluas kehidupanitu sendiri dengan segala aspek dan bidangnya, tidak terkecuali aspek kehidupan berumahtangga. Pada setiap aspek kehidupan, pangkal kebahagiaannya adalah agama. Agamamengajarkan bahwa pembentukan keluarga, menjaga kesucian diri, dan melahirkan anak-keturunan yang saleh merupakan tujuan utama berumah tangga.

Keputusan untuk membangun mahligai rumah tangga merupakan keputusan yang penting dandeterminan. Sebelum diambil, keputusan ini harus ditimbang matang matang. Seseorang

terlebih dahulu harus mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya, dan hal apa sajayang sejalan dengan karakteristik dirinya. Hidup berumah tangga bukan hanya meniscayakancinta, tetapi juga tanggung jawab besar yang menghajatkan persiapan serta kesiapan dalamsegala aspek.

Rumah tangga adalah hubungan abadi bertujuan membangun keluarga dan mencetak generasiunggul. Maka ia harus bertopang pada banyak pondasi yang kuat. Pondasi yang pertama danutama adalah agama. Oleh karena itu Rasul Saw. bersabda, “Pilihlah wanita beragama(salehah), maka kamu akan bahagia.”[21] 

Kebaikan akhlak dan keunggulan moral harus menjadi asas bagi kehidupan berumah tangga.

Sabda Nabi Saw., “Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,maka nikahkanlah (anak perempuan kalian) dengannya.”[22] 

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 8/15

Hal lain harus tersedia dalam rumah tangga adalah takâfu` (kesetaraan) antara dua pihakdalam segala bidang; sosial, budaya, keilmuan, pemikiran, dan lainnya. Artinya, harus adacommon spaces yang mempersatukan dua pihak serta memungkinkan keduanya membangunmahligai rumah tangga idaman. Takâfu` memberi harapan besar akan adanya suasana salingmenghormati, saling memahami serta pola interaksi yang sehat dan setara. Selain takâfu`,

sikap lapang dan mau membuka telinga merupakan unsur penting dalam menjalani kehidupanrumah tangga.

Patokan, kaidah, prasayarat, aturan dan lain sebagianya yang harus tersedia dalammembangun rumah tangga satu sama lain haruslah berjalan seiring serta tertata secarasinergis. Keelokan rupa harus dipadukan dengan keindahan agama serta keluhuran akhlak.Pun demikian kaidah-kaidah lainnya, masing-masing tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Sabda

 Nabi Saw.:

Tidaklah seorang Mukmin mendapatkan sesuatu yang lebih baik setelah takwa kepada Allahselain istri salehah. Jika ia memerintahnya, ia (istri) menaatinya. Jika ia memandangnya, ia

(istri) membuatnya senang. Jika ia memberinya sesuatu, ia (istri) menggunakannya dengan baik. Dan jika ia tidak bersamanya, ia (istri) dapat menjaga dirinya dan harta suaminya.[23] 

Sesungguhnya kehidupan berumah-tangga ibarat sebuah perusahaan patungan. Para pemiliksahamnya adalah suami dan istri. Keduanya bertemu dan bersatu pada akad yang butir-

 butirnya diambil dari al-Qur`an dan Sunnah. Akad dan kesepakatan mereka disaksikan oleh para malaikat langit dan bumi serta orang-orang di sekitar mereka berdua. Semesta pun ikut bergembira atas tercapainya akad ini.

Allah Swt. berfirman:

 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari

 jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-

 Nya di antaramu rasa kasih dan sayang (QS al-Rûm/30: 21).

Cinta layaknya bayi yang masih menyusu; perlu orang yang memerhatikan, mengasuh danmenjaganya supaya tetap sehat dan ceria. Jika tidak, ia akan lemah, layu, lalu tak bernyawa.Atas kuasa dan kehendak-Nya, kehidupan suami-istri menjadi sumber kasih-sayang,ketenangan dan ketenteraman. Ini sudah menjadi undang-undang Tuhan. Namun, bagaimanamelaksanakan undang-undang itu dalam kehidupan?

Jangan pernah menduga mewujudkan kebahagiaan berumah-tangga semudah membaliktelapak tangan atau seringan mengangkat cangkir berisi minuman. Ia meniscayakan sejumlah jalan dan langkah. Berikut beberapa tips menjadikan rumah tangga nyaman, aman dantenteram:

1.  1. Usir Setan dari Rumah

Ini mungkin terdengar menggelikan. Tapi maknanya sangat dalam dan luas. Jika rumahdirancang untuk menjadi tempat istirahat yang nyaman dan tenteram, maka tidak mungkin itu

 bisa tercapai jika setan berada di dalamnya. Maka usirlah musuh yang jahat dan licik ini.Cara mengusirnya: Pertama, mengingat Allah saat masuk rumah dengan setidaknya

mengucap bismillah. Setan tidak bisa bertahan pada tempat di mana nama Allah disebutkan.Ucapkan juga assalamu‟alaikum. Firman Allah:

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 9/15

 Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu

memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri,

 salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik  (QS al-Nûr/24: 61).

Selain bismillâh dan salam, banyak doa-doa yang diajarkan agama untuk dibacakan saat

memasuki rumah. Di sini bukan tempatnya untuk menunjukkan doa-doa itu. Cukuplahdiingat bahwa menyebut dan mengingat Allah mencegah masuknya setan ke rumah.

 Kedua, menyebut (mengingat) Allah saat makan dan minum. Sabda Nabi Saw.:

Apabila seseorang masuk ke rumahnya dan menyebut nama Allah saat memasukinya dan saatmakannya, maka setan berkata (kepada sesamanya), “Tidak ada tempat tinggal dan tidak adamakanan bagi kalian.” Dan apabila ia masuk ke rumahnya tapi tidak menyebut nama Allahketika memasukinya, maka setan berkata (kepada sesamanya), “Kalian menemukan tempattinggal.” Dan apabila ia tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka setan berkata(kepada sesamanya), “Kalian menemukan tempat tinggal dan makanan.”[24] 

 Ketiga, banyak membaca al-Qur`an, terutama surat al-Baqarah tiga malam sekali. SabdaRasulullah Saw., “Jangan jadikan rumah-rumah kalian (seperti) kuburan. Sesungguhnya setanlari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqarah.”[25] 

 Keempat , membersihkan rumah dari ucapan, perbuatan dan benda-benda yang dapatmenjauhkan kita dari Allah. Hal-hal demikian dapat mengusir malaikat dan mendatangkansetan.

1.   Datangkan Malaikat ke Rumah 

Bagaimana mendatangkan malaikat ke rumah kita? Pertama, bersihkan rumah dari gambar-gambar tidak senonoh dan patung. Nabi Saw. bersabda, “Malaikat tidak masuk ke rumahyang di dalamnya ada patung dan gambar.” [26] 

 Kedua, bersihkan rumah dari anjing. Rasul Saw. bersabda, “Malaikat tidak masuk rumahyang di dalamnya ada anjing dan gambar.”[27] 

1.   Memohon Perlindungan dari Jiwa yang Jahat

Agama kita memerintahkan untuk memohon perlindungan, pagi dan sore hari, dari kejahatan

 jiwa. Dalam hal ini, di antara doa Nabi Saw. adalah:

Ya Allah, Yang Mahatahu yang gaib dan yang nyata, Pencipta langit dan Bumi, Tuhan danPemilik segala sesuatu. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Engkau. Aku memohon

 perlindungan dari kejahatan diriku dan dari kejahatan setan serta kemusyrikannya.[28] 

 Nabi Saw. mengajari kita memohon perlindungan dari kejahatan diri sendiri sebelumkejahatan setan. Allah Swt. berfirman:

 Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi

rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang (QS

Yûsuf/12: 53).

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 10/15

Tutur santun dan perangai terpuji suami-istri dipadu dengan doa-doa perlindungan di pagidan sore hari. Keberkahan dan keselamatan tiada henti diharapkan.

1.  Tahan Emosi dan Kendalikan Diri

Pada titik ini banyak pasangan suami-istri mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Efeknya,tekanan dan lara batin muncul, disusul terganggunya kejiwaan anak karena seringnya melihatorangtua bertengkar dan memperagakan ketidakharmonisan.

 Nabi Saw. melarang kita marah. Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw., “Nasihatiaku!” Beliau bersabda, “Jangan marah.” Beliau mengucapkannya sampai tiga kali.”[29] Sabdanya yang lain, “Permudahlah jangan mempersulit. Apabila salah seorang dari kalianmarah maka diamlah.”[30] 

Marah itu manusiawi. Semua bisa marah. Yang dituntut adalah mengendalikan dan menahanmarah, bukan memperturutkan dan mengumbarnya. Kemarahan akan melahirkan kekisruhan

 jika ditimpali dengan kemarahan serupa. Jika masing-masing pandai menahan diri, atausetidaknya salah satu mengekang diri, kekisruhan tidak akan muncul dan rumah tangga tidakterguncang. Allah memuji orang yang sanggup menahan marah:

 Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema‟afkan (kesalahan) orang. Allah

menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Âli „Imrân/3: 134). 

Marah berefek negatif terhadap kesehatan jasmani. Maka jagalah kesehatan raga denganmemelihara kesehatan jiwa. Menahan marah terbukti menyehatkan jiwa. Ketika marah, darahdalam jantung bergolak, urat-syaraf ikut tegang, wajah dan mata memerah. Banyak marahdapat memancing beberapa ketidakberesan fisik seperti tekanan darah, arteriosclerosis, dan

 paralysis.

Menahan marah bukan hanya dengan diam, sementara anggota tubuh yang lain, terutamamata, berbicara banyak dengan kata-kata yang pedas dan kasar melebihi bahasa lisan. Mulut

 bisa saja tertutup saat marah, tapi sorot mata menyiratkan kata-kata sarat hinaan. Mulut boleh jadi terkunci. Tapi gemetarnya bibir menjelaskan bahwa jiwa bergejolak, hati panas penuhemosi. Ini tidak boleh terjadi. Bukan hanya mulut, semua anggota tubuh tidak boleh memberisinyal kemarahan. Saat kemarahan datang, pejamkan mata dengan tenang, jangan mencari-cari pembenaran untuk kemarahan Anda.

Untuk semua kaidah, aturan, syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam mewujudkanrumah-tangga yang bahagia, Baginda Nabi adalah sosok ideal dan teladan dalam menerapkansemua itu. Maka tidak heran jika kemudian rumah-tangga beliau adalah rumah-tangga

 bahagia dalam arti yang sesungguhnya.

Di rumah Nabi dapat kita temui kesederhanaan, keindahan budi, keluhuran pekerti, dankezuhudan materi meski — kalau beliau mau — mudah saja baginya memiliki dunia besertaisinya. „Umar bin al-Khaththâb sampai meneteskan airmata karena terharu melihat rumahRasulullah Saw. hanya diperlengkapi ghariba (wadah air dari kulit) dan roti yang sudahmenghitam. Beliau tidur di atas tikar kasar yang dianyamnya dengan tangan sendiri, dansering tampak pada pipinya bekas-bekas tikar itu.[31] 

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 11/15

Siti „Â`isyah Umm al-Mu`minîn menuturkan kesederhanaan hidup bersama Rasulullah Saw.,“Semenjak datang ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah makan kenyang darigandum (roti) selama tiga malam berturut-turut hingga beliau wafat.”[32] 

Inilah pemimpin dan penglima besar umat Islam. Beginilah sebaik-baik makhluk itu

menjalani hidup ini. Kenikmatan dunia tidak pernah terlintas di benaknya. Kemegahan duniatidak pernah menjadi cita-citanya. Ia mengambil dari dunia sebatas yang dapatmengantarkannya pada kesejatian hidup dan kebahagiaan negeri akhirat. Untuk menahanlapar, Baginda Nabi acap-kali mengikatkan batu di perutnya sebagai ganjal.[33] 

Pada suatu malam beliau keluar rumah. Di jalan beliau bertemu dengan Abû Bakar dan„Umar. Beliau bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian keluar rumah di saatini?” Mereka menjawab, “Lapar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Dan aku, demi Zat Yang

 jiwaku di Tangan-Nya, sungguh telah membuatku keluar rumah apa yang telah membuatkalian keluar rumah. Bangkitlah!” Mereka pun bangkit bersama Rasulullah, kemudianmendatangi rumah seorang laki-laki dari Anshâr. Tapi orang Anshâr itu tidak ada di

rumahnya. Yang ada hanya istrinya. Wanita itu kemudian menemui mereka dan berkata,“Selamat datang.” Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Di mana suamimu?” Ia menjawab,“Ia pergi mencari air segar untuk kami.” Ketika itu laki-laki Anshâr datang. DipandangnyaRasulullah dan dua orang sahabatnya (Abû Bakar dan „Umar), lalu berkata, “Alhamdulillah,tidak ada seorang pun hari ini yang memuliakan para tamu selain aku.” Lalu ia pergi dankembali lagi sambil membawakan kurma mentah, kurma matang dan kurma kering, lalu

 berkata, “Makanlah ini!” Kemudian ia mengambil pisau. Rasulullah berkata padanya, “Tidakusah memerah susu.” Laki-laki itu lalu menyembelih kambing untuk mereka. Mereka punmakan daging, kurma dan minum. Setelah mereka kenyang dan segar karena cukup minum,Rasulullah Saw. bersabda kepada Abû Bakr dan „Umar, “Demi Zat Yang jiwaku di Tangan-

 Nya, kalian benar-benar akan ditanya tentang nikmat ini di hari kiamat. Lapar telah membuatkalian keluar rumah dan kalian belum pulang sampai kalian mendapat nikmat ini.”[34] 

Hingga di sini, beberapa poin dapat kita tarik. Pertama, kepemilikan dunia sebenarnya tidakharam bagi siapa pun, termasuk Nabi Saw., asalkan sejalan dengan aturan Islam tentangkepemilikan. Bagi Nabi Saw. sendiri, kalau beliau mau, dunia dan seisinya merupakan

 perkara mudah untuk dikuasainya. Tapi beliau lebih memilih hidup sederhana, bukan karenamengharamkan dunia, melainkan karena ingin hidup merakyat; hidup seperti kebanyakanumatnya, merasakan derita mereka, akrab dengan lapar dan dahaga seperti mereka. Kedua,

 bagi Nabi Saw. dan para istrinya, sulitnya kehidupan materi sama sekali tidak membuatmereka tidak bahagia. Bagi para istri Rasul, predikat Umahât al-Mu`minîn (Ibunda Kaum

Mukmin) yang mereka sandang sudah merupakan kemuliaan dan kehormatan tiada tara. Bagimereka, menjadi pendamping Sang Nabi Saw. dalam berjuang menebarkan risalah Islam danmenegakkan kebenaran merupakan kebahagiaan tiada duanya.

 Ketiga, dalam kejadian seperti dipaparkan sebelum ini, Nabi Saw. tidak lupa memanfaatkankejadian tersebut untuk mengingatkan sahabat-sahabatnya akan akhirat; “Kalian benar -benarakan ditanya tentang nikmat ini di hari kiamat.” Bandingkan dengan kita. Kita nikmati

 berbagai rezki Allah; makanan, minuman, dan sebagainya. Tapi kita lupa bahwa nikmat apa pun akan ditanya (dimintai pertanggung jawabannya) kelak di hari perhitungan.

Seperti telah disinggung di atas, di sini kembali kita dengarkan „Umar bercerita tentang

kesederhanaan hidup Nabi Saw. „Umar berkata: 

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 12/15

Aku masuk rumah Rasulullah Saw. Ketika itu beliau sedang tidur di atas tikar kasar. Tidakada antara tubuh beliau dan tikar itu kasur. Bekas tikar kasar terlihat di pipinya. Kepalanya

 bersandar pada bantal dari kulit yang sudah disamak. Kemudian kuarahkan pandanganku keisi rumah beliau. Demi Allah, aku tidak melihat sesuatu selain tiga lembar kulit yang belumdisamak. Aku menangis. Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku jawab,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya Kisrâ (raja Persia) dan Kaisar (raja Romawi) adalah sepertiadanya mereka (hidup mewah dan tinggal di istana megah), padahal engkau adalah RasulAllah.” Aku katakan pada beliau, “Berdoalah kepada Allah, sehingga Dia memberikelapangan atas umatmu! Sesungguhnya Persia dan Romawi, mereka diberi kelapangan dandiberi (kenikmatan) dunia, padahal mereka tidak menyembah Allah.” Beliau bersabda,“Apakah kamu ragu, hai putra al-Khaththâb? Mereka adalah kaum yang telah disegerakan

 bagi mereka kenikmatannya di dunia.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, mohonkanlah ampun bagiku!”[35] 

 Namun demikian, Nabi Saw. adalah pribadi yang murah hati dan dermawan. Tidak salah jikadikatakan bahwa beliau adalah manusia paling murah hati dan paling ringan tangan dalam

memberi. Seandainya perbendaharaan bumi ada di tangannya, pastilah beliau akanmemberikannya pada siapa saja yang memerlukan dalam semalam saja. Pada suatu hari, parasahabat menemukan Nabi Saw. sedang memperbaiki sandal anak yatim; dan pada hari yanglain sedang menjahit pakaian kumal milik perempuan tua yang miskin. Beliaumengumpulkan sebagian sahabatnya yang miskin di sudut masjid. Beliau membagikanmakanan sedikit yang dipunyainya untuk mereka, sehingga beliau sendiri tidak pernah makankenyang selama tiga hari berturut-turut. Di antara penghuni sudut masjidnya itu adalah AbûHurayrah, perantau dari Daus yang bekerja sebagai pelayan dari rumah yang satu ke rumahyang lain.[36] 

Bercermin pada pribadi Nabi Saw., mengacu pada rumah tangga yang beliau bangun bersama para istri, terutama kebersahajaan serta kesederhanaannya dalam hal materi, maka sungguhsalah fatal orang-orang yang mengira bahwa kebahagiaan terletak pada tumpukan harta,keliru besar orang-orang yang menyangka kebahagiaan ada pada kendaraan mewah, rumahmegah, dan tabungan menggunung.

Kebahagiaan bukan terletak pada itu semua. Kebahagiaan sejati sebuah rumah tangga, sepertiditelandankan Sang Nabi, adalah rumah yang islami; para penghuninya tinggal dan hidupdalam zikrullah, dalam membaca ayat-ayat suci, dalam kebaikan dan kesalehan. Kebahagiaanterdapat pada saling memahami, kerjasama dan bahu-membahu dalam menunaikan tanggung

 jawab yang ada di pundak masing-masing dari suami-istri dalam jalinan kasih-sayang sejati,

dalam rajutan cinta yang hakiki, dalam balutan kesetiaan berasaskan takwa dan kesalehan.

1.  Kesimpulan dan Saran

Muhammad Saw. —  baik Muhammad sebagai manusia biasa (basyar ), sebagai pengembanrisalah (rasûl ), sebagai pemimpin negara Madinah (imâm), sebagai panglima pasukan kaumMuslim (qâ`id ), sebagai pemutus sengketa yang diajukan kepadanya (qâdhî ), sebagai

 pemberi fatwa (muftî ), dan sebagai apa pun yang pernah diperankannya selama ia hidup,keagungan dan kemuliaannya tidak terbantahkan. Dulu, orang-orang kafir Mekah menolak

 beriman kepada Muhammad bukan karena mereka mengingkari kebenaran yang dibawanya, bukan karena memungkiri keagungan pribadinya. Mereka enggan mengikuti seruan

Muhammad karena ia mengajarkan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan kepentingan

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 13/15

mereka. Di mana-mana, kepentingan sering menggelapkan mata dari melihat dan menerimakebenaran yang sudah amat nyata, senyata matahari di siang hari.

[1] Ahmad bin Syu‟aib al-Nasâ`î, Sunan al-Nasâ`î al-Kubrâ, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Imiyah, cet. I, 1991, Jilid 5, hal. 307, hadits no. 8951. 

[2] Lihat antara lain Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Mekkah:Maktabah Dâr al-Bâz, 1994, jilid 1, hal. 168, hadis no. 767; Muhammad bin „Isa al-Tirmidzî,al-Jami al-Shahih Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-„Arabi, jilid 1, hal. 189,hadis no. 113; Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal , Beirut: Mu`assasahal-Risalah, cet. II, 1999, Jilid 43, hal. 264, hadis no. 26195, dan Ahmad bin Ali (Abu Ya‟la)al-Tamimi, Musnad Abi Ya‟la, Damaskus: Dar al-Ma`mun li al-Turats, cet. I, 1984, Jilid 8,hal. 149, hadis no. 4694.

[3] Baca antara lain al-Baihaqi, Sunan al- Baihaqi…, jilid 4, hal. 321, hadis no. 8381;Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami al-Shahih, Beirut & Yamamah: Dar Ibn Katsir,cet. III, 1987, Jilid, 2, hal. 715, hadis no. 1930, dan Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn

 Hibban, Beirut: Mu`assasah al-Risalah, 1993, Jilid 10, hal. 348, hadis no. 4497.

[4] Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al- Imam Ahmad…, jilid 44, hal. 391, hadis no. 26810.

[5] Baca antara lain Muhammad bin Ahmad al-Qurthubî, Tafsîr al-Qurthubî, Kairo: Dâr al-Sya‟b, cet. II, 1372 H, 16, hal. 326. 

[6] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Adab al-Mufrad , Beirut: Dar al-Basya`ir al-Islamiyah, cet. III, 1989, jilid 1, hal. 190, hadis no. 538. Lihat juga al-Baihaqi, Sunan al-

 Baihaqi…, jilid 2, hal. 215, hadis no. 2989.

[7] Baca Muhammad bin Jarîr al-Thabarî, Jâmi‟ al - Bayân „an Ta`wîl Ayy al -Qur`ân, Beirut:Dâr al-Fikr, 1405 H., vol. 2, hal. 221.

[8] Lihat di antaranya „Ali bin Ahmad bin Hazm, al-Muhallâ, Beirut: Dâr al-Âfâq al-Jadîdah,tt., vol. 10, hal. 192. Baca juga Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah,1379 H, vol. 8, hal. 266.

[9] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami al-Shahih, Beirut & Yamamah: Dar IbnKatsir, cet. III, 1987, jilid, 2, hal. 942, hadis no. 2518. Lihat juga Abu al-Husain Muslim al- Nisaburi, al-Jami al-Shahih (Shahih Muslim), Beirut: Dar al-Jail & Dar al-Afaq al-Jadidah, tt, jilid 8, hal. 112, hadis no. 7196.

[10] Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, al-Jami al-Shahih; Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihyaal-Turats al-„Arabi, tt, jilid 4, hal. 174, hadis no. 1637. 

[11] Al-Bukhari, al- Jami…, jilid 5, hal. 2047, hadis no. 5039.

[12] Muslim al-Nisaburi, Shahih Muslim…, jilid 1, hal. 168, hadis no. 718.

[13] Ibn Hanbal, MusnadAhmad… jilid 43, hal. 345, hadis no. 26321.

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 14/15

[14] Ahmad bin Syuaib al-Nasa`î, Sunan al-Nasa`î al-Kubra, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, cet. I, 1991, jilid 1, hal. 411, hadis no. 1300. 

[15] Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi…,  jilid 4, hal. 487, hadis no. 2196.

[16]I brâhîm bin Muhammad al-Husaynî, al-Bayân wa al-Ta‟rîf ,Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1401 H, vol. 1, hal. 125. 

[17]Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual , Bandung: Mizan, cet. XIV, 2003, hal. 203.

[18] Lebih jelasnya dapat dibaca antara lain Sulaymân bin Ahmad al-Thabrânî, al- Mu‟jam al -

 Awsath, Kairo: Dâr al-Haramayn, 1415 H, vol. 8, hal. 326.

[19] Lihat Jaluluddin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan, Bandung: Simbiosa Rekatama Media,cet. II, 2004, hal. 24.

[20] Rakhmat, Meraih…, hal. 24-25.

[21] Al-Bukhari, al- Jami…, jilid 5, hal. 1958, hadis no. 4802.

[22]  Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi…,  jilid 3, hal. 395, hadis no. 1085.

[23] Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, Beirut: Dar al-Fikr, tt., jilid 1,hal. 596, hadis no. 1857.

[24] Abu Dawud Sulaiman al-Sijistani, Sunan Abi Dawud , Beirut: Dar al-Kitab al-„Arabi, tt.,

 jilid 3, hal. 406, hadis no. 3767.[25] Muslim al-Nisaburi, Shahih Muslim…, jilid 2, hal. 188, hadis no. 1860.

[26] Muslim al-Nisaburi, Shahih Muslim…, jilid 6, hal. 162, hadis no. 5667.

[27] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al- Jami‟ al -Shahih, Beirut-Yamamah: Dar Ibn Katsir,cet. III, 1987, jilid 4, hal. 1470, hadis no. 3780. Lihat juga Muslim al-Nisaburi, Shahih

 Muslim…, jilid 6, hal. 156, hadis no. 5636.

[28]Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi…,  jilid 5, hal. 467, hadis no. 3392.

[29] Ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah…, jilid 1, hal. 449, hadis no. 1402; Al-Baihaqi,Sunan al- Baihaqi…, jilid 7, hal. 308, hadis no. 14577. Lihat juga Al-Tirmidzi, Sunan al-

Tirmidzi…,  jilid 4, hal. 371, hadis no. 2020.

[30] Sulaiman bin Dawud al-Thayalisi, Musnad Abi Dawud al-Thayalisi, Beirut: Dar al-Ma‟rifah, tt., jilid 1, hal. 340, hadis no. 2608. 

[31] Baca Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Ceramah-Ceramah di Kampus, Bandung:Mizan, cet. XI, 2003, hal. 83.

[32] Muslim al-Nisaburi, Shahih Muslim…, jilid 8, hal. 217, hadis no. 7633.

7/27/2019 s u a m i s i a g a Ala Rasul

http://slidepdf.com/reader/full/s-u-a-m-i-s-i-a-g-a-ala-rasul 15/15

[33] Baca antara lain „Ali bin Abî Bakr al-Haytsamî, Majma‟ al -Zawâ`id , Kairo-Beirut: Dâral-Rayyân lî al-Turâts-Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1407 H, vol. 8, hal. 306. Lihat juga„Abdul‟azhîm al-Mundzirî, al-Targhîb wa al-Tarhîb, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, cet. I,1417 H, vol. 4, hal. 96.

[34]Muslim al-Nisaburi, Shahih Muslim…, jilid 6, hal. 116, hadis no. 5434.

[35]Al-Bukhari, al-Adab al- Mufrad…, jilid 1, hal. 398, hadis no. 1163. Baca juga al-Hakimal-Nisaburi, al- Mustadrak „ala al -Shahihain, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, cet. I, 1990,

 jilid 2, hal. 679, hadis no. 4244.

[36] Baca Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual , Bandung: Mizan, cet. XIV, 2003, hal. 206.